Anda di halaman 1dari 23

FINAL IMPLEMENTASI

DAN EVALUASI KEBIJAKAN


Implementasi kebijakan pembinaan anak jalanan, gelandangan,pengemis, dan
pengamen di kota Makassar provinsi Sulawesi selatan

OLEH:
NAMA : MUH REZKY HIDAYAT
NIM : S1A120069
KELAS :B

JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur saya ucapkan kehadirat Allah SWT, karena berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga saya dapat menyusun Makalah ini dengan baik
dan tepat pada waktunya. Dalam Makalah ini saya membahas mengenai ”
Implementasi kebijakan pembinaan anak jalanan, gelandangan,pengemis, dan
pengamen di kota Makassar provinsi Sulawesi selatan”.
Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas final pada mata
kuliah ;implementasi dan evaluasi kebijakan; saya mencoba untuk memaparkan
sebuah pembahasan kedalam makalah ini.
Saya berharap setelah selesainya tugas makalah ini, bisa bermanfaat bagi
semuanya, dan berguna bagi proses pembelajaran dan saya mengharapkan kritik
dan saran yang bersifat membangun karena makalah yang saya susun ini masih
sangat jauh dari kata kesempurnaan.

kendari, 28 desember 2022

Penyusun,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................i
DAFTAR ISI..................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................1
1.1 Latar belakang ...................................................................................1
1.2 Rumusan masalah..............................................................................6
1.3 Tujuan dan manfaat............................................................................6
BAB II PEMBAHASAN ..............................................................................7
2.1 Pengertian kebijakan publik ..............................................................7
2.2 Implementasi kebijakan.....................................................................8
2.3 Solusi pemerintah agar tingkat pengemis berkurang.........................10
BAB III PENUTUP.......................................................................................17
A. KESIMPULAN..................................................................................17
B. SARAN..............................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota Makassar merupakan Ibu Kota Provinsi Sulawesi Selatan dengan
luas wilayah seluas 175,77 km2 dan pada Tahun 2018 tercatat dalam data BPS
jumlah penduduk Kota Makassar kurang lebih 1.467.601 jiwa menjadikan Kota
Makassar sebagai salah satu kota yang memiliki permasalahan yang kompleks
termasuk masalah sosial dengan munculnya anak jalanan, gelandangan, pengemis
dan pengamen di titik-titik tertentu di wilayah keramaian perkotaan dan
keberadaan mereka mengganggu ketertiban umum.
Penanganan masalah masyarakat miskin yang bergantung pada
penghasilan di jalanan merupakan masalah yang harus dihadapi oleh semua pihak,
terutama pemerintah setempat. Kemiskinan seringkali didefinisikan semata hanya
sebagai fenomena ekonomi, dalam arti rendahnya penghasilan atau tidak
dimilikinya mata pencaharian yang cukup mapan untuk tempat bergantung hidup
(Suyanto 2011:132). Dalam hal ini pula Pemerintah Kota Makassar telah
mengeluarkan kebijakan yang telah diatur dalam Peraturan Daerah Kota Makassar
Nomor 2 Tahun 2008 tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis,
dan Pengamen (Anasiru 2011:3). Upaya ini berupa pembinaan pencegahan yang
dilaksanakan secara terencana dan terorganisir untuk mencegah timbulnya anak
jalanan, gelandangan, pengemis dan pengemen di jalanan melalui pemantauan,
pendataan, penelitian, sosialisasi, pengawasan dan pengendalian yang dilakukan
untuk meningkatkan taraf hidup anak jalanan, gelandangan, pengamen dan
pengemis.
Dinas Sosial (Dinsos) merupakan salah satu instansi yang memiliki
kewenangan dan bertanggungjawab untuk melakukan pembinaan terhadap
pencegahan berkembangnya jumlah anak jalanan, pengemis, gelandangan dan
pengamen (Engkus 2019:1). Dalam menangani para penyandang penyakit sosial
tersebut. Dinsos telah berusaha melakukan upaya-upaya pengendalian sesuai
dengan amanat peraturan daerah yang berlaku, mulai dari melaksanakan

1
pendataan langsung ke lapangan yang bekerja sama dengan LSM setempat dan
melibatkan Satpol PP serta melalui pembentukkan Tim Reaksi Cepat (TRC)
Saribattang, yang dimana TIM TRC ini melakukan patrol dan razia setiap hari
pada sejumlah titik yang menjadi wilayah berkumpulnya para penyandang
penyakit social tersebut. (Asrul Nurdin 2011:74).

Untuk tahun 2016 jumlah anjal, gelandangan dan pengemis yang terjaring
patrol menembus hingga 437 orang. Sedangkan pada tahun 2017 dan 2018 jumlah
anjal, gelandangan dan pengemis mengalami peningkatan, tercatat ada 727 orang
di tahun 2017 dan tahun 2018 sejumlah 753 orang yang terjaring patroli.
Permasalahan-permasalahan lain yaitu belum optimalnya ketersediaan panti
rehabilitasi bagi para anak jalanan, gelandangan, pengemis, dan pengamen di Kota
Makassar. Kota Makassar belum memiliki asrama khusus.
Kendala lainnya yaitu kurangnya sarana dan prasarana membuat
pembinaan yang dilakukan Dinsos berjalan tidak maksimal. Hal ini dibuktikan
dengan beberapa para penyandang penyakit sosial yang telah terjaring razia.
Mereka hanya didata dan mendapat bimbingan mental selama beberapa hari
sebelum dipulangkan ke daerah masing-masing. Setelah dikembalikan ke daerah
asalnya tidak ada efek jera pada mereka. Dan hal tersebut membuat mereka
kembali berdatangan ke Kota Makassar. Apabila hal ini terus menerus terjadi
maka masalah ini sulit untuk diatasi secara tuntas. Sehubungan dengan hal
tersebut di atas, penelitian tentang Implementasi Kebijakan Pembinaan Anjal,
Gepeng dan Pengamen, masih sangat relevan untuk dilakukan kajian dan analisa
lebih mendalam. Penelitian-penelitian terdahulu menjadi bahan rujukan dan
referensi bagi peneliti dalam melakukan penelitian ini.

2
Tinjauan Penelitian Terdahulu : penelitian ini berdasarkan dari beberapa
penelitian yang telah dilakukan dalam konteks pembinaan anjal, gepeng, dan
pengamen. Penelitian (Putro 2014) Hasil penelitian menunjukan bahwa pada
umumnya Pembinaan PGOT ada beberapa tahap yaitu, pendekatan awal,
pengungkapan dan pemahaman masalah, perencanaan program pelayanan,
pelaksanaan pelayanan dan pasca pelayanan. Untuk faktor penghambat yang
paling mendasar adalah kurangnya sarana dan prasarana serta sumber daya
manusia yang kurang memadai, sementara faktor pendukung yaitu adanya
kerjasama lintas sektoral yang menunjang proses pembinaan. Penelitian kedua,
(Tribuwono 2017)Hasil Penelitian yakni kebijakan belum berjalan secara, karena
tujuan kebijakan ini belum bisa tercapai, karena hasil data tiga tahun terakhir
menunjukkan jumlah para penyandang penyakit social yang terus meningkat.
kemudian dari sisi sumberdaya manusia dan finansialnya Dinsos mengalami
kendala kekurangan, sehingga kegiatan pembinaan tidak berjalan maksimal.
Komunikasi dan koordinasi Dinsos dengan pihak lain masih kurang, padahal
masih sangat banyak LSM yang sebetulnya bisa diajak berkoordinasi agar
pembinaan dapat berjalan dengan baik. Penelitian (Susilowati 2017), hasil
penelitian menunjukan mayoritas anak jalanan berada pada usia 10-15 tahun yaitu
sebanyak 54,17%, 33,33% berusia lebih dari 15 tahun dan sebanyak 12,5%
berusia kurang dari 10 tahun. Peran orang tua sangatlah penting dalam
penanggulangan anak jalanan. Faktor kemiskinan yang menjadi faktor utama
munculnya anak jalanan maka pemerintah, LSM dan masyarakat harus bersinergi
untuk memberdayakan keluarga anak jalanan, dengan meningkatnya ekonomi
keluarga maka anak dapat fokus untuk menempuh pendidikan. Penelitian
(Nusanto 2017), hasil penelitian menunjukan upaya dalam menangani masalah
gelandangan dan pengemis ini Dinas Sosial Kabupaten Jember telah
melaksanakan berbagai program Penyuluhan sosial di tempat gelandangan dan
pengemis berada, Penguatan keluarga, pemenuhan kebutuhan dasar, layanan
kesehatan dan pendidikan, lapangan kerja dan pendapatan keluarga, Mendirikan
pos pelayanan gelandangan dan pengemis untuk memberikan konsultasi,
pendataan, penjaringan, rujukan bagi gelandangan dan pengemis untuk ditindak

3
lanjuti proses rehabilitasi, Melakukan Razia di tempat-tempat dimana
gelandangan dan pengemis itu sering berada. Razia ini dilakukan setelah
penyuluhan sosial dimulai untuk menjaring gelandangan dan pengemis yang
selanjutnya ditampung sementara dalam barak penampungan sebelum dikirim ke
panti rehabilitasi social, Mengoptimalkan fungsi UPTD Liposos dan LSM yang
menangani gelandangan dan pengemis, Kerja sama dengan dunia usaha dalam
rangka penempatan tenaga kerja gelandangan dan pengemis. Penelitian (Engkus
2019), hasil penelitian menunjukkan, bahwa Implementasi UU Nomor 23 Tahun
2002 tentang Perlindungan Anak mengenai pembinaan anak jalanan pada Dinas
Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kota Bandung, dapat dikatakan belum
mampu efektif dalam penerapannya, hal tersebut dilihat tujuan dan sasaran dari
peraturan tersebut, dimana belum ada yang dapat tercapai secara maksimal.
Kemudian, sumber daya dari Dinsosnangkis sendiri masih terbilang kurang. Dan
masyarakat juga masih kurang berperan aktif dalam mendukung penerapan
kebijakan ini, terbukti masih banyak orang yang justru memberikan uang kepada
anak jalanan dengan alasan kasihan maupun agar mereka cepat pergi dan tidak
mengganggu. Padahal sudah jelas ada larangan dan himbauan dari pemerintah
kepada masyarakat agar tidak memberikan uang terhadap anak jalanan atau
gelandangan di jalanan.
Pernyataan Kebaharuan Ilmiah. Pada penelitian ini, penulis melakukan
penelitian berbeda, yaitu focus pada implementasi kebijakan pembinan anjal,
gepeng, dan pengamen di Kota Makassar, dengan menggunakan teori
implementasi kebijakan (Van Meter and Van Horn 1975). Dari Teori
Implementasi Kebijakan Van Meter Van Horn tersebut terdapat 6 (enam) variabel
dan akan dijadikan dasar landasan teori pada penelitian ini:
1) Standar atau ukuran dan tujuan kebijakan yang menguraikan tujuan dari
Peraturan Daerah Kota Makassar No 2 Tahun 2008 tentang Pembinaan
Anak Jalanan, Gelandangan, Pengemis dan pengamen,
2) menjelaskan Sumber Daya yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan
Daerah Kota Makassar No 2 tahun 2008 yaitu Dinas Sosial yang
bertanggung jawab dan memiliki wewenang dalam pelaksannan perda

4
tersebut. Hal tersebut merupakan hal penting yang akan menjadi tolak
ukur terlaksananya suatu kebijakan dan juga merupakan unsur penunjang
di dalam proses Implementasi Kebijakan,
3) Ciri-ciri atau karakteristik badan/instansi pelaksana, mulai dari tugas
pokok dan fungsi serta uraian tugas dari organisasi pelaksana, badan
hubungan formal dan informal dengan pembuat kebijakan,
4) Komunikasi antarorganisasi terkait dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan,
hubungan antara pemerintah Daerah dan Petugas seperti Satpol PP,dll
yang bertanggung jawab dalam pencapaian kebijakan dengan Anjal,
Gepeng, dan pengamen harus memiliki Komunikasi yang baik, sehingga
kebijakan dapat di implementasikan dengan baik,
5) Lingkungan Ekonomi, sosial, dan politik, hal ini akan di sesuaikan dengan
lokus penelitian nanti,
6) Sikap dari para pelaksana, dalam hal ini menjelaskan tentang setuju dan
tidak setuju mengenai proses Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan,
Pengemis dan Pengamen di Kota Makassar yang mencakup tiga unsur
didalamnya, yaitu: kognisi mereka (pemahaman,pengertian) atas Peraturan
Daerah Kota Makassar No 2 tahun, arah respon mereka terhadap peraturan
tersebut (Penerimaan, netralisir, penolakan) serta menjelaskan tentang
intensitas dari respon tersebut.
Upaya yang dilakukan dalam kebijakan pembinaan anak jalanan, gelandangan,
pengemis dan pengamen akan menghasilkan output dari pelaksanaan peraturan
daerah tersebut atau disebut dengan implementasi dari kebijakan peraturan daerah
tersebut. Seperti yang diketahui, bahwa salah satu tahapan yang sangat penting
dalam siklus kebijakan publik adalah implementasi kebijakan. Tahap ini sering
dianggap kurang berpengaruh karena hanya merupakan pelaksanaan dari apa yang
telah ditetapkan oleh pembuat kebijakan (policy makers) (Nugroho 2017:664).
Pada kenyataannya tahapan implementasi ini menjadi begitu penting karena
suatu kebijakan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dapat dilaksanakan dengan
baik dan benar. Dengan kata lain implementasi merupakan tahapan dimana

5
kebijakan yang telah diambil dilaksanakan secara maksimal untuk mencapai
tujuan yang ingin dicapai.
Dengan fenomena semakin banyaknya masyarakat miskin yang menafkahi
dirinya di jalanan yang kemudian diterlantarkan membuat konsep ini tidak akan
berjalan ideal (Putro 2014; Susilowati 2017). Jelas masalah ini bukanlah sebuah
masalah yang harus dikesampingkan. Peraturan yang telah dibuat untuk mengatur
permasalahan fonemona kemiskinan perlu dikaji ulang.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan masalahnya sebagai
berikut:
1. Mengapa di kota Makassar tingkat pengemis dan anak jalanan masi
terbilang cukup tinggi?
2. Solusi apa yang telah di berikan pemerintah agar tingkat pengemis dan
anak jalanan berkurang?

1.3 Tujuan Penulisan


Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat dilihat apa saja tujuan dari
penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Agar bisa mengetahui di kota Makassar tingkat pengemis dan anak jalanan
masi terbilang cukup tinggi.
2. Agar bisa menegetahui Solusi apa yang telah di berikan pemerintah agar
tingkat pengemis dan anak jalanan berkurang.

6
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian kebijakan public

Istilah kebijakan publik adalah memiliki keterkaitan erat dengan administrasi


pemerintahan, mengingat secara umum tertulis dan tercantum dalam bentuk
peraturan-peraturan yang harus ditaati. Sebagai modal utama pemerintah dalam
menata masyarakat termasuk berbagai macam aspek kehidupan. Sekaligus
menjadi kekuatan pemerintah lewat kewenangan hukum dalam mengatur
masyarakat.Seolah menjadi paksaan untuk masyarakat untuk mentaati segala
ketentuan yang sudah ditaati dan disiarkan oleh pemerintah setempat. Walaupun
bersifat memaksa, namun hal ini bersifat sah dan legitimate yang didasari regulasi
yang jelas. Kebijakan publik secara langsung memberi dampak pada kehidupan
masyarakat setiap harinya di suatu negara, begitulah pentingnya mengetahui
kebijakan ini.

Kebijakan publik adalah aturan yang sudah disepakati untuk dikeluarkan


untuk kemudian dipakai mengatur orang hingga kelompok serta pejabat. Tujuan
adanya kebijakan publik atau public policy dalam memecahkan masalah yang
muncul atau juga sedang dihadapi. Pengertian kebijakan publik sebenarnya
memiliki banyak penjelasan dan terbatas dari kebijakan lainnya.
Jika dilihat secara terminologi, arti kebijakan publik memang diketahui
banyak dan kebanyakan tergantung dari sudut mana seseorang mengartikannya.
Kebijakan publik termasuk sebagai kewenangan milik pemerintah, dilakukan
dalam menjalankan tugas serta fungsi dalam hubungan di terjadi di dalam
masyarakat.
Pada dasarnya kebijakan pemerintah digunakan untuk menata kehidupan
bermasyarakat dalam segala aspek. Merupakan kebijakan uang orientasinya
kepada kepentingan masyarakat tersebut, di setiap munculnya kebijakan publik
secara umum akan diawali dengan perumusan masalah. Lingkup dari studi
kebijakan publik sangat luas karena mencakup berbagai sektor dan bidang.

7
Menurut Anderson (dalam Fadillah Putra, 2003:82) Implementasi kebijakan
dapat dilihat dari empat aspek yaitu sebagai berikut:

1. Who is involved in policy implementation yang berarti siapa yang


mengimplementasikan kebijakan
2. The nature of the administrative process yang berarti hakekat dari proses
administrasi
3. Compliance with policy content yang berarti kepatuhan kepada kebijakan
4. Impact yang berarti efek dan dampak dari implementasi kebijakan
Sedangkan menurut teori Van Meter dan Van Horn (dalam Agostino,
2006:139) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan
yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-
kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan
yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Adapun implementasi
kebijakan menyangkut tiga hal, yaitu sebagai berikut :

1. Adanya tujuan atau sasaran kebijakan


2. Adanya aktivitas atau kegiatan pencapaian tujuan
3. Adanya hasil kegiatan

2.2 implementasi kebijakan pemerintah kota Makassar terkait tingginya


kasus pengemis, anak jalanan, serta gelandangan
Fenomena anak jalanan dan gelandangan yang menghabiskan sebagian
besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan
atau tempat-tempat umum lainnya. Kegiatan ini berpotensi membahayakan
dirinya sendiri dan dapat mengganggu ketertiban umum

Pemerintah Kota Makassar memiliki kebijakan dalam upaya menanggulangi


anak jalanan melalui Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Pembinaan anak jalanan, gelandangan, pengemis dan pengamen dengan
menggunakan model-model pendekatan penanggulangan anak jalanan. Kebijakan

8
tersebut dibuat dalam rangka menciptakan ketertiban dan mengurangi keresahan
masyarakat akibat tindak kekerasan yang berpotensi dilakukan oleh anak
gelandangan dan pengemis. Berdasarkan implementasi Peraturan Daerah (Perda)
Nomor 2 Tahun 2008 melalui Dinas Sosial Pemerintah Kota Makassar terdapat
sanksi yang diberikan kepada pengemis dan gelandangan dilakukan berdasarkan
acuan dari BAB VI Pasal 51.

Misalnya Sanksi gelandangan dan pengemis usia produktif sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) pasal ini, berupa :

a) a.pembinaan dan pengendalian dilakukan untuk menghalangi mereka agar


tidak turun ketempat umum yang dilakukan oleh petugas;
b) pengambilan dapat dilakukan oleh petugas terhadap gelandangan dan
pengemis yang melakukan aktivitas mengemis di tempat umum untuk
selanjutnya di rehabilitasi;
c) pengembalian dapat dilakukan oleh petugas terhadap gelandangan dan
pengemis yang berasal dari daerah lain;
d) bagi gelandangan dan pengemis yang telah memperoleh pembinaan
sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, dan c
kemudian selanjutnya masih didapati melakukan aktifitas mengemis akan
diancam hukuman kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling
banyak Rp.5.000.000,-(lima juta rupiah). Namun, Peraturan Daerah (Perda)
Nomor 2 Tahun 2008 dan sanksi ternyata belum dapat meminimalisir atau
menghentikan aktifitas anak gelandangan dan pengemis di Kota Makassar.
Selanjutnya data tahun 2019 Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan dan Kota
Makassar sudah menjaring ada 163 dan ada penambahan 332 anak jalan (anjal)
dan pengemis. Motif anjal dan pengemis yang terjaring berperan sebagai
sebagai penjual manisan, tisu, buku-buku agama dan stiker. Maraknya anak
gelandangan dan pengemis semakin meningkat menjelang bulan puasa.
Berdasarkan data Dinas Sosial Kota Makassar juga mengidentifikasi mayoritas
anak gelandangan dan pengemis berasal dari luar Kota Makassar, seperti
Jeneponto, Gowa, Takalar, Bantaeng, Sinjai dan Maros.

9
Penelitian dan kajian terdahulu anak gelandangan dan pengemis telah
banyak di teliti dan dikaji, hanya belum maksimal dalam mengurangi
tingkatannya, khususnya di Kota Makassar. Untuk itu dalam kajian ini
diutamakan adalah rekomendasi yang representatif untuk mengatasi semakin
maraknya anak gelandangan dan pengemis yang meresahkan masyarakat. Hasil
penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan model
kebijakan dan strategi diseminasi inovasi dalam usaha pembinaan dan
pemberdayaan anak jalanan di Kota Makassar.

Pembinaan Anak Jalanan Berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun


2008 Di Kota Makassar Jurusan PPKN FIS Universitas Negeri menemukan
bahwa bentuk pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota
Makassar sebagai implementasi Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008,
mencakup Rehabilitasi sosial; pemberdayaan, bimbingan lanjutan, dan
partisipasi masyarakat. Berdasarkan data Dinas Sosial (2019) bahwa perkiraan
hasil Patroli PMKS Anak Jalanan, Gelandangan Pengemis dan pengamen yang
terjaring selama tahun 2018 sebanyak 504 orang (Anjal, Gepeng, Pengamen,
Obat-Obatan Lem), sedangkan 1 Januari sampai 7 Agustus 2019 sebanyak 264
orang yang terjaring Patroli PMKS.

Berdasarkan gelaja dan fenomena tersebut maka fokus penanganan pada


para anak jalan, pengemis, gelandangan dan jenis lain yang berpotensi
menimbulkan rasa tidak aman dan nyaman bagi masyarakat. Bentuk
pembinaan dan pemberdayaan menjadi solusi alternatif untuk memupuk
kepeduliaan Pemerintah Kota Makassar terhadap masalah-masalah kemanusian
dan aspek sosial kemasyarakatan.

2.3 Solusi yang telah di berikan pemerintah agar tingkat pengemis dan
anak jalanan berkurang
Diagram 2 mengindikasikan bahwa kehadiran anak jalanan dan pengemis
adalah sesuatu yang sangat dilematis berdasarkan kategori tingkatan usia/umur
terbanyak sekitar 11-14 Tahun. Kategori usis/umur yang seharusnya

10
menikmati masa remaja bermain dan bergembira bersama teman teman
mereka namun digunakan untuk beraktvitas dijalanan.

Di satu sisi mereka mencari nafkah dan memeroleh pendapatan yang dapat
membuat mereka bertahan hidup serta sekaligus digunakan untuk menopang
kehidupan keluarga. Namun, di sisi lain, mereka dianggap bermasalahan
karena tindakannya yang seringkali merugikan orang lain, mengganggu
ketertiban umum. Misalnya memaksa pengemudi kendaraan memberi
sejumlah uang, merusak mobil dengan goresan, dan melakukan tindakan
kriminal lainnya. Di samping itu, mereka merupakan kelompok sosial yang
rawan berbagai tindakan kekerasan, baik fisik, emosional, seksual, maupun
kekerasan sosial lainnya.

Tindak operasional anak jalanan dan pengemis di Kota Makassar


merupakan fenomena persoalan sosial yang kompleks. Fenomena ini terjadi di
masyarakat akibat terganggunya fungsi sosial, dikatakan terganggu karena
seharusnya anak berada pada suatu situasi rumah, sekolah atau lingkungan
bermain yang di dalamnya terdapat interaksi yang mendukung perkembangan
anak tersebut, baik itu fisik, motorik, sosial, psikologis maupun moralnya.

Orang tua sangat mempengaruhi keputusan anak dalam rangka mencari


nafkah. Dukungan ini dapat berupa langsung maupun tidak langsung.

11
Dukungan ini ditunjukkan dengan perilaku orang tua yang meminta uang
’setoran’ pada anak jalanan dan pengemis. Keadaan sosial ekonomi keluarga
yang serba kekurangan mendorong anak jalanan dan pengemis untuk mencari
penghasilan lebih. Hal lain adalah sosialisasi komunikasi di antara teman atau
lingkungan yang berakibat pada pengajakan untuk melakukan hal-hal tersebut.
Hasil rangkuman tindak operasional anak jalanan sebagai berikut ini :

Merujuk pada data tabel 1 di atas menunjukkan bahwa tindak operasional anak
jalanan di motivasi oleh berbagai hal, antara lain faktor keluarga yang turut
mendukung aktivitas mereka di jalanan, khususnya katgeori anak-anak. Temuan
penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar anak jalanan melakukan tindak
operasional di motivasi karena disuruh keluarga, meliputi orang tua, saudara, tante
sebanyak 20 orang (20%), alasan membantu kehidupan ekonomi orang tua yaitu
sebanyak 13 orang (32,5), dan sisanya untuk tambahan uang jajang atau
mendapatan uang untuk berbelanja sebagai inisiatif sendiri sehari-hari sebanyak 7
orang (17,5%).

Penjelasan lainnya bahwa orientasi hubungan dengan keluarganya merupakan


hubungan yang sekedarnya, tidak ada komunikasi yang rutin diantara mereka,
tidak mempunyai orientasi waktu mendatang atau waktu masa depan. Waktu yang
dihabiskan anak jalanan di jalanan lebih dari empat jam setiap harinya dan
biasanya aktivitas yang mereka kerjakan adalah aktivitas yang berorientasi pada
kemudahan mendapatkan uang sekedarnya untuk menyambung hidup seperti,

12
mengasong, menjajakan koran/majalah, mengamen, menjadi kuli angkut, dan
menjual manisan, menjual balon, bahkan menjadi penghubung atau penjual jasa.
Selanjutnya, awal mulanya seorang anak menjadi bekerja sebagai anak jalanan di
karena berbagai hal. Hasil penelusuran menunjukkan bahwa ada berbagai alasan
awal mulanya akhirnya menekuni pekerjaan sebagai anak jalanan adalah
sebagaimana nampak dalam bentuk tabel 2 berikut ini:

Berdasarkan data tebel 2 di atas mendeskripsikan bahwa awal mulanya jadi anak
jalanan dan pengemis dikarenakan faktor keluara baik ibu atau ayah yang
menyurus mereka turun ke jalan untuk membantu ekonomi keluarga mereka
sebanyak 17 orang (42,5%). Diajak oleh keluarga (Tante, Kakak, dan Sepupu)
yang juga merupakan keluarga dekat yang lebih dulu berprofesi sebagai pengemis
sebanyak 10 orang (25%), pertemanan atau ajakan dari teman sebaya sebanyak 7
orang (17,5%) dibandingkan dengan kemauan sendiri hanya sebanyak 6 orang
(15). Faktor keluarga yang memiliki ekonomi terbatas merupakan penyebab faktor
utama anak-anak jalanan dan pengemis turun dan beraktifitas di jalan untuk
membantu ekonomi keluarga.
Data di atas mengindikasikan bahwa orientasi hubungan dengan keluarga
inti dan kekerabatan menjadi faktor pendorong anak jalanan dan pengemis sulit

13
untuk meninggalkan profesi mereka sebagai anak jalanan dan pengemis. Aktivitas
yang berorientasi pada kemudahan mendapatkan uang sekedarnya untuk
menyambung hidup seperti, menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo,
menjajakan koran/majalah, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, mengamen,
menjadi kuli angkut, menjual manisan atau sekedar berjualan balon, dan menjadi
penghubung atau penjual jasa.
Berdasarkan tindak operasional anak jalanan yang ada di Kota Makassar
dikriteria, adalah pertama, anak jalanan yang mempunyai kegiatan ekonomi
sebagai pekerja anak di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat
dengan orang tua mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalanan pada kategori
ini adalah untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena
beban atau tekanan kemiskinan yang mesti di tanggung tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh kedua orang tuanya.
Kedua, yakni anak-anak yang berpartisipasi penuh dijalanan, baik secara
sosial maupun ekonomi. Anak jalanan kategori ini masih mempunyai hubungan
dengan orang tuanya, bahkan orang tua mereka turut berkontribusi anaknya
berpartisipasi penuh dijalanan. Anak-anak mereka dianggap sebagai aset yang
dapat menghidupi keluarga. Tidak jarang anak jalanan kategori ini mendapat
tekanan dari orang tua untuk turun ke jalan, mengajarkan anak mereka cara
menghiba, menangis, dan lain-lain. Bahkan ada orang tua yang memonitor
langsung kegiatan anak mereka saan meminta-minta.

Ketiga, anak jalanan yang berada di bawah tekanan keluarga, yang


memiliki intensitas dan frekuensi pertemuan tidak menentu. Banyak diantara
mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab biasanya kekerasan lari atau
pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukan bahwa anakanak pada kategori
ini sangat rawan terhadap perlakuan salah; baik secara sosial; emosional; fisik.

Keempat, kategori anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di


jalanan. Aktifitas mereka secara penuh hidup di jalanan, sehingga anak-anak
mempunyai hubungan kekeluargaan yang kuat; tetapi hidup mereka terombang-
ambing dari satu tempat ke tempat yang lain dengan segala resikonya. Salah satu

14
ciri penting dari kategori ini adalah pemampangan kehidupan jalanan sejak anak
masih bayi bahkan sejak masih dalam kandungan.

Fenomena keberadaan kelompok anak jalanan dan pengemis ini cukup


banyak terlihat di wilayah Kota Makassar antara lain, perempatan jalan Daeng
Sirua dan Adiyaksa, daerah Mall Panakukang, Ratulangi perempatan Kakatua,
perempatan pasar daya, dan pantai Losari, Hertasning berbagai wilayah tertentu
yang menjadi lokasi sasaran anak jalanan dan pengemis.

Program pembinaan dan pemberdayaan PMKS (Penyandang Masalah


Kesejahteraan Sosial) merupakan tanggung jawab Pemerintah Kota dan Seluruh
lapisan masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan kota Makassar yang bersih,
berkelanjutan dan nyaman. Hal ini harus dilakukan secara berkelanjutan melalui
program-program yang disesuaikan dengan kasus-kasus yang terjadi. Berdasarkan
data yang telah dikumpulkan dan dikategorisasi menunjukkan bahwa tindak
operasional anak gelandangan, jalanan dan pengemis di Kota Makassar dikriteria,
adalah pertama, anak jalanan yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja
anak di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua
mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalanan pada kategori ini adalah untuk
membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau
tekanan kemiskinan yang mesti di tanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh
kedua orang tuanya.

masyarakat untuk bersama-sama mewujudkan kota Makassar yang bersih,


berkelanjutan dan nyaman. Hal ini harus dilakukan secara berkelanjutan melalui
program-program yang disesuaikan dengan kasus-kasus yang terjadi. Berdasarkan
data yang telah dikumpulkan dan dikategorisasi menunjukkan bahwa tindak
operasional anak gelandangan, jalanan dan pengemis di Kota Makassar dikriteria,
adalah pertama, anak jalanan yang mempunyai kegiatan ekonomi sebagai pekerja
anak di jalan, tetapi masih mempunyai hubungan yang kuat dengan orang tua
mereka. Sebagian penghasilan mereka dijalanan pada kategori ini adalah untuk
membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya karena beban atau

15
tekanan kemiskinan yang mesti di tanggung tidak dapat diselesaikan sendiri oleh
kedua orang tuanya.

Ketiga, anak jalanan yang berada di bawah tekanan keluarga, yang


memiliki intensitas dan frekuensi pertemuan tidak menentu. Banyak diantara
mereka adalah anak-anak yang karena suatu sebab biasanya kekerasan lari atau
pergi dari rumah. Berbagai penelitian menunjukan bahwa anakanak pada kategori
ini sangat rawan terhadap perlakuan salah; baik secara sosial; emosional; fisik.

Keempat, kategori anak-anak yang berasal dari keluarga yang hidup di


jalanan. Aktifitas mereka secara penuh hidup di jalanan, sehingga anak-anak
mempunyai hubungan kekeluargaan yang kuat; tetapi hidup mereka terombang-
ambing dari satu tempat ke tempat yang lain dengan segala resikonya. Salah satu
ciri penting dari kategori ini adalah kehidupan jalanan sejak anak masih bayi
bahkan sejak masih dalam kandungan.

Kelima, pengemis yang berasal dari luar Kota Makassar, Berdasarkan data
Dinas Sosial mengidentifikasi mayoritas anak gelandangan dan pengemis berasal
dari luar Kota Makassar, seperti Jeneponto, Gowa, Takalar, Bantaeng, Sinjai dan
Maros. Permasalahan ini telah dilakukan oleh Dinas Sosial yang berkoordinasi
dengan Pemerintah Daerah setempat untuk memulangkan warga mereka yang
sampai ke Makassar untuk mengemis.

16
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Tindak operasional anak jalanan yang ada di Kota Makassar pada umumnya adalah faktor
keluarga, tujuannya untuk membantu memperkuat penyangga ekonomi keluarganya
karena beban atau tekanan kemiskinan yang harus tanggung tidak dapat diselesaikan
sendiri oleh kedua orang tuanya. Akibatnya anak dengan usia sekolah maupun tidak
bersekolah ikut menanggung beban ekonomi keluarga.
ampanye Sosial merupakan cara untuk menyadarkan masayarakat pengguna jalan bagi
anak jalanan dan pengemis untuk melakukan fungsi edukasi, seperti: melalui usaha
penyampaian informasi tentang permasalahananak jalanan dan upaya penanganannya.
Tujuan kampanye sosial ini adalah memberikan pembelajaran dan kesadaran baik nagi
anak jalanan dan pengemis maupun masyarakat Kota Makassar.
3.2 SARAN
Pola pemberdayaan dan pembinaan anak jalanan berdasarkan tindak operasional
anak jalanan dan pengemis dilakukan pola pemberdayaan melalui keluarga yang
mendorong anak turun ke jalan adalah kemiskinan, maka kebijakan yang dapat
digunakan untuk mengatasi masalah kemiskinan tersebut adalah kebijakan antisipatif.
Selanjutnya pola rehabilitatif, dikhususkan untuk anak jalanan dan pengemis yang
terindikasi ada potensi kenakalan remaja atau bahkan menerima pelecehan dan
menghirup zat adiktif. Selanjutnya, pemberdayaan dan pembinaan berdasarkan
karakteristik umur dan permasalahan yang dihadapi. Misalnya untuk anak yang sekolah
memberikan intervensi melalui keluarga dan guru sekolah untuk memberikan
pembinaan agar tidak lagi turun ke jalan. Untuk kategori yang tidak bersekolah
pemerintah kota dapat bersinergi dengan perusahaan BUMN dan swasta untuk
memberikan beasiswa pendidikan dengan catatan mereka tidak lagi turun ke jalan.
Kategori anak jalanan dan pengemis yang tidak berdomisili di Makassar berkoordinasi
dengan asal daerahnya untuk dikembalikan melalui instansi yang terkait.

17
DAFTAR PUSTAKA

KAJIAN PENANGANAN ANAK GELANDANGAN DAN PENGEMIS. (2019).


Jurnal Inovasi dan Pelayanan Publik Makassar Volume 1, Nomor 2, Juli –
Desember 2019, 50-62.
B.S. Bambang. Meninos de Ruas dan Kemiskinan, Child Labour Cornes
Newsletter.(1993) hal. 9.
Bogdan, Robert dan Taylor, Pengantar Metode Penelitian Kualitatif, Terjemahan
oleh Arief Rurchan, (Surabaya : Usaha Nasional, 1992).
Departemen Sosial RI, Petunjuk Teknis Pelayanan Sosial Anak Jalanan, (Jakarta:
Departemen Sosial Republik Indonesia, 2005), hal 20
Gonzales, Hernando., 1993. Beberapa Mitos Komunikasi dan Pembangunan.
Kriyantono, Rachmat.2008. Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Ronawaty Anasiru, 2011. Implementasi Model-Model Kebijakan Penanggylangan
Anak Jalanan Kota Makassar. Dalam Jurnal Sosiokonsepsia. Vol.16. No.
02. Tahun 2019
Susilo. Singgih. Sumbangan penghasilan kerja anak jalanan terhadap ekonomi
keluarga di kota Surabaya, Malang dan Mojokerto.(Malang : LEMLIT
UM.2005) hal. 5-6.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Cetakan ke
17. Bandung : Alfabeta.
Zulfadli, Pemberdayaan Anak Jalanan dan Orangtuanya Melalui Rumah Singgah
(Studi Kasus Rumah Singgah Amar Makruf I Kelurahan Pasar Pandan
Air Mati Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Propinsi Sumatra
Barat). Tesis. (Bogor: Institut Pertanian, 2004).
Muhammad Zainul Muttaqin. Penanganan Gelandangan Dan Pengemis (Gepeng)
Di Liponsos Keputih Kota Surabaya Memenuhi Tugas Uas Study
Penelitian Kualitatif.
http://news.rakyatku.com/read/145170/2019/03/27/332-anjal-dan-pengemis-
dimakassar-dijaring-kebanyakan-darijeneponto. diakses 10 April 2019.

18
http://news.rakyatku.com/read/116761/2018/ 08/30/dinsos-makassar-
klaimjumlah-anak-jalanan-dan-gepengturun-sepanjang-2018. diakses 10
April 2019.
https://Illosum.Wordpress.Com/2012/07/13/P enanganan-Gelandangan-
DanPengemis-Gepeng-Di-LiponsosKeputih-Kota-Surabaya-
MemenuhiTugas-Uas-Study-PenelitianKualitatif-Oleh-Muhammad-
ZainulMuttaqin-B02210014/diakses 8 Agustus 2019.
file:///C:/Users/Intel/Downloads/1103-Article%20Text-4999-1-10-20201221.pdf
Kompasiana Adalah Platform Blog, Setiap
Artik.https://Www.Kompasiana.Com
/Hernawatikusumaningrum/5cda840
17506573a4143fa7d/SurabayaBersih-Pengemis. diakses 8 Agustus 2019.
https://www.sampoernauniversity.ac.id/id/kebijakan-publik-adalah/
Putra Prima Perdana. Kompas.Com Dengan Judul "Ada Puskesos, Gelandangan
Di Bandung Bisa Makan Enak Tiap Hari",
Https://Bandung.Kompas.Com/Read/2 018/12/27/18295891/Ada-
PuskesosGelandangan-Di-Bandung-BisaMakan-Enak-Tiap-Hari. diakses
8 Agustus 2019.
https://ejournal.ipdn.ac.id/JKP/article/view/1103
Mahandis Yoanata Thamrin, "Karut-Marut Pagebluk Pes Pertama di Hindia
Belandadalam https://nationalgeographic.grid.id/read/132090830/karut-
marut-pagebluk-pes- pertama-di-hindia-belanda?page=all diakses pada
Rabu, 6 Mei 2020

19
20

Anda mungkin juga menyukai