Anda di halaman 1dari 215

DISERTASI

STUDI EKSPERIMENTAL KAPASITAS DUKUNG


TANAH LUNAK STABILISASI OVERBOULDER ASBUTON
SEBAGAI LAPISAN SUB - BASE

(Experimental Study On Bearing Capacity Of Soft Soil


Using Overboulder Asbuton
Stabilization as Sub-Base Course)

NOOR DHANI
P0800316406

PROGRAM PASCASARJANA
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
STUDI EKSPERIMENTAL KAPASITAS DUKUNG TANAH LUNAK
STABILISASI OVERBOULDER ASBUTON
SEBAGAI LAPISAN SUB - BASE

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Doktor


Bidang Teknik Sipil

Program Studi
Teknik Sipil

Disusun dan Diajukan Oleh

NOOR DHANI

Kepada

PROGRAM PASCA SARJANA


UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2020
iv

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu Wata’ala

dengan selesainya disertasi ini.

Gagasan yang melatari tajuk permasalahan ini timbul dari hasil

pengamatan kejadian kerusakan tanah dasar dan lapis pondasi jalan

perencanaan konstruksi jalan disebabkan oleh kurangnya daya dukung

dari tanah dasar dan lapis pondasi jalan sehingga penulis melakukan

penelitian di laboratorium mekanika tanah untuk menganalisis

pemanfaatan material lokal overboulder asbuton sebagai material

pengganti pada lapisan pondasi sub-base, diharapkan hasil penelitian ini

dapat memberikan manfaat bagi peneliti selanjutnya serta merupakan

sumbangsi pemikiran perkembangan teknologi pemanfaatan material lokal

sebagai material penggunaan lapis pondasi jalan.

Banyak kendala yang di hadapi oleh penulis dalam rangka

penyusunan disertasi ini, berkat bantuan berbagai pihak maka disertasi ini

dapat selesai. Dalam kesempatan ini penulis dengan tulus menyampaikan

terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Prof. Dr. Ir. H. Lawalenna

Samang, MS., M.Eng. sebagai Promotor dan Bapak Dr. Eng. Ir. Tri

Harianto, ST.,M.T. sebagai Co-Promotor serta Bapak Dr. Ir. Abdul

Rachman Djamaluddin, M.T. atas bantuan dan bimbingan yang telah

diberikan mulai dari pengembangan minat terhadap permasalahan

penelitian ini, pelaksanaan penelitian sampai dengan penulisan disertasi


v

ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Ir. H. La Ode

Muhammad Sjamsul Qamar, M.T selaku Rektor Universitas Dayanu

Ikhsanuddin atas bantuan, perhatian dan dorongannya. Rekan-rekan

mahasiswa Program Doktoral Teknik Sipil Konsentrasi Geoteknik

angkatan 2016. Rekan-rekan mahasiswa Program Doktoral Teknik Sipil

angkatan 2016 yang telah banyak membantu dalam proses penelitian.

Ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada kedua

orang tua tercinta, saudara-saudara penulis atas doa dan dorongan moril

yang telah diberikan. Ucapan terimakasihku yang tak terhingga untuk istri

tercinta Wa Nurnia, SE. dan anak-anakku Alfi Thojonk Kofeilino dan Irfi

Auwwalil Nur atas segala kesabarannya.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun demi kesempurnaan disertasi ini. Semoga disertasi ini dapat

bermanfaat dan digunakan untuk pengembangan wawasan serta

peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua termasuk penelitian lebih

lanjut.

Makassar, 28 Januari 2020

Noor Dhani
ABSTRACT

NOOR DHANI. Experimental Study On Bearing Capacity Of Soft Soil Stabilization Using
Overboulder Asbuton As Sub-Base Course. (Supervised by, H. Lawalenna Samang, Tri
Harianto and Abdul Rachman Djamaluddin)

Soil stabilization has been carried out to increase the mechanical capacity so that it is
possible to bear the load of a construction. Generally, the stabilization is carried out with ash,
cement, and lime to trigger a pozzolan reaction that able to enhance the cohesion between
the soil grains, thus increasing the mechanical values of the soil. Buton Island in Southeast
Sulawesi, Indonesia, has a large amount of about 627 million metric tons of asphalt deposit
in many forms. In Indonesia, natural asphalt derived from Buton Island was called Asbuton
(Asphalt Buton). The Asbuton deposit divided into several types. One of the types is
overboulder which about 30% of the total deposit of asbuton. Overboulder occurred naturally
when limestone reacts with bitumen in the topsoil layer of asbuton itself, making it a waste
material which could be used as stabilizer material, due to its lime content with low bitumen
content at about below 2%. In this study, the authors are trying to analyze the behavior of
soft soil stabilization using overboulder asbuton, with and without activator using a plate
bearing model test. The activator used in this study was iron oxide. Soil investigation started
by obtaining the basic and mechanical properties of the soil, followed by element test using
CBR and UCS value to determine the best composition. The value of the free compressive
strength and the soil CBR value increases after the addition of overboulder and activation.
Based on the result of the tests carried out, the optimum addition of the overboulder was
15%, the UCS value of 3680.23 kN/m2 and the CBR value of 38.22%. The presence of an
activator material increases the mechanical index of the soil. According to the test results,
the highest bearing capacity value was achieved with a composition of 5% iron oxide and
15% overboulder. The unconfined compressive strength value increased by 113% compared
to 15% overboulder-stabilized soil. The value of CBR increased by 165% over 15%
overboulder-stabilized soil. Based on the results of the model tests show that the stabilized
soil with activation of ferro oxide offers better performance as a subbase layer compared to
stabilized soil and gravelly sand. With this result, the overboulder can be used as a substitute
material for pavement foundation layers with high CBR values. And by using local content,
there are opportunities for technical and financial benefits for future development.

Keywords : California Bearing Ratio (CBR), Unconfined Compressive Strength,


Overboulder Asbuton, Plate loading test.
ABSTRAK

NOOR DHANI. Studi Eksperimental Kapasitas Dukung Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder
Asbuton Sebagai Lapisan Sub-Base. (Promotor, H. Lawalenna Samang, Co-Promotor, Tri
Harianto dan Abdul Rachman Djamaluddin)

Stabilisasi tanah dilakukan untuk meningkatkan kapasitas mekanik, sehingga dimungkinkan


untuk menopang beban konstruksi. Umumnya, stabilisasi dilakukan dengan abu, semen dan
kapur untuk memicu reaksi pozzolan yang mampu meningkatkan kohesi antar butiran tanah,
sehingga meningkatkan nilai mekanis tanah. Pulau Buton di Sulawesi Tenggara, Indonesia,
memiliki jumlah besar sekitar 627 juta metrik ton deposit aspal dalam berbagai bentuk. Di
Indonesia, aspal alami yang berasal dari Pulau Buton disebut Asbuton (Asphalt Buton).
Deposit Asbuton dibagi menjadi beberapa jenis. Salah satu jenisnya adalah overboulder
yang sekitar 30% dari total deposit asbuton. Overboulder terbentuk secara alami ketika batu
kapur bereaksi dengan bitumen di lapisan atas tanah asbuton itu sendiri, menjadikan
overboulder bahan limbah yang dapat digunakan sebagai bahan stabilisasi, karena
kandungan kapur dengan kadar bitumen rendah sekitar 2%. Dalam penelitian ini, penulis
mencoba menganalisis perilaku stabilisasi tanah lunak menggunakan overboulder asbuton,
dengan dan tanpa aktifator menggunakan uji model plat bearing. Aktifator yang digunakan
dalam penelitian ini adalah ferro oksida. Investigasi tanah dimulai dengan memperoleh sifat
dasar dan mekanik tanah, diikuti dengan uji elemen menggunakan nilai CBR dan UCS untuk
menentukan komposisi terbaik. Nilai kuat tekan bebas maupun nilai CBR tanah meningkat
setelah penambahan overboulder dan material aktifasi. Berdasarkan pengujian yang telah
dilakukan, penambahan overboulder optimum adalah sebesar 15% dengan nilai UCS
sebesar 3680,23 kN/m2 dan nilai CBR sebesar 38,22%. Adanya bahan aktifator
meningkatkan indeks mekanis tanah. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai daya
dukung tertinggi dicapai pada komposisi 5% ferro oksida dan 15% overboulder. Nilai kuat
tekan bebas meningkat 113% dibanding tanah terstabilisasi 15% overboulder. Nilai CBR
meningkat 165% dibanding tanah terstabilisasi 15% overboulder. Sedangkan hasil uji model
menunjukkan bahwa tanah stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida memiliki kinerja yang
lebih baik sebagai lapisan sub-base dibandingkan dengan sirtu dan tanah stabilisasi
overboulder jika digunakan sebagai lapisan pondasi untuk perkerasan jalan. Dengan hasil
ini, overboulder dapat digunakan sebagai material pengganti untuk lapisan pondasi
perkerasan yang memiliki nilai CBR tinggi. Dan dengan menggunakan material lokal, ada
peluang untuk keuntungan baik secara teknis maupun finansial untuk pengembangan yang
akan datang.

Kata Kunci : California Bearing Ratio (CBR), Unconfined Compressive Strength,


Overboulder Asbuton, Uji Plat Pembebanan
viii

DAFTAR ISI

halaman

PRAKATA iv

ABSTRAK vi

ABSTRACT vii

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xii

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR PERSAMAAN xxii

BAB I PENDAHULUAN 1

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 6

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian 6

D. Batasan Masalah 8

E. Sistematika Penulisan 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10

A. Isu Strategis Infrastruktur Jalan dengan Tanah Lunak 10

B. Stabilisasi Tanah Lunak dengan Material Pozzolan 12

C. Overboulder Asbuton sebagai Material Pozzolan 17

D. Prinsip Design dan Struktur Lapisan Perkerasan Jalan 19

E. Landasan Teori Stabilisasi Tanah Lunak 23


ix

F. Matriks Studi Terdahulu 38

G. Kerangka Pikir Penelitian 48

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 51

A. Lokasi dan Deskripsi Wilayah Penelitian 51

B. Pengambilan Data dan Sampel 52

1. Persiapan Material Dasar 52

2. Persiapan Alat dan Peralatan 52

3. Pelaksanaan penelitian 56

C. Rancangan Uji Model Penelitian 59

1. Pengujian Perilaku Fisik, Mekanis dan Perilaku 59


Mikrostruktur

2. Metode Uji Stabilisasi Tanah Lunak dengan 61


Overboulder Asbuton

3. Model Uji Tipikal Perekrasan dengan Pondasi Jalan 63

D. Analisa Data dan Validasi Numerik 65

E. Defenisi Operasional Variabel Penelitian 67

F. Kerangka Konsep / Alur Penelitian 69

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 71

A. Karakteristik Fisik Tanah Lunak dan Overboulder Asbuton 71

1. Karakteristik Fisik Tanah Lunak 71

2. Karakteristik Fisik Overboulder Asbuton 76

3. Karakteristik Fisik Pemadatan (Kompaksi) 78

B. Karakteristik Mekanis Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah 80


Lunak Stabilisasi Overboulder Asbuton

C. Karakteristik Mekanis Nilai California Bearing Ratio Tanah 90


x

Lunak Stabilisasi Overboulder Asbuton

D. Pola Perilaku Material Aktifasi Tanah Lunak Stabilisasi 92


Overboulder Asbuton

E. Karakteristik Mikrostruktur Tanah Lunak dan Overboulder 114


Asbuton

F. Karakteristik Kimia Mikrostruktur Tanah Lunak Stabilisasi 118


Overboulder Asbuton

G. Karakteristik Kimia Mikrostruktur Tanah Lunak Stabilisasi 120


Overboulder Asbuton Aktifasi Ferro Oksida

H. Perilaku Uji Model Lapisan Sirtu sebagai Lapisan Sub- 123


Base Lapis Perkerasan Jalan

I. Perilaku Uji Model Lapisan Tanah Lunak Stabilisasi 129


Overboulder Asbuton sebagai Lapisan Sub-Base Lapis
Perkerasan Jalan

J. Perilaku Uji Model Lapisan Tanah Lunak Stabilisasi 135


Overboulder Asbuton Aktifasi Ferro Oksida sebagai
Lapisan Sub-Base Lapis Perkerasan Jalan

K. Perilaku Modulus Reaksi pada Nilai CBR dan Pola 142


Penurunan Lapisan Subgrade terhadap Perilaku Lapisan
Sub-Base

L. Hasil Uji Model Numerik Model Lapisan Sub-Base 143


terhadap Pembebanan Tanah

1. Pola Deformasi Pembebanan dan Penurunan Hasil 145


Analisa Numerik Plaxis dengan Lapisan Sub-Base
Pasir Batu (Sirtu)

2. Pola Deformasi Pembebanan dan Penurunan Hasil 149


Analisa Numerik Plaxis dengan Lapisan Sub-Base
Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder

3. Pola Deformasi Pembebanan dan Penurunan Hasil 154


Analisa Numerik Plaxis dengan Lapisan Sub-Base
Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro
Oksida

M. Validasi Hasil dengan Kurva Penurunan Analisa Numerik 162


xi

Plaxis dan Penurunan Hasil Uji Model Laboratorium

N. Temuan Empirik Penelitian 163

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 165

A. Kesimpulan 165

B. Saran 167

DAFTAR PUSTAKA
xii

DAFTAR TABEL

nomor halaman

1 Deposit Penyebaran Asphalt Buton 20

2 Petunjuk Awal untuk Pemilihan Metode Stabilisasi 35

3 Penerapan Stabilisasi Tanah yang Cocok 35

4 Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai CBR 37

5 Berat Jenis Tanah 38

6 Matriks Penelitian Terdahulu 45

7 Daftar Alat-Alat dan Gambar Pengujian 61

8 Ukuran Rata-Rata Beberapa Objek dan Pembesaran 66


Terkecil M* yang Diperlukan untuk Mengamatinya

9 Rancangan Benda Uji 70

10 Mix Design Aktivasi Overboulder dengan Bahan Aditif 71

11 Matriks Sketsa Model Fisik Uji Stabilisasi 73

12 Parameter Uji dan Standar Pengujian Fisik dan 75


Mekanik

13 Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Karakteristik Tanah 80


Lunak

14 Kategori Kekuatan Tanah 83

15 Klasifikasi Tanah Lunak Berdasarkan Unified Soil 84


Classification System

16 Nilai Perkiraan Modulus Elastisitas Tanah 84

17 Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO 85

18 Rekapitulasi Properties Overboulder Asbuton 87


xiii

19 Klasifikasi Tanah Lunak Berdasarkan Unified Soil 88


Classification System

20 Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak 98


Stabilisasi Overboulder

21 Rekapitulasi Pengujian California Bearing Ratio 102


Overboulder

22 Rekapitulasi Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak 109


Stabilisasi Overboulder Aktifasi Polymer

23 Rekapitulasi Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak 115


Stabilisasi Overboulder Aktifasi Waterglass

24 Rekapitulasi Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak 120


Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida

25 Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Bebas Terhadap 122


Variasi Aktifator

26 Rekapitulasi Pengujian CBR Overboulder Teraktifasi 123

27 Spectrum Test Struktur Mineralogi Overboulder 130

28 Jumlah Atorm Unsur Kimia Tanah Lunak Stabilisasi 135


Overboulder

29 Jumlah Atorm Unsur Kimia Tanah Lunak Stabilisasi 137


Overboulder Aktifasi Ferro Oksida

30 Hubungan Jarak terhadap Deformasi Lapisan Sub- 141


base Sirtu Hasil Uji Laboratorium Pelat Bearing 20
cm

31 Hubungan Jarak terhadap Deformasi Lapisan Sub- 146


base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Hasil Uji
Laboratorium Pelat Bearing 20 cm

32 Hubungan Jarak terhadap Deformasi Lapisan Sub- 152


base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi
Ferro Oksida Hasil Uji Laboratorium Pelat Bearing 20
cm

33 Input Parameter Plaxis 160


xiv

34 Korelasi Penurunan Analisa Numerik Plaxis untuk 167


Lapisan Sub-Base Material Pasir Batu

35 Korelasi Penurunan Analisa Numerik Plaxis untuk 173


Lapisan Sub-Base Material Tanah Lunak
Stabilisasi Overboulder

36 Korelasi Penurunan Analisa Numerik Plaxis untuk 179


Lapisan Sub-Base Material Tanah Lunak
Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida

37 Hubungan Beban Ultimit dan Penurunan Hasil Uji 182


Laboratorium dan Hasil Analisa Numerik Plaxis
xv

DAFTAR GAMBAR

nomor halaman

1 Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia 13

2 Peta Penyebaran Endapan Asphalt Buton 21

3 Peta Deposit Asphalt Buton 22

4 Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan Jalan 23

5 Alur Berdasarkan Kerangka Pikir Penelitian 58

6 Lokasi Pengambilan Sampel Serta Penyebaran 59


Overboulder Asbuton

7 Lokasi Overboulder Asbuton 60

8 Alat Uji SEM, XRD dan EDS 69

9 Alat Uji UCS dan CBR Test 70

10 Sketsa Model Fisik Uji Lapisan Sirtu Sebagai Lapis 72


Pondasi Sub-Base

11 Sketsa Model Fisik Uji Lapisan Overboulder + Tanah 72


Lunak Sebagai Lapis Pondasi Sub-Base

12 Sketsa Model Fisik Uji Lapisan Overboulder + Tanah 73


Lunak + Ferro Oksida Sebagai Lapis Pondasi Sub-
Base

13 Bagan Alir Proses Penelitian Uji Model Lapisan 78


Pondasi Jalan

14 Diagram Plastisitas Unified Soil Classification System 83

15 Grafik Rekapitulasi Hubungan Perubahan Kadar Air 90


Terhadap Perubahan Berat Isi Kering Tanah dan
Overboulder

16 Grafik Hubungan Antara Penambahan Overboulder 91


Terhadap Perubahan Berat Isi Kering dan Kadar Air
xvi

Tanah

17 Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Tanah 93


Lunak dengan 5% Overboulder Asbuton

18 Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Tanah 94


Lunak dengan 10% Overboulder Asbuton

19 Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Tanah 95


Lunak dengan 15% Overboulder Asbuton

20 Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Tanah 96


Lunak dengan 20% Overboulder Asbuton

21 Grafik Rekapitulasi Hubungan Antara Tegangan dan 97


Regangan Terhadap Variasi Persentasi Overboulder
dan Masa Pemeraman

22 Grafik Rekapitulasi Hubungan Antara Nilai Kuat 98


Tekan Bebas dan Masa Pemeraman terhadap Variasi
Persentasi Overboulder

23 Grafik Perbandingan Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah 99


Lunak Stabilisasi Overboulder dengan Beberapa
Studi Terdahulu

24 Grafik Perbandingan Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah 100


LunakStabilisasi Overboulder dengan Beberapa
Standar Teknis

25 Grafik Hubungan Antara Nilai CBR dan Variasi 102


Persentasi Overboulder Terhadap Masa Peram

26 Grafik Hubungan Antara Nilai CBR dan Kuat Tekan 103


terhadap Variasi Persentasi Overboulder

27 Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan 106


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Polymer
Masa Peram 7 Hari

28 Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan 107


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Polymer
Masa Peram 14 Hari

29 Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan 108


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Polymer
xvii

Masa Peram 28 Hari

30 Grafik Rekapitulasi Hubungan Antara Tegangan dan 109


Regangan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder
Aktifasi Polymer

31 Grafik Rekapitulasi Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak 110


Stabilisasi Overboulder Aktifasi Polymer

32 Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan 111


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi
Waterglass Masa Peram 7 Hari

33 Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan 112


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi
Waterglass Masa Peram 14 Hari

34 Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan 113


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi
Waterglass Masa Peram 28 Hari

35 Grafik Rekapitulasi Hubungan Antara Tegangan dan 114


Regangan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder
Aktifasi Waterglass

36 Grafik Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah 114


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Waterglass

37 Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan 116


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro
Oksida Masa Peram 7 Hari

38 Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan 117


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro
Oksida Masa Peram 14 Hari

39 Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan 118


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro
Oksida Masa Peram 28 Hari

40 Grafik Rekapitulasi Hubungan Antara Tegangan dan 119


Regangan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder
Aktifasi Ferro Oksida

41 Grafik Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah 119


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida
xviii

42 Grafik Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Bebas terhadap 121


variasi aktifator

43 Grafik Rekapitulasi Nilai CBR terhadap 1% Aktifator 123

44 Grafik Rekapitulasi Nilai CBR terhadap 3% Aktifator 124

45 Grafik Rekapitulasi Nilai CBR terhadap 5% Aktifator 125

46 Grafik Rekapitulasi Nilai CBR terhadap Variasi 126


Aktifator

47 Analysis Result XRD (X-Ray Difraction) Tanah Lunak 128

48 Tescan Vega Spectrum Mikrograf Tanah Lunak 128


(SEM/EDS)

49 Tescan Vega Spectrum Mikrograf Overboulder 129


(SEM/EDS)

50 Analysis Result XRD (X-Ray Difraction) Overboulder 130


Asbuton

51 Quantitative Analysis Results (RIR) Overboulder 131


Asbuton

52 Analysis Result XRD (X-Ray Difraction) Ferro Oksida 132

53 Quantitative Analysis Results (RIR) Ferro Oksida 132

54 Analysis Result XRD (X-Ray Difraction) Tanah Lunak 133


Stabilisasi Overboulder

55 Quantitative Analysis Results (RIR) Tanah Lunak 134


Stabilisasi Overboulder

56 Spektrum XRD Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder 136


Aktifasi Ferro Oksida

57 Quantitative Analysis Results (RIR) Tanah Lunak 136


Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida

58 Grafik Hubungan Antara Beban dan Penurunan Sirtu 139


Sebagai Lapisan Sub-Base

59 Diagram Keruntuhan Sirtu Sebagai Lapisan Sub- 140


xix

Base Per Fase Pembebanan

60 Modulus Reaksi Sirtu Sebagai Lapisan Sub-Base 141

61 Uji Model Lapisan Sirtu Sebagai Lapisan Sub-Base 143

62 Grafik Hubungan Antara Beban dan Penurunan 145


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Sebagai
Lapisan Sub-Base

63 Diagram Keruntuhan Tanah Lunak Stabilisasi 145


Overboulder Sebagai Lapisan Sub-
Base Per Fase Pembebanan

64 Modulus Reaksi Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder 147


Sebagai Lapisan Sub-Base

65 Uji Model Lapisan Tanah Lunak Stabilisasi 149


Overboulder Sebagai Lapisan Sub-Base

66 Grafik Hubungan Antara Beban dan Penurunan 151


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro
Oksida Sebagai Lapisan Sub-Base

67 Diagram Keruntuhan Tanah Lunak Stabilisasi 151


Overboulder Aktifasi Ferro Oksida Sebagai Lapisan
Sub-Base Per Fase Pembebanan

68 Modulus Reaksi Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder 153


Aktifasi Ferro Oksida Sebagai Lapisan Sub-Base

69 Uji Model Lapisan Tanah Lunak Stabilisasi 154


Overboulder Aktifasi Ferro Oksida Sebagai Lapisan
Sub-Base

70 Perbandingan Kinerja Lapisan Sub-Base dengan 156


Variasi Material Uji Model

71 Korelasi Antara Nilai CBR dan Modulus Reaksi 157


terhadap Variasi Bahan Stabilisasi Tanah Lunak

72 Penurunan Lapisan Subgrade terhadap Jenis 157


Lapisan Sub-Base

73 Geometri Plaxis Tanah Lapisan Sub-Base Sirtu 163


xx

74 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 163


Sub-Base Sirtu pada Mode Mesh dengan Perbesaran
3x

75 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 164


Sub-Base Sirtu pada Mode Shadings

76 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 165


Sub-Base Sirtu pada Mode Arrows

77 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 165


Sub-Base Sirtu pada Incremental Shear Strains

78 Perbandingan Pola Perilaku Hubungan Beban (Load) 168


dan Penurunan (Settlement) Hasil Uji Model Numerik
Plaxis terhadap Hasil Laboratorium dengan Lapisan
Sub-Base Sirtu

79 Geometri Plaxis Tanah Lapisan Sub-Base Tanah 169


Lunak Stabilisasi Overboulder

80 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 170


Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder pada
Mode Mesh dengan Perbesaran 6x

81 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 170


Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder pada
Mode Shadings

82 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 171


Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder pada
Mode Arrows

83 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 171


Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder pada
Incremental Shear Strains

84 Perbandingan Pola Perilaku Hubungan Beban (Load) 174


dan Penurunan (Settlement) Hasil Uji Model Numerik
Plaxis terhadap Hasil Laboratorium dengan Lapisan
Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder

85 Geometri Plaxis Tanah Lapisan Sub-Base Tanah 175


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida

86 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 176


xxi

Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder


Aktifasi Ferro Oksida pada Mode Mesh dengan
Perbesaran 10x

87 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 176


Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder
Aktifasi Ferro Oksida pada Mode Shadings

88 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 177


Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder
Aktifasi Ferro Oksida pada Mode Arrows

89 Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan 177


Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder
Aktivasi Ferro Oksida pada Incremental Shear Strains

90 Perbandingan Pola Perilaku Hubungan Beban (Load) 180


dan Penurunan (Settlement) Hasil Uji Model Numerik
Plaxis terhadap Hasil Laboratorium dengan Lapisan
Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder
Aktifasi Ferro Oksida

91 Rekapitulasi Grafik Hubungan Beban (Load) dan 180


Penurunan (Settlement) Hasil Uji Model Numerik
Plaxis terhadap Beberapa Perilaku Tanah

92 Perbandingan Grafik Hubungan Beban (Load) dan 181


Penurunan (Settlement) Hasil Uji Model Numerik
Plaxis terhadap Hasil Laboratorium dari Beberapa
Perilaku Tanah

93 Grafik Validasi Hubungan Penurunan Hasil Uji 183


Laboratorium dan Penurunan Hasil Analisa Numerik
Plaxis Tanpa Perkuatan
xxii

DAFTAR PERSAMAAN

nomor halaman

1 Modulus Kekakuan Tanah 27

2 Modulus Reaksi Lapisan Sub-Base 28

3 Reaksi Hidrasi Stabilisasi Penggunaan Semen 31

4 Reaksi Pozzolan Stabilisasi Penggunaan Semen 31

5 Reaksi Sekunder Stabilisasi Penggunaan Semen 31

6 Reaksi Pozzolan 31
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tanah merupakan bagian penting dari sistem konstruksi jalan raya,

sebagai bagian dari sistem, kekuatan dan stabilitas tanah sangatlah

diperlukan untuk mendukung beban jalan raya. Hal ini ditegaskan Bowles

(1986), yang menyatakan bahwa tanah merupakan salah satu bahan

konstruksi yang langsung tersedia di lapangan, dan apabila tanah dapat

dipergunakan secara langsung akan menjadi sangat ekonomis.

Bendungan tanah, tanggul sungai dan timbunan jalan raya serta kereta

api, kesemuanya merupakan pemakaian yang ekonomis dari tanah

sebagai bahan konstruksi, walaupun demikian, sama halnya seperti

bahan konstruksi lainnya, ia harus dipakai setelah kualitasnya dikontrol.

Apabila tanah ditimbun secara sembarangan, hasilnya akan merupakan

tanah timbunan dengan berat satuan yang rendah dan mengakibatkan

stabilitas yang rendah dan penurunan tanah yang besar.

Kondisi tanah di satu lokasi mempunyai karakteristik yang

berbeda dengan tanah di lokasi yang lain. Hal inilah yang menjadikan

kekuatan daya dukung tanah sebagai bagian dari sistem konstruksi

jalan raya berbeda di satu lokasi dengan lokasi yang lain. Karakteristik

tanah sangat mempengaruhi besarnya daya dukung tanah terhadap


2

beban di atasnya. Jika karakteristik tanah dengan kandungan mineral

yang tidak kuat untuk mendukung beban di atasnya, maka akan dapat

mengakibatkan kerusakan konstruksi yang didukungnya.

Kerusakan tanah sebagai bagian dari sistem konstruksi jalan raya

dapat diperbaiki dengan cara memperkuat perkerasan jalan raya, antara

lain dengan memasang dinding penahan, membuat konstruksi rigid

pavement dan dengan stabilisasi tanah. Pada konsep penelitian yang

dilakuan adalah konsep penelitian perbaikan tanah yang akan

difokuskan pada stabilisasi tanah lunak dengan pemanfaatan material

lokal sebagai bahan stabilisasi.

Stabilisasi tanah dimaksudkan untuk memperbaiki sifat–sifat tanah

asli dengan cara antara lain menambahkan suatu bahan tertentu yang

mengakibatkan perubahan sifat-sifat tanah asli tersebut. Disamping itu,

stabilisasi tanah diperlukan dalam rangka memperbaiki sifat-sifat tanah

yang mempunyai daya dukung rendah, indeks plastisitas tinggi,

pengembangan tinggi dan gradasi yang buruk menjadi lebih baik bagi

konstruksi jalan.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan konstruksi jalan dimana

penggantian material untuk lapisan sub-base di beberapa tempat

dipandang tidak efisien, maka dicari suatu cara untuk meningkatkan

kualitas tanah yang ada menjadi lebih baik untuk kepentingan konstruksi

jalan tanpa harus mengganti tanah yang ada.


3

Pengaruh perbaikan dengan cara stabilisasi tanah dan bagaimana

hasilnya dibanding cara perbaikan yang lain, membutuhkan penelitian

untuk mengetahui hal tersebut. Di samping itu sifat-sifat tanah pada

lokasi penelitian dan fenomena yang ditunjukkan oleh jalan pada lokasi

penelitian menunjukkan dibutuhkannya stabilisasi tanah pada lokasi

daerah tersebut seperti yang dikutip pada pernyataan Bowles, yaitu

untuk mencari daya dukung tanah sesuai dengan beban yang harus

didukungnya.

(Wahyu. P, K., 2015). Menerangkan Lahan basah (wetland) adalah

wilayah yang tanahnya jenuh air. Termasuk di dalam lahan basah ini,

adalah rawa, payau, dan gambut. Sekitar 20 juta hektar dari 10% luas

daratan di Indonesia merupakan tanah ekspansif yang terdiri dari tanah

lempung lunak (soft clay soil) dan tanah gambut (peat soil). Distribusi

tanah ekspansif di Indonesia berada di sepanjang pantai utara Jawa,

pantai timur Sumatera, pantai barat, selatan dan timur Kalimantan, pantai

selatan Sulawesi, pantai barat dan selatan Papua. Tanah ekspansif

memiliki kadar pH yang rendah, memiliki kapasitas tukar kation yang

tinggi, kejenuhan basa rendah, memiliki kandungan unsur K, Ca, Mg, P

rendah dan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Mn, B) rendah.

Jaringan jalan sering memakai tanah dasar dengan daya dukung

rendah dan bersifat lunak. Tanah dasar prinsipnya memikul beban lalu

lintas menjadi faktor terjadinya kerusakan struktur perkerasan jalan.


4

Rendahnya daya dukung tanah dilihat dari nilai California Bearing Ratio

(CBR). Perbaikan tanah pada lapis tanah dasar (subgrade) dengan

stabilisasi merupakan salah satu metode perbaikan tanah. Stabilisasi

tanah dimaksudkan untuk memperbaiki sifat tanah asli dengan indeks

plastisitas tinggi, pengembangan (swelling) tinggi dan gradasi yang buruk.

Stabilisasi tanah dikenal dalam rekayasa geoteknik secara umum

terbagi tiga kategori, yaitu cara mekanis, kimia, dan fisik. Cara mekanis

didasarkan atas usaha mekanis, seperti kompaksi dan konsolidasi.

Melalui cara yang umum digunakan untuk meningkatkan kerapatan tanah,

kompresibilitas tanah berkurang, kemudian diikuti dengan peningkatan

kapasitas daya dukung dan stabilitas tanah. Pada cara kimiawi, suatu

bahan aditif berupa binders (semen, kapur, bitumen, abu terbang)

dicampurkan yang dapat mengubah properties dan kekuatan tanah.

Sedangkan pada cara fisik, suatu bahan perkuatan seperti geotekstil

dimasukkan atau disusun pada lapisan tanah untuk memperkuat tanah.

Kemudian Johnson dan Sallberg, menyatakan bahwa pada

umumnya semakin banyak butir kasar dalam tanah, daya dukungnya

semakin meningkat dan sifat pengembangan semakin rendah (Kerbs &

Walker, 1971). Penambahan material berbutir kasar pada material

lempung akan mengakibatkan perubahan pada sifat- sifat tanah yang

menjurus kepada peningkatan daya dukung, oleh karena itu dalam

penelitian ini dilakukan stabilisasi tanah dengan cara memperbaiki


5

gradasinya yaitu mencampur lunak (tanah asli) dengan overboulder

asbuton (gradasi lebih besar).

Melihat dari kompleksitas permasalahan yang dihadapi dalam

pengoptimalan penggunaan overboulder asbuton sebagai bahan utama

perkerasan jalan baik dari sudut teknologi produksi, jaringan distribusi

serta teknologi aplikasi overboulder asbuton di lapangan yang masih

belum terkuasai secara sempurna, maka sudah selayaknya dilakukan re

orientasi studi overboulder asbuton untuk mengkaji berbagai kebijakan

dan tatacara pengelolaan overboulder asbuton yang mungkin diterapkan

guna mendorong peningkatan riset yang bertujuan untuk

mengembangkan dan mengujicobakan resource management sistem.

Dalam aspek pengaplikasiannya, metode stabilisasi dapat

ditentukan dengan mempertimbangkan kondisi dan kebutuhannya di

lapangan. Beberapa tahun terakhir, telah banyak metode stabilisasi tanah

yang dikembangkan. Para peneliti berlomba dalam melakukan rekayasa

dalam berinovasi dalam memanfaatkan sumber daya alam bahkan limbah

yang ada. Salah satunya adalah mineral aspal buton yang dikenal dengan

istilah overboulder asbuton. Istilah overboulder asbuton merupakan istilah

lokal bagi masyarakat kabupaten buton yang berada diareal

penambangan asphalt alam buton yang mengasumsikan sebagai mineral

yang tidak lolos dalam spesifikasi penambangan asphalt buton dengan

deposisi dan penyebaran yang cukup besar. Overboulder asbuton atau


6

disebut sebagai mineral asphalt buton yang merupakan lapisan top soil

dan sisa pengolahan aspal alam buton dengan deposisi cukup besar yang

berada pada 6 (Enam) formasi penyebarannya yang terproduksi langsung

di Pulau Buton. Sehingga, muncul satu inovasi dalam memanfaatkan

mineral tersebut sebagai material stabilisasi pada tanah lunak.

Dari perlakuan dengan pencampuran kapur dan asphalt buton

diharapkan meningkatkan stabilitas tanah lunak. Meningkatnya stabilitas

akan diamati dari perbandingan nilai California Bearing Ratio (CBR)

dan nilai Swelling Potential tanah lunak yang mendapat perlakuan

dengan penambahan overboulder asbuton. Asbuton merupakan Asphalt

Alam yang terdapat di Pulau Buton dengan deposit sangat besar yang

dapat dimanfaatkan sebagai bahan dari pondasi jalan karena disamping

mengandung bitumen, mineralnya pun memiliki kandungan kapur (CaCO 3)

yang cukup tinggi yaitu sekitar 70% - 80% (Neni, K 2008).

Dengan permasalahan tentang pemanfaatan asphalt buton, maka

dapat dikatakan bahwa asphalt buton merupakan aset yang potensial

dengan penyebaran yang besar di Pulau Buton, seiring perkembangan

jalan pertumbuhan pembangunan akan membutuhkan material konstruksi,

sehingga perlu untuk dilakukan penelitian tentang pemanfaatan asphalt

buton sebagai alternatif bahan stabilisasi untuk meningkatkan kapasitas

dukung guna dijadikan sebagai lapis pondasi jalan.


7

Naskah ini disajikan hasil kajian laboratorium penggunaan

overboulder asbuton yang sangat potensial sebagai aset lokal (local

content) yang dapat digunakan sebagai material stabilisasi dengan

kapasitas dukung rendah pada lapisan tanah dasar ataupun sebagai

lapisan sub-base pada jalan. Maka perlu dilakukan kajian secara detail

karakteristik overboulder asbuton pada pengujian karakteristik dimaksud

adalah karakteristik fisik, mineralogy, kimia, mekanik, dan mikrostrukstur.

Selanjutnya pemanfaatannya sebagai lapisan sub-base, dilakukan uji

model (prototype) yang didasarkan pada standard uji ASTM dan SNI dan

hasil validasi data akan dihitung dengan analisa numerik menggunakan

Program Plaxis. Diharapkan dari hasil studi eksperimental ini akan

diperoleh temuan empiris dan gambaran terhadap perilaku overboulder

asbuton sebagai material stabilisasi pada lapisan tanah lunak.

Atas dasar pertimbangan teori yang akan dilakukan penelitian

dilaboratorium maka peneliti mengambil tema Studi Eksperimental

Kapasitas Dukung Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Asbuton Sebagai

Lapisan Sub-Base.

B. Rumusan Masalah

Masalah yang dikaji dalam penelitian ini dijabarkan dalam rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana karakteristik fisik, mekanis dan mikrostruktur

overboulder asbuton?
8

2. Bagaimana perilaku kekuatan tanah lunak stabilisasi overboulder

asbuton dengan dan tanpa bahan aktifator?

3. Bagaimana model uji kinerja tanah lunak stabilisasi overboulder

asbuton sebagai lapisan Sub-Base?

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk memperkaya

wawasan tentang stabilisasi material lokal. Sehingga diharapkan semakin

luasnya kemungkinan stabilisasi tanah lunak terutama bagi kegunaan di

lapangan. Secara khusus penelitian ini mengetahui bagaimana pengaruh

penambahan overboulder asbuton dalam berbagai variasi terhadap

stabilisasi setelah dilakukan pemeraman. Secara rinci penelitian ini

mempunyai tujuan sebagai berikut :

1. Mengevaluasi karakteristik fisik, mekanis dan mikrostruktur

overboulder asbuton.

2. Menganalisis perilaku kekuatan tanah lunak stabilisasi

overboulder asbuton dengan dan tanpa bahan aktifator.

3. Menemukan model prototipe kinerja tanah lunak stabilisasi

overboulder asbuton sebagai lapisan Sub-Base.

Sedangkan Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Hasil analisis uji model dan analisis numerik tanah lunak

dengan stabilisasi overboulder asbuton, dapat memberikan


9

kontribusi mendasar pada bidang ilmu geoteknik, khususnya

pada pemanfaatannya sebagai lapisan pondasi jalan.

2. Karakteristik tanah lunak dengan stabilisasi overboulder

asbuton dapat dijadikan sebagai landasan teori dan acuan dalam

penentuan komposisi bahan stabilisasi yang paling efektif untuk

lapisan pondasi jalan.

3. Menghasilkan jenis tanah yang cocok sebagai material

lapisan pondasi jalan dari hasil stabilisasi overboulder asbuton

yang lebih efektif.

D. Batasan Masalah

Penelitian ini mencakup pengujian eksperimental laboratorium

terhadap karakteristik tanah lunak dan overboulder asbuton yang

distabilisasi, dimana dalam kandungan mineralnya meliputi sifat fisik,

mekanik, mineralogi, dan mikrostruktur, serta uji model fisik overboulder

asbuton sebagai lapisan pondasi jalan yang terstabilisasi pada tanah

lunak. Penelitian dibatasi sampai pada pengukuran dan analisis deformasi

vertikal dan horisontal lapisan pondasi jalan untuk memperoleh kapasitas

dukung.
10

E. Sistematika Penulisan

Gambaran umum mengenai isi penelitian ini, dapat dituliskan

secara singkat sebagai berikut :

1. BAB I Pendahuluan

Dijelaskan latar belakang penelitian, rumusan masalah

menjelaskan permasalahan yang diamati dan dilaksanakan,

tujuan dan manfaat penelitian ini dilakukan, ruang lingkup

sebagai batasan dalam penulisan, manfaat penelitian

menjelaskan poin keluaran penelitian serta sistematika

penulisan tentang pengenalan isi per bab dalam penulisan ini.

2. BAB II Tinjauan Pustaka

Memaparkan teori dasar tentang sifat fisik, mekanis, klasifikasi,

karakteristik dan microstruktur tanah lunak dan overboulder

asbuton, serta beberapa studi stabilisasi tanah dan gambaran

kerangka pikir penulisan.

3. BAB III Metodologi Penelitian

Menerangkan teknis penelitian yang dilakukan. menguraikan

tentang urutan kerja dan tata cara kerja penelitian mulai dari

pengambilan contoh tanah lunak dan overboulder asbuton,

pencampuran, dan uji model stabilisasi.


11

4. BAB IV Hasil dan Pembahasan

Menyajikan hasil analisis perhitungan data-data yang diperoleh

dari hasil pengujian yang dilaksanakan sesuai dengan

metodologi penelitian serta pembahasan dari hasil pengujian

yang diperoleh.

5. BAB V Kesimpulan dan Saran

Menerangkan tentang kesimpulan dari capaian yang dihasilkan

sebagai suatu rujukan dalam bidang akademik dan bidang

rekayasa serta memberikan saran dalam riset yang bersifat

berkelanjutan.
12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Isu Strategis Infrastruktur Jalan dengan Tanah Lunak

Permasalahan tanah lunak yang terjadi di beberapa negara maju

seperti di Amerika memiliki lempung lunak hingga 1.600 km, yang

membutuhkan biaya besar dalam pembangunan konstruksi jalan sama

halnya di negara lainnya seperti Australia, Argentina, Birma, Canada,

Cuba, Ghana, India, Afrika, kerusakan badan jalan yang berada di atas

tanah lempung ekspansif menjadi permasalahan yang kompleks,

termasuk tanah ekspansif di Sudan hingga 1 juta km2, untuk perbaikan

kerusakan sebesar 60 miliyard rupiah tiap tahunnya. tanah ekspansif

menimbulkan kembang-susut, dan berakibat kerusakan pada strukturnya.

Tanah lunak merupakan masalah yang sering dihadapi dalam

pembangunan jalan di Indonesia. Tanah lunak atau dikatakan, soft clay

terdistribusi sebagian besar di pesisir timur Sumatera, Kalimantan Selatan

dan Barat, Pesisir barat Sulawesi, Pantai Utara Jawa, dan Papua bagian

Selatan seluas + 27.000.000 Ha. Pada daerah ini, desain struktur jalan

pada memerlukan desain non-standar dimana aspek pemahaman

geoteknik akan tanah lunak sangat dibutuhkan. Akan tetapi, seringkali

dijumpai banya desain berakhir pada kegagalan karena masih bertumpu

pada desain standar atau konvensional dan rendahnya pemahaman

geoteknik, apalagi data geoteknik yang disediakan sangat minim.


13

Gambar 1. Peta Penyebaran Tanah Lunak di Indonesia.

Sifat-sifat tanah baik sifat fisis dan teknis ditentukan oleh jenis

klasifikasi tanahnya. Klasifikasi tanah dimaksudkan untuk mempermudah

pengelompokkan berbagai jenis tanah ke dalam kelompok yang sesuai

dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Dalam hubungannya dengan

stabilisasi tanah penambahan aditif, faktor penting yang ditinjau dari sifat

tanah adalah jenis butiran dan tingkat gradasinya. Semakin besar ukuran

butir tanah akan semakin tinggi tingkat stabilisasi tanah.

Tanah lunak dengan ketebalan bervariasi dan memiliki daya

dukung yang sangat rendah (Extremely Low Bearing Capacity), akibatnya

banyak menimbulkan masalah bagi konstruksi yang dibangun di atas

tanah gambut diakibatkan oleh sifat permeabilitas yang tinggi dan sifat

pemampatan (konsolidasi) yang sangat tinggi, terutama kompresi

sekunder yang memakan waktu lama.


14

B. Stabilisasi Tanah Lunak dengan Material Pozzolan

Pozzolan adalah bahan yang mengandung senyawa silica

dan alumina dimana bahan pozzolan itu sendiri tidak mempunyai sifat

seperti semen, akan tetapi dengan bentuknya yang halus dan dengan

adanya air, maka senyawa-senyawa tersebut akan bereaksi secara

kimiawi dengan Kalsium hidroksida (senyawa hasil reaksi antara semen

dan air) pada suhu kamar membentuk senyawa kalsium aluminat hidrat

yang mempunyai sifat seperti semen.

Upaya stabilisasi yang dapat diambil salah satunya adalah dengan

menstabilisasi tanah lempung dengan cara kimia sehingga kekuatan dan

daya dukung tanah dapat meningkat. Upaya-upaya stabilisasi tanah yang

telah dilakukan salah satunya oleh Anwar, Rida dan Nirwana yang

menganalisa stabilisasi tanah menggunakan semen dengan campuran

3%, 6%, 9% dan 12 % terhadap berat kering tanah. Hasil penelitiannya

menunjukkan bahwa dengan penambahan material stabilisasi

semen optimum pada 9% mengalami peningkatan nilai CBR 20% dan

nilai UCS 4.28 kg/cm2.

Banyak peneliti (Al-hassani dkk, 2015; Ghosh dkk, 2011; Rashid

dkk, 2014; dan Sasanian dkk, 2014) telah menunjukkan efek dari

stabilisasi tanah menggunakan portland semen untuk mengubah

karakteristik mekanik lempung di lapangan dan meningkatkan kekuatan

daya dukungnya.
15

Al-hassani dkk (2015), melakukan pengujian penambahan semen

pada stabilisasi tanah dari daerah Al-Meshlab di Najab, Iraq

menggunakan debu semen sebagai bahan tambah. Debu semen adalah

limbah dari proses produksi semen yang disaring pada saringan No. 30

(0,6 mm) sebelum dicampur ke dalam tanah. Dua sampel tanah yang

diambil termasuk tipe lempung plastisitas rendah (CL) dan pasir halus

berlanau (ML) menurut klasifikasi Unified Soil Classification System

(USCS). Perbandingan semen 0%, 5%, 10%, 15% dan 20% dari

berat kering tanah. Kadar air yang digunakan pada saat pencampuran

yaitu kadar air optimum hasil uji Proctor. Pengujian ini mencatat hasil kuat

geser, UCS, koefisien permeabilitas dan durabilitas test. Pengujian-

pengujian tersebut untuk melihat hubungan dari masa perawatan terhadap

nilai kuat tekan silinder dan koefisien permeabilitas. Peningkatan proporsi

semen dapat meningkatkan hasil uji UCS. Pada peningkatan masa

perawatan yang digunakan dari 1, 4, 7, 30, 60, dan 90 hari dapat

meningkatkan kekuatan tanahnya. Hasil pengujian memperlihatkan

koefisien permeabilitas menurun seiring meningkatnya proporsi semen

dalam stabilisasi. Pada hasil uji kuat geser diketahui kohesi tanah

mengalami penurunan seiring peningkatan proporsi semen.

Ghosh dkk, (2011), telah melakukan penelitian tentang stabilisasi

tanah menggunakan semen dengan cara Deep Cement Mixing (DCM).

DCM adalah cara umum yang digunakan untuk mengurangi

kompresibilitas dan meningkatkan kuat tekan pada tanah lempung di


16

lapangan. Pengujian ini dilakukan untuk mengestimasi kekuatan dari

stabilisasi semen-tanah. Sampel tanah diambil dari empat daerah di India,

yaitu daerah Cochin, Bhavnagar, Haldia dan Chennai. Tipe tanah dari

setiap daerah diklasifikasikan sebagai lempung plastisitas tinggi (CH), CH-

MH, lanau anorganik (MH) dan CH-MH.

Lempung distabilisasi dengan variasi proporsi semen dan

variasi masa perawatan. Variasi proporsi semen yang digunakan yaitu

8% sampai 15%. Proporsi semen dicampur dengan berat kering tanah

dan dikondisikan pada kadar air batas cair. Pengujian kuat tekan silinder

hasil stabilisasi tanah-semen dilakukan pada 7, 14, 28 dan 56 hari. Hasil

pengujian diketahui bahwa kadar air sangat mempengaruhi kekuatan

tanah. Kekuatan akan menurun seiring meningkatnya kadar air dalam

tanah. Untuk efek dari masa perawatan menunjukkan bawah kekuatan

yang dihasilkan dari uji UCS dapat meningkat seiring meningkatnya masa

perawatan pada empat jenis sampel tanah yang digunakan.

Studi tentang efek stabilisasi semen untuk meningkatkan kekuatan

tanah pada subgrade jalan telah dilakukan oleh Rashid dkk (2014). Studi

ini menggunakan tiga tipe tanah untuk mewakili nilai batas cair yang

berbeda. Masing-masing tanah akan dicampur dengan semen 0%, 7%

dan 13% kemudian ditambah air dari kadar air optimum hasil proctor tes.

Dilakukan pengujian California Bearing Ratio (CBR) dan UCS pada semua

sampel dengan kadar air optimum setelah perawatan 7 hari.


17

Hasil pengujian menunjukkan nilai CBR dan UCS meningkat seiring

meningkatnya proporsi semen. Meningkatnya kekakuan dengan

meningkatnya proporsi semen diakibatkan karena adanya proses hidrasi

yang mengubah material tanah lempung. Proporsi semen 7% merupakan

nilai optimum proporsi semen untuk mendapatkan kuat tekan yang

dipersyaratkan untuk subgrade jalan yaitu 0.8 MPa dan 80% CBR.

Yunashirson dkk, (2015), dalam penelitiannya melakukan

pengujian stabilisasi tanah lempung plastisitas tinggi (HC) di indeks

likuiditas 1 dan 1.25 dengan menggunakan variasi faktor air semen (FAS)

dan variasi proporsi semen : tanah memakai portland cement type 1 untuk

mengetahui peningkatan nilai UCS. Variasi FAS adalah 20%, 25%, 30%

dan 35% dan variasi semen:tanah adalah 5%, 10% dan 15% dari berat

tanah basah.

Pemeraman dilakukan selama 3 hari sebelum stabilisasi dan uji

UCS. Setelah stabilisasi benda uji diuji menurut masa curing yaitu 1 hari,

3 hari, 7 hari, dan 14 hari. Setiap masa curing ada 2 sampel (benda) uji,

dimana satunya diuji segera setelah menyampel keadaan tak-terendam

(unsoaked) dan satunya pada keadaan terendam (soaked) selama 24

jam sebelum diuji. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa nilai

maksimum UCS tanah lempung plastisitas tinggi terdapat pada proporsi

semen:tanah 15% dan kuat tekan tertinggi pada proporsi FAS 35% untuk

sampel stabilisasi unsoaked dan soaked.


18

Budi dkk, (2002), dalam peneitiannya menyatakan penambahan

24% kapur dapat meningkatkan kekuatan tanah sampai 400%, sedangkan

apabila 60% dari kapur tersebut diganti dengan abu sekam, kekuatannya

turun menjadi 300%. Hatmoko (2007), menggunakan variasi kadar kapur

2%, 4%, 6%, 8%, 10% tanpa abu ampas tebu, kemudian ditambahkan

abu ampas tebu dengan variasi 2,5%, 5%, 7,5%, 10%, 12,5%, 15%,

menghasilkan kepadatan maksimum pada kadar kapur 4%, kuat tekan

bebas naik hingga kadar abu 10% atau proporsi CaO dan SiO 2, Al2O3

terbaik pada kadar abu 10%. Pada kadar abu yang lebih tinggi kapur yang

ada sudah tidak cukup mampu mengikat silikat dan aluminat yang ada

didalam abu. Untuk uji kuat tekan bebas kenaikan yang cukup besar

terjadi pada waktu pemeraman 36 hari. Bahwa reaksi pozzolanik akan

terjadi bila ada air.

Studi tentang pengaruh penambahan kapur dan aspal emulsi

terhadap kembang susut dan daya dukung tanah ekspansif sebagai

subgrade jalan (Untoro Nugroho, 2003), dalam penilitiannya

menghasilkan, b a h wa dengan penambahan 8 % aspal emulsi pada

campuran, harga CBR naik menjadi 8,07 % dari semula 2,745 %, dan

penurunan pengembangan menjadi 1,335 % dari semula 1,825 %.

Dengan penambahan 8 % kapur pada campuran, nilai CBR naik

31,74 %, dan pengembangan turun menjadi 0 %. Dan dengan

penambahan 8 % kapur dan 4 % aspal emulsi, harga CBR naik 21,015

%, dan pengembangan turun menjadi 0,003 %.


19

Studi tentang stabilisasi tanah dari Barito Utara dengan semen

untuk konstruksi jalan (Yoshua, 2000), dalam penelitiannya

menghasilkan bahwa dengan campuran 94% bagian tanah dan 6%

semen, menghasilkan kenaikan harga CBR rendaman dari semula

12,37% menjadi 159,64% dan kenaikan harga UCS dari semula 1,013

Kg/cm2 menjadi 23,19 kg/cm2 .

Stabilitas tanah kohesif berplastisitas tinggi dengan kapur,

semen, dan Geosta (Willy Lemanza, Aniek P., Hardy W., Jurusan

Sipil Universitas Tarumanegara, 1994), dalam penelitian ini

menghasilkan dengan harga kepadatan kering tidak berubah signifikan

akibat campuran kapur, semen, atau tanah + kapur + semen. Dan harga

CBR dari tanah kohesif campuran tanah + kapur dan tanah + kapur

+ Geosta A atau tanah + semen dan tanah + semen + Geosta A

dapat menghasilkan bahwa pada pada umur 14 hari, untuk CBR

soaked dari nilai 10 % untuk tanah, naik menjadi 28 % untuk tanah +

kapur dan menjadi 35 % untuk tanah + kapur + Geosta A sedangkan

pada umur 14 hari, untuk CBR soaked dari 10% untuk tanah, menjadi

30 % untuk tanah + semen , dan menjadi 29 % untuk tanah + kapur

+ semen dan menjadi 40 % untuk tanah + kapur + semen + Geosta A.


20

C. Overboulder Asbuton sebagai Material Pozzolan

Mineral Asbuton pada umumnya terdiri dari batuan dasar batu

kapur. Berdasarkan jenis mineralnya asbuton dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu:

1. mineral dari kapur globegerine (fosil binatang laut): bentuk seperti

batu warna hitam, pada udara dingin rapuh dan mudah pecah dan

pada udara panas agak plastis sukar dipecah.

2. mineral dari kapur mergel (kapur mengandung lempung): benda

plastis berwarna hitam dan sifatnya plastis sukar ditambang.

Mineral asbuton pada umumnya (hampir 85%) terdiri dari batuan

dasar batu kapur (limestone) yang berasal dari endapan binatang

laut, sangat porous dan relatif ringan, sedangkan unsur yang

mempengaruhi kekerasan butir mineral asbuton adalah Fe2O3,

Al2O3, SiO2 (Anon, 1931).

Tabel 1. Deposit Penyebaran Asphalt Buton.

Area Penyebaran Ketebalan Deposit


No Blok
(M2) (Meter) (Ton)
1 Rongi 57.755.000 78 226.165.670
2 Kabungka 181.004.200 78 312.718.460
3 Lawele 130.906.500 78 99.786.080
4 Epe 1.720.000 78 2.011.157
5 Rota 4.530.000 78 19.596.780
6 Madullah 620.000 78 2.682.120
Jumlah 376.537.850 662.960.267
(Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Buton)
21

Berdasarkan Tabel 1, menunjukan bahwa sebaran asphalt

buton dengan deposisi yang cukup besar berdasarkan pola

penyebarannya pada 6 (enam) formasi seperti halnya pada area

Rongi, Kabungka, Lawele, Epe, Rota, dan Madullah. Diketahui bahwa

kebutuhan aspal nasional sekitar 1,2 juta ton pertahun dan hanya 0,6

juta ton dapat dipenuhi oleh PT. Pertamina sedangkan sisanya

dipenuhi melalui import. Hal ini digambarkan pada penyebarannya

asphalt buton seperti yang ditunjukan pada Gambar 2 dan Gambar 3,

bahwa pada setiap lokasi pengeboran dilakukan rata-rata pada

kedalaman 78 (tujuh puluh delapan) meter dengan perkiraan

cadangan aspal alam di Pulau Buton diperikirakan + 662 juta ton.

Gambar 2. Peta Penyebaran Endapan Asphalt Buton (Sumber : Peta Geologi


Daerah Lembar Buton).

Pada saat ini pengembangan teknologi Asbuton telah mencapai

tahap yang cukup jauh termasuk pengembangan asbuton butir dan

asbuton semi ekstraksi (pra-campur) dan asbuton ekstraksi.


22

Gambar 3. Peta Deposit Asphalt Buton (Sumber : Peta Geologi Daerah Lembar
Buton).

Deposit Asbuton dalam jumlah besar dapat menjamin pasokan

kebutuhan pekerjaan jalan. Dari pengujian yang telah dilakukan, didapat

hasil campuran beraspal yang ditambah asbuton menghasilkan campuran

beraspal yang bermutu baik dengan kecenderungan :

a. Stabilitas Marshall campuran beraspal yang lebih tinggi

b. Stabilitas dinamis campuran beraspal yang lebih tinggi

c. Meningkatkan umur konstruksi (dari hasil uji fatigue)

d. Lebih tahan terhadap perubahan temperature

e. Nilai modulus yang meningkat

D. Prinsip Design dan Struktur Lapisan Perkerasan Jalan

Perkerasan jalan adalah campuran antara agregat dan bahan ikat

yang digunakan untuk melayani beban lalu lintas. Agregat yang biasanya

dipakai dalam perkerasan jalan adalah batu pecah, batu belah, batu kali.
23

Sedangkan bahan ikat yang dipakai antara lain semen, aspal dan tanah

liat. Fungsi utama dari perkerasan yaitu untuk menyebarkan beban roda

ke area permukaan tanah dasar yang lebih luas dibandingkan luas kontak

roda dan perkerasan, sehingga mereduksi tegangan maksimum yang

terjadi pada tanah dasar, yaitu pada tekanan dimana tanah dasar tidak

mengalami deformasi (perubahan bentuk) berlebihan selama masa

pelayanan perkerasan.

Lapisan-lapisan tersebut berfungsi untuk menerima beban lalu

lintas dan menyebarkannya kelapisan dibawahnya. Konstruksi perkerasan

terdiri dari lapis permukaan (surface course), lapis pondasi atas (base

course), lapis pondasi bawah (sub-base course), lapis tanah dasar

(subgrade)

Gambar 4. Susunan Lapis Konstruksi Perkerasan jalan.


24

1. Lapisan Permukaan (Surface Course)

Lapisan paling atas disebut lapis permukaan dan berfungsi sebagai :

a. Lapis perkerasan penahan beban roda, lapisan mempunyai

stabilitas tinggi menahan beban roda selama masa pelayanan.

b. Lapis kedap air, sehingga air hujan yang jatuh diatasnya tidak

meresap ke lapisan di bawahnya dan melemahkan lapisannya.

c. Lapis aus (wearing course), lapisan yang langsung menderita

gesekan akibat rem kendaraan sehingga mudah menjadi aus.

d. Lapis yang menyebarkan beban ke lapisan bawah, sehingga dapat

dipikul oleh lapisan lain yang mempunyai daya dukung rendah.

2. Lapis Pondasi Atas (Base Course)

Lapisan perkerasan diantara lapis permukaan dan lapis pondasi

bawah dinamakan lapos pondasi atas (base course). Yang fungsinya :

a. Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda dan

menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya.

b. Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.

c. Sebagai lapis peresapan untuk lapis pondasi bawah.

Material yang akan digunakan untuk lapis pondasi atas adalah

material yang cukup kuat dan awet sehingga dapat menahan beban

roda. Untuk lapisan tanpa bahan pengikat umumnya menggunakan

material dengan CBR  50% dan Plastisitas Indeks (PI) ≤ 4%. Bahan-

bahan alam seperti batu pecah, kerikil pecah, stabilitas tanah dengan

semen dan kapur dapat digunakan sebagai lapis pondasi atas.


25

3. Lapis Pondasi Bawah (Sub-base Course)

Lapis pondasi bawah adalah lapisan permukaan yang terletak antara

lapis tanah dasar dan lapis pondasi atas (base course), berfungsi

antara lain :

a. Bagian dari konstruksi perkerasan untuk menyebarkan beban roda

ke tanah dasar. Lapisan ini harus cukup kuat, mempunyai CBR

20% dan plastisitas (PI) ≤ 10%.

b. Efisiensi penggunaan material. Material pondasi bawah relatif

murah dibandingkan dengan lapisan perkerasan diatasnya.

c. Mengurangi tebal lapisan diatasnya yang lebih mahal.

d. Lapis peresapan, agar air tanah tidak terkumpul di pondasi.

e. Lapis pertama, agar pekerjaan dapat berjalan lancar. Hal ini

sehubungan dengan kondisi lapangan yang memaksa harus

segera menutup tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya

daya dukung tanah dasar dari pengaruh cuaca, atau lemahnya

daya dukung tanah dasar menahan roda-roda alat besar.

f. Lapisan untuk mencegah pertikel-partikel halus dari tanah dasar

naik kelapis pondasi atas.

4. Lapis Tanah Dasar (Subgrade)

Lapis tanah dasar setebal 50-100 cm yang terletak dibawah pondasi

bawah lapisan tanah dasar dapat berupa tanah asli yang dipadatkan

atau tanah asli yang distabilisasi dengan kapur atau bahan lainnya.
26

Pemadatan yang baik diperoleh jika dilakukan pada kadar air optimum

dan diusahakan kadar air tersebut konstant selama umur rencana.

Dilihat dari muka tanah asli, maka lapisan tanah dasar tersebut

dibedakan atas (a) lapisan tanah dasar, yang berasal dari tanah galian

(b) lapisan tanah dasar,yang berasal dari tanah timbunan, (c) lapisan

tanah dasar, yang merupakan tanah asli.

E. Landasan Teori Stabilisasi Tanah Lunak

1. Stabilisasi Tanah

Stabilisasi tanah secara umum merupakan suatu proses untuk

memperbaiki sifat-sifat tanah dengan menambahkan sesuatu pada tanah

tersebut, agar dapat menaikkan kekuatan tanah dan mempertahankan

kekuatan geser. Tujuan dari stabilisasi tanah adalah untuk mengikat dan

menyatukan agregat material yang ada sehingga membentuk struktur

jalan atau pondasi jalan yang padat. Adapun sifat tanah yang telah

diperbaiki tersebut dapat meliputi : kestabilan volume, kekuatan atau daya

dukung, permeabilitas, dan kekekalan atau keawetan.

Menurut Bowles, 1979, beberapa tindakan yang dilakukan untuk

menstabilisasikan tanah adalah sebagai berikut : meningkatkan kerapatan

tanah, menambah material yang tidak aktif sehingga meningkatkan kohesi

dan/atau tahanan gesek yang timbul, menambah bahan untuk

menyebabkan perubahan-perubahan kimiawi dan/atau fisis pada tanah,


27

menurunkan muka air tanah (drainase tanah), mengganti tanah yang

buruk.

Tolak ukur yang umum dari sifat elastis suatu bahan material

adalah modulus elastisitas, yang merupakan perbandingan dari tekanan

yang diberikan dengan perubahan bentuk per satuan panjang (Murdock

dan Brook, 1986). Modulus kekakuan tanah adalah perbandingan antara

tegangan dan regangan yang terjadi pada tanah atau dengan kata lain,

bahwa modulus kekakuan tanah (Es) merupakan proporsi angka yang

konstan antara tegangan dengan regangan sebagai berikut :

 (1)
=


Parameter tanah Es, sering digunakan untuk menghitung

penurunan dari beban statis, ini menjelaskan adanya kecenderungan

suatu benda untuk berubah bentuk sepanjang sumbu x ketika gaya yang

diterapkan pada sumbu y, yang didefinisikan sebagai rasio perbandingan

tegangan tekan dan regangan tekan.

Plat Bearing : Berdasarkan plat bearing standar yang terbuat dari

baja ringan dengan diameter 60 cm dan ketebalan 0,5 hingga 2,5 cm

digunakan sebagai pengaku namun pada pengujian yang dilakukan di Soil

Mechanics Laboratory Universitas Hasanuddin kami menggunakan plat

bearing dengan diameter 20 cm sehingga dalam perhitungan nilai

modulus reaksi dilakukan perhitungan koreksi nilai modulus. Alat

Pembebanan : Terdiri dari suatu Rangkaian Frame dan dongkrak hidrolik.

Rangkaian frame diharapkan mampu menahan beban yang akan


28

diberikan Modulus Reaksi pada lapisan subgrade Faktor koreksi untuk

ukuran plat bearing adalah modulus dari tanah dasar ukuran lebih kecil

piring dan a = adalah diameter piring yang lebih kecil, maka nilai K sesuai

dengan standar 1 piring (diameter a) adalah 1 Jika K (Menurut NAVFAC-

DM 5.4)

= (2)

Dimana : K = Modulus Reaksi Lapisan Sub-base

K1 = Nilai K Empirik

a1 = Diameter Plat Bearing Empirik

a = Diameter Plat Standard [60 CM]

Penentuan kekuatan tanah untuk mendukung struktur diatasnya

sangat ditentukan oleh koefisien reaksi tanah (Ks) dan modulus elastisitas

tanah (Es). Winkler (1867), membuat model untuk mengasumsikan

kekakuan tanah sebagai rasio antara tekanan () dan displacement

vertical () adalah linier, dan diketahui sebagai koefisien reaksi tanah, Ks

(MN/m3). Teori ini banyak dikembangkan untuk perhitungan tegangan-

tegangan pada pondasi fleksibel (Terzhagi, 1955; Biot, 1937; Vesic, 1961;

Horvath, 1989; Daloglu dan Vallabhan, 2000). Nilai Ks dapat ditentukan

berdasarkan pengujian lapangan, pengujian laboratorium, persamaan

empiris, dan nilai tabulasi. Uji lapangan menggunakan plate load test, uji

laboratorium menggunakan uji konsolidasi dan uji triaksial (Dutta dan Roy,

2002), dan uji CBR (Nascimento dan Simoes, 1957).


29

Stabilisasi tanah adalah upaya yang dilakukan untuk memperbaiki

sifat-sifat tanah. Metode stabilisasi yang banyak digunakan adalah

stabilisasi mekanis dan stabilisasi kimiawi. Stabilisasi mekanis adalah

salah satu metode untuk meningkatkan daya dukung tanah dengan cara

perbaikan struktur dan perbaikan sifat-sifat mekanis tanah, sedangkan

stabilisasi kimiawi yaitu menambah kekuatan dan kuat dukung tanah

dengan jalan mengurangi atau menghilangkan sifat-sifat teknis tanah yang

kurang menguntungkan dengan cara mencampur tanah dengan bahan

kimia.

Adapun metode-metode stabilisasi yang dapat dilakukan adalah

sebagai berikut :

a. Stabilisasi Mekanis

Dalam metode ini, stabilisasi dapat dicapai melalui proses fisik

dengan mengubah sifat fisik tanah di lapangan. Salah satu proses

fisik yang dapat dilakukan yaitu pemadatan tanah (Makusa, 2012).

Tanah hasil stabilisasi secara mekanis akan mengalami peningkatan

kekuatan dan ketahanan terhadap beban yang bekerja di atasnya. Hal

ini disebabkan karena adanya kaitan dan geseran antara butiran

tanah kasar dengan butiran tanah halus. Kestabilan tanah hasil

stabilisasi mekanis akan tercapai setelah dilakukan pemadatan.

b. Stabilisasi Kimiawi

Dalam stabilisasi kimiawi terjadi reaksi antara bahan stabilisasi

dengan tanah. Stabilisasi dilakukan dengan cara penambahan bahan


30

stabilisasi yang dapat mengubah sifat kurang menguntungkan dari

tanah. Bahan stabilisasi yang dapat digunakan di antaranya semen

portland, kapur, abu batubara (fly ash), aspal, dan lain-lain. Metode ini

biasanya digunakan pada tanah berbutir halus. Pemilihan jenis bahan

tambah untuk stabilisasi dilakukan berdasarkan distribusi ukuran

butir tanah.

Stabilisasi tanah dapat dilakukan secara mekanis maupun

menggunakan bahan-bahan aditif (zat kimia) biasa disebut sebagai

bahan stabilisator. Secara mekanis stabilisasi tanah dilakukan dengan

mengatur gradasi butiran tanah kemudian dilakukan proses

pemadatan, sedangkan stabillisasi yang menggunakan bahan aditif

dapat dilakukan dengan menambah bahan aditif kemudian dilakukan

pemadatan.

2. Jenis – Jenis Stabilisasi Tanah

Pemilihan bahan stabilisasi dilakukan berdasarkan beberapa faktor,

yaitu peningkatan kekuatan dan kekakuan, tersedianya bahan,

kemudahan pelaksanaan, daya tahan hasil stabilitas dan biaya (Ismail

dkk, 2002). Semen Portland sering digunakan pada stabilisasi tanah

karena kemudahan untuk mendapatkan, efisien dalam pelaksanaan,

harga relatif murah dan mudah dalam penyimpanan (Bergado dkk, 1996).

Selain itu semen dapat digunakan pada berbagai jenis tanah sesuai

distribusi ukuran butirannya dan semen dapat mengeras sendiri

sehingga tidak perlu pemadatan (Hardiyatmo, 2010). Ada dua reaksi


31

pada stabilisasi menggunakan semen, yaitu hidrasi dan pozzolan. Reaksi

hidrasi yang mana terjadi antara semen dengan air menghasilkan kalsium

hidroksida. Reaksi hidrasi umumnya bereaksi lebih dahulu dan dianggap

memberikan kontribusi yang signifikan untuk peningkatan kekuatan.

Sedangkan reaksi pozzolan terjadi antara kalsium hidroksida dengan

tanah. Reaksi hidrasi tersebut adalah (Bergado dkk, 1996) :

2C3S + 6H à C3S2H3 + 3Ca(OH)2 (3)

2C3S + 4H à C3S2H3 + Ca(OH)2 (4)

Dengan,

H = H2O

C = CaO

S = SiO2

Reaksi sekunder berikutnya terjadi segera setelah kalsium

hidroksida dihasilkan dalam campuran. Reaksi pozzolan tersebut adalah

(Bergado dkk, 1996) :

Ca(OH)2 + SiO2à CSH (5)

Ca(OH)2 + Al2O3 à CAH (6)

Dengan,

A = Al2O3

Pada lempung dengan kadar air tinggi struktur semen akan bereaksi

signifikan untuk mengubah karakteristik mekanik lempung karena proses

hidrasi (Sasanian dkk, 2011). Poin penting dalam stabilisasi tanah

menggunakan semen yaitu (Makusa, 2012) :


32

a. Menurunkan sifat plastis tanah atau indeks plastisitas.

b. Meningkatkan kekuatan.

c. Menstabilkan volume.

3. Metode Stabilisasi Dilapangan

Pada prinsipnya metode stabilisasi tanah dengan semen di lapangan

adalah untuk mencampur secara merata tanah dengan semen. Sebelum

dilakukan stabilisasi di lapangan, perlu dilakukan stabilisasi dalam skala

laboratorium. Pengujian laboratorium berguna untuk mengetahui

efektivitas bahan stabilisasi yang digunakan. Hasil dari pengujian

laboratorium selanjutnya digunakan sebagai dasar pemilihan proporsi

bahan stabilisasi untuk mencapai spesifikasi teknis yang diinginkan. Ada

dua metode yang dapat digunakan untuk stabilisasi tanah di lapangan

yaitu stabilisasi in-situ dan stabilisasi ex-situ.

4. Pemilihan Bahan Tambah Untuk Stabilisasi

a. Pertimbangan Pemilihan Bahan Tambah

Menurut Hary Christady di dalam bukunya Stabilisasi Tanah Untuk

Perkerasan Jalan, bahan perantara stabilisasi dipilih menurut macam

tanah, kondisi masalah di lokasi pekerjaan stabilisasi, serta ke-

ekonomisan penggunaannya. Jadi, dalam stabilisasi dengan bahan

tambah,tanah di lokasi tetap digunakan,dengan tidak dilakukan

pembongkaran untuk penggantian tanah setempat.

Pemilihan bahan tambah yang cocok bergantung pada maksud

penggunaannya. Banyaknya kadar bahan tambah umumnya


33

ditentukan dari uji laboratorium, yang mensimulasikan kondisi

lapangan, cuaca, daya tahan atau uji kekuatan. Dalam beberapa hal,

penambahan bahan tambah di dalam tanah memerlukan biaya

pelaksanaan yang relatif tinggi. Karena itu, cara perbaikan tanah

dengan pencampuran bahan tambah ini harus dibandingkan dengan

tipe perbaikan tanah yang lain, seperti: pemadatan, penggantian

dengan tanah yang lebih bagus atau penambahan aggregat.

Beberapa pertimbangan yang dilakukan untuk memilih bahan

tambah yang cocok adalah :

1. Jenis tanah yang akan distabilisasi

2. Jenis struktur yang distabilisasi

3. Ketentuan kekuatan tanah yang harus dicapai

4. Tipe dari perbaikan tanah yang diinginkan

5. Dana yang tersedia

6. Kondisi lingkungan

Sebagai contoh, semen dapat digunakan untuk stabilisasi

sembarang jenis tanah. Namun semen lebih cocok untuk jenis tanah

yang granuler, dan kurang cocok untuk tanah-tanah lempung plastis.

Sebaliknya, kapur lebih cocok digunakan untuk stabilisasi tanah

lempung dengan plastisitas sedang sampai tinggi. Kapur akan

mengurangi plastisitas, memberi kemudahan untuk dikerjakan,

mengurangi sifat mengembang dan menambah kekuatannya. Jika

material berupa kerikil berlempung, kapur akan membuat material


34

lebih kuat, dan jika campuran ini digunakan untuk struktur lapis

pondasi pada perkerasan, maka akan memberikan kekuatan yang

lebih tinggi. Kombinasi kapur-semen dan abu terbang cocok

digunakan untuk stabilisasi struktur lapis pondasi (sub-base course).

Aspal cocok dicampur dengan pasir berlanau dan material

granuler,karena aspal dapat membungkus seluruh butiran tanah.

b. Metode Pemilihan Bahan Tambah

Beberapa metode telah diusulkan dalam pemilihan bahan tambah.

Beberapa metode yang diusulkan bergantung pada pengalaman

organisasi dari Negara asalnya. Berikut ini akan dipelajari beberapa

petunjuk dari cara pemilihan bahan tambah untuk stabilisasi tanah

yang telah digunakan.

1. Alaska Department of Transportation and Public Facilities


Research and Technology Transfer

Hicks (2002) dalam Alaska Department of Transportation and

Public Facilities Research and Technology Transfer mengusulkan

petunjuk cara pemilihan bahan stabilisasi,seperti ditunjukkan dalam

Tabel 2. Dalam metode ini, distribusi ukuran butiran dan batas-

batas Atterberg digunakan sebagai dasar penilaian macam

stabilisasi yang akan digunakan. Petunjuk awal yang ditunjukan

dalam Tabel 2. hanya sebagai pertimbangan awal , dan dapat

digunakan untuk maksud modifikasi tanah seperti; stabilisasi

dengan kapur untuk membuat material lebih kering dan mengurangi

plastisitasnya.
35

Tabel 2. Petunjuk awal untuk pemilihan metode stabilisasi (Hicks, 2002)

Material Lolos >25% Lolos Saringan No.200 < 25% Lolos Saringan No.200
Saringan No.200 (0,075 mm) (0,075 mm)
Indeks Plastisitas , ≤ 6 (PI x Persen Lolos
PI (%) ≤ 10 10-20 ≥20 Saringan No.200 ≤ 60) ≤ 10 ≤ 10

Bentuk Stabilisasi :

Semen dan
Cocok Ragu Tidak Cocok Cocok Cocok Cocok
Campuran Pengikat
Kapur Ragu Cocok Cocok Tidak Cocok Ragu Cocok
Aspal ( Bitumen ) Ragu Ragu Tidak Cocok Cocok Cocok Ragu
Aspal/Semen
Cocok Ragu Tidak Cocok Cocok Cocok Ragu
Dicampur
Granular Cocok Tidak Cocok Tidak Cocok Cocok Cocok Ragu
Lain-Lain Campuran Tidak Cocok Cocok Tidak Cocok Ragu Cocok
Cocok

2. Ingles dan Metcalf (1972)

Distribusi ukuran butir tanah oleh Ingles dan Metcalf (1972)

dijadikan sebagai salah satu pedoman dalam menentukan jenis

stabilisasi maupun bahan stabilisasi yang digunakan. Berikut

merupakan tabel Ingles dan Metcalf (1972), adapun pedoman ini

masih merupakan gambaran kasar karena belum memperhatikan

nilai karakteristik plastisitas dari bahan yang ingin distabilisasi.

Tabel 3. Penerapan Stabilisasi Tanah yang Cocok (Ingles dan


Metcalf,1972)

Type Tanah Lempung Lempung Lanau Halus Lanau Kasar Pasir Halus Pasir Kasar
Halus Kasar
Ukuran Butiran Tanah (mm) <0,0006 0,0006-0,002 0,002-0,02 0,01-0,06 0,06-0,40 0,40-2,0
Stabilisasi Volume Tanah Sangat Buruk Sedang Sedang Baik Sangat Baik Sangat Baik
Kapur
Stabilisasi

Semen
Type

Polimerik-Organik
Mekanis
Thermal
Efisiensi Maksimum Efektif, Tapi Pengendalian Mutu Sulit
36

3. Indiana Department of Transportations

Metode yang digunakan oleh Indiana Department of

Transportations menguraikan metode pemilihan bahan tambah

yang cocok untuk tanah tertentu yang didasari oleh nilai

karakteristik plastisitas (PI,LL, dan PL) dan gradasi butiran tanah.

Untuk maksud stabilitasi tanah:

a. Kapur : Jika tanah mempunyai PI > 10 dan kadar lempung

(0,002 mm) > 10.

b. Semen : Jika tanah mempunyai PI ≤ 10 dan persen lolos

saringan no.200 < 20%

c. Kapur, semen atau kombinasi dengan abu terbang : jika tanah

< 10% lolos saringan no.200 dan 10 < PI < 20.

Adapun kadar bahan tambah yang digunakan untuk stabilisasi :

a. Kapur : 3% - 9%

b. Semen : 3% - 10%

c. Abu Terbang : 10% - 25%

5. California Bearing Ratio

Metode pengukuran daya dukung tanah yang relatif mudah untuk

dilakukan dan dimengerti adalah California Bearing Ratio Test . Tujuan

dari pengujian ini adalah untuk memngetahui kapasitas daya dukung

tanah, metode ini pertama kali dikembangkan oleh Departemen Jalan


37

Raya California pada tahun 1920. CBR merupakan perbandingan antara

beban penetrasi suatu bahan (Test Load) terhadap beban standar

(Standard Load) dan dinyatakan dalam persentase. Semakin keras suatu

bahan atau material yang digunakan maka semakin tinggi nilai CBR yang

dihasilkan. Berikut merupakan tabel nilai CBR pada masing-masing jenis

tanah.

Tabel 4. Klasifikasi Tanah Berdasarkan Nilai CBR

General Clasification System


CBR Uses
Rating Unified AASHTO
0–3 Very Poor Subgrade OH, CH, MH, OL A5, A6, A7
3–7 Poor to Fair Subgrade OH, CH, MH, OL A4, A5, A6, A7
7 – 20 Fair Sub-Base OL, CL, ML, SC, SM, SP A2, A4, A6, A7
20 – 50 Good Base, Sub-Base GM, GC, SW, SM, SP, GI A1b, A2-5, A3, A2-6
>50 Excellent Base, Sub-Base GW, GM A1a, A2-4, A3
sumber : Braja.M.Das. (1995), Mekanika Tanah Jilid I , hal 71, Erlangga Surabaya)

Klasifikasi tanah Braja M. Das ini sering dijadikan acuan untuk


menentukan standar perkerasan. Dimana apabila nilai CBR suatu bahan
atau tanah yang digunakan memiliki nilai yang rendah dengan kualitas
Very Poor – Poor maka bahan ini wajib distabilisasi, baik itu dengan cara
stabilisasi mekanis, kimiawi maupun termal. Penentuan perlakuan
stabilisasi ini tentu harus didasari dengan faktor-faktor yang telah
diuraikan pada poin 2.3.2 ataupun beberapa pertimbangan lainnya.

6. Berat Jenis Tanah

Berat spesifik atau berat jenis (specific gravity) adalah perbandingan


antara berat volume butiran padat (γs) dengan berat volume air (γw). Gs
tidak berdimensi. Secara tipikal, berat jenis berbagai jenis tanah berkisar
antara 2.65 sampai 2.75.D
38

Tabel 5. Berat Jenis Tanah (Specific Gravity)

Macam Tanah Berat Jenis (Gs)


Kerikil 2,65 – 2,68
Pasir 2,65 -2,68
Lanau `anorganik 2,62 – 2,68
Lempung organik 2,58 -2,65
Lempung anorganik 2,68 – 2,75
Humus 1, 37
Gambut 1,25 – 1,80
(Sumber : Hary Christady Hardiyatmo, 2012)

7. Pemadatan

Dalam mekanika tanah, kata kerja “memadat” adalah menekan


partikel-partikel tanah sampai rapat bersamaan dengan keluarnya udara
dari ruang pori. Dengan demikian, yang disebut pemadatan tanah adalah
usaha memadatkan tanah (mengurangi ruang pori) dengan cara mekanis,
yaitu dengan menumbuk, menggilas, atau menggetarkan tanah.

Tujuan pemadatan adalah untuk memperbaiki mutu/kualitas tanah,


karena :

a. Dapat memperbesar daya dukung tanah, karena sudut gesek


dalam tanah bertambah besar dan kohesi (C) bertambah besar
pula.
b. Mengurangi permeabilitas
c. Mengurangi settlement (penurunan tanah).
d. Mengurangi kembang susut tanah karena ruang pori menjadi
sedikit.

Dalam mekanika tanah, ukuran kepadatan tanah adalah berat volume


kering tanah (dry density) yang dinyatakan dengan notasi γdry
39

Dalam proses stabilisasi tanah, aktivator mempermudah terjadinya

reaksi kimia antara bahan stabilisator dan tanah pada saat proses

stabilisasi, memperkuat daya kohesi antar partikel tanah oleh bahan

stabilisator, juga meningkatkan daya tahan terhadap pengaruh air dan zat

kimia (asam, basa, pelarut organik). Damar mengandung asam-asam

resinol, resin, dan minyak atsiri, merupakan bahan dasar bagi cairan

pelapis kertas supaya tinta tidak menyebar. Juga dimanfaatkan untuk

campuran lak dan vernis, perekat pada penambal gigi, dan perekat

plester. Resin damar dapat memudahkan proses pertukaran ion,

memberikan daya tahan terhadap pengaruh air, memperkuat daya ikat

antar partikel tanah (Doelen dkk., 1998), sehingga berpotensi mencegah

pelarutan partikel liat tanah oleh alkali. Getah damar adalah salah satu

komoditas ekspor Indonesia yang menguasai 80% pasar dunia (Mimbar,

1999).

Oksida besi memiliki kapasitas tukar kation yang baik, bisa bereaksi

dengan kalsium karbonat menjadi oksida besi karbonat, memiliki ion H+

(Rossel at all. 2009). Ion H+ bisa menetralisir terjadinya flokulasi larutan.

Oksida besi adalah salah satu senyawaoksida dari besi denganrumus

kimia Fe2O3, mempunyai sifat paramagnetik.Di Indonesia potensinya

melimpah tetapi masih kurang mendapat perhatian.

Selain oksida besi, beberapa jenis material additive yang biasa

digunakan adalah concrete additive yang biasanya berbentuk polymer

yang dicampur dengan semen. Menurut penelitian yang dilakukan oleh


40

Nuriyono, 2015, perlu dilakukan pengujian dengan memberi bahan

tambah (additive) polimer pada campuran semen tanah, dengan maksud

meningkatkan kuat tanah sekaligus mengurangi kadar semen. pengujian

pada benda uji dengan pemeraman 3 hari dimana tanah dan semen

diberi waktu untuk terjadi pengikatan antara semen dengan tanah yang

dibantu polimer, nilai kuat tekan mula atau pada tanah asli tanpa

penambahan semen dan polimer ialah 2,94 kg/cm2, kemudian setelah

ditambahkan 3% semen dan polimer nilai kuat tekan naik menjadi 10,02%

dan akan naik terus hingga penambahan semen 12% dan polimer yang

nilai kuat tekan mencapai 144,12 kg/cm2, bertambahnya nilai kuat tekan

jika dibandingkan dengan persentase penambahan semen.

Stabilisasi dengan bahan yang relative lebih murah dan mudah

didapat yaitu menggunakan garam. Garam merupakan zat yang

dihasilkan dari reaksi netralisasi berupa reaksi antara senyawa yang

bersifat asam dan basa. Karakteristik yang dimilikinya, bahwa garam

mempunyai ikatan ion, umumnya tahan panas (terurai pada suhu tinggi),

dapat menjadi konduktor listrik apabila larut dalam air, dan dalam bentuk

padat mempunyai struktur kristal. Berdasarkan proses pembentukannya,

garam dapat berupa garam organik dan garam anorganik. Garam organik

merupakan garam yang dihasilkan oleh makhluk hidup (organisme),

sedangkan garam anorganik dihasilkan dari benda mati misalnya dari

kulit bumi atau udara.


41

Berdasarkan dari karakteristik garam yang mempunyai struktur kristal

dan ikatannya berupa ikatan ion, maka tanah berbutir halus dengan

ikatan van der waals yang lemah dapat diubah menjadi ikatan ion untuk

mendapatkan struktur kristal pada tanah. Dalam hal ini, digunakan garam

anorganik sebagai larutan stabilisasi karena reaksi yang terjadi berjalan

lebih cepat dibandingkan garam organik. Larutan garam anorganik yang

dipakai berupa campuran dari dua senyawa yaitu Water glass/sodium

silikat (Na2SiO3) dan Sodium bicarbonat (NaHCO3) (Aschuri, 2004).

F. Matriks Studi Terdahulu

Penelitian ini memakai dasar beberapa penelitian yang pemah

dilakukan. Dari berbagai penelitian yang menyangkut perbaikan

tanah, telah dilakukan stabilisasi tanah dengan material kapur, Portland

semen, abu terbang (fly ash), abu sekam, cleanset semen,dan material

lainnya. Dari pengamatan sampai sekarang belum ada penelitian

tentang stabilisasi tanah lunak dengan Over Boulder Asbuton.

Adriani, et. al (2012), Pengaruh Penggunaan Semen sebagai

Bahan Stabilisasi pada Tanah Lempung daerah Lambung Bukit terhadap

nilai CBR Tanah, Hasil Penelitiannya Tanah lempung dicampur dengan

semen 5%, 10%, 15%, dan 20% (semen Portland tipe 1), diuji sifat fisik

masing-masing campuran semen. Selanjutnya dilakukan pengujian

pemadatan dan pengujian CBR.


42

Jhon Tri Hatmoko dkk, (2016) dengan judul shear behavior of

calcium carbide residue - bagasse ash stabilized expansive soil. Hasil

penelitian menjelaskan bahawa penambahan kapur pada tanah ekspansif

menurunkan tekanan dan potensi pengembangan dengan angka yang

cukup signifikan. Potensi pengembangan turun dari 12% pada tanah asli

menjadi 1,12% pada tanah dengan kadar kapur 10%. Tekanan

pengembangan turun dari 340 kPa pada tanah asli menjadi 105 kPa pada

tanah dengan kadar kapur 10%. Dengan bertambahnya kadar kapur,

kepadatan maksimum meningkatdan dicapai nilai maksimum pada kadar

kapur 4%. Dengan naiknya kadar abu ampas tebu ,kuat tekan bebas

selalu naik sampai dengan kadar abu 10% dengan prosentase kenaikan

43,84% kemudian menurun pada kadar abu yang lebih tinggi 12,5%

(31,54%) dan 15%(27,49%). Dengan bertambahnya waktu pemeraman

kuat tekan bebas tanah + kapur + abu selalu mengalami kenaikan kuat

tekan bebas. Kenaikan yang cukup besar terjadi pada waktu pemeraman

36 hari.

Neni Kusnianti (2008) Pengujian stabilisasi ini dilakukan dengan

mencampur tanah asli dengan mineral asbuton. Dari hasil pengujian

menunjukkan bahwa terjadi kenaikan daya dukung (CBR) akibat

tambahan mineral asbuton, semakin banyak campuran mineral asbuton,

semakin tinggi harga kepadatan kering dan CBR Soaked. Pada campuran

12% mineral asbuton akan meningkatkan CBR sekitar 53% terhadap CBR

tanah asli. Peningkatan nilai kekuatan tanah (UCS) untuk mineral asbuton
43

pada campuran, terjadi pada umur 7 hari dan 28 hari, yaitu peningkatan

sebesar 49% dan 63% dari nilai UCS tanah aslinya.

Sutikno dkk (2010) dengan judul Stabilisasi Tanah Ekspansif

Dengan Penambahan Kapur (Lime) Aplikasi Pada Pekerjaan Timbunan,

diperoleh hasil bahwa Besarnya stabilitas (CBR) tanah ekspansif yang

belum ditambahkan kapur padam namun telah melaui proses pemadatan

Standard Compaction mempunyai nilai CBR sebesar 2,316%. Besarnya

nilai CBR sebagai bentuk stabilitas dari tanah ekspansif yang

ditambahkan kapur padam dari 3%, 6%, 9%, dan 12% sebagai mateial

timbunan, mendapatkan CBR maksimum sebesar 12,5% pada saat kadar

kapur optimum antara 4% sampai dengan 6%. Perbedaan stabilitas (CBR)

antara tanah ekspansif dengan tanah ekspansif dengan penambahan

kapur sebesar 10,184%. Pengaruh penambahan kapur pada tanah

ekspansif yang dipadatkan terhadap stabilitas (CBR) memberikan nilai

sangat signifikan pengaruhnya, terutama sampai penambahan kadar

kapur padam sebesar 4% s/d 6%.

Studi tentang pengaruh penambahan kapur dan aspal emulsi

terhadap kembang susut dan daya dukung tanah ekspansif sebagai

subgrade jalan (Untoro Nugroho, 2003), dengan hasil : (1). Dengan

penambahan 8% aspal emulsi pada campuran, harga CBR naik menjadi

8,07 % dari semula 2,745 %, dan penurunan pengembangan

menjadi 1,335 % dari semula 1,825 %. (2). Dengan penambahan 8%

kapur pada campuran, nilai CBR naik 31,74%, dan pengembangan


44

turun menjadi 0 %. (3). Dengan penambahan 8% kapur dan 4% aspal

emulsi, harga CBR naik 21,015%, dan pengembangan turun menjadi

0,003 %.

Stabilitas tanah kohesif berplastisitas tinggi dengan kapur,

semen, dan Geosta (Willy Lemanza, Aniek P., Hardy W., Jurusan

Sipil Universitas Tarumanegara, 1994), dengan hasil : (A). Harga

kepadatan kering tidak berubah signifikan akibat campuran kapur,

semen, atau tanah+kapur+semen (B). Harga CBR dari tanah kohesif

campuran tanah+kapur dan tanah+kapur+Geosta A atau tanah+semen

dan tanah+semen+Geosta A dengan hasil sebagai berikut : (1). Pada

umur 14 hari, untuk CBR Soaked dari nilai 10% untuk tanah, naik

menjadi 28% untuk tanah+kapur dan menjadi 35% untuk tanah+kapur+

Geosta A (2). Pada umur 14 hari, untuk CBR Soaked dari 10% untuk

tanah, menjadi 30% untuk tanah+semen , dan menjadi 29% untuk

tanah+kapur+semen dan menjadi 40% untuk tanah+kapur+semen+

Geosta A.

Beberapa penelitian terdahulu dapat dilihat pada Matriks Penelitian

Terdahulu Tabel 6.
45

Tabel 6. Matriks Penelitian Terdahulu.


No Peneliti/Tahun Judul Penelitian Temuan/Kajian Publikasi
1. Agana Biju et Nilai CBR Tanah Lunak Desain dilakukan sesuai dengan Fast Track Publication,
all/2018/Design Of Stabilisasi Semen rekomendasi IRC 37: 2012 dan India : International
Soil Cement Road pedoman desain perkerasan Research Journal of
AASHTO. Nilai CBR yang diperoleh Engineering and
untuk tanah pondasi adalah 15%, Technology (IRJET),
yang memberikan ketahanan yang ISSN: 2395-0057
baik. Nilai CBR maksimum diperoleh
saat tanah dicampur dengan semen
5%. Dan nilai CBR yang diperoleh
adalah 125,41%. Ketebalan total
yang diperoleh untuk permukaan
jalan biasa adalah 530 mm dan 460
mm untuk dasar semen. Dengan
demikian, ada reduksi 70 mm, yang
membuat lapis pondasi terstabilisasi
semen tanah lebih ekonomis. Jadi,
dibandingkan dengan biaya
perkerasan lentur, semen-tanah
memiliki biaya awal konstruksi yang
rendah.

2. Anil Pandey and Karakteristik Pemadatan Stabilisasi tanah-semen dapat IAEME


Prof. Ahsan dan Kuat Tekan Bebas menjadi solusi lapisan perkerasan Publication:International
Rabbani/2017/Soil Terhadap tanah Lunak subbase maupun base dengan biaya Journal of Civil
Stabilization Using Stabilisasi Semen yang lebih murah. Lapisan tanah- Engineering and
46

Cement semen dapat mendistribusikan beban Technology , Online:


dengan baik dan mengurangi 0976-6316
defleksi.

3. Ankit Singh Negi et Pelaksanaan Stabilisasi Tanah-kapur dapat menjadi solusi IJIRSET: International
all/2013/Soil Tanah-Kapur bagi tanah yang aktif berfluktuasi Journal of Innovative
Stabilization Using kembang susut. Stabilisasi tanah- Research in Science,
Lime semen juga dapat meningkatkan nilai Engineering and
mekanis seperti CBR dan UCS. Serta Technology , ISSN:
laju reaksi stabilisasi tanah-semen 2319-8753
dapat mencapai kesetimbangan dan
kestabilan hanya dalam hitungan jam.

4. Basit Riyaz et Karakteristik Nilai CBR Dengan penambahan semen, batas IJERMT: International
all/2015/Study of dan Kuat Geser Tanah cair, batas plastis serta indeks Journal of Engineering
Soil Cement Stabilisasi Semen plastisitas menurun dibandingkan Research &
Stabilization for tanah asli. Karakteristik pemadatan Management
Pavement Base menunjukkan seiring bertambahnya Technology, ISSN:
Course and Sub semen, berat isi kering meningkat 2348-4039
grade sedangkan nilai kadar air optimum
menurun. Dengan penambahan 6%
semen, nilai CBR meningkat drastis
dengan pemadatan 5 lapis sehingga
memenuhi kriteria AASHTO.

5. George Rowland Pertimbangan Dalam Kapur segera bereaksi dan IJETR : International
Otoko et Penggunaan Semen dan meningkatkan berbagai sifat tanah, Journal of Engineering
all/2014/On The Pozzolan Lokal seperti daya dukung tanah, and Technology
47

Economic Use Of ketahanan terhadap kembang susut Research, ISSN: 2327-


Cement In Soil pada cuaca basah, pengurangan 0349
Stabilization indeks plastisitas, peningkatan nilai
CBR dan peningkatan selanjutnya
dalam kekuatan tekan dari waktu ke
waktu

6. Karthik.S et Karakteristik CBR Tanah Tanah asli dengan nilai CBR 3,1 IOSR: Journal of
all/2014/Soil Stabilisasi Fly Ash dapat digunakan sebagai lapis Mechanical and Civil
Stabilization By perkerasan dengan ketebalan Engineering, ISSN:
Using Fly Ash minimum 12 Inchi. Sedangkan tanah 2278-1684
terstabilisasi fly ash memiliki nilai
CBR sebesar 4,82 yang dapat
digunakan sebagai lapis perkerasan
dengan tebal hanya 8,5 Inchi.

7. Magdi M. E. Karakteristik Kuat Tekan Penambahan kapur telah secara IJSR: International
Zumrawi and Bebas dan Nilai CBR signifikan meningkatkan sifat Journal of Science and
Omer S. M. Tanah Ekspansif konsistensi, pengembangan dan Research, ISSN
Hamza/2012/Impro Stabilisasi Fly Ash dan ketahanan tanah ekspansif. Namun, (Online): 2319-7064
ving the Kapur keberadaan abu terbang merupakan
Characteristics of hal mendasar untuk lebih
Expansive meningkatkan perilaku tanah,
Subgrade Soils terutama karena penggandaan reaksi
Using Lime and pozzolanik yang tergantung waktu.
Fly Ash Selain itu, selalu disarankan untuk
menggunakan fly ash untuk
stabilisasi ketika itu mudah dan
48

ekonomis. Faktor-faktor seperti


pengerasan dan parameter
pemadatan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap resistansi yang
diukur oleh CBR dan kuat tekan
bebas dari tanah terstabilisasi dari
waktu ke waktu dan harus
diperhitungkan saat melakukan
pekerjaan pemeliharaan pekerjaan
tanah dengan bahan-bahan tersebut.
Efek langsung dari kapur di tanah
dapat membantu mengurangi
plastisitas, mengurangi retensi
kelembaban dan meningkatkan
karakteristik pemadatan,
menghasilkan penguatan kekuatan
dan mengurangi pembengkakan.
Telah ditemukan bahwa jumlah abu
kapur terbang yang diperlukan untuk
secara efektif memperlakukan tanah
untuk mengembangkan kekuatan
yang meningkat dan mengurangi
pembengkakan bervariasi tergantung
pada jenis mineral tanah liat yang
ada.

8. Md. Mahmud Nilai Kuat Tekan Pasir Menurut hasil uji laboratorium, 4 jenis Science Publishing
Hasan Mamun et Stabilisasi Semen pasir telah memenuhi kriteria Group : American
49

all/2016/Improvem kekuatan lapisan dasar setelah 14 Journal of Civil


ent of Sub Base hari. Bahan pasir-semen yang Engineering, ISSN:
Soil Using Sand- mengandung 8% hingga 10% semen 2330-8737
Cement ditemukan memadai untuk lapisan
Stabilization pondasi jalan dengan lalu lintas yang
padat. Diamati bahwa sampel pasir
yang mengandung campuran semen
8% yang diperoleh dari Fajilpur dan
Sunamgonj memenuhi persyaratan
spesifikasi lapisan bawah dasar untuk
jalan dengan lalu lintas rendah.
Berdasarkan penilaian kuantitatif,
sistem stabilisasi pasir-semen yang
sesuai untuk jalan harus dilakukan
dan disarankan.

9. Monica Malhotra Stabilisasi Tanah Ketika kapur dan abu terbang IJEIT: International
and Sanjeev Ekspansif Menggunakan dicampur dengan tanah ekspansif, Journal of Engineering
Naval/2013/Stabili Fly Ash batas plastis meningkat dengan and Innovative
zation of mencampurkan kapur dan batas cair Technology, ISSN:
Expansive Soils berkurang dengan mencampurkan fly 2277-3754
Using Low Cost ash serta menurunkan indeks
Materials plastisitas. Seiring dengan
meningkatnya jumlah abu terbang
dan kapur, ada penurunan nyata
dalam kepadatan kering yang
dimodifikasi dan indeks
pembengkakan bebas dan
50

peningkatan kadar air optimal. Dapat


disimpulkan bahwa campuran kapur
dan abu terbang dalam proporsi
tertentu dengan tanah ekspansif
merupakan cara yang efektif untuk
mengatasi masalah penyusutan,
pembengkakan dan penurunan yang
tidak merata.

10. Okonkwo V. O. Karakteristik CBR Tanah Nilai CBR tanah asli memenuhi JMEST: Journal of
and Nwokike V. Stabilisasi Semen syarat spesifikasi subgrade namun Multidisciplinary
M/2015/Soil- tidak memenuhi syarat sebagai lapis Engineering Science
Cement Subbase maupun Base. Setelah and Technology, ISSN:
Stabilization For tanah distabilisasi menggunakan 5% 3159-0040
Road Pavement dan 6% semen, nilai CBR tanah
Using Soils meningkat sehingga dapat memenuhi
Obtained From syarat spesifikasi lapis subbase dan
AguAwka In base.
Anambra State

11. Olivier Cuisinier, Karakteristik Kuat Geser Pengaruh cairan alkali pada perilaku Elsevier: Engineering
Dimitri Deneele Tanah Stabilisasi Alkali kekuatan geser argillite murni yang Geology,
and Farimah dipadatkan atau aditif (pasir, bentonit doi:10.1016/j.enggeo.20
Masrouri/2009/She atau kapur api) dipelajari. Bahan- 09.07.012
ar strength bahan ini adalah opsi untuk mengisi
behaviour of rongga dengan deposit limbah nuklir
compacted clayey yang dalam. Sel Sirkulasi Khusus
soils percolated telah dirancang untuk
51

with an alkaline mensimulasikan proses perubahan


solution jangka panjang. Sirkulasi dilakukan
dengan air jenuh dengan portlandit
antara 3 dan 12 bulan pada 60 ° C
dengan gradien hidrolik 50. Kondisi
sirkulasi ini lebih parah daripada yang
diperkirakan di lapangan, tetapi
mereka telah dipilih untuk
mendukung dan mempercepat reaksi
kimia yang mungkin terjadi. terjadi
dalam lingkungan pH tinggi.

12. P.P.Nagrale, Karakteristik CBR Tanah Ketika tanah pondasi distabilkan IJERA: International
A.P.Patil, and Stabilisasi Kapur, Fly Ash dengan kapur dan abu terbang, Journal of Engineering
Shubham dan Serat indeks plastisitas berkurang jauh Research, ISSN:2319-
Bhaisare/2006/Str dibandingkan dengan tanah yang 6890
ength tidak distabilkan, yang dikaitkan
Characteristics of dengan perubahan sifat tanah karena
Subgrade flokulasi dan pengotoran, aglomerasi.
Stabilized With Variasi dalam kepadatan kering dan
Lime, Fly Ash and kadar air tanah tanah karena
Fibre stabilisasi tergantung pada jenis dan
jenis tanah, serta persentase
stabilisator. Survei laboratorium
menyimpulkan bahwa kandungan
stabilisator optimal adalah 4,5%
kapur, 10% abu layang dan 0,5%
serat. Teknik stabilisasi tanah lebih
52

efektif untuk tanah lemah daripada


sedang. Fly ash, tidak hanya limbah
tetapi berbahaya bagi lingkungan,
dapat secara efektif dimasukkan
sebagai zat penstabil untuk
meningkatkan kekuatan karakteristik
tanah pondasi.

13. Prashika Tamang Karakteristik CBR Tanah Kapur segera bereaksi dan IJETT Publication :
et Lunak Stabilisasi Kapur meningkatkan berbagai sifat tanah, International Journal of
all/2016/Improvisat seperti daya dukung tanah, Engineering Trends and
ion of Bearing ketahanan terhadap kembang susut Technology , ISSN:
Capacity of Soil pada cuaca basah, pengurangan 2231-5381
Using Cement, indeks plastisitas, peningkatan nilai
Lime and CBR dan peningkatan selanjutnya
Chemical dalam kekuatan tekan dari waktu ke
waktu

14. Ravi Kumar et Karakteristik Pemadatan, Berdasarkan penelitian, disimpulkan IAEME


all/2017/Design Of UCS dan Durabilitas bahwa tanah yang digunakan bersifat Publication:International
Soil Cement Road Tanah Lunak Stabilisasi plastis dan koefisien keseragaman Journal of Civil
Semen lebih besar dari 10. Oleh karena itu Engineering and
cocok untuk proses stabilisasi semen. Technology , Online:
Seiring berjalannya penelitian, 0976-6316
diamati bahwa dengan meningkatnya
kandungan semen, nilai OMC dan
Berat Isi Kering Maksimum serta kuat
tekan bebas. Diperoleh campuran
53

yang sesuai menurut metode desain


Inggris dan batasan IRC SP 89-2010
ditambahkan 5% ke campuran semen
tanah. Kekuatan tekan 7 hari dari
sampel ini sebesar 1,674 N/mm2 dan
perubahan pada hasil uji durabilitas
berada dalam batas kode. Karena itu,
tanah yang diambil cocok untuk
stabilisasi dan konstruksi jalan. Juga
dapat disimpulkan bahwa India
memiliki kapasitas dukung pondasi
jalan yang sangat rendah, kita dapat
menerapkan metode stabilisasi untuk
pondasi jalan di tempat-tempat
tertentu dengan mengikuti ketentuan
kode standar

15. W.W. Bandara et Kuat Tekan, CBR serta Pada pondasi Cement-Soil-Base, Springer India : Journal
all/2017/Cement Fatigue Tanah Lunak ditemukan bahwa retak fatigue lebih of The Institution of
Stabilized Soil as a Stabilisasi Semen kritis daripada beban roda. Sulit untuk Engineers (India):
Road Base mendapatkan pemadatan yang Series A, ISSN:
Material for use diperlukan dari lapisan CSB ketika 22502157, 22502149
in Sri Lankan ketebalannya melebihi 200 mm.
Roads Ketika ketebalan CSB meningkat dari
Stabilization 175mm ke 200 mm, jumlah
pengulangan beban yang diizinkan
untuk fatigue meningkat lima kali
lipat. Oleh karena itu, ketebalan 200
54

mm adalah ketebalan yang paling


praktis dan ekonomis untuk
perkerasan CSB yang tersedia
(kualitas rendah, butiran kasar dan
material berpasir). Pondasi jalan yang
terbuat dari dasar CSB yang tersedia
cocok untuk lalu lintas dengan
pengulangan gandar standar yang
jumlahnya kurang dari 1,5x10⁶.

16. Leema Peter, P K Laboratory Investigation Hasil pengujian menunjukkan bahwa sciencedirect.com/scien
Jayasree, K Balan In The Improvement Of stabilisasi dengan limbah coir ce/article/pii/
, Alaka Raj S Subgrade Characteristics memiliki pengaruh yang signifikan
2014 Of Expansive Soil terhadap pemadatan, modulus elastis
Stabilised With Coir serta karakteristik CBR.
Waste

17. Herman, (2013 ) Abu Batubara PLTU Semakin meningkat persentase abu ejournal.itp.ac.id/index.p
Sijantang Sebagai Bahan batubara dalam tanah lempung, nilai- hp/momentum/article/vie
Stabilisasi Tanah nilais pecific gravity, batas cair, w/vol.14 No.1
Lempung Ekspansif indeks plastisitas, kadar air optimum
menurun, dan nilai-nilai batas susut,
batas plastis, kepadatan , dan,persen
pengembangan cenderung
meningkat, sedangkan tekanan
pengembangan pada awalnya
meningkat, pada peningkatan
persentase abu batubara pada
55

lempung , nilai ini cenderung


menurun

18. Yunaefi, 2013 Pengujian Kinerja Bahan Bahan ECO-CURE sebagai bahan Seminar Nasional
“Eco-Cure“ Sebagai perekat saat benda uji telah Aplikasi Teknologi
Bahan Stabilisasi Tanah mengalami penghancuran dan dapat Prasarana Wilayah
Untuk Lapisan Sub-Base merekatkan kembali sehingga benda
Perkerasan Jalan uji dapat memberikan nilai kokoh
tekan yang lebih baik dari semula,.

19. Bretyndah Kezia Korelasi Antara Penambahan semen meningkatkan Jurnal Sipil Statik Vo.1
Lumikis, S. Tegangan Geser Dan nilai CBR dan tegangan geser tanah No.6, 2013 (400-407)
Monintja, Nilai CBR Pada Tanah dimana nilai maksimumnya terjadi ISSN : 2337-6732
S.Balamba, A.N. Lempung Ekspansif pada penambahan campuran
Sarajar, 2013 Dengan Bahan Campuran semen 10%. Dengan demikian
Semen terjadi peningkatan tegangan geser
tanah.

20. Andreas Stabilisasi Tanah Dengan 13 campuran 4%PC + 8%FA dapat Jurnal Karya Teknik
Dharmawan Huri, Fly Ash Dan Semen digunakan sebagai stabilizing agent Sipil, 2013, Volume 2,
Kristian Yulianto Untuk Badan Jalan pada subgrade badan jalan PLTU No.1
Sri Prabandiani PLTU Asam-Asam Asam-Asam sekaligus untuk
RW, Siti Hardiyati . mengurangi limbah batubara.
2015

21. Sutikno dan Denny Studi Stabilitas Tanah Tanah ekspansif mengalami jurnal.pnj.ac.id/index.ph
Yatmadi 2010 Ekspansif dengan perubahan yang positif setelah p/politeknologi/article/vie
Penambahan Pasir untuk dicampur dengan pasir, optimasi w/479
56

Tanah Dasar Konstruksi tercapai pada penambahan pasir


Jalan antara 20% sampai dengan 30%

22. John Tri Hatmoko Shear behavior of Penambahan kapur pada tanah sciencedirect.com/scien
Hendra S, 2016 calcium carbide residue - ekspansif menurunkan tekanan dan ce/article/pii/S18777058
bagasse ash stabilized potensi pengembangan dengan 17303697/
expansive soil angka yang cukup signifikan.

23. Liet Chi Dang, Behaviour of Expansive Pencampuran serat ampas tebu sciencedirect.com/scien
Behzad Fatahi, Soils Stabilized with dicampur dengan kapur dapat ce/article/pii/S18777058
and Hadi Khabbaz Hydrated Lime and meningkatkan kekuatan tekan 16305331
2016 Bagasse Fibres tanah ekspansif dengan
bertambahnya waktu pengeraman
dengan kandungan aditif maka
semakin meningkat kekuatannya
57

G. Kerangka Pikir Penelitian

Overboulder Asbuton sangat diharapkan mampu untuk digunakan

sebagai lapisan pondasi jalan (sub-base) menggantikan materil kelas A

dan B, dengan kapasitas daya dukung yang tinggi. Sehingga perlunya

dilakukan rekayasa untuk memberi perkuatan dalam susunan lapisan

pondasi jalan dengan komposisi yang paling optimal. Disamping itu

kondisi lokal daerah dengan terbatasnya material grade A dan B,

sementara penyebaran overboulder asbuton cukup besar, maka perlu

dilakukan penelitian untuk pemanfaatan overboulder asbuton sebagai

alternatif lapisan pondasi (sub-base) jalan.


58

Permasalahan
Isu Strategis Tanah Lunak

Areal/Zona Zona Penyebaran


Tanah Lunak Overboulder Asbuton

Problem Tanah Lunak Terhadap Potensi Material


Rendahnya Nilai CBR < Dalam Overboulder Asbuton
Sebagai Bahan Pozzolan
Penggunaan Subgrade

Ya Sebagai Tidak
Bahan
Uji Stabilisasi + Pozzolan Stabailisasi
Memenuhi Syarat Subgrade
Nilai CBR

Material Aktivator :
Material Timbunan

Inovasi :
Material Lokal
Sub Base CBR ≤ atau ≥
Lapisan Subgrade

Uji Model dan Validasi Numerik


Struktur Sub-Base

Rekomendasi
Teknologi Lapis Perkerasan Jalan
Utilisasi

Gambar 5. Alur Berdasarkan Kerangka Pikir Penelitian.


59

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Lokasi dan Deskripsi Wilayah Penelitian

Material yang digunakan dalam penelitian ini adalah overboulder

asbuton yang berasal dari Pulau Buton, dengan pengambilan sampel

dilakukan pada tiga lokasi pengambilan sampel yang berbeda. Lokasi

tersebut adalah Blok Sampolawa dengan koordinat 5°33'7.99"S dan

122°44'28.39"E, Blok Kabungka dengan koordinat 5°23'2.62"S dan

122°53'33.67"E, dan Blok Lawele dengan koordinat 5°13'53.56"S dan

122°58'0.40"E.

Gambar 6. Lokasi Pengambilan Sampel Serta Penyebaran Overboulder


Asbuton. (Sumber : Peta Geologi Daerah Lembar Buton).
60

B. Pengambilan Data dan Sampel

1. Penyiapan Material Dasar

Pengambilan sampel dengan penggalian secara konvensional

menggunakan linggis, pacul dan sekop, selanjutnya sampel overboulder

asbuton ditempatkan dalam karung sampel dan dibungkus dengan plastik

untuk menjaga kondisi kadar air asli, dan diberi label inisial sesuai dengan

loksi sampel yaitu OB.1 untuk sampel dari lokasi 1, OB.2 untuk sampel

dari lokasi 2, dan OB.3 untuk sampel dari lokasi 3, seperti terlihat pada

gambar 8.

OB.1 OB.2 OB.3

Gambar 7. Lokasi Overboulder Asbuton Pengambilan Sampel OB.1


(Kabungka), OB.2 (Lawele), OB.3 (Sampolawa).

2. Penyiapan Alat dan Peralatan

a. Alat Pengukuran Sifat Fisik Tanah : Alat Kadar Air, Alat Pengujian

Berat Jenis Tanah, Alat Pengujian Batas-Batas Atterberg, Alat Uji

Analisis Hydrometer dan Alat Uji Analisa Saringan.

b. Alat Pengujian Sifat Mekanis Tanah : Alat Pengujian Kompaksi dan

Alat Unconfined.
61

c. Bak Pengujian : Model stabilisasi tanah lunak dengan overboulder

dengan dan tanpa activator sebagai lapisan pondasi sub-base

menggunakan bak persegi Panjang yang terbuat dari plat baja dan

kaca acrylic dengan dimensi P = 150 cm, L = 60 cm dan T = 80 cm.

d. Pembebanan : pemberian beban pada plate pengujian dihasilkan

dari pompa hidrolis (hydraulic jack).

e. Plate bearing test sebagai pembagi beban secara merata.

f. Pembacaan Pola Deformasi dan Kapasitas Dukung : penurunan

tanah dari model uji diukur dengan menggunakan dial indikator (dial

gauge).

Tabel 7. Daftar Alat-Alat dan Gambar Pengujian.

No Nama Alat Gambar Alat

Pengujian
1.
Berat Jenis

Pengujian
2. Batas-Batas
Atterberg
62

Alat Uji
3. Analisa
Saringan dan
Hydrometer

Alat
4. Pengujian
Kompaksi

Alat Uji
5.
Unconfined

Bak
6. Pengujian
Model
Persegi
Panjang

Hydraulic
7. Jack
63

8. Pompa

Plate
9.
Bearing

10. Dial Gauge.

Dial Gauge

Magnetic
11.
Stand

Mesin
12.
Compressor
64

13. Manometer

3. Pelaksanaan penelitian

a. Pemeriksaan Karakteristik Fisik dan Mekanis Tanah Lunak

(1) Pengujian Berat Jenis Tanah disesuaikan dengan SNI 03-1964-

2008/ASTM D854-88 (72). Alat yang digunakan adalah

piknometer, timbangan, wash bottle, oven, desikator,

termometer, cawan porselen (mortar), alat vacuum atau

kompor.

(2) Pengujian Kadar Air disesuaikan dengan ASTM D 2216-(71).

Alat yang digunakan adalah oven, timbangan, desikator dan

cawan.

(3) Alat Uji Analisis Hidrometer disesuaikan dengan SNI 03-3423-

1994. Alat yang digunakan adalah hidrometri, saringan,

timbangan, tabung gelas, gelas silinder kapasitas, cawan

parselen (mortar), alat pengaduk suspensi (stirring apparatus),

thermometer, stopwach, air destilasi, bahan disperse

(reagment).
65

(4) Alat Uji Analisa Saringan disesuaikan dengan SNI 03-1968-

1990. Alat yang digunakan adalah saringan, timbangan,

stopwach, dan air destilasi.

(5) Alat Pengujian Batas Cair (liquid limit, LL) disesuaikan dengan

SNI 03-1967-1990. Alat yang digunakan adalah alat batas cair

casagrande, alat pembarut (grooving tool), cawan porselen

(mortar), pestel (penumbuk/penggerus), saringan No.40 dan

wash bottler.

(6) Alat Pengujian Batas Plastis (plastic limit, PL) dan indeks

plastisitas (plasticity index, PI). Pengujian ini disesuaikan

dengan SNI 03-1966-1990. Alat yang digunakan adalah cawan

porselen, pestel (penumbuk/penggerus), plat kaca, saringan

No.40 dan sebatang kawat 3 mm.

(7) Alat Uji Pemadatan mengacu pada SNI 03-1742-1989 atau SNI

03-1743-1989. Alat yang digunakan adalah saringan No.4,

silinder pemadat dengan diameter 10,150 cm dan tinggi 11,675

cm, penumbuk standart, alat untuk mengeluarkan contoh tanah,

pisau perata dan timbangan

b. Pemeriksaan Karakteristik Fisis dan Mekanis Overboulder Asbuton

(1) Pengujian Berat Jenis Tanah disesuaikan dengan SNI 03-1964-

2008/ASTM D854-88 (72). Alat yang digunakan adalah

piknometer, timbangan, wash bottle, oven, desikator,


66

termometer, cawan porselen (mortar), alat vacuum atau

kompor.

(2) Pengujian Kadar Air disesuaikan dengan ASTM D 2216-(71).

Alat yang digunakan adalah oven, timbangan, desikator dan

cawan.

(3) Alat Uji Analisa Saringan disesuaikan dengan SNI 03-1968-

1990. Alat yang digunakan adalah saringan, timbangan,

stopwach, dan air destilasi.

(4) Alat Uji Pemadatan mengacu pada SNI 03-1742-1989 atau SNI

03-1743-1989. Alat yang digunakan adalah saringan No.4,

silinder pemadat dengan diameter 10,150 cm dan tinggi 11,675

cm, penumbuk standart, alat untuk mengeluarkan contoh tanah,

pisau perata dan timbangan.

Langkah pertama pengisian tanah lunak/alluvial pada bak

pengujian dengan tinggi 50 cm pada kepadatan tertentu sebagai lapisan

subgrade dengan nilai CBR 6%, selanjutnya dibuat lapisan pondasi sub-

base material sirtu, tanah lunak + overboulder dan tanah lunak +

overboulder + ferro oksida dengan ketebalan 20 cm sesuai model

pengujian. Plat bearing diletakkan pada permukaan lapisan pondasi sub-

base, dan dibebani menggunakan alat hydraulic jack. Dial indikator (dial

gauge) berjumlah 5 buah di letakkan pada posisi yang ditentukan. Yang

pertama diatas pelat bearing untuk membaca kapasitas dukung dan pola

deformasi, keempat dial lainnya diletakan sejajar arah memanjang bak


67

model pengujian sejarak 20 cm, untuk membaca pola deformasi pada

lapisan sub-base.

Setelah dilakukan pengujian dengan beberapa jenis material maka

keseluruhan lapisan dibongkar dan dilakukan rekonstitusi untuk pengujian

variasi material selanjutnya. Plat bearing diletakkan pada permukaan

lapisan pondasi sub-base yang selanjutnya akan dibebani menggunakan

alat dongkrak hidrolis (hydraulic jack).

Dial indikator (dial gauge) di letakkan pada posisi. Yang pertama

tepat diatas plat bearing untuk membaca kapasitas dukung dan pola

penurunan; dial yang lainnya diletakan sejajar arah memanjang bak yang

dimodelkan sejarak 20 cm jarak masing-masing dial, untuk membaca pola

deformasi yang terjadi pada permukaan lapisan sub-base.

C. Rancangan Uji Model Penelitian

1. Pengujian Perilaku Fisik, Mekanis dan Perilaku Mikrostruktur

Uji laboratorium untuk mengatahui sifat-sifat fisik yang meliputi

kadar air, batas-batas konsistensi, dan spesifik grafity, sedangkan uji sifat

mekanis meliputi uji pemadatan, uji kuat tekan, dan uji daya dukung.

Pengujian batas-batas konsistensi tanah dilakukan dengan uji atterberg

limit, untuk pengujian pemadatan dilakukan dengan pemadatan proctor

standar, uji kuat tekan dilakukan dengan pengujian unconfined

compression test, dan daya dukung tanah dilakukan dengan pengujian

CBR.
68

Alat yang akan digunakan pada penelitian ini sebelumnya diperiksa

kondisi dan kemampuannya serta dikalibrasi terlebih dahulu. Prosedur

dan cara kerja alat harus dipelajari secara seksama, kemampuan,

ketelitian, serta kapasitas alat harus dipahami secara baik agar tidak

terjadi kesalahan selama pelaksanaan pengujian. Sampel tanah

dipersiapkan sesuai dengan standar prosedur masing-masing pengujian.

a. Parameter Uji Mineralogi dan Mikrostruktur Tanah

Parameter kandungan mineralogi material diuji menggunakan

metode X-Ray Difraksi (XRD) sesuai standard ASTM D3906-03 (2013),

sedangkan parameter mikro-kimia diuji menggunakan Scanning

Electron Microscope (SEM) sesuai standard ASTM E986-04 (2010),

dan metode energy dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS/EDAX)

sesuai standard ASTM E1508-12a.

b. Uji Perilaku Mikrostruktur

Perilaku mikrostruktur diuji dengan pengujian XRD, SEM, dan

EDS. Uji XRD untuk mengetahui kandungan mineralogi yang

terkandung dalam tanah asli dan tanah campuran, uji SEM untuk

memperoleh gambaran kondisi mikro yang ada dalam tanah,

sedangkan uji EDS untuk memperoleh komposisi unsur dan

senyawa yang terbentuk dalam tanah.


69

a c

Gambar 8. Alat Uji a) SEM, b). XRD, c). EDS

Tabel 8. Ukuran Rata-Rata Beberapa Objek dan Pembesaran Terkecil M*


yang Diperlukan untuk Mengamatinya.

Objek Diameter Rata-Rata D M* = 75 m/D


Butir Pasir 1 mm = 1000 m -
Rambut Manusia 150 m -
Sel Darah Manusia 10 m 7,5
Bakteri 1 m 7,5
Virus 20 m 4000
Molekul DNA 2 m 40.000
Atom Uranium 0,2 m - = 200 pm 400.000

2. Metode Uji Stabilisasi Tanah Lunak dengan Overboulder Asbuton

Overboulder Asbuton, dan Tanah Lunak ditimbang dengan

komposisi rencana untuk menghasilkan campuran material benda uji

sesuai dengan yang telah ditetapkan, pencampuran dilakukan secara teliti

dan diperam selama 24 jam sampai mencapai kondisi setimbang sebelum

dilakukan pengujian.

Benda uji yang digunakan berbentuk silinder dengan ukur H = 2D,

dibuat dengan cara mencampur overboulder asbuton dengan Tanah

Lunak (komposisi adalah 0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%, dalam kondisi
70

kadar air optimum proctor. Dimasukkan dalam cetakan yang telah diolesi

minyak pelumas, selanjutnya dilakukan penumbukan tiap sepertiga

bagian dengan jumlah tumbukan 25 kali. Benda uji kemudian diperam

selama 7, 14, 21, dan 28 hari.

Gambar 9. Alat Uji a) Unconfined Comppreesion Strength, b) CBR Test.

Tabel 9. Rancangan Benda Uji


Jumlah Benda Uji
Pemeraman Data
Jenis Pengujian Jenis Material % Overboulder Asbuton
(Hari)
0 5 10 15 20
0 3 3 3 3 3 Kuat Tekan
Uji Kuat Tekan Bebas, CBR,
Overboulder + 7 3 3 3 3 3
Bebas, Uji CBR, Senyawa Kimia,
Tanah Lunak
Uji Mikrostruktur 14 3 3 3 3 3 Komposisi
Mineral
28 3 3 3 3 3
Total Benda Uji 12 12 12 12 12 60

Setelah memperoleh variasi persentase overboulder yang optimum,

maka selanjutnya dilakukan pencampuran material aktifator untuk

meningkatkan kinerja overboulder. Dalam hal ini, ada 3 jenis material

aktifator yang akan digunakan diantaranya Ferro Oksida, Waterglass dan


71

Polymer. Komposisi masing-masing bahan aktifator divariasikan sebesar

1%, 3%, dan 5%. Komposisi aktifasi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 10. Mix Design Aktifasi Overboulder dengan Bahan Aditif

CBR dan UCT Total


Persentase Umur Pemeraman Benda
Jenis Aktivator
(%) Uji
0 7 14 28
Polymer 1 3 3 3 3
Polymer 3 3 3 3 3
Polymer 5 3 3 3 3
Waterglass 1 3 3 3 3
Waterglass 3 3 3 3 3
Waterglass 5 3 3 3 3
Ferro Oksida 1 3 3 3 3
Ferro Oksida 3 3 3 3 3
Ferro Oksida 5 3 3 3 3
Total Benda Uji 27 27 27 27 108

Hasil nilai mekanis tertinggi setelah overboulder diaktifasi, maka

akan digunakan komposisi optimum aktifator sebagai komposisi uji model

perkerasan lapis sub-base dan kemudian dibandingkan kinerjanya dengan

tanah lunak stabilisasi overboulder dan sirtu sebagai material

konvensional sub-base perkerasan jalan.

3. Model Uji Tipikal Perkerasan dengan Pondasi Jalan

Karakteritik Tanah Lunak dengan stabilisasi overboulder asbuton

yang paling efektif hasil analisis yang telah dilakukan, selanjutnya

digunakan sebagai dasar pembuatan model untuk lapisan pondasi jalan.

Model (prototipe) dibuat dalam wadah dengan dimensi 1,50 M x 0,6 M x

1,0 M, sedangkan perlapisan tanah terdiri dari lapisan tanah lunak

yang distabilisasi dengan overboulder asbuton dengan ketebalan 20 CM,


72

kemudian diberi pelat bearing dengan ukuran 20,0 CM, selanjutnya

diberi pembebanan statik bervariasi 0 kN – 100 kN. Penampang model

dan kerangka kerja alat dibuat seperti gambar 11.

Gambar 10. Sketsa Model Fisik Uji Lapisan Sirtu Sebagai Lapis Pondasi
Sub-Base.

Gambar 11. Sketsa Model Fisik Uji Lapisan Overboulder + Tanah Lunak
Sebagai Lapis Pondasi Sub-Base
.
73

Gambar 12. Sketsa Model Fisik Uji Lapisan Overboulder + Tanah Lunak +
Ferro Oksida Sebagai Lapis Pondasi Sub-Base

Setelah dilakukan pengujian menggunakan material sub-base

tanah lunak stabilisasi overboulder, selanjutnya akan dibandingkan kinerja

lapis perkerasan dengan mengganti lapis sub-base menggunakan material

tanah lunak stabilisasi overboulder teraktifasi, kemudian dibandingkan

dengan lapis sub-base material sirtu sebagai pembanding material

konvensional.

Tabel 11. Matriks Sketsa Model Fisik Uji Stabilisasi

Uji Model Stabilisasi


Lapisan Lapisan
No Sketsa Model Uji Stabilisasi
Sub-Base Subgrade
(CM) (CM)
1 Sirtu 20 50
2 Tanah Lunak + Overboulder 20 50
3 Tanah Lunak + Overboulder + Ferro Oksida 20 50

D. Analisa Data dan Validasi Numerik

Karakteristik overboulder asbuton, tanah lunak dan material

aktifasi, dianalisis secara deskriptif kualitatif berdasarkan hasil uji SEM


74

dan uji EDS. Selanjutnya diliat perilaku tanah lunak sebelum dan sesudah

distablisasi untuk mengetahui unsur atau senyawa kimia yang terbentuk

akibat proses stabilisasi. Selanjutnya hasil uji XRD akan dianalisis untuk

mengetahui kondisi fase saat proses stabilisasi dan mineral yang

terbentuk.

Karakteristik mekanik yang dihasilkan dari uji kuat tekan bebas, uji

CBR akan dianalisis secara kualitatif untuk mengetahui fungsi antara

komposisi campuran dan waktu pemeraman, yang diperjelas dengan hasil

uji mikrostruktur.

Hasil uji untuk proses stabilisasi, selanjutnya dianalisis untuk

memastikan karakteristik tanah lunak stabilisasi overboulder asbuton,

selanjutnya ditentukan komposisi yang efektif untuk dimanfaatkan sebagai

lapisan pondasi jalan. Parameter efektif adalah kekuatan dan daya

dukung tanah lunak stabilisasi overboulder asbuton, sedangkan variabel

yang mempengaruhi adalah persentase overboulder asbuton dan waktu

pemeraman.

Analisis data hasil pengukuran uji model fisik dilakukan untuk

melihat pengaruh lebar lapisan pondasi tanah campuran terhadap perilaku

keruntuhan. Lebar campuran tanah ditentukan berdasarkan lebar

perkerasan (B) dan faktor tebal lapisan (H), yaitu; 0,5B; 0,5B+0,5H;

0,5B+H; dan 0,5B+1,25H.


75

Validasi hasil uji model dilakukan analisis secara numerik

menggunakan metode analisis numerik yang sesuai dengan kondisi

pemodelan (menggunakan bantuan perangkat lunak PLAXIS 2D dan 3D).

E. Defenisi Operasional Variabel Penelitian

Parameter tanah yang diuji dalam penelitian meliputi parameter

dasar, parameter kuat tekan, parameter kapasitas dukung, dan komposisi

unsur dan senyawa, komposisi mineralogi, serta parameter uji model fisik.

Selanjutnya parameter-parameter tersebut digambarkan sebagai berikut :

1. Parameter Pengujian Karakteristik Fisik dan Mekanik Tanah

Tabel 12. Parameter Uji dan Standar Pengujian Fisik dan Mekanik.

Jenis Standard
No Jenis Pengujian
ASTM SNI
1 Analisa Saringan C-136-06 SNI 03-1968-1990
2 Batas-Batas Atterberg
a. Batas Cair (LL) D-423-66 SNI 03-1967-1990
b. Batas Plastis (PL) D-424-74 SNI 03-1966-1990
c. Indeks Plastis (IP) D-4318-10 SNI 03-1966-2008
3 Berat Jenis Tanah (Gs) D-162 SNI 03-1964-1990
4 Berat Isi Tanah Jenuh (sat) D-2216-98 SNI 03-1743-1989
5 Kadar Air (Wc) D-2216-98 SNI 03-1965-1990
6 Berat Isi Kering (dry) D-854-72 SNI 03-1970-2008
7 Angka Pori (e) D-854-72 SNI 03-2473-1991
8 Porositas (n) D-7063-11 SNI 13-3604-1994
9 Derajat Kejenuhan (Sr) D-854-72 SNI 03-2812-1992
10 Kuat Tekan Bebas (qu) D-633-1994 SNI 03-6887-2002
11 Uji Kuat Geser Langsung (Cu) E-736-00 SNI 03-3420-1994
12 Uji Pemadatan D-698 SNI 03-1742-1989
13 Daya Dukung Tanah (CBR) D-1833 SNI 03-6796-2002
76

2. Parameter Uji Mineralogi dan Mikrostruktur Tanah

Parameter kandungan mineralogi material diuji menggunakan

metode X-Ray Difraksi (XRD) sesuai standard ASTM D3906-03 (2013),

sedangkan parameter mikro-kimia diuji menggunakan Scanning Electron

Microscope (SEM) sesuai standard ASTM E986-04 (2010), dan metode

energy dispersive X-Ray Spectroscopy (EDS/EDAX) sesuai standard

ASTM E1508-12a.

3. Parameter Model Fisik

Pengujian model fisik lapis perkerasan untuk mengukur deformasi

vertikal dan lateral, model keruntuhan, komposisi desain campuran, dan

modulus tanah. Variabel deformasi adalah besarnya tegangan () dan

regangan () tanah akibat pembebanan. Variabel komposisi campuran

tanah adalah persentase kandungan overboulder asbuton yang

ditambahkan sebagai bahan stabilisasi dan persentase pengaruh

deformasi akibat penggunaan material aktifasi. Sedangkan variabel

modulus tanah adalah modulus reaksi tanah (Ks) dan modulus elastisitas

tanah (Es).
77

F. Kerangka Konsep / Alur Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental yang dilakukan di

laboratorium untuk menguji karakteristik tanah lunak dengan stabilisasi

overboulder asbuton dan penambahan material aktivasi sebagai material

alternatif pengganti lapisan sub-base. Tahapan yang dilakukan; pertama,

melakukan kajian literatur dan survey pendahuluan untuk mengidentifikasi

masalah dan lokasi pengambilan sampel; kedua, melakukan uji

pendahuluan terhadap sampel untuk mengetahui karakteristik

overboulder asbuton yang dijadikan sebagai material stabilisasi dan

mengetahui akibat dari penambahan material aktivasi; ketiga, uji

laboratorium karakteristik overboulder asbuton yang terstabilisasi dengan

tanah lunak dan penambahan material aktifasi; dan keempat, uji

pemodelan tanah lunak dengan stabilisasi overboulder asbuton dan

penambahan material aktifasi sebagai alternatif pengganti lapisan sub-

base. Prosedur penelitian uji model lapisan pondasi jalan secara detail

diperlihatkan pada gambar 13.


78

Lapis Pondasi Jalan Pada Lapisan


Sub-Base Tebal Perkerasan = 20 CM

Sirtu

Komposisi Material Lapis Tanah Lunak + Overboulder


Pondasi Sub-Base

Tanah Lunak + Overboulder


+ Material Aktifasi

Uji Pembebanan

Uji Pembebanan Statik


P = 0 – 100 kN

Displacement Vertikal Kapasitas Model


dan Horisontal Daya Dukung Keruntuhan

Data Hasil Pengujian

Analisis Uji Model Analisis Model Numerik

Numerical Validation

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Gambar 13. Bagan Alir Proses Penelitian Uji Model Lapisan Pondasi
Jalan.
79

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Fisik Tanah Lunak dan Overboluder


Asbuton

Material yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua tipe

material, yaitu material tanah lunak yang digunakan sebagai lapisan tanah

dasar (subgrade) dan tanah lunak terstabilisasi overboulder asbuton yang

digunakan sebagai lapisan pondasi bawah (sub-base). Sebagaimana

telah dijelaskan bahwa pengujian karakteristik material meliputi: sifat-sifat

fisik (Index Properties) dan sifat mekanis untuk tanah lunak (Subgrade)

dan overboulder asbuton sebagai bahan stabilisasi itu sendiri, sedangkan

untuk tanah lunak terstabilisasi overboulder asbuton (sub-base) meliputi :

sifat-sifat fisik dan mekanis, karakteristik mikrostruktur yang terdiri dari

kandungan mineral, dan kandungan kimia, serta foto mikrostruktur. Data

hasil pengujian seperti pada lampiran, sedangkan hasil analisis akan

diuraikan sebagai berikut.

1. Karakteristik Fisik Tanah Lunak

Pengujian yang dilakakukan untuk mengetahui karakteristik tanah

Lunak meliputi : pengujian sifat fisik dan mekanik, pengujian komposisi

kimia, pengujian kandungan mineral, dan pengujian foto mikrostruktur.


80

Selanjutnya hasil pengujian dijelaskan sebagai berikut yang ditunjukan

pada Tabel 13.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tanah Lunak termasuk dalam

klasifikasi tanah A-7-5 menurut sistem AASHTO (American Association of

state Highway and Tranportation Officials), seperti yang tunjukan pada

Tabel 15.

Tabel 13. Rekapitulasi Hasil Pemeriksaan Karakteristik Tanah Lunak

Test Results
Test
Result Value Unit
Basic Properties of Soft Soil :
Initial Water Content (w) 35,72 %
Specific Gravity (Gs) 2,65 -
Sieve Analysis and Hydrometer :
a Sand 35,20 %
b Silt 34,55 %
c Clay 30,25 %
Atterberg Limits :
a Liquid Limit (LL) 60,76 %
b Plastic Limit (PL) 46,35 %
c Plasticity Index (PI) 14,40 %
d Shrinkage Limit (SL) 26,51 %
Standard Proctor :
a Maximum Dry Density, (γd) 1,35 gr/cm3
b Optimum Moisture Content (OMC) 29,84 %
Classification According USCS : MH, AASHTO : A-7-5
Engineering Properties of Soft Soil :
Unconfined Compressive Strength (qu) 47,35 kN/m2
California Bearing Ratio – Unsoaked (CBR) 7,79 %
Elasticity Modulus (E) 2064,50 kN/m2

Setiap pengujian pemadatan tanah harus memenuhi standar

pengujian yang telah disepakati. Dalam penelitian ini, standar yang

digunakan adalah ASTM D-698. Pengujian standar proctor digunakan

untuk menentukan nilai berat isi kering maksimum dan kadar air optimum
81

yang digunakan agar tanah yang dipadatkan dapat mencapai kepadatan

maksimum.

Hasil pengujian Analisa saringan menunjukkan bahwa tanah yang

digunakan dalam penelitian ini tergolong tanah berbutir halus dikarenakan

persentase tanah yang lolos saringan #200 lebih dari 50%. Untuk

menghasilkan nilai yang lebih spesifik antara lempung dan lanau,

dilakukan Analisa hydrometer. Hasil dari Analisa hydrometer menunjukkan

bahwa persentase lanau dan lempung relative sebanding, yaitu masing-

masing diatas 30%. Untuk lanau diperoleh persentase sebesar 34,55%.

Sedangkan fraksi lempung sebesar 30,25%. Dengan hasil Analisa ini,

maka disimpulkan bahwa tanah yang digunakan tergolong tanah berbutir

halus.

Dalam menentukan klasifikasi tanah berdasarkan AASHTO

maupun USCS, selain distribusi butiran dibutuhkan nilai batas-batas

konsistensi tanah yang diperoleh melalui pengujian batas-batas Atterberg.

Batas-batas Atterberg menggambarkan konsistensi tanah yang

dipengaruhi oleh kadar air menjadi 3 fase, yaitu fase susut, fase plastis

dan fase cair. Fase susut adalah kondisi batas kadar air tanah pada

volume susut maksimum yang ditandai dengan nilai batas susut. Fase

plastis adalah kondisi batas kadar air tanah saat tanah telah melewati

batas susut hingga kadar air di bawah batas cair. Sedangkan batas cair

adalah kondisi kadar air tanah pada saat tanah telah dapat teralirkan dan

jenuh air. Ketiga nilai ini kemudian diaplikasikan dalam diagram plastisitas
82

USCS untuk memperoleh klasifikasi tanah. Berdasarkan nilai batas cair,

tanah dapat diklasifikasikan sebagai tanah dengan plastisitas tinggi dan

plastisitas rendah. Tanah dengan plastisitas tinggi ditandai dengan nilai

batas cair di atas 50%, sedangkan plastisitas rendah jika nilai batas cair di

bawah 50%. Sedangkan untuk membedakan antara lempung dan lanau,

digunakan A-line. Jika nilai indeks plastisitas tanah jatuh di bawah A-line

maka tanah tergolong lanau, sedangkan jika di atas A-line maka tanah

tergolong lempung.

Berdasarkan analisis di laboratorium nilai batas plastis sebesar

46,35% dan indeks plastisitas 14,40% pada pengujian batas-batas

atterberg. Menurut sistem klasifikasi USCS (Unified Soil Classification

System) dan ASTM (American Standard for Testing and Material). Dengan

menghubungkan nilai batas plastis dengan indeks plastisitas pada

diagram plastisitas, didapatkan tipe tanah jenis MH (silt with high plasticity)

yang berarti tanah lanau dengan plastisitas tinggi, yang ditunjukan pada

Gambar 14 dan Tabel 15 diagram plastisitas dan klasifikasi tanah lunak

berdasarkan USCS dan (Bowles,1977) ditunjukan pada Tabel 14. Butiran

tanah didominasi fraksi lanau 34,55% dan lempung 30,25%. Sehingga

secara keseluruhan gradasi tanah yang digunakan dalam penelitian ini

terdiri atas tanah berbutir halus serta berdasarkan nilai kuat tekan.
83

Tabel 14. Kategori Kekuatan Tanah (Bowles, 1985)

Kategori UCS (kPa) Density (gr/cm2) Identifikasi Lapangan

Very Soft 0 – 20 1,5 - 1,6 easily penetrated by fist


Soft 25 – 50 1,6 – 1,8 easily penetrated a few cm by thumb
can only be penetrated 1-2 cm with
Firm 50 – 100 1,7 – 2,0
cinsiderable effort by thumb
can be indented by thumb but not
Stiff 100 – 200 1, 8 – 2,1
penetrated
Very Stiff 200 – 400 1,9 – 2,2 readily indented with thumbnail
only just indented with thumbnail,
Hard >400 1,9 – 2,3
with difficulty

Berdasarkan Tabel 14, konsistensi tanah yang digunakan dalam

penelitian ini tergolong tanah lunak/soft consistency dikarenakan nilai kuat

tekan bebas yang diperoleh kurang dari 25 kN/m 2. Hal ini menunjukkan

bahwa tanah yang digunakan dalam penelitian ini tidak memenuhi standar

jika langsung digunakan sebagai bahan konstruksi sebagai bangunan.

Untuk itu, stabilisasi tanah dibutuhkan untuk meningkatkan nilai

mekanis/engineering properties tanah.

Liquid Limit

Gambar 14. Diagram Plastisitas Unified Soil Classification System


84

Tabel 15. Klasifikasi Tanah Lunak Berdasarkan Unified Soil


Classification System

FINE-GRAINED SOILS
(50% or more of material is smaller than No. 200 sieve size)
ML Inorganic silts and very fine sands, rock flour, silty of
SILTS AND clayey fine sands or clayey silts with slight plasticity
CLAYS Liquid CL Inorganic clays of low to medium plasticity, gravelly
limit less than clay, sandy clays, silty clays, lean clays
50% OL Organic silts and organic silty clays of low plasticity

MH Inorganic silts, micaceous or diatomaceous fine


SILTS AND sandy or silty soils, elasticity silts
CLAYS Liquid CH Inorganic clays of high plasticity, fat clays
limit 50% or
greater OH Organic clays of medium to high plasticity, organic
silts
HIGHLY PT Peat and other highly organics soils
ORGANIC SOILS

Tabel 16. Nilai Perikiraan Modulus Elastisitas Tanah (Bowles, 1977)

Jenis Tanah Es ( kg/cm2)


Lempung
Sangat Lunak 3 - 30
Lunak 20 - 40
Sedang 45 - 90
Keras 70 - 200
Berpasir 300 - 425
Pasir
Berlanau 50 - 200
Tidak Padat 100 - 250
Padat 500 - 1000
Pasir dan Kerikil
Padat 800 - 2000
Tidak Padat 500 - 1400
Lanau 20 - 200
Loses 150 - 600
Cadas 1400 - 14000
85

Tabel 17. Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Klasifikasi tanah Tanah berbutir


(35% atau kurang dari seluruh contoh tanah lolos ayakan No.200

Klasifikasi A-1 A-2


A-3
kelompok A - 1 - a A - 1-b A-2-4 A-2-5 A-2-6 A-2-7

Analisa ayakan
(% lolos)
No.10 Maks.50
Maks.50 Maks.51
No.40 Maks.30
Maks.25 Maks.10 Maks.35 Maks.35 Maks.35 Maks.35
No.200 Maks.15
Sifat fraksi yang
lolos Ayakan
No.40
Batas cair (LL)
Maks.40 Min. 41 Maks.40 Min. 41
Indeks
Maks. 6 NP Maks.10 Maks.10 Min. 11 Min. 11
plastisitas (PI)
Tipe material
Batu pecah, Pasir Kerikil dan pasir yang berlannau atau
yang paling
kerikil dan pasir halus berlempung
domonan
Penilaian sebagai
bahan tanah Baik sekali sampai baik
dasar
Tanah lanau - lempung
Klasifikasi tanah (Lebih dari 35% dari seluruh contoh tanah lolos ayakan
No.200
A-7
Klasifikasi kelompok A - 7-5*
A-4 A-5 A-6
A - 7-6**
Analisa ayakan
(% lolos)
No.10
No.40
No.200 Min. 36 Min. 36 Min. 36 Min. 36
Sifat fraksi yang lolos
Ayakan No.40
Batas cair (LL) Maks. 40 Min. 41 Maks. 40 Min. 41
Indeks Plastisitas (IP) Maks. 10 Maks. 10 Min. 11 Min. 11
Tipe material yang paling
Tanah berlanau Tanah berlempung
domonan
Penilaian sebagai bahan
Biasa sampai jelek
tanah dasar
* A-7-5, PI ≤ LL – 30
** A-7-6, PI > LL – 30

Berdasarkan hasil analisis laboratorium terhadap tanah lunak

seperti yang telah diperlihatkan pada Tabel 17, maka selanjutnya tanah
86

tersebut dapat diklasifikasikan sesuai dengan kelas berdasarkan metode

klasifikasi tanah yang umum digunakan. Sistem klasifikasi yang digunakan

untuk menentukan kelas tanah ini adalah sistem klasifikasi AASHTO

(American Association of State Highway and Transportation Officials) dan

sistem klasifikasi USCS (Unified Soil Classification System). Dari hasil

pengujian analisa saringan dan batas-batas atterberg tanah lunak

diperoleh data tanah dengan nilai lebih dari 50% tanah tersebut lolos

saringan No. 200, yaitu sebesar 65,80% yang berarti tanah termasuk

tanah berbutir halus.

2. Karakteristik Fisik Overboulder Asbuton

Material overboulder asbuton berasal dari Pulau Buton, dengan

pengambilan sampel dilakukan pada tiga lokasi pengambilan sampel yang

berbeda. Lokasi tersebut adalah Blok Sampolawa dengan koordinat

5°33'7.99"S dan 122°44'28.39"E, Blok Kabungka dengan koordinat

5°23'2.62"S dan 122°53'33.67"E, dan Blok Lawele dengan koordinat

5°13'53.56"S dan 122°58'0.40"E. Hasil pengujian karakteristik fisik dan

mekanis overboulder ditunjukan pada Tabel 16.


87

Tabel 18. Rekapitulasi Properties Overboulder Asbuton


Test Results
Test
Result Value Unit
Basic Properties of Overboulder Asbuton :
Specific Gravity (Gs) 2,65 -
Sieve Analysis and Hydrometer :
a Sand 81,04 %
b Silt 13,70 %
c Clay 5,16 %
Standard Proctor :
a Maximum Dry Density, (γd) 1,37 gr/cm3
b Optimum Moisture Content (OMC) 19,13 %
Classification According USCS : SP, AASHTO : A-1-B
Engineering Properties of Overboulder Asbuton :
Unconfined Compressive Strength (qu) 60,79 kN/m2
California Bearing Ratio – Unsoaked (CBR) 12,06 %

Hasil pengujian Analisa saringan menunjukkan bahwa overboulder

asbuton tergolong tanah granular/pasir dikarenakan persentase tanah

yang lolos saringan #200 kurang dari 50%. Dikarenakan granular tidak

memiliki kohesi/memiliki kohesi yang sangat kecil, maka tidak dapat

dilakukan pengujian batas-batas atterberg. Sedangkan fraksi lempung dan

lanau yang menempel pada butiran kasar overboulder adalah lanau

sebesar 13,70% dan lempung sebesar 5,16%.

Sedangkan berdasarkan hasil pengujian standard proctor yang

mengacu pada ASTM D-698 menunjukkan bahwa overboulder asbuton

dapat dipadatkan secara optimum dengan berat isi kering sebesar 1,37

gr/cm3 dengan kadar air optimum sebesar 19,13%.

Nilai kuat tekan bebas overboulder asbuton sebesar 60,79 kN/m 2

lebih tinggi dibanding tanah lunak. Hal ini menjadi pertimbangan dalam

menggunakan overboulder asbuton sebagai bahan stabilisator,


88

dikarenakan adanya prinsip soil mixing, yaitu mencampur suatu jenis

tanah yang lebih baik nilai mekanisnya dengan tujuan memperoleh nilai

mekanis akhir yang lebih baik.

Tabel 19. Klasifikasi Kerikil dan Pasir Berdasarkan Unified Soil


Classification System

COARSE-GRAINED SOILS
(more than 50% of material is larger than No. 200 sieve size)
Clean Gravels (Less than 5% fines)
Well-graded gravels, gravel-sand
GW
mixtures, little or no fines
GRAVEL
More than 50% of Poorly-graded gravels, gravel sand
GP
coarse fraction mixtures, little or no fines
larger than No. 4 Gravels with fines (More than 12% fines)
sieve size
GM Silty gravels, gravel-sand-silt mixtures

GC
Clayey gravels, gravel-sand-clay
mixtures
Clean Sands (Less than 5% fines)
SW
Well-graded sands, gravelly sands, little
or no fines
SANDS
50% or more of SP
Poorly-graded sands, gravelly sand, little
coarse fraction or no fines
smaller than No. 4 Sands with fines (More than 12% fines)
sieve size
SM Silty sands, sand-silt mixtures

SC Clayey sands, sand-clay mixtures

Hasil pengujian karakteristik fisik dan mekanis overboulder

menunjukkan bahwa overboulder terklasifikasi sebagai SP/Pasir

Bergradasi Buruk, yang ditunjukan berdasarkan klasifikasi tanah pada

Tabel 19. Namun nilai CBR menunjukkan nilai yang lebih tinggi

dibandingkan dengan tanah lunak. Sedangkan nilai kuat tekan bebas


89

menunjukkan nilai yang sedikit lebih rendah dibandingkan dengan tanah

lunak. Selanjutnya overboulder akan dijadikan material stabilisator, yaitu

dengan mencampurkan overboulder dengan tanah lunak dengan besaran

persentasi terhadap berat kering tanah lunak. Pengujian yang dilakukan

ialah uji kuat tekan bebas dan CBR, untuk selanjutnya dianalisis

perubahan indeks mekanis tanah lunak terstabilisasi overboulder

3. Karakteristik Fisik Pemadatan (Kompaksi)


Tujuan uji kompaksi adalah untuk mendapatkan kadar air optimum

dan berat isi kering maksimum pada suatu proses pemadatan. Kepadatan

tanah biasanya dinilai dengan menentukan berat isi keringnya (ɤdry).

Kadar air optimum ditentukan dengan melakukan percobaan pemadatan

di laboratorium. Hasil percobaan ini dipakai untuk menentukan syarat-

syarat yang harus dipenuhi pada waktu pemadatan di lapangan. Pada

percobaan di laboratorium, kadar air optimum ditentukan dari grafik

hubungan antara berat isi kering dengan kadar air. Karakteristik

pemadatan tanah lunak dan tanah lunak dengan variasi overboulder

ditunjukkan pada Gambar 15.


90

13.9
Untreated Soil
13.8
: 5% OB
13.7 : 10% OB
13.6 : 15% OB
Dry Density (kN/m3)

: 20% OB
13.5

13.4

13.3

13.2

13.1

13.0

12.9

12.8
16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38
Water Content (%)

Gambar 15. Grafik Rekapitulasi Hubungan Perubahan Kadar Air


Terhadap Perubahan Berat Isi Kering Tanah dan
Overboulder

Penambahan overboulder menunjukkan perilaku yang cenderung

menunjukkan pola bersilang terhadap perubahan kadar air dan berat isi

kering. Semakin bertambah overboulder maka nilai berat isi kering

semakin berkurang, sedangkan kadar air optimum semakin bertambah.

Pada Gambar 16, dapat diketahui bahwa berat isi kering semakin

bertambah seiring bertambahnya overboulder, hingga berat isi kering

mengalami kenaikan sebesar 4%, dari berat isi kering maksimum tanah

lunak yang sebesar 1,35 gr/cm3 menjadi 1,40 gr/cm3 pada penambahan

overboulder 20% terhadap berat tanah. Sedangkan perilaku kadar air

optimum semakin menurun dari tanah lunak tanpa perlakuan dengan

kadar air optimum sebesar 29,84% menurun sebesar 5,2% pada


91

penambahan overboulder 20% hingga mencapai kadar air optimum

sebesar 28,27% terhadap berat tanah kering. Pola perubahan berat isi

kering dan kadar air yang menunjukkan pola berbanding terbalik atau

menyilang dapat ditunjukan pada Gambar 16.

13.8 30.0
Dry Density 29.9
29.8
Water Content 29.7
13.7
29.6
29.5
Dry Density (kN/m3)

Water Content (%)


13.6 29.4
29.3
29.2
29.1
13.5
29.0
28.9
28.8
13.4 28.7
28.6
28.5
13.3 28.4
28.3
28.2
13.2 28.1
0 5 10 15 20
Overboulder (%)

Gambar 16. Grafik Hubungan Antara Penambahan Overboulder


Terhadap Perubahan Berat Isi Kering dan Kadar Air
Tanah

B. Karakteristik Mekanis Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak


Stabilisasi Overboluder Asbuton

Uji Kuat Tekan Bebas dilakukan untuk mengetahui nilai qu

(Unconfined Compressive Strength) dari benda uji. Benda uji dicetak

dengan bentuk silindris, dengan perbandingan Diameter sampel

berbanding Tinggi sampel sebesar 1 : 2. Dalam hal ini, sampel UCT

dicetak dengan ukuran diameter 5,5 cm dengan tinggi 11 cm. Tanah lunak
92

dan overboulder dicampur dan dipadatkan sesuai dengan berat isi kering

maksimum dan kadar air optimum pada masing-masing komposisi. Setiap

komposisi tanah dan overboulder dihitung berdasarkan berat isi kering

maksimum dari setiap komposisi yang diperoleh melalui pengujain

standard proctor. Sedangkan kadar air optimum diambil berdasarkan hasil

pengujian standard proctor dengan berat air dipersentasikan terhadap

berat kering campuran antara tanah dan overboulder. Pemadatan

dilakukan menggunakan energi pemadatan yang sama dengan standard

proctor yang mengacu pada ASTM D-698, yaitu dengan mengkonversi

ukuran mold dan mengurangi jumlah tumbukan agar memperoleh nilai

energi pemadatan yang relative mendekati energi pemadatan yang

diperoleh pada standard proctor seperti yang dijelaskan pada ASTM D-

2166, standar uji kuat tekan bebas untuk tanah kohesif. Sedangkan

penumbuk yang sama digunakan sesuai standar agar energi pemadatan

dapat lebih dikendalikan. Sampel kemudian diuji secara bertahap sesuai

dengan masa pemeraman 0 hari, 7 hari, 14 hari dan 28 hari. Tujuanya

adalah untuk mengetahui perbedaan saat asumsi sampel belum bereaksi

dan telah bereaksi. Rincian dan gambaran hasil pengujian yang ditunjukan

pada Gambar 17.


93

4500

4000

3500

3000
Stress (kN/m2)

2500

2000

1500
: 5%OB 0 Day
1000
: 5%OB 7 Day
500 : 5%OB 14 Day
: 5%OB 28 Day
0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 17. Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Tanah Lunak


dengan 5% Overboulder Asbuton

Berdasarkan Gambar 17, dapat diketahui perilaku mekanis kuat

tekan bebas tanah lunak dengan penambahan 5% overboulder terhadap

berat tanah kering. Pada penambahan 5% overboulder masa peram 0 hari

telah menunjukkan kenaikan sebesar 17 kali lipat dibanding tanah asli.

Pada masa pemeraman 7 hari, nilai kuat tekan bebas meningkat 44 kali

lipat dibanding tanah asli. Pada masa peram 14 hari, nilai kuat tekan

bebas naik sebesar 47 kali lipat dibanding tanah asli dan pada masa

peram 28 hari mencapai 50 kali lipat dibanding tanah asli. Dari uraian

tersebut, dapat diasumsikan bahwa penambahan overboulder

meningkatkan nilai kuat tekan bebas tanah bahkan tanpa masa

pemeraman. Overboulder telah langsung bereaksi dengan air dan tanah

pada saat pencampuran sehingga pada saat tanah dipadatkan kembali,


94

memiliki nilai kuat tekan bebas yang lebih tinggi dikarenakan adanya

sementasi pozzolanic yang disebabkan oleh kandungan kapur dan silika

dalam overboulder.

4500

4000

3500

3000

2500
Stress (kN/m2)

2000

1500
: 10%OB 0 Day

1000 : 10%OB 7 Day


: 10%OB 14 Day
500 : 10%OB 28 Day

0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 18. Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Tanah Lunak


dengan 10% Overboulder Asbuton

Berdasarkan Gambar 18, nilai mekanis dan perilaku tegangan-

regangan tanah menunjukkan pola yang relative serupa dengan Gambar

17. Peningkatan nilai kuat tekan bebas untuk penambahan 10%

overboulder masa peram 0 hari mengalami peningkatan hingga 19 kali

lipat, masa peram 7 hari meningkat 50,2 kali lipat, masa peram 14 hari

meningkat 50,7 kali lipat dan masa peram 28 hari meningkat 54 kali lipat

dibandingkan dari nilai kuat tekan bebas tanah asli. Hasil ini menunjukkan

bahwa penambahan overboulder 10% menghasilkan nilai kuat tekan lebih


95

tinggi dibandingkan penambahan 5% overboulder pada masing-masing

masa pemeraman.

4500

4000

3500

3000
Stress (kN/m2)

2500

2000

1500
: 15%OB 0 Day
1000
: 15%OB 7 Day

500 : 15%OB 14 Day


: 15%OB 28 Day
0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 19. Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Tanah Lunak


dengan 15% Overboulder Asbuton

Berdasarkan Gambar 19, nilai mekanis dan perilaku tegangan-

regangan tanah menunjukkan pola yang relative serupa dengan Gambar

18. Peningkatan nilai kuat tekan bebas untuk penambahan 15%

overboulder masa peram 0 hari mengalami peningkatan hingga 21 kali

lipat, masa peram 7 hari meningkat 70 kali lipat, masa peram 14 hari

meningkat 72 kali lipat dan masa peram 28 hari meningkat 76 kali lipat

dibandingkan dari nilai kuat tekan bebas tanah asli. Hasil ini menunjukkan

bahwa penambahan overboulder 15% menghasilkan nilai kuat tekan lebih


96

tinggi dibandingkan penambahan 5% overboulder dan 10% overboulder

pada masing-masing masa pemeraman.

4500

4000

3500

3000
Stress (kN/m2)

2500

2000

1500
: 20%OB 0 Day

1000 : 20%OB 7 Day


: 20%OB 14 Day
500 : 20%OB 28 Day

0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 20. Grafik Hubungan Tegangan dan Regangan Tanah Lunak


dengan 20% Overboulder Asbuton

Berdasarkan Gambar 20, nilai mekanis dan perilaku tegangan-

regangan tanah menunjukkan pola yang relative serupa dengan Gambar

17, Gambar 18, dan Gambar 19. Peningkatan nilai kuat tekan bebas untuk

penambahan 20% overboulder masa peram 0 hari mengalami

peningkatan hingga 22 kali lipat, masa peram 7 hari meningkat 44 kali

lipat, masa peram 14 hari meningkat 48 kali lipat dan masa peram 28 hari

meningkat 34 kali lipat dibandingkan dari nilai kuat tekan bebas tanah asli.

Hasil ini menunjukkan bahwa penambahan overboulder 20%

menghasilkan nilai kuat tekan lebih tinggi dibandingkan penambahan 5%


97

overboulder namun lebih rendah dibanding penambahan 15% overboulder

dan 10% overboulder pada masing-masing masa pemeraman.

4500
: 5%OB 0 Day
: 5%OB 7 Day
4000 : 5%OB 14 Day
: 5%OB 28 Day
: 10%OB 0 Day
3500 : 10%OB 7 Day
: 10%OB 14 Day
3000 : 10%OB 28 Day
: 15%OB 0 Day
: 15%OB 7 Day
Stress (kN/m2)

2500 : 15%OB 14 Day


: 15%OB 28 Day
: 20%OB 0 Day
2000 : 20%OB 7 Day
: 20%OB 14 Day
: 20%OB 28 Day
1500

1000

500

0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 21. Grafik Rekapitulasi Hubungan Antara Tegangan dan


Regangan terhadap Variasi Persentasi Overboulder
dan Masa Pemeraman
98

Tabel 20. Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak Stabilisasi
Overboulder

Unconfined Compressive Strength


(kN/m²)
Mix
14 28
0 Day 7 Days
Days Days
Untreated Soil 76.54 - - -
5% Overboulder 854.73 2139.52 2264.76 2406.73
10% Overboulder 929.00 2415.74 2434.62 2595.21
15% Overboulder 1032.23 3368.72 3465.54 3680.23
20% Overboulder 1088.53 2127.53 2313.20 1638.16

4500
Unconfined Compressive Strength (kN/m2)

4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000 Untreated Soil 5% Overboulder 10% Overboulder

500 15% Overboulder 20% Overboulder

0
0 7 14 21 28
Curing Time (Day)

Gambar 22. Grafik Rekapitulasi Hubungan Antara Nilai Kuat Tekan Bebas
dan Masa Pemeraman terhadap Variasi Persentasi
Overboulder

Berdasarkan Gambar 21, Tabel 20 dan Gambar 22, menunjukan

nilai kuat tekan bebas tanah lunak meningkat secara signifikan seiring

dengan bertambahnya masa pemeraman. Hal ini dimungkinkan

diakibatkan oleh laju reaksi sementasi pozzolanic yang membutuhkan


99

waktu untuk mengalami proses koagulasi atau pengkristalan dan

pengerasan yang dapat meningkatkan kohesi, memperkecil pori, dan

menurunkan permeabilitas sehingga meningkatkan nilai kuat tekan bebas.

Penambahan overboulder yang optimum adalah sebesar 15% karena

menunjukkan peningkatan nilai kuat tekan bebas yang tertinggi

dibandingkan dengan penambahan 5%, 10% dan 20% overboulder.

5000
4500
Unconfined Compressive Strength (kN/m2)

4000
3500
3000
2500
2000
1500
Circeo et all
1000 Horpibulsk et all
500 Sadeeldin et all
Overboulder 15%
0
0 7 14 21 28
Curing Time (Days)

Gambar 23. Grafik Perbandingan Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak
Stabilisasi Overboulder dengan Beberapa Studi Terdahulu
100

4500

4000
Unconfined Compressive Strength (kN/m2)
3500

3000

2500

2000

1500 Soil + 15% Overboulder


LPB (SNI 03-3437-1994), 7 Days
LPA (SNI 03-3437-1994), 7 Days
1000 Subbase Course, Alabama Dept of Trans, 7 Days
Base Course, Alabama Dept of Trans, 7 Days
500 Subbase Course, Federal Highway Adm. - US Dept. Trans
Base Course, Federal Highway Adm. - US Dept. Trans
0
0 7 14 21 28
Curing Time (Days)

Gambar 24. Grafik Perbandingan Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak
Stabilisasi Overboulder dengan Beberapa Standar Teknis

Jika dibandingkan dengan beberapa studi terdahulu dan beberapa

standar yang ditunjukan pada Gambar 23 dan Gambar 24, tanah lunak

terstabilisasi overboulder dapat menjadi salah satu alternative dari

beberapa material stabilisasi tanah. Kisaran nilai kuat tekan bebas tidak

berbeda jauh dibanding beberapa studi sebelumnya. Sedangkan jika

mengacu pada standar yang ditunjukan pada Gambar 24, tanah lunak

terstabilisasi overboulder memenuhi kriteria lapisan pondasi jalan menurut

SNI baik sebagai LPA maupun LPB, serta menurut Federal Highway

Administration baik sebagai LPA maupun LPB konstruksi jalan.

Pada penambahan overboulder sebesar 5% dari berat tanah, nilai

kuat tekan bebas menunjukkan peningkatan seiring bertambahnya masa

pemeraman. Di awal pengujian, masa peram 0 hari, nilai kuat tekan bebas
101

hanya sebesar 854,73 kN/m2. Nilai ini adalah sebesar 11 kali lipat

dibanding tanah tanpa stabilisasi. Sedangkan pada masa pemeraman 28

hari, nilai kuat tekan bebas tanah terstabilisasi mengalami kenaikan

hingga sebesar 2406,73 kN/m2 atau 3 kali lipat dibanding nilai kuat tekan

bebas masa peram 0 hari. Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan

dan pematangan reaksi sementasi sehingga di masa peram 28 hari,

sampel stabilisasi mengalami kenaikan. Sedangkan nilai kuat tekan bebas

tertinggi diperoleh pada penambahan overboulder sebesar 15%, yaitu

sebesar 3680,23 kN/m2

C. Karakteristik Mekanis Nilai California Bearing Ratio Tanah Lunak


Stabilisasi Overboluder Asbuton

Pengujian California Bearing Ratio dilakukan untuk mengetahui

perbandingan kekuatan suatu material berbanding material standar

sebagai lapis pondasi jalan. Setiap komposisi tanah dan overboulder

dihitung berdasarkan berat isi kering maksimum dari setiap komposisi

yang diperoleh melalui pengujain standard proctor. Sedangkan kadar air

optimum diambil berdasarkan hasil pengujian standard proctor dengan

berat air dipersentasikan terhadap berat kering campuran antara tanah

dan overboulder. Pemadatan dilakukan menggunakan metode CBR 56

tumbukan dengan asumsi memperoleh nilai CBR maksimum yang

mengacu pada ASTM D-1883 untuk metode pemadatan dan metode

pengujian. Sedangkan penumbuk yang sama digunakan sesuai standar


102

agar energi pemadatan dapat lebih dikendalikan. Sama halnya dengan

sampel kuat tekan bebas, sampel CBR pula diuji secara bertahap

berdasarkan masa pemeraman. Hasil pengujian nilai CBR dapat

ditunjukan pada Tabel 21.

Tabel 21. Rekapitulasi Pengujian California Bearing Ratio Overboulder

OVERBOULDER CBR (%)


(%) 0 7 14 28
0 7.79 - - -
5 8.77 16.19 20.68 22.03
10 9.44 19.33 28.78 31.47
15 10.34 23.83 32.97 38.22
20 9.89 19.56 23.83 28.33

45
0 Day
40
7 Day
35 14 Day
28 Day
30
Untreated Soil
CBR (%)

25
20
15
CBR
Subbase
10 Minimum

5
0
0 5 10 15 20
Overboulder (%)

Gambar 25. Grafik Hubungan Antara Nilai CBR dan Variasi Persentasi
Overboulder terhadap Masa Peram
103

Gambar 26. Grafik Hubungan Antara Nilai CBR dan Kuat Tekan
terhadap Variasi Persentasi Overboulder

Berdasarkan Tabel 21, Gambar 25 dan 26, peningkatan nilai CBR

menunjukkan perilaku yang relative serupa jika dibandingkan dengan

peningkatan nilai kuat tekan bebas. Penambahan optimum overboulder

berdasarkan nilai CBR adalah 15%. Peningkatan yang terjadi

menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibanding komposisi lain. Untuk

penambahan overboulder sebesar 15% pada masa peram 0 hari,

menunjukkan peningkatan sebesar 1 kali lipat, masa peram 7 hari sebesar

3 kali lipat, masa peram 14 hari sebesar 4 kali lipat dan pada masa peram

28 hari meningkat hingga 5 kali lipat dibanding tanah asli.


104

D. Pola Perilaku Material Aktifasi Tanah Lunak Stabilisasi


Overboluder Asbuton

Dalam menentukan aktifator yang cocok digunakan untuk

mengaktifasi overboulder maka digunakan beberapa opsi diantaranya :

a. Polymer

b. Waterglass

c. Ferro Oksida

Dikarenakan overboulder optimum tercapai pada penambahan

15%, maka rasio bahan stabilisator dan aktifator dibatasi hingga 20%

untuk memperoleh rasio yang optimum. Benda Uji dicetak dan diperam

minimal 7 hari dan maksimal 28 hari dengan pertimbangan reaksi kimia

telah terjadi antara tanah, stabilisator dan aktifator. Benda uji yang

dibentuk adalah sample kuat tekan bebas. Setelah diperoleh beberapa

kategori memungkinkan maka pengujian dilakukan dengan melakukan

pengujian california bearing ratio untuk mengetahui seberapa besar

pengaruh aktifasi terhadap nilai mekanis CBR.

Uji Kuat Tekan Bebas dilakukan untuk mengetahui nilai UCS

(Unconfined Compressive Strength) dari benda uji. Benda uji dicetak

dengan bentuk silindris, dengan perbandingan Diameter sampel

berbanding Tinggi sampel sebesar 1 : 2. Dalam hal ini, sampel UCT

dicetak dengan ukuran diameter 5,5 cm dengan tinggi 11 cm. Tanah lunak

dan overboulder dicampur dan dipadatkan sesuai dengan berat isi kering

maksimum dan kadar air optimum pada masing-masing komposisi. Setiap


105

komposisi tanah, overboulder dan aktifator dihitung berdasarkan berat isi

kering maksimum dari setiap komposisi yang diperoleh melalui pengujian

standard proctor. Sedangkan kadar air optimum diambil berdasarkan hasil

pengujian standard proctor dengan berat air dipersentasikan terhadap

berat kering campuran antara tanah, overboulder dan aktifator.

Pemadatan dilakukan menggunakan energi pemadatan yang sama

dengan standard proctor yang mengacu pada ASTM D-698, yaitu dengan

mengkonversi ukuran mold dan mengurangi jumlah tumbukan agar

memperoleh nilai energi pemadatan yang relative mendekati energi

pemadatan yang diperoleh pada standard proctor seperti yang dijelaskan

pada ASTM D-2166, standar uji kuat tekan bebas untuk tanah kohesif.

Sampel kemudian diuji secara bertahap sesuai dengan masa pemeraman

7 hari, 14 hari dan 28 hari. Tujuanya adalah untuk mengetahui perbedaan

saat asumsi sampel belum bereaksi dan telah bereaksi.


106

4500
15% OB + 1% PO
4000 15% OB + 3% PO
15% OB + 5% PO
3500

3000
Stress (kN/m2)

2500

2000

1500

1000

500

0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 27. Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan Tanah


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Polymer Masa
Peram 7 Hari

Berdasarkan Gambar 27, menunjukan bahwa pada masa peram 7

hari specimen tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi polymer, nilai

kuat tekan tanah meningkat 14 kali lipat dengan penambahan 1% polimer

dibanding nilai kuat tekan tanah asli. Pada penambahan 3% polymer, nilai

kuat tekan bebas meningkat 20 kali lipat dibandingkan tanah tanpa

stabilisasi dan pada penambahan 5% polymer meningkat 25 kali lipat

dibandingkan dengan tanah tanpa stabilisasi.


107

4500
15% OB + 1% PO
4000
15% OB + 3% PO
3500
15% OB + 5% PO

3000
Stress (kN/m2)

2500

2000

1500

1000

500

0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 28. Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan Tanah


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Polymer Masa
Peram 14 Hari

Berdasarkan Gambar 28, menunjukan bahwa pada pada masa

peram 14 hari, specimen tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi

polymer, nilai kuat tekan tanah meningkat 18 kali lipat dengan

penambahan 1% polymer dibanding nilai kuat tekan tanah asli. Pada

penambahan 3% polymer, nilai kuat tekan bebas meningkat 25 kali lipat

dibandingkan tanah tanpa stabilisasi dan pada penambahan 5% polymer

meningkat 34 kali lipat dibandingkan dengan tanah tanpa stabilisasi.


108

4500
15% OB + 1% PO
4000 15% OB + 3% PO
15% OB + 5% PO
3500

3000
Stress (kN/m2)

2500

2000

1500

1000

500

0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 29. Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan Tanah


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Polymer Masa
Peram 28 Hari

Berdasarkan Gambar 29, menunjukan bahwa pada masa peram 28

hari, specimen tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi polymer, nilai

kuat tekan tanah meningkat 22 kali lipat dengan penambahan 1% polymer

dibanding nilai kuat tekan tanah asli. Pada penambahan 3% polymer, nilai

kuat tekan bebas meningkat 29 kali lipat dibandingkan tanah tanpa

stabilisasi dan pada penambahan 5% polymer meningkat 36 kali lipat

dibandingkan dengan tanah tanpa stabilisasi.


109

4500
: 15%OB 1% Polymer 7 Day

4000 : 15%OB 3% Polymer 7 Day


: 15%OB 5% Polymer 7 Day
3500 : 15%OB 1% Polymer 14 Day
: 15%OB 3% Polymer 14 Day
3000
: 15%OB 5% Polymer 14 Day
Stress (kN/m2)

2500 : 15%OB 1% Polymer 28 Day


: 15%OB 3% Polymer 28 Day
2000 : 15%OB 5% Polymer 28 Day

1500

1000

500

0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 30. Grafik Rekapitulasi Hubungan Antara Tegangan dan


Regangan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi
Polymer

Tabel 22. Rekapitulasi Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak Stabilisasi


Overboulder Aktifasi Polymer

Unconfined Compressive
Mix Strength (kN/m²)
7 Days 14 Days 28 Days
15% OB + 1% Polymer 702.19 878.37 1075.76
15% OB + 3% Polymer 1005.85 1238.67 1404.95
15% OB+ 5% Polymer 1223.32 1668.77 1764.17
110

2000

Unconfined Compressive Strength (kN/m2)


1800

1600

1400

1200

1000

800

600
15% OB + 1% Polymer 15% OB + 3% Polymer
400
15% OB+ 5% Polymer
200

0
7 14 21 28
Curing Time (Day)

Gambar 31. Grafik Rekapitulasi Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak


Stabilisasi Overboulder Aktifasi Polymer

Berdasarkan Gambar 30, Gambar 31 dan Tabel 22, menunjukan

bahwa penambahan polymer terhadap komposisi campuran terjadi trend

meningkat linear seiring penambahan polymer. Secara keseluruhan hasil

pengujian kuat tekan bebas specimen tanah lunak stabilisasi overboulder

aktifasi polymer menunjukkan pola peningkatan. Hasil tertinggi diperoleh

dengan penambahan 5% polymer dengan nilai kuat tekan bebas

meningkat hingga 36 kali lipat dibandingkan dengan tanah asli. Namun

hasil ini justru mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tanah

lunak yang hanya distabilisasi oleh overboulder. Hal ini kemungkinan

terjadi dikarenakan polymer yang ditambahkan mengurangi sifat kaku

yang ditambahkan oleh overboulder terhadap tanah.


111

4500
15% OB + 1% WG
4000
15% OB + 3% WG
3500
15% OB + 5% WG
3000
Stress (kN/m2)

2500

2000

1500

1000

500

0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 32. Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan Tanah


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Waterglass Masa
Peram 7 Hari

Berdasarkan Gambar 32, menunjukan bahwa pada masa peram 7

hari, specimen tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi waterglass, nilai

kuat tekan tanah meningkat 44 kali lipat dengan penambahan 1%

waterglass dibanding nilai kuat tekan tanah asli. Pada penambahan 3%

waterglass, nilai kuat tekan bebas meningkat 55 kali lipat dibandingkan

tanah tanpa stabilisasi dan pada penambahan 5% waterglass meningkat

66 kali lipat dibandingkan dengan tanah tanpa stabilisasi.


112

4500
15% OB + 1% WG
4000 15% OB + 3% WG

3500 15% OB + 5% WG

3000
Stress (kN/m2)

2500

2000

1500

1000

500

0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 33. Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan Tanah


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Waterglass Masa
Peram 14 Hari

Berdasarkan Gambar 33, menunjukan bahwa pada masa peram 14

hari, specimen tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi waterglass, nilai

kuat tekan tanah meningkat 51 kali lipat dengan penambahan 1%

waterglass dibanding nilai kuat tekan tanah asli. Pada penambahan 3%

waterglass, nilai kuat tekan bebas meningkat 58 kali lipat dibandingkan

tanah tanpa stabilisasi dan pada penambahan 5% waterglass meningkat

70 kali lipat dibandingkan dengan tanah tanpa stabilisasi.


113

4500
15% OB + 1% WG
4000
15% OB + 3% WG
3500 15% OB + 5% WG

3000
Stress (kN/m2)

2500

2000

1500

1000

500

0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 34. Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan Tanah


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Waterglass Masa
Peram 28 Hari

Berdasarkan Gambar 34, menunjukan bahwa pada masa peram 28

hari, specimen tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi waterglass, nilai

kuat tekan tanah meningkat 59 kali lipat dengan penambahan 1%

waterglass dibanding nilai kuat tekan tanah asli. Pada penambahan 3%

waterglass, nilai kuat tekan bebas meningkat 66 kali lipat dibandingkan

tanah tanpa stabilisasi dan pada penambahan 5% waterglass meningkat

75 kali lipat dibandingkan dengan tanah tanpa stabilisasi.


114

4500
: 15%OB 5% WG 7 Day
: 15%OB 3% WG 7 Day
4000
: 15%OB 1% WG 7 Day
: 15%OB 1% WG 14 Day
3500
: 15%OB 3% WG 14 Day
3000 : 15%OB 5% WG 14 Day
Streess (kN/m2)

: 15%OB 1% WG 28 Day
2500 : 15%OB 3% WG 28 Day
: 15%OB 5% WG 28 Day
2000

1500

1000

500

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Strain (%)

Gambar 35. Grafik Rekapitulasi Hubungan Antara Tegangan dan


Regangan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi
Waterglass

4000
Unconfined Compressive Strength (kN/m2)

3500

3000

2500

2000

1500

1000
15% OB + 1% WG 15% OB + 3% WG 15% OB + 5% WG
500

0
7 14 21 28

Curing Time (Day)

Gambar 36. Grafik Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak
Stabilisasi Overboulder Aktifasi Waterglass
115

Tabel 23. Rekapitulasi Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak Stabilisasi


Overboulder Aktifasi Waterglass

Unconfined Compressive
Mix Strength (kN/m²)
7 Days 14 Days 28 Days
15% OB + 1% WG 2145.53 2481.55 2866.03
15% OB + 3% WG 2687.44 2830.95 3179.50
15% OB + 5% WG 3198.43 3393.98 3622.18

Berdasarkan Gambar 35, Gambar 36 dan Tabel 23, menunjukan

bahwa penambahan waterglass terhadap komposisi campuran

menunjukkan trend meningkat linear seiring penambahan waterglass.

Secara keseluruhan hasil pengujian kuat tekan bebas specimen tanah

lunak stabilisasi overboulder aktifasi waterglass menunjukkan pola

peningkatan. Hasil tertinggi diperoleh dengan penambahan 5% waterglass

dengan nilai kuat tekan bebas meningkat hingga 75 kali lipat dibandingkan

dengan tanah asli. Namun hasil ini masih terbilang mengalami sedikit

penurunan jika dibandingkan dengan tanah lunak yang hanya distabilisasi

oleh overboulder, akan tetapi mengalami kenaikan bila dibandingkan

dengan specimen tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi polymer. Hal

ini kemungkinan dikarenakan komposisi silika dalam waterglass tidak

cukup untuk menambah laju reaksi sementasi maupun sebagai tambahan

bahan pozzolan. Ada kemungkinan nilai ini akan terus mengalami

kenaikan apabila persentasi waterglass yang ditambahkan dalam

komposisi ditingkatkan.
116

4500
15% OB + 1% FE
4000
15% OB + 3% FE
3500
15% OB + 5% FE
Stress (kN/m2)

3000

2500

2000

1500

1000

500

0
0 1 2 3 4 5
Strain (%)

Gambar 37. Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan Tanah


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida Masa
Peram 7 Hari

Berdasarkan Gambar 37, menunjukan bahwa pada masa peram 7

hari, menjelaskan bahwa specimen tanah lunak stabilisasi overboulder

aktifasi ferro oksida, nilai kuat tekan tanah meningkat 34 kali lipat dengan

penambahan 1% ferro oksida dibanding nilai kuat tekan tanah asli. Pada

penambahan 3% ferro oksida, nilai kuat tekan bebas meningkat 42 kali

lipat dibandingkan tanah tanpa stabilisasi dan pada penambahan 5% ferro

oksida meningkat 50 kali lipat dibandingkan dengan tanah tanpa

stabilisasi.
117

4500
15% OB + 1% FE
4000
15% OB + 3% FE
3500
15% OB + 5% FE
Stress (kN/m2)

3000

2500

2000

1500

1000

500

0
0 1 2 3 4 5

Strain (%)

Gambar 38. Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan Tanah


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida Masa
Peram 14 Hari

Berdasarkan Gambar 38, menunjukan bahwa pada masa peram 14

hari, yang menjelaskan bahwa specimen tanah lunak stabilisasi

overboulder aktifasi ferro oksida, nilai kuat tekan tanah meningkat 51 kali

lipat dengan penambahan 1% ferro oksida dibanding nilai kuat tekan

tanah asli. Pada penambahan 3% ferro oksida, nilai kuat tekan bebas

meningkat 57 kali lipat dibandingkan tanah tanpa stabilisasi dan pada

penambahan 5% ferro oksida meningkat 66 kali lipat dibandingkan

dengan tanah tanpa stabilisasi.


118

4500
15% OB + 1% FE
4000
15% OB + 3% FE
3500
15% OB + 5% FE
3000
Stress (kN/m2)

2500

2000

1500

1000

500

0
0 1 2 3 4 5

Strain (%)

Gambar 39. Grafik Hubungan Antara Tegangan dan Regangan Tanah


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida Masa
Peram 28 Hari

Berdasarkan Gambar 39, menunjukan bahwa pada masa peram 28

hari, specimen tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida,

nilai kuat tekan tanah meningkat 63 kali lipat dengan penambahan 1%

ferro oksida dibanding nilai kuat tekan tanah asli. Pada penambahan 3%

ferro oksida, nilai kuat tekan bebas meningkat 75 kali lipat dibandingkan

tanah tanpa stabilisasi dan pada penambahan 5% ferro oksida meningkat

86 kali lipat dibandingkan dengan tanah tanpa stabilisasi.


119

4500
: 15%OB 1% Fero 7 Day
: 15%OB 3% Fero 7 Day
4000
: 15%OB 5% Fero 7 Day
3500 : 15%OB 1% Fero 14 Day
: 15%OB 3% Fero 14 Day
3000 : 15%OB 5% Fero 14 Day
Stress (kN/m2)

: 15%OB 1% Fero 28 Day


2500 : 15%OB 3% Fero 28 Day
: 15%OB 5% Fero 28 Day
2000

1500

1000

500

0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5

Strain (%)

Gambar 40. Grafik Rekapitulasi Hubungan Antara Tegangan dan


Regangan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi
Ferro Oksida

4500
Unconfined Compressive Strength (kN/m2)

4000

3500

3000

2500

2000

1500

1000
15% OB + 1% FE 15% OB + 3% FE 15% OB + 5% FE
500

0
7 14 21 28
Curing Time (Day)

Gambar 41. Grafik Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak
Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida
120

Tabel 24. Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Bebas Tanah Lunak Stabilisasi
Overboulder Aktifasi Ferro Oksida

Unconfined Compressive
Mix Strength (kN/m²)
7 Days 14 Days 28 Days
15% OB + 1% FE 1670.33 2481.55 3068.79
15% OB + 3% FE 2053.33 2758.02 3606.78
15% OB + 5% FE 2425.56 3217.35 4158.65

Berdasarkan Gambar 40, Gambar 41 dan Tabel 24, penambahan

ferro oksida terhadap komposisi campuran menunjukkan trend meningkat

linear seiring penambahan ferro oksida, serupa dengan penambahan

polymer maupun Waterglass. Secara keseluruhan hasil pengujian kuat

tekan bebas specimen tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi ferro

oksida menunjukkan pola peningkatan.

Hasil tertinggi diperoleh dengan penambahan 5% ferro oksida

dengan nilai kuat tekan bebas meningkat hingga 86 kali lipat dibandingkan

dengan tanah asli. Hasil ini mengalami peningkatan jika dibandingkan

dengan tanah lunak yang distabilisasi oleh overboulder, dan lebih tinggi

dibandingkan tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi polymer maupun

waterglass. Hal ini kemungkinan dikarenakan adanya atom FE yang

menimbulkan ikatan ionic antar senyawa logam, dalam hal ini alumina

yang terkandung dalam tanah, dimana ikatan ionic merupakan ikatan yang

lebih stabil dibanding ikatan kovalen koordinasi yang terbentuk antar

senyawa yang beda fase, seperti pada senyawa pozzolan.


121

Penambahan ferro oksida tidak dapat dikatakan berfungsi sebagai

katalisator dalam hal ini dikarenakan laju reaksi dan rasio kenaikan daya

dukung yang terjadi relatif sama dengan material aktifator lainya, sehingga

dapat ditunjukan dalam rekapitulasi nilai kuat tekan bebas berbagai variasi

material aktifator pada Gambar 42 dan Tabel 25.

4500
15%OB+1%PO

4000 15%OB+3%PO

15%OB+5%PO
Unconfined Compressive Strength (kN/m2)

3500
15%OB+1%WG

15%OB+3%WG
3000
15%OB+5%WG

2500 15%OB+1%FE

15%OB+3%FE
2000
15%OB+5%FE

1500

1000

500

0
0 7 14 21 28

Curing Time (Day)

Gambar 42. Grafik Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Bebas terhadap Variasi
Aktifator
122

Tabel 25. Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Bebas Terhadap Variasi Aktifator

Unconfined Compressive
Overboulder
Aktifator (%) Strength (kN/m²)
(%)
7 14 28
Polymer 1 702.2 878.4 1075.8
15 Polymer 3 1005.8 1238.7 1405.0
Polymer 5 1223.3 1668.8 1764.2
Waterglass 1 2145.5 2481.6 2866.0
15 Waterglass 3 2687.4 2830.9 3179.5
Waterglass 5 3198.4 3394.0 3622.2
Ferro Oksida 1 1670.3 2481.6 3068.8
15 Ferro Oksida 3 2053.3 2758.0 3606.8
Ferro Oksida 5 2425.6 3217.4 4158.7

Dengan diketahuinya perilaku aktifator maka selanjutnya dilakukan

pengujian CBR dengan menggunakkan beberapa komposisi yang

dimungkinkan dapat meningkatkan nilai CBR. Setiap komposisi tanah,

overboulder dan aktifator dihitung berdasarkan berat isi kering maksimum

dari setiap komposisi yang diperoleh melalui pengujain standard proctor.

Sedangkan kadar air optimum diambil berdasarkan hasil pengujian

standard proctor dengan berat air dipersentasikan terhadap berat kering

campuran antara tanah dan overboulder. Pemadatan dilakukan

menggunakan metode CBR 56 tumbukan dengan asumsi memperoleh

nilai CBR maksimum yang mengacu pada ASTM D-1883 untuk metode

pemadatan dan metode pengujian. Sama halnya dengan sampel kuat

tekan bebas, sampel CBR pula diuji secara bertahap berdasarkan masa

pemeraman. Hasil pengujian CBR dengan berbagai variasi aktifator

seperti halnya ditunjukan pada Tabel 26.


123

Tabel 26. Rekapitulasi Pengujian CBR Overboulder Teraktifasi

Overboulder CBR (%)


Aktifator (%)
(%)
0 7 14 28
15 Polymer 1 8.09 8.99 9.89 11.02
15 Polymer 3 8.54 9.44 10.12 11.24
15 Polymer 5 9.89 19.78 20.68 24.50
15 Waterglass 1 10.19 20.53 28.78 32.07
15 Waterglass 3 10.64 20.98 29.53 32.22
15 Waterglass 5 11.24 21.58 29.97 32.67
15 Ferro Oksida 1 11.09 23.98 40.02 50.81
15 Ferro Oksida 3 11.54 24.13 42.11 53.21
15 Ferro Oksida 5 10.64 24.50 45.41 62.95

70

1% FE
60
1% PO

50
1% WG

40
CBR (%)

30

20

10

0
0 7 14 21 28

Curing Time (Day)

Gambar 43. Grafik Rekapitulasi Nilai CBR terhadap 1% Aktifator


124

Berdasarkan Gambar 43, menunjukan bahwa penambahan 1%

Aktifator dengan variasi masa peram menunjukkan pola peningkatan nilai

CBR. Pada masa peram 28 hari, penambahan polimer meningkatkan nilai

CBR sebesar 1 kali lipat dibanding tanah asli. Penambahan Waterglass

meningkatkan nilai CBR sebesar 4 kali lipat dibanding tanah asli.

Sedangkan penambahan ferro oksida meningkatkan nilai CBR sebesar 7

kali lipat dibanding tanah asli.

70
3% FE
60
3% PO

50 3% WG
CBR (%)

40

30

20

10

0
0 7 14 21 28

Curing Time (Day)

Gambar 44. Grafik Rekapitulasi Nilai CBR terhadap 3% Aktifator

Berdasarkan Gambar 44, menunjukan bahwa pada penambahan

3% Aktifator dengan variasi masa peram menunjukkan pola peningkatan

nilai CBR. Pada masa peram 28 hari, penambahan polymer meningkatkan


125

nilai CBR sebesar 1 kali lipat dibanding tanah asli. Penambahan

Waterglass meningkatkan nilai CBR sebesar 4 kali lipat dibanding tanah

asli. Sedangkan penambahan ferro oksida meningkatkan nilai CBR

sebesar 7 kali lipat dibanding tanah asli. Dalam hal ini untuk penambahan

polymer dan waterglass tidak menunjukkan peningkatan yang begitu

signifikan dibanding dengan penambahan 1% aktifator.

70

5% FE
60
5% PO
50
5% WG

40
CBR (%)

30

20

10

0
0 7 14 21 28

Curing Time (Day)

Gambar 45. Grafik Rekapitulasi Nilai CBR terhadap 5% Aktifator

Berdasarkan Gambar 45, menunjukan bahwa pada penambahan

5% Aktifator dengan variasi masa peram menunjukkan pola peningkatan

nilai CBR. Pada masa peram 28 hari, penambahan polymer meningkatkan

nilai CBR sebesar 3 kali lipat dibanding tanah asli. Penambahan


126

waterglass meningkatkan nilai CBR sebesar 4 kali lipat dibanding tanah

asli. Sedangkan penambahan ferro oksida meningkatkan nilai CBR

sebesar 8 kali lipat dibanding tanah asli.

70

60
15% OB 1% FE

15% OB 3% FE
50
15% OB 5% FE
CBR (%)

40 15% OB 1% PO

15% OB 3% PO
30
15% OB 5% PO

20 15% OB 1% WG

15% OB 3% WG
10
15% OB 5% WG

0
7 14 21 28

Curing Time (Day)

Gambar 46. Grafik Rekapitulasi Nilai CBR terhadap Variasi Aktifator

Berdasarkan Gambar 46, menunjukan bahwa daya dukung

maupun nilai CBR tanah meningkat setelah penambahan overboulder dan

Aktifasi. Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, penambahan

overboulder optimum adalah sebesar 15% dengan peningkatan daya

dukung sebesar 49 kali lipat dibanding tanah tanpa stabilisasi dan nilai

CBR meningkat sebesar 5 kali lipat dibanding tanah tanpa stabilisasi.


127

Adanya bahan aktifator diharapkan meningkatkan indeks mekanis

tanah. Berdasarkan hasil pengujian, diperoleh nilai daya dukung tertinggi

dicapai pada komposisi 5% ferro oksida dan 15% overboulder. Nilai daya

dukung meningkat 56 kali lipat dibanding tanah tanpa stabilisasi dan 1 kali

lipat dibanding tanah terstabilisasi 15% overboulder. Nilai CBR meningkat

sebesar 8 kali lipat dibanding tanah tanpa stabilisasi dan sebesar 2 kali

lipat dibanding tanah terstabilisasi overboulder. Hal ini menunjukkan

bahwa ferro oksida adalah material yang paling tepat untuk mengaktifasi

kinerja overboulder sebagai bahan stabilisasi tanah.

E. Karakteristik Mikrostruktur Tanah Lunak, Overboulder


Asbuton dan Ferro Oksida

Komposisi unsur kimia dan gambaran permukaan struktur mikro

Overboulder diketahui dengan pengujian SEM-EDS (Scanning Electron

Microscopic with Energy Dispersive Spectroscopy) dan XRD (X-Ray

Difraction). Dengan EDS dimungkinkan untuk membuat elemental

mapping (pemetaan elemen) dengan memberikan warna berbeda – beda

dari masing – masing elemen di permukaan bahan. EDS bisa digunakan

untuk menganalisa secara kunatitatif dari persentase masing – masing

elemen. Sedangkan Difraksi sinar X atau X-ray diffraction (XRD) adalah

suatu metode analisa yang digunakan untuk mengidentifikasi fasa kristalin

dalam material dengan cara menentukan parameter struktur kisi serta

untuk mendapatkan ukuran partikel. Profil XRD juga dapat memberikan


128

data kualitatif dan semi kuantitatif pada padatan atau sampel. Hasil

pengujian tersebut seperti ditunjukkan pada Gambar 47, hasil pengujian

XRD tanah lunak.

Gambar 47. Analysis Result XRD (X-Ray Difraction) Tanah Lunak

Untuk mengetahui mineral penyusun tanah lunak yang digunakan,

maka analisa X-Ray Difraction, hasilnya menunjukkan Kandungan mineral

tanah lunak didominasi palygorskiite sebesar 34 %, quartz 9%, magnetite

32%, labradorite 24% dan sepiolite 1%.

cps/eV
6

O
Fe
Ti
3 K Al
S Mg S Ca
Cl Na Si Cl K Ti Fe
Ca

0
2 4 6 8 10 12 14
keV

Gambar 48. Tescan Vega Spektrum Mikrograf Tanah Lunak (SEM/EDS)


129

Berdasarkan Gambar 48, menunjukan bahwa pada hasil uji

SEM/EDS memperlihatkan bahwa kondisi mikro pori besar, kandungan

kimia tanah lunak didominasi oleh unsur-unsur SiO2 yaitu 37,62 %, Al2O3

sebesar 21,85, FeO sebesar 15,97%, dan caO hanya 0,34%.

cps/eV
16

14

12

10

O
8 Fe Al
K Mg Ca
S Na Si S K Fe
Ca
6

0
2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
keV

Gambar 49. Tescan Vega Spektrum Mikrograf Overboulder (SEM/EDS)


130

Tabel 27. Spectrum Test Struktur Moneralogi Overboulder

Gambar 50. Analysis Result XRD (X-Ray Difraction) Overboulder


Asbuton
131

Phase Name Content (%)


Calcite 91.4 (4)
Quartz, Low, Syn 8.6 (2)

Gambar 51. Quantitative Analysis Results (RIR) Overboulder


Asbuton

Berdasarkan Gambar 49, Gambar 50 dan Gambar 51, menunjukan

bahwa dari hasil uji SEM dan EDS serta uji Analysis Result XRD (X-Ray

Difraction) dari material overboulder dalam melihat hasil morfologi serta

unsur-unsurnya dan diuraikan hasil dari spectrum test mineraloginya yang

dintunjukan pada Tabel 27, kemudian dalam mengetahui kandungan

senyawa material yang terkandung dalam overboulder sendiri ditunjukan

pada Gambar 49. Hasil pengujian struktur kimia overboulder menunjukkan

bahwa overboulder asbuton didominasi oleh senyawa CaO atau kapur.

Selain kapur, overboulder juga banyak mengandung senyawa SiO 2 atau

Silika. Kedua senyawa ini merupakan senyawa yang dapat memicu

terjadinya reaksi sementasi pozzolanik yang dapat memperkuat kohesi

antarbutir tanah sehingga menciptakan struktur yang lebih kuat dan stabil.
132

Oleh karena itu material overboulder dapat dijadikan sebagai bahan

stabilisator menggantikan kapur maupun semen.

Gambar 52. Analysis Result XRD (X-Ray Difraction) Ferro Oksida

Phase Name Content (%)


Sodium Hydroxide Tetrahydrate 74 (14)
Ilmenite, Syn 14 (2)
Hypothetical Silica 11 (3)
Disodium Peroxide 1 (2)

Gambar 53. Quantitative Analysis Results (RIR) Ferro Oksida

Berdasarkan Gambar 52, Gambar 53, menunjukan bahwa untuk

mengetahui mineral penyusun tanah lunak yang digunakan, maka analisa

X-Ray Difraction, hasilnya menunjukkan Kandungan mineral ferro oksida


133

didominasi sodium hydroxide tetrahydrate sebesar 74 %, ilmenite, syn

14%, hypothetical silica 11%, dan disodium peroxide 1%.

F. Karakteristik Kimia Mikrostruktur Tanah Lunak Stabilisasi


Overboluder Asbuton

Setelah diketahui perilaku fisik tanah lunak stabilisasi overboulder,

maka perlu diketahui reaksi dan senyawa yang terjadi pada stabilisasi

tersebut sehingga menyebabkan perilaku yang sedemikian rupa. Untuk

mengetahui perilaku mikrostruktur, maka kembali dilakukan pengujian

mikroskopis untuk memperoleh karakteristik mikro setelah tanah lunak

terstabilisasi. Hasil pengujian struktur mikro tanah lunak stabilisasi

overboulder hasil dari pengujian XRD dalam mengetahui kandungan

senyawanya dapat ditunjukan pada Gambar 54, sedangkan hasil dari nilai

kualitatif XRD tanah lunak stabilisasi overboulder terurai pada Gambar 55.

Gambar 54. Analysis Result XRD (X-Ray Difraction) Tanah Lunak


Stabilisasi Overboulder
134

Phase Name Content (%)


Sodium Tecto-Dioxoferrate(III), 65 (9)
Beta-Na Fe O2
Tridymite 2H Beta 24 (5)
Disodium Peroxide 4.8 (4)
Titanium Oxide 2.37 (17)
Magnetite 4.0 (3)

Gambar 55. Quantitative Analysis Results (RIR) Tanah Lunak Stabilisasi


Overboulder

Dari hasil pengujian dapat diketahui bahwa secara mikrostruktur,

tanah lunak stabilisasi overboulder mengandung senyawa Silika, Sodium

Hidroksida dan Alumina. Ketiga senyawa ini dapat bereaksi secara

kovalen membentuk senyawa Sodium Silika Alumina Hidrat yang

merupakan salah satu karakteristik reaksi pozzolan. Hal ini menjelaskan

perilaku fisik yang terjadi ketika terjadi reaksi pozzolan. Senyawa yang

ada akan saling berikatan secara kovalen koordinasi sehingga memiliki

energi yang lebih besar dan membentuk ikatan senyawa yang lebih stabil.

Secara umum, senyawa yang terkandung dalam tanah lunak stabilisasi

overboulder digambarkan pada Tabel 28.


135

Tabel 28. Jumlah Atom Unsur Kimia Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder

No Senyawa Unsur
1 atom Na
1 Na(OH)(H2O)4 9 atom H
5 atom O
2 atom Al
2 Al2O3
3 atom O
1 atom Si
3 SiO2
2 atom O
Terdiri dari:
4 TiO2 1 atom Ti
2 atom O

G. Karakteristik Kimia Mikrostruktur Tanah Lunak Stabilisasi


Overboluder Asbuton Aktifasi Ferro Oksida

Setelah diketahui perilaku fisik tanah lunak stabilisasi overboulder,

maka perlu diketahui reaksi dan senyawa yang terjadi pada stabilisasi

tersebut sehingga menyebabkan perilaku yang sedemikian rupa. Untuk

mengetahui perilaku mikrostruktur, maka kembali dilakukan pengujian

mikroskopis untuk memperoleh karakteristik mikro setelah tanah lunak

terstabilisasi. Hasil pengujian struktur mikro tanah lunak stabilisasi

overboulder aktifasi ferro oksida berdasarkan hasil uji XRD untuk

mengetahui kandungan senyawanya dapat dilihat pada Gambar 56.

Sedangkan hasil dari nilai kualitatif XRD tanah lunak stabilisasi

overboulder aktifasi ferro oksida terurai pada Gambar 57.


136

Gambar 56. Spektrum XRD Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi


Ferro Oksida

Phase Name Content (%)


Silicon Dioxide 25 (4)
Sodium Hydroxide Tetrahydrate 17 (6)
Brookite 3.5 (15)
Gamma-Al2 O3 35 (4)
Alpha-Si O2, Quartz Low HP, Syn 20 (5)

Gambar 57. Quantitative Analysis Results (RIR) Tanah Lunak Stabilisasi


Overboulder Aktifasi Ferro Oksida
137

Tabel 29. Jumlah Atom Unsur Kimia Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder
Aktifasi Ferro Oksida

No Senyawa Unsur
1 atom Na
1 NaFeO2 1 atom Fe
2 atom O
3 atom Fe
2 Fe3O4
4 atom O
1 atom Si
3 SiO2
2 atom O
2 atom Na
4 Na2O2
2 atom O
1 atom Ti
5 TiO2
1 atom O

Dari hasil pengujian yang ditunjukan pada Tabel 29, dapat

diketahui bahwa secara mikrostruktur, tanah lunak stabilisasi overboulder

aktifasi ferro oksida mengandung senyawa silika, sodium hidroksida,

alumina dan ferit. Senyawa silika dan sodium bereaksi dan berkoagulasi

dalam ikatan kovalen koordinasi atau pemakaian elektron bersama

membentuk kristal sodium silika. Sedangkan senyawa alumina dan ferit

membentuk ikatan ionik yaitu ikatan antar senyawa logam yang

merupakan ikatan paling stabil. Reaksi yang terjadi membuat sifat

mekanis tanah lunak stabilisasi overboulder aktivasi ferro oksida menjadi

lebih kuat. Secara umum, berikut senyawa yang terdapat pada tanah

lunak stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida.


138

H. Perilaku Uji Model Lapisan Sirtu Sebagai Lapisan Sub-Base


Lapis Perkerasan Jalan

Dalam uji model kinerja lapisan sirtu sebagai lapis sub-base,

dicetak dan dipadatkan secara statis dengan ketebalan 20 cm. Di bawah

lapisan sub-base, dimodelkan pula lapisan subgrade dengan ketebalan 50

cm. Sedangkan dimensi memanjang sebesar 150 cm dengan lebar 50 cm.

Pengujian dilakukan setelah sampel telah terisi sesuai dengan dimensi

yang telah direncanakan dan telah dilakukan pemadatan hingga

diperhitungkan nilai CBR memenuhi kriteria teknis. Nilai CBR masing-

masing lapisan dikontrol menggunakan Dynamic Cone Penetrometer.

Selanjutnya untuk loading test, sampel dibebani menggunakan Bearing

Plate 20 cm hingga terjadi keruntuhan. Keruntuhan terjadi ketika

penurunan terus terjadi, namun beban tidak menunjukkan kenaikan.

Pengujian Model Test lapis perkerasan terbagi menjadi 3 bagian, yaitu

Sirtu sebagai lapis sub-base konvensional dan digunakan sebagai

pembanding, tanah lunak stabilisasi overboulder masa peram 7 hari, dan

tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida masa peram 7

hari. Pada masing-masing pengujian akan diamati pula keruntuhan yang

terjadi pada lapisan subgrade setelah pembebanan maksimum terhadap

lapisan sub-base. Kinerja sirtu sebagai lapisan sub-base konvensional

yang digunakan memiliki nilai CBR sebesar 22,18%, memenuhi kriteria

sebagai lapisan sub-base dengan kriteria minimum 20%. Sedangkan

tanah lunak stabilisasi overboulder yang digunakan memiliki nilai CBR


139

sebesar 23,83%. Untuk tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi ferro

oksida memiliki nilai CBR sebesar 24,50%. Kinerja dari ketiga jenis

material berbeda kemudian akan dibandingkan.

Kinerja sirtu sebagai lapisan sub-base konvensional yang umum

digunakan dapat ditunjukan pada Gambar 58, hasil pengujian model

hubungan antara beban dan penurunan dan Gambar 59, menunjukan

diagram keruntuhan pada setiap fase pembebanan lapisan sirtu.

Gambar 58. Grafik Hubungan Antara Beban dan Penurunan Sirtu


Sebagai Lapisan Sub-Base
140

Gambar 59. Diagram Keruntuhan Sirtu Sebagai Lapisan Sub-Base Per


Fase Pembebanan

Berdasarkan diagram perilaku beban-penurunan dan pola

deformasi yang ditunjukkan bahwa, pola penurunan yang terjadi adalah

sebesar 20,84 mm pada beban sebesar 62,5 kN. Pada fase pembebanan

10 kN, lapisan mengalami penurunan sebesar 1,12 mm, fase

pembebanan 20 kN penurunan sebesar 2,4 mm, fase pembebanan 30 kN

penurunan sebesar 4,04 mm, fase pembebanan 50 kN penurunan

sebesar 11,08 kN, fase pembebanan 60 kN penurunan sebesar 18,64 mm

dan pada beban puncak 62,5 kN penurunan sebesar 20,84 mm pada titik

pengamatan yang sama dengan posisi plat bearing. Pola deformasi

secara rinci dapat diamati pada Tabel 30.


141

Tabel 30. Hubungan Jarak terhadap Deformasi Lapisan Sub-Base Sirtu


Hasil Uji Laboratorium Pelat Bearing 20 cm

Space Settlement Per Load Phase [MM]


[M] 62.5
10 kN 20 kN 30 kN 40 kN 50 kN 60 kN
kN
0.0 1.12 2.4 4.04 5.96 11.08 18.64 20.84
0.2 1.12 2.4 4.04 5.96 11.08 18.64 20.84
0.4 -0.2 -0.32 -0.47 -0.65 -0.92 -1.02 -1.03
0.6 -0.07 -0.13 -0.22 -0.30 -0.38 -0.45 -0.47
0.8 0 0 -0.01 -0.02 -0.04 -0.06 -0.06
1.0 0 0 0 0 0 0 0

k (kN/m² per k (kN/m² per


Dial q
Settlement mm) mm)
No (kN/m²)
Empirik Terkoreksi

1 5.5 1369.427 248.99 74.70

Gambar 60. Modulus Reaksi Sirtu Sebagai Lapisan Sub-Base


142

Hasil pengujian pembebanan dengan material sirtu menunjukkan

penurunan terbesar adalah 20,84 mm. Beban puncak yang berhasil

dicapai adalah sebesar 62,5 kN. Beban ekivalen dan penurunan ekivalen

kemudian dihubungkan melalui grafik hubungan antara beban dan

penurunan untuk memperoleh nilai modulus reaksi. Beban ekivalen

sebesar 43,5 kN dengan penurunan 5,5 mm menghasilkan nilai modulus

reaksi sebesar 74,70 kN/m2 per mm. Sedangkan pada lapisan subgrade

menunjukkan penurunan sebesar 13,45 mm. Hasil ini kemudian akan

dijadikan acuan dan pembanding untuk pengujian selanjutnya.

Setelah dilakukan pengujian menggunakan sirtu, maka selanjutnya

dilakukan pengujian menggunakan material tanah lunak stabilisasi

overboulder dengan masa peram 7 hari yang memiliki nilai CBR sebesar

23,83%. Berdasarkan Gambar 60, menunjukan nilai modulus reaksi (k)

maka didapat nilai k koreksi dengan melakukan penyesuaian terhadap

luas plat bearing yang dilakukan pada pengujian model dimana plat

bearing yang digunakan disesuaikan dengan plat bearing standard

dengan ukuran 60 cm, sehingga niai modulus reaksi yang didapatkan

adalah sebesar 74,70 (kN/m² per mm). Kinerja laisan sirtu sebagai lapisan

sub-base dapat ditunjukan pada Gambar 61.


143

Model Bak
Pengujian

Pemadatan
Statis dan DCP

Uji Model Sirtu


Lapisan Sub-Base
Sebagai Lapis
Perkerasan Jalan

Gambar 61. Uji Model Lapisan Sirtu Sebagai Lapisan Sub-Base


144

I. Perilaku Uji Model Lapisan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder


Asbuton Sebagai Lapisan Sub-Base Lapis Perkerasan Jalan

Dalam uji model kinerja tanah lunak stabilisasi overbouler sebagai

lapis sub-base, tanah terstabilisasi dicetak dan dipadatkan secara statis

dengan ketebalan 20 cm. Di bawah lapisan sub-base, dimodelkan pula

lapisan subgrade dengan ketebalan 50 cm. Sedangkan dimensi

memanjang sebesar 150 cm dengan lebar 50 cm. Pengujian dilakukan

setelah sampel stabilisasi diperam selama 7 hari agar nilai CBR

memenuhi kriteria teknis. Nilai CBR masing-masing lapisan dikontrol

menggunakan Dynamic Cone Penetrometer. Selanjutnya untuk loading

test, sampel dibebani menggunakan Bearing Plate 20 cm hingga terjadi

keruntuhan. Keruntuhan terjadi ketika penurunan terus terjadi, namun

beban tidak menunjukkan kenaikan. Selanjutnya dalam melihat hubungan

antara beban dan penurunan serta diagram keruntuhannya dari perilaku

dan kinerja uji model tanah lunak stabilisasi overboulder asbuton dapat

ditunjukan pada Gambar 62 dan Gambar 63.


145

Gambar 62. Grafik Hubungan Antara Beban dan Penurunan Tanah Lunak
Stabilisasi Overboulder Sebagai Lapisan Sub-Base

Gambar 63. Diagram Keruntuhan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder


Sebagai Lapisan Sub-Base Per Fase Pembebanan
146

Berdasarkan diagram perilaku beban-penurunan dan pola

deformasi yang ditunjukkan pada Gambar 62 dan Gambar 63, penurunan

yang terjadi adalah sebesar 15,88 mm pada beban sebesar 72,5 kN. Pada

fase pembebanan 12,5 kN, lapisan mengalami penurunan sebesar 0,72

mm, fase pembebanan 27,5 kN penurunan sebesar 1,88 mm, fase

pembebanan 42,5 kN penurunan sebesar 3,52 mm, fase pembebanan

57,5 kN penurunan sebesar 8,27 kN dan pada beban puncak 72,5 kN

penurunan sebesar 15,88 mm pada titik pengamatan yang sama dengan

posisi plat bearing. Pada tahap ini, tanah lunak stabilisasi overboulder

menunjukkan kinerja yang lebih baik dibanding sirtu. Beban puncak yang

terjadi naik sebesar 10 kN dengan deformasi yang berkurang sebesar

4,96 mm. Pola deformasi secara rinci dapat ditunjukan pada Tabel 31.

Tabel 31. Hubungan Jarak terhadap Deformasi Lapisan Sub-Base Tanah


Lunak Stabilisasi Overboulder Hasil Uji Laboratorium Pelat
Bearing 20 cm

Space Settlement Per Load Phase [MM]


[M] 12.5 kN 27.5 kN 42.5 kN 57.5 kN 72.5 kN
0.0 0.72 1.88 3.52 8.27 15.88
0.2 0.72 1.88 3.52 8.27 15.88
0.4 -0.18 -0.19 -0.31 -0.42 -0.53
0.6 -0.07 -0.19 -0.31 -0.42 -0.53
0.8 0 0 0 0 0
1.0 0 0 0 0 0
147

k (kN/m² per k (kN/m² per


Dial q
Settlement mm) mm)
No (kN/m²)
Empirik Terkoreksi

1 3.5 1560.51 445.86 133.76

Gambar 64. Modulus Reaksi Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder


Sebagai Lapisan Sub-Base

Hasil pengujian pembebanan dengan material tanah lunak

stabilisasi overboulder menunjukkan penurunan terbesar adalah 15,88

mm. Beban puncak yang berhasil dicapai adalah sebesar 72,5 kN. Beban

ekivalen dan penurunan ekivalen kemudian dihubungkan melalui grafik

hubungan antara beban dan penurunan untuk memperoleh nilai modulus

reaksi. Beban ekivalen sebesar 49 kN dengan penurunan 3,5 mm

menghasilkan nilai modulus reaksi sebesar 113,76 kN/m 2 per mm.

Sedangkan pada lapisan subgrade menunjukkan penurunan sebesar 7,63

mm. Hasil ini lebih baik dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari
148

material sirtu. Penurunan subgrade berkurang sebesar 5,82 mm. Beban

puncak yang dapat ditopang lebih besar 10 kN. Sedangkan penurunan

sub-base sendiri berkurang sebesar 4,96 mm. Hasil ini menunjukkan

bahwa tanah lunak stabilisasi overboulder memiliki kinerja lebih baik

sebagai lapisan sub-base dibandingkan dengan sirtu yang umumnya

digunakan sebagai sub-base konvensional untuk perkerasan jalan.

Setelah dilakukan pengujian menggunakan sirtu dan tanah lunak

stabilisasi overboulder, maka selanjutnya dilakukan pengujian

menggunakan material tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi ferro

oksida dengan masa peram 7 hari yang memiliki nilai CBR sebesar

24,50%. Kinerja tanah lunak stabilisasi overboulder sebagai lapisan sub-

base Berdasarkan Gambar 64, menunjukan nilai modulus reaksi (k) maka

didapat nilai k koreksi dengan melakukan penyesuaian terhadap luas plat

bearing yang dilakukan pada pengujian model dimana plat bearing yang

digunakan disesuaikan dengan plat bearing standard dengan ukuran 60

cm, sehingga niai modulus reaksi yang didapatkan adalah sebesar 133,76

(kN/m² per mm). Kinerja tanah lunak stabilisasi overboulder sebagai

lapisan sub-base dapat ditunjukan pada Gambar 65.


149

Model Bak
Pengujian

Pemadatan
Statis dan DCP

Uji Model Taah Lunak


Stabilisasi
Overboulder Asbuton
Lapisan Sub-Base
Sebagai Lapis
Perkerasan Jalan

Gambar 65. Uji Model Lapisan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder


Asbuton Lapisan Sub-Base
150

J. Perilaku Model Lapisan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder


Asbuton Aktifasi Ferro Oksida Sebagai Lapisan Sub-Base
Lapis Perkerasan Jalan

Dalam uji model kinerja tanah lunak stabilisasi overbouler aktifasi

ferro oksida sebagai lapis sub-base, tanah terstabilisasi dicetak dan

dipadatkan secara statis dengan ketebalan 20 cm. Di bawah lapisan sub-

base, dimodelkan pula lapisan subgrade dengan ketebalan 50 cm.

Sedangkan dimensi memanjang sebesar 150 cm dengan lebar 50 cm.

Pengujian dilakukan setelah sampel stabilisasi diperam selama 7 hari agar

nilai CBR memenuhi kriteria teknis. Nilai CBR masing-masing lapisan

dikontrol menggunakan Dynamic Cone Penetrometer. Selanjutnya untuk

loading test, sampel dibebani menggunakan Bearing Plate 20 cm hingga

terjadi keruntuhan. Keruntuhan terjadi ketika penurunan terus terjadi,

namun beban tidak menunjukkan kenaikan. Selanjutnya dalam melihat

hubungan antara beban dan penurunan serta diagram keruntuhannya dari

perilaku dan kinerja uji model tanah lunak stabilisasi overboulder asbuton

aktifasi ferro oksida dapat ditunjukan pada Gambar 66 dan Gambar 67.
151

Gambar 66. Grafik Hubungan Antara Beban dan Penurunan Tanah Lunak
Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida Sebagai
Lapisan Sub-Base

Gambar 67. Diagram Keruntuhan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder


Aktifasi Ferro Oksida Sebagai Lapisan Sub-Base Per Fase
Pembebanan
152

Berdasarkan diagram perilaku beban-penurunan dan pola

deformasi yang ditunjukkan pada Gambar 66 dan Gambar 67, penurunan

yang terjadi adalah sebesar 7,51 mm pada beban sebesar 87,5 kN. Pada

fase pembebanan 20 kN, lapisan mengalami penurunan sebesar 0,99

mm, fase pembebanan 42,5 kN penurunan sebesar 2,27 mm, fase

pembebanan 65 kN penurunan sebesar 4,09 mm, dan pada beban

puncak 87,5 kN penurunan sebesar 7,51 kN pada titik pengamatan yang

sama dengan posisi plat bearing. Pada tahap ini, tanah lunak stabilisasi

overboulder aktifasi ferro oksida menunjukkan kinerja yang lebih baik

dibanding sirtu dan tanah lunak stabilisasi overboulder. Beban puncak

yang terjadi naik sebesar 15 kN dibanding tanah lunak stabilisasi

overboulder dan sebesar 25 kN dibanding sirtu. Deformasi berkurang

sebesar 4,96 mm dibanding tanah lunak stabilisasi overboulder dan

sebesar 13,33 mm dibanding sirtu. Pola deformasi secara rinci dapat

diamati pada Tabel 32.

Tabel 32. Hubungan Jarak terhadap Deformasi Lapisan Sub-Base Tanah


Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida Hasil Uji
Laboratorium Pelat Bearing 20 cm

Space Settlement Per Load Phase [MM]


[M] 20 kN 42.5 kN 65 kN 87.5 kN
0.0 0.99 2.27 4.09 7.51
0.2 0.99 2.27 4.09 7.51
0.4 -0.29 -0.93 -1.35 -1.92
0.6 -0.17 -0.34 -0.52 -0.80
0.8 -0.08 -0.19 -0.39 -0.74
1.0 -0.02 -0.04 -0.17 -0.42
153

k (kN/m² per k (kN/m² per


Dial q
Settlement mm) mm)
No (kN/m²)
Empirik Terkoreksi

1 3 1958.599 652.87 195.86

Gambar 68. Modulus Reaksi Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder


Aktifasi Ferro Oksida Sebagai Lapisan Sub-Base

Kinerja tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida

sebagai lapisan sub-base Berdasarkan Gambar 68, menunjukan nilai

modulus reaksi (k) maka didapat nilai k koreksi dengan melakukan

penyesuaian terhadap luas plat bearing yang dilakukan pada pengujian

model dimana plat bearing yang digunakan disesuaikan dengan plat

bearing standard dengan ukuran 60 cm, sehingga niai modulus reaksi

yang didapatkan adalah sebesar 195,86 (kN/m² per mm). Kinerja tanah

lunak stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida sebagai lapisan bub-

base dapat ditunjukan pada Gambar 69.


154

Model Bak
Pengujian

Pemadatan
Statis dan DCP

Uji Model Taah Lunak


Stabilisasi Overboulder
Asbuton Aktifasi Ferro
Oksida Lapisan Sub-Base
Sebagai Lapis
Perkerasan Jalan

Gambar 69. Uji Model Lapisan Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder


Asbuton Aktifasi Ferro Oksida Sebagai Lapisan Sub-Base
155

Hasil pengujian pembebanan dengan material tanah lunak

stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida menunjukkan penurunan

terbesar adalah 7,51 mm. Beban puncak yang berhasil dicapai adalah

sebesar 87,5 kN. Beban ekivalen dan penurunan ekivalen kemudian

dihubungkan melalui grafik hubungan antara beban dan penurunan untuk

memperoleh nilai modulus reaksi. Beban ekivalen sebesar 61,5 kN

dengan penurunan 3 mm menghasilkan nilai modulus reaksi sebesar

195,86 kN/m2 per mm. Sedangkan pada lapisan subgrade menunjukkan

penurunan sebesar 4,75 mm. Hasil ini bahkan lebih baik dibandingkan

dengan hasil yang diperoleh dari material sirtu maupun tanah lunak

stabilisasi overboulder. Penurunan subgrade berkurang sebesar 2,88 mm

dibandingkan pada pengujian menggunakan material tanah lunak

stabilisasi overboulder. Beban puncak yang dapat ditopang lebih besar 15

kN. Sedangkan penurunan sub-base sendiri berkurang sebesar 8,37 mm.

Hasil ini menunjukkan bahwa tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi

ferro oksida memiliki kinerja lebih baik sebagai lapisan Subbase

dibandingkan dengan sirtu dan tanah lunak stabilisasi overboulder jika

digunakan sebagai sub-base konvensional untuk perkerasan jalan.

Perbandingan kinerja antara ketiga jenis material dapat ditunjukan pada

Gambar 70.
156

k (kN/m² k (kN/m²
q
Settlement per mm) per mm)
(kN/m²)
Empirik Terkoreksi
5.5 1369.427 248.99 74.70
3.5 1560.51 445.86 133.76
3 1958.599 652.87 195.86

Gambar 70. Perbandingan Kinerja Lapisan Sub-Base dengan Variasi


Material Uji Model

Dari hasil perbandingan kinerja ketiga material yang ditampilkan

pada Gambar 70, tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida

memiliki kinerja paling baik. Nilai modulus reaksi menunjukkan nilai 195,86

kN/m2 per mm. Nilai modulus reaksi ini 2 kali lipat lebih besar dibanding

nilai modulus reaksi sirtu, dan 3 kali lipat lebih besar dibanding modulus

reaksi tanah lunak stabilisasi overboulder. Bila dikaitkan dengan nilai CBR,

maka nilai modulus reaksi dan nilai CBR berbanding lurus. Semakin tinggi

nilai CBR maka modulus reaksi tanah pun akan semakin tinggi.
157

K. Perilaku Modulus Reaksi pada Nilai CBR dan Pola Penurunan


Lapisan Subgrade terhadap Perilaku Lapisan Sub-Base

Gambar 71. Korelasi Antara Nilai CBR dan Modulus Reaksi terhadap
Variasi Bahan Stabilisasi Tanah Lunak

43%
65%

38%

Gambar 72. Penurunan Lapisan Subgrade terhadap Jenis Lapisan


Sub-Base
158

Hasil pengujian menunjukkan bahwa material yang memiliki kinerja

paling baik sebagai lapis sub-base perkerasan jalan adalah tanah

stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida. Hasil pengujian yang

ditunjukan pada Gambar 72, bahwa menunjukkan bahwa material tersebut

dapat mereduksi beban yang tersalurkan ke lapisan subgrade sehingga

mengurangi deformasi yang terjadi pada lapis subgrade. Selain itu,

material ini juga memiliki kapasitas dukung dan kinerja yang lebih baik

dibandingkan dengan dua material lainya. Hal ini dikarenakan reaksi

pozzolan yang terjadi lebih stabil sehingga butir tanah dapat tersementasi

dengan baik. Sehingga dapat meningkatkan daya ikat antar butir (kohesi)

yang membuat kapasitas mekanis tanah menjadi meningkat.

L. Hasil Uji Model Numerik Model Lapisan Sub-Base Terhadap


Pembebanan Tanah

Tingkat akurasi hasil analisis deformasi uji model lapisan perlu diuji.

Pengujian dilakukan dengan membandingkan hasil uji model dengan hasil

analisis numerik. Untuk maksud tersebut, dilakukan analisis numerik

menggunakan metode elemen hingga dengan bantuan perangkat lunak

Plaxis 2D versi 8.5. Selanjutnya dilakukan input data untuk problem set

yang telah dibuat, seluruh data tanah per lapisan dan data pelat baja serta

data pembebanan dimasukkan. Setelah seluruh parameter tanah, plate

baja, dan beban dimasukkan, dilakukan perhitungan dan tampilan

keluaran program. Analisis dilakukan untuk tanah lunak stabilisasi


159

overboulder, dan tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida

dengan pembebanan sesuai beban puncak masing-masing komposisi,

sesuai dengan pembebanan yang dilakukan pada uji model fisik. Model

analisis menggunakan Mohr Coulomb karena model fisik dianggap model

sederhana namun handal ini didasarkan pada parameter parameter tanah

yang telah dikenal dengan baik dalam praktek rekayasa teknik sipil. Model

elastisitas plastis yang terdiri dari lima parameter yaitu E dan ʋ untuk

memodelkan elastisitas tanah, ɸ dan c untuk memodelkan plastisitas

tanah dan Ψ sebagai sudut dilatansi. Meski demikian, tidak semua fitur

non-linier tercakup dalam model ini. Untuk kondisi ini, nilai modulus

elastisitas tanah diperoleh dari hasil pengujian kuat tekan tanah

(unconfined compression strength) di laboratorium. Hasil analisis numerik

ini hanya dilakukan untuk model deformasi, tekanan maksimum dan

besarnya deformasi yang terjadi akibat pembebanan, yang akan

digunakan untuk melakukan validasi hasil uji model. Parameter input yang

digunakan adalah dapat dilihat pada Tabel 33.


160

Tabel 33. Input Parameter Plaxis.

Tanah + Tanah +
Parameter Symbol Subgrade Sirtu Satuan
OB OB + FE

Model Material Mohr- Mohr- Mohr- Mohr-


Model -
Uji Coulomb Coulomb Coulomb Coulomb
Jenis Perilaku
Jenis Undrained Undrained Undrained Undrained -
Material
Brt.isi tanah di
ɣunsat 14,70 18,63 14,70 14,70 kN/m³
atas m.a.t
Brt.isi tanah di
ɣsat 19,00 20 17,89 17,84 kN/m³
bawah m.a.t
Modulus Young Eref 2064,50 69000 105512 119931 kN/m²
Angka Poisson v 0,30 0,20 0,30 0,30 -
Kohesi c 25,73 0,00 39,87 75,39 kN/m²
Sudut Geser φ 26,64 31,59 34,46 31,87 °
Sudut Dilatansi ψ 0,00 1,59 4,46 1,87 °

Setelah dilakukan input parameter yang dianggap mewakili perilaku

masing-masing jenis material sub-base, maka selanjutnya akan dilakukan

pengamatan terhadap pola deformasi yang terjadi menurut program

plaxis. Hasil validasi dapat ditunjukan dari hasil parameter input yang

meenuhi pada masing-masing syarat baik dari parameter hasil uji

laboratorium maupun hasil dari parameter standard.

Pada Tabel 33, menunjukan beberapa input parameter yang

menjelaskan bahwa dalam parameter tanah digunakan untuk

mendeskripsikan sifat-sifat tanah dan perilaku karakteristik tanah.

a. Sudut Dilatansi (ψ) menjelaskan bahwa pada tanah lunak nilai

ψ = 0o, sudut dilatansi untuk tanah pasir tergantung pada

kerapatan dan sudut gesernya, pada umumnya 30o. Pada


161

sebagian besar kasus nilai ψ = 0o , untuk nilai sudut geser

kurang dari 30o.

b. Sudut Geser Dalam (φ) menjelaskan bahwa, sudut geser dalam

bersama dengan kohesi merupakan faktor dari kuat geser

tanah. Nilai dari sudut geser dalam juga didapat dari

engineering properties tanah, yaitu dengan pengujian Direct

Shear Test.

c. Kohesi (c) menjelaskan bahwa kohesi merupakan gaya tarik

menarik antar partikel tanah. Bersama dengan sudut geser

tanah, kohesi merupakan parameter kuat geser tanah yang

menentukan ketahanan tanah terhadap deformasi akibat

tegangan yang bekerja pada tanah. Deformasi dapat terjadi

akibat adanya kombinasi keadaan kritis dari tegangan normal

dan tegangan geser. Nilai dari kohesi didapat dari engineering

properties, yaitu dengan pengujian Direct Shear Test.

d. Poisson’s Ratio (v) menjelaskan bahwa pemilihan Poisson’s

Ratio pada model Mohr-Coloumb relatif sederhana apabila

digunakan pada Gravity Loading (peningkatan nilai

ΣMWeight dari 0 sampai 1 pada perhitungan plastis). Nilai

Poisson’s Ratio adalah antara 0,3-0,4. Pada model plastis

nilai Poisson’s Ratio diambil nilai yang rendah, sebaliknya

menggunakan model Mohr-Coloumb nilai Poisson’s Ratio

diambil nilai yang besar. Karena pengaruh sifat undrained


162

nilai Poisson’s Ratio nilai terbesar yang dapat diambil 0.35.

Untuk lempung organik atas dan lempung organik bawah

digunakan 0.35, sedangkan untuk lempung kepasiran dan pasir

kelempungan digunakan 0.3.

e. Modulus Young (Eref) menjelaskan bahwa PLAXIS

menggunakan Modulus Young sebagai modulus kekakuan

dasar dalam model Mohr-Coloumb. Nilai parameter

kekakuan yang diambil dalam perhitungan membutuhkan

perhatian yang khusus di mana material tanah

memperlihatkan sifat non-linear sejak dari awal pembebanan.

f. Berat Isi Tanah Kering (γdry) menjelaskan bahwa Nilai dari

berat isi tanah kering juga didapat dari hasil pengujian Soil

Test.

1. Pola Deformasi Pembebanan dan Penurunan Hasil Analisa Numerik


Plaxis dengan Lapisan Sub-base Pasir Batu (Sirtu)

Dalam analisa numerik dilakukan analisa permodelan didalam

plaxis dengan kondisi pada bagian lapisan sub-base menggunakan

material pasir batu (sirtu) sebagai material konvensional yang merupakan

analisa pertama.
163

Beban
Plat Bearing

Lapisan Sub-Base Sirtu

Perletakan Rol

Perletakan Rol
Lapisan Subgrade

Perletakan Jepit

Gambar 73. Geometri Plaxis Tanah Lapisan Sub-Base Sirtu

Dari Gambar 73, menunjukan geometrik maka dapat dianalisis pola

deformasi yang akan terjadi untuk analisa pertama. Berikut pada Gambar

74, Gambar 75 dan Gambar 76, merupakan tampilan pola deformasi hasil

analisa numerik pada Plaxis 2D dari model yang diuji.

Gambar 74. Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan Sub-
Base Sirtu pada Mode Mesh dengan Perbesaran 3x.
164

Gambar 75. Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan Sub
Base Sirtu pada Mode Shadings.

Metode perhitungan yang digunakan dalam perhitungan

PLAXIS untuk menghitung nilai faktor keamanan dari lapisan sub-base

untuk lapisan sirtu dengan menggunakan phi-c reduction dan faktor

keamanan akan terkalkulasi nilai dari Msf dan dengan tampilan shading

pada pilihan total incremental, akan didapat bentuk keruntuhan dimana

pada lapisan sirtu menunjukan total displacements (Utot) Extreme Utot

sebesar 22,71 x 10-3 m.

Lapisan subbase sirtu memiliki gradasi warna biru yang cukup

besar, hal ini disebabkan karena daya dukung sirtu di permukaan cukup

kecil, akibatnya jika diberi beban di bagian permukaan sampel maka

tegangan yang terjadi atau perlawanan tanah permukaan itu kecil,

sehingga tegangan tanah hanya berpusat disekitaran daerah tekan

tersebut hal ini menyebabkan pola tegangan itu tidak sampai ke dasar
165

model karena didaerah beban/tekan sendiri tanah telah mengalami

penurunan yg cukup besar.

Gambar 76. Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan Sub-
Base Sirtu pada Mode Arrows.

Gambar 77. Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan Sub-
Base Sirtu pada Incremental Shear Strains.
166

Pada Gambar 77 menunjukan bahwa dari hasil analisis perhitungan

yang digunakan dalam perhitungan PLAXIS dalam mengetahui

besarnya persentase yang terjadi pada nilai yang dihasilkan pada

incremental shear strains dengan tampilan shear shading akan didapat

besarnya nilai regangan gesernya pada lapisan subbase sirtu

menunjukan extreme shear strain increment sebesar 193,76 x 10-3 %,

sedangkan untuk mengetahui hasil persentase dari incremental strains

pada principal directions besarnya persentase deformasi yang terjadi

pada pola regangan maka besarnya nilai persentase yang dihasilkan dari

extreme principal strain increment sebesar -206,11 x 10-3 %,

Hasil analisa finite elemen method (FEM) dengan program plaxis

memberikan gambaran pola keruntuhan tanah dan bidang-bidang yang

mengalami deformasi yang besar serta memperlihatkan perubahan-

perubahan pergerakan tanah permukaan dan tanah dasar akibat dari

pengaruh adanya perilaku yang diberikan kepada tanah lapisan tanah

sub-base dengan material pasir batu (sirtu). Korelasi pola penurunannya

dapat ditunjukan pada Tabel 34.


167

Tabel 34. Korelasi Penurunan Analisa Numerik Plaxis untuk Lapisan


Sub-Base Material Sirtu

Penurunan
Load
Laboratorium Plaxis
(kN) [mm] [mm]
0,00 0,0000 0,0000
2,50 0,3800 0,2583
5,00 0,6100 0,6948
7,50 0,7200 1,1936
10,00 1,1200 1,6091
12,50 1,4400 2,1076
15,00 1,7800 2,6056
17,50 2,0600 3,1035
20,00 2,4000 3,7671
22,50 2,7400 4,1819
25,00 3,3000 4,6800
27,50 3,7600 5,2611
30,00 4,0400 5,9250
32,50 4,5000 6,7543
35,00 4,9800 7,5829
37,50 5,3600 8,4109
40,00 5,9600 9,4039
42,50 7,0400 10,3964
45,00 8,1800 11,3886
47,50 9,4600 12,5457
50,00 11,0800 13,8675
52,50 12,4600 15,3529
55,00 14,3400 17,1660
57,50 16,5400 19,1413
60,00 18,6400 21,1142
62,50 20,8400 23,7101

Hubungan load-settlement yang terjadi pada sampel model hasil

analisa numerik program plaxis dapat dilihat pada Gambar 78.


168

Gambar 78. Perbandingan Pola Perilaku Hubungan Beban (Load) dan


Penurunan (Settlement) Hasil Uji Model Numerik Plaxis
terhadap Hasil Laboratorium dengan Lapisan Sub-Base
Sirtu.

2. Pola Deformasi Pembebanan dan Penurunan Hasil Analisa Numerik


Plaxis dengan Lapisan Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi
Overboulder

Dalam analisa numerik dilakukan analisa permodelan didalam

plaxis dengan kondisi pada bagian lapisan sub-base menggunakan tanah

lunak yang telah distabilisasi menggunakan overboulder, ini merupakan

analisa kedua.
169

Beban
Plat Bearing

Lapisan Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder


Perletakan Rol

Perletakan Rol
Lapisan Subgrade

Perletakan Jepit

Gambar 79. Geometri Plaxis Lapisan Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi


Overboulder

Dari Gambar 79, menunjukan geometrik ini maka dapat dianalisis

pola deformasi yang akan terjadi untuk analisa kedua, dengan kondisi

lapisan sub-base menggunakan tanah lunak yang telah distabilisasi

dengan menggunakan overboulder. Berikut pada Gambar 80, Gambar 81

dan Gambar 82, merupakan tampilan pola deformasi hasil analisa numerik

pada Plaxis 2D dari model yang diuji.


170

Gambar 80. Pola Deformasi pada Plaxis dengan Lapisan Sub-Base


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder pada Mode Mesh
dengan Perbesaran 6x.

Gambar 81. Pola Deformasi pada Plaxis dengan Lapisan Sub-Base


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder pada Mode
Shadings.
171

Gambar 82. Pola Deformasi pada Plaxis dengan Lapisan Sub-Base


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder pada Mode Arrows.

Gambar 83. Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan Sub-
Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder pada
Incremental Shear Strains.
172

Pada Gambar 83 menunjukan bahwa dari hasil analisis perhitungan

yang digunakan dalam perhitungan PLAXIS dalam mengetahui

besarnya persentase yang terjadi pada nilai yang dihasilkan pada

incremental shear strains dengan tampilan shear shading akan didapat

besarnya nilai regangan gesernya pada lapisan subbase tanah lunak

stabilisasi overboulder menunjukan extreme shear strain increment

sebesar 162,49 x 10-3 %, sedangkan untuk mengetahui hasil persentase

dari incremental strains pada principal directions besarnya persentase

deformasi yang terjadi pada pola regangan maka besarnya nilai

persentase yang dihasilkan dari extreme principal strain increment

sebesar -190,97 x 10-3 %,

Hasil analisa finite elemen method (FEM) dengan program plaxis

memberikan gambaran pola keruntuhan tanah dan bidang-bidang yang

mengalami deformasi yang besar serta memperlihatkan perubahan-

perubahan pergerakan tanah permukaan dan tanah dasar akibat dari

pengaruh adanya perilaku yang diberikan kepada tanah lapisan tanah

sub-base tanah lunak dengan stabilisasi menggunakan overboulder.

Korelasi pola penurunannya dapat ditunjukan pada Tabel 35.


173

Tabel 35. Korelasi Penurunan Analisa Numerik Plaxis untuk Lapisan


Sub-Base Material Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder

Penurunan
Load
Laboratorium Plaxis
(kN) [mm] [mm]
0,00 0,0000 0,0000
2,50 0,2000 0,0711
5,00 0,2900 0,1469
7,50 0,3800 0,2986
10,00 0,5600 0,0000
12,50 0,7200 0,0000
15,00 0,8900 0,6025
17,50 1,0300 0,0000
20,00 1,2000 0,7551
22,50 1,3700 0,9886
25,00 1,6500 1,1468
27,50 1,8800 1,3849
30,00 2,0200 1,6236
32,50 2,2500 1,8630
35,00 2,4900 2,1831
37,50 2,6800 2,3433
40,00 2,9800 2,6646
42,50 3,5200 2,9876
45,00 4,0900 3,3929
47,50 4,7300 3,7990
50,00 5,5400 4,2876
52,50 6,2300 4,9403
55,00 7,1700 5,6756
57,50 8,2700 6,5756
60,00 9,3200 7,6398
62,50 10,4200 8,9494
65,00 11,6600 10,4228
67,50 13,1200 12,2236
70,00 14,5700 14,3508
72,50 15,8800 17,2110

Hubungan load-settlement yang terjadi pada sampel model hasil

analisa numerik program Plaxis dapat dilihat pada Gambar 84.


174

Gambar 84. Perbandingan Pola Perilaku Hubungan Beban (Load) dan


Penurunan (Settlement) Hasil Uji Model Numerik Plaxis
terhadap Hasil Laboratorium dengan Lapisan Sub-Base
Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder.

3. Pola Deformasi Pembebanan dan Penurunan Hasil Analisa Numerik


Plaxis dengan Lapisan Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi
Overboulder Aktifasi Ferro Oksida

Dalam analisa numerik dilakukan analisa permodelan didalam

plaxis dengan kondisi pada bagian lapisan sub-base menggunakan tanah

lunak yang telah distabilisasi menggunakan overboulder dengan material

aktifasi ferro-oksida, ini merupakan analisa ketiga.


175

Beban
Plat Bearing

Lapisan Sub-Base

Perletakan Rol

Perletakan Rol
Lapisan Subgrade

Perletakan Jepit

Gambar 85. Geometri Plaxis Lapisan Sub-Base Tanah Lunak Stabilisasi


Overboulder Aktifasi Ferro Oksida

Dari Gambar 85, menunjukan geometrik ini dapat dianalisis pola

deformasi yang akan terjadi untuk analisa ketiga, dengan kondisi lapisan

sub-base menggunakan tanah lunak yang telah distabilisasi dengan

menggunakan overboulder dengan menggunakan material aktifasi ferro-

oksida. Berikut pada Gambar 86, Gambar 87, dan Gambar 88, merupakan

tampilan pola deformasi hasil analisa numerik pada Plaxis 2D dari model

yang diuji.
176

Gambar 86. Pola Deformasi pada Plaxis dengan Lapisan Sub-Base


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro
Oksida pada Mode Mesh dengan Perbesaran 10x.

Gambar 87. Pola Deformasi pada Plaxis dengan Lapisan Sub-Base


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro
Oksida pada Mode Shadings.
177

Gambar 88. Pola Deformasi pada Plaxis dengan Lapisan Sub-Base


Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro
Oksida pada Mode Arrows

Gambar 89. Pola Deformasi Tanah pada Plaxis dengan Lapisan Sub-
Base Tanah Lunak Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro
Oksida pada Incremental Shear Strains.
178

Pada Gambar 89 menunjukan bahwa dari hasil analisis perhitungan

yang digunakan dalam perhitungan PLAXIS dalam mengetahui

besarnya persentase yang terjadi pada nilai yang dihasilkan pada

incremental shear strains dengan tampilan shear shading akan didapat

besarnya nilai regangan gesernya pada lapisan subbase tanah lunak

stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida menunjukan extreme shear

strain increment sebesar 175,25 x 10-3 %, sedangkan untuk mengetahui

hasil persentase dari incremental strains pada principal directions

besarnya persentase deformasi yang terjadi pada pola regangan maka

besarnya nilai persentase yang dihasilkan dari extreme principal strain

increment sebesar -133,39 x 10-3 %,

Hasil analisa finite elemen method (FEM) dengan program plaxis

memberikan gambaran pola keruntuhan tanah dan bidang-bidang yang

mengalami deformasi yang besar serta memperlihatkan perubahan-

perubahan pergerakan tanah permukaan dan tanah dasar akibat dari

adanya perilaku yang diberikan kepada tanah lapisan sub-base tanah

lunak yang distabilisasi dengan overboulder dan menggunakan material

aktifasi ferro oksida. Korelasi pola penurunannya dapat ditunjukan pada

Tabel 36.
179

Tabel 36. Tabel Korelasi Penurunan Analisa Numerik Plaxis untuk


Lapisan Sub-Base Material Tanah Lunak Stabilisasi
Overboulder Aktifasi Ferro Oksida

Penurunan
Load
Laboratorium Plaxis
(kN) (mm) (mm)
0,00 0,0000 0,0000
2,50 0,0960 0,0381
5,00 0,2341 0,1689
7,50 0,3601 0,2897
10,00 0,4742 0,3433
12,50 0,5902 0,4861
15,00 0,7103 0,5177
17,50 0,8443 0,6922
20,00 0,9904 0,7728
22,50 1,1104 0,8668
25,00 1,2525 0,9674
27,50 1,4086 1,0414
30,00 1,5346 1,2162
32,50 1,6707 1,2980
35,00 1,8107 1,3912
37,50 1,9568 1,4791
40,00 2,1188 1,6557
42,50 2,2709 1,8347
45,00 2,4490 2,0146
47,50 2,6010 2,1947
50,00 2,7731 2,3750
52,50 2,9512 2,6006
55,00 3,1613 2,7814
57,50 3,3914 2,9626
60,00 3,5914 3,2348
62,50 3,8255 3,4849
65,00 4,0916 3,7580
67,50 4,3517 4,0768
70,00 4,6319 4,4418
72,50 4,9720 4,8072
75,00 5,3721 5,2645
77,50 5,6923 5,6308
80,00 6,1024 6,1810
82,50 6,5126 6,7317
85,00 7,0328 7,3747
87,50 7,5130 8,0179
180

Hubungan load-settlement yang terjadi pada sampel model hasil

analisa numerik program plaxis dapat ditunjukan pada Gambar 90.

Gambar 90. Perbandingan Pola Perilaku Beban (Load) dan Penurunan


(Settlement) Hasil Uji Model Numerik Plaxis terhadap Hasil
Laboratorium dengan Lapisan Sub-Base Tanah Lunak
Stabilisasi Overboulder Aktifasi Ferro Oksida

Gambar 91. Rekapitulasi Grafik Hubungan Beban (Load) dan Penurunan


(Settlement) Hasil Uji Model Numerik Plaxis terhadap
Beberapa Perilaku Tanah.
181

Gambar 92. Perbandingan Grafik Hubungan Beban (Load) dan


Penurunan (Settlement) Hasil Uji Model Numerik Plaxis
terhadap Hasil Laboratorium dari Beberapa Perilaku
Tanah.

Berdasarkan Gambar 92, menunjukan hasil validasi numerik

menunjukkan nilai yang lebih besar dibanding pengujian model fisik. Pada

lapisan sub-base sirtu menunjukkan penurunan terbesar 23,710 mm

dengan input beban puncak sebesar 62,5 kN. Pada lapisan sub-base

tanah lunak stabilisasi overboulder menunjukkan penurunan terbesar

17,211 mm dengan input beban puncak sebesar 72,5 kN. Sedangkan

lapisan sub-base tanah lunak stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida

penurunan maksimum sebesar 8,018 mm dengan beban input sebesar

87,5 kN. Pada validasi numerik menunjukkan bahwa kinerja lapisan sub-

base tanah lunak stabilisasi overboulder dengan maupun tanpa aktivasi


182

lebih baik dalam menopang beban yang diberikan dibanding material

konvensional dengan nilai CBR yang tidak terpaut jauh, sehingga

penurunan lebih kecil dengan beban yang lebih besar. Sedangkan untuk

perilaku beban dan penurunan ketiganya menunjukkan perilaku/pola yang

relative serupa dengan hasil uji model fisik. Hasilnya dapat dilihat lebih

jelas pada Gambar 91.

M. Validasi Hasil dengan Kurva Penurunan Analisa Numerik


Plaxis dan Penurunan Hasil Uji Model Laboratorium

Dari hasil pengujian model stabilitas lapisan sub-base di

laboratorium dan analisa numerik plaxis dapat diperoleh data-data seperti

terlihat pada Tabel 37.

Tabel 37. Hubungan Beban Ultimit dan Penurunan Hasil Uji Laboratorium
dan Hasil Analisa Numerik Plaxis.

Model Uji Laboratorium Plaxis


Beban Ultimit
Perilaku Tanah (kN) Penurunan (mm) Penurunan (mm)
Tanah + Pasir Batu
62,50 20,840 23,710
(Sirtu)
Tanah + Overboulder 72,50 15,880 17,211
Tanah + Overboulder +
87,50 7,513 8,018
Ferro Oksida

Berikut merupakan perbandingan grafik hasil dari pengujian di

laboratorium dan analisa numerik plaxis dapat dilihat pada Gambar 93.
183

25
Tanah + Pasir Batu

Tanah + Overboulder
20 Tanah + Overboulder + Fero Oksida
Penurunanl Uji Lab (mm)
15

10

0
0 5 10 15 20 25

Penurunan Numerik Plaxis (mm)

Gambar 93. Grafik Validasi Hubungan Penurunan Hasil Uji Laboratorium


dan Penurunan Hasil Analisa Numerik Plaxis Tanpa
Perkuatan

Dari hasil perbandingan pengujian laboratorium dengan hasil

aplikasi numerik plaxis dapat terlihat bahwa perbedaan antara hasil uji

laboratorium dengan hasil analisa numerik tidak begitu jauh berbeda. Hal

ini diyakinkan dengan melihat Gambar 93, yang menunjukkan bahwa

perbedaan antara titik-titik pola penurunan hasil uji laboratorium dengan

pola penurunan hasil analisa numerik plaxis diantara garis yang

membentuk sudut 45 derajat tidak begitu besar penyimpangannya.

Pada Tabel 37, menunjukkan antara hasil uji laboratorium dengan hasil

analisa numerik menunjukkan antara beban ultimit dengan penurunan

maximum tidak begitu jauh berbeda. Hal ini menunjukkan pola keruntuhan
184

yang ditampilkan pada tampilan jaring elemen hasil perhitungan yang

menggambarkan kondisi yang tidak jauh berbeda dengan pola keruntuhan

pada pengujian tipikal model di laboratorium

N. Temuan Empirik Penelitian

1. Hasil Uji mikrostruktur menunjukkan bahwa penambahan overboulder

relative identic dengan stabilisasi tanah kapur maupun tanah semen.

Overboulder memiliki property pozzolan yang dapat bereaksi dengan

tanah setelah dicampur dengan air, serta terjadi sementasi yang dapat

meningkatkan kohesi dan nilai mekanis tanah.

2. Penambahan overboulder sebagai bahan stabilisasi tanah lunak

meningkatkan kinerja mekanis tanah lunak pada element dan model

test. Nilai CBR meningkat 5 kali lipat serta nilai kuat tekan ikut

meningkat sebesar 49 kali lipat dibanding tanah tanpa stabilisasi. Hal

ini mengindikasikan bahwa overboulder dapat digunakan sebagai

bahan substitusional dalam stabilisasi tanah.

3. Penambahan ferro oksida sebagai material aktifator meningkatkan

nilai CBR, 8 kali lipat dan kuat tekan meningkat 56 kali lipat dibanding

tanah tanpa stabilisasi.


185

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan analisa kami dapat simpulkan

beberapa hal sebagai berikut :

1. Hasil pengujian karakteristik fisik dan mekanis menunjukkan

overboulder tergolong pasir bergradasi buruk/SP berdasarkan USCS.

Sedangkan hasil uji mikrostruktur menunjukkan bahwa overboulder

dominan mengandung kapur dan silika yang dapat digunakan sebagai

material stabilisasi tanah lunak.

2. Dengan penambahan overboulder 15% sebagai material stabilisasi

tanah lunak mengalami peningkatan nilai kuat tekan dan nilai CBR

serta dengan menambahkan 5% material aktifasi (Ferro Oksida)

kinerja material stabilisasi mengalami peningkatan yang signifikan

dibandingkan tanah tanpa stabilisasi dan tanah terstabilisasi

overboulder.

3. Dengan adanya material tambahan menunjukan bahwa tanah lunak

stabilisasi overboulder aktifasi ferro oksida memiliki kinerja lebih baik

dengan peningkatan daya dukung yang signifikan sebagai lapisan

sub-base jika digunakan sebagai sub-base konvensional dalam

perkerasan jalan.
186

B. Saran

Dalam pengujian dan analisa kami pada penelitian ini masih

sebatas permodelan dalam bak pengujian laboratorium sehingga hasil

yang dicapai cukup sebagai parameter atas kemampuan mekanis tanah

lunak stabilisasi overboulder.

Beberapa saran dapat dilakukan untuk penyempurnaan tersebut,

antara lain :

1. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut Stabilisasi tanah lunak

menggunakan overboulder terhadap jenis aktifator yang lainnya

serta dilakukan dalam skala yang lebih besar dan lebih kompleks

(full scale analysis).

2. Perlu dilakukan uji model dengan komposisi pemeraman yang

lebih lama agar reaksi kimia yang terjadi sudah lebih stabil untuk

kemudian dibandingkan kinerjanya.

3. Tanah lunak dengan stabilisasi overboulder dengan dan tanpa

aktifasi sebaiknya diuji sebagai lapisan yang lain seperti

subgrade dan base course.


187

DAFTAR PUSTAKA

Adriani, et. al., (2012), Pengaruh Penggunaan Semen sebagai Bahan


Stabilisasi pada Tanah Lempung daerah Lambung Bukit
terhadap nilai CBR Tanah, Jurnal Rekayasa Sipil, ISSN:
1858-2133, Volume 8 No. 1, Februari 2012, pp 29-44.

Al-hassani, et. al., (2015), Stabilisasi tanah lempung plastisitas tinggi pada
indeks Likuiditas 1 dan 1.25 menggunakan semen, e-Jurnal
Matriks Teknik Sipil No. 92, Maret 2016.

Altmeyer, W.T., (1955), " Discussion of Engineering Properties


of Expansive Clays ", Proc. Am. Soc. Civil Eng. 81, New
York.

American Society for Testing and Material, (1989), "Annual Books


of ASTM Standard", Section 4, Volume 04.08,
Philadelphia, USA.

Andreas Dharmawan Huri,Kristian Yulianto Sri Prabandiani RW, Siti


Hardiyati (2015), Stabilisasi Tanah Dengan Fly Ash Dan
Semen Untuk Badan Jalan PLTU Asam-Asam.

Aschuri (2004), Perbaikan Tanah Ekspansif (Expansive Soil) Dengan


Menggunakan Garam Anorganik, Institut Teknologi Nasional,
Bandung.

ASTM (1992), ASTM Standards on Soil Stabilization with Admixture,


American Society Testing and Materials, Second Edition.

Bandara, W.W., et al. 2017. Cement Stabilized Soil as a Road Base


Material for use in Sri Lankan Roads Stabilization.
Journal of The Institution of Engineers (India).

Biju, A., et al. 2018. Design Of Cement Road. International Research


Journal of Engineering and Technology (IRJET).

Bowles, J.E. (1979), Physical and Geotechnical Properties of Soils,


McGrawhill Book Company, New York.

________. (1984), Engineering Properties of Soils and Their


Measurement, Mc.Graw- Hill Book Company ,Singapore.

________. (1986), Sifat-sifat Fisis dan Geoteknis Tanah. Alih


bahasa Ir. Johan Kelanapura Hainim. Jakarta, Erlangga.
188

Budi, et. al., (2002), Pengaruh pencampuran abu sekam padi dan kapur
Untuk stabilisasi tanah ekspansif, Dimensi Teknik Sipil ISSN
1410-9530 print © 2002 Universitas Kristen Petra
http://puslit.petra.ac.id/journals/civil.

Chen, F. (1975), Foundation on Expansie Soils. New York: Elseveier


Scientific Publication Company.

Craig, R.F., (1991)," Mekanika Tanah ", Edisi keempat, Erlangga,


Jakarta. Das, B.M., 1987," Advanced Soil Mechanics",
McGraw-Hill, New York.

Craig, R.F. (1991), Mekanika Tanah. Diterjemahkan oleh Budi Susilo.


Penerbit Erlangga, Jakarta.

Çokça, E., (2001), Use of Class C Fly Ashes for the Stabilization of an
Expansive Soil, Journal of Geotechnical and
eoenvironmental Engineering, Vol.127, No.7, pp. 568-573,
2001.

Cuisinier, O., et al. 2009. Shear strength behaviour of compacted clayey


soils percolated with an alkaline solution. Elsevier:
Engineering Geology.

Das, Braja M. (1995), Mekanika Tanah (Prinsip-prinsip Rekayasa


Geoteknis) Jilid I, Erlangga, Jakarta.

Daloglu A. T., Vallabhan C. V. G., (2000(,"Values of k for Slab on Winkler


Foundation, Journal of Geotechnical and Geoenviron-mental
Engineering", ASCE 463-471

Departemen Jendral Bina Marga (2006), Manual Kontruksi dan Bangunan


Pekerjaan Lapis Pondasi Jalan. Departemen Pekerjaan
Umum buku 1 No.002-01/BM/2006

Deshpande, M.D., Pandya, P.C., Shah, J.D and Vanjara, S.V (1990),
“Performance Study of Road Section Constructed with Local
Expansive Clay Stabilised with Lime as Sub Base Material”,
Indian Highways, Vol. 18, No. 6, pp 29-38.

Doelen, V.D., Berg, V.D., Boon, J.J., (1998). Comparative


Chromatographic and Mass Spectrometric Studies of
Triterpenoid Varnishes Fresh Material and Aged Samples
from Paintings. Studies in Conservation. 43(4). 249-264
189

Dunn, LS., Anderson, L.R., and Kiefer, F. W., (1991), "Dasar-dasar


Analisis Geoteknik ",(Penterjernah Achmad Toekiman),
Semarang, IKIP Semarang Press, Semarang.

Garber N. J., and L. A. Hoel, (2000), Traffic and highway engineering, 2nd
ed. Brooks/Cole Publishing Company, London, 481- 492,
927- 930

Highway Statistics (2004), "providing information to address major


transportation issues facing the nation." office of highway
policy information - federal highway administration.

Hardiyatmo, C.H. (2010), Stabilisasi Tanah Untuk Perkerasan Jalan.


Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hatmoko, J.T., and Lulie, Y., (2007), UCSTanah Lempung Ekspansif yang
Distabilisasi dengan Abu Ampas Tebu dan Kapur. Jurnal
Teknik Sipil, Volume 8 No. 1, Oktober 2007 : 64 – 77.

Hendarsin, S. L. (2000), Investigasi Rekayasa Geoteknik, Politeknik


Negeri Bandung Jurusan Teknik Sipil, Bandung.

Holtz, R.D., and Kovacs, W.D., ( 1981), "An Introduction to


Geotechnical Engineering .. , Pretice-Hall Civil
Engineering and Engineering Mechanics Series Englewood
Cliffs, New Jersey

Ingles, O. G., & Metcalf, J. B. (1972), Soil Stabilization Principles and


Practice. Sydney: Butterworths Sydney-Melbourne,
Brisbane.

Jhon Tri Hatmoko, at. al., (2016), Shear Behavior of Calcium Carbide
Residue - Bagasse Ash Stabilized Expansive Soil Procedia
Engineering Volume 171, 2017, Pages 476-483.

Karthik, S., et al. 2014. Soil Stabilization By Using Fly Ash. Journal of
Mechanical and Civil Engineering.

Kedzi, A. (1979). “Stabilized Earth Roads.” Hungary: The Publishing


House of the Hungarian Academy of Sciences.

Kerbs, R.D., and Walker, R.D. (1971), Highway Materials, McGrawhill


Book Company, New York.

Kiran, S.P., et. al., (2014), Stabilization of Lateritic Soil by using Sugarcane
Straw Ash and Cement, Journal of Civil Engineering
190

Technology and Research Volume 2, Number 1 (2014),


pp.615-620.

Kumar, R., et al. 2017. Design Of Soil Cement Road. International Journal
of Civil Engineering and Technology.

Lemanza, Willy. M.Eng, Prihatiningsih, Atiek. Ir, Willim, Hardy (1994),


Stabilisasi Tanah Kohesif Berplastisitas Tinggi dengan
Kapur, Semen, dan Geosta Seminar Keunggulan Geosta
sebagai Bahan Stabilisasi Tanah, Dep. PU Jakarta,
Indonesia.

Mallela J., P. E. Quintus and K. L. Smith (2004), Consideration of lime-


stabilized layers in mechanistic- empirical pavement design.

Malhotra, M. Naval, S. 2013. Stabilization of Expansive Soils Using Low


Cost Materials.International Journal of Engineering and
Innovative Technology.

Mamun, Md.M.H., et al. 2016. Improvement of Sub Base Soil Using Sand-
Cement Stabilization. American Journal of Civil Engineering.

Mimbar, S.M., (1999). Pengaruh Cairan Asam Sulfat Terhadap Produksi


Getah Damar. Habitat, 10(108). 36-41.

Nagrale, P.P., et al. 2006. Strength Characteristics of Subgrade Stabilized


With Lime, Fly Ash and Fibre. International Journal of
Engineering Research.

Nascimento V., Simoe A., (1957), "Relation between CBR and Modulus of
Strength, Proceeding 4th International Conference on Soil
Mechanic and Foundation Engineering", London 166-168

Naeini S. A., Ziaie Moayed R., Allahyari F, (2014), Subgrade Reaction


Modulus (Ks) of Clayey Soils Based on Field Tests, Journal
of Engineering Geology, Vol.8, No.1, Spring.

Negi, A. S., et al. 2013. Soil Stabilization Using Lime. International Journal
of Innovative Reasearch in Science, Engineering and
Technology.

Neni, K (2008), “Pemanfaatan Mineral Asbuton sebagai Bahan Stabilisasi


Tanah” Puslitbang Jalan dan Jembatan Jl. A.H. Nasution 264
Bandung 40294.
191

Nuriyono (2015), Pengaruh Penggunaan Semen Dan Bahan Additive


Polimer Terhadap Daya Dukung Tanah Di Kawasan Kebun
Coklat Distrik Tanah Miring Kabupaten Merauke, Jurnal
Ilmiah Mustek Anim Ha Vol. 4 No. 2, Agustus 2015, ISSN
2089-6697.

Okonkwo, V. O. Nwokike, V. M. 2015. Soil-Cement Stabilization For Road


Pavement Using Soils Obtained From AguAwka In
Anambra State.Journal of Multidisciplinary Engineering
Science and Technology.

Otoko, G. R., et al. 2014. On The Economic Use Of Cement In Soil


Stabilization. International Journal of Engineering and
Technology Research.

Pandey, A. Rabbani, A. P. 2017. Soil Stabilization Using Cement.


International Journal of Civil Engineering and Technology.

Pedoman Teknis Clean Set (1994), Teknologi Stabilisasi Tanah Lunak,


PT. Utraindah Tricahaya, Jakarta, Indonesia.

Portelinha, et. al., (2012), Modification of a Lateritic Soil with Lime and
Cement: An Economical Alternative for Flexible Pavement
Layers, Soils and Rocks, São Paulo, 35(1): 51-63, January-
April, 2012, pp 51-63.

Rashid, et. al., (2014), Stabilisasi tanah lempung plastisitas tinggi pada
indeks Likuiditas 1 dan 1.25 menggunakan semen, e-Jurnal
Matriks Teknik Sipil No. 92, Maret 2016.

Riyaz, B., et al. 2015. Study of Soil Cement Stabilization for Pavement
Base Course and Sub grade. International Journal of
Engineering Research & Management Technology.

Rogers, dkk., (2004), The Road Information Program (TRIP) Amerika


Serikat dalam FHWA (2005).

Samang, L., et. Al. (2010), Efektifitas Pondasi Raft dan Pile Dalam
Mereduksi Penurunan Tanah Dengan Metode Numerik.
Konfrensi Nasional Teknik Sipil 4 (KoNTeks), Sanur-Bali, 2-3
Juni.

Sutikno, at. al., (2010), Stabilisasi tanah ekspansif dengan penambahan


kapur (lime): Aplikasi pada pekerjaan timbunan Jurnal Teknik
Sipil & Perencanaan Politeknik Negeri Jakarta, Nomor. 2
Volume 11 – Juli 2009, Hal: 101 – 108.
192

Sherwood, P., (1993). “Soil Stabilization with Cement and Lime” State of
the Art Review, Transport Research Laboratory, HMSO,
London.

SNI 03-3440 - (1994), Tata Cara Pelaksanaan Stabilisasi Tanah dengan


Semen Portland untuk Jalan, DSN.

Soedarmo dan Purnomo., (1997), Pengaruh pencampuran tras dan kapur


pada Lempung ekspansif terhadap nilai daya dukung Jurnal
sipil statik vol.1 no.6, mei 2013 (390-399) issn: 2337-6732

Sutikno, at. al., (2010), Stabilisasi tanah ekspansif dengan penambahan


kapur (lime): Aplikasi pada pekerjaan timbunan Jurnal Teknik
Sipil & Perencanaan Politeknik Negeri Jakarta, Nomor. 2
Volume 11 – Juli 2009, Hal: 101 – 108.

Tamang, P., et al. 2016. Improvisation of Bearing Capacity of Soil Using


Cement, Lime and Chemical. International Journal of
Engineering Trends and Technology. International Journal
of Engineering Trends and Technology.

Teodoru, I.B dan Toma, I.O. (2009), Numerical Analysis of Plate Loading
Test. Publicat de Universitatea Tehnica, Gheorghe Asachi
din Iasi, Tomul LV (LIX), Fasc. 1, 2009, Sect¸ia
CONSTRUCTII ARHITECTURA.

Terzaghi, K (1987), Soil Mechanics in Engineering Practice, 2nd ed, Wiley,


New York.

Terzaghi K. V., (1955), "Evaluation of coefficient of subgrade reaction",


Geotechnique, 5 (4) 297-326

T. W. Lambe and V. R. Whitman, (1979), Soil mechanics, SI version, John


Wiley and SonsInc., New York

Untoro, N (2003), Studi pengaruh penambahan kapur dan aspal emulsi


terhadap kembang susut dan daya dukung tanah
ekspansif sebagai subgrade jalan, Tesis Program Studi
Teknik Sipil, Universitas Diponegoro, Semarang.

Velde. B., (1995), “Composition and Mineralogy of Clay Minerals”


Edited by Velde. B., Origin and Mineralogy of Clays, New
York, 8-42.
193

Wahyu, P. K (2015), “Pembangunan Berkelanjutan di Lahan


Basah”Prosiding Semnas T. Sipil Unlam 16-17 Oktober
2015 ISBN : 978-602-648-300-3.

Wijaya Seta, (2013), Perilaku Tanah Ekspansif Yang Dicampur Dengan


Pasir Untuk Subgrade , 2013

Winterkorn. H. F., (1995) Clay in Engineering Geology, 1st Edition,


Elsevier Science Publishers B.V., Amsterdam, page 251
Wongkasemjit et al. (2002).

William, L.T. and Robert, W. (1969), Soil Mechanics, John Wiley and
Sons, Inc, New York.

Yinusa A. Jimoh, et.al., (2014), An Evaluation of the Influence of Corn Cob


Ash on the Strength Parameters of Lateritic Soils, Civil and
Environmental Research www.iiste.org ISSN 2224-5790
(Paper) ISSN 2225-0514 (Online) Vol.6, No.5, 2014,

Yunaefi, (2013), Pengujian Kinerja Bahan “Eco-Cure“ Sebagai Bahan


Stabilisasi Tanah Untuk Lapisan Sub-Base Perkerasan
Jalan.

Ziaie Moayed R., Janbaz M., (2011), "Subgrade reaction modulus of


Tehran alluvium", ICE Geotechnical Engineering Journal,
164 (4) 283-288.

Zumrawi, M. M. E. Hamza, O. S. M. 2012. Improving the Characteristics of


Expansive Subgrade Soils Using Lime and Fly Ash.
International Journal of Science and Research.

Anda mungkin juga menyukai