Anda di halaman 1dari 118

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Orientasi sub sektor perikanan dalam pembangunan nasional adalah sebagai

pemasok kebutuhan konsumsi dan gizi masyarakat, memperluas kesempatan

kerja dan berwirausaha, peningkatan devisa negara melalui ekspor hasil perikanan

dan mampu mendorong munculnya industri baru di sektor pertanian

khususnya sub sektor perikanan (Soekartawi, 2005). Agribisnis yang baik untuk

dikembangkan dan memiliki prospek yang cukup baik salah satunya adalah

akuakultur. Akuakultur merupakan sektor penghasil makanan dengan

perkembangan tercepat dan perkembangan serta peningkatannya terjadi hampir di

semua daerah. Populasi global yang meningkat juga meningkatkan permintaan

produk akuatik juga meningkat (Subasinghe dan Soto, 2009). Bagi negara

berkembang dimana menghasilkan 90% hasil dunia, akuakultur merupakan

sumber protein, pekerjaan, pendapatan dan devisa negara (Hishamunda, 2017).

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2017) mengatakan akan

mendorong pemanfaatan potensi nilai ekonomi perikanan budidaya agar mampu

berkontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Adapun kepemilikan total

potensi luas lahan indikatif sekitar 17 juta hektare (ha). Jika saja mampu

dimanfaatkan luas lahan efektifnya secara optimal bisa meraup nilai ekonomi

untuk dongkrak PDB. Hal lainnya, subsektor perikanan budidaya juga

berkontribusi terhadap ekonomi masyarakat. Dewasa ini, Nilai Tukar

1
1
Pembudidaya Ikan (NTPI) 2018 harus lebih dari 100. NTPI 2017 mencapai

angka 99,7 dengan pendapatan pembudidaya yang pada 2017 mencapai Rp 3,28

juta akan ditingkatkan dengan terus menciptakan efesiensi usaha budidaya. Dari

data ini menunjukkan tingkat kesejahteraan pembudidaya ikan masih kurang,

karena nilai NTPI nya kurang dari 100.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat angka sementara

produksi perikanan nasional mencapai 23,26 juta ton pada 2017. Volume produksi

perikanan tersebut mengalami pertumbuhan rata-rata yang lebih tinggi dari

periode sebelumnya. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, total produksi

perikanan nasional pada 2014 sebanyak 20,84 juta ton yang terdiri dari 14,36 juta

ton perikanan budidaya dan 6,48 juta ton perikanan tangkap. Pada 2015, total

produksi perikanan nasional tumbuh menjadi 22,15 juta ton yang terdiri dari 15,63

juta ton perikanan budidaya dan 6,52 juta ton perikanan tangkap. Volumenya

terus naik hingga 2016 dengan total produksi ikan sebanyak 23,51 juta ton. Angka

itu terdiri dari 16,68 juta ton perikanan budidaya dan 6,83 juta ton perikanan

tangkap. Kinerja ekspor subsektor budidaya menunjukkan neraca positif. BPS

mencatat, ekspor perikanan budidaya 2017 menembus US$ 207,80 juta atau naik

20,37% dari 2016 sebesar US$ 176,60 juta. Kinerja ekspor menjadi salah satu

komponen yang diharapkan mendongkrak nilai PDB Indonesia.


1
NTPI merupakan rasio antara indeks harga yang diterima oleh pembudidaya ikan
(lt) dengan indeks harga yang dibayar oleh pembudidaya ikan (lb), yang
dinyatakan dalam persentase, NTPI > 100 berarti pendapatan pembudidaya lebih
tinggi dibandingkan pengeluarannya, atau mengalami surplus. NTPI < 100
pengeluaran pembudidaya ikan untuk konsumsi rumah tangga dan biaya produksi
lebih tinggi dari pada pendapatan hasil usahanya. NTPI = 100 berarti penapatan
hasil usaha sama dengan pengeluaran untuk biayakonsumsi rumah tangga dan
kebutuhan produksi.

2
Ikan patin memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan secara

komersial, karena ikan konsumsi air tawar ini relatif lebih mudah

dibudidayakan, bernilai ekonomis, dan banyak digemari oleh masyarakat

terutama di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Zelvina, 2009). Budidaya ikan

patin di Indonesia secara umum berkembang di daerah Jawa Barat,

Kalimantan, dan Sumatera. Pembenihan ikan patin lebih banyak berkembang di

Jawa Barat dibanding daerah lain, hal ini dikarenakan oleh kondisi cuaca, iklim,

dan pH air yang menunjang, serta pakan yang berupa cacing sutera banyak

ditemukan di Jawa Barat. Selain itu teknologi penyuntikan dan pengekstraksian

kelenjar hipofisa di Jawa Barat lebih berkembang. Hal ini berbeda dengan

wilayah Kalimantan dan Sumatera yang lebih fokus pada usaha pembesaran

(Bukit, 2007).

Provinsi Jambi dinilai sangat siap menjadi sentra pengembangan ikan patin

nasional, setelah daerah tersebut fokus mengembangkan sektor perikanan

budidaya dalam beberapa tahun terakhir. Kementerian Kelautan dan Perikanan

(KKP) 2017 mengatakan, pengembangan Jambi menjadi sentra ikan patin

nasional, tak lepas dari program pengembangan usaha budidaya melalui sistem

klasterisasi berbasis komoditas unggulan daerah. Beliau mengatakan Strategi ini

sangat ampuh untuk percepatan pengembangan kawasan, karena pada prinsipnya

setiap komoditas yang dikembangkan memiliki karakteristik yang khas sesuai

kondisi lokasi, pengembangan Provinsi Jambi menjadi sentra produksi patin

nasional, akan diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan patin di dalam negeri.

Agar pengembangan sentra produksi di berbagai daerah, khususnya seperti di

3
Jambi, KKP akan terus melakukan pengembangan pakan ikan mandiri di sentra-

sentra tersebut. Selain untuk kemudahan pasokan, kata dia, melalui pakan

mandiri, biaya produksi juga bisa ditekan menjadi lebih murah. Salah satu daerah

atau kabupaten pernyumbang ikan terbesar yaitu Kabupaten Muaro Jambi. Bisnis

budidaya ikan patin di Muarojambi semakin bergairah, seiring dengan petani ikan

patin yang saat ini cukup kesulitan untuk memenuhi permintaan pasar.

Tabel 1.1 Produksi Perikanan Budidaya di Kabupaten Muaro Jambi Tahun

2013-2017

Luas Kolam (Ha)


No Kecamatan
2013 2014 2015 2016 2017
1. Kumpeh Ulu 9,087.5 11,477.5 10,845.8 10,708.1 10,812.0
2. Jambi Luar Kota 5,228.5 6,479.1 6,674.7 6,521.8 6,834.6
3. Sungai Gelam 5,576.2 5,793.6 5,354.5 5,839.9 5,943.1
4. Sekernan 416.9 435.3 978.4 925.9 1,019.9
5. Mestong 378.2 350.5 284.5 536.2 536.1
6. Kumpeh 70.0 82.6 75.0 4.4 4.0
7. Maro Sebo 259.5 224.5 200.0 35.5 37.4
8. Taman Rajo 112.0 145.0 98.0 61.3 57.2
9. Sungai Bahar 85.4 134.5 65.5 29.0 30.0
10. Bahar Utara 65.0 86.2 45.3 13.2 10.7
11. Bahar Selatan 52.9 57.3 57.3 12.6 10.0
Total 21,332.1 25,266.1 24,679.0 24,687.9 25,295.0
Sumber : Dinas Perikanan Kabupaten Muaro Jambi, 2017

Kecamatan Kumpeh Ulu, Desa Kota Karang merupakan salah satu sentra

perikanan budidaya ikan patin di Kabupaten Muaro Jambi. Kelompok peternak

dan pembudidaya ikan di Desa Kota Karang, Kecamatan Kumpeh Ulu,

Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi setiap tahun bisa menghasilkan 1.850

ton ikan patin untuk memenuhi sebagian besar pasar di Kota Jambi maupun

provinsi tetangga. Setiap panen peternak menyuplai ke Kabupaten Sarolangun,

Bungo, Bangko. Setiap hari dipanen 5 ton sehari, dengan berat 5 ons hingga 1 kg.

Adapun pengiriman ikan patin di Luar Provinsi Jambi yaitu Palembang, Lubuk

4
Linggau, Bengkulu, Padang, Medan yang meminta 10 ton per hari, serta dari

Jakarta dan kota besar lainnya dengan permintaan patin lebih dari 5 ton perhari.

Panen ikan patin dilakukan sebanyak dua kali dalam setahun atau lima bulan

sekali, dengan per kolam menghasilkan lebih kurang dua ton ikan patin. (Dinas

Perikanan Kumpeh Ulu, 2018).

Luas lahan kolam ikan patin di Desa Kota Karang sebesar 300 ha dengan

jumlah kolam ikan sebanyak 1.500 kolam, ukuran rata-rata kolam ikan yaitu 30 x

15 m2 (Dinas Perikanan Kumpeh Ulu, 2018). Saat musim panen telah datang

pelanggan langsung datang ke kolam, kegiatan panen kerap dilakukan setiap hari

karena setiap hari ada saja warga yang akan memanen kolamnya karena umur

ikan telah mencapai waktu untuk dipanen. Pada awal memasukkan bibit ikan ke

dalam kolam maka pada waktu panen tidak berbanding sesuai dengan bibit yang

dimasukkan. Misalnya di masukkan bibit sebanyak 7000 bibit ikan menjelang

waktu panen jumlah ikan yang dipanen akan berkurang menjadi 5000 ikan, jadi

ikan yang terbuang sebanyak 2000 ikan, belum lagi dengan pakan yang akan

diberikan berkisar 6,5 ton menjelang panen. Semakin banyak benih yang

dimasukkan kedalam kolam dengan penyesuaian besaran kolam maka akan

membutuhkan lebih banyaklagi pakan ikannya. Selain itu modal awal pembuatan

kolam yang sangat besar. Semakin besar kolam ikan maka peternak ikan dalam

memsukkan bibit ikan dengan jumlahyang banyak kedalam kolam ikan tersebut.

Jika pengisian awal benih hanya terjadi perselisihan sedikit dengan waktu saat

panen maka peternak akan mendapat kentungan dari output yang dihasilkan.

Begitu juga sebaliknya, jika pemasukkan bibit jauh merosot dibandingkan saat

5
panen maka petani tidak mendapatkan untung yang banyak dari penerimaan

output ikan patin tersebut. Selain dari pada masalah input adapun perubahan

cuaca yang secara tiba-tiba akan membuat ikan tersebut mati, hal ini tentu akan

mengurangi produksi ikan patin. Itulah permasalahan yang dialami pembudidaya

kolam ikan di Desa Kota Karang. Hal ini tergantung lagi kepada peternak ikan

patin bagaimana caranya untuk mengefesiensikan output ikan patin dengan

memilih bibit yang berkualitas, dan memaksimalkan gizi ikan tersebut dengan

pakan yang baik serta pembuatan kolam yang bisa memberikan keuntungan,

dapat juga dengan mengefesiensikannya kegiatan usahatani yang ada. Dan

memberikan perlindungan berupa alat disaat perubahan cuaca yang ektream.

Tingkat efisiensi akan berdampak pada penerimaan, sehingga efisiensi dalam

produksi sangat diperlukan agar keuntungan yang diperoleh menjadi lebih

besar. Tuntutan bekerja secara efisien tidak dapat dihindari dalam bisnis,

termasuk budidaya perikanan, seringkali ditemukan bahwa biaya produksi

dirasa semakin meningkat, sementara nilai produksi dirasakan relatif meningkat

lebih lamban (Soekartawi, 2005). Maka dari itu penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan judul “ Analisis Efisiensi Ekonomi Produksi Ikan Patin di

Kawasan Akuakultur di Desa Kota Karang, Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten

Muaro Jambi”.

1.2 Rumusan Masalah

Pengembangan produksi ikan patin memiliki potensi yang luas untuk

memenuhi permintaan pasar. Di dalam hal ini Desa Kota Karang, Kecamatan

Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu sentra pembesaran

6
ikan patin di Prrovinsi jambi, komoditas ini menjadi produksi perikanan

budidaya terbesar jika dibandingkan dengan komoditas perikanan

budidaya lainnya. Namun adapun kendalanya pada bibit yang dimasukkan tidak

sesuai dengan Output penerimanaan saat panen, belum lagi dengan pakan yang

akan dibutuhkan untuk satu kolam ikan patin dengan jumlah kolam yang

berbagai macam. Hal ini diketahui saat berdiskusi dengan beberapa petani dan

salah satu ketua kelompok tani di Desa Kota Karang.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan permasalahan yang terjadi

pada produksi ikan patin di Desa Kota Karang, Kecamatan Kumpeh Ulu :

1. Bagaimana karakteristik sosial ekonomi pembudidaya ikan patin di

Desa Kota Karang ?

2. Faktor apa sajakah yang mempengaruhi produksi ikan patin di Desa

Kota Karang ?

3. Bagaimana efesiensi teknis perikanan budidaya dalam memproduksi

ikan patin di Desa Kota Karang ?

4. Bagaimana efesiensi alokatif perikanan budidaya dalam

memproduksi ikan patin di Desa Kota Karang ?

5. Bagaimana efesiensi ekonomi perikanan budidaya dalam

memproduksi ikan patin di Desa Kota Karang ?

6. Bagaimana dampak faktor eksternal terhadap produksi ikan patin di

Desa Kota Karang ?

1.3 Tujuan Penelitian

7
Berdasarkan uraian permasalahan dan rumusan maslah mengenai

produksi ikan patin di Desa Kota Karang, adapun tujuan penelitian ini yaitu :

1. Menganalisis karakteristik sosial ekonomi pembudidaya ikan patin di

Desa Kota Karang.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

produksiikan patin di Desa Kota Karang.

3. Menghitung dan menganalisis produksi ikan patin di Desa Kota

Karang.

4. Menghitung dan menganalisis produksi ikan patin di Desa Kota

Karang.

5. Menghitung dan menganalisis produksi ikan di Desa Kota Karang.

6. Menganalisis dampak yang dihasilkan dari faktor eksternal terhadap

produksi ikan patin di Desa Kota Karang.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun hasil dari penelitian ini yaitu bagi peneliti sebagai salah satu

syarat dalam menyelesaikan studi di tingkat sarjana di Fakultas Ekonomi dan

Bisnis, dapat dijadikan referensi untuk peneliti selanjutnya yang akan meneliti

faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan patin serta analisis dalam

efesiensi teknis dan pendapatan produsen. Dapat juga sebagai pengetahuan bagi

yang membacanya, penelitian ini diharapkan juga dapat memberikan masukkan

kepada pemerintah dalam menyelenggarakan kegiatan yang bersangkutan dengan

produksi ikan patin, khususnya di Provinsi Jambi dandapat memberikan manfaat

bagi masyarakat.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Produksi

9
Sugiarto (2007) Produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input

mejadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi bisa dinyatakan dalam fungsi

produksi. Fungsi produksi menunjukkan jumlah maksimum output yang dapat

dihasilkan dari menggunakan sejumlah input dengan teknologi tertentu.

Produksi dapat digambarkan sebagai berikut :

Input (kapital,
Fungsi
tenaga kerrja,
produksi
tanah, dan Output (barang
(dengan
sumber daya atau jasa)
teknologi
alam, keahlian
tertentu)
kewirausahaan)

Gambar 2.1.1 Proses produksi

Secara matematika fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut :

Q = F(K, L, X, E)

Dimana :

Q : Output

K,L,X,E : input (kapital, tenaga kerja, bahan baku, keahlian

kewirausahawanan)

Perusahaan sebagi pelaku ekonomi yang bertanggung jawwab

menghasilkan barang atau jasa harus menentukan kombinasi berbagai input

yang akan dipakai untuk menghasilkannya. Sebagai contoh fungsi produksi

kelapa sawit menunjukkan jumlah tandan buah kelapa sawityang dihasilkan

dari luas kebun tertentu, jumlah bibit yang ditanam, banyaknya pupukdan

obat-obatan yang dipakai, jam kerja karyawan, dan lain-lain.

10
2.1.1.1 Fungsi Produksi

Soekartawi dalam Sugiarto (2007) menjelaskan fungsi produksi

merupakan hubungan fisik antara variabel independen (input) atau faktor

produksi dengan variabel dependen (output) atau hasil produksi fisik. Secara

sistematis fungsi tersebut dapat ditulis sebagai berikut:

F(y) = X1,X2,X3..........Xn........................................... (1)

Keterangan:

Y :Variabel dependen atau hasil produksi (output)

X1, X2, X3, … , Xn :Variabel independen atau faktor produksi

(input)

Berdasarkan fungsi di atas, maka petani mampu meningkatkan

produksi (Y) dengan cara menambah jumlah salah satu dari input atau faktor

produksi yang digunakan.

Berbagai macam fungsi produksi yang telah umum dikenal dan

digunakan dalam penelitian diantaranya fungsi produksi linear, kudratik dan

eksponensial. Di samping itu terdapat fungsi produksi yang lain seperti fungsi

produksi Constant Elasticity of Subtitution, transendental dan translog.

Fokus pebahasan tentang fungsi produksi pada fungsi Cobb-Douglass

dan translog. Pembahasan keduanya dilakukan sebagai perbandingan

penggunaan model tepat dalam menjelaskan produksi karet dan tingkat

11
efisiensinya. Pembahasan fungsi produksi Cobb-Douglass lebih spesifik

dilakukan dalam bentuk fungsi frontier. Fungsi produksi frontier digunakan

untum mengukur bagaimana fungsi produksi sebenarnya terhadap posisi

frontiernya, sehingga dapat diketahui tingkat efisiensi penggunaan input

(Soekartawi, 1990)

2.1.1.2 Fungsi Produksi Cobb-Douglas

Fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu fungsi eksponensial.

Menurut Soekartawi (2003) fungsi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau

persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang

satu disebut variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut

variabel independen, yang menjelaskan (X).

Penyelesaian hubungan antara Y dan X adalah biasanya

dengan cara regresi dimana variasi dari Y akan dipengaruhi oleh variasi

dari X. Fungsi Cobb- Douglas memiliki kemiripan dengan fungsi translog,

hanya saja fungsi Cobb- Douglas memiliki nilai koefisien penduganya

bernilai hampir sama dengan nol, atau bentuk persamaannya homogen.

Sedangkan fungsi translog memiliki nilai koefisien penduganya cukup

besar, atau memiliki nilai elastisitas yang bervariasi (Soekatawi, 2003)

Fungsi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y = AX 1α AX 2β .................................................(2)

Keterangan :

12
Y = f(X1, X2,..., Xi,..., Xn),

Y = variabel yang dijelaskan,

X = variabel yang menjelaskan,

a,b = besaran yang akan diduga,

Untuk memudahkan pendugaan tersebut maka persamaan di

atas dapat ditransformasikan kedalam bentuk liniear logaritma natural,

efisiensi produksi dala penelitian ini menggunakan fungsi produksi

stochastic frontier dengan melogaritmakan persamaan tersebut menjadi

seperti berikut :

Ln(Y) = β0 + β1lnX1 + β2lnX2 + β3lnX3 + β4lnX4 + (vi-ui) .......(3)

Dimana :
Y = Produksi ikan patin (kg)
X1 = Luas kolam (m2)
X2 = Pakan Ikan (kg)
X3 = Bibit ikan (ekor)
X4 = Tenaga Kerja (jam)
vi-ui = Efek inefisensi teknis dalam model.
Menurut Tasman (2008) ada tiga alasan pokok mengapa fungsi
Cobb-Douglass banyak di pakai oleh para ahli ekonomi, yaitu :

a. Penyelasaian fungsi Cobb-Douglas relatif mudah dibandingkan

dengan fungsi yang lain misalnya lebih mudah ditransformasikan

ke dalam bentuk linear dalam log.

b. Hasil pendugaan garis melalui fungsi prduksi Cobb-Douglas akan

menghasilkan koefesien regreesi yang sekaligus juga menunjukkan

13
besaran elastisitas. Elastisitas ini sangat penting, terutama dalam

usaha mengadakan perbaikan dari proses produksi atau efisiensi dan

juga untuk meramalkan misalnya dampak-dampak dari perubahan-

perubahan dari faktor input.

c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan tingkat besaran

returns to scale.

Pengukuran efisiensi produksi dapat dilakukan dengan

menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan stochastic frontier

analysis, kedua metode ini menggunakan estimasi fungsi frontier (batas),

bahwa setiap input yang digunakan dalam proses produksi mempunyai

kapasitas maksimum dan optimal (Tasman 2008). Fungsi produksi

stochastic frontier memiliki definisi yang yang tidak jauh berbeda dengan

fungsi produksi, dan umumnya digunakan untuk menjelaskan konsep

pengukuran efisiensi. Frontier digunkan untuk lebih menekankan kepada

kondisi output maksimum yang dapat dihasilkan (Coelli et al. 1998).

Menurut Soekartawi (2003) fungsi produksi frontier adalah

fungsi produksi yang digunakan untuk mengukur suatu fungsi produksi yang

sebenarnya terhadap posisi frontiernya.

2.1.2 Teori Efisiensi Produksi

Menurut Hasanudin (2011) tersedianya sarana atau faktor produksi

belum berarti produktivitas yang diperoleh petani akan tinggi. Namun dalam

14
hal ini penting sekali bagaimana agar petani dapat melakukan usahanya secara

efisien. Efisiensi produksi merupakan banyaknya hasil produksi fisik yang

dapat diperoleh dari satu kesatuan faktor produksi atau input (Mubyarto

1989). Menurut Soekartawi (1989) dan Coelli, Rao, dan Battese (1998)

berkaitan dengan konsep efisiensi, dikenal adanya tiga konsep efisiensi, yaitu

efisiensi teknis (technical efficiency), efisiensi harga/alokatif

(price/allocative efficiency), dan efisiensi ekonomis (economic efficicency).

Efisiensi teknis berhubungan dengan kemampuan petani untuk

menghindari penghamburan dalam memproduksi output semaksimal mungkin

dengan sejumlah input tertentu. Efisiensi teknis (technical efficiency)

akan tercapai jika petani mampu mengalokasikan faktor produksi yang

tersedia untuk menghasilkan produksi yang tinggi. Efisiensi harga/alokatif

(price/allocative efficiency) berhubungan dengan kemampuan petani untuk

mengkombinasikan input dengan output dalam proporsi optimal pada tingkat

harga tertentu. Efisiensi harga/alokatif tercapai apabila petani mendapat

keuntungan yang besar akibat pengaruh harga. Efisiensi ekonomi (economic

efficicency) merupakan kombinasi antara efisiensi teknis dengan efisiensi

harga/alokatif. Efisiensi ekonomis akan tercapai apabila efisiensi teknis dan

efisiensi harga terpenuhi. Maka produktivitas usaha pertanian akan tercapai

jika petani mampu mengalokasikan faktor produksi secara efisiensi teknis dan

efisiensi harga. Contoh pada penelitian Sumartin dari hasil penelitiannya

dengan 7 faktor produksi yaitu luas kolam, pupuk, kapur,benih, pakan,

probiotik dan tenaga kerja. Secara keseluruhan pengalokasian dari ketujuh

15
faktor produksi tersebut ternyata tidak satupun yang mencapai optimum.

Nilai rata-rata efisiensi harga juga lebih besar dari satu yaitu sebesar 8,792

dan efisiensi ekonomis yang merupakan hasil kali antara efisiensi teknis dan

efisiensi harga nilainya juga sebesar 68,657. Kondisi ini menyatakan bahwa

produksi ikan patin tidak efisiensi karena hasilnya lebih dari satu (Hasanuddin,

2011)

Dua pendekatan efisiensi menurut Coelli, Rao, dan Battese (1998) yaitu

pendekatan alokasi penggunaan input dan alokasi output yang dihasilkan.

Pendekatan dari sisi input membutuhkan ketersediaan harga input dan kurva

isoquant yang menunjukan kombinasi input yang digunakan untuk

menghasilkan output secara maksimal. Sedangkan pendekatan dari sisi output

merupakan pendekatan yang digunakan untuk melihat sejauh mana

jumlah output secara proporsional dapat ditingkatkan tanpa merubah jumlah

input yang digunakan.

Model Farrel, 1957 berikut berhubungan efisiensi teknis (OQ/OP) untuk

memilh fungsi pprofuksi yang cocok dan efisiensi harga (OR/OQ)

merefleksikan kecocokan (ketidak cocokan) memilih kombinasi input

(Tasman, 2006)

16
Gambar 2.1.2 Model
Farrel Efisiensi Teknis dan
Efisiensi Alokatif

Sumber : Tasman (2006)Ekonomi Produksi

Disamping itu Farrel (1957) dalam Tasman (2006) mengilustrasikan

idenya menggunakan contoh yang sederhana meliputi perusahaan-perusahaan

yang menggunakan data input (misalkan X1 dan X2) untuk menghasilkan satu

output (Y), dibawah asumsi constan retunst to scale, dari gambar tersebut

garis UU’ memberi peluang bai pengukuran efisiensiteknis. Jika perusahaan

tertentu menggunakan sejumlah input, misalnya pada titik P, untuk

menghasilkan sejumlah output, inefisiensi secara teknis dari perusahaan

tersebut digambarkan sebagai jarak QP, yaitu jumlah yang mana sejumlah

input dapat secara proporsional dikurangi tanpa pengurangan output. Ini

biasanya diekspresikan dalam persentase yaitu rasio dari QP/OP, yang

menunjukkan persentase dengan mana semua input digunakan untuk dikurangi

agar mencapai efisiensi secara teknis dalam berprouksi. Tasman (2006) dalam

mengukur Efisensi Teknis (ET), Efisiensi Alokatif (EA) dan Efisiensi

Ekonomi (EE) perusahaan tersebut diukur dengan :

17
OQ
TE1 = ....................................................... (4)
OP

Nilai efisiensi teknis terletak antara 0 dan 1 dan selanjutnya sebaliknya

juga menyediakan indikator tingkat capaian inefisiensi teknis dari perusahaan.

Nilai satu mengindikasikan nilai efisiensi teknis secara penuh. Sebagai

contohh pada titik Q adalah efisien secara teknis karena berada pada isoquant

efisiensi. Jika rasio harga input yang direpresentasikan oleh slope dari garis

isocost (UU’) juga dikenal dengan naa efisiensi alokatif. Efisiensi alokatif juga

dihitung dengan formula :

¿
AEi = OQi .......................................................(5)

Selagi jarak RQ menunjukkan pengurangan dalam biaya produksi yang

terjadi jika produksi terjadi pada titik Q’ pada saat mana tercapai efisiensi

alokatif (sekaligus efisiensi teknis) sehingga pada atitik Q tersebut efisiensi

tercapaisecara teknis tetapi inefisiensi secara alokatif. Total efisiensi ekonomis

(EE) didefinisikan sebagai berikut :

OQ OP
TEi x AEi = x = ¿
OP OQ OP
= EEi.......................... (6)

Nilai ketiga ukuran efisiensi tersebut akan terletak antara nol dan satu.

Efesiensi pada dasarnya merupakan alat pengukur untuk menilai

pemilihan kombinasi input-output. Menurut Soekarwati (1990) ada tiga

kegunaan mengukur faktor efesiensi: (1) sebagai tolok ukur untuk memperoleh

18
efesiensi relatif, mempermudah perbandingan antara unit ekonomi satu dengan

lainnya. (2) apabila terdapat variasi tingkat efesiensi dari beberapa unit

ekonomi yang ada maka dapat dilakukan penelitian untuk menjawab faktor-

faktor apa yang menentukan perbedaan tingkat efesiensi. (3) informasi

mengenai efisiensi memiliki implikasi kebijakan karena manajer dapat

menentuan kebijakan perusahaan secara tepat.

Mengetahui tingkat efisiensi produksi dari suatu industri sangat

diperlukan dalam pengembangan teori ekonomi dan perumusan kebijakan

pembangunan ekonomi. Pengkuran efisiensi aktual sangat diperlukan pada saat

argument-argumen teoritis efesiensi relatif dari berbagai sistem ekonomi yang

berbeda akan dijaddikan uji empiris. Begitu pula dengan besaran kenaikan

output yang diharapkan dari suatu industri, melalui peningkatan efiensi

produksi tanpa penyerapan lebih jauh terhadap sumberdaya-sumberdaya

lainnya akan sangat membantu perencanaan ekonomi jika akan dikosentrasikan

pada suatu indusri tertentu.

Sesuai dengan prinsip dasar ilmu ekonomi menjelaskan bahwa efisiensi

produk merupakan tingkat pengukuran maksimumisasi produksi maupun

minimumisasi biaya produksi dari penggunaan input produksi tertentu. Prinsip

ini akan mengarahkan petani dalam menjalankan usahanya. Jika sumberdaya

yang dialokasikan efisien, maka akan ada tambahan kontribusi sektor pertanian

yang dijalalankannya. Begitu pula sebaliknya, jika sumberdaya yang

dialokasikan tidak efisien, maka akan ada potensi yang hilang atau belum

terrmanfaatkan secara optimal dari sektor pertanian dalam menghasilkan

19
keuntungan. Efisiensi produksi sangat penting dalam menentukan eksistensi

peluang-peluang sektor pertanian dan kontribusi potensinya terhadap

pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan petani (Weesink et

al.1990).

2.1.2.1 Efisiensi Teknis

Efisiensi teknis merujuk pada Kuswanto (2018) yaitu merupakan

kemampuan unit usaha melakukan penghematan penggunaan input maupun

teknologi sehingga menghasilkan output yang maksimum. Efisiensi produksi

dari segi teknis dapat berupa penggunaan input yang minimal atau

menghasilkan output yang maksimal. Produsen secara teknis dianggap efisien

apabila menghasilkan output yang lebih banyak dengan menggunakan input

yang sama, atau menghasilkan output yang sama dengan menggunakan input

yang lebihsedikit. Sebagaimana dijelaskan oleh Kumbhakar (2002),

penggunaan input yang minimal dalam produksi suatu vector output tertentu

atau pencapaian output yang maksimum dari vector input tertentu

menunjukkan produksi yang dijalankan secara teknis telah efisien. Namun

dalam prakteknya, efisiensi teknis suulit terwujud pada suatu unit usaha tani.

Adanya cuaca yang buruk, gangguan binatang yang merusak dan faktor-faktor

lainnya mengakibatkan produksi tidak sesuai dengan yang diharapkan (Battese

dan Coelli, 1995). Melalui pengukuran efisiensoo teknis biaya produksi dapat

dikurangi penggunaannya sehingga produsen akan lebih kompetitif di dalam

menghasilkan keuntung (Alvarez dan Arias, 2004).

20
Menurut Widodo (1986), salah satu cara mengukur tingkat efisiensi

teknis atau variabel manajemen dengan pendekatan fungsi produksi frontier,

yaitu dengan indeks Technical Effciency Raiting (TER) yang dikembangkan

oleh Farel. Besarnya produktivitas potensial yang dicapai oleh suatu usaha tani

diestimasi dengan produksi frontier. Fungsi produksi fontier merupakan suatu

fungsi yangmenyatakan kemungkinan produksi maksimum yang dicapai pada

kondisi usahatani atau produktivitas kelayakan maksimum pada

kondisiusahatani. Fungsi ini digunakan untuk mengukur bagaimana fungsi

produksi sebenarnya terhadap posisi frontiernya. Selanjutnya Soekarwati

(1990), untuk mengetahui tingkat efisiensi teknis (Technical Efficiency Rate)

dapat diukur dengan menggunakan rumus :

Qi
ET … … … … … … … … … … … … … … … …(7)
Q∗i

Dimana :

ET : Tingkat efisiensi teknis

Qi : Besarnya produksi (output) ke-i

Q*i : Besar produksi yang diduga pada pengamatan ke-i yang diperoleh

melalui fungsi produksi frontier Cobb-Douglas.

Adapun keputusam, jika di peroleh ET = 1 maka usaha yang dilakukan

telah efisien secara teknis. Dalam hasil penelitian Kittilertpaisan P,

Kittilertpaisan K and Khatiwar P (2016) Efisiensi teknis petani karet rakyat

tunggal kurang dari satu, menunjukkan bahwa petani tidak beroperasi di

perbatasan efisiensi. Indeks efisiensi teknis rata-rata adalah 0,69, menunjukkan

21
bahwa output petani dapat ditingkatkan sebesar 21% melalui alokasi sumber

daya yang ditingkatkan. Variabel seperti pendidikan, pelatihan, gender, dan

umur petani karet rakyat ditemukan signifikan dalam mengurangi tingkat

inefisiensi petani karet di Changwat Sakon Nakhon.

2.1.2.2 Efisiensi Harga (Alokatif)

Efisiensi alokatif merepresentasikan kemampuan unit usaha dalam

mengkombinasikan input pada biaya yang minimum sehingga menghasilkan

keuntungan yang maksimum. Kemampuan ini dapat terukur dari rasio antara

total biaya produksi penggunaan faktor aktual dengan total biaya produksi

penggunaan faktor optimal dalam kondisi produksi efisien secara teknis. Harga

dari setiap input yang digunakan menjadi dasar dalam penentuan efisiensi

produksi yang dijalankan. Harga yang tidak diobservasi atau informasinya

tidak akurat akan mengakibatkan produksi menjadi tidak efisien.

Efisien harga (alokatif) berhubungan dengan keberhasilan petani

mencapai keuntungan maksimum pada jangka pendek, yaitu efisiensi yang

dicapai dengan mengkondisionalkan nilai produk marjinal sama dengan harga

input (NPMx = Px atau indeks efisiensi harga = ki = 1). Untuk mengetahui

tingkat efisiensi alokatif dapat dengan menggunakan rumus :

MVP = Pxi = MFC atau MVPxi / Pxi = 1 = ki.......... (8)

Dimana :

22
MVP = Marginal Value Product

MFC = Marginal Faktor Cost

Pxi = Harga faktor produksi

2.1.2.3 Efisiensi Ekonomi

Efisiensi ekonomi merupakan gabungan dari efisiensi teknis dan efisiensi

alokatif. Apabila produksi secara teknis dan alokatif efisien, maka akan

menghasilkan keuntungan yang maksimm. Dimana dari segi teknis terjadi

penghemat penggunaan input dan dari segi alokatif, kombinasi input yang

digunakan merupakan biaya yang paling minimum. Pada produksi dimana

input yang digunakan optimal dan biaya dikeluarkan minimum, maka produksi

yang dihasilkan akan memberi keuntungan yang maksimum.

Efisiensi ekonomi tercapai apabila efisiensi teknis dan efisiensi alokatif

tercapai (Soekarwati, 1990). Besarnya efisiensi ekonoomi menunjukkan rasio

antara keuntungan aktual dengan keungan maksimum. Perbedaan tingkat

efisiensi antara sekelompok usahatani dapat disebabkan oleh perbedaan dalam

tinkgat efisiensi teknis atau efisiensi harga atau oleh keduanya (Yoopoulos &

lau dalam Sipahutar, 2000). Menurut Kusmawardani (2002), untuk mengkaji

efisiensi ekonomi suatu usahatani dapat dilakukan melalui pendekatan fungsi

keuntungan. Menurut Soekarwati (2005), fungsi keuntungan Cobb-Douglas

dipakai untuk mengukur tingkatan efisiensi yang akhir-akhir ini banyak

peminatnya karena bebeerapa alasan, antara lain karena : (1) anggapan bahwa

petani adalah mempunyai sifat memaksimumkan keuntungan baik jangka

pendek maupun jangka panjang, (2) cara pendugaannya relatif mudah, (3)

23
manipulasi terhadap cara analisis mudah dilakukan, misalna membuat

elastisitas menjadi konstan atau tidak, dan (4) dapat mengukur tingkat

effisiensii pada tingkatan atau cm yang berbeda. Fungsi keuntungan dapat

diturunkan dengan teknik Unit Output Price Cobb-Douglas Profit Function

(UOP-CDPF), dengan asumsi bahwa produsen lebih memaksimumkan

keuntungan dari pada kepuasan. UOP-CDPF merupakan fungsi yang

melibatkan harga faktor produksi dan produksi yang dinominalkan dengan

harga tertentu, misalnya dengan harga produksi selanjutnya oleh Soekarwati

(1993), Suryo Wardani et.al (1997). Keseluruhan efisiensi biaya (EE) dapat

didekomposisikan menjadi komponen efisiensi teknis dan alokatif jika fungsi

produksi diimplikasikan oleh fungsi biaya yang diestimasi dapat secara

eksplisit diturunkan (yang dapat dikerjakan bila bentuk Cobb-douglas

digunakan mempunyai self-dual). Kita dapat menghitung, efisiensi teknis

relatif terhadap derivasi frontier produksi, dan efisiensi alokatif diestimasikan

menggunakan ekspresi AE=EE/TE yang didapat dari hubungan, EE=TE.AE

(Tasman,2006) efisiensi ekonomi merupakan hasil kali antara efisiensi teknis

dengan efisiensi harga / alokatif dan seluruh faktor input, sehingga efisiensi

ekonomi dapat dinyatakan sebagai berikut :

EE = TER.AER................................................(9)

Dimana

EE = Efisiensi Ekonomi

TER = Technical Efisiensi Rate

AER = Allocative Efisiensi Rate

24
2.1.3 Konsep Biaya Produksi

Biaya produksi dapat di definisikan sebagai semua pengeluaran yang

dilakukan oleh perusahaan untuk memperoleh fakto-faktor produksi dan

bahan-baha mentah yang akan digunakan untuk menciptakan barang-brang

yang diproduksikan perusahaan tersebut. Biayan produksi yang dikeluarkan

setiap perusahaam dapat dibedakan kepada dua jenis : biaya eksplisit dan

biaya tersembunyi (imputed cost). Biaya eksplisit adalah pengeluaran-

pengeluaran perusahaan yang berupa pembayaran dengan uang untuk

mendapatkan faktor-faktor produksi dan bahan mentah yang dibutuhkan.

Sedangkan biaya tersembunyi adalah taksiran pengeluaran terhadap fakto-

faktor produksi yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. Adapun konsep

yang terdapat pada biaya produksi ini.

1. Biaya Produksi Jangka Panjang

Dalam jangka panjang peusahaan dalpat menambah semua fakor

produksi atau input yang akan digunakannya. Oleh karena itu, biaya produksi

tidak perlu lagi dibedakan antara biaya tetap, semua jenis biaya yang

dikelarkan merupakan biaya berubah. Ini berarti bahwa peursahaan-

perusahaan bukan saja dapt menambah tenaga kerja tetapi juga dapat

menambah mesin dan peralatan produksi lainnya, luas tanah yang digunakan

(terutama dalam kegiatan perrtanian) dan luasnya bangunan/ pabrik yang

digunakan. Sebagai akbatnya, dalam jangka panjang terdapat banyak kurva

jangka pendek dilukiskan.

a. Cara Meminimumkan Biaya Dalam Jangka Panjang

25
Dalam jangka panjang perusahaan tidak dapat memperluas

kapasitas produksinya, ia harus menentukan besarnya kapasitas pabrik

(plant size) yang akan meminimumkan biaya produksi. Dalam analisis

ekonomi kapasitas pabrik digambarkan oleh kurva biaya rata-rata (AC).

Dengan demikian analisis mengenai bagaimana produsen menganalisis

kegiatan produksinya dalam usahanya meminimumkan biaya dapat

dilakukan dengan memperhatikan kurva AC untuk kapasitas yang berbeda-

beda.

b. Kurva Biaya Total Rata-rata Jangka Panjang


Kurva biaya total rata-rata jangka panjang atau kurva LRAC

(Long Run Avarage Cost) dapat didefinisikan sebagai kurva yang

menunjukkan biaya rata-rata yang paling minimum untuk berbagai tingkat

produksi apabila perusahaan dapat selalu mengubah kapasitas

memroduksinya.

Kurva LRAC bukanlah dibentuk berdasarkan kepada beberapa

kurva AC saja, tetapi berdaasarkan kurva AC yang tidak terhingga

banyaknya. Yaitu ia tidak dibentuk oleh tiga kurva AC tetapi oleh kurva

AC yang sangat banyak, seperti pada gambar dibawah ini. Oleh kurva AC

banyak jumlahnya maka kurva LRAC adalah suatu kurva yang berupa

garis lengkung yang berbentuk huruf U. Titik-itk LARC tersebut

merupakan kurva yang menyinggung berbagai kurva AC jangka pendek.

Titik-titik persinggungan tersebut eripakan biaya biaya produksi yang

26
paling optimum/ minimum untuk berrbagai tingkat produksi yang akan

dicapai pengusaha di dalam jangka panjang.

Didalam jangka panjang titik terendah dari suatu AC tidak

menggambarkan biaya yang paling minimum untuk memproduksikan suatu

tingkat produksi. Terdapat kapasitas produksi lain (AC lain) yang dapat

meminimumkan biaya. Sebagai buktinya perhatikanlah AC1 dan AC2.

Titik A1 adalah titik terendah pada AC1. Dengan demikian dalam jangka

pendek, produksi sebesar Qa dapat di poduksikan dengan biaya yang lebih

rendah dari titik mana pun pada AC1. Tetapi dalam jangka panjang biaya

itu belum merupakan biaya yang paling minimum, karena apabila kapasitas

produksi yang berikut digunakan (AC2), produksi sebesar Qa akan

mengeluarkan biaya sebanyak seperti ditunjukkan oleh titik A pada AC2

(222222Sadono Sukirno, 1994)

Sumber:Sugiarto (2007) Ekonomi Mikro

27
Dari contoh ini dapat disimpulkan bahwa kurva LRAC walaupun tidak

menghubungkan setiap titik terendah dari AC, menggambarkan biaya

minimum perusahaan dalam jangka panjang.

Dalam jangka panjang pengusaha dapat membuat perencanaan skala

produksi sebesar mana yang akan dipilih. Sekali dipilih salah satu skala

produksi dengan instalasi tertentu (gedung, tanah, mesin) dalam jangka pendek

dia akan terikat dengan skala tersebut. Dengan demikian pengusaha juga akan

terikat dengan perilaku dan hubungan biaya yang melekat pada skala tersebut.

2.1.4 Skala Ekonomis dan Disekonomis

Pindyck R, S and Rubinfeld, D, L. (2012) Untuk menganalisis antara

skala operasi perusahaan dan biayanya, kita perlu menyadari bahwa ketika

proporsi input berubah, jalur ekspansi perusahaan tidak lagi berbentuk garis

lurus, dan konsep skala hasil tidak lagi berlaku. Justru, kita katakan bahwa

perusahaan mengalami skala ekonomis ketika dapat menambah outputnya dua

kali lipat dengan biaya yang bertambah kurang dari dua kali lipat. Begitupun

juga, terjadi skala disekonomis ketika menambah output dua kali lipat

membutuhkan biaya yang lebih dari dua kali lipat. Istilah skala ekonomis

meliputi skala hasil yang meningkat dengan kasus khusus, tetapi lebih bersifat

umum karena mencerminkan proporsi input yang berubah ketika perusahaan

mengubah tingkat produksinya. Dalam pandangan yang lebih umum ini,

bentuk kurva biaya rata-raa jangka panjang yang berbentuk huruf U mencirikan

28
skala ekonomis yang dihadapi perusahaan atas tingkat output yang relatif

rendah dan skala disekonomis pada tingkat yang lebih tinggi.

2.1.5 Deskripsi Ikan Patin

Ikan merupakan salah satu mahluk hidup bertulang belakang

(vertebrata) yang masuk ke dalam kelompok poiklilotermik (berdarah dingin)

hidup di dalam air dan memiliki sirip. Sebagian besar ikan bernafas dengan

insang, namun pada beberapa spesies ikan alat pernafasannya dibantu oleh

organ pernafasan lain seperti labirin. Ikan dapat dibagi menjadi ke

dalam beberapa golongan berdasarkan lokasi budidayanya, yaitu ikan air

tawar, ikan air payau, dan ikan air laut. Berdasarkan klasifikasi

taksonominya ikan dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu Ciprinid,

siklid, salmonid, dan klaridid. Biasanya ikan dibagi menjadi ikan tanpa

rahang (kelas Agnatha), ikan bertulang rawan (kelas Chondrichthyes), dan

sisanya tergolong ikan bertulang keras (kelas Osteichthyes). Ikan memiliki

kandungan gizi yang lebih baik jika dibandingkan dengan sumber protein

lainnya. Perbandingan kandungan nilai zat gizi pada ikan dan beberapa

sumber protein dapat dilihat pada tabel berikut.

29
Tabel 2.1.5. Perbandingan Kandungan Nilai Zat Gizi pada Beberapa
Sumber Protein Hewani per Gram

Berdasarkan Tabel 2.1.5 dapat dilihat keunggulan kandungan nilai zat

gizi yang dimiliki oleh ikan dibanding sumber protein hewani lainnya.

Kandungan protein, lemak, vitamin A dan vitamin B tertinggi terdapat pada

ikan yaitu 20 persen, 22 persen, 50.000 IU/g dan 20-200.000 IU/g. Dengan

kandungan gizi yang dimiliki oleh ikan patin maka ketertarikan mayarakat pada

ikan patin semakin bertambah dan juga harga ikan patin relative ekonomis

sehingga tidak heran lagi arus ikan patin terus meningkat, karena ikan patin

baik dikonsumsi baik bagi anak-anak maupun orang dewasa. Bagi petani ikan

patin pun memelihara ikan patin tidak begitu sulit kegiatan rutinnya yaitu

dengan memberi pakan pada pagi hari dan sore hari, jika jumlah pakan yang

diberikan tidak terlalu di perhitungkan atau bisa jadi lebih dari takaran,

sehingga bisa membuat kandungan gizi dalam ikan bertambah.

Adapun faktor produksi yang digunakan dalam penelitian ini untuk

menetukan seberapa pengaruhnya terhadap produksi ikan patin :

1. Pakan

30
Pakan merupakan faktor produksi yang nilainya dapat mencapai 60% dari

biaya produksi (Mahyuddin, 2008). Oleh karrena itu, pakan yang

digunakan harus diperhitungkan mutunya dan jumlah pemakaiannya agar

mencapai efisiensi yang optimal bagi pertumbuhan ikan patin.

2. Bibit Ikan

Menurut Susanto (1996), untuk menunjang keberhasilan budidaya ikan

salah sau faktor yang menentukan adalah tersedianya bibit yang memenuhi

syarat yang berkualias, kuantitas maupun kontinuitasnya. Bibit yang

tersedia dalam jumlah banyak tetapi kualitasnya rendah hanya akan

memeratkan petani dalam pembesaran, karena hasilnya tidak seimbang

dengan kuantitas pakan yang diberikan. Sementara bibit yang berkualitas

bagus tetapi jumlahnya terbatas juga tidak akan meningkatkan produksi

usaha pembesaran, karena akan timbul kekurangan benih yang cukup

serius.

3. Luas Lahan Kolam

Kolam pemeliharaan harus disediakan oleh pembudidaya ikan, selain

lahan kondisi air juga harus melimpah, lokasi yang digunakan harus

memenuhi syarat teknis, antara lain debit air yang cukup tersedia, tidak

tercemar limbah dan mudah diperoleh (Susano, 2011)

4. Tenaga kerja

Jenis pekerjaan dalam budidaya ikan patin yang melibatkan banyak tenaga

kerja adalah tenaga kerja pemeliharaan, Persiapan kolam, panen,

pemasrran dan perdagangan produksi perikanan. Biaya tenaga kerja yang

31
dikeluarkan oleh pembudidayameliputi pemeliharaan, persiapan dan

panen. Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakterisktik yang sangat

berbeda dengan tenagga kerja dalam bidang usaha lain yang bukan

pertanian (Suratiyah, 2015)

32
2.2 Penelitian Terdahulu

Sebagai penunjang metodologi penelitian ini ada beberapa referensi dalam penulisan ini, yaitu :

Judul Penelitian / Nama Model Alat Analisis Hasil


1. Hasanudin (2018) Model yang digunakan dalam penelitian Analisis linear berganda, regresi Hasil dari penelitian ini menunjukan
Efisiensi teknis dan pendapatan ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas diolah dengan Micrrosoft Excel, bahwa pembenihan ikan patin di
usaha tani pembenihan ikan patin Stochastic Frontier dengan formulasi : frontier 4.1, SPSS 11.5, Kota Metro sudah cukup efisien
di Kota Metro Lampung Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + dengan tingkat efisiensi teknis rata-
b3 log X3 + b4 log X4 + b5 log X5 + vi-ui rata usahatani pembenihan ikan
Y = Produksi benih ikan patin (ekor) patin di Kota Metro sebasar 79,00
X1 = Jumlah modal (Rupiah) persen. Variabel bebas yang
X2 = Jumlah artemia (kaleng) memiliki pengaruh nyata dan
X3 = Jumlah cacing sutera (liter) berkorelasi negatif terhadap
X4 = Jumlah pakan (Kg) inefisiensi teknis pembenihan ikan
X5 = Jumlah jam kerja (jam kerja) patin diantaranya lama pengalaman
u = Unsur sisa (galat) pembenih (Z1), tingkat pendidikan
ß0 = Intersep pembenih (Z2) dan
ßi = Koefisien parameter penduga keikutsertaan dalam kelompok
(i=1,2,3,4,5) tani (Z3).
vi-ui = error term Sedangkan dummy penyuluhan (Z4)
memiliki korelasi positif terhadap
inefisiensi teknis. Sedangkan
berdasarkan hasil estimasi dari
parameter Maximum Likelihood
Estimation untuk fungsi produks
Stochastic Frontier menunjukan

33
bahwa variabel yang berpengaruh
nyata dan memiliki nilai koefisien
positif terhadap produksi benih
patin di Kota Metro adalah jumlah
cacing sutera yang diberikan (X3),
dan jam kerja yang diluangkan
terhadap pembenihan (X5).
2. M. Djoko Pramono, Endang Model dalam penelitian ini yaitu Analisis dalam penelitian ini Hampir semua variabel
Siti Rahayu, dan Minar Ferichani menggunakan fungsi produksi yaitu regresi berganda dengan independen bersifat elastis,
(2017) program eviews kecuali untuk variabel luas
Cobb-Douglass dengan formulasi lahan yangbersifat tidak
Analisi faktor-faktor yang ln P = lnβ0 + β1lnX1 + β2lnX2 + elastis. Hal ini ditunjukkan
mempengaruhi produksi β3lnX3 + β4lnX4 +β5lnX5 + nilai masing-masing
pembenihan ikan lele dumbo variabel pakan = 2.07,
β6lnX6 + β7lnD1+ β8lnD2 + µ
(Clarias gariepenus) diKabupaten variabel pakan alami 2,77
β0 adalah dan variabel tenaga kerja
Wonogiri
konstanta, sebesar 4,999 menunjukkan
β 1, β 2, β 3, β 4, β 5, dan β6 bahwa variabel tersebut
adalah intercept/ koefisien variabel, belum efisien sehingga perlu
ditambah agar produksi bisa
P :Produksi pembenihan ikan lele optimal.
(Ekor) Hasil analisis regresi
X1: Luas lahan (m2) menunjukkan variabel luas lahan
X2 : Jumlah indukan (pasang) (X1) dan pengalaman pembenih
X3 : Pakan (kg) (X6) tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap produksi benih
X4 :Pakan alami (kaleng) ikan lele sedangkan variabel
lainnya jumlah indukan (X2),
X5: Jumlah Tenaga Kerja (jam) pakan (X3), pakan alami (X4),
X6: Pengalaman Pembenih (tahun) tenaga kerja (X5), tehnologi
D1 :Angka Tehnologi (Variabel pembenihan (D1) dan

34
Dummy menggunakan Teknologi penyuluhan (D2) berpengaruh
secara signifikan terhadap produksi
Induced Breeding = 1 benih ikan lele dumbo dengan
Tidak menggunakan = 0) nilai probabilitas kurang dari 0,05
D2 : Penyuluhan (Variabel Dummy pada α 5%.
memperoleh penyuluhan = 1, tidak
memperoleh
penyuluha
n = 0)
µ: Variabel penganggu (error term)

3. Agus Rumimpunu, Jardie A. SWOT Analisis yang digunakan dalam Tersedianya lahan, benih,
Andakie, Victoria E.N Manoppo penelitian ini yaitu analisis pakan dasumberdaya
(2017) SWOT. Analisis SWOT manusia yang dapat
Potensi Pengembangan Usaha merupakan perencanaan digunakan untuk
Budidaya Ikan Patin (Pangisisus strategis klasik yang terdiri dari pengembangan usaha
SP) di Desa Tatelu Kabupaten analisis strength (kekuatan), budidaya ikan Patin yang
Minahasa Utara weakness (kelemahan), potensial di Desa Tatelu
opportuinity (peluang) dan Kecamatan Dimembe
threat (ancaman). Kabupaten Minahasa Utara.
Ketersediaan lahan dan
masih kurangnya
pembudidaya ikan Patin
merupakan peluang
pengembangan usaha
budidaya ikan Patin.

35
4. Jitti Kittilertpaisan, Kallaya Model yang digunakan dalam penelitian Analisis yang digunakan dalam Hasil dari riset ini menunjukkan
Kittilertpaisan, Pakhaphon ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas penelitian ini linear berganda bahwa efisiensi teknis rata-rata
Khatiwat (2016) Stochastic Frontier dengan formulasi : dengan Stochastic Frontier produk karet di Changwat Sakon
Technical Efficiency of Rubber’s Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + dengan program frontier Nakhon adalah 0,69% atau 69%
Farmers’ in Changwat Sakon b3 log X3 + b4 log X4 + b5 log X5 + vi-ui dengan varians parameter (gamma
Nakhon (Thailand) : Stochastic Y = Produksi karret (kg) dan sigma kuadrat) dari fungsi
Frontier Analys X1 = Usia Perkebunan (Tahun) produksi frontier keduanya
Efisiensi Teknis Petani Karet di X2 = Jumlah tanaman(Pohon) signifikan pada P <0,05. Namun,
Changwat Sakon X3 = Pupuk (kg) model inefisiensi mengungkapkan
Nakhon: Analisis Stochastic X4 = Tenaga Kerja (HOK) bahwa pendidikan, pelatihan, jenis
Frontier X5 = Luas Lahan (Ha) kelamin dan usia petani karet rakyat
u = Unsur sisa (galat) ditemukan memiliki pengaruh yang
ß0 = Intersep signifikan terhadap efisiensi petani
ßi = Koefisien parameter penduga karet di P <0,05.
(i=1,2,3,4,5)
vi-ui = error term

5. Sumartin (2018) Model yang digunakan dalam penelitian Alat analisis yang linear Hasil penelitian di Kab.
Analisis Efisiensi ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas berganda digunakan program Banjar
Faktor-Faktor Produksi Stochastic Frontier dengan formulasi : komputasi STATA 11.1 dan Prov.KalimantanSelatan,di
Usaha Budidaya Ikan Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + software Frontier 4.1 dengan ketahui lima faktor
Patin (Pangisius b3 log X3 + b4 log X4 + b5 log X5 + b6 pendekatan Stochastic Frontier produksi di daerah
pangasius) (Studi Kasus log X6 + b7 log X2 + vi-ui rasional, tetapi belum
Pada Alumni Peserta Y = Produksi ikan patin (ekor) efisien , yaitu Kapur (X3)
Pelatihan Budidaya Ikan X1 = Luas Kolam (Ha) 4,281, Benih (X4)0,377,
Di BPPP Banyuwangi) X2 = Pupuk (Kg) Pakan (X5) 3,093, probiotik
X3 = Kapur (Kg) (X6) 5,210 dan Tenaga

36
X4 = Benih (ekor) kerja (X7). 0,493. Luas
X5 = Pakan (Kg) kolam (X1) -0,445 dan
X6 = Probiotik (Kg) Pupuk (X2) -5,20.Hasil
X7 = Tenaga Kerja (HKSP) pendugaan menggunakan
u = Unsur sisa (galat) MLE, dihasilkan faktor-
ß0 = Intersep faktor produksi dengan
ßi = Koefisien parameter penduga koefisien positif yaitu Luas
(i=1,2,3,4,5)
kolam(X1),Benih(X4), dan
vi-ui = error term
Pakan (X5) . Pupuk (X2),
Kapur (X3), probiotik (X6)
dan Tenaga kerja (X7)
memiliki koefisien negatif,
pengalaman (Z1),umur (Z2)
dan pendidikan formal
(Z3) masing-masing
koefisien
0,3200385;0,2602872 dan
-0,0571254,sehingga
terdapat inefisiensi teknis
pada model ini. Efisiensi
harga diperoleh NPMfaktor
produksi negatif yaitu Luas
kolam (X1) -0,0543dan
Pupuk (X2) -0,2887, Kapur
(X3)>1 (9,0545),
sedangkan Benih (X4) ,
Pakan (X5), Probiotik (X6)
dan Tenaga kerja (X7),

37
nilai <1, masing-masing
(0,0004 ; 0,0064 ; 0,0736
dan 0,0001). Ketujuh
faktor produksi tidak
satupun mencapai
optimum. Nilai rata-rata
efisiensi harga >1 yaitu
8,792 dan efisiensi
ekonomis
68,657.Secara keseluruhan
efisiensi harga yang
dicapai 106,3980dan
efisiensi ekonomis
196,9427.

6. Fithri Mufriantie dan Anton LnY = β0 + b1LnX1 + b2LnX1 + Secara keseluruhan (serempak)
Feriady (2014) : Analisis Faktor b3LnX3 + b4LnX4 + b5LnX5+ e variabel yang diamati berpengaruh
Produksi Dan EfisiensiAlokatif Y : Produksi Bayam signifikan terhadap produksi,
(kg/Usahatani) X1 : Luas lahan sedangkan secara parsial variabel
Usahatani Bayam (Amarathus Sp) luas lahan (X1),pupuk urea(X3),
Di Kota Bengkulu (m2) pupuk kandang (X4) dan tenaga
X2 : Jumlah Benih kerja (X5) tidak berpengaruh
(gr/Usahatani) signifikan terhadap produksi dan
X3 : Pupuk kandang ( variabel benih (X2) berpengaruh
kg/Usahatani) X4 : Urea signifikan terhadap produksi bayam.
( kg/Usahatani) Analisis efisiensi alokatif
X5 : Tenaga Kerja menunjukkan bahwa faktor
produksi benih (X2) dan pupuk
(HKSP/Usahatani) kandang (X4) belum efisien maka
β0 : Intersep atau

38
Konstanta penggunaannya perlu ditambahkan
e : Kesalahan sedangkan untuk faktor produksi
Pengganggu luas lahan (X1), pupuk urea (X2)
dan tenaga kerja (X5) harus
dikurangi karena tidak efisien
dalam penggunaanya.

7. Nuni Anggraini, Harianto, dan Ln Y = β0 + β1lnX1 + β2lnX2 + Efisiensi produksi dalam Variabel-variabel yang
Lukytawati Anggraeni (2016) β3lnX3 +β4lnX4+β5lnX5 + penelitian ini linear berganda nyata berpengaruh terhadap
menggunakan fungsi produksi produksi batas (frontier)
Efisiensi Teknis, β6lnX6+β7lnX7+(vi-ui) pada usahatani ubikayu di
Alokatif Dan Ekonomi stochastic frontier. Kabupaten Lampung
Pada Usahatani Ubikayu Y = produksi ubikayu Menggunakan program frontier Tengah adalah luas lahan,
Di Kabupaten cassesart (kg) X1 = luas 4.1 jumlah bibit, pupuk N dan
Lampung Tengah, lahan ubikayu (ha) pupuk K. Variabel yang
X2 = bibit paling responsif adalah luas
Provinsi Lampung lahan. Rata-rata petani
ubikayu (stek) ubikayu di Kabupaten
X3 = pupuk N Lampung Tengah belum
(kg) efisien dengan nilai rata-
X4 = rata efisiensi teknis, alokatif
pupuk P dan ekonomi masing-
masing sebesar 0,69; 0,71;
(kg) X5 dan 0,47. Faktor-faktor
= pupuk sosial ekonomi yang nyata
K (kg) berpengaruh mengurangi
X6 = inefisiensi teknis adalah
pestisida umur petani, umur panen,
(liter) dan jumlah anggota
keluarga sedangkan akses
X7 = tenaga kredit berpengaruh terhadap

39
kerja (HOK) peningkatan inefisiensi
(vi-ui) = efek inefisensi teknis teknis.
dalam model
8. Simon Juan Kune, A. Wahib Model yang digunakan dalam penelitian Analisis yang digunakan dalam Faktor-faktor yang
Muhaimin, Budi Setiawan (2016) ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas penelitian ini linear berganda berpengaruh terhadap
Stochastic Frontier dengan formulasi : dengan software Frontier 4.1 produksi jagung adalah luas
Analisis Efisiensi Teknis dan lahan pada taraf signifikan
Alokatif Usahatani Jagung (Studi Log Y = log a + b1 log X1 + b2 log X2 + 1 persen dan benih pada
Kasus di Desa Bitefa Kecamatan b3 log X3 + b4 log X4 + b5 log X5 + vi-ui taraf signifikan 1 persen.
Miomafo Timur Kabupaten Y = Produksi jagung (ekor) Sedangkan untuk faktor
Timor Tengah Utara) X1 = Luas lahan (m2) tenaga kerja, biaya dan
X2 = Benih (kaleng) pupuk tidak berpengaruh
X3 = Tenaga Kerja (HOK) nyata.
X4 = Biaya (RP) Tingkat efisiensi teknik
X5 = Pupuk (Kg) usahatani jagung di daerah
penelitian terendah yaitu
u = Unsur sisa (galat) sebesar 0,80 dan tingkat
ß0 = Intersep efisiensi tertinggi dari
ßi = Koefisien parameter penduga usahatani jagung yaitu
(i=1,2,3,4,5) sebesar 0,99. Penggunaan
vi-ui = error term luas lahan dan benih
ternyata masih belum
efisien, hal ini ditunjukan
dengan besarnya
perbandingan antara
NPMx / Px < 1.
9. Monika M.S.Hutagalung, Y= boX1b1 X2b2 X3b3 X4b4 Analisis yang digunakan dalam Secara parsial penggunaan input
Luhut Sihombing dan Thomson X5b5 penelitian ini analisis regresi produksi bibit dan mulsa plastik
Sebayang (2012) Ŷ = Produktivitas cabai (ton) linear berganda dengan berpengaruh nyata dan tenaga
Analisis Efisiensi Teknis bo = Konstanta menggunakan sofware eviews kerja, pupuk dan pestisida tidak
Produksi Usahatani b1,b2,...,b6 = Koefisien regresi berpengaruh nyata terhadap
produktivitas cabai. Bibit

40
Cabai (Kasus Kelurahan yang mencerminkan pengaruh X merupakan input produksi yang
Tiga Runggu Kecamatan terhadap Y X1 = bibit (batang) paling besar pengaruhnya
X2 = Tenaga Kerja (HKP) terhadap produktivitas. Efisiensi
Purba Kabupaten
X3 = Mulsa Plastik (m) teknis cabai di Kelurahan Tiga
Simalungun) Runggu sebesar 0,57 dan tergolong
X4 = Pupuk (Kg)
X5 = Pestisida (L) tidak efisien karena ET<1.

10. Rusli Burhansyah (2016) Analisis yang digunakan pada Hasil penelitian menunjukkan luas
Efisiensi Teknis riset ini linear berganda, dengan lahan, pupuk n, pupuk k
Usahatani Padi Tadah Yk =produksi padi (kg / ha) software frontier 4.1 berpengaruh signifikan terhadap
Hujan Di Kawasan Lhn =luas lahan (ha) produksi padi pada tingkat
Perbatasan Kabupaten Sd =benih (kg) kepercayaan 95%. Hasil penelitian
Sambas Dengan N =n pupuk (kg) menunjukkan juga usahatani padi
Pendekatan Stochastic K =k pupuk (kg) tadah hujan padi tergolong efisien
Frontier Fungsi PEST =pestisida (lt) secara teknis (mean efisiensi
Produksi (Kasus Di TK =tenaga kerja (HOK) sebesar 0,81). Umur petani
Desa Sebubus, Vi =model random error merupakan sumber inefisiensi
Kecamatan Paloh) Ui =varible acak technical teknis yang berpengaruh nyata
inefficiency sampel i meningkatan efisiensi teknis.
Kharateristik petani seperti usia,
pendidikan dan pengalaman petani
bisa membantu meningkatkan
efisiensi teknis produksi padi.
Usahatani padi tadah hujan di desa
Sebubustergolong menguntungkan
(keuntungan Rp 4.099.582,50) dan
layak diusahakan (nilai R/C ratio
atas biaya tunai 2,84 dan nilai R/C

41
ratio atas biaya total sebesar 2,29).
11. Alabi, dkk (2010), Ln Y = β0 + β1 Ln X1 + β2 Ln Analisis yang digunakan linear Hasil dalam penelitian ini
Efisiensi Ekonomi Produksi X2 + β3 Ln X3 + β4 Ln X4 + β5 berganda menggunakan frontier menunjukkan bahwa ada empat
Budidaya Perikanan di Nigeria Ln X5 + β6 Ln X6 + Vi-Ui 4.1 untuk menganalisis efisiensi variable independen yang
Y = Outpuut Ikan teknis dan inefisiensi memiliki pengaruh yang signifikan
X1 = Benih yaitu bibit, tenaga kerja upah,
X2 = Tenaga Kerja Upahan biaya tetap dan kuantitas terhadap
X3 = Tenaga Kerja Keluarga budidaya perikanan. Para petani
X4 = Pakan tidak mencapai tingkat efisiensi
X5 = Biaya Tetap ditunjukkan dengan nilai rata-rata
X6 = Biaya Operasi 0,626 (lebih kecil dari pada 0,70)
ada beberapa sumber inefisiensi
ini yaitu pendidikan, pengalaman,
akses ke penyuluh dan akses ke
kredit.
12. Singh, dkk (2015) TE = α + β1NUR + β2EXP + Analisis yang digunakan linear Efisiensi teknis rata-rata budidaya
Probabilitas dan Efisiensi Teknis β3EDU + β4ROHU + β5PON + berganda menggunakan frontier ikan patin 78% dibandingkan
dari Budidaya Ikan di Punjab, β6TRNG + v 4.1 dalam menganalisis efisiensi efisiensi alokatif adalah 58%.
India TE = Teknis Efisiensi teknis Efisiensi ekonomi petani di Punjab
NUR = Kode Pembibitan sebesar dalam budidaya sekitar
EXP = Pengalaman 45%. Factor inefisiensi seperti
EDU = Pendidikan penggunaan sumber daya, harga
ROHU = Benih output yang rendah dan harga
POND = Ukuran Lahan Kolam input yang tinggi.
TRNG = Training (Pelatihan)

42
43
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, seperti

contoh diatas adapun mempunyai beberapa keasamaan dan perbedaan dengan

penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti sekarang ini. Peneliti akan

melihat seberapa besar pengaruh variabeel pakan, bibit, luas kolam dan tenaa

kerja terhadap produksi ikan patin di Desa Kota Karang, kemudian akan

menganalisis ketiga efisiensi ekonomi produksi ikan patin, antara lain efisiensi

teknis, efisiensi alokatif dan efisiensi ekonomi. Dan peneliti akan menjelaskan

pengaruh faktor eksternal atau faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti

cuaca terhadap produksi ikan patin.

2.3 Kerangka Pemikiran.

Pembudidaya ikan patin di Desa Kota Karang dalam memproduksi ikan

patin menggunakan beberapa input yaitu kolam, bibit ikan, pakan ikan dan

tenaga kerja. Kolam dengan mengukur berapa jumlah luas lahannya (m2) agar

dapat memnentukan berapa banyak kapasitas bibit ikan yang dapat dimasukkan

(ekor), kemudian pakan ikan yang digunaka selama 6 bulan menjelang ikan

tersebut dapat dipanen (Kg), dan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam

mengelolah ikan dalam hal ini yang diperhitungkan ialah jumlah jam kerja

perharinya. Dari semua input variabel ini di analisis dengan menggunakan

model fungsi produksi Cobb-Douglass dengan perhitungan stokastik fronier,

apakah variabel input berpengaruh terhadap produksi ikan patin secara

keseluruhan dan mana yang terbaik digunakan untuk menghasilkan produksi

ikan patin tersebut. Model analisis ini merujuk pada penelitian kuswanto 2018

dalam Disertasinya yaitu Dampak Efisiensi Produksi Karet terhadap

42
Kesejahteraan Petani di Provinsi Jambi. Kemudian melihat fakor eksternal

terhadap produksi ikan patin tersebut, bagaimana dampak yang dihasilkan dari

factor eksternal tersebut terhadap produksi.

Dari semua input produksi ikan patin tersebut dapat dilihat apakah

pembudidaya ikan patin dapat melakukan penghematan dalam menggunakan

input untuk menghasilkan output yang maksimum, hal ini disebut dengan

efisiensi teknis dihitung dengan membagikan besarnya produksi aktual dengan

produksi potensial. Dari sebsaran efisiensi teknis yang didapat, maka sisanya

itu disebut inefisiensi. Adapun sumber-sumber inefisiensi dalam produksi ikan

patin ini yaitu usia petani, pendidikan dan pengalaman petani. Kemudian dalam

menghitung biaya, pembudidaya ikan patin dalam mengkombinasikan biaya

input untuk menghasilkan keuntungan maksimum, hal ini disebut dengan

efisiensi alokatif (harga) dihitung dengan membagikan nilai produk marjinal

dengan harga faktor produksi. Adapun gabungan dari perhitungan efisiensi

teknis dan efisiensi alokatif ini yaitu efisiensi ekonomi dimana input yang

digunakan optimal dan biaya yang dikeluarkan minimum, maka produksi yang

akan dihasilkan akan memberikan keuntungan yang maksimum keuntungan

yang maksimum dengan biaya yang rendah maka produksi ikan tersebut berada

pada skala ekonomis, begitu juga sebaliknya ketika adanya penambahan output

dengan biaya yang lebih besar maka produksi ikan patin berada pada skala

disekonomis.

43
Pebudidaya Ikan Patin

Produksi Ikan Patin

Efisiensi Teknis
Luas Kolam
Pakan Ikan Skala
Bibit Ikan Yi/Ỳi Usia Petani Ekonomis
Efisiensi
Tenaga kerja Pendidikan Petani Ekonomi
Faktor Pengalaman Petani
Eksternal Skala
TER.AER Disekonomis
R

Efisiensi Alokatif
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
2.4 Hipotesis
MVPxi/Pxi
Hipotesis yang diajukan sebagai dasar pertimbangan untuk melakukan

penelitian yang merupakan pengujian paraduga yaitu dengan uji statistik, pada

penelitian ini ada beberapa yang diduga :

1. Adanya pengaruh yang signifikan pada bibit ikan patin, luas lahan

kolam, pakan ikan, dan tenaga kerja terhadap produksi ikan patin di

Desa Kota karang.

2. Produksi ikan patin yang dilakukan pembudidaya ikan patin telah

mencapai efisiensi teknis yaitu dengan nilai yang mendekati 1

( TE = 1)

3. Produksi ikan patin yang dilakukan pembudidaya belum mencapai

efisiensi alokatif atau belum optimal (TA < 1)

44
4. Produksi ikan patin yang dilakukan pembudidaya belum mencapai

efisiensi ekonomi (EE < 1)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Kotang Karang, Kecamatan Kumpeh

Ulu, Kabupaten Muaro Jambi, Provinsi Jambi. Pemilihan lokasi penelitian

dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan pertimbangan bahwa

Kabupaten Muaro Jambi merupakan sentra produksi ikan patin di Provinsi

Jambi salah satu daerah yang menyumbang produksi ikan patin ini yaitu Desa

Kota Karang. Luas lahan untuk budidaya ikan sebesar 300 ha dengan jumlah

45
kolam ikan sebanyak 1.500 kolam dengan rata-rata luasnya 15 x 30 m2 dan ada

100 ha luas lahan yang belum tergarap. Terdapat 15 kelompok binaan atau

usahatani setiap kelompok berjumlah 9-10 rumah tangga pembudidaya ikan.

Kelompok pembudidaya ikan patin mampu menghasilkan lebih kurang dua

ton ikan patin untuk dipasarkan ke Kota Jambi maupun luar Provinsi Jambi.

Pengambilan data dilakukan setelah seminar proposal.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.

Data primer yang digunakan berupa cross section data. Data diperoleh melalui

pengamatan langsung terhadap kegiatan produksi dan wawancara

menggunakan kuesioner. Pemilihan responden dilakukan secara acak (random

sampling) dengan menggunakan rumus Slovin yaitu perhitungan dari

banyaknya jumlah populasi dibagi dengan penjumlahan error margin dapat

ditulis sebagai berikut :

n = N/1+Ne2 ..........................(10)

dimana, n adalah minimum sampel, N adalah jumlah populasi dan e

adalah error margin ataupun persen kelonggaran ketidaktelitian yaitu 10%.

Pada penelitian ini jumlah populasi sebanyak 150 Rumah tangga

pembudidaya, dari perhitungan sampel, sampel minimum yang diambil adalah

sebanyak 60 Rumah tangga pembudidaya ikan.

Data sekunder diperoleh dari berbagai berbagai literatur yang

relevan dengan penelitian ini baik dari buku, internet, studi terdahulu dan

46
instansi pemerintah yang terkait seperti Badan Standarisasi Nasional, Balai

Budidaya Air Tawar dan Kementrian kelautan dan Perikanan.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan selama satu

minggu yaitu pada setelah seminar proposal di Desa Kota Karang. Teknik

pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan kuisioner, yaitu pengumpulan data dengan menggunakan daftar

pertanyaan atau daftar isian terhadap objek yang diteliti, kuisioner yang

telah dibuat berisi mengenai karakteristik pembenih, biaya produksi, faktor

produksi,produksi ikan patin di Desa Kota Karang. Daftar kuisioner akan

diisi langsung oleh peneliti berdasarkan data dari responden. Teknik

wawancara (interview), yaitu cara pengumpulan data dengan melakukan

komunikasi tanya jawab kepada objek yang diteliti dan yang bersangkutan

dengan kebutuhan data. Teknik observasi atau pengamatan secara langsung,

yaitu cara pengumpulan data dengan terjun dan melihat langsung ke lapangan

terhadap objek yang diteliti. Kemudian penelusuran literatur, yaitu cara

pengumpulan data dengan menggunakan sebagian atau seluruh data yang

telah ada atau laporan data dari penelitian yang berhubungan.

3.4 Metode Analisis Data

3.4.1 Metode Deskriptif Kualitatif


Metode deskriptif kualitatif ini merupakan analisis deskriptif

digunakan untuk memberikan gambaran umum kondisi perikanan di Kota

Karang, bagaimana pengaruh pakan ikan, luas kolam, dan benih ikan

47
terhadap produksi ikan di Desa Kota Karang. Kemudian penyebab dari

perubahan produksi ikan tersebut seperti jenis tanah pada pembuatan

kolam ikan, berapa lama pengalaman petani dalam mengolah dan

memproduksi ikan patin, serta bagaimana pengaruh lingkungannya.

Menggambarkan kondisi sosial ekonomi pembudidaya ikan patin

di Desa Kota Karang. Memberikan penjelasan dari pengaruh faktor

eksternal terhadap prouksi ikan patin, memberikan perngaruh yang positif

atau negatif. Kemudian menganalisis hasil dari efisiensi produksi.

3.4.2 Metode Kuantitatif

Metode kuantitatif merupakan metode yang menggunakan analisis

statistik yang menekankan pada pengukuran secara objektif data numerik

atau berupa angka. Untuk dapat melakukan pengukuran setiap fenomena

sosial dijabarkan dalam beberapa komponen masalah, variabel dan

indikator. Setiap variabel yang ditentukan diukur dengan memberikan

simbol-simbol angka yang berbeda – beda sesuai dengan kategori yang

berkaitan dengan variabel tersebut. Dengan menggunakan simbol-simbol

angka tersebut, tekhnik penghitungan kuantitatif matematik dapat

dilakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang berlaku

umum di dalam suatu parameter.

Metode kuantitatif dalam penelitian ini digunakan untuk

menjelaskan pengaruh luas kolam ikan, pakan ikan, tenaga kerja dan

banyaknya benih ikan terhadap produksi ikan patin dan menganalisis

efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi menggunakan analisis regresi

48
berganda dengan metode Ordinary Least Square (OLS) untuk menghitung

rata-rata dan metode Maximum Likelihood Estimator (MLE) yang

menghasilkan nilai rata-rata efisiensi teknis (Mean TE)..

3.5 Alat Analis

3.5.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Pembudidaya

Untuk menganalisis tujuan pertama yaitu tentang karakteristik sosial

ekonomi pembudidaya ikan patin di Desa Kota Karang, maka

digunakan analisa deskriptif dengan menggunakan tabel distribusi

frekuensi sehingga dapat menggambarkan karakteristik sosial

ekonomi pembudidaya ikan patin antara lain : umur, penidikan,

jumlah tanggungan, tempatt tinggal, kepemilikan kolam, pengalaman

dan luas kolam.

3.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Patin


Alat analisis yang digunakan dalam tujuan penelitian yang kedua ini

untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan

patin yaitu analisis linear berganda dengan metode Ordinary Least Square

(OLS), model yang digunakan yaitu fungsi stokastik frontier Cobb-Douglas

yang ditransformasikan kedalam linear logaritma natural. Menurut

Kuswanto (2018) Model persamaannya sebagai berikut :

lnQ1 = b0 + b1 ln x1 + b2 ln x2 + b3 ln x3 + b4 ln x4 (Vi – Ui)........ (11)

Dimana :
Q = Jumlah produksi ikan paitn
x1 = Luas kolam ikan (ha)

49
x2 = Pakan ikan (ton)
x3 = bibit ikan (ekor)
x4 = Tenaga kerja (jam kerja)
V-U = error terms (V : efek faktor eksternal yang tidak
dimodelkan dan U : efek efisiensi teknis (internal) didalam model.
b = Parameter yang akan diestimasi
Persamaan diatas adalah model yang akan digunakan dalam

penelitian ini. Model tersebut akan menjelaskan pengaruh variable

bebas terhadap varriabel terikat.

3.5.2.1 Uji Asumsi Klasik

1. Uji Multikoliniearitas

Untuk mengetahui adanya korelasi linier antar variabel bebas dalam

model empiris. Multikolinieritas memberikan dampak yaitu estimator

masih bersifat BLUE karena nilai varian dan ovarian besar, nilai t-

hitung variabel bebas ada yang tidak signifikan karena interval

estimasi cenderung lebih besar sehingga terdapat kesalahan pengujian

hipotesis, dan nilai koefisien determinasi R2 cenderung mempunyai

nilai besar namun banyak variabel bebas yang tidak signifikan

(Gujarati, 2003).

Multikolinearitas dapat dilihat juga dari tolerance and variance

inflation factors (VIF). VIF mencoba melihat bagaimana varian dari

suatu penaksir (estimator) meningkat seandainya ada

multikolinearitas dalam suatu model empiris. Dengan demikian, bila

kolineritas meningkat, maka varian dari penaksir akan meningkat

50
dalam limit yang tak terhingga. Sebagaimana rute of thumb dari VIF,

jika VIF dari suatu variabel melebihi 10, dimana hal ini terjadi ketika

nilai R2 melebihi 0.09, maka suatu variabel dikatakan berkorelasi

sangat tinggi (Gujarati, 2003).

2. Uji Autokorelasi

Suatu bentuk korelasi antara anggota serangkaian observasi yang

diurutkan menurut waktu atau ruang. Masalah autokorelasi biasanya

muncul dalam data time series meskipun tidak menutup kemungkinan

juga pada data cross section. Pengujian disini dapat dilakukan dengan

uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Uji BG-LM digunakan

untuk mengidentifikasi masalah autokorelasi tidak hanya pada first

order tetapi bisa juga digunakan pada order lainnya (Gujarati, 2003).

Banyak metode yang bisa digunakan untuk mendeteksi masalah

autokorelasi. Salah satunya adalah metode Breusch-Godfrey, umum

dikenal dengan uji Lagrange Multiplier (LM). Jika chi-square (x)

hitung lebih besar dari nilai kritis chi-square pada drajat kepercayaan

tertentu (α), maka menolak hipotesis nol (H0). Ini menunjukkan

adanya masalah autokorelasi dalam model. Sebaliknya jika nilai chi-

square hitung lebih kecil dari nilai kritisnya maka menerima hipotesis

nol. Artinya model tidak mengandung unsur autokorelasi karena

semua nilai ρ sama dengan nol. Ada tidaknya autokorelasi juga dapat

dilihat dari nilai probabilitas chi-square (x). Jika nilai probabilitas

lebih besar dari nilai α yang dipilih maka kita menerima H0 yang

51
berarti tidak ada autikorelasi. Sebaliknya jika nilai probabilitas lebih

kecil dari α yang dipilih maka kita menolak H 0 yang berarti ada

masalah autokorelasi (Widarjono, 2009).

3. Uji Heterokedastisitas

Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam regresi

terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke

pengamatan yang lain. Heteroskedastisitas menunjukkan penyebaran

variabel bebas. Penyebaran yang acak menunjukkan model regresi

yang tinggi. Dengan kata lain tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk

menguji heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan mengamati

grafik scatterplot dengan pola titik-titik yang menyebar di atas dan di

bawah sumbu Y. Jika grafik yang muncul memperlihatkan

trendlinear, parabolik ataupun kubik, diduga terdapat

heterokedastisitas dalam model.

4. Uji Normalitas

Uji yang dilakukan untuk mengevaluasi apakah nilai variabel

pengganggu dari model yang dibentuk sudah normal atau tidak.

Konsep pengujian uji normalitas menggunakan pendekatan Jorque-

Berra test. Pedoman dari J-B test adalah apabila nilai probabilitas J-B

hitung < nilai probabilitas α (0.05), maka hipotesis yang menyatakan

bahwa variabel pengganggu adalah berdistribusi normal ditolak.

Apabila nilai probabilitas J-B hitung > nilai probabilitas α (0.05),

52
maka hipotesis yang menyatakan bahwa variabel pengganggu adalah

berdistribusi normal diterima (Gujarati, 2003).

3.5.2.2 Pengujian Hipotesis

1. Uji Simultan (Uji F)

Uji F pada dasarnya dimaksudkan untuk membuktikan secara

statistik bahwa keseluruhan variabel bebas berpengaruh secara

bersama-sama atau secara keseluruhan terhadap variabel terikat.

Dalam uji F, jika nilai probabilitas lebih kecil dari pada α 10%, maka

secara bersama-sama variabel bebas terdapat penngaruh yang

signifikan terhadap variabel terikat.

2. Uji Parsial (Uji t)

Uji t dimaksudkan untuk membuktikan secara statistic bahwa satu

persatu variable bebas berpengaruh signifikan terhadap variable

terikan. Dalam uji t, jika nilai probabilitas lebih kecil dari pada α

10%, maka setiap variable bebas itu satu persatu memiliki pengaruh

yang signifikan secara statistic terhadap variable terikat.

3. Koefisien Determinasi (Adjusted-R2)

Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh

kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel terikat. Nilai

koefisien determinasi adalah antara nol dan satu (0<R2<1). Nilai R2

yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel bebas dalam

menjelaskan variasi variabel terikat amat terbatas. Nilai yang

53
mendekati satu berarti vaiabel-variabel bebas memberikan hampir

semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel

terikat (Ghozali, 2013).

3.5.3 Analisis Efisiensi Teknis

Untuk menghitung dan menganalisis tujuan ketiga, maka digunakan

analisa kuantitatif yaitu menghitung dan menganalisis tingkat efisiensi teknis

(Technical Efficiency Rate) dapat diukur dengan menggunakan rumus :

Qi
ET … … … … … … … … … … … … … … … …(12)
Q∗i

Dimana :

ET : Tingkat efisiensi teknis

Qi : Besarnya produksi (output) ke-i / Besarnya produksi aktual

Q*i : Besar produksi yang diduga pada pengamatan ke-i yang diperoleh

melalui fungsi produksi frontier Cobb-Douglas / Besarnya produksi

potensial.

Persamaan diatas mengadopsi dari penelitian Kuswanto (2018).

Selain dengan menggunakan rumus (12) tersebut, dapat juga dilihat

dengan menggunakan software frontier 4.1 dengan metode MLE, dari

olahan tersebut akan didapatkan hasil Mean TE. Maka dapat dianalisis

lebih lanjut

3.5.4 Analisis Efisiensi Alokatif


Dalam menghitung dan menganalisis tujuan keempat, maka

digunakanan analisa kuantitatif yaitu efisiensi alokatif dapat dicapai dengan

54
mengkondisionalkan nilai produk marjinal sama dengan harga input (NPMx

= Px atau indeks efisiensi harga = ki = 1)

Formulasi secara matematik adalah :

MVP = Pxi = MFC atau MVPxi / Pxi = 1 = ki........ (13)

Dimana
MVP = Marginal Value Product
MFC = Marginal Faktor Cost
Pxi = Harga faktor produksi

Persamaan diatas mengadopsi dari penelitian Kuswanto (2018).

Apabila EA > 1 berarti petani dalam memproduksi ikan patin belum

mencapai efisiensi alokasi sehingga pengawasan faktor produksi perlu

ditambah agar mencapai optimal, sedangkan jika EA < 1 maka penggunaan

faktor produksi terlalu berlebihan dan perlu dikurangi agar mencapai

kondisi optimal.

3.5.5 Analisis Efisiensi Ekonomi

Dalam menghitung dan menganalisis tujuan kelima, maka digunakan

analisa kuantitatif yaiu efisiensi ekonomi dapat tercapai apabila efisiensi

teknis dan efisiensi alokatif tercapai. Dalam hal ini yaitu perkalian antara

efisiensi teknis dan efisiensi alokatif, sehingga dapat dinyatakan sebagai

berikut :

EE = TER. AER...................(14)

Dimana :
EE = Efisiensi Ekonomi
TER = Teknik Efisiensi Rate
AER = Allocative Efisiensi Rate

55
Persamaan diatas mengadopsi dari penelitian Kuswanto (2018)

dalam menentukan tingkat efisiensi ekonomi.

3.5.6 Faktor Eksternal


Dalam menganalisis tujuan penelitian keenam yaitu tentang faktor

eksternal atau faktor yang tidak dapat dikendalikan, seperti perubahan cuaca

ataupun iklim, maka digunaka analisa deskriptif dengan melihat respon dari

pembudidaya serta merujuk pada hasil riset terdahulu.

3.6 Definisi Operasional Variabel

1) Produksi ikan patin (Y)


Produksi ikan patin adalah total produksi ikan patin atau banyaknya
produksi ikan patin saat di panen.
2) Luas kolam (X1)
Luas kolam yang digunakan dalam pembibitan ikan patin untuk produksi
ikan patin, dihitung dalam satuan m2.
3) Pakan ikan (X2)
Pakan merupakan jumlah pakan yang diberikan kepada indukan sampai

masa produksi panen, satuan jumlah pakan indukan adalah Kilogram dan

Ton.

4) Bibit ikan patin (X3)


Bibit yang digunakan dalam penghasilan produksi ikan patin dihitung

perekor setiap masukkan ke kolam.

5) Tenaga Kejra (X4)


Tenaga kerja merupakan jumlah jam kerja orang yang bekerja ataupun

melakukan produktivitas setiap harinya dalam mengelolah ikan patin

tersebut.

BAB IV

56
GAMBARAN OBJEK PENELITIAN

4.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian

Kabupaten Muaro Jambi merupakan salah satu Kabupaten di

Provinsi Jambi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 54

Tahun 1999 sebagai daerah pemekaran dari Kabupaten Batang Hari,

secara resmi Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi mulai dilaksanakan pada

tanggal 12 Oktober 1999. Pusat Pemerintahan di Kota Sengeti sebagai ibu

Kota Kabupaten Muaro Jambi dengan Pusat Perkantoran di Bukit Baling

Kecamatan Sekernan. Kabupaten Muaro Jambi memiliki letak geografis

wilayah yang cukup strategis berada di hinterland Kota Jambi, hal ini

memberikan keuntungan bagi Kabupaten Muaro Jambi karena Kabupaten

ini memiliki peluang yang cukup besar sebagai daerah pemasok kebutuhan

kota Jambi, seperti pemasaran untuk hasil pertanian, perikanan, industri

dan jasa.

2
Luas wilayah Kabupaten Muaro Jambi ± 5.246 KM , secara

administrasi mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

- Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Barat.

- Sebelah Selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Selatan.

- Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Batang Hari.

- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

57
0 1
Secara Geografis Kabupaten Muaro Jambi terletak antara 1 51 Lintang Selatan

0 1 0 1
sampai dengan 2 01 Lintang Selatan dan diantara 103 15 Bujur Timur sampai

0 1
dengan 104 30 Bujur Timur.

Kabupaten Muaro Jambi memiliki kawasan perikanan yang luas meliputi

perikanna tangkap, perikanan budidaya, pengolahan perikanan dan kawasan

minapolitan. Tercatat pada tahun 2017 Kabupaten Muaro Jambi menghasilkan

produksi perikanan budidaya yang terus meningkat dan cukup besar

dibandingkan dengan Kabupaten lainnya yang berada di Provinsi Jambi yaitu

menghasilkan produksi ikan sebesar 25.295.000 ton.

Kumpeh Ulu merupakan salah satu kecamatan yang ada di

Kabupaten Muaro Jambi terdiri dari 18 desaa, 50 dusun dan 229 Rukun

Tetangga (RT) dengan pusat pemerintahan berada di Desa Pudak yang

berjarak 32 Km dari ibu kota Kabupaten Muaro Jambi. Kumpeh Ulu juga

merupakan salah satu daerah yang memiliki potensi Perikanan Budidaya.

Lokasi budidaya ikan patin umumnya jauh dari jalan raya utama yang

merupakan jalur penghubung antara kecamatan Kumpeh dengan Kota

Jambi. Selain itu lokasi budidaya ikan patin juga jauh dari pemukiman

warga. Lokasi area budidaya ikan patin yang cukup dekat dengan

pemukiman penduduk adalah Desa Pudak, Desa Lopak Alai, sedangkan di

Desa Kota Karang umumnya cukup jauh. Namum demikian, akses untuk

sampai kelokasi area perekonomian cukup muda. Hal itu karena sudah ada

jalan disekitar kolam yang digunakan sebagai sarana untuk jalan produksi.

58
Jala produksi yang sudah ada berupajalan tanah yang dipadatkan dengan

ukuran kurag lebih 3 meter sehingga bisa untuk masuk kendaraan roda 2

maupun roda 4.

4.2 Aspek Budidaya Ikan Patin

a. Kontruksi Kolam

Kolam yang digunakan oleh pembudidaya di Kecamatan Kumpeh

Ulu umumnya adalah kolam tadah hujan. Kolam dibentuk dari penggalian

tanah cekungan baik lahan basah/rawa maupun lahan kosong yang belum

termanfaatkan namun posisinya cukup rendah. Kontruksi kolam dibuat

berukuran rata-rata 375 m2 dengan tidak adanya saluran pemasukan dan

pengeluaran air sehingga tidak terdapat penggunaan pipa baik gorong-

gorong maupun paralpn. Kedalaman kolam dibuat rata-rata 3 meter dan

dapat diisi air mencapai 2-2,5 meter.

b. Penebaran Benih

Benih ikan patin yang digunakan untuk pembesaran rata-rata

berukuran 2 inchi dengan harga maksimal Rp. 200,-. Namun apabila

ukuran benihyang diperoleh masihterlalu kecil yaitu antara 1-1,5 inchi,

maka benih ditampung terlebih dahulu menggunakan happa (jaring ukuran

2x2 meter) yang ditempatkan dikolam untuk diperlihara. Selanjutnya

penebaran benih yang dilakukan setelah dilakukan aklimatisasi pada pagi

hari atau sore hari dengan padat tebar antara 5.000-6.000 ekor perkolam.

Pakan yang digunakan pada awal pemeliharaan adalah

menggunakan pakan komersil untuk benih dengan jenispakan berupa

59
remah (crumble) ukuran 1-2 mm. frekuensi pemberian pakan 3 kali sehari

yaitu pagi,siang dan sore hari. Cara pemberian pakan dengan ditebar

dipinggir kolam pada titiklokasi yangtetap hingga ikan menghampiri untuk

makan. Jumlah pakan yang pada tahan awal rata-rata 1-5 sak (30-150 kg).

c. Pemberian Pakan

Pakan yang digunakan untuk pembesaran ikan patin oleh

pembuidaya jenisnya berbeda-beda. Ada yang hanya menggunakan ppakan

komersil selama pemeliharaan dan ada pulayang sebagian besar

mengguunakan pakan buatan sendiri. Ukuran pakan yang diggunakan

untuk tahap pembesaran berukuran 3-4 . pakan diberikan rata-rata

sebanyak 3% dari bobot tubuh dengan frekuensi pemberian antara 2-3 kali

sehari yang cara pemberiannya dengan ditebar dipinggir kolam.

d. Pengelolaan Lingkungan dan Kesehatan Ikan

Pengelolaan kualitas air relatif tidak banyak dilakukan oleh

pembudidaya ikan patin. Hal itu seiring dengan kontruksi kolam yang

tidak terdapat dalam saluran pemasuka dan pengeluaran air. Penggantian

air yang dilakukan sifatnya isidentil yaitu apabila terdapat masalah denan

ikan patin maka dilakukan pergantian air. Pembudidaya beranggapan

bahwa pemeliharaan ikan patin tidak mesti memakai air yang bagus dan

ikan patin cukup toleran dengan kondii air tersebut. Oleh karena itu,

sebagian besar pembudidaya tidak mempunyai kolam tandon air untuk

melakukan pergantian air dan pengolahan air limbah budidaya.

e. Waktu Pemanenan

60
Waktu pemeliharaan ikan patin hingga mencapai ukuran konsumsi

untuk dipanen rata-rata selama 7 bulan dengan ukuran antara 500-700

gram/ekor. Pemanenan dilakukan pada malam hari untuk pemasaran di

Jambi atau sore hari untuk pemasaran keluar Jambi. Jumlah hasil panen

perkolam berkisar antara 2.500-3.000 kg. buaya panen ikan patin dikolam

dibebankan ke pembudidaya dengan upah panen rata-rata sebesar Rp.

250,-/kg.

f. Penerapan Sistem CBIB

Kegiatan budidaya ikan patin di Kecamatan Kumpeh Ulu

mendapat perhaian baik dari pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Untuk itu pembudidaya didorong dan dilakukan pembinaan untuk

melakukan budidaya ikan patin yang memperhatikan proses prouuksi

supaya memperoleh hasil yang baik. Salah satunya adalah cara budidaya

ikan yang baik (CBIC). CBIC adalah penerapan cara memelihara atau

membesarkan ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang

terkontrol sehingga memberrikan jaminan pangan dari pembudidaya.

Kegiatan CBIB yang dilakukan oleh pemerintah daerah terutama

Dinas Perikanan dimulai dari sosialisasi hingga pembinaan bertujuan

untuk mendorong pembudidaya mendapat sertifikan CBIB. Namun belum

banyak pembudidaya yang menerapkan sistem CBIB yang mendapatkan

sertifikat. Oleh karrena itu penerapan sistem CBIB belum sepenuhnya

dlakukan oleh seluruh pembudidaya.

61
Desa Kota Karang di Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro

Jambi, Provinsi Jambi, dengan luas wilayah 678,2 km2. Secara

administratif Desa Kota Karang berbatasan dengan :

- Sebelah utara berbatasan dengan Desa Kemingking

- Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kasang Kota Karang

- Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Lopak Alay

- Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Pudak

Berdasarkan data terkahir, jumlah penduduk Desa Kota Karang

berjumlah 1710 jiwa dengan penduduk laki-laki berjumlah 855 jiwa dan

perempuan 855 jiwa. Jumlah kepala keluarga (KK) laki-laki sebanyak 330

KK dan 127 jumlah kepala keluarga perempuan. Sebagian besar Kepala

Keluarga penduduk Desa Kota Karang mata pencahariannya adalah

pembudidaya ikan dan jenis ikan yang mayoritas adalah ikan patin.

Berdasarkan tabel 4.1 dari tingkat pendidikan sebagian besar

penduduk Desa Kota Karang berpendidikan tamat SD sebanyak 423.

Klasifikasi jumlah penduduk berdasarkan tingkat pendidikan pada table

berikut.

62
Tabel 4.1 Jumlah penduduk desa kota karang berdasarkan
pendidikan tahun 2018

Pendidikan Jumlah Persentase (%)


Buta Huruf 15 0,87
Sedang Tk 79 4,61
Cacat Fisik 10 0,58
Sedang SD 230 13,45
Tamat SD 423 24,73
Tidak tamat SD 83 4,85
Sedang SMP 98 5,73
Tamat SMP 294 17,19
Tidak tamat SMP 68 3,97
Sedang SMA 8 0,46
Tamat SMA 283 16,54
Perguruan tinggi 119 0,69
Jumlah 1710 100
Sumber : Monografi Desa Kota Karang

Berdasarkan tabel 4.2 dari tingkat kesejahteraan keluarga, sebagian

besar tingkat kesejahteraan keluarga di Desa Kota Karang yaitu Sejahtera

1 sebesar 42% atau sebanyak 450 Keluarga. Tingkat sejahtera 1

merupakan keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar

minimalya, yaitu melaksanakan ibadah agama menurut masing-masing

anggota keluarga, makan dua kali sehari atau lebih. Seluruh anggota

keluarga memiliki pakaian yang berbeda untuk dirumah, sekolah, bekerja

dan berpergian. Bagian yang terluas dari lantai rumah bukan tanah. Bila

sakit berobat ke petugas kesehatan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa

rata-rata penduduk Desa Kotta Karang tergolong dapat memenuhi

kebutuhan hidupnya.

Tabel 4.2 Tingkat Kesejahteraan Keluarga Desa Kota Karang

63
Kesejahteraan Jumlah Persentase (%)
Prasejahtera 51 11,33333
Sejahtera 1 189 42
Sejahtera 2 95 21,11111
Sejahtera 3 58 12,88889
Sejahtera 3 plus 57 12,66667
Jumlah 450 100
Sumber : Monografi Desa Kota Karang

Berdasarkan tabel 4.3 dari pendapatan rata-rata penduduk di Desa Kota

Karang yaitu pendapatan rata-rata yang besar adalah kepala keluarga sebesar

2.500.000/bulan dan pendapatan rata-rata dari anggota keluarga yang bekerja

sebesar 750.000/bulan. Pendapatan rata-rata lebih besar dari kepala keluarga

karena sebagian besar yang bekerja atau memenuhi beban tangggunan keluarga

adalah kepala keluarga. Anggota keluarga biasanya hanya untuk kebutuhannya

sendiri bukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pendapatannya tidak

digunakan untuk pengeluaran saja tetapi juga digunakan untuk saving

(menabung).

Tabel 4.3 Pendapatan Rata-rata Kepala Keluarga dan Anggota


Keluarga Di Desa Kota Karang

Keterangan Jumlah Rata-rata Pendapatan


Pendapatan Kepala Keluarga 457 Rp. 2.500.000
Pendapatan Dari Anggota
Keluarga Yang Bekerja 1710 Rp. 750.000
Sumber : Monografi Desa Kota Karang

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

64
5.1 Karakteristik Sosial Ekonomi Pembudidaya

5.1.1 Umur

Menurut kelompok umur menggambarkan komposisi bahwa

penduduk mencerminkan angka beban dibandingkan dengan jumlah

penduduk produktif (20-60 tahun) dan jumlah yang tidak produktif dibawah

20 tahun dan 60 tahun keatas. Pembudidaya dalam bekerja membutuhkan

kondisi fisik yang kuat. Umur pembudidaya yang masih muda akan sangat

mempengaruhi kemampuan fisik yang relatif kuat bila dibandingkan dengan

kemampuan fisik berusia tua.

Distribusi responden berdasarkan umur pembudidaya di Desa Kota

Karang Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2018

dapat dilihat pada table berikut :

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok


Umur Pembudidaya di Desa Kota Karang Tahun 2018

Umur (Tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)


20-24 3 5
25-29 11 18.3
30-34 11 18.3
35-39 9 15
40-44 10 16.6
45-49 4 5
50-54 3 5
55-59 7 11.6
>60 3 5
Jumlah 60 100
Rata-rata 39
Sumber : Diolah dari data primer (2018)

Berdasarkan table 5.1 menunjukkan bahwa distribusi berdasarkan

kelompok umur pembudidaya di Desa Kota Karang dengan jumlah

65
responden sebanyak 60, menunjukkan kelompok umur nelayan tertinggi

yaitu antara 25-34 tahun sebanyak 22 atau 36,6% pembudidaya dan jumlah

pembudidaya terendah yaitu dibawah 20 tahun sebanyak 3

responden atau 5% dan diatas 60 tahun sebanyak 3 respondesn atau 5%.

Rata-rata pembudidaya di Desa Kota Karang yaitu berumur 39 tahun.

Pembudidaya yang berada pada usia produktif memiliki biaya tanggungan

keluarga yang cukup besar. Dimana semakin muda usia petani, cenderung

memiliki sifat fisik yang kuat dan dinamis dalam menelola usahataninya,

sehingga mampu bekerja lebih kua dari oetani yang usianya tua. Selain itu

petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko

dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan ushataninya (Wiyono et al.,

2015)

5.1.2 Pendidikan

Tingkat pendidikan seseorang menunjukkan pengetahuan yang

dimiliki oleh responden. Tingkat pendidikan responden yang relatif

memadai akan dapat mempengaruhi cara berpikir dan pengambilan

keputusan dalam melaksanakan aktivitas. Pendidikan dapat mempengaruhi

cara berpikir dan akan mentukan seseorang dalam mengadopsi dan

menerima inovasi baru serta pemahaman terhadap informasi. Pendidikan

normal relatif lebih tinggi akan lebih memudahkan nelayan dalam

menerapkan teknologi baru serta teknik-teknik baru dalam usahanya.

66
Dengan demikian dapat menunjang pencapaian produksi yang optimal

sehingga pendapatan nelayan juga meningkat.

Distribusi responden berdasarkan kondisi tingkat pendidikan nelayan

di Desa Kota Karang Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi

tahun 2019 sebagai berikut :

Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok


Pendidikan Pembudidaya di Desa Kota Karang Tahun 2018

Pendidikan Frekuensi (n) Persentase (%)


Tidak Tamat Sekolah 2 3.3
SD 18 30
SMP 27 45
SMA 7 11.6
Perguruan Tinggi 6 10
Jumlah 60 100
Sumber : Diolah dari data primer (2018)

Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan distribusi responden

berdasarkan tingkat pendidikan di Desa Kota Karang dengan jumlah

responden 60, menunjukkan jumlah pembudidaya tertinggi dengan tingkat

pendidikan yaitu tamat SMP sebanyak 27 atau 45% dan jumlah terendah

dengan tingkat pendidikan tidak tamat sekolah yaitu sebanyak 2 responden

atau 3,3% pembudidaya. Rata-rata pembudidaya di Desa Kota Karang

berpendidikan SMP. Pada table tersebut mengenai tingkat pendidikan

responden menunjukkan bahwa pendidikan responden masih tergolong

rendah karena pada umumnya masyarakat di Desa Kota Karang pada anak

laki-laki dahulu telah diajarkan untuk melakukan kegiatan dalam

mengelolah kolam ikan, seiring bertumbuhnya fisik dan mampu mencari

nafkah sehingga tidak pelru lagi melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih

67
tinggi. Meskipun begitu para pembudidaya di Desa Kota Karang mampu

menerima dengan baik teknologi dalam mengelola ikan.

5.1.3 Jumlah Tanggungan

Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya orang yang

ditanggung atau dibiayai oleh kepala keluarga. Jumlah tanggungan akan

mempengaruhi usaha yang dilakukan karena semakin banyak keluarga

yang ditanggung maka akan mempengaruhi hasrat atau kemampuan untuk

berusaha dan mendorong seseorang agar lebih gia untuk memperoleh

pendapatan dan semakin besar tanggungan keluarga makamakn berat pula

beban yang harus dipikul oleh kepala keluarga.

Distribusi responden berdasarkan jumlah anggota keluarga yang

ditanggung oleh pembudidaya ikan patin di Desa Kota Karang Kecamatan

Kumpeh Kabupaten Muaro Jambi Tahun 2019 sebagai berikut :

Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok


Jumlah Tanggungan Pembudidaya di Desa Kota Karang Tahun 2018

Jumlah Tanggungan (Jiwa) Frekuensi (n) Persentase (%)


0-1 4 6.6
2-4 53 88.3
>5 3 5
Jumlah 60 100
Rata-rata 4
Sumber : Diolah dari data primer (2018)

Berdasarkan tabel 5.3 menunjukkan distribusi responden dengan

jumlah anggota keluarga di Desa Kota Karang sebanyak 60 responden,

bahwa jumlah anggota keluarga pembudidaya paling tinggi yaitu 2-4 jiwa

sebanyak 53 atau 88,3% dan jumlah yang terendah yaitu lebih dari 5 jiwa

68
sebanyak 3 atau 5%. Rata-rata jumlah anggota keluarga dalam 1 (satu)

rumah tangga kurang lebih 3 anggota keluarga yang ditanggung oleh

pembudidaya di Desa Kota Karang. Hal ini berarti masih diatas yang

dicanangkan oleh pemerintah bahwa masyarakat pembudidaya di Desa

Kota Karang masih memiliki jumlah tanggungan yang cukup besar.

5.1.4 Tempat Tinggal

Tempat tinggal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah domisili

dari pembudidaya ikan patin tersebut. Distribusi responden berdasarkan

tempat tinggal di Desa Kota Karang Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten

Muaro Jambi sebagai berikut :

Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok


Tempat Tinggal Pembudidaya di Desa Kota Karang Tahun 2018

Tempat Tinggal Frekuensi (n) Persentase (%)


Penduduk Asli 48 80
Pendatang 12 20
Jumlah 60 100
Sumber : Diolah dari data primer (2018)

Berdasarkan tabel 5.4 menunjukkan distribusi responden

berdasarkan tempat tinggal di Desa Kota Karang dengan 60 responden,

bahwa sebagian besar pembudidaya ikan patin merupakan penduduk asli

Desa Kota Karang, hal ini ditunjukkan sebanyak 48 responden atau 80%

dan jumlah penduduk dari luar Desa Kota Karang atau pendatang

sebanyak 12 atau 20% responden.

5.1.5 Kepemilikan Kolam

69
Kepemilikan kolam dalam penelitian ini merupakan status

kepemilikan kolam oleh pembudidaya ikan patin. Distribusi responden

berdasarkan kepemilikan kolam di Desa Kota Karang Kecamatan Kumpeh

Ulu Kabupaten Muaro Jambi sebagai berikut :

Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok


Kepemilikan Kolam Pembudidaya di Desa Kota Karang Tahun 2018

Kepemilikan Kolam Frekuensi (n) Persentase (%)


Sendiri 42 70
Sewa 18 30
Jumlah 60 100
Sumber : Diolah dari data primer (2018)

Berdasarkan tabel 5.5 menunjukkan bahwa di Desa Kota Karang

status kepemilikan kolam terbanyak yaitu kolam sendiri sebanyak 42

responden atau 70% dari 60 responden dan sisanya 18 responden atau 30%

status kepemilikannya sewa.

5.1.6 Pengalaman

Pengalaman membudidaya ikan atau pengetahuan dan keterampilan

yang dimiliki oleh pembudidaya ikan patin di Desa Kota Karang yaitu

pekerjaan yang telah dilakukan selama beberrapa waktu tertentu. Semakin

lama seorang bekerja, maka diharapkan kemampuannya dalam melaut juga

akan semakin baik. Distribusi responden berdasarkan kepemilikan kolam

di Desa Kota Karang Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi

sebagai berikut :

70
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok
Pengalaman Pembudidaya di Desa Kota Karang Tahun 2018

Pengalaman (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)


1-5 32 53.3
6-10 17 28.3
11-15 5 8.3
16-20 3 5
Jumlah 60 100
Rata-rata 7
Sumber : Diolah dari data primer (2018)

Berdasarkan tabel 5.6 menunjukkan distribusi berdasarkan

pengalaman pembudidaya di Desa Kota Karang dengan hasil bahwa

pembudidaya dengan pengalaman tertinggi antara 6-10 tahun sebanyak 32

responden atau 53,3% pembudidaya cukup lama dalam membudidaya ikan

rata-rata mereka yang telah bekeluarga ataupun membantu orang tua. Rata-

rata pengalaman pembudidaya ikan pain di Desa Kota Karang yaitu 7

tahun, 7 tahun ini merupakan waktuyang cukup lama karena untuk sekali

panen ikan patin saja membutuhkan waktu kurang lebih 6 bulan.

5.1.7 Luas Kolam

Luas kolam dalam penelitian ini adalah menghitung berapa jumlah

panjang dan lebar kolam yang dimiliki oleh pembudidaya ikan patin.

Distribusi responden berdasarkan luas lahan kolam di Desa Kota Karang

Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten Muaro Jambi sebagai berikut :

71
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Kelompok
Luas Kolam Pembudidaya di Desa Kota Karang Tahun 2018

Luas Kolam (m) Frekuensi (n) Persentase (%)


<100 1 1.6
100-300 6 10
310-500 41 68.3
510-700 6 10
>700 6 10
Jumlah 60 100
Rata-rata 447.3
Sumber : Diolah dari data primer (2018)

Berdasarkan tabel 5.7 menunjukan bahwa jumlah pembudidaya

ikan patin di Desa Kota Karang dengan luas lahan tertinggi antara 310m2-

500m2 dengan jumlah 41 responden atau 68,3%. Rata-rata luas lahan

kolam yang dimiliki pembudidaya ikan patin sebesar 447,3 m. Luas lahan

kolam ikan patin ini menunjukkan berapa besar potensi yang bisa

memasukkan bibit ikan patin ke dalam kolam tersebut.

5.2 Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ikan Patin

Sesuai dengan tujuan kedua penelitian ini, yakni untuk mengidenifikasi

faktor-faktor yang mempengaruhi produksi ikan patin yaitu, pakan, bibit, luas

kolam dan tenaga kerja terhadap produksi ikan patin di Desa Kota Karang

digunakan model Cobb-Douglas dengan analisis linear berganda dengan

pendekatan OLS, dan dengan pengujian asumsi klasik serta pengujian hipotesis

berikut ini.

5.2.1 Uji Asumsi Klasik

1. Multikolinearitas

Multikolinearitas sebagai suatu keadaan dimana terjadi korelasi

linear yang “perfect” atau exact diantara sebagian atau semua variable

72
bebas alam model regresi sehingga menyulitkan untuk mengidentifikasi

variable bebas dan variable terikatnya yaitu pakan, bibit, tenaga kerja dan

luas kolam terhadap produksi ikan patin dalam model. Setelah hasil

estimasi maka dapat dilakukan uji Multikolinearitas yang dapat dilihat dari

nilai varians inflation factor (VIF) sebagai berikut :

Tabel 5.8 Hasil Variance Inflation Factor

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C  1.190159  1511.673  NA


PKN  0.018364  1652.951  2.259916
BBT  0.025151  2461.475  2.121844
TK  0.005128  6.956834  1.274832
LK  0.007359  342.2376  1.127674

Sumber : Output EViews9 data diolah (2018)

Pada tabel 5.8 untuk melihat nilai VIF variable pakan (PKN), bibit (BBT),
tenaga kerja (TK) dan luas kolam (LK) terhadap produksi ikan patin kurang dari
10 maka dapat dinyatakan tidak terjadi gejala multikolinearias didalam penelitian.

2. Autokorelasi
Uji autokorelasi dengan menggunakan metode Breusch-godfrey

umum dikenal dengan uji Lagrange Multiplier (LM). Masalah autokorelasi

biasanya muncul dalam data time series meskipun tidak menutup

kemungkinan juga pada data cross section. Dapat dilihat pada tabel berikut

ini :

Tabel 5.9 Hasil Regresi Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 0.9     Prob. F(2,53) 0.


234 40

73
20 35
2.0 0.
203     Prob. Chi- 36
Obs*R-squared 61 Square(2) 42

Sumber : Output EViews9 data diolah (2018)

Pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa nilai Pobabilita Chi-Square lebih besar

dari nilai α yang dipilih yaitu 0,3642 > 0,05 dan tidak mengalami signifikan dalam

model pengujian Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test ini berarti pakan,

bibit, tenaga kerja dan luas kolam terhadap produksi ikan patin tidak terdapat

autokorelasi.

3. Heterokedastisitas

Hasil regresi heterrokedastisitas untuk mengjui R-squared setiap

variable inependen (pakan, bibit, tenaga kerja, dan luas kolam) yang

mempengaruhi variable dependen (produksi ikan patin) mempunyai

varians yang sama. Jika terjadi heterokedastisitas maka penaksir OLS tetap

tak bias dan konsisten, tetapi penaksir tidak tadi tidak lagi efisien baik

dalam sampel kecil maupun besar. Berikut ini model Heterokedastisitas

dapat dilihat tabel :

Tabel 5.10 Hasil Regresi Heterokedastisitas

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

0.5 0.
128 72
F-statistic 54     Prob. F(4,55) 65
2.1 0.
574     Prob. Chi- 70
Obs*R-squared 41 Square(4) 68
1.9 0.
965     Prob. Chi- 73
Scaled explained SS 48 Square(4) 64

74
Sumber : Output EViews9 data diolah (2018)

Pada Tabel 5.10 menunjukkan bahwa Probabilita Chi-Square lebih besar

dari nilai α yang dipilih yaitu 0,7364 > 0,05 dan tidak mengalami signifikan dalam

model pengujian Breusch-Pagan-Godfey ini berarti variable pakan, bibit, tenaga

kerja dan luas kolam tterhadap produksi ikan patin dalam penelitian ini tidak

terdapat heterokedastisitas.

4. Normalitas

Uji yang dilakukan untuk mengevaluasi apakah nilai variable pengganggu

dari model yang dibentuk sudah berdistribusi normal atau tidak. Konsep uji

normalitas menggunakan pendekatan Jourque-Berra test. Pedoman dari J-B test

adalah apabila nilai probabilitas J-B hitung < nilai probabilitas α (0,05), maka

hipotesis menyatakan bahwa variabel pengganggu adalah berdistribusi normal

ditolak. Apabila nilai probabilitas J-B hiung > nilai probabilitas α (0,05), maka

hipotesis yang menyatakan bahwa variabel pengganggu adalah berdistribusi

normal diterima. Berikut ini grafik uji normalitas.

75
12
Series: Residuals
Sample 1 60
10 Observations 60

8 Mean -1.63e-15
Median 0.005537
Maximum 0.469496
6 Minimum -0.579982
Std. Dev. 0.209848
Skewness -0.266628
4
Kurtosis 3.202662

2 Jarque-Bera 0.813585
Probability 0.665782
0
-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4
Sumber : Output EViews9 data diolah (2019)

Gambar 5.1 Uji Normalitas

Pada grafik menunjukkan bahwa nilai probabilita J-B hitung 0,665782

lebih besar dari nilai probabilitas α (0,05) dalam pendekatan Juourque-Berra test,

maka hipotesis yang menyatakan bahwa variabel pengganggu adalah berdistribusi

normal diterima.

5.2 Pengujian Hipotesis

1. Uji F Statistik

Uji F-statistik dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah

secara bersama-sama variabel; independen berpengaruh signifikan

terhadap variabel dependen yaitu dengan melihat signifikan α 5%. Apabila

tingkat signifikan lebih kecil dari α 5% maka Ho ditolak Ha diterima

artinya bersama-sama variabel bebas tersebut berpengaruuh signifikan

terhadap variabel terikat, begitu juga sebaliknya apabila taraf signifikan

lebih besari dari α 5% maka Ho diterima Ha ditolak artinya secara

76
bersama-sama variable bebas tidak berpengaruh signifikan terhadap

variabel terikat. Berikut hasil uji F statistik.

Tabel 5.11 Hasil Regresi Linear Berganda Menguji F Statistik

8.
0.5 03
442     Mean dependent 20
R-squared 68 var 27
0.
0.5 31
111     S.D. dependent 08
Adjusted R-squared 23 var 49
-
0.
0.2 13
173     Akaike info 50
S.E. of regression 45 criterion 08
0.
2.5 03
981     Schwarz 95
Sum squared resid 32 criterion 21
-
0.
9.0 06
502     Hannan-Quinn 67
Log likelihood 38 criter. 40
1.
16. 76
421     Durbin-Watson 20
F-statistic 21 stat 80
0.0
000
Prob(F-statistic) 00

Sumber : Output EViews9 data diolah (2018)

Dari tabel 5.11 tersebut menunjukkan bahwa nilai probabilita F-

statistik sebesar 0,00000 atau lebih kecil dari α = 5% (0,05) yaitu 0,0000 <

0,05 artinya Ho ditolak Ha diterima pada tingkat keyakinan 95%. Jadi

dapat disimpulkan bahwa variable pakan (PKN), bibit (BBT), tenaga kerja

77
(TK) dan luas kolam (LK) secara bersama-sama berpengaruh signifikan

terhadap produksi ikan patin.

2. Uji t Statistik

Factor-faktor yag berpengaruh terhadap produksi ikan patin adalah pakan,

bibit, tenaga kerja dan luas kolam. Perhitungan dapat digunakan menerima atau

menolak hipotesis yang dirumuskan, yaitu dengan melihat taraf signifikan α = 1%,

5% dan 10%. Apabila probilitas lebih kecil dari pada taraf signifikan yang telah

ditetapkan makan Ho ditolak Ha diterima artinya secara parsial variabel bebas

berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat. Begitu juga sebaliknya,

apabila probabilitas lebih besar dari pada tingkat signifikan yang ditetapkan maka

Ho diterima Ha ditolak artinya secara parrsial variable bebas tidak berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel terikat. Hasil regresi linear berganda untuk

menguji t statistik dapat lihat dari tabel berikut.

Tabel 5.12 Hasil Regresi Linear Berganda Menguji t Statistik

Coe t- Pr
ffici Std. Statis ob. 
Variable ent Error tic  
0.54 0.6
450 1.090 0.499 19
C 2 944 111 7
0.26 0.0
684 0.135 1.969 54
PKN 9 515 153 0
0.58 0.0
590 0.158 3.694 00
BBT 8 589 495 5
TK 0.04 0.071 0.693 0.4
966 607 571 90

78
4 9
0.00 0.9
917 0.085 0.106 15
LK 0 787 888 3

Sumber : Output EViews9 data diolah (2019)

Dari tabel 5.12 tersebut menunjukksn bahwa pengujian koefisien regresi

variable pakan (PKN) nilai probabilitas sebesar 0,0540 atau lebih kecil dari nilai α

= 10% (0,1) yaitu 0,0540 < 0,1. Maka Ho ditolak Ha diterima. , dari hasil tersebut

dapat dinyatakan bawa variable pakan secara individu berpengaruh signifikan

terhadap produksi ikan patin.

Koefisien regresi variable bibit ikan (BBT) dapat diilihat nilai

probabilitanya sebesar 0,0005 atau lebih kecil dari nilai α = 5% (0,05) yaitu

0,0540 < 0,05. Maka Ho ditolak Ha diterima. , dari hasil tersebut dapat dinyatakan

bawa variable bibit ikan secara individu berpengaruh signifikan terhadap produksi

ikan patin.

Koefisien regresi variable tenaga kerja (TK) dapat diilihat nilai

probabilitanya sebesar 0,4909 atau lebih besar dari nilai α = 10% (0,1) yaitu

0,4909 > 0,1. Maka Ho diterima Ha ditolak, dari hasil tersebut dapat dinyatakan

bawa variable tenaga kerja secara individu tidak berpengaruh signifikan terhadap

produksi ikan patin.

Koefisien regresi variable luas kolam (LK) dapat diilihat nilai

probabilitanya sebesar 0,9153 atau lebih besar dari nilai α = 10% (0,1)

yaitu 0,9153 > 0,1. Maka Ho diterima Ha ditolak, dari hasil tersebut dapat

79
dinyatakan bawa variable luas kolam secara individu tidak berpengaruh

signifikan terhadap produksi ikan patin.

3. Koefisien Determinasi

Pengaruh variable independen (pakan, bibit tenaga kerja dan luas

kolam) terhadap variable dependen (produksi ikan patin) ditunjukkan oleh

besar koefesien determinassi R2. Dari table 5.11 diperoleh angka R-

squared sebesar 0,544268 atau 54% sehingga dapat dinyatakan memiliki

korelasi keeratan kuat terhadap produksi ikan patin. Hal ini menjelaskan

bahwa pengaruh pakan (PKN), bibit (BBT), tenaga kerja (TK) dan luas

kolam (LK) sebesar 54% dan sebesar 46% dipengaruhioleh variable lan

selain dalam model.

4. Model regresi

Regresi linear berganda adalah pengaruh pakan ikan, bibibt ikan, tenaga

kerja dan luas kolam terhadap produksi ikan patib di Desa Kpta Karang. Berikut

hasil dari metode analisa dan perhitungan yang dilakukan melalui program

Eviews9 dengan taraf signifikansi α = 1%, α = 5% dan α = 10%, maka diperoleh

persamaan regresi sebagai berikut :

LnPIP = 0,54450 + 0,2668LnPKN + 0,5859LnBBT + 0,0496LnTK +

(1,090) (0,1355) (0,1585) (0,0716)

0,009170LnLK

(0,087)

Persamaan regresi linear tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut :

80
1. Nilai konstanta sebesar 0,544502 memberikan arti bahwa jika pakan

(PKN), bibit ikan (BBT), tenaga kerja (TK) dan luas kolam (LK)

diasumsikan tetap atau konstan, maka produksi ikan patin (PIP) akan

bertambah sebanyak 0,544502 Kg.

2. Pakan Ikan (PKN)

Variabel bebas pakan ikan (PKN) berpengaruh terhadap produksi ikan

patin dan mempunyai koefesien regresi sebesar 0,266849 bahwa setiap

penambahan 1% pakan ikan akan terjadi kenaikan produksi ikan patin

sebesar 0,266849% dengan asumsi variabel lainnya tetap atau konstan

(ceteris paribus)

3. Bibit Ikan (BBT)

Variabel bebas bibit ikan (BBT) berpengaruh terhadap produksi ikan patin

dan mempunyai koefisien regresi sebesar 0,585908 bahwa setiap

penambahan 1% bibit ikan akan terjadi kenaikan produksi sebesar

0,585908% dengan asumsi variabel lainnya tetap atau konstan (ceteris

paribus)

4. Tenaga kerja (TK)

Dari hasil regresi menunjukkan bahwa tenaga kerja (TK) mempunyai

pengaruh yang tidak signifikan terhadap produksi ikan patin. Pada

koefesien regresi bernilai postif yaitu 0,049664, yang artinya bahwa setiap

penambahan 1% tenaga kerja maka produksi ikan patin akan meningkat

sebesar 0,049664% dengan asumsi variabel lain tetap (ceteris paribus)

5. Luas kolam (LK)

81
Dari hasil regresi menunjukkan bahwa luas kolam (LK) mempunyai

pengaruh yang tidak signifikan terhadap produksi ikan patin. Diketahui

koefesien regresi bernilai postif yaitu 0,009170 yang artinya bahwa setiap

penambahan 1% luas kolam akan meningkatkan 0,009170% produksi ikan

patin dengan asumsi lain variabel lain dianggap tetap (ceteris paribus).

5. Interpretasi
1. Pengaruh Pakan Ikan Terhadap Produksi Ikan Patin

Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa pakan ikan berpengaruh

positif dan signifikan terhadap produksi ikan patin yang berarti sesuai dengan

hipotesis awal bahwa variabel pakan ikan berpengaruh signifikan terhadap

produksi ikan patin. Nilai koefesien dalam penelitian ini menggambarkan nilai

elastisitas produksi (Ep) yaitu sebesar 0,266849. Berdasarkan hasil wawancara

dilapangan beberapa responden mengatakan bahwa semakin banyak ikan diberi

makan, banyak dalam artian juga dengan kadar tertentu, tetapi mesedikit

melebihkan dari cakupan standar. Maka ikan akan cepat tumbuh atau berat ikan

tersebut akan cepat bertambah, maka produksi ikan juga akan bertambah

dengan asumsi faktor produksi yang lain dianggap konstan. Hal ini sesuai

dengan penelitian sebelumnya oleh Djoko, dkk (2017) yang mengatakan bahwa

pakan sangat berpengaruh terhadap produksi benih lele dumbo. Artinya bahwa

jika petani semakin rajin dalam memberikan pakan saat melakukan

produktivitas ataupun dalam mengelola ikan patin tersebut maka produksi ikan

patin akan meningkat, apalagi nutrisi dan gizi yang terkandung dalam pakan

tersebut berkualitas baik. Menurut Anggareni dan Abdulgani (2013)

pertumbuhan ikan erat kaitannya dengan ketersediaan protein dalam pakan,

82
karena protein merupakan sumber energi bagi ikan dan protein merupakan

nutrisi yang sangat dibutuhkan ikan untuk pertumbuhan. Tinggi rendahnya

protein dalam pakan dipengaruhi oleh kandungan energi non-protein yaitu

yang berasal dari karbohidrat dan lemak. Pakan disini adalah makanan yang

dibuat dari campuran bahan-bahan alami dan bahan olahan yang selanjutnya

dilakukan proses pengolahan serta dibuat dalam bentuk tertentu sehingga

tercipta daya tarik (merangsang) ikan untuk memakannya dengan mudah dan

lahap.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu Hasanuddin

(2011) dalam risetnya menyatakan bahwa pakan berpengarruh positif terhadap

pembenihan ikan patin di Kota Metro Lampung.

2. Pengaruh Benih Ikan Terhadap Produksi Ikan Patin

Dalam penelitian ini dapat diketahui bahwa benih ikan

berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi ikan patin, sesuai

dengan hipotesis awal bahwa variabel benih ikan berpengaruh signifikan

terhadap produksi ikan patin. Koefisien regresi dalam penelitian ini

menunjukan besaran nilai elastisitas produksi (Ep) yaitu sebesar 0,585908

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti, responden

mengatakan bahwa semakin banyak bibit yang ditebar maka akan semakin

banyak pula produksi ikan yang dihasilkan dengan asumsi faktor produksi

yang lainnya dianggap tetap, karena bibit merupakan faktor produksi utama

dalam memproduksi ikan patin. Hal ini sesuai dengan pendapat (Durborow,

2000) dalam Djoko (2017) tingkat tebar seperti dikolam komersial harus

83
didasarkan pada tingkat maksimum makan yang aman dan ekonomis.

Artinya benih ikan juga menentukan seberapa banyak produksi ikan yang

dihasilkan dengan asumsi tidak ada faktor lain yang mengganggu, jadi

semakin banyak benih ikan yang ditebar maka akan semakin banyak

produksi ikan yang dihasilkan dengan luas kolam yang sesuai dan pakan

yang diberikan berkualitas.

Hasil ini juga sejalan dengan penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh (Sumartin, 2018) menyatakan bahwa benih memiliki

pengaruh positif dan signifikan terhadap produksi budidaya ikan patin.

3. Pengaruh Luas Kolam Terhadap Produksi Ikan Patin

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa

luas kolam tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produksi

ikan patin. Menurut (Susanto, 2011) mengatakan bahwa lahan atau kolam

pemeliharaan harus disediakan oleh pembudidaya ikan, selain lahan kondisi

air juga harus melimpah. Lokasi yang akan digunakan harus memenuhi

syarat teknis antara lain debit air yang cukup tersedia, tidak tercemar limbah

dan mudah diperoleh. Dalam penelitian ini dengan rata-rata luas kolam

sebesar 15m x 30m, besar kemungkinan bahwa luas lahan kolam tidak

berpengaruh signifikan dikarenakan kondisi air yang tidak stabil, tingkat

keasamaan relatif tidak menentu akibat dari cuaca yang ekstream

mengakibatkan kualitas air mejadi kurang baik, hal ini yang membuat lahan

kolam tidak berpengaruh signifikan terhadap ikan patin. Dikeahui dalam

penelitian ini menunjukkan bahwa koefisien regresi bernilai positif yaitu

84
0,009170. Hal yang sama dilakukan oleh (Djoko, dkk 2017) dalam risetnya

juga menganalisis bahwa variabel lahan kolam tidak berpengaruh signifikan

terhadap produksi pembenihan ikan lele dumbo. Tetapi koefisien regresinya

bernilai positif, yang artinya bahwa setiap penambahan satu persen lahan

kolam akan menambah satu persen produksi pembenihan ikan lele dumbo.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian Sumartin (2018) hasil riset yang

dilakukannya yaitu luas lahan kolam tidak berpengaruh signifikan terhadap

produksi ikan patin, tetapi dalam penelitian diketahui koefesien bernilai

negatif tentu akan memberikan pengaruh yang negatif. Hal ini menunjukkan

bahwa dengan meningkatkan satu persen luas kolam yang diinvestasikan,

dapat menurunkan produksi usaha budidaya ikan patin sebesar satu persen.

4. Pengaruh Tenaga Kerja Terhadap Produksi Ikan Patin

Variabel tenaga kerja dalam penelitian ini adalah seberapa banyak

jam kerja yang dilakukan oleh pembudidaya dalam melakukan

produktivitas, hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa variabel tenaga

kerja tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap produksi

budidaya ikan patin. Menurut (Suratiyah, 2015) tenaga kerja dalam

usahatani meiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja

dalam usaha bidang lain yang bukan pertanian. Pada hasil penelitian yang

dilakukan oleh (Nugroho, M,H 2008) menghasilkan bahwa variabel tenaga

kerja tidak berpengaruh signifikan terhadap pembenihan ikan gurami ukuran

1-2cm. Hal yang sama dilakukan oleh (Hidayatullah, Arief 2016)

85
menumjukkan bahwa variabel tenaga kerja tidak berpengaruh signifkan

terhadap produksi ikan mas. Namun memiliki koefisien yang bernilai postif.

Menurut (Sahara, 2006) tenaga kerja yang baik secara langsung

ataupun tidak langsung tidak dapat mempengaruhi produksi akan tetapi

produksi yang menentukan waktu kerja.

5.3 Hasil Perhitungan dan Analisi Efisiensi Teknis

Pendugaan Fungsi Produksi Ikan Patin dengan Pendekatan MLE

Pendugaan dengan pendekatan ini untuk melihat pengaruh

langsung ataupun tidak langsung terhadap produksi ikan patin, adapun

pengaruh langsung telah dijelaskan sebelumnya yaitu pakan ikan, bibit

ikan, tenaga kerja dan luas kolam. Sedangan pengaruh tidak langsung

yaitu umur, pendidikan dan pengalaman. Hal ini juga dapat disebut dengan

sumber inefisiensi. Kemudian untuk melihat nilai gamma (ϒ) dan noise

(vi). Pendekatan ini juga menghasilkan nilai rata-rata efisiensi teknis

(Mean TE).

Table 5.13 Pendugaan Fungsi Produksi Ikan Patin dengan Pendekatan MLE

Variabel coeffecient standard-error t-ratio


Konstanta (lnβ0) 0.58 0.98 0.59
Pakan (lnPKN) 0.11 0.17 0.68
Bibit(LnBBT) 0.74 0.19 3.83
Luas Kolam (lnLK) 0.08 0.08 1.03
Tenaga Kerja (lnTK) 0.01 0.08 0.14

86
Gamma (ϒ) 0.55 0.30 1.84
Mean TE 0.90    
Umur -0.03 0.02 -1.33
Pengalaman -0.07 0.04 -1.85
Pendidikan 1.06 0.70 1.51
Sumber : Output Frontier 4.1 data diolah (2019)

Dari tabel 5.13 tersebut menunjukkan bahwa dengan menggunakan

metode MLE dapat melihat nilai rata-rata efisiensi teknis, gamma (ϒ) dan

variabel tidak langsung yang mempengaruhi produktivitas ikan patin,

variabel tersebut yaitu umur, pengalaman dan pendidikan. Nilai ϒ

mendekati 1 dibandingkan 0, yaitu 0,05 menunjukkan bahwa error term

hanya berasal dari akibat ketidakefisienan (inefisiensi) yaitu ui dan bukan

berasal dari noise (vi). Model ini cukup baik karena ϒ lebih besar dari 0

dan mendekati 1. Sedangkan jika ϒ lebih mendekati nol interpretasikan

bahwa seluruh error term adalah sebagai akibat dari noise (vi) seperti

cuaca, hama dan sebagainya, dan bukan akibat dari inefisiensi. Jika

demikian maka parameter inefisiensi tidak menjadi berarti. Dari tabel

tersebut dapat dilihat bahwa faktor inefisiensi yang berpengaruh signifikan

adalah pendidikan dengan tarah signifikansi alpha 10% dengan nilai

koefisien yang positif sedangkan umur dan pengalam tidak berpengaruh

signifikan dan memiliki nilai koefisien negatif, yang berarti memberikan

dampak negatif atau pengurangan terhadap produksi ikan.

Untuk mengetahui tingkat efisiensi teknis penggunaan input produksi ikan

patin dianalisis berdasarkan nilai rasio antara produksi aktual dan produksi

87
potensial. Beberapa penelitian sebelumnya sebagaimana dirangkum dalam

penelitian Adar (2011) dalam Kuswanto (2018), menyebutkan bahwa indeks

efisiensi teknis dikategorikan cukup efisien jika lebih besar dari 0,70. Dengan

demikian petani di daerah penelitian cukup efisien dalam mengkombinasikan

faktor-faktor input dari produksi potensialnya.

Berdasarkan pengolahan data dengan menggunakan software

frontier 4.1 didapatkan nilai mean TE atau rasio efisiensi teknis yaitu

0,90. Artinya, nilai ini telah mendekati angka 1, nilai ini menunjukkan

bahwa pembudidaya telah melakukan penghematan penggunaan input

untuk menghasilkan output yang maksimum dan dapat dikatakan produksi

ikan patin telah dikategorikan mencapai tingkat efisiensi teknis. Tingkat

efisiensi tersebut juga menjelaskan terdapat 10 persen peluang

pembudidaya untuk meningkatkan produksi ikan patin melalui adopsi

teknologi dan teknis pengelolaan yang lebih baik.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Sumartin, 2018) di

Bayuwangi menghasilkan rata-rata nilai efisiensi teknis produksi ikan

patin lebih dari satu yaitu 1,85. Jika lebih besar maka pembudidaya tidak

efisien secara teknis. Kemudian berbeda dengan riset yang dilakukan oleh

(Esobhawan, A 2010) di Nigeria mengenai efisiensi ekonomi produksi

budidaya perikanan, hasil dari risetnya menunjukkan bahwa nilai efisiensi

teknis sebesar 0,63 atau 63 persen hasil tersebut menunjukkan bahwa

pembudidaya ikan didaerah penelitian secara teknis tidak efisien. Adapun

hasil dari penelitian yang dilakukan oleh (Singh, 2015) menganalisis

88
profitabilitas dan efisiensi teknis budidaya perikanan di Punjab, India

dengan hasil efisiensi teknis sebesar 78 persen hal, dalam penelitian

tersebut nilai ini masih dikategorikan belum mencapai efisiensi teknis,

untuk mencapai efisiensi teknis harus mencapai nilai lebih dari 80 persen.

Dari tingkat efisiensi teknis produksi ikan patin tersebut menjelaskan

bahwa pembudidaya belum mampu mengelola dengan baik dan

pembudidaya masih beroperasi dibawah produktivitas yang seharusnya.

Variabel Penyebab Inefisiensi (Z1,Z2 dan Z3)

Variabel-variabel yang mempengaruhi ketidakefisienan (inefisiensi) pada

budidaya ikan patin yaitu meliputi umur (Z1) dan pengalaman (Z2) tidak

berpengaruh signifikan, tetapi mampu mengurangi tingkat inefisiensi yaitu

masing-masing -0,03 dan -0,07. Hal ini artinya bahwa setiap ada penambahan

umur dan pendidikan satu persen maka akan mampu menekan angka inefisiensi

masing-masing -0,03% dan -0,07% terhadap produksi atau dengan kata lain

bahwa setiap penambahan satu persen umur maka akan meningkatkan produksi

sebesar 0,03% dan 0,07% .

Sedangkan elastisitas pendidikan pembudidaya (Z3), berpengaruh

singnifikan pada taraf signifikansi alpha 10% dengan nilai koefisien 1.06. Hal ini

menunjukkan bahwa dengan bertambahnya satu persen pendidikan pembudidaya ikan

patin maka akan menambah tingkat inefisiensi sebesar 1,06% dengan kata lain

penambahan satu persen pendidikan pembudidaya dapat mengurangi produksi sebesar

1,06%. Tingginya tingkat pendidikan pembudidaya diiringi dengan menurunnya tingkat

efisiensi teknis, diduga karena semakin tingginya tingkat pendidikan menjadikan semakin

89
sedikit waktu yang digunakan dalam melakukan produktivitas, sehingga produksi kurang

optimal.

5.5.4 Hasil Perhitungan dan Analisi Efisiensi Alokatif

bYPy
1. NPM = =Px
x

Tabel 5.14 Hasil Perhitungan Efisiensi Alokatif

Input Bi Y Py Xi Pxi NPMxi NPMxi/Pxi


PKN 0,266849 3230 14617 4750,84 6751 2651,893 0,392815
BBT 0,585908 3230 14617 6673,88 183 4144,878 22,64961
TK 0,049664 3230 14617 2,44 30000 960976,2 32,03254
LK 0,00917 3230 14617 447,22 4789487 968,0747 0,020212
Rata-rata 13,773

Berdasarkan tabel 5.14 menunjukkan bahwa tidak ada variabel yang

mencapai tingkat efisiensi alokatif (=1) ataupun yang mendekati. Secara

keseluruhan pengalokasian ketujuh faktor produksi tersebut tidak ada yang

mencapai tingkat efisiensi alokatif. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai rata-rata

efisiensi harga yang lebih dari satu yaitu sebesar 13,773. Untuk menganalisis

faktor produksi untuk efisiensi alokatif, dapat dilihat sebagai berikut:

1. Pakan dengan nilai efisiensi alokatif yaitu lebih kecil dari satu yaitu

sebesar 0,392815. Artinya bahwa secara ekonomis alokasi dari

penggunaan pakan tidak efisien dari sisi harga sehingga perlu dikurangi

pemakaiannya agar pembudidaya dapat memperoleh keuntungan. Hal ini

sesuai hasil riset, sebagian besar responden mengeluh terhadap harga

pakan yang terus meningkat dari harga 6.500.000 bisa naik sampai dengan

harga 7.100.000 per ton, sedangkan harga ikan patin sendiri masih belum

90
stabil. Peggunaan pakan secara berlebihan juga tidak bagus untuk ikan

tersebut, bukan hanya terhadap ikan belum tentu pakan tersebut dimakan

semua oleh ikan, sehingga pakan tersebut mengendap didalam kolam.

Maka dari itu pembudidaya harus mengurangi pemakaian pakan, dalam

penelitian ini pakan yang digunakan adalah pelet. Dengan tidak efisien

dari sisi harga pakan maka pembudidaya tidak banyak mendapatkan

keuntungan.

2. Faktor produksi bibit mempunyai nilai efisien lebih dari satu (22,64961).

Artinya bahwa secara ekonomis alokasi dari faktor produksi tersebut yaitu

bibit ditinjau dari sisi harga belum efisien atau masih kurang sehingga

perlu ditambah agar dapat meningkatkan hasil produksi ikan patin yang

akan berpengaruh terhadap pendapatan pembudidaya ikan patin. Dengan

harga bibit rata-rata yang didapatkan oleh peneliti saat melakukan riset

yaitu 183 rupiah per ekor. Dengan menambah bibit maka akan menambah

pula produksi ikan patin, sehingga penerimaan pembudidaya juga

bertambah dan pembudidaya akan mendapat keuntungan.

3. Tenaga kerja memiliki nilai efisiensi yang lebih besar dari satu yaitu

32,03254. Artinya dapat dikatakan bahwa penggunaan alokasi tenaga kerja

belum efisien dari sisi harga maka dari itu perlu ditambah. Jadi dalam

melakukan produktivitas ikan patin harus dengan jam kerja yang optimal,

dalam penelitian ini kebanyakan tenaga kerja dari anggota keluarga sendiri

sehingga tidak terlalu mengeluarkan banyak biaya. Dengan jam kerja yang

optimal, maka pengelolaan ikan patin dapat dilakukan dengan baik atau

91
tidak asal-asal saja, dengan begitu produksi yang dihasilkan juga akan baik

sehingga pembudidaya dapat memperoleh keuntungan dari hal tersebut.

4. Luas kolam dengan nilai efisiensi alokatif lebih kecil dari satu yaitu

0,020212. Menunjukkan bahwa penggunaan input luas kolam harus

dikurangi, dari riset yang dilakukan oleh peneliti, sebagian responden

menyatakan bahwa untuk pembuatan satu kolam ikan membutuhkan biaya

5.000.000-5.500.000. Harga untuk kolam ikan ini masih dapat dijangkau

oleh pembudidaya, tetapi apabila luas kolam terlalu besar dan tidak dapat

di gunakan secara optimal, maka pembudidaya akan mendapatkan hasil

yang tidak efisien, sehingga pembudidaya tidak akan mendapatkan

keuntungan secara maksimum.

Keempat faktor produksi ini sangat berkaitan dalam

penggunaannya, seperti pada hasil bibit ikan yang harus ditambah, maka

dapat dilihat secara langsung luas kolam masih belum dapat digunakan

secara optimal, sehingga luas kolam harus dikurangi, dan pakan juga harus

dikurangi pemakaiannya karena harga yang terus meningkat. Untuk itu

tenaga kerja dari jam kerjanya harus ditambah penggunaanya agar dapat

melakukan produktivitas dengan baik.

Adapun penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Esobhawan, A 2010)

di Nigeria mengenai efisiensi ekonomi produksi budidaya perikanan, hasil

penelitiannya menunjukkan rata-rata nilai efisiensi harga dari faktor poduksi yang

digunakan lebih dari satu artinya penggunaan faktor produksi relatif belum

mencapai tingkat efisiensi aokatif sehingga pembudidaya harus mengalokasikan

92
lebih banyak faktor produksi untuk meningkatkan produksi ikan dalam bisnis

budidaya serta agar dapat menghasilkan produksi ikan yang cukup untuk

memenuhi permintaan domestik maupun ekspor. Kemudia riset yang dilakukan

oleh (Sumartin, 2018) di Banyuwangi. Dalam risetnya yaitu menganalisis efisiensi

faktor-faktor produksi usaha budidaya ikan patin (Panngisius P), menghasilkan

bahwa faktor produksi luas kolam, pupuk, benih, pakan, probiotik dan tenaga

kerja lebih kecil dari satu. Hal itu berarti bahwa secara ekonomis faktor produksi

tersebut perlu dikurangi pemakaiannya, sedangkan faktor produksi kapur

memilikinilai efisiensi lebih besar dari satu artinya faktor produksi kapur belum

mencapai tingkat efisien dari sisi harga, maka dari itu usaha untuk meningkatkan

hasil produksi pembudidaya ikan patin dapat dilakukan dengan cara menambah

pengalokasian faktor produksi kapur.

5.5.5 Hasil Perhitungan dan Analisis Efisiensi Ekonomi

EE = ET x EA = 1

Nilai efisiensi ekonomi tercapai apabila hasil dari penggabungan efisiensi

teknis dan efisiensi alokatif sama dengan satu. Dalam penelitian ini, peneliti

mendapatkan hasil efisiensi ekonomi yaitu 13,084. Artinya pembudidaya belum

mencapai tingkat efisiensi ekonomi. Hal ini dikarenakan nilai efisiensi teknis dan

efisiensi alokatif tidak sama dengan satu, namun nilai efisiensi teknis telah

mendekati satu sedangkan efisiensi alokatif lebih besar dari satu, (ET<EA) yang

menunjukkan bahwa pembudidaya ikan patin relatif telah memperhatikan

penggunaan masing-masing input dalam memproduksi ikan patin secara

maksimum, namun secara harga belum efisien karena harga dari pengunaan

93
masing-masing input tidak stabil atau harga yang ekstream, sering kali

pembudidaya merasakan harga yang cukup untuk dijangkau, namun terkadang

harga semakin waktu semakin naik, bahkan tiba-tiba melonjak naik. Hal ini lah

penyebab pembudidaya tidak mencapai tingkat efisiensi dari sisi harga yang

berdampak pada nilai efisiensi ekonomi yang mana input digunakan untuk

produksi tidak optimal dan biaya yang dikeluarkan tidak maksimum, maka

produksi yang dihasilkan tidak memberikan keuntungan yang maksimum.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh (Sumartin, 2018) di

Banyuwangi menghasilkan nilai efisiensi ekonomi sebesar 68,657 yang berarti

usaha pembudidaya ikan patin belum efisien. Kemudian penelitian yang dilakukan

oleh (Anggraini, dkk 2016) mengenai efisiensi teknis, alokatif dan ekonomi

usahatani ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah menghasilkan nilai efisiensi

kurang dari 0,80 yaitu sebesar 0,47 dengan nilai yang rendah petani ubikayu tidak

mencapai tingkat efisiensi secara ekonomi.

5.5.6 Faktor Eksternalitas yang Mempengaruhi Produksi Ikan Patin

Perubahan iklim merupakan satu dari kesekian faktor ancaman bagi

keanekaragaman hayati ikan, dan dengan demikian juga bagi sumberdaya

ikan. Selain perubahan iklim, secara umum faktor ancaman tersebut

mencakup : tangkap lebih ikan, introduksi spesies baru, pencemaran, serta

habiat ang hilang dan berubah (Rahardjo, 2007). Adapun faktor eksternalitas

atau faktor yang tidak dapat dikendalikan dalam memproduksi ikan patin.

Teori ini sesuai dengan riset yang telah dijalankan oleh peneliti, pembudidaya

94
juga mengatakan faktor lain yang mempegaruhi produksi ikan patin ini, faktor

ini berdampak negatif pada produksi ikan patin yaitu seperti perubahan iklim

atau cuaca yang ekstream. Pada saat perubahan cuaca dari panas menjadi tiba-

tiba hujan maka ikan tersebut akan terkejut dan beberapa ikan akan mati.

Selain dari cuaca juga dari perubahan tingkat keasaman air, dalam penelitian

ini pembudidaya dalam menanggulanginya dengan memberikan obat untuk

menetralkan air tersebut, seperti EM4, plankton, dolomit, catalyst dan boster.

Adapun obat yang dibuat secara alami yaitu dari bubuk kunyit, potongan

pohon pisang, garam dan ikan tidak diberi makan selama beberapa waktu agar

ikan dapat bertahan hidup dengan baik. Hal ini sependapat dengan penelitian

yang dilakukan oleh Pratama, dkk (2016) bahwa faktor-faktor lain seperti

lingkungan atau kondisi daerah penangkapan ikan seperti cuaca, musim dan

keberadaan sumberdaya diduga mempengaruhi hasil produksi pengangkapan

ikan. Kemudian juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh (Rahardjo,

2018) ia menguraikan bahwa Punahnya spesies ikan atau berkurangnya

keanekaragaman hayati ikan bukan hanya oleh perubahan iklim, sebagaimana

telah disinggung di pendahuluan. Sering dampak iklim terselubung oleh

dampak kegiatan penangkapan. Membedakan efek penangkapan dengan efek

iklim tidak mudah, karena di lapangan hal ini berjalan serentak. Belum lagi

ditambah faktor antropogenik lainnya.

Akuakultur tidak luput dari keterancaman oleh perubahan suhu. Ikan-

ikan yang dipelihara dalam pembesaran akan mengalami hal yang sama

seperti ikan liar. Yang tidak sama adalah ikan peliharaan tidak mampu

95
menyingkir karena terkungkung di kolam atau di jaring apung di suatu danau,

atau di keramba di sungai. Ikan-ikan harus beradaptasi, sehingga belanja energi

lebih besar; dan ini berarti bertambahnya biaya bagi pembudidaya.

Dampak Limbah Terhadap Lingkungan

Limbah adalah sisa dari suatu pemakaian, dalam penelitian ini

limbah yang merupakan sisa pakai dari produktivitas kolam ikan, yang

berarti isi limbah tersebut adalah air selama satu siklus panen (rata-rata 6

bulan) dan kotoran dari ikan. Adapun dampak dari limbah kolam ikan ini

dilihat dari dua sisi yaitu dampak baik dan dampak buruk. Menurut hasil

data yang dilakukan oleh peneliti yaitu pembudidaya lebih banyak

menyatakan bahwa tidak ada dampak apapun yang dihasilkan bahkan

limbah tersebut bedampak positif, hanya sekitar 6,66 persen menyatakan

bahwa limbah tersebut berdampak buruk seperti berbau, mengakibatkan

pencemaran air dan membuat sarang nyamuk. Karena kawasan akuakultur

ini jauh dari perumahan warga, maka tidak begitu terasa dampak buruk

yang diakibatkan dari limbah air kolam ikan ini terhadap lingkungan.

Jadi dapat dinyatakan bahwa limbah dari air kolam ikan itu

berdampak positif terhadap lingkungan karena dapat menyuburkan lahan

dan tanaman, sisa yang ditebar tidak dimakan oleh ikan dan mengendap

dapat dimanfaatkan untuk akuaponik. Saat limbah air kolam tersebut

disedot air nya dan dialihkan atau dibuang ke suatu lahan perkebunan

maka lahan tersebut akan subur dalam penelitian ini peneliti menemukan

beberapa pembudidaya mengatakan salah satunya adalah lahan kebun

96
sawit dan tanaman sayuran. Hal ini memang benar terjadi contohnya dapat

dilihat pada saat limbah dibuang ke tanah kosong atau rumputnya masih

pendek, maka rumput itu akan cepat tumbuhnya dan menjadi semak.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil uraian pada hasil penelitian, maka dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut :

1. Berdasarkan kondisi sosial ekonomi pembudidaya ikan patin dari 60

responden, diketahui rata-rata umur pembudidaya ikan patin adalah 39

tahun. Rata-rata jenis kelamin pembudidaya ikan patin adalah laki-laki.

Rata-rata pendidikan adalah SMP/Sederajat. Rata-rata jumlah tanggungan

pembudidaya ikan patin adalah sebanyak 4 orang. Rata-rata tempat tinggal

97
pembudidaya ikan patin adalah penduduk asli Desa Kota Karang dengan

jumlah responden sebanyak 48 responden. Rata-rata status kepemilikan

kolam pembudidaya ikan patin adalah kolam sendiri dengan jumlah

responden sebanyak 42 responden. Rata-rata pengalaman pembudidaya

ikan patin yaitu 32 tahun. Rata-rata luas kolam yang dimiliki pembudidaya

ikan patin adalah 447m2 atau sekitar 15m x 30m dengan jumlah sebanyak

41 responden.

2. Berdasarkan hasil analisis linear berganda dengan pendekatan OLS untuk

melihat pengaruh pakan, bibit ikan, luas kolam dan tenaga kerja terhadap

produksi ikan patin , maka diperoleh hasil dengan uji simultan atau

bersama-sama bahwa variabel pakan ikan, bibit ikan, luas kolam, dan

tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi ikan

patin. Secara parsial variabel pakan ikan dan bibit ikan berpengaruh positif

dan signifikan terhadap poduksi ikan patin, sedangkan variabel luas kolam

dan tenaga kerja berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap

produksi ikan patin.

3. Pembudidaya telah berada pada tingkat efisiensi teknis yang rasional

dengan nilai yang lebih besar dari 0,70 yaitu rata-rata nilai efisiensi teknis

sebesar 0,90 (90%) sisanya sebesar 10% adalah infisiensi, adapun

penyebab inefisiensi tersebut yaitu umur, pengalaman dan pendidikan.

Dalam hal ini pendidikan berpengaruh signifikan terhadap inefisiensi,

dengan bertambahnya pendidikan maka akan menekan inefisiensi.

98
4. Belum mencapai tingkat efisiensi alokatif atau pembudidaya belum

mampu mengkombinaskan harga input, karena harga yang masih

fluktuatif. Nilai rata-rata efisiensi alokatif sebesar 13,773 artinya input

harus ditambah agar mendapatkan keuntungan yang maksimum.

5. Pembudidaya ikan patin belum mencapai tingkat efisiensi ekonomi karena

nilainya lebih besar dari satu yaitu sebesar 13,084. Nilai ini adalah

penggabungan dari nilai efisiensi teknis dan efisiensi alokatif.

6. Faktor eksternal atau faktor yang tidak dapat dikendalikan seperti

perubahan cuaca yang ekstream, yang mempengaruhi produksi ikan patin

berdampak negatif terhadap produksi ikan patin.

6.1 Saran

1. Dari hasil penelitian dan kesimpulan dapat disarankan khususnya kepada

pembudidaya ikan patin dengan input teknologi yang ada, karena dengan

adanya teknologi ini dapat lebih meningkatkan produktivitas ikan

patin,sehingga ikan yang dihasilkan lebih meningkat.

2. Usaha yang dapat dilakukan pembudidaya dalam meningkatkan efisiensi

teknis dengan meningkatkan pengetahuan pembudidaya mengenai teknik

dengan cara banyak berdiskusi dalam kelompok tani dan berbagi

pengalaman, serta kiat-kiat sukses dalam menjalankan usaha budidaya

ikan patin. Pembudidaya dalam memperbaiki dan meningkatkan usahanya

99
dapat dilakukan dengan mengkombinasi input produksi yang sesuai yaitu

dengan mengoptimalkan penggunaan tenaga kerja dalam merawat,

memberi makan hinggal panen, kemuadian perbaikan teknologi seperti

penggunaan bibit unggul sehingga tidak hanya menambah luas lahan

untuk dapat meningkatkan produksi, dan menginkatkan pemakaian pakan

yang berkualitas, pembudidaya juga dapat menggunakan pakan alami yang

sehat agar produksi lebih berkualitas (bergizi).

3. Upaya meningkatkan efisiensi alokatif produksi ikan patin dapat dilakukan

dengan memperhatikan penggunaan input dengan harga tertentu. Seperti

pakan dengan harga yang terus meningkat, maka pembudidaya dapat

memproduksi pakan sendiri atau memerikan pakan alami sehingga lebih

efisien dari sisi harga.

4. Upaya yang dilakukan untuk mengingkatkan efisiensi ekonomi,

pembudidaya harus dapat pula mengkombinasi input dan harganya secara

optimal sehingga pembudidaya dapat mencapai tingkat yang efisien secara

ekonomi.

5. Peran pemerintah yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi ikan

patin di Desa Kota Karang adalah dengan mendampingi pembudidaya

dalam penerapan tteknologi baru dalam budidaya ikan patin, dan

merangsang munculnya pembudidaya ikan patin yang handal di Desa Kota

Karang agar produksi ikan patin di Desa Kota Karang dapat ditingkatkan.

Kemudian pembudidaya sangat berharap kepada pememerintah agar dapat

100
menstabilkan harga, sehingga pembudidaya dapat mendapatkan

keuntungan dalam usahatani yang dijalankannya.

Daftar Pustaka

Anggraini, N.M dan N. Abdulgani, 2013. Pengaruh Pakan Alami dan Buatan
Terhadap Pertumbuhan Ikan Bertutu pada Skala Laboratorium.
Jurnal Sains dan Seni Pomits.
Anggraini, dkk. 2016. Efisiensi Teknis, Alokatif dan Ekonomi Pada Usahatani
Ubikayu di Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Jurnal
Agribisnis Indonesia.
Bukit, A. 2007. Analisis Kelayakan Usaha Ikan Patin di Kabupaten Bogor
(Studi Kasus Pembenihan dan Pembesaran di Kecamatan Cimpea).
Institur Pertanian Bogor.
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2017. Nilai Tukar Pembudidaya Ikan
(NTPI) 2017.
Djoko M., dkk. 2017. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
Pembenihan Ikan Lele Dumbo di Kabupaten Wongiri. Jurnal
Ekonomi.

101
Esobhawan, dkk. 2010. Economic Eficiency of Aquaqulture Production in
Edo, Nigeria. International Journal of Economics. Ambrose Alli
University.
Fatchiya A. 2017. Development Pattern for Fresh Water Fish Pond Farmers
Capacity in West Java Province. Journal Econometrics.
Gujarati, Damodar. 2003. Ekonometrika Dasar. Terjemahan : Sumarno Zain.
Erlangga, Jakarta.
Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivarriate dengan Program IBM
SPSS 21 Update PLS Regresi. Cetakan VII Semaang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro.
Hasanudin. 2018. Efisiensi Teknis Dan Pendapatan Usaha Tani Pembenihan
Ikan Patin di Kota Metro Lampung. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Hidayatullah, Arief. 2016. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Produksi Usaha Keramba Ikan Mas di Kecamatan Baribik
Kabupaten Hulu Sungai Utara. Jurnal Agribisnis Universitas Islam
Kalimantan.
Hishamnuda, N. Ridler, N,B. Bueno, P. Yap W,P. 2009. Commercial
Aquaculture in Southeast Asia. Some Policy Lesson.
Hutagalung, dkk. 2012. Analisis Efisiensi Teknis Usahatani Cabai(Kasus
Kelurahan Tiga RungguKecamatan Purba Kabupaten Simalungun).
Jurnal Pertanian USU
Kementrian kelautan dan perikanan (KKP). 2017. Potensi ikan nasional di
Indonesia.
Kittilertpaisan, P. Kittilertpaisan, K.., and Khatiwar P. 2016. Technical
efficiency Of Rubber Farmers in Changwat Sakon Nakhon :
Schotastic Frontier Analy. International Journal of Economics snf
Financial Issues.
Kune, dkk. 2016. Analisis Efisiensi Teknis dan Efisiensi Alokatif Usaha Tani
Jagung (Studi Kasus di Desa Batifa Kecamatan Mioafo Timur
KabupatenTimor Tengah Utara). Jurnal Agribisnis Lahan Kering.
Kuswanto. 2018. Dampak efisiensi produk karet terhadap kesejahteraan
petani di Provinsi Jambi. Disertasi Universitas Jambi
Nugroho, M,H. 2008. Analisis Pendapatan dan Usaha yang Mempengaruhi
Hasil Produksi Pembenihan Ikan Gurami Petani Bersetifikat SNI
(Kasus di Desa Beji Kecamatan Bendung, Kabupaten Banyumas
Jawa tengah). Skripsi. Institusi Pertanian Bogor.
Pindyck, S. dan Daniel L Rubinfeld. 2012. Mikroekonomi : Erlangga.

102
Pratama, dkk. 2016. Factor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Produksi Unit
Penangkapan Purse Seine (Gardan) di Fishing PPP Base Muncar,
Banyuwangi Jawa Timur. Jurnal Saintek Perikanan Universitas
Diponegoro/ Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology
(IJFST).
Pusat Data Statistik, Dan Informasi Kementrian dan Kelautas Perikanan. Nilai
Tukar Pembudidaya Ikan (NTPI) 2015.
Rahardjo, M. F. 2007. Lampu merah biodiversitas ikan di perairan tawar Indonesia.
Makalah kunci padaSeminar Nasional Tahunan IV Hasil Penelitian
Perikanan dan Kelautan, Jurusan Perikanan danKelautan, Fakultas
Pertanian Universitas Gadjah Mada.

Rumimpunu, A., dkk. 2017. Potensi Pengembangan Budidaya Ikan Patin


(Pangasius SP) di Desa Tatelu Kabupaten Minahasa Utara Manado.
Jurnal Perikanan Universitas Sam Ratulangi.
Sahara, D, dkk. 2006. Profil Usahatani dan Analisis Produksi Kakao di
Sulawesi Tenggara. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan teknologi
pertanian.
Singh, dkk. 2015. Probabilitas dan Efisiensi Teknoos Budidaya Ikan di
Punjab. Indian Journal of Fisheries
Soekarwati. 2005. Agroindustri Dalam Prespektif Sosial Ekonomi. Grafindo
Pesada. Jakarta
Sugiarto, dkk. 2007. Ekonomi Mikro. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama
Sukirno, Sadono 1994. Pengantar ekonomi mikro. Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada. Jakarta
Sumartin. 2018. Analisis Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Usaha Budidaya
Ikan Patin (Pangisius pangasius) di Banyuwangi. Jurnal Intek
Akuakultur.
Supiyandi. 2016. Makalah Teori Ekonomi Mikro : Teori Biaya Produksi.
Universitas Sriwijaya. Supiyanditio21.blogspot.com
Suratiyah, K. 2015. Ilmu Usahatani. Edisi Revisi. Penebar Swadaya Jakarta
Susanto, H. 2011. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. Penerbit Penebar
Swadaya. Jakarta.
Tasman, Aulia. 2006. Ekonomi Produksi Teori dan Aplikasi Edisi 1 . Chandra
Pratama
2008. Ekonomi Produksi Analisis Efisiensi dan Produktivitas
Edisi Pertama. Chandra Pratama.

103
Zelvina, O. 2009. Analisis Pendapatan dan Pemsaran Usaha Ikan di Desa
Tegalwaru, Kecamatan Cimpea Kabupaten Bogor. Departmen
Agribisnis. Institur Pertanian Bogor.
Zulhadi, T. dan Azwar, B. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi
Ikan di Kabupaten Kampar Riau. Berkala Perikanan Terubuk.
Diakses 24 september 2018.

LAMPIRAN

Lampiran 1,

Kuisioner

Bapak/Saudara Yang Terhormat,


Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Desi Agustiani
NIM : C1A015015
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Fakultas : Ekonomi dan Bisnis
Nama Perguruan Tinggi : Universitas Jambi

104
Judul Penelitian :Analisis Efisiensi Produksi Ikan Patin (Pagisius P)
di Kawasan Akuakultur, Desa Kota Karang,
Kecamatan Kumpeh Ulu, Kabupaten Muaro Jambi.

Sehubungan dengan penelitian yang sedang saya lakukan guna


penyelesaian karya tulis dalam bentuk skripsi. Penulisan ini dimaksudkaan
untuk menyelesaikan program S1 pada Jurusan Ekonomi Pembangunan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Jambi. Oleh karena itu dimohon
kerelaan dari bapak/saudara untuk menjawab pertanyaan yang saya ajukan.
Penulisan ini tidak mempunyai tujuan serta maksud tertentu dan
kerahasiaan akan tetap terjamin.
Atas bantuan dan kesediaan bapak/saudara untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini saya mengucapkan terima kasih.

Jambi, Desember 2018


Hormat Saya,

Desi Agustiani
C1A015015
Tanggal :

No Responden :

I. IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama responden :
2. Umur :
3. Pendidikan terakhir :
a. Tidak sernah sekolah
b. Tidak tamat sekolah
c. SD
d. SMP

105
e. SMA
f. Sarjana
4. Jumlah anggota keluarga ............ orang
5. Tempat tinggal ( a. Penduduk asli kota karang, b. Pendatang)

II. KEGIATAN USAHA


1. Kepemilikan kolam ( a. Milik sendiri, b. Sewa)
2. Berapa pendapatan yang diterima ............ % dan Rp................
3. Ada berapa banyak kolam ikan ? .........kolam
4. Berapa rata-rata hasil tangkapan per trip :

No Jenis Tangkapan Waktu Volume Harga per Kg Nilai


(Bulan) (Kg) (Rp) (Rp)
1. Ikan ………………

2. Ikan ………………

3. Ikan ………………

5. Berapa biaya yang diperlukan untuk pergi sekali panen (per trip)
Biaya modal :
a. Sewa lahan Rp …………
b. Membuat kolam Rp …………
c. Bangunan (Rumah menyimpan pakan) Rp …………
Jumlah Rp …………
Biaya Operasional :

No Jenis Tangkapan Volume Harga Nilai


(Rp) (Rp)
1. Pakan Ikan (Kg)
2. Bibit ikan (ekor)
3. Tenaga Kerja (jam)

106
6. Berapa lama bapak/saudara bekerja untuk mengelola ikan tersebut.
…….jam (jam….s/d jam…………..)
7. Apakah bapak/saudara menggunakan alat dalam mengelolah ikan ( a.
Ya / b. Tidak ), jika menggunakan alat :

No Nama Alat Jumlah Harga


1.
2.
3.
8. Berapa banyak kolam ikan yang bapak miliki (........ kolam) dan berapa
rata-rata luas kolam tersebut (...........m2 x ..............m2 )
9. Berapa lama (pengalaman) bapak/saudara bekerja sebagai
pembudidaya ikan..........................tahun
10. Disamping sebagai pembudidaya ikan usaha apa yang bapak/saudara
lakukan :
a. Pedagang
b. Buruh
c. Bertani
d. Lainnya, sebutkan…………………………………………………..
11. Berapa hasil usaha sampingan yang diperoleh Rp……….../bulan.
12. Dari manakah sumber bibit yang diperoleh ?......................
13. Pakan apa yang digunakan ? (......................................)
Sumber pakan :
a. Pakan buatan sendiri
b. Pakan lokal
c. Pakan dari luar
d. Lainnya..
14. Pernahkan mendapatkan bantuan dari pemerintah ? (a. Ya / b. Tidak)
bantuan apa yang diperoleh (.........................................................)
15. Apakah ada tenaga penyuluh yang pernah memberikan pengarahan
untuk mengelolah ikan dengan baik ?

107
16. Kemana saja pemasaran ikan ini dilakukan ?.............................
17. Dari mana sumber air kolam ? .................................................
18. Kemana limbah air kolam dialirkan ? .............................................
19. Apa dampak dari limbah air kolam tersebut ? ..................................
20. Jika terjadi banjir, apa tindakan yang ilakukan ?..................................
21. Apakah perubahan cuaca berdampak terhadap produksi ikan ?( a. Ya /
b. Tidak) berapa persen dampaknya ........................................
22. Apa tindakan ataupun solusi yang baik dalam menghadapi perubahan
cuaca ? .......................................................................
23. Menurut bapak/saudara apa permasalahan utama dalam mengelolah
ikan selama ini ?...........................................................................
...................................................................................................
24. Apa penyebab dari masalah tersebut ?.............................................
25. Bagaimana solusi yang baik untuk masalah tersebut ?......................
...................................................................................................
26. Apa harapan bapak/saudara agar usaha ikan patin ini terus
berjalan ?..................................................................................................
..................................................................................................................
..

Lampiran 2,

Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Ikan Patin

Kamal 3000 4000 5000 2 375


Enggar 6000 9000 12000 1.5 96
Ainun 3000 6000 8000 4 375
Husaini 2500 5000 5000 5 750
Dar 2500 5000 5000 6 450
AGUS 2500 4000 5000 2 375
HERI 3500 5000 7000 2 450
R. JANGCIK 3500 6000 7000 2 450
JONI ANWAR 3500 5000 8000 4 450
JAMILAH 2400 7000 5000 2 360
TOSA 6,000 10000 13,000 4 675

108
M. BAGUS 3000 3000 5000 1.5 325
SAMSUL 2200 4000 5000 4 375
SOPIYAN 3400 5000 7000 3 420
AHMAD M 3500 6000 7000 3 300
ROSMAINI 4000 7000 8000 2 450
SARMI 4000 7000 8000 2 450
A. HADI 3000 5000 6000 1.5 375
YUSMAN
PRASNI 2500 2500 4,000 2 560
AZHAR 2000 4500 6000 2 800
TAHA 2000 4500 7000 6 300
RUSMADI 2,600 4000 5000 4 300
H. SARJI 5000 7000 10,000 6 560
A. BASID 5000 7500 10,000 4 600
HELMI 5000 6000 8000 6 375
AMIN 3000 3000 5000 3 375
ANDRA 2600 4000 5000 4 375
SARGANI 3000 3500 6000 1.5 324
WIDIA 4000 5000 7000 4 375
REKA MAILIA 4000 4500 7000 1.5 375
HAFIS 2700 4000 7,000 2 450
ZAIDAN 3300 4500 7000 3 750
SARIPAH 2800 5000 8000 1.5 300
DEFRY
SURYAWINAT
A 4000 4000 10,000 5 600
JAMALUDIN 3000 4000 6000 3 600
ARMAIN 6000 6500 10,000 3 800
SOFIAN 1400 4000 5000 1.5 450
AZHAR 3000 6000 7000 1.5 450
JUNITA 3000 3000 5000 1.5 450
ROSIDI 3,400 2,500 6000 1.5 375
KHOIRIAH 2,200 3,200 5,000 1.5 360
HENDRA 2,500 3,200 5000 1.5 360
YUDI 2000 3000 5000 2 450
SAMSUL 4,500 6300 7000 4 450
ISKANDAR 2000 3100 5000 2 312
ERIX
EKSTRADA 3000 5000 10,000 2 390
SYAIHAN 2700 5000 6000 2 300
SADAM
HUSAINI 2000 2500 6500 2 450
NASIR ANSORI 2000 3000 5000 1.5 300
DESFAN
KHOLID 2300 3500 7000 1.5 360

109
SUPARTO 4500 4000 6000 2 325
ANTONI 2400 3500 6000 2 375
TANGSI 3000 5000 7000 4 450
MUHAMMAD Z 2000 3000 5000 2 350
ATOK 3000 4000 5000 2 364
  3800 4000 5000 3 450
DARMAWI 3500 4000 5000 4 360
HENDRI 4600 6000 8200 3 1125
HANDIKA 3500 5000 8000 4 810
HILMAN 3500 5000 8000 4 375

Lampiran 3,

Hasil Regresi

Hasil Estimasi Produksi Ikan Patin

Dependent Variable: PIP


Method: Least Squares
Date: 02/08/19 Time: 19:29
Sample: 1 60
Included observations: 60

Variable Co Std. t- Pr
effi Erro Stati ob
cie r stic .  

110
nt

0.5 1.09 0.49 0.


445 094 911 61
C 02 4 1 97
0.2 0.13 1.96 0.
668 551 915 05
PKN 49 5 3 40
0.5 0.15 3.69 0.
859 858 449 00
BBT 08 9 5 05
0.0 0.07 0.69 0.
496 160 357 49
TK 64 7 1 09
0.0 0.08 0.10 0.
091 578 688 91
LK 70 7 8 53

8.
0.5 03
442     Mean 20
R-squared 68 dependent var 27
0.
0.5 31
111     S.D. 08
Adjusted R-squared 23 dependent var 49
-
0.
0.2 13
173     Akaike info 50
S.E. of regression 45 criterion 08
0.
2.5 03
981     Schwarz 95
Sum squared resid 32 criterion 21
-
0.
9.0 06
502     Hannan-Quinn 67
Log likelihood 38 criter. 40
1.
16. 76
421     Durbin- 20
F-statistic 21 Watson stat 80
Prob(F-statistic) 0.0
000

111
00

Hasll Uji Asumsi Klasik Multikolinearitas

Variance Inflation Factors


Date: 02/13/19 Time: 15:15
Sample: 1 60
Included observations: 60

Coefficient Uncentered Centered


Variable Variance VIF VIF

C  1.190159  1511.673  NA


PKN  0.018364  1652.951  2.259916
BBT  0.025151  2461.475  2.121844
TK  0.005128  6.956834  1.274832
LK  0.007359  342.2376  1.127674

Hasil Uji Asumsi Klasik Autokorelasi

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

0.9 0.
234 40
F-statistic 20     Prob. F(2,53) 35
2.0 0.
203     Prob. Chi- 36
Obs*R-squared 61 Square(2) 42

Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 02/13/19 Time: 15:16
Sample: 1 60
Included observations: 60
Presample missing value lagged residuals set to zero.

Co
effi Std. t- Pr
cie Erro Stati ob
Variable nt r stic .  

C - 1.11 - 0.
0.2 312 0.22 82
512 7 573 23

112
67 1
0.0 0.13 0.18 0.
258 706 874 85
PKN 70 4 5 10
- -
0.0 0.15 0.01 0.
019 881 227 99
BBT 50 9 6 03
0.0 0.07 0.08 0.
064 195 907 92
TK 09 2 7 94
0.0 0.08 0.08 0.
074 705 537 93
LK 32 9 1 23
0.1 0.13 0.97 0.
350 790 929 33
RESID(-1) 47 1 8 19
- -
0.1 0.14 1.06 0.
492 053 233 29
RESID(-2) 90 0 2 29

-
1.
0.0 63
336     Mean E-
R-squared 73 dependent var 15

Hasil Uji Asumsi Klasik Normalitas


12
Series: Residuals
Sample 1 60
10 Observations 60

8 Mean -1.63e-15
Median 0.005537
Maximum 0.469496
6 Minimum -0.579982
Std. Dev. 0.209848
Skewness -0.266628
4
Kurtosis 3.202662

2 Jarque-Bera 0.813585
Probability 0.665782
0
-0.6 -0.4 -0.2 0.0 0.2 0.4

113
Hasil Ujian Asumsi Klasik Heterokedastisitas

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey

0.5 0.
128 72
F-statistic 54     Prob. F(4,55) 65
2.1 0.
574     Prob. Chi- 70
Obs*R-squared 41 Square(4) 68
1.9 0.
965     Prob. Chi- 73
Scaled explained SS 48 Square(4) 64

Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 02/13/19 Time: 15:17
Sample: 1 60
Included observations: 60

Co
effi Std. t- Pr
cie Erro Stati ob
Variable nt r stic .  

0.4 0.33 1.23 0.


094 081 776 22
C 66 1 6 11
- -
0.0 0.04 0.81 0.
336 109 859 41
PKN 38 3 4 66
- -
0.0 0.04 0.11 0.
053 809 204 91
BBT 88 0 6 12
- -
0.0 0.02 0.06 0.
014 171 902 94
TK 99 4 7 52
LK - 0.02 - 0.
0.0 601 0.21 82
057 3 960 70

114
13 0

0.
0.0 04
359     Mean 33
R-squared 57 dependent var 02
- 0.
0.0 06
341     S.D. 48
Adjusted R-squared 55 dependent var 09
-
2.
0.0 52
659     Akaike info 15
S.E. of regression 06 criterion 13
-
2.
0.2 34
389     Schwarz 69
Sum squared resid 00 criterion 84
-
2.
80. 45
645     Hannan-Quinn 32
Log likelihood 38 criter. 45
1.
0.5 70
128     Durbin- 87
F-statistic 54 Watson stat 55
0.7
265
Prob(F-statistic) 14

115
Lampiran 4

Dokumentasi

116

Anda mungkin juga menyukai