Anda di halaman 1dari 18

TUGAS 1

BEDAH JURNAL ILMIAH


PANTI SOSIAL TRESNA WREDA DI MAKASSAR DENGAN
PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Penelitian Arsitektur yang diampu oleh :

Oleh:
Gurith Indika PrayudaJaya
18051010092

Dosen Pengampu :
Ir. Eva Elviana S.T., M.T.

PROGRAM STUDI ARSITEKTUR

FAKULTAS ARSITEKTUR DAN DESAIN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR

TAHUN AJARAN 2021


iVolume 5, Nomor 2, 2018, hlm 115-123
p-ISSN: 2302 – 6073, e-ISSN: 2579 - 4809
Desain Pa Journal Home Page: http://journal.uin-alauddin.ac.id DOI:
https://doi.org/10.24252/nature.v5i2a4

DESAIN PANTI SOSIAL


TRESNA WERDHA DI MAKASSAR

Arsitektur Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar, Arsitektur Universitas


Islam Negeri Alauddin Makassar, Arsitektur Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar
e-mail: 1amin.burhanuddin@gmail, 2ratriana@gmail.com, 3*wahdaniarm@gmail.com

Abstrak_ Jumlah lansia di kota Makassar baik yang tergolong terlantar dan hampir terlantar berdasarkan
data pemerintah setempat saat ini semakin meningkat. Untuk itu diperlukan perhatian dan penanganan
yang serius dari berbagai pihak. Salah satu kebutuhan utama lansia adalah sarana tempat bernaung yakni
panti sosial tresna werdha. Permasalahan yang umum pada lansia di daerah perkotaan adalah kemiskinan,
ketelantaran, kecacatan, serta tidak adanya sanak saudara yang mendampingi dan memberikan bantuan
perekonomian. Tujuan dari desain panti werdha ini ialah sebagai salah satu bentuk solusi untuk
menjawab kebutuhan para manusia usia lanjut, yakni selain sebagai tempat hunian, juga mewadahi
beberapa fasilitas yang sangat dibutuhkan seperti fasilitas kesehatan yang dapat memantau kesehatan
mental dan fisik para lanjut usia mengingat mereka mengalami kemunduran dalam kesehatan juga fasilitas
sosial lainnya. Metode yang digunakan dalam pembahasan ini adalah deskriptif kualitatif yang selanjutnya
dilakukan eksplorasi dalam bentuk desain grafis sehingga didapatkan visualisasi sebuah panti sosial yang
nyaman dan sesuai dengan kebutuhan dan perilaku penghuninya.

Kata kunci : Panti Sosial; Tresna Werdha; Lanjut Usia

Abstract_ The number of elderly in the city of Makassar is currently increasing, neither of which belongs to
the displaced and almost abandoned. For it, is necessary required serious attention and handling of various
parties as a means needs of places workhouses. A common problem in the elderly in urban areas was
poverty, abandoned, disability, as well as the absence of relatives who accompany and help the economy.
The purpose of The Werdha Parlors is to accommodate the elderly man with providing some of the facilities
needed. In addition to residential facilities, also provided other support facilities such as health facilities
that monitor the mental and physical health of the elderly considering their decline in health. The methods
used in this research: with a descriptive qualitative. From these results then conducted exploration in the
form of graphic design so obtained the design of a social parlors are comfortable and appropriate to the
needs of its inhabitants.

Keywords : Social Homes; Tresna Werdha; Elderly


PENDAHULUAN

Indonesia sebagai negara keempat terbanyak populasi penduduknya di dunia,


setelah Cina, India, dan Amerika Serikat, dan terbanyak di wilayah Asia Tenggara dan 10
negara yang tergabung dalam ASEAN. Sudah selayaknya Indonesia Sebagai role model
bagi negara tetangganya, terutama dalam penanganan penduduk, khususnya penduduk
lanjut usia (lansia). Berdasarkan data proyeksi penduduk, diperkirakan tahun 2015,
terdapat 21,68 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia (8,49 persen) dari populasi
penduduk, hal ini menunjukkan bahwa di Indonesia termasuk negara yang akan memasuki
era penduduk menua (ageing population) karena jumlah penduduknya yang akan berusia
60 tahun ke atas (penduduk lansia) melebihi angka 7 persen. Di prediksi jumlah penduduk
lansia tahun 2020 (27,08 juta), tahun 2025 (33,69 juta), tahun 2030 (40,95 juta) dan
tahun 2035 (48,19 juta). (BPS Sulawesi
Selatan, 2015)
Penduduk lanjut usia memerlukan program pelayanan kesejahteraan sosial, guna
meningkatkan angka harapan hidupnya melalui program pelayanan kesejahteraan sosial yang
terencana, tepat guna dan tetap memiliki karakteristik yang harmonis dalam perlindungan sosial.
Hal ini sesuai dengan penjelasan (UUD 1945, pasal 28H, ayat 1, n.d.) bahwa, “Setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesejahteraan”. Lanjut usia terlantar berhak
memperoleh pelayanan publik melalui unit pelayanan sosial, Provinsi Sulawesi-Selatan sebagai
upaya program pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia.

Gambaran mengenai jumlah dan presentasi lansia dari seluruh lansia di Indonesia
pada tahun 2015, yaitu sekitar 22,04 juta jiwa terdapat 66,94 persen termaksud kategori
lansia tidak terlantar, 23,52 persen termaksud kategori lansia hampir terlantar, dan sisanya
9,55 persen diantaranya termasuk kategori lansia terlantar (Badan Pusat Statistik Sulawesi
Selatan, n.d.). Melihat masih banyaknya lansia yang tergolong terlantar dan hampir
terlantar di perlukan perhatian dan penanganan yang serius dari berbagai pihak, dalam hal
ini tidak saja pemerintah melainkan juga anggota keluarga dan seluruh elemen masyarakat
(Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan, n.d.).
Seiring dengan meningkatnya jumlah lansia, turut serta membawa berbagai
permasalahan. Permasalahan yang umum pada lansia di daerah perkotaan adalah
kemisikinan, ketelantaran, kecacatan, serta tidak adanya sanak saudara yang
mendampingi dan memberikan bantuan perekonomian. Menurut (Dinas Sosial Provinsi
Sulawesi Selatan pada tahun 2017, n.d.), jumlah lansia terlantar dan tidak memiliki
keluarga pada 17 Kabupaten dari 24 Kabupaten di Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 450
lansia pada tahun 2010, 580 lansia pada tahun 2011, 1150 tahun 2012-2014, dan 1250
lansia dari tahun pada 2015 sampai dengan tahun 2017. Hal yang demikian ini yang harus
diantisipasi dan dicarikan jalan keluarnya. Berdasarkan (Peraturan Daerah Kota Makassar
Nomor 31 tahun 2004 pasal 15e, n.d.) bahwa, “Bidang Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial
menyelenggarakan fungsi penyelenggaraan pelayanan sosial bagi lanjut usia terlantar,
anak terlantar, fakir miskin, orang terlantar”.
Dengan demikian perlu adanya suatu Panti Werdha di Makassar yang dapat
menampung para menula dengan menyediakan beberapa fasilitas yang dibutuhkan. Selain
fasilitas hunian, juga disediakan fasilitas pendukung lainnya seperti fasilitas kesehatan
yang memantau kesehatan mental dan fisik para lanjut usia mengingat mereka mengalami
kemunduran dalam kesehatan. Fasilitas yang bersifat spiritual juga harus disediakan,
mengingat mereka dalam usia lanjut ini makin mendekatkan diri pada Tuhan sebagai
pencipta mereka.
Menurut (Evian 2016) bahwa “perancangan hunian yang nyaman dan aman bagi lansia
adalah hunian yang dapat memberi pengaruh psikologis penghuninya”. Oleh karena itu
diperlukan pemahaman tentang karakteristik lansia. Sedangkan menurut Fira Yasmin (2016),
dalam merancang Panti Werdha konsep interior sangat penting, baik perencanaan tata letak,
tata ruang, sirkulasi, desain fasilitas, kapasitas dan pembentukan suasana pada ruang agar
memberikan kesan aman dan nyaman bagi lansia saat beraktifitas. Sedangkan menurut
(Angelina, Agustina, Widyani Ika, Gatot 2015) bahwa “menciptakan lingkungan dan bangunan
yang berfungsi menjawab persoalan keterbatasan lansia yaitu dengan desain yang aman dan
sesuai dengan standar dalam segi arsitektural, serta memfasilitasi kebutuhan dan aktivitas
lansia dengan memperhatikan aspek perilaku dan lingkungannya”.

Dalam hal ini konsep desain yang digunakan dalam perancangan Panti Werdha
yaitu mengaitkan antara perilaku dan penggunaan bangunan yang dirancang.
Menggunakan pendekatan- pendekatan arsitektur perilaku difokuskan pada perancangan
ruang bagi lansia yang aman dan sesuai standar dengan memperhatikan kebutuhan dan
aktivitasnya dalam segi arsitektural, dan menwujudkan perencanaan lingkungan pada
Panti Werdha yang menunjang kebutuhan dan aktivitas lansia, yang tujuannya untuk
menciptakan suatu bangunan yang berfungsi menjawab segi arsitektural melalui
pendekatan arsitektur perilaku, dan menghasilkan suatu lingkungan dengan perencanaan
Panti Wredha yang dapat menunjang dan mempasilitasi kebutuhan serta aktivitas lansia.

METODE

Metode pembahasan diawali dengan pengumpulan data primer dengan melakukan


survey pada Panti Wredha yang telah ada di kota Makassar terlebih dahulu. Selanjutnya
diolah melalui analisis dan sintesis data yang kemudian di proses menjadi sebuah konsep
perancangan. Pembahasan data primer dilakukan dengan metode deskriktif kualitatif
dengan menjelaskan latar belakang kebutuhan fasilitas penunjang, data penduduk lansia
dan identifikasi kondisi tapak yang menjadi lokasi perancangan, sedangkan pengumpulan
data sekunder diperoleh dari pembelajaran pustaka terkait fungsi panti jompo, studi
komprasi fungsi sejenis. Tahap analisis dan sintesis dimulai dengan pengolahan data
secara sistematis dan menerapkan metode desain seperti metode pragmatis dan tipologi
yang disesuaikan dengan tiap kriteria desain. Konsep perancangan yang telah didapat lalu
ditransformasikan ke dalam bentuk desain grafis dengan menggunakan metode eksplorasi
desain sehingga dapat memperoleh gambar perancangan yang menerapkan sebuah panti
jompo yang nyaman mencakup lokasi, bentuk hunian dan fasilitas penunjang pada panti.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Lokasi Perancangan
Dalam pemilihan lokasi untuk Panti Sosial Tresna Werdha harus sesuai
dengan (Peraturan Daerah kota Makassar No. 4 Tahun 2015, n.d.). Sesuai dengan
(Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar tahun 2015-2034 yaitu Sub
Pelayanan Kota, Pasal 20 ayat 2, n.d.) yang berisi tentang Sub PPK VI ditetapkan pada
kawasan losari yang mencakup kecamatan Mariso, Kecamatan Ujung Pandang, dan
Kecamatan Wajo dengan fungsi sebagai pusat kegiatan perumahan kepadatan sedang,
pusat kegiatan perumahan kepadatan tinnggi, pusat kegiatan perdagangan dan jasa,
pusat kegiatan pariwisata, pusat kegiatan sosial budaya, pusat pelayanan kesehatan,
dan pusat kegiatan transportasi laut.
Gambar 1.
Lokasi Kawasan
Sumber: Olah
Desain, 2018

Tapak perencanaan dan perancangan bangunan Panti Sosial Tresna Werdha


terletak di jalan Metro Tanjung Bunga, Kelurahan Panambungan, Kecematan Mariso,
Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1). Keadaan tapak/site sangat
mendukung dengan luas tapak pada perancangan Panti Sosial Tresna Werdha ±2.8 Ha.
Luasan harus mencakup dalam perancangan beberapa fasilitas pendukung pada Panti
Sosial Tresna Werdha.
Akses menuju tapak dapat dilalui dua jalan yaitu jalan Metro Tanjung Bunga
dan jalan Nuri Lorong 300 yang memiliki tingkat kebisingan cukup tinggi yang di
sebabkan karena padatnya kendaraan yang melalui jalan tersebut. Sedangkan untuk
fasilitas dan utilitas pada tapak cukup terjangkau yaitu dengan tersedianya jaringan air
bersih dari perusahaan daerah air minum (PDAM), jaringan listrik dari PLN, jaringan
pembuangan sampah dari dinas kebersihan kota Makassar dan jalur drainase.

B. Konsep Bentuk, Struktur dan Material Bangunan


Penentuan bentuk dan penampilan bangunan Panti Sosial Tresna Werdha ini,
didasarkan pada pertimbangan fungsi, ekspresi budaya, dan penyesuaian terhadap
potensi dan keadaan lingkungan sekitar tapak. Filosofi bentuk merupakan elemen
penting dalam mewujudkan ekspresi bangunan, dimana pendekatannya bertumpu pada
pemaknaan nilai-nilai yang akan dimunculkan pada Panti Sosial Tresna Werdha.
Bentuk dasar bangunan hunian pada Panti Sosial Tresna Werdha
diaplikasikan dari filosofi lansia yang sedang bungkuk dan menggunakan tongkat
(Gambar .2), sedangkan bentuk bangunan fasilitas penunjang diambil dari rumah
panggung Bugis-Makassar yang mempunyai filososfi sifat bangunan yang bermakna
hangat, humble, nyaman (comfortable), dan tenang. Hal ini juga terlihat dari kesan
yang ditimbulkan dalam pemilihan material, warna dan bentuk bangunan pada rumah
adat Bugis-Makassar (Gambar.3). Selain itu filosofi fisik bangunan rumah adat Bugis-
Makassar yaitu kepala, badan, dan kaki juga diaplikasikan pada bangunan-bangunan
yang berada pada panti ini. Konsep filosofi bentuk didasarkan pada pertimbangan : (1)
kesesuaian bentuk dengan kondisi tapak,
(2) kesesuaian bentuk dengan fungsi bangunan serta kegiatan yang akan diwadahi, (3)
Efektifitas ruang serta kemudahan dalam pelaksanaan, (4) kesan bentuk dan penampilan
serta keserasian bentuk dengan lingkungannya.
Gambar 2. Transformasi Bentuk Bangungan
Hunian Sumber ; Hasil Dsain, 2018

Gambar 3. Kondisi Ide Desain Hunian


Lansia Sumber ; Hasil Dsain, 2018

Adapun rencana jumlah hunian lansia pada Panti Sosial Tresna Werdha yaitu
sebanyak 15 hunian dengan setiap huniannya terdiri dari dua lantai yang dapat dihuni
hingga 8 orang lansia.

Gambar 4. Transformasi Bentuk Bangungan


Penunjang Sumber: Hasil Desain, 2018

Kebutuhan bangunan penunjang pada Panti Sosial Tresna Werdha berdasarkan


hasil survey yaitu gedung kantor, gedung aula, hunian perawatan khusus, gedung
keterampilan, gedung kolam renang,klinik, perpustakaan, gedung service dan masjid.

Perancangan Panti Sosial Tresna Werdha berada pada lahan sekitar pantai yang
sudah mengalami pengerasan tanah. Dasar pertimbangan untuk penentuan sistem struktur
pada pembangunan Panti Sosial Tresna Werdha : (1) Kekuatan sistem struktur bangunan,
(2) Bangunan mempunyai ketinggian ±12m, (3)Konstruksi bangunan, ukuran komponen
bangunan, cara pengerjaannya dan lain-lain, (4) Nilai estetika konstruksi bangunan, (5)
Kemudahan penyelesaian masalah-masalah konstruksi bangunan.

Struktur bawah bangunan hunian lansia menggunakan pondasi poer, hal ini karena
disesuaiankan dengan kondisi tapak (Marwati, Wasilah 2018), struktur tengah
menggunakan beton bertulang, sedangkan struktur atas menggunakan kuda-kuda kayu
(Gambar. 5),
sedangkan struktur bawah bangunan Penunjang menggunakan pondasi garis,
struktur tengah menggunakan beton bertulang, sedangkan struktur atas
menggunakan kuda-kuda kayu (Gambar . 6)

Gambar 5. Struktur
Hunian Lansia Sumber:
Hasil Dsain, 2018

C. Sarana Penunjang
Sarana dan prasarana pada Panti Sosial Tresna Werdha terdiri dari; taman
lansia berfungsi sebagai area berkumpul dan bersantai, kebun lansia, dan lapangan
olahrga. Untuk fasilitas penunjang pada Panti Sosial Tresna Werdha secara visual
dapat dilihat pada (Gambar 7) berikut :

Gambar 6. Struktur Bangunan Penunjang Sumber: Hasil Dsain, 2018


Gambar 7.
Sarana
Penunjang
Sumber: Hasil
Desain, 2018

Sedangkan sarana penunjang pada hunian lansia terdiri dari star lift untuk
akses lansia menuju ke lantai 2 (Gambar. 8f), penggunan nursing call disetiap kamar
lansia digunakan dalam keadaan darurat yang di letakkan dekat dengan tempat tidur
lansia (Gambar.8c), menyediakan handrail disetiap area yang dilalui oleh lansia
(Gambar.8d dan 8e), speaker yang diletakkan pada ruang berkumpul lansia (Gambar.
8b) , dan menyediakan area berkumpul untuk lansia seperi ruang keluarga dan teras
pada hunian dilengkapi dengan kursi yang nyaman digunakan untuk lansia (Gambar.8a
dan 8b). Visualisasi fasilitas penunjang pada tapak hunian lansia dibuat dalam bentuk
yang simpel, saling menunjang dan kompak, serta masih dalam jangkauan yang
nyaman untuk lansia (Gambar.9 dan Gambar. 10)

(a) (b)

(c) (d)

(e) (f)
Gambar 8. Sarana Penunjang pada Hunian
Lansia Sumber ; Hasil Desain, 2018
Gambar 9. Desain
Tapak Sumber:
Hasil Desain, 2018

Gambar 10. Bangunan dan Fasilitas pada


Kawasan Sumber: Hasil Dsain, 2018

KESIMPULAN
Pembangunan Panti Sosial Tresna Werdha memiliki fungsi beragam dan desain
perletakan bangunan dibuat menyebar, ditata sesuai dengan fungsi tiap unit bangunan dan
pola aktifivitas sehari-hari penghuninya. Desain pada tapak dibagi menjadi empat zona
yaitu zona public, zona semi publik, zona privat dan service. Hal-hal yang harus
diperhatikan ketika mendesain Panti Sosial Tresna Werdha yaitu keselamatan dan
keamanan lansia, pola aktivitas dan rutinitas lansia, aksebilitas, kebutuhan lansia, dan
semua hal kecil yang mungkin akan berdampak buruk pada kehidupan lansia yang akan
tinggal di Panti Sosial Tresna Werdha
Dalam perancangan Panti Sosial Tresna Werdha dengan konsep perilaku menghasilkan
desain dengan fungsi utama yaitu hunian yang terdapat ruang kamar tidur lansia, area
berkumpul para lansia (ruang keluarga), ruang makan, kamar mandi, wc, dan teras untuk
area bersantai. Sedangkan bangunan dengan fungsi penunjang terdiri dari gedung kantor,
aula, asrama pengelola, gedung perawatan khusus lansia, Masjid, gedung service, gedung
kolam renang, gedung keterampilan, perpustakaan dan klinik. Pola hubungan antara
bagian gedung tersebut didesain dengan menyesuaikan kebutuhan penghuni utamanya
yakni lansia.
DAFTAR REFERENSI

Angelina, Agustina, Widyani Ika, Gatot, Suharjanto. 2015. Pendekatan Arsitektur Perilaku
Pada Panti Werdha Di. Binus University. Jakarta.

Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. n.d. Statistik


Penduduk Lanjut Usia. Dinas Sosial Provinsi Sulawesi
Selatan pada tahun 2017. n.d.
Evian, Devi. 2016. “Pola Penataan Ruang Panti Jompo Berdasrkan Aktivitas Dan
Perilaku Penghuninya.”
Arteks 1 (1).
Marwati, Wasilah, Ulfa Idin Hamja. 2018. “Desain Permukiman Nelayan Pantai Merpati Di
Kabupaten Bulukumba.” NATURE: National Academic Journal of Architecture 5 (5): 23–
30.

Peraturan Daerah kota Makassar No. 4 Tahun 2015. n.d.


Peraturan Daerah Kota Makassar Nomor 31 tahun 2004 pasal 15e. n.d.
Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar tahun 2015-2034 yaitu Sub
Pelayanan Kota, Pasal 20 ayat 2. n.d.
UUD 1945, pasal 28H, ayat 1. n.d.
Sekuen Panduan Hasil Kajian/ Resume
Perancangan
Penuaan penduduk merupakan salah satu masalah yang dihadapi
oleh banyak negara di dunia saat ini. Komposisi penduduk tua
1.Identifikasi Abstrak bertambah dengan pesat baik di negara maju maupun negara
fakta berkembang. Hal ini disebabkan oleh penurunan angka fertilitas
(kelahiran) dan mortalitas (kematian), serta peningkatan harapan
hidup (life expectancy), yang mengubah struktur penduduk
secara keseluruhan. Berdasarkan data PBB tentang World
Population Ageing. Diperkirakan tahun 2015, terdapat 21,68 juta
jiwa penduduk lansia di Indonesia (8,49 persen) dari populasi
penduduk.
2. Memilih Proses menua memiliki efek yang berbeda bagi setiap orang,
persoalan Pendahuluan maka dari itu tidak mungkin mengklasifikasikan seseorang
sebagai manusia lanjut yang tipikal dan menentukan ciri usia
prioritas
lanjut yang tipikal juga, karena orang menjadi tua secara berbeda
(issue) karena mereka mempunyai sifat bawaan yang berbeda, Ekonomi,
dan latar pendidikan yang berbeda, dan pola hidup yang berbeda
pula.

Penduduk lanjut usia memerlukan program pelayanan


kesejahteraan sosial, guna meningkatkan angka harapan
hidupnya melalui program pelayanan kesejahteraan sosial yang
terencana, tepat guna dan tetap memiliki karakteristik yang
harmonis dalam perlindungan sosial.
Menurut Chandra V (2012:17), Proses menua memiliki efek
Permasalahan yang berbeda bagi setiap orang, maka dari itu tidak mungkin
Lansia mengklasifikasikan seseorang sebagai manusia lanjut yang
tipikal dan menentukan ciri usia lanjut yang tipikal juga.

a. Kondisi mental : secara psikologis, umunya pada usia


lanjut terdapat penurunan baik secara kognitif maupun
psikomotorik. Contohnya, penurunan pemahaman dalam
menerima permasalahan dalam kelambanan dalam bertindak.
b. Keterasingan (loneliness) : terjadi penurunan kemampuan
pada individu dalam mendengar, melihat, dan aktivitas lainnya
sehingga merasa tersisih dari masyarakat.
c. Post power syndrome : kondisi ini terjadi pada seseorang
yang semula mempunyai jabatan pada masa aktif bekerja.
Setelah berhenti bekerja, orang tersebut merasa ada sesuatu yang
hilang dalam hidupnya.
d. Masalah penyakit : selain karena proses fisikologis yang
menuju kearah degenerative, juga banyak ditemukan gangguan
pada usia lanjut, antara lain : infeksi, jantung, dan pembuluh
darah, penyakit metabolic, osteoporosis, kurang gizi, penggunaan
obat dan alcohol, penyakit syaraf (stroke), serta gangguan jiwa
terutama depresi dan kecemasan.
e. Lansia tidak potensial, Lansia yang tidak berdaya mencari
nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
(DepKes RI, 2003)
Definisi Panti Panti sosial tresna wreda adalah tempat berkumpulnya orang-
Sosial orang lanjut usia yang baik secara sukarela ataupun diserahkan
oleh pihak keluarga untuk diurus segala keperluannya, dimana
Tresna Wreda
tempat ini ada yang dikelolah oleh pemerintah maupun pihak
swasta dan ini sudah merupakan kewajiban negara untuk
menjaga dan memelihara setiap warga negaranya sebagaimana
tercantum dalam Undang-Undang No.12 tahun 1996.
Fungsi Panti Dalam Lafisya (2014:13), Menurut Teori Aktifitas yang
Sosial Tresna dikembangkan oleh Robert J. Havighurts. Kebahagiaan dan
kepuasan timbul dari adanya keterlibatan dan penyesuaian diri
Wreda
dalam menghadapi tantangan hidup.
1) Tempat warga lansia dapat beraktifitas dengan aman.
2) Tempat warga lansia dirawat dan diberi perhatian
3) Tempat warga lansia untuk bertemu dan berkumpul
mendapatkan hiburan
4) Sarana pengembangan sosial bagi warga lansia agar tidak
merasa kesepian dan ditinggal.
a.Merancang sebuah Panti Sosial Tresna Wreda yang layak dan
memenuhi kebutuhan manusia lanjut usia dan dapat mewadahi
3.Memutuaka Maksud dan segala aktivitas lansia.
n tujuan tujuan b.Merancang sebuah Panti Sosial Tresna Wreda yang mampu
mewadahi aktivitas lansia.

Tujuan utama Panti Sosial Tresna Wreda adalah untuk


menampung manusia lanjut usia dalam kondisi sehat dan mandiri
yang tidak memiliki tempat tinggal dan keluarga atau yang
memiliki keluarga namun dititipkan.

1. Agar terpenuhi kebutuhan hidup lansia


2. Agar dihari tuanya dalam keadaan tentram lahir dan batin.
3. Dapat menjalani proses penuaannya dengan sehat dan
mandiri

Berdasarkan tujuan diatas, maka sasaran pembahasan dalam


perancangan Panti Sosial Tresna Wreda difokuskan pada hal-
hal yang bersifat spesifik dalam konteks arsitektural :

a. Pemilihan Lokasi dan Tapak


b. Analisis Topografi, Penzoningan, dan Sirkulasi Ruang
c. Analisis Kebisingan dan Orientasi Bangunan
d. Tata Massa Bangunan
e. Kebutuhan, Hubungan, dan Besaran Ruang
f. Utilitas Bangunan
g. Sistem Bentuk, Material, dan Struktur Bangunan.

Point-point :
1. Merancang Panti yang dapat membuat masyarkat lansia
menjadi nyaman dan senang seperti berada dirumah
sendiri .
2. Membuat suasana sekitar panti menjadi menyenangkan
dan juga agar lansia tidak merasa bosan.
3. Membuat interaksi terhadap penghuni lansia kepada
sesama penghuni lainnya dan juga agar merasa ada
kegiatan membuat trobosan membuat kerajinan untuk
mengisi waktu luang.
4. Menetapkan Metode pembahasan diawali dengan pengumpulan data primer
kriteria dengan melakukan survey pada Panti Wredha yang telah ada di
kota Makassar terlebih dahulu. Selanjutnya diolah melalui
(pendekatan-
analisis dan sintesis data yang kemudian di proses menjadi
metode) sebuah konsep perancangan. Pembahasan data primer dilakukan
dengan metode deskriktif kualitatif dengan menjelaskan latar
belakang kebutuhan fasilitas penunjang, data penduduk lansia
dan identifikasi kondisi tapak yang menjadi lokasi perancangan.
Pendekatan
rancangan - Evian, Devi. 2016. “Pola Penataan Ruang Panti Jompo
Berdasrkan Aktivitas Dan Perilaku Penghuninya.”
- Benbow MSW William. 2014. Benbow Best Practice Design
Guedilines Nursing Home.
-DSG Design Standards for Nursing Home, Version 03. 2015.
- Angelina, Agustina, Widyani Ika, Gatot, Suharjanto. 2015.
Pendekatan Arsitektur Perilaku Pada Panti Werdha Di. Binus
University. Jakarta.- Mangoenprasodjo, A., Setiono. 2005.
Mengisi Hari Tua dengan Bahagia. Jakarta: Pradipta Publishing.
- Murti, R Indra. 2013. Perancangan Interior Pada Panti Jompo
Melanja di Bandung. Thesis. Universitas Bina Nusantara. Jakarta
- Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Makassar tahun
2015-2034 yaitu Sub Pelayanan Kota, Pasal 20 ayat 2. n.d.

Kajian Pustaka

1. Sub kajian 1 : tentang pembahasan perilaku teritorialitas


dalam penggunaan ruang, Perilaku manusia diketahui sebagai
pembentuk arsitektur.
2. Sub kajian 2 : kajian terhadap standart perabot , kusen
seperti jendela,pintu dan area kesahatan untuk lansia
3. Sub kajian 3 : membahas tentang standart ruangan
terhadap ruang perawatan dan standart ruang peristirahatan bagi
orang senja
4. Sub kajian 4 : kajian tentang penelitian panti dengan
metode arsitektur perilaku lingkungan terhadap perancangan
5. Sub kajian 5 : konsep interior untuk bangunan panti
jompo dengan standart dasar pengguna lansia dan juga secara
menarik
6. sub kajian 6 : tentang pembahasan rencana tata ruang
wilayah kota makassar
5. Memilih Bicara tentang arsitektur perilaku maka kita perlu mengetahui
konsep lebih dahulu “psikologi”. Psikologi adalah ilmu pengetahuan
tentang tingkah laku dan pengetahuan psikis (jiwa) manusia.

Lingkungan sungguh dapat mempengaruhi manusia secara


psikologi

a. Lingkungan dapat mempengaruhi prilaku-lingkungan


Pendekatan fisik membatasi apa yang dilakukan manusia.
Arsitektur Perilaku b. Lingkungan mengundang atau mendatangkan perilaku-
lingkungan fisik dapat menentukan bagaimana kita harus
bertindak
c. Lingkungan membentuk kepribadian
d. Lingkngan akan mempengaruhi citra diri

Prinsip tema arsitektur perilaku yang harus diperhatikan dalam


penerapan tema arsitekur perilaku yaitu perancangan fisik ruang
yang mempunyai variable-variable yang berpengaruh terhadap
perilaku pengguna

a. Ukuran dengan bentuk ruang yang tidak tepat akan


mempengaruhi psikologi dan tingkah laku penggunanya. Ukuran
ruang disesuaikan dengan kebutuhan pengguna, dimana ukuran
ruangan tersebut disesuaikan dengan aktivitas
b. Perabot dan pentaannya. Perabot dibuat untuk memenuhi
Prinsip dan tujuan fungsional dan penataannya mempengaruhi perilaku
kegunaan pengguan.
arsitektur perilaku c. Warna, memiliki peran penting dalam penciptan suasana
ruang dan mendukung perilaku-perilaku tertentu. Warna
berpengaruh terhadap tanggapan psikologi dan berpengaruh
terhadap kualitas ruang. Warna yang digunakan dalam ruangan
harus memiliki nilai positif yang dapat merubah atau
mempengaruhi perilaku negative.
d. Suara, Temperatur dan pencahayaan. Unsur – unsur ini
mempunyai andil dalam mempengaruhi kondisi ruang dan
penggunanya.Suara yang keras dapat mengganggu ketenangan
seseorangg.
6. Presentasi Penentuan bentuk dan penampilan bangunan Panti Sosial Tresna
Wreda ini, didasarkan pada pertimbangan fungsi, ekspresi
budaya, dan penyesuaian terhadap potensi dan keadaan
lingkungan sekitar tapak. Filosofi bentuk merupakan elemen
penting dalam mewujudkan ekspresi bangunan.

Penerapan Konsep
Arsitektur Perilaku
terhadap Bentuk
building Panti

• Penerapan konsep arsitektur perilaku pada bangunan


panti social tresna wreda mengikuti beberapa aspek seperti
kenyamanan pengguna.
• Konsep arsitektur perilaku ini membuat terbentuknya ide
bentuk yang mengacu pada pengguna building ini sendiri dari
transformasi lansia yang menggunakan tongkat
• Bentuk bangunan akan terlihat ketika melihatnya dari
samping building.
Hasil Pembahasan
dan Harapan Desain bangunan yang terinspirasi dari bentuk lansia ketika
untuk Hasil memegang tongkat dan konsep bangunan yang menggunakan
Rancangan arsitektur perilaku mengharapkan agar suasana bangunan
menjadi nyaman , dan berasa seperti dirumah karena beberapa
aspek tersebut.
Implementasi
konsep pada
rancangan

Gambar 1 Konsep bentuk bangunan

Perubahan bentuk dari desain awal ke desain akhir yaitu


perubahan ukuran pada ventilasi, penggunaan material pada
dinding bangunan dan railling yang awalnya hanya
menggunakan material beton menjadi material beton dan kayu
agar terlihat lebih alami dan memberikan kesan yang nyaman
dan ramah untuk lansia.

Gambar 2 bangunan penunjang panti sosial wreda

Pengelohan bentuk bangunan penunjang mengambil bentuk dari


atap rumah adat bugis Makassar dan diolah sehingga mengalami
perubahan dan penambahahan gagasan bentuk sebagai berikut
Gambar 3 struktur bangunan hunian panti sosial wreda

Struktur bawah bangunan hunian lansia menggunakan pondasi


poer, struktur tengah menggunakan beton bertulang, sedangkan
struktur atas menggunakan kuda-kuda kayu. Seperti gambar
dibawah.

Gambar 4 struktur bangunan penunjang panti sosial wreda

Struktur bawah bangunan Penunjang menggunakan pondasi garis,


struktur tengah menggunakan beton bertulang, sedangkan struktur atas
menggunakan kuda-kuda kayu.

Gambar 5 Siteplan atau tapak area panti sosial wreda

Anda mungkin juga menyukai