Anda di halaman 1dari 10

NILAI-NILAI PENDIDIKAN PERADABAN PRA-ISLAM

Zuhair Mubarrak Hazaa


zuhairmubarrak@stit-rh.ac.id
Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah (STIT) Ar-Raudlatul Hasanah, Medan
Abstrak
Nilai pendidikan, dalam artikel ini, diterjemahkan sebagai salah satu aspek dari “al-Hikmah”
yang hilang dari orang beriman dan seharusnya menjadi paradigma provokatif yang
menimbulkan ghirah agar menguasainya kembali, khususnya bagi mereka yang
berkecimpung di dunia pendidikan. Dengan menelusuri tiga peradaban yang ada di muka
bumi sebelum Islam dilembagakan dalam sebutan agama, tulisan ini menemukan bahwa
baik Persia, Yunani maupun Romawi adalah peradaban-peradaban yang menaruh perhatian
mendalam terhadap kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Imbas kejayaan mereka
adalah pengaruh dari perhatian tersebut. Begitu juga dampak kemundurannya sebagaimana
yang terpapar dari peradaban Yunani adalah akibat hilangnya perhatian terhadap ilmu
pengetahuan dan pendidikan. Dengan demikian, karakteristik ataupun ciri khas dari setiap
peradaban tidak dapat disimpulkan dari perhatiannya terhadap dunia ilmu dan pendidikan.
Hal itu karena sebenarnya setiap peradaban merupakan buah dari kejeniusan kaum
intelektual yang hidup di dalamnya. Pandangan keagamaan adalah yang patut menjadi
perhatian karena, baik Persia, Yunani, Romawi bahkan Islam mencirikan peradabannya
masing-masing sesungguhnya berdasarkan pada pandangan keagamaan yang diyakini.
Kata kunci: Nilai Pendidikan, Peradaban Pra-Islam, Ilmu Pengetahuan.

A. Pendahuluan

U
ngkapan populer yang dinisbatkan pada Rasulullah tentang “al-Hikmah”1 yang
hilang dari orang beriman seharusnya dapat menjadi paradigma provokatif yang
menimbulkan ghirah agar menguasainya kembali. Lebih-lebih, dalam diskursus
asmāullah wa ṣifātuh, Allah juga disebut Mālik2 yang artinya Maha Menguasai. Selanjutnya, Ia
juga adalah Rabb yang menurut ‘Abduh dan Riḍā adalah nama yang berindikasi pada “al-
Tarbiyyah dan al-Inmāu”3 yaitu pembinaan dan penumbuhan. Uraian demikian memberi
pemahaman bahwa setiap mereka yang berkegiatan di dunia pendidikan seharusnya
mampu mengambil hikmah baik dari sisi Tarbiyah Khalqiyyah maupun Tarbiyah Syar’iyyah.4

1 Hadīṩ ini diriwayatkan oleh al-Tirmiżi (Bāb ‘ilm: 19 ), Ibn Mājah (Bāb Zuhd: 17). Wensinck, “Mu’jam
al-Mufahras Li alfaẓi al-Hadiṩ al-Nabawy” (Leiden: Maktabah Bril, 1962). h. 491
2 Abu Faḍl Jamāl al-din Muhammad bin Mukarram Ibn Manẓūr al-Afriqy al-Miṣry, “Lisān al-Arab”

(Beirut: Dār ṣādir, t.t.). h.1546


3 Sayyid Rasyīd Riḍā, Tafsīr al-Qurān al-Hakīm (Tafsīr al-Manār), vol. 1 (Qohirah: Dār al-Manār, 1947). h.

36
4 Sayyid Rasyīd Riḍā. h.51
50 | Zuhair Mubarrak Hazaa

Hikmah tersebut, jika hendak diterjemahkan secara sederhana, dapat disebut sebagai
nilai. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pendidikan, dalam ulasan al-Atṭas, adalah nilai-
nilai universal yang meliputi kedisiplinan jiwa dan pikiran, perwujudan kualitas dan sifat-
sifat jiwa dan pikiran, perilaku yang benar yang berlawanan dengan perilaku salah dan
buruk, penguasaan terhadap ilmu yang menyelamatkan manusia dari kesalahan dalam
mengambil keputusan dan sesuatu yang tidak terpuji, dan pengenalan serta pengakuan atas
kedudukan segala sesuatu dengan cara benar dan tepat. Hal itu diaktualisasikan dengan
cara mengetahui kedudukan sesuatu dengan tempat yang tepat dan realisasi keadilan sesuai
dengan refleksi hikmah yang terkait dengannya.5 Aspek-aspek tersebut itu, dibahasakan
Daulay, sebagai potensi manusia yang baik, yang melingkup lahir dan batin, yang terkait
dengan pendidikan ketuhanan, pendidikan akal dan budi, pendidikan fisik, pendidikan
kejiwaan, pendidikan keindahan (seni), pendidikan keterampilan dan pendidikan sosial.6
Terkait itu juga juga, pendidikan dalam fakta sejarah telah terbukti menjadi syarat
penting terbangunnya suatu peradaban, dalam arti, kemajuan yang berimbas dari
kecerdasan dan kebudayaan lahir batin.7 Zarkasyi menyatakan di antara pendapat ahli
menyebutkan bahwa peradaban adalah bentuk kebudayaan yang berasal dari kata kerja
ḥaḍara-yaḥḍuru yang bermakna hadir dan bertempat tinggal, dengan antonim badāwah yang
berarti nomad (pengembara atau berpindah-pindah).8 Penerjemahan itu berimplikasi pada
penguasaan terhadap suatu keterampilan, kemampuan dan pencapaian termasuk dalam hal
ilmu pengetahuan.
Berlatar belakang hal tersebut, tulisan ini bertujuan menggali al-hikmah yang menjadi
kunci sekaligus fondasi yang mendasari pendidikan ataupun peradaban. Term itu “yang
hilang” dan semestinya ditelusuri kembali untuk dimiliki. Kajian ini mencoba menguak
sisinya dari diktum nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam sejarah keberadaan
peradaban-peradaban Pra-Islam yaitu Persia, Yunani dan Romawi. Keterangan
mengenainya diharapkan dapat memunculkan karakteristik atau ciri khas tersendiri dari
Peradaban Islam, yang datang setelahnya. Penggambaran yang dihadirkan tentunya tidak
menampilkan seluruh aspek. Setidaknya, beberapa sisi-sisi penting dari setiap peradaban
yang ditampilkan dapat menjadi pengantar untuk menelusuri kajian-kajian lanjutan.

5 Wan Mohd Nor Wan Daud.h.181-182


6 Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam perspektif Filsafat (Jakarta: Prenadamedia Group,
2016).h.17
7 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, “Kamus Bahasa Indonesia” (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen

Pendidikan Nasional, 2008). h. 9


8 Hamid Fahmy Zarkasyi, “Tamaddun sebagai Konsep Peradaban Islam,” TSAQAFAH 11, no. 1 (30

November 2015): 1, ttps://doi.org/10.21111/tsaqafah.v11i1.251. h.3

Bahsun Ilmy: Jurnal Pendidikan Islam


Nilai-Nilai Pendidikan dalam Peradaban Pra-Islam | 51

B. Peradaban Persia
Bangsa Persia diilustrasikan sejarawan sebagai bangsa yang merupakan keturunan
dari Sām bin Nūh.9 Kekaisarannya diemban oleh Achaemenid yang didirikan Cyrus, seorang
Kisra Agung yang dianggap memenuhi bumi dengan keadilan. Kekaisaran Achaemenid
dirobohkan oleh kekuasaan Yunani Hellenitic dan berakhir ketika Persia direbut kembali
oleh Dinasti Parthian dan dilanjutkan Dinasti Sassanid sampai bumi Persia dikuasai Islam.10
Peradaban ini unggul dalam bidang politik, ketatanegaraan, peperangan. Peradaban ini juga
terkenal dalam bidang sastra dan hikmah dengan menggunakan bahasa Fahlawiyyah, yang
sarat kandungan adab dan hikmah.11
Pada kekaisaran Darius I, luas kekaisaran Persia di zaman ini meliputi tiga benua yaitu
Asia, Afrika (Mesir) dan Eropa (wilayah utara Yunani di sebelah barat).12 Saking luasnya
daerah kekuasaan emperium ini mencakup dua puluh bangsa yang tunduk dan saling
menjaga serta mempertahankan warisan budaya dan tradisi masing-masing.13 Hal yang
menguntungkan dari peradaban ini adalah akumulasi bangsa-bangsa yang berada di bawah
imperiumnya yang membentuk komunitas terdiri dari kaum intelektual, dokter dan
astronom dari Babilonia, Mesir, India dan Yunani.14 Pada kekaisaran Sasaniah, ada kota
Tisofon (kota-kota sekitar sungai Tigris) yang menjadi pusat kekuatan ekonomi dan
perdagangan di wilayah Timur.15
Peradaban ini sejak awal sebenarnya menganut tauhid, yaitu beriman kepada yang
satu; Tuhan Pencipta Alam Semesta.16 Namun dalam perkembangannya, tokoh sekaligus

9 Catatan menarik mengenai asal-muasal peradaban manusia dan persebarannya merunut dari
keturunan Nabi Nūh, secara singkat adalah sebagai berikut: Nabi Nūh memulai kehidupan baru
pasca banjir bandang. Mereka mendiami kampung yang disebut kampung delapan puluh (ṩamānūn)
di kawasan Messopotania atau sekarang Irāq. Putra-putra Nūh yang ikut adalah bernama Sam, Ham
dan Yafiṩ bersama istri-istri mereka ke dalam kapal pada banjir bandang. Wilayah persebaran mereka
adalah sebagai berikut: Sam bin Nūh dan keturunannya mendiami dan membangun kota-kota seperti:
Yaman, Syahr (sekarang Oman), Shan’a, Yatsrib (sekarang: Madinah), Damaskus, Anthakiya, Hiraqla,
Bawan, Wabar, Jurjan, Khurasan, Samira, Azerbaijan, Asfahan dan Faris (sekarang: Cyprus).
Selanjutnya Ham bin Nūh ‘alaihi al-salām membangun kota-kota: Afrika, Mesir, Manfu (merupakan
kota pertama yang dibangun di Mesir), Palestin, Asfi (kota di sekitar marokko), Ka’bar atau ibukota
Ayssinia (sekarang kawasan Ethiopia). Terakhir adalah Yafiṩ bin Nūh yang melahirkan kota-kota
Andalus (sekarang: kawasan membentang dari spanyol dan sekitarnya), Negeri Frank (dalam ejaan
Arab: Afranjah) yaitu batas Prancis-Spanyol hingga ujung Yunani, Glacia (dalam ejaan Arab:
Jalaliqah) yaitu daerah utara Spanyol, Tharaqi yaitu kota antik di timur Konstantinopel atau Istanbul,
Yunani yaitu kota budaya klasik yang dikembangkan oleh Yunan bin Yafiṩ bin Nūh dan
dikembangkan oleh kekaisaran Romawi beberapa abad sebelum Nabi Isa yang merupakan keturunan
Iyas bin Ishaq bin Ibrāhim ‘alaihi al-salām. Iyas menikah dengan putri pamannya Ismā’il. Terakhir
adalah kota China yang merupakan kawasan luas yang diambil dari nama anak pendiri kota ini
‘Amur yaitu Shin (dalam ejaan Arab: ‫) اﻟﺻﯾن‬. Adapun silsilah mereka adalah Shin bin ‘Amur bin
Saubil bin Yafiṩ bin Nūh. Baca selengkapnya dalam Tutik Hasanah, Islamic Golden Prespective Benang
Merah Sejarah Islam (Solo: Tinta Medina, Creative Imprint of Tiga Serangkai, 2012). h.55-98
10 Hasanah. h.99
11 Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009).h.23
12 Hasanah, Islamic Golden Prespective Benang Merah Sejarah Islam. h.98
13 Ahmad Fuad Basya, Sumbangan Keilmuan Islam pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2015). h.11
14 Ahmad Fuad Basya. h.12
15 Ahmad Fuad Basya. h.12
16 Hasanah, Islamic Golden Prespective Benang Merah Sejarah Islam.

Vol.01, No.01, 2020


52 | Zuhair Mubarrak Hazaa

pendiri agama Majusi meyeru pada kepercayaan bernama Zardust17 atau Zaradisy atau
Zarathustra18 (660-583) dan dikenal dengan Zoroaster.19
Terkait peradaban Persia juga, signifikansi yang unggul darinya adalah:20
1. Menjaga kemajemukan dan kerukunan pada kawasan bangsa yang mereka
tundukkan, seperti membebaskan bangsa Ibrani, membiarkan konsituen yang
berbeda-beda menentukan jalan hidup rakyatnya masing-masing sesuai dengan
adat-istiadat mereka dengan syarat membayar pajak dan tunduk pada beberapa
mandat kekaisaran. Walaupun dalam literatur yang lain disebut pungutan pajak ini
akhirnya diberlakukan tidak adil dan retribusinya sangat besar.21 Gagasan ini yang
akhirnya diadopsi oleh kaum muslimin sebagai kebijakan.
2. Menjadikan komunikasi politik yang baik untuk mempersatukan dengan kebijakan
konsituen dan mengeluarkan undang-undang dan menerbitkan mata uang tunggal
sebagai komunikasi bisnis dan ekonomi.
3. Mereka mengadakan pembangunan jalan dan hotel untuk sarana transportasi.
4. Mereka menyediakan layanan pos (surat-menyurat).22
5. Mereka banyak memberdayakan penerjemah untuk menegakkan mandat konsituen
dan menyiarkan tentang kemegahan dan perkembangan kekuasaan dalam berbagai
bahasa.23

17 Pendapat kalangan sejarawan muslim bahwa Zardus adalah seorang Nabi dari kalangan Khurdi,
jejak tauhid Zardus dan konsep tauhid dalam agama Majusi masih dapat ditelusuri, mengingat
terdapat hadīs Nabī Muhamamad yang menyantumkan Majusi disejajarkan dengan Yahudi dan
Nasrani bisa jadi menunjukkan akan adanya kebenaran agama ini. Hal yang menarik dari agama ini,
satu teks dari teks –teks agama Zardust ini atau Majusi ini mengkonfirmasi kehadiran Nabi
Muhammad Saw.
18 Bahwa Zardust datang dianggap dan seakan membawa pencerahan kepada tauhid dengan

pendapatnya bahwa Allah menjelma dalam setiap sesuatu yang berkilau di dalam dunia, ia
menyerukan menghadap matahari, dan api saat beribadah karena menurutnya cahaya adalah symbol
Tuhan, tidak mengotori empat unsur: api, udara, debu dan air. Kemudian diikuti oleh pendeta-
pendeta agama ini dengan syariat yang macam-macam seperti mengharamkan segala yang
menggunakan unsur api. Kemudian dijadikan api sebagai kiblat ritual agama.
19 Zoroaster pada awalnya menyerukan untuk meninggalkan penyembahan Dewa-dewa dan

menyembah kepada yang satu yaitu Tuhan pencipta alam semesta. Pendapat yang lain bahwa kaum
Persia menyembah Allah Swt dan kemudian mereka menjadikan permisalan matahari, bulan, bintang
dan galaksi (rasi bintang) dilangit sebagai sesembahan.
20 Tamim Ansary, Destiny Disrupted: A History of of the World trought Islamic Eyes, trans. oleh Yiliani

Liputo (Jakarta: Zaman, 2015).h.39


21 Ahmad Hatta, dkk., The Great Story of Muhammad SAW; referensi lengkap hidup Rasulullah SAW dari

sebelum kelahiran hingga detik-detik terakhir (Jakarta: Maghfirah Pustaka, 2011).h.53


22 Catatan menarik mengenai layanan ini, kutipan Pony Express terkait US Postal Service menyatakan

bahwa layanan pos pada masa itu intinya layanan ini berjalan dengan optimal walaupun kondisi
salju, hujan gelap malam, tidak menghalangi kurir ini akan menyelesaikan putaran yang ditugaskan
kepada mereka.
23 Hal ini mencapai pencapaian yang tertinggi pada masa Darius, ia memerintahkan untuk membuat

monumen yang tertulis beberapa jasa dan penaklukan oleh Darius, merinci pemberontakan yang
mencoba dan gagal dalam menggulingkannya serta hukuman yang telah dijatuhkan kapada mereka,
hal tersebut ditulis dalam tiga bahasa yaitu: bahasa persia kuno, bahasa Elam dan Bahasa Babilonia.

Bahsun Ilmy: Jurnal Pendidikan Islam


Nilai-Nilai Pendidikan dalam Peradaban Pra-Islam | 53

6. Menjaga stabilitas perdamaian agar rakyat tetap bisa melanjutkan aktifitas mereka
membesarkan keluarga, bertani dan berkarya.
Mengenai aktifitas intelektual yang terjadi, terdapat prasasti Darius Persia Kuno yang
ditemukan kembali pada abad ke-19 yang memberitakan keberadaan perpustakaan yang
sangat luas yang berisi tentang kehidupan sehari-hari daerah ini 3000 tahun lalu dan
dianggap lebih canggih dari sejarah kehidupan Barat yang ada.24

C. Peradaban Yunani
Peradaban Yunani (Greece) merupakan nenek moyang penduduk Alakhiyah dan Doria
yang menjadi cikal-bakal bangsa Athena.25 Peradaban ini dimulai oleh bangsa Greece yang
hidup dan berkembang di negeri Yunani Kuno dengan wilayah yang mencakup pesisir Asia
Kecil dan kepulauan Lau Aegea. Mereka bertahan dan membangun komunitas di sana
bernama Ionia.26
Asal penamaannya adalah dari penyebutan diri mereka sendiri dengan sebutan
Hellen. Dalam literatur berbahasa Inggris, mereka disebut Greece, yang diambil dari nama
Latin Graceo, yaitu daerah semenanjung Apenina. Istilah ini pertama kali digunakan oleh
bangsa Romawi. Dalam pustaka bahasa Indonesia, mereka disebut dengan Yunani yang
diambil dari nama asal komunitas mereka di Asia kecil dan Laut Aegea yang merupakan
suku bangsa yang berpengaruh dalam peradaban Yunani.27
Sejarah kejayaannya ditandai dengan kemunculan kaum intelektual yang
diperbincangkan dunia hingga saat ini seperti: 1. Herodotus (diakui sebagai bapak pencetus
sejarah),28 2. Soctrates, Plato, Aristoteles, Thales, Anaximander, Anaximenes, Pytagoras,
Abqirath dan Archimedes (Filosof dan Ilmuan), Plato mendirikan akademi filsafat yang
disebut Museum Athena, yang disebut sebagai lembaga besar dan terbuka untuk ilmuan
guna mengembangkan pengetahuan.29 Menurut Daud dan Haris, di Athena juga,
berkembang pendidikan jasmani (olah raga) dengan diadakannya Olimpik yang juga
menjadi ciri budaya Yunani Kuno.30

24 Tamim Ansary, Destiny Disrupted: A History of of the World trought Islamic Eyes.
25 Ahmad Fuad Basya.h.21
26 Ahmad Fuad Basya., h. 22
27 Sudrajat Sudrajat, “YUNANI SEBAGAI ICON PERADABAN BARAT,” ISTORIA: Jurnal Pendidikan

dan Ilmu Sejarah 8, no. 1 (5 Maret 2015), https://doi.org/10.21831/istoria.v8i1.3721.h.12


28 Catatan menarik mengenai penulisan sejarah, bahwa bangsa Yunani menggambarkan masa lalunya

dengan berpusat kepada dewa-dewa, setelah terwujudnya karya Herodotus tentang sejarah perang
Persia dan Thycydides tentang perang Peloponesia, menjadi pelopor cara penulisan sejarah berbentuk
prosa dengan tema kehidupan manusia dalam histografi Barat. Lihat: 28 Abdul Syukur dan M Hum,
“ERA BARU HISTORIORAFI YUNANI KUNO,” t.t., 6. h.62
29 Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah; Risalah Sejarah Sosial-Intelektual Muslim Klasik (Medan:

Perdana Publishing, 2017).h.251


30 Wan Mohd Nor Wan Daud dan Khalif Muammar A. Harris, Budaya Ilmu: Makna dan Manifestasi

dalam Sejarah dan Masa Kini (Kuala Lumpur: CASIS dan HAKIM, 2019).h.24

Vol.01, No.01, 2020


54 | Zuhair Mubarrak Hazaa

Hal tersebut tidak berlangsung mulus tetapi mengalami beberapa kemunduran. Asari
menyatakan bahwa kemunduran besar terjadi pada masa Kaisar Justinian I yang cenderung
kurang menghargai ilmu pengetahuan akibat dorongan nafsu ekonomi yang begitu
menguat. Mereka menutup Athena dan sekolah-sekolah sehingga tokoh-tokoh
intelektualnya melakukan eksodus ke tempat yang menyediakan fasilitas keilmuan di Timur
Tengah yaitu wilayah Irak dan Persia.31 Hal itu juga yang menjadikan peradaban intelektual
berkembang di daerah-daerah Timur Tengah.32 Kota Alexandria, merupakan kota yang
dibangun oleh Alexander Macedonia yang Agung, dan telah menjadi pusat pengembangan
filsafat dan ilmu pengetahuan sejak awalnya serta memberikan kontribusi yang signifikan
dan sempurna terhadap ilmu pengetahuan dan tradisi Asia dan Mesir kuno.33 Museum
Aleksandria diberitakan telah dilengkapi dengan ruang-ruang belajar, perpustakaan besar
dan observatorium raksasa, dengan beberapa ilmuan yang meniti karir mereka diantara
yang terkenal adalah Euclid pakar ilmu teknik, Archimedes pakar ilmu fisika, Eratostines
pakar geografi dan Aristorakhes ahli astronomi.34 Basya mengungkapkan bahwa ketenaran
kota Alexandria dikarenakan kemampuannya mewarisi dan melanjutkan kegiatan
intelektual pada masa peradaban Yunani, dan pencapaiannya dianggap mercusuar sastra,
seni dan ilmu pengetahuan. Hal tersebut dibuktikan dengan perpustakaan Alexandria yang
luas dan memuat enam ratus jilid buku. 35
Kontribusi lain yang dapat disebutkan berasal dari peradaban Yunani atau Greece
pada peradaban manusia, ialah kemampuan mereka dalam menjelaskan pengertian-
pengertian tentang realita kehidupan, hakikat alam semesta dan ilmu pengetahuan,
memahami alam semesta di bawah aturan rasional dan tunduk pada satu penciptaan.36 Hal
itu dapat dimaknai menjadi keistimewaan intelektualitas peradaban ini sehingga memiliki
kedudukan dalam hal pemikiran dan filsafat yang dibangun atas metode rasional dan
logis.37 Hal tersebut juga tidak terlepas dari keberadaan kaum Shophists (Sūfasṫā’iyyah) yang
menyatakan bahwa manusia tidak mungkin untuk mencapai ilmu pengetahuan yang pasti.38
Di sisi lain, transmisi keilmuan Yunani juga mengalami keselarasan dengan keilmuan
Babilonia dengan bukti keberadaan ilmu astronomi, meteorologi dan filsafat tentang
gerhana matahari ataupun gerhana bulan.39 Selanjutnya diyakini bahwa pandangan dan
perkembangan intelektual mereka juga menginspirasi bangsa Arab dan kaum Muslimin
untuk memulai aktifitas ilmiah dan intelektual, dan puncaknya kontak peradaban
intelektual muslimin dengan aktifitas intelektual yang dimulai pada abad 3 Hijriah/9
Masehi dan ke-4 Hijriyah /10 Masehi, yaitu dengan mengadakan penerjemahan karya-karya

31 Adapun ilmuan–ilmuan yang eksodus ialah: Justinianos, Athenius, Proclus, Damascius, Simplicius,
Eulamius, Pricianus, Diogenes dan Isidorus merupakan Ilmuan mencakup bidang bidang filsafat
alam, psikologi perawatan tubuh, astronomi dan sejarah.
32 Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah; Risalah Sejarah Sosial-Intelektual Muslim Klasik.h.253
33 Hasan Asari.h.253
34 Hasan Asari.h.254
35 Tamim Ansary, Destiny Disrupted: A History of of the World trought Islamic Eyes.h.23
36 Tamim Ansary.h.24
37 Syukur dan Hum, “ERA BARU HISTORIORAFI YUNANI KUNO.” h.62
38 Wan Mohd Nor Wan Daud dan Khalif Muammar A. Harris, Budaya Ilmu: Makna dan Manifestasi

dalam Sejarah dan Masa Kini.h.24


39 Tamim Ansary, Destiny Disrupted: A History of of the World trought Islamic Eyes.h.25

Bahsun Ilmy: Jurnal Pendidikan Islam


Nilai-Nilai Pendidikan dalam Peradaban Pra-Islam | 55

Yunani yang dianggap berguna dan tidak bertentangan dengan Islam, seperti: literatur
kedokteran, filsafat, astrologi, puisi-puisi pedagogik, sajak-sajak yang mengandung prinsip
dasar dan kebenaran, yang didukung secara penuh oleh Khalifah Islam saat itu Dinasti
Abbasyiah al-Ma’mun (813-833), sehingga menghasilkan lembaga penerjemah yang terkenal
dengan nama Dār al-Hikmah.40

D. Peradaban Romawi
Peradaban Romawi mendapat pengakuan dunia setelah menundukkan pemerintah
Macedonia dan Yunani pada tahun 197 SM. Saat itu, Mesir menggabungkan diri dan
dipimpin oleh Cleopatra pada tahun 52 SM setelah Julius Caesar berhasil menduduki
Prancis dan Jerman.41 Kekaisaran Romawi berbentuk kerajaan dengan pemimpin pertama
ialah Romulus. Sebelumya, raja-raja Romawi berasal dari keturunan pendatang sehingga
menyebabkan terjadinya pemberontakan dan akhirnya rakyat menggulingkan raja Lucius
Junius Brutus pada tahun 500 SM. Berakhir masa kekaisaran itu menandakan berakhirnya
bentuk pemerintahan Monarki dan berubah menjadi Republik.42 Pendapat yang lain
menyebut bahwa pemimpin pertama imperium ini adalah Augustus pada tahun 30 SM
setelah bentuk pemerintahan diubah menjadi Republik.43
Wilayah peradaban Romawi terletak di laut Mediterania, di bagian sebelah barat.
Leluhur mereka berasal dari bangsa Latinum yang merupakan campuran bangsa Etruskia
dan bangsa Yunani. Dari sini, terlihat bahwa mereka memiliki keuntungan yang diperoleh
dari peradaban-peradaban sebelumnya.44
Mengenai agama yang dianut resmi oleh kekaisaran ini adalah Kristen. Hal ini
ditetapkan oleh kaisar Theodosius yang juga membagi kekaisaran untuk kedua putranya
yaitu Honorius yang diberikan Kekaisaran Romawi Barat dengan Ibu kotanya Roma, dan
kepada Archadius diberikan kekuasaan di Romawi Timur dengan ibu kotanya
Konstantinopel.45
Sumbangan otentik peradaban ini adalah undang-undang ketatanegaraan dalam
bentuk negara Republik yang menjadi sesuatu hal yang baru di kalangan masyarakat dunia,
seperti undang-undang perkawinan yang menggambarkan tabiat dan hubungan masyarakat
dan individual serta gambarah hak dan kewajiban di dalamnya.46

40 Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah; Risalah Sejarah Sosial-Intelektual Muslim Klasik. h.257
41 Ahmad Fuad Basya, Sumbangan Keilmuan Islam pada Dunia.h.26
42 Yunani Hasan, “Romawi Dalam Magico Historia. Jurnal Pendidikan dan Kajian Sejarah,” 2013, 86–

92.h.88
43 Ahmad Fuad Basya, Sumbangan Keilmuan Islam pada Dunia. h. 26
44 Yunani Hasan, “Romawi Dalam Magico Historia. Jurnal Pendidikan dan Kajian Sejarah.”h.88
45 Yunani Hasan.h.90
46 Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia.h.26

Vol.01, No.01, 2020


56 | Zuhair Mubarrak Hazaa

E. Nilai-Nilai Pendidikan Peradaban Pra-Islam


Nilai dalam kamus bermakna harga, harga mata uang, (sifat) hal-hal yang penting atau
berguna bagi manusia.47 Sedangkan secara filosofis, nilai bermakna: kualitas hal yang dapat
disukai, berguna atau dapat menjadi objek kepentingan, apa saja yang berharga, bernilai
tinggi sebagai suatu kebaikan.48
Dari keterangan singkat itu, secara implisit, dapat disebutkan bahwa baik peradaban
Persia, Yunani maupun Romawi adalah peradaban-peradaban yang menaruh perhatian
besar dalam hal ilmu. Perhatian besar tersebut, dinyatakan Asari, adalah komitmen dan
upaya riil bagi setiap peradaban yang tumbuh dalam rekaman sejarah. “... tidak ada satu
peradaban pun, baik kuno maupun yang modern, yang menjadi maju, kecuali didahului
oleh satu perhatian serius terhadap ilmu pengetahuan...”.49
Tidak mengherankan jika Peradaban Islam yang muncul setelah peradaban-peradaban
tersebut juga memerhatikan secara mendalam perihal ilmu dan pengetahuan. Fase keemasan
yang dinisbatkan kepada dinasti Abbasiyah adalah bukti. Arif menukil Ibn Al-Nadim50,
Franz Rosenthal51, F.E. Peters52, dan Dimitri Gutas53 untuk menulis gambaran masa itu
sebagai berikut, “Penguasa Abbasiyah banyak merekrut kaum terpelajar setempat sebagai
pegawai dan staf ahli. Sebutlah, misalnya, Ibn al-Muqaffa‘ (w. 759 M) dan Yahyâ ibn Khâlid
ibn Barmak (w. 803 M), cendekiawan dan politisi keturunan Persia yang diangkat jadi
menteri pada masa itu. Lalu pada zaman pemerintahan Khalifah al-Ma’mûn (w.833 M)
digaraplah proyek penerjemahan, riset dan pengembangan secara massif. Ia mendirikan
sebuah research centre dan perpustakaan yang dinamakan Bayt al-Hikmah. Di antara mereka
yang aktif sebagai penerjemah dan peneliti tersebutlah nama-nama semisal Hunayn ibn
Ishâq dan anaknya Ishaq ibn Hunayn, Abu Bishr Matta ibn Yunus, dan Yahya ibn ‘Adi. Di
akhir abad ke-9 M, hampir seluruh korpus saintifik Yunani telah berhasil dialihbahasakan ke
Arab, meliputi pelbagai bidang ilmu, dari kedokteran, matematika, astronomi, fisika, hingga
filsafat, astrologi dan kimia.54
Jika demikian, karakteristik ataupun ciri khas dari setiap peradaban tidak dapat
disimpulkan dari perhatiannya terhadap dunia ilmu dan pendidikan. Hal itu karena
sebenarnya setiap peradaban merupakan buah dari kejeniusan kaum intelektual yang hidup
di dalamnya. Pandangan keagamaan adalah yang patut menjadi perhatian karena, baik
Persia, Yunani, Romawi bahkan Islam mencirikan peradabannya masing-masing
sesungguhnya berdasarkan pada pandangan keagamaan yang diyakini. Adapun aspek
kemanusiaan, kebijakan, perhatian terhadap ilmu, prinsip keadilan dan lain sebagainya

47 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, “Kamus Bahasa Indonesia.”h.1004


48 Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996).h.713
49 Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah; Risalah Sejarah Sosial-Intelektual Muslim Klasik. h.163
50 Ibn Al-Nadim, Kitab al-Fihrist, ed. oleh G. Flügel, vol. 1–2 (Leipzig: F.C.W. Vogel, 1871).
51 Franz Rosenthal, The Classical Heritage in Islam, trans. oleh E. Marmorstein dan J. Marmorstein

(London: Routledge, 1965).


52 F.E. Peters, Aristoteles Arabus (Leiden: E. J. Brill, 1968).
53 Dimitri Gutas, Greek Thought in Arabic Culture: The Graeco-Arabic Translation Movement in Baghdad and

Early ‘Abbasid Society (2nd-4th / 8th-10th Centuries) (London: Routledge, 1988).


54 Syamsuddin Arif, “Transmigrasi Ilmu: Dari Dunia Islam ke Eropa,” TSAQAFAH 6, no. 2 (30

November 2010): 199–213, https://doi.org/10.21111/tsaqafah.v6i2.117.

Bahsun Ilmy: Jurnal Pendidikan Islam


Nilai-Nilai Pendidikan dalam Peradaban Pra-Islam | 57

sebagaimana tercorak dari masing-masing peradaban sebagaimana tersebut di atas, terlihat


dalam sejarah, sering berubah dengan perubahan pengakuan agama resmi yang ada di
peradaban dimaksud.

F. Kesimpulan
Telah disebut di pendahuluan artikel ini bahwa pernyataan al-hikmah yang hilang dari
genggaman orang mukmin seharusnya dipahami orang-orang yang berkegiatan di dunia
pendidikan sebagai provokasi yang memancing gerak mereka untuk memilikinya kembali.
Al-hikmah tersebut, lewat tulisan ini, dipaparkan tercecer di peradaban-peradaban yang
pernah ada di muka bumi, bahkan sebelum Islam dilembagakan dalam sebutan agama. Baik
Persia, Yunani maupun Romawi adalah peradaban-peradaban yang menaruh perhatian
mendalam terhadap kegiatan ilmu pengetahuan dan pendidikan. Imbas kejayaan mereka
adalah pengaruh dari perhatian tersebut. Begitu juga dampak kemundurannya sebagaimana
yang terpapar dari peradaban Yunani adalah akibat hilangnya perhatian terhadap ilmu
pengetahuan dan pendidikan. Dengan demikian, karakteristik ataupun ciri khas dari setiap
peradaban tidak dapat disimpulkan dari perhatiannya terhadap dunia ilmu dan pendidikan.
Hal itu karena sebenarnya setiap peradaban merupakan buah dari kejeniusan kaum
intelektual yang hidup di dalamnya. Pandangan keagamaan adalah yang patut menjadi
perhatian karena, baik Persia, Yunani, Romawi bahkan Islam mencirikan peradabannya
masing-masing sesungguhnya berdasarkan pada pandangan keagamaan yang diyakini.

G. Referensi
A. J. Wensinck, Mu’jam al-Mufahras Li alfaẓi al-Hadiṩ al-Nabawy (Leiden: Maktabah Bril, 1962).
Abu Faḍl Jamāl al-din Muhammad bin Mukarram Ibn Manẓūr al-Afriqy al-Miṣry, Lisān al-
Arab (Beirut: Dār ṣādir, t.t.).
Ahmad Fuad Basya, Sumbangan Keilmuan Islam pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2015).
Ahmad Hatta, dkk., The Great Story of Muhammad SAW; Referensi Lengkap Hidup Rasulullah
SAW dari Sebelum Kelahiran Hingga Detik-Detik Terakhir (Jakarta: Maghfirah Pustaka,
2011)
Dimitri Gutas, Greek Thought in Arabic Culture: The Graeco-Arabic Translation Movement in
Baghdad and Early ‘Abbasid Society (2nd-4th / 8th-10th Centuries) (London: Routledge,
1988).
F.E. Peters, Aristoteles Arabus (Leiden: E. J. Brill, 1968).
Franz Rosenthal, The Classical Heritage in Islam, trans. oleh E. Marmorstein dan J.
Marmorstein (London: Routledge, 1965).
Haidar Putra Daulay, Pendidikan Islam dalam perspektif Filsafat (Jakarta: Prenadamedia Group,
2016).
Hamid Fahmy Zarkasyi, “Tamaddun sebagai Konsep Peradaban Islam,” TSAQAFAH 11, no.
1 (30 November 2015): 1, ttps://doi.org/10.21111/tsaqafah.v11i1.251.
Hasan Asari, Menguak Sejarah Mencari Ibrah; Risalah Sejarah Sosial-Intelektual Muslim Klasik
(Medan: Perdana Publishing, 2017).

Vol.01, No.01, 2020


58 | Zuhair Mubarrak Hazaa

Ibn Al-Nadim, Kitab al-Fihrist, ed. oleh G. Flügel, vol. 1–2 (Leipzig: F.C.W. Vogel, 1871).
Lorens Bagus, Kamus Filsafat (Jakarta: Gramedia, 1996).
Raghib As-Sirjani, Sumbangan Peradaban Islam pada Dunia (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2009).
Sayyid Rasyīd Riḍā, Tafsīr al-Qurān al-Hakīm (Tafsīr al-Manār), vol. 1 (Qohirah: Dār al-Manār,
1947).
Sudrajat Sudrajat, “Yunani Sebagai Icon Peradaban Barat” dalam ISTORIA: Jurnal Pendidikan
dan Ilmu Sejarah, vol. 8, no. 1 (5 Maret 2015),
https://doi.org/10.21831/istoria.v8i1.3721.
Syamsuddin Arif, “Transmigrasi Ilmu: Dari Dunia Islam ke Eropa,” TSAQAFAH 6, no. 2 (30
November 2010): 199–213, https://doi.org/10.21111/tsaqafah.v6i2.117.
Tamim Ansary, Destiny Disrupted: A History of of the World trought Islamic Eyes, trans. oleh
Yiliani Liputo (Jakarta: Zaman, 2015).
Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa
Departemen Pendidikan Nasional, 2008)
Tutik Hasanah, Islamic Golden Prespective Benang Merah Sejarah Islam (Solo: Tinta Medina,
Creative Imprint of Tiga Serangkai, 2012).
Wan Mohd Nor Wan Daud dan Khalif Muammar A. Harris, Budaya Ilmu: Makna dan
Manifestasi dalam Sejarah dan Masa Kini (Kuala Lumpur: CASIS dan HAKIM, 2019).

Bahsun Ilmy: Jurnal Pendidikan Islam

Anda mungkin juga menyukai