Anda di halaman 1dari 11

Keuntungan Minapadi

 04.10.2017
 
 BBPadi
 

Pengembangan minapadi saat ini lebih dimungkinkan seiring dengan perbaikan


fasilitas sistem irigasi persawahan dan dukungan pemerintah. Usahatani minapadi
perlu dilakukan melalui pendekatan secara holistik dalam memanfaatkan sumber
daya lahan, air, tanaman padi, dan ikan yang efisien agar menguntungkan. Dengan
demikian, maka peluang keberhasilan dalam mengelola sumberdaya yang terbatas
dapat lebih maksimal.

Dengan lahan persawahan Indonesia yang cukup besar sehingga dimungkinkan


produksi perikanan yang diperoleh dari penerapan minapadi juga besar.

Usahatani minapadi memiliki keunggulan sebagai berikut:

1. Usahatani minapadi secara tidak langsung telah menerapkan prinsip


Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Ikan membantu memakan binatang-
binatang kecil yang merupakan hama tanaman padi (carnivora) dan juga gulma
kecil pada lahan sawah. Pada sore hari ketika ikan menggoyang-goyangkan
tanaman padi, serangga yang hinggap pada padi akan terbang kemudian
dimangsa oleh burung layang-layang;
2. Dengan pemanfatan lahan secara tumpangsari dengan tanaman padi dan ikan di
sawah, maka produktivitas lahan akan meningkat;
3. Meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk dan air. Pada kegiatan minapadi,
kotoran ikan merupakan sumber pupuk organik bagi tanaman padi. Rendahnya
pemakaian pupuk oleh petani karena adanya korelasi ekologis antara
penanaman ikan dengan peningkatan kesuburan tanah. Kotoran ikan dan sisa
makanan menjadi pupuk dan menghemat keperluan pupuk sekitar 20-30%;
4. Mengurangi pemakaian insektisida dan pertumbuhan rumput. Hal ini terjadi
karena terciptanya hubungan yang harmonis antara padi, ikan, air, dan tanah.
5. Meningkatkan efisiensi tenaga kerja yang dicurahkan dalam pengelolaan
minapadi terutama dalam pemupukan, penyemprotan, dan penyiangan.
6. Meningkatkan hasil setara padi dan distribusi pendapatan. Melalui minapadi,
sumber pendapatan petani tidak hanya dari padi tetapi juga dari ikan yang bisa
sering dipanen. Dengan demikian, minapadi selain memperkuat dan
meningkatkan sumber dan besarnya pendapatan petani, sekaligus juga
meingkatkan distribusi pendapatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
7. Meningkatkan ragam protein hewani.
8. Menyediakan lapangan kerja baru. Kegiatan minapadi akan menciptakan usaha
baru seperti usaha pendederan bibit ikan, usaha pemasaran ikan dan juga
pengolahan ikan.
9. Menekan Emisi Gas Metan. Dengan pola minapadi produksi gas metan yang
dibuang dari sisa pemupukan berkurang. Gas metan yang dihasilkan dari
minapadi hanya 57,3 kg/ha/musim, sementara monokultur padi menghasilkan
gas metan 66,6 kg/ha/musim. Penurunan itu akan semakin nyata jika minapadi
ditambah 2 ton/ha azolla, dimana gas metan yang dihasilkan hanya 45,0
kg/ha/musim.
10. Rekayasa sistem tanam padi dengan cara tanam jajar legowo 2:1, berdasarkan
hasil penelitian terbukti dapat meningkatkan produksi padi sebesar 12-22%.
Sistem jajar legowo memberikan ruang yang luas (lorong) dan sangat cocok
dikombinasikan dengan pemeliharaan ikan (minapadi jajar legowo).

MinaPadi: Optimalkan Lahan Sawah,


Dorong Produktivitas Perikanan
Budidaya
  23 MAR 2018
Seiring meningkatnya kebutuhan pangan dan semakin terbatasnya lahan untuk memproduksi
ikan hasil budidaya khususnya untuk budidaya ikan di air tawar, pemerintah melalui
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) fokus mengembangkan budidaya ikan dengan
sistem minapadi yang merupakan combined and integrated farming antara budidaya ikan dan
budidaya padi di sawah.

Melalui minapadi, produktifitas sawah diyakini akan meningkatkan produksi ikan secara organik
dan ramah lingkungan, baik dari padi yang dihasilkan maupun hasil panen dari ikan. Selain itu,
minapadi juga dipercaya akan mencegah dan menahan laju alih fungsi lahan pangan menjadi
lahan non-pangan. Minapadi-pun diharapkan menjadi kegiatan yang dapat menyerap tenaga
kerja bersifat padat karya sehingga mampu mencegah urbanisasi.

Di Indonesia, minapadi mulai dikembangkan sebagai salah satusistem budidaya ikan pada tahun
1970-an. Namun sejatinya, sistem minapadi sudah dikenal masyarakat khususnya di Jawa Barat
seperti Ciamis sejak tahun 1860. Pada tahun 2011, pemerintah melalui Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya (DJPB) mengembangkan program minapadi dengan komoditas ikan/udang.
Tahun 2014, minapadi yang berlokasi di Kabupaten Sleman mendapat apresiasi dari organisasi
pangan dan pertanian dunia (Food and Agriculture Organization/FAO) yang berada di bawah
naungan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). FAO mengakui metode budidaya ikan tawar ini
sebagai bagian dari salah satu program pertanian unggulan global. 

Program minapadi ini pun perlahan mulai terlihat hasilnya secara massal. Pada 2016, sistem
minapadi mampu menambah penghasilan petani hingga US$ 1.700 atau setara Rp. 22 juta (kurs
Rp. 13.000 per US$) per hektar per musim tanam. Meningkatnya produksi minapadi juga
berpengaruh pada inovasi yang berbasis kluster seperti pengelolaan air yang efisien, minimnya
penggunaan pestisida dan obat-obatan, berkurangnya penggunaan pupuk kimia, rendahnya
serangan hama. Pada sisi sebaliknya, petani mendapatkan tambahan pendapatan dari ikan
yang dibudidayakan. 

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto mengungkapkan, minapadi merupakan


cara yang efektif untuk sinergitas keberlanjutan usaha pertanian dan perikanan serta
meningkatkan kesejahteraan dan mewujudkan kedaulatan pangan. “Prospek minapadi di
Indonesia juga masih cukup besar, sebab dari sekitar 8,08 juta hektar lahan tanaman padi di
Indonesia, yang baru menggunakan sistem minapadi hanya 142.122 hektar atau hanya sekitar
1,76 persen,” tambahnya.

Selain itu, tanaman padi yang dihasilkan lebih berkualitas karena minapadi memungkinkan
terciptanya pertanian organik yang ramahlingkungan dan produknya lebih sehat. “Dari
budidayaminapadi, juga dapat dihasilkan beras organik yang bebas dari unsur pestisida kimia
serta memiliki kandungan nutrisi dan mineral yang tinggi, kandungan glukosa, karbohidrat dan
proteinnya mudah terurai sehingga sangat aman untuk dikonsumsi,” tutur Slamet. 

Seiring meningkatnya keberhasilan program minapadi ini, KKP memprioritaskan minapadi


sebagai program utama dalam kinerja Tahun 2018. Bantuan KKP untuk sarana budidaya
minapadi pada tahun 2018 mencapai Rp 7,5 miliar dengan rincian 250 unit tersebar di 6 provinsi
yang mencakup 9 kabupaten yakni Kabupaten Pasaman Barat dan Kabupaten Dharmasraya di
Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Bungo di Provinsi Jambi, Kabupaten Pangkajene
Kepulauan di Provinsi Sulawesi Selatan, dan Kabupaten Tabanan di Provinsi Bali. Sementara
itu, di Provinsi Jawa Barat yakni Kabupaten Pangandaran, Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten
Tasikmalaya serta Kabupaten Banyumas di Provinsi Jawa Tengah. 

Dengan bantuan tersebut diharapkan dapat menghasilkan outcome budidaya ikan hasil
minapadi sebanyak 10,67 ton/tahun dengan nilai Rp.45,33 miliar/tahun.
Agro Wisata Minapadi Sawah Lega

Newswire18 Desember 2018 21:45 WIB

   7
Wisatawan mengunjungi kawasan Agro Wisata Minapadi Sawah Lega di Cireunghas, Kabupaten Sukabumi,
Jawa Barat, Selasa (18/12/2018). Destinasi yang dibuat oleh sejumlah petani tersebut merupakan wisata
edukasi berupa penanaman padi dengan budi daya ikan, serta perlintasan bambu dan saung untuk para
pengunjung menikmati pemandangan panorama persawahan di kawasan pegunungan. ANTARA FOTO/Nurul
Ramadhan

Wisatawan mengunjungi kawasan Agro Wisata Minapadi Sawah Lega di Cireunghas,


Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (18/12/2018). Destinasi yang dibuat oleh
sejumlah petani tersebut merupakan wisata edukasi berupa penanaman padi dengan
budi daya ikan, serta perlintasan bambu dan saung untuk para pengunjung
menikmati pemandangan panorama persawahan di kawasan pegunungan. ANTARA
FOTO/Nurul Ramadhan

Kementan Sebut Pola Mina Padi Hemat Rp 15 Juta per Hektare


Robi Setiawan - detikFinance

Kamis, 18 Okt 2018 14:20 WIB

1 komentar

SHARE   URL telah disalin


Foto: kementan

Jakarta - Menteri Pertanian Amran Sulaiman menyebut potensi lahan rawa di Indonesia
sangat luas, yakni mencapai 34,1 juta hektare. Dalam pemanfaatannya, Amran
menyarankan menggunakan prinsip sustainable agriculture.

"Harus dikerjakan dengan full mekanisasi dan pola mina padi sehingga dapat menghemat
Rp 15 juta per hektare, dari biaya cetak sawah Rp 19 juta menjadi Rp 4 juta per hektare.
Pemerintah kabupaten mendukung biaya bahan bakar," jelas Amran dalam keterangan
tertulis, Kamis (18/10/2018).

Baca juga:Kementan Jadikan Rawa Kantong Penyangga Pangan Nasional

Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri pembukaan puncak Peringatan Hari Pangan
Nasional (HPS) ke-38 di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala,
Kalimantan Selatan.

Dirinya menjelaskan program mina padi atau menanam padi di genangan air sawah dan
kolam budidaya tersebut dapat dirancang skala luas. Caranya dengan mengorporasikan
koperasi petani, regenerasi petani dengan mewirausahakan 4 juta jiwa.

Amran juga menyebut bahwa lahan rawa menjadi bagian penting masa depan pertanian
Indonesia. Saat musim kemarau Juli-September lahan rawa menjadi penyumbang produksi
nasional.

Baca juga:Mentan: Lahan Rawa Merupakan Kekayaan Besar Indonesia

Untuk itu, lahan rawa dimanfaatkan oleh berbagai tanaman pertanian, misalnya padi,
jagung, kedelai, hortikultura sayuran, jeruk, peternakan kambing dan itik, bahkan untuk
budidaya perikanan seperti ikan mas, nila, lele dan lainnya. Pengelolaanya
dengan integrated farming yakni mina-padi, ternak itik, sayuran dan lainnya.

"Hari ini kita buktikan melihat bersama ada terobosan baru untuk pangan Indonesia. Kami
bangun di lahan rawa ini ada inovasi baru yang menjadikan rawa sebagai penyangga
pangan nasional. Ini pesan terpenting dari pelaksanaan HPS tahun ini," ujarnya.

Dirinya juga mengatakan lahan rawa yang tersebar di 18 provinsi dan 300 kabupaten di
seluruh Indonesia berpotensi untuk pengembangan pertanian seluas 21,82 juta hektare,
atau sebesar 64%.

"Apabila digarap 10 juta hektare saja yang tersebar di Sumsel, Kalsel, Jambi, dan Kalbar,
ditanam minimal dua kali setahun, dengan produktivitas 6 ton per hektare, akan
menghasilkan padi 120 juta ton setara 60 juta ton beras. Beras surplus bahkan bisa
memasok kebutuhan dunia," katanya.

Selanjutnya Amran mencontohkan lahan rawa di Kalimantan Selatan yang telah ditanam
jagung dengan pola zig-zag dan pemupukan menghasilkan 20 ton per hektare, bawang
merah 10 ton per hektar dan semangka 7 kg per buah dengan pola tumpangsari pepaya.

"Produktivitas dulu 2 ton per hektare umur 6 bulan, sekarang menjadi 6 ton per hektare.
Bahkan bisa ditanam padi tiga kali setahun produktivitas 8,3 ton per hektare, hasilnya 250
juta ton setara Rp 1.134 triliun. Produksi ini mampu memasok pangan dunia," ungkapnya.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, FAO Representative di Indonesia Stephen
Rudgard mengatakan upaya membangun kantong penyangga pangan nasional dari lahan
rawa sejalan dengan tema yang diangkat pada HPS kali ini, "Optimalisasi Pemanfaatan
Lahan Rawa Lebak dan Pasang Surut Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045".

Optimalisasi lahan rawa menjadi upaya yang cukup besar untuk menghadapi tantangan
pertambahan jumlah penduduk ditambah dengan meningkatnya urbanisasi dan perubahan
permintaan konsumen.

"Kami melihat kepemimpinan pemerintah dalam hal ini, dan kami sangat senang bahwa
Kementerian Pertanian mempromosikan penerapan praktik-praktik pertanian yang baik
terkait penerapan model FAO untuk intensifikasi produksi pangan yang berkelanjutan,
termasuk mengurangi penggunaan pestisida melalui pengendalian hama terpadu," ujar
Stephen.

Stephen pun menekankan peningkatan produktivitas melalui pemanfaatan lahan rawa ini
sangat penting untuk memberikan makan populasi yang terus berkembang. Namun lebih
penting lagi untuk memiliki pendekatan pertanian yang berkelanjutan dalam berbagai
intervensi pertanian.

Sebagai informasi, pembukaan puncak Peringatan HPS ini turut dihadiri pula oleh Menteri
Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo,
Gubernur Kalimantan Selatan, Syahbirin Noor, para Bupati, perwakilan FAO, para Pelaku
Usaha, Asosiasi, HKTI, KTNA, dan pegiat pertanian. (mul/mpr)

Anda mungkin juga menyukai