APLIKASI GEOTEKNIK
PERENCANAAN CERUCUK DENGAN
GEOSINTETIK DAN STABILITAS LERENG
DOSEN :
Dr. Insan Kamil, ST, M.Sc, Ph.D
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK V
PT. ABDI KONSTRUKSI
Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah Swt. yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporyang berjudul
“Perencanaan Cerucuk Dengan Geosintetik dan Stabilitas Lereng” ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari laporan ini adalah untuk memenuhi tugas
pada mata kuliah Aplikasi Geoteknik. Selain itu, laporan ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang pengaplikasian geosintetik pada konstruksi bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Terlebih dahulu, kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Insan
Kamil, ST, M.Sc, Ph.D selaku Dosen Aplikasi Geoteknik yang telah memberikan
tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan
bidang studi yang kami tekuni ini.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman Prodi Rekayasa
Jalan dan Jembatan Angkatan 2020, terima kasih atas bantuannya sehingga
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini.
Kemudian, kami menyadari bahwa laporan yang kami susun ini masih jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami
butuhkan demi kesempurnaan laporan ini.
Geotekstil (Netion CE
121 atau yang sejenis Geotekstil ditutup oleh
pengganti rumput sebagai
angker
𝑴𝒐𝒎𝒆𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒂𝒉𝒂𝒏 (𝑴 𝑹)
SFu = 𝑴𝒐𝒎𝒆𝒏 𝒎𝒆𝒏𝒈𝒈𝒆𝒓𝒂𝒌𝒂𝒏 (𝑴 𝑫)
Faktor aman lereng bertulang (SFR) ditentukan dengan menambahkan factor aman
lereng tak bertulang dengan pengaruh tahanan momen oleh tulangan sebagai berikut
:
A3
A2
A1
20 2020 20
80
Tanah 20 cm
Cerucuk
Tanah gambut
Standar yang digunakan untuk pondasi cerucuk yaitu, ASTM D3689 / D3689M -
07(2013) "Standard Test Methods for Deep Foundations Under Static Axial Tensile
Load" Standar ini menetapkan metode pengujian untuk menentukan kapasitas beban
aksial tarik dari cerucuk kayu yang tertanam dalam tanah. ISO 6887-1:2017 "Wood poles
for overhead lines - Part 1: Characteristics, requirements and test methods" Standar ini
menetapkan karakteristik, persyaratan, dan metode pengujian untuk cerucuk kayu yang
digunakan dalam jaringan listrik overhead.
1 50 2,5 25
2 100 5,1 50
3 150 7,2 75
4 200 9,5 100
5 250 11,7 125
Tabel ini menunjukkan hasil pengujian cerucuk kayu pada lima titik beban aksial
tarik yang berbeda, dimulai dari 50 kN hingga 250 kN. Data deformasi juga dicatat pada
setiap titik beban, dan ketahanan tarik cerucuk kayu dihitung berdasarkan data tersebut.
Tabel ini dapat membantu untuk menentukan kapasitas beban aksial tarik yang dapat
ditahan oleh cerucuk kayu pada proyek konstruksi tertentu.
Tabel ini mencantumkan beberapa parameter penting yang harus diukur dan
dinilai untuk memastikan bahwa tiang kayu memenuhi persyaratan kekuatan, keamanan,
dan ketahanan yang diperlukan. Data yang terkumpul dari pengujian harus memenuhi
standar yang ditetapkan dalam tabel tersebut. Dengan menggunakan tabel ini, kita dapat
memilih tiang kayu yang tepat untuk kebutuhan proyek dan memastikan kualitas dan
keamanan.
Uraian Persyaratan
Diameter Min. 8cm, maks. 15 cm
Panjang Min. 3,5 m , maks. 6 m
Kelurusan Cukup lurus, tidak belok atau bercabang
Kekuatan Min. kelas kuat III PKKI 1973
Tegangan Min. kelas kuat III untuk mutu A PPKI 1973
(Sumber : Dinas Pekerjaan Umum)
Diameter Cerucuk (D) jika diketahui berat pancangan dan nilai kuat geser
tanah (τ):
D = 4 * √(4 * berat pancangan / (π * τ))
Berat Pancangan jika diketahui massa jenis tanah (γ), diameter cerucuk
(D), dan kedalaman pancangan (h):
Rumus ini hanya memberikan perkiraan, dan nilai sebenarnya, tergantung pada
kondisi tanah dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi performa cerucuk. Oleh karena
itu, sebaiknya selalu dilakukan pengujian lapangan untuk memastikan kinerja cerucuk
yang tepat. Untuk menghitung kekuatan kayu cerucuk, perlu dilakukan pengujian fisik
pada kayu tersebut dengan mengacu pada standar internasional seperti ASTM (American
Society for Testing and Materials) atau ISO (International Organization for
Standardization). Namun, secara umum, terdapat beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kekuatan kayu cerucuk, antara lain:
Jenis kayu: Tiap jenis kayu memiliki karakteristik yang berbeda-beda, seperti
kepadatan, kekuatan, keawetan, dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk
menghitung kekuatan kayu cerucuk, jenis kayu harus diperhatikan.
Ukuran dan bentuk cerucuk: Diameter dan panjang cerucuk akan mempengaruhi
kekuatan kayu cerucuk. Semakin besar diameter cerucuk dan semakin panjang
cerucuk, maka semakin kuat kayu cerucuk tersebut.
Metode pemasangan: Cara memasang kayu cerucuk ke tanah atau struktur
lainnya juga mempengaruhi kekuatan kayu cerucuk. Metode pemasangan yang
salah dapat membuat kayu cerucuk lebih mudah rusak.
Dalam pengujian fisik, biasanya dilakukan pengujian tekanan, tarik, atau lentur
pada sampel kayu cerucuk dengan ukuran dan bentuk tertentu. Hasil pengujian kemudian
akan digunakan untuk menghitung kekuatan kayu cerucuk dengan memperhatikan
faktor- faktor di atas. Namun, karena proses pengujian tersebut cukup kompleks dan
membutuhkan peralatan khusus, disarankan untuk menggunakan jasa ahli atau
laboratorium pengujian yang terpercaya untuk mendapatkan hasil yang akurat dan valid.
Untuk menghitung kebutuhan cerucuk permeter, terlebihdahulu ditentukan
kekuan 1(satu) tiang/cerucuk untuk menahan gaya horizontal. Kemudian berdasarkan
perbandingan dari besarnya momen penggerak dengan momen penahan yang dibutuhkan
ditentukan jumlah tiang cerucuk yang diperlukan.
Tegangan Tertinggi (Ultimate) dan tegangan dasar untuk kayu basah dan kering.
Dimana :
E = modulus elastisitas tiang (cerucuk), kg/cm2
I = momen inersia tiang (cerucuk), cm4
f = koefisien dari variasi modulus tanah, kg/cm3
T = dalam cm
Harga f didapat dengan bantuan gambar no 2 (dari Desain Manual, NAVFAC DM-7
1971) yang merupakan grafik hubungan antara f dengan unconfined compression
strength, qu =2 Cu
𝑴𝒑
P=𝑭𝝁 𝒙 𝝁𝑻
Gaya maksimal Pmax yang dapat ditahan oleh satu cerucuk terjadi bila Mp =
momen maksimum lentur bahan cerucuk. Bila keuatan bahan dan dimensi bahan
diketahui, maka:
𝝈𝒎𝒂𝒙 𝒃𝒂𝒉𝒂𝒏 𝒙 𝑰𝒏
MPmax 1 Cerucuk =
𝑪
Atau :
MP max 1 Cerucuk =𝝈𝒎𝒂𝒙. 𝒘
Dimana :
max = tegangan Tarik/tekan maksimum dari bahan cerucuk
In = momen Inersia penampang cerucuk terhadap garis yang melewati
penampang.
C = 𝟏 𝑫, 𝑫 = 𝒅𝒊𝒂𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓 𝒄𝒆𝒓𝒖𝒄𝒖𝒌
𝟐
𝑰𝒏
W= 𝑪
𝑴𝑷𝒎𝒂𝒙 𝟏 𝒄𝒆𝒓𝒖𝒄𝒖𝒌
Jadi, Pmax 1 cerucuk =
𝑭𝝁 𝑿 𝑻
b. Untuk menghitung banyaknya tiang/cerucuk per-meter, maka ditentukan gaya horizontal
total yang terjadi pada bidang gelincir (Pt). Pt didapaat dengan besarnya momen penahan
yang dibutuhkan (yaitu momen penahan ditingkatkan).
Dimana :
SF = Safety Faktor
RM = ∑ Cu 1 R (Cu = teganagn geser undrained tanah dasar)
I = Panjang bidang gelincir,
R = jari-jari putar bidang gelincir
OM = RM/SF
SF yang diinginkan, SF yang ada
RM : (SF yang diinginkan -SF yang ada) x OM
Tambahan RM tersebut ditimbulkan oleh adanya cerucuk.
Jumlah cerucuk yang dibutuhkan, n, adalah :
Pt x R = (SF yang diinginkan – SF yang ada) x OM
n x Pmax 1 cerucuk x R = (SF yang diinginkan – SF yang ada) x OM
1. Penentuan lokasi dan ukuran cerucuk kayu yang akan digunakan. Lokasi
cerucuk kayu harus ditentukan berdasarkan rencana pondasi jalan yang telah
dibuat, dan ukuran cerucuk kayu harus memenuhi persyaratan yang telah
ditetapkan.
2. Penimbangan dan pemotongan cerucuk kayu. Cerucuk kayu yang akan
digunakan harus ditimbang terlebih dahulu untuk memastikan beratnya dan
kemudian dipotong sesuai dengan ukuran yang dibutuhkan.
3. Pembersihan lokasi pondasi jalan. Sebelum cerucuk kayu ditanam, lokasi
pondasi jalan harus dibersihkan dari benda-benda yang dapat mengganggu
proses penanaman cerucuk.
4. Penanaman cerucuk kayu. Cerucuk kayu harus ditanam pada kedalaman
yang telah ditentukan. Untuk memudahkan penanaman, tanah di sekitar
cerucuk dapat digali terlebih dahulu menggunakan alat berat seperti
excavator.
5. Pengikatan cerucuk kayu. Setelah cerucuk kayu ditanam, sebaiknya diikat
dengan menggunakan bahan pengikat seperti kawat atau tali agar cerucuk
tetap berada pada posisinya.
6. Pemasangan beton bertulang. Setelah cerucuk kayu ditanam, beton
bertulang kemudian dapat dipasang di atas cerucuk kayu untuk membentuk
pondasi jalan yang kokoh dan stabil.
7. Pekerjaan finishing. Setelah pondasi jalan selesai dibangun, lakukan
pekerjaan finishing seperti pengaspalan atau pemasangan paving block
untuk membentuk permukaan jalan yang rata dan halus.
T = F/A
Keterangan:
T = Tensile strength (kekuatan tarik) [kN/m]
F = Force (gaya) [kN]
A = Cross-sectional area (luas penampang) [m²]
Keterangan:
δ = Deflection (kemiringan) [%]
h₁ = Highest point (titik tertinggi)
[mm] h₂ = Lowest point (titik terendah)
[mm] L = Length (panjang) [mm]
rumus-rumus di atas hanya sebagai acuan dan bisa berbeda tergantung pada jenis
geotextile, kecepatan pengujian, dan kondisi pengujian lainnya. Oleh karena itu,
sebaiknya melakukan pengujian laboratorium dan mengikuti standar dan
pedoman yang berlaku dalam industri geoteknik.
Pada umumnya, piled embankment memerlukan slab beton yang besar dan jarak
antar tiang yang kecil. Hal ini dilakukan untuk mentransfer gaya-gaya kepada tiang dan
menghindari deformasi. Piled embankment yang menggunakan pelat beton memerlukan
tulangan yang banyak tebal pelat beton yang besar untuk menahan gaya lateral yang
besar. Hal ini menyebabkan kenaikan harga yang tidak praktis digunakan. Geosintetik
memiliki daya dukung tarik yang besar yang tidak dimiliki oleh tanah lunak.
Geosintetik dapat mengurangi penurunan tanah, meningkatkan bearing capacity dan
stabilitas slope ketika digunakan pada tanah lunak. Piled embankment yang
menggunakan geosintetik akan menambahkan efisiensi transfer beban dari tanah ke tiang
tanpa memberikan penambahan defleksi pada pelat. Lapisan geosintetik juga
memberikan ketahanan lateral pada ujung embankment. Hal-hal tersebut yang
menyebabkan piled embankment yang menggunakan geosintetik lebih sering dipakai
daripada menggunakan pelat beton.
Pile embankment dibagi menjadi 2 macam :
1. Floating piles (tiang pancang apung)
merupakan salah satu tipe fondasi tiang yang dipancang secara keseluruhan di
dalam tanah lempung lunak, sehingga sebagian besar beban ditahan oleh
tahanan gesek dinding tiang. Fondasi ini umumnya dipancang secara
berkelompok ke dalam tanah lunak dan kapasitasnya dipengaruhi oleh salah
satu faktor (Hardiyatmo, 2001) dari :
- jumlah kapasitas tiang tunggal dalam kelompok tiang, bila jarak tiang
lebar,
- Tahanan gesek tiang yang dikembangkan oleh gesekan antara bagian
luar kelompok tiang dengan tanah di sekelilingnya, jika jarak tiang
terlalu dekat.
2. End Bearing (tiang pancang penyangga ujung)
Merupakan pondasi tiang yang menyentuh tanah dasar, dimana tiang ini akan
menyalurkan beban yang ia terma dari struktur atas yang selanjutnya
diteruskan melalui tahan ujung ke lapisan tanah keras.
2.4.6 Micropiles
Ada beberapa definisi yang digunakan untuk menjelaskan istilah dari
micropiles. Menurut Weltman (1981) minipile adalah tiang dengan diameter 150 - 250
mm dan micropiles adalah tiang dengan diameter lebih kecil dari 150 mm. Ir
Indrasurya BM ( 1991 ) mendefinisikan bahwa micropiles digunakan untuk
menunjukan semua tiang yang berdiameter kecil yaitu antara 75 - 250 mm dan terbuat
dari beton dengan penulangan ditengah-tengah. Diameter dari tipe bored pile
konvensional, umumnya lebih besar dari 300 mm. Sedangkan untuk tipe bored pile
berdiameter kecil, diameternya kurang dari 300 mm dan normalnya antara 100 - 250
mm. Oleh karena itu dalam pelaksanaan micropiles umumnya digunakan diameter 100-
250 mm. Karena ujung micropiles tidak besar maka sebagjan besar gaya ditransfer ke
tanah melalui skin friction. Tiang ini dapat dipakai untuk beban axial dalam kedua arah
karena kemampuan micropiles menahan gaya tekan sebaik gaya tank. Namun hanya
sebagian kecil dari bending moment yang dapat ditahan. Tekuk
dari micropiles mungkin menjadi masalah ketika menembus lapisan berlumpur yang
sangat lunak, atau ketika berada dalam air . Micropiles dapat dipakai secara
kelompok ataupun tunggai, dapat dipasang secara vertikal ataupun miring dan dapat
dipakai untuk semua jenis tanah.
Dengan :
α = Koefisien dasar tiang
Kdp = Koefisien karakteristik tanah
N = nilai rata – rata N-SPT 4B diatas hingga 4B dibawah dasar tiang
Ab = luas tiang cm²
β = Koefisien selimut tiang
Ni = Nilai N-SPT disepanjang tiang tertanam dengan batasan
3<N<50 Asj = Keliling sepanjang tiang cm
Tabel 2 Nilai Koefisien α
(sumber: Cintra, J.C.A., Aoki, N, 199)
Beban pelaksanaan dalam geoteknik dapat bervariasi tergantung pada skala dan
kompleksitas proyek, serta jumlah orang dalam tim geoteknik.
Rumus perhitungan beban pelaksanaan pada pekerjaan cerucuk :
Berat volume material: berat volume jenis material yang digunakan sebagai timbunan
(dalam kg/m³)
Tinggi timbunan: ketinggian timbunan yang diberikan pada cerucuk (dalam meter)
Koefisien kepadatan tanah: nilai koefisien kepadatan tanah, tergantung pada jenis
tanah dan tinggi timbunan
S = Ss + Sp + Sps
Dimana:
S = penurunan total fondasi tiang tunggal
Ss = penurunan akibat deformasi axial tiang
tungga Sp = penurunan dari ujung tiang
Sps = penurunan tiang akibat beban yang dialihkan sepanjang tiang
(𝐐𝐩+𝐚.𝐐𝐬)𝐋
Ss = 𝐀𝐩.𝐄𝐩
Dimana:
Qp = beban yang diidukung ujung tiang
Qs = beban yang didukung selimut tiang
L = panjang tiang
Ap = luas penamppang tiang
Ep = modulus elastis tiang = 2.10⁶ ton/m²
a = Koefisien distribusi
Vesic (1977) menyarankan harga a = 0.33-0.5 untuk distribusi gesekan
yang seragam sepanjang tiang. Distribusi tegangan seperti ini hanya dapat
diperoleh secara empiris dengan memonitor gesekan selimut saat uji
pembebanan tiang.
𝑪𝒑. 𝑸𝒑
𝑺𝒑
= 𝑫. 𝒒𝒑
Dimana:
Cp = koefisien empiris
Qp = perlawanan ujung dibawah beban
kerja qp = daya dukung batas diujung tiang
D = diameter atau sisi tiang
Tiang
Jenis Tanah Tiang Bor
Pancang
𝑄
𝑆𝑝𝑠 = [ 𝐷 (1 − 𝑣𝑠²). 1𝑤𝑠
].
𝑃. 𝐿
𝐸
𝐿
Iws = 2 + 0,3 .√
𝐷
Dimana:
Q = beban kerja
P = Keliling tiang
L = panjang tiang tertanam
D = diameter tiang
Eg = modulus elastisitas tanah = 1350 ton/m²
Vs / 𝑠 = poisson s ratios tanah = 0,2
Iws = factor pengaruh hubungan antara panjang tiang tertanam
dengan diameter tiang
Keterangan:
Pc’ = Tegangan vertikal pada tiang
σ'v = Efektif vertikal di dasar
d = diameter tiang
ac = koefisien lengkung dan tergantung pada tinggi
timbunan, lebar tumpukan
2.5 Geosynthetic
2.5.1 Pengertian Geosynthetic
Geosintetik adalah material yang digunakan untuk konstruksi, material ini
berfungsi untuk memperkuat dan melindungi suatu konstruksi menjadi lebih stabil.
Menurut ASTM D 4439 geosintetik merupakan produk berbentuk lembaran dari
bahan polimer lentur dan dapat digunakan pada tanah, batuan, atau material geoteknik
lainnya.
Non Woven Geotextile, Non woven merupakan struktur dengan tiga dimensi
berbahan serat dan membentuk jaring yang berantakan. Digunakan untuk
pengendalian terhadap erosi dan drainase pada bawah tanah, serta
menstabilkan tanah pada lereng dan jalan. Non woven juga banyak
digunakan untuk konstruksi TPA, jalan dan Kereta api, reklamasi lahan dan
perlindungan di laut.
Tabel standar geotextile adalah daftar parameter fisik dan mekanik yang
harus diukur dan dinilai untuk memastikan bahwa geotextile memenuhi
persyaratan kekuatan dan keamanan yang diperlukan. Berikut ini adalah
contoh tabel standar geotextile yang mengacu pada standar ASTM:
Tabel ini mencantumkan beberapa parameter penting yang harus diukur dan dinilai
untuk memastikan bahwa geotextile memenuhi persyaratan kekuatan, keamanan, dan
ketahanan yang diperlukan untuk digunakan dalam konstruksi. Data yang terkumpul
dari pengujian harus memenuhi standar yang ditetapkan dalam tabel tersebut. Dengan
menggunakan tabel ini, insinyur dan kontraktor dapat memilih geotextile yang tepat
untuk kebutuhan proyek mereka dan memastikan kualitas dan keamanan konstruksi.
Dimana:
Wt = Beban terdistribusi yang bekerja pada geosintetik
S = Jarak tengah ke tengah tumpukan
2. Persamaan yang mengatur beban tarik dan perpanjangan pada segmen
geosintetik yang tidak ditopang ketika dikenai beban vertikal terdistribusi
ditentukan sebagai berikut :
Persamaan 1:
Dimana:
Prp = Beban tarik yang dikembangkan dalam
geosintetik per satuan lebar (e.g.in kN/m)
Ϭ = Defleksi maksimum tulangan geosintetik
ɛ = Ekstensi awal maksimum dalam tulangan
geosintetik notasi lain tetap seperti sebelumnya
Persamaan 2:
Dapat disederhanakan menjadi satu persamaan yang menghubungkan gaya
tarik Prp dengan ekstensi ɛ,
= 𝐿𝑒𝑏𝑎𝑟 𝑘𝑒𝑛𝑑𝑎𝑟𝑎𝑎𝑛 𝑥 1
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟
q1
100
= 2,44 𝑥1
= 40,984 kN/m2
31,5 kN/m2
γe = γ fill + 𝑞𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙
𝐻
148,484
= 17,5 + 4
= 54,621 kN/m³
BAB IV
ANALISA PERHITUNGAN
= 2,1375
Data Umum
D = 0,1 m
L = 4 m
Nb = 2,1375
Ab = 0,00785 m2
1 𝑥 𝜋 𝑥 0,12
=4
= 0.00785 𝑚2
As = 𝝅 𝒙 𝑫 𝒙 𝑳
= 𝜋 𝑥 0.1 𝑥 4
= 1.25663706 m2
𝑸𝒖𝒕𝒍
Qa = 𝑺𝑭
12.0838734
= 1.3
= 9.29528723 kN
Menghitung Jarak Antar Tiang
𝑸𝒂
s= √
𝜸𝒆 𝒙 𝑯
9.29528723
= √ 54,621 𝑥 4
= 0.206263 m
Jadi, jarak antar tiang yang didapat dengan menggunakan metode
Meyerhoff = 0.20 m
Ab = 1 𝑥 𝜋 𝑥 𝐷 2
4
= 1 𝑥 𝜋 𝑥 0.12
4
= 0.007853982 m2
As = 𝜋 𝑥 𝐷
= 𝜋 𝑥 0.1
= 0.314159265 m2
α = 1
Kdp = 120
β = 1
SF = 1,3
Qb = 𝛼 𝑥 𝐾𝑑𝑝 𝑥 𝑁𝑆𝑃𝑇 𝑥 𝐴𝑏
= 1 x 120 x 2.1375x 0.007853982
= 2.014546383 kN
𝑁60
Qs = Σ𝛽 𝑥 10 𝑥 ( + 1) 𝑥 𝐴𝑠
3
2.1375
=1 𝑥 10 𝑥 ( 3
+ 1) 𝑥 0.314159265
= 5.379977 kN
Tebal
Kedalaman Kdp
Lapisan N60 ZxN a b Keliling Qs
(m) (kN/m2)
/ z (m)
0
2 2 1.425 2.85 1 120 1 0.3142 4.63
Qs = 38.06
Daya Dukung Ultimit
Qu = Qb + Qs
=2.0145 kN + 38.06 kN
= 40.0745 kN
Qijin = 𝑄𝑢
𝑆𝐹
40.0745 𝑘𝑁
= 1.3
= 30.8265 kN
Jarak Antar Tiang Pancang
𝑄𝑖𝑗𝑖𝑛
s =√
𝛾𝑒 𝑥 𝐻
30.8265
s =√
54,621 𝑥
4
s = 0.375623
Jadi, jarak antar tiang yang didapat dari metode Meyerhoff = 0.20 m, dan dari metode
Luciano Decourt = 0.37 m, maka digunakan s = 0.20 m sebagai faktor aman.
Dimana :
P = Beban yang
bekerja
Qa = Kapasitas dukung tiang tunggal yang diizinkan
148,484
n= 9.29528723 = 15.97 ≈ 16 buah/m2
4.2.3 Perhitungan Kekuatan 1(satu) Buah Cerucuk Terhadap Gaya Horisontal
Data Kayu
Jenis Kayu Galam
Kelas Kayu Kuat III
Diameter (D) 0.1 m
Cu = 0.252 kg/cm2
qu = 2x0.252 = 0.504 kg/cm2 = 0.463 tcf
Menurut grafik pada Gambar 2 (dari Design Manual
NAVFACS DM-7, 1971) didapatkan harga f = 6 tcf (=0.192
kg/cm2), dan memakai persamaan 1 :
52020𝑥490.87385 1
T= 0.192 5 = 42.14711 cm
18653.2063
P =0,940 𝑥 42.14711 ≈ 470 kg
Jadi, OM =
49480.0841 = 51381,18806 kg.cm
0.963
(𝐐𝐩+𝛂 𝐱 𝐐𝐬)𝐋
Ss = 𝐀𝐩 𝐱 𝐄𝐩
(6.71175+0.33 x 5.37212343)4
= (0.25 x π x 0.1) x 19613300
= 0.0000220317 m = 0.0220317 mm
Dimana:
Qp = beban yang didukung ujung tiang
Qs = beban yang didukung selimut tiang
L = Panjang tiang
Ap = luas penampang tiang
Ep = modulus elastis tiang = 2.106 ton/m2 = 19613300
kN/m2 α = koefisien distribusi
𝐂𝐩 𝐱 𝐐𝐩
Sp = 𝑫 𝒙 𝒒𝒑
0.02 x 6.71175
= 0.1 𝑥 148,484
= 0.00904037 m = 9.04037 mm
Dimana:
Cp = koefisien empiris (lihat tabel 3.4)
Qp = perlawanan ujung di bawah beban kerja
qp = daya dukung batas di ujung tiang
D = diameter atau sisi tiang
𝑸 𝑫
Sps =[ ]𝒙 (𝟏 − 𝑽𝒔𝟐) 𝒙 𝑰𝒘𝒔
𝑷𝒙𝑳 𝑬𝒈
= 0.00042363 m = 0,42363 mm
Dimana:
Q = beban kerja
P = keliling tiang
L = panjang tiang tertanam
D = diameter tiang
Eg = modulus elastisitas tanah = 1350 ton/m2
Vs = poisson’s ratio tanah = 0.35
Iws = faktor pengaruh hubungan antara panjang tiang
tertanam dengan diameter tiang
𝑳
Iws = 2 + 0.3 √
𝑫
S = Ss + Sp + Sps
= 0.0220317 mm + 9.04037 mm + 0,42363 mm
= 9.4860317 mm < 10%.D
S = 9.4860317 mm < 10 mm …..OK (Kontrol)
4.3 Perhitungan Geotekstil
𝑃′𝑐 𝑎𝑐 𝑥 𝑑 2
𝜎 =( ) 𝑑𝑖𝑚𝑎𝑛𝑎 𝜎′𝑣 = ɣ𝑒𝐻
′𝑣 𝐻
Dimana:
P’c = tegangan vertikal pada tiang atau pile cap
σ'v = tegangan vertikal efektif pada dasar tanah
d = diameter tiang = 0.1 m
ac = koefisien arching dan ini tergantung pada tinggi timbunan, lebar pile
caps, dan kekakuan tiang.
untuk tiang pancang gesekan baja atau beton, dan tiang pancang kayu: ac = 1.70 𝐻 - 0.12
𝑑
Menghitung ac :
ac = 1.70 𝐻 - 0.12
𝑑
= 1.70 4
0.1 - 0.12
= 67.88
Menghitung p’c :
𝑃′𝑐 𝑎𝑐 𝑥 𝑑
=( ) 2
𝜎′𝑣 𝐻
dimana σv = ɣe x H
= 54.621 x 4
= 218.484 kN/m2
𝐚𝐜 𝒙 𝒅
P’c =( )2 x σv
𝑯
67.88 𝑥 0.1 2
=( ) x 218.484
4
= 629.1921896 kN
16.316 (0.20−0.1) 1
= √1 +
2 𝑥 0.1 6 𝑥 0.24
= 10.61934 kN/m
𝟖 𝒙 𝜹²
ε = 𝟑(𝒔−𝒅)²
8 𝑥 0.03²
= 3(0.20−0.1)²
= 0.24 = 24% (Maximum Strain)
δ = √(𝜺 𝒙 𝟑 𝒙 (𝒔 − 𝒅)²)/8
= 0.03 m
Dimana:
Prp = beban tarik yang dikembangkan dalam geosintetik per satuan lebar
(misalnya dalam kN/m)
δ = defleksi maksimum tulangan geosintetik
ε = perpanjangan awal maksimum pada tulangan geosintetik
𝐖𝐭 (𝐬−𝐝) 𝟏
Prp = √𝟏 +
𝟐𝒅 𝟔𝒙𝛆
16.316 (0.20−0.1) 1
= √1 +
2 𝑥 0.1 6 𝑥 0.24
= 10.61934
kN/m
Black
d?8O é59l
( ekuatan Jebol)
RfD = 10 i3 hlD = 1435 hfD = 018
CD = 1008 CD = 1295 CD = l4i0
Iad*x m
AS 4D483307 K 640
Bull WiHh 4