Anda di halaman 1dari 228

ARSITEKTUR GEREJA

Bahan Bulan Liturgi Nasional 2023

Komisi Liturgi KWI


Bahan Bulan Liturgi Nasional 2023

ARSITEKTUR GEREJA

Komisi Liturgi KWI


Bahan Bulan Liturgi Nasional 2023
ARSITEKTUR GEREJA
(c) Komisi Liturgi KWI, 2023
Jl. Cikini II no. 10, Jakarta 10330
Telp. 021 - 315 3912, 315 4714;
E-mail: komlit-kwi@kawali.org
komlitkwi@gmail.com

Penyusun: Ar. Antonius Slamet Nugroho, IAI


Ar. Maria Fransisca Dinar Ari Wijayanti, IAI
Editor : Komisi Liturgi KWI
Design dan Layout: Ignasius Lede
Pengantar

Gereja adalah tempat komunitas kristiani berkumpul


untuk mendengarkan sabda Allah, merayakan ekaristi dan
memanjatkan doa-doa permohonan serta pujian kepada
Allah. Gereja memiliki tempat sentral dalam kehidupan
umat beriman dan menjadi kebutuhan untuk melaksanakan
perayaan iman.
Gedung gereja pada hakikatnya adalah bangunan
yang memang ditujukan sebagai wadah perayaan iman
bagi umat Katolik, yang bersifat kudus untuk menunjang
suasana doa serta mengantar umat kepada misteri-misteri
kudus yang dirayakan. Karena itu, perencanaan dan
proses pembangunan suatu gedung gereja Katolik harus
menampilkan hakikat keberadaaannya tersebut.
Pada Bulan Liturgi Nasional tahun ini, Komisi Liturgi KWI
memilih tema Arsitektur Gereja menjadi bahan pendalaman
umat beriman saat mengadakan rosario bersama di rumah-
rumah keluarga Katolik. Tema ini menjadi penting, karena
kita semua belum memahami dengan sungguh makna dan
nilai gedung Gereja.
Bahan bulan Liturgi Nasional ini disusun oleh pasangan
Arsitek, Ar. Antonius Slamet Nugroho, IAI dan Ar. Maria
Fransisca Dinar Ari Wijayanti, IAI. Mas Nuggi dan Mbak
Dinar adalah Arsitek yang memiliki perhatian yang sungguh
Bulan Liturgi Nasional 2023

besar pada nilai-nilai dan keutamaan yang harus ada di dalam


sebuah Gedung gereja. Mereka memperdalam keilmuannya
dengan mengambil Extension Course tentang Arsitektur
Gereja pada Insitutsi Liturgi Kepausan, San’t Anselmo, Roma.
Kini, mereka hendak mengajak kita untuk lebih memahami
persoalan seputar, “gedung gereja” secara lebih mendalam.
Kita ucapkan terima kasih kepada Mas Nuggi dan Mbak
Dinar yang telah menyiapkan bahan Bulan Liturgi Nasional
ini dengan sangat baik. Semoga bahan BLN 2023 ini memberi
kita pemahaman yang utuh tentang Arsitektur Gereja.

Jakarta, 30 Maret 2023


Komisi Liturgi KWI

II
Arsitektur Gereja

Singkatan

1. AA : APOSTOLICAM ACTUOSITATEM
2. AN : AETATIS NOVAE
3. CEP : COMMUNIO ET PROGRESSIO
4. CEU : CONVENIENTES EX UNIVERSO
5. CIV : CARITAS IN VERITATE (Kasih Dalam
Kebenaran)
6. CT : CATECHESI TRADENDAE
(PENYELENGGARAAN KATEKESE –
ANJURAN APOSTOLIK)
7. DD : DESIDERIO DESIDERAVI, Surat Apostolik
Bapa Suci Paus Fransiskus tentang
Formasio Liturgi Umat Allah
8. DH : DIGNITATIS HUMANAE (PERNYATAAN
TENTANG KEBEBASAN BERAGAMA,
KONSILI VATIKAN II)
9. DK : DIREKTORIUM KLERUS / DIREKTORIUM
TENTANG PELAYANAN DAN HIDUP PARA
IMAM
10. DOEPD : DE ORDINATIONE EPISCOPI,
PRESBYTERORUM ET DIACONORUM
11. DOL : Documents on The Liturgy, 1963-1979
12. DTKUL : DIREKTORUM TENTANG KESALEHAN
UMAT DAN LITURGI; ASAS-ASAS DAN
PEDOMAN (17 Desember 2001)
13. DV : DEI VERBUM (KONSTITUSI DOGMATIS
TENTANG WAHYU ILAHI)
14. EDE : ECCLESIA DE EUCHARISTIA (Ekaristi dan
Hubungannya dengan Gereja)
15. EN : EVANGELII NUNTIANDI (Mewartakan Injil)
16. GDA : GEREJA DI ASIA (Church in Asia)
17. GES : GAUDIUM ET SPES (Kegembiraan dan
Harapan)

III
Bulan Liturgi Nasional 2023

18. HJR : MISA “PRO ELIGENDO ROMANO


PONTIFICE”, Homili Yang Mulia Kardinal
Joseph Ratzinger, Dekan Kolegium
Kardinal
19. IAE : IBADAT ADORASI EKARISTI (KomLit. KAS)
20. IGMR_1977: INSTITUTIO GENERALIS MISSALIS ROMANI
21. IGPP : IMAM, GEMBALA, DAN PEMIMPIN
PAROKI, Kongregasi Klerus: Instruksi
Imam, Gembala, dan Pemimpin Paroki
22. IM : INTER MIRIFICA (DEKRIT TENTANG UPAYA-
UPAYA KOMUNIKASI SOSIAL)
23. IO : INTER OECUMENICI (Instruksi I, Mengenai
Pelaksanaan Konstitusi Liturgi)
24. KGK : KATEKISMUS GEREJA KATOLIK
25. KHK : KITAB HUKUM KANONIK
26. KSADI : Kerja Sama Awam dan Imam dalam
Pastoral
27. LG : LUMEN GENTIUM (KONSTITUSI
DOGMATIS TENTANG GEREJA)
28. LRI : DE LITURGIA ROMANA ET
INCULTURATIONE (Instruksi IV tentang
Pelaksanaan Konstitusi Liturgi Vatikan II
No. 37-40 Secara Benar)
29. LS : LAUDATO SI (Terpujilah Engkau)
30. MS : MUSICAM SACRAM (INSTRUKSI TENTANG
MUSIK DI DALAM LITURGI)
31. ODEA : ORDO DEDICATIONIS ECCLESlAE ET
ALTARIS (TATA UPACARA DEDIKASI
GEDUNG GEREJA DAN ALTAR, 1977)
32. OICA : ORDO INITIATIONIS CHRISTINAE
ADULTORUM (1972) / TATA UPACARA
INISIASI KRISTIANI DEWASA
33. PC : PERFECTAE CARITATIS (DEKRIT TENTANG
PEMBARUAN DAN PENYESUAIAN HIDUP
RELIGIUS, KONSILI VATIKAN II)

IV
Arsitektur Gereja

34. PDV : PASTORES DABO VOBIS (Gembala-


Gembala Akan Kuangkat Bagimu), Anjuran
Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang
Pembinaan Imam dalam Situasi Zaman
Sekarang
35. PO : PRESBYTERORUM ORDINIS (DEKRIT
TENTANG PELAYANAN DAN KEHIDUPAN
PARA IMAM, KONSILI VATIKAN II)
36. PPP : PERAYAAN PASKAH DAN PERSIAPANNYA
37. RM : REDEMPTORIS MISSIO (Tugas Perutusan
Sang Penebus)
38. RS : REDEMPTIONIS SACRAMENTUM
(SAKRAMEN PENEBUSAN)
39. PUMR : PEDOMAN UMUM MISALE ROMAWI
(INSTITUTIO GENERALIS MISSALIS
ROMANI, EDITIO TYPICA TERTIA 2000)
40. PUTT : PEDOMAN UMUM TATACARA TOBAT
41. SC : SACROSANCTUM CONCILIUM
(KONSTITUSI TENTANG LITURGI SUCI,
KONSILI VATIKAN II)
42. SCAE : SACRAMENTUM CARITATIS – APOSTOLIC
EXHORTATION (SAKRAMEN CINTA KASIH –
ANJURAN APOSTOLIK)
43. SKPA : SURAT KEPADA PARA ARTIS / SENIMAN-
SENIWATI, oleh Bapa Paus Yohanes Paulus
II, Vatikan 4 April 1999, Minggu Paskah
44. SS : SPE SALVI (Harapan yang Menyelamatkan)
45. TPP : TATA PERAYAAN PERKAWINAN
46. UP : UPACARA PEMAKAMAN

V
Daftar Isi

Pengantar I
Singkatan III
Tema 1
Pendahuluan 1
Tema 2
Kebutuhan dan Susunan Ruangan 21

Tema 3
Pertimbangan terhadap Lokalitas 85
Tema 4
Spiritualitas Membangun Gereja 149

Sumber Bacaan 211


Tema 1

pendahuluan

Kehadiran gedung gereja sudah menjadi kebutuhan


bagi Umat Beriman untuk melaksanakan ibadat-ibadat
sakramental dan devosional. Di dalam pelaksanaan ibadat-
ibadat sakramental, Gereja melestarikan karya keselamatan
Allah yang hadir di dalam pribadi Yesus Kristus1 sekaligus
menggubah pelbagai tata ibadat sakramental yang meliputi
tata doa, ritus dan cara membawakan,2 siapa yang merayakan
menurut keanekaan tingkatan, tugas, serta keikutsertaan
aktual mereka yang terlibat,3 waktu-waktu liturgi, 4 dan
tempat perayaan liturgi.5 Dengan demikian perencanaan dan
perancangan arsitektur suatu gedung gereja Katolik sudah
semestinya mengikuti prinsip liturgi mengenai tata proses:
iman Gereja mendahului iman perorangan yang diajak supaya
menyetujuinya, “lex orandi, lex credendi”.6
Prinsip liturgi dalam hal iman Gereja (yang tercermin
dalam tata doa) mendahului iman perorangan ini kemudian
berlanjut kepada harapan Gereja terhadap Umat beriman
untuk menghasilkan buah-buah kehidupan baru dalam Roh
Kudus, ke­terlibatan yang aktif dalam perutusan Gereja, dan
pelayanan pada kesatuannya.7 Sehingga tata proses tidak
berhenti pada “lex orandi, lex credendi” saja, melainkan
berlanjut kepada “lex orandi, lex credendi, lex vivendi”,
1 bdk. SC art. 6.
2 lih. SC art. 22 & KGK art. 1153-1155: perkataan dan perbuatan,
1156-1158: nyanyian dan musik, 1159-1162: gambar-gambar kudus.
3 lih. SC art. 26 & KGK art. 1140.
4 lih. KGK art. 1163-1178.
5 lih. KGK art. 1179-1186.
6 bdk. KGK art. 1124.
7 bdk. KGK art. 1072.
Bulan Liturgi Nasional 2023

yang secara mudahnya dapat diartikan sebagai iman Gereja


mendahului iman umat dan iman umat mendahului sikap
hidup umat.
Gedung gereja sebagai bangunan yang memang ditujukan
sebagai wadah perayaan iman bagi umat Katolik sudah
seharusnya membawa nuansa yang bersifat kudus untuk
menunjang suasana doa dan mengantar umat kepada misteri-
misteri kudus yang dirayakan.8 Karenanya prinsip “lex orandi,
lex credendi” tentu sangat sesuai jika diterapkan di dalam
perencanaan dan perancangan arsitektur suatu gedung gereja
Katolik, yaitu “lex orandi, lex aedificandi”, tata doa Gereja
menentukan tata bangunan ibadat.
Karena memiliki fungsi dalam membentuk tata iman umat,
ruangan gereja hendaknya sungguh-sungguh sesuai untuk
perayaan-perayaan kudus yang dilangsungkan di dalamnya
dan partisipasi aktif umat beriman dapat terjadi tanpa
halangan di dalam perayaan.9 Karena mengemban fungsi
sebagai tempat bagi perayaan-perayaan kudus, gedung gereja
dan segala perlengkapannya hendaknya sungguh pantas,
indah, serta merupakan tanda dan lambang surgawi.10
Kekayaan Gereja di dalam liturgi, arsitektur dan seni
terbentuk dari Sabda Allah, usaha-usaha Gereja dalam
mengenal Allah dan karya keselamatan yang diselenggarakan
oleh Allah kepada semua ciptaan-Nya, serta dari perjalanan
tradisi Gereja yang terbentuk pada setiap zaman. Aspek-aspek
yang terlibat di dalamnya dapat dikategorikan dalam aspek
8 bdk. PUMR art. 294.
9 bdk. PUMR art. 288.
10 bdk. PUMR art. 288.

2
Arsitektur Gereja

keindahan seturut perkembangan zaman dan aspek sumber


arsitektur dan seni kudus.

ASPEK KEINDAHAN SETURUT PERKEMBANGAN ZAMAN

Konteks kepantasan, keindahan, serta merupakan tanda


dan lambang surgawi sudah tentu terhubung dengan
wahana seni. Seni di dalam arsitektur gereja beserta segala
perlengkapannya harus membantu memperdalam iman
dan kesucian dan harus selaras dengan kebenaran yang
mau diungkapkan untuk mencapai tujuan sakramental
dan devosional, oleh karenanya pelestarian karya seni dari
masa lampau senantiasa diusahakan oleh Gereja. Namun
pelestarian tradisi seni kudus yang berhasil pada masa silam
tidak lantas semata-mata diduplikasi oleh Gereja.
Kesenian liturgi atau seni kudus dimaksudkan oleh Gereja
sebagai cara tertentu untuk mengungkapkan keindahan Allah
di dalam karya manusia karena seni kudus ditujukan secara
khusus sebagai wahana untuk memuliakan Allah sekaligus
untuk membantu manusia mengangkat hatinya kepada
Allah.11 Karena zaman senantiasa bergerak-ubah secara
dinamis, Gereja merasa perlu agar seni kudus yang terlibat di
dalam arsitektur dan perlengkapannya disesuaikan seperlunya
dengan kondisi zaman, sekaligus memajukan bentuk-bentuk
baru yang serasi dengan semangat zamannya.12

11 bdk. SC art. 122.


12 bdk. SC art. 122 & PUMR art. 289.

3
Bulan Liturgi Nasional 2023

Untuk mencapai karakter pelayanannya yang luhur dalam


perwujudan seni kudus, terdapat aspek-aspek yang perlu
dikandung yaitu martabat (dignae), semarak (decorae), dan
indah (pulchrae). Agar dapat sesuai dengan semangat zaman,
Gereja mendukung penerapan pengembangan dan kemajuan
bagi bahan, bentuk atau motif hiasan yang terjadi karena
perkembangan teknologi.13
Dalam hal gaya atau corak arsitektur dan seni kudus, kekayaan
corak arsitektur dan seni kudus yang beraneka ragam yang
dimiliki oleh setiap bangsa di dunia adalah bukti bahwa Gereja
begitu menghargai setiap corak kesenian yang lahir di dunia.
Berikut adalah ringkasan pertimbangan-pertimbangan di
dalam mewujudkan corak arsitektur dan seni kudus, yaitu:
1. perhatian kepada aspek seni yang pantas, indah, serta
merupakan tanda dan lambang alam surgawi,14
2. perhatian kepada perkembangan teknologi olah rupa
arsitektur dan seni yang sesuai dengan liturgi dan devosi,15
3. perhatian kepada sifat-perangai dan situasi setiap bangsa,16
4. bentuk-bentuk kesenian yang sesuai dengan perkembangan
zaman,17
5. arsitektur dan seni kudus mengabdi kepada kesucian gereja-
gereja dan ritus-ritus,18
13 bdk. SC art. 122.
14 bdk. PUMR art. 288.
15 bdk. SC art. 122.
16 bdk. SC art. 123 & PUMR art. 289.
17 bdk SC art. 123 & PUMR art. 289.
18 bdk SC art. 123.

4
Arsitektur Gereja

6. perhatian kepada seni yang ditujukan untuk mendukung


liturgi dan devosi, yang berorientasi kepada keindahan
yang mulia (kudus) daripada sekadar pajangan yang
mewah,19
7. perhatian kepada prinsip arsitektur dan seni kudus
“keanggunan yang sederhana”, nobili simplicitate,20
8. kesesuaian dengan iman, kesusilaan, kesalehan Kristiani,
serta hukum-hukum keagamaan,21
9. perhatian kepada kualitas dan otentisitas,22
10. pertimbangan terhadap terselenggaranya partisipasi
aktif umat, baik tersusun secara organik maupun hirarkis,
di dalam kegiatan liturgi dan devosi,23 dan
11. pertimbangan kepada keserasian dengan situasi
setempat.24

Prinsip arsitektur dan seni kudus “keanggunan yang


sederhana”, nobili simplicitate, dimaksudkan sebagai suatu
perwujudan karya arsitektur dan seni yang anggun namun
maknanya secara lugas dapat ditangkap oleh seluruh
lapisan Umat Beriman, karena salah satu tujuan penting
hadirnya arsitektur dan seni kudus adalah untuk mendukung
pendidikan iman umat dan demi tercapainya martabat ruang
ibadat (bdk. PUMR art. 292).
19 bdk. SC art. 124.
20 bdk. PUMR art. 292.
21 bdk. SC art. 122 & 124.
22 bdk. SC art. 124 & PUMR art. 289
23 bdk. SC art. 124 & PUMR art. 294.
24 bdk. PUMR art. 293.

5
Bulan Liturgi Nasional 2023

ASPEK SUMBER ARSITEKTUR DAN SENI KUDUS

Untuk membantu Umat Beriman menemukan akar tradisi


liturgi, Gereja memberikan panduan sumber aspek-aspek
liturgi. Gereja menyatakan bahwa pengetahuan yang lebih
baik dan kehidupan rohani bangsa Yahudi dapat membantu
untuk mengerti lebih baik aspek-aspek tertentu dari liturgi
Kristen. 25 Hal ini sudah tentu disebabkan oleh karena
terjadinya perubahan subjek korban dalam ibadat, dari korban
hewan dalam Perjanjian Lama menjadi korban Anak Domba
Allah dalam Perjanjian Baru.
Di dalam Alkitab Perjanjian Lama dapat ditemukan peran
Allah sebagai Arsitek, beberapa adalah sebagai berikut:
1. Kisah penciptaan (Kej. 1:1-31).
2. Tuhan membuat taman di Eden (Kej. 2:8-24).
3. Tuhan memberi petunjuk kepada Nuh untuk membuat
bahtera (Kej. 6:14-16).
4. Tuhan memberi petunjuk kepada Musa untuk mendirikan
Kemah Suci (Kel. 25:1-37, penegasannya terdapat pada
ay. 9). Kemah Suci adalah bangunan pertama yang secara
khusus memiliki fungsi sebagai tempat ibadat resmi bagi
bangsa Yahudi, meski sifatnya tidak permanen dan dapat
dipindah-pindah karena kondisi pada saat itu bangsa
Yahudi masih dalam perjalanan menuju tanah terjanji.

25 bdk. KGK art. 1096.

6
Arsitektur Gereja

Selain itu di dalam Alkitab Perjanjian Lama ditemukan


Allah menentukan tempat-tempat tertentu dan tata laku bagi
orang-orang pilihan Allah untuk berinteraksi dengan Allah,
beberapa adalah sebagai berikut:
1. Peristiwa ketika kepercayaan Abraham diuji (Kej. 22:1-
19).
2. Peristiwa Musa diutus Tuhan (Kel. 3:1-6).
3. Peristiwa pengadaan dua loh batu yang baru (Kel.
34:1-3).

Di dalam kisah Tuhan memberi petunjuk kepada Musa


untuk mendirikan Kemah Suci, dalam tradisi Yudaisme, jelas
nampak bahwa Tuhan sendiri yang memberi arahan terhadap
jenis-jenis ruangan, pola susunan ruangan-ruangan, poros
dan hirarkinya. Hubungan antara poros dan hirarki ruangan-
ruangan adalah susunan hirarki ruangan-ruangan mengikuti
poros secara linier, bukan sirkuler (memusat berdasar sumbu
suatu lingkaran sebagai pola dasar).
Susunan hirarki ruangan-ruangan gereja merupakan
perwujudan yang dapat diindera dari suatu pandangan
Gereja mengenai “Oleh Roh, Gereja diantar kepada segala
kebenaran, 26 dipersatukan dalam persekutuan serta
pelayanan, diperlengkapi dan dibimbing dengan aneka
karunia hirarkis dan karismatis, serta disemarakkan dengan
buah-buah-Nya”.27

26 lih. Yoh. 16:13.


27 lih. Ef. 4:11-12; Kor. 12:14; Gal. 5:22; LG art. 4.

7
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 01. Diagram susunan hirarki ruangan-ruangan mengikuti poros secara linier. Diagram

(b) merupakan pengembangan dari (a) dengan penambahan ruangan transisi dari luar ke dalam
(narthex). (Sumber: Nuggi & Dinar).
Gambar 02. Susunan hirarki ruangan-ruangan dengan pola sirkuler membawa potensi

terjadinya distraksi (pengalihan) perhatian umat ke arah lain daripada ke panti imam
(Sumber: Nuggi & Dinar).

8
Arsitektur Gereja

Bangsa Yahudi menaati petunjuk dari Tuhan ini termasuk


ketika menerapkannya di dalam rancangan Bait Allah. Meski
tidak terdapat keterangan yang jelas di dalam Kitab Suci
bahwa Bait-Bait Allah permanen adalah merupakan saduran
dari jenis dan pola susunan ruangan-ruangan pada Kemah
Suci, namun dari upaya-upaya rekonstruksi biblis terhadap
arsitektur dan perlengkapan Bait Allah, dapat dilihat bahwa
bangsa Yahudi mempertahankan petunjuk Tuhan kepada
Musa. Menurut Kitab Suci, bangsa Israel membangun Kemah
Suci (sekitar 1.450 SM.) sebanyak satu kali dan Bait Allah se-
banyak tiga kali, yaitu oleh Salomo (968 SM.), oleh Zerubabel
(515 SM.) dan oleh Herodes (19 SM.).

Gambar 03. Kemah Suci atau Kemah Pertemuan


(sumber: https://www.karbelmultimedia.com/wp-content/uploads/2011/05/Tabernacle.jpg).

9
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 04. Bait Allah yang dibangun oleh Salomo


(sumber:https://static.esvmedia.org/media/esv-global-study-bible/images/big/illustration_11_
solomons-temple.jpg).

10
Arsitektur Gereja

11
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 05. Bait Allah yang dibangun oleh Zerubabel


(sumber:https://static.esvmedia.org/media/esv-global-study-bible/images/big/illustration_15_
zerubbabels-temple.jpg).

12
Arsitektur Gereja

Gambar 06. Bait Allah yang dibangun oleh Herodes


(sumber:https://www.karbelmultimedia.com/wp-content/uploads/2021/01/Herods-Inner-
Temple-KarBel-Multimedia.jpg).

13
Bulan Liturgi Nasional 2023

14
Arsitektur Gereja

Gambar 07. Kompleks Bait Allah yang dibangun oleh Herodes


(sumber:https://static.esvmedia.org/media/esv-global-study-bible/images/big/illustration_42_
herods-temple-complex-in-jesus-time.jpg).

15
Bulan Liturgi Nasional 2023

Dari Kemah Suci sampai kepada Bait Allah ketiga yang


didirikan oleh Herodes dapat dilihat bahwa terdapat pola tiga
bagian ruangan dengan susunan yang berhirarki. Kemah Suci
memiliki susunan pelataran (bdk. Kel. 27:9-19), ruangan suci
dan ruangan mahasuci (bdk. Kel. 26:33). Bait Allah yang didi-
rikan oleh Salomo memiliki susunan beranda (ulam, 1Raj. 6:3),
ruangan suci (hechal, 1Raj. 6:17) dan ruangan mahasuci (dvir,
1Raj. 6:16), namun pola susunan tiga ruangan itu diperluas
dengan pelataran bagi para Imam dan halaman besar (2Taw.
4:9). Pola dan susunan ruangan-ruangan ini dapat dijumpai
dalam buku Goldhill, Simon, “The Temple Of Jerusalem”,
2004. Bait Allah yang didirikan oleh Herodes mengikuti pola
Bait Allah yang didirikan oleh Salomo namun diperluas dan
diperbanyak fungsinya menjadi suatu kawasan.
Konsep pola tiga bagian ruangan dengan susunan yang
berhirarki dari Bait Allah juga nampak jelas menjadi inspi-
rasi bagi dasar rancangan sinagoga-sinagoga (Bouyer, Louis,
“Liturgy and Architecture”, 1967, University of Notre Dame
Press, hal. 8-24, dan Hoppe, OFM, Leslie J., “The Synagogues
and Churches of Ancient Palestine”, 1994, The Liturgical Press,
Collegeville, Minnesota, bab I).

16
Arsitektur Gereja

Gambar 08. Perkembangan rancangan sinagoga dari model tertua (A).


(Sumber: Bouyer, Louis, “Liturgy and Architecture”, 1967, University of Notre Dame Press,
hal. 18).

Gambar 09. Gambaran konsep ruang hirarkis dalam sinagoga.


(Sumber: Hoppe, OFM, Leslie J., “The Synagogues and Churches of Ancient Palestine”,
1994, The Liturgical Press, Collegeville, Minnesota, hal. 22).

17
Bulan Liturgi Nasional 2023

Konsep rancangan karya Allah dalam arsitektur Kemah


Suci yang menjadi dasar bagi rancangan Bait-Bait Allah dan
sinagoga-sinagoga yang dibangun secara permanen juga
menginspirasi Gereja untuk menerapkannya di dalam ar-
sitektur gereja. Prinsip-prinsip arsitektur dan seni kudus yang
telah dipaparkan di atas telah memiliki banyak bukti seturut
tradisi Gereja yang berjalan beriringan dengan dinamika za-
man. Intisari dari bukti-bukti yang telah bekerja dengan baik
di dalam tradisi Gereja terkait dengan arsitektur gereja dapat
dirangkum sebagai berikut:
1. Unsur-unsur ruangan dalam utama memiliki pola tiga
bagian, yaitu serambi dalam (nartheks), panti umat
(ruang suci, nave) dan panti Imam (ruang mahasuci,
sanctuarium).
2. Tiga unsur ruangan tersebut memiliki hirarki atau
urutan berjenjang, dimulai dari serambi dalam sampai
kepada panti Imam. Susunan hirarkial ini sesuai den-
gan konsep Tubuh Mistik Kristus28 dan konsep anggota
Bait Allah yang kudus.29
3. Susunan ruangan-ruangan terikat dengan suatu poros
yang tertuju kepada Altar.
4. Peniadaan jendela atau mengangkat ambang bawah
jendela berada di atas tinggi manusia membuat dam-
pak semakin membantu perhatian umat kepada liturgi
dan devosi.

28 bdk. Rom. 12:4-8.


29 bdk. Ef. 2:19-22.

18
Arsitektur Gereja

5. Ruangan-ruangan penunjang dirancang dan disusun


dengan mengacu ruangan utama sekaligus karena per-
timbangan fungsi khas yang mesti didukungnya.

Penekanan konsep Tubuh Mistik Kristus dan konsep ang-


gota Bait Allah yang kudus merupakan hal yang penting karena
sifat hirarkialnya dan memungkinkan pembentukan susunan
Umat Beriman berdasar fungsi organis masing-masing.

19
Bulan Liturgi Nasional 2023

20
Tema 2

KEBUTUHAN DAN SUSUNAN RUANGAN

Gereja menyebut bangunan gereja sebagai rumah


Allah (domus Dei) sekaligus rumah Ekaristi Suci (domus
Eucharistica).1 Hal ini dengan pasti membedakan bangunan
yang secara khusus didedikasikan sebagai gereja dengan
bangunan dengan fungsi lainnya. Sejarah mencatat
bahwa kebutuhan Umat beriman akan bangunan atau
ruangan yang dikhususkan untuk kegiatan liturgi, bahkan
bangunan yang didedikasikan untuk kegiatan ibadat
tersebut diberi nama “rumah Gereja” (domus Ecclesiae),
terjadi pada tahun 232 M. Pada tahun ini sebuah rumah
tinggal yang terkenal disebut sebagai Dura Europos, yang
dibangun pada kisaran tahun 200 M, direnovasi secara
signifikan sebagai tempat untuk kegiatan liturgi.2

1 bdk. KGK art. 1181.


2 lih. Foley, Edward, Capuchin, From Age to Age, 2008, bab dua, The House
Church, hal. 45-46.
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 10. Rekonstruksi diagram rancangan gereja Kristen Dura Europos oleh Yale
University.
(sumber: http://media.artgallery.yale.edu/duraeuropos/data/christian-building/images/
gallery-1/zoom/1938_5999_5275~45_2_-1.jpg).

Beberapa asas umum yang menandakan gereja berbeda


dari bangunan lain adalah rumah ibadat dan segala
perlengkapannya hendaknya sungguh pantas, indah, serta
merupakan tanda dan lambang alam surgawi, 3 seluruh
3 bdk. PUMR art. 288.

22
Arsitektur Gereja

perlengkapan gereja hendaknya mendukung pendidikan iman


umat dan martabat ruangan ibadat,4 tata ruangan gereja
haruslah disusun sedemikian rupa, sehingga mencerminkan
susunan umat yang berhimpun, memungkinkan pembagian
tempat sesuai dengan susunan itu, dan mempermudah
pelaksanaan tugas masing-masing anggota jemaat,5 dan
penataan dan keindahan ruangan serta semua perlengkapan
gereja hendaknya menunjang suasana doa dan mengantar
umat kepada misteri-misteri kudus yang dirayakan di sini.6
Kebutuhan ruangan-ruangan gereja sudah tentu ditujukan
untuk menampung kegiatan sakramental dan devosional.
Berkaitan dengan hal tersebut, di dalam dokumen Pedoman
Umum Misale Romawi, Gereja memberi arahan yang menjadi
dasar rancangan sebuah gedung gereja.7
Ruangan pokok yang mesti hadir di dalam sebuah gereja
adalah Panti Imam. Ruangan pokok ini kemudian ditunjang
oleh ruangan-ruangan lain. Unsur-unsur yang ada di dalam
Panti Imam adalah:
1. Altar.
2. Mimbar (Ambo).
3. Kursi Imam (Sedelia).
4. Pelataran di depan Altar.
5. Meja perlengkapan (kredensa).

4 bdk. PUMR art. 292.


5 bdk. PUMR art. 294.
6 bdk. PUMR art. 294.
7 lih. PUMR bab V.

23
Bulan Liturgi Nasional 2023

Unsur-unsur yang ada di dalam ruangan penting lainnya


adalah:
1. Tempat Umat Beriman.
2. Tempat Paduan Suara dan Alat Musik.
3. Tempat Pelayan Liturgi Tidak Tertahbis.
4. Tempat Tabernakel.
5. Tempat Patung Kudus.
6. Tempat Devosi Tidak Permanen.
7. Pelataran / Atria Depan Gedung Gereja

Untuk melengkapi ruangan pokok dan ruangan-ruangan


untuk memenuhi fungsi suatu gedung gereja sebagai wadah
pelbagai kegiatan sakramental dan devosional, dibutuhkan
pelbagai ruangan dan perlengkapan sebagai berikut:
1. Panti Baptis (Baptisterium).
2. Ruangan Sakramen Tobat.

Selain sebagai wadah kegiatan sakramental dan devosional,


sudah tentu diperlukan juga ruangan-ruangan lainnya yang
digunakan sebagai penunjang ruangan-ruangan kegiatan
sakramental dan devosional. Ruangan-ruangan penunjang
ini menyatu pada badan gedung gereja, yaitu:
1. Sakristi.
2. Sumur Suci (Sakrarium).
3. Kapel dan Ruangan Devosi.

24
Arsitektur Gereja

Arsitektur gereja seturut tradisi juga memiliki pelbagai


kebutuhan yang bersifat fakultatif, seturut dengan kebutuhan
dan situasi setempat, yaitu:
1. Menara dan lonceng.
2. Ruangan untuk anak-anak dan ibu menyusui.
3. Ruang kontrol audio dan video.

A. PANTI IMAM

Panti Imam adalah bagian utama dari ruangan dalam


gereja, merupakan tempat para tertahbis (Uskup, Imam dan
Diakon) menjalankan tugas pelayanan kepada umat Allah
sesuai dengan tingkatannya8.
Di dalam Panti Imam diletakkan Altar permanen, Mimbar
Sabda (Ambo), dan Kursi Pelayan Tertahbis (Sedelia)
yang dapat dilihat umat dari segala penjuru Panti Umat.9
Hendaknya panti imam harus berbeda dari bagian gereja
lainnya, entah karena lebih tinggi sedikit atau karena
rancangan dan hiasannya.10 Altar, Ambo dan Sedelia memiliki
fungsi Liturgi yang berbeda-beda, karenanya susunan unsur-
unsur dalam panti imam tidak mengutamakan keseimbangan
simetris, kacuali bentuk dan tata letak Altar. Yang diutamakan
dalam hal merencanakan susunan unsur-unsur dalam panti
imam adalah fungsi yang diemban oleh masing-masing unsur
dalam tahap-tahap kegiatan Liturgi, jadi dramaturgianya yang
diutamakan. Keinginan membuat susunan unsur-unsur dalam
8 bdk. PUMR art. 294.
9 bdk. PUMR art. 295.
10 bdk. PUMR art. 295.

25
Bulan Liturgi Nasional 2023

panti imam menjadi simetris justru akan membuat peluang


kemungkinan ketidak-sesuaian perlengkapan Liturgi dengan
hakikat tahap-tahap perayaan.11
Unsur utama sebuah gedung gereja yang terletak di Panti
Imam adalah Altar. Altar adalah pusat gereja12 yang adalah
Kristus sendiri sejak diurapi dengan minyak Krisma oleh
Uskup.13
Perlengkapan lain di dalam Panti Imam adalah Salib dengan
Corpus (tubuh Yesus yang tergantung) dan kredensa sebagai
tempat meletakkan perlengkapan liturgis. Salib dengan
Corpus harus nampak jelas dan lengkap sebagai simbol
sengsara Yesus dan dapat dilihat oleh seluruh umat di dalam
Panti Umat.14
Pada masa Paskah di Panti Imam, terutama di dekat
Ambo, diletakkan tempat Lilin Paskah.15 Terdapat alasan kuat
mengapa Lilin Paskah sebaiknya diletakkan di sisi Ambo pada
masa Paskah, yaitu bahwa misteri Paska salib dan kebangkitan
Kristus adalah jantung warta gembira yang harus disampaikan
para Rasul, dan Gereja sebagai penerusnya, kepada dunia.16
Cahaya Lilin Paskah adalah lambang Kristus Cahaya Dunia,
11 Sering dijumpai gereja memiliki dua mimbar yang letaknya simetris dan ben-
tuknya sama sebangun di sisi kanan dan kiri Altar, padahal Gereja menetapkan han-
ya ada satu Ambo, Mimbar Sabda. Hal ini akan membingungkan umat, “mimbar
yang mana yang Ambo?”, meski bisa saja ada umat yang tidak mempedulikan hal ini,
namun akan berbeda bagi umat yang dengan jerih-payahnya berusaha memahami
Liturgi demi pertumbuhan imannya.
12 bdk. KGK art. 1182.
13 bdk. ODEA, Cap. IV, nos. 4 & 49 dan DOL art. 4401.
14 bdk. PUMR art. 308.
15 bdk. PPP art. 99.
16 bdk. KGK art. 571.

26
Arsitektur Gereja

sementara Kitab Suci menyatakan bahwa Kristus, Sang


Sabda, adalah terang dunia.17 Hubungan yang erat antara
Cahaya dan Sabda ini merupakan dasar iman yang kuat untuk
menempatkan Lilin Paskah di sisi Mimbar Sabda. Di luar masa
Paskah, Lilin Paskah diletakkan di dalam Panti Baptis.18 Jika di
dalam masa Paskah terdapat pembaptisan yang dilaksanakan
di Panti Baptis, maka setelah selesai pembaptisan kemudian
Lilin Paskah dikembalikan ke Panti Imam.
Pintu utama dari sakristi tidak ditempatkan langsung
menghadap ke Panti Imam karena fungsinya dalam melayani
perarakan. Tidak tertutup kemungkinan terjadi kebutuhan-
kebutuhan praktis di luar kebiasaan yang akan mengakibatkan
gangguan bagi perhatian umat karena pelayan liturgi harus
keluar masuk pintu utama sakristi. Untuk mengantisipasi hal
ini, sejauh diperlukan dapat direncanakan sebuah pintu kecil
penghubung antara Panti Imam dan sakristi yang ditujukan
untuk fungsi-fungsi praktis (misalnya untuk mengambil
barang-barang pendukung liturgi yang terlupakan) dan bukan
untuk jalur perayaan upacara liturgi.19
Untuk memberi penegasan perbedaan martabat antara
Panti Imam dan Panti Umat, secara arsitektural dapat disiasati
dengan merencanakan railing Altar20 yang merupakan pagar
Panti Imam. Railing Altar, secara meruang, dapat membantu
17 bdk. Yoh 8:12. Yoh 9:5 , Luk 2:29-32 dan 2Kor 4:6.
18 Kebutuhan meletakkan Lilin Paskah di dalam Panti Baptis ada dalam OICA art.
226, 265 dan 360, bdk. PPP art. 99.
19 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XXVIII, DE SACRISTIA, De ostio sacris-
tiae, hal. 80.
20 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XI, DE ALTARI MAIORI, hal. 21.

27
Bulan Liturgi Nasional 2023

agar orang-orang yang tidak berkepentingan dengan bebas


menerobos ke Panti Imam. Hendaknya railing Altar tidak
menutupi sebagian, atau bahkan keseluruhan Altar. Railing
Altar bersifat opsional karena ada di dalam sejarah arsitektur
gereja Katolik. Dalam tradisi Gereja, railing Altar juga digunakan
sebagai tempat umat menerima Sakramen Mahakudus dengan
berlutut. Sikap tubuh berlutut pada saat menerima Sakramen
Mahakudus merupakan simbol penghayatan penghormatan
terhadap Sakramen Mahakudus.21

Gambar 11. Railing Altar Gereja St. Pankrasius, Paroki Ipswich, Suffolk, Inggris.
(sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/d/dd/Altarrail.jpeg/1536px-
Altarrail.jpeg).

21 lih. Schloeder, Steven J., ARCHITECTURE IN COMMUNION, IMPLEMENT-


ING THE SECOND VATICAN COUNCIL THROUGH LITURGY AND ARCHI-
TECTURE, 1998, hal. 76-79.

28
Arsitektur Gereja

Gambar 12. Susunan organisasi ruangan di Panti Imam dan sekitarnya.


(sumber: Nuggi & Dinar).

1. Altar
Altar adalah pusat gereja,22 yang adalah Kristus sendiri
sejak diurapi dengan minyak Krisma oleh Uskup.23 Dengan
ini maka Altar yang telah didedikasi (dikonsekrir) mengalami
transsubstansiasi sehingga memiliki kodrat (substansi) yang
sama dengan Tubuh dan Darah Kristus. Altar adalah meja

22 bdk. KGK art. 1182.


23 bdk. ODEA, Caput IV, art. 4 & 49; RDCA, Chapter Four, art. 4 & 49; DOL art.
4401.

29
Bulan Liturgi Nasional 2023

Tuhan ke mana umat diundang, dan juga merupakan lambang


makam Kristus yang sungguh wafat dan telah bangkit.24
Berikut adalah hal-hal yang terkait dengan rancangan
sebuah Altar:
a. Kurban Ekaristi harus dilaksanakan di atas Altar
yang sudah dikuduskan atau diberkati.25
b. Di setiap gereja sebaiknya ada satu altar
tetap, meski ada altar yang dapat dipindahkan
(permanen).26
c. Altar tetap terbuat dari batu, atau menurut
penilaian Konferensi Para Uskup dapat juga
digunakan bahan lain yang pantas dan kokoh.27
d. Karena martabatnya merupakan Kristus sendiri28
maka rancangan altar hendaknya hanya
menggunakan satu lambang yang menggambarkan
pribadi Kristus, seperti lambang Chi-Rho,
mandelion, Anak Domba Allah dan tanda salib.
e. Terkait dengan butir d, Altar hendaknya dirancang
sedemikian rupa sehingga tidak memerlukan
rangkaian bunga atau dekorasi tambahan agar
martabat sebagai pribadi Kristus dapat nampak
keutuhan-Nya.
f. Hendaknya dipertahankan tradisi gereja untuk
memasang relikui asli orang kudus di bawah altar
24 bdk. KGK art. 1182.
25 bdk. KHK kan. 932 § 2.
26 bdk. KHK kan. 1235, PUMR art. 298, 303.
27 bdk. KHK kan. 1236.
28 bdk. ODEA, Caput IV, art. 4, « Altare Christus est ».

30
Arsitektur Gereja

yang didedikasikan.29 Meletakkan relikwi para


Martir atau para Kudus di bawah altar tetap30
hendaknya dipertahankan menurut norma-norma
yang diberikan dalam buku-buku liturgi.31
g. Altar, harus ditutup dengan sekurang-kurangnya
satu helai kain altar berwarna putih.32 Kain altar
merupakan lambang “perjamuan Tubuh dan Darah
Tuhan”.
h. Altar utama hendaknya dibangun terpisah dari
dinding gereja, sehingga para pelayan dapat
mengitarinya dengan mudah.33 Dari altar sedapat
mungkin imam memimpin perayaan Ekaristi
dengan menghadap ke arah jemaat. Altar dibangun
pada tempat yang sungguh-sungguh menjadi pusat
perhatian seluruh umat beriman yang hadir.34
i. Seturut tradisi gereja dan sesuai dengan makna
simbolis altar, maka daun meja altar permanen
harus terbuat dari batu, bahkan dari batu alam.35
Konferensi Uskup dapat menetapkan bahwa boleh
juga digunakan bahan lain selain batu alam, asal
sungguh bermutu, kuat, dan indah. Penyesuaian
inkulturasi liturgi untuk seni berkenaan dengan
29 bdk. PUMR art. 302, SC art. 111, ODEA art. 5.
30 Semua keterangan peletakan relikui di dalam ODEA selalu menyebutkan posisi
“di bawah” altar (sub altare), tidak ada keterangan yang menyatakan bahwa relikui
diletakkan di dalam altar (in altare).
31 bdk. KHK kan. 1237 § 2, DTKUL art. 237.
32 bdk. PUMR art. 117, 304.
33 bdk. PUMR art. 299.
34 bdk. PUMR art. 296.
35 bdk. PUMR art. 301.

31
Bulan Liturgi Nasional 2023

altar adalah bentuk dan tata hiasnya saja.36 Simbol-


simbol yang digunakan dalam seni kudus altar
harus berkaitan dengan fungsi altar. Penyangga
atau kaki altar dapat dibuat dari bahan yang kuat
dan bermutu.
j. Bila posisi altar lama (pada gereja-gereja yang
dibangun sebelum Konsili Vatikan II) menyulitkan
partisipasi umat dan tidak dapat dipindahkan, maka
hendaknya dibangun altar permanen baru, dengan
altar lama tidak dihias berlebihan.37
k. Hiasan altar hendaknya tidak berlebihan dan
ditempatkan di sekitar altar, bukan di atasnya.38
l. Salib dengan sosok Kristus tersalib diletakkan di
atas atau di dekat altar.39
m. Ukuran altar harus diperhatikan karena Gereja
mendukung konselebrasi, yaitu perayaan liturgi
dilakukan oleh lebih dari satu Imam.40 Namun juga
perlu dipertimbangkan agar altar tidak menjadi
sangat lebar ketika hanya satu orang Imam yang
melaksanakan liturgi.
n. Altar harus dapat memuat Evangeliarium dari awal
sampai pada pemakluman Injil,41 serta korporale,
purifikatorium, misale, piala, palla dan sibori berisi

36 bdk. LRI art. 43.


37 bdk. PUMR art. 303.
38 bdk. PUMR art. 305.
39 bdk. PUMR art. 308.
40 bdk. SC art. 57.
41 bdk. PUMR art. 306.

32
Arsitektur Gereja

hosti yang akan dikonsekrir42 dari saat persiapan


persembahan sampai pembersihan peralatan set
piala dan sibori.
o. Lilin diletakkan di atas atau di sekitar altar, diatur
dengan serasi sehingga tidak menghalangi
pandangan umat.43
p. Selain altar utama yang permanen, secara temporer
juga diperlukan altar tidak permanen yang
berfungsi pada Kamis Putih untuk mentahtakan
Sakramen Mahakudus selama ibadat tuguran.44
Altar tidak permanen diletakkan di dalam sakristi
atau ruangan lain yang sesuai.

Gambar 13. Ukuran Altar dan sekitarnya dapat menampung jumlah dan tata gerak Imam.
(sumber: Nuggi & Dinar).

42 bdk. PUMR art. 139, 140, 306.


43 bdk. PUMR art. 307.
44 bdk. DTKUL art. 141.

33
Bulan Liturgi Nasional 2023

2. Mimbar Sabda (Ambo)

Mimbar sabda berfungsi untuk menunjukkan martabat


Sabda Allah. Mimbar harus anggun dengan ketinggian tertentu
sehingga mampu mencipta kewibawaan penyampaian
Sabda, mampu menggaungkan Sabda, karena menjadi pusat
perhatian umat selama Liturgi Sabda.45
Berikut adalah hal-hal yang terkait dengan rancangan
sebuah Mimbar Sabda:
a. Jumlah Mimbar Sabda di dalam gereja hanya satu.46
b. Letak Ambo lebih mendekati Umat, tidak terlalu
jauh dari altar, tetapi memungkinkan pelaksanaan
perarakan dengan Kitab Injil (Evangeliarium) dan
pemakluman Sabda penyelamatan.47
c. Mimbar Sabda dapat untuk meletakkan Buku
Bacaan Misa (Lectionarium).48
d. Sebaiknya ambo adalah mimbar yang tetap, bukan
“standar” yang dapat dipindah-pindahkan.49
e. Mimbar adalah tempat untuk membawakan :
Bacaan-bacaan, Mazmur Tanggapan, Pujian Paskah,
Homili, dan jika tidak ada tempat khusus untuk
Pemandu Ibadat : Doa Umat.50
45 bdk. PUMR art. 309.
46 Semua kata “mimbar”dalam Institutio Generalis Missalis Romani_Tertia_2002_
IGMR ditulis “ambone”, bentuk nomen deklinasi singular dari “ambo”. Penegasan
jumlah Ambo hanya ada satu terdapat dalam KGK art. 1184 dan IGMR_1977 art.
272.
47 bdk. PUMR art. 133.
48 bdk. PUMR art. 118, b.
49 bdk. PUMR art. 309.
50 bdk. PUMR art. 309.

34
Arsitektur Gereja

f. Hanya Pelayan Sabda yang melaksanakan tugas di


Mimbar Sabda.51

Gambar 14. Ukuran Ambo dapat menampung dan menyimpan buku-buku Liturgi yang
digunakan.
(sumber: Nuggi & Dinar).

3. Kursi Imam (Sedelia)

Tempat duduk mengungkapkan peran selebran utama


yang memimpin perayaan dalam pribadi Kristus, Kepala dan
Gembala Gereja-Nya. Tempatnya hendaklah terlihat dengan
baik oleh seluruh Umat dengan perhitungan agar seluruh
Umat dengan mudah memusatkan perhatian pada doa-doa
yang dibawakan, dialog dan ajakan-ajakan. Tempat duduk
harus menandakan pemimpin bukan hanya sebagai kepala
tetapi juga sebagai bagian integral dari Umat. Untuk maksud
51 bdk. PUMR art. 309.

35
Bulan Liturgi Nasional 2023

itu hendaklah dapat menjamin komunikasi langsung dengan


Umat, walau tetap berada pada pelataran imam.
Perlu diingat bahwa bentuk kursi pemimpin tidak seperti
takhta atau memberi kesan sebuah singgasana.52 Tempat
duduk pemimpin hendaknya tetap tampil unik, dapat sebagai
bangku tanpa sandaran namun dengan penyangga tangan dan
kasula menjuntai kebelakang demi keleluasaan bergerak.53
Selanjutnya dipersiapkan pula sekian banyak tempat duduk
untuk para konselebran, diakon, dan para petugas lainnya.
Adalah penting juga untuk merancang suatu tempat yang
memadai untuk meja kredens untuk meletakkan buku-buku
ibadat yang diperlukan.
Mimbar sedelia (leggio) dapat diadakan untuk membantu
imam selebran melaksanakan tugas-tugasnya di sedelia.54
Karena leggio bukan merupakan Mimbar Sabda, maka bentuk
dan ukuran leggio dirancang jauh lebih sederhana dibanding
dengan Mimbar Sabda. Leggio juga dirancang untuk dapat
dipindah-pindahkan dengan mudah sesuai dengan kebutuhan
tata letak dan jumlah imam yang terlibat di dalam perayaan.
Berikut adalah hal-hal yang terkait dengan rancangan
kursi imam:
a. Tempat duduk Imam, terdapat: Buku Tata Perayaan
Ekaristi (Sacramentarium), buku nyanyian liturgi,
bila diperlukan.55

52 bdk. PUMR art. 310.


53 Bentuk kursi imam ini sesuai dengan tradisi Roma.
54 Pengadaan leggio adalah seturut kebijakan masing-masing Ordinaris.
55 bdk. PUMR art. 118, a.

36
Arsitektur Gereja

b. Tempat yang paling sesuai untuk kursi imam selebran


adalah : di tempat yang mudah terlihat oleh umat.56
c. Di panti imam hendaknya dipasang kursi-kursi lain
untuk para imam konselebran.57
d. Kursi diakon hendaknya ditempatkan di dekat kursi
imam selebran jika memang diperlukan.58
e. Kursi imam tidak ditempatkan di depan tabernakel.59
f. Tahta (cathedra) Uskup atau kursi imam harus
menandakan tugas pelayanannya sebagai pemimpin
umat dan pemimpin ibadat.60

Gambar 15. Ukuran leggio dapat menampung buku-buku yang digunakan oleh Imam di luar
Liturgi Ekaristi. Leggio dapat dipindah-pindahkan dan ukurannya jauh lebih kecil dari pada
Ambo.
(sumber: Nuggi & Dinar).

56 bdk. PUMR art. 310.


57 bdk. PUMR art. 310.
58 bdk. PUMR art. 310.
59 bdk. PUMR art. 310.
60 bdk. KGK art. 1184.

37
Bulan Liturgi Nasional 2023

4. Pelataran di Depan Altar

Pelataran di depan Altar merupakan unsur penting


di dalam Panti Imam, setidaknya untuk mengakomodir
kebutuhan tempat Imam menelungkup pada saat ibadat
Jumat Agung,61 atau jika perencanaan kebutuhan suatu gereja
diperluas untuk kebutuhan tahbisan.62

Gambar 16. Pelataran di depan Altar untuk (a) Ibadat Jumat Agung dan (b) penerimaan
Sakramen Imamat.
(sumber: Nuggi & Dinar).

5. Meja Perlengkapan (Kredensa)

Meja Kredensa berfungsi untuk menempatkan peralatan


liturgi yang diperlukan di dalam perayaan Ekaristi dan
perayaan Sakramen lainnya.

61 bdk. PPP art. 65.


62 bdk. DOEPD art. 42, 78 (tahbisan Uskup), 127, 155 (tahbisan Imam), 203, 231
(tahbisan Diakon).

38
Arsitektur Gereja

Meja samping (kredensa, credenza), berfungsi untuk


menempatkan:63
a. Set piala : piala, korporale, purifikatorium,
pala, dan patena diletakkan pada kredensa
kecuali diantarkan oleh umat saat perarakan
persembahan.
b. Sibori-sibori.
c. Ampul berisi air dan ampul berisi anggur.
d. Bejana air suci (aspersorium) dan hisop.
e. Lavabo (perlengkapan untuk membasuh tangan
Imam).
f. Velum (hanya dipersiapkan bila ada adorasi).
g. Perlengkapan Liturgi lainnya yang diperlukan
dalam perayaan liturgi.

B. RUANGAN PENTING LAINNYA

Ruangan penting lainnya adalah bagian dari ruangan


dalam gereja, merupakan tempat Umat Beriman merayakan
Liturgi, paduan suara beserta alat musik, Tabernakel dan
patung kudus yang memiliki tujuan dapat membantu Umat
Beriman menghayati misteri-misteri iman yang dirayakan di
dalam gereja.

63 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-


PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XIII, DE TABERNACULO SANCTISSI-
MAE EUCHARISTIAE, hal. 23.

39
Bulan Liturgi Nasional 2023

1. Tempat Umat Beriman (Panti Umat)


Tata ruangan gereja haruslah disusun sedemikian rupa,
sehingga mencerminkan susunan umat yang berhimpun dan
mempermudah pelaksanaan tugas masing-masing anggota
jemaat.64 Tempat umat beriman diatur agar mereka dapat
berpartisipasi dengan semestinya dalam perayaan-perayaan
kudus, baik secara visual maupun secara batin; sesuai dengan
tata gerak yang dituntut dalam aneka bagian perayaan; tidak
terhambat untuk menyambut Komuni Suci; dapat memandang
kearah imam, diakon, dan petugas pembasa Sabda.65
Letak panti umat adalah setelah pintu masuk ruangan
gereja dan sebelum Panti Imam. Bila suatu gereja direncanakan
terdapat narteks (ruangan transisi), maka letak panti umat
adalah setelah narteks. Pada dinding tempat masuk ke panti
umat, di sisi dalam diletakkan bejana sebagai wadah air suci
yang digunakan umat untuk menghormati altar ketika masuk
ke dalam gereja.66
Area umat dan tempat duduk umat hendaknya dirancang
agar mendukung umat dalam berpartisipasi aktif di dalam
perayaan Liturgi. Jarak antara bangku umat dan susunannya
sebaiknya memperhatikan tata gerak Liturgi dan tata gerak
pelayan Liturgi antara lain perarakan, penyambutan Komuni
dan tata gerak simbolis yang dilakukan selama perayaan
Liturgi. Sebaiknya dapat membantu umat untuk memusatkan
perhatian dan mengikuti setiap bagian ritus perayaan Liturgi.
64 bdk. PUMR art. 294.
65 bdk. PUMR art. 311.
66 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XXI, DE VASE AQUAE SANCTAE, hal.
62.

40
Di dalam satu ruangan gereja hendaknya seluruh umat
dapat melihat ke Altar. Bila kebutuhan perencanaan
menentukan adanya balkon untuk tempat umat, maka
balkon dirancang sehingga seluruh umat dapat melihat
langsung ke Altar. Hendaknya dihindari jika rancangan
balkon tidak dapat memenuhi kebutuhan pandangan
umat ke Altar dan malah membutuhkan proyektor sebagai
alat bantu visual, karena hal ini menyebabkan pusat
perhatian langsung ke Altar, dalam satu ruangan gereja,
tidak tercapai.
Sebaiknya daya tampung gereja terhadap jumlah umat
diperhitungkan juga kekhidmatan dan keagungannya.
Keterbatasan luas Panti Umat terhadap jumlah umat
paroki dapat diupayakan penyelesaiannya dengan
menambah jumlah Misa atau dengan pengaturan-
pengaturan giliran waktu bagi lingkungan atau wilayah
bila terjadi penumpukan jumlah umat hanya pada waktu
tertentu.
Gereja adalah tempat di mana Ekaristi suci dirayakan
dan disemayamkan. Penekanan yang utama adalah
“perayaan korban” Yesus Kristus Putera Allah.67 Dengan
demikian susunan ruangan panti umat hendaknya
dirancang sedemikian sehingga dapat membantu umat
memusatkan perhatian ke altar. Sebaiknya dihindari
rancangan susunan umat yang menyebabkan umat dapat
melihat satu dengan yang lain (susunan melingkar atau
membusur). Konsep susunan umat yang dapat melihat
67 bdk. KGK art. 1181.
Bulan Liturgi Nasional 2023

satu dengan yang lain merupakan konsep “perjamuan Paskah


Yahudi”68 yang berbeda dengan “perjamuan Paskah Kristus”.69
Di dalam panti umat diletakkan kursi umat serta pada
bagian belakang diletakkan perlengkapan lain yang diperlukan,
seperti kredensa (meja) untuk menyiapkan persembahan
dan perlengkapan untuk kolekte. Rancangan panti umat
juga perlu mempertimbangkan tempat untuk penyimpanan
kantong kolekte, kotak persembahan dan perlengkapan lain
untuk persembahan. Bentuk dan ukuran kursi umat perlu
dipertimbangkan agar umat dapat mencapainya dengan
mudah, serta dapat digunakan dalam pelbagai kegiatan
sakramental dan devosional.
Panti umat hendaknya dapat mendukung tata gerak yang
umum di dalam perayaan-perayaan liturgis adalah berdiri,
duduk dan berlutut.70 Selain itu ada pula tata gerak yang
hanya dilakukan oleh Imam, seperti misalnya menelungkup
ketika ritual Jumat Agung atau jika dilakukan prosesi tahbisan
Imam. Semua tata gerak Liturgis dan perlengkapan liturgis
yang digunakan menjadi dasar untuk menentukan ukuran
ruangan yang dirancang. Pertimbangan yang matang dalam
tahap perancangan sangat diperlukan agar umat beriman
dapat mengikuti tata gerak yang diatur dalam aneka bagian
perayaan,71 merasa nyaman,72 sekaligus untuk menghindari
ruangan tidak memadai, kursi yang tidak nyaman, tempat
berlutut yang menyakitkan, sirkulasi penerimaan komuni
68 bdk. Luk 22:11-15.
69 bdk. KGK art. 1182.
70 bdk. PUMR art. 42-43.
71 bdk. PUMR art. 311.
72 bdk. PUMR art. 293.

42
Arsitektur Gereja

yang kurang baik, serta berbagai masalah lain yang dapat


mengganggu kekhidmatan umat beriman saat mengikuti
perayaan Liturgi.
Selasar-selasar sangat perlu dipertimbangkan lebar serta
susunannya, dengan tujuan agar memudahkan kegiatan liturgis
perarakan, penerimaan Komuni Suci, penerimaan berkat,
dan lainnya. Di dalam proses awal merancang, dibutuhkan
simulasi pergerakan manusia beserta perlengkapan liturgis
di tiap-tiap kegiatan sakramental dan devosional. Perlu
diperhatikan juga kebutuhan perletakan kursi pengantin,73
dan peti mati74 di dalam gereja pada suatu waktu tertentu.
Dengan adanya simulasi tata gerak liturgis ini, diharapkan
tercapai pemahaman dan kesepakatan diantara para
perencana, Dewan Paroki dan Panitia Pembangunan Gereja,
untuk dituangkan dalam sebuah rancangan gereja yang sesuai
dengan kebutuhan umat setempat dan sesuai dengan kaidah
“rapi teratur” dan “sungguh cocok untuk upacara-upacara
ibadat”. Titik-titik pembagian Komuni Suci hendaknya juga
dimasukkan ke dalam perencanaan. Perbandingan jumlah
antara pelayan liturgi pembagi Komuni Suci dengan umat
yang dilayaninya sebaiknya masuk ke dalam pertimbangan
perencanaan. Hal ini akan menentukan susunan dan jumlah
bangku umat di tiap bagiannya. Biasanya titik-titik pembagian
Komuni Suci ini juga digunakan untuk pemberian abu pada
Rabu Abu dan penghormatan Salib Kristus pada Jumat Agung.

73 bdk. TPP art. 77.


74 bdk. UP art. 39.

43
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 17. Tata ruangan gereja dengan baptisterium di dekat pintu masuk utama panti umat.
(sumber: Nuggi & Dinar).

44
Arsitektur Gereja

Gambar 18. Tata ruangan gereja dengan baptisterium di salah satu sisi belakang panti umat.
(sumber: Nuggi & Dinar).

45
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 19. Bentuk dan jarak kursi umat hendaknya dapat menunjang tata gerak Liturgi. (a) Jenis
kursi umat dengan tempat berlutut yang tidak dapat dilipat. (b) Jenis kursi umat dengan tempat
berlutut yang dapat dilipat. (sumber: Nuggi & Dinar).

Gambar 20. Arah dan jangkauan pandangan umat ke arah panti imam sebaiknya tidak terhalang.
(sumber: Nuggi & Dinar).

46
Arsitektur Gereja

Gambar 21. Selasar utama (tengah) panti umat hendaknya dapat menampung kebutuhan (a)
perarakan, (b) perarakan Salib, (c) tata gerak pemimpin ibadat Jalan Salib, dan (d) menghantar
jenazah ke depan Altar.

(sumber: Nuggi & Dinar).


Gambar 22. Selasar samping panti umat hendaknya dapat menampung kebutuhan tata gerak
ibadat Jalan Salib bagi misdinar.
(sumber: Nuggi & Dinar).

47
Bulan Liturgi Nasional 2023

2. Tempat Paduan Suara (Koor) dan Alat Musik

Gereja melihat bahwa paduan suara merupakan bagian


utuh dari umat yang berhimpun sekaligus memiliki tugas
khusus yang berbeda dengan umat lainnya.75 Sebaiknya
ditempatkan secara khusus namun tetap menjadi bagian dari
ruangan bagi umat, agar dapat menuntun, menyemangati dan
bersama-sama dengan Umat bernyanyi dan memuji Allah.
Fungsi “menuntun umat dalam bernyanyi” adalah fungsi
paduan suara sebagai wahana pembelajaran bagi umat dalam
hal menyanyikan lagu Liturgi.76 Hal inilah yang membutuhkan
perhatian terhadap perencanaan tata letak tempat paduan
suara dan alat musik yang akan digunakan. Karena paduan
suara merupakan bagian utuh dari umat yang berhimpun,
hendaknya susunan dan bentuk tempat paduan suara
memungkinkan tiap anggota paduan suara berpartisipasi
secara penuh di dalam kegiatan sakramental.77
Posisi organis, alat musik dan dirigen sebaiknya ditempatkan
sedemikian rupa sehingga dapat berkomunikasi dengan imam
selebran dan umat.78

3. Tempat Pelayan Liturgi Tidak Tertahbis

Pelayan Liturgi tidak tertahbis sesuai dengan tugas dan


fungsinya perlu diatur dengan seksama di dalam gedung
gereja. Tempat duduk para pelayan liturgi tidak tertahbis
75 bdk. PUMR art. 312, MS art. 18, 19, 23.
76 bdk. MS art. 19, edisi Itali.
77 bdk. PUMR art. 312.
78 bdk. IO art. 97.

48
Arsitektur Gereja

hendaknya jelas berbeda dengan kursi klerus, serta diatur


sedemikian rupa sehingga semua dapat menjalankan
tugasnya dengan baik.79 Perlu diperhatikan juga kebutuhan
mengakomodasi tata gerak para pelayan liturgi di dalam
ritus-ritus Liturgi.

4. Tempat Tabernakel

Tabernakel adalah tempat Hosti Kudus yang tersisa


disimpan 80 sehingga hendaknya ditempatkan di suatu
tempat yang sungguh penting dan layak, biasanya terpisah
dari ruangan umat dan dimaksudkan untuk sembah sujud
serta devosi. Tabernakel sesuai dengan fungsinya perlu
mendapatkan perhatian khusus. Posisi Tabernakel hendaknya
permanen dan tak berpindah-pindah, kuat melekat pada
bangunan, tidak tembus cahaya dan tak dapat dilintasi orang.
Bila paroki memiliki monstrans abadi yang sudah
ditetapkan uskup, maka monstrans abadi ini disimpan di
dalam tabernakel. Untuk keperluan tersebut hendaknya
tabernakel dirancang ukurannya untuk dapat menampung
monstrans yang akan ditahtakan di dalamnya.
Untuk gereja-gereja baru, Tabernakel diletakkan berada
tidak jauh dari Panti Imam agar memudahkan pencapaian
mengambil dan mengembalikan Sibori yang berisi Sakramen
Mahakudus.

79 bdk. PUMR art. 310, RS art. 44.


80 bdk. PUMR art. 163, RS art. 130.

49
Bulan Liturgi Nasional 2023

Tabernakel tidak diletakkan di dalam Panti Imam agar


perhatian umat tetap terpusat kepada Tuhan yang hadir
dengan sesungguhnya dalam Sakramen Mahakudus di
Altar.81 Terdapat hal yang menarik yang menjadi dasar
Tabernakel tidak diletakkan di dalam panti imam di dalam
perencanaan gereja baru. Pelbagai cara kehadiran Kristus di
dalam Gereja-Nya muncul secara jelas di dalam setiap tahap
perayaan Ekaristi. Kehadiran pertama adalah pada umat
yang berkumpul.82 Kehadiran kedua adalah dalam Sabda-
Nya. Kehadiran ketiga adalah dalam Sakramen Mahakudus.
Penempatan Tabernakel hendaknya sesuai dengan tahapan
alamiah dari perayaan Ekaristi tersebut. Kristus tidak hadir
secara Ekaristis dalam Tubuh dan Darah-Nya di atas Altar
dari tahap awal perayaan Misa, karena tahap kehadiran ini
merupakan akibat dari konsekrasi dan memang harus muncul
seperti itu.83 Peletakan Tabernakel di panti imam secara
langsung menghadirkan Sakramen Mahakudus dari awal
perayaan Misa, kecuali Sakramen Mahakudus tidak diletakkan
di dalamnya.
Penempatan tabernakel hendaknya memiliki pertimbangan
mencolok, mudah dilihat, layak, sangat terhormat, serta
memungkinkan untuk mendukung penyembahan Tuhan yang
ditahtakan di dalam Tabernakel.84 Pada gereja lama yang
direnovasi, tabernakel yang diletakkan di panti Imam harus
diletakkan pada tempat yang cukup tinggi85 dan terpisah dari
81 bdk. KGK art. 1183.
82 bdk. Mat. 18:20.
83 bdk. DOL art. 1284.
84 bdk. KHK kan. 938, KGK art. 1183, PUMR art. 314, RS art. 130.
85 bdk. SCAE art. 69.

50
Arsitektur Gereja

Altar.86 Kursi selebran tidak diletakkan di depan tabernakel87.


Bila tabernakel diletakkan di dalam kapel Sakramen
Mahakudus maka di depan tabernakel sebaiknya memiliki
tempat yang luas di depannya serta tersedianya tempat duduk
dan tempat untuk berlutut.88 Gereja menyarankan bahwa jika
memungkinkan gereja-gereja baru memiliki kapel Sakramen
Mahakudus di mana Tabernakel diletakkan di dalamnya. Letak
kapel Sakramen Mahakudus berdekatan dengan Panti Imam.89
Berikut adalah hal-hal yang terkait dengan rancangan
Tabernakel:90
a. Dibangun secara permanen.
b. Terbuat dari bahan yang keras / kokoh.
c. Tidak mudah dibongkar.
d. Tidak tembus pandang.
e. Dilengkapi dengan kunci yang aman.
f. Terhindar dari bahaya pelecehan / profanasi.
g. Di hadapan tabernakel tempat Ekaristi mahakudus
disimpan hendaknya ada lampu khusus yang tetap
bernyala untuk menandakan dan menghormati
kehadiran Kristus.91
h. Tabernakel tidak diletakkan di atas altar,92 dan
sesuai dengan kebijakan Uskup diosesan, tabernakel
lebih baik ditempatkan Di kapel yang cocok untuk
86 bdk. PUMR art. 303, 315.
87 bdk. SCAE art. 69.
88 bdk. RS art. 130.
89 bdk. SCAE art. 69.
90 bdk. PUMR art. 314, KHK kan. 938, KGK art. 1183.
91 bdk. KHK kan. 940, PUMR art. 316.
92 bdk. PUMR art. 315.

51
Bulan Liturgi Nasional 2023

sembah sujud dan doa pribadi umat beriman, di


mana kapel ini hendaknya terhubung dengan gereja
dan mudah dilihat oleh umat.93
i. Penempatan tabernakel di Kapel Sakramen
Mahakudus hendaknya berdekatan dengan panti
imam.94
j. Jika tabernakel direncanakan tidak menempel di
dinding, maka rancangan yang dipilih adalah bentuk
tube dengan dasar persegi delapan atau lingkaran.95
k. Sebaiknya tabernakel memiliki salah satu dari
simbol-simbol pribadi Kristus96 atau simbol
sepasang Kerub.97
l. Bagian dalam Tabernakel sebaiknya dilapisi
seluruhnya dengan tirai yang terbuat dari kain
putih.98

93 bdk. PUMR art. 315 b.


94 bdk. SCAE art. 69.
95 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XIII, DE TABERNACULO SANCTISSI-
MAE EUCHARISTIAE, hal. 23.
96 Ibid.
97 Bdk. Kel. 25:18-20.
98 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XIII, DE TABERNACULO SANCTISSI-
MAE EUCHARISTIAE, hal. 24.

52
Arsitektur Gereja

Gambar 23. Ukuran tabernakel hendaknya dapat dijangkau oleh pelayan Liturgi.
(sumber: Nuggi & Dinar).

5. Tempat Patung Kudus


Sesuai dengan tradisi Gereja, ruangan ibadat dilengkapi
juga dengan patung Tuhan Yesus, Santa Perawan Maria,
dan para Kudus dengan tujuan agar umat beriman dapat
menghormatinya.99 Seturut tradisi juga patung Santa Perawan
Maria diletakkan di sisi kanan patung Tuhan Yesus, meski
99 bdk. PUMR art. 318.

53
Bulan Liturgi Nasional 2023

letak keduanya mengapit panti imam. Letak patung Tuhan


Yesus dan Santa Perawan Maria ini diturunkan dari kisah raja
Salomo yang menyuruh meletakkan kursi untuk bunda raja,
Batsyeba, di sebelah kanan raja.100
Selain keberadaan seni kudus patung Tuhan Yesus dan
Santa Perawan Maria yang sudah pasti diperlukan, maka perlu
juga pertimbangan untuk menempatkan seni kudus lainnya
untuk membantu umat yang ingin berdevosi.101 Seni kudus
lainnya yang dimaksud adalah yang menggambarkan Nama
Pelindung Paroki, serta pelbagai devosi populer dalam Gereja.
Di dalam ruangan tempat patung-patung kudus yang
permanen sebaiknya direncanakan tata letak perlengkapan
yang mendukung kegiatan devosi, seperti misalnya tempat
lilin dan tempat penyimpanan lilin.
Sebaiknya seni kudus patung atau lukisan hanya berjumlah
satu untuk setiap jenisnya karena seni kudus berfungsi untuk
mengantar umat kepada misteri Ilahi, tidak untuk memuaskan
selera estetik belaka.102 Demikian juga halnya dengan dekorasi
ruangan tempat patung-patung kudus tersebut direncanakan.

6. Tempat Devosi Tidak Permanen


Gereja mengenal dua masa yang membutuhkan tempat
untuk devosi tidak permanen, yaitu masa Natal yang
menghadirkan goa atau kandang Natal, masa Paskah yang
menghadirkan palang kayu salib.

100 lih. 1Raj. 2:19.


101 bdk. SC art. 111, DTKUL art. 208, 209, 236, 243.
102 bdk. DTKUL art. 243.

54
Arsitektur Gereja

Tempat devosi tidak permanen dapat ditempatkan di sisi


Panti Imam, di mana umat dapat melihatnya namun perhatian
umat tetap terarah kepada Altar. Karena Altar adalah pusat
gereja maka tempat devosi tidak permanen dipertimbangkan
tidak menutupi Altar yang utuh, baik seluruhnya atau
sebagian.
7. Pelataran / Atria Depan Gedung Gereja
Pelataran di depan gedung gereja merupakan ruang
terbuka di depan pintu masuk gereja, di mana umat
mendapat kesempatan, sebelum masuk ke dalam gereja
untuk menangkap nuansa yang berbeda dengan kehidupan
keseharian.
Jarak antara sisi terluar atria dengan sisi gedung gereja
sebaiknya ditentukan dengan pertimbangan agar umat
dapat memandang wajah bangunan yang melambangkan
berpadunya situasi surgawi dan duniawi. Selain itu, atria
memiliki fungsi sebagai tempat bersosialisasi bagi umat
yang telah turut serta dalam kegiatan sakramental maupun
devosional. Dengan demikian maka atria memiliki fungsi yang
berbeda dengan fungsi parkir kendaraan.
Selain memberi ruang bagi umat untuk lebih menghayati
bahwa bangunan yang akan dimasukinya adalah rumah Allah,
atria juga memiliki fungsi penting di dalam pelaksanaan
Upacara Cahaya dalam Vigili Paskah103 dan sebagai tempat
yang disarankan untuk pelaksanaan tahap penerimaan calon
katekumen.104

103 lih. PPP art. 82.


104 lih. uraian Panti Baptis (Baptisterium).

55
Bulan Liturgi Nasional 2023

C. RUANGAN LAIN UNTUK KEGIATAN SAKRAMENTAL

Tradisi Gereja di dalam arsitektur juga memasukkan


fungsi-fungsi pelayanan Sakramen selain Sakramen
Ekaristi. Sakramen Krisma, Imamat, dan Perkawinan, serta
penghormatan terhadap jenazah Umat Beriman memiliki
kebutuhan bentuk dan susunan ruangan yang tidak begitu
berbeda dengan ruangan untuk perayaan Sakramen Ekaristi.
Kalaupun ada perbedaan, biasanya hanya di bagian paling
depan dari susunan bangku umat, dimana untuk jarak yang
sempit antara panti imam dan bangku umat menyebabkan
perlunya penyesuaian pengaturan bangku umat pada baris-
baris terdepan untuk mengakomodir Liturgi Sakramen-
Sakramen.
Terdapat dua Sakramen yang membutuhkan ruangan
khusus untuk melaksanakannya, karena tata liturginya yang
menyebabkan kebutuhan ruangan yang berbeda dengan
ruangan utama gereja. Dua Sakramen tersebut adalah
Sakramen Baptis dan Sakramen Tobat.
1. Panti Baptis (Baptisterium)
Sakramen Baptis adalah dasar bagi seluruh kehidupan
Kristen, merupakan pintu masuk menuju kehidupan dalam
Roh, dan merupakan pintu masuk menuju Sakramen-sakramen
yang lain.105 Sakramen ini juga dinamakan permandian
kelahiran kembali dan pembaharuan yang dikerjakan oleh
Roh Kudus.106 Selain itu Sakramen Baptis merupakan pintu

105 bdk. KGK art. 1213.


106 bdk. KGK art. 1215.

56
masuk ke dalam sebuah komunitas Ekaristi yang disatukan
dalam Yesus Kristus dan karenanya tempat Panti Baptis
berada di bagian depan gereja (locus a fronte ecclesiae).107
Secara tradisi, Sakramen Baptis dilakukan dengan dua
cara, cara yang pertama yaitu dengan pencelupan ke
dalam air pembaptisan sebanyak tiga kali.108 Cara kedua
adalah Baptis dapat diterimakan dengan menuangkan air
sebanyak tiga kali atas kepala orang yang dibaptis, yang
sudah dilaksanakan sejak zaman Kristen purba.109
Sebelum mencapai Sakramen Baptis, terdapat tahap-
tahap yang mendahuluinya. Upacara yang berkaitan
dengan tiap tahap harus dirayakan di tempat yang sesuai
untuk hal-hal sebagaimana dinyatakan di dalam ritus
Sakramen Baptis.110 Berikut adalah ruangan-ruangan yang
dibutuhkan dalam tiap tahap dalam lingkup Sakramen
Baptis:
a. Tahap penerimaan calon katekumen. Upacara
dilaksanakan di luar gereja ( atau di dalam
lingkup pintu masuk, atau narteks, atau di
tempat lain) atau di pilihan lokasi lain yang
sesuai untuk ritus ini.111
b. Tahap pemilihan atau pendaftaran nama baptis.
Upacara dilaksanakan di dalam gereja atau, jika
107 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET
SUPELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XIX, DE BAPTISTERIO, De loco
et forma cappellae baptisterii, hal. 47.
108 bdk. KGK art. 1239.
109 bdk. KGK art. 1239.
110 bdk. OICA art. 63.
111 bdk. OICA art. 73.
Bulan Liturgi Nasional 2023

perlu, pada tempat lain yang nyaman dan pantas.112


c. Tahap pemurnian dan pencerahan. Upacara
dilaksanakan di dalam gereja.113
d. Tahap persiapan pada Sabtu Suci (pengurapan
minyak katekumen). Upacara dilaksanakan di dalam
gereja.114
e. Tahap inisiasi. Upacara dilaksanakan di
baptisterium,115 atau bila tidak terdapat baptisterium
dilaksanakan di panti imam.116
f. Upacara Sakramen Krisma dapat langsung
dilaksanakan setelah Sakramen Baptis sesuai dengan
kebutuhan pastoral. Upacara dapat dilaksanakan
baik di baptisterium atau di panti imam,117
tergantung situasi setempat.

Karena sifatnya maka ritus pembaptisan memerlukan


tempat yang menonjol untuk dirayakan.118 Upacara inisiasi
Gereja dimulai dengan baptis dan yang dilengkapi dengan
penerimaan Ekaristi. Karena itu kolam pembaptisan dan
lokasinya hendaknya mencerminkan perjalanan Kristen
melalui air pembaptisan menuju ke altar. Karena itu
penempatan panti baptis sebaiknya berada di bagian depan

112 bdk. OICA art. 140.


113 bdk. OICA art. 158.
114 bdk. OICA art. 193-207.
115 bdk. OICA art. 213.
116 bdk. OICA art. 348.
117 bdk. OICA art. 362.
118 bdk. SC art. 48.

58
Arsitektur Gereja

gereja.119 Hubungan yang utuh antara baptis dan altar dapat


ditunjukkan dalam berbagai cara, seperti menempatkan
kolam pembaptisan dan altar dengan kesamaan pada hal
berikut: sumbu arsitektur, menggunakan pencahayaan alami
atau buatan, penggunaan pola lantai, dan menggunakan
bahan dan unsur-unsur yang serupa pada rancangannya.
Baptisterium atau tempat di mana kolam pembaptisan
ditempatkan harus disediakan untuk sakramen baptis dan
harus pantas untuk pelayanan sebagai tempat di mana
orang Kristen dilahirkan kembali dalam air dan Roh Kudus.
Baptisterium dapat diletakkan di dalam suatu kapel baik
di dalam maupun di luar gedung gereja atau dalam bagian
lain gereja yang dengan mudah dapat dilihat oleh umat
beriman; luas baptisterium haruslah cukup untuk menampung
keseluruhan jumlah umat yang hadir. Baptisterium tidak
diletakkan di panti imam dan sekitarnya.
Menurut tradisi Gereja dari abad ke-4, bentuk geometris
kolam pembaptisan dapat berupa lingkaran, bujursangkar,
segi tujuh, segi delapan, segi duabelas, salib Yunani, poligonal
(lebih dari duabelas segi) dan irregular.120
Lokasi kolam pembaptisan, rancangannya, dan bahan yang
digunakan untuk konstruksinya merupakan pertimbangan
penting dalam perencanaan dan perancangan bangunan.
Merupakan tradisi untuk mencari posisi kolam pembaptisan
119 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XIX, DE BAPTISTERIO, De loco et forma
cappellae baptisterii, hal. 47.
120 Cote, Wolfred Nelson, Baptism and Baptisteries, 1870.

59
Bulan Liturgi Nasional 2023

baik dalam tempat khusus dalam ruangan utama gereja


atau merupakan baptisterium yang terpisah dari ruangan
utama gereja. Melalui air baptisan orang beriman memasuki
kehidupan Kristus.121 Untuk alasan ini kolam pembaptisan
harus terlihat dan dapat dicapai oleh semua orang yang
memasuki gedung gereja.122 Sementara baptisterium memiliki
proporsi seimbang terhadap gedung gereja itu sendiri dan
harus mampu untuk menampung sejumlah orang, kebutuhan
ukuran ruangan ditentukan oleh kebutuhan paroki setempat.
Air adalah simbol utama dari baptis dan merupakan pusat
dari kolam pembaptisan. Dalam air ini umat beriman mati
dari dosa dan dilahirkan kembali kepada kehidupan baru
di dalam Kristus. Dalam merancang kolam pembaptisan
dan ikonografi di tempat pembaptisan, paroki lebih dahulu
mempertimbangkan simbol tradisional yang telah menjadi
inspirasi bagi desain kolam pembaptisan yang terjadi
sepanjang sejarah. Kolam pembaptisan merupakan simbol
sekaligus dari makam dan rahim; kekuatannya adalah
kekuatan salib kemenangan; dan baptis menetapkan orang
Kristen di jalan menuju kehidupan yang tidak akan pernah
berakhir, “hari kedelapan”123 dari keabadian di mana Kristus
meraja atas perayaan perdamaian dan keadilan.
Perencanaan jenis kolam pembaptisan sebaiknya sesuai
dengan kondisi setempat dimana suatu gereja direncanakan
121 bdk. KGK art. 1268 dan 1269.
122 bdk. SC art. 48.
123 Dalam tradisi patristik, hari Sabtu atau Sabat disebut sebagai hari ketujuh dan
hari Minggu atau Dies Dominica disebut sebagai hari kedelapan, bdk. KGK art.
2174.

60
Arsitektur Gereja

untuk dibangun. Jenis kolam pembaptisan menurut fungsinya


adalah sebagai berikut:124
a. Kolam pembaptisan untuk pencelupan seluruh
tubuh.
b. Kolam pembaptisan untuk pencelupan kepala.
c. Kolam pembaptisan untuk penuangan beserta ciduk
air baptis.

Perlengkapan yang hendaknya dipenuhi di dalam


baptisterium adalah tempat meletakkan Lilin Paskah dan
sakrarium cair. Setelah masa Paskah, Lilin Paskah harus
dijaga dengan penuh hormat di dalam baptisterium, letaknya
sedemikian sehingga Lilin Paskah dapat dinyalakan untuk
perayaan baptis dan agar supaya lilin untuk baptisan baru
dapat dengan mudah dinyalakan dari api Lilin Paskah.
Sakrarium cair adalah tempat pembuangan cairan yang sudah
disucikan. Karena memiliki martabat kesucian dibanding
dengan cairan lain, maka pembuangan cairan yang sudah
disucikan hendaknya dibedakan, yaitu dengan dibuang
langsung ke tanah, bukan dibuang ke saluran pembuangan
lingkungan atau kota. Hendaknya cairan lain yang tidak
disucikan tidak dibuang ke dalam sakrarium. Sakrarium
cair dapat dibuat menyatu dengan kolam atau bejana
pembaptisan,125 namun dapat juga direncanakan terpisah jika

124 bdk. OICA art. 220, 261 dan 262.


125 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XX, DE SACRARIO, hal. 60.

61
Bulan Liturgi Nasional 2023

yang digunakan adalah bejana pembaptisan. Untuk baptis


dengan ritus penuangan hendaknya sakrarium cair dibuat
terpisah dengan kolam pembaptisan agar air yang sudah
dituang tidak masuk kembali ke dalam kolam pembaptisan.
Jika tidak memungkinkan untuk merencanakan sakrarium
cair di baptisterium, maka air baptis tuangan dapat ditampung
dalam sebuah bejana yang memang digunakan untuk tujuan
tersebut. Bejana air baptis tuangan ini dipegang oleh salah
seorang pelayan liturgi. Air baptis tuangan yang ditampung
sementara dalam bejana dapat dibuang ke sakrarium cair
yang ada di sakristi; jika tidak ada sakrarium cair, maka air
baptis tuangan dapat dibuang ke tumbuhan-tumbuhan dan
dilakukan sambil mengucap doa.
Berikut adalah hal-hal yang terkait dengan rancangan
panti baptis:
a. Setiap gereja paroki hendaknya memiliki bejana
baptis.126
b. Gereja harus mempunyai satu tempat untuk
perayaan Pembaptisan (baptisterium) dan melalui
bejana air berkat menghidupkan terus peringatan
akan janji-janji Pembaptisan.127
c. Satu kolam pembaptisan dapat menampung
baik baptisan bayi maupun orang dewasa
melambangkan satu iman dan satu baptisan yang
berbagi Kristen. Ukuran dan rancangan kolam
126 bdk. KHK kan. 858.
127 bdk. KGK art. 1185.

62
Arsitektur Gereja

pembaptisan bisa memudahkan pelaksanaan


perayaan yang bermartabat bagi semua orang yang
dibaptis di satu kolam pembaptisan.
d. Kolam pembaptisan harus cukup besar untuk
memasok air yang cukup untuk baptis baik orang
dewasa maupun bayi. Karena baptisan di gereja-
gereja Katolik dapat dilakukan dengan pencelupan
dalam air (bhs. Yunani : baptizein = mencelup),128
atau dengan penuangan, sangat dianjurkan
agar kolam pembaptisan memungkinkan semua
bentuk cara pembaptisan. Baptis dilaksanakan
dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan dari
Konferensi Para Uskup.129
e. Baptis adalah sakramen dari keseluruhan Gereja
dan, secara khusus, dari komunitas paroki
setempat. Oleh karena itu adalah penting untuk
mempertimbangkan kemungkinan umat untuk
berpartisipasi dalam pembaptisan.
f. Letak panti Baptis yang baik dan layak.130 Lokasi
pembaptisan menentukan bagaimana dan
tingkat keaktifan, seluruh umat yang hadir dalam
liturgi untuk dapat berpartisipasi dalam ritus
pembaptisan.
g. Karena hubungan penting antara baptis dengan
perayaan sakramen dan ritual lainnya, paroki dapat
memilih tempat untuk baptisterium atau kolam
128 bdk. KGK art. 1214.
129 bdk. KHK kan. 854.
130 bdk. SC art. 128.

63
Bulan Liturgi Nasional 2023

pembaptisan yang secara visual melambangkan


hubungan tersebut. Beberapa gereja memilih
untuk menempatkan baptisterium dan kolam
pembaptisan dekat pintu masuk gereja. Inisiasi
Krisma dan Ekaristi menjadi sempurna dimulai
pada saat baptis; perkawinan dan pentahbisan cara
hidup imamat dan religius dimulai dalam baptis;
pemakaman Kristen adalah perjalanan terakhir dari
hidup dalam Kristus yang dimulai dalam baptis;
dan Sakramen Tobat memanggil umat beriman
untuk berubah dan membarui janji baptis mereka.
Menempatkan kolam pembaptisan di daerah dekat
pintu masuk atau ruangan tempat berhimpun
umat di mana dapat tersusun dengan teratur dan
diletakkan pada sumbu altar dapat melambangkan
hubungan antara berbagai sakramen serta
pentingnya Ekaristi dalam kehidupan dan
perkembangan iman umat.
h. Dengan pemugaran Ritus Inisiasi Kristen Dewasa
yang berpuncak pada baptisan pada Malam Paskah,
gereja-gereja perlu ruangan pribadi di mana
baptisan baru bisa segera setelah pembaptisan
dapat mengenakan pakaian putih dan untuk
menyelesaikan persiapan inisiasi dalam Ekaristi.
Dalam beberapa hal, dapat direncanakan ruangan
di dekat sakristi untuk melayani kebutuhan ini.

64
Arsitektur Gereja

i. Kolam pembaptisan atau bejana baptis dapat


dirancang dengan penyesuaian inkulturasi liturgi
untuk seni.131
j. Sakramen baptis diadakan di gereja atau ruangan
doa, kecuali keadaan darurat.132
k. Panti Baptis didedikasikan kepada St. Yohanes
Pembaptis133 dan seni kudus yang diterapkan
hendaknya sesuai dengan intensi dedikasinya.
l. Hendaknya tiga jenis minyak suci diletakkan di Panti
Baptis,134 jika tidak memungkinkan tiga jenis minyak
suci ini ditempatkan dalam aumbri di Sakristi.135
m. Sebuah Altar kecil dapat dibangun di Panti Baptis,
jika memang direncanakan Sakramen Baptis
langsung dilanjutkan dengan penerimaan Sakramen
Krisma. Altar kecil ini dipersembahkan kepada St.
Yohanes Pembaptis.136

131 bdk. LRI art. 43.


132 bdk. KHK kan. 857.
133 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XIX, DE BAPTISTERIO, De loco et forma
cappellae baptisterii, hal. 47.
134 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XIX, DE BAPTISTERIO, De armario sacri
chrismatis etc., hal. 54.
135 lih. bagian SAKRISTI.
136 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XIX, DE BAPTISTERIO, De altari cappel-
lae baptisterii, hal. 48.

65
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 24. Pilihan jenis sarana yang digunakan dalam Sakramen Baptis adalah (a) bejana
baptis tuang dengan sakrarium, (b) bejana baptis yang menyatu dengan sakrarium, (c) bejana
baptis permanen dengan cara pencelupan kepala, dan (d) kolam baptis untuk baptis pencelupan
seluruh tubuh.
(sumber: Nuggi & Dinar).

66
Arsitektur Gereja

1. Ruangan Sakramen Tobat

Sesuai dengan martabatnya, Sakramen Tobat membutuhkan


ruangan khusus yang tidak terpisahkan dari ruangan umat.
Hendaknya tempat atau ruangan sakramen tobat, mampu
mendukung dialog antara Imam Bapa Pengakuan (konfesor)
dengan orang yang menerima Sakramen Tobat (peniten)
dan dapat menjamin prinsip kerahasiaan peniten. Sesuai
tradisi dan pertimbangan pastoral ruangan Sakramen Tobat
memerlukan sekat dan tempat berlutut untuk peniten.
Berikut adalah hal-hal yang terkait dengan rancangan
ruangan sakramen tobat:
a. Tempat semestinya untuk menerima sakramen
pengakuan dosa adalah gereja atau ruangan doa.137
b. Ruangan pengakuan di dalam gereja hendaknya
merupakan tempat yang ditentukan dan
dipersiapkan khusus untuk Sakramen Tobat.138
c. Bila sakramen tobat dilaksanakan di tempat
terbuka, dilengkapi dengan penyekat yang kokoh
antara peniten dan Bapa Pengakuan.139
d. Perlengkapan di dalam ruangan Sakramen Tobat
adalah podium pengakuan (untuk peniten), kursi
konfesor (Bapa Pengakuan) yang dilengkapi dengan
sandaran tangan, tumpuan tangan untuk peniten,
tempat berlutut untuk peniten, dinding antara
137 bdk. KHK kan. 964 § 1.
138 bdk. PUTT art. 28.
139 bdk. KHK kan. 964 § 2.

67
Bulan Liturgi Nasional 2023

peniten dan konfesor yang dilengkapi dengan


lubang berkisi-kisi dan Salib Kristus di atas depan
lubang peniten.140
e. Sedapat mungkin ruangan Sakramen Tobat
dirancang sehingga peniten menghadap ke arah
menuju Altar (meski Altar tidak nampak dari
ruangan Sakramen Tobat).141

Gambar 25. Rancangan skematik ruangan Sakramen Tobat.


(sumber: Nuggi & Dinar).

140 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-


PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XXIII, DE CONFESSIONALI, hal. 63-68.
141 ibid.

68
Arsitektur Gereja

Gambar 26. Rancangan skematik ruangan Sakramen Tobat untuk UBK (Umat Berkebutuhan
Khusus). (sumber: Nuggi & Dinar).

D. RUANGAN-RUANGAN PENUNJANG

Selain ruangan-ruangan untuk memenuhi kebutuhan


sakramental, sebagai fungsi pokok arsitektur gereja,
dibutuhkan pula ruangan-ruangan penunjang yang berfungsi
mendukung ruangan-ruangan sakramental. Kebutuhan
ruangan penunjang yang pokok adalah sakristi dan sumur
suci (sakrarium). Sementara ruangan penunjang berupa kapel
dan ruangan untuk kebutuhan devosional bersifat fakultatif
(tidak wajib).

69
Bulan Liturgi Nasional 2023

1. Sakristi

Sakristi adalah tempat persiapan bagi para Pelayan Liturgi,


tempat penyimpanan perlengkapan Liturgi dan tempat untuk
membersihkan perlengkapan Liturgi.
Tempat persiapan Pelayan Liturgi dapat dibagi menjadi dua
bagian besar, yaitu Pelayan Tertahbis dan Pelayan Awam. Di
dalam ruangan persiapan Pelayan Tertahbis diletakkan Altar
kecil sebagai tempat doa dalam rangka persiapan pelayanan.
Perlu dipertimbangkan ukuran Altar kecil untuk dapat
menampung sejumlah Pelayan Tertahbis secara konselebrasi.
Te m p a t p e n y i m p a n a n p e r l e n g k a p a n L i t u r g i
dipertimbangkan luasannya untuk dapat mewadahi pelbagai
perlengkapan Liturgi yaitu aumbri (lemari khusus) untuk
menyimpan Minyak Suci, hosti dan anggur, piala, sibori,
monstrans, piksis, aneka kain Liturgi, aneka pakaian Liturgi,
aneka buku Liturgi, dan perlengkapan lainnya.
Tempat untuk membersihkan perlengkapan Liturgi,
bernama Sakrarium Cair, digunakan hanya untuk
membersihkan piala, sibori, monstrans dan piksis. Sakrarium
Cair juga digunakan untuk menghantar Hosti Suci yang sudah
tidak layak untuk dikonsumsi ke dalam tanah, dengan cara
Hosti Suci dicairkan dengan air lalu kemudian dihantar ke
dalam tanah melalui Sakrarium Cair. Sakrarium Cair berbentuk
seperti wastafel namun memiliki tutup atau tanda (piscina)
yang membedakannya dengan wastafel biasa, karena memiliki
fungsi yang berbeda.

70
Arsitektur Gereja

Sakristi hendaknya indah, rapi dan cukup luas sehingga


dapat menampung para petugas liturgi dan kegiatan
persiapannya,142 menjadi tempat penyimpanan buku-buku
upacara, busana liturgi dan berbagai peralatan liturgi. Sedapat
mungkin terdiri dari dua pintu, menuju pelataran imam dan
yang menuju ke umat, di samping pintu untuk keperluan lain.
Sebaiknya gereja memiliki akses alternatif dari Sakristi menuju
pintu utama untuk persiapan perarakan meriah dari depan
pintu gereja. Sedapat mungkin letak Sakristi tidak jauh dari
tempat tinggal Imam (Pastoran).143
Bila jumlah ruangan pengakuan kurang memadai maka
sebagian Sakristi dapat digunakan sebagai Panti Pengakuan
dengan kaidah yang sesuai dengan tata Liturgi Sakramen
Tobat.144
Berikut adalah hal-hal yang terkait dengan rancangan
sakristi:
a. Memuat tempat penyimpanan dan persiapan:145
1) Busana Liturgi untuk Imam.
2) Busana Liturgi untuk Diakon.
3) Busana Liturgi untuk petugas Liturgi lainnya.
b. Altar kecil.146
c. Aumbri (lemari penyimpanan tiga minyak suci).147
142 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XXVIII, DE SACRISTIA, hal. 78.
143 ibid., hal. 79.
144 lih. Weyres, Willy & Bartning, Otto, Kirchen Handbuch fur Den Kirchenbau,
hal. 424.
145 bdk. PUMR art. 119.
146 bdk. KHK kan. 1235.
147 bdk. KHK kan. 1205, PUMR art. 325-326.

71
Bulan Liturgi Nasional 2023

d. Sakrarium cair termasuk piscina.148


e. Lemari busana Liturgi.149
f. Tempat menggantung busana Liturgi.150
g. Bejana air suci dan bejana air baptis.151
h. Tempat Penyimpanan hosti dan anggur.152
i. Tempat Penyimpanan buku-buku Liturgi.153
j. Tempat penyimpanan benda-benda Liturgi.154
k. Wastafel.155
l. Ruangan Ganti untuk petugas tidak tertahbis dengan
fasilitas standar ruangan ganti yang dilengkapi
dengan tempat untuk menyimpan pakaian sehari-
hari yang mungkin dilepas ketika mengenakan
pakaian Liturgi.156
m. Jika situasi memungkinkan, dapat direncanakan
meletakkan toilet di dekat Sakristi dengan
pertimbangan menjauhkan toilet dari ruangan-
ruangan kudus.157

148 bdk. PUMR art. 278-280, PUMR art. 334.


149 bdk. PUMR art. 335, PUMR art. 347, RS art. 121-128.
150 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XXVIII, DE SACRISTIA, De longuriis ad
usum exponendi sacras vestes, hal. 82.
151 bdk. PUMR art. 327, RS art. 117-120.
152 bdk. KHK kan. 1205, PUMR art. 325-326.
153 bdk. PUMR art. 349.
154 bdk. KHK kan. 1205, PUMR art. 325-326.
155 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XXVIII, DE SACRISTIA, De vase aquario,
hal. 81.
156 lih. Weyres, Willy & Bartning, Otto, Kirchen Handbuch fur Den Kirchenbau,
hal. 424.
157 ibid.

72
Arsitektur Gereja

Gambar 27. Susunan organisasi ruangan sakristi berukuran kecil.


(sumber: Nuggi & Dinar).

73
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 28. Susunan organisasi ruangan sakristi berukuran besar.


(sumber: Nuggi & Dinar).

74
Arsitektur Gereja

2. Sumur Suci (Sakrarium)

Sakrarium adalah tempat pembersihan dan pembuangan


benda-benda suci, secara fungsi dapat berupa:
a. Sakrarium cair adalah tempat untuk membasuh
benda-benda suci dengan air dan atau membuang
benda-benda suci yang cair, misalnya Hosti Suci
yang sudah tidak layak untuk dikonsumsi yang
dicairkan dengan air lalu dibuang, air bekas mencuci
bejana-bejana suci, dan lainnya. Bentuk Sakrarium
cair biasanya menyerupai wastafel yang diberi tanda
(Piscina) untuk membedakannya dengan wastafel
biasa. Cairan dari Sakrarium cair langsung dialirkan
menuju sumur resapan yang langsung meresap ke
dalam tanah, terpisah dengan jalur pembuangan air
kotor lainnya. Hendaknya sakrarium cair dilengkapi
dengan penapis (saringan) agar benda-benda
padat tidak ikut terbuang. Sakrarium didirikan di
Panti Baptis,158 namun kalau tidak memungkinkan
didirikan di Panti Baptis maka Sakrarium Cair
didirikan di Sakristi.159 Kebiasaan membangun
sumur suci (sacrarium) cair di sakristi hendaknya
dipertahankan.160
158 lih. penjelasan pada BAPTISTERIUM (PANTI BAPTIS).
159 bdk. PUMR art. 278-280, PUMR art. 334.
160 bdk. PUMR art. 334.

75
Bulan Liturgi Nasional 2023

b. Sakrarium bakar (sakrarium padat) adalah tempat


pembakaran untuk semua perlengkapan Liturgi
yang sudah diberkati namun sudah tidak dipakai
lagi, kecuali perlengkapan yang terbuat dari logam.
Idealnya sakrarium padat diletakkan agak jauh dari
gereja secara tersendiri untuk menjauhkan dampak
asap kepada bangunan lain atau tetangga pada saat
pembakaran benda-benda suci.

Gambar 29. Diagram sakrarium padat dengan pipa asap.


(sumber: Nuggi & Dinar).

76
Arsitektur Gereja

3. Kapel dan Ruangan Devosi


Kapel (bhs.Latin: Chapella) adalah salah satu ruangan
sakra yang berfungsi sebagai tempat tabernakel ditahtakan.
Ruangan ini sebaiknya cukup untuk menampung jumlah umat
yang direncanakan akan menggunakan ruangan tersebut
secara bersamaan, dilengkapi dengan altar dan patung kudus
atau ikon (sacred image) dari patronage (pelindung Paroki)
yang terkait. Kapel bisa digunakan untuk merayakan sakramen
ekaristi, dan karenanya dapat disebut sebagai sanctuarium
kecil. Apabila tidak ada tabernakel yang ditahtakan, maka
sanctuarium kecil ini boleh juga digunakan sebagai oratorium
(tempat berdoa untuk komunitas).

E. KEBUTUHAN LAINNYA

Selain kebutuhan akan pelbagai ruangan, untuk melengkapi


fungsinya yang pertama adalah untuk menunjang suasana
doa dan mengantar umat kepada misteri-misteri kudus yang
dirayakan di sini, dan yang kedua adalah agar sesuai dengan
penggunaannya sebagai tempat penyelenggaraan aneka
kegiatan Liturgi Sakramen dan ulah kesalehan umat.
Fungsi penggunaan sebagai tempat penyelenggaraan
aneka kegiatan Liturgi Sakramen membutuhkan pengudusan
agar suatu bangunan diresmikan oleh Ordinaris setempat
menjadi rumah Allah, gereja.
Fungsi untuk menunjang suasana doa dan mengantar umat
kepada misteri-misteri kudus yang dirayakan dapat dicapai
dengan mengatur letak jendela-jendela sedemikian rupa.

77
Bulan Liturgi Nasional 2023

1. Perlengkapan Dinding Dalam Gereja


Selain altar, gedung gereja juga diurapi pada dinding-
dindingnya. Dinding-dinding gereja diurapi pada duabelas
atau empat tempat, dipilih sesuai dengan kondisi setempat.161
Empat adalah lambang bahwa gereja adalah suatu gambaran
Jerusalem surgawi. Tempat yang diurapi ini hendaknya diberi
tanda berupa salib yang terbuat dari batu, kuningan, atau
material lain yang pantas atau dapat pula dengan mengukir
salib-salib pada dinding gereja. Letak salib-salib ini hendaknya
dapat dijangkau oleh pelayan liturgi yang melaksanakan tugas
mengurapi gereja. Di bawah salib dipasang suatu dudukan
kecil, dimana diletakkan sebuah lilin kecil untuk dinyalakan.162
Seturut tradisi Gereja, salib-salib dinding ini tidak diberi Tubuh
Kristus.

Gambar 30. Diagram ketinggian Salib penanda dinding yang dikonsekrir.


(sumber: Nuggi & Dinar).

161 bdk. ODEA art. 16.


162 bdk. ODEA art. 22.

78
Arsitektur Gereja

2. Jendela-jendela
Jendela-jendela memiliki fungsi sebagai penghantar cahaya
alami ke dalam ruangan gereja (fungsi keandalan bangunan)
sekaligus sebagai salah satu unsur yang menambahkan nuansa
ruangan doa (fungsi estetika). Untuk itulah maka Perancang
perlu mempertimbangkan perencanaan peletakan serta
rancangan bentuk termasuk bahan dan warna kaca yang
hendak diterapkan.
Ketinggian jendela direncanakan sedemikian sehingga
orang yang berada di luar tidak dapat melihat ke dalam.163
Sebaiknya dihindari merencanakan jendela-jendela gereja
dengan tujuan agar ruang dalam (interior) dapat berinteraksi
dengan ruang luar (eksterior) karena hal ini akan memberi
kemungkinan perhatian umat akan teralihkan dari Altar atau
Ambo.

163 bdk. Mat 6:6 “Tetapi jika engkau berdoa, masuklah ke dalam kamarmu, tutu-
plah pintu dan berdoalah kepada Bapamu yang ada di tempat tersembunyi. Maka
Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu”.

79
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 31. Letak ketinggian ambang bawah jendela, di mana orang dari luar gereja tidak
dapat melihat ke dalam gereja, begitu pula sebaliknya.
(sumber: https://jalapress.com/wp-content/uploads/2019/12/catholic_1576769261-768x512.
jpg).

F. KEBUTUHAN YANG BERSIFAT FAKULTATIF

1. Menara dan lonceng.

Menara gereja sebaiknya dirancang dengan proporsi


bentuk yang indah dan hendaknya lonceng menghasilkan
suara yang membawa umat kepada kekhidmatan beribadah
serta mendukung arti keluhuran bangunan gereja di tengah
lingkungan dan masyarakat.

80
Arsitektur Gereja

Menara

Gereja Katolik tidak mewajibkan bangunan gereja


memiliki menara. Di dalam tradisi Gereja, menara berfungsi
sebagai penanda gedung gereja adalah “Rumah Allah Yang
Mahatinggi”, sehingga menara menjadi bagian bangunan
gereja yang memiliki ketinggian lebih dari pada bangunan
lain disekitarnya.
Bentuk, jumlah dan posisi menara dalam suatu gereja
tidak pernah dinyatakan di dalam dokumen Gereja. Namun
biasanya menara gereja ditempatkan pada posisi yang
mempunyai pengaruh visual paling kuat. Misalnya sebuah
gereja yang berlokasi di sebuah area plasa yang luas, maka
menara cenderung diletakkan pada bagian depan gereja.
Menurut tradisi, susunan menara gereja dapat berupa:164
a. Lima menara, biasanya terdapat satu menara yang
paling tinggi dan besar yang ditempatkan di tengah
gereja dan empat menara lainnya yang berukuran
lebih kecil dari menara utama pada ke empat sisi
gereja. Lima menara ini melambangkan Yesus
Kristus adalah penyokong empat penulis Injil.
b. Tiga menara, biasanya terdapat satu menara yang
paling tinggi dan besar yang melambangkan Yesus
Kristus dan dua menara yang lebih kecil yang
melambangkan dua tokoh kudus.
c. Satu menara, melambangkan Yesus Kristus yang
dipersembahkan Allah bagi dunia.
164 lih. McNamara, Denis R., HOW TO READ CHURCHES, hal. 202-203.

81
Bulan Liturgi Nasional 2023

d. Menara di depan gereja, jika menara tunggal


biasanya terletak di atas ruang depan gereja. Jika
menara ganda biasanya terletak mengapit ruang
depan gereja.
e. Menara di belakang gereja, biasanya terdapat dua
menara yang mengapit ceruk yang berada di sisi
timur gereja dan dalam ceruk tersebut adalah Panti
Imam.
f. Menara tengah, biasanya diletakkan pada bagian
tengah puncak bubungan gereja. Biasanya
merupakan menara tunggal.

Bila situasi sosial tidak mendukung untuk membangun


menara gereja, maka menara gereja dapat ditiadakan.

Lonceng

Lonceng berfungsi sebagai penanda bagi umat Beriman


di seputar gereja akan waktu-waktu kudus untuk berdoa.
Sebaiknya suara lonceng gereja dapat mengundang umat
kepada kekhidmatan untuk berdoa.
Selain itu lonceng gereja juga dibunyikan pada saat-saat
umat Beriman memuliakan Tuhan dalam perayaan meriah,
seperti pada saat Madah Kemuliaan yang dikumandangkan
dalam Vigili Paskah.
Bila situasi sosial tidak mendukung untuk membangun
lonceng gereja, maka lonceng gereja dapat ditiadakan.

82
Arsitektur Gereja

2. Ruangan untuk anak-anak dan ibu menyusui.


Jika luas gereja memadai, maka dapat direncanakan
ruangan untuk anak-anak dan ibu menyusui. Ruangan untuk
anak-anak dan ibu menyusui dirancang dapat menahan atau
minimal dapat mengurangi suara dari dalam ruang ke ruang
utama gereja. Ruangan ini hendaknya dirancang dengan
dinding transparan sehingga umat yang berada di dalamnya
dapat memandang Altar.

3. Ruang kontrol audio dan video.


Jika gereja direncanakan menggunakan perlengkapan
audio dan video untuk menunjang kegiatan Liturgi,165 bila
memungkinkan, hendaknya direncanakan pula ruangan
untuk kontrol audio dan video. Letak ruangan ini hendaknya
direncanakan dan dirancang agar tidak mengakibatkan
teralihnya perhatian umat menuju Altar, sekaligus
memungkinkan operator untuk dapat memandang ke Altar
dan sebagian besar ruang utama gereja.

165 bdk. SC art. 20.

83
Bulan Liturgi Nasional 2023

84
Arsitektur Gereja

Tema 3

PERTIMBANGAN TERHADAP LOKALITAS

Seni adalah simbol yang diungkapkan agar dapat ditangkap


oleh indera dan akhirnya maknanya dapat dipahami oleh
manusia. Dalam hal ini seni berfungsi sebagai media
komunikasi, selain memiliki fungsi lain yaitu melayani
keindahan yang digubah oleh manusia. Seni dengan fungsi
sebagai media komunikasi memiliki peran yang sama dengan
bahasa. Bahasa yang dinaikkan tingkatannya untuk melayani
estetika juga disebut seni, disebut sebagai seni sastra.
Wahana seni adalah seluas indera manusia yang meliputi
wahana visual, auditori dan kinestetik.
Seni yang membawa peran membawa makna kebijaksanaan
adalah karakter yang sudah semestinya ada di dalam
arsitektur dan seni kudus gereja. Cara bekerja penyampaian
maknanya adalah melalui kodrat nalariah pribadi manusia.
Kodrat nalariah pribadi manusia perlu semakin ditingkatkan
melalui kebijaksanaan, yang dengan cara yang menyenangkan
(dapat diterima oleh segenap orang) menarik budi manusia
untuk mencari dan mencintai apa yang serba benar dan baik.
Dengan kebijaksanaan itu, manusia diantar kepada kenyataan
Ilahi yang tidak kelihatan melalui alam yang kelihatan.1
Arsitektur dan seni kudus juga dapat menjadi alat karunia Roh
Kudus, yang karena berkat-Nya manusia dalam iman makin

1 bdk. GES art. 15.


85
Bulan Liturgi Nasional 2023

mendekat untuk berkontemplasi tentang misteri rencana Ilahi


serta menikmatinya.2
Berbicara soal lokalitas, sudah tentu tidak lepas dari
inkulturasi. Gereja menegaskan bahwa inkulturasi berarti
“transformasi mendalam dari nilai-nilai budaya yang asli
yang diintegrasikan ke dalam kristianitas dan penanaman
kristianitas ke dalam aneka budaya manusia yang berbeda-
beda.” Dengan demikian inkulturasi Gereja memiliki gerak
ganda, yang pertama adalah membuat Injil menjelma dalam
aneka kebudayaan dan yang kedua adalah memasukkan para
bangsa bersama dengan kebudayaan mereka masing-masing
ke dalam persekutuan Gereja.3 Lebih jauh menekankan aspek
kedua, Gereja mengambil nilai-nilai dari para bangsa sejauh
nilai-nilai itu sesuai dengan warta Injil “untuk memperdalam
pengertian tentang amanat Kristus dan memberinya ungka-
pan yang lebih berdaya-sapa di dalam Liturgi dan di dalam pel-
bagai segi kehidupan umat beriman”. Nilai penting inkulturasi
bagi Gereja adalah untuk memacu pendidikan Liturgi dan
mencari sarana yang paling cocok untuk menyentuh semangat
dan hati orang.4 Dengan demikian Liturgi Gereja hendaknya
tidak asing bagi bangsa, negara, dan perseorangan, sekaligus
mengatasi batas-batas atau kekhususan suku dan bangsa.5
Atas dasar kewibawaan pastoralnya, Gereja dapat menga-
tur liturgi demi kebaikan bagi umat sesuai dengan suasana,
waktu dan tempat, namun Gereja tidak memiliki kekuasaan

2 bdk. GES art. 15.


3 lih. LRI art. 4.
4 bdk. LRI art. 8.
5 bdk. LRI art. 18.

86
Arsitektur Gereja

mengenai hal-hal yang langsung berhubungan dengan ke-


hendak Kristus dan yang merupakan bagian-bagian Liturgi
yang tidak dapat diubah. Merombak mata rantai antara
Liturgi Sakramen-Sakramen dengan kehendak Kristus yang
telah mengadakannya dan dengan Gereja awal adalah bu-
kan merupakan inkulturasi Liturgi, melainkan melucutinya
dari yang hakiki.6 Melalui Liturgi, Gereja-Gereja setempat
menyatakan Gereja seturut hakikatnya yang benar. Kare-
nanya Gereja-Gereja setempat harus bersatu dengan Gereja
semesta dalam iman dan Sakramen, termasuk juga dalam
kebiasaan-kebiasaan yang diterima melalui Gereja sebagai
bagian dari tradisi rasuli yang tidak terputus.7 Gereja memi-
liki alasan untuk pengaturan yang bersifat mengikat selama
berabad-abad ini, yaitu untuk mengamankan keaslian ibadat
dengan tujuan meneruskan iman secara utuh sehingga apa
yang Gereja doakan (lex orandi) sesuai dengan apa yang
umat imani (lex credendi), disamping juga untuk menghindari
kesalahan-kesalahan.8
Dari pandangan Gereja ini, untuk menyikapi inkulturasi
yang merupakan wahana perjumpaan antara Liturgi dengan
budaya lokal dibutuhkan pemikiran dengan gerak ganda, yaitu
pemikiran dengan dasar pemahaman terhadap Liturgi Ritus
Romawi dan sekaligus pemahaman terhadap budaya setem-
pat lengkap dengan nilai-nilai yang tertanam padanya. Dari
dasar pemikiran ini, studi persiapan untuk inkulturasi dapat
dilaksanakan dalam lingkup historis, biblis dan teologis.9 Un-
6 bdk. LRI art. 25.
7 bdk. LRI art. 26.
8 bdk. LRI art. 27.
9 bdk. LRI art. 30.

87
Bulan Liturgi Nasional 2023

tuk kasus-kasus tertentu perlu juga memperhitungkan aneka


kebutuhan yang telah terpengaruh oleh budaya urban dan
budaya industri.10
Berikut adalah asas-asas umum yang telah ditetapkan oleh
Gereja dalam menyikapi inkulturasi:11
1. Tujuan inkulturasi.
2. Kesatuan hakiki Ritus Romawi.
3. Kewibawaan yang berwenang.
Penjelasan asas-asas umum tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Tujuan Inkulturasi
Tujuan inkulturasi Ritus Romawi adalah agar umat dapat
menangkap makna dengan jelas akan pelbagai ungkapan
hal-hal kudus yang dilambangkan dalam Liturgi.12 Namun
demikian hakikat Liturgi harus selalu diutamakan,
misalnya ciri biblis dan tradisi ritus termasuk bagaimana
mengungkapkan ciri-ciri itu.13
2. Kesatuan Hakiki Ritus Romawi
Proses inkulturasi harus “mempertahankan kesatuan
hakiki Ritus Romawi”.14 Karya inkulturasi tidak berarti
menuntut diciptakannya rumpun liturgi baru demi
menanggapi kebutuhan-kebutuhan budaya setempat.15

10 bdk. LRI art. 30.


11 bdk. LRI art. 34.
12 bdk. SC art. 21, LRI art. 35.
13 bdk. LRI art. 35.
14 bdk. LRI art. 36.
15 bdk. LRI art. 36.

88
Arsitektur Gereja

3. Kewibawaan Yang Berwenang


Wewenang tertinggi di dalam Gereja terhadap inkulturasi
Ritus Romawi adalah Takhta Suci. Dalam batas-batas
tertentu yang ditetapkan oleh hukum, wewenang juga
dimiliki oleh Konferensi Waligereja dan pada para uskup
diosesan.16
Selain asas-asas umum, Gereja juga menetapkan hal-hal
apa saja yang dapat diinkulturasikan, yaitu:
1. Bahasa.
2. Musik dan nyanyian.
3. Tatagerak.
4. Seni.
Hal yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahasa
setempat adalah kehati-hatian dalam menentukan unsur-
unsur mana dalam bahasa umat yang layak dimasukkan ke
dalam perayaan Liturgi; khususnya harus dipertimbangkan
cocok atau tidaknya menggunakan ungkapan-ungkapan dari
agama-agama bukan Kristen.17
Untuk musik dan nyanyian, Gereja mengutamakan teks
Liturgi yang dinyanyikan.18 Kesesuaian irama musik, lagu, alat-
alat musik, dan arsitektur gedung gereja dengan Liturgi dapat
membantu memantapkan penghayatan umat beriman.19

16 bdk. LRI art. 37.


17 bdk. LRI art. 39.
18 bdk. LRI art. 40.
19 bdk. LRI art. 40.

89
Bulan Liturgi Nasional 2023

Tatagerak dan sikap badan umat adalah tanda kesatuan


antar mereka yang hadir dalam Liturgi, merupakan wahana
untuk mengungkapkan partisipasi aktif umat dalam Liturgi,
dan memupuk penghayatan umat terhadap Liturgi. Dalam
konteks keaneka-ragaman budaya, sudah tentu setiap budaya
akan memilih tatagerak dan sikap badan yang sesuai untuk
mengungkapkan sikap manusia di hadapan Allah dengan
memberinya arti Kristen. Namun sedapat mungkin tatagerak
dan sikap badan yang dipilih sesuai dengan tatagerak dan
sikap badan dari Alkitab.20 Tatagerak dan sikap badan yang
bersumber dari budaya setempat mendapat tempat dalam
kegiatan-kegiatan Liturgi, asal tatagerak dan sikap badan
itu mengungkapkan sembah sujud, pujian, persembahan,
permohonan seluruh umat, dan tidak hanya merupakan
pertunjukan belaka.21
Seni di dalam Liturgi berguna untuk menolong umat
beriman yang melaksanakan perayaan untuk mengalami
perjumpaan dengan Tuhan dan berdoa. Ungkapan keindahan
dalam seni sudah semestinya berguna untuk meningkatkan
keindahan bangunan sekaligus tata perayaan Liturgi dengan
memberinya penghargaan dan penghormatan yang sesuai
dengan martabat Liturgi. Gereja menekankan bahwa kes-
enian hendaknya juga sungguh berarti dalam kehidupan dan
tradisi bangsa yang bersangkutan. Hal ini berlaku juga dalam
merancang bentuk, bahan, warna, dan tekstur terkait dengan
dekorasi22 untuk Altar, Ambo, baptisterium, semua perabot,
20 bdk. LRI art. 41.
21 bdk. LRI art. 42.
22 Maksudnya adalah dekorasi permanen dan menempel pada unsur-unsur yang
disebutkan. Dekorasi tidak mengubah bentuk / forma dasar suatu unsur.

90
Arsitektur Gereja

bejana Liturgi dan busana Liturgi.23 Bentuk, bahan, warna,


dan tekstur dekorasi permanen sebaiknya menggunakan
bahan-bahan yang biasa dipakai di daerah yang bersangkutan.
Dari sikap Gereja terhadap inkulturasi di atas, Gereja
memberikan penegasan yang menjadi dasar kebijakan untuk
menentukan langkah inkulturatif, yaitu “Janganlah kiranya
diadakan hal-hal baru, kecuali bila sunguh-sungguh dan pasti
dituntut oleh kepentingan Gereja. Dalam hal ini hendaknya
diusahakan dengan cermat agar setiap bentuk-bentuk baru
yang dimasukkan ke dalam Liturgi bertumbuh secara kurang
lebih organik dari bentuk-bentuk yang sudah ada”24, karena
Gereja menilai terdapat potensi bahaya juga di dalam inkul-
turasi, yaitu bahwa keaslian tatacara Kristen dan ungkapan
iman Kristen dapat mudah luntur di mata orang-orang beri-
man. Kesetiaan terhadap kebiasaan setempat atau tradisional
harus disertai dengan pemurnian kristiani.25
Dalam hal seni yang terkait dengan Liturgi, untuk kebu-
tuhan memahami secara praksis, budaya lokal dapat dibagi
menjadi dua bagian, yaitu arsitektur dan seni sakra yang
berupa gambar dan/atau patung.

23 bdk. LRI art. 43.


24 lih. LRI art. 46.
25 lih. LRI art. 48.

91
Bulan Liturgi Nasional 2023

A. ARSITEKTUR
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
merencanakan dan merancang seni yang diterapkan kepada
arsitektur gereja, yaitu:
1. Gereja sebagai rumah Tuhan atau rumah Ekaristi.
2. Seni dan arsitektur gereja diperkaya oleh keaneka-
ragaman budaya.
3. Perencanaan gereja hendaknya sesuai dengan
kemampuan umat atau komunitas setempat.
4. Penerapan gaya-gaya arsitektur dan seni.
5. Jiwa arsitektur dan seni gereja tidak terpengaruh
kemajuan zaman.
6. Gereja dalam konteks tata wilayah.

Gereja Sebagai Rumah Tuhan atau Rumah Ekaristi

Gereja menyebut bangunan gereja sebagai rumah Al-


lah (domus Dei) sekaligus rumah Ekaristi Suci (domus
Eucharistica).26 Hal ini dengan pasti membedakan bangunan
yang secara khusus didedikasikan sebagai gereja dengan
bangunan dengan fungsi lainnya.
Beberapa asas umum yang menandakan gereja berbeda
dari bangunan lain adalah rumah ibadat dan segala perleng-
kapannya hendaknya sungguh pantas, indah, serta merupakan
tanda dan lambang alam surgawi,27 seluruh perlengkapan
gereja hendaknya mendukung pendidikan iman umat dan
26 bdk. KGK art. 1181.
27 bdk. PUMR art. 288.

92
Arsitektur Gereja

martabat ruangan ibadat,28 tata ruangan gereja haruslah


disusun sedemikian rupa, sehingga mencerminkan susunan
umat yang berhimpun, memungkinkan pembagian tempat
sesuai dengan susunan itu, dan mempermudah pelaksanaan
tugas masing-masing anggota jemaat,29 dan penataan dan
keindahan ruangan serta semua perlengkapan gereja hen-
daknya menunjang suasana doa dan mengantar umat kepada
misteri-misteri kudus yang dirayakan di sini.30
Bangunan gereja sebaiknya dapat menjaga sendiri
kewibawaannya yang sakral sehingga setiap saat umat yang
hadir untuk melakukan doa atau devosi pribadi dapat men-
galami bahwa “Tuhan hadir” di dalam gereja. Organisasi ruang
ibadat utama di dalam gereja, sebaiknya dapat mewadahi
tugas-tugas pelayanan Umat beriman, baik yang tertahbis
maupun yang awam,31 dan Umat beriman yang hadir. Hen-
daknya gereja juga memiliki ruangan untuk kegiatan devosi
pribadi di luar kegiatan liturgi Sakramen.
Letak kesenian kudus juga harus memperhatikan tingka-
tan-tingkatan tanda dan lambang yang ada di dalam Tradisi
Suci Gereja. Seni kudus yang berhubungan langsung dengan
Sakramen memiliki hirarki tertinggi dibandingkan dengan seni
kudus yang berhubungan dengan sakramentali dan devosi. Ini
karena Sakramen adalah tanda dan sarana hadirnya Kristus.32

28 bdk. PUMR art. 292.


29 bdk. PUMR art. 294.
30 bdk. PUMR art. 294.
31 bdk. RS art. 43-47.
32 bdk. KGK art. 775-776.

93
Bulan Liturgi Nasional 2023

Kecuali situasi tidak memungkinkan, sebaiknya wajah


arsitektur gereja menunjukkan sifat sejatinya sebagai Rumah
Tuhan atau Rumah Ekaristi, dan berbeda dengan sifat-sifat ar-
sitektur yang lain. Beberapa gambar di bawah adalah contoh33
yang menunjukkan perbedaan sifat arsitektur gereja dengan
arsitektur profan.34

Gambar 32. Contoh karakter arsitektur gereja.


(sumber: Pickering, Ernest, ARCHITECTURAL DESIGN).

33 Contoh-contoh tidak dimaksudkan untuk ditiru rancangannya.


34 lih. Pickering, Ernest, ARCHITECTURAL DESIGN, hal. 273-279.

94
Arsitektur Gereja

Gambar 33. Contoh karakter arsitektur profan.


(sumber: Pickering, Ernest, ARCHITECTURAL DESIGN).

95
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 34. Contoh karakter arsitektur profan.


(sumber: Pickering, Ernest, ARCHITECTURAL DESIGN).

96
Arsitektur Gereja

Gambar 35. Contoh karakter arsitektur profan.


(sumber: Pickering, Ernest, ARCHITECTURAL DESIGN).

97
Bulan Liturgi Nasional 2023

Seni dan Arsitektur Gereja Diperkaya oleh Keaneka-


ragaman Budaya

Meskipun sumber iman Kristen adalah satu yaitu “Pusaka


Suci” iman (depositum fidei) yang tercantum di dalam Tradisi
Suci dan di dalam Kitab Suci, namun tidak serta merta Gereja
memerintahkan semua gereja yang dibangun menjadi se-
ragam. Gereja tidak ingin mengharuskan keseragaman gaya
arsitektur dan seni liturgi suci.35 Gereja sangat memperhati-
kan perbedaan dan keragaman budaya setempat, sejauh da-
pat memperkaya khasanah liturgi dan Sakramen-Sakramen.36
Gereja memajukan dan menampung segala kemampuan,
kekayaan, dan adat istiadat bangsa-bangsa, sejauh itu baik;
menampungnya sekaligus memurnikan, menguatkan serta
mengangkatnya.37 Gereja memelihara dan memajukan ke-
kayaan yang menghiasi jiwa pelbagai suku dan bangsa sejauh
tidak terikat ajaran tahayul dan sesat,38 serta jangan sampai
ternodai dengan sinkretisme agama lain.39 Pada prinsipnya
hal-hal yang tidak sesuai dengan kebenaran iman dan kein-
dahan kesenian sakra yang benar, harus dijauhkan dari liturgi
dan rumah ibadat.40
Gereja mengijinkan penerapan bahan, bentuk, dan mo-
tif hiasan seturut kemajuan zaman.41 Gereja begitu lentur

35 bdk. SC art. 37.


36 bdk. SC art. 40, PUMR art. 289, SCAE art. 54, TPP art. 53, LRI art. 43, dan LG
art. 13.
37 bdk. LG art. 13.
38 bdk. SC art. 37.
39 bdk. LRI art. 47.
40 bdk. KGK art. 2503.
41 bdk. SC art. 122.

98
Arsitektur Gereja

menanggapi segala corak kebudayaan dan kondisi zaman,


namun demikian pimpinan Gereja setempat memiliki we-
wenang, berhak untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian,
yang sesuai dengan kaidah-kaidah dasar yang terdapat dalan
konstitusi liturgi,42 dan juga memiliki wewenang untuk mem-
pertimbangkan, unsur-unsur manakah dari tradisi-tradisi dan
ciri khas masing-masing bangsa yang sebaiknya ditampung
dalam ibadat Ilahi.43
Berikut adalah beberapa pedoman yang berkaitan dengan
inkulturasi:44
a. Cara berteologi harus dalam kesetiaan terhadap
Kitab Suci dan tradisi Gereja, dalam sikap menganut
Magisterium secara jujur dan sekaligus menyadari
kenyataan-kenyataan Pastoral. Hal ini dimaksudkan
untuk mencapai cita-cita sekaligus pernyataan
iman Gereja mengenai yang satu, kudus, katolik
dan apostolik. 45 Batu ujian yang benar bagi
inkulturasi adalah bahwa umat makin meningkatkan
kesanggupan terhadap iman kristiani mereka, sebab
mereka menyelaminya secara lebih jelas melalui
penglihatan kebudayaan mereka sendiri. Dengan
demikian ditegaskan bahwa citarasa iman yang
otentik tidak pernah boleh diabaikan lagi.
b. Perlunya perhatian terhadap pelbagai pergeseran
dalam kesadaran dan sikap-sikap yang diakibatkan
42 bdk. SC art. 39.
43 bdk. SC art. 40.
44 bdk. GDA art. 22.
45 bdk. Syahadat Iman Nikea-Konstantinopel.

99
Bulan Liturgi Nasional 2023

oleh pelbagai kebudayaan keduniawian dan


konsumerisme yang sedang merebak, dan
menyangkut citarasa setempat akan ibadat dan doa
yang tentunya memengaruhi rancangan ruangan
kudus.

Perencanaan Gereja Hendaknya Sesuai Dengan


Kemampuan Umat Atau Komunitas Setempat
Perencanaan suatu gedung gereja hendaknya sesuai
dengan kemampuan umat atau komunitas setempat yang
akan menggunakannya. Memang di zaman digital ini cara-
cara penggalangan dana dapat diperluas jangkauannya dan
menjadi lebih mudah dengan menggunakan aneka wahana
media sosial. Para donatur dari luar wilayah paroki yang
sulit dijangkau pada era sebelumnya, saat ini menjadi lebih
mudah diakses.
Namun ada hal yang perlu dipertimbangkan, yaitu peren-
canaan tidak hanya menekankan aspek pembangunan saja
melainkan juga aspek pemeliharaannya kelak. Jangan sampai
pemeliharaan suatu gedung gereja sangat membebani umat.
Selain aspek pemeliharaan, perlu juga dipikirkan pem-
bangunan suatu gedung gereja yang akan diisi oleh aneka
ornamen untuk mendukung intensi khas yang dapat berupa
spiritualitas titulus atau spiritualitas komunitas. Menghad-
irkan aneka ornamen sudah tentu membawa konsekuensi
peningkatan biaya pembangunan.
Suatu strategi dapat diterapkan dalam perencanaan pem-
bangunan sebuah gereja yang akan diisi oleh corak ornamen

100
Arsitektur Gereja

tertentu sementara kemampuan umat sungguh terbatas, yaitu


dengan melakukan perencanaan bertahap. Di mana unsur-
unsur pokok yang menjadi prioritas pertama pembangunan,
baru setelahnya unsur-unsur ornamen dibangun setelah umat
pulih kemampuannya pasca melaksanakan tahap pertama.
Gambar 36 adalah contoh rancangan yang dibuat dengan
pentahapan sesuai dengan kemampuan umat.

Gambar 36. Contoh pengembangan rancangan gereja.


(sumber: Nuggi & Dinar).

101
Bulan Liturgi Nasional 2023

Penerapan Gaya-gaya Arsitektur dan Seni

Keindahan gaya arsitektur dan seni kuno memiliki daya


tarik tersendiri yang memiliki peluang untuk diterapkan dalam
suatu pembangunan gereja baru. Namun demikian terdapat
kaidah yang ditetapkan Gereja dalam rangka menerapkan
suatu gaya arsitektur dan senu kudus.
Kaidah utama dalam menerapkan gaya arsitektur dan seni
kuno dan tradisi lokal adalah sebagai berikut: arsitektur dan
seni yang diterapkan di dalam gereja harus selaras dengan
tuntutan-tuntutan liturgi.46 Arsitektur dan seni harus meng-
abdi kapada liturgi. Jika romantisme seni masa silam ingin
diterapkan, maka hal pertama yang perlu dipertimbangkan
adalah kesesuaian gaya arsitektur dan seni yang dapat selaras
dengan liturgi.
Ada beberapa gaya arsitektur dari masa silam yang memi-
liki tradisi yang berpedoman pada tradisi kosmis, memusat
di tengah ruangan,47 yang hanya cocok digunakan sebagai
tempat seorang pemimpin yang sedang memimpin raky-
atnya. Biasanya fungsi ruang kosmis tersebut adalah sebagai
tempat seorang pemimpin, maka posisi pemimpin menjadi
pusat ruangan. Apabila semata-mata menganalogikan Kristus
sebagai pemimpin dan gaya arsitektur kosmis adalah sebagai
pemimpin, maka sekilas akan nampak masuk akal. Namun
46 bdk. GES art. 62.
47 Sebagai contoh adalah penggunaan gaya joglo yang memiliki dasar perenca-
naan dengan tradisi kosmis. Pusat ruangan gaya joglo adalah di titik tengah ruan-
gan, di mana seorang pemimpin bertakhta memimpin rakyatnya. Gaya arsitektur
yang dianggap lebih tepat memiliki bentuk yang sesuai untuk kegiatan spiritual dan
keagamaan di pulau Jawa dan Madura yang adalah Tajug.

102
Arsitektur Gereja

sesungguhnya gaya arsitektur kosmis tradisional tidak se-


lalu sesuai dengan kebutuhan ruangan kudus, karena pusat
liturgi adalah altar Kristus dan bukan pusat ruangan secara
geometris.
Gambar 37 dan 38 adalah sebuah contoh penyesuaian
suatu gaya arsitektur tradisional, dalam hal ini gaya arsitektur
Jawa, yaitu Tajug Ceblokan yang awalnya berbentuk bujur
sangkar menjadi empat persegi panjang. Untuk mengako-
modir kebutuhan Liturgi akan suatu ruangan yang bebas
kolom48, maka kolom-kolom yang tadinya berada di tengah
ruangan, termasuk soko guru, kemudian ditempatkan di
tepi ruangan utama. Penyesuaian seperti ini membutuhkan
pemahaman yang baik terhadap perilaku gaya-gaya struktur
yang terjadi pada rancangan bangunan.

48 Tiang struktural pada bangunan.

103
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 37. Rancangan asli gaya arsitektur Tajug Ceblokan.49


(sumber: Nuggi & Dinar).

49 Berdasar HAMZURI, Drs., RUMAH TRADISIONIL JAWA, Proyek Pengem-


bangan Permuseuman, D.K.1. JAKARTA, DEPARTEMEN PENDIDIKAN DAN
KEBUDAYAAN, tahun tidak diketahui, hal. 53, yang digambar ulang dan disesuai-
kan oleh Penulis karena gambar tampak-potongan mengindikasikan bahwa area
pengapit mengelilingi area penitih.

104
Arsitektur Gereja

Gambar 38. Pengembangan rancangan dasar untuk gaya arsitektur Tajug Ceblokan untuk
kebutuhan Liturgi.
(sumber: Nuggi & Dinar).

Gereja menyatakan bahwa rumah ibadat dan segala


perlengkapannya hendaknya sungguh pantas, indah, serta
merupakan tanda dan lambang alam surgawi.50 Di dalam
50 bdk. PUMR art. 288.

105
Bulan Liturgi Nasional 2023

Liturgi yang dilaksanakan di dunia, umat beriman ikut men-


cicipi Liturgi surgawi.51
Kaidah “keindahan yang luhur”52 tidak saja mengantarkan
umat beriman kepada estetika tetapi juga menghantar umat
beriman untuk memahami tanda dan alam surgawi.53 Untuk
mengajak umat, yang sederhana wawasannya sekalipun, agar
mengembangkan kepekaan terhadap yang kudus di dalam
penggunaan tanda-tanda lahir dari realitas surgawi54 maka
harus dipertimbangkan agar keindahan seni kudus dibentuk
dengan keperluan akan kontemplasi misteri yang memang
sudah menjadi tradisi Gereja Katolik dari awal mula hadirnya
kesenian gerejawi.55
Gereja, dalam tradisi arsitektur dan seni kudus, telah
memberikan cara yang mungkin dalam menanggapi aspirasi
“di dalam Liturgi yang dilaksanakan di dunia, umat beriman
ikut mencicipi Liturgi surgawi”. Untuk sebagian orang, reali-
tas surgawi dipandang sebagai suatu wahana abstrak karena
belum ada manusia yang hidup di dunia ini telah mengalamin-
ya.56 Namun dalam iman hal ini dapat dipandang secara lebih
terang. Iman Kristen memberikan penghormatan kepada
Santa Perawan Maria, Para Malaikat, dan Orang Kudus, serta
penghormatan kepada orang beriman yang sudah meninggal,
yang merupakan gambaran bahwa mereka adalah penghuni
51 bdk. SC art. 8.
52 bdk. SC art. 124.
53 bdk. PUMR art. 288.
54 bdk. SCAE 40, SKPA art. 12.
55 bdk. SKPA art. 7.
56 Realitas surgawi artinya pengalaman surgawi pasca kehidupan, hidup rohani
setelah mati badaniah.

106
Arsitektur Gereja

surga.57 Dan gambaran gamblang di manakah letak surga


itu, “di atas bumi ataukah di bawah bumi?” terdapat pada
kisah saat Yesus Kristus naik ke surga.58 Dari kisah tersebut
umat beriman mendapat gambaran bahwa surga itu berada
di atas bumi.
Tradisi arsitektur dan seni kudus yang dimiliki Gereja men-
unjukkan pembagian bawah dan atas bangunan, baik secara
eksterior maupun interior, seperti ditunjukkan pada gambar
39, 40, dan 41. Bagian bawah menggambarkan kehidupan
atau alam dunia, dan bagian atas menggambarkan alam sur-
gawi. Bagian atas yang menggambarkan alam surgawi diisi
oleh bentuk dan ornamen yang lebih semarak daripada bagian
bawah. Pembedaan nuansa semarak antara bagian atas dan
bawah ini seolah mau menunjukkan alam surgawi yang lebih
mulia dibanding alam duniawi, lebih dalam lagi memberikan
tuntunan kepada umat beriman bahwa alam surgawi adalah
tujuan dari hidup di dunia ini.

57 bdk. DTKUL art. 84.


58 lih. Kis. 1:2-11.

107
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 39. Eksterior La chiesa del Santissimo Nome di Gesù a Roma.


(sumber: Nuggi & Dinar).

Gambar 40. Eksterior Basilica Papale di San Paolo fuori le Mura.


(sumber: Nuggi & Dinar).

108
Arsitektur Gereja

Gambar 41. Interior Basilica Papale di San Paolo fuori le Mura.


(sumber: Nuggi & Dinar).

Arsitektur dan seni tradisional juga dapat diangkat menjadi


arsitektur dan seni kudus Gereja. Namun dibutuhkan gerak
ganda secara sekaligus, yaitu memahami tradisi Liturgi Ritus
Romawi sekaligus memahami nilai-nilai budaya setempat.59
Gambar 42-47 adalah beberapa contoh arsitektur tradisional
yang diangkat menjadi kekayaan Gereja dalam arsitektur.
59 bdk. LRI art. 30.

109
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 42. Gereja Santo Fransiskus Asisi di Berastagi, Sumatera Utara.


(sumber: https://cdn.pixabay.com/photo/2015/08/29/09/24/catholic-church-912871_960_720.
jpg).

Gambar 43. Gereja St Mikael Pangururan, Samosir, Sumatera Utara.


(sumber: https://www.pegipegi.com/travel/wp-content/uploads/2014/12/Screen-
shot-2014-12-17-16.57.44.png).

110
Arsitektur Gereja

Gambar 44. Graha Bunda Maria Annai Velangkanni, Medan.


(sumber: https://i1.wp.com/cushtravel.com/wp-content/uploads/2014/01/graha-maria-annai-
velangkanni-in-medan.jpg?w=640&ssl=1).

Gambar 45. Katedral Denpasar, Bali.


(sumber: https://wahananews.co/photo/berita/dir122020/_1652_Ketatnya-Misa-Natal-di-
Gereja-Katedral-Denpasar.jpg).

111
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 46. Gereja Hati Kudus Yesus Palasari, Bali.


(sumber: https://i0.wp.com/tempatwisataseru.com/wp-content/uploads/2021/10/Gereja-Palasa-
ri-Bali-via-Wikipedia.jpg?resize=708%2C531&ssl=1).

Gambar 47. Gereja Katolik Santa Maria Ratu Gumbrih, Bali.


(sumber: https://lh5.googleusercontent.com/p/AF1QipP5_JRvcHMZHXFNCelW50olkyVfK-
fufzH-wf5ED=w592-h404-n-k-no-v1).

112
Arsitektur Gereja

Jiwa Arsitektur dan Seni Gereja Tidak Terpengaruh Kema-


juan Zaman

Gereja menghargai sekaligus memanfaatkan sumber-


sumber aneka budaya.60 Gereja juga menghargai bentuk-
bentuk baru kesenian.61 Kemajuan dalam kehidupan moderen
begitu banyak membawa perubahan-perubahan yang ber-
dampak pada kondisi sosial, budaya, termasuk keagamaan.
Perubahan-perubahan ini timbul dari kecerdasan dan usaha
kreatif manusia, baik secara individual maupun secara kole-
ktif.62 Karena perkembangan situasi yang serba kompleks,
banyak manusia sekarang ini yang terhalang untuk sungguh
mengenali nilai-nilai yang lestari, juga untuk memadukan
penemuan-penemuan baru dengan sebagaimana mestinya.63
Hal ini menjadi salah satu sebab mengapa gereja moderen
kadang ditemukan nampak kehilangan identitasnya. Identitas
yang mengajarkan, keindahan yang agung, dan lestari seka-
ligus makna yang dapat ditangkap oleh semua umat. Tidak
mungkin dipungkiri bahwa kristianitas dihidupi oleh tradisi,
yang sangat terhubung dengan Sabda Allah dan ajaran Gereja.
Namun tradisi Gereja tidak dimaknai sebagai tradisi dengan
rumusan yang mati atau hanya terkungkung pada praktek-
praktek mekanis belaka, melainkan tumbuh dan berkembang
secara organis seturut perkembangan zaman.64

60 bdk. GES art. 58.


61 bdk. GES art. 62.
62 bdk. GES art. 4.
63 bdk. GES art. 4.
64 lih. Bouyer, Louis, Liturgy and Archtecture, 1967, hal. 3.

113
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gereja tidak menolak hadirnya pembaruan - pembaruan


gaya arsitektur dan seni yang diterapkan di dalam gereja. Gaya
arsitektur dan seni yang berasal dari masa silam, dari tradisi
tertentu, ataukah gaya arsitektur termutakhir sekalipun, tidak
menjadi soal. Yang penting adalah bahwa sebuah gereja diren-
canakan dan dirancang dengan memenuhi kaidah-kaidah Liturgi
Gereja Katolik. Gereja mengijinkan penerapan bahan, bentuk,
dan motif hiasan seturut kemajuan zaman.65
Dalam proses perencanaan dan perancangan gereja beserta
sarana dan prasarananya mungkin saja terjadi tegangan-
tegangan. Dari sisi Perencana dan Perancang menganggap
kaidah-kaidah arsitektural gereja Katolik dianggap rumit,
menyusahkan serta tidak sejalan dengan kecenderungan
gaya arsitektur kekinian. Sementara dari pihak konservatif
menyatakan bahwa arsitektur moderen menyebabkan
kedangkalan dan hilangnya makna di sepanjang sejarah
arsitektur gereja Katolik.66 Paham modernisme dalam arsitektur
salah satunya menyatakan “bentuk mengikuti fungsi”67 dan
menggunakan prinsip arsitektur moderen, sebagaimana
prinsip keindahan menurut modernisme, yaitu mendudukkan
perubahan masa kini dengan menjauhi perkembangan-
perkembangan yang telah menyejarah.68 Perkembangan
paham arsitektur moderen ini mendahului beberapa dekade
sebelum Pergerakan Liturgi Konsili Vatikan II.
65 bdk. SC art. 122.
66 lih. Doorly, Moyra, No Place For God: The Denial of The Transcendent in Mod-
ern Church Architecture, 2007, hal. 1.
67 Frasa “Form follows function” digagas oleh Louis Sullivan, seorang Arsitek
berkebangsaan Amerika. Lih. Morrison, Hugh, Louis Sullivan: Prophet of Modern
Architecture, 1935, hal. 195-196.
68 lih. Doorly, Moyra, No Place For God: The Denial of The Transcendent in Mod-
ern Church Architecture, hal. 3.

114
Arsitektur Gereja

Hal ini sangat membatasi, atau bahkan meniadakan,


narasi yang mencitrakan hal-hal yang imanen, yang tentu
saja bersifat abstrak, dalam ornamen dan bentuk ruangan.69
Gereja banyak membicarakan hal abstrak, salah satunya adalah
“surga”. Yang dilihat oleh kaum modernis adalah sebagai
ornamen dan bentuk ruangan semata dan dianggap tidak
diperlukan. Rancangan-rancangan gereja yang mengacu pada
modernisme secara radikal mematahkan tradisi ruangan sakra
yang telah diwariskan oleh Gereja pada masa sebelumnya.70
Lebih jauh lagi, arsitektur gereja dimaknai oleh paham
arsitektur moderen sebagai tempat Umat beriman berkumpul
untuk beribadat, dengan frasa “tempat berkumpul” sebagai
titik beratnya. Gejala yang terjadi dari pemahaman ini adalah
arsitektur gereja moderen justru kebanyakan mendapat
pengaruh dari pelbagai bangunan arsitektur moderen yang
memiliki fungsi sebagai tempat orang berkumpul, seperti
ruangan pertemuan, ruangan kelas yang besar, atau bahkan
gedung pertunjukan dan semata memenuhinya dengan
perlengkapan yang dianggap sebagai kebiasaan yang sudah
menjadi tradisi di dalam sebuah gereja.71
Bagaimana pun arsitektur gereja Katolik tidak dapat dili-
hat sebagai hal yang nampak belaka saja. Hal utama yang
membentuk citra arsitektur gereja Katolik adalah berasal dari
prinsip-prinsip ruangan sakra yang telah terbentuk dalam
tradisi Gereja. Namun demikian untuk menghadirkan sebuah
rancangan gereja Katolik tidak perlu lagi memaksakan untuk
69 lih. DeSanctis, Michael E., Building From Belief, 2002, hal. 5.
70 lih. Doorly, Moyra, No Place For God: The Denial of The Transcendent in Mod-
ern Church Architecture, 2007, hal. 2.
71 lih. Bouyer, Louis, Liturgy and Archtecture, 1967, hal. 7.

115
Bulan Liturgi Nasional 2023

kembali kepada gaya-gaya arsitektur Romanesque, Gothik,


Barrok, Rokoko dan Renaisans. Jalan tengahnya adalah
dengan mengembalikan perencanaan dan rancangan gereja
Katolik kepada “bentuk mengikuti teologi”.72
Gereja Dalam Konteks Tata Wilayah
Bangunan gereja perlu memperhitungkan keselarasan
dengan kondisi lingkungan setempat, namun juga dapat
menampilkan identitasnya sebagai sebuah bangunan ibadah
kristiani yang khas. Kehadiran bangunan gereja secara fisik
hendaknya dirancang sedemikian sehingga dapat diterima
oleh masyarakat sekitar dan simbol hubungan yang harmonis
dengan lingkungan sekitar.
Untuk mengatur keseimbangan penggunaan lahan dan
intensitas volume bangunan antar kepemilikan properti, ne-
gara sudah menetapkan aturan mengenai intensitas bangunan
sesuai dengan kondisi tiap-tiap daerah. Beberapa istilah di
dalam intensitas bangunan yang perlu diketahui adalah:73
1. KRK (Keterangan Rencana Kota)
adalah informasi tentang ketentuan tata bangunan
dan lingkungan yang diberlakukan oleh pemerintah
daerah kabupaten/kota pada lokasi tertentu.
2. KDB (Koefisien Dasar Bangunan)
adalah angka persentase berdasarkan
perbandingan antara luas seluruh lantai dasar
72 bdk. SCAE art. 41.
73 lih. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia, Nomor 16 Tahun 2021, Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung, Pasal 1.

116
Arsitektur Gereja

Bangunan Gedung terhadap luas lahan perpetakan


atau daerah perencanaan sesuai KRK.
3. KLB (Koefisien Lantai Bangunan)
adalah angka persentase perbandingan antara luas
seluruh lantai Bangunan Gedung terhadap luas
lahan perpetakan atau daerah perencanaan sesuai
KRK.
4. GSB (Garis Sempadan Bangunan)
adalah garis yang mengatur batasan lahan yang
tidak boleh dilewati dengan bangunan yang
membatasi fisik bangunan ke arah depan, belakang,
maupun samping.
5. KDH (Koefisien Dasar Hijau)
adalah angka persentase perbandingan antara luas
seluruh ruang terbuka di luar Bangunan Gedung
yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan
terhadap luas lahan perpetakan atau daerah
perencanaan sesuai KRK.
6. KTB (Koefisien Tapak Basemen)
adalah angka persentase berdasarkan
perbandingan antara luas tapak basemen terhadap
luas lahan perpetakan atau daerah perencanaan
sesuai KRK.
7. KBG (Ketinggian Bangunan Gedung)
adalah angka maksimal jumlah lantai Bangunan
Gedung yang diperkenankan.

117
Bulan Liturgi Nasional 2023

adalah tinggi maksimum bangunan gedung yang


diizinkan pada lokasi tertentu.74
8. KWT (Koefisien Wilayah Terbangun)
adalah angka persentase luas kawasan atau
blok peruntukan yang terbangun terhadap luas
kawasan blok peruntukan seluruhnya di dalam
suatu kawasan atau blok peruntukan yang
direncanakan.75
9. Kepadatan Bangunan
adalah nilai dari perbandingan antara luas lahan
terbangun dengan luas wilayah.76
10. Intensitas Bangunan Gedung
adalah ketentuan teknis tentang kepadatan dan
ketinggian bangunan gedung yang dipersyaratkan
pada suatu lokasi atau kawasan tertentu, yang
meliputi koefisien dasar bangunan (KDB),
koefisien lantai bangunan (KLB), dan jumlah lantai
bangunan.77

74 lih. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 28 Tahun 2002, Tentang Ban-


gunan Gedung, Pasal 10, Ayat 1.
75 lih. Lampiran V Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional, Nomor 17 Tahun 2017, Tentang Pedoman Audit Tata Ruang,
Metode Penilaian Persyaratan Di Dalam Izin Pemanfaatan Ruang, Butir 6.
76 lih. Lampiran V Peraturan Menteri Agraria Dan Tata Ruang/ Kepala Badan
Pertanahan Nasional, Nomor 17 Tahun 2017, Tentang Pedoman Audit Tata Ruang,
Metode Penilaian Persyaratan Di Dalam Izin Pemanfaatan Ruang, Butir 7.
77 lih. Undang-Undang Republik Indonesia, Nomor 28 Tahun 2002, Tentang Ban-
gunan Gedung, Pasal 10, Ayat 1.

118
Arsitektur Gereja

Negara mengatur intensitas (kepadatan) bangunan ada-


lah merupakan salah satu aspek dalam upaya pengendalian
perkembangan tata ruang dan tata bangunan serta tata ling-
kungan yang memperhatikan keserasian, fungsional, estetis
serta ekologis dalam pemanfaatan ruang lahan. Kepadatan
bangunan berpengaruh terhadap intensitas daerah terban-
gun yang merupakan optimalisasi daya dukung lingkungan
terhadap penggunaan sumber daya alam dan lingkungan oleh
tiap bangunan. Persyaratan kinerja dari ketentuan intensi-
tas bangunan ditentukan oleh kemampuan dalam menjaga
keseimbangan daya dukung lingkungan terhadap bangunan
dan optimalnya intensitas pembangunan, kemampuan dalam
mencerminkan keserasian bangunan dengan lingkungan
serta kemampuannya dalam menjamin kesehatan dan keny-
amanan pengguna serta masyarakat pada umumnya. Tujuan
pengaturan intensitas bangunan adalah setidaknya mengatur
beban sumber daya lingkungan seperti ketersediaan volume
jalan serta sarana transportasi, volume air bersih, volume
penampungan serta pengelolaan limbah dan sampah, dan
volume pelbagai sarana publik, di samping untuk terjamin-
nya aliran udara alami, akses terhadap cahaya matahari, dan
ketersediaan jalur-jalur keselamatan.
Sudah tentu negara menyelenggarakan pengaturan terse-
but adalah demi tercapainya kesejahteraan umum dalam hal
tata ruang. Kesejahteraan umum adalah keseluruhan kondisi
hidup kemasyarakatan, yang memungkinkan baik kelompok-
kelompok maupun anggota-anggota perorangan, untuk se-

119
Bulan Liturgi Nasional 2023

cara lebih penuh dan lebih mudah mencapai kesempurnaan


mereka sendiri.78
Menanggapi hal ini, Gereja mengajak segenap umat Kris-
ten untuk menyadari panggilan yang khas dalam negara, di
mana umat Kristen harus memancarkan teladan yang terikat
oleh kesadaran akan kewajiban mengabdikan diri kepada kes-
ejahteraan umum yang memang perlu ditingkatkan. Dengan
demikian Gereja mengharapkan agar umat Kristen menun-
jukkan dengan tindakan nyata mengusahakan kewajiban
yang dapat selaras dengan kebebasan, mengusahakan agar
prakarsa pribadi dapat terikat dengan struktur-struktur selu-
ruh tubuh kemasyarakatan, sehingga dengan demikian dapat
tercapai kesatuan yang diinginkan sekaligus kemajemukan
yang menguntungkan.79
Dengan demikian Gereja akhirnya mengharapkan umat
Kristen mengakui, mematuhi, mendukung, dan melaksana-
kan tata hukum positif yang diselenggarakan oleh negara.
Lebih jauh lagi Gereja memberi penekanan bagi umat Kristen
mengenai semangat untuk tidak menuntut keuntungan-
keuntungan serta kemudahan-kemudahan yang berlebihan
dan tidak pada tempatnya dari pemerintah. Tujuan semangat
ini adalah untuk mengurangi beban sosial bilamana tuntutan
keuntungan-keuntungan dan kemudahan-kemudahan terse-
but dilaksanakan. 80

78 bdk. GES art. 26, Alinea 1; art. 74, Alinea 1.


79 bdk. GES art. 75, Alinea 5.
80 bdk. GES art. 75, Alinea 2.

120
Arsitektur Gereja

B. SENI GAMBAR DAN PATUNG KUDUS

Bentuk arsitektur gereja, lukisan dinding, dan seni kudus


merupakan anggota-anggota dari tubuh yang disebut sebagai
gedung gereja. Anggota-anggota tubuh itu berada di dalam,
dan sekaligus mengajarkan, misteri Ilahi. Dengan demikian
anggota-anggota tubuh tersebut terintegrasi ke dalam mis-
teri Liturgi. Dari tradisi Gereja dapat dilihat bahwa susunan
dan wujud seni kudus menghantarkan perhatian visual umat
beriman menuju kepada Yang Mahakudus.81 Konsep ini me-
latarbelakangi pembentukan karya seni yang secara khusus
ditujukan untuk Liturgi.
Memandang seni kudus yang nampak digarap dengan
sepenuh hati, baik itu patung maupun ikon, umat beriman
dihadapkan pada wujud-wujud yang mengagumkan. Se-
hingga tidak jarang lalu muncul pendapat bahwa seni kudus
adalah pajangan yang mewah. Umat beriman tidak pernah
dituntut untuk mengadakan bangunan gereja beserta seni
kudus yang ada di dalamnya dalam wujud yang semata-mata
merupakan pajangan yang mewah.82 Pada prinsipnya bangu-
nan gereja dan seni kudus yang ada di dalamnya diupayakan
seturut kemampuan umat beriman dalam mengusahakan
dana pembangunan. Ada banyak cara agar seni kudus dapat
mewartakan katekese sekaligus tidak membebani secara
ekonomi dalam hal mengusahakannya. Diorama stasi jalan
salib misalnya, jika suatu paroki menganggapnya begitu mahal
jika diadakan dalam bentuk relief patung, maka dapat diusa-

81 bdk. Evdokimov, Paul, The Art of The Icon: a theology of beauty, Oakwood
Publications, California, 1990, hal. 175.
82 bdk. SC art. 124.

121
Bulan Liturgi Nasional 2023

hakan suatu bentuk lain yang lebih ekonomis, namun tetap


menjaga nilai luhur, anggun, dan tahan lama, seperti meng-
hadirkan wujud ikon. Dengan demikian arsitektur dan seni
kudus dapat diwujudkan dengan anggun tanpa harus mewah.
Gereja dalam tradisi-Nya menyediakan banyak alternatif
yang dapat digunakan sebagai sarana menghadirkan seni
kudus. Menghadirkan sosok para Kudus tidak harus dalam
rupa patung, namun dapat juga hadir dalam rupa ikon atau
lukisan. Patung Kudus pun, tidak harus yang berbahan batu
marmer impor, namun dapat juga diusahakan dengan bahan
lokal atau bahan yang lebih sederhana tanpa meninggalkan
kaidah seni kudus.
Namun sebaiknya hindari sikap semata-mata memilih
pembuatan bangunan dan seni kudus yang melulu murah
sehingga mutunya tidak terjaga. Patut dihindari sikap profan
yang memilih berdasarkan angka yang paling ekonomis ka-
rena dapat memengaruhi keluhuran, keanggunan, dan mutu
bangunan gereja dan seni kudus.83
Tidak jarang umat beriman memiliki anggapan bahwa
gereja dan seni kudus yang ada di dalamnya harus mencontoh
keanggunan yang mewah serta dekorasi yang rumit dan masif
mengikuti jaman renaisans atau gotik. Konsili Vatikan II men-
untut ‘kesederhanaan’ dalam mengungkap makna untuk rupa
dan hiasan gereja.84 ‘Kesederhanaan’ di sini bukan berarti
merupakan wujud seni yang murah atau murahan, melain-
kan wujud yang hadir dapat langsung ditangkap makna dan
83 bdk. SC art. 124; DTKUL art. 18.
84 bdk. PUMR art. 292.

122
Arsitektur Gereja

pesannya (denotatif) oleh semua kalangan umat yang hadir


bahkan oleh umat yang paling minim tingkat pendidikan dan
wawasannya. Kesederhanaan terwujud dalam penyampaian
pesan atau makna yang dihadirkan dalam arsitektur dan seni
kudus. Dengan kesederhanaan dalam penyampaian pesan
atau makna diharapkan umat beriman dapat lebih mengerti
katekese atau menghayati misteri-misteri iman kristiani yang
hadir di dalam bangunan gereja dan seni kudus di dalamnya.85
Namun tidak menutup kemungkinan jika ada Paroki yang
mendambakan hadirnya gereja dengan mengambil model
keindahan masa lalu, namun sebaiknya mempertimbangkan
kaidah arsitektur kudus, kemampuan umat atau komunitas,
dan kondisi sosial, masyarakat dan budaya di lokasi sekitar
gereja yang akan didirikan.86
Contoh yang dapat mewakili keanggunan yang seder-
hana (nobili simplicitate) adalah patung Pieta karya seniman
Michelangelo di Lodovico Buonarroti Simoni (6 Maret 1475
– 18 Februari 1564). Dari patung Pieta tersebut dapat lang-
sung ditangkap gambaran kesengsaraan Yesus Kristus yang
telah wafat dan kesedihan mendalam sekaligus kepasrahan
Bunda Maria terhadap kematian Putra-nya. Dari gambaran
ini seolah-olah patung Pieta ‘mengajak’ umat beriman untuk
berbelarasa terhadap kesedihan dan kepasrahan Bunda Maria
dan mewujudkannya dalam karya kasih secara nyata.

85 bdk. DTKUL art. 18.


86 bdk. GES art. 76; PUMR art. 293.

123
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 48. Patung Pieta karya seniman Michelangelo di Lodovico Buonarroti Simoni.
(sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/6/65/Pieta_de_Michelangelo_-_
Vaticano.jpg).

Seni Kudus Yang Bersifat Tetap / Permanen

Seni kudus yang memiliki sifat tetap adalah semua patung,


lukisan kudus dan semua ornamen yang mendukung kes-
akralan ruangan serta segala perlengkapan yang dikhususkan
untuk ibadat, yang tidak dipengaruhi pergantian warna kalen-
darium liturgi. Tidak disarankan untuk mengenakan pakaian
atau kain tambahan pada patung-patung kudus walaupun
disesuaikan dengan warna liturgi, kecuali kain ungu penutup

124
Arsitektur Gereja

patung dan gambar kudus pada saat setelah perayaan terakhir


Kamis Putih sampai menjelang Sabtu Paskah.87
Seni kudus yang bersifat khas di dalam gereja Katolik
adalah patung Salib Yesus Kristus,88 patung Yesus Kristus,89
patung Santa Perawan Maria,90 patung Para Malaikat,91 dan
atau patung Para Kudus.92 Selain itu seni kudus yang bersifat
khas lainnya adalah diorama Jalan Salib.93 Perlu diperhatikan
juga atribut khas yang dimiliki oleh para Kudus sesuai dengan
tradisi Gereja.
Dapat juga diterapkan kisah-kisah dari Kitab Suci menjadi
seni kudus, sejauh masih berhubungan dengan spiritualitas
Paroki dan mendapat pengesahan dari Ordinaris Gereja.94
Kisah-kisah tradisi Kristen yang tidak terdapat di dalam Kitab
Suci, sejauh telah diijinkan oleh Ordinaris Gereja, juga dapat
diterapkan di dalam seni kudus.
Bila seni kudus akan diterapkan pada pintu utama gereja
atau dinding depan gereja, maka dapat dipilih seni kudus
yang merupakan diorama sejarah Paroki, sejauh tidak men-
imbulkan preseden negatif95 dan telah mempertimbangkan
kondisi sosial dan budaya di lingkungan gedung gereja yang
akan didirikan.96 Dapat juga diletakkan diorama atau kisah
87 bdk. PPP art. 57, 74.
88 bdk. DTKUL art. 238.
89 bdk. PUMR art. 318.
90 bdk. PUMR art. 318, DTKUL art. 183-186.
91 bdk. DTKUL art. 213-217.
92 bdk. PUMR art. 318, DTKUL art. 209.
93 bdk. DTKUL art. 131-135.
94 bdk. KHK kan. 1215 §1.
95 bdk. DTKUL art. 12.
96 bdk. PUMR art. 293.

125
Bulan Liturgi Nasional 2023

mengenai nama pelindung Paroki agar Umat beriman dapat


memahami katekese spiritualitas Parokinya.
Seni kudus juga diterapkan pada Altar, Ambo, Tabernakel,
Bejana Baptis, Kursi Imam, meja kredensa, kursi para pelayan
lain, dan perlengkapan liturgi lainnya.97 Penerapan seni kudus
pada perlengkapan liturgi harus meperhatikan kegunaan dan
keserasian dengan tata ruangan ibadat. Pada bidang-bidang
jendela dan dinding juga dapat diterapkan seni kudus, namun
harus selaras dan serasi dengan tata ruangan ibadat.

Seni Kudus Yang Bersifat Tidak Tetap (Tidak Permanen)

Seni kudus yang bersifat tidak tetap adalah seni kudus


yang mengikuti warna-warna liturgi yang telah ditetapkan di
dalam Pedoman Umum Misale Romawi98 yang penggunaan-
nya mengikuti kalendarium Liturgi. Pada awalnya warna-
warna Liturgi diterapkan pada busana Liturgi. Namun pada
perkembangannya, penyesuaian warna-warna Liturgi juga
diterapkan pada interior gereja Katolik dengan maksud agar
tema Liturgi yang dibawakan pada masa tertentu dapat dihad-
irkan di dalam suasana ruangan ibadat. Sebaiknya penerapan
warna-warna Liturgi di dalam interior gereja harus mengikuti
kaidah yang berlaku.
Selain itu terdapat pula seni kudus yang bersifat tidak tetap
lainnya, seperti: Korona Adven,99 kandang Natal bila ditem-
patkan di dalam gereja,100 tempat Salib Yesus yang dihormati
97 bdk. LRI art. 43.
98 bdk. PUMR art. 346.
99 bdk. DTKUL art. 98.
100 bdk. DTKUL art. 104.

126
Arsitektur Gereja

pada Jumat Agung,101 dan tempat Lilin Paskah.102

Kaidah Seni Kudus

Kaidah seni kudus dalam tradisi Gereja Katolik adalah


sebagai berikut:
1. Perwujudan secara realistik.
2. Mengutamakan keindahan yang luhur.
3. Kemewahan bukan menjadi tujuan utama.
4. Tidak bertentangan dengan iman serta kesusilaan.
5. Jangan sampai serba jelek.
6. Jangan sampai mutu seni rendah.
7. Jangan sampai garapannya setengah-setengah.
8. Diusahakan dengan cermat, agar bentuk-bentuk
baru itu bertumbuh secara kurang lebih organik dari
bentuk-bentuk yang sudah ada.
9. Disesuaikan dengan daya tangkap umat.
10. Gereja mengijinkan penerapan bahan, bentuk, dan
motif hiasan seturut kemajuan zaman.
11. Corak artistik yang harus memperhatikan sifat-
perangai bangsa, situasi bangsa, dan kebutuhan-
kebutuhan pelbagai ritus dalam Gereja.
12. Kebiasaan menempatkan gambar-gambar dan patung-
patung kudus di dalam gereja untuk dihormati umat
hendaknya dilestarikan, namun jumlahnya jangan
berlebih-lebihan, dan hendaknya disusun dengan
selaras.

101 bdk. PPP art. 71.


102 bdk. PPP art. 82.

127
Bulan Liturgi Nasional 2023

13. Letaknya diatur sedemikian rupa sehingga tidak


mengalihkan perhatian umat dari perayaan liturgi.
14. Material yang digunakan hendaknya sesuai dengan
penilaian zaman sekarang yang bersifat luhur, tahan
lama, dan serasi untuk digunakan dalam Liturgi.

Kaidah “perwujudan secara realistik” bukan semata men-


untut bukti fotografis. Kita bisa saja mengetahui wajah dan
penderitaan Yesus Kristus dari kain kudus yang tersimpan di
Kapel Manopello, Italia atau dari kain kafan yang tersimpan di
Turin, namun kita tidak pernah tahu bagaimana wajah Bunda
Maria. Terdapat dua dasar mewujudkan seni kudus dengan
realistis dan ditampilkan secara jelas103 yaitu bersumber dari
benda-benda yang merekam suatu gambaran pribadi sep-
erti kain-kain yang pernah menempel pada jenazah Yesus
Kristus, dan yang kedua adalah bersumber kesaksian iman
yang terekam di dalam seni ikon dan seni patung. Sama
seperti Kitab Suci, sumber kesaksian iman yang terekam
di dalam seni ikon dan seni patung menjadi pertimbangan
yang sangat penting. Khusus untuk ikon, sumber kesaksian
iman dalam ikon memiliki martabat yang tinggi dan dapat
dipertanggung-jawabkan jika berasal dari orang-orang yang
hidup sezaman dengan tokoh atau peristiwa yang dihadirkan
dalam seni kudus. Ikon pertama Kristen adalah ikon Bunda
Maria yang menggendong kanak-kanak Yesus yang dibuat
oleh St. Lukas, Penginjil, sekaligus Tabib dan Pelukis, semen-
tara ikon-ikon lain dibuat dengan mengacu pada kain Man-
dylion yang dikirim oleh Yesus Kristus kepada Raja Abgar dari
103 bdk. DTKUL art. 243, Alinea 3.

128
Arsitektur Gereja

Edessa melalui utusan Raja Abgar, kain yang diusapkan oleh


Veronika ke wajah Yesus, kain kafan Turin, 104 dan kain wajah
Yesus yang sekarang berada di Manoppello. Gereja pada
masa lalu dan pada abad pertengahan menetapkan bahwa
keaslian setiap ikon bergantung pada seberapa mirip dengan
ikon aslinya. Keaslian suatu ikon sebagai salinan (atau salinan
dari sutu salinan) yang mirip ikon aslinya meneruskan bukti
kebenaran terhadap inkarnasi Yesus, yang diwariskan dari
dan sebagaimana Kitab Suci ditulis.105 Di zaman sekarang ini,
kemudahan akses ke wahana media sosial sangat memung-
kinkan bagi para Seniman mendapatkan sumber-sumber yang
otentik sebagai dasar pembuatan seni kudus. Dua gambar
yang penting dalam seni kudus adalah wajah Yesus Kristus
yang terdapat di kain Manoppello dan ikon Bunda Maria yang
menggendong kanak-kanak Yesus karya St. Lukas.

104 lih. Tradigo, Alfredo, Icons and Saints of the Eastern Orthodox Church, The J.
Paul Getty museum, Los Angeles, 2006, Introduction, Alinea 4.
105 lih. ibid.

129
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 49. Wajah Kristus pada kain yang tersimpan di Kapel Manoppello, Italia dan
dipelihara oleh komunitas Rahib Kapusin.
(sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/thumb/b/b9/Volto_santo_di_
manoppello_2019-11-02.jpg/1536px-Volto_santo_di_manoppello_2019-11-02.jpg).

130
Arsitektur Gereja

Gambar 50. Ikon Bunda Maria menggendong Kanak-kanak Yesus karya St. Lukas, tersimpan
di Basilika Santa Maria Maggiore, Roma, Italia.
(sumber: https://i.pinimg.com/564x/62/82/9d/62829db7767e4e72796cea027595299b.jpg).

Kaidah “keindahan yang luhur”106 tidak saja mengantar-


kan umat beriman kepada estetika tetapi juga menghantar
umat beriman untuk memahami tanda dan alam surgawi.107
Untuk mengajak umat, yang sederhana sekalipun, agar
106 bdk. SC art. 124.
107 bdk. PUMR art. 288.

131
Bulan Liturgi Nasional 2023

mengembangkan kepekaan terhadap yang kudus di dalam


penggunaan tanda-tanda lahir dari realitas surgawi108 maka
harus dipertimbangkan agar keindahan seni kudus dibentuk
dengan keperluan akan kontemplasi misteri yang memang
sudah menjadi tradisi Gereja Katolik dari awal mula hadirnya
kesenian gerejawi.109
Kaidah “bukan kemewahan”110 di dalam seni kudus meru-
juk kepada kesamaan hakiki antara semua orang dan keadilan
sosial.111 Semua orang mempunyai jiwa yang berbudi dan
diciptakan menurut citra Allah, dengan demikian mempunyai
kodrat serta asal-mula yang sama. Mereka semua ditebus
oleh Kristus, dan mengemban panggilan serta tujuan ilahi yang
sama pula. Maka kesamaan dasariah antara semua orang
harus semakin diakui. Liturgi merupakan jantung kehidupan
Gereja, yang melalui kebersamaannya, menampilkan ikatan-
ikatan persaudaraan umat beriman.112 Gereja menetapkan
kaidah ini dengan harapan agar semua umat beriman dapat
merasa layak dan pantas untuk ikut serta di dalam liturgi dan
devosi. Nilai kemewahan cukup sulit ditentukan karena pe-
nilaiannya bersifat relatif antara satu pribadi dengan pribadi
yang lain. Namun kiranya mengambil perkiraan rata-rata
tingkat kehidupan yang berlaku di dalam sebuah Paroki da-
pat membantu untuk mengambil batasan nilai kemewahan
terhadap seni kudus yang akan dibuat. Patut dipertimbang-
108 bdk. SCAE 40; SKPA art. 12.
109 bdk. SKPA art. 7.
110 bdk. SC art. 124.
111 bdk. GES art. 29.
112 bdk. CEU art. 58.

132
Arsitektur Gereja

kan pula, kondisi Gereja di Keuskupan masing-masing secara


menyeluruh.
Kaidah “tidak bertentangan dengan iman serta
kesusilaan”113 mempunyai makna bahwa seni kudus tidak
boleh tercemari ritus-ritus yang dirasuki oleh sinkretisme
agama lain,114 takhayul ke dalam Gereja, penyembahan ber-
hala, animisme, dan balas dendam atau hal-hal yang terkait
dengan seks.115
Kaidah “jangan sampai serba jelek”116 mengandung makna
dunia kediaman kita ini memerlukan keindahan supaya jangan
tenggelam ke dalam putus asa. Keindahan, seperti kebenaran,
membawa kegembiraan kepada hati manusia dan merupakan
buah amat berharga, yang bertahan menghadapi erosi masa;
buah itu menyatukan angkatan-angkatan dan memampukan
mereka bersatu dalam kekaguman.117 Kesenian mempunyai
kecakapan yang unik yaitu mengangkat salah satu aspek am-
anat rohani dan menerjemahkannya ke dalam warna, bentuk
dan suara, yang memperkaya intuisi mereka yang memandang
atau mendengarkan.118 Gereja mendorong agar keindahan
dapat mendorong umat beriman untuk penuh dengan rasa
kagum. Sikap takjub adalah satu-satunya sikap yang cocok un-
tuk menghadapi hal-hal yang ajaib di alam semesta. Dari sikap
takjub itu akan muncul antusiasme. Berkat antusiasme itu
umat beriman, setiap kali kehilangan jalannya, akan mampu
113 bdk. SC art. 124.
114 bdk. LRI art. 47.
115 bdk. DTKUL art. 12.
116 bdk. SC art. 124.
117 bdk. SKPA art. 11.
118 bdk. SKPA art. 12.

133
Bulan Liturgi Nasional 2023

mengangkat diri dan memulai lagi pada jalan yang tetap.


Artinya “keindahan akan menyelamatkan dunia”. Keindahan
adalah kunci memasuki misteri dan panggilan ke arah yang
adi semesta, mengajak manusia untuk menikmati hidup dan
memimpikan masa depan, dan Keindahan menggerakkan
nostalgia yang tersembunyi akan Allah.119
Kaidah “jangan sampai mutu seni rendah”120 mempunyai
makna pencapaian keutuhan di dalam menciptakan suatu
seni kudus. Bila dimaksudkan menampilkan seni kudus yang
halus, maka diusahakan kehalusan dan tiap warna diselesai-
kan dengan merata pada tiap permukaannya. Dapat juga
seni kudus menampilkan kejujuran karakteristik bahan alami,
maka tentunya perlakuannya berbeda dengan seni kudus yang
menampilkan kehalusan. Proporsi bentuk, komposisi warna,
serta komposisi pada perulangan-perulangan seni kudus harus
mendapat perhatian agar nuansa keagungan Rumah Allah dan
keindahannya dapat berpadu.
Kaidah “jangan sampai garapannya setengah-setengah”121
bermakna jangan sampai suatu karya seni kudus yang belum
selesai sudah diletakkan pada tempatnya dan digunakan
untuk keperluan liturgi dan devosi.
Kaidah “jangan sampai menghasilkan tiruan”122 mempu-
nyai makna, suatu karya seni kudus bukan merupakan tiruan
dari karya seni kudus yang sudah ada. Karya seni kudus
lahir dari seorang seniman dari refleksi imannya, meski ia
119 bdk. SKPA art. 16.
120 bdk. SC art. 124.
121 bdk. SC art. 124.
122 bdk. SC art. 124.

134
Arsitektur Gereja

bukan seorang Katolik, karena karya seni kudus yang dibuat


olehnya adalah realitas surgawi, juga amanat Kristus,123 yang
dapat ditangkap olehnya. Sudah tentu bahwa seorang seni-
man mendapat pengaruh kebudayaan yang terjadi di dalam
hidupnya, termasuk inspirasi Roh Kudus yang menjadi ciri khas
spiritualitas pribadi seorang seniman. Pengaruh kebudayaan
dan inspirasi Roh Kudus memberikan ciri khas terhadap setiap
karya seni kudus, sama yang terjadi dengan para penulis Kitab
Suci.124 Hal inilah yang memberikan penegasan yang otentik
bahwa suatu karya seni kudus bukan merupakan tiruan dari
karya seni kudus yang telah hadir sebelumnya. Untuk tradisi
ikon, karena sudah merupakan rangkaian tradisi pewarisan
biblis secara visual, justru ikon merupakan salinan dari ikon
sebelumnya yang telah diketahui martabat pewarisannya.
Kaidah “bentuk baru bertumbuh secara kurang lebih
organis dari bentuk-bentuk yang sudah ada”125 mengartikan
bahwa pembuatan karya seni untuk citra pribadi-pribadi ku-
dus mengambil keserupaan dari karya seni kudus yang telah
ada dari tradisi Gereja. Tidak disarankan untuk mengambil
karya seni yang sudah terlanjur ada namun tidak mengacu
kepada tradisi Gereja. Pengaruh paham kebebasan terhadap
seni moderen kadang mengambil sikap berbeda dari bentuk-
bentuk yang sudah ada yang lahir dari tradisi iman Gereja, dan
atas nama penghargaan seni, karya-karya seni ini lalu dianggap
oleh sementara pihak sebagai seni kudus gerejawi. Gereja
mengutamakan bentuk baru dari seni kudus secara kurang

123 bdk. SKPA art. 12.


124 bdk. KGK art. 106.
125 bdk. SC art. 23.

135
Bulan Liturgi Nasional 2023

lebih organis dari bentuk-bentuk yang sudah ada sebelumnya


karena, seperti halnya Sabda Allah yang diturunkan kepada
generasi-generasi selanjutnya, karya seni kudus merupakan
warisan Gereja kepada generasi selanjutnya. Bagaimana
Umat beriman mengenal wajah Allah, Bunda Maria, Para
Malaikat, Para Kudus dan para Bapa Gereja, dan tradisi men-
genali citra kudus tetap lestari adalah melalui jalan ini. Secara
khusus Gereja, melalui Konsili Nikea II, memerintahkan bahwa
karya seni kudus yang dipajang dalam gereja-gereja kudus,
terutama patung-patung salib penebusan, harus indah dan
hidup.126
Kaidah “disesuaikan dengan daya tangkap umat”127 men-
gartikan karya seni kudus untuk mengarahkan hati manusia
kepada Allah,128 maka umat yang paling sederhana pun harus
dapat menangkap maknanya. Tidak disarankan, demi rasa
estetika tertentu, suatu karya seni diangkat menjadi karya
seni kudus namun mengabaikan daya tangkap umat untuk
memahami maknanya. Seni kudus adalah salah satu bentuk
pengajaran129 dalam rupa citra, patung maupun gambar,
harus mendukung pendidikan iman umat,130 serta mem-
bawa ajaran melalui citra kudus bukan sebagai seperangkat
kebenaran-kebenaran yang abstrak, melainkan komunikasi
misteri Allah yang hidup.131 Fungsi utama karya seni kudus
bukanlah memuaskan selera estetik, melainkan untuk men-

126 bdk. DTKUL art. 238.


127 bdk. SC art. 34.
128 bdk. SC art. 122.
129 bdk. SCAE art. 64, DTKUL art. 240.
130 bdk. PUMR art. 292.
131 bdk. CT art. 7.

136
Arsitektur Gereja

gantar manusia kepada misteri Ilahi. Kadang segi seni suatu


karya seni kudus tidak mendapat perhatian yang proporsional,
yaitu dilihat hanya sebagai benda seni, bukan sebagai sarana
untuk menyampaikan amanat rohani.132 Improvisasi yang
diberlakukan terhadap citra di dalam seni kudus, sama halnya
dengan improvisasi terhadap katekese, dapat menimbulkan
kebingungan, penyimpangan, keretakan, dan kehancuran
kesatuan umat beriman.133
Kaidah “penerapan bahan, bentuk, dan motif hiasan setu-
rut kemajuan jaman”134 memberikan penekanan bahwa yang
boleh berubah, baik seturut kemajuan jaman dan keperluan
inkulturasi, adalah hiasan, bukan pada hal pokok atau primer
yang dibawakan dalam seni kudus yaitu pribadi kudus, kisah-
kisah Kitab Suci dam kisah-kisah tradisi Gereja. Dapat dikata-
kan hiasan adalah bagian sekunder dari seni kudus. Kaidah ini
berkaitan erat dengan kaidah “bentuk baru bertumbuh secara
kurang lebih organis dari bentuk-bentuk yang sudah ada”.
Kaidah “corak artistik harus memerhatikan sifat-perangai
bangsa, situasi bangsa, dan kebutuhan pelbagai ritus dalam
Gereja”135 berkaitan dengan kaidah “bentuk baru bertumbuh
secara kurang lebih organik dari bentuk-bentuk yang sudah
ada” dan kaidah “penerapan bahan, bentuk, dan motif
hiasan seturut kemajuan jaman”. Hal ini bertujuan untuk
mempertahankan citra Allah, Bunda Maria, Para Malaikat,
Para Kudus, Para Bapa Gereja, serta kisah-kisah dari tradisi

132 bdk. DTKUL art. 243.


133 bdk. CT art. 17.
134 bdk. SC art. 122.
135 bdk. SC art. 123.

137
Bulan Liturgi Nasional 2023

dan Kitab Suci yang telah diwariskan oleh tradisi Gereja dari
sejak jaman Gereja perdana. Hal yang dapat disesuaikan corak
artistiknya menurut sifat-perangai bangsa dan situasi bangsa
adalah hiasannya. Bahan, bentuk dan motif hiasan sebaiknya
disesuaikan dengan sifat-perangai dan kondisi bangsa supaya
Umat tidak merasa asing apabila corak artistik hiasan yang
diterapkan berasal dari budaya yang tidak dikenal. Gereja
Katolik memiliki pelbagai ritus yang diakui dan dihormati.136
Sudah tentu tiap-tiap ritus ini memiliki corak artistik pada ba-
gian primer dan sekunder dari seni kudus, sehingga penerapan
corak artistik di dalam tiap ritus tinggal mengikuti tradisi ritus
yang sesuai dengan yang selama ini berlaku.
Kaidah “mengenai jumlah yang tidak berlebihan dan hen-
daknya disusun dengan selaras”137 memiliki dasar bahwa seni
kudus bukan merupakan Liturgi Sakramen. Seni kudus meru-
pakan sarana devosi, salah satu sarana katakese dan sebagai
pendukung bagi ruangan ibadat. Sehingga sikap terhadap
seni kudus adalah jangan sampai memberikan penghargaan
yang berlebihan, hingga sampai merugikan liturgi.138 Untuk
menghindari kebingungan Umat beriman di dalam berdevosi
jika terdapat lebih dari satu patung atau gambar Orang Kudus
yang sama, maka tidak boleh ada lebih dari satu patung Orang
Kudus yang sama.139

Kaidah “tidak mengalihkan perhatian umat dari perayaan


136 bdk. KGK art. 1203.
137 bdk. SC art. 125, KHK kan. 1188, PUMR art. 318.
138 bdk. DTKUL art. 51.
139 bdk. PUMR art. 318.

138
Arsitektur Gereja

liturgi”140 juga didasari bahwa seni kudus bukan merupakan


liturgi sakramen, sehingga tingkat keunggulannya berada di
bawah liturgi kudus.141
Kaidah “penilaian zaman sekarang mengenai bahan yang
luhur, tahan lama, dan serasi digunakan dalam liturgi”142
mengartikan fungsi seni kudus yang tidak hanya melayani
estetika semata, melainkan sebagai alat bantu doa, salah satu
pendorong untuk mengikuti teladan Para Kudus, dan salah
satu bentuk katekese sejarah iman.143 Sudah tentu bahan yang
digunakan disesuaikan seturut tingkat kekudusannya, berbeda
dengan karya seni yang umum, yaitu dengan mempertim-
bangkan keluhurannya, daya tahannya, dan keserasiannya
dengan elemen lain yang diterapkan di dalam ruangan Liturgi.

Penerapan Seni Kudus

1. Altar
Karena martabatnya merupakan Kristus sendiri maka ran-
cangan Altar hendaknya hanya menggunakan satu lambang
yang menggambarkan pribadi Kristus, seperti lambang Chi-
Rho, Mandylion, Anak Domba Allah, Alfa-Omega, ICXC-NIKA,
Hati Kudus Yesus, ikan (Ichtus) dan tanda salib.

140 bdk. PUMR art. 318.


141 bdk. DTKUL art. 46.
142 bdk. PUMR art. 326.
143 bdk. DTKUL art. 240.

139
Bulan Liturgi Nasional 2023

2. Ambo

Karena martabatnya sebagai tempat untuk mewartakan


Sabda di dalam Liturgi Sabda, adalah baik menggunakan
simbol-simbol dari empat Penulis Injil untuk diterapkan di
dalam ornamen ambo. Selain simbol dari para Panulis Injil,
simbol gulungan perkamen adalah simbol yang khas mewakili
pewartaan Sabda.

3. Salib Kristus

Pusat dari iman Kristiani adalah misteri Kristus. Misteri


ini meliputi misteri sengsara, wafat dan kebangkitan Kris-
tus. Dalam misteri ini, salib menjadi pusat perayaan untuk
dapat merenungkan semua misteri Kristus.144 Salib Kristus
adalah salib dengan tubuh yang tersalib (crucifixion cross)
yang ditempatkan di dekat altar. Karena itu bersama dengan
altar, salib menjadi fokus penghayatan iman setiap kali umat
beriman memasuki gedung gereja. Gereja memiliki semangat
bahwa patung salib penebusan hendaknya berwujud indah
dan hidup.145
Tidak menutup kemungkinan, di dalam proses perenca-
naan, terjadi perdebatan soal ukuran patung Salib Kristus.
Karena Salib Kristus adalah sarana untuk membantu penghay-
atan umat beriman dalam hal sengsara dan wafat Tuhan yang
berinkarnasi, dan bukan penghayatan kepada Tuhan sebagai
Yang Mahakuasa, maka ukuran tubuh (corpus) Yesus Kristus
144 Lignum missus est corpus Christi in cruce affixum, quod cum fuerit per panem
figuratum (Tertulianus Praedicans).
145 bdk. DTKUL art. 238.

140
Arsitektur Gereja

sebaiknya seukuran dengan tubuh manusia. Berdasarkan


hasil pengukuran tubuh yang tergambar pada kain kafan Turin
yang dilakukan oleh beberapa pihak, didapat kemungkinan
bahwa Yesus Kristus memiliki tinggi badan berkisar antara 162
cm. (5’3½”) sampai 187 cm. (6’1½”).146 Terdapat perbedaan
penghayatan antara patung-patung yang memiliki ukuran
lebih besar dengan patung-patung yang seukuran dengan
tubuh manusia. Patung-patung berukuran besar mendorong
penghayatan bahwa tokoh yang digambarkan adalah begitu
agung, tak tersentuh manusia, atau kekuatannya dianggap
sungguh menakjubkan. Sementara patung-patung seukuran
tubuh manusia mendorong penghayatan bahwa tokoh yang
digambarkan itu sungguh dekat dengan manusia.
Contoh mengenai gagasan terhadap ukuran patung yang
melebihi ukuran tubuh manusia, untuk membentuk suatu
persepsi yang khas, dapat diambil dari sejarah seni Yunani
secara khusus adalah konsep Feidias saat ia menggubah
patung dewa Zeus yaitu kekuatan dan proporsi yang menge-
sankan memang menunjukkan kekuatan untuk memerintah,
keagungan dan kehebatannya yang menunjukkan bagaimana
dewa Zeus menjadi dewa kota dan dewa hukum, perlindungan
yang dewa Zeus berikan kepada para pemohon, serta pemberi
harta dan hasil panen.147

146 Sumber: https://www.shroud.com/pdfs/ssiheight.pdf, Crispino, Dorothy,


THE HEIGHT OF CHRIST According to the Holy Shroud, Studies in Sindonology
No. 1 (July 1979), hal. 5-6.
147 lih. Gardner, Ernest A., RELIGION AND ART IN ANCIENT GREECE, Harp-
er & Brothers, London and New York, 1910, hal. 81-83.

141
Bulan Liturgi Nasional 2023

4. Kandelar (Tempat Lilin)


Cahaya api lilin adalah simbol cahaya Kristus. Bahkan salah
satu puncak perayaan Paska ditunjukan dengan ritus cahaya,
tempat lilin Paska ditakhtakan. Gereja memiliki tradisi men-
genai lilin, yaitu lilin menyala, sekurang-kurangnya berjumlah
2 (dua), boleh 4 (empat), bahkan 6 (enam). Bila Uskup yang
memimpin Misa di keuskupannya maka dipasang 7 (tujuh)
lilin. Lilin diletakkan pada altar atau di dekat altar.148
5. Tabernakel
Sebaiknya tabernakel memiliki salah satu dari simbol-
simbol pribadi Kristus149 atau dapat juga menggunakan
gambaran dua Kerub, mengadopsi kisah Kemah Pertemuan
(Tabernakel).150

6. Diorama Jalan Salib


Katekese untuk umat beriman tidak boleh hanya memper-
hatikan Liturgi Sakramen dan sakramentali, tetapi juga bentuk-
bentuk kesalehan umat beriman dan religiositas rakyat151 yang
menyertai kehidupan Gereja, seperti Jalan Salib.
Jalan Salib adalah devosi untuk mengenangkan kisah seng-
sara Tuhan Yesus dalam empatbelas perhentian. Bentuk doa
dan bacaan mengajak semua umat beriman untuk berdoa
sembari merenungkan jalan salib pada masa retret agung
148 bdk. PUMR art. 117.
149 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XIII, DE TABERNACULO SANCTISSI-
MAE EUCHARISTIAE, hal. 23.
150 lih. Kel. 25:18-22.
151 bdk. KGK art. 1674.

142
Arsitektur Gereja

umat ini. Menurut sejarah, Jalan Salib dalam bentuknya yang


sekarang disebarluaskan oleh St. Leonardus dari Mauritio
(+1751), dan disahkan oleh Tahta Apostolik serta beroleh
indulgensi sejak pertengahan Abad ke-17.152
Lewat ulah kesalehan Jalan Salib, umat beriman bergerak
mengikuti perjalanan akhir Kristus dalam kemanusiaan-Nya,
yaitu dari dari bukit Zaitun (Mrk 14:32), masuk dalam sakratul-
maut (bdk. Luk 22:44), sampai di Kalvari tempat Ia disalibkan
di antara dua orang penjahat (bdk. Luk 23:33), sampai ke
tempat Ia dibaringkan dalam makam yang baru digali (bdk.
Yoh 19:40-42). Cinta umat beriman terhadap devosi ini
dibuktikan dari banyaknya Jalan Salib yang dibangun di begitu
banyak gereja, tempat ziarah, biara, bahkan di pedusunan dan
di lorong-lorong perbukitan di mana perhentian-perhentian
dibangun dengan sangat mencolok.153 Ini adalah tanda bahwa
devosi ini sudah menjadi kebutuhan umat beriman akan peng-
hayatan terhadap jalan sengsara Tuhan. Karenanya Jalan Salib
adalah ulah kesalehan yang sangat serasi untuk Prapaskah.154

7. Baptisterium (Panti Baptis)


Seni kudus yang diterapkan untuk Panti Baptis adalah
gambar atau patung St. Yohanes Pembaptis yang sedang mem-
baptis Yesus. Hal ini berhubungan erat dengan Panti Baptis
yang memang didedikasikan kepada St. Yohanes Pembaptis.155
152 bdk. DTKUL art. 132.
153 bdk. DTKUL art. 131.
154 bdk. DTKUL art. 133.
155 lih. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRICAE ET SU-
PELLECTILIS ECCLESIASTICAE, CAP. XIX, DE BAPTISTERIO, De altari cappel-
lae baptisterii, hal. 48.

143
Bulan Liturgi Nasional 2023

8. Patung Para Kudus


Iman umat adalah iman yang hidup dan konkret seperti
iman dua murid yang hidup dan berkobar kobar dalam per-
jalanan menuju ke Emaus (Lukas 24:32). Tradisi iman yang
hidup ditunjukan secara nyata dalam penghormatan kepada
seni kudus - patung patung kudus Gereja. Penghormatan seni
kudus ini tentu mengajak umat untuk senantiasa menghayati
iman dengan seluruh panca inderanya: diraba, dipegang,
dicium, dilap dan diminyaki. Tidak ada aturan khusus men-
genai bagaimana memperlakukan seni kudus. Di dalam
Tradisi Gereja, para kudus dihormati secara konkret dalam
seni kudus juga.
Gereja menampilkan Para Kudus di hadapan umat beriman
sebagai teladan, yang menarik semua orang kepada Bapa le-
wat Kristus, dan berkat jasa mereka Gereja memohon rahmat
Allah.156 Supaya Gereja bertambah sejahtera dalam hal iman
maka Gereja mencari teladan melalui pergaulan dengan para
Kudus.157 Yang disebut sebagai para Kudus adalah semua
tokoh orang kudus yang ada di dalam daftar resmi Gereja
serta para Malaikat.

9. Bejana Air Suci dan Bejana Air Baptis


Bejana air suci (de vase aquae sanctae) dan bejana air
baptis (vas baptismali) dapat menggunakan ornamen ber-
bentuk kerang.158
156 bdk. DTKUL art. 209.
157 bdk. LG art. 51.
158 lih. Appleton, LeRoy H. dan Bridges, Stephen, SYMBOLISM IN LITURGI-
CAL ART, Charles Scribner’s Sons, New York, 1959, hal. 89; Seasoltz, R. Kevin, THE
HOUSE OF GOD, Herder and Herder, New York, 1963, hal. 224.

144
Arsitektur Gereja

10. Reredos
Reredos (disebut juga Retablo / Retro Tablum) adalah seni
kudus yang menggambarkan Ekaristi yang mempersatukan
para Kudus di surga, yang diletakkan di dinding belakang
Panti Imam.159 Tujuan keberadaan Reredos adalah memberi
penegasan bahwa di dalam Sakramen terjadi persatuan
antara Liturgi Surgawi dengan Liturgi Duniawi. Liturgi Surgawi
digambarkan dalam Reredos sebagai para Kudus, dan Liturgi
Duniawi adalah Umat Beriman yang merayakan Liturgi. Den-
gan demikian Reredos memiliki fungsi meningkatkan Liturgi
dengan alat bantu visual (adiaphora).
Jika suatu rancangan gereja memerlukan suatu seni kudus
yang berada pada dinding latar belakang Panti Imam selain
Salib dengan Tubuh Kristus yang tergantung, maka Reredos
adalah seni kudus yang paling tepat untuk diterapkan.
Reredos mulai muncul pada abad pertengahan, pasca Edik
Milan, dan secara definitif tradisi ini ditegakkan oleh Konsili
Nicea dan Konsili Trente.Namun secara definitif seni kudus
Reredos tidak termasuk di dalam kewajiban yang ada dalam
Kitab Hukum Kanonik.

11. Serapan Kearifan Lokal


Karena Gereja menghargai sekaligus memanfaatkan
sumber-sumber aneka budaya,160 maka tidak menutup ke-
mungkinan simbol-simbol dari kearifan lokal dapat digunakan
sejauh sesuai dengan jiwa dan semangat Kristen. Tradisi
159 lih. McNamara, Denis R., HOW TO READ CHURCHES, hal. 276-277.
160 bdk. GES art. 58.

145
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gereja telah menunjukkan serapan dari kearifan lokal yang


menjadi sumbangan berharga bagi seni kudus.161 Contoh
seni kudus Kristen dari serapan kearifan lokal adalah simbol
burung merak dan burung pelikan.162

Gambar 51. Simbol burung merak.


(sumber: Appleton, LeRoy H. dan Bridges, Stephen, SYMBOLISM IN LITURGICAL ART,
Charles Scribner’s Sons, New York, 1959, hal. 74).

Citra burung merak adalah simbol keabadian. Pada masa


kekaisaran Roma, burung keramat Juno, burung merak, telah
menjadi lambang bagi para permaisuri. Karena permaisuri
diyakini menjadi dewa setelah kematian mereka, representasi
burung merak dikaitkan dengan pelepasan dari kehidupan
duniawi dan keabadian. Orang-orang kafir menggunakan
161 lih. Appleton, LeRoy H. dan Bridges, Stephen, SYMBOLISM IN LITURGICAL
ART, Charles Scribner’s Sons, New York, 1959.
162 lih. Appleton, LeRoy H. dan Bridges, Stephen, SYMBOLISM IN LITURGICAL
ART, Charles Scribner’s Sons, New York, 1959, hal. 74-75.

146
Arsitektur Gereja

simbol itu tidak hanya pada makam orang yang didewakan,


tetapi juga pada lampu pemakaman.
Umat Kristen menerima simbol tersebut dan memberi
makna tambahan dengan perangkat seperti representasi
burung merak yang minum dari piala sakramental. Burung
itu diberi kekuatan lebih sebagai simbol keabadian dengan
keyakinan bahwa dagingnya tetap abadi setelah kematian.

Gambar 52. Simbol burung pelikan.


(sumber: Appleton, LeRoy H. dan Bridges, Stephen, SYMBOLISM IN LITURGICAL ART,
Charles Scribner’s Sons, New York, 1959, hal. 75).

Simbol burung pelikan bersumber dari budaya heraldik


yang menggambarkan sosok induk pelikan yang merobek
tubuhnya sendiri untuk memberi makan anaknya ketika ia
tidak mendapatkan makanan bagi anak-anaknya. Burung
yang berdiri di atas anak-anaknya di sarangnya dan memberi
makan mereka dengan darahnya sendiri adalah simbol Kristus

147
Bulan Liturgi Nasional 2023

di kayu Salib yang dari sisi lukanya mengalir darah dan air. Asal
usul perbandingan ini ditemukan dalam Mazmur, 102:7,163
yang menurut versi King James Bible diterjemahkan sebagai
berikut, “Aku seperti burung pelikan di padang gurun.” St
Agustinus, mengomentari ayat ini dengan menulis: “Pejantan
dari burung-burung ini biasa membunuh anak-anak mereka
dengan pukulan paruh mereka, dan kemudian meratapi ke-
matian mereka selama tiga hari. melukai dirinya sendiri dan
membiarkan darahnya mengalir ke anak-anak muda yang
mati, menghidupkan mereka kembali.” Pengabdian pelikan
yang berlebihan kepada anak-anaknya dijelaskan oleh para
sastrawan abad pertengahan. Mereka melihatnya sebagai
melambangkan kasih Kristus dalam Penebusan dan, dengan
asosiasi gagasan, Ekaristi. St Thomas Aquinas mengguna-
kan gambar itu dalam himne Adoro te. “Pie pellicane, Jesu
Domine, Me immundum munda tuo sanguine. (Pelican yang
berbelas-kasih, Yesus Tuhan, Bersihkan aku, orang berdosa
yang malang, dalam Darah-Mu yang berharga).” Dalam seni
Abad Pertengahan, itu secara eksklusif dikaitkan dengan Pen-
yaliban dan digunakan sebagai ornamen pada Salib. Itu mulai
digunakan secara umum dengan dampak makna Ekaristis
setelah penglihatan St. Gertrude yang melihat Kristus dalam
bentuk ini memberi makan umat manusia.

163 “Aku sudah menyerupai burung undan di padang gurun,”, dalam versi King
James Bible tertulis “I am like a pelican of the wilderness.”

148
Arsitektur Gereja

Tema 4

SPIRITUALITAS MEMBANGUN GEREJA

Untuk mencapai seperti apa kebutuhan spiritualitas dalam


membangun gedung gereja, ada baiknya kita menggali terlebih
dahulu pihak-pihak apa saja yang terkait dengan perencanaan,
perancangan, perizinan dan pembangunan gereja beserta
dengan kaidah-kaidah membangun suatu bangunan. Pada
gambar 53 disajikan diagram alur pembangunan gedung
gereja beserta pihak-pihak yang terlibat.

149
Bulan Liturgi Nasional 2023

Gambar 53.
Diagram alur pembangunan gedung gereja.
(sumber: Nuggi & Dinar).
150
Arsitektur Gereja

Jika dilihat dari diagram alur pada gambar 53, nampak


terdapat lima pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan
suatu gedung gereja, yaitu Paroki, Keuskupan, Pemerintah,
Konsultan-Konsultan dan Kontraktor. Berikut adalah
penjelasan pihak-pihak tersebut.
Keuskupan adalah bagian dari umat Allah, yang
dipercayakan kepada Uskup untuk digembalakan dengan
kerjasama para presbiter (imam), sedemikian sehingga dengan
mengikuti gembalanya dan dihimpun olehnya dengan Injil
serta Ekaristi dalam Roh Kudus, membentuk Gereja partikular,
dalam mana sungguh-sungguh terwujud dan berkarya Gereja
Kristus yang satu, kudus, katolik dan apostolik.1
Uskup adalah pengganti-pengganti para Rasul lewat Roh
Kudus yang dianugerahkan kepada mereka berdasarkan
penetapan ilahi, ditetapkan menjadi Gembala-Gembala
dalam Gereja, agar mereka sendiri menjadi guru dalam ajaran,
imam dalam ibadat suci, dan pelayan dalam pemerintahan
Gereja. 2 Kepada para Uskup dipercayakan reksa suatu
keuskupan3, diangkat dengan bebas oleh Paus, atau dipilih
secara legitim dan dikukuhkan oleh Paus.4 Seorang Uskup
dalam melaksanakan tugas perutusannya dibantu oleh Kuria
diosesan. Kuria diosesan terdiri dari lembaga-lembaga dan
orang-orang yang membantu Uskup dalam memerintah
seluruh keuskupan, terutama dalam mengarahkan kegiatan
pastoral, melaksanakan administrasi keuskupan dan juga
1 lih. Kan. 369.
2 bdk. Kan. 375 - §1.
3 bdk. Kan. 376.
4 bdk. Kan. 377 - §1.

151
Bulan Liturgi Nasional 2023

dalam menjalankan kuasa yudisial Gereja dalam lingkup


keuskupan.5
Paroki ialah komunitas umat beriman kristiani tertentu
yang dibentuk secara tetap dalam Gereja partikular, yang reksa
pastoralnya, di bawah otoritas Uskup Diosesan, dipercayakan
kepada Pastor paroki sebagai gembalanya sendiri.6 Hanyalah
Uskup Diosesan berhak mendirikan, meniadakan atau
mengubah paroki, tetapi janganlah ia mendirikan atau
meniadakan, atau pun mengadakan perubahan yang cukup
berarti mengenai paroki kecuali setelah mendengarkan dewan
presbiteral.7
Pastor paroki ialah gembala parokinya sendiri yang
diserahkan kepada dirinya dan menunaikan reksa pastoral
komunitas yang dipercayakan kepadanya di bawah otoritas
Uskup Diosesan yang dipanggil mengambil bagian dalam
pelayanan Kristus, untuk menjalankan tugas-tugas mengajar,
menguduskan dan memerintah bagi komunitas itu, dengan
kerjasama juga dengan para presbiter lain atau diakon dan
juga bantuan umat beriman kristiani awam menurut norma
hukum.8 Dalam semua perkara yuridis, Pastor paroki mewakili
badan hukum paroki menurut norma hukum.9
Dewan Paroki (dewan pastoral, di dalam Kitab Hukum
Kanonik) adalah organ utama paroki yang diketuai Pastor
paroki dan di dalamnya umat beriman kristiani bersama
5 bdk. Kan. 469.
6 bdk. Kan. 515 - §1.
7 bdk. Kan. 515 - §2.
8 bdk. Kan. 519.
9 bdk. Kan. 532.

152
Arsitektur Gereja

dengan mereka yang berdasarkan jabatannya mengambil


bagian dalam reksa pastoral di paroki dengan memberikan
bantuannya untuk mengembangkan kegiatan pastoral.10
Dewan Paroki mempunyai suara konsultatif saja dan diatur
oleh norma-norma yang ditentukan Uskup Diosesan.11 Untuk
tercapainya tata kelola yang baik (transparan dan akuntabel),
Dewan Paroki membuat laporan berkala kepada Keuskupan
berdasar laporan yang dibuat oleh Panitia Pembangunan.
Panitia Pembangunan Sarana Fisik, selanjutnya disebut
sebagai Panitia Pembangunan, adalah kepanitiaan yang
dibentuk oleh Dewan Paroki dalam lingkup pembangunan
sarana fisik tertentu yang tertera dalam surat pengangkatan.12
Panitia Pembangunan memiliki sifat perutusan secara ad-hoc,
artinya meski Dewan Paroki mengalami pergantian pengurus
namun bila lingkup perutusan Panitia Pembangunan belum
selesai maka perutusan Panitia Pembangunan masih terus
berlaku untuk dilaksanakan sampai dicabutnya secara legitim
oleh otoritas yang berwenang.13 Sifat kepanitiaan dalam
Panitia Pembangunan adalah bukan merupakan jabatan
gerejawi karena yang disebut jabatan gerejawi adalah adalah
jabatan yang diperoleh dengan sah dengan pemberian
kanonik.14 Untuk tercapainya tata kelola yang baik (transparan
dan akuntabel), Panitia Pembangunan membuat laporan
berkala kepada Dewan Paroki berdasar laporan yang dibuat
oleh MK (Ahli Manajemen Konstruksi). Panitia Pembangunan
10 bdk. Kan. 536 - §1.
11 bdk. Kan. 536 - §2.
12 bdk. Kan. 36 - §2, 42, 49, 51, 52.
13 bdk. Kan. 58 - §1.
14 bdk. Kan. 146.

153
Bulan Liturgi Nasional 2023

juga memiliki lingkup karya mengurus segala perizinan terkait


dengan pembangunan sarana fisik dan berkonsultasi dengan
dinas-dinas pemerintahan yang terkait batasan-batasan,
kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan, dan hak-hak
yang dapat diperoleh.
Konsultan Perencana adalah pihak-pihak yang terlibat di
dalam proses perencanaan, perancangan dan pembangunan
secara komprehensif dan memiliki tanggung jawab di dalam
lingkup penugasannya seturut kompetensi yang dimilikinya.
Konsultan Perencana terdiri dari bidang profesi:
1. Arsitek.
2. Ahli Struktur.
3. Ahli MEEP (Mekanikal, Elektrikal, Elektronik dan
Pemipaan).
4. QS (Quantity Surveyor; memiliki lingkup kerja
menghitung RAB / Rencana Anggaran Biaya
pembangunan, menyiapkan dokumen lelang,
mengontrol perubahan-perubahan RAB seturut
kondisi pembangunan dan harga material yang
berlaku umum, memeriksa kesesuaian antara nilai
tagihan yang diajukan oleh Kontraktor dengan nilai
volume terbangun, dan memberikan rekomendasi
pembayaran tagihan Kontraktor kepada Panitia
Pembangunan).
5. Ahli Lanskap (dengan lingkup kerja tata ruang luar;
bersifat opsional).
6. Ahli Tata Cahaya (bersifat opsional).
7. Ahli Tata Suara (bersifat opsional).

154
Arsitektur Gereja

MK (Ahli Manajemen Konstruksi) adalah pihak yang terlibat


dalam proses lelang dan pembangunan dengan lingkup
kerja:

1. Mengkoordinasikan dokumen-dokumen rancangan


dari para Konsultan Perencana yang terlibat.
2. Mengkoordinasikan kebutuhan penyesuaian-
penyesuaian rancangan yang diperlukan dan
mendistribusikannya kembali kepada para Konsultan
Perencana dan meminta hasilnya kepada para
Konsultan Perencana dalam jangka waktu tertentu.
3. Memberi masukan bila diperlukan kepada QS dalam
penyusunan Dokumen Lelang / Dokumen Tender.
4. Mengontrol proses pembangunan dalam hal biaya,
waktu pekerjaan dan mutu pekerjaan.
5. Mengontrol proses kerja konstruksi dan pembagian
wewenang serta fasilitas.
6. Mengontrol penerapan standar keselamatan dan
keamanan kerja.
7. Mengontrol jumlah sumber daya manusia terkait
kompetensi kerja yang dijadwalkan oleh Kontraktor.
8. Mengkoordinasikan penyesuaian-penyesuaian di
lapangan dengan Panitia Pembangunan, Konsultan
Perencana dan Kontraktor.
9. Membuat laporan berkala yang diserahkan kepada
Panitia Pembangunan.

155
Bulan Liturgi Nasional 2023

Kontraktor adalah pihak yang bertanggung-jawab


melaksanakan pembangunan (pekerjaan konstruksi)
dengan lingkup kerja sesuai yang tertera di dalam kontrak.
Kontraktor juga memiliki tanggung jawab membuat laporan
laju pekerjaan secara berkala yang diserahkan kepada MK.

Hubungan Antar Pihak


Hubungan antara Paroki dan Keuskupan adalah hubungan
hirarkial.15 Di dalam Paroki terdapat tata organisasi dalam
hal membangun sarana fisik. Untuk kebutuhan tersebut
Dewan Paroki membentuk sebuah kepanitiaan yang memiliki
perutusan dalam pembangunan suatu sarana fisik dalam
lingkup Paroki, karena membangun sarana fisik bukan
merupakan ranah pastoral dan moral yang menjadi lingkup
karya Dewan Paroki.16
Hubungan antara Paroki dan para Konsultan diwakili oleh
Panitia Pembangunan dalam hubungan hirarkis di bawah
Dewan Paroki. Hubungan antara Paroki dengan Dinas-Dinas
terkait perizinan diwakili oleh Panitia Pembangunan Sarana
Fisik. Hubungan antara Paroki dan Kontraktor diwakili oleh
Panitia Pembangunan yang saling berkoordinasi dengan
MK. Sementara itu MK memiliki salah satu tugas yaitu
mengkoordinasikan kualitas, penyesuaian-penyesuaian, laju
pekerjaan, tahap pembiayaan dalam pekerjaan konstruksi
dengan Panitia Pembangunan, para Konsultan Perencana
dan Kontraktor.
15 bdk. Kan. 515 - §2.
16 bdk. AA art. 24 alinea 7; KSADI, PRINSIP-PRINSIP TEOLOGIS, 2. Kesatuan
dan keragaman fungsi-fungsi pelayanan, alinea 1; Kan. 519.

156
Arsitektur Gereja

Langkah-langkah
Sebelum menentukan diselenggarakannya sebuah
gedung gereja, sebaiknya Paroki, dalam hal ini Dewan Paroki,
membuat penegasan bersama terlebih dahulu berdasarkan
identifikasi kebutuhan. Identifikasi kebutuhan ini dapat
didasarkan pada hal-hal berikut:
1. Jumlah umat terkait dengan daya tampung gereja
yang sudah ada.
2. Jumlah imam di Keuskupan yag dapat didistribusikan
untuk melayani.
3. Jarak antar gereja dan aksesibilitas (keterjangkauan
dan kemudahan pencapaian).

Setelah mengidentifikasi kebutuhan, Dewan Paroki


menyusun peta kekuatan Paroki dan perkiraan biaya untuk
menyelenggarakan sebuah gedung gereja. Unsur-unsur peta
kekuatan Paroki dan perkiraan biaya adalah sebagai berikut:
1. Kemampuan umat secara mandiri.
2. Kemampuan Paroki menggalang dana dengan
sumber-sumber dari luar Paroki.
3. Perkiraan biaya perencanaan, perancangan dan
pembangunan.
4. Perkiraan biaya perizinan dan biaya sosial.
5. Kemampuan Paroki dalam pemeliharaan berkala
terhadap gedung gereja kelak.

157
Bulan Liturgi Nasional 2023

Pada tahap menyusun peta kekuatan Paroki dan


perkiraan biaya, Dewan Paroki dapat meminta bantuan
pihak yang memiliki kompetensi dalam lingkup perencanaan,
perancangan dan pembangunan. Tujuan dari tahap
penyusunan peta kekuatan Paroki dan perkiraan biaya adalah
untuk mengetahui keseimbangan antara kekuatan Paroki
dan biaya yang akan dikeluarkan. Kemampuan Paroki dalam
pemeliharaan berkala terhadap gedung gereja juga perlu
menjadi perhatian agar jangan sampai volume bangunan atau
jenis material yang direncanakan pada akhirnya berdampak
pada biaya pemeliharaan yang melebihi kemampuan Paroki.
Tahap berikutnya adalah membuat proposal untuk
diajukan kepada Keuskupan. Proposal ini berisi:
1. Identifikasi kebutuhan.
2. Peta kekuatan Paroki dan perkiraan biaya membangun.
3. Ke m a m p u a n Pa ro k i u n t u k m e l a k s a n a ka n
pemeliharaan bangunan secara berkala.
4. Permohonan bantuan biaya kepada Keuskupan, dapat
berupa hibah atau pinjaman.

Setelah Keuskupan memberi izin kepada Paroki untuk


melanjutkan proses, Dewan Paroki dapat membentuk
Panitia Pembangunan. Kemudian Panitia Pembangunan
melaksanakan pemilihan Arsitek. Arsitek dipilih pertama kali
dari para Konsultan Perencana lainnya karena Arsitek yang
menjadi pengarah Konsultan Perencana lainnya berdasarkan
kebutuhan dan sumber daya Paroki. Dalam memilih Konsultan
Perencana, hendaknya Panitia Pembangunan bekerja sama

158
Arsitektur Gereja

dan berkoordinasi erat dengan Dewan Paroki, karena yang


menjalankan reksa administrasi dan perikatan perjanjian
Paroki adalah Dewan Paroki17, intinya adalah Ketua, Sekretaris
dan Bendahara.18
Langkah selanjutnya adalah Panitia Pembangunan membuat
daftar kebutuhan ruangan dan mengkoordinasikannya kepada
Dewan Paroki. Panitia Pembangunan juga berkonsultasi
dengan dinas-dinas pemerintahan terkait dengan perizinan.
Dalam konsultasi dengan dinas-dinas pemerintahan perlu
digali informasi seputar batasan-batasan, kewajiban-
kewajiban yang harus dilaksanakan, dan hak-hak yang dapat
diperoleh.
Semua informasi kebutuhan, kekuatan pendanaan Paroki
dan peraturan-peraturan negara terkait penyelenggaraan
bangunan gedung gereja disampaikan kepada Arsitek untuk
menjadi bekal bagi Arsitek dalam menyusun konsep dan
membuat rancangan awal. Rancangan awal digunakan
oleh Panitia Pembangunan untuk mengurus Izin Prinsip bila
memang peraturan negara mensyaratkan demikian.
Izin Prinsip adalah izin yang diberikan oleh Kepala Daerah
yang digunakan untuk mengurus izin membangun sebuah
rumah ibadah, diterbitkan berdasarkan penilaian Kepala
Daerah pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh pendirian
rumah ibadat berdasarkan komposisi jumlah penduduk bagi
17 bdk. Kan. 114 - §1 dan §2; Kan. 116 - §1; Kan. 1290.
18 Pada saat menjalankan reksa administratif dan perikatan perjanjian, nama
Dewan Paroki berganti menjadi Pengurus Gereja dan Dana Papa, disingkat PGDP.
Terdapat kemungkinan nama-nama atau istilah-istilah ini memiliki perbedaan pada
tiap Keuskupan.

159
Bulan Liturgi Nasional 2023

pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah


kelurahan/desa.19 Dengan demikian Izin Prinsip berbeda
dengan Izin Mendirikan Bangunan atau Persetujuan Bangunan
Gedung.20 Izin Mendirikan Bangunan atau Persetujuan
Bangunan Gedung (PBG) adalah perizinan yang diberikan
kepada pemilik Bangunan Gedung untuk membangun baru,
mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
Bangunan Gedung sesuai dengan standar teknis Bangunan
Gedung.
Tahap perencanaan dan perancangan dilaksanakan setelah
Izin Prinsip didapat, namun tidak menutup kemungkinan
dilaksanakan bersamaan dengan proses mendapatkan Izin
Prinsip jika Paroki memiliki keyakinan berdasar kondisi bahwa
tidak terdapat kendala atau halangan di dalam melengkapi
persyaratan perizinan.
Dokumen rancangan dan RAB hasil proses perencanaan
dan perancangan dikonsultasikan kepada Keuskupan,
karena Keuskupan merupakan pemegang otoritas Gereja di
mana Paroki berada. Dalam hal ini Keuskupan memberikan
penilaian terhadap kesesuaian antara RAB dan kemampuan
Paroki dalam menyelenggarakan, dan memberikan masukan-
masukan sesuai dengan kondisi Paroki bilamana perlu.
19 bdk. Peraturan Bersama Menteri Agama No. 9 Tahun 2006 dan Menteri Dalam
Negeri No. 8 Tahun 2006, Tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/
Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pember-
dayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, Dan Pendirian Rumah Ibadat, Pasal 13,
butir (1).
20 Saat ini istilah Izin Mendirikan Bangunan / IMB diganti dengan istilah Per-
setujuan Bangunan Gedung (PBG) berdasarkan PP. no. 16 tahun 2021, Tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung, Pasal 1, butir 17.

160
Arsitektur Gereja

Jika Keuskupan menerbitkan rekomendasi penyesuaian-


penyesuaian terhadap rancangan maka Paroki melaksanakan
penyesuaian-penyesuaian rancangan. Rekomendasi
penyesuaian-penyesuaian dimaksudkan agar Paroki lebih
terbantu dalam hal:
1. Rancangan sesuai dengan kaidah, karena kaidah
hadir justru agar hasilnya dapat membantu umat
lebih dalam lagi menghayati imannya melalui media
suasana ruangan yang tercipta.
2. Memastikan bahwa tidak terjadi pelanggaran yang
melampaui batasan-batasan intensitas bangunan
sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Anggaran pembangunan yang direncanakan dapat
sesuai dengan kemampuan Paroki.
4. Volume bangunan dan jenis material atau bahan
bangunan yang direncanakan dalam rancangan kelak
tidak menjadi beban yang melampaui kapasitas
Paroki dalam pemeliharaan berkala.
Jika Keuskupan menilai dokumen perencanaan dan
perancangan sudah layak maka Keuskupan dapat menerbitkan
Surat Izin Melanjutkan Proses Pembangunan. Dan jika
Keuskupan menilai nilai RAB sudah layak, ditimbang terutama
dari segi kemampuan Paroki dan kewajaran terhadap harga
yang berlaku umum, maka Keuskupan dapat menerbitkan
Surat Izin Penggalangan Dana bagi Paroki. Surat Izin
Penggalangan Dana adalah surat yang berbeda dengan
Surat Izin Melanjutkan Proses Pembangunan. Setelah Paroki
mendapat Surat Izin Penggalangan Dana dan Surat Izin

161
Bulan Liturgi Nasional 2023

Melanjutkan Proses Pembangunan, proses berlanjut pada


tahap mengurus izin mendirikan bangunan / PBG.
Dalam mengurus PBG, Panitia Pembangunan memastikan
kembali apa saja syarat-syarat yang harus dipenuhi, dan
dinas-dinas pemerintahan mana saja yang terkait dengan
syarat-syarat tersebut. Semakin kompleks, semakin besar
volume bangunan dan semakin banyak kebutuhan ruangan
suatu perencanaan dan perancangan akan lebih banyak juga
syarat-syarat yang mesti dipenuhi.
Jika PBG diperoleh maka Panitia Pembangunan dapat
memilih MK. Namun jika Paroki memiliki keyakinan berdasar
kondisi bahwa tidak terdapat kendala atau halangan di
dalam mengurus PBG maka pemilihan MK dapat dilaksanaan
bersamaan dengan proses mengurus PBG. Tugas MK dalam
tahap pra-lelang / pra-tender adalah sebagai berikut:
1. Mengkoordinasikan dokumen-dokumen rancangan
dari para Konsultan Perencana yang terlibat.
2. Mengkoordinasikan kebutuhan penyesuaian-
penyesuaian rancangan yang diperlukan dan
mendistribusikannya kembali kepada para Konsultan
Perencana dan meminta hasilnya kepada para
Konsultan Perencana dalam jangka waktu tertentu.
3. Memberi masukan bila diperlukan kepada QS dalam
penyusunan Dokumen Lelang / Dokumen Tender.

Jika QS sudah menyelesaikan Dokumen Lelang dan Paroki


sudah menyetujuinya maka Paroki dapat meminta Panitia
Pembangunan untuk membentuk Panitia Lelang yang terdiri
dari:
162
Arsitektur Gereja

1. Dewan Paroki, dalam hal ini Dewan Paroki dapat


mengutus anggotanya untuk mewakili Dewan Paroki
yang jumlahnya berdasar pada pertimbangan Dewan
Paroki.
2. Panitia Pembangunan.
3. Para Konsultan Perencana.
4. MK.

Jika Panitia Lelang telah terbentuk maka Lelang Pekerjaan


Konstruksi dapat dilaksanakan. Jumlah calon Kontraktor
yang akan diundang adalah berdasarkan arahan dari masing-
masing Keuskupan karena kondisi masing-masing Keuskupan
adalah berbeda satu dengan yang lainnya. Demikian pula
dengan proses administrasi internal Gereja yang dapat
disesuaikan dengan kondisi masing-masing Keuskupan namun
tetap didasarkan pada tata kelola yang benar. Syarat-syarat
yang harus dipenuhi dalam mendapatkan izin negara, tidak
dapat ditawar lagi, wajib dilaksanakan. Hasil Lelang Pekerjaan
Konstruksi dilaporkan Paroki kepada Keuskupan.
Kontraktor yang terpilih dalam Lelang Pekerjaan
Konstruksi, setelah melengkapi syarat-syarat administrasi
termasuk melakukan Perjanjian Kerja / Kontrak dengan
Paroki, dapat melaksanakan pekerjaan pembangunan /
konstruksi. Selain melaksanakan pekerjaan konstruksi,
Kontraktor juga berkewajiban membuat laporan berkala
yang diserahkan kepada MK untuk menjadi bahan bagi MK
menilai kesesuaian jadwal kerja, volume pekerjaan, kualitas
pekerjaan, serta anggaran proyek untuk mengatur tahap

163
Bulan Liturgi Nasional 2023

berikutnya. Kemudian MK membuat laporan kepada Panitia


Pembangunan dengan disertai laporan Kontraktor. Panitia
Pembangunan meninjau laporan MK. Jika masih terdapat
hal-hal yang perlu diperhatikan atau disesuaikan maka
Panitia Pembangunan dapat mengirim Surat Tinjauan kepada
MK untuk ditindak-lanjuti. Jika laporan dari MK dinilai baik
(tidak diperlukan penyesuaian atau perhatian) oleh Panitia
Pembangunan maka Panitia Pembangunan dapat membuat
laporan kepada Dewan Paroki dengan disertai laporan MK.
Jika laporan Panitia Pembangunan dianggap baik maka Dewan
Paroki dapat membuat laporan ringkas kepada Keuskupan
dengan disertai laporan dari Panitia Pembangunan.
Sebagai catatan, agar semua pihak yang bekerja sesuai
dengan kompetensi masing-masing dapat bekerja sesuai
lingkup dan tanggungjawabnya serta mendapat kepastian
haknya sesuai volume pekerjaan yang telah dilaksanakan,
Paroki membuat kontrak tertulis kepada pihak-pihak tersebut.
Surat kontrak tersebut biasa disebut sebagai Surat Perjanjian
Kerja (SPK) / Surat Perikatan Kerja (SPK) / Surat Kontrak
Kerja (SKK) / Surat Perikatan Perjanjian (SPP) / Surat Kontrak
Perikatan (SKP). Pihak-pihak yang terikat dengan surat kontrak
dengan Paroki adalah para Konsultan Perencana, MK dan
Kontraktor.
Jika proses pembangunan sudah selesai maka proses
pembangunan ditutup dengan Berita Acara Serah Terima
Pertama (BAST-1). Setelah BAST-1, Kontraktor masih memiliki
kewajiban dalam masa retensi (perpanjangan waktu) untuk
perbaikan dan pemeliharaan unsur-unsur bangunan yang

164
Arsitektur Gereja

berada dalam tanggungjawabnya. Durasi masa retensi ini


diberitahukan pada saat proses lelang, dan diikat dalam
SPK. Durasi masa retensi dapat diperpanjang sejauh
terdapat unsur-unsur yang belum diperbaiki oleh Kontraktor
dalam lingkup tanggungjawabnya. Jika Kontraktor telah
menyelesaikan tanggungjawabnya maka proses retensi
ditutup dengan Berita Acara Serah Terima Kedua (BAST-2).
BAST-1 dan BAST-2 dilaporkan oleh Paroki kepada Keuskupan.
Setelah penyampaian BAST-2, Paroki menyusun LPJ (Laporan
Pertanggung-Jawaban). LPJ dibuat oleh Panitia Pembangunan
untuk diserahkan kepada Dewan Paroki. Jika LPJ dianggap baik
maka Dewan Paroki dapat membuat ringkasan LPJ kepada
Keuskupan dengan disertai LPJ dari Panitia Pembangunan.

Spiritualitas Membangun Gedung Gereja


Secara umum, spiritualias membangun gedung gereja
adalah gdung gereja memiliki suatu gambaran dasar yang
sangat khusus yakni sebagai kenisah Allah, Tubuh mistik
Kristus yang dibangun di atas ‘batu-batu hidup’.21 Bangunan
rumah ibadat kristiani merupakan simbol Gereja sebagai umat
Allah. Maka perencanaan dan konstruksi rumah gereja baru
sebaiknya memperhitungkan persekutuan umat setempat
yang mau mengaktualisasi dirinya seturut gagasan konsili
Vatikan II sebagai: persekutuan umat Allah yang berziarah
menuju Yerusalem surgawi.22 dan Liturgi yang dirayakan di
dalamnya merupakan kegiatan Kristus, Penyelamat, dalam Roh
21 bdk. 1Pet. 2:5.
22 bdk. SC art. 6, 10; LG art. 4, 9, 13; GS art. 40, 43.

165
Bulan Liturgi Nasional 2023

Kudus, bersama seluruh himpunan gerejani, yang ditata dalam


tugas-tugas pelayanan, dengan tanda-tanda sakramental yang
mendatangkan berkat dan rahmat berlimpah.23
Realitas Gereja pada hakikatnya yang misteri dan
sakramental terungkap dalam gambaran sejarah Keselamatan
‘Umat Allah’ dan secara khusus menyatakan diri dalam
himpunan umat yang sedang merayakan Liturgi, subyek
perayaan kristiani.24 Sesungguhnya Yesus Kristus, Sabda
yang menjelma, Sakramen Allah Bapa, melalui Roh Kudus
mengikutsertakan peran Keselamatan-Nya kepada umat
sebagai nabi, imam dan raja, sehingga pantaslah menjadi
Kabar Gembira, puji-pujian dan pelayanan.25 Ruangan Liturgi,
selama perayaan atau pun di luar waktu perayaan, dipandang
secara simbolik sebagai tempat penyelenggaraan karya
penyelamatan, sekaligus pengudusan, sekaligus penebusan
umat manusia sehingga harus dibangun indah26 dan selaras,
artinya serasi dengan semangat zamannya dan selaras dengan
kebenaran yang mau diungkapkan.27
Kita sebaiknya memandang pembangunan fisik gereja
secara menyeluruh terutama sebagai tanda akan kehadiran
Allah. Kehadiran Allah yang nampak seperti perayaan
Yerusalem surgawi hendaknya diwujudkan dalam tata ruangan
dan tata bangunan yang terintegrasi. Perayaan Liturgi yang
khidmat didukung oleh katekese yang mudah dipahami oleh

23 bdk. SC art. 7, 14; DV art. 21.


24 bdk. SC art. 11.
25 bdk. LG art. 10.
26 bdk. SC art. 288.
27 bdk. SC art. 289.

166
Arsitektur Gereja

seluruh umat akan mendorong sikap dan tindakan pastoral


yang semakin nyata dan menyapa umat beriman. Bangunan
gereja bukan lagi menjadi dimensi yang berjarak jauh dengan
Allah, namun menjadi bangunan yang menjadi rumah untuk
semua umat, dimana secara eklesial, Allah ditemukan dalam
wujud ruangan sakra. Oleh karena itu bangunan fisik ini
sebaiknya mampu mendukung suasana kehadiran misteri
yang membangun umat Allah.
Bangunan gereja menjadi pusat pelayanan sakramental
dan devosional bagi seluruh umat. Bangunan gereja adalah
tempat Ekaristi suci dirayakan dan ditahtakan. Perayaan
Ekaristi suci dihadiri oleh umat beriman yang dipanggil oleh
Allah, sekaligus juga dihadiri oleh Putera Allah Sang Juru
Selamat yang dikurbankan di atas altar bagi manusia. Karena
sifat penggunaan ruangnya yang suci ini maka bangunan
gereja harus rapi teratur dan sungguh cocok untuk upacara-
upacara ibadat.28
Untuk mencapai kaidah “rapi teratur” dan “sungguh cocok
untuk upacara-upacara ibadat”, maka semua pihak yang
terlibat di awal proses perencanaan dan perancangan suatu
bangunan gereja, yakni Dewan Paroki, Panitia Pembangunan
dan para Konsultan Perencana perlu memahami kebutuhan
ruang dan perlengkapan dari seluruh kegiatan Liturgis semua
Sakramen dan kegiatan devosional, sebagai dasar dalam
merencanakan sebuah bangunan gereja yang terintegrasi
dan sesuai dengan kebutuhan Umat beriman. Selain untuk
menampung kegiatan-kegiatan pokok sakramental, bangunan
28 bdk. KGK art. 1181.

167
Bulan Liturgi Nasional 2023

gereja juga menampung kegiatan-kegiatan devosional.


Kebutuhan ruang-ruang sakramen dan devosional menjadi
dasar tata ruang liturgi yang baik dan sesuai dengan kaidah
Liturgi Gereja Katolik.
Tugas Gereja adalah mewartakan iman dan pertobatan
kepada umat beriman dan mengajar umat beriman
mengamalkan segala sesuatu yang telah diperintahkan oleh
Kristus,29 serta tugas menjelaskan dan mendalami iman
Kristiani yang telah diteladankan oleh Kristus sendiri melalui
kegiatan, kata-kata, dan tanda-tanda yang dikerjakan-Nya,
inilah yang disebut sebagai katekese.30 Gereja menganggap
tugas katekese sangat penting31 sehingga katekese yang
bersifat liturgis diusahakan dengan segala cara di dalam
kegiatan berliturgi.32 Fungsi utama seni kudus bukan untuk
memuaskan selera estetik, melainkan untuk mengantar
manusia kepada misteri Ilahi. Kadang segi seni suatu
patung atau gambar kudus tidak mendapat perhatian yang
proporsional secara iman, hanya sebagai benda seni, yang
sebetulnya merupakan sarana untuk menyampaikan amanat
rohani.33 Dengan memperhatikan fungsi utama seni kudus,
maka umat beriman dapat menimba semangat Kristiani
sejati 34 dari “Pusaka Suci” iman (depositum fidei) yang
tercantum di dalam Tradisi Suci dan di dalam Kitab Suci.35

29 bdk. SC art. 9.
30 bdk. CT art. 5.
31 bdk. CT art. 1.
32 bdk. SC art. 35.
33 bdk. DTKUL art. 243.
34 bdk. SC art. 14.
35 bdk. KGK art. 84.

168
Arsitektur Gereja

Untuk dapat mencapai hal ini maka para pekerja seni


kudus, sebagaimana Penafsir Kitab Suci, harus menyelidiki
dengan cermat, apa yang sebenarnya mau disampaikan
oleh para penulis suci, dan apa yang mau ditampakkan oleh
Allah dengan kata-kata mereka.36 Adalah sangat baik bila
para perancang dan pekerja seni kudus menggunakan salah
satu metode agung masa silam untuk mendapatkan makna
Sabda Allah, yaitu tahap demi tahap melakukan kontemplasi
misteri untuk menyajikannya secara jelas-tegas kepada umat
dan mengantar kepada bentuk-bentuk lukisan dan pahatan
yang sesuai amanat Injil.37 Hal-hal kudus yang dilambangkan
harus jelas diungkapkan kepada umat.38
Mengadakan seni kudus tidak bisa hanya semata-mata
membuat dan meletakkannya. Seni kudus pada umumnya
adalah gambar kudus, patung, dan ikonografi religius,
hendaknya diarahkan kepada mistagogi sakramental.39 Karena
sifatnya yang mudah ditangkap maknanya, punya daya tarik,
dan membawakan dunia roh, dunia yang tidak kelihatan,
kenyataan Allah,40 maka secara formal para seniman yang
berhubungan dengan ibadat dan Liturgi suci harus mendapat
pembinaan dari pihak yang berwenang, yaitu para Uskup atau
Imam yang ditunjuk oleh Uskup yang berwenang.41 Untuk itu
para perancang dan para seniman yang berkarya di bidang

36 bdk. DV art. 12.


37 bdk. SKPA art. 7.
38 bdk. SC art. 21.
39 bdk. SCAE art. 41.
40 bdk. PUMR 288.
41 bdk. SC art. 127.

169
Bulan Liturgi Nasional 2023

arsitektur dan seni kudus juga mendapat pendidikan yang


diperlukan untuk memahami liturgi yang adalah dengan
pendekatan mistagogis42 kepada katekese.43

Potensi-potensi Pelanggaran dan Pelampauan


Potensi-potensi pelanggaran dan pelampauan perlu juga
diketahui semua pihak internal Gereja yang terkait dalam
penyelenggaraan sebuah gedung gereja. Pemahaman ini
berguna sebagai dasar penegasan bersama dalam menanggapi
segala hal terkait kegiatan perencanaan, perancangan,
pembangunan dan pemeliharaan gedung gereja. Potensi-
potensi pelanggaran dan pelampauan yang paling mungkin
dapat terjadi adalah:
1. Pelanggaran terhadap batasan-batasan intensitas
bangunan yang terdapat dalam peraturan negara.
2. Pelanggaran terhadap kaidah arsitektur dan seni yang
terdapat di dalam pelbagai dokumen Gereja.
3. Pelampauan anggaran terhadap kemampuan Paroki
dalam membangun gedung gereja.
4. Pelampauan anggaran terhadap kemampuan Paroki
dalam memelihara bangunan gereja.
5. Pengumpulan Dana Yang Berlebihan.
6. Pastor Paroki yang mencari dana sementara umat
tidak ikut serta.
7. Wewenang, kewajiban dan hak.
42 Mistagogi adalah misteri Kristus, dengan melangkah dari yang tampak kepada
yang tidak tampak, dari tanda kepada yang ditandai, dari Sakramen-Sakramen ke-
pada Misteri, bdk. KGK 1075.
43 bdk. SCAE art. 64.

170
Arsitektur Gereja

8. Manipulasi kontrak dan laporan.


9. Gereja yang tidak dikenal masyarakat.
10. Mengambil sikap tergesa-gesa dalam penyelenggaraan
gedung gereja.

Pelanggaran Terhadap Batasan-batasan Intensitas


Bangunan Yang Terdapat Dalam Peraturan Negara
Umat beriman menjadi warga secara sekaligus pada dua
bidang yaitu sebagai warga negara sekaligus warga Gereja.44
Bahkan Yesus Kristus memberi penegasan dalam hal ini,
“Berikanlah kepada Kaisar apa yang wajib kamu berikan
kepada Kaisar dan kepada Allah apa yang wajib kamu berikan
kepada Allah.”45 Kalimat Yesus Kristus tersebut membawa
konsekuensi bahwa apabila penyelenggaraan suatu gedung
gereja memiliki tujuan untuk dipersembahkan kepada Allah,
sesuatu yang kudus, maka usahanya pun harus sesuai dengan
nilai kekudusan yang disandangnya.
Pelanggaran terhadap batasan-batasan intensitas
bangunan yang terdapat dalam peraturan negara sama
sekali tidak menunjukkan semangat dalam mendukung nilai
kekudusan, karena apa yang menjadi kewajiban umat beriman
kepada negara menjadi tidak dipenuhi atau dilanggar. Jika
sampai terjadi pelanggaran-pelanggaran seperti ini bagaimana
Gereja dapat menghadirkan wajah Allah di dunia?46
Gereja memiliki harapan umat secara mendalam dan
penuh semangat mengintegrasikan diri ke dalam kenyataan
44 bdk. GES art. 43 alinea 1.
45 bdk. Mat. 22:21.
46 bdk. GES art. 21 alinea 5.

171
Bulan Liturgi Nasional 2023

dunia sekarang, dan dengan tepat guna menerima perannya


dalam mengurusi perkara-perkaranya, pun sekaligus sebagai
anggota yang hidup serta saksi Gereja menghadirkan serta
mengaktifkannya di pangkuan kenyataan-kenyataan dunia
ini.47 Artinya adalah bahwa rahmat dan kasih karunia Allah
beserta nilai-nilai kristiani tidak berhenti menjadi ritual belaka
melainkan menjadi pedoman, puncak iman dan sumber daya
iman yang menjadi bekal hidup seluruh umat.
Pelanggaran-pelanggaran tidak dapat ditutupi atau
terhapus begitu saja dengan kejujuran dalam laporan
penggunaan dana pembangunan. Jika terjadi pelanggaran
maka terjadi ketidak-jujuran di suatu hal meski jujur dalam
laporan keuangan. Dan karenanya segala tindak pelanggaran
memiliki indikasi bahwa ada sesuatu yang bersifat pribadi atau
kelompok tertentu, di luar semangat Gereja, yang ingin dikejar.
Salah satu indikasi yang kuat adalah menjadikan gedung gereja
yang kelak berdiri sebagai monumen pribadi atau kelompok.
Meski jujur dalam laporan keuangan, namun pelanggaran-
pelanggaran yang dilakukan akan membawa dampak
bagi keuangan juga, entah itu kompensasi yang wajib
dipenuhi, sampai kepada pembongkaran bagian bangunan
yang melanggar. Perlu diketahui juga bahwa tidak semua
daerah memberlakukan kompensasi. Meski suatu daerah
memiliki kebijakan yang lentur terhadap pelanggaran
dalam pembangunan gedung gereja, tetap saja hal ini tidak
dapat menjadi celah untuk terus dilaksanakan. Selain itu
penambahan volume atau intensitas bangunan sudah pasti

47 bdk. AA art. 29 alinea 7.

172
Arsitektur Gereja

berdampak pada meningkatnya biaya pembangunan. Dan


semua dampak keuangan ini akan berdampak pula pada
kemampuan umat dan keuangan Paroki dalam hal makin
besar beban pembangunan yang harus ditanggung, dalam
skala yang lebih besar menyangkut tata kelola Keuskupan.
Secara mentalitas, pelanggaran-pelanggaran terjadi karena
niat. Dan niat dilatar-belakangi oleh sikap dalam kebiasaan
hidup sehari-hari. Kondisi mental seperti ini menjadi
tantangan berat bagi Gereja di mana terjadi perceraian antara
iman yang diikrarkan dan hidup sehari-hari banyak orang, dan
Gereja memandangnya sebagai suatu kesesatan yang cukup
gawat pada zaman sekarang ini.48 Alih-alih umat beriman yang
seharusnya menjadi terang49 dan garam50 bagi dunia malah
membawa kesesatan masuk ke dalam Gereja.
Dalam hal ini Gereja menegaskan bahwa semua orang
beriman kristiani yang berdasarkan baptis dan penguatan
ditugaskan Allah untuk kerasulan, untuk mengusahakan
agar warta ilahi keselamatan dikenal dan diterima oleh
semua orang di seluruh dunia;51 semua umat beriman terikat
kewajiban khusus untuk meresapi dan menyempurnakan tata
dunia dengan semangat injili, khususnya dalam menangani
pelbagai masalah dan dalam memenuhi tugas-tugas
keduniawian dengan memberi kesaksian tentang Kristus.52

48 bdk. GES art. 43 alinea 1.


49 bdk. Mat. 5:14-16.
50 bdk. Mat. 5:13.
51 bdk. KHK kan. 225 - §1.
52 bdk. KHK kan. 225 - §2.

173
Bulan Liturgi Nasional 2023

Pelanggaran Terhadap Kaidah Arsitektur Dan Seni Yang


Terdapat Di Dalam Pelbagai Dokumen Gereja

Seruan Gereja “lex orandi, lex credendi, lex vivendi”, tata doa
Gereja menentukan iman umat dan iman umat menentukan
sikap hidup umat mengandaikan bahwa tata ruangan gereja
ditentukan oleh Gereja dengan tujuan agar umat yang berdoa
di dalam gereja dapat terdukung oleh suasana ruangan yang
terbentuk. Gereja memiliki pengalaman yang panjang dan
teruji dalam hal ini, dan dibuktikan dengan pendapat umat,
yang dengan kejujurannya mengandalkan indera yang dimiliki
untuk merasakan pengalaman meruang, dapat memilah
mana saja gereja yang dapat mendukung suasana doa dan
yang mana gereja yang seperti gedung pertemuan biasa yang
mewah.
Merencanakan dan merancang sebuah gedung gereja
tidak sama dengan bangunan-bangunan lainnya, terutama
kebutuhan untuk membentuk suasana ruangan yang
mendukung doa dan Liturgi. Belum lagi kebutuhan seni
kudus yang melayani katekese sekaligus keindahan. Dua hal
penting ini, suasana ruangan dan seni yang mudah dimengerti
oleh seluruh umat beriman, adalah menjadi dasar dalam
merencanakan dan merancang sebuah gedung gereja dan
penyelenggaraan seni kudus di dalamnya.
Untuk mencapai dua hal tersebut sangat dibutuhkan
pendalaman pemahaman terhadap, tidak hanya pelbagai
dokumen Gereja saja, namun para Perencana, Perancang
dan Seniman/wati yang terlibat mesti paham mengenai

174
Arsitektur Gereja

iman Katolik, terutama misteri inkarnasi dan kurban


Salib. Pendalaman pemahaman membutuhkan studi dan
bimbingan dari pihak yang memiliki kewenangan terkait
dengan arsitektur dan seni untuk Liturgi. Studi banding mesti
dicermati dengan sungguh-sungguh karena dapat menjebak
para Perencana, Perancang, Seniman/wati, dan semua pihak
yang terlibat dalam penyelenggaraan sebuah gedung gereja
kepada semata-mata contoh yang ada sesuai dengan selera
pribadi atau kelompok padahal belum tentu atau bahkan sama
sekali tidak sesuai dengan kaidah Gereja.
Hal penting yang perlu diingat dalam hal ini adalah umat
mempunyai hak yang penuh terhadap Liturgi, termasuk
segala hal yang mendukung Liturgi yaitu ruang, waktu, gerak
tubuh, kata-kata, perlengkapan liturgi, busana, lagu, musik,
dan sebagainya.53 Hal ini mengandaikan bahwa jika umat
sampai tidak atau belum mengetahui seperti apa Liturgi
dan pelbagai unsur pendukungnya yang seharusnya, maka
sebaiknya pengalihan-pengalihan dari kaidah Gereja menuju
selera pribadi atau kelompok sebaiknya dihindari karena hal
ini berarti memangkas hak umat justru pada hal-hal yang
harusnya dapat menolong umat untuk lebih menghayati doa
dan Liturgi.
Gereja telah mengingatkan adanya godaan berbahaya
bagi kehidupan Gereja yang disebut sebagai “keduniawian
rohani”.54 Keduniawian rohani ini semakin subur dengan
merebaknya paham subjektivisme dan individualisme, kedua
dapat berjalan sendiri-sendiri dan dapat pula bersamaan.
53 bdk. DD art. 23 dan art. 42.
54 bdk. DD art. 17 alinea 1.

175
Bulan Liturgi Nasional 2023

Paham subjektivisme memiliki anggapan bahwa seseorang


atau kelompok tertentu merasa memiliki pengetahuan yang
lebih dibandingkan dengan orang lain bahkan Gereja sekali
pun.55 Lebih jauh paham ini membawa seseorang atau
kelompok tertentu terpenjara dalam pikiran dan perasaannya
sendiri.56
Paham individualisme memiliki anggapan bahwa
keselamatan yang diperoleh adalah semata-mata melalui
usaha kita sendiri bukan karena rahmat dan kasih karunia
Allah. Dengan demikian manusia sepenuhnya memegang
kendali dan oleh karenanya sepenuhnya bertanggung
jawab atas keselamatannya sendiri termasuk atas dosa yang
diperbuatnya.57 Lebih jauh paham ini membawa seseorang
atau kelompok tertentu ke arah elitisme narsistik dan
otoriter.58
Selain dua paham tersebut di atas, terdapat suatu
kecenderungan yang juga berbahaya bagi Gereja dalam hal
Liturgi yaitu bahwa manusia modern sudah buta, tidak bisa
lagi membaca simbol; bahkan keberadaan simbol-simbol
hampir diabaikan,59 apalagi disertai dengan suatu corak lain
humanisme, diwarnai oleh ketidakhadiran Allah dan sering
oleh perlawanan terhadap Allah yang lambat-laun telah
menegaskan diri.60

55 bdk. DD art. 19.


56 bdk. DD art. 17 alinea 2.
57 bdk. DD art. 20 dan art. 17 alinea 2.
58 bdk. DD art. 17 alinea 2.
59 bdk. DD art. 44 alinea 1 dan 2.
60 bdk. SKPA art. 10 alinea 1.

176
Arsitektur Gereja

Potensi-potensi bahaya tersebut di atas dibaca oleh


Gereja sebagai akibat dari perubahan mentalitas dan
struktur-struktur sering menimbulkan perbedaan pandangan
tentang nilai-nilai yang diwariskan.61 Perubahan sepesat itu,
yang sering berlangsung secara tidak teratur, bahkan juga
kesadaran semakin tajam akan perbedaan-perbedaan yang
terdapat di dunia, menimbulkan atau malahan menambah
pertentangan-pertentangan dan ketidakseimbangan. 62
Sementara perubahan mentalitas dan struktur-struktur terjadi
karena bujukan apa yang disebut “masyarakat konsumtif”
begitu kuat, sehingga mereka sama sekali dikuasai dan
terbelenggu oleh tafsiran individualistis, materialistis dan
hedonistis terhadap hidup manusiawi.63
Sementara itu juga terdapat tantangan internal yaitu
kurangnya pengetahuan yang seharusnya tentang iman pada
banyak orang beriman; ketekese yang hanya sedikit hasil
praktisnya; pluralisme yang disalahartikan dalam teologi,
kebudayaan dan ajaran pastoral, yang berakhir dengan
merintangi dialog ekumenis dan mengancam kesatuan iman
yang mutlak perlu; kecurigaan dan sikap penolakan yang
gigih terhadap hierarki Magisterium; tendensi-tendensi
berat sebelah, yang membatasi kekayaan amanat Injil, dan
mengubah pewartaan dan kesaksian iman menjadi unsur
pembebasan manusiawi dan sosial belaka.64 Bila tantangan
tersebut terjadi maka dapat mengakibatkan orang mempunyai
gambaran yang begitu umum dan kabur tentang Allah,
61 bdk. GES art. 7 alinea 1.
62 bdk. GES art. 8 alinea 1.
63 bdk. PDV art. 8 alinea 2.
64 bdk. PDV art. 7 alinea 6.

177
Bulan Liturgi Nasional 2023

sehingga sikap religius mereka menjadi religiositas tanpa


Allah.65
Bahkan gambaran-gambaran tertentu yang salah,
kadang didukung oleh teori-teori filosofis atau “ilmiah” yang
tampaknya saja bagus, adakalanya membujuk manusia untuk
memandang kenyataan serta kebebasannya sendiri sebagai
semata-mata ditentukan dan dikondisikan oleh faktor-faktor
dari luar, dari sudut pendidikan, psikologi, kebudayaan atau
lingkungan. Selain itu, sering pula kebebasan disalahartikan
sebagai otonomi total, dasar tunggal dan tak terbantahkan
untuk pilihan pribadi, dan bagaimanapun juga secara efektif
dipakai sebagai penegasan diri.66
Pergeseran-pergeseran, perubahan-perubahan, atau
bahkan penghapusan-penghapusan terjadi karena faktor-
faktor di atas. Umat yang bersikap setia kepada ajaran dan
tradisi Gereja dalam Liturgi, tidak menutup kemungkinan,
dicap sebagai kaum kolot, kuno, atau fundamentalis.
Menyikapi hal ini ada baiknya kita mengutip homili Kardinal
Joseph Ratzinger berikut ini.67
Saat ini, memiliki iman yang jelas berdasarkan Pengakuan
Iman Gereja sering dilabeli sebagai fundamentalisme.
Sedangkan relativisme, yaitu membiarkan diri
“terombang-ambing kesana-kemari, terbawa setiap
angin doktrin”, tampaknya merupakan satu-satunya
sikap yang mampu menghadapi zaman modern. Kita

65 bdk. PDV art. 37 alinea 2.


66 bdk. PDV art. 37 alinea 3.
67 lih. HJR alinea 11-13.

178
Arsitektur Gereja

sedang membangun kediktatoran relativisme yang tidak


mengakui apapun sebagai definitif dan yang tujuan
akhirnya hanya terdiri dari ego dan keinginan sendiri.

Namun, kita memiliki tujuan yang berbeda: Anak


Allah, manusia sejati. Dia adalah ukuran humanisme
sejati. Keyakinan “dewasa” bukanlah keyakinan
yang mengikuti tren mode dan hal-hal baru terkini;
iman dewasa yang matang berakar dalam pada
persahabatan dengan Kristus. Persahabatan inilah
yang membuka kita kepada semua yang baik dan
memberi kita kriteria untuk membedakan yang benar
dari yang salah, dan kebohongan dari kebenaran.
Kita harus mengembangkan iman orang dewasa ini;
kita harus membimbing kawanan Kristus kepada iman
ini. Dan keyakinan inilah - hanya keyakinan - yang
menciptakan persatuan dan dipenuhi dalam cinta.
Untuk menanggapi pelbagai tantangan dalam Liturgi,
termasuk arsitektur dan seni kudus yang diperlukan untuk
mendukungnya, maka umat beriman harus belajar lagi
bagaimana berhubungan secara religius sebagai manusia
seutuhnya. Inilah yang dimungkinkan oleh Liturgi. Untuk
itu umat harus dibentuk.68 Karenanya penting sekarang
untuk menyebarkan pengetahuan Liturgi, dengan cara yang
dapat diakses, sehingga setiap orang beriman dapat tumbuh
dalam pengetahuan tentang makna teologis Liturgi.69 Gereja
menegaskan bahwa tugas seluruh umat dalam Liturgi adalah

68 bdk. DD art. 34.


69 bdk. DD art. 35.

179
Bulan Liturgi Nasional 2023

“manusia harus sekali lagi menjadi mampu memahami


simbol-simbol”.70
Gereja memiliki salah satu cara untuk memelihara dan
menumbuhkan pemahaman vital tentang simbol-simbol
Liturgi tentu saja adalah ars celebrandi, seni merayakan,71
disamping pendidikan atau berbagai jenis pengetahuan
yang diperlukan untuk dapat memperoleh sikap batin yang
memungkinkan kita menggunakan dan memahami simbol-
simbol liturgi.72 Dibutuhkan ketekunan dan kesetiaan agar
ars celebrandi tidak jatuh kepada salah satu kutub yang
berpotensi menipiskan makna simbol-simbol Liturgi atau
bahkan menghilangkannya. Kutub yang satu adalah terjebak
dalam mekanisme rubrik, di mana yang terjadi adalah sikap
yang kaku ini boleh dan itu tidak boleh. Sementara kutub
yang lain adalah terjebak dalam kreativitas fantasi, terkadang
liar, atau kreativitas tanpa aturan.73 Secara mendalam Gereja
memberi batasan agar umat tidak terjebak dalam kedua kutub
tersebut, di mana ritus itu sendiri merupakan norma, dan
norma tidak pernah menjadi tujuan itu sendiri, tetapi selalu
melayani realitas yang lebih tinggi yang berarti melindungi.74
Pada akhirnya Gereja mendambakan bahwa, dalam berliturgi,
umat dapat bebas dari subjektivisme yang merupakan buah
dari dominasi selera individu. Hanya dengan cara ini akan
bebas dari invasi unsur-unsur budaya yang diambil tanpa

70 bdk. DD art. 44 alinea 1.


71 bdk. DD art. 48.
72 bdk. DD art. 47 dan 49 alinea 1.
73 bdk. DD art. 48.
74 bdk. DD art. 48.

180
Arsitektur Gereja

discernment75 dan yang tidak ada hubungannya dengan


pemahaman yang benar tentang inkulturasi.76
Selanjutnya, bilamana Gereja membutuhkan bantuan
profesional dalam hal kaidah arsitektur dan seni kudus
Gereja, maka berikut adalah indikator utama dalam memilih
seseorang atau pihak yang akan dimintai bantuan, yang adalah
penilaian terhadap wawasannya. Pengalaman, meski panjang,
namun jika tidak disertai dengan wawasan yang memadai,
maka tidak akan memberi nilai apapun, bahkan mungkin
dapat jatuh pada contoh-contoh yang tidak sesuai dengan
kaidah namun sudah terjadi. Indikator kedua adalah jika
seseorang atau pihak yang akan dimintai bantuan ternyata
memiliki kekurangan dalam hal wawasan maka dia mesti
memiliki kemauan membuka hati untuk belajar lebih dalam
mengenai kaidah arsitektur dan seni Gereja.

Pelampauan Anggaran Terhadap Kemampuan Paroki


Dalam Membangun Gedung Gereja
“Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau
mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat
anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk
menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah
meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya,
jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia,
sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak
sanggup menyelesaikannya.”77
75 discernment =kearifan, penegasan.
76 bdk. DD art. 49 alinea 2.
77 Luk. 14:28-30.

181
Bulan Liturgi Nasional 2023

Memang dana pembangunan dapat diperoleh dalam


banyak cara, beberapa diantaranya adalah dari umat Paroki
sendiri, donatur dari luar Paroki, bantuan dari Keuskupan jika
memungkinkan, dan usaha-usaha yang diadakan oleh Paroki
baik berupa penyelenggaraan acara maupun mengadakan
penjualan produk-produk Paroki yang hasilnya ditujukan
sebagai dana penyelenggaraan bangunan gedung gereja.
Meski mungkin terdapat umat atau kelompok umat yang
memiliki talenta begitu mudah dalam menggalang dana,
namun hal itu tidak serta merta membebaskan umat yang
terlibat dalam penyelenggaraan suatu gedung gereja dari
tanggung jawabnya untuk sebebas-bebasnya merencanakan
anggaran pembangunan.
Hal terpenting dalam penggalangan dana adalah dana
yang berasal dari umat Paroki sendiri. Dalam hal ini Gereja
punya semangat “Kepada setiap orang dianugerahkan
penyataan Roh demi kepentingan bersama”. 78 Liturgi
adalah perayaan bersama yang dilaksanakan oleh umat
beriman,79 oleh karenanya sudah semestinya mengusahakan
Liturgi termasuk meneyelenggarakan gedung gereja adalah
merupakan tanggung jawab seluruh umat Paroki. Gereja
mengajak semua umat ikut terlibat di dalam dinamika hidup
meng-Gereja, “Demikianlah kamu bukan lagi orang asing dan
pendatang, melainkan kawan sewarga dari orang-orang kudus
dan anggota-anggota keluarga Allah, yang dibangun di atas
dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai

78 lih. 1Kor. 12:7.


79 bdk. SC art. 27.

182
Arsitektur Gereja

batu penjuru.”80 Dengan demikian karakter persekutuan


terjadi secara nyata di dalam kehidupan umat beriman
sebagai anggota-anggota tubuh mistik Kristus. “2:5 Dan
biarlah kamu juga dipergunakan sebagai batu hidup untuk
pembangunan suatu rumah rohani, bagi suatu imamat kudus,
untuk mempersembahkan persembahan rohani yang karena
Yesus Kristus berkenan kepada Allah.”81
Yang dimaksud dengan kemampuan Paroki dalam
membangun gedung gereja adalah kemampuan Paroki dalam
menggalang dana baik secara internal maupun eksternal,
termasuk usaha-usaha Paroki yang bersifat penyelenggaraan
acara dan penjualan produk-produk Paroki. Memang tidak
menutup kemungkinan bahwa anggaran pembangunan
melampaui kemampuan Paroki, namun sebaiknya anggaran
pembangunan direncanakan dengan bijaksana. Sudah tentu
tinggi-rendahnya nilai anggaran pembangunan melekat
dengan rancangan gedung gereja. Karenanya pengaturan
tinggi-rendahnya anggaran pembangunan diatur melalui
rancangan gedung gereja.
Setidaknya terdapat dua hal terkait rancangan gedung
gereja dan anggaran pembangunan, yaitu yang pertama
adalah kemampuan Keuskupan dalam mendistribusikan
bantuan kepada Paroki-paroki dan Karya-karya yang ada
dalam wilayah ordinarisnya. Dan yang kedua adalah kondisi
sosial di sekitar lokasi di mana gedung gereja hendak
dibangun.

80 lih. Ef. 2:19-20.


81 lih. 1Pet. 2:5.

183
Bulan Liturgi Nasional 2023

Meski beberapa Paroki mungkin mampu menjalankan


reksa pembangunan fisik secara mandiri, namun tidak
menutup pula ada Paroki-paroki yang yang membutuhkan
bantuan dari Keuskupan di mana Paroki tersebut berada. Perlu
diperhatikan dan diingat juga bahwa dukungan Keuskupan
tidak hanya untuk satu atau dua Paroki saja, semua Paroki dan
Karya-karya di dalam wilayah ordinaris suatu Keuskupan mesti
didukung pula oleh Keuskupan. Jika perencanaan rancangan
dan anggaran pembangunan dapat sesuai dengan kapasitas
kemampuan Paroki, maka Paroki membantu meringankan
beban Keuskupan, sebagai induknya. Jika beban Keuskupan
berkurang maka Keuskupan dapat mendistribusikan bantuan
kepada Paroki atau Karya yang memang sungguh-sungguh
memerlukan bantuan.
Jika ada sebuah Paroki membangun sebuah gedung
gereja, anggarannya melampaui kemampuan Paroki, dan
akhirnya sebagian besar biaya pembangunannya mesti
dibantu oleh Keuskupan, maka ini menjadi pemandangan
yang kurang pantas. Dapat dibayangkan bilamana hal ini
terjadi maka Paroki, atau bahkan hanya segelintir umat, akan
membanggakan gedung gerejanya sementara Paroki dan
Karya lainnya sebenarnya lebih membutuhkan.
Sikap mawas diri terhadap kemampuan Keuskupan,
kemampuan Paroki dan Karya yang ada dalam Keuskupan,
serta kemampuan Paroki sendiri, dapat menjadi latihan
yang baik untuk membangun sikap belarasa: bahwa masih
ada Paroki dan Karya lain di Keuskupan yang membutuhkan
dukungan, baik dari Keuskupan atau dari sesama Paroki; dan

184
Arsitektur Gereja

bahwa kemegahan yang terlalu menonjol di antara Paroki-


paroki di sekitarnya akan memiliki potensi dampak yang
kurang mendukung kebersamaan, namun bukan berarti
antara gedung gereja yang satu dengan yang lain mesti sama
rasa – sama rata. Selain itu sikap positif yang dapat dibentuk
adalah belarasa terhadap situasi dan kondisi lingkungan di
sekitar lokasi perencanaan pembangunan. Menahan diri
untuk tampil terlalu menonjol adalah sarana yang baik untuk
menyapa masyarakat di lingkungan sekitar, yang memiliki
potensi buah terciptanya suasana yang kondusif.
Untuk mencapai keseimbangan antara rencana anggaran
pembangunan, terkait dengan rancangan gedung gereja, dan
kemampuan Paroki terdapat indikator-indikator berjenjang
yang dapat digunakan untuk mengontrol rancangan yang
pasti berdampak pada nilai anggaran. Indikator awal adalah
volume dan intensitas bangunan. Dari sini Paroki sudah
dapat memperkirakan nilai dasar anggaran rancangan gedung
gereja. Indikator selanjutnya adalah jenis bahan bangunan
dan finishing yang masuk ke dalam rancangan. Langkah-
langkah optimasi dapat dilakukan jika bahan bangunan dan
finishing melampaui batas-batas standar umum sehingga
berdampak pada kemampuan Paroki memenuhi anggaran.
Pada daerah-daerah tertentu patut pula dipertimbangkan
jarak, waktu dan biaya tempuh bahan bangunan yang akan
digunakan. Optimasi terhadap jarak, waktu dan biaya tempuh
dapat dicapai dengan mengutamakan bahan-bahan bangunan
yang mudah didapat di wilayah sekitar lokasi perencanaan.

185
Bulan Liturgi Nasional 2023

Pelampauan Anggaran Terhadap Kemampuan Paroki


Dalam Memelihara Bangunan Gereja
Sebenarnya acuan terbaik yang diletakkan di awal suatu
proses perencanaan penyelenggaraan gedung gereja adalah
kemampuan Paroki dalam memelihara bangunan gereja
secara berkala. Pemeliharaan bangunan itu melingkupi
pekerjaan kebersihan, finishing ulang, perbaikan, renovasi,
konsolidasi dan penataan lingkungan. Semua pekerjaan
pemeliharaan ini dapat diperkirakan nilainya.
Volume atau intensitas bangunan serta bahan-bahan
yang diterapkan dalam rancangan akan membawa dampak
pada intensitas pemeliharaan bangunan. Karenanya saran
ahli terkait arsitektur sungguh diperlukan untuk membentuk
perkiraan nilai pemeliharaan sesuai dengan kemampuan
Paroki. Dapat dibayangkan jika gedung gereja malah
menjadi beban yang melebihi kemampuan Paroki dalam
pemeliharaannya. Potensi-potensi terkait tantangan ini dapat
saja muncul dari pihak Arsitek maupun dari unsur-unsur
Paroki sendiri.
Jika potensi-potensi tantangan ini muncul ke permukaan,
saling mengingatkan adalah jalan yang baik untuk ditempuh.
Sikap untuk saling mengingatkan tentu harus disertai dengan
sikap mawas diri dan keterbukaan hati dari masing-masing
pihak. Mengusahakan penyelenggaraan hal-hal terkait
kekudusan, dengan dasar “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan
segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan

186
Arsitektur Gereja

segenap akal budimu”,82 merupakan latihan terbaik untuk


menjadi bekal perutusan merasul di dunia sebagai saksi-saksi
Kristus.

Pengumpulan Dana Yang Berlebihan


Dari sudut pandang kristiani, pengumpulan atau
penggalangan dana bukanlah tanggapan atas suatu kondisi
krisis melainkan, yang pertama dan terutama, adalah suatu
bentuk pelayanan yang mengundang orang lain untuk terlibat
ke dalam visi dan misi kegiatan yang didukung oleh suatu
penggalangan dana.83 Melalui penggalangan dana, donatur
dan umat yang terlibat dalam penggalangan dana dikumpulkan
oleh Allah untuk melakukan hal baru melalui kerja sama. Dari
hal baru ini semua pihak diharapkan mengalami perubahan
mendalam dalam cara melihat, berpikir dan bertindak
sekaligus mengalami perubahan perhatian yang membentuk
pikiran mengarah kepada hal-hal yang kudus, yang secara
radikal terdapat dalam Injil Matius 16:23.84
Agar kepercayaan donatur tumbuh dan mau terlibat dalam
visi dan misi penggalangan dana, diperlukan inspirasi yang
memberi keyakinan bahwa investasi mereka akan digunakan
secara baik, di samping itu keuntungan bagi para donatur yaitu
bahwa investasi mereka dapat menjadi suatu perjalanan yang
baik bagi perjalanan rohani mereka dan tentu baik pula bagi
kesehatan rohani mereka.

82 Mat. 22:37.
83 bdk. Nouwen, Henri J.M., SPIRITUALITAS PENGGALANGAN DANA,
Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 2016, hal. 18.
84 bdk. Ibid. hal. 20.

187
Bulan Liturgi Nasional 2023

Dengan demikian penggalangan dana yang berdasarkan


asas kristiani juga diharapkan menghantar donatur dan
mereka yang terlibat dalam penggalangan dana ke dalam
pembentukan suatu komunitas kasih. Jika suatu komunitas
kasih terbentuk maka semua pihak yang terlibat dalam
penggalangan dana pada akhirnya membantu Allah
membangun kerajaan-Nya.
Karena sifatnya adalah kerja sama yang terjadi dalam
suatu komunitas kasih, pihak yang menyelenggarakan
penggalangan dana perlu menunjukkan kepada donatur suatu
rencana strategis yang akan meningkatkan produktivitas dan
keberhasilan misi, perkiraan pertumbuhan misi, dan energi
kasih yang ditanam dan dikembangkan dalam hidup orang-
orang di dalam dan melalui relasi umat dengan Yesus. Tentu
hal-hal tersebut harus didukung dengan lingkungan yang
tepat dan kesabaran, agar benih-benih ini dapat menghasilkan
panenan yang melimpah.85
Jika melihat dari sudut pandang kristiani maka akan nampak
bahwa pengumpulan dana juga dapat diarahkan kepada suatu
jalan untuk mencapai kekudusan. Cara-cara untuk mencapai
kekudusan sudah tentu memerlukan ketulusan 86 dan
kejujuran87. Ketulusan dan kejujuran adalah kemampuan yang
dibutuhkan untuk menilai sampai sejauh mana atau sampai
sebanyak apa dana yang digalang. Ketulusan dan kejujuran
juga mengandaikan wawasan belarasa kepada sesama Paroki,

85 bdk. Ibid. hal. 59; lih. Mrk. 4:20.


86 bdk. Mat. 10:16; 2Kor. 1:12.
87 bdk. Tit. 2:7.

188
Arsitektur Gereja

Keuskupan dan secara tidak langsung adalah lingkungan, di


mana Paroki-paroki lain mungkin lebih membutuhkan, juga
Keuskupan, untuk melaksanakan karya pembangunan atau
melaksanakan karya-karya lain dalam bidang pastoral dan
karitatif.
Melibatkan sikap belarasa di dalam penggalangan dana
juga memupuk rasa kebersamaan dengan sesama Paroki.
Bilamana diketahui ada sesama Paroki yang belum memiliki
saluran berkat maka Paroki yang sudah berhasil dapat berbagi
saluran berkat dengannya. Dalam sikap kebersamaan tentu
akan mudah menumbuhkan sikap saling tolong dan saling
mendukung dari antar Paroki.
Dapat dibayangkan bila terdapat suatu Paroki yang begitu
berlimpah berkat dan seolah melupakan saudaranya, Paroki
lain, yang berjuang mati-matian untuk mendapatkan sedikit
berkat saja. Dapat dibayangkan pula suatu Paroki sukses yang
memiliki begitu banyak koleksi donatur yang luar biasa namun
di sebelahnya ada Paroki yang kepayahan mencari donatur.
Mentalitas berbelarasa dan berbagi sungguh tidak nampak
di dalam bayangan-bayangan tersebut di atas.
Untuk menegaskan betapa penting mengumpulkan dana
secukupnya, dapat dipertimbangkan hal-hal berikut: masih
banyak Paroki yang membutuhkan; masih banyak karya yang
membutuhkan dukungan; dan masih banyak pihak-pihak yang
sungguh membutuhkan bantuan.

189
Bulan Liturgi Nasional 2023

Pastor Paroki Yang Mencari Dana Sementara Umat Tidak


Ikut Serta

Mungkin juga dapat terjadi hanya Pastor Paroki yang


mencari dana pembangunan gedung gereja sementara umat
tidak ikut serta. Terdapat tiga kemungkinan besar yang
menjadi latar belakang tantangan ini. Yang pertama adalah
umat memang tidak tahu apa yang harus diperbuat. Yang
kedua adalah umat memang tidak memiliki uang atau bahan
bangunan untuk disalurkan sebagai dana pembangunan. Yang
ketiga adalah umat enggan membagikan sumber dayanya
bagi pembangunan.
Meski Pastor Paroki mempunyai karisma untuk berjuang
sendiri menggalang dana, namun tindakan ini tidak sesuai
dengan semangat Gereja dalam hal persekutuan (koinonia).
Seberapa pun kemampuan umat, sudah seharusnya umat
juga ambil bagian dalam usaha menggalang dana, baik yang
bersumber dari diri sendiri maupun melalui usaha-usaha
lainnya yang sesuai dengan semangat Gereja. Umat Paroki
sebaiknya diberi kesadaran bahwa gedung gereja yang kelak
dibangun adalah milik Keuskupan yang dipercayakan dan
digunakan oleh Paroki untuk kesejahteraan iman umat Paroki.
Terdapat potensi turunan dalam tantangan bilamana
hanya Pastor Paroki yang mencari dana tanpa keikut-sertaan
umat. Tantangan yang pertama adalah rancangan gedung
gereja dipengaruhi oleh keinginan pribadi donatur yang
belum tentu sesuai dengan kaidah arsitektur dan seni dalam
Gereja. Tantangan yang kedua adalah rancangan gedung
gereja dipengaruhi oleh keinginan pribadi Pastor Paroki yang

190
Arsitektur Gereja

berdasar pada selera pribadi. Keduanya akan membawa hasil


yang belum tentu dapat menciptakan ruangan kudus yang
dapat membantu umat untuk dapat lebih menghayati doa
dan Liturgi.
Potensi turunan yang lain adalah ketika gedung gereja
sudah selesai dibangun, umat cenderung enggan berpartisipasi
dalam pemeliharaannya karena umat merasa tidak dilibatkan
dalam pembangunan atau merasa bahwa gedung gereja
tersebut dimiliki Pastor Paroki dan bukan milik umat. Jika
hal ini terjadi maka umat akan merasa memiliki jarak dengan
gedung gerejanya, bahkan mungkin dengan Gereja, di mana
umat datang ke gereja hanya melulu mencari berkat dan
enggan berbagi rahmat. Sedikit atau banyak hasilnya, yang
penting umat berpartisipasi. Jika umat sudah ambil bagian
dalam berbagi rahmat, maka itu menjadi tanda bahwa umat
telah mengambil tugas yang diamanatkan Gereja yaitu
berpartisipasi dalam persekutuan umat Allah.88

Wewenang, Kewajiban dan Hak

Hal yang pertama harus disadari oleh umat yang terlibat


di dalam suatu penyelenggaraan gedung gereja adalah
bahwa jabatan gerejawi hanya dapat diperoleh dengan sah
jika terjadi pemberian kanonik.89 Potensi tantangan yang
mungkin terjadi adalah bahwa umat beriman awam yang
menerima suatu tugas pelayanan tertentu merasa mendapat
jabatan. Tugas pelayanan berbeda dengan jabatan di dalam
suatu perusahaan atau institusi pemerintahan. Tugas
88 bdk. 1Kor. 1:9.
89 bdk. Kan. 146.

191
Bulan Liturgi Nasional 2023

pelayanan mengandaikan umat yang menjalankan posisi


tersebut diharapkan mengalami kesejahteraan rohani di
dalam melayani saudara-saudaranya. Dengan mengalami
kesejahteraan rohani, diharapkan pula sikap dan kualitas
hidupnya dapat meningkat.
Kewajiban yang diemban oleh suatu tugas pelayanan
di dalam Gereja memiliki perbedaan dibanding dengan
kewajiban yang dikenakan oleh perusahaan atau institusi
pemerintahan. Kewajiban yang bersifat gerejawi dimaksudkan
agar umat beriman yang dilayaninya memperoleh kesempatan
dalam hal reksa pastoral dan pemeliharaan jiwa-jiwa.90 Semua
umat awam, yang terhimpun dalam umat Allah dan berada
dalam satu Tubuh Kristus di bawah satu kepala, tanpa kecuali
dipanggil untuk sebagai anggota yang hidup menyumbangkan
segenap tenaga, yang mereka terima berkat kebaikan Sang
Pencipta dan rahmat Sang Penebus demi perkembangan
Gereja serta pengudusannya terus-menerus. Demikianlah
setiap umat awam, karena karunia-karunia yang diterimanya,
menjadi saksi dan sarana hidup perutusan Gereja sendiri
“menurut ukuran anugerah Kristus” (Ef. 4:7).91
Gereja memiliki tata organisasi yang khas dalam hirarki.
Hirarki dalam Gereja tidak serta tidak serta merta merupakan
karangan para Murid Yesus, melainkan merupakan keinginan
Yesus Kristus sendiri92, yang kemudian diteruskan oleh para
Murid-Nya.93

90 bdk. Kan. 1752; KSADI, Pendahuluan alinea 17 (terakhir).


91 bdk. LG art. 33 alinea 1.
92 bdk. Mat. 10:1; 11:1; 28:19; Kis. 1:8.
93 bdk. Kis. 20:28 (untuk jabatan Penilik / Uskup); 14:23 (untuk jabatan Penatua /
Imam); 6:3-5 (untuk jabatan Diaken).

192
Arsitektur Gereja

Karena Uskup yang memiliki wewenang tertinggi di dalam


sebuah Keuskupan, dengan sendirinya pemegang wewenang
tertinggi di dalam suatu penyelenggaraan gedung gereja
di suatu Paroki adalah Uskup setempat.94 Dan pemegang
wewenang pada lingkup Paroki adalah Pastor Paroki, di bawah
otoritas Uskup setempat.95
Meski Pastor Paroki memiliki wewenang dalam reksa
pastoral di wilayah Parokinya, namun wewenang mutlak
dalam reksa parokial yang ada padanya hanyalah dalam
bidang sakramental, ajaran Gereja dan moral.96 Wacana
dan wahana arsitektur dan keteknikan berada di luar lingkup
bidang sakramental, ajaran Gereja dan moral. Karenanya
semangat yang perlu hadir untuk menanggapi pelbagai
kebutuhan dalam bidang arsitektur dan keteknikan adalah
“kebersamaan dalam mengambil suatu penegasan atau
keputusan”. “Kebersamaan” artinya adalah kerjasama dengan
prinsip saling menghargai antara Pastor Paroki, Dewan Paroki
dan Panitia Pembangunan.97 Namun prinsip “kebersamaan”
tidak serta merta membebaskan Pastor Paroki, Dewan Paroki
dan Panitia Pembangunan dari kewajiban terhadap tata kelola
pembangunan, terutama terkait dengan Keuskupan.
“Kebersamaan” hanya berlaku untuk mengambil
suatu penegasan atau keputusan, sementara tata kelola
94 bdk. Kan. 515.
95 bdk. Kan. 515 - §1.
96 bdk. Kan. 519; AA art. 24 alinea 7; IGPP, PENGANTAR art. 5 alinea 1; KSADI,
PRINSIP-PRINSIP TEOLOGIS, 2. Kesatuan dan keragaman fungsi-fungsi pelay-
anan, alinea 1.
97 bdk. Kis. 15:22; AA art. 10 alinea 2; PDV art. 59 alinea 3;

193
Bulan Liturgi Nasional 2023

pembangunan dilaksanakan secara hirarkis dengan maksud


setiap jenjang menjalankan kewajiban masing-masing
untuk meninjau dan menindak-lanjuti laporan-laporan yang
diterima. Jika dalam laporan pembangunan teridentifikasi
terjadi masalah, maka masalah tersebut ditangani secara
kebersamaan dalam internal Paroki. Karenanya umat yang
dipilih untuk menjalankan tugas pelayanan, dalam hal ini
terkait dengan penyelenggaraan gedung gereja, sebaiknya
adalah umat yang unggul dalam pengetahuan, kearifan dan
kejujuran.98
Hubungan antara Paroki dengan para Konsultan Perencana,
MK dan Kontraktor diatur dalam kontrak, di mana di dalam
kontrak terdapat pengaturan mengenai kewajiban dan hak
masing-masing pihak.99 Kewajiban terkait dengan kompetensi
menggunakan norma-norma yang diatur oleh peraturan
negara.
Yang menjadi potensi tantangan berikut adalah soal hak.
Potensi yang pertama adalah hak atas karya profesional.
Para Konsultan Perencana, MK dan Kontraktor mungkin
saja memandang bahwa mengerjakan proyek gedung
gereja adalah menggiurkan, berdasar referensi wawasan
mereka terhadap gedung-gedung gereja yang megah dan
mahal. Karena referensi itulah kemudian membentuk
pandangan bahwa keuntungan yang didapat dari mengerjakan
sebuah gedung gereja bernilai setara dengan bangunan-
bangunan umum. Dalam menyikapi hal ini, para Konsultan
Perencana, MK dan Kontraktor sebaiknya diberi suatu
98 bdk. Kan. 228 - §2.
99 bdk. Kan. 114-116, 1290.

194
Arsitektur Gereja

pengantar bahwa penyelenggaraan gedung gereja tidak


sama dengan penyelenggaraan bangunan-bangunan umum.
Penyelenggaraan gedung gereja tidak bersifat sebagai
wadah kegiatan yang bertujuan mencari keuntungan, tidak
berorientasi kepada bisnis. Pertimbangan-pertimbangan
teknis berkenaan kemudahan dan rendah biaya terhadap
pemeliharaan serta daya tahan bangunan menjadi yang
utama. Karena sifatnya berbeda dengan bangunan-bangunan
umum tersebut, berdampak pula pada nilai keuntungan yang
akan didapat. Para Konsultan Perencana, MK dan Kontraktor
masih bisa mendapat keuntungan, namun perhitungan
keuntungannya lebih terukur dibandingkan dengan bila
menggarap bangunan-bangunan umum terutama yang
berorientasi bisnis.
Potensi tantangan yang kedua adalah hak bagi para
Konsultan Perencana. Konsultan Perencana, terutama
Arsitek, cukup sering menghadapi pandangan masyarakat
yang menggambarkan suatu paradigma berpikir “cuma
menggambar saja dibayar mahal”. Bahkan dapat terjadi
demikian: ada Arsitek yang semula diminta memberi
layanan dan tanggung jawab kompetensinya, setelah konsep
dan rancangan awal dibentuk kemudian Pemberi Tugas
memberhentikan Arsitek tersebut dengan tanpa imbalan.
Hal seperti dapat terjadi karena kepercayaan Arsitek kepada
Pemberi Tugas terlampau tinggi. Apa yang dapat membuat
sebuah kepercayaan menjadi sangat tinggi jikalau bukan
wahana yang erat dengan kekudusan dan perilaku yang baik
yang selama ini menjadi stigma masyarakat terhadap Gereja?

195
Bulan Liturgi Nasional 2023

Bahkan menghadapi sebuah perusahaan besar pun sering


masih disikapi oleh Arsitek dengan proporsional: kepercayaan
dibangun dari kontrak yang dibuat dan disetujui bersama.
Masyarakat, terutama Gereja, hendaknya memahami bahwa
paradigma berpikir “cuma menggambar saja dibayar mahal”
mengandaikan bahwa kompetensi profesi Arsitek disamakan
dengan kemampuan anak-anak sekolah pada mata pelajaran
menggambar.
Kompetensi profesi Arsitek menuntut terselenggaranya
sumber daya kompetensi agar Arsitek dapat menjalankan
profesinya. Lebih dari itu sumber daya kompetensi yang
terutama harus dimiliki oleh seorang Arsitek adalah
wawasannya. Untuk menyikapi perkembangan zaman,
pengetahuan bangunan, teknologi dan peraturan, seorang
Arsitek harus melaksanakan pengembangan profesi
berkelanjutan100 baik secara kelembagaan maupun secara
pribadi.
Berkaitan dengan kompetensi profesi, Paroki perlu
memiliki pemahaman terhadap tingkatan-tingkatan
sampai sejauh mana seseorang atau pihak tertentu
memberikan kemampuan berdasar kompetensinya. Perlu
dicermati dua hal yang sepertinya mirip namun sebenarnya
berbeda, yaitu antara “membaktikan diri beserta kemahiran
profesionalnya”101 dan “bantuan”.102 “Membaktikan diri
beserta kemahiran profesional” mengandaikan seseorang
100 bdk. GES art. 9 alinea 2, terutama mengenai: “bukan saja hendak mendapat
nafkah yang mereka perlukan, melainkan dengan bekerja hendak mengembangkan
bakat-bakat pribadi mereka juga”.
101 bdk. AA art. 22 alinea 1.
102 bdk. AA art. 24 alinea 7.

196
Arsitektur Gereja

mengeluarkan sumber daya kompetensinya secara utuh dan


oleh karenanya terikat tanggung jawab penuh, baik secara
etika profesi maupun teknis dan peraturan terkait, terhadap
bidang yang ditanganinya. Sumber daya kompetensi memiliki
lingkup sumber daya manusia, waktu, kualitas wawasan yang
dicapai pengembangan profesi berkelanjutan, teknologi dan
cara menggunakannya, serta peralatan yang digunakan untuk
penerapan teknologi. Sementara “bantuan” hanya memiliki
lingkup kualitas wawasan saja, bersifat konsultatif, dan
tanggung-jawabnya hanya dalam lingkup moral saja – tidak
ada tuntutan hukum yang dapat dikenakan jika salah dalam
mengutarakan pendapat. Dengan demikian jika seseorang
diminta “membaktikan diri beserta kemahiran profesional”
maka permintaan itu membawa konsekuensi kepada hak
terhadap nafkah yang pantas, pembinaan dan dukungan.103
Dan ini semua dimaksudkan untuk tercapainya kesejahteraan
umum.
Gereja memiliki pandangan mengenai kesejahteraan
umum yang dijelaskan sebagai keseluruhan kondisi-kondisi
hidup kemasyarakatan, yang memungkinkan baik kelompok-
kelompok maupun anggota-anggota perorangan, untuk
secara lebih penuh dan lebih lancar mencapai kesempurnaan
mereka sendiri. Gereja melanjutkan bahwa setiap kelompok
harus memperhitungkan kebutuhan-kebutuhan serta
aspirasi-aspirasi kelompok-kelompok lain yang wajar, bahkan
kesejahteraan umum segenap keluarga manusia.104

103 bdk. AA art. 22 alinea 2.


104 bdk. GES art. 26 alinea 1.

197
Bulan Liturgi Nasional 2023

Dengan demikian menjadi jelas bagaimana pandangan


proporsional Gereja terhadap kesejahteraan umum, di mana
hal ini tidak terkait hanya dalam bidang profesi umum saja,
melainkan juga bagi mereka yang diminta oleh Gereja untuk
“membaktikan diri beserta kemahiran profesionalnya” yang
menuntut ikut sertanya sumber daya kompetensi di dalam
karya-karya Gereja, baik di Paroki maupun di Keuskupan.105

Manipulasi Kontrak dan Laporan


Diadakannya kontrak atau SPK memiliki tujuan untuk
menjamin keadilan, terkait kewajiban dan hak, bagi semua
pihak yang terikat di dalamnya. Isi kontrak secara umum
adalah sebagai berikut:
1. Pihak-pihak yang terikat kontrak.
2. Lingkup pekerjaan.
3. Nilai pekerjaan.
4. Termijn (tahapan) pembayaran, diadakan jika nilai
pekerjaannya besar.
5. Nilai pertanggungan yang menjadi kewajiban
Pelaksana pekerjaan untuk menjamin alur keuangan
proyek tetap terjaga dengan sehat, diadakan jika nilai
pekerjaannya besar.
6. Waktu pelaksanaan pekerjaan.
7. Denda keterlambatan.
8. Cara menyelesaikan perselisihan.
9. Perjanjian dalam keadaan memaksa / force majeure
/ kahar yang disebabkan oleh bencana alam seperti
105 bdk. Kan. 231 - §2.

198
Arsitektur Gereja

gempa bumi, tanah longsor, banjir, serta kebakaran,


huru-hara dan demo besar.

Isi kontrak yang tidak lengkap akan membawa potensi


kerugian bagi salah satu pihak, dan membawa potensi sulitnya
menempuh penyelesaian bagi pihak-pihak yang terlibat.
Dalam hal ini, jika Paroki membutuhkan maka Paroki dapat
meminta bantuan dari orang-orang yang memiliki kompetensi
profesional terkait kontrak, agar Paroki dapat mengetahui
kewajiban dan hak Paroki dan Pelaksana secara jelas.
Isi kontrak yang lengkap dengan sendiri mengantisipasi
keterlambatan jadwal pekerjaan, naiknya biaya pelaksanaan
konstruksi, sampai kemungkinan Pelaksana meminjam uang
kepada Paroki untuk melanjutkan pekerjaannya. Peminjaman
uang kepada Paroki adalah indikasi bahwa Pelaksana sedang
dalam kondisi keuangan yang tidak sehat. Isi kontrak yang
lengkap juga mengantisipasi potensi ‘permainan’ antara
oknum dan Pelaksana yang tentu akan menguntungkan
keduanya dan Paroki mengalami kerugian.
Dalam memilih Pelaksana, Paroki sebaiknya memiliki
pengetahuan dalam hal harga-harga yang berlaku umum
seturut kondisi wilayahnya masing-masing. Memilih
Pelaksana berdasarkan harga penawaran paling murah
dapat membawa konsekuensi pada akhirnya Pelaksana
tidak dapat menyelesaikan lingkup pekerjaan yang menjadi
tanggungjawabnya karena kurangnya biaya. Sementara harga
penawaran yang terlampau tinggi juga membawa akibat
bertambah besarnya beban Paroki dalam pembangunan

199
Bulan Liturgi Nasional 2023

gedung gereja.
Selain kontrak, hal lain yang penting dalam tata kelola
penyelenggaraan sebuah gedung gereja adalah laporan.
Laporan berguna agar Paroki dapat memastikan bahwa
pembangunan berjalan sesuai dengan jadwal dan tata kelola
yang benar. Hal ini tentu berdampak pada kondisi kesehatan
keuangan Paroki yang tetap terjaga.
Laporan pembangunan yang termanipulasi membawa
potensi kerugian bagi Paroki, lebih jauh lagi bagi Keuskupan.
Potensi kerugiannya adalah bisa saja terjadi bahwa laporan
pembangunan berada pada tahap tertentu padahal
kenyataannya tahap tersebut belum dicapai. Dapat
dibayangkan bila laporan pembangunan sudah mencapai
seratus persen padahal pembangunan di lapangan baru
mencapai tujuh puluh lima persen. Siapa yang akan
menyelesaikan sisa pekerjaannya? Untuk mengantisipasi
hal ini, kerjasama yang baik antara Dewan paroki, Panitia
Pembangunan, Konsultan MK dan Konsultan QS mutlak
diperlukan, sehingga dapat dicapai laporan pembangunan
yang sesuai dengan laju pekerjaan di lapangan.

Gereja Yang Tidak Dikenal Masyarakat


Meski tidak dalam lingkup kegiatan membangun, sudah
sebaiknya Gereja terlibat dan dikenal di dalam kehidupan
masyarakat. Tidak dikenalnya Gereja, dalam hal ini Paroki,
oleh masyarakat di sekitarnya dapat membawa potensi
gesekan-gesekan bahkan tegangan-tegangan. Persoalan yang
paling umum menjadi keresahan masyarakat di mana akan

200
Arsitektur Gereja

didirikan suatu gedung gereja adalah masalah kristenisasi.


Keresahan tersebut biasanya hadir pada masyarakat yang
belum mengenal Gereja.
Keresahan masyarakat tersebut mungkin pula diperbesar
daya resahnya oleh oknum-oknum yang melihat hal ini
sebagai kesempatan untuk mendapatkan sesuatu. Jika hal ini
sampai terjadi maka biaya sosial akan menjadi besar dan akan
membebani Paroki. Jika umat dikenal baik oleh masyarakat,
Gereja juga dikenal baik oleh masyarakat, dan sampai terjadi
keterlibatan Gereja, yang diwakili umat, dalam kegiatan-
kegiatan masyarakat, maka potensi-potensi yang kondusif
dapat dikemukakan seperti persahabatan dengan umat
antar agama dan kerjasama dengan masyarakat. Semakin
dikenal dan bersahabat dengan masyarakat, beban biaya
sosial akan semakin rendah dan pengeluaran terhadap hal-hal
yang sebenarnya tidak perlu dapat dialihkan untuk kegiatan-
kegiatan yang mendukung iklim kebersamaan.
Meski Gereja sudah dikenal baik oleh masyarakat, tidak
menutup kemungkinan terdapat oknum-oknum masyarakat
yang menekan Paroki untuk memberi sesuatu bagi mereka,
baik secara spontan maupun berkala. Ajakan bekerjasama
secara proporsional dan penjelasan bahwa kehidupan
Paroki adalah berdasarkan dari pemberian umat dan tingkat
kehidupan umat sama seperti masyarakat pada umumnya
adalah hal yang perlu mendapat pemahaman bersama.

201
Bulan Liturgi Nasional 2023

Panggilan Kepada Perencana, Perancang dan Seniman

Gereja memerlukan para Perancang dan Perencana, sebab


memerlukan ruangan-ruangan sebagai tempat berhimpun
umat kristiani dan merayakan misteri-misteri keselamatan.
Para Perancang dan Perencana, yang bekerja untuk merancang
gedung gereja, merancang-bangun ruangan untuk ibadat,
tahap demi tahap memerlukan kontemplasi misteri untuk
menyajikan hasil perancangan dan perencanaan secara jelas-
tegas kepada umat yang sederhana sekalipun106. Gereja juga
memerlukan seni kudus untuk menyampaikan amanat yang
oleh Kristus dipercayakan kepada Gereja. Namun demikian
seni kudus, termasuk arsitektur gereja, harus memungkinkan
untuk mudah ditangkap maknanya, memiliki daya tarik, dan
membawakan citra dunia roh, dunia yang tidak kelihatan,
kenyataan Allah,107 para Perancang, Perencana dan Seniman
perlu turut ambil bagian dalam membawakan citra ilahi
Gereja.
Melalui ‘daya-cipta seni’-nya manusia tampil lebih dari
sebelumnya dalam “citra Allah”, dan ia menunaikan tugas
itu terutama dalam membentuk “bahan” (“material”)
kemanusiaannya sendiri, lalu kemudian melaksanakan
penguasaan kreatif atas alam semesta yang mengelilinginya.
Perancang, Perencana dan Seniman merupakan saluran cinta
kasih Sang Seniman ilahi untuk ikut serta dalam kekuasaan
karya-cipta-Nya, menerima anugerah yang luhur dan
diantar untuk memandang diri mereka beserta seluruh alam
tercipta melalui penglihatan, yang mampu berkontemplasi
106 bdk. SKPA art. 7.
107 bdk. SKPA art. 12.

202
Arsitektur Gereja

dan bersyukur, serta memanjatkan ke hadirat Allah kidung


pujian. Itulah satu-satunya jalan bagi mereka untuk mencapai
pengertian diri sepenuhnya, panggilan dan misi mereka.
Perancang, Perencana dan Seniman merupakan suatu
panggilan khusus. Menurut kitab Kejadian, semua orang
dipercayai tugas mengembangkan hidup mereka sendiri:
dalam arti tertentu, para perancang, perencana dan seniman
dipanggul secara khusus untuk menjadikan karya seni, karya
yang ulung. Melalui karya-karya mereka, para Perancang,
Perencana dan Seniman berkomunikasi kepada sesama.
“Keindahan hendaknya menyemangati kita untuk karya dan
karya hendaknya membangkitkan kita”.108 Dalam arti tertentu
keindahan itu bentuk kelihatan dari kebaikan, seperti kebaikan
itu kondisi metafisik keindahan. Plato mengatakan, “Kekuatan
Kebaikan telah mengungsi dalam hakekat Keindahan”.109
Dalam hidup dan bertindak manusia menjalin hubungannya
dengan keberadaan, dengan kebenaran dan dengan kebaikan.
Seniman-seniwati mempunyai hubungan yang khas dengan
keindahan. Dalam arti yang sungguh benar dapat dinyatakan,
bahwa keindahan itu panggilan yang dikaruniakan kepada
mereka oleh Sang Pencipta dalam anugerah “bakat artistik /
kesenian”. Pasti juga itu pun bakat, yang harus dijadikan untuk
menghasilkan buah, sesuai dengan makna perumpamaan Injil
tentang talenta-talenta.110 Di situlah kita menyentuh suatu
pokok yang mendasar. Mereka yang menangkap dalam diri
mereka semacam percikan ilahi, yakni panggilan artistik –
108 bdk. SKPA art. 3 alinea 1.
109 bdk. SKPA art. 3 alinea 2.
110 bdk. Mat. 25:14-30.

203
Bulan Liturgi Nasional 2023

sebagai Penyair, Pengarang, Penasihat, Arsitek, Ahli Musik,


Pemain Sandiwara dan selanjutnya – sekaligus merasakan
kewajiban supaya jangan menghamburkan talenta itu, tetapi
mengembangkannya, untuk mengabdikannya terhadap
sesama mereka dan umat manusia secara keseluruhan.
Masyarakat memerlukan Seniman dan Seniwati, seperti
membutuhkan pakar-pakar ilmu. Seniman dan Seniwati
juga memberi pelayanan sosial yang luar biasa demi
kepentingan umum. Panggilan khas Seniman dan Seniwati
secara perorangan menetapkan gelanggang yang mereka
layani, sekaligus menunjukan tugas-tugas yang harus
mereka kenakan; karya berat yang harus mereka tanggung
dan tanggung jawab yang harus mereka terima. Ada suatu
etika, bahkan suatu ‘spiritualitas’ pelayanan artistik, yang
dengan caranya menyampaikan sumbangan kepada hidup
dan pembaruan rakyat. Dalam menjadi manusia, Putera
Allah telah memasukan ke dalam sejarah manusia seluruh
kekayaan injili kebenaran dan kebaikan, dan begitulah Ia
telah memperlihatkan juga dimensi baru keindahan, yang
sepenuh mungkin memenuhi amanat Injil. Prinsip pedagogi
mengenai pola konkret katekese keindahan secara berwibawa
dirumuskan oleh St. Gregorius Agung dalam surat pada
tahun 599 kepada Serenus, Uskup di Marseilles: “Lukisan
digunakan di gereja-gereja, supaya mereka yang tidak mampu
membaca atau menulis setidak-tidaknya dapat membaca
dinding-dinding, yang tidak dapat mereka baca pada halaman
[buku]”.111
111 bdk. SKPA art. 5 alinea 4, catatan kaki.

204
Arsitektur Gereja

Setiap intuisi artistik yang sejati melampaui apa yang


ditangkap oleh panca indra dan sambil mencapai di bawah
permukaan kenyataan, berusaha menafsirkan misterinya
yang tersembunyi. Intuisi sendiri memancar dari kedalaman
jiwa manusia; di situ keinginan untuk memberi makna
kepada hidup seseorang disertai dengan visi keindahan
yang mengambang dan kesatuan misterius banyak hal. Tiap
bentuk kesenian yang sejati dengan caranya sendiri ialah jalan
memasuki kenyataan batin manusia dan dunia.112
Gereja tiada hentinya memantapkan penghargaan yang
besar terhadap nilai kesenian itu sendiri. Bahkan melampaui
ungkapan-ungkapan religiusnya yang khas, kesenian yang
sesungguhnya mempunyai kedekatan yang erat dengan dunia
iman, sehingga bahkan dalam situasi-situasi kebudayaan dan
gereja saling berjauhan, kesenian telah menjadi semacam
jembatan ke arah pengalaman religius. Kesenian menurut
hakekatnya semacam seruan terhadap misteri. Gereja
mengharapkan “penampakan (“epifania”) keindahan yang
dibarui di zaman ini, lagi pula jawaban-jawaban yang sesuai
terhadap keperluan-keperluan yang khas persekutuan
Kristiani.113
Dalam semangat penghargaan yang mendalam terhadap
keindahan, Konstitusi “Sacrosanctum Concilium” tentang
Liturgi mengenangkan persahabatan historis Gereja terhadap
kesenian dan sambil mengacu secara lebih khas terhadap
kesenian kudus, “puncak” kesenian religius, dokumen itu
tidak ragu-ragu memandang Seniman dan Seniwati sebagai
112 bdk. SKPA art. 6 alinea 1.
113 bdk. SKPA art. 10 alinea 3.

205
Bulan Liturgi Nasional 2023

pengemban “pelayanan yang luhur”, bila karya-karya mereka


dalam arti tertentu mencerminkan keindahan Allah yang tak
terbatas dang mengangkat budi dan hati rakyat kepada-Nya.
Berkat bantuan para Seniman dan Seniwati pula “kemuliaan
Allah tampil makin cemerlang dan pewartaan Injil makin jelas
bagi daya tangkap manusia”.114
Gereja memerlukan para Arsitek, sebab memerlukan
ruangan-ruangan untuk tempat berhimpun umat kristiani
dan merayakan misteri-misteri keselamatan. Sesudah
penghancuran dahsyat selama Perang Dunia terakhir dan
berkembangnya banyak kota-kota, angkatan baru para
Perancang-bangun menampilkan diri cakap menanggapi
tuntutan-tuntutan ibadat kristiani, seraya meneguhkan,
bahwa tema religius masih dapat mengilhami perancangan
arsitektur sekarang ini. Tidak jarang para Arsitek itu
membangun gereja-gereja, yang tempat-tempat doa maupun
karya-karya kesenian yang sejati.115
Membantu mengkonsolidasikan kemitraan yang lebih
konstruktif antara kesenian dan Gereja, Seniman diajak untuk
menggunakan intuisi yang kreatif, guna memasuki jantung
misteri Allah yang berinkarnasi dan sekaligus memasuki
misteri manusia, melampaui pertimbangan-pertimbangan
fungsional – kemitraan erat, yang selalu telah berlangsung
antara Injil dan kesenian.
Tiap inspirasi yang sejati membawa serta getaran “nafas”,
yang oleh Roh Pencipta digunakan untuk melimpahi karya
114 bdk. GES art. 62.
115 bdk. SKPA art. 12 alinea 4.

206
Arsitektur Gereja

penciptaan sedari awal mula sendiri. Selayang pandang


memperhatikan hukum-hukum misterius yang menguasai
alam semesta, nafas ilahi Roh Pencipta menjangkau
kepiawaian manusiawi dan mendorong kekuatannya yang
kreatif. Roh itu menyentuhnya dengan semacam penerangan
batin, yang memadukan citarasa kebaikan dan keindahan,
dan Ia membangunkan daya-daya budi dan hati, yang
memampukannya untuk merancangkan idea dan memberinya
bentuk dalam karya kesenian.
Supaya para Seniman beroleh pengalaman khas intensif
akan inspirasi yang kreatif, keindahan yang disalurkan kepada
angkatan-angkatan yang masih akan datang. Penyaluran
keindahan diupayakan sedemikian rupa sehingga mendorong
mereka untuk penuh rasa kagum, menghadapi kekudusan
hidup serta pribadi manusia, termasuk saat menghadapi
hal-hal ajaib di alam semesta; sikap takjub ialah satu-satunya
sikap yang sesuai untuk membangun pengalaman khas yang
dibutuhkan untuk menangkap inspirasi yang kreatif.
Berkat antusiasme itu umat manusia, setiap kali mengalami
kehilangan jalannya, akan mampu mengangkat diri dan
memulai lagi pada jalan yang sejati. Dalam hal ini terjadilah
apa yang disebut sebagai, “keindahan akan menyelamatkan
dunia.”
Keindahan itu kunci memasuki misteri dan panggilan ke
arah yang adisemesta. Keindahan mengajak menikmati hidup
dan memimpikan masa depan. Itulah sebabnya, mengapa

207
Bulan Liturgi Nasional 2023

keindahan hal-hal yang diciptakan tidak pernah dapat


memuaskan sepenuhnya. Keindahan menggerakan nostalgia
yang tersembunyi akan Allah.116
Berikut adalah kaidah-kaidah yang diperlukan bagi para
Perencana, Perancang dan Seniman yang terlibat di dalam
pembangunan gedung gereja:
1. Para Seniman yang berhubungan dengan ibadat dan
Liturgi suci harus mendapat pembinaan dari pihak
yang berwenang, yaitu para Uskup atau Imam yang
ditunjuk oleh Uskup yang berwenang.117
2. Dalam membangun dan memugar gereja-gereja,
selain nasihat-nasihat para ahli hendaknya diindahkan
asas-asas dan norma-norma Liturgi serta seni
kudus.118
3. Gereja berusaha memelihara karya seni dari masa
lalu dan menyesuaikan seperlunya dengan tuntutan
zaman.119
4. Gereja memajukan bentuk-bentuk baru yang serasi
dengan semangat zamannya.120
5. Perancangan gereja dan lingkungan sekitarnya
hendaknya serasi dengan situasi setempat.121

116 bdk. SKPA art. 16 alinea 3.


117 bdk. SC art. 127.
118 bdk. KHK kan. 1216.
119 bdk. PUMR art. 289.
120 bdk. PUMR art. 289 dan art. 293.
121 bdk. PUMR art. 293.

208
Arsitektur Gereja

6. Hendaknya diusahakan agar umat beriman merasa


nyaman.122
7. Umat Allah yang berhimpun untuk Misa Kudus
mempunyai susunan organik dan hirarkis.123
8. Tata ruang gereja haruslah disusun sedemikian
rupa, sehingga mencerminkan susunan umat yang
berhimpun, memungkinkan pembagian tempat
sesuai dengan susunan itu, dan mempermudah
pelaksanaan tugas masing-masing anggota jemaat.124
9. Umat beriman dan paduan suara hendaknya
mendapat tempat yang memudahkan mereka
berpartisipasi secara aktif di dalam liturgi.125
10. Penataan dan keindahan ruang serta semua
perlengkapan gereja hendaknya menunjang suasana
doa dan mengantar umat kepada misteri-misteri
kudus yang dirayakan di sini.126

122 bdk. PUMR art. 293.


123 bdk. PUMR art. 294.
124 bdk. PUMR art. 294.
125 bdk. PUMR art. 294.
126 bdk. PUMR art. 294.

209
Bulan Liturgi Nasional 2023

210
Arsitektur Gereja

SUMBER BACAAN

1. APOSTOLICAM ACTUOSITATEM (Kegiatan Merasul),


Dekrit tentang Kerasulan Awam, Roma, 18 November 1965,
Dokpen KWI, Jakarta, Oktober 2006.
2. AETATIS NOVAE, Pastoral Instruction On Social Com-
munications, Pontificium Consilium De Communicationibus
Socialibus, 1992.
3. ALLAH ADALAH KASIH, Deus Caritas Est, Ensiklik Paus
Benediktus XVI 25 Desember 2005, Dokpen KWI, 2015.
4. Appleton, LeRoy H. dan Bridges, Stephen, SYMBOLISM IN
LITURGICAL ART, Charles Scribner’s Sons, New York, 1959.
5. Borromeus, Carolus, St. Card., INSTRUCTIONUM FABRI-
CAE ET SUPELLECTILIS ECCLESIASTICAE, libri I, Caroli
S. R. E. Cardinalis tituli S. Praxedis, Archiepiscopi iussu, ex
provinciali decreto editi ad provinciae Mediolanensis usum.
Mediolani, apud Pacificum Pontium, Typographum Illustriss.
Cardinalis S. Praxedis, Archiepiscopi, 1577 Fondazione Memo-
fonte onlus Studio per l’elaborazione informatica delle fonti
storico-artistiche, 2015.
6. Bouyer, Louis, LITURGY AND ARCHTECTURE, University
of Notre Dame Press, 1967.
7. CARITAS IN VERITATE (Kasih Dalam Kebenaran), Ensklik
Paus Benediktus XVI, 29 Juni 2009, Dokpen KWI, 2014.
8. CATECHESI TRAEDENDAE (Penyelenggaraan Katekese),
Anjuran Apostolik, Paus Yohanes Paulus II, 16 Oktobrt 1979,
Dokpen KWI, 2011.
9. COMMUNIO ET PROGRESSIO (On The Means of Social
Communication), 1971.
10. CONVENIENTES EX UNIVERSO (Berhimpun Dari Seluruh
Dunia), Amanat Sinode Para Uskup Di Roma, 1971.
211
Bulan Liturgi Nasional 2023

11. Cote, Wolfred Nelson, BAPTISM AND BAPTISTERIES, The


Bible and Publication Society, Philadelphia, 1870.
12. Dedication of A Church and an Altar for study and comment by
the bishops of the member and associate member countries of the
International Commission on English in the Liturgy, The Roman
Pontifical, Revised by Decree of the Second Vatican Ecumenical
Council and Published by Authority of Pope Paul VI, English
Translation, 1978.
13. DE LITURGIA ROMANA ET INCULTURATIONE (Liturgi Ro-
mawi dan Inkulturasi), Instruksi IV tentang Pelaksanaan Konstitusi
Liturgi Vatikan II No. 37-40 Secara Benar, Dokpen KWI, 2008.
14. DE ORDINATIONE EPISCOPI, PRESBYTERORUM ET DI-
ACONORUM (DOEPD), Typis Polyglottis Vaticanis, Editio Typica
Altera, Typis Polyglottis Vaticanis, MCMXC, Congregationis de
Cultu Divino et Disciplina Sacramentorum, 29 Iunii 1989.
15. DeSanctis, Michael E., BUILDING FROM BELIEF, Order of
Saint Benedict, Collegeville, Minnesota, 2002.
16. DESIDERIO DESIDERAVI, Surat Apostolik Bapa Suci Paus
Fransiskus tentang Formasio Liturgi Umat Allah, Roma, 29 Juni
2022, Dokpen KWI.
17. DIREKTORIUM KLERUS / DIREKTORIUM TENTANG
PELAYANAN DAN HIDUP PARA IMAM, Paus Yohanes Paulus
II, 31 Januari 1994, Dokpen KWI 1996.
18. DIREKTORIUM TENTANG KESALEHAN UMAT DAN
LITURGI ASAS-ASAS DAN PEDOMAN, Kongregasi Ibadat dan
Tata tertib Sakramen, Vatikan 17 Desember 2001, OBOR, 2011.
19. Dokumen Konsili Vatikan II, diterjemahkan oleh R. Hardawiryana,
SJ, Departemen Dokumentasi dan Penerangan KWI, Cetakan 9,
OBOR, 2008.
20. DOCUMENTS ON THE LITURGY, 1963-1979, Conciliar, Papal,
and Curial Texts, The Liturgical Press, Minnesota, 1982.

212
Arsitektur Gereja

21. Doorly, Moyra, NO PLACE FOR GOD: THE DENIAL OF


THE TRANSCENDENT IN MODERN CHURCH ARCHI-
TECTURE, Ignatius Press, 2007.
22. ECCLESIA DE EUCHARISTIA (Ekaristi dan Hubungannya
dengan Gereja), Surat Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, Roma,
17 April 2003, Dokpen KWI, 2014.
23. Eliade, Mircea, SAKRAL DAN PROFAN, Penerbit Fajar
Pustaka Baru, 2002.
24. EVANGELII NUNTIANDI (Mewartakan Injil), Himbauan
Apostolik Paus Paulus VI, 8 Desember 1975, Dokpen KWI,
2012.
25. Evdokimov, Paul, THE ART OF THE ICON: A THEOLOGY
OF BEAUTY, Oakwood Publications, California, 1990.
26. Foley, Edward, Capuchin, FROM AGE TO AGE, Liturgical
Press, Collegeville, Minnesota, 2008.
27. Gardner, Ernest A., RELIGION AND ART IN ANCIENT
GREECE, Harper & Brothers, London and New York, 1910.
28. GAUDIUM ET SPES (Kegembiraan dan Harapan), Konstitusi
Pastoral tentang Tugas Gereja dalam Dunia Dewasa Ini, Do-
kumen Konsili Vatikan II, Roma, 7 Desember 1965, Dokpen
KWI, 2021.
29. GEREJA DI ASIA (Church in Asia), Paus Yohanes Paulus II,
Anjuran Apostolik Pasca Sinodal, New Delhi, 6 Nopember
1999, Dokpen KWI, 2010.
30. Hamzuri, Drs., RUMAH TRADISIONIL JAWA, Proyek
Pengembangan Permuseuman, D.K.I. JAKARTA, DEPARTE-
MEN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN, tahun tidak
diketahui

213
Bulan Liturgi Nasional 2023

31. Henry Dreyfuss Associates, THE MEASURE OF MAN &


WOMAN HUMAN FACTORS IN DESIGN, Revised Edition,
John Wiley & Sons, INC., 2002.
32. IBADAT ADORASI EKARISTI, KomLit. KAS, Penerbit
Kanisius, 2007.
33. IMAM, GEMBALA DAN PEMIMPIN PAROKI, Instruksi
Imam, Gembala dan Pemimpin Paroki, Roma, 4 Agustus 2002,
Dokpen KWI, 2012.
34. INTER OECUMENICI (Instruksi I, Mengenai Pelaksanaan
Konstitusi Liturgi), 26 September 1964, Bina Liturgia 2A,
Komlit MAWI, Penerbit Obor, 1986.
35. Jung, Carl Gustav, Memories, DREAMS, REFLECTIONS –
MEMORI, MIMPI, REFLEKSI, Octopus Publishing, 2016.
36. KATEKISMUS GEREJA KATOLIK, editio typica, Liberia
Editrice Vaticana, Citta del Vaticano 1993, terjemahan dalam
bahasa Indonesia disahkan oleh Konferensi Wali Gereja Regio
Nusa Tenggara diakui oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia,
cetakan ke-3, Nusa Indah, 2007.
37. KERJA SAMA AWAM DAN IMAM DALAM PASTORAL,
Instruction on certain questions regarding the collaboration of
non-ordained faithful in the sacred ministry of priests 15-08-
1997, Dokpen KWI, 2015.
38. KITAB HUKUM KANONIK (Codex Iuris Canonici), diun-
dangkan oleh Paus Yohanes Paulus II, Roma, 25 Januari 1983,
Konferensi Wali Gereja Indonesia, 2016.
39. Kleiner, Mendel; Klepper, David Llyod & Torres, Rendell R.,
WORSHIP SPACE ACOUSTICS, J. Ross Publishing, 2010.
40. LAUDATO SI (Terpujilah Engkau), Ensiklik Paus Fransiskus,
24 Mei 2015, Dokpen KWI, 2016.

214
Arsitektur Gereja

41. Libreria Editrice Vaticana, Città del Vaticano, INSTITUTIO


GENERALIS MISSALIS ROMANI, Editio typica tertia, 2002,
TYPIS VATICANIS.
42. Libreria Editrice Vaticana, Missale Romanum cum Lectionibus,
INSTITUTIO GENERALIS MISSALIS ROMANI, Ex De-
creto Sacrosancti Oecumenici Concilii Vaticani II Instauratum
Auctoritate Pauli PP. VI Promulgatum, Editio Iuxta Typicam
Alteram, 1977.
43. Lobell, Mimi, SPATIAL ARCHETYPES, JXJ Publication, 2018.
44. McNamara, Denis R., CATHOLIC CHURCH ARCHITEC-
TURE AND THE SPIRIT OF THE LITURGY, Archdiocese
of Chicago, Hillenbrand Books, Chicago / Mundelein, Illinois,
2009.
45. McNamara, Denis R., HOW TO READ CHURCHES, Rizzoli,
2011.
46. MISA “PRO ELIGENDO ROMANO PONTIFICE”, Homili
Yang Mulia Kardinal Joseph Ratzinger, Dekan Kolegium Kar-
dinal, Basilika Vatikan, 18 April 2005.
47. Morrison, Hugh, LOUIS SULLIVAN: PROPHET OF MOD-
ERN ARCHITECTURE, W.W. Norton & Company, New York
– London, 1935.
48. MUSICAM SACRAM (Instruksi Tentang Musik Di Dalam
Liturgi, Konsili Ekumenis Vatikan II, Dikeluarkan pada tanggal
5 Maret 1967).
49. Nouwen, Henri J.M., SPIRITUALITAS PENGGALANGAN
DANA, Penerbit PT. Kanisius, Yogyakarta, 2016.
50. ORDO DEDICATIONIS ECCLESIAE ET ALTARIS (ODEA),
Editio Typica, Typis Polyglottis Vaticanis, MCMLXXVll, Sacra
Congregatio Pro Sacramentis Et Cultu Divino, 1977.

215
Bulan Liturgi Nasional 2023

51. ORDO INITIATIONIS CHRISTINAE ADULTORUM (OICA),


Editio Typica, Typis Polyglottis Vaticanis MCMLXXll, Sacra
Congregatio Pro Cultu Divino, 1972.
52. Panero, Julius, AIA ASID & Zelnik, Martin, AIA ASID, DI-
MENSI MANUSIA & RUANG INTERIOR, Buku Panduan
Untuk Standar Pedoman Perancangan, 1979, Penerbit Erlangga,
2003.
53. PASTORES DABO VOBIS (Gembala-Gembala Akan Kuangkat
Bagimu), Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang
Pembinaan Imam dalam Situasi Zaman Sekarang, 25 Maret
1992, Dokpen KWI, Maret 2018.
54. PEDOMAN UMUM MISALE ROMAWI, Instituto Generalis
Missalis Romani edition typical tertia 2000, approbatio oleh
Konferensi Wali Gereja Indonesia, Komisi Liturgi KWI, 2009.
55. PEDOMAN UMUM TATACARA TOBAT, Kumpulan Doku-
men Liturgi, Bina Liturgia 2H, Komisi Liturgi KWI, Obor, 1989.
56. PERAYAAN PASKAH DAN PERSIAPANNYA (Litterae
Circulares De Festis Paschalibus Praeparandis et Celebrandis),
Congregatio Pro Cultu Divino, 16 Januari 1988, Dokpen KWI,
2005.
57. Pickering, Ernest, ARCHITECTURAL DESIGN, Second Edi-
tion, John Wiley & Sons Inc., London Chapman & Hall Limited,
New York, © 1941.
58. REDEMPTORIS MISSIO (Tugas Perutusan Sang Penebus),
Ensiklik Paus Yohanes Paulus II, 7 Desember 1990, Dokpen
KWI, 2003.
59. REDEMPTIONIS SACRAMENTUM (Sakramen Penebusan),
Instruksi VI tentang sejumlah hal yang perlu dilaksanakan atau-
pun dihindari berkaitan dengan Ekaristi Mahakudus, KWI, 2004.

216
Arsitektur Gereja

60. Rose, Michael S., UGLY AS SIN, Sophia Institute Press, 2001.
61. SACRAMENTUM CARITATIS – APOSTOLIC EXHORTA-
TION (Sakramen Cinta Kasih), Anjuran Apostolik Pasca-
Sinode, Paus Benediktus XVI, KWI, 2007.
62. Schloeder, Steven J., ARCHITECTURE IN COMMUNION,
IMPLEMENTING THE SECOND VATICAN COUNCIL
THROUGH LITURGY AND ARCHITECTURE, Ignatius
Press, San Francisco, 1998.
63. Seasoltz, R. Kevin, THE HOUSE OF GOD, Herder and Herder,
New York, 1963.
64. SPE SALVI (Harapan yang Menyelamatkan), Ensiklik Paus
Benediktus XVI, 30 Nopember 2007, Dokpen KWI, 2014.
65. SURAT KEPADA PARA ARTIS / SENIMAN-SENIWATI, oleh
Bapa Paus Yohanes Paulus II, Vatikan 4 April 1999, Minggu
Paskah, Dokpen KWI, 2007.
66. TATA PERAYAAN EKARISTI, berdasarkan Missale Romanum
Editio Typica Tertia, Reimpressio emendata 2008, approbatio
oleh Konferensi Wali Gereja Indonesia 18 Oktober 2020,
Penerbit Obor, 2021.
67. TATA PERAYAAN PERKAWINAN, berdasarkan Ordo Cel-
ebrandi Matrimonium editio typical altera – Typis Polyglottis
Vaticanis 1991, approbatio oleh Konferensi Wali Gereja Indo-
nesia 2010, cetakan ke-2, Obor, 2013.
68. UPACARA PEMAKAMAN, berdasarkan Ordo Exsequiarum,
edition typica, Typis Polyglottis Vaticanis 1969, cetakan ke-2,
Obor, 2012.
69. Weyres, Willy & Bartning, Otto, KIRCHEN HANDBUCH FUR
DEN KIRCHENBAU, Verlag Georg D.W. Callwey Munchen,
1959.

217
Bulan Liturgi Nasional 2023

Catatan

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

...................................................................................

218

Anda mungkin juga menyukai