04.10.2017
BBPadi
Melalui minapadi, produktifitas sawah diyakini akan meningkatkan produksi ikan secara organik
dan ramah lingkungan, baik dari padi yang dihasilkan maupun hasil panen dari ikan. Selain itu,
minapadi juga dipercaya akan mencegah dan menahan laju alih fungsi lahan pangan menjadi
lahan non-pangan. Minapadi-pun diharapkan menjadi kegiatan yang dapat menyerap tenaga
kerja bersifat padat karya sehingga mampu mencegah urbanisasi.
Di Indonesia, minapadi mulai dikembangkan sebagai salah satusistem budidaya ikan pada tahun
1970-an. Namun sejatinya, sistem minapadi sudah dikenal masyarakat khususnya di Jawa Barat
seperti Ciamis sejak tahun 1860. Pada tahun 2011, pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya (DJPB) mengembangkan program minapadi dengan komoditas ikan/udang.
Tahun 2014, minapadi yang berlokasi di Kabupaten Sleman mendapat apresiasi dari organisasi
pangan dan pertanian dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) yang berada di bawah
naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). FAO mengakui metode budidaya ikan tawar ini
sebagai bagian dari salah satu program pertanian unggulan global.
Program minapadi ini pun perlahan mulai terlihat hasilnya secara massal. Pada 2016, sistem
minapadi mampu menambah penghasilan petani hingga US$ 1.700 atau setara Rp. 22 juta (kurs
Rp. 13.000 per US$) per hektar per musim tanam. Meningkatnya produksi minapadi juga
berpengaruh pada inovasi yang berbasis kluster seperti pengelolaan air yang efisien, minimnya
penggunaan pestisida dan obat-obatan, berkurangnya penggunaan pupuk kimia, rendahnya
serangan hama. Pada sisi sebaliknya, petani mendapatkan tambahan pendapatan dari ikan
yang dibudidayakan.
Selain itu, tanaman padi yang dihasilkan lebih berkualitas karena minapadi memungkinkan
terciptanya pertanian organik yang ramahlingkungan dan produknya lebih sehat. “Dari
budidayaminapadi, juga dapat dihasilkan beras organik yang bebas dari unsur pestisida kimia
serta memiliki kandungan nutrisi dan mineral yang tinggi, kandungan glukosa, karbohidrat dan
proteinnya mudah terurai sehingga sangat aman untuk dikonsumsi,” tutur Slamet.
Dengan bantuan tersebut diharapkan dapat menghasilkan outcome budidaya ikan hasil
minapadi sebanyak 10,67 ton/tahun dengan nilai Rp.45,33 miliar/tahun.
Agro Wisata Minapadi Sawah Lega
7
Wisatawan mengunjungi kawasan Agro Wisata Minapadi Sawah Lega di Cireunghas, Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat, Selasa (18/12/2018). Destinasi yang dibuat oleh sejumlah petani tersebut merupakan wisata
edukasi berupa penanaman padi dengan budi daya ikan, serta perlintasan bambu dan saung untuk para
pengunjung menikmati pemandangan panorama persawahan di kawasan pegunungan. ANTARA FOTO/Nurul
Ramadhan
1 komentar
Jakarta - Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyebut potensi lahan rawa di Indonesia
sangat luas, yakni mencapai 34,1 juta hektare. Dalam pemanfaatannya, Amran
menyarankan menggunakan prinsip sustainable agriculture.
"Harus dikerjakan dengan full mekanisasi dan pola mina padi sehingga dapat menghemat
Rp 15 juta per hektare, dari biaya cetak sawah Rp 19 juta menjadi Rp 4 juta per hektare.
Pemerintah kabupaten mendukung biaya bahan bakar," jelas Amran dalam keterangan
tertulis, Kamis (18/10/2018).
Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri pembukaan puncak Peringatan Hari Pangan
Nasional (HPS) ke-38 di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala,
Kalimantan Selatan.
Dirinya menjelaskan program mina padi atau menanam padi di genangan air sawah dan
kolam budidaya tersebut dapat dirancang skala luas. Caranya dengan mengorporasikan
koperasi petani, regenerasi petani dengan mewirausahakan 4 juta jiwa.
Amran juga menyebut bahwa lahan rawa menjadi bagian penting masa depan pertanian
Indonesia. Saat musim kemarau Juli-September lahan rawa menjadi penyumbang produksi
nasional.
Untuk itu, lahan rawa dimanfaatkan oleh berbagai tanaman pertanian, misalnya padi,
jagung, kedelai, hortikultura sayuran, jeruk, peternakan kambing dan itik, bahkan untuk
budidaya perikanan seperti ikan mas, nila, lele dan lainnya. Pengelolaanya
dengan integrated farming yakni mina-padi, ternak itik, sayuran dan lainnya.
"Hari ini kita buktikan melihat bersama ada terobosan baru untuk pangan Indonesia. Kami
bangun di lahan rawa ini ada inovasi baru yang menjadikan rawa sebagai penyangga
pangan nasional. Ini pesan terpenting dari pelaksanaan HPS tahun ini," ujarnya.
Dirinya juga mengatakan lahan rawa yang tersebar di 18 provinsi dan 300 kabupaten di
seluruh Indonesia berpotensi untuk pengembangan pertanian seluas 21,82 juta hektare,
atau sebesar 64%.
"Apabila digarap 10 juta hektare saja yang tersebar di Sumsel, Kalsel, Jambi, dan Kalbar,
ditanam minimal dua kali setahun, dengan produktivitas 6 ton per hektare, akan
menghasilkan padi 120 juta ton setara 60 juta ton beras. Beras surplus bahkan bisa
memasok kebutuhan dunia," katanya.
Selanjutnya Amran mencontohkan lahan rawa di Kalimantan Selatan yang telah ditanam
jagung dengan pola zig-zag dan pemupukan menghasilkan 20 ton per hektare, bawang
merah 10 ton per hektar dan semangka 7 kg per buah dengan pola tumpangsari pepaya.
"Produktivitas dulu 2 ton per hektare umur 6 bulan, sekarang menjadi 6 ton per hektare.
Bahkan bisa ditanam padi tiga kali setahun produktivitas 8,3 ton per hektare, hasilnya 250
juta ton setara Rp 1.134 triliun. Produksi ini mampu memasok pangan dunia," ungkapnya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, FAO Representative di Indonesia Stephen
Rudgard mengatakan upaya membangun kantong penyangga pangan nasional dari lahan
rawa sejalan dengan tema yang diangkat pada HPS kali ini, "Optimalisasi Pemanfaatan
Lahan Rawa Lebak dan Pasang Surut Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045".
Optimalisasi lahan rawa menjadi upaya yang cukup besar untuk menghadapi tantangan
pertambahan jumlah penduduk ditambah dengan meningkatnya urbanisasi dan perubahan
permintaan konsumen.
"Kami melihat kepemimpinan pemerintah dalam hal ini, dan kami sangat senang bahwa
Kementerian Pertanian mempromosikan penerapan praktik-praktik pertanian yang baik
terkait penerapan model FAO untuk intensifikasi produksi pangan yang berkelanjutan,
termasuk mengurangi penggunaan pestisida melalui pengendalian hama terpadu," ujar
Stephen.
Stephen pun menekankan peningkatan produktivitas melalui pemanfaatan lahan rawa ini
sangat penting untuk memberikan makan populasi yang terus berkembang. Namun lebih
penting lagi untuk memiliki pendekatan pertanian yang berkelanjutan dalam berbagai
intervensi pertanian.
Sebagai informasi, pembukaan puncak Peringatan HPS ini turut dihadiri pula oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo,
Gubernur Kalimantan Selatan, Syahbirin Noor, para Bupati, perwakilan FAO, para Pelaku
Usaha, Asosiasi, HKTI, KTNA, dan pegiat pertanian. (mul/mpr)