Anda di halaman 1dari 102

0

EVALUASI TIMBUNAN JALAN DI ATAS TANAH LUNAK


DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh


Gelar Pasca Sarjana Pada Magister Teknik
Universitas Islam Riau

OLEH

KHAIZAMI
08/PS/5023

PROGRAM PASCA SARJANA


MAGISTER TEKNIK
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2010

EVALUASI TIMBUNAN JALAN DI ATAS TANAH LUNAK


DENGAN PERKUATAN GEOSINTETIK

TESIS
OLEH

KHAIZAMI
Nomor Mahasiswa
Program Studi
Bidang Kajian Utama

: 08/PS/5023
: Teknik Sipil
: Geoteknik dan Jalan raya

Telah Dipertahankan di Depan Tim Penguji


Pada Tanggal 26 September 2010
Dan dinyatakan LULUS

TIM PENGUJI
Ketua

Sekretaris

Dr. Ir. Ahmad RifaI, MT

Anas Puri, ST, MT

Anggota

Prof. Dr. Ir. Sugeng Wiyono, MMT

Anggota

Dr. Ir. Anwar Khatib, M.Eng

Mengetahui
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Islam Riau

Prof. Dr. H. Syafrinaldi, SH, M.CL

PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :


1. Karya penelitian ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapatkan gelar akademik (Magister Teknik) di Universitas Islam Riau
maupun Perguruan Tinggi lainnya.
2. Karya penelitian ini merupakan gagasan, rumusan dan penelitian saya
sendiri, tanpa bantuan pihak manapun kecuali arahan Dosen Pembimbing.
3. Dalam karya penelitian tidak terdapat karya atau pendapat orang lain,
kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam
naskah dengan menyebutkan nama pengarang dan dicantumkan dalam
daftar pustaka.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sepenuhnya dalam keadaan sadar dan
tanpa paksaan pihak manapun. Apabila dikemudian hari terdapat
peyimpangan dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik dengan pencabutan gelar yang sudah diperoleh serta sanksi
lainnya sesuai norma yang berlaku di perguruan tinggi.
Pekanbaru,

Oktober 2010

Yang membuat pernyataan,

Khaizami
KATA PENGANTAR

Pembangunan jalan pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik di Riau


terjadi penurunan/konsolidasi akibat daya dukung tanah dasar yang rendah
sehingga menyebabkan kerusakan struktur jalan selama umur rencana, ini
disebabkan beban lalu lintas, pelaksanaan penimbunan, pemilihan jenis bahan dan
penempatan geosintetik yang belum terlaksana sebagaimana mestinya.
Penelitian dilakukan pada jalan Simpang MaredanJembatan Perawang
dan Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang Kabupaten Siak Provinsi
Riau yaitu penyelidikan tanah (boring log )dan SPT, indek properti fisik tanah,
pengujian batas Atterberg, grand size analysis, engineering properties dan
pengujian konsolidasi. Dari data yang telah dianalisis diperoleh ketebalan tanah
lunak dikelompokkan menjadi 2 (dua) lapis tanah dimana ketebalan 08 meter
diperoleh NSPT 0-2 dan ketebalan 812 meter diperoleh N-SPT 810.
Klasifikasi yang dilakukan menurut .AASHTO (American Association of State
Highway and Transportation Officials Classification) menunjukkan tanah dasar
katagori A-7-6, merupakan tanah yang buruk dan tidak baik sebagai pondasi jalan.
Penelitian juga dilaksanakan untuk mengevaluasi timbunan di atas tanah
lunak dengan perkuatan geosintetik. Berdasarkan evaluasi perhitungan perkuatan
diperoleh bahwa pada titik tinjauan Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang
dengan menggunakan methode Japan Road Association, 1986 penggunaan
geotekstil dan geogrid yang digunakan sebagaimana di lapangan dapat memenuhi
angka aman SF>1,5 dengan metode PP no.43/1993 dan Boussinesq SF=2,12.
Angka aman setelah menambah lapisan perkuatan geogrid dengan Kuat Tarik Izin
95 kN/m diperoleh SF=1,8, dengan methode PP no.43/1993 dan Boussinesq

SF=2,94. Evaluasi penurunan konsolidasi diperoleh dalam umur rencana 5 tahun


terjadi penurunan konsolidasi yang cukup besar yaitu 2,77 meter, kehilangan
tinggi 75 %. Analisis terhadap Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang
tanpa perkuatan geosintetik sudah mendapatkan angka aman SF=1,8. Analisis
penurunan konsolidasi dalam umur rencana 5 tahun terjadi konsolidasi sebesar
1,44 meter, kehilangan tinggi 36 %. Analisis penggunaan perkuatan geosintetik
pada kedua lokasi penelitian ini dapat menambah daya dukung timbunan, namun
badan jalan mengalami penurunan konsolidasi yang cukup besar.
Kritik dan saran sangat diharapkan atas kekurangan/ketidak sempurnaan
tesis ini. Semoga menjadi ide bagi munculnya penelitian yang lebih mendalam.

Pekanbaru, 26 Oktober 2010

KHAIZAMI

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan .........................................................................................

i
Halaman Pernyataan...........................................................................................

ii

Kata Pengantar ...................................................................................................

iii

Daftar Isi.............................................................................................................

Daftar Gambar....................................................................................................

xi

Daftar Tabel ....................................................................................................... xiii


Daftar Notasi ...................................................................................................... xiv
Abstrak ...............................................................................................................

xv

Abstract .............................................................................................................. xvi


BAB I

BAB II

PENDAHULUAN ...........................................................................

1.1

Latar Belakang ........................................................................

1.2

Rumusan Masalah ...................................................................

1.3

Tujuan Penelitian ...................................................................

1.4. Batasan Penelitian ...................................................................

1.5. Manfaat Penelitian .................................................................

1.6. Keaslian Penelitian..................................................................

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................

2.1. Tanah Lunak (tanah gambut/tanah lempung............................

2.2. Geosintetik Sebagai Peran Mekanis.........................................

10

2.3. Geotekstil .................................................................................

11

2.3.1. Fungsi Sebagai Separator...............................................

11

2.3.2. Fungsi Sebagai Drainase ................................................

12

2.4. Geogrid.....................................................................................

12

2.5. Penurunan ................................................................................

14

2.6. Penelitian Terdahulu ................................................................

15

2.7. Contoh Kasus Perbaikan Tanah Lunak ....................................

17

BAB III LANDASAN TEORI.......................................................................

19

3.1. Prinsip Dasar Perencanaan Jalan Pada Tanah Lunak .............

19

3.2. Teori Konsolidasi ....................................................................

20

3.2.1. Lempung Normally Consolidated dan Over


Consolidated ................................................................

21

3.2.2. Koefisien Pemampatan (av) dan Perubahan


Volume (mv)..................................................................

21

3.2.3. Indek Pemampatan/Compression Indek (Cc) ................

22

3.2.4. Indek Pemampatan Kembali / Recompression


Index (Cr) ......................................................................

23

3.2.5. Kecepatan Penurunan Konsolidasi................................

24

3.2.6. Koefisien Konsolidasi (Cv) ...........................................

25

3.3. Penurunan................................................................................

25

3.3.1. Penurunan Segera..........................................................

26

3.3.2. Penurunan Konsolidasi Primer......................................

27

3.3.3. Penurunan Konsolidasi Sekunder .................................

28

3.4. Klasifikasi Tanah Lunak .........................................................

29

3.5. Analisa Beban Kendraan.........................................................

31

3.6. Asumsi Beban Traffik .............................................................

33

3.7. Korelasi N-SPT dengan Lempung dan Pasir Terhadap


Nilai Kohesi (c) Sudut geser (), dan Berat Volume
tanah () .................................................................................

35

3.8. Perkuatan di Dasar Timbunan


(Embankmen Basal Reinforcement)........................................

36

3.9. Geosintetik Untuk Perkuatan Timbunan.................................

37

3.10. Analisa Gaya yang Bekerja Pada Perkuatan


di Dasar Timbunan dan Faktor Aman ....................................

45

3.10.1. Menentukan Harga Sc ................................................

46

BAB IV METODE PENELITIAN.................................................................

48

4.1. Jenis Penelitian .......................................................................

48

4.2. Lokasi Penelitian.....................................................................

49

4.3. Data Tanah Dasar....................................................................

49

4.4. Penyelidikan Tanah.................................................................

49

4.5

Data Tanah Timbun.................................................................

51

4.6

Bagan Alir ...............................................................................

51

4.7

Prosedur Penelitian..................................................................

53

HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................

54

5.1. Sifat Sifat Tanah Dasar ........................................................

54

5.1.1. Jalan Jembatan Perawang - KM 11 Kota Perawang .....

54

5.1.2. Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang ..............

57

5.3. Sifat Tanah Timbun.................................................................

61

5.4 Cara Analisis ...........................................................................

62

5.4.1 Nilai N - SPT dan Ketebalan Tanah Lunak ..................

62

5.4.2 Klasifikasi Tanah Lunak ...............................................

65

5.5

Spesifikasi Geosintetik............................................................

65

5.6

Hasil Analisis Perkuatan Jalan Simpang Maredan

BAB V

Jembatan Perawang.................................................................
5.7

66

Hasil Analisis Jalan Jembatan Perawang - KM 11


Kota Perawang .......................................................................

68

5.8 Hasil Analisis Penurunan .........................................................

70

5.8.1. Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang ..............

70

5.8.2. Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang.......

71

5.9 Hasil Analisis Deviasi Settelement ..........................................

71

5.9.1 Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang ...............

71

5.9.2 Jalan Jembatan Perawang - KM 11 Kota Perawang ......

73

5.10. Ringkasan Hasil Analisis .......................................................

74

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................

77

6.1. Kesimpulan .............................................................................

77

6.1.1. Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang ..............

77

6.1.2. Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang ......

78

6.2. Saran .......................................................................................

80

6.2.1. Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang ..............

80

6.2.2. Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang.......

81

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................

83

LAMPIRAN

1. Analisis Perkuatan Jalan Simpang Maredan


Jembatan Perawang ............................................................. 85
2. Analisis Perkuatan Jalan Jembatan Perawang
KM 11 Kota Perawang.........................................................

94

3. Analisis Perhitungan Penurunan Jalan Simpang


Maredan Jembatan Perawang .............................................. 104

4. Analisis Perhitungan Penurunan Jalan Jembatan


Perawang KM 11- Kota Perawang ...................................... 110
5. Perhitungan Besaran Deviasi Settlement Jalan
Simpang MaredanJembatan Perawang .............................. 115
6. Perhitungan Besaran Deviasi Settlement Jalan
Jembatan Perawang KM 11 Kota Perawang.................... . 118
7. Data Boring Log dan Properti Tanah Jalan
Simpang MaredanJembatan Perawang ............................... 120
8. Data Boring Log dan Properti Tanah Jalan
JembatanPerawang KM 11 Kota Perawang....................... 130
9. Data Pengujian Tanah Timbunan ........................................ 140

10

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1

Kondisi Existing Jalan................................................................

Gambar 3.1

Hasil Uji Konsolidasi (a) grafik angka pori vs tegangan

efektif (e vs p) (b) grafik regangan vs tegangan efektif


(H/H vs p)...............................................................................

22

Gambar 3.2

Diagram Menentukan F1 dan F2 (Steinbrenner,1934)................

26

Gambar 3.3

Diagram Faktor Pengaruh Akibat Timbunan


(Osterberg,1957) ........................................................................

Gambar 3.4

Kurva Hubungan Antara Tebal Timbunan dengan Intensitas


Beban (Japan Road Assosiation,1986) ......................................

Gambar 3.5

27

31

Korelasi N-SPT dengan kohesi (c) lempung,


lempung kepasiran dan sudut geser ().....................................

34

Gambar 3.6

Korelasi N-SPT dengan kohesi (c) lempung..............................

34

Gambar 3.7

Korelasi antara sudut geser, dry density, relative


density Dan klasifikasi tanah (after U.S. Navy, 1971) ...............

Gambar 3.8

Bentuk bidang longsor tanpa dan dengan beban


terbagi rata di puncak timbunan tanpa perkuatan tanah ............

Gambar 3.9

35

37

Keruntuhan yang terjadi dengan bidang gelincir


memotong perkuatan tanah ........................................................

39

Gambar 3.10 Mekanisme keruntuhan timbunan terjadi diatas perkuatan........

40

Gambar 3.11 Mekanisme keruntuhan pada tanah lunak


akibat tekanan horizontal ..........................................................

42

11

Gambar 3.12 Faktor pengaruh untuk beban titik teori Boussinesq (IB) ...........

44

Gambar 3.13 Kedudukan tanah timbun saat mengalami penurunan ...............

45

Gambar 4.1

Peta lokasi penelitian..................................................................

48

Gambar 4.2

Bagan alir penelitian ..................................................................

52

Gambar 5.1

Bore Log Jalan Jembatan Perawang KM 11 Perawang ...........

55

Gambar 5.2

Bore Log Jalan Simpang Meredan- Jembatan Perawang...........

58

Gambar 5.3

Cross section Jalan Simpang MaredanJembatan


Perawang ...................................................................................

Gambar 5.4

Desain Aktual Jalan Simpang Maredan- jembatan


Perawang ....................................................................................

Gambar 5.5

69

Desain Pelaksanaan tanpa perkuatan Jalan


Jembatan Perawang-KM 11 Kota Perawang..............................

Gambar 5.9

68

Desain aktual Jalan Jembatan Perawang KM 11


Kota Perawang ...........................................................................

Gambar 5.8

68

Cross Section Jalan Jembatan Perawang KM 11


Kota Perawang ...........................................................................

Gambar 5.7

67

Desain usulan perkuatan Jalan Simpang


Maredan-Jembatan Perawang ....................................................

Gambar 5.6

66

70

Settlement Jalan Simpang MaredanJembatan


Perawang ....................................................................................

72

Gambar 5.10 Settlement Jalan Jembatan PerawangKM 11


Kota Perawang ...........................................................................

73

12

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1

Hubungan konsistensi dan kuat dukung tekan


Bebas (qu) (Terzaghi & Peck, 1948).............................................

Tabel 3.2

Hubungan nilai N-SPT, tekanan konus konsistensi dan kuat


tekan bebas (qu) tanah lempung (Terzaghi dan Peck, 1948) ........

Tabel 3.3

30

30

Hubungan nilai NSPT dengan kerapatan relatif (Dr) tanah


pasir ..............................................................................................

30

Tabel 3.4

Nilai Klasifikasi jalan raya (PP nomor 43 tahun 1993) ................

32

Tabel 5.1

Pengelompokkan N-SPT dan tebal lapisan tanah Lunak jalan


Simpang Maredan Jembatan Perawang .....................................

Tabel 5.2

63

Pengelompokkan N-SPT dan tebal lapisan tanah lunak jalan


Jembatan Perawang KM 11 Kota Perawang..............................

64

Tabel 5.3

Klasifikasi tanah dasar lokasi berdasarkan AASHTO....................

65

Tabel 5.4

Nilai spesifikasi Teknis geotekstil dan geogrid ...........................

66

DAFTAR NOTASI

13

: Luas tampang pada bidang geser antara tanah lunak dan keras (m2)

: Modulus kekakuan tanah (kN/m2)

FB

: Gaya perlawanan geser per 1 meter lebar geosintetik (kN/m)

: Kuat tarik ijin Geosintetik per 1 meter lebar geosintetik (kN/m2)

GS

: Grafitasi khusus

: Tinggi tanah (m)

Ka

: Koefisien tekanan tanah aktif

KP

: Koefisien tekanan tanah pasif

PA

: Gaya aktif (kN)

PP

: Gaya pasif (kN)

: Kuat geser tanah (kN/m)

SF

: Faktor aman

TP

: Gaya perlawanan gesek antara tanah lunak dengan tanah keras (kN)

TT

: Gaya perlawanan gesek tanah lunak dengan perkuatan (kN)

: Kohesi tanah (kN/m2)

cG

: Kohesi antara tanah timbun dan perkuatan (kN/m2)

: Nilai angka pori

: Koefisien permeabilitas (cm/detik)

Ic

: Panjang lereng timbunan (m), panjang pengaruh beban terbagi rata


terhadap tanah timbunan (q/) dalam meter

pa

: tekanan tanah aktif (kN/m2

14

pb

: Tekanan tanah pasif (kN/m2)

: Beban terbagai rata (kN/m)

qu

: Kuat tekan bebas (kN/m2)

tan : Koefisien gesek antara tanah timbun dan perkuatan

: Tegangan (kN/m2)

: Tegangan geser antara tanah lunak dan tanah keras (kN/m2)

: Tegangan geser antara tanah lunak dan perkuatan (kN/m)

: Berat volume tanah (kN/m3)

sat

: Berat volume tanah jenuh (kN/m3)

: Berat volume air (kN/m2)

: Sudut geser dalam

: Sudut gesek tanah dengan geogrid

ABSTRAK

15

Dalam merencanakan jalan perlu diperhatikan aspek geoteknik. Salah satu


aspek geoteknik yang perlu diperhatikan adalah bilamana badan jalan yang akan
dibangun merupakan jenis tanah lunak (soft soil), ditemukan permasalahan
kemampuan daya dukung dan stabilitas tanah lunak seperti kuat dukung dan kuat
geser yang rendah dan tidak stabil. Jika beban telah bekerja di atas timbunan
badan jalan, dalam kurun waktu tertentu akan terjadi penurunan yang akan
berlangsung dalam waktu yang lama. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan menggunakan perkuatan geosintetik sehingga perlu dievaluasi
penempatan/ penggunaan geosintetik dan penurunan konsolidasi yang terjadi
Penelitian dilakukan pada jalan Simpang MaredanJembatan Perawang
dan Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang Kabupaten Siak Provinsi
Riau, dari data yang diperoleh sebelumnya yaitu penyelidikan tanah (boring log
)dan SPT, indek properti fisik tanah, pengujian batas Atterberg, grand size
analysis, engineering properties dan pengujian konsolidasi. Dari data yang telah
dianalisis diperoleh ketebalan tanah lunak dikelompokkan menjadi 2 (dua) lapis
tanah dimana ketebalan 08 meter diperoleh NSPT 0-2 dan ketebalan 812 meter
diperoleh N-SPT 810. Klasifikasi yang dilakukan menurut .AASHTO (American
Association of State Highway and Transportation Officials Classification)
menunjukkan tanah dasar katagori A-7-6, merupakan tanah yang buruk dan tidak
baik sebagai pondasi jalan.
Berdasarkan evaluasi perhitungan perkuatan diperoleh bahwa pada titik
tinjauan Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang dengan methode Japan
Road Association, 1986 penggunaan geotekstil dan geogrid yang digunakan
sebagaimana di lapangan memenuhi angka aman SF>1,5, metode PP no.43/1993
dan Boussinesq SF=2,12. Angka aman setelah menambah lapisan perkuatan
geogrid dengan Kuat Tarik Izin 95 kN/m SF=1,8, methode PP no.43/1993 dan
Boussinesq SF=2,94. Evaluasi penurunan konsolidasi diperoleh dalam umur
rencana 5 tahun terjadi penurunan konsolidasi yang cukup besar yaitu 2,77 meter,
kehilangan tinggi 75 %. Analisis terhadap Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota
Perawang tanpa perkuatan geosintetik sudah mendapatkan angka aman SF=1,8.
Analisis penurunan konsolidasi dalam umur rencana 5 tahun terjadi konsolidasi
sebesar 1,44 meter, kehilangan tinggi 36 %. Analisis penggunaan perkuatan
geosintetik pada kedua lokasi penelitian ini dapat menambah daya dukung
timbunan, namun badan jalan mengalami penurunan konsolidasi yang cukup
besar.

Kata kunci: tanah lunak, timbunan badan jalan, geosintetik, konsolidasi

ABSTRACT

16

Geo-technique aspect is one of the most important things to be concerned


in planning a road structure. One of geo-technique aspects that need to be
concerned is type of soil. If the road s soft soil type, then it will be found problems
regarding to the ability of bear capacity and stability of that soft soil, such as low
bearing capacity and shear strength as well as unstable condition. When load
works on the backfilling of road within some certain time, settlement must be
occurred within a long period time. One of the efforts that can be done to avoid
such kind of the problem above is by using geo-synthetic strength. Thus, it needs
to evaluate the place or the use of geo-synthetic and the occurred consolidation
settlement.
This study was done at the crossroad of Simpang Maredan road and
Perawang bridge and the road of Perawang bridgeKm 11 of Perawang, Siak
Regency, Riau Province. This study was done based on the data which has been
obtained previously, among others are soil investigation (boring log and SPT),
property index of soil, atterberg limit test, grand size analysis, engineering
properties and consolidation test. From the analyzed data, it is achieved the
thickness of soft soil and classified into 2 (two) layers where from the thickness
08 m, it was obtained N-SPT 02 while for the thickness of 8-12 m, it was
obtained N-SPT 8-10. Soil classification which is done according to AASHTO
(American Association of State Highway and Transportation Officials
Classification) shows that the base soil with category A-7-6 in fact is bad soil and
does not suit to be used as road foundation.
Based on the evaluation of reinforcement calculation at the embankment
of Maredan cross roadPerawang bridge, with Japan Road Association, 1986 meet
results the safety factor SF 1.5, PP no. 43/1993 and Bossinesq method SF=2,12
The safety factor after adding the layer of geogrid with allowable tensile strength
95 kN/m2 is found SF=1.8, PP no.43/1993 and Bossinesq method SF=2,94.
Evaluation of consolidation settlement that was gained within the 5 years of
serviceability shows a big enough consolidation settlement that is 2,77 meters (72
% lost of height). Analysis for the road of Perawang bridgeKm 11 Perawang
without any geo-synthetic strength has reached safety level SF=1.8. Analysis of
consolidation settlement within the emerges a consolidation for 1.44 meters (36 %
lost of height). Analysis of the use of geo-synthetic reinforcement on the both
locations increases the backfilling stabilit but the road embankment will
experience a big enough consolidation settlement.

Key words: soft soil, geo-synthetic, embankment, consolidation

17

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Perencanaan jalan tidak bisa terlepas dari aspek aspek geoteknik. Salah

satu aspek geoteknik yang perlu diperhatikan adalah bilamana suatu lokasi
pembangunan merupakan jenis tanah lunak (soft soil). Dalam melaksanakan
pekerjaan jalan pada tanah lunak ditemui permasalahan yang berhubungan dengan
kemampuan daya dukung dan stabilitas dari tanah lunak, yaitu kuat dukung dan
kuat geser yang rendah, kestabilan yang kecil. Jika beban bekerja maka akan
terjadi penurunan yang besar dan berlangsung dalam waktu yang lama. Untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan menggunakan metode perkuatan geosintetik yang saat ini telah
berkembang pesat.
Menurut Suryolelono (2000) tujuan pemakaian geosintetik sebagai bahan
perkuatan adalah untuk mencegah tercampurnya tanah timbunan dengan tanah
lunak, mencegah/mengurangi deformasi pada arah horizontal dan vertikal yang
berlebihan serta meningkatkan/menambah perlawanan geser tanah terhadap
keruntuhan/kelongsoran timbunan.
Perkuatan timbunan dengan menggunakan bahan perkuatan geosintetik
yang ditempatkan di dasar timbunan dapat menambah daya dukung terhadap
konstruksi timbunan dan beban lalu lintas. Akan terjadi perilaku tegangan dan
regangan yang bervariasi pada luasan bidang geosintetik, dan juga terjadi perilaku
interface antara tanah dan perkuatan. Geosinteik fungsi utamanya sebagai bahan

18

perkuatan tanah yang paling banyak digunakan adalah geotekstil dan geogrid
(Koerner, 2005).
Penggunaan geosintetik selain dapat diterima secara teknis dan ekonomis
juga sangat mudah diaplikasikan di lapangan, Pemakaian bahan geosintetik
sebagai bahan perkuatan sudah lama dikenal dan semakin banyak digunakan
karena mudah mendapatkannya. Dalam pelaksanaan pekerjaan jalan pada tanah
lunak dengan perkuatan geosintetik yang dilaksanakan di Riau masih banyak
dijumpai penurunan yang terjadi sehingga pada akhirnya akan menyebabkan
kerusakan terhadap jalan tersebut. Hal ini mungkin disebabkan oleh perencanaan,
metode pelaksanaan, pemilihan bahan perkuatan, dan penempatan bahan
geosintetik yang belum terlaksana sebagaimana mestinya.
Evaluasi permasalahan jalan pada tanah lunak yang ditinjau adalah
timbunan dengan perkuatan geosintetik

jalan Simpang MaredanJembatan

Perawang dan Jalan Jembatan Perawang - KM 11 Kota Perawang Kabupaten Siak


Provinsi Riau dengan melakukan analisis terhadap perencanaan dan metode
pelaksanaan perkuatan geosintetik. Kondisi existing jalan yang ditinjau seperti
gambar 1.1.

Gambar 1. 1 Kondisi Eksisting Jalan

19

1.2

Rumusan Masalah
Ruas jalan Simpang MaredanJembatan Perawang terdapat kondisi tanah

lunak rawa/gambut sepanjang 1,6 KM. Pekerjaan pada tanah lunak dilakukan
dengan memberi kombinasi bahan geotekstil Georeinfox HRX 300 dan geogrid
GX 40/40 sebelum dilakukan penimbunan tanah dengan ketebalan 2,0-3,0 meter.
Ruas Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang juga terdapat
kondisi tanah lunak sepanjang 2,4 KM. Pelaksanaannya hanya memberikan
geotekstil. Tanah lunak ditimbun dengan ketebalan 3,0-4,0 meter, dan pada
ketebalan timbunan mencapai 3,5 meter ditambahkan lagi perkuatan geogrid.
Pada titik tinjauan masih terjadi konsolidasi, tidak stabil, kepadatan yang
masih rendah yang lebih jauh dapat mengakibatkan kegagalan konstruksi, dengan
demikian timbul pertanyaan penyebab terjadinya permasalahan tersebut yaitu:
1. Apakah dilakukan penyelidikan tanah, berapa ketebalan tanah lunak.
2. Apakah pelaksanaan penimbunan telah memperhitungkan kemampuan
daya dukung tanah lunak sehingga memenuhi syarat angka aman.
3. Bagaimana penggunaan dan penempatan geosintetik, apakah sudah tepat.
4. Apakah telah memperhitungkan penurunan konsolidasi dan sejauh mana
settelement terjadi.
Terhadap kedua ruas jalan yang ditinjau, dilakukan evaluasi dengan
membandingkan ketebalan timbunan, metode pelaksanaan, penggunaan geotektil
dan geogrid, penurunan konsolidasi serta posisi letaknya sebagai bahan perkuatan
yang dilakukan secara analisis. Dalam melakukan evaluasi dibandingkan
permasalahan yang terjadi pada kedua ruas jalan ini dari data yang didapat untuk

20

lokasi Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang dengan titik tinjauan STA


12+100 dan Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang STA 00+000.
Terhadap kedua ruas jalan ini terdapat masalah yang berbeda, sehingga
perlu diaevaluasi apakah

timbunan kedua ruas jalan yang dibangun sudah

memenuhi syarat angka keamanan ditinjau dari aspek perencanaan, pelaksanaan


dan bagaimana solusi yang dapat diberikan.

1.3

Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini untuk mengevaluasi timbunan badan

jalan Simpang MaredanJembatan Perawang dan Jalan Jembatan Perawang


KM 11-Kota Perawang yang dibangun di atas tanah lunak dengan perkuatan
geosintetik (geotekstil dan geogrid).
Secara umum penelitian yang dilakukan terhadap ke dua jalan adalah untuk:
1. Mengetahui apakah desain geotekstil/geogrid sudah tepat.
2. Memberikan Usulan Desain geosintetik (geotekstil dan geogrid) yang
diperoleh dari hasil analisis sebagai bahan perkuatan sesuai tebal lapis
tanah lunak untuk kedua lokasi penelitian.
3. Mengetahui apakah tanah lunak yang diperkuat dengan geosintetik mampu
menahan beban lalu lintas, menahan beban konstruksi/tanah timbun, dan
seberapa besar konsolidasi / penurunan yang terjadi.
4. Mengetahui seberapa besar settlement yang terjadi, dan apakah timbunan
badan jalan memenuhi syarat umur rencana.
5. Memberikan solusi penanganan atas masalah yang terjadi.

21

1.4

Batasan Penelitian
Agar tidak terjadi perluasan masalah, penelitian dibatasi pada masalah

kinerja timbunan, geosintetik, penurunan konsolidasi dan settlement yaitu:


1. Melakukan evaluasi perencanaan timbunan badan jalan, penggunaan
geosintetik sesuai di lapangan dan letak geosintetik secara analisis
menggunakan metode pembebanan menurut Japan Road Association, 1986
dan PP Nomomo 43/1993 dengan distribusi tegangan Boussinesq.
2. Mengevaluasi

kemampuan daya dukung jalan dengan perkuatan

geosintetik, sejauhmana perkuatan yang dilaksanakan sesuai secara teknis


dan dapat memberikan solusi dari masalah perkuatan pada tanah lunak.
3. Mengevaluasi besaran penurunan konsolidasi dan settelement.

1.5

Manfaat Penelitian
Adanya penelitian ini kiranya dapat bermanfaat bagi mahasiswa, Pengguna

Jasa, Konsultan Perencana dan Pelaksana, dengan harapan evaluasi yang


dilakukan terhadap perencanaan dan pelaksanaan pembangunan jalan pada tanah
lunak dengan geosintetik ini dapat dilakukan dengan baik, mengetahui besarnya
penurunan konsolidasi, dapat mencapai umur rencana sehingga perencanaan dan
pelaksanaan jalan menjadi lebih baik lagi.

1.6

Keaslian Penelitian
Penelitian berkaitan dengan geosintetik pada tanah lunak juga dilakukan

antara lain oleh Shantika (2005) yang melakukan analisis dua dimensi pada
geogrid akibat beban lalu lintas kendaraan dengan menggunakan program Plaxis.

22

Kusumawardani (2004) melakukan analisis tegangan regangan yang


terjadi pada geogrid yang dibebani oleh beban statis dengan menggunakan metode
elemen hingga menggunakan program Plaxis.
Dewi Sukmawati (2007) melakukan analisis dua dimensi tegangan
regangan pada bahan geogrid sebagai perkuatan tanah lunak menggunakan
metode elemen hingga yang juga memakai program Plaxis.
Berbeda dengan penelitian-penelitian di atas, dalam penelitian ini akan
dilakukan evaluasi timbunan pada jalan diatas tanah lunak dangan perkuatan
geosintetik. Penelitian ini lebih menitik beratkan pada evaluasi perencanaan dan
pengaruh letak pemakaian perkuatan geosintetik dengan cara analisis pada Jalan
Simpang Maredan - Jembatan Perawang dan Jembatan Perawang - KM 11 Kota
Perawang. Sejauh pengetahuan penulis, penelitian ini belum pernah dilakukan di
Provinsi Riau.

23

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Tanah lunak ( Tanah Gambut/Tanah Lempung )


Tanah lunak menurut Panduan Geoteknik (2001) merupakan tanah yang

dapat menyebabkan masalah ketidakstabilan dan penurunan jangka panjang yang


tidak dapat ditolerir, tanah tersebut mempunyai kuat geser yang rendah dan
kompresibilitas yang tinggi. Jenis tanah lunak dibedakan yaitu tanah lunak
anorganik (lempung dimana kadar organiknya kurang dari 25 %) dan tanah lunak
organik (gambut).
Tanah lempung lunak merupakan jenis tanah yang mengandung mineralmineral lempung dan air yang tinggi sehingga menyebabkan kuat gesernya
rendah. Tanah lempung yang kandungan mineral Mountmoroloit tinggi
memperlihatkan kapasitas menyerap air yang tinggi, sifat kembang susut tinggi,
konsolidasi tinggi, permeabilitas rendah dan kekuatan tanah yang rendah.
Ada dua istilah dalam geoteknik yaitu lempung lunak bilamana jenis tanah
ini mempunyai kuat geser antara 12,525 kN/m2, tanah ini mudah dibentuk
dengan jari tangan, sedangkan tanah lempung sangat lunak mempunyai kuat geser
< 12,5 kN/m2 bila diremas dengan kepalan tangan akan keluar di selasela jari
tanagn (Panduan teknik, 2000).
Berbeda dengan tanah gambut yang pembentuk utamanya dari sisa
bahan organik, ada dua bentuk untuk menyatakan tanah gambut yaitu tanah
organik dengan kandungan kadar bahan organik berkisar antara 2575 %.
Penyebaran tanah gambut di Provinsi Riau berdasarkan ketebalannya yaitu

24

ketebalan dangkal (0100 CM) sekitar 8,6 %, ketebalan gambut sedang (100200)
Cm sekitar 10,7%, dan ketebalan gambut dalam (>200 cm ) sekitar 80,7% dari
total areal gambut di Riau seluas 486.339 Ha (Radjagukguk, 1991). Selain sifat
tersebut di atas, tanah gambut mempunyai sifat kompresibilitas, dan permeabilitas
yang tinggi. Tanah lempung termasuk jenis tanah yang kohesif, umumnya
memiliki partikel halus dalam jumlah besar.
Para ahli memiiki definisi yang berbeda tentang tanah lempung, antara lain
Hardiyatmo (1992) menjelaskan bahwa tanah lempung tersusun atas mineralmineral hasil pelapukan tanah secara kimiawai yang berukuran diameter butiran
lebih kecil dari 0,002 mm, sedangkan Holtz dan Kovacs (1981) menyatakan
bahwa lempung adalah tanah yang mengandung mineral-mineral lempung dan
memiliki plastisitas serta kohesifitas. Dalam standart AASHTO dan ASTM,
penentuan klasifikasi tanah lempung ditentukan dari ukuran butir, indek plastisitas
dan batas cair. Standar AASHTO mensyaratkan lebih dari 35 % lolos saringan
nomor 200 dengan indeks plastisitas minimum 11 %, sedangkan standar ASTM
mensyaratkan lebih dari 50 % lolos saringan nomor 200. Holtz dan Kovacs (1981)
memberikan garis besar identifikasi tanah lempung yaitu berbutir halus dan tidak
dapat dilihat butiran tunggalnya, bersifat kohesi dan plastis.
Perilaku teknis sangat dipengaruhi oleh kadar air, prilaku teknis tidak
terlalu dipengaruhi oleh distribusi ukuran butir. Tingkat kohesifitas tanah lempung
sangat menentukan besaran kuat geser tanah, Tingkat plastisitasnya sangat
dipengaruhi oleh kadar air tanah. Kedudukan fisis tanah berbutir halus pada kadar
air tertentu disebut konsistensi (Hardiyatmo, 1992). Tingkat konsistensi tanah
lempung menurut Bowles (1985) disampaikan sebagai berikut:

25

1. Liquid Limit ( batas cair / LL )


Adalah suatu nilai kadar air yang apabila tanah diatas nilai kadar air ini
maka tanah akan berperilaku sebagai viscous fluit (campuran antara tanah
dan air dengan kuat gesernya tidak terukur ).
2. Plastic Limit ( batas plastis / PL )
Adalah suatu nilai kadar air, apabila tanah dibawah nilai kadar air ini maka
tanah tidak berprilaku sebagai material plastis. Tingkat keplastisan tanah
antara batas cair dan batas plastis disebut Indeks Plastis.
3. Shrinkage Limit (batas susut / SL )
Adalah suatu nilai kadar air, apabila tanah dibawah nilai kadar air ini,
maka tanah tidak mengalami perubahan volume saat dikeringkan lebih
lanjut.
Bowles (1984) memberikan identifikasi lapangan yang sederhana untuk
membedakan antara lempung, pasir, dan lanau yaitu :
1. Pasir dan lanau akan cepat mengering dan mudah dibersihkan dari telapak
tangan,

lempung

cendrung

mengakibatkan

perubahan

warna

(discoloration) setelah mengering. Untuk membersihkannya butuh


pembilasan dengan air.
2. Lempung juga cendrung menjadi halus (smooth) saat disentuh, juga dapat
meninggalkan smooth streak saat spatula blade melewati massa tanah
yang basah.
Meningkatkan daya dukung tanah apabila dengan mekanika tanah murni
tidak akan memberikan hasil yang diharapkan. Metode yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan karakteristik tanah dasar dengan cara mengganti tanah (soil

26

replacement) yang jelek dengan yang baik, kombinasi timbunan dengan metode
bahu beban kontra (counterweigh berm), mencampur/menambah tanah yang
bergradasi baik dan menggunakan metode dengan perkuatan geosintetik,
geosintetik bisa dari jenis Woven dan jenis Non Woven yang disebut geotekstil,
dan bentuk grid yang disebut geogrid. Kegunaannya adalah untuk memperbesar
kemampuan daya dukung tanah dengan mengandalkan kuat geser geosintetik dan
butiran tanah (Hunt,1982)

2.2

Geosintetik Sebagai Peran Mekanis


Peran mekanis bahan geosintetik untuk jalan diantaranya sebagai

perkuatan tanah, separator dua material yang berbeda dan sebagai perata beban ke
tanah dasar pondasi. Konsep perkuatan tanah mirip dengan konsep tulangan pada
konstruksi beton yang mengganti tulangan tersebut dengan geosintetik yang
ditempatkan antara butiran tanah. Bila tanah menerima beban vertikal , maka
lembaran geosintetik ini seolah olah akan terjepit diantara butiran tanah dan
memberikan perlawanan akibat gesekan antara butiran tanah dengan permukaan
bahan geosintetik.
Makin kasar permukaan bahan ini maka makin besar pula perlawanan
yang ditimbulkan oleh gesekan kedua permukaan bahan yang berbeda. Dengan
demikian kemampuan tanah untuk melawan gaya yang bekerja lebih besar lagi.
Analisis stabilitas konstruksi dilakukan pada tinjauan stabilitas internal yang
mengandalkan kemampuan bahan tersebut terhadap kuat tarik dan perlawanan
gesek yang ditimbulkan antara permukaan bahan geosintetik dengan

butiran

tanah (Koerner, 1986). Dalam analisis stabilitas internal, parameter yang

27

diperlukan adalah karakteristik fisis dan mekanis tanah (kemiringan lereng serta
regangan/tegangan) yang terjadi pada bahan geosintetik. Sedangkan stabilitas
eksternal dilakukan dengan tinjauan stabilitas terhadap gaya geser, yang berarti
konstruksi tidak bergeser akibat gaya yang bekerja.

2.3

Geotekstil
Rancangan, aplikasi dan kinerja semua geotekstil terlepas dari komposisi

atau jenisnya dapat ditentukan dengan cara mengidentifikasi fungsi - fungsi utama
yang diperlukan dari geotekstil tersebut. Pada pembangunan struktur - struktur
yang berkaitan dengan tanah selain untuk perkuatan dan proteksi, geotekstil juga
berfungsi sebagai separator, drainase dan filtrasi.

2.3.1 Fungsi Sebagai Separator


Metode konvensional dari stabilisasi tanah dasar lunak jenuh air
mengakibatkan adanya material yang terbuang/tercampur kedalam tanah dasar
yang lunak selama masa pelaksanaan, sedangkan kehilangan aggregat dapat
mencapai 100% pada tanah dasar dengan CBR kurang dari 0,5 % (Federal
Highway Administration, 1989.) Sering diasumsikan bahwa penempatan
geotekstil dengan kuat tarik yang tinggi di atas tanah dasar yang lunak dengan
ketebalan rendah (0,51,5 meter) memberikan perkuatan horizontal dan daya
dukung struktural terhadap beban lalu lintas di atasnya. Bagaimanapun juga,
beban bekerja secara vertikal terhadap bidang geotekstil dan tidak sejajar dengan
kuat tarik geotekstil. Oleh sebab itu kuat tarik dan kekakuan lentur geotekstil
(umumnya sangat rendah) mempunyai pengaruh yang kecil pada daya dukung

28

tanah dasar yang jelek untuk memikul beban vertikal lalu lintas. Dalam
kenyataannya, kemampuan struktur jalan untuk memikul beban lalu lintas lebih
banyak berhubungan dengan kemampuan geotekstil sebagai separasi dan
sekaligus menjaga kesatuan aggregate subbase daripada perkuatan.

2.3.2 Fungsi Sebagai Drainase.


Kondisi tanah dasar yang jelek dengan kadar air tinggi sangat peka
terhadap gangguan (remoulding), geotekstil yang dapat memberikan drainase
yang memadai akan membantu menjaga atau meningkatkan kekuatan tanah dasar
dan meningkatkan stabilitas secara keseluruhan dari struktur. Geotekstil nonwoven dengan dimensi ketebalan dan permeabilitas tinggi merupakan material
drainase yang baik dengan memberikan dua arah pengaliran sejajar dan tegak
lurus terhadap bidang. Tekanan air pori yang terjadi pada tanah dasar selama dan
sesudah pelaksanaan secara efektif dapat meningkatkan kekuatan tanah dasar
(Brorsson and Erikson, 1986). Geotekstil yang tidak mempunyai kemampuan
drainase seperti woven tidak dapat berlaku sebagai sarana drainase diantara tanah
dasar dan material urugan. Sebagai tambahan geotekstil semacam ini mempunyai
kecendrungan untuk membentuk lapisan kedap air dari butiran tanah halus
dibawah beban lalu lintas dinamik.

2.4

Geogrid
Adalah suatu material geosintetik membentuk set rib yang berpotongan

secara paralel dengan lubang lubang yang cukup untuk dapat melewatkan tanah di
sekitarnya, batuan, atau material geoteknik lainnya (Koerner, 2005).

29

Menurut ASTM D 4439-02 geogrid merupakan suatu geosintetik yang


dibentuk oleh suatu jaringan regular dari elemen yang dihubungkan secara
integral dengan lubang lubang lebih besar dari 6,35 mm

(1/4 inch) untuk

mengijinkan terjadinya interlocking dengan tanah sekitarnya, batuan, dan material


sekitar lainnya dengan fungsi primer sebagai perkuatan. Menurut Koerner (2005),
sifat-sifat geogrid seluruhnya berhubungan dengan aplikasi perkuatan, sedangkan
yang lain berorientasi pada performa seperti:
1. Kuat sambung dan rib tunggal
Menilai kuat tarik geogrid yang diperoleh cendrung dengan menarik rib
tunggal hingga mencapai tegangan runtuh, dan dicatat perilakunya.
Kecendrungan kedua adalah mengevaluasi kuat sambung dalam isolasi
dengan cara menarik rib arah longitudinal menjauh dari titik pertemuan
dengan rib arah transversal. Uji kuat sambung performa harus dilakukan
seluruh struktur geogrid yang diletak dalam massa tanah (Koerner, 2005).
2. Kuat tarik (tensile strength)
Ketahanan geogrid terhadap tarik diuji dalam arah longitudinal / sejajar
gaya dan dalam arah melintang/biaxial. Perilaku produk meliputi hal yang
sangat luas bergantung pada tipe polimer, strukturnya, jarak antar rib, dan
lain lain. Kekuatan geogrid berada pada titik intermediate (di tengahtengah) antara geotekstil konvensional dan geotekstil yang dibuat secara
spesifik untuk aplikasi kekuatan yang tinggi (Koerner, 2005).
3. Kuat geser (Shear Strength)
Menurut Koerner (2005), salah satu cara uji yang digunakan pada geogrid
adalah dengan menggunakan cara konvensional yaitu uji geser langsung

30

(direct shear test). Dalam uji tersebut, geogrid ditempatkan dalam kotak
atas dan dipaksa untuk menggelincir diatas tanah statis pada suatu shear
box yang telah diberi tekanan normal.

2.5

Penurunan
Menurut Hardiyatmo (2007), jika lapisan tanah dibebani maka tanah akan

mengalami regangan atau penurunan (settelement). Regangan yang terjadi dalam


tanah ini disebabkan oleh berubahnya susunan tanah maupun oleh pengurangan
rongga pori/air didalam tanah tersebut. Jumlah dari regangan sepanjang
kedalaman lapisan merupakan penurunan total tanah.
Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari penurunan segera dan
penurunan konsolidasi. Penurunan yang terjadi pada tanah berbutir kasar dan
tanah berbutir halus, kering atau tidak jenuh terjadi dengan segera sesudah beban
bekerja. Penurunan pada kondisi ini disebut penurunan segera (immediate
settlement). Penurunan segera merupakan bentuk penurunan elastic. Dalam
praktek sangat sulit memperkirakan besarnya .
Hal ini tidak hanya karena tanah dalam kondisi alam tidak homogeny dan
anisotropis dengan modulus elastisitas yang bertambah sesuai kedalaman, tetapi
juga terdapat kesulitan dalam mengevaluasi kondisi tegangan dan regangan yang
terjadi dilapisan tanah. Penurunan konsolidasi terjadi pada tanah berbutir halus
yang terletak dibawah muka air tanah memerlukan waktu yang lamanya
tergantung pada kondisi lapisan tanah. Akibat adanya pembebanan akan terjadi
konsolidasi penurunan yang berlangsung dalam 3 fase yaitu :

31

1. Fase awal
Yaitu fase dimana penurunan terjadi dengan segera sesudah beban bekerja.
Penurunan ini terjadi akibat peroses penekanan udara yang keluar dari
dalam pori tanah. Pada lempung jenuh sangat kecil, tetapi pada lempung
tidak jenuh sangat besar pengaruhnya terhadap penurunan.
2. Fase konsolidasi primer atau konsolidasi hidrodinamis
Yaitu penurunan yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran air yang
meninggalkan rongga pori tanah akibat adanya tambahan tekanan. Proses
konsolidasi ini sangat dipengaruhi oleh sifat tanah seperti, permeabilitas,
konpresibilitas, angka pori, bentuk geometri tanah termasuk tebal lapisan
mampat, pengembangan arah horizontal dari zona mampat, dan batas lolos
air, dimana air keluar menuju lapisan yang lolos air ini.
3. Fase konsolidasi sekunder
Merupakan proses lanjutan dari konsolidasi primer, dimana prosesnya
berjalan

sangat lambat. Pada tanah organik penurunan konsolidasi

sekunder jarang diperhitungkan karena pengaruhnya sangat kecil, kecuali


jenis tanah organik tinggi dan lempung organik yang mudah mampat.

2.6

Penelitian Terdahulu
Mochtar dan Solihin (2002), melakukan metoda alternatif untuk

pembangunan jalan di atas tanah sangat lunak yaitu Surabaya Eastern Ring Road
(SERR) ruas WaruTanjung Perak berada diatas tanah lunak yang dalam, daya
dukung tanah dasar sangat rendah sehingga tidak mampu mendukung beban
timbunan dan beban lalu lintas, terjadi penurunan sangat besar dan munculnya

32

masalah differential Settelement yang dapat merusak perkerasan jalan. Masalah


tersebut diatasi dengan cara penimbunan bertahap menggunakan vertikal drain
(PVD). untuk mempercepat penurunan yang dikombinasikan dengan penggunaan
geotekstil.
Kusumawardhani (2004), melakukan penelitian analisis tegangan regangan
dua dimensi pada geogrid akibat beban statis dengan menggunakan metode
elemen hingga. Pengujian memperoleh hasil bahwa dengan memberikan system
perkuatan piled embankment terjadi reduksi vertikal sebesar 19,1 % sedangkan
perpindahan horizontal yang terjadi relatif kecil. Gaya yang diterima geogrid
akibat pembebanan sebesar 3,3 kN/m.
Shantika (2005), melakukan analisis deformasi dua dimensi pada geogrid
akibat beban lalu lintas kendaraan dengan memberikan sistem perkuatan piled
embankment yang ditambahkan dengan beban kenderaan memberikan hasil bahwa
aplikasi beban terbagi rata dan beban titik kendaraan menambah perpindahan
tanah dasar dan geogrid.
Dewi Sukmawaty (2007), melakukan penelitian untuk mendapatkan
tegangan dan regangan pada geogrid

sebagai model perkuatan timbunan

dilakukan dengan menggunakan elemen hingga (Program Plaxis versi 8,2).


Analisis dilakukan terhadap nilai tarik geogrid yang terjadi akibat pembebanan,
regangan pada geogrid dan pengaruh perkuatan geogrid yang terjadi akibat
pembebanan, regangan pada geogrid dan pengaruh perkuatan geogrid terhadap
deformasi tanah dasar dan tekanan air pori. Hasil penelitian menunjukkan bahwa,
nilai kuat tarik dan regangan geogrid cendrung meningkat dengan bertambahnya
beban. Perkuatan geogrid mampu mereduksi perpindahan vertikal sebesar 14 %,

33

mereduksi perpindahan horizontal tanah dasar sebesar 9 %, mengurangi tekanan


air pori yang akhirnya memperbesar tegangan efektif tanah dasar sebesar 1 %,
nilai normal stiffness geogrid lebih besar mengindikasikan penurunan yang lebih
seragam, beban yang dapat ditambahkan juga lebih besar. Desain perkuatan
geogrid yang didapat menghasilkan nilai yang optimal yaitu 4 (empat) lapis
geogrid dengan kuat tarik ijin sebesar 21 kN/m, tinggi akhir timbunan 3,1 meter.

2.7

Contoh Kasus Perbaikan Tanah Lunak


Jalan tol WaruBandara Juanda Surabaya sepanjang 3,1 Km dibangun di

atas tanah lunak dengan tebal lapisan rata-rata 12 meter. Apabila dilakukan tanpa
perbaikan tanah dasar terlebih dahulu maka perkerasan jalan yang dibangun di
atas timbunan tanah setinggi 3 meter akan mengalami penurunan sebesar 0,97
meter selama 19,63 tahun sehingga mengakibatkan permukaan perkerasan jalan
berada dibawah muka air banjir maksimum.
Pada saat baru 2 tahun jalan dioperasikan konsolidasi baru mencapai 33 %
sehingga mengakibatkan perkerasan jalan mengalami kerusakan dini. Hal ini
mengakibatkan jalan menjadi tidak nyaman /tidak aman sehingga akan
menurunkan tingkat pelayanan.
Untuk menanggulangi masalah tersebut dilakukan perbaikan tanah dasar
menggunakan metode pra kompresi. Guna mempercepat pemampatan tanah dasar
dipasang bahan vertikal drain dengan pola segi tiga jarak 0,78 meter dan
kedalaman 12 meter. Berdasarkan perhitungan pada saat pembebanan berlangsung
selama 6 minggu derajat konsolidasi tanah (U) telah mencapai 95 %. Drainase
horizontal dipasang pada setiap ujung atas potongan vertikal drain secara berjajar

34

melintang jalan sejarak 0,78 meter. Berdasarkan hasil monitoring, penurunan


aktual yang terjadi rata rata sebesar 0,9 meter dan berlangsung selama 6 minggu.
Setelah dilakukan analisa terhadap hasil monitoring pada instrumen
geoteknik lainnya yang dipasang, yaitu settelement bar, piezometer, inclinometer
maka dapat dievaluasi bahwa pada kondisi penurunan aktual rata rata sebesar 0,9
meter dinyatakan penurunan telah selesai sehingga konstruksi perkerasan jalan tol
direkomendasikan bisa dimulai pembangunannya.

35

BAB III
LANDASAN TEORI

3.1

Prinsip Dasar Perencanaan Timbunan Jalan Pada Tanah Lunak


Timbunan untuk jalan berfungsi sebagai tanah dasar (subgrade) dimana

perkerasan jalan akan dibangun. Timbunan harus mantap, tidak mengalami


penurunan yang berlebihan, karena akan mengganggu performa jalan. Jalan yang
melewati daerah tersebut harus direncanakan dengan teliti dengan tinjauan sebagai
berikut:
1. Tebal lapisan tanah lunak
Lapisan tanah lunak tebal lapisan bisa mencapai 30 meter, mempunyai
lapisan datar yang terdiri dari lempung, gambut dan sisipan lensa pasir.
2. Kondisi air.
Areal tanah lunak selalu berair/muka air tanah tinggi yang dipengaruhi
pasang surut
3. Tinggi timbunan
Hendaknya mempertimbangkan tinggi maksimum timbunan yang mampu
didukung lapisan tanah lunak tanpa terjadi geser atau penurunan
berlebihan.
4. Stabilitas Timbunan.
Kemantapan konstruksi dan tanah dasar sangat dipengaruhi oleh jenis
material dan pelaksanaan, sedangkan kemantapan tanah dasar tergantung
jenis perlapisan, tebal lapisan dan kuat geser tanah. Tanah dasar harus
diselidiki dan dianalisa terhadap berbagai keruntuhan/kelongsoran.

36

Timbunan pada tanah lunak cendrung bergerak arah horizontal karena


tekanan tanah yang bekerja pada timbunan, tegangan horizontal ini
menimbulkan tegangan geser pada dasar timbunan yang harus ditahan oleh
tanah lunak.
5. Penurunan.
Pembebanan terjadi akibat berat timbunan, pemadatan dan lalu lintas, jika
tanah ini dibebani, maka tanah akan mengalami regangan atau penurunan
(settlement). Regangan yang terjadi dalam tanah ini disebabkan oleh
berubahnya susunan tanah maupun oleh pengurangan rongga pori/air
didalam tanah tanah tersebut. Jumlah dari regangan sepanjang kedalaman
lapisan merupakan penurunan total tanah. Penurunan akibat beban adalah
jumlah total dari penurunan segera dan penurunan konsolidasi, penurunan
yang terjadi akan berlangsung terus dalam waktu lama.

3.2

Konsolidasi
Bila tanah jenuh permeabilitas rendah dibebani, tekanan air pori di dalam

tanah segera bertambah. Perbedaan tekanan air pori pada tanah mengakibatkan air
mengalir kelapisan tanah dengan tekanan air pori lebih rendah yang diikuti
penurunan tanahnya. Karena permeabilitas tanah yang rendah, proses ini
memerlukan waktu, proses berkurangnya volume dan rongga pori dari tanah jenuh
berpermeabilitas rendah akibat pembebanan dimana prosenya dipengaruhi oleh
kecepatan terperasnya air pori keluar dari rongga tanah disebut dengan
konsolidasi. Proses konsolidasi dapat diamati dengan pemasangan piezometer,
untuk mencatat perubahan tekanan air pori dengan waktunya.

37

3.2.1 Lempung Normally Consolidated dan Over Consolidated


Lapisan tanah lempung biasanya terjadi dari proses pengendapan, selama
proses ini lempung mengalami konsolidasi akibat tekanan tanah yang berada di
atasnya. Lapisan tanah yang berada di atas ini suatu ketika kemudian mungkin
hilang akibat proses alam sehingga pernah mengalami konsolidasi akibat dari
tekanan yang lebih besar dari tekanan yang bekerja sekarang. Tanah ini disebut
tanah Over Cosolidated (OC), OCR=pc'/po'=OCR>1.
Jika tanah tidak pernah mengalami tekanan yang lebih besar dari tekanan
pada saat sekarang atau bila tegangan efektif yang bekerja pada suatu titik
didalam tanah pada waktu sekarang merupakan tegangan maksimumnya maka
kondisi ini disebut sebagai Normally Consolidated (NC), tekanan Pra konsolidasi
pc'=po mempunyai OCR=1.

3.2.2 Koefisien Pemampatan (av) dan Koefisien Perubahan Volume (mv)


Pemeriksaan

konsolidasi

dimaksudkan

untuk

menentukan

sifat

pemampatan suatu macam tanah yang diakibatkan adanya tekanan vertikal berupa
berat konstruksi dan lalu lintas atau tanah timbun itu sendiri. Sifat pemampatan ini
berupa adanya perubahan volume dan proses keluarnya air dari dalam pori tanah.
Koefisien Pemampatan (av) adalah koefisien yang menyatakan kemiringan kurva
e-p, jika tanah dengan volume V1 mampat maka volumenya menjadi V2 yang
mampatnya tanah akibat pengurangan rongga pori, maka perubahan volume hanya
dalam arah vertikal yang dinyatakan sebagai berikut:
av = e / p = (e1 e2 ) / (p2 p1) dalam kN/m2

(3.1)

38

Koefisien perubahan volume (mv) didefinisikan sebagai perubahan volume


persatuan penambahan tegangan efektif. Perubahan volume dinyatakan dengan
perubahan ketebalan atau angka pori. Jika terjadi kenaikan tegangan efektif dari
p1 ke p2 maka angka pori akan berkurang dari e1 dan menjadi e2 dengan
perubahan tebal H.
mv = (av.p)/((1 + e1).p) = av / (1 + e1) dalam m2/kN
dimana:

(3.2)

e1 = angka pori pada tegangan p1


e2 = angka pori pada tegangan p2
e = perubahan angka pori akibat pembebanan
p = tambahan tegangan

Gambar 3.1.Hasil Uji Konsolidasi (a) Grafik angka pori vs tegangan


efektif (e vs p ) (b) Grafik regangan vs tegangan efektif
(H/H vs p)

3.2.3 Indeks Pemampatan/ Compression Index (Cc)


Indeks pemampatan (CC) dihitung berdasarkan persamaan (3.3a), koreksi
dengan batas cair yang dapat dipakai untuk memperkirakan nilai CC seperti dalam
persamaan berikut menurut Terzaqhi and Peck (1948).

39

Cc =e / log p = (e1 e2)/(log p2 log p1) = e /log (p2/ p1)

(3.3a)

Cc = 0,009 (LL10)

(3.3b)

Persamaan ini digunakan pada tanah lempung yang mempunyai


sensitivitas rendah sampai kesalahan 30 % (tidak digunakan pada sensitivitas > 4).

3.2.4 Indeks Pemampatan Kembali / Recompression Index (Cr)


Adalah kemiringan dari kurva pelepasan beban dan pembebanan kembali
pada grafik elog p, dengan persamaan :
Cr = e/log p = (e1-e2)/(log p2-log p1)
= (e-e2)/log(p2p1)

(3.4a)
(3.4b)

P1 > pc
Sc = ((Cr.H)/(1+e0)).log(pc/p0)+((Cc.H/(1+e0)).log(p1/pc)

(3.5)

Dimana:
Cc = e/log p pada kurva penambahan beban atau pada p>pc
Penurunan Konsolidasi Total adalah jumlah dari penurunan tiap
lapisannya seperti persamaan berikut ini:
Sc = (e0e1).H/(1+e0) = e.H/(1+e0)

(3.6)

Sc = (eoe1).H/(1+eo) = (Cc.H/(1+eo)).log ((po+p)/po) .. NC soil

(3.7)

Cc = (eoe1)/((log(p1/po))pada bagian linier kurva pembebanan

(3.8)

Sc = (Cc.H/(1+eo)).log(p1/po) NC dimana P1=Po+p

(3.9)

Untuk lempung tertentu, bila didefenisikan p1=po+p penurunan


konsolidasi primer dinyatakan dengan persamaan berikut:
1. Penurunan untuk lempung Normally consolidated (pc=p0) dengan

40

tegangan efektif sebesar p1 adalah:


Sc = (( Cc.H )/( 1+e0 )) log (p1/p0)

(3.10)

2. Penurunan untuk lempung Over Consolidated (pc>po), penurunan


konsolidasi total dinyatakan dengan persamaan berikut bergantung nilai p1
P1< pc
Sc = ((Cr H)/(1+eo)) log (p1/po)
Cr = e/log p pada kurva pelepasan beban atau pada p< pc
Dimana:
p = tambahan tegangan akibat beban fondasi
Po = tekanan overburden efektif mula mula sebelum dibebani
eo = angka pori awal
H = ketebalan tanah
Pc = tekanan pra consolidasi
e = perbedaan angka pori akhir dan awal

3.2.5 Kecepatan Penurunan Konsolidasi


1. Derajat Penurunan Konsolidasi (U)
Pada elemen tanah yang berkedalaman z, perkembangan proses
konsolidasi akibat kenaikan tegangan tertentu, dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut:
U = (eoe)/(eoe1)

(3.11a)

Derajat konsolidasi saat waktu tertentu kedalaman z, U=0-100%.


Jika kurva konsolidasi e-p linier pada interval tegangan, derajat
konsolidasi (U):

41

U = (pp0)/(p1p0)

(3.11b)

2. Faktor Waktu (time factor)


Tv = Cv t / H2

(3.12)

Persamaan hubungan menurut Casagrande (1938) dan Taylor (1948).

3.2.6 Koefisien Konsolidasi (Cv)


Kecepatan penurunan dihitung bila konsolidasi/penurunan yang terjadi
diperkirakan besar.
1. Metode Kecocokan Log Waktu (log time Fitting Method)
Penentuan koefisien konsolidasi (Cv) oleh Casagrande & Fadum (1940):
Cv = 0,197 Ht2 / t50

(3.13)

2. Metode Akar Waktu ( Taylor, 1948)


Cv = 0,848 Ht2 / t90

(3.14)

Ht = panjang lintasan drainase

3.3.

Penurunan
Jika lapisan tanah dibebani, maka tanah akan mengalami regangan atau

penurunan. Regangan yang terjadi dalam tanah ini disebabkan oleh berubahnya
susunan tanah maupun oleh pengurangan rongga pori/air di dalam tanah tersebut.
Jumlah dari regangan sepanjang kedalaman lapisan merupakan penurunan total
tanah. Penurunan akibat beban adalah jumlah total dari penurunan segera dan
penurunan konsolidasi yang dinyatakan dengan persamaan berikut :
S = Si + SC + SS

(3.15)

42

Dimana:

S = penurunan total
Si= penurunan segera
Sc= penurunan akibat konsolidasi primer
SS= penurunan akibat konsolidasi skunder

3.3.1 Penurunan Segera (Immediate Settlement)


1. Penurunan segera akibat beban terbagi rata di luasan lingkaran fleksibel.
Si = q.R.Ir/E

(3.16)

Si = 2.q.R(12)/E ----> dipusat beban

(3.17)

2. Penurunan segera pada fondasi segi empat persegi panjang fleksibel.


Si = qn.B(12).Ip/E

(3.18)

3 Penurunan segera akibat beban terbagi rata luasan fleksibel pada lapisan
dengan tebal terbatas.
Si = qn.Ip.B/E

(3.19)

Ip = (12).F1+(1 - 22).F2

( 3.20)

Gambar 3.2. Diagram untuk menentukan F1 d F2 (Steinbrenner, 1934)

43

Dalam menentukan tambahan tegangan vertikal yang terjadi akibat


tambahan beban terbagi rata berbentuk trapesium dengan panjang tak terhingga,
maka tambahan tegangan vertikal akibat beban terbagi rata berbentuk trapesium
memanjang tak terhingga menjadi:
z = q/ ((a+b)/a)(1 + 2) (b/a)2)

(3.21)

z = q.I

(3.22)

Dimana:
I=1/((a+b)/a)(1+2)(b/a)

(3.23)

Gambar 3. 3 Faktor pengaruh akibat beban timbunan (Osterberg, 1957)

3.3.2 Penurunan Konsolidasi Primer


Sc = e .H/(1+eo) = (e1 eo) . H/(1+eo)

(3.24)

44

Dimana:
e0 = angka pori awal
e1 = angka pori saat berakhirnya konsolidasi
e = Selisih angka pori
H = tebal lapisan tanah yang ditinjau
Jika penurunan konsolidasi dihitung berdasarkan indek pemampatan (CC)
dan indek pemampatan kembali (Cr) maka CC dan Cr dihitung sebagaimana
persamaan persamaan di atas.

3.3.3 Penurunan Konsolidasi Sekunder


Penurunan konsolidasi sekunder terjadi pada tegangan efektif konstan,
yaitu setelah penurunan konsolidasi primer berhenti. Besar penurunannya
merupakan fungsi waktu (t) dan kemiringan kurva indek pemampatan sekunder
(C) yang dinyatakan dengan persamaan:
C = e/log (t2 / t1)

(3.25)

SS = C /(1+ep).H.log(t2/t1)

(3.26)

Dimana:
C = Indek pemampatan sekunder
SS = penurunan konsolidasi sekunder
H =tebal benda uji awal atau tebl lapisan lempun
ep = angka pori saat akhir konsolidasi primer
t2 = t1 + t
t = saat waktu setelah konsolidasi primer berhenti

45

3.4

Klasifikasi Tanah Lunak


Tanah lunak yang juga disebut tanah kohesif seperti lempung, lempung

berlanau, lempung berpasir, atau berkerikil yang sebagian besar butiran tanahnya
terdiri dari butiran halus. Kuat geser tanah ini ditentukan terutama dari kohesinya.
Secara umum tanah kohesif umumnya mempunyai sifatsifat teknis (Engineering
Properties) sebagai berikut:
1. Kuat geser rendah
2. Bila basah bersifat plastis dan mudah mampat (mudah turun)
3. Menyusut bila kering dan mengembang bila basah
4. Berkurang kuat gesernya, bila kadar air bertambah
5. Berkuarang kuat gesernya bila struktur tanahnya terganggu
6. Berubahnya volume dengan bertambahnya waktu akibat beban rangkak
(creep) pada bagian yang konstan
7. Merupakan material kedap air
8. Material yang jelek untuk timbunan akan menghasilkan tekanan lateral
yang tinggi memiliki kuat geser yang rendah dan sukar untuk dipadatkan
9. Bersifat plastis dan kompresible
10. Lereng akan mudah longsor
Untuk mendifinisikan plastisitas tanah kohesif, diperlukan kedudukan fisik
tanah tersebut pada kadar air tertentu yang disebut konsistensi. Konsistensi
dinyatakan dalam istilah lunak, sedang, kaku dan keras. Konsistensi tanah
lempung yang tak terganggu dari lapangan dapat dikaitkan dengan identifikasi dan
nilai kuat tekan bebas (qu). Hubungan konsistensi, identifikasi, dan kuat tekan
bebas (qu) tanah lempung diperlihatkan sebagaimana dalam tabel 3.1 yang

46

disajikan dibawah ini. Untuk tanah lempung jenuh, Terzaghi dan Peck (1984)
memberikan hubungan nilai N dengan qu secara kasar seperti dalam Tabel.3.2
yang

menyatakan bahwa nilai N-SPT untuk tanah lempung hanya sebagai

pendekatan saja, sedangkan untuk tanah pasir pada tabel 3.3.


Tabel 3.1. Hubungan antara konsistensi, identifikasi, dan kuat tekan
Bebas qu (Terzaghi dan Peck, 1948 dalam Hardiyatmo, 2007)
Konsistensi
Tanah lempung
Sangat lunak
Lunak
Sedang
Kaku
Sangat kaku
Keras

qu (kN/m2)

Identifikasi dilapangan
Dengan mudah ditembus beberapa inci
dengan kepalan tangan
Dengan mudah ditembus beberapa inci
dengan ibu jari
Melekuk bila ditekan dengan ibu jari,
tapi dengan kekuatan besar
Melekuk bila ditekan dengan kuku ibu
Jari
Dengan kesulitan, melekuk bila
ditekan
dengan ibu jari
Dengan kesulitan, melekuk bila
ditekan
Dengan ibu jari

<25
25-50
50-100
100-200
200-400
>400

Tabel 3.2. Hubungan nilai N-Spt, tekanan konus, konsistensi dan kuat
tekan bebas (qu) tanah lempung (Terzaghi dan Peck, 1948)
Nilai N-Spt
<2
24
48
8 15
15 30
>30

Tek.konus
(Kg/cm2)
0- 5
5 - 10
10 - 20
20 - 40
40 - 80
80 90

Konsistensi
Sangat lunak
Lunak
Sedang
Kaku
Sangat kaku
Keras

Kuat tekan bebas qu


kN/m2
< 25
25 50
50 100
100 200
200 400
>400

Tabel 3.3. Hubungan N-SPTdengan kerapatan Relatif (Dr) tanah pasir


Nilai N SPT

Kerapatan Relatif (Dr)

<4
4 10
10 30
30 50
>50

Sangat tidak padat


Tidak padat
Kepadatan sedang
Padat
Sangat padat

47

3.5

Asumsi Beban Kendaraan


Beban kendaraan dapat menyebabkan penurunan tanah dasar, beban lalu

lintas harus diperhitungkan sebagai beban tambahan yang menyebabkan


penurunan tanah. Dalam analisis untuk evaluasi perencanaan dan pelaksanaan
geosintetik sesuai yang digunakan di lokasi, asumsi beban kendaraan dilakukan
dengan metode Japan Road Association (JRA) dan Peraturan Pemerintah Nomor
43 tahun 1993. Analisis timbunan pada tanah lunak dengan perkuatan geosintetik
menggunakan tinjauan menurut Suryolelono (2000) dan teori Boussinesq.

3.5.1 Pembebanan menurut Japan Road Assosiation, 1986

Kurva a : Tanah dasar belum terkonsolidasi

Kurva b : tanah dasar terkonsolidasi

Tinggi Timbunan (meter)


Gambar 3.4 Kurva hubungan tebal timbunan dengan intensitas beban
(t/m2) menurut modifikasi Japan Road Association, 1986
(Mochtar, 2000)

Menurut Japan Road Association (1986) beban trafik diperhitungkan


sebagai beban merata tergantung dari tinggi timbunan (gambar 3.3 kurva a).
Beban lalu lintas tersebut dapat dikorelasikan dalam tinggi timbunan. Hasil Studi

48

Japan Road Association, 1986 tersebut berlaku untuk suatu timbunan tanah di atas
tanah asli. Untuk tanah asli yang sudah memampat, pengaruh trafik tersebut
tidaklah sebesar aslinya. Jadi dapat diasumsikan bahwa pengaruh traffic pada
tanah dasar yang telah terkonsolidasi hanya sebagian dari harga menurut Japan
Road Association tersebut sebagaimana gambar 3.3 kurva b (Mochtar, 2000).

3.5.2 Pembebanan Menurut PP Nomor 43 Tahun 1993


Tabel 3.4 Nilai klasifikasi jalan raya (PP nomor 43 tahun 1993)
Kelas Jalan

Muatan
Sumbu
Terberat

Lalu lintas
Harian
(SMP)

Dimensi
Kendaraan
Maksimum (P/L)

Arteri I
Arteri II
Arteri III A
Kolektor III A
Kolektor III B
Lokal III C

> 10
Ton
10 Ton
8 Ton
8 Ton
8 Ton

> 20.000
6.000-20.000
1.500- 2.000
< 2.000

18/2,5 meter
18/2,5 meter
18/2,5 meter
18/2,5 meter
12/2,5 meter
9/2,1 meter

Perkerasan akan mengalami pembebanan akibat lalu lintas. Besar kecilnya


beban yang bekerja dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu:
1. Beban/muatan sumbu kendaraan
2. Kecepatan kendaraan akan berpengaruh terhadap lama pembebanan yang
terjadi pada lapis perkerasan. Kendaraan dengan kecepatan rendah akan
memberi pengaruh pembebanan lebih besar pada struktur jalan bila
dibandingkan dengan kenderaan yang kecepatan tinggi.

49

3. Besar beban kendaraan yang bekerja pada jalan diwujudkan sebagai


muatan sumbu terberat dari kendaraan yang bekerja sesuai klasifikasi
jalan raya pada kelas jalan tertentu
Menurut PP Nomor. 43 tahun 1993 beban yang digunakan menurut tabel
diatas, klasifikasi jalan raya kelas jalan arteri II Muatan Sumbu Terberat (MST)
adalah 10 ton ~100 kN sehingga untuk perencanaan, beban terpusat (P) sama
dengan beban terpusat yang bekerja di muka badan jalan yaitu :
P = x 100 kN
P = 50 kN
Dimana

3.6

(3.27)

P = Beban terpusat yang bekerja maka badan jalan/ timbunan

Korelasi NSPT, Lempung dan Pasir Terhadap Nilai Kohesi ( c ), Sudut


Geser ( ), dan Berat Volume Tanah ( )
Dalam hal perhitungan/penentuan tebal lapisan tanah lunak yang telah

dilakukan pengujian SPT dan didapat nilai N-SPT, namun sampel yang diambil
untuk selanjutnya dilakukan pengujian untuk mendapatkan nilai kohesi (c), sudut
geser () dan berat volume tanah () tidak terdapat pada titik yang sesuai maka
diadakan korelasi menurut hasil pengujian tanah lunak yang dilakukan oleh
Fakultas teknik Universitas Gadjahmada Yogjakarta sebagaimana yang disajikan
dalam grafik gambar 3.4 dan 3.5, yaitu untuk korelasi N-SPT dengan kohesi (c)
lempung kepasiran dan sudut geser ( ) dan korelasi Nilai N-SPT dengan kohesi
(C) lempung. Holtz dan Kovacs dalam An Introduction to Geotechnical
Engineering untuk korelasi sudut geser, dry density, relative density, dan
klasifikasi tanah (gambar 3.6).

50

Gambar 3.5 Korelasi N-SPT dengan Kohesi c Lempung kepasiran


dan Sudut geser (Pengujian, FT. UGM)

Gambar 3.6 Korelasi N-SPT dengan Kohesi (C) Lempung(Pengujian FT. UGM

51

Gambar 3. 7 Korelasi antara sudut geser, dry density, relative density


dan Klasifikasi tanah (U.S Navy, 1971)
Keterangan :

3.7

ML = Lanau plastisitas

SM = Pasir lanau

SP = Pasir gradasi buruk

SW= Pasir gradsai baik

GP= Krikil Gradasi buruk

GW=Krikil gradasi baik

Perkuatan di Dasar Timbunan (Embankment Basal Reinforcement)


Perkuatan di dasar timbunan merupakan salah satu teknik perkuatan untuk

timbunan pada tanah lunak tipis. Perkuatan yang digunakan merupakan bahan
geosintetik (geotekstil atau geogrid) yang diletakkan pada dasar timbunan. Untuk
perkuatan didasar timbunan, memungkinkan konstruksi timbunan dibangun
dengan waktu yang relatif cepat dan pada saat yang sama dapat memelihara
kestabilan. Selama pembebanan, kuat tarik perkuatan meningkat dan mencapai
maksimum pada akhir konstruksi timbunan, kemudian tanah lunak mengalami

52

proses konsolidasi, kuat geser bertambah dan dapat mendukung beban timbunan
yang lebih besar. Kuat tarik bahan pada perkuatan akan berkurang sampai waktu
tanah dasar dapat mendukung beban timbunan secara penuh sehingga beban
muatan perkuatan menjadi nol.

3. 8

Geosintetik Untuk Perkuatan Timbunan


Geosintetik untuk perkuatan timbunan dapat berupa geotekstil woven, non

woven dan dalam bentuk geogrid. Fungsi geotekstil ini tidak sebagai tulangan,
tetapi sebagai separator (pemisah) antara tanah lunak dengan timbunan. Bila
timbunan terletak pada tanah lunak, terjadi deformasi yang berlebihan yang
menyebabkan timbunan menjadi melengkung kebawah. Melengkungnya timbunan
ini merusak struktur diatasnya, prinsipnya timbunan berprilaku sama seperti balok
yang dibebani, dimana jika timbunan melengkung terlalu tajam akan timbul
keretakankeretakan lapis perkerasan/aspal, dan jika penurunan tidak merata
maka jalan akan bergelombang.
Analisa mekanika tanah dapat digunakan untuk mengevaluasi kondisi
tanah

timbunan. Dari analisa akan dihasilkan kekuatan geotekstil yang

dibutuhkan agar timbunan tidak terdeformasi secara berlebihan. Geosintetik yang


berada dibawah timbunan jalan dapat mengurangi tegangan yang terjadi pada
lapisan tanah bagian

bawah ketika lapisan ini mengalami tarikan akibat beban

yang bekerja. Digunakannya geotekstil struktur timbunan dapat lebih terjaga,


sehingga beban timbunan disebarkan merata secara luas, dengan demikian maka
geotekstil dapat mengurangi besarnya tekanan ke tanah dibagian bawahnya.

53

Beban maksimum yang ditumpu perkuatan geogrid pada umumnya dalam


satu arah yaitu sepanjang lebar timbunan. Oleh sebab itu dalam arah lebar harus
mempunyai kuat tarik maksimum. Dalam arah memanjang kebutuhan beban tarik
hampir minimal, ini cukup menahan beban yang disebabkan perbedaan tinggi
timbunan selama konstruksi.

3.9

Analisa Gaya Pada Perkuatan di Dasar Timbunan


Beban yang ditumpu kuat tarik bahan pada goegrid akan menimbulkan

gaya gaya yang bekerja pada bahan perkuatan tersebut. Gaya-gaya yang bekerja
akan mempengaruhi kestabilan konstruksi itu sendiri. Suryolelono (2000)
memberikan tiga tinjauan yang dapat digunakan dalam analisis gaya dan faktor
aman dari suatu perkuatan didasar timbunan yang diuraikan pada pembahasan
sebagai berikut.

3.9.1 Analisis Perkuatan Tanah Timbun

Bila dijumpai beban terbagi rata

Bila tidak dijumpai beban terbagi rata


E

Pa

D
Tanah lunak

Ppt

Tanah lunak
B

Lapisan tanah keras

Gambar 3.8 Bentuk bidang longsor tanpa dan dengan beban terbagi rata
dipuncak timbunan tanpa perkuatan tanah

54

Dalam menganalisis perkuatan timbunan dilakukan tinjauan kelongsoran,


keruntuhan yang terjadi akan membentuk suatu bidang longsor dengan bentuk
lingkaran yang terpotong oleh lapisan tanah keras. Bidang longsor berada pada
bidang kontak antara tanah lunak dan keras, dalam analisis diambil lebar 1 meter
tegak lurus bidang gambar. Keruntuhan yang terjadi akan membentuk bidang
longsor dengan bentuk lingkaran yang terpotong oleh lapisan tanah keras, di
bagian ini bidang longsor berada pada bidang kontak antara tanah lunak dan
lapisan tanah keras. Gambar di atas memperlihatkan mekanisme pelongsoran yang
terjadi pada timbunan di atas tanah lunak tanpa perkuatan.
Dalam analisis dicari besarnya angka aman (SF) yang diperoleh, berupa
rasio antara gaya yang melawan terjadinya pelongsoran (Pp), dan gaya yang
mendorong terjadinya pelongsoran (PA)
SF =

PP
PA

Dimana:

PPt + ( B.A)

(3.28)

P
PP = Total gaya yang melawan(kN)
PA = Total gaya yang mendorong (kN)
PPt = Gaya pasif pada lapisan tanah lunak
Pa = Gaya aktif pada tanah lunak dan timbunan tanah (kN)
B = Tegangan geser tanah lunak dan tanah keras (kN/m)
A = Luas tampang bidang geser tanah lunak dan keras (m2)

3.9.2 Analisis Timbunan di Atas Lapisan Tanah Lunak Dengan Perkuatan


Suryolelono (2000) memberikan tiga (3) tinjauan yang digunakan dalam
analisis timbunan di atas lapisan tanah lunak dengan perkuatan geosintetik yaitu:

55

1. Tinjauan bidang gelincir memotong perkuatan timbunan


Gaya yang terjadi akibat adanya gaya aktif pada timbunan mengakibatkan
kelongsoran pada timbunan. Bidang gelincir memotong perkuatan dalam
tinjauan ini diambil 1 meter tegak lurus bidang sebagaimana gambar
berikut.

Pa
perkuatan geosintetik

TT

Bidang gelincir

Tanah Lunak

Ppt

tanah keras

Gambar 3.9 Keruntuhan yang terjadi dengan bidang gelincir memotong


perkuatan tanah

Akibat terjadinya pelongsoran pada timbunan tersebut, seolah-olah


perkuatan terjepit antara tanah timbunan dan tanah lunak, dan perkuatan
memberikan perlawanan sebesar TT (kuat tarik bahan perkuatan), maka
angka aman yang diperoleh:

SF =

PP + ( B.A) + TT . 1m

SF=1,52,0

(3.29)

Pa
Dimana:

PP = Total gaya pasif pada lapisan tanah lunak(kN)


B = Tegangan Geser tanah lunak dan tanah keras (kN/m)
A = Luas bidang geser tanah lunak dan keras (m)
TT = Kuat tarik bahan perkuatan (kN/m)

56

Besarnya B diperoleh dari hubungan B = IS ( C+ V . tg) merupakan


besarnya tegangan yang terjadi pada bidang kontak antara tanah lunak dan
tanah keras akibat timbunan diatasnya, dengan notasi:
IS = Panjang lereng timbunan (meter)
C = Kohesi tanah lunak (kN/m)
v = Tegangan vertikal rerata daerah runtuh IS (kN/m2)
= Sudut gesek internal tanah lunak
2. Tinjauan bidang gelincir terjadi di atas perkuatan
Keruntuhan terjadi pada timbunan sehingga bidang gelincir terjadi di atas
perkuatan. Ini dapat terjadi bila tegangan geser yang terjadi antara
timbunan dan perkuatan melebihi tegangan geser ijin antara kedua bahan
tersebut (Garbulewski,1990). Skema bidang gelincir dapat dilihat pada
gambar yang disajikan di bawah ini.

Pa
h

Perkuatan geosintetik

FB
bidang gelincir

tanah keras

Ic

Is

Gambar 3.10. Mekanisme keruntuhan timbunan terjadi di atas perkuatan


Type bahan perkuatan dapat berupa bahan lembaran geosintetik menerus,
seperti geotekstil atau menggunankan geogrid. Apabila material timbunan

57

yang digunakan merupakan tanah berbutir (granular/non cohesif), dan


digunakan tipe perkuatan berbentuk geosintetik menerus, maka:
FB = . h ( . IS + IC) tg
Dimana:

(3.30)

FB = Gaya perlawanan geser (kN)


= Berat volume tanah timbunan (kN / m)
h

= Tinggi timbunan (m)

Is = Panjang lereng timbunan (m)


Ic = Panjang pengaruh muatan terbagi rata terhadap
tanah timbunan (q/) dalam meter.
tg = Koefisien gesek antara tanah timbunan dan perkuatan
Besarnya nilai FB ini tidak melebihi atau sama dengan kemampuan tarik
bahan geosintetik yang digunakan sebagai bahan perkuatan, sedangkan
bidang gelincir yang terjadi hanya di atas perkuatan, maka gesek yang
terjadi pada satu sisi saja (di bagian atas). Bila tanah timbunan berupa
tanah lempung (kohesif) berada di atas lembaran perkuatan geosintetik
maka:
FB = (Is + Ic) cG
dimana,

(3.31)

cG = Kohesi antara timbunan dengan geosintetik (kN/m)

Besarnya tg dan cG diperoleh dari hasil uji di laboratorium, untuk


perencanaan

dimana:

tg 0,67 0,75 tg

(3.32)

cG 0,67 0,75 c

(3.33)

= Sudut gesek internal tanah ()

58

c = Kohesi Tanah (kN/m)


Untuk geosintetik tipe grid (geogrid), pada tipe ini dijumpai lubang-lubang
cukup besar, sehingga terjadi kontak antara tanah timbunan dan tanah asli
melalui lubang-lubang geosintetik tipe geogrid, maka besarnya:
tg 0,75 tg

(3.34)

cG 0,75 c

(3.35)

Dalam analisis ini, umumnya dicari angka aman (SF) dan besarnya angka
aman tersebut adalah:
SF= FB/ PA 1,502,0

(3.36)

Dimana:
FB = Gaya perlawanan geser perkuatan dan tanah timbunan (kN)
PA= Gaya aktif pada timbunan (kN)
3. Tinjauan analisis Gaya pada lapis tanah lunak dibawah timbunan
Keruntuhan yang terjadi pada lapisan tanah lunak disebabkan oleh tekanan
horizontal tanah yang berkembang akibat adanya timbunan. Gaya dorong
yang terjadi akibat beban timbunan, seolah-olah tanah berbentuk blok
ABCD yang bergeser sehingga gerakan tanah lunak ini menimbulkan
terjadinya perlawanan dibagian atas antara tanah lunak dengan perkuatan
geosintetik, dan dibagian bawah antara tanah lunak dengan tanah keras

Lapis geosintetik

59

tanah lunak

Pa

PP

tanah keras

Is

Gambar 3.11 Mekanisme keruntuhan tanah lunak akibat tekanan horizontal


Tegangan geser di bagian bawah (tanah lunak dan tanah keras) besarnya
diperoleh dengan persamaan:
B = Is (C + v tg )

(3.37)

Dimana:
B = Tegangan geser Is di dasar tanah di daerah runtuh (kN/m2)
v = Tegangan vertikal rerata daerah runtuh sepanjang Is (kN/m)
C

= Kohesi tanah lunak (kN/m)

= Sudut gesek internal tanah lunak ( )


Di bagian atas tanah lunak terjadi friksi antar tanah lunak dengan
geosintetik (geotekstil dan geogrid), maka:
T = Is (cG + V tg )

(3.38)

dimana:
T = Tegangan geser tanah dan geosintetik sepanjang Is (kN/m2)
cG = Kohesi tanah lunak dengan geosintetik (kN/m)
V =Tegangan vertikal rerata di daerah runtuh sepanjang Is
(kN/m).
tg = Koefisien gesek tanah lunak dan geosintetik 0,67-0,75 tg

60

Untuk bahan perkuatan geosintetik berupa geogrid, maka besarnya


tegangan geser :
T = Is (c + V tg ).0,75

(3.39)

SF = PP + TB + TT 1,50 2,0
PA

(3.40)

dimana:

PP = Gaya Pasif tanah lunak (kN)


TB = Gaya perlawanan gesek tanah dan tanah keras (B. Is.1m)
TT = Gaya perlawanan gesek tanah dengan perkuatan (T. Is.1m)
PA = Gaya aktif pada tanah lunak (kN)

3.9.2 Metode Boussinesq


Boussinesq (1885) menganalisa tegangan yang terjadi didalam massa
tanah akibat pengaruh beban titik dipermukaan tanah. Dalam hitungan distribusi
tegangan akibat beban yang terjadi dinyatakan dalam istilah tambahan tegangan
yaitu . Karena pada kenyataannya tegangan yang diakibatkan oleh beban
merupakan tambahan tegangan pada tekanan overburden (tekanan vertikal akibat
berat tanahnya sendiri yang sudah mengalami tegangan sebelum beban bekerja)
dengan persamaan sebagai berikut.
= P/z2 ( IB)

(3.41)

Nilai IB disajikan dalam bentuk grafik yang diperlihatkan pada gambar berikut ini.

61

Gambar 3.12 Faktor pengaruh untuk beban titik teori Boussinesq (IB)
Dalam menentukan tambahan tegangan vertikal yang terjadi akibat beban
terbagi rata bentuk trapesium dengan panjang tak terhingga, ditinjau suatu titik di
dalam tanah yang mengalami pembebanan akibat beban terbagi rata seperti
timbunan badan jalan yang dianalisis ini. Analisis menggunakan gambar grafik
Faktor pengaruh akibat beban timbunan (Osterberg, 1957)

3.10 Hubungan Antara Tinggi Timbunan dan Penurunan


Timbunan setelah mengalami penurunan akan mengalami perubahan berat
karena selama terjadinya penurunan sebagian tanah timbunan tenggelam ke tanah
dasar yang lunak dan berada di bawah muka air tanah seperti gambar berikut.
Lebar

H awal

Gambar 3.13. Kedudukan tanah timbun saat mengalami penurunan

H akhir

62

Kondisi mulamula dan kondisi setelah penurunan yang terjadi perlu


dihitung untuk mengetahui akibat yang ditimbulkannya dengan cara seperti
langkah langkah dibawah ini:
Kondisi mulamula : q awal = Hawal x timbunan
Kondisi setelah mengalami penurunan konsolidasi akibat beban tanah
timbunan (SC)
HAkhir = Hawal - SC

(3.42)

Qakhir = Hakhir . timbunan + SC (timbunan water )

(3.43)

= ( Hawal SC ) . timbunan + SC (timbunan water)


Dimana :water = 1 t/m3 = 10 kN/m3
qakhir = Hawal . timbunan - SC

(3.44)

qakhir < q awal

3.10.1 Menentukan Harga SC


Untuk menghitung besarnya penurunan akibat beban timbunan, langkah
yang dilakukan seperti dibawah ini:
1. Tentukan suatu harga q = konstanta tertentu, misal q = ... kN/m2
2. Dengan asumsi q = tersebut dan dimensi timbunan yang dikehendaki, cari
penurunan konsolidasi maksimum tanah akibat konsolidasi (pada as jalan)
misal didapatkan penurunan SCi.
3. Ganti Hawal dan Hakhir akibat q tersebut dengan rumus berikut:
qakhir = q = (Hawal SC ) . sat + SC ( sat 1)

63

q = (Hawal .. sat SC . sat + SC . sat - SC


q = Hawal . sat - SC

(3.45)

Hawal-i = ( qi + SC ) / sat

(3.46)

Hakhir = Hawal-i - SC

(3.47)

maka:

4. Ulangi langkah diatas untuk q lainnya dan seterusnya, dapatkan harga SC,
Hawal, dan Hakhir yang bersesuaian.
5. Buat tabel yang berisi q, SC, Hawal, dan Hakhir
6. Buat grafik hubungan antara Hawal dan Hakhir, digambar juga hubungan
antara settelement dengan Hakhir.

64

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1

Jenis Penelitian
Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi perencanaan dan pelaksanaan

pekerjaan penimbunan jalan diatas tanah lunak dengan perkuatan geotekstil dan
geogrid. Evaluasi yang dilakukan diawali dari data penyelidikan tanah, pengujian
laboratorium, melakukan analisis perkuatan terhadap geotekstil dan geogrid yang
digunakan, melakukan analisis penurunan/konsolidasi, serta mengetahui besarnya
settlement yang terjadi pada jalan yang ditinjau.

4.2

Lokasi Penelitian

65

Gambar 4. 1 Peta lokasi penelitian


Lokasi penelitian adalah jalan Simpang MaredanJembatan Perawang dan
Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang Kecamatan Tualang Kabupaten Siak
Provinsi Riau. Pembangunan jalan dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum
Kabupaten Siak. Lokasi penelitian terletak di sisi timur dan barat sungai Siak yang
termasuk daerah pesisir pantai timur Sumatera (gambar 4.1).

4.3

Data Tanah Dasar


Untuk mengetahui kondisi tanah dasar di lokasi penelitian di pesisir sungai

siak maka dilakukan penyelidikan tanah dan pengujian laboratorium. Jalan


Simpang MaredanJembatan Perawang pada waktu pelaksanaan pekerjaan
penimbunan ditemukan permasalahan pada waktu penimbunan maka diadakan
penyelidikan tanah untuk melengkapi kekurangan data yang diperlukan.

66

Guna melengkapi data tanah untuk kebutuhan penelitian, maka diadakan


penyelidikan tanah dan pengujian laboratorium yang dilaksanakan di Universitas
Riau. Penyelidikan tanah Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang
dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Siak, pengujian laboratorium
dilakukan di Universitas Islam Riau Pekanbaru.

4. 4

Penyelidikan Tanah

1. Pemboran Inti.
Pengeboran dilakukan untuk mengetahui susunan perlapisan tanah secara
visual. Dengan urutan yaitu mengambil sampel tanah tak terganggu
(Undisturbed Sample) dan sample tanah terganggu (disturbed sample)
sampai kedalaman yang diinginkan untuk tujuan diskripsi dan klasifikasi
tanah, melakukan pengujian SPT, mencatat muka air tanah, mengetahui
besarnya hambatan lekat berdasarkan korelasi data dengan Dutch Cone
Penetration Test. Defenisi dari pemboran inti atau boring test adalah suatu
cara pengambilan contoh tanah untuk mengetahui jenis litologi
tanah/batuan, tingkat serta sifat-sifat fisik mekanik masing-masing tanah
dibawah permukaan, baik vertikal maupun horizontal.
Hasil pemboran inti ini disajikan dalam tabel Boring Log Table seperti
terlampir pada lampiran.
2. Pengujian Permeabilitas.
Maksud pengujian ini untuk mengetahui besarnya rembesan penyebab
terjadinya penurunan dalam satuan waktu (detik).
3. Dynamic Cone Penetrometer Test (DCP) atau sondir

67

DCP atau CBR Lapangan dilakukan untuk mengetahui konsistensi dan


kepadatan relatif dari lapisan tanah asli, serta dapat pula digunakan untuk
menghitung daya dukung lapisan tanah.
4. Pengujian Laboratorium.
Pengujian laboratorium dilakukan setelah penyelidikan tanah di lapangan
dilakukan terhadap contoh tanah tak terganggu maupun tanah terganggu
untuk mendapatkan parameter fisik yaitu:
a. Test kadar air, untuk mengetahui kandungan air dari tanah contoh
lokasi jalan yang ditinjau.
b. Berat jenis tanah (Spesific Grafity), berat isi dan berat isi kering
Analisa butir, untuk mengetahui gradasi dari material dengan analisa
saringan maupun dengan metoda hydrometer.
c. Pengujian batas Atterberg, untuk menentukan sifat atau karakteristik
/klasifikasi dari tanah. Dalam pengujian ini akan diperoleh nilai Liquid
Limit (LL), Plastis Limit (PL) dan Plastis Index (PI).
d. Unconfined Compressive Strength, untuk mendapatkan besarnya
kekuatan tekan bebas tanah yang bersifat kohesif baik kondisi asli
maupun buatan ulang kembali (remolded).
e. Uji Triaxial Unconsolidated Undrained (UU), untuk mengetahui
besaran parameter tanah seperti kohesi tanah (c), dan sudut geser
dalam untuk kondisi tanah lunak dan tanah timbun.
f. Pengujian Kuat Geser
g. Pengujian konsolidasi, contoh tanah yang diambil di lapangan diuji di
laboratorium. Pengujian ini diperoleh koefisien konsolidasi dalam

68

satuan cm2/detik dengan simbol CV. Koefisien permeabilitas dalam


satuan cm/detik dengan (K) dan Compression Index ( CC.)

4. 5

Data Tanah Timbun


Tanah timbun diperoleh dari galian sepanjang perbukitan lokasi jalan yang

dibangun. Timbunan dipadatkan dengan peralatan pemadatan vibro roller lapis


perlapis hingga mencapai kepadatan 100% dan CBR 9 %, tanah diuji untuk
mendapatkan berat volume tanah (), kohesi tanah(c), sudut gesek internal ().

4. 6

Bagan Alir
Untuk lebih memudahkan pencapaian tujuan penelitian, prosedur

penelitian digambarkan dalam bagan alir sebagai berikut,

Mulai

Studi Literatur

Pengumpulan Data Sekunder:


1. Data penyelidikan lapangan
2. Data pengujian laboratium
3. Data geotekstil dan geogrid

Pengolahan data sekunder

Analisis data, perhitungan dan pembahasan

Kontrol apakah
memenuhi factor
keamanan

Tidak

69

Ya
Usulan disain perkuatan

Kesimpulan dan saran

Selesai

Gambar 4.2 Bagan alir penelitian

4. 7

Prosedur penelitian
Secara

umum

penelitian

ini

dilakukan

dalam

tahapantahapan

sebagaimana disajikan berikut ini:


1. Tahap pertama, melakukan interpretasi/evaluasi terhadap data sekunder
hasil penyelidikan dan laboratorium yang akan digunakan untuk analisis
sebagaimana telah dilakukan oleh Dinas Pekerjaan Umum.
Pengumpulan data hasil dilapangan dianalisis sesuai kondisi permasalahan
masing-masing lokasi. Kekurangan data dilakukan korelasi mengacu dari
literatur yang ada.
2. Tahap kedua, evaluasi ulang sejauh mana perencanaan pelaksanaan dan
letak geosintetik yang dilaksanakan.

70

3. Tahap ketiga, melakukan analisis perkuatan terhadap geosintetik,


ketebalan tanah timbun yang dilaksanakan sesuai desain awal dan desain
perubahan pada waktu pelaksanaan dari kedua lokasi jalan yang
diteliti.yang perhitungan pembebanannya dihitung menurut Japan Road
Association, 1986 dan PP Nomor 43 Tahun 1993.
4. Tahap keempat, mengevaluasi penurunan, konsolidasi dan besarnya
settelement yang terjadi.
5. Selanjutnya dilakukan desain struktur usulan perkuatan geosintentik.

BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpretasi tanah dasar yang berkaitan dengan objek penyelidikan tanah


yang diperoleh, yang berkaitan dengan objek penelitian tanah perlu untuk
disampaikan secara jelas. Penelitian tanah yang dilakukan yaitu pengeboran inti
(boring test), pengambilan sampel, dan analisis mekanika tanah di laboratorium
untuk mendapatkan kedalaman tanah lunak dan propertis tanah. Selanjutnya dari
data yang diperoleh diadakan analisis perkuatan dengan geosintetik, analisis
penurunan konsolidasi dan analisis settelement.

71

5.1

Data dan Sifat Tanah Dasar

5.1.1 Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang


Dari hasil uji SPT di lapangan yang digambarkan dalam geological driling
log terlihat bahwa tanah dasar pada kedalaman 0.00 sampai dengan 3 meter
merupakan tanah gambut, sangat lunak, dan non plastis. Tanah di lapisan ini
menandakan terdapat kadar air yang berlebihan pada lapisan tersebut dan jenis
tanah ini akan terjadi konsolidasi yang besar. Nilai NSPT masih 0,00 ini berarti
tanah tersebut kondisinya masih sangat lunak dan tidak ada daya dukung sama
sekali. Pada kedalaman 3,7 hingga 7 meter nilai N-SPT mulai diperoleh yaitu
sebesar 2. Jenis tanah pada lapisan ini berupa lempung berlanau, agak kenyal,
plastisitas sedang dengan kadar air sedang, sampel tanah untuk pengujian
laboratorium diambil di kedalaman 6 meter. Di kedalaman 78 meter dijumpai
kembali lapisan tanah gambut yang non plastis dengan kadar yang tinggi. Pada
kedalaman 8 sampai 11 meter lapisan tanah juga sama dengan jenis tanah pada
kedalaman 3,77 meter, nilai NSPT yang diperoleh sebesar 6.
Pada kedalaman 1112,5 meter terdapat jenis tanah pasir halus, abu abu
cerah non plastis, agak padat dengan kadar air rendah, nilai SPT diperoleh 14.

72

Gambar 5.1. Bore Log Jalan Jembatan Perawang KM 11 Kota Perawang


Sampel pengujian pada kedalaman 810 meter dan kedalaman 12 meter
tidak diambil sehingga tidak dapat dilakukan pengujian, untuk melengkapi data
yang diperlukan diadakan korelasi untuk mendapatkan nilai N-SPT, kohesi (c),
dan sudut geser (), dan berat volume tanah (). Jenis tanah yang diperoleh
klasifikasi tanah semakin dalam semakin baik sehingga mendapatkan jenis tanah
berpasir kenyal. Nilai SPT terus bertambah secara linear hingga mencapai
kedalaman 30 meter dengan nilai SPT sebesar 58. Geological drilling log berupa
data grafik (bore log) dan N-SPT seperti pada gambar 5.1 diatas.
Dari pengujian Atterberg Limit, Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota
Perawang mempunyai indek plastis 28,1%, plastis limit 29,9 %, liquid limit

73

58,1%, tingkat kompresibilitas sedang sampai tinggi, kandungan lempung/lanau


sebesar 92,10 % dan pasir 7,9 %.
Disamping diadakan penyelidikan tanah, untuk mengetahui besarnya
penurunan, lamanya penurunan yang akan terjadi juga dilakukan pengujian untuk
mendapatkan propertis tanah agar dapat mengevaluasi konsolidasi/penurunan.
Dari pengujian konsolidasi yang telah dilakukan sebagaimana tertera dalam
lampiran 7 pada Summary Of Test Result diperoleh Compression Ratio (Cc)
sebesar 0,13 dan Koefisien Konsolidasi (CV) sebesar 2,01.10-3.
Masih banyak data lain yang diperlukan, untuk melengkapi kekurangan
data maka dilakukan telaah dari lampiran laporan hasil pengujian di laboratorim
dan melengkapinya dengan studi literatur. Data sebagaimana lampiran 4 analisis
perhitungan penurunan hasilnya dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Data untuk Penurunan Segera
a. Poision Ratio Tanah (Bowles, 1977) =0,5
b. Modulus Elastisitas Tanah dari uji UU Triaxial E=653,8 kN/m2
c. Penurunan Segera pada (Steinbrenner, 1934), maka berdasarkan
panjang dan lebar dasar timbunan diperoleh besar nilai F1=0,1
d. Dari analisis diperoleh penurunan segera sebesar 0,1 meter.
2. Data Penurunan Konsolidasi Primer
a. Dalam lampiran 7 halaman data Consolidation Grapth diperoleh
angka pori awal eo=1,0935 dan angka pori akhir e1=0,9657, dengan
demikian diperoleh perbedaan angka pori sebesar 0,1278. Juga
diperoleh tekanan pra konsolidasi sebesar 70 kN/m2.

74

b. Besarnya pembebanan yang dilakukan pada angka pori dimaksud


dengan melihat data tersajikan, bacaan pembebanan 0,1 diperoleh
angka pori e=0,9657, pada pembebanan 8,0 diperoleh e=0,8629.
3. Data Penurunan Sekunder
a. Angka pori saat konsolidasi primer selesai didapati sebesar 0,9657
b. Melihat data yang tersedia pada Consolidation Data di lampiran
7 diperoleh waktu awal diadakan pengujian pada t1=320,17 detik,
waktu t2=408,73 detik, selisih waktu t=88,56 detik.

5.1.2 Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang


Hasil uji SPT di lapangan seperti digambarkan pada Geological Driling
Log halaman 66 terlihat bahwa tanah dasar pada kedalaman 0.00 sampai dengan
3,5 meter juga merupakan tanah gambut, sangat lunak, kadar air tinggi dan non
plastis. Tanah di lapisan ini menandakan terdapat kadar air yang berlebihan pada
lapisan tersebut dan jenis tanah ini memungkinkan terjadinya konsolidasi yang
besar. Nilai NSPT masih 0,00 yang berarti tanah tersebut kondisinya masih
sangat lunak, tidak ada daya dukung sama sekali. Pada kedalaman 3,5 hingga 6
meter nilai N-SPT mulai diperoleh yaitu sebesar 2.

75

Gambar 5.2 Bore log Jalan Simpang Maredan Jembatan Perawang


Jenis tanah pada lapisan ini berupa lempung berlanau, agak kenyal,
plastisitas sedang, kadar air tinggi. Sampel tanah diambil di kedalaman 5 meter.
Pada kedalaman 8 meter sampai 10 meter sudah ditemukan nilai NSPT sebesar
14 dengan lapisan tanah merupakan lapisan lempung berlanau, lunak dengan
plasitisitas dan kadar air sedang. Pada kedalaman 1015 meter sudah terdapat
terdapat jenis tanah pasir halus, abu - abu cerah non plastis, pasir ukuran halus,
agak padat dengan kadar air rendah, nilai N-SPT yang diperoleh sebesar 14. Jenis
klasifikasi tanah lunak semakin dalam semakin baik. N-SPT terus bertambah
secara linier sehingga mencapai kedalaman 15 meter dengan N-SPT sebesar 19.
Dari klasifikasi tanah pada boring test, sesuai nilai c diperoleh tebal kedalaman
tanah lunak Jalan Simpang MaredanJembatan perawang 10 meter.
Terjadinya penambahan tersebut mengindikasikan bahwa tanah dasar pada
kedalaman tersebut merupakan lempung terkonsolidasi normal, yang berarti

76

dengan bertambahnya kedalaman maka sifat kemudahan mampatan tanah menjadi


berkurang, dari hasil uji laboratorium, diperoleh nilai Liquid Index (LI) rata-rata
sebesar 0,1675. Menurut Hardiyatmo (2002 c), jenis lempung dapat diketahui
secara kasar dari Liquid Index (LI) yang diperoleh. Lempung terkonsolidasi
normal mempunyai nilai Liquid Index antara 0,6 sampai 1 dan lempung
terkonsolidasi berlebihan mempunyai liquid index antara 0 sampai 0,6. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa kondisi tanah dasar di lokasi ini secara umum
merupakan jenis lempung terkonsolidasi normal, yaitu dengan bertambahnya
kedalaman, sifat kemudahmampatan tanah menjadi berkurang. Dari pengujian
konsolidasi yang dilakukan sebagaimana lokasi Jalan Jembatan PerawangKM 11
Kota Perawang, hal yang sama juga dilaksanakan pada Jalan Simpang Maredan
Jembatan Perawang, dari lampiran 8 diperoleh data Compressian Ratio
(CC) = 0,3404, Koefisien Konsolidasi (CV) = 6.10-4 cm2/detik. Untuk melengkapi
kekurangan data dilakukan studi literatur, data sebagaimana lampiran 3 hasilnya
disampaikan sebagai berikut:
1. Data untuk Penurunan Segera
a. Poision Ratio Tanah (Bowles, 1977) dengan = 0,5
b. Modulus Elastisitas Tanah (Bowles, 1977) E = 653,8 kN/m2
c. Penurunan Segera (Steinbrenner, 1934) diperoleh F1 = 0,14
2. Data Penurunan Konsolidasi Primer
Dengan melihat hasil pengujian konsolidasi seperti diperlihatkan dalam
lampiran 8 halaman maka diperoleh:

77

a. Angka pori awal eo= 0,9439 dan angka pori akhir e1=0,620, diperoleh
perbedaan angka pori sebesar 0,3239. Juga diperoleh tekanan pra
konsolidasi sebesar 100 kN/m2.
b. Besarnya pembebanan yang dilakukan pada angka pori, dengan melihat
data yang disajikan pada bacaan load 0 kpa diperoleh angka pori
e=0,944 dan pada load 100 kpa diperoleh angka pori e = 0,620.
3. Data Penurunan Sekunder
a. Dengan melihat data yang tersedia dalam Consolidation Test dalam
lampiran 8 tidak diperoleh data waktu diadakannya pengujian, dengan
menggunakan persamaan (3.14) diperoleh:
t1 = 1340,8 detik
t2 = 980,7 detik
t = 360,1 detik
b. Angka pori saat konsolidasi primer selesai didapati sebesar 0,944
Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang secara umum adalah tanah
lunak berupa tanah gambut di lapisan atas dan tanah lempung di bagian bawah.
Dari hasil pengujian diperoleh bahwa Indeks Plastis tanah adalah 13,05 %,
plastis limit 18,79 %, Liquid limit sebesar 31,84 %, mengandung lempung/lanau
sebesar 92,46 % dan mengandung sedikit pasir yaitu sebesar 7,50 %.
Dari sajian data yang didapat pada kedua lokasi jalan yang dibangun
mengakibatkan tingkat penurunan yang relatif besar dan lama lebih lanjut
menyebabkan kerusakan jalan sepanjang tahun (Panduan Geoteknik, 2002).

5.3

Sifat Tanah Timbun

78

Tanah yang digunakan sebagai timbunan Jalan Simpang MaredanJembatan perawang dan Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota perawang
diperoleh di lokasi jalan pada sepanjang daerah galian timbunan (cut and fill).
Sampel tanah timbun diambil sebanyak 3 (tiga) contoh yang masing masing
diambil pada kedalaman 0,5 sampai 5,0 meter. Pengujian laboratorium diperoleh
nilai Water Content 36,1739,82 %, Spesific Gravity (Gs) 26,3 kN/m3, Natural
Unit Weight (n) 1,602 gr/cc.
Pada pengujian Atterberg Limit diperoleh Liquid Limit (LL) 57,9858,1 %,
Plastis Limit (PL) 27,829,90 % dan Plastis Indek (PI) 27,9730,31 %. Dari hasil
pengujian ini tanah yang digunakan sebagai timbunan mempunyai Plastis Indek
yang relatif tinggi. Sifat tanah timbun yang mempunyai seperti ini cendrung susah
dipadatkan dan mudah retak - retak apabila kadar air berkurang pada cuaca panas,
dan sebaliknya akan mengembang apabila terkena air hujan, dilihat dari hasil
Grain Size Analysis, kandungan lempung dan lanau juga sangat tinggi yaitu
sebesar > 90 % dan hanya < 10 % saja mengandung pasir halus.
Hasil Triaxial Test nilai sudut geser () 6,40 dan nilai c 12,2 kN/m2, sedikit
lebih besar dari sudut geser dan nilai kohesi lapisan tanah lunak.
Dengan demikian dapat dinyatakan tanah timbun yang digunakan sebagai
timbunan jalan juga kurang baik.

5.4

Cara Analisis

5.4.1 Nilai N-Spt dan Ketebalan Tanah Lunak


Parameter input tanah dasar diperoleh dari hasil penyelidikan tanah di
lapangan dan uji laboratorium, sedangkan parameter tanah yang tidak tersedia

79

diperoleh dari studi literatur dan korelasi secara analitis, hasilnya disampaikan
sebagai berikut:
1. Jalan Simpang Maredan-Jembatan Perawang.
Berdasarkan data geological booring log, contoh uji yang diambil untuk
dilakukan pengujian di laboratorium pada kedalaman 55,5 meter, setelah
diadakan pengujian di laboratorium diperoleh nilai berat jenis tanah
()=18,31 kN/m3, kohesifitas (c)=7,89 kN/m2 dan sudut geser dalam
()=5,15o.
Sampel uji untuk lapisan tanah keras yaitu tanah dengan pasir ukuran
halus, non plastis, agak padat dengan kadar air rendah diambil pada
kedalaman 13,0-13,5 meter diperoleh N-SPT sebesar 17, nilai Cohesifitas
(c)=97 kN/m2 dan Sudut geser dalam ()=30,440.
Terjadinya penambahan tersebut mengindikasikan bahwa tanah dasar pada
kedalaman tersebut merupakan lempung terkonsolidasi normal, yang
berarti dengan bertambahnya kedalaman maka sifat kemudahmampatan
tanah menjadi berkurang, dari hasil uji laboratorium, diperoleh nilai Liquid
Index (LI) rata-rata sebesar 0,1675.
Untuk perencanaan diambil pada kedalaman 10 meter dengan nilai N-SPT
8, untuk mendapatkan nilai kohesi (c) sudut geser () dan berat volume
tanah (), maka dilakukan korelasi sebagaimana gambar 3.4, 3.5 dan 3.6.
Berdasarkan konsistensi tanah lempung (Cohesif Soil) dinyatakan bahwa
nilai N-SPT kurang dari 2,5 sebagai tanah yang sangat lunak (very soft),
N-SPT 2,55,0 sebagai tanah lunak, N-SPT 5,010,0 sebagai tanah yang
konsistensi sedang dan N-SPT 10,020,0 konsistensi keras. Dari

80

penyelidikan tanah lunak pada kedalaman 4,0 sampai 10,0 meter pada
hasil boring log terlihat tidak dilakukan pengujian terhadap sampel di
laboratorium.

Hasil

boring test

dan N-SPT untuk

perencanaan

dikelompokkan menjadi 2 lapisan tanah lunak sebagai berikut:


Tabel 5.1 Pengelompokan N-SPT dan tebal lapisan tanah lunak
Simpang Maredan - Jembatan Perawang
Kedalaman (m)

Tebal

N-Spt

Keterangan

(m)
0,0 4,0

4,0

Lapisan tanah lunak 1

4,0 - 8,0

4,0

Lapisan tanah lunak 1

8,0 10,0

2,0

Lapisan tanah lunak 2

10,0

5,0

14

Lapisan tanah keras

Untuk mendapatkan data sudut geser dalam , berat jenis tanah , dan
kohesif tanah C dilakukan korelasi nilai N-SPT yang ada dengan
Correlations between the effective friction angle in triaxial compressin
and the dry density, relative density, and soil classification (after U.S.
Navy, 1971) dalam Holtz dan Kovacs.
Dari data seperti tabel di atas kedalaman 0,08,0meter merupakan lapisan
tanah lunak 1 dengan nilai N-SPT=2, =18,31 kN/m3, =5,150, dan c=7,89
kN/m2. Kedalaman 810 meter merupakan lapisan tanah lunak 2 dengan
nilai N-Spt=8, =18,5 kN/m3, =28,00 dan c=16 kN/m2. Pada kedalaman
10 meter sudah merupakan lapisan tanah keras dengan nilai N-SPT=14,
=18,73kN/m3, =30,440, dan c=85 kN/m2.
2. Jalan Jembatan Perawang KM 11 Kota Perawang

81

Dengan cara yang sama pada Jalan Simpang MaredanJembatan


Perawang, untuk Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang
diperoleh N-SPT dan ketebalan tanah lunak pada tabel berikut.
Tabel 5.2 Pengelompokan N-SPT dan tebal lapisan tanah lunak
Jalan Jembatan Perawang KM 11 Kota Perawang
Kedalaman (m)

Tebal (m)

N-Spt

Keterangan

0,0 4,0
4,0 8,0
8,0 10,0

4,0
4,0
2,0

1
2
4

Lapisan tanah lunak 1


Lapisan tanah lunak 1
Lapisan tanah lunak 2

10,0 12,0

2,0

10

Lapisan tanah lunak 2

12,0

12,0

14

Lapisan tanah keras

Dari gambar 3.4, 3.5, 3.5, dan tabel di atas dengan cara yang sama pula
diperoleh bahwa pada kedalaman 0,08,0 meter merupakan lapisan tanah
lunak 1 dengan nilai

N-SPT=2, =16,12 kN/m3, =6,50 dan c=10,4

kN/m2. Pada kedalaman 8,012 meter merupakan lapisan tanah lunak 2


dengan nilai N-SPT=7, =17,10 kN/m3, =27,50 dan c=17,0 kN/m2. Pada
kedalaman 12 meter merupakan lapisan tanah keras dengan N-SPT=14,
=18,73 kN/m3, =30,40 dan c=85 kN/m2.
5.4.2 Klasifikasi Tanah Lunak
Dari hasil uji laboratorium diketahui tanah dasar lokasi Jalan Simpang
MaredanJembatan Perawang merupakan jenis tanah yang lolos saringan no.200
sebesar 92,46 %. Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang tanah yang
lolos saringan nomor 200 sebesar 92,10 % (lebih dari 75 %), sehingga tanah
digolongkan jenis lanau/lempung.

82

Klasifikasi tanah dasar berdasarkan klasifikasi AASHTO (American


Association of State Highway and Tranportation Officials Classification) untuk
menentukan kualitas tanah sebagai perencanaan timbunan, subgrade/subbase.
Klasifikasi AASHTO dapat ditentukan melalui hasil uji Atterberg yang menyajikan
data Batas Cair (LL), Plastis Indek (PI) dan Batas Plastis (PL). Dari hasil uji
tanah, lempung tersebut merupakan tanah lempung yang jelek sebagai subgrade
jalan raya, hasilnya disampaikan dalam tabel berikut.

Tabel 5.3 Klasifikasi tanah dasar lokasi berdasarkan AASHTO


Lokasi

Jalan Sp Maredan

Dalam

Batas Cair

Plastis

Batas

Katagori

(m)

(LL)

Indek

Plastis

Tanah

(PI)

(PL)

3-3,5

31,84

13,05

18,79

A-7-6

Jb Perawang
Jalan Jemb. Perawang

5,5-6

58,07

28,10

29,98

A-7-6

KM 11Kota Perawang

5.5

Spesifikasi Geosintetik
Spesifikasi geosintetik yang digunakan disajikan dalam tabel sebagai

berikut:
Tabel 5.4 Nilai spesifikasi Geotekstil dan geogrid
Jenis Geosintetik
Geotekstil Georenfox
HRX 300
Geogrid GX 40/40

Kuat tarik Izin


(kN/m)
55

Regangan
0,14

Normal Stiffness
(kN/m)
33,0

40

0,11

23,7

Sumber : PT. Geosenindo Tetrayasa

83

5.6

Hasil Analisis Jalan Simpang Maredan-Jembatan Perawang


Kondisi aktual lapangan
16 m
Q = 23 kN/m 2
Agg base A/B, t = 45 cm

1,5
3m

= 6,4o
c = 12,2 kn/m2

Tanah lunak 1
8m

2m

Geogrid miragrid GX
40/40
Geotextil HRX 300

= 16,1 kn/m2

Tanah lunak II

Tanah pasir

= 18,31 kn/m2
= 5,15o
c = 7,9 kn/m2
N Spt = 2
= 18,5 kn/m2
= 28o
N- Spt = 8
c = 16 kn/m2
= 18,73 kn/m2
= 30,4o
c = 85 kn/m2+
N-Spt = 14

Gambar 5. 3. Cross Section Simpang Maredan Jembatan Perawang

Dari data pengujian tanah yang dipakai sebagai material timbunan


diperoleh =16,1 kN/m3, =6,40 dan c=12,2 kN/m2. Di lapangan timbunan
dilaksanakan dengan lebar puncak 16 meter, tebal 3 meter dengan kemiringan
lereng timbunan 1:1,5. Beban yang diperhitungkan untuk perhitungan
diasumsikan telah dihitung sebagai beban trafik yang bekerja di atas timbunan
termasuk beban timbunan itu sendiri yang menurut Japan Road Association
sebesar 12 kN/m2, beban pondasi agregate base A dan aggregate B, aspal 11
kN/m2, total beban rencana adalah sebesar 23 kN/m2. Dari hasil perhitungan yang

84

ditunjukkan pada lampiran 1, dengan menggunakan lapis perkuatan type


geotekstil georeinfox HRX 300 dengan kuat tarik 55 kN/m + type geogrid
miragrid GX 40/40 kuat tarik 40 kN/m sudah memberikan angka aman SF yang
disyaratkan yaitu 1,52,0 (Suryolelono, 2000). Konstruksi yang dilaksanakan di
lapangan dapat dilihat pada gambar berikut:

16 m
Agg base A/B, t = 45 cm, l =
11 m

1,5
3m

Geotextil HRX 300 dan


Geogrid migragrid GX
40/40

Gambar 5.4. Desain Aktual Jalan Simpang Maredan-Jembatan Perawang

Dari desain aktual dilakukan evaluasi perkuatan geosintetik dengan


melakukan tinjauan bidang gelincir memotong bidang AB hasilnya sebagai
berikut:
1. Tanpa perkuatan diperoleh angka aman SF=1,50 lihat pada lampiran 1.
2. Dari hasil yang diperoleh selanjutnya dilakukan analisis dengan perkuatan
sebagaimana yang dilaksanakan di lapangan yaitu menggunakan lapis
perkuatan geotekstil type georeifox HRX 300 dan type geogrid GX 40/40.
Dari analisis diperoleh angka aman yang disyaratkan naik menjadi
SF=1,52. Juga diperoleh bahwa pemasangan lapis perkuatan geosintetik
yang ke dua (2) hendaknya dipasang setelah lapis perkuatan yang pertama
ditimbun setebal 60 cm, agar terjadi friksi antara tanah dan geosintetik.
3. Tinjauan bidang gelincir di atas perkuatan SF = 3,91

85

4. Tinjauan analisis di lapisan tanah lunak di bawah perkuatan yaitu SF=1,52.


Gambar desain lapisan perkuatan hasil evaluasi disajikan sebagai berikut:
16 m
Agg base A/B, t = 45
cm, Geogrid
l = 11 m miragrid GX 40/40

1,5
3m

Geotextil HRX 300

60 cm

Gambar 5.5 Desain usulan perkuatan Jalan Simpang MaredanJembatan


Perawang.

5.7

Hasil Analisis Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang


Kondisi Aktual lapangan
16m
q=19kn/m2

0,5m
3,5 m

1,5

= 16,12 kn/m2
= 6,5o
c = 12,2 kn/m2

Tanah lunak I
8m

4m

Aspal t=9 cm, l=7 cm


Agg base A/B, t=45 cm,

mm

Tanah lunak
Tnh keras

Geogrid miragrid 40/40


Geotextil HRX 300

= 16,12kn/m2
= 6,5o
c = 10,4 kn/m2
N-Spt=2
= 17,10 kn/m2
= 27,5o
N-Spt=7
c = 17 kn/m2
= 18,73 kn/m2
= 30,8o
c = 85 kn/m2

N-Spt=14

Gambar 5.6. Cross Section Jalan Jembatan Perawang-KM 11 Kota Perawang


Tanah yang digunakan sebagai material timbunan sama dengan yang
dilaksanakan pada Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang yaitu =16,1
kN/m3, =6,40 dan c=12,2 kN/m2. Lebar puncak timbunan 16 meter, tebal 4
meter, kemiringan lereng timbunan 1:1,5.

86

Beban yang diperhitungkan untuk analisis diasumsikan beban yang


bekerja diatas timbunan adalah beban trafik dan timbunan itu sendiri yang
menurut Japan Road Association sebesar 8 kN/m2 sudah termasuk beban lalu
lintas pada saat alat sedang bekerja maupun nanti setelah pekerjaan selesai dan
telah difungsikan secara maksimal. beban pondasi agregat base A dan B serta
aspal sebesar 11 kN/m2. Total beban rencana yang diperhiungkan aalah sebesar 19
kN/m2.
Lokasi jalan Jembatan Perawang KM 11 Kota Perawang hanya
menggunakan lapis perkuatan type geotekstil georeinfox HRX 300 dengan kuat
tarik 55 kN/m. Konstruksi sebagaimana dilaksanakan di lapangan dapat dilihat
pada gambar berikut:

16 m

3,5 m

0,5
1,5 cm
1

Agg base A/B, t = 45


cm, l = 11 m
Geogrid miragrid GX 40/40
Geotextil HRX 300

Gambar 5.7 Desain Aktual Jalan Jembatan Perawang-KM 11 Kota Perawang


Perhitungan konstruksi tanpa perkuatan disajikan pada lampiran 2, didapat hasil
sebagai berikut :
1. Tinjauan bidang gelincir memotong bidang AB angka aman SF=1,85.
2. Tinjauan bidang gelincir terjadi pada timbunan angka aman SF=3,91.
3. Tinjauan analisis tekanan pada lapis tanah lunak di bawah timbunan
diperoleh angka aman SF=1,87.

87

Dengan

melihat

semua

tinjauan

sudah

diperoleh

angka

aman

SF=1,52,0 anallisis hitungan menggunakan 1 lapis perkuatan dengan geotekstil


Georeinfox HRX 300 Kuat Tarik 55 kN/m dapat disimpulkan tidak perlu
digunakan lapis perkuatan tambahan, karena tanpa perkuatan sudah memenuhi
syarat. Gambar desain seperti gambar berikut.

16 m
Agg base A/B, t = 45
cm, m
1,5

4m
1

Gambar 5.8 Desain tanpa perkuatan Jalan Jembatan PerawangKM 11

5.8

Hasil Analisis Penurunan

5.8.1 Jalan Simpang Maredan Jembatan Perawang


Akibat adanya beban timbunan, beban tetap perkerasan dan beban lalu
lintas yang berada/ditempatkan diatas tanah dasar yang lunak maka akan terjadi
penurunan (settlement) tanah dasar.
Dalam menganalisis terjadinya penurunan dilakukan analisis penurunan
segera, penurunan primer dan penurunan sekunder, dari analisis yang telah
dilakukan sebagaimana perhitungan dalam lampiran 3 diperoleh:

88

1. Penurunan segera sebesar 0,1 meter


2. Penurunan Konsolidasi Primer sebesar 1,24 meter
3. Penurunan Konsolidasi Sekunder sebesar 1,41 meter
Besarnya penurunan total yang akan terjadi pada jalan yang ditinjau ini
adalah jumlah ke tiga (3) jenis penurunan di atas yaitu sebesar 2,75 meter dengan
waktu terjadinya konsolidasi selama 21,13 tahun. Besarnya konsolidasi yang
terjadi selama umur rencana 5 tahun dari analisis diperoleh sebesar 2,77 meter.
Derajat Konsolidasi (U) sebesar 40 %.

5.8.2 Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang


Adanya beban timbunan, beban tetap perkerasan dan beban lalu lintas
yang berada di atas tanah dasar yang lunak akan terjadi penurunan tanah dasar,
dilakukan analisis penurunan segera, penurunan primer dan penurunan sekunder
yang perhitungannya ditunjukkan pada lampiran 4:
1. Penurunan segera sebesar 0,16 meter
2. Penurunan Konsolidasi Primer sebesar 0,73 meter
3. Penurunan Konsolidasi Sekunder sebesar 0,78 meter
Penurunan total yang terjadi 1,67 meter selama 18,5 tahun. Konsolidasi
selama umur rencana 5 tahun 1,44 meter, derajat Konsolidasi (U) sebesar 89 %.

5.9

Hasil Analisis Deviasi Settlement

5.9.1 Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang


Analisis deviasi settlement yang terjadi diperlihatkan dalam lampiran 5,
beban total yang direncanakan pada jalan di atas timbunan dengan q=23 kN/m2,

89

tinggi 3 meter dan =16,12 kN/m3 maka diperoleh q awal sebesar=48,36 kn/m1.
Kondisi setelah mengalami penurunan konsolidasi akibat beban timbunan (SC)
selama umur rencana 5 tahun diperoleh bahwa H akhir= 0,76 meter dengan
q akhir=33,56 kN/m yang mana < q awal = 48,36 kN/m. Besarnya settlement
yang terjadi (SC) akhir dengan beban q=23 kN/m1 adalah 1,48 meter. Dengan
demikian dari H awal dan H akhir akibat beban q tersebut diperoleh :
H awal = 2,45 meter
H akhir =0,76 meter
Distorsi anguler ( mak /L ) sebesar 2,45 meter/ 3,5 meter = 0,70
Kehilangan tinggi timbunan (3-0,76 meter)/3 meter = 75 %
Gambar kondisi ketinggian timbunan, sebelum dan setelah terjadi
settlement seperti berikut:

16 m

0,76 m
2,45 m

3,5 m
1,48 m

Gambar 5.9 Settlement Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang

1,48m

90

5.9.2 Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang


Kondisi mulamula, dimana beban total q yang direncanakan pada jalan
di atas timbunan 19 kN/m1, tinggi 4 meter dan =16,12 kN/m2 maka diperoleh q
awal sebesar =64,48 kn/m1. Kondisi setelah mengalami penurunan konsolidasi
akibat beban timbunan (SC) Selama umur rencana 5 tahun diperoleh H akhir=2,47
meter dengan q akhir=49.18 kN/m1< q awal=64,48 kN/m1. Besarnya settlement
yang terjadi (SC) akhir dengan beban q = 19 kN/m1 adalah 1,53 meter. Dengan
H awal dan H akhir akibat beban q tersebut diperoleh:
H awal =2,05 meter
H akhir =0,52 meter
Distorsi Anguler ( mak /L) adalah 2,05 / 3,5=0,59
Persentase Kehilangan Tinggi timbunan (4 -0,52 meter)/4,0 meter = 87 %
Ketinggian timbunan, ketinggian setelah dibebani, akibat kondisi tanah di
lokasi dan perhitungan deviasi settelement ditunjukkan dalam lampiran 6.

16 m

0,52m
2,05m

1,53 m

1,53m
3,5 m

Gambar 5.10 Settlement Jalan Jembatan Perawang KM 11 Kota Perawang

91

5.10

Ringkasan Hasil Analisis


Dari data penyelidikan geoteknik terhadap lapisan tanah yang selanjutnya

diadakan pengujian properties tanah menggambarkan bahwa tanah dasar untuk


Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang dan Jalan Jembatan Perawang KM
11 Kota Perawang mempunyai tanah dasar yang sangat lunak. Berdasarkan
klasifikasi AASHTO dikatagorikan sebagai tanah A76 dengan tebal lapisan
tanah lunak untuk perencanaan 10 dan 12 meter. Tanah jenis ini sangat sensitif
terhadap penurunan yang dibuktikan dengan hasil analisis.

5.10.1 Jalan Simpang Maredan Jembatan Perawang


Dari analisis perkuatan tanah lunak menggunakan geosintetik dengan
tinjauan bidang gelincir yang memotong permukaan tanah timbun dan tanah
lunak, analisis beban menggunakan beban trafik menurut Japan Road Association,
1986 memberikan angka aman ratarata SF=1,51, dengan metode distribusi
tegangan Boussinesq menggunakan beban menurut PP nomor 43 tahun 1993
angka aman yang diperoleh meningkat menjadi SF=1,39 < 1,5
Tinjauan bidang gelincir di atas perkuatan yang dipasang sesuai dengan
kondisi di lapangan yaitu geogrid dipasang dempet dengan geotekstil diperoleh
SF= 1,82, Boussinesq SF= 2,9 dan meningkat menjadi SF=4,19 dengan dititimbun
tebal 0,6 meter. Dengan demikian pemasangan geogrid akan memberikan
pengaruh lebih besar terhadap stabilitas timbunan apabila geotekstil ditimbun
terlebih dahulu setebal 0,6 meter, tinjauan analisis tekanan pada lapisan tanah
lunak di bawah tanah timbun dengan analisis menggunakan beban trafik menurut
Japan Road Association, 1986 didapat SF=1,52 dan dengan Boussinesq SF=1,54.

92

Analisis yang dilakukan untuk perhitungan penurunan konsolidasi


diperoleh besarnya penurunan total 2,75 meter yang akan berlangsung selama
21,13 tahun. Penurunan selama umur rencana 5 tahun diperoleh sebesar 2,77
meter dengan derajat konsolidasi (U) = 40 %. Analisis settlement diperoleh
sebesar

1,48

meter.

Dengan

demikian

jalan

akan

mengalami

penurunan/konsolidasi cukup besar. Persentase kehilangan ketinggian timbunan


adalah 75 %, distorsi anguler yang terjadi 0,71.

5.10.2 Jalan Jembatan Perawang KM 11 Kota Perawang


Dari analisis perkuatan tanah lunak menggunakan geosintetik dengan
tinjauan bidang gelincir yang memotong permukaan tanah timbun dan tanah
lunak, analisis beban menggunakan beban trafik menurut Japan Road Association,
1986 angka aman ratarata SF=1,84. Metode distribusi tegangan Boussinesq
menggunakan beban menurut PP nomor 43 tahun 1993 angka aman yang
diperoleh meningkat menjadi SF=1,2 < 1,5 dengan menambah 1 lapis geogrid
TT=175 kN/m2 maka SF=1,55.
Tinjauan bidang gelincir di atas perkuatan yang dipasang sesuai kondisi
lapangan yaitu geogrid dipasang 3,5 meter di atas geotekstil diperoleh SF= 1,98,
Boussinesq SF= 3,64. Dengan timbunan tebal 0,6 meter peningkatan angka aman
menjadi SF=3,8. Dengan demikian pemasangan geogrid di atas geotekstil
ditimbun 0,6 meter memberikan pengaruh besar terhadap stabilitas timbunan.
Tinjauan analisis tekanan pada lapisan tanah lunak di bawah tanah timbun
juga dianalisis menggunakan beban trafik JRA, 1986 mendapatkan SF=1,87 dan
dengan Boussinesq SF=1,7. Dari analisis penurunan konsolidasi diperoleh bahwa

93

penurunan total sebesar 1,67 meter yang berlangsung selama 18,5 tahun. Dalam
umur rencana 5 tahun konsolidasi yang terjadi sebesar 1,44 meter dengan derajat
konsolidasi 89 % Dengan analisis settlement yang terjadi diperoleh bahwa jalan
akan mengalami penurunan sebesar 2,05. Persentase kehilangan ketinggian
timbunan sebesar 36 %, distorsi anguler yang terjadi 0.59.
Dari hasil analisis kedua ruas jalan yang dievaluasi, penggunaan geotekstil
dan geogrid menggunakan beban trafik menurut JRA,1986 menunjukkan bahwa
stabilitas tanah timbun untuk badan jalan cukup kuat dalam menahan beban trafik,
beban berat sendiri timbunan dan perkerasan. Dengan metode distribusi tegangan
Boussinesq diperoleh hasil analisisis lebih baik lagi yang ditunjukkan dengan
meningkatmya faktor keamanan.

94

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1

Kesimpulan
Setelah melakukan evaluasi perhitungan terhadap konstruksi yang

dilaksanakan pada titik yang diteliti berdasarkan data bore log, data properties
tanah, dan ketebalan lapisan tanah lunak sebagaimana kondisi di lapangan, maka
dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

6.1.1. Jalan Simpang Maredan Jembatan Perawang


1. Tanpa menggunakan lapisan perkuatan dengan geosintetik, menggunakan
beban trafik menurut metode Japa Road association, 1986, analisis
tinjauan bidang gelincir yang memotong permukaan tanah lunak dan tanah
timbun, diperoleh angka aman SF=1,504 dengan metode PP No. 43 tahun
1993 dan Boussinesq SF = 1,39<1,5 Penggunaan lapis perkuatan
geotekstil type georeinfox HRX 300 dan geogrid type GX 40/40 yang
dipasang di lapangan terjadi peningkatan angka aman, namun tidak terlalu
signifikan, SF yang diperoleh 1,52 sementara metode PP No. 43 tahun
1993 dan Boussinesq sebesar 1,42.
2. Tinjauan bidang gelincir yang terjadi diatas perkuatan didapat SF=1,82
Dengan metode PP No. 43 tahun 1993 dan Boussinesq, geotekstil dan
geogrid dipasang berdempet (tidak ada timbunan), didapati SF=2,94.

95

Jika ditimbun tebal 0,6 meter diperoleh kenaikan angka aman menjadi
SF=4,19. Penempatan letak geogrid berpengaruh terhadap peningkatan
stabilitas.
3. Tinjauan analisis tekanan pada lapisan tanah lunak di bawah timbunan
dinilai sudah memberikan syarat angka aman SF yaitu sebesar 1,52 dengan
PP No. 43 tahun 1993 dan Boussinesq 1,5.
4. Analisis penurunan, terjadi penurunan total sebesar 2,75 meter, derajat
konsolidasi yang dicapai 82 %, diprediksi terjadi selama 21,13 tahun,
timbunan bertambah turun mencapai 3,4 meter (melebihi tinggi awal
sehingga muka jalan di bawah tanah dasar).
Sampai umur rencana 5 tahun, penurunan/konsolidasi yang terjadi sebesar
3,4 meter dengan derajat konsolidasi (U) 40 %
5. Dari analisis deviasi settelement diperoleh tinggi H awal sebesar
2,45 meter dan tinggi H akhir 0,76 meter. Dengan demikian selama Umur
rencana 5 tahun tinggi timbunan turun 3,4 meter.
6. Persentase settelement yang terjadi yaitu besaran settelement berbanding
lebar aspal dari as jalan ( mak/L) adalah 0,71.
Hasil ini menunjukkan penurunan izin (Distorsi Anguler) yang terjadi
sangat besar dimana timbunan badan jalan yang turun sebesar 75 % dari
tinggi rencana (penurunan izin maksimum 65100 mm Skempton and Mac
Donald,1955).

96

6.1.2. Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang


1. Tanpa menggunakan lapisan perkuatan dengan geosintetik, dengan
menggunakan cara menurut Japa Road association, 1986, analisis tinjauan
bidang gelincir yang memotong permukaan tanah lunak dan tanah timbun
lebih besar menahan gelincir yaitu sebesar SF=1,83. Lebih baik
dibandingkan dengan Jalan Simpang Maredan Jembatan Perawang,
dengan metode PP No. 43 tahun 1993 dan Boussinesq didapati sebesar
SF=1,2.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa penggunaan lapis perkuatan geotekstil
type georeinfox HRX 300 yang dipasang sesuai kondisi di lapangan,
peningkatan angka aman yang terjadi tidak terlalu signifikan yaitu
SF=1,85. Angka aman menurut metode PP No. 43 tahun 1993 dan
Boussinesq SF= 2,02
2. Tinjauan bidang gelincir yang terjadi diatas perkuatan dimana antara
geotekstil dan geogrid ditimbun tanah setebal 3,5 meter didapati SF=1,98
metode PP No. 43 tahun 1993 dan Boussinesq SF=2,93.
Dari analisis jika antara lapis geotekstil dan geogrid ditimbun tanah tebal
0.6 meter maka angka aman bertambah naik menjadi SF=3,8. Jadi
pengaruh letak penempatan geogrid setelah geotekstil ditimbun 0,6 meter
menjadikan stabilitas timbunan lebih baik jika dibandingkan dengan
ditimbun setebal 3,5 meter di atas geotekstil.
3. Tinjauan analisis tekanan pada lapisan tanah lunak di bawah timbunan
juga memberikan angka aman SF yaitu sebesar 1,87. Sedangkan dengan
metode PP No. 43 tahun 1993 dan Boussinesq diperoleh SF = 1,7.

97

4. Analisis penurunan, terjadi penurunan total sebesar 1,86 meter, derajat


konsolidasi yang dicapai 94,1 %, diprediksi terjadi selama 18,5 tahun.
Tinjauan analisis tekanan pada lapisan tanah lunak di bawah timbunan
juga memberikan angka aman SF yaitu sebesar 1,87. Sedangkan dengan
metode PP No. 43 tahun 1993 dan Boussinesq diperoleh SF = 1,67.
5. Sampai umur rencana 5 tahun, penurunan/konsolidasi yang terjadi sebesar
1,44 meter dengan derajat konsolidasi 89 %
6. Dari analisis deviasi settelement diperoleh tinggi H awal sebesar 2,08
meter dan tinggi H akhir 0,52 meter. Dengan demikian selama Umur
rencana 5 tahun tinggi timbunan turun sebesar 1,53 meter. Penurunan
konsolidasi baru akan berakhir selama 18,5 tahun dan timbunan H awal =
2,05 meter. Kehilangan tinggi timbunan 87 %.
7. Persentase penurunan yang terjadi yaitu besaran settelement berbanding
lebar aspal as jalan ( mak/L) adalah 0,59. Hasil ini menunjukkan bahwa
penurunan izin (Distorsi Anguler) yang terjadi sangat besar (penurunan
izin maksimum 65100 mm Skempton and Mac Donald,1955).
Dari 3 tinjauan analisis diatas, angka aman yang diperoleh lebih baik
karena nilai N-SPT, sudut geser internal () dan nilai kohesif (c) lebih besar dari
Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang, namun karena timbunan yang
tingginya mencapai 4 meter dalam pelaksanaannya dipandang perlu untuk
menambah perkuatan guna mengantisipasi konstruksi dalam jangka panjang.

98

6.2. 6.2. Saran saran


6.2.1 Jalan Simpang MaredanJembatan Perawang
1. Penggunaan lapis perkuatan georeinfox HRX 300 dan geogrid GX 40/40
yang dilaksanakan memenuhi SF=1,52,0 (suryolelono,2000).
2. Untuk mengantisipasi bercampurnya tanah yang baik dengan tanah dasar
yang lunak perlu dipasang geotekstil sebagai separator, dan untuk
mendapatkan angka aman yang lebih baik maka ditambah 1 lapis perkuatan
geogrid dengan kuat tarik 40 kN/m yang dipasang setelah geotekstil
ditimbun tanah setebal 0,6 meter.
Pemasangan geotekstil dan geogrid yang dipisahkan oleh tanah timbun
adalah untuk menambah friksi antara tanah dan bahan perkuatan.

6.2.2 Jalan Jembatan PerawangKM 11 Kota Perawang


1. Sesuai kondisi aktual pelaksanaan di lapangan menggunakan 1 lapis
perkuatan geotekstil georeinfox HRX 300 dan ditambah 1 lapis geogrid
GX 40/40 yang pemasangannya dipisahkan tanah timbun setebal 60 cm.
2. Berdasarkan hasil evaluasi diperoleh tanpa perkuatan sebenarnya sudah
memenuhi syarat angka keamanan, sehingga tidak diperlukan lapis
perkuatan geosintetik.
Saransaran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya dapat
disampaikan sebagai berikut.
1. Diperlukan data pengujian lapangan dan data pengujian laboratorium yang
lebih lengkap untuk menunjang penelitian. Penyelidikan lapangan
sebaiknya dilakukan sepanjang as jalan rencana dengan koridor jarak 10

99

meter, penyelidikan tersebut hendaknya mencapai luas dan kedalaman


yang masih terpengaruhi beban timbunan minimal tegangan yang terjadi
sudah 10 % (PU, 2000)
2. Untuk mendapatkan penampang tanah yang mewakili kondisi bawah
permukaan diperlukan 1 titik penyelidikan pada setiap jarak 100 meter
(PU, 2000).
3. Pengambilan sampel uji hendaknya dilakukan tiap 1-2 meter atau setiap
terjadi perubahan lapisan tanah lakukan pengujian dengan teliti dan
lengkap.
4. Penelitian untuk mengetahui kinerja lainnya dapat dilanjutkan dengan
mengevaluasi penurunan yang terjadi menambahkan drainase vertikal
untuk mempercepat penurunan atau menambah beban dinamis pada
konstruksi, mengevaluasi sambungan geosintetik, tegangan dan regangan.

100

DAFTAR PUSTAKA

Bowles,J.E, 1984, Physical and Geotechnical Properties of Soils, Second edition,


Butterworth-Heinemann, London.
Brorsson, I. And Eriksson, L., 1986, Long-term Properties of Geotextile and their
Function as a Separator in Road Construction, 3 rd. Int. Conf. On
Geotextile, Vienna.
Bahan Kursus Geoteknik, 1994, Petunjuk Timbunan Diatas Tanah Lunak,
Departemen Pekerjaan Umum, Jakarta.
Departemen Pekerjaan Umum, 1993, Pedoman Perencanaan Jalan, Jakarta
Das, B.M, 1994, Mekanika Tanah (Prinsip Prinsip Rekayasa Geoteknik), Edisi 1,
Erlangga, Jakarta.
Djarwadi, D, 2005, Penggunaan Geotekstil Pada Rekayasa Bangunan Teknik
Sipil, Paparan Ilmiah Proyek, Semarang.
Federal Highway Administration, 1989, Geotextile Design Examples.
Geoservices, Inc. Report to the Federal Highway Administration Contract,
Washington D.C.
Hardiyatmo, H.C, 2002, Teknik Pondasi 1, Edisi 2, Beta Offset, Yogyakarta
Hardiyatmo, H.C, 2006, Penanganan Tanah Longsor dan Erosi, Jurusan Teknik
Sipil, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Hardiyatmo,H.C, 2007, Mekanika Tanah 2, Edisi 4, Cetakan 1, Gadjah mada
University Press, Yogyakarta.
Hunt, J.A. 1982, The Development of Find Drain for Structurr Drainage, Proc.of
the Journel Waterways and Habourss Division.
Holtz, R.D and Kovacs, W.D, 1981, An Introduction to Geotechnical
Engineering, Preintice-Hall, New Jersey, USA.
Koerner, R. Dkk, 1986, Prefaricated drainage composites evaluation and design
guide lines, Proc. Of the 3rd Int. Conf. On Geotextiles, Vienna, Austria,
Vol.II
Koerner, R, 2005, Desaining With Geosyntetics, Fifth Edition, Prentice-Hall,
Engglewood Cliffs, New Jersey, USA.

101

Kusumawardani, R, 2004, Analisis Tegangan Regangan Dua Dimensi Pada


Geogrid Akibat Beban Statis Dengan Menggunakan Metode Elemen
Hingga, Tesis S2, jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta
K.H. Loke dan Muten. S, 1996, Perancangan Stabilisasi Untuk Struktur Berbahan
Tanah (Earth Structure ) Dengan Geotekstile Diatas Tanah Lunak, Polifelt
Geosynthetics dan Tetrasa Geosenindo, Jakarta.
Mochtar, B.I dan Sholihin, 2002, Perkembangan terkini Daalam Pemecahan
Masalah Geoteknik di Indonesia, Prosiding Pertemuan Ilmiah Tahunan
Geoteknik VI 2002, Himpunan Ahli Tanah Indonesia Komda Jawa Timur,
Surabaya.
Werner, G. and Resl, S., 1990, Geotextiles in the Design and Contruction of
Embankment on Weak Subsoil. Proc. National Seminar on Current
Geotechnical Problems in Tropical Region, Johore, Malaysia.
Radjagukguk, B., 1991, Utilization and Management of Peatlands in Indonesia for
Agriculture, Tropical Peat Proceeding of the International Syimposium
on Tropical Peatland, Kuching 6 10 May.
Suryolelono, K.B, 2000, Geosintetik Geoteknik, Edisi 1, Cetakan 1, Naviri,
Yogjakarta
Suryolelono, K.B, 2008, Problematika Jalan Pada Tanah Lunak, Desain,
Pelaksanaan dan Pemeliharaan, Kuliah Umum, Program Magister Teknik
Sipil, Program Pasca Sarjana S-2, Universitas Islam Riau, Pekanbaru.
Sukmawati, Dewi, 2007, Analisis Dua Dimensi Tegangan Regangan Pada
Geogrid Sebagai Bahan Perkuatan Tanah Dengan Menggunakan Metode
Elemen Hingga, Tesis, S-2 Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik,
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
Terzaghi, K., dan Peck, R. B., Soil Mechanics in Engineering Practice, John
Wisley and Sons, Inc., New York, USA.

Anda mungkin juga menyukai