Anda di halaman 1dari 7

ANALISIS TITIK IMPAS (Break Even Point) USAHA PENGOLAHAN IKAN

SALAI PATIN DI DESA KOTO MESJID KECAMATAN XIII KOTO


KAMPAR KABUPATEN KAMPAR PROVINSI RIAU
By

Mastaulina Siagian1) M. Ramli2) and Firman Nugroho2)


Email: mastaulinasiagian@yahoo.com

ABSTRACT

This research was conducted to analyze break even point of smoked catfish
(Pangasius sutchi) processing in the Koto Mesjid village. The method used in this
study was a survey method with five (5) respondents. Break even point Analysis is
analysis to determine break even point of company's management, thats mean there is
no profit and no loss so can determine compatible price and sale. The results showed
that the smoked fish processing pangasius in December 2013 was able to reach the
break-even point (BEP) at Rp. 9.570.000 with total revenue (TR) Rp. 183.048.000,
the total fixed costs (FC) Rp. 8.176.390 and total variable costs (VC) Rp.
759.247.000 and margin of safety (MoS) 95%. Based on the result, this bussiness had
financial advantages that efficient with R/C ratio 1.19. The bussiness Constraints was
lack of raw materials for processed catfish in the village.

Keyword : Production, Marketing, Catfish, BEP, Kampar Regency

1) Student of the Faculty of fisheries and Marine Science, University of Riau


2) Lecturer of the Faculty of fisheries and Marine Science, University of Riau

PENDAHULUAN agar mutu dan kualitas ikan dapat


Usaha perikanan merupakan dipertahankan lebih lama. Pengolahan
suatu kegiatan usaha ekonomis, merupakan salah satu cara mengatasi
dimana manusia mengusahakan, masalah pembusukan ini, sehingga
mengelola dan mengendalikan ikan mampu disimpan lebih lama lagi
sumberdaya hayati perikanan untuk sampai tiba waktunya dijadikan
mendapatkan keuntungan sebesar- sebagai bahan konsumsi.
besarnya demi meningkatkan POKLAHSAR (Kelompok
kesejahteraan dan pendapatan Pengolah dan Pemasar) yang berada di
pengolah. Produk perikanan desa Koto Mesjid merupakan
mempunyai sifat khusus, yaitu cepat kelompok di Desa Koto Mesjid yang
mengalami rusak (membusuk). Dalam mengolah ikan segar menjadi beberapa
delapan jam setelah ikan ditangkap macam produk ikan salai patin,
dan didaratkan ikan-ikan sudah nugget, abon, dendeng ikan, kerupuk
memperlihatkan tanda-tanda ikan dan ikan asin. Dalam berproduksi
kerusakan. Oleh karena itu produk pengolah memperoleh bahan baku ikan
perikanan perlu penanganan khusus patin (Pangasius sutchi) dari petani

1
ikan yang ada di desa Koto Mesjid dan keberadaan sektor informal seperti
Pulau Gadang. Dalam satu bulan pada sentra minapolitan Desa Koto
pengolah memproduksi ikan salai patin Mesjid dan bisa memberikan
sebanyak 6-8 kali dengan rata-rata kontribusi pemikiran dan upaya-upaya
penggunaan bahan baku ikan patin pengembangan dan pemberdayaan
segar sebanyak 10.449 Kg. Dalam usaha perikanan.
proses produksi kelompok pengolah
mengalami hambatan karena bahan METODE PENELITIAN
baku ikan patin yang dipasok dari
petani ikan yang ada di desa Koto Penelitian ini dilaksanakan pada
Mesjid kurang, sementara pengolah tanggal 3-10 Januari 2014 di Desa
tidak ingin memasok ikan dari luar Koto Mesjid Kecamatan XIII Koto
daerah Koto Mesjid karena rasanya Kampar Kabupaten Kampar Provinsi
tidak sama apabila memasok ikan dari Riau. Dalam penelitian ini yang
luar daerah. menjadi responden sebagai sumber
Desa Koto Mesjid memiliki informasi data penelitian adalah
julukan sebagai ”Kampung Patin” masing-masing ketua kelompok
dengan motto ”Tiada rumah tanpa pengolah ikan salai patin. Data yang
ikan” karena rata-rata masyarakat di dikumpulkan dalam penelitian
desa Koto Mesjid melakukan budidaya meliputi data seputar kegiatan usaha
ikan patin. Usaha pengolahan ikan pengolahan selama satu bulan. Untuk
salai patin dilakukan oleh masyarakat menggali informasi tersebut terhadap
ini sudah berjalan sejak tahun 2003. responden dilakukan wawancara
Yang menjadi pertanyaan adalah langsung, Informasi yang didapat dari
pada titik impas penjualan berapa hasil wawancara dianalisis dan
usaha pengolahan ikan salai patin tidak kemudian dideskripsikan untuk
mengalami laba dan rugi, dan apakah mengambil suatu kesimpulan dari hasil
pada titik impas tersebut perusahaan penelitian.
dalam kondisi margin aman. Metode yang digunakan dalam
Berdasarkan latar belakang penelitian ini adalah metode survei
diatas, maka penulis tertarik untuk yaitu dengan cara pengamatan
melakukan penelitian mengenai langsung dan melakukan wawancara
analisis titik impas (BEP) usaha dengan responden dilokasi penelitian
pengolahan ikan salai patin. dengan berpedoman pada daftar
Adapun tujuan penelitian yang pertanyaan atau kuisioner yang
dilakukan adalah untuk mengetahui terstruktur. (Gempar. S, 2005)
berapa titik impas penjualan dan Kemudian untuk dapat
masalah apa yang dihadapi pengolah tercapainya tujuan penelitian alat
dalam menjalankan usaha pengolahan analisis yang digunakan sebagai
ikan salai patin (Pangasius sutchi) di berikut:
Desa Koto Kampar. 1. Untuk mengetahui titik impas
Sedangkan manfaat yang digunakan formulasi:
diharapkan dari hasil penelitian ini a. BEP (unit) = TFC/ (P-AVC)
yaitu sebagai bahan referensi bagi b. BEP (rupiah)
peneliti yang ingin menelaah

2
pengolahan terlebih dilakukan dengan
BEP = harga bersaing. Desa Koto Mesjid
merpakan desa yang awalnya
merupakan desa transmigrasi
2. Untuk mengetahui besarnya harga penduduk lokal akibat pembangunan
pokok produksi digunakan PLTA dan merupakan desa yang
formulasi total biaya produksi miskin. Namun dengan pembinaan
dibagi dengan jumlah produk pengembangan perikanan membuat
3. Analisis pendapatan: desa ini menjadi desa yang sejahtera di
π = Total Penerimaan - Total Biaya Kampar. Pembinaan yang dilakukan
4. Perbandingan penerimaan dan dalam bentuk pemberian pinjaman dan
biaya usaha pengolahan pelatihan. 5 kelompok usaha
pengolahan ikan salai patin yang
R/C rasio =
terdapat di desa Koto Mesjid masing-
Dimana: masing diketuai oleh Jabarullah,
TR = Total Penerimaan Mustakim, Yendri, Yulkhaidir, dan
TC = Total Biaya Februs Aferi dengan masing-masing
TVC = Biaya Variabel perbulan pengolah memiliki pekerjaan lain
TFC = Biaya Tetap perbulan sebagai petani karet.
5. Analisis titik impas dapat Masing-masing pengolah ikan
digunakan untuk menentukan salai di desa Koto Mesjid
marjin aman. Caranya dengan memperkerjakan tenaga kerja rata-rata
mengurangkan penjualan dalam sebanyak 7 orang, 2 diantaranya
kondisi titik impas dari total sebagai penyalai, 2 orang sebagai
penjualan dikalikan seratus persen penangkap, dan 3 orang untuk
membersihkan ikan yang terdiri dari
HASIL DAN PEMBAHASAN kaum perempuan. Seluruh pekerja
Sekilas Tentang POKLAHSAR Desa adalah warga atau penduduk di desa
Koto Mesjid. itu sendiri. Tenaga kerja diberi upah
sebesar Rp. 500/Kg untuk pekerja
POKLAHSAR (Kelompok penyalai Rp. 300/Kg untuk penangkap
Pengolah dan Pemasar) berada dan pembersih ikan.
dibawah naungan UPTD merupakan Dalam pegembangannya mulai
wadah yang menampung hasil tahun 2003-2012 desa Koto Mesjid
perikanan dari petani ikan Desa Koto mendapat bantuan daripemerintah
Mesjid dan sekitar daerah Koto Kabupaten Kampar dan Pemprov.
Kampar dengan melakukan Riau berupa bangunan tempat
pengolahan untuk mendapatkan nilai penyalaian dan perlengkapan lainnya
tambah melalui mutu, gaya, rasa, senilai 9,2 M kepada 185 UKM di desa
kemasan bentuk produk yang Koto Mesjid dan Pulau Gadang.
menyerap tenaga kerja dan Bahkan desa ini sudah meraih
meningkatkan harga yang pada penghargaan Adi Bakti Mina Bahari
gilirannya mendapatkan keuntungan pembudidaya teladan dan juara 1
untuk mengembangkan usaha pengolahan patin tingkat provinsi Riau

3
dan ditetapkan sebagai desa pengolah menggunakan kayu
pengembangan terpadu. rambutan adalah karena kayu
rambutan keras, apinya kuat dan asap
Produksi dan Pemasaran yang ditimbulkan sedikit.

Proses produksi usaha Biaya Produksi Usaha Pengolahan


pengolahan ikan salai patin di desa Ikan Salai Patin
Koto Mesjid dalam sebulan dilakukan
6-8 kali produksi. Dalam satu periode Biaya produksi atau biaya
perputaran produksi waktu yang manufaktur merupakan biaya yang
diperlukan mencapai 2-3 hari, dan dikeluarkan untuk proses produksi
dalam seminggu pengolah berproduksi usaha pengolahan ikan salai. Biaya
2-3 kali, sehingga dalam sebulan dalam usaha pengolahan ikan salai
diperkirakan pengolah memproduksi patin meliputi biaya tetap dan biaya
ikan salai patin sebanyak 15.580 Kg. variabel. Biaya tetap meliput biaya
harga ikan yang dibeli oleh pengolah transportasi, biaya penyusutan,
dari petani ikan adalah Rp. 13.000/Kg. perawatan alat-alat pengolahan, dan
Ikan salai patin yang diproduksi biaya telepon/pulsa. Besarnya biaya
dipasarkan ke Pasar Bangkinang, Air produksi yang dikeluarkan kelompok
Tiris, dan Kuok. Dari agen kemudian pengolah dan pemasar (Poklahsar)
ikan patin menyebar ke Pekanbaru, ikan salai patin perbulan sebesar Rp.
Siak, Batam, Jambi, Jakarta, hingga ke 753.189.500. Untuk lebih jelasnya
negeri tetangga Malaysia. Untuk komponen-komponen biaya produksi
pasokan ikan salai pengolah langsung masing-masing produk dapat dilihat
memasarkan dari sentra UPTD dan pada tabel berikut:
diantar ketiga tempat tadi. Setelah itu
baru dipasarkan lagi kedaerah lain
hingga ke luar negeri.
Produk unggulan sentra
pengolahan UPTD Desa Koto Mesjid
ini adalah ikan salai patin. Dalam
seminggu produksi ikan salai patin ini
menggunakan bahan baku dan bahan
penunjang dalam proses produksinya.
Bahan baku yang digunakan pengolah
untuk memproduksi ikan salai patin
adalah ikan patin segar, kayu bakar,
dan minyak tanah. Kayu bakar yang
digunakan pengolah di Desa Koto
Mesjid adalah kayu rambutan. Alasan

4
Tabel 1. Struktur Komponen Biaya Produksi Ikan Salai Patin Perbulan

No Komponen Jumlah Harga/ Jumlah Biaya Persentasi


Biaya Satuan (Rp)
A. Biaya Bahan-bahan
1. Ikan Patin segar 52.245 Kg 13.000 Rp.679.185.000 90,34%
2. Kayu bakar 68 Mobil 175.000 Rp. 11.900.000 1,6%
3. Minyak Tanah 10 Liter 8.500 Rp. 85.000 0,01%
Jumlah Rp.691.170.000 91,95%
B. Biaya Tenaga Kerja
1. Penyalai 10 orang Rp.2.612.250 Rp. 26.122.500 3,47%
2. Penangkap 10 orang Rp.1.567.350 Rp. 15.673.500 2,08%
3. Pembersih 15 orang Rp.1.044.900 Rp. 15.673.500 2,08%
Jumlah Rp. 57.469.500 7,63%
C. Biaya Lain-lain
1. Kardus 525 buah Rp. 6.000 Rp. 3.150.000 0,42%
Jumlah biaya produksi (A+B+C) Rp.751.789.500 100,00%
Biaya Produksi per Kg (15.580 Kg) Rp. 48.253 per Kg

Pada tabel 1 terlihat komponen dikeluarkan pengolah dalam satu bulan


biaya produksi terbesar ada pada adalah sebesar Rp. 8.176.390,-.
pengadaan bahan baku utama, yaitu Biaya variabel adalah biaya
ikan patin segar sebanyak 90,34% dari yang dikeluarkan secara berubah-ubah
total biaya produksi, lalu kemudian dan perubahannya sejajar dengan
diikuti komponen biaya tenaga kerja besarnya volume produksi (Sadli,
sebesar 7,63%. Dari 52.245 Kg bahan 1980). Biaya variabel untuk
baku ikan patin segar setelah diolah memproduksi ikan salai patin terdiri
hanya menghasilkan 15.580 Kg ikan dari pembelian bahan baku ikan patin
salai patin atau sekitar 30% dari berat segar, kayu bakar, minyak tanah,
bahan baku, sehingga biaya atau harga pengemasan dan tenaga kerja. Biaya
pokok yang diperlukan untuk variabel yang dikeluarkan pengolah
memproduksi ikan salai patin sebesar ikan salai patin desa Koto Mesjid
Rp. 48.778,-. Produk ikan salai patin adalah sebesar Rp. 751.789.500,-.
dijual dengan harga Rp. 58.000,- per
Kg. Total Biaya Produksi (Total Cost)

Biaya Tetap dan Biaya Variabel Total biaya produksi (Total


Cost) merupakan penjumlahan biaya
Biaya tetap yang dikeluarkan tetap (Fixed Cost) dan biaya tidak
oleh pengolah dalam satu bulan terdiri tetap (Variable Cost). Total biaya
dari biaya transportasi, biaya listrik, produksi pengasapan ikan salai patin
telepon (pulsa), perawatan dan biaya- desa Koto Mesjid sebesar Rp.
biaya lain. Biaya tetap yang 759.965.890,-.

5
Penerimaan dan Pendapatan Untuk mengetahui penerimaan,
biaya, dan pendapatan usaha yang
Pendapatan merupakan hasil diperoleh pengolah pengasapan ikan
akhir dari penerimaan dikurangi salai patin (Pangasius sutchi) di desa
dengan total biaya yang dikeluarkan Koto Mesjid Kecamatan XIII Koto
dalam suatu produksi dikalikan dengan Kampar dapat dilihat pada Tabel 2
harga produksi (Soekartawi, 2001:24). dibawah ini:

Tabel 2. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usaha Pengolahan Ikan Salai Patin
No. Uraian Jumlah (Rp)
1. Penerimaan 903.640.000
2. Total Biaya 759.965.890
3. Pendapatan 143.674.110
Sumber: Data Primer, 2013
pengolah ikan salai patin desa Koto
Analisis Titik Impas (BEP) Mesjid sudah menerima pulang pokok
dan bila penjualan mampu diatas titik
Titik impas atau titik pulang impas dipastikan perusahaan akan
pokok yang sering juga disebut break berlaba. Dengan asumsi-asumsi yang
even point (BEP) merupakan alat ukur digunakan antara lain: biaya tetap
untuk menentukan berapa penjualan tidak mengalami perubahan, harga
yang tidak menghasilkan laba atau jual per unit tidak berubah selama
rugi. Disamping itu analisis titik impas periode melakukan analisa, pengolah
juga dapat digunakan untuk hanya membuat satu jenis produk,
menentukan marjin aman bagi kapasitas produksi pengolah relatif
perusahaan. konstan, dan harga faktor produksi
Kelayakan usaha pengolahan relatif konstan.
dapat dilanjutkan apabila memberikan
nilai ekonomi atau menguntungkan. KESIMPULAN DAN SARAN
Keuntungan didapat setelah diketahui
titik impas atau break even point a. Kesimpulan
(BEP) dari usaha pengolahan tersebut.
Dari hasil perhitungan BEP (unit) Berdasarkan hasil analisis
usaha pengolahan ikan salai patin desa biaya produksi dan titik impas
Koto Mesjid dinyatakan bahwa terhadap pengolahan ikan salai patin
pengolah akan mencapai titik impas desa Koto Mesjid dapat diambil
apabila tingkat produksinya sebanyak beberapa kesimpulan:
838,86 Kg dengan harga jual Rp. 1. Biaya tetap yang dikeluarkan untuk
58.000,-/Kg. Jika dihitung dalam usaha pengolahan ikan salai patin
rupiah menjadi Rp. 48.668.988,- sebesar Rp. 8.176.390,-/bulan,
dengan margin aman (MoS) sebesar sedangkan biaya variabel sebesar
95%. Artinya pada titik impas Rp. 751.789.500,-/bulan, dan
penjualan sebesar Rp. 48.668.988,- sebesar Rp. 48.253/Kg.

6
2. Harga pokok produksi ikan salai Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi
patin sebesar Rp. 48.778,-/Kg, Riau. 2002. Laporan
sedangkan harga jual ikan salai Tahunan Dinas Perikanan
sebesar Rp. 58.000,-/Kg, sehingga Daerah Tingkat I Provinsi
ada keuntungan yang diperoleh Riau. Pekanbaru. Dalam
sebesar Rp. 9.222,-/Kg. www.utusanriau.com
3. Jumlah penerimaan usaha Gempar, S. 2005. Metodologi
pengasapan ikan patin sebesar Rp. Penelitian Kuantitatif.
903.640.000,-/bulan dengan Marabessy, Ismael. 2005. Aplikasi
keuntungan yang diperoleh sebesar Asap Cair Dalam
Rp. 143.674.110,-/bulan. Dengan Pengolahan Ikan Tongkol
tingkat keuntungan sebesar (Euthynnus affinis) Asap.
15,89%. Artinya, setiap Politeknik Perikanan
penerimaan Rp. 1000,- akan Negeri Tual. Maluku.
diperoleh keuntungan sebesar Rp. Dalam
158,8,-. www.repository.ipb.ac.id
4. Titik impas penjualan (BEP) Moelyanto. 1992. Pengawetan dan
terjadi pada penjualan sebanyak Pengolahan Hasil
838,86 Kg atau sebesar Rp. Perikanan. Jakarta. 87 hal.
48.668.988,- dengan titik aman Ramli. 2005. Pengantar Akuntansi
pengolahan sebesar 94,6%. Agribisnis. Faperika Press.
Dengan kata lain, usaha Uiversitas Riau.
pengolahan ikan salai patin cukup Pekanbaru. 125 hal.
aman diusahakan. Soekartawi. 2001. Agribisnis Teori
dan Aplikasinya. CV.
b. Saran Rajawali Press Jakarta.

Mengingat bahwa pada


dasarnya usaha pengolahan ikan salai
patin cukupmenguntungkan, maka
untuk meningkatkan besarnya
keuntungan bisa diupayakan dengan
memproduksi diatas titik impas
melalui peningkatan jumlah produksi
tiap bulan dan memperluas daerah
pemasarannya. Dengan demikian bisa
diperoleh tingkat permintaan yang
lebih tinggi, sehingga diharapkan
memperoleh laba yang lebih besar.

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan


Pengawetan Ikan. Jakarta:
Bumi Aksara. 160 hal.

Anda mungkin juga menyukai