Anda di halaman 1dari 21

Judul :

ANALISIS NILAI TAMBAH USAHA PENGOLAHAN IKAN


NILA (Oreochromis Niloticus)

DISUSUN OLEH:

Mettusalach lasut
217 21 017

PROGRAM STUDI AGROBISNIS PERIKANAN


FAKULTAS PERIKANAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO MAKASSAR
2021

1
BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Salah satu subsektor pertanian yang memegang peranan penting
dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia adalah subsektor perikanan,
karena 60 persen luas wilayah Indonesia merupakan lautan. Subsektor
perikanan mampu memproduksi ikan olah yang cukup tinggi karena
ditunjang adanya sifat iklim tropis yang memungkinkan budidaya
perikanan diusahakan sepanjang tahun (Ayu dkk, 2013).

Subsektor perikanan memegang peranan penting dalam


perekonomian nasional terutama dalam penyediaan lapangan kerja,
sumber pendapatan bagi nelayan/petani ikan, sumber protein hewani
yang bernilai tinggi, serta sumber devisa yang sangat potensional.
Dengan potensi sumber daya perikanan yang melimpah, bangsa
Indonesia memiliki peluang memulihkan perekonomian nasional dengan
bertumpu pada pengolahan sumber daya perikanan secara baik dan
optimal (Kusumastanto, 2000).

Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan salah satu


bagian penting dari rantai industri perikanan. Tanpa adanya kedua
proses tersebut, peningkatan produksi ikan yang telah dicapai selama
ini akan sia-sia. Karena tidak semua produk perikanan dapat
dimanfaatkan oleh konsumen dalam keadaan baik. Pengolahan dan
pengawetan ikan bertujuan untuk mempertahankan mutu dan
kesegaran ikan selama mungkin dengan cara menghambat atau
menghentikan penyebab kemunduran mutu (pembusukan) maupun
penyebab kerusakan ikan

2
(misalnya aktivitas enzim, mikro organisme, atau oksidasi
oksigen), agar ikan tetap baik sampai ke tangan konsumen serta
memiliki nilai tambah dan sekaligus meningkatkan nilai ekonomi
(Afrianto, 1989).

Nilai tambah merupakan pertambahan nilai suatu produk atau


komoditas karena mengalami proses pengolahan, pengangkutan,
ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Nilai tambah yang
semakin besar atas produk pertanian dapat berperan bagi peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang besar tentu saja
berdampak bagi peningkatan lapangan usaha dan pendapatan
masyarakat yang muara akhirnya adalah meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

Perkembangan produksi ikan olahan dari tahun 2007-2011 dapat dilihat


pada table 1 berikut :

Tabel 1. Produksi Ikan Olahan (Ikan Kering/Asin) Tahun 2007-2011 di


Sumatera Utara (Kg)

Tahun Produksi Ikan Olahan


2007 79.937
2008 76.423
2009 53.529
2010 66.896
2011 68.894
Rata-rata 69.135
Sumber : Data.go.id

Berdasarkan tabel 1. di atas, dapat dilihat bahwa produksi ikan olahan


di Provinsi Sumatera Utara berfluktuasi. Pada tahun 2007 hingga 2009,
produksi ikan olahan mengalami penurunan. Namun pada tahun 2010
hingga 2011, produksi ikan olahan tersebut mengalami kenaikan
sebesar 1.998 kg. Rata-rata produksi ikan olahan dari tahun 2007-2011
sebesar 69.135 kg/tahun dengan produksi terbesar pada tahun 2007

3
sebesar 79.937 kg, dan produksi terkecil pada tahun 2010 sebesar
66.894 kg.

Salah satu contoh jenis ikan yang bisa di kelolah adalah Ikan
Nila. Ikan nila adalah salah satu ikan air tawar yang banyak
dibudidayakan dan sangat familiar dikalangan masyarakat karena lezat,
serta memiliki berbagai macam manfaat bagi kesehatan, termasuk
membantu mengurangi berat badan, meningkatkan metabolisme tubuh,
mempercepat perbaikan dan pertumbuhan seluruh tubuh, membangun
tulang yang kuat, mengurangi resiko berbagai penyakit kronis dan
memperkuat sistem kekebalan tubuh. Kandungan nilai gizi ikan nila
yang tidak kalah pentingnya dengan daging hewan darat lainnya. Harga
ikan nila termasuk mahal, dimana ikan nila harganya dapat mencapai
Rp 40.000/kg.

Seperti jenis ikan lainnya, ikan nila juga memiliki kandungan


protein yang tinggi. Lubis (1987) mengatakan ikan sebagai bahan
pangan mempunyai nilai gizi yang tinggi dengan kandungan mineral,
vitamin, lemak tak jenuh dan protein yang tersusun dalam asam-asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh dan
kecerdasan manusia. Berikut perbandingan gizi dari berbagai jenis ikan.
Berikut perbandingan gizi dari berbagai jenis ikan dapat dilihat pada
tabel 2 berikut :

Tabel 2. Kandungan Gizi Ikan per 100 gram

Kandungan Gizi per 100 gram


Jenis Ikan Kalori Protein Lemak Zat Besi
(Kkal) (gr) (gr) (mg)
Ikan Nila 128 17.70 1.00 1,50
Ikan Bawal 84 18,2 0,70 0,40
Ikan Belida 80 14,7 1,40 0,00
Ikan Teri 77 16,0 1,00 0,05
Ikan Cue 74 13,0 2,00 0,30

4
Ikan Gabus 74 25,2 1,70 0,04
Tenggiri 112 21,4 2,30 0,90
Sumber : Departemen Kesehatan (2015)

Dari Tabel 2. tersebut dapat dilihat, kandungan gizi yang terdapat di


ikan nila cukup tinggi dibandingkan dengan ikan tenggiri, ikan bawal,
dan ikan belida dan ikan teri dengan kalori sebesar 128 kkal, protein
17,70 gr, lemak 1,00 gr, dan zat besi 1,50 mg. Selain itu, ikan nila juga
memiliki kandungan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan
belida, ikan teri dan ikan cue.

Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengolahan hasil


yang baik dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian yang
diproses. Bagi petani, kegiatan pengolahan hasil telah dilakukan
khususnya bagi petani yang mempunyai fasilitas pengolahan hasil
(lantai jemur, penggilingan, tempat penyimpanan, keterampilan dalam
mengolah hasil, mesin pengolah dan lain-lain) (Soekartawi, 1991).

Salah satu tujuan dari pengolahan hasil pertanian adalah meningkatkan


kualitas. Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang
menjadi lebih tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi (Faqih,
2010).

Peningkatan nilai tambah dari suatu produk agribisnis pada


dasarnya juga tidak terlepas dari aplikasi teknologi yang tepat dan
sistem manajemen yang professional. Besarnya nilai tambah tergantung
dari teknologi yang digunakan dalam proses produksi dan adanya
perlakuan lebih lanjut terhadap produk yang dihasilkan. Suatu
perusahaan dengan teknologi yang lebih baik akan meningkatkan
produk dengan kualitas yang lebih baik pula, sehingga harga produk
olahan akan lebih tinggi dan akhirnya akan memperbesar nilai tambah
yang diperolehnya (Suryana, 1995).

5
Kontribusi terbesar bagi perekonomian sulsel diberikan oleh
sektor pertanian, yaitu 30,67 % dari total PDRB yang salah satunya
berasal dari subsektor perikanan. Produksi perikanan rata-rata dari
tahun 2014-2019 di sulsel dapat dilihat pada tabel 3. berikut ini :

Tabel 3. Produksi dan Nilai Produksi Perikanan Tangkap Menurut Jenis


Penangkapan Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi
Selatan,2019.

Perikanan Tangkap di Laut Perairan Umum Daratan Perikanan Tangkap Fish


Kabupaten/Kota
/Marine CaptureFisheries Inland Water Capture
Regency/City
Volume (Ton) Nilai (1000) Volume (Ton) Nilai (1000) Volume (Ton) Nilai (1000)
Kabupaten/Regency
1 Kep.Selayar 28,268.3 607,527,875 - - 28,268.3 607,527,874.6
2 Bulukumba 52,651.6 1,395,172,330.6 - - 52,651.6 1,395,172,330.6
3 Bantaeng 6,101.2 123,519,714.4 - - 6,101.2 123,519,714.4
4 Jeneponto 17,058.1 310,405,187.4 - - 17,058.1 310,405,187.4
5 Takalar 18,990.9 428,308,348.6 - - 18,990.9 428,308,348.6
6 Gowa 614.1 9,172,794.0 588.0 8,784,651 1,202.1 17,957,445.4
7 Sinjai 35,995.1 484,536,437.3 - - 35,995.1 484,536,437.3
8 Maros 17,131.7 319,991,683.9 976.6 15,994,753 18,108.3 335,986,436.8
9 Pangkep 22,913.4 794,005,580.4 - - 22,913.4 794,005,580.4
10 Barru 19,450.4 289,392,925.6 - - 19,450.4 289,392,925.6
11 Bone 48,198.4 830,521,781.9 128.3 1,895,859 48,326.7 832,417,640.9
12 Soppeng - - 2,703.1 52,781,128 2,703.1 52,781,128.0
13 Wajo 17,269.6 559,307,000.0 20,232.4 781,439,500 37,502.0 1,340,746,500.0
14 Sidrap - - 2,589.7 59,892,515.0 2,589.7 59,892,515.0
15 Pinrang 14,005.8 317,608,234.8 271.5 10,406,300 14,277.3 328,014,534.8
16 Enrekang - - 33.4 860,389 33.4 860,389.0
17 Luwu 17,429.9 288,032,821.3 6.6 180,30 17,436.5 288,213,121.3
18 Tana Toraja - - 17.1 483,685 17.1 483,685.0
19 Luwu Utara 1,708.4 49,014,144.3 186.0 12,667,500 1,894.4 61,681,644.3
20 Luwu Timur 9,736.4 112,200,984.0 258.6 3,418,700 9,995.0 115,619,684.0
21 Toraja Utara - - 28.7 837,533 28.7 837,533.0

6
Kota/City
1 Makassar 19,943.1 473,277,659.3 - - 19,943.1 473,277,659.3
2 Pare Pare 4,731.9 114,959,000.0 - - 4,731.9 114,959,000.0
3 Palopo 18,347.1 321,606,034.5 - - 18,347.1 321,606,034.5
Sulawesi Selatan 370,545.3 7,828,560,537 28,020.0 949 642 813 398,565.3 8,778,203,350.2

Sumber:Buku Statistik DKP Prov. SulSel Tahun 2019

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa produksi perikanan dapat


diketahui bahwa pendapatan para pelaku usaha di bidang perikanan
tangkap dan budidaya pada tahun 2019 ADHB mencapai Rp. 385.94
triliun dan ADHK 2010 mencapai Rp. 238.64 triliun. Kontribusi
perekonomian sektor perikanan tahun 2018 terhadap PDB ADHB
sebesar 2,60 persen, kontribusi ini lebih tinggi daripada tahun 2017
(2,57 persen). Kontribusi PDB sektor perikanan Indonesia ADHB tahun
2018 terhadap PDB nasional menunjukkan adanya peningkatan nilai
tambah yang mencerminkan peningkatan income para pelaku subsektor
kelautan dan perikanan secara rata-rata pada tahun 2018 dibandingkan
tahun 2017.

Provinsi penghasil produksi perikanan Indonesia (perikanan


tangkap dan perikanan budidaya) terbesar di Indonesia tahun 2016
berturut-turut adalah Provinsi Sulawesi Selatan sebesar 3,9 juta ton,
Provinsi Nusa Tenggara Timur sebesar 2,5 juta ton, Provinsi Sulawesi
Tengah sebesar 1,6 juta ton, Provinsi Jawa Timur sebesar 1,6 juta ton,
Provinsi Jawa Barat sebesar 1,45 juta ton, Provinsi Maluku sebesar
1,34 juta ton dan Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 1,3 juta ton.

Dalam pengolahan ikan nila ini tentunya harus diimbangi dengan


penanganan pascapanen dan juga teknologi pengolahan yang memadai
sehingga dapat memberikan nilai tambah bukan hanya pada produknya
tetapi juga pada pendapatan nelayan pengolah. Oleh karena itu, penulis

7
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai nilai tambah yang
dihasilkan dari usaha pengolahan ikan nila di daerah penelitian.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan


tersebut, maka identifikasi masalah yang akan diteliti sebagai berikut :

1) Berapa besar pendapatan yang diperoleh dari usaha pengolahan


ikan nila di daerah penelitian ?
2) Berapa besar nilai tambah yang diperoleh pengolah ikan nila di
daerah penelitian ?
3) Bagaimana prospek usaha pengolahan ikan nila di daerah
penelitian ?

3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi permasalahan yang telah diuraikan tersebut,


maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut :
1) Untuk menganalisis besar pendapatan yang diperoleh dari usaha
pengolahan ikan nila di daerah penelitian.
2) Untuk menganalisis besar nilai tambah yang diperoleh pengolah
ikan nila di daerah penelitian.
3) Untuk menganalisis prospek usaha pengolahan ikan nila di
daerah penelitian.

4. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian adalah :


1) Sebagai bahan masukan dan informasi bagi para pelaku yang
sedang dan atau akan melakukan usaha pengolahan ikan nila.
2) Sebagai bahan referensi dan informasi bagi pemerintah sebagai
badan pengambil keputusan dan kebijakan.

8
3) Sebagai bahan bagi peneliti selanjutnya dalam pengolahan ikan
nila.
4)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN
DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2. Tinjauan Pustaka
A. Tinjauan Ikhtiologi
Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini
diintroduksi dari Afrika, tepatnya Afrika bagian timur, pada tahun 1969,
dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam-kolam air tawar
di Indonesia sekaligus hama di setiap sungai dan danau Indonesia.
Nama ilmiahnya adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa
Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia.

Filum :Chordata

Sub filum :Vertebrata

Kelas :Osteichtyes

Sub kelas :Acanthopterigii

Bangsa :Percomorphii

Sub bangsa :Percoidea

Famil :Chiclidae

Marga :Oreochromis

Jenis : Oreochromis niloticus

(Saanin, 1968 ; Pullin, 1984 ; Nelson, 1988)

9
a. celah mulut (rima oris)
b. mata (organon visus)
c. tutup insang (apparatus opercularis)
d. sirip punggung (pinna dorsalis)
e. sirip dada (pinna pectoralis)
f. sirip perut (pinna abdominales)
g. sirip belakang (pinna analis)
h. sirip ekor (pinna caudalis)

Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong


hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 [[sentimeter|cmdan]] kadang
ada yang lebih dan ada yang kurang dari itu. Sirip punggung ('' pinnae
dorsalis'') dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak); dan
sirip dubur (''pinnae analis'') dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari.

Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap


melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekor
''bergaris-garis tegak'', 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut,
sirip ekor dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau
kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak.ada garis linea
literalis pada bagian truncus fungsinya adalah untuk alat keseimbangan
ikan pada saat berenang.

Kandungan komposisi ikan nila berdasarkan Daftar Komposisi Bahan


Makanan dapat dilihat pada Tabel 4 berikut :

10
Tabel 4. Komposisi ikan nila per 100 gram

Kandungan Gizi Kandungan Gizi


Energi (kal) 89,00 Besi (mg) 1,50
Protein (g) 18,70 Vitamin A (RE) 6,00
Lemak (g) 1,00 Vitamin C (mg) 0
Karbohidrat (g) 0 Vitamin B (mg) 0,03
Kalsium (mg) 96,00 Air (g) 79,70
Fosfor (mg) 29,00 BOD (%)BOD (%) 80,00
Sumber : Daftar Komposisi Bahan Makanan (2004)

Dari Tabel 4. tersebut dapat dilihat, kandungan gizi yang terdapat


pada ikan nila cukup tinggi dengan energy sebesar 89,00 kal, protein
18,70 gr, lemak 1,00 g, dan kalsium 96,00 mg, fosfor 29,00 mg, besi
1,50 mg, vitamin A 6,00 RE, vitamin C 0 mg, vitamin B mg 0,03, air
79,70 dan BOD 80,00%.

Dengan kandungan air yang cukup tinggi, tubuh ikan merupakan


media yang cocok untuk kehidupan bakteri pembusuk atau
mikroorganisme lain, sehingga ikan sangat cepat mengalami proses
pembusukan. Kondisi ini sangat merugikan karena dengan kondisi
demikian banyak ikan tidak dapat dimanfaatkan dan terpaksa harus
dibuang, terutama pada saat kondisi melimpah. Oleh karena itu untuk
mencegah proses pembusukan perlu dikembangkan berbagai cara
pengawetan dan pengolahan yang cepat dan cermat agar sebagian
besar ikan yang diproduksi dapat dimanfaatkan (Afrianto dan Liviawaty,
1989).

11
B. Tinjauan Ekonomi Ikan Nila

Salah satu penyebab meningkatnya devisa negara yaitu


meningkatnya nilai ekspor hasil perikanan. Pada tahun 2006, komoditas
nonmigas ikan dan udang memberikan kontribusi tertinggi. Hal ini
disebabkan oleh permintaan yang sangat tinggi di beberapa negara.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, ekspor ikan dan udang
pada periode Januari hingga Juni 2006 mencapai 825,5 juta dolar AS.
Nilai tersebut mengalami peningkatan dari periode yang sama pada
tahun 2005 sebesar 759,2 juta dolar AS (Tim Penulis PS, 2008).

Harga ikan nila yang relatif lebih mahal dari ikan lainnya
membuat banyak yang memilih ikan nila untuk dibudidayakan. Usaha
budidaya ikan nila dapat di lakukan sesuai dengan kondisi modal. Dari
modal kecil sampai yang modal besar pun bisa untuk mengembangkan
usaha budidaya ikan nila ini. Usaha budidaya ikan nila ini terbuka untuk
siapa saja (Sumanto, 2013).

Teknologi baru untuk budidaya ikan nila, yakni dengan teknik Guba
(teknologi Gugus Simba) yaitu teknik memaksimalkan penggunaan
probiotik dengan pencampuran pakan pellet dan molase) dengan tingkat
keuntungannya hasil panen lebih berlipat (Bapelu Gresik, 2014).

C. Kondisi Eksisting Teknologi Pengolahan Ikan nila

Dewasa ini kemajuan teknologi pengolahan khususnya dibidang


hasil perikanan meningkat dengan pesat. Hal ini menuntut peningkatan
pengetahuan peneliti, ilmuwan dan masyarakat tentang teknologi
pengolahan ikan, sehingga pengolahan hasil perikanan mempunyai arti

12
sosial ekonomi yang penting bagi nelayan, petani ikan, pengolah serta
pedagang ikan (Ilyas, 2003).

Seiring berkembangnya kebutuhan industri budidaya ikan atau


udang yang dituntut ramah lingkungan, beragam teknologi yang dapat
digunakan untuk meminimalisir limbah budidaya mulai bermunculan.
Banyak upaya yang dapat dilakukan oleh pembudidaya ikan atau udang
untuk meminimalisir limbah sisa pakan atau mengolahnya.

Berikut 10 teknologi yang sering di pakai untuk pembudidayakan dalam


sistem teknologi yaitu :

1) Teknologi Sistem Resirkulasi


2) Teknologi Busmetik atau Budidaya Udang Skala Mini
Empang Plastik
3) Teknologi Probiotik
4) Teknologi Bioflok
5) Teknologi Akuaponik
6) Teknologi Yumina (sayur dan ikan) dan Bumina (buah dan
ikan)
7) Teknologi 90% Satiation Feeding
8) Teknologi Pakan Terapung
9) Teknologi Protein Sparring
10)Teknologi Bioremediasi

Saat ini, teknologi yang digunakan dalam pengolahan ikan nila di


Indonesia masih tergolong rendah. Dalam proses penjemuran biasanya
lebih mengandalkan sinar matahari sebagai tenaga pemanas/pengering,
meskipun jenis pengeringan ini memiliki beberapa kekurangan,
diantaranya kondisi suhu pengeringan yang tidak teratur, pengeringan

13
yang relatif lama, dan kehigienisan yang masih belum bisa dijamin
akibat pencemaran yang dilakukan oleh hewan.

Untuk skala industri, penjemuran menggunakan oven


pengeringan lebih menghasilkan kualitas ikan nila yang lebih terjamin.
Disamping suhu pengeringan yang bisa diatur, lama pengeringan bisa
ditentukan dan kebersihan produk terjamin. Negara-negara seperti
Malaysia, Singapura, dan Thailand telah menggunakan jenis
pengeringan ini untuk menghasilkan produk ikan nila yang berkualitas
tinggi.

D. Teknis Pengolahan Ikan Nila

Dasar pengolahan ikan adalah mempertahankan kesegaran dan


mutu ikan selama dan sebaik mungkin. Hampir semua cara pengawetan
dan pengolahan ikan meninggalkan sifat khusus pada setiap hasil
awetan atau olahannya. Hal ini disebabkan oleh berubahnya : sifat bau,
cita rasa, wujud atau rupa, dan tekstur daging ikan (Moeljanto, 1992).

Cara pengolahan hasil perikanan terdiri dari cara pengolahan


tradisional dan pengolahan modern. Cara pengolahan tradisional seperti
penggaraman, pengeringan, pemindangan, pengasapan dan fermentasi
lebih dominan daripada cara pengolahan modern seperti pembekuan
dan pengalengan. Ciri khas yang menonjol dari pengolahan tradisional
adalah jenis dan mutu bahan baku serta bahan pembantu yang sangat
bervariasi, dan kondisi lingkungan yang sulit dikontrol. Konsep
pengolahan modern dikembangkan atas kemajuan ilmu dan teknologi
berdasarkan hasil penelitian dan pengembangan, sedangkan
pengolahan tradisional lebih banyak didasarkan atas konsepsi yang
diwariskan secara tradisional (Heruwati, 2002).

Proses penggaraman ikan dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu :

A. Penggaraman kering (Dry Salting)

14
Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang
berukuran besar maupun kecil. Penggaraman ini menggunakan
garam berbentuk kristal. Ikan yang akan diolah ditaburi garam lalu
disusun secara belapis-lapis. Setiap lapisan ikan diselingi lapisan
garam. Selanjutnya lapisan garam akan menyerap keluar cairan di
dalam tubuh ikan, sehingga kristal garam berubah menjdi larutan
garam yang dapat merendam seluruh lapisan ikan.

B. Penggaraman basah (Wet Salting)


Proses penggaraman dengan sistem ini menggunakan larutan
garam sebagai media untuk merendam ikan. Larutan garam akan
mengisap cairan tubuh ikan (sehingga konsentrasi menurun) dan ion-
oin garam akan segera masuk ke dalam tubuh ikan.

C. Kench salting
Penggaraman ikan dengan cara ini hampir serupa dengan
penggaraman kering. Bedanya metode ini tidak menggunakan bak
kedap air. Ikan hanya menumpuk dengan menggunakan keranjang.
Untuk mencegah supaya ikan tidak dikerumuni oleh lalat, hendaknya
seluruh permukaan ikan ditutup dengan lapisan garam.

D. Penggaraman diikuti proses perebusan


Dalam hal ini, proses pembusukan ikan dicegah dengan cara
merebus dalam larutan garam jenuh (Afrianto dan Liviawaty,1989).

Pengeringan juga dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pengeringan


alami dan pengeringan buatan. Pengeringan alami dilakukan dengan
penyinaran matahari secara langsung atau penjemuran, sementara
pengeringan buatan merupakan pengeringan yang dilakukan dengan

15
menggunakan alat yang memanfaatkan sumber panas sinar matahari
(energi surya), kompor minyak ataupun tenaga listrik (Rukmana, 2005).

2. Landasan Teori

Dengan adanya pengolahan yang dilakukan pada ikan nila akan


menjadikan ikan lebih awet dan tahan lama serta dapat meningkatkan
nilai tambah, sehingga harga jual ikan nila menjadi lebih tinggi dan
akhirnya juga akan mendatangkan total penerimaan atau total
keuntungan yang lebih besar. Dan selanjutnya dapat dilihat prospek
usaha pengolahan ikan nila ini apakah layak untuk dikembangkan atau
tidak.

A. Pendapatan

Menurut Soekartawi (2005), menyatakan bahwa pendapatan (I)


adalah selisih antara penerimaan (TR) dan semua biaya (TC).

CI = TR – T

Penerimaan usahatani (TR) adalah perkalian antara produksi yang


diperoleh (Q) dengan harga jual (Pq).

TR = Pq.Q

Menurut Sukirno (1996), pendapatan adalah jumlah penghasilan yang


diterima oleh penduduk atas prestasi kerjanya selama satu periode, baik
harian, mingguan, bulanan, ataupun tahunan. Beberapa klasifikasi
pendapatan, antara lain:

1. Pendapatan petani (family farm income), diperoleh dari selisih


penerimaan usahatani dengan biaya alat-alat luar (biaya
pengeluaran).

16
2. Pendapatan bersih (net income), diperoleh dari selisih
penerimaan usahatani dengan biaya alat-alat luar dan upah
tenaga kerja dalam keluarga.
3. Keuntungan pengusaha (profit), diperoleh dari selisih penerimaan
usahatani dengan biaya alat-alat luar, upah tenaga kerja dalam
keluarga, dan bunga modal yang dipergunakan.

Setelah produsen menghasilkan output dari setiap kegiatan produksi


yang dilakukan maka output tersebut akan dijual kepada konsumen.
Dengan demikian, produsen akan memperoleh pendapatan
(penerimaan) dari setiap output yang dijual. Pendapatan yang diterima
oleh produsen sebagian untuk membayar biaya - biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi. Membahas masalah penerimaan
atau revenue ada beberapa konsep penting yang perlu diperhatikan
menurut Pracoyo dan Rubenfeld (2008):

1. Pendapatan total atau Total Revenue (TR) : pendapatan yang


diterima oleh produsen dari setiap penjualan outputnya. Total
revenue merupakan hasil kali antara harga dengan output . TR =
P.Q
2. Pendapatan rata-rata atau Average Revenue (AR) : pendapatan
produsen per unit output yang dijual. AR = TR/Q = P. Dengan
demikian, AR merupakan harga jual output per unit.
3. Pendapatan marjinal atau Marginal Revenue (MR) : perubahan
pendapatan yang disebabkan oleh tambahan penjualan satu unit
output.

Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan


semakin besar nilainya semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak
selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi karena pendapatan yang
besar mungkin juga diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula.
Untuk mengukur keberhasilan usahatani biasanya dilakukan dengan

17
melakukan analisis pendapatan usahatani. Dengan melakukan analisis
pendapatan usahatani dapat diketahui gambaran keadaan aktual
usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan perencanaan
kegiatan usahatani pada masa yang akan datang.

B. Nilai Tambah

Untuk menghasilkan penghasilan yang lebih baik dari sebuah


aktivitas pertanian, perlu adanya modifikasi dari setiap komoditi yang
dihasilkan. Bentuk modifikasi tersebut bisa berupa pengolahan komoditi
pertanian menjadi barang / sesuatu yang memiliki nilai lebih.

Komponen pengolahan hasil pertanian menjadi penting karena


pertimbangan sebagai berikut :

1. Meningkatkan nilai tambah


Dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa pengolahan yang baik
oleh produsen dapat meningkatkan nilai tambah dari hasil pertanian
yang diproses. Kegiatan petani hanya dilakukan oleh petani yang
mempunyai fasilitas pengolahan (pengupasan, pengirisan, tempat
penyimpanan, keterampilan mengolah hasil, mesin pengolah, dan lain-
lain). Sedangkan bagi pengusaha inimenjadikan kegiatan utama, karena
dengan pengolahan yang baik maka nilai tambah barang pertanian
meningkat sehingga mampu menerobos pasar, baik pasar domestik
maupun pasar luar negeri.

2. Kualitas Hasil
Salah satu tujuan dari hasil pertanian adalah meningkatkan kualitas.
Dengan kualitas hasil yang lebih baik, maka nilai barang menjadi lebih
tinggi dan keinginan konsumen menjadi terpenuhi. Perbedaan kualitas
bukan saja menyebabkan adanya perbedaan segmentasi pasar tetapi
juga mempengaruhi harga barang itu sendiri.

18
3. Penyerapan tenaga kerja
Bila pengolahan hasil dilakukan, maka banyak tenaga kerja yang
diserap. Komoditi pertanian tertentu kadang-kadang justru menuntut
jumlah tenaga kerja yang relatif besar pada kegiatan pengolahan.

4. Meningkatkan keterampilan
Dengan keterampilan mengolah hasil, maka akan terjadi peningkatan
keterampilan secara kumulatif sehingga pada akhirnya juga akan
memperoleh hasil penerimaan usahatani yang lebih besar.

5. Peningkatan pendapatan
Konsekuensi logis dari pengolahan yang lebih baik akan menyebabkan
total penerimaan yang lebih tinggi. Bila keadaan memungkinkan, maka
sebaiknya petani mengolah sendiri hasil pertaniannya ini untuk
mendapatkan kualitas hasil penerimaan atau total keuntungan yang
lebih besar (Soekartawi, 1999).

Dalam proses pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan


sebagai selisih antara nilai produk dengan nilai bahan baku dan input
lainnya, tidak termasuk tenaga kerja. Faktor-faktor yang mempengaruhi
nilai tambah untuk pengolahan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu
faktor teknis dan faktor pasar. Faktor teknis terdiri dari kapasitas
produksi, penerapan teknologi, kualitas produk, kualitas bahan baku,
dan input penyerta. Sedangkan faktor pasar terdiri dari harga jual
produk, harga bahan baku, nilai input lainnya, dan upah tenaga kerja
(Hayami et all, 1987).

19
Nilai tambah diperoleh dari hasil pengurangan nilai produk
dengan harga bahan baku dan bahan tambahan pengolahan. Pada
pengolahan ikan selain biaya bahan baku juga diperlukan bahan
tambahan pengolahannya dengan biaya yang cukup besar, seperti
diperlukannya biaya bahan penunjang, biaya peralatan, biaya
penyusutan, biaya tenaga kerja dan biaya pajak atau iuran. Sehingga
dapat dikatakan nilai tambah yang diperoleh relatif kecil karena biaya
yang relatif besar (Rangkuti, 2009).
Perhitungan nilai tambah yang diperoleh dari proses pengolahan
suatu produk dapat menggunakan Metode Hayami. Kelebihan dari
analisis nilai tambah dengan menggunakan Metode Hayami adalah
pertama, dapat diketahui besarnya nilai tambah, nilai output, dan
produktivitas, kedua, dapat diketahui besarnya balas jasa terhadap
pemilik-pemilik faktor produksi, serta ketiga, prinsip nilai tambah
menurut Hayami dapat diterapkan untuk subsistem lain diluar
pengolahan, misalnya untuk kegiatan pemasaran (Suprapto, 2006).
Suatu agroindustri diharapkan mampu menciptakan nilai tambah
yang tinggi selain mampu untuk memperoleh keuntungan yang
berlanjut. Nilai tambah yang diperoleh dari pengolahan merupakan
selisih antara nilai komoditas yang mendapat perlakuan pada suatu
tahap dengan nilai korbanan yang harus dikeluarkan selama proses
produksi terjadi. Nilai tambah yang diperoleh lebih dari 50% maka nilai
tambah dikatakan besar dan sebaliknya, nilai tambah yang diperoleh
kurang dari 50% maka nilai tambah dikatakan kecil (Sudiyono, 2004).

C. R/C Ratio
Menurut Soekartawi (2002), analisis R/C adalah singkatan dari
Return Cost Ratio atau dikenal sebagai perbandingan (nisbah) antara
penerimaan dan biaya. Secara matematik, hal ini dapat dituliskan
sebagai berikut:

20
Total penerimaan
R/C=
Total biyaya

Kriteria:

R/C Ratio > 1, usaha layak dikembangkan

R/C Ratio < 1, usaha tidak layak dikembangkan

R/C Ratio = 1, usaha impas

D. Kerangka Pemikiran

21

Anda mungkin juga menyukai