Anda di halaman 1dari 227

Peran Kepemimpinan Kepala Desa Kanekes

(Jaro Pamarentah) Terhadap Pendidikan Masyarakat


Baduy Luar

SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana (S.Pd) Pada Program Studi Manajemen Pendidikan

OLEH :

Gilang Putra Prasetyo


NIM 1111018200029

JURUSAN MANAJEMEN PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016 M/1437 H
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-089
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FORM (FR) No. Revisi: : 01
FITK
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI
i
ii
ABSTRAK

Gilang Putra Prasetyo (1111018200029), “Peran Kepemimpinan Kepala Desa


Kanekes (Jaro Pamarentah) Terhadap Pendidikan Masyarakat Baduy Luar”.
Skripsi Jurusan Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Latar belakang penelitian ini adalah adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun


2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 3, yaitu “Untuk mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri,
dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Dalam
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 tentang Hak dan Kewajiban
Warga Negara, Orang tua, Masyarakat dan Pemerintah ayat (1) menegaskan
bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu, ayat (2) warga negara didaerah terpencil atau
terbelakang serta msyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan
layanan khusus.Lebih ditegaskan kembali dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 yaitu:
“Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran”.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Subjek penelitiannya adalah


Kepala Desa kanekes (Jaro Pamarentah) dan masyarakat Baduy Luar, kampung
Kaduketug yang terlibat langsung dan objeknya adalah peran kepemimpinan
Kepala Desa Kanekes (Jaro Pamarentah). Pengumpulan data dengan teknik
observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan
memfokuskan pada hal yang menjadi pokok bahasan, kemudian memeriksa
keabsahan data dengan membandingkan dengan beberapa teknik pengumpulan
data sehingga dapat ditarik kesimpulan. Dalam pengambilan sampel untuk
wawancara dilakukan dengan non probability sampling dengan teknik sampling
incidental, yaitu siapa saja yang bertemu dengan peneliti dapat dijadikan sampel
dan sampling purposive, yaitu teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu.

Hasil Penelitian: (1) Pola Pendidikan Masyarakat Baduy. (2) Peran


Kepemimpinan Kepala Desa (Jaro Pamarentah) Terhadap Pendidikan
Masyarakat Baduy Luar. (3) Peran Tokoh Peduli Pendidikan Di Baduy. (4)
Pendidikan Menurut Masyarakat Baduy. (5) Faktor Pendukung Dan Penghambat
Pelaksanaan Pendidikan Formal Di Desa Kanekes (Baduy).

Kata Kunci: Peran kepemimpinan, Kepala Desa (Jaro Pamarentah), Baduy Luar

iii
ABSTRACT

Gilang Putra Prasetyo (1111018200029), “The leadership role of Village Head


Kanekes (Jaro Pamarentah) for education Baduy Luar community”. Skripsi
Departement of Management Education. Faculty of Tarbiyah and Teachers
Training. Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta.

The background of this research is law No. 20 of 2003 about The National
Education System Clause 3, that is “For skills and character development and
dignified civilization in order to enrich the life of nation, aims for students
potential development behave faith and piety to The One Almighty God, good
attitude, healthy, intelligent, good, creative, independently, and be democratic
citizens and responsible”. Law No. 20 of 2003 Clause 5 about Right and
Obligation of Citizens, Parents, Society, and Government Chapter (1) assert that
every citizens have similar right for obtain quality education, Chapter (2) citizens
in isolated areas and isolated adat community the right to obtain special education.
More reaffirmed in UUD 1945 Clause 31 Chapter 1, that is: “Every citizens
deserved a instructions”.

This research is qualitative method. The subject of research is Village Head


Kanekes (Jaro Pamarentah) and Baduy Luar community, Kaduketug Village. The
object is The Leadership role of Village Head Kanekes (Jaro Pamarentah). Data
gathering with observations, interviews, and documentation. Data analysis is
performed with focus on subject then check validity of data by comparing several
techniques of data collection so that a conclusion. The sampling for interviews
performed with non probability sampling with sampling incidental technic, that is
who meet researchist can be sampling and sampling purposive, that is certain
consideration sampling.

The result: (1) education system of Baduy community. (2) The leadership role
of village head (Jaro Pamarentah) to education for Baduy Luar community. (3)
The role of care educational leader in Baduy. (4) Education by Baduy community.
(5) Enabling and inhibiting factors implementation of formal education in
Kanekes village (Baduy).

Keywords: The role of leadership, Village Head (Jaro Pamarentah), Baduy Luar

iv
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah


SWT yang telah memberikan segala karunia, nikmat iman, nikmat islam, dan
nikmat kesehatan yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini. Shalawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta seluruh keluarga, sahabat, dan para pengikutnya yang senantiasa
mengikuti ajarannya sampai akhir zaman.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar sarjana pendidikan pada program studi manajemen pendidikan.
Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitian di Desa Kanekes (Baduy Luar),
Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Penulis menyadari
masih banyak kekurangan dan hambatan dalam penulisan skripsi ini. Hal ini
dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis, namun berkat
dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka hambatan tersebut dapat
terselesaikan dengan baik.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis menyampaikan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan
memberikan dukungannya baik secara moril dan materil, sehingga skripsi ini
dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, MA., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd., Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan izin atas penyusunan skripsi ini, serta sebagai Dosen
Pembimbing I dengan penuh kesabaran dan keikhlasannya telah
membimbing, memberikan saran, masukan serta mengarahkan penulis,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

v
3. Drs. Saripulloh, M.Si, sebagai Dosen Pembimbing II dengan penuh kesabaran
dan keikhlasannya telah membimbing, memberikan saran, masukan serta
mengarahkan penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh Dosen Jurusan Manajemen Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu pengetahuan serta bimbingan kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan, semoga ilmu yang telah Bapak dan ibu
berikan mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.
5. Staf Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan dan Staf Manajemen Pendidikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberi kemudahan dalam
pembuatan surat-surat serta sertifikat.
6. Kepala Desa Kanekes, Jaro Saija yang telah memberikan izin untuk
melakukan penelitian di Desa Kanekes, H. Sapin., selaku Sekretaris atau
Carik Desa Kanekes, Kang Sarpin, Ayah Mursyid, yang telah membantu dan
mempermudah penulis dalam melakukan penelitian.
7. Bapak Beben Budiman, A. M. Pd. Kepala Sekolah SDN 2 Bojongmenteng,
Ibu Julaeha, S. Pd. SD Guru kelas 1 SDN 2 Bojongmenteng, Ibu Siti Masitoh,
S. Pd. I Guru kelas 2 SDN 2 Bojongmenteng yang telah membantu dan
mempermudah penulis dalam melakukan penelitian.
8. Seluruh karyawan, staf Tata Usaha (TU) dan guru-guru SDN 2
Bojongmenteng yang telah membantu dan mempermudah penulis dalam
melakukan penelitian.
9. Pak Oman Kabid Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak, Pak Irawan Kasi
Pendidikan Masyarakat Kabupaten Lebak, Pak Ahmad Samsudin Kasi
PAUDNI (Pendidikan Anak Usia Dini Non Informal) Kabupaten Lebak yang
telah membantu dan mempermudah penulis dalam melakukan penelitian.
10. Seluruh masyarakat Baduy Luar khusunya masyarakat kampung Kaduketug
yang telah membantu melaksanakan penelitian dan membantu membuatsurat
keterangan penelitian.
11. Pimpinan dan staf Perpustakaan Umum dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

vi
membantu penulis dalam menyediakan serta meberikan pinjaman literature
yang dibutuhkan.
12. Orang tua tercinta, Bapak Setyoko, dan Ibu G. Triyatmi yang tak henti-
hentinya mendoakan, melimpahkan kasih sayang dan memberikan dukungan
moril dan materil kepada penulis. Serta adik saya Irfan Satria Prasetyo dan
Dwi Hastuti Hening yang juga terus memberikan semangat untuk penulis
agar dapat menyelesaikan skripsi ini.
13. Keluarga Besar penulis, om, tante, dan sepupu yang selalu memberikan doa,
dukungan moril dan materil kepada penulis serta mendorong penulis untuk
tetap semangat dalam mengejar dan meraih cita-cita.
14. Teman-teman seperjuangan Jurusan Manajemen Pendidikan angkatan 2011,
terutama kawan-kawan dibangku kuliah yang selalu memberikan semangat
dan doa kepada penulis. Maaf saya bukan teman yang baik.
Ucapan terima kasih juga ditunjukan kepada semua pihak yang namanya
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis hanya dapat berdoa mudah-
mudahan bantuan, bimbingan, dukungan, semangat, masukan dan doa yang
telah diberikan menjadi pintu datangnya ridho dan kasih sayang Allah SWT
di dunia dan akhirat. Amin yaa robbal ’alamin.
Penulis menyadari bahwa skripsi sederhana ini sebagai karya tulis sangat
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penulis selalu mengharapkan kritik
dan saran yang konstruktif, namun dengan kerendahan hati, penulis sangat
berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat untuk semua pihak, minimal bagi
penulis sendiri. Akhirnya hanya kepada Allah jua segala sesuatu penulis
kembalikan. Wallahu A’lam Bishawab.

Jakarta, 26 Januari 2016

Gilang Putra Prasetyo

vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ........................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. vi
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL…………………………………………... ix
BAB I : PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Indentifikasi Masalah ....................................................................... 4
C. Pembatasan Masalah ........................................................................ 4
D. Permusuan Masalah ......................................................................... 4
E. Tujuan Penelitian ............................................................................. 5
F. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 5
BAB II : KAJIAN TEORI ................................................................................. 7
A. Kepemimpinan ................................................................................. 7
1. Pengertian Kepemimpinan ......................................................... 7
2. Fungsi Kepemimpinan ............................................................... 12
B. Pendidikan......................................................................................... 14
1. Konsep Dasar Pendidikan .......................................................... 14
2. Pengertian Pendidikan ............................................................... 16
C. Sosiologi dan Antropologi ................................................................ 17
1. Pengertian Sosiologi .................................................................. 17
2. Antropologi ................................................................................ 19
D. Kebudayaan ...................................................................................... 21
1. Konsep Kebudayaan .................................................................. 21
2. Etnografi .................................................................................... 23
E. Suku Baduy ...................................................................................... 24
1. Asal-muasal Suku Baduy ........................................................... 24
2. Sistem Kepercayaan ................................................................... 25
3. Peralatan dan Teknologi ............................................................ 25
F. Kerangka Berpikir ............................................................................ 27

viii
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 29
A. Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................... 29
1. Tempat Penelitian ...................................................................... 29
2. Waktu Penelitian ........................................................................ 31
B. Metode Penelitian ............................................................................ 32
C. Subjek dan Objek Penelitan .............................................................. 32
1. Subjek Penelitian ....................................................................... 32
2. Objek Penelitian ......................................................................... 33
D. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 33
1. Metode Dokumen ....................................................................... 33
2. Metode Wawancara ................................................................... 34
3. Metode Observasi/Pengamatan .................................................. 35
E. Teknik Pengambilan Sampel dan Populasi ...................................... 35
1. Teknik Pengambilan Sampel ..................................................... 35
2. Populasi ...................................................................................... 36
F. Instrumen Penelitian ........................................................................ 40
G. Analisis Data .................................................................................... 42
1. Reduksi Data .............................................................................. 43
2. Triangulasi ................................................................................. 43
3. Penarikan Kesimpulan ............................................................... 44
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................... 45
A. Deskripsi Objek Penelitian .............................................................. 45
1. Desa Kanekes ............................................................................. 45
a. Asal Muasal Baduy ............................................................... 45
b. Wilayah Baduy ..................................................................... 47
c. Letak Geografis .................................................................... 47
d. Demografi ............................................................................. 48
e. Sistem Pemerintahan ............................................................ 51
2. SDN 2 Bojongmenteng .............................................................. 54
a. Profil Sekolah ........................................................................ 54
b. Visi dan Misi ........................................................................ 55

ix
c. Data Personalia dan Peserta Didik ........................................ 56
d. Struktur Organisasi ............................................................... 58
B. Deskripsi dan Analisis Data ............................................................. 59
1. Pola Pendidikan Masyarakat Baduy ........................................... 63
2. Peran Kepemimpinan Kepala Desa (Jaro Pamarentah) ............ 65
3. Peran Tokoh Peduli Pendidikan di Baduy ................................. 70
4. Pendidikan Menurut Masyarakat Baduy ..................................... 71
a. Pendidikan Menurut Masyarakat Baduy Luar ..................... 71
b. Pendidikan Menurut Orangtua Siswa Asal Baduy ............... 74
5. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pendidikan di
Desa Kanekes (Baduy) ............................................................... 76
a. Faktor Pendukung ................................................................ 76
b. Faktor Penghambat ............................................................... 77
BAB V : PENUTUP ............................................................................................ 81
A. Kesimpulan ....................................................................................... 81
B. Saran ................................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 83
LAMPIRAN-LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL

Gambar
Gambar 2.1 Ilmu Bagian Dari Antropologi .................................................... 22
Gambar 3.1 Peta Wilayah Desa Kanekes (Tanah Adat Baduy) ...................... 30
Gambar 3.2 Peta Wilayah Desa Kanekes (Tanah Adat Baduy) ...................... 31
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Desa Kanekes dan Lembaga Adat
Masyarakat Baduy ...................................................................... 53
Gambar 4.2 Struktur Organisasi SDN 2 Bojongmenteng .............................. 58
Tabel
Tabel 3.1 Pelaksanaan Waktu Penelitian .................................................... 32
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Masyarakat Baduy ................... 40
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Stakeholder SDN 2 Bojong-
menteng ...................................................................................... 41
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Stakeholder Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kabupaten Lebak ............................................ 42
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Pedoman Observasi ..................................................... 42
Tabel 4.1 Perbedaan Masyarakat Baduy Dalam dan Masyarakat
Baduy Luar .................................................................................. 50
Tabel 4.2 Profil SDN 2 Bojongmenteng ..................................................... 54
Tabel 4.3 Data Personalia SDN 2 Bojongmenteng ..................................... 56
Tabel 4.4 Data Peserta Didik Tahun Ajaran 2013/2014 ............................. 57
Tabel 4.5 Pedoman Observasi ..................................................................... 59

xi
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Negara Indonesia adalah negara yang kaya akan suku, budaya, ras dan agama.
Karena sangat banyaknya suku, budaya, ras dan agama, yang ada di Indonesia.
Jika menengok kekanan dan kiri, selalu sekolah bermutu tinggi yang dijumpai.
Apakah negara Indonesia hanya yang berada disekitar kota besar saja, apakah
mereka yang berada jauh di pusat kota bukan bagian dari bangsa Indonesia.
Memang Indonesia telah menjadi negara berkembang dengan segala kemajuan
yang ada baik dari sektor perekonomian, pendidikan dan lain-lain.
Pendidikan di Indonesia seiring berjalannya waktu dan roda kehidupan ini
mulai merintis sedikit-demi sedikit untuk bangkit dan bersaing dalam dunia
global, oleh karena itu sekolah-sekolah berlomba-lomba untuk menciptakan
luluasan yang berkualitas agar dapat bersaing secara sehat dalam dunia global.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
Pasal 3 tentang menyebutkan bahwa fungsi Pendidikan Nasional adalah “Untuk
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab”.1 Apabila ditinjau pendidikan di Indonesia masih banyak ketimpangan
dengan yang di kota dan pedesaan. Apakah pendidikan di Indonesia hanya milik
orang-orang kaya saja, apakah fasilitas negara hanya milik orang-orang tertentu
saja. Tentu itu bukan yang diharapkan karena pendidikan adalah untuk semua,
tidak ada diskriminasi dalam pendidikan karena semua berhak mendapatkan
pendidikan dan pengajaran seperti yang tertuang dalam UUD 1945 Pasal 31

1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003. Tentang Sistem Pendidikan
Nasional, (Jakarta: CV Mitra Karya, 2003), h. 5.

1
2

Ayat(1) secara tegas disebutkan bahwa: “Tiap-tiap warga negara berhak


mendapatkan pengajaran”.
Realitanya masih sangat banyak sekali daerah-daerah di Indonesia yang belum
tersentuh oleh pendidikan. Akan tetapi pendidikan bukanlah setiap aktifitas yang
dilakukan dengan berada di bangku sekolah melakukan ujian dan mendapatkan
raport, esensi pendidikan yang sebenarnya adalah meraka yang berubah dari tidak
tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dan mereka yang tidak mengerti
menjadi mengerti. Pendidikan itu adalah perubahan yang terjadi pada seseorang
dari yang sebelumnya kosong akan pengetahuan yang ada menjadi isi setelah ia
mempelajari sesuatu. Pendidikan diibaratkan mengisi bejana yang kosong menjadi
penuh dengan air, bejana tersebut diiabartkan peserta didik (yang mendapatkan
pengajaran) dan air itu ibarat ilmu yang diterima peserta didik (yang mendapatkan
pengajaran).
Dalam undang-undang no 20 tahun 2003 pasal 5 tentang Hak dan Kewajiban
Warga Negara, Orangtua, Masyarakat dan Pemerintah ayat (1) menegaskan
bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu, ayat (2) warga negara didaerah terpencil atau
terbelakang serta msyarakat adat yang terpencil berhak memperoleh pendidikan
layanan khusus.1
Suku yang ada di Indonesia sangat banyak mulai dari suku Baduy (Baduy
dalam dan Baduy luar), suku tengger, suku dayak, suku asmat dan lain-lain.
Mereka pasti memiliki adat istiadat yang berbeda-beda mulai dari adat berpakaian,
kepercayaan, mata pencaharian, pendidikan dan semua kegiatan yang dilakukan
pasti ada aturannya yang semua itu dikendalikan oleh Kepala Desa (Jaro
Pamarentah) masing-masing suku.
Dalam hal ini peneliti akan membicarakan mengenai bagaimana “Peran
Kepemimpinan Kepala Desa (Jaro Pamarentah) terhadap Pendidikan Masyarakat
Baduy Luar”. Masyarakat Baduy luar sudah mulai mengenal teknologi, mata uang
dan ada masyarakat Baduy Luar yang sudah melaksanakan pendidikan formal.

1
Ibid., h. 6.
3

Tidak seperti masyarakat Baduy Dalam yang sangat jauh sekali dengan teknologi,
pendidikan formal dan lain sebagainya.
Asal muasal Masyarakat Baduy yang terdapat di desa Kanekes, Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak adalah keturunan para Wiku (Baduy Dalam) dan
Keturunan Kaum Sangga (Baduy Luar) yang bertugas memelihara dan melakukan
Tapa di Mandala sebelum Kerajaan Padjajaran beridiri.2 Hal ini menjelaskan
bahwa masyarakat Baduy sudah lama ada dan sudah menetap di Desa Kanekes,
Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak mereka tetap menjaga tradisi
kebudayaan yakni hidup dalam kesederhanaan walaupun arus modernisasi sudah
banyak yang menghampiri mereka.
Keterangan lain menjelaskan bahwa orang Baduy berasal dari keturunan
Kerajaan Pajajaran yang lari ke Gunung Kendeng setelah Kerajaan tersebut
diserang Kerajaan Islam dari Banten dan cirebon.
Hal tersebut tersirat dalam Pantun Masyarakat Baduy:
“Jauh Teu Puguh Nu Jugjug, Leumpang Teu Puguh Nu Di Teang,
Mending Keneh Lara Jeung Wirang Tibatan Kudu Ngayonan Perang
Jeung Paduluran atawa Jeung Baraya Nu Masih Keneh Sewarga Tua”.

Artinya:
“Jauh Tak tentu dimaksud, berjalan tanpa tujuan, menyusur tepian
tebing, berlindung dibalik gunung lebih baik malu dan hina daripada
harus berperang melawan sanak saudara atau keluarga yang masih
seturunan”.3

Dapat dijelaskan makna dari lantunan pantun masyarakat Baduy (dahulunya


Kerajaan Padjajaran) lebih memilih untuk tidak berperang dengan Kerajaan Sunan
Gunung Jati, sehingga mereka mengasingkan diri ke wilayah Gunung Kendeng
karena mereka tidak mau berperang dengan sesama orang yang masih satu
keturunan. Jadi dapat disimpulkan bahwa masyarakat Baduy bukanlah masyarakat
yang terasing melainkan mereka memang mengasingkan diri ke wilayah Gunung

2
Dinas Informasi, Komunikasi, Seni Budaya dan Pariwisata Kabupaten Lebak, Membuka
Tabir Kehidupan: Tradisi Masyarakat Baduy dan Cisungsang Serta Peninggalan Sejarah Situs
Lebak Sibedug, (Banten: Dinas Informasi, Komunikasi, Seni Budaya dan Pariwisata Kabupaten
Lebak, 2004), h. 9.
3
Ibid., h. 10.
4

Kendeng agar tidak terjadi peperangan antara Kerajaan Padjajaran dengan


Kerajaan Sunan Gunung Jati. Hal tersebut menunjukan sampai saat ini masyarakat
Baduy sangat menghormati sesamanya, tidak ada tindak kriminalitas di Baduy
tidak ada pembunuhan, perampokan, tindak asusila karena mereka sangat menjaga
tradisi yang diwariskan oleh leluhur mereka dan masyarakat Baduy sangat
menjaga sampai anak keturunannya kelak.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka dapat
diidentifikasi masalah sebagai berikut:
1. Masyarakat Baduy sangat tunduk pada aturan adat.
2. Masyarakat Baduy tidak diperbolehkan mendapatkan pendidikan formal.
3. Masyarakat Baduy Luar sudah ada yang mengikuti pendidikan formal.

C. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dan identifikasi masalah, maka penelitian
ini dibatasi pada:
1. Peran kepemimpinan Kepala Desa (Jaro Pamarentah)/tokoh yang peduli
terhadap pendidikan anak-anak Baduy Luar.
2. Masyarakat Baduy Luar Kampung Kaduketuk sudah mengikuti pendidikan
formal di SDN 2 Bojongmenteng, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten
Lebak, Provinsi Banten.

D. Perumusan Masalah
Penelitian Peran Kepemimpinan Kepala Desa (Jaro Pamarentah) terhadap
pendidikan masyarakat Baduy Luar. Menganalisis kontribusi Kepala Desa (Jaro
Pamarentah) Baduy Luar terhadap pendidikan yang ada disana, apakah semua
kegiatan harus melalui keputusan Kepala Desa (Jaro Pamarentah) mengenai
pendidikan, atau apakah Kepala Desa (Jaro Pamarentah) Baduy Luar mendorong
5

masyarakatnya untuk mengikuti pendidikan. Adapun rumusan masalah tersebut


adalah sebagai berikut:
“Bagaimana peran Kepala Desa (Jaro Pamarentah) dalam mendorong
masyarakat Baduy Luar untuk mengikuti pendidikan formal?”

E. Tujuan Penelitian
Penelitian “Peran Kepemimpinan Kepala Desa (Jaro Pamarentah) Terhadap
Pendidikan Masyarakat Baduy Luar”. Peneliti tertarik untuk meneliti hal tersebut
karena untuk mengetahui sejauh mana peran kepemimpianan Kepala Desa (Jaro
Pamarentah) terhadap pendidikan, dan untuk mengetahui bagaimana pola
pendidikan yang diterapkan masyarakat Baduy Luar. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui peran Kepala Desa (Jaro Pamarentah) dalam mendorong
masyarakat Baduy Luar untuk mengikuti pendidikan formal.
2. Mengetahui pelaksanaan pendidikan formal di Baduy Luar.

F. Kegunaan Penelitian
Kegunaan hasil penelitian ini diharapkan bagi praktisi pendidikan baik secara
teoritis dan praktis:
1. Teoritis, diharapkan berguna sebagai bahan untuk memperjelas konsepsi
tentang peran Kepala Desa (Jaro Pamarentah) terhadap pendidikan
masyarakat Baduy Luar, dan bagaimana pendidikan yang dilaksanakan di
masyarakat Baduy Luar.
2. Parktis, dapat dipergunakan sebagai salah satu bahan informasi kepada pihak
pengambil keputusan dalam penyelenggaraan Pendidikan di Masyarakat
Baduy Luar, yaitu; a) Kepala Departemen Agama Kabupaten Lebak, Provisnsi
Banten; b) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten; c) Kepala Dinas Pemuda, Olahraga dan Pariwisata
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
3. Menjadi contoh atau model Peran Kepemimpinan Kepala Desa (Jaro
Pamarentah) terhadap masyarakatnya mengenai pendidikan.
6

4. Memberikan kontribusi berarti bagi pengembangan khasanah ilmu pendidikan


khususnya Jurusan Manajemen Pendidikan di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Kepemimpinan
1. Pengertian Kepemimpinan
Menurut kamus besar bahasa Indonesia kepemimpinan adalah perihal
memimpin; cara memimpin: mahasiswa tetap mendukung cara – nasional
Presiden.1
Dalam setiap aspek kehidupan tentunya tidak terlepas dari sebuah
pengaruh dan yang dipengaruhi. Sehingga tidak asing lagi yang terdengar
istilah kepemimpinan. Pemimpin merupakan orang yang melaksanakan suatu
organisasi, lembaga dan sebagainya. Sedangkan kepemimpinan adalah sifat
yang dimiliki seorang pemimpin dalam melaksanakan suatu roda organisasi,
lembaga dan yang lainnya. Kepemimpinan pada dasarnya sifat bawaan yang
dimiliki pemimpin.
Menurut Yesmil Anwar kepemimpinan adalah sebuah proses yang akan
membentuk seorang pemimpin dengan karakter dan watak jujur terhadap diri
sendiri (integrity), bertanggung jawab yang tulus (compassion), pengetahuan
(cognizance), keberanian bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment),
kepercayaan kepada diri sendiri dan orang lain (confidence) dan kemampuan
untuk meyakinkan orang lain (communication).2 Dapat dijelaskan bahwa
kepemimpinan merupakan sifat yang dimiliki seorang pemimpin dengan
karakter yang positif sehingga terlahir kemampuan untuk mengkondisikan
dirinya sendiri bahkan organisasi, kelompok atau lembaga yang sedang di
pimpinnya serta seorang pemimpin harus memliki gaya komunikasi yang baik
agar para bawahan, mitra dan sesama pemimpin dapat mengerti apa yang
diinginkan oleh seorang pemimpin.

1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001), Edisi 3, h. 874.
2
Yesmil Anwar dan Adang, Sosiologi: Untuk Universitas, (Bandung: PT Refika Aditama,
2013), h. 238.

7
8

Menurut Lao Tzu dalam Marshall Sashkin dan Molly G. Saskhin


kepemimpinan yang baik adalah mengerjakan sedikit dan menjadi semakin
lebih baik (good leadership consist of doing less and being more).1 Dengan
kata lain, hal tersebut akan menjadi sebuah perubahan besar apabila diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus untuk proses perbaikan.
Kepemimpinan adalah urusan semua orang (leadership is every body’s
bisnis) karena setiap manusia adalah pemimpin, minimal memimpin dirinya
sendiri serta bertanggung jawab atas kepemimpinannya.2 Dapat dipahami
bahwa kepemimpinan adalah ketika manusia dapat memimpin dirinya sendiri
tentunya ia pun dapat menjadi pemimpin untuk beberapa anggota bahkan
dalam skala yang lebih besar.
Sementara itu pengertian kepemimpinan pada era 1970-an adalah fokus
kelompok memberi jalan untuk pendektanan organisasional, di mana
kepemimpinan dilihat sebagai “membentuk dan mempertahankan kelompok
atau organisasi untuk mencapai tujuan kelompok atau organisasional”.3 Hal ini
akan sangat berkorelasi dengan penelitian yang akan peneliti teliti yakni
bagaimana suku Baduy tetap eksis sampai saat ini yang dikenal dengan
kesederhanaannya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan adalah proses individu dapat
mempengaruhi beberapa/sekelompok individu dalam rangka mencapai tujuan
bersama.
Menurut Muhaimin kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang
sangat berperan dalam organisasi, baik buruknya organisasi sebagian besar
tergantung pada faktor pemimpin. Berbagai riset juga telah membuktikan
bahwa faktor pemimpin memegang peranan penting dalam pengembangan
organisasi. “Sebagaimana dikemukakan oleh Covey bahwa 90 persen dari
semua kegagalan kepemimpinan adalah kegagalan pada karakter”.4

1
Marshall Sashkin dan Molly G. Sashkin. Penerjemah Rudolf Hutauruk, Prinsip-Prinsip
Kepemimpinan, (Jakarta: Erlangga, 2011), h. 7.
2
Hendiyat Soetopo dan Wasty Sumanto, Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan, (Malang:
Rineka Cipta, 1982), h. 28.
3
Peter G. Northouse. Penerjemah Ati Cahyani, Kepemimpinan: Teori dan Praktik, (Jakarta:
PT Indeks, 2013), Edisi 6, h. 3-4.
4
Muhaimin, Manajemen Pendidikan: aplikasi dalam penyusunan rencana pengembangan
sekolah/madrasah, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 29.
9

Menurut Pandji Anoraga ada beberapa pengertian tentang kepemimpinan


yaitu sebagai berikut:
a. Kepemimpinan sebagai suatu fokus dari beberapa proses dalam
rangka mencapai tujuan.
b. Kepemimpinan sebagai kepribadian dengan segala efeknya
menggambarkan bahwa seorang pimpinan, pribadinya
menggambarkan organisasi yang dipimpinnya.
c. Kepemimpinan sebagai seni dalam mengupayakan tercapainya
pemenuhan kebutuhan.
d. Kepemimpinan merupakan sumber aktifitas untuk mempengaruhi
orang lain agar bertindak dalam rangka mencapai tujuan yang telah
ditentukan organisasi.
e. Kepemimpinan sebagai pemrakarsa dan sebagai pencetus inovasi
baru, untuk lebih efisien dan efektifnya mencapai tujuan
organisasi.
f. Kepemimpinan sebagai kumpulan kekuasaan.5

Menurut Wahyosumidjo terdapat hal-hal yang harus dilaksanakan seorang


pemimpin, diantaranya adalah:
a. Membangkitkan kepercayaan dan loyalitas bawahan;
b. Mengkomunikasikan gagasan kepada orang lain;
c. Mempenagruhi orang lain;
d. Seorang pemimpin adalah orang besar yang dikagumi dan
mempesona dan dibanggakan oleh bawahan.6

Dalam kepemimpinan ada beberapa tipe/gaya kepemimpinan yang


diantaranya tipe/gaya kepemimpinan otoriter, demokratis, pseudo demokratis,
laizzes faire, kharismatik dan paternalistik. Karena dalam penelitian ini
peneliti mengangkat judul mengenai peran Kepala Desa (Jaro Pamarentah)
oleh karena itu tipe/gaya kepemimpinan patrnalistik yang masih kuat dengan
ikatan primodial atau yang dikenal dengan paham kesukan dituangkan dalam
kajian teori ini.
Tipe kepemimpinan paternalistik banyak terdapat di lingkungan
masyarakat yang masih bersifat tradisional, umumnya di masyarakat agraris.
5
Pandji Anoraga, Psikologi Kepemimpinan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001), h. 5-6.
6
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Sekolah, (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2010), h.
40.
10

Popularitas pemimpin yang paternalistik disebabkan oleh beberapa faktor,


seperti:
a. Kuatnya ikatan primodial;
b. “extend family system” (menggunakan sistem kekeluargaan);
c. Kehidupan masyarakat yang komunalistik;
d. Peranan adat istiadat yang sangat kuat dalam kehidupan
bermasyarakat;
e. Masih dimungkinkannya hubungan pribadi yang intim antara
seorang anggota masyarakat dengan anggota msyarakat lainnya.7

Dapat disimpulkan bahwa tipe/gaya kepemimpinan paternalistik ini terjadi


hanya dalam suatu kelompok atau golongan yang masih sangat kental dengan
aturan adat mereka, seperti suku Baduy yang masih sangat tunduk sekali
dengan aturan adat, sehingga apa yang disampaikan oleh Kepala Desa (Jaro
Pamarentah) yang diamanatkan oleh Puun sangat dihormati dan pasti
dilaksanakan.
Salah satu ciri utama dari masyarakat tradisional ialah rasa hormat yang
tinggi yang ditujukan oleh para anggota masyarakat kepada orang tua atau
seorang yang dituakan. Karena biasanya orang-orang yang dituakan tersebut
memproyesikan gaya hidup yang dapat dijadikan teladan yang baik.8 Dengan
kata lain bahwa masyrakat yang tradisional tersebut masih sangat
menghormati sekali ketua/pemimpin adat dalam kelompoknya karena mereka
menganggap pemimpin adalah orang pilihan yang dapat membawa
kelompoknya kearah yang lebih baik.
Konsep kekuasaan terkait dengan kepemimpinan, karena itu adalah bagian
dari proses pengaruh. Kekuasaan adalah kapasitas atau potensi untuk
mempengaruhi. Orang memiliki kekuasaan karena mereka memiliki
kemampuan untuk memengaruhi keyakinan, sikap dan tindakan orang lain.9
Menurut ahli sosiologi yaitu Max Weber dalam Abdul Syani kekuasan
adalah kemungkinan seorang pelaku mewujudkan keinginannya dalam suatu
hubungan sosial yang ada termasuk dengan kekuatan atatu tanpa

7
Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), h. 34.
8
Ibid., h. 35.
9
Northouse, Op. Cit., h. 9.
11

menghiraukan landasan yang menjadi pijakan kemungkinan tersebut. 10 Jadi


dapat dipahami bahwa kekuasaan adalah tindakan mempengaruhi orang lain
karena ia dianggap lebih memiliki potensi untuk mempengaruhi orang lain.
Menurut Yesmil Anwar dan Adang terdapat tiga gaya kepemimpinan dari
seorang pemimpin yang diterangkan dengan tiga aliran teori, diantaranya
adalah sebagai berikut:
g. Teori Genetis (Keturunan). Inti dari teori ini menyatakan bahwa
“Leader are born and not made” (pemimpin itu dilahirkan atau
bakat bukannya dibuat). Para penganut aliran teori ini
mengetengahkan pendapatnya bahwa seorang pemimpin akan
menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat
kepemimpinan. Dalam keadaan yang bagaimana pun seseorang
ditempatkan karena ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin,
sesekali kelak ia akan timbul sebagai pemimpin. Berbicara
mengenai takdir, secara filosofis aliran ini tergolong pada
pandangan fasilitas atau determinitis.
h. Teori sosial. Jika teori pertama di atas adalah teori yang ekstrem
pada satu sisi, maka teori ini pun ekstrem pada sisi lainnya. Inti
aliran teori sosial ini ialah bahwa “Leader are made and not born”
(pemimpin itu dibuat atau didik bukanya kodrati). Jadi teori ini
merupakan kebalikan inti teori genetika. Para penganut teori ini
mengetengahkan pendapat yang mengatakan bahwa setiap orang
dapat menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan
pengalaman yang cukup.
i. Teori Ekologis. Kedua teori yang ekstrem di atas tidak seluruhnya
mengandung kebenaran, maka sebagai rekasi terhadap kedua teri
tersebut timbulah aliran teori ketiga. Teori yang disebut teori
ekologis ini pada intinya berarti bahwa seseorang hanya akan
berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki
bakat dan diberikan pendidikan dan pengalaman yang baik dan
cukup.11

Dapat dijelaskan melalui penjelasan menurut Yesmil Anwar dan Adang di


atas bahwa gaya kepemimpinan seorang pemimpin dapat terjadi melalui tiga
aliran yaitu aliran dengan toeri genetis dimana seorang pemimpin merupakan
dari hasil keturunan-keturunan oleh pendahulunya dapat di contohkan apabila
anak seorang Raja tentunya yang akan menggantikan tahta kerajaan adalah

10
Abdul Syani, Sosiologi: Skemetika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), h.
136.
11
Yesmil Anwar dan Adang, op. cit., h. 243-244.
12

anaknya atau bahkan cucu dan cicitnya. Selanjutnya aliran yang kedua yaitu
teori sosial beranggapan bahwa kepemimpinan adalah hasil dari suatu proses
pembelajaran melalui pendidikan atau pun pengalaman, tidak serta merta anak
yang lahir jika tidak diajarkan tentang kepemimpinan dan tidak memiliki
pengalaman tentang kepemimpinan dapat menjadi seorang pemimpin. Lalu
teori ketiga atau teori ekologis mengetengahkan bahwa kepemimpinan dapat
terjadi dengan baik apabila sang anak merupakan keturunan pemimpin dan
diajarkan bagaimana jiwa seorang pemimpin serta ditambahkan pengalaman
untuk memimpin akan menjadikan pemimpin yang lebih baik lagi.

2. Fungsi Kepemimpinan
Pemimpin merupakan tokoh sentral dalam sebuah organisasi maupun
kelompok sehingga dibutuhkan kinerja yang baik agar tujuan organisasi
maupun kelompok dapat terwujud, oleh karena itu pemimpin harus memiliki
tindakan khusus dalam organisasi maupun kelompok yang sedang
dipimpinnya.
Fungsi utama pemimpin pendidikan adalah membantu kelompok untuk
belajar memutuskan dan bekerja yang khas antara lain:
a. Sebagai personnal, ia harus memiliki integritas kepribadian dan
akhlak mulia, pegembangan budaya, keteladanan, keinginan yang
kuat dalam pengembangan diri, keterbukaan dalam melaksanakan
tugas pokok dan fungsi kendali diri dalam menghadapi masalah
dalam pekerjaan bakat dan minat jabatan sebagai pemimpin
pendidikan.
b. Sebagai educator, berperan merencanakan, melaksanakan, menilai,
hasil pembelajaran, membimbing dan melatih (meneliti dan
mengabdi kepada masyarakat khususnya bagi dosen).
c. Sebagai manager, ia melakukan perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan.
d. Sebagai administrator, ia harus mampu mengelola ketatausahaan
sekolah/madrasah dalam mendukung pencapaian tujuan
sekolah/madrasah.
e. Sebagai supervisor, ia merencanakan supervisi, melaksanakan
supervisi, dan menindaklanjuti hasil supervisi untuk meningkatkan
profesionalisme guru.
f. Sebagai seorang yang social, ia bekerja sama dengan pihak lain
untuk kepentingan sekolah/madrasah, berpartisipasi dalam kegiatan
13

sosial kemasyarakatan dan memiliki kepekaan (empati) sosial


terhadap orang dan atau kelompok orang.
g. Sebagai leader, ia harus mampu memimpin sekolah/madrasah
dalam rangka pendayagunaan sumber daya sekolah/madrasah
secara optimal.
h. Sebagai entrepreneur, ia harus kreatif (termasuk inovatif), bekerja
keras, etos kerja, ulet (pantang menyerah) dan naluri
kewirausahaan.
i. Sebagai climator, ia harus menciptakan iklim sekolah yang
kondusif.12

Dari penjelasan di atas dapat dipahami seorang pemimpin seyogyanya


dapat mengendalikan organisasi, kelompok atau golongannya mulai dari
pembagian tugas dan prosedur-prosedur kerja. Selain itu seorang pemimpin
harus dapat menetapkan keputusan yang akan ia ambil baik keputusan
individu maupun kelompok dalam keputusan individu yakni apabila keputusan
sangat urgent atau mendesak tentu pemimpin yang mengambil keputusan,
akan tetapi apabila keputusan yang timbul tidak terlalu urgent atau mendesak
pemimpin seyogyanya melibatkan anggota kelompok agar iklim organisasi
atau kelompok dapat terjaga dengan baik.
Fungsi utama pemimpin pendidikan adalah kelompok untuk belajar
memutuskan dan bekerja, antara lain:
a. Pemimpin membantu terciptanya suasana persaudaraan, kerjasama
dengan penuh rasa kebangsaan;
b. Pemimpin membantu kelompok untuk mengorganisir diri yaitu ikut
serta dalam memberikan rangsangan dan bantuan kepada kelompok
dalam menetapkan dan menjelaskan tujuan;
c. Pemimpin membantu kelompok dalam menetapkan posedur kerja,
yaitu membantu kelompok dalam menganalisis situasi untuk
kemudahan menetapkan prosedur mana yang paling praktis dan
efektif;
d. Pemimpin bertanggung jawab dalam mengambil keputusan
bersama dengan kelompok untuk belajar dari pengalaman.
Pemimpin mempunyai tanggungjawab untuk melatih kelompok
menyadari proses dan isi objektif;
e. Pemimpin bertanggungjawab dalam mengembangkan dan
mempertahankan eksistensi organisasi.13
12
Husaini Usman, Manajemen: teori, praktik, dan riset pendidikan, (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2014), Edisi. 4, Cetakan 2, h. 306-307.
13
Tim Dosen UPI, Manajemen Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 126.
14

Dari penjelasan diatas dapat dipahami, seorang pemimpin pendidikan


diusahakan menciptakan kerjasama dengan semua pihak yang nantinya akan
mendatangkan peluang untuk sekolah, merumuskan tujuan bersama untuk
kelangsungan kemajuan pendidikan, menetapkan prosedur kerja yang efektif
agar tidak ada tumpang tindih pekerjaan dengan kata lain para stakholder
bekerja sesuai dengan jobdeskripsinya, selaras dengan fungsi sebelumya
pemimpin seyogyanya dapat mengambil keputusan (baik keputusan pribadi
ataupun keputusan kelompok) dan bertanggung jawab untuk mempertahankan
sistem yang ada bahkan dapat mengembangkan sistem-sistem baru agar
pendidikan lebih memiliki inovasi.

B. Pendidikan
1. Konsep Dasar Pendidikan
Berbagai upaya dilakukan manusia untuk meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan hidupnya dengan jalan menerapkan pengetahuan untuk
mencapai tujuan hidupnya.
Suriasumantri dalam Teguh Triwiyanto menyatakan bahwa pada
hakikatnya upaya manusia dalam memperoleh pengetahuan didasarkan pada
tiga pokok masalah, yaitu sebagai berikut:
a. Apakah yang ingin diketahui?
b. Bagaimana cara memperoleh pengetahuan?
c. Apakah nilai pengetahuan tersebut? 14
Dapat dijelaskan pernyataan menurut Suriasumantri pada dasarnya dalam
memperoleh pengetahuan identifikasi dahulu yang ingin diketahui sehingga
pengathuan atau informasi yang didapat sesuai dengan apa yang dicari dan
dibutuhkan sehingga tidak terlalu sulit untuk mendapatkan pengetahuan
tersebut. Selanjutnya galilah informasi di mana akan mendapatkan
pengetahuan yang dicari dan ketahuilah manfaat dari pengetahuan yang
dicari tersebut apakah hal positif ataupun sebaliknya.

14
Teguh Triwiyanto, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014), h. 20.
15

Paedagodie bermakna pendidikan, sedangkan paedagogiek bermakna ilmu


pendidikan. Pedagogik (pedagogics) atau ilmu mendidik adalah ilmu atau
teori yang sistematis tentang pendidikan yang sebenarnya bagi anak atau
untuk anak sampai ia mencapai kedewasaan.15 Dapat dijelaskan bahwa
mendidik adalah proses mempengaruhi anak agar ia cakap dan terampil dan
dapat bertanggung jawab atas dirinya sendiri.
Education is the getting and giving of knowledge so as to pass on our
culture from one generation on the next. (Pendidikan adalah kegiatan
memperoleh dan menyampaikan pengetahuan, sehingga memungkinkan
transmisi budaya dari generasi satu kepada generasi berikutnya).16 Penjelasan
tersebut menunjukan bahwa pendidikan adalah proses transimisi budaya dari
generasi sebelumnya sampai generasi yang akan datang agar budaya yang
dimiliki oleh suatu kelompok terus bertahan sampai anak keturunannya.
Karena sifatnya yang kompleks dalam istilah pendidikan, dikemukakan
beberapa batasan pendidikan yang berbeda berdasarkan fungsinya. Batasan
tersebut antara lain: (1) Pendidikan sebagai transformasi budaya; (2)
pendidikan sebagai upaya pembentukan pribadi; (3) Pendidikan sebagai proses
penyiapan warga negara; dan (4) pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja.17
Dapat dijelaskan bahwa pendidikan sebagai tranformasi budaya adalah
pendidikan yang dilakukan untuk tetap melestarikan pengetahuan yang
sebelumnya sudah ada yakni pengetahuan akan budaya suatu kelompok harus
tetap dilestarikan agar tidak tergerus dengan budaya-budaya asing yang masuk
ke Indonesia. Selanjutnya pendidikan sebagai upaya pembentukan pribadi
adalah pendidikan yang dilakukan untuk menumbuhkan jati diri seseorang.
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara adalah pendidikan yang
mengharapkan warga negara yang tertib dalam seluruh aspek kehidupan baik
dalam kehidupan individu maupun sosial. Pendidikan sebagai proses
penyiapan tenaga kerja adalah pendidikan yang dilakukan agar lulusan dapat

15
Ibid., h. 21.
16
Tim Dosen FIP-IKIP Malang, Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan, (Surabaya: Usaha
Nasional, 1988), Cet. 2, h. 79.
17
Triwiyanto, Op. Cit., h. 23.
16

tetap bersaing di dunia global seperti saat ini, yaitu saat tenaga kerja asing
yang bekerja di Indonesia dapat tetap bersaing dengan tenaga kerja yang
berasal dari Indonesia.

2. Pengertian Pendidikan
Pendidikan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses, cara,
perbuatan mendidik.18
Dapat di pahami pendidikan menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah
usaha yang dilakukan untuk mentransfer informasi atau pengetahuan antara
individu satu dan individu lain untuk perubahan sikap, mental, perilaku dan
emosi.
Menurut Alisuf Sabri ilmu pendidikan dapat diartikan sebagai suatu ilmu
yang memberikan uraian yang lengkap, sistematis dan metodis tentang
masalah-masalah yang ada kaitanya dengan proses pendidikan atau kegiatan
mendidik.19 Dapat dijelaskan bahwa pendidikan adalah kegiatan transformasi
ilmu dari pendidik kepada peserta didik dengan metode-metode yang
terstruktur.
Pengertian pendidikan menurut beberapa tokoh. Pendidikan menurut
Ahmad D. Marimba dalam Hasbullah adalah bimbingan atau pimpinan secara
sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.20
Selanjutnya. pendidikan menurut Jhon Dewey dalam Jalaludin dan
Abdulah Idi adalah sebagai proses pembentukan kemampuan dasar yang

18
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001), Edisi 3, h. 263.
19
Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cetakan 1, h.
1-2.
20
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2009), Edisi
Revisi, h. 3.
17

fundamental, yang menyangkut daya pikir (intelektual), maupun daya rasa


(emosi) manusia.21
Lebih jelas lagi Ki Hadjar Dewantara dalam Teguh Triwiyanto
mengatakan bahwa pendidikan itu (termasuk pengajaran) bagi tiap-tiap bangsa
berarti pemeliharaan guna mengembangkan benih turunan dari bangsa itu agar
dapat berkembang dengan sehat lahir batin.22
Dari ketiga pendapat terebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan adalah
proses pembentukan jati diri manusia dari tidak tahu menjadi tahu, tidak bisa
menjadi bisa dan tidak mengerti menjadi mengerti.
Pendidikan memiliki banyak kegunaan, manfaat dan fungsi dalam
kehidupan sehari-hari. Fungsi utama pendidikan adalah mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak, kepribadian serta peradaban yang
bermartabat dalam hidup dan kehidupan atau dengan kata lain pendidikan
berfungsi memanusiakan manusia agar menjadi manusia yang benar sesuai
dengan norma yang dijadikan landasannya.23 Dapat dijelaskan bahwa fungsi
utama pendidikan adalah untuk mengembangkan potensi yang ada dalam diri
manusia agar lebih produktif dan kreatif sehingga dapat meningkatkan derajat
dikehidupannya.

C. Sosiologi dan Antropologi


1. Pengertian Sosiologi
Sosiologi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pengetahuan atau
ilmu tentang sifat, perilaku, dan perkembangan masyarakat; ilmu tentang
struktur sosial, proses sosial dan perubahannya.24
Masyarakat Baduy memiliki strukur sosial dan proses sosial yang berbeda
dari masyarakat biasa pada umumnya sehingga diperlukan pendekatan khusus

21
Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan : Manusia, Filsafat dan Pendidikan,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h. 7-8.
22
Triwiyanto, Op.Cit., h. 61.
23
Abdul Kadir, dkk, Dasar-Dasar Pendidika, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012),
h. 81.
24
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., h. 1085.
18

untuk dapat berbaur di dalam tatanan kehidupan masyarakat Baduy, ilmu


sosiologi dan antroplogi dapat menjadi acuan untuk pelakasnaan penelitian.
Menurut Max Weber dalam Yesmil Anwar dan Adang, sosiologi adalah
suatu ilmu yang mempelajari tentang tindakan sosial. Tidak semua tindakan
manusia dapat dainggap sebagai tindakan sosial. Suatu tindakan hanya disebut
tindakan sosial apabila tindakan tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan orang lain dan berorientasi pada perilaku orang lain.
Suatu tindakan adalah perilaku manusia yang mempunyai makna subjektif
pelakunya.25 Dapat dijelaskan penjelasan di atas bahwa sosiologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang tindakan sosial yang disertai dengan kegiatan
langsung untuk mempelajari suatu objek yaitu perilaku manusia.
David B. Brinkerhoft dan Lynn K. White dalam Damsar berpendapat
bahwa sosiologi adalah studi sistematik tentang interaksi sosial manusia.
Penekanannya pada hubungan dan pola interaksi, yaitu bagaimana pola-pola
ini tumbuh kembang, bagaimana mereka dipertahankan dan juga mereka
berubah. 26
Selanjutnya Paul B. horton dan Chestern L. Hunt dalam Damsar
berpandangan bahwa sosiologi adalah imu pengetahuan yang mempelajari
masyarakat. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relatif
mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah
mandiri, memiliki kebudayaan yang sama, dan melakukan kegiatan bersama.27
Menurut Charles A. Ellwood dalam Abu Ahmadi mendefinisikan sosiologi
pendidikan adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari/menuju untuk
melahirkan maksud hubungan-hubungan antara semua pokok-pokok masalah
antara proses pendidikan dan proses sosial. (Education sosiology is the sciene
which aims to reveal to the connections at all points between the educative
process and the social process).28

25
Yesmil Anwar dan Adang, op. cit., h. 144-145.
26
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2011),
h. 2.
27
Ibid., h. 4-5.
28
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan, (Jakarta : PT Rineka Cipta, 2007), h. 7.
19

Selanjutnya Dr. Ellwood dalam Abu Ahmadi mendefinisikan sosiologi


pendidikan adalah ilmu yang mempelajari tentang proses belajar dan
mempelajari antara orang satu dengan orang yang lain. (Education sociology
should be centered about the process of inter-learning-learning from one
another).29
Dapat dijelaskan dari penjelasan di atas sosiologi adalah bagaimana
mengetahui karateristik individu lain agar dapat dijadikan suatu sumber
informasi atau pengetahuan. Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang
berbeda struktur sosial dan proses sosial dengan masyarakat lain pada
umumnya sehingga dilakukan pendekatan sosiologi agar dapat mengetahui
struktur sosial dan proses sosialnya sehingga didapatkan informasi yang akurat
mengenai struktur sosial dan proses sosial tersebut.

2. Antropologi
Antropologi menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah ilmu tentang
manusia khususnya tentang asal usul, aneka warna, bentuk fisik, adat istiadat
dan kepercayaannya pada masa lampau.30
Masyarakat Baduy memiliki asal-usul, aneka warna, bentuk fisik, adat
istiadat dan kepercayaan yang berbeda dari masyarakat biasa pada umumnya,
sehingga pendekatan antropologi diperlukan dalam penelitian untuk
mengetahui batasan-batasan yang akan diteliti dan informasi yang didapatkan
agar sesuai dengan kerangka antropologi.
Menurut Koentjaraningrat ada lima bagian dari antropologi, di universitas-
universitas Amerika Serikat tempat antropologi telah berkembang secara
ruang lingkup dan batas lapangan perhatiannya yang luas tersebut
menyebabkan adanya lima masalah penelitian khusus, yaitu:
a. Masalah sejarah asal dan perkembangan manusia (evolusinya)
secara biologi;
b. Masalah sejarah terjadinya beragam mahkluk manusia, dipandang
dari sudut ciri-ciri tubuhnya;

29
Ibid., h. 7.
30
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., h. 58.
20

c. Masalah sejarah asal, perkembangan dan penyebaran beragam


bahasa yang diucapkan manusia diseluruh dunia;
d. Masalah perekembangan, penyebaran dan terjadinya beragam
kebudayaan manusia diseluruh dunia;
e. Masalah mengenai asas-asas kebudayaan manusia dalam
kehidupan masyarakat dari semua suku bangsa yang tersebar di
seluruh muka bumi.31

Dapat dijelaskan pemaparan di atas adalah mengenai bagaimana


memepelajari dan mengenal tipologi manusia baik dari asal muasal peradaban
manusia, ciri-ciri fisik tubuh manusia dari abad sebelum masehi hingga kini,
bahasa dan logat yang diucapkan, suatu kultur atau budaya dalam kelompok
masyarakat. Hal tersebut dapat dijadikan informasi dan sejarah manusia serta
mempelajari tentang bagaimana kelompok manusia yang terbentuk dalam satu
budaya.
Agar lebih jelas dalam memaknai antropologi akan disajikan gambar
mengenai ilmu dari bagian antropologi, yaitu:
Gambar 2.1
Ilmu bagian dari antropologi

Paleo Antropologi
Disebut antropologi fisik dalam arti luas

Antropologi Fisik

Etnolinguistik

Prehistori Disebut Antropologi Budaya

Etnologi

31
Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2009), Edisi
Revisi, h. 10.
21

a. Paleo-antropolgi adalah ilmu bagian yang meneliti asal usul atau


terjadinya evolusi manusia dengan mempergunakan sisa-sisa tubuh
yang telah membantu (fosil-fosil manusia) tersimpan dalam
lapisan-lapisan bumi yang harus di dapat si peneliti dengan
berbagai metode penggalian.
b. Antropologi fisik adalah bagian dari antropologi yang mencoba
mencapai suatu pengertian tentang sejarah terjadinya beragam
manusia dipandang dari sudut ciri-ciri tubuhnya. Bahan
penelitiannya adalah ciri-ciri tubuh, baik yang lahir (fenotipe),
seperti warna kulit, warna dan bentuk rambut, indeks tengkorak,
bentuk muka, warna mata, bentuk hidung, tinggi dan bentuk tubuh
maupun yang (genotipe), seperti frekuensi golongan darah dan
sebagainya.
c. Etnolinguistik atau antropologi linguistik adalah suatu ilmu bagian
yang asal mulanya berkaitan erat dengan ilmu antropologi. Bahkan
penelitiannya yang berupa daftar kata-kata, pelukisan tentang ciri
dan tata bahasa dan beratus-ratus bahasa suku bangsa yang tersebar
diberbagai tempat di muka bumi, terkumpul bersama-sama dalam
kebudayaan suku bangsa.
d. Prehistori, mempelajari sejarah perkembangan dan penyebaran
semua kebudayaan manusia di bumi sebelum manusia mengenal
huruf. Dalam ilmu sejarah, seluruh waktu perkembangan
kebudayaan umat manusia mulai saat terjadinya mahkluk manusia,
yaitu kira-kira 800.000 ribu tahun yang lalu, hingga saat ini dibagi
ke dalam dua bagian: (1) masa sebelum manusia mengenal huruf,
(2) masa setelah manusia mengenal huruf.
e. Etnologi adalah ilmu bagian yang mencoba mencapai pengertian
asas-asas manusia, dengan mempelajari kebudayaan-kebudayaan
dalam kehidupan masyarakat dari sebanyak mungkin suku bangsa
yang tersebar diseluruh muka bumi.32

D. Kebudayaan
1. Konsep Kebudayaan
Budaya menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah pikiran; akal budi:
hasil; adat istiadat; sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang
(beradab, maju); sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah.33
Kebudayaan menurut Triandis dalam Lary A. Samovar adalah elemen
subjektif dan objektif yang dibuat manusia yang di masa lalu, meningkatkan
kemungkinan untuk bertahan hidup dan berakibat dalam kepuasan pelaku

32
Ibid., h. 11-13.
33
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, op. cit., h. 169.
22

dengan demikian tersebar diantara mereka dapat berkomunikasi satu dengan


lainnya, karena mereka mempunyai kesamaan bahasa dan mereka hidup dalam
waktu dan tempat yang sama.34
Edward B. Taylor dalam Achmad Fedyani Syaifuddin memandang
kebudayaan sebagai totalitas pengalaman manusia. “Kebudayaan atau
peradaban, diambil dalam pengertian etnografi yang luas adalah keseluruhan
kompleks yang meliputi pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat
istiadat, kapabilitas dan kebiasaan-kebiasaan lainnya yang dimiliki manusia
sebagai anggota masyarakat.35
Keesing dalam Achmad Fedyani Syaifuddin mengidentifikasi
empat pendekatan terakhir terhadap masalah kebudayaan sebagai
sistem adaptif dari keyakinan dan perilaku yang dipelajari fungsi
primernya adalah menyesuaikan masyarakat manusia dengan
lingkungannya. Pendekatan tersebut diasosiasikan dengan ekologi
budaya dan materialisme kebudayaan. Kedua adalah memandang
kebudayaan sebagai sistem kognitif yang tersusun dari apa pun yang
diketahui dalam berfikir menurut cara tertentu, yang dapat diterima
bagi warga kebudayaan (natives) yang diteliti. Ketiga adalah yang
memandang kebudayaan sebagai sistem struktur yang terdiri dari
simbol-simbol yang dimiliki bersama yang memiliki analogi dengan
struktur pemikiran manusia. Dan keempat adalah yang memandang
kebudayaan sebagai sistem symbol yang terdiri dari symbol-simbol
dan makna-makna yang dimiliki bersama, yang dapat diidentifikasi
dan bersifat publik.36

Dapat disimpulkan bahwa kebudayaan adalah segala sesuatu yang


berhubungan dengan adat istiadat, norma, hukum, kepercayaan, tingkah laku
yang dilakukan atau diterapkan oleh suatu golongan masyarakat di wilayah
tertentu yang berbeda dengan wilayah lainnya.

34
Lary A. Samovar, Richad E. Porter dan Edwin R. McDaniel. Penerjemah Indri Margaretha
Sidabalok, Komunikasi Lintas Budaya, (Jakarta: Salemba Humanika, 2010), Edisi 7, h. 27.
35
Achmad Fedyani Saifuddin, Antropologi Kontemporer : Suatu Pengantar Kritis mengenai
Paradigma, (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2006), h. 82.
36
Ibid., h. 83-84.
23

2. Etnografi
Menurut kamus besar bahasa Indonesia etnografi adalah deskripsi tentang
kebudayaan suku-suku bangsa yang hidup; ilmu tentang pelukisan kebudayaan
suku-suku bangsa yang hidup tersebar di muka bumi.37
Seorang ahli antropologi Amerika, R. Naroll, pernah menyusun suatu
daftar prinsip-prinsip yang biasanya dipergunakan oleh para ahli antropologi
untuk menentukan batas-batas dari masyarakat, bagian suku bangsa yang
menjadi pokok dan lokasi yang nyata dari deskripsi etnografi mereka. Dengan
beberapa modifikasi oleh J.A. Clifton, maka daftar itu menjadi seperti yang
tercantum di bawah ini:
a. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh satu desa atau lebih;
b. Kesatuan masyarakat yang terdiri dari penduduk yang
mengucapkan satu bahasa atau satu logat bahasa;
c. Kesatuan masyarakat yang dibatasi oleh garis batas suatu daerah
politis administratif;
d. Kesatuan masyarakat yang batasnya ditentukan oleh rasa identitas
penduduknya sendiri;
e. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh suatu wilayah geografi
yang merupakan kesatuan daerah fisik;
f. Kesatuan masyarakat yang ditentukan oleh kesatuan ekologi;
g. Kesatuan masyarakat dengan
h. Penduduk yang mengalami satu pengalaman sejarah yang
sama;Kesatuan masyarakat dengan penduduk yang frekuensi
interaksinya satu dengan lain tingginya merata;
i. Kesatuan masyarakat dengan susunan sosial yang seragam. 38

Untuk memudahkan penelitian maka disusun kerangka etnografi agar


batasan-batasan penelitian dapat terpenuhi, kerangka etnografi sebagai
berikut:
a. Lokasi, lingkungan alam dan demografi.
b. Asal mula dan sejarah suku bangsa.
c. Bahasa.
d. Sistem teknologi.
e. Sistem mata pencarian.
f. Organisasi sosial.
g. Sistem pengetahuan.
37
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2001), Edisi 3, h. 309.
38
Koentjaraningrat, op. cit., h. 253-254.
24

h. Kesenian.
i. Sistem religi.39

Kerangka etnografi akan memudahkan peneliti dalam mencari data di


lapangan selain itu kerangka etnografi juga dapat menjadi acuan untuk
pertanyaan-pertanyaan kepada informan.

E. Suku Baduy
1. Asal-muasal Suku Baduy
Menurut kepercayaan yang mereka anut, orang kanekes mengaku
keturunan dari Batara Cikal, salah satu dari tujuh dewa atau batara yang diutus
ke bumi. Asal usul tersebut juga sering dihubungkan dengan Nabi Adam
sebagai nenek moyang pertama. Menurut kepercayaan mereka, Adam dan
keturunannya, termasuk warga Kenekes mempunyai tugas bertapa atau asketik
(mandita) untuk harmoni dunia.40
Pendapat mengenai asal-usul orang Kanekes berbeda dengan
pendapat para ahli sejarah, yang mendasarkan pendapatnya dari
beberapa bukti sejarah berupa prasasti. Catatan perjalanan pelaut
Portugis dan Tiongkok, serta cerita rakyat mengenai “Tatar Sunda”
yang cukup minim keberadaannya. Masyarakat Baduy dikaitkan
dengan Kerajaan Sunda yang sebelum keruntuhannya pada abad ke- 16
berpusat di Pakuan Pajajaran (sekitar Bogor sekarang). Sebelum
berdirinya Kesultanan Banten, wilayah ujung barat Pulau Jawa ini
merupakan bagian penting dari Kerajaan Sunda. Banten merupakan
pelabuhan dagang yang cukup besar. Sungai Ciujung dapat dilayari
berbagai jenis perahu dan ramai digunakan untuk pengangkutan hasil
bumi dari wilayah pedalaman. Dengan demikian penguasa wilayah
tersebut, yang disebut pangeran Pucuk Umum menganggap bahwa
kelestarian sungai perlu dipertahankan. Untuk itu diperintahkan
pasukan tentara kerajaan yang sangat terlatih untuk menjaga dan
mengelola kawasan berhutan lebat dan berbukit di wilayah Gunung
Kendeng Tersebut. Keberadaan pasukan dan tugasanya yang khusus
tersebut tampaknya yang menjadi cikal bakal masyarakat Baduy yang
sampai sekarang masih mendiami hulu Sungai Ciujung di Gunung
Kendeng tersebut. Perbedaan pendapat tersebut membawa kepada
dugaan bahwa pada masa lalu, identitas dan kesejarahan mereka

39
Ibid., h. 257.
40
Ivan Masdudin, Keunikan Suku Baduy di Banten, (Banten: Talenta Pustaka Indonesia, 2011),
Cetakan 2, h. 4.
25

sengaja ditutup, yang mungkin adalah untuk melindungi komunitas


Baduy sendiri dari serangan musuh-musuh Padjajaran.41

2. Sistem Kepercayaan
Suku Baduy merupakan suku tradisional di Provinsi Banten hampir
mayoritasnya mengakui kepercayaan sunda wiwitan. Pada kepercayaan ini
meyakini adanya Allah sebagai ”Guriang Mangtua” atau disebut pencipta
alam semesta dan melaksanakan kehidupan sesuai dengan ajaran Nabi Adam
sebagai leluhur yang mewarisi kepercayaan turunan ini. Kepercayaan sunda
wiwitan berorientasi pada bagaimana menjalani kehidupan yang mengandung
ibadah dalam berperilaku, pola kehidupan sehari-hari, langkah dan ucapan,
dengan melalui hidup yang mengagungkan kesederhanaan (tidak bermewah-
mewah) seperti tidak menggunakan listrik, tembok, mobil dan lain-lain.
Kepercayaan masyarakat Kanekes yang disebut sebagai sunda wiwitan
berakar pada pemujaan kepada arwah nenek moyang (animisme) yang pada
perkembangan selanjutnya juga dipengaruhi oleh agama Budha, Hindu dan
Islam. Inti kepercayaan tersebut ditunjukan dengan adanya pikukuh atau
ketentuan adat mutlak dalam kehidupan sehari-hari orang Kanekes. Isi
terpenting dari pikukuh (kepatuhan) Kanekes tersebut adalah konsep “tanpa
perubahan apapun”, atau perubahan sedikit mungkin:
Lojor heunteu beunang dipotong, pèndèk heunteu beunang disambung.
(Panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung).42

3. Peralatan dan Teknologi


Kehidupan orang Baduy berpusat pada daur pertanian yang diolah dengan
menggunakan peralatan yang masih sangat sederhana. Dalam adat Baduy
terutama Baduy Dalam, masyarakat tidak boleh menggunakan peralatan yang
sudah modern. Mereka mengandalkan peralatan yang masih sangat primitif
seperti bedog, kampak, cangkul, kujang dan lain-lain.

41
Ibid., h. 4-5.
42
Ibid., h. 21
26

Selanjutnya teknologi yang berasal dari alam naum banyak kegunaan dan
manfaatnya yaitu bambu. Bambu adalah bahan bangunan utama bagi suku
Baduy. Bambu dapat dibuat lumbung padi, tempat jemuran padi yang baru
dipanen, rumah saluran air dan jembatan penyebrangan di atas sungai atau
jurang.43

43
Yanti, Mengenal Suku Baduy, (Jakarta: CV. Ghina Walafafa, 2010), Jilid/Volume 2, h. 56.
27

F. KERANGKA BERPIKIR
Untuk lebih mempermudah kerangka pemikiran tersebut, peneliti
menggambarkan dalam bentuk bagan kerangka penelitian serta penjelasannya
sebagai berikut:

Undang-Undang No 20 Tahun
Ayat (1) setiap warga negara
2003 Tentang Sistem Pendidikan
mempunyai hak yang sama
Nasional
untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu
UU No 20 Tahun 2003 Pasal 5
Tentang Hak dan Kewajiban Warga Negara, Ayat (2) warga negara
Orangtua, Masyarakat dan Pemerintah didaerah terpencil atau
terbelakang serta msyarakat
adat yang terpencil berhak
Adat istiadat Baduy tidak memperbolehkan memperoleh pendidikan
masyarakatn adatnya untuk melaksanakan layanan khusus
pendidikan formal karena tidak ingin ada ajaran
selain Sunda Wiwitan masuk ke dalam
lingkungan adat Baduy

Masyarakat Baduy
Masyarakat Baduy sudah melaksanakan yang bersekolah akan
pendidikan formal dihimbau (ditegur)
oleh lembaga adat

Lembaga Adat tidak


membolehkan masyarakat
Baduy untuk melaksanakan
pendidikan formal

Meneliti peran kepemimpinan Kepala


Desa (Jaro Pamarentah) terhadap
pendidikan masyarakat Baduy Luar

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional


merupakan pedoman bagi seluruh stakeholder pendidikan untuk dapat
menjalankan sistem pendidikan yang baik. Undang-undang Nomor 20 Tahun
28

2003 ini menjadi tolak ukur merumuskan Hak dan kewajiban warga negara, orang
tua, masyarakat dan pemerintah. Hak dan kewajiban warga negara, orang tua,
masyarakat dan pemerintah berfungsi untuk menjadi pengendali agar masyarakat
Indonesia dapat mengenyam pendidikan. Hal ini bertujuan untuk terselenggaranya
tujuan pendidikan nasional.
Pada hal ini terjadi sebuah GAP antara pendidikan menurut pemerintah
Republik Indonesia dengan pendidikan yang diterapkan oleh masyarakat Baduy
yang masih berada di wilayah Indonesia pendidikan menurut undang-undang
Nomor 20 tahun 2003 pasal 5 menegaskan bahwasanya setiap warga negara
mepunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, warga
negara didaerah terpencil atau terbelakang serta msyarakat adat yang terpencil
berhak memperoleh pendidikan layanan khusus. Sedangkan menurut adat istiadat
masyarakat Baduy pendidikan mereka adalah pendidikan yang datangnya dari
nenek moyang mereka, tidak termasuk di dalamnya pendidikan formal karena
mereka menganggap hal tersebut adalah sesuatu yang tabu sehingga yang boleh
mereka pelajari hanyalah pola pembelajaran yang sudah mereka dapatkan dari
nenek moyang mereka (animisme). Adat istiadat Baduy tidak memperbolehkan
masyarakatnya untuk melaksanakan pendidikan formal ”karena ada kekhawatiran
dari lembaga adat jika masyarakat Baduy melaksanakan pendidikan”. Akan
tetapi walaupun mereka tidak melaksanakan pendidikan formal mereka tetap
dapat bertahan hidup sampai saat ini.
Namun, ada juga beberapa masyarakat Baduy yang ingin mendapatkan
pendidikan formal, dan pemerintah sudah menyediakan sekolah yang letaknya di
perbatasan antara desa Ciboleger dan Baduy Luar yaitu SDN 2 Bojongmenteng.
Akan tetapi hal tersebut mustahil dapat berhasil karena masyarakat Baduy yang
sudah bersekolah tersebut langsung di keluarkan dari lingkaran adat masyarakat
Baduy. Untuk itu akan menarik apabila dilakukan penelitian tentang peran
kepemimpinan Kepala Desa (Jaro Pamarentah) terhadap pendidikan masyarakat
Baduy Luar.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Tempat Penelitian
Gambar 3.1
Peta Wilayah Desa Kanekes (Tanah Adat Baduy)1

1
Hasil dokumentasi dari H. Sapin, Sekretaris Desa Kanekes, pada hari Senin 19 Oktober 2015
pukul 14.45.

29
30

Gambar 3.2
Peta Wilayah Desa Kanekes (Tanah Adat Baduy)1

Penelitian dilakukan di Kampung Kaduketug, Desa Kanekes, Kecamatan


Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.

1
Hasil dokumentasi dari H. Sapin, Sekretaris Desa Kanekes, pada hari Senin 19 Oktober 2015
pukul 14.45.
31

Kampung Kaduketug berada di kawasan Baduy luar berbatasan dengan


kampung Ciboleger Desa Bojongmenteng Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten
Lebak Provinsi Banten. Kampung Ciboleger bukan termasuk wilayah adat Baduy
atau bukan wilayah Baduy. Wilayah Baduy memiliki batas teritorial tersendiri
yaitu Hak Ulayat Baduy yang berada di Desa Kanekes.
Kampung Kaduketug berada di RW 001 kampung Kaduketug III yang terdiri
terdiri dari enam RT yaitu, Kaduketug I (RT 001), Cipondok (RT 002),
Kaduketug II (Rt 003), Kadukaso (RT 004), Cihulu (RT 005), Kaduketug III (RT
006). Peneliti hanya fokus pada tiga kampung yaitu kampung Kaduketug I,
kampung Kaduketug II dan kampung Kaduketug III. Peneliti memilih kampung
Kaduketug sebagai obyek penelitian karena masyarakat Baduy Luar yang
melaksanakan pendidikan formal di SD 2 Bojongmenteng berada di kampung
Kaduketug.

2. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian akan dideskripsikan pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1.
Pelaksanaan Waktu Penelitian

Tahun 2015
No Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Perizinan Ke Jaro Pamarentah
1
Desa Kanekes
2 Observasi Awal
3 Observasi Lanjutan
Perizinan ke Dinas Pendidikan
4 dan Kebudayaan Kabupaten
Lebak
Perizinan ke Dinas Pemuda,
5 Olaharaga dan Pariwisata
Kabupaten Lebak
Perizinan ke SDN 2
6
Bojongmenteng
7 Pelaksanaan Penelitian
32

B. Metode Penelitian
Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan
data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.2 Data yang ditemukan tentunya dapat
menggali fakta yang diinginkan oleh peneliti. Metode penelitian yang digunakan
adalah metode penelitian kualitatif. Menurut Samiaji Sarosa, “Penelitian kualitatif
berusaha menggali dan memahami pemaknaan akan kebenaran yang berbeda-beda
oleh orang yang berbeda”.3 Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif,
diharapkan mendapatkan data dan informasi yang akurat sehingga tujuan
penelitian dapat tercapai, yang mana dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peran Kepala Desa Baduy Luar dalam menerapkan pendidikan pada
masyarakat Baduy Luar.
Menurut Sugiyono Data adalah informasi/keterangan, baik kualitatif mauun
kuantitatif yang menunjukan fakta. Data primer adalah data yang dikumpulkan
melalui pihak pertama (biasanya dapat melalui angket, wawancara, jajak pendapat
dan lain-lain).4 Sumber data primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara
dan observasi. Data sekunder adalah data yang dikumpulkan melalui pihak kedua
(biasanya diperoleh melalui badan/instansi yang bergerak pada proses
pengumpulan data, baik oleh instansi pemerintah maupun swasta, misalnya:
Badan Pusat Statistik, Survey Riset Indonesia, dan lain-lain).5 Sedangkan sumber
data sekunder dalam penelitian ini adalah buku-buku penunjang yang sesuai
dengan penelitian yang dilakukan.

C. Subjek dan Objek Penelitian


1. Subjek Penelitian
Dalam menentukan subjek penelitian sangat diperlukan untuk
mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan. Menurut Muhammad Idrus,
“Subjek dalam konsep penelitian merujuk pada responden, informan yang
2
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2011),
Cet. 14, h. 2.
3
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar, (Jakarta: PT Indeks, 2012), h. 8.
4
Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat, Metodologi Penelitian, (Bandung: CV Mandar Maju,
2011), cet. 2, h. 72-73.
5
Ibid., h. 73.
33

hendak diminati informasi atau digali datanya”.6 Subjek utama dalam


penelitian ini adalah Kepala Desa Baduy Luar Jaro Saijah. Subjek
pendukungnya adalah masyarakat Baduy Luar.

2. Objek Penelitian
Dalam suatu penelitian tidak pernah terlepas dari obyek penelitian, karena
dengan adanya objek penelitian, peneliti dapat mendapatkan fokus dalam hal
mencapai tujuan penelitian. Menurut Muhammad Idrus, “Objek penelitian
merujuk pada masalah atau tema yang sedang diteliti”.7 Dalam hal ini yang
menjadi obyek penelitian adalah peran Kepala Desa Baduy Luar dalam
menerapkan pendidikan pada masyarakat Baduy Luar.

D. Teknik Pengumpulan Data


Dalam suatu penelitian, setelah menentukan metode penelitian maka
diperlukan pula teknik pengumpulan data yang digunakan. Teknik pengumpulan
data dapat juga dikatakan sebagai strategi peneliti dalam mengumpulkan berbagai
data dan informasi yang diperlukan dalam penelitian. Adapun teknik
pengumpulan data yang dipergunakan antara lain:

1. Metode Dokumen
Menurut Sugiyono, “Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah
berlalu”.8 Teknik ini diperlukan untuk memperkuat data yang diperoleh
dengan upaya menelaah data yang berkaitan dengan Peran Kepemimpinan
Kepala Desa (Jaro Pamarentah) Terhadap Pendidikan Masyarakat Baduy
Luar.
Metode dokumen dalam penelitian ini antara lain, yaitu tata tertib
pengunjung Desa Kanekes, struktur organisasi Desa Kanekes, peta wilayah
Desa Kanekes, perbedaan masyarakat Baduy Luar dan Baduy Dalam, struktur

6
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial, (Jakarta : Erlangga, 2009), h. 91.
7
Ibid., h. 91.
8
Sugiyono,op. cit., h. 240.
34

organisasi SDN 2 Bojongmenteng, daftar peserta didik SDN 2


Bojongmenteng, profil SDN 2 Bojongmenteng, data personalia SDN 2
Bojongmenteng, data peserta didik SDN 2 Bojongmenteng.

2. Metode Wawancara
Menurut Lexy J. Moleong wawancara adalah percakapan dengan maksud
tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara dan
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee)
yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.9 Wawancara digunakan
sebagai teknik pengumpulan data untuk menemukan permasalahan yang
diteliti dan mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam.10 Dalam
penelitian ini digunakan wawancara semi terstruktur. Menurut Samiaji Sarosa,
“wawancara semi terstruktur merupakan panduan wawancara yang telah
disiapkan yang harus diikuti dengan pertanyaan tambahan untuk menggali
lebih jauh jawaban partisipan”.11 Dengan kata lain dalam melakukan
pengumpulan data dengan metode wawancara, peneliti memiliki kerangka
pertanyaan dan pertanyaan tersebut dapat dikembangkan agar dapat menggali
banyak data dan fokus pengumpulan informasi.
Wawancara yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah dengan
melakukan wawancara dengan Kepala Desa Kanekes (Jaro Pamarentah),
sekretaris Desa Kanekes (Carik), masyarakat Baduy Luar, Kabid Dinas
Pariwisata Kabupaten Lebak, Kasi PAUDNI Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Lebak, Kasi Pendidika Masyarakat Dinas Pendidikan
dan Kebudayaan Kabupaten Lebak dan para pakar ahli tentang peran
kepemimpinan kepala Desa terhadap pendidikan masyarakat Baduy Luar.

9
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2011), Cetakan 29, h. 186.
10
Sugiyono, op. cit., h. 137.
11
Sarosa, op. cit., h. 47.
35

3. Metode Observasi/Pengamatan
Teknik ini digunakan bila, penelitian berkenaan dengan perilaku manusia,
proses kerja, gejala-gejala alam dan bila responden yang diamati tidak terlalu
besar. Menurut Muhammad Idrus Observasi atau pengamatan dapat diartikan
sebagai kegiatan atau aktivitas pencatatan fenomena yang dilakukan secara
sistematis.12 Dapat dipahami bahwa ketika peneliti menggunaan metode
observasi atau pengamatan diharapkan dapat menemukan informasi atau data
dari obyek yang diteliti. Dengan observasi peneliti berharap mendapatkan data
atas informasi yang akurat tentang peran Kepala Desa (Jaro Pamarentah)
terhadap pendidikan masyarakat Baduy Luar.

E. Teknik Pengambilan Sampel dan Populasi


1. Teknik Pengambilan Sampel
Peneliti menggunakan teknik nonprobability sampling. Nonprobability
sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang
sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel.13
Dalam teknik nonprobability sampling terdiri dari sampling sistematis,
sampling kuota, sampling insidental, sampling purposive, sampling jenuh dan
snowball sampling. Peneliti akan menggunakan sampling insidental dan
sampling purposive.
Dalam penelitian digunakan teknik sampling insidental yaitu teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila
dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok dengan sumber data.
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu.14 Sampling insidental yang dimaksud bukan berarti siapa saja tanpa
ada kriteria yang dapat menunjang informasi penelitian, akan tetapi pemilihan

12
Idrus, op. cit., h. 101.
13
Ibid., h. 84.
14
Ibid., h. 85.
36

sampel secara insidental tetap ada kriteria khusus agar informasi yang
didapatkan dapat akurat.
Sampling Insidental adalah mereka para informan yaitu masyarakat
kampung Kaduketug baik kampung Kaduketug I, kampung Kaduketug II dan
kampung Kaduketug III yang secara kebetulan baik waktu dan tempat dapat
diwawancarai oleh peneliti.
Sedangkan sampling purposive adalah mereka para informan yang dipilih
dengan pertimbangan tertentu guna melengkapi data-data penelitian yaitu Jaro
Saijah selaku Kepala Desa Kanekes; H. Sapin selaku Carik/Sekretaris Desa
Kanekes; Kang Sarpin Staf Desa Kanekes sekaligus tokoh peduli pendidikan
di Baduy; Ayah Mursyid selaku tokoh Adat Baduy Dalam kampung Cibeo;
Orangtua siswa asal Baduy yang anaknya bersekolah di SDN 2
Bojongmenteng; stakeholder SDN 2 Bojongmenteng mulai dari Kepala
sekolah hingga dewan guru; stakeholder Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten; Stakeholder Dinas Pemuda, Olahraga dan
Pariwisata Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Sampling purposive ini
dilakukan agar informasi yang didapat lebih akurat dan sebagai acuan utama
dalam penelitian dalam menjelaskan peran kepemimpinan Kepala Desa
Kanekes (Jaro Pamarentah) terhadap pendidikan masyarakat Baduy Luar.

2. Populasi
Menurut Sugiyono populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas:
obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya.15
Peneliti melakukan penelitian di Desa Kanekes dengan luas wilayah
5.136,58 hektar dengan 64 kampung, tiga diantaranya terdapat di Baduy
Dalam dan 61 kampung terdapat di Baduy Luar.
Peneliti melakukan fokus penelitian pada Kampung Kaduketug yang
berada di kawasan Baduy Luar. Kampung Kaduketug berada di RW 001
kampung Kaduketug III yang terdiri terdiri dari enam RT yaitu, Kaduketug I

15
Sugiyono,op. cit., h. 80.
37

(RT 001), Cipondok (RT 002), Kaduketug II (Rt 003), Kadukaso (RT 004),
Cihulu (RT 005), Kaduketug III (RT 006). Peneliti hanya fokus pada tiga
kampung yaitu kampung Kaduketug I, kampung Kaduketug II dan kampung
Kaduketug III.
Untuk masyarakat Kaduketug I yang laki-laki berjumlah 81 jiwa,
perempuan 77 jiwa dengan total keseluruhan antara laki-laki dan perempuan
yaitu 158 jiwa dengan 47 kepala keluarga. Masyarakat Kaduketug II yang
laki-laki berjumlah 123 jiwa, perempuan 103 jiwa dengan total keseluruhan
antara laki-laki dan perempuan yaitu 226 jiwa dengan 66 kepala keluarga.
Masyarakat Kaduketug III yang laki-laki berjumlah 125 jiwa, perempuan 119
jiwa dengan total keseluruhan antara laki-laki dan perempuan yaitu 224 jiwa
dengan 86 kepala keluarga.
Total keseluruhan masyarakat Kampung Kaduketug I, Kaduketug II dan
Kadu Ketug III berjumlah 329 jiwa laki-laki, 299 jiwa perempuan, 199 kepala
keluarga.
Jumlah anak usia sekolah yaitu berkisar antara umur 6-10 tahun dan usia
11-15 tahun:
Untuk usia 6-10 tahun masyarakat kampung Kaduketug I, laki-laki
berjumlah 11 jiwa, perempuan 6 jiwa dengan total antara laki-laki dan
perempuan 17 jiwa. Masyarakat kampung Kaduketug II, laki-laki berjumlah
16 jiwa, perempuan 14 jiwa dengan total antara laki-laki dan perempuan 30
jiwa. Masyarakat kampung Kaduketug III, laki-laki berjumlah 15 jiwa,
perempuan 14 jiwa dengan total antara laki-laki dan perempuan 29 jiwa.
Total jumlah anak usia sekolah antara umur 6-10 tahun tahun masyarakat
kampung Kaduketug I, Kaduketug II dan Kadu Ketug III berjumlah 42 jiwa
laki-laki, 34 perempuan.
Usia 11-15 tahun masyarakat kampung Kaduketug I, laki-laki berjumlah
10 jiwa, perempuan 7 jiwa dengan total antara laki-laki dan perempuan 17
jiwa. Masyarakat kampung Kaduketug II, laki-laki berjumlah 10 jiwa,
perempuan 4 jiwa dengan total antara laki-laki dan perempuan 14 jiwa.
38

Masyarakat kampung Kaduketug III, laki-laki berjumlah 9 jiwa, perempuan 3


jiwa dengan total antara laki-laki dan perempuan 12 jiwa.
Selanjutnya total jumlah anak usia sekolah antara umur 11-15 tahun
tahun masyarakat kampung Kaduketug I, Kaduketug II, Kadu Ketug III dan
Kaduketug Kaler berjumlah 29 jiwa laki-laki, 14 jiwa perempuan.
Pada penelitian ini jumlah populasi yang terdapat dalam fokus penelitian
berjumlah 76 jiwa yaitu untuk anak usia sekolah umur 6-10 tahun, lalu 43 jiwa
anak usia sekolah umur 11-15 tahun.
Terdapat 13 RW untuk seluruh kampung yang terdapat di Desa Kanekes
dengan perincian sebagai berikut ini:
1) Rw 001 (Bapak Sajum) Kampung Kadukeug III terdiri dari enam Rt
yaitu, Kaduketug I Rt 001 Bapak Sarman, Cipondok Rt 002 Bapak
Sarikam, Kaduketug II Rt 003 Bapak Juned, Kadukaso Rt 004 Bapak
Jari, Cihulu Rt 005 Bapak Sarwan, Kaduketug III Rt 006 Bapak Arka.
2) Rw 002 (Bapak Ailin) Kampung Marengo terdiri dari lima Rt yaitu,
Marengo Rt 001 Bapak Pulung A, Gajeboh Rt 002 Bapak Ijom,
Balimbing Rt 003 Bapak Diman, Cigula Rt 004 Bapak Sarja, Cikuya
Rt 005 Bapak Pulung B.
3) Rw 003 (Bapak Su’eb) Kampung Kadujangkung terdiri dari empat Rt
yaitu, Kadujangkung Rt 001 Bapak Sangsang, Karahkal Rt 002 Bapak
Kaisan, Kadu Geude Rt 003 Bapak Omo, Cicampaka Rt 004 Bapak
Mulyono.
4) Rw 004 (Bapak Rajak) Kaduketer II terdiri dari enam Rt yaitu,
Kaduketer I Rt 001 Bapak Asdi, Kaduketer II Rt 002 Bapak Caisin,
Cicatang I Rt 003 Ayah Jamah, Cicatang II Rt 004Ayah Sainah
Cikopeng Rt 005 Bapak Juned, Ciibongkok Rt 006 Bapak Nasim.
5) Rw 005 (Bapak Emod) Kampung Kadukohak terdiri dari enam Rt
yaitu, Sorokokod Rt 001 Samid, Ciwaringin Rt 002 Bapak Sangsang,
Cibitung Rt 003 Bapak Nalim, Batara Rt 004 Bapak Jarip,
Panyerangan Rt 005 Bapak Arta, Kadukohak Rt 006 Bapak Akin.
39

6) Rw 006 (Bapak Naikin) Kampung Cisaban terdiri dari lima Rt yaitu,


Cisaban I Rt 001 Bapak Asdi, Cisaban II Rt 002 Bapak Sarmain,
Leuwihandam Rt 003 Bapak Asmin, Ciranca Kondang Rt 004 Bapak
Saiman, Kanengai Rt 005 Bapak Asra.
7) Rw 007 (Bapak Behong) Kampung Leuwibuleud terdiri dari lima Rt
yaitu, Cipaler Lebak Rt 001 Bapak Saidi, Cipaler Pasir Rt 002 Bapak
Sardin, Cicakal Leuwibuleud Rt 003 Bapak Caikin, Cicakal Muhara Rt
004 Bapak Salia, Cepak Bungur Rt 005 Bapak Samani.
8) Rw 008 (Bapak Jasir) Kampung Cipiit Pasir terdiri dari lima Rt yaitu,
Cicakal Girang I Rt 001 Bapak Empang, Cicakal Girang II Rt 002
Bapak Hadna, Cicakal Girang III Rt 003 Bapak Oman Sayuti, Cipiit
Lebak Rt 004 Bapak Takin, Cipiit Pasir Rt 005 Bapak Talsin.
9) Rw 009 ( Bapak Taki) Kampung Cikadu Babakan terdiri dari lima Rt
yaitu, Ciikadu Lebak Rt 001 Bapak Sarda, Ciikadu Pasir Rt 002 Bapak
Pulung, Cikadu Babakan Rt 003 Bapak Salim, Cijangkar Rt 004 Bapak
Aja, Ci Jengkol Rt 005 Bapak Naisin.
10) Rw 010 (Bapak Arsilin) Kampung Cijanar Terdiri dari empat Rt yaitu,
Cisagu Pasir Rt 001 Bapak Salim, Cisagu Lebak Rt 002 Bapak Agus,
Babakan Eurih Rt 003 Bapak Rohim, Cijanar Rt 004 Bapak Ardi
11) Rw 011 (Bapak Alim) Kampung Cibeo terdiri dari tiga Rt yaitu, Cibeo
Rt 001 Bapak Talci, Cikeusik Rt 002 Bapak Ayah Asid, Cikertawarna
Rt 003 Ayah Dalkin.
12) Rw 012 (Bapak Salim) Kampung Ciranji Pasir terdiri dari enam Rt
yaitu, Ciranji Lebak Rt 001 Bapak Sarim, Ciranji Pasir Rt 002 Bapak
Sarpin, Cikulingseng Rt 003 Bapak Asmani, Cibagelut Rt 004 Ayah
Ari , Cepak Huni Rt 005 Bapak Saidi, Ciemes Rt 006 Bapak Atim
13) Rw 013 (Bapak Kemik) Kampung Cisadane terdiri dari empat Rt yaitu,
Cisadane Rt 001 Bapak Alcin, Batu Beulah Rt 002 Bapak Arji, Cibogo
Rt 003 Bapak Naitim, Pamoean Rt 004 Bapak Katimin.
40

F. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan sumber utama dalam
mengumpulkan data dan menginterpretasikan data dengan dibimbing oleh
pedoman wawancara dan pedoman observasi. Dengan mengadakan observasi,
wawancara mendalam dapat memahami atau mengetahui peran Kepala Suk dan
terhadap pendidikan.
Agar penelitian lebih terarah, peneliti terlebih dahulu menyusun kisi-kisi
instrument penelitian yang selanjutnya kisi-kisi tersebut dikembangkan menjadi
acuan membuat pedoman wawancara dan pedoman observasi. Adapun kisi-kisi
pedoman wawancara terstruktur dan pedoman observasi partisipatif adalah
sebagai berikut.

Tabel 3.2
Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Masyarakat Baduy

Pokok
No Sub Pokok Pertanyaan Butir Pertanyaan
Pertanyaan
1. Pendidikan yang
diterapkan di Baduy Luar
Pola pendidikan
1 2. Proses pendidikan yang 1,2
masyarakat Baduy
dilaksanakan di Baduy
Luar
1. Peran Kepala Desa untuk
Peran pendidikan masyarakat
kepemimpinan Baduy Luar
Kepala Desa (Jaro 2. Hal yang sudah dilakukan
Pamerntah) untuk pendidikan
2 3,45,6,7
terhadap masyarakat Baduy Luar
pendidikan 3. Tugas dan fungsi Kepala
masyarakat Baduy Desa Kanekes
Luar 4. Sistem pemerintahan
Desa Kanekes
41

5. Proses Pemilihan Kepala


Desa Kanekes
Pandangan
masyarakat Baduy 1. Motivasi untuk mengikuti
3 8,9,10,11
Luar terhadap pendidikan formal
pendidikan formal
Pandangan
masyarakat Baduy 1. Motivasi untuk
4 Luar yang sudah melaksanakan pendidikan 12,13,14,15,16
melaksanakan formal
pendidikan formal
Pandangan 1. Pendidikan Formal
5 masyarakat Baduy 2. Program yang 17,18,19,20,21,22,23
Peduli Pendidikan dicangangkan

Tabel 3.3
Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Stakeholder SDN 2 Bojongmenteng

No Pokok Pertanyaan Sub Pokok Pernyataan Butir Pertanyaan


1. Perilaku anak kanekes
ketika di sekolah
1 Proses kegiatan 1,2,3,4,5
belajar mengajar 2. Proses pembelajaran yang
diberikan kepada anak

Tabel 3.4
Kisi-Kisi Pedoman Wawancara Stakeholder Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Lebak

No Pokok Pertanyaan Sub Pokok Pernyataan Butir Pertanyaan


1. Usaha pemerintah untuk
1 Program pendidikan formal 1,2
Pemerintah
masyarakat Kanekes
42

1. Faktor pendukung
Faktor pendukung
pendidikan formal di Desa
dan penghambat
Kanekes
2 pelaksanaan 3,4
2. Faktor penghambat
pendidikan formal
pendidikan formal di Desa
di Desa Kanekes
Kanekes

Tabel 3.5
Kisi-Kisi Pedoman Observasi

No Pokok Pertanyaan Sub Pokok Pernyataan Butir Pertanyaan


Pola pendidikan 1. Pendidikan Baduy Luar
1 1,2,3
Masyarakat Baduy 2. Pendidikan formal
Peran Kepala Desa 1. Peran Kepala Desa untuk
(Jaro Saijah) pendidikan masyarakat
terhadap Baduy Luar
2 6,7,8
pendidikan 2. Hal yang sudah dilakukan
masyarakat Baduy untuk pendidikan
Luar masyarakat Baduy Luar
Faktor pendukung 1. Peran internal terhadap
dan penghambat pendidikan Luar
3 pelaksanaan 2. Peran eksternal terhadap 9,10,11
pendidikan di pendidikan Baduy Luar
Baduy Luar 3. Kendala yang terjadi

G. Analisis Data
Menurut Lexy J. Moleong, “Analisis data adalah proses mengorganisasikan
dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga
dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
disarankan oleh data”.16 Dalam hal ini dapat dipahami bahwa analisis data

16
Moleong, op. cit., h. 280.
43

diperlukan untuk mengorganisasikan data yang telah terkumpul, data tersebut


tentunya banyak dan belum terorganisir dengan baik sehingga data itu perlu
dianalisis demi tercapainya tujuan penelitian.
Analisis data kualitatif bersifat induktif, artinya dari data yang diperoleh
selanjutnya dianalisis dan dikembangkan menjadi hipotesis kemudian barulah
menjadi teori.17 Dalam hal ini, penelitian menggunakan analisis data deskriptif
kualitatif yaitu cara analisis dengan menggunakan kata-kata untuk menjelaskan
data atau informasi yang diperoleh. Dengan analisis data deskriptif kualitatif ini
diharapkan dapat diperoleh hasil penelitian yang memuaskan dan mencerminkan
keadaan yang sebenarnya. Adapun tahapan analisis data dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya.18 Dengan demikian data
yang telah direduksi akan memberi gambaran data dan informasi yang jelas.
Karena dalam penelitian kualitatif, banyak diperoleh data mulai dari catatan
pengamatan, dokumentasi dan catatan wawancara sehinggga diperlukan
reduksi data agar mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
dan juga dapat memfokuskan data sesuai dengan tujuan penelitian.

2. Triangulasi
Triangulasi adalah teknik pemerikasaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain dan di luar data itu untuk pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data.19 Dalam hal ini dapat dipahami bahwa
dalam melakukan triangulasi, maka dilakukan pengecekan kembali data yang
diperoleh dan dibandingkan dengan data yang lainnya, seperti
membandingkan hasil wawancara dengan pengamatan, kuesioner dan lain

17
Sugiyono,op. cit., h. 245.
18
Ibid., h. 247.
19
Moleong, op. cit., h. 330.
44

sebagainya. Dalam penelitian ini dilakukan triangulasi sumber, triangulasi dan


triangulasi teknik.
Menurut Sugiyono triangulasi sumber berarti, untuk mendapatkan data
dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama.20 Triangulasi
sumber dilakukan dengan mengumpulkan seluruh data yang diperoleh
dilapangan lalu diberikan suatu kesimpulan yang merujuk pada suatu
penjelasan mengenai peran kepemimpinan Kepala Desa Kanekes (Jaro
Pamarentah) terhadap pendidikan masyarakat Baduy Luar.
Menurut Sugiyono triangulasi teknik berarti penelitian menggunakan
teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari
sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif,wawancara
mendalam dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak.21
Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengkompare seluruh data temuan
mulai dari observasi, wawancara dan dokumentasi sehingga didapat suatu
hasil kesimpulan yang merujuk pada penjelasan mengenai peran
kepemimpinan Kepala Desa Kanekes (Jaro Pamarentah) terhadap pendidikan
masyarakat Baduy Luar.

3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dapat diartikan sebagai hasil suatu proses yang didasarkan
atas semua data yang diperoleh dalam kegiatan penelitian yang merupakan
jawaban dari problematika yang dikemukakan.22 Dengan demikian dapat
dipahami dengan adanya kesimpulan dapat menjawab berbagai pertanyaan
peneliti.

20
Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods), (Bandung: Alfabeta, 2012), cet. 3,
h. 327.
21
Ibid., h. 327.
22
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010), cet. 14, h. 385.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab IV ini akan membahas tentang Peran Kepala Desa (Jaro Pamarentah)
Kanekes terhadap pendidikan masyarakat Baduy Luar (kampung Kaduketug).
Selain membahas tentang Peran Kepala Desa (Jaro Pamarentah) Kanekes terhadap
pendidikan masyarakat Baduy Luar fokusnya di kampung Kaduketug, akan
dibahas juga mengenai mengapa masyarakat Baduy tidak diizinkan memperoleh
pendidikan formal. Selain itu, juga akan membahas mengenai faktor pendukung
dan penghambat terhadap pelaksanaan pendidikan formal di Baduy. Ketiga hal
inilah yang akan menjadi fokus pembahasan dalam Bab IV ini.

A. Deskripsi Objek Penelitian


1. Desa Kanekes (Baduy)
a. Asal Muasal Baduy
Asal muasal Masyarakat Baduy yang terdapat di desa Kanekes
Kecamatan Leuwidamar Kabupaten Lebak adalah keturunan para Wiku
(Baduy Dalam) dan Keturunan Kaum Sangga (Baduy Luar) yang bertugas
memelihara dan melakukan Tapa di Mandala sebelum Kerajaan Padjajaran
beridiri.1 Hal ini menjelaskan bahwa masyarakat Baduy sudah lama ada
dan sudah menetap di Desa Kanekes Kecamatan Leuwidamar Kabupaten
Lebak, mereka tetap menjaga tradisi kebudayaan yakni hidup dalam
kesederhanaan walaupun arus modernisasi sudah banyak yang
menghampiri mereka.
Catatan lain dari laporan R.A.A.A Djajadiningrat, Bupati Serang tahun
1908 No. 1786, yang dikutip Yudistira Garna dalam bukunya Orang
Baduy antara lain sebagai berikut:

1
Dinas Informasi, Komunikasi, Seni Budaya dan Pariwisata Kabupaten Lebak, Membuka
Tabir Kehidupan: Tradisi Masyarakat Baduy dan Cisungsang Serta Peninggalan Sejarah Situs
Lebak Sibedug, (Banten: Dinas Informasi, Komunikasi, Seni Budaya dan Pariwisata Kabupaten
Lebak, 2004), h. 9.

45
46

“Menurut adat kepercayaan, orang-orang Baduy merupakan kelompok yang


mewakili suatu jaman peradaban Pasundan yang telah silam. Meskipun kita
telah jauh dari pengetahuan yang pasti tentang satu dan lainnya mengenai
pandangan mereka namun melihat keterasingannya yang ketat yang mereka
lakukan, sejauh ini dapat disimpulkan bahwa mereka itu bukan penganut
ajaran Ciwa atau wisnu dan bukan pua penganut suatu sekte Hindu ataupun
Budha.”1

Selain itu, terdapat pula pendapat mengenai asal muasal Baduy


disebutkan dari catatan R. Suriadiredja tersebut bahwa:
1) BADUY (Kata Baduy) diberikan untuk sebutan sebuah nama
sungai yang melintasi di perkampungan tersebut yang diberikan
nama CIBADUY.
2) Sebutan Baduy, mungkin berasal dari kata BUDHA yang berubah
ejaannya menjadi Baduy.
3) Sebutan Baduy, dikaitkan karena adanya sebuah POHON yang
sangat langka yang hidup di dareah Gunung Kendeng dan diberi
nama POHON BADUYUT.
4) Istilah Baduy, juga diberikan oleh orang Islam ketika agama Islam
telah memasuki Banten pada abad XV yang dibawa Sunan Gunung
Jati melalui Pantai Utara Cirebon menuju Ujung Barat Jawa yang
mengepung Kerajaan Pajajaran pada waktu itu lokasinya berada di
Kawasan Bogor dengan Senapatinya Prabu Sedah anak Prabu
Siliwangi yang Tidak mau memeluk Agama Islam.2

Banyak sekali pendapat yang mengatakan asal muasal Masyarakat


Baduy, namun belum ada kepastian yang menunjukan mana yang tepat
menganai asal muasal Masyarakat Baduy. Karena jika ditanyakan
langsung dengan Puun di Baduy Dalam mereka akan merasa tersinggung.
Jadi hingga saat ini masih belum pasti mengenai asal muasal masyarakat
Kanekes.

1
Ibid., h. 9-10.
2
Ibid., h. 12.
47

b. Wilayah Baduy
Wilayah Baduy Luar berada di sekitar wilayah Gunung Kendeng Desa
Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten.
Untuk menuju ke wilayah Baduy dari Kota Rangkasbitung diperlukan
waktu sekitar dua jam menggunakan mobil PS sebutan masyarakat Lebak
atau yang akrab disapa dengan mobil elf. Dari stasiun Rangkasbitung
ditempuh waktu lima sampai sepuluh menit menuju terminal Aweh.
Setelah itu disambung dengan menggunakan mobil PS dengan tujuan akhir
Desa Ciboleger.
Secara administratif wilayah Baduy Luar dibatasi oleh sebelas desa
dan enam kecamatan, sebelah utara dibatasi dengan: (1) Desa
Bojongmenteng, Kecamatan Leuwi Damar; (2) Desa Cisimeut Raya,
Kecamatan Leuwi Damar; (3) Desa Nayagati, Kecamatan Leuwi Damar.
Sebelah Barat dibatasi oleh: (1) Desa Parakan Besi, Kecamatan Leuwi
Damar; (2) Desa Kebon Cau, Kecamatan Bojong Manik; (3) Desa
Karangnunggal, Kecamatan Cirinten. Sebelah Selatan dibatasi oleh: (1)
Desa Cikate, Kecamatan Cijaku; (2) Desa Mangunjaya, Kecamatan
Cijaku. Sebelah Timur dibatasi oleh: (1) Desa Karangcombong,
Kecamatan Muncang; (2) Desa Hariang Kecamatan Sobang; (3) Desa
Cicalebang, Kecamatan Sobang.3

c. Letak Geografis
Wilayah Baduy berada di kawasan Gunung Kendeng pada ketinggian
berkisar antara 800-1200 meter di atas permukaan laut. Cuaca/iklim di
wilayah Baduy masih termasuk iklim tropis berkisar antara 16° C - 30° C
(16° C -20° C pada malam hari dan 20° C - 30° C pada siang hari). Curah
hujan maksimum terjadi pada bulan Desember sampai Februari sedangkan
curah hujan ringan terjadi pada bulan Juli sampai September. Pengakuan
secara resmi bahwa wilayah Kanekes adalah Tanah Ulayat masyarakat

3
Hasil wawancara dengan H. Sapin, Sekretaris Desa, pada hari Senin, 19 Oktober 2015 pukul
13.33 WIB.
48

Baduy adalah dengan lahirnya Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor


32 Tahun 2001 tentang Perlindungan atas Hak Ulayat Masyarakat Baduy.
Hasil pengukuran dan pemetaan yang mengacu pada batas wilayah
administratif, batas khusus dan batas alam yang dilakukan Badan
Pertanahan Nasional (BPN), luas tanah Ulayat Baduy adalah 5.136,58
hektar yang terbagi menjadi dua bagian yaitu ± 3.000 hektar berupa hutan
tutupan atau hutan lindung dan ± 2.136,58 hektar merupakan tanah
garapan pemukiman.4
Kondisi alam di wilayah Baduy berbukit-bukit. Kondisi jalan
membentuk jalan setapak dengan tumpukan batu kali yang tersusun rapi
ada pula jalam yamh hanya tanah merah saja, naik turun dengan tingkat
kecuraman antara 60-80°. Jarak dari satu kampung ke kampung lainnya
lumayan jauh apabila menyisir mulai dari kampung Ciboleger maka akan
melewati kampung Kaduketug satu, Kaduketug dua, Kaduketug tiga,
Kaduketug Kaler sampai kampung Balimbing dan Gajeboh. Semua itu
dilakukan dengan berjalan kaki.

d. Demografi
Masyarakat Baduy merupakan masyarakat yang hidup dalam
kesederhanaan, ketaatan, kepatuhan, rajin, ihklas dalam mempertahankan
warisan leluhur mereka. Mereka sangat menyadari apa yang mereka
lakukan agar warisan leluhur mereka tidak tergerus dengan arus
modernisasi dengan terus memelihara warisan budaya leluhur terdahulu
kepada anak cucu mereka sehingga budaya-budaya tersebut tetap ada
sampai saat ini. Masyarakat Baduy terbagi menjadi dua golongan yakni
Baduy Dalam dan Baduy Luar.
Masyarakat Baduy Dalam merupakan representasi masyarakat Baduy
terdahulu, mulai dari aktivitas yang dilakukan sampai apa saja yang boleh
dikerjakan dan apa saja yang tidak boleh dikerjakan itu mewakili

4
Hasil wawancara dengan H. Sapin, Sekretaris Desa, pada hari Senin, 19 Oktober 2015 pukul
13.33 WIB.
49

bagaimana sosok asli masyarakat Baduy terdahulu. Sedangkan masyarakat


Baduy Luar juga sudah ada dari zaman dahulu hanya saja apa yang
dikerjakan dan dilaksanakan di Baduy Luar lebih diberi kelonggaran
dibandingkan Baduy Dalam. Selain itu Baduy Luar juga berfungsi sebagai
penjaga, penyaring, penyangga, pelindung dan menjadi mediator antara
pemerintahan Indonesia dengan masyarakat Baduy. Karena masyarakat
Baduy juga merupakan anggota dari negara Indonesia.
Pola hidup antara Baduy Dalam dan Baduy Luar pada umumnya sama
akan tetapi ada perbedaan pada beberapa aktivitas karena Baduy Dalam
sangat menjaga tradisi budaya yang sudah diwariskan leluhur mereka dan
di Baduy Luar karena arus modernisasi sudah mulai masuk ke dalam
Budaya Baduy mereka mulai ingin mencoba dan menggunakan apa yang
dilakukan oleh orang lain.
Di Baduy Dalam sangat dilarang sekali menggunakan alat elektronik,
alat makan dan minum yang terbuat dari gelas dan plastik, alat-alat rumah
tangga maupun alat-alat kerja modern. Berbeda dengan Baduy Luar yang
sudah mulai menggunakan elektronik, memiliki sepeda motor, alat-alat
rumah tangga dan alat kerja yang sudah modern sudah mereka gunakan.
Masyarakat Baduy Dalam dan Baduy Luar sama-sama bermata
pencaharian sebagai petani. Mereka keladang setiap hari untuk menanam
padi, pisang, durian dan sebagainya untuk kaum laki-laki. Sedangkan
untuk kaum perempuan mereka menenun untuk masyarakat Baduy Luar
dan Berladang untuk kaum wanita di Baduy Dalam. Mereka memiliki
tanah garapan sendiri-sendiri. Uniknya mereka boleh berladang dimana
saja apabila ada tanah garapan yang kosong sehingga tidak ada pengakuan
lahan garapan.
Jumlah masyarakat Kanekes secara keseluruhan untuk yang laki-laki
berjumlah 5.870 jiwa, perempuan berjumlah 5.750 jiwa dengan total
50

keseluruhan antara laki-laki dan permpuan yaitu 11.620 jiwa dengan 3.395
kepala keluarga.5
Berikut ini adalah temuan yang di dapatkan oleh peneliti untuk
memudahkan dalam membedakan masyarakat Baduy Dalam dan
masyarakat Baduy Luar:

Tabel 4.1
Perbedaan Masyarakat Baduy Dalam dan Masyarakat Baduy Luar

No Keterangan Baduy Dalam Baduy Luar


Tidak menggunakan Sudah menggunakan
odol, sabun, sampo, odol, sabun, sampo,
1 Hukum Adat detergen, tidak detergen, memiliki
memiliki alat handphone dan lain-
elektronik lain
Menikah dengan
Menikah dengan
mencari jodohnya
2 Adat Perkawinan dijodohkan dengan
sendiri tanpa ada
Puun
paksaan dari tetua adat
Menggunakan ikat
kepala putih dan tidak Ikat kepala dengan
menggunakan baju corak biru hitam, sudah
3 Pakaian
yang dijahit dengan menggunakan T-shirt,
mesin melainkan celana dan sebagainya
dengan jahit tangan
Sudah menggunakan
Masih menggunakan
4 Peralatan masak kompor dan minyak
tungku, kayu bakar
tanah
Masih menggunakan Sudah menggunakan
5 Peralatan Kerja
alat tradisional seperti alat-alat modern

5
Hasil wawancara dengan H. Sapin, Sekretaris Desa, pada hari Senin, 19 Oktober 2015 pukul
13.33 WIB.
51

bedog, golok
Tidak menggunakan
paku, tiang-tiang Sudah menggunakan
Proses pembuatan penyangga yang paku, alat-alat modern,
6
rumah menyesuaikan kontur tiang-tiang penyangga
tanah, maksimal sudah sama rata.
pengerjaan dua hari
Berpergian sudah
menggunakan
Berpergian dengan kendaraan umum,
7 Mobilitas berjalan kaki dan tanpa bahkan sudah memiliki
alas kaki kendaraan pribadi,
sudah menggunakan
alas kaki

e. Sistem Pemerintahan
Masyarakat Kanekes mengenal dua sistem pemerintahan, yaitu sistem
pemerintahan nasional, yang mengikuti aturan Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan sistem adat yang mengikuti adat istiadat yang dipercaya
masyarakat. Kedua sistem tersebut digabung atau diakulturasikan
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi benturan. Secara nasional
masyarakat Kanekes dipimpin oleh Kepala Desa yang disebut Jaro
Pamarentah, sedangkan secara adat tunduk pada pimpinan adat Kanekes
yang tertinggi yaitu, Puun.
Pemimpin tertinggi dalam masyarakat Kanekes adalah Puun yang ada
di tiga kampung tangtu, yaitu kampung Cibeo, kampung Cikertawarna dan
kampung Cikesik. Jabatan tersebut berlangsung turun menurun dari
keluarga yang sudah pernah menjadi Puun, Jangka waktu jabatan Puun
tidak ditentukan, hanya berdasarkan pada kemampuan seseorang
memegang jabatan tersebut.
52

Kepala Desa ditugaskan untuk berkordinasi dengan pemerintah dan


melaksanakan tugas-tugas fungsi sebagai kepala desa selain itu 60%
melaksanakan tugas adat seperti kelembagaan adat, kemasyarakatan,
menyampaikan hukum adat dan aturan adat Desa Kanekes dan 40%
melaksanakan tugas pemerintah dengan di bantu Sekretaris Desa.6 Kepala
Desa Kanekes dipilih secara kelembagaan adat Baduy dengan cara
pemilihan secara kebatinan, selain itu pemberhentian Kepala Desa
Kanekes juga dilakukan oleh lembaga adat yaitu Jaro Warega/Lembaga
Jaro 7 (tujuh) dengan kesepakatan lembaga adat lainnya seperti
Tangkesan/Penasehat Adat. Jaro Tangtu dan Puun.
Proses pemerintahan Desa Kanekes dari Puun, Jaro Tangtu yang di
dalamnya ada Tangtu Tilu, Tangkesan dan Tanggungan Jaro Dua Belas
mereka membuat keputusan lalu di rumuskan kembali dengan struktur di
bawahnya yaitu Jaro Warega/Lembaga Jaro Warega/Lembaga Jaro Tujuh
dengan seluruh Dangkanya dan tugas perangkat desa yang ada di bawah
kordinasi Jaro Pamarentah hanya melindungi, mengamankan, menjaga
dan menyampaikan keputusan yang telah dibuat oleh para lembaga adat.
Adapun struktur pemerintahan Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi
Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten adalah sebagai berikut:

6
Hasil wawancara dengan H. Sapin, Sekretaris Desa, pada hari Senin, 19 Oktober 2015 pukul
13.33 WIB.
53

Gambar 4.1
Struktur Organisasi Desa Kanekes dan Lembaga Adat Masyarakat
Baduy7

PUUN

GIRANG JARO
SEURAT TANGTU

TANGKESAN BARESAN
/ PENASEHAT TANGGUNG
ADAT AN JARO 12 IX

JARO WAREGA /
LEMBAGA JARO 7

D. CARUNGEUN, D. GAREHONG, D. NUNGKULAN,


D. CIBENGKUNG, D. CIHANDAM, D. PANYAWEUYAN, D.
CIHULU

BPD KEPALA DESA


SAIJAH

SEKDES
H. SAPIN, S.

KAUR PEM KAUR UMUM KAUR EKBANG

LINMAS LINMAS STAF STAF

PANGIWA

RW RW RW RW RW RW RW RW RW RW RW RW RW
013 012 011 010 009 008 001 002 003 004 005 006 007

7
Hasil dokumentasi dari Jaro Saijah, Kepala Desa Kanekes, pada hari Senin 19 Oktober 2015
pukul 09.45.
54

2. SDN 2 Bojongmenteng
a. Profil Sekolah
Adapun profil sekolah SDN 2 Bojongmenteng, Kecamatan Leuwi
Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2
Profil SDN 2 Bojongmenteng8

Profil Sekolah
No Identitas Sekolah
1 Nama Sekolah SD Negeri 2 Bojongmenteng
2 Nomor Induk Sekolah -
3 Nomor Statistik Sekolah 101020306017
4 Nomor Statistik Bangunan -
5 Provinsi Banten
6 Otonomi Daerah Lebak
7 Kecamatan Leuwidamar
8 Desa/Kelurahan Bojongmenteng
9 Jalan/Nomor Ciboleger
10 Kode Pos 42362
11 Daerah Pedesaan
12 Status Sekolah Negeri
13 Kelompok Sekolah Inti
14 Akreditasi A
15 Surat Keputusan/SK 297/PSD/1977 Tgl : 1-04-1977
16 Penerbit SK Gubernur
17 Tahun Berdiri 1977
18 Tahun Perubahan -
19 Kegiatan Belajar Mengajar Pagi

8
Hasil dokumentasi dari Pak Beben Budiman. A. Ma. Pd, Kepala Sekolah SDN 2
Bojongmenteng, pada hari Kamis 15 Oktober 2015 pukul 09.35.
55

20 Bangunan Sekolah Milik Sendiri


21 Lokasi Sekolah Ciboleger (Batas Baduy
22 Jarak Kepusat Kecamatan 18 KM
23 Jarak Kepusat Otda 38 KM
24 Terletak pada lintasan Desa
25 Jumlah Keanggotaan Rayon Sekolah
26 Organisasi Penyelenggara Pemerintah

SDN 2 Bojongmenteng berdiri sejak tahun 1977 disahkan oleh Gubernur


Banten dengan nomor surat keputusan/SK 297/PSD/1977 Tgl : 1-04-1977,
nomor statistik sekolah 101020306017. Sekolah ini berdiri di perbatasan
antara kampung Ciboleger desa Bojongmenteng dan kampung Kaduketug
Desa Kanekes. Sekolah ini menjadi alternatif untuk project pendidikan agar
masyarakat Baduy yang ingin melaksanakan pendidikan formal dapat
menempuh akses perjalanan yang tidak terlalu jauh kepusat kota.

b. Visi dan Misi SDN 2 Bojongmenteng


1) Visi Sekolah
Menciptakan anak didik berprestasi dengan berorientasi pada bidang ilmu,
moral dan sosial dalam rangka mensukseskan wajib belajar untuk
mencerdaskan bangsa.

2) Misi Sekolah
a) Mempersiapkan generasi agar berpotensi dibidang IMTAQ dan
IPTEK.
b) Meningkatkan prestasi belajar anak didik untuk menciptakan hasil
yang maksimal.
c) Pembentukan sumber daya manusia yang aktif, kreatif, dan inovatif
sesuai dengan kondisi zaman.
56

d) Menciptakan iklim yang kondusif bagi seluruh komponen sekolah


sehingga tercipatanya rasa memiliki tanggung jawab dan
keterbukaan.

c. Data Personalia dan Peserta Didik


Adapun data personalia SDN 2 Bojongmenteng, Kecamatan Leuwi
Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten adalah sebagai berikut:

Tabel 4.3
Data Personalia SDN 2 Bojongmenteng9

a. NIP
L/
No Nama b. KARPEG Golongan Jabatan
P
c. NUPTK
a. 196106101981121002
Beben Budiman, A.
1 L b. C.05 93 951 IV/a Kepsek
Ma. Pd
c. 2942 7396 4020 0032
a. 198412122007012002
2 Julaeha, S. Pd. SD P b. – III/a Guru
c. 2544 7626 6330 0043
a. 197205042007012008
Endang Trisnawati,
3 P b. – II/b Guru
S. Pd.
c. 3836 7506 5230 0092
a. –
Ely Yuliansari, S.
4 P b. – Guru
Pd. SD
c. 0048 7606 6330 0013
a. –
5 Siti Masitoh, S. Pd. I P b. – Guru
c. 0261 7666 6730 0013
a. –
6 Zaenudin, S. Pd L b. – Guru
c. 0236 7676 6820 0013
7 Mustari, S. Pd L a. – Pelatih

9
Hasil dokumentasi dari Pak Beben Budiman. A. Ma. Pd, Kepala Sekolah SDN 2
Bojongmenteng, pada hari Kamis 15 Oktober 2015 pukul 10.33.
57

b. –
c. 2744 7586 6020 0002
a. –
8 Andri, S. Pd L b. – Guru
c. 4250 7656 6720 0003
9 Subani L - Penjaga

Adapun peserta didik SDN 2 Bojongmenteng, Kecamatan Leuwi Damar,


Kabupaten Lebak, Provinsi Banten adalah sebagai berikut:

Tabel 4.4
Data Peserta Didik
Tahun Ajaran 2013/201410

Banyaknya Murid Naik Tingkat/ Berhasil UAS


Kelas
L P JML L P JML %
I 13 29 42 10 25 35 83%
II 15 9 24 15 8 23 95%
III 24 17 41 24 17 41 100%
IV 19 17 36 19 17 36 100%
V 17 16 33 17 16 33 100%
VI 24 20 44 24 20 44 100%
Jumlah 112 108 220 109 103 212 96%

Pada tahun 2014 masuk siswi dari desa Kanekes kampung Kaduketug
berjumlah dua siswi. Rekam jejak yang baik mengenai masalah prestasi
diutarakan oleh wali kelas SDN 2 Bojongmenteng untuk siswi yang berasal
dari Baduy tersebut. Pada tahun 2015 masuk kembali dua siswi asal desa
Kanekes kampung Kaduketug rekam jejak yang baik untuk prestasi yang di
dapat oleh siswi asal Baduy tersebut salah satu diantara mereka di jadikan
kandidat untuk lomba matematika setingkat kecamatan oleh pihak sekolah.

10
Hasil dokumentasi dari Pak Beben Budiman. A. Ma. Pd, Kepala Sekolah SDN 2
Bojongmenteng, pada hari Kamis 15 Oktober 2015 pukul 09.35.
58

Pada dasarnya siswi asal Baduy merupakan pribadi yang berprestasi dan
dapat bersaing dengan teman sesama mereka dibangku sekolah. Peneliti
diizinkan untuk mengajar siswa/siswi kelas satu SDN 2 Bojongmenteng, hal
yang di rasakan adalah kemampuan siswi asal Baduy lebih mudah menangkap
pelajaran ketimbang siswa/siswi dari luar Baduy.

d. Struktur Organisasi
Adapun peserta didik SDN 2 Bojongmenteng, Kecamatan Leuwi Damar,
Kabupaten Lebak, Provinsi Banten adalah sebagai berikut:

Gambar 4.2
Struktur Organisasi SDN 2 Bojongmenteng11

Kepala Sekolah
Komite Sekolah
------------------------------------------
Beben Budiman,
A. Ma. Pd

Guru Kelas I Guru Kelas II Guru KelasIII Guru Kelas IV Guru Kelas V Guru Kelas VI
Julaeha, S. Pd. Siti Masitoh, Ely Yuliansari, Zaenudin, S. Endang
Andri, S. Pd. I
SD S. Pd. I S. Pd. SD Pd Trisnawati, S.
Pd

Guru Guru Guru


Bahasa Guru Mulok Pelatih Pelatih
Agama Penjasorkes
Inggris

Siswa Penjaga

Masyarakat

11
Hasil dokumentasi dari Pak Beben Budiman. A. Ma. Pd, Kepala Sekolah SDN 2
Bojongmenteng, pada hari Kamis 15 Oktober 2015 pukul 10.33.
59

B. Deskripsi dan Analisis Data


Pada bagian deskripsi data ini menjelaskan tentang pendapat masyarakat
Baduy mengenai pola pendidikan masyarakat Baduy; peran kepemimpinan
Kepala Desa (Jaro Pamarentah) terhadap pendidikan masyarakat Baduy Luar;
peran tokoh peduli pendidikan di Baduy; pendidikan menurut masyarakat Baduy
yang dikategorikan pada: pendidikan menurut masyarakat Baduy Luar dan
pendidikan menurut orangtua siswa asal Baduy; faktor pendukung dan
penghambat pelaksanaan pendidikan formal di Baduy . Berdasarkan observasi
partisipatif dan wawancara terstruktur yang dilakukan kepada informan yaitu
masyarakat Baduy Luar kampung Kaduketug, orangtua siswa SDN 2
Bojongmenteng yang berasal dari Baduy Luar kampung Kaduketug, Jaro Saijah
(Kepala Desa Kanekes), H. Sapin (Carik/Sekretaris Desa Kanekes), Sarpin (tokoh
peduli pendidikan Baduy), kepala sekolah dan guru SDN 2 Bojongmenteng, Staf
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak, didapat informasi dengan
menggunkan deskripsi data. Adapun hasil yang diperoleh melalui observasi
partisipatif dan wawancara terstruktur adalah sebagai berikut :

Tabel 4.5
Pedoman Observasi

Hasil
No Pernyataan Observasi Keterangan
Ya Tidak
Pendidikan formal di Baduy
1 √ -
Luar
Apakah proses pendidikan
2 formal di Sekolah √ -
dilaksanakan dengan baik
Peran Jaro Pamarentah ter-
3 hadap pendidikan formal √ -
masyarakat Kanekes (Baduy)
Peran Kepala Sekolah SDN 2
Bojongmenteng terhadap
4 √ -
pendidikan formal masyarakat
Kanekes (Baduy)
60

Peran guru SDN 2


Bojongmenteng terhadap
5 √ -
pendidikan formal masyarakat
Kanekes (Baduy)
Peran orangtua siswa asal
Baduy terhadap pendidikan
6 √ -
formal masyarakat Kanekes
(Baduy)
Perlakuan khusus kepala
sekolah SDN 2
7 - √
Bojongmenteng terhadap
siswa/I Kanekes (Baduy)
Perlakuan khusus guru SDN 2
8 Bojongmenteng terhadap - √
siswa/I Kanekes (Baduy)
Peran masyarakat Kanekes
9 (Baduy)terhadap pendidikan - √
formal
Peran pemerintah terhadap
10 pendidikan formal di Desa √ -
Kanekes (Baduy)
Kendala yang terjadi terhadap
11 pelaksanaan pendidikan formal √ -
di Kanekes (Baduy)

Pedoman observasi menjadi acuan peneliti dalam menentukan batasan-batasan


objek penelitian yang dilakukan di lapangan. Hasil dari pedoman observasi berupa
informasi mengenai proses pendidikan yang terjadi di Desa Kanekes (Baduy),
bagaimana peran kepemimpinan kepala Desa Kanekes (Jaro Pamarentah), peran
tokoh peduli pendidikan masyarakat Baduy, faktor pendukung dan penghambat
pelaksanaan pendidikan di Desa Kanekes (Baduy).
Untuk mendukung observasi yang dilakukan peneliti menggunakan pedoman
wawancara agar data yang di dapat lebih realistis atau sesuai dengan fakta yang
ada di lapangan, karena wawancara ditujukan kepada informan yang dianggap
paham mengenai informasi yang akan di gali oleh peneliti.
Adapun hasil observasi partisipatif yang didapat peneliti dari informasi di
lapangan adalah sebagai berikut:
61

1. Pendidikan formal di Baduy Luar sudah terlaksana yaitu di kampung


Kaduketug dengan jumlah siswa sebanyak empat orang. Pelaksanaan
pendidikan formal dimulai pada tahun 2014 dengan berjumlah dua orang,
pada tahun 2015 sebanyak dua orang.
2. Proses pelaksanaan pendidikan formal di Baduy dilaksanakan dengan baik
yaitu dengan partisipasi siswa asal Baduy yang sangat besar dan prestasi
yang didapat siswa asal Baduy dibuktikan dengan dipilihnya siswa SDN 2
Bojongmenteng yaitu siswa asal Baduy untuk mengikuti lomba olimpiade
matematika tingkat Kecamatan.
3. Peran Jaro Pamarentah terhadap pendidikan formal masyarakat Kanekes
(Baduy). Jaro Pamarentah memperbolehkan cucunya serta beberapa
masyarakat Baduy Luar kampung Kaduketug untuk bersekolah dengan
tidak melaporkan kepada lembaga adat Baduy.
4. Peran Kepala Sekolah SDN 2 Bojongmenteng terhadap pendidikan formal
masyarakat Kanekes (Baduy). Kepala Sekolah SDN 2 Bojongmenteng
membolehkan masyarakat Baduy untuk bersekolah dengan tidak
membeberkan kepada masyarakat umum maupun masyarakat Baduy yang
lain karena jika masyarakat Baduy mengetahui hal tersebut merupakan
pelanggaran adat dan akan ditindaklanjuti oleh lembaga adat Baduy.
5. Peran guru SDN 2 Bojongmenteng terhadap pendidikan formal
masyarakat Kanekes (Baduy). Guru SDN Bojongmenteng mengarahkan
masyarakat Baduy untuk mengenakan baju seragam sekolah di warung
pojok agar tidak terlalu mencolok dengan masyarakat Baduy yang lain,
serta mengarahkan agar tidak menyiarkan ataupun mengajak ajaran
Agama Islam agar siswa asal Baduy tersebut tetap diizinkan sekolah dan
tidak dikeluarkan dari Baduy.
6. Peran orangtua siswa asal Baduy terhadap pendidikan formal masyarakat
Kanekes (Baduy). Orangtua siswa mengharapkan kehidupan yang lebih
baik serta ilmu pengetahuan yang lebih banyak agar masyarakat Baduy
dapat bersaing dengan masyarakat umum dalam hal pendidikan.
62

7. Perlakuan khusus kepala sekolah SDN 2 Bojongmenteng terhadap siswa/I


Kanekes (Baduy). Kepala sekolah tidak ingin mengambil resiko jika siswa
asal Baduy diberi perlakuan khusus, karena jika diberi perlakuan khusus
maka akan terlihat mencolok baik dengan masyarakat umum maupun
masyarakat Baduy sehingga kepala sekolah SDN 2 Bojongmenteng
memperlakukan siswa asal Baduy sama seperti dengan siswa lainnya.
8. Perlakuan khusus guru SDN 2 Bojongmenteng terhadap siswa/I Kanekes
(Baduy). Pada dasarnya siswa asal Baduy memiliki tingkat kognitif yang
baik sehingga kegiatan belajar mengajar di dalam kelas dilakukan dengan
menyetarakan dengan siswa lain bahkan siswa asal Baduy memiliki
tingkat kognitif yang lebih menonjol dibandingkan dengan siswa lain.
9. Peran masyarakat Kanekes (Baduy) terhadap pendidikan formal.
Masyarakat Kanekes (Baduy) masih menghormati amanat-amanat
orangtua (adat) sehingga tidak melaksanakan pendidikan formal sehingga
hanya beberapa orang saja yang melaksanakan pendidikan formal
mengingat pentingnya pendidikan menurut mereka dan mereka juga masih
menghormati amanat oarangtua (adat) dengan melaksanakan pendidikan
formal secara sembunyi-sembunyi agar mereka tetap dapat tinggal
dilingkungan adat Kanekes (Baduy).
10. Peran pemerintah terhadap pendidikan formal di Desa Kanekes (Baduy).
Pemerintah Kabupaten Lebak mencanangkan banyak program agar
masyarakat Baduy dapat melaksanakan pendidikan (baik pendidikan
formal maupun nonformal) yaitu dengan memfasilitasi SDN 2
Bojongmenteng yang berada diperbatasan antara Desa Kanekes dan Desa
Bojongmenteng, melaksanakan program PKBM, melaksanakan program
kesetaraan, melaksanakan program keaksaraan fungsional (KF), pelatihan
dan pembinaan usaha dan lain-lain.
11. Kendala yang terjadi terhadap pelaksanaan pendidikan formal di Kanekes
(Baduy). Kendala yang terjadi yaitu karena lembaga adat tidak
membolehkan masyarakat Kanekes (Baduy) untuk melaksanakan
pendidikan karena ada kekhawatiran jika masyarakat Kanekes
63

melaksanakan pendidikan formal maka akan banyak ajaran yang akan


dibawa kelingkungan adat Kanekes (Baduy) contohnya pelajaran agama
islam yang akan menjadi paham atau ajaran baru bagi masyarakat Kanekes
(Baduy).

1. Pola Pendidikan Masyarakat Baduy


Pendidikan masyarakat Baduy dengan menggunakan pendidikan lisan
(pendidikan yang diajarkan kepada anak keturunannya dengan cara berbicara
langsung tanpa ada proses tulis menulis) dan budaya turun menurun dari
nenek moyang mereka, pola pendidikan lebih banyak menggunakan
pendidikan informal atau pendidikan keluarga, banyak menerapkan prakktek
langsung dilapangan. Untuk sekolah masyarakat Baduy disebut dengan
“ngolah” yaitu bagaimana anak-anak di Baduy diajarkan cara menanam padi,
cara berladang, cara merawat alam, cara beretika, cara menerapkan
pengetahuan adat dan lain sebagainya. Hal tersebut dipaparkan oleh informan,
ujarnya:
Untuk mendidik anak-anak Baduy mengenai pendidikan atau
bersekolahnya tidak dengan sekolah, akan tetapi mendidiknya dengan
mengikuti cara-cara adat. Karena apabila bicara mengenai formal maka
harus ada fasilitas. Untuk mengajarkannya anak-anak di bawah
sepuluh tahun masih tanggungjawab orangtuanya, dan ketika umur
sepuluh tahun keatas lembaga adat membentuk petugas dimasing-
masing kampung. Sekaligus untuk memberikan pemaparan tentang
nilai-nilai pendidikan adat istiadat dan aspek bekal hidup yaitu
pendidikan adat. Kalau pendidikan adat tadi secara umum sering
disebut sekolah umum, kami menyebutnya atau bahasa adatnya adalah
“ngolah” pada prinsipnya menurut saya antara sekolah dengan
“ngolah” hanya beda sebutan saja hanya keseimbangan dan ukuran
yang berbeda karena “ngolah” itu kan tetap belajar dengan kehidupan
yang berlaku, aturan yang ada ditatanan tersebut. Baik cara bekal
hidup, aspek pertanian, nilai-nilai budaya, aturan tatanan yang berlaku
di hukum adat, itu semua tidak bisa dilakukan tanpa ada penyampaian
“ngolah”. Untuk budaya tulis atau budaya baca tulis itu pun menurut
saya memang perlu, tetapi itu sebagai pelengkap. Kenapa perlu karena
untuk kita hubungan keluar, lalu menyeimbangkan kondisi situasi alam
64

seperti sekarang ini tetapi dengan ukuran-ukuran atau keseimbangan


yang ada ditatanan hukum adat.12

Dari penjelasan di atas dapat dipahami bahwasanya pendidikan


masyarakat Baduy disebut dengan “ngolah” yang berarti belajar bagaimana
cara bertani, menanamkan nilai-nilai budaya dan menghormati hukum adat
yang berlaku. Hal tersebut di samakan dengan pendidikan formal yang ada di
luar wilayah Baduy yaitu sekolah. Dengan demikian pada dasarnya
masyarakat Baduy pun tetap mendapatkan pembelajaran seperti manusia pada
umumnya, akan tetapi model dan caranya saja yang berbeda namun esensi dari
pendidikannya tetap ada yaitu dengan mentransfer pengetahuan dari satu
individu ke individu lain.
Pada dasarnya masyarakat Baduy tetap melaksanakan pendidikan namun
pelaksanaan pendidikan yang berbeda dengan masyarakat umum yang
melaksanakan pendidikan dengan duduk dibangku sekolah dan mendapatkan
ijazah. Masyarakat Baduy tetap melaksanakan pendidikan yaitu dengan
pendidikan formal dan banyak melakukan simulasi langsung dilapangan
sehingga sebagian besar masyarakat merupakan pribadi yang sehat karena
kehidupan yang dilakukan selalu dengan menguras energi, seperti perjalanan
dari ladang kerumah yang ditempuh dengan jarak berkilo-kilo meter.
Informan lain memperkuat mengenai pola pendidikan masyarakat Baduy,
ujarnya:
Pendidikan masyarakat Kanekes adalah pendidikan lisan dengan
mempelajari atau menerapkan pendidikan adat adapun pendidikan adat
sebagian besar berisi mengenai cara berladang, mantra-mantra untuk
berladang, bagaimana beretika yang baik, diarahkan untuk tidak saling
berkelahi, mencuri dan sebagainya. Biasanya pendidikannya dengan
cara “ngola” yaitu bagaimana masyarakat Baduy tetap dapat bertahan
hidup, bagaimana masyarakat Baduy mengerti cara berladang dan
sebagainya karena kalau tidak diajarkan dengan “ngola” tadi mereka
tentu tidak bisa berbuat apa-apa.13

12
Hasil wawancara dengan Ayah Mursyid, Tokoh Adat Baduy Dalam Kampung Cibeo, pada
hari Rabu, 16 September 2015. pukul 19:47 WIB.
13
Hasil wawancara dengan Jaro Saija, Kepala Desa (Jaro Pamarentah), pada hari Selasa, 06
Oktober 2015 pukul 10:16 WIB.
65

Dapat dipahami dari penjelasan di atas bahwa pendidikan masyarakat


Baduy adalah pendidikan lisan atau pendidikan informal dan banyak
melakukan simulasi. Pelaksanaan pendidikan di Baduy dengan cara
mentransfer informasi melalui pendidikan informal atau pendidikan keluarga.
Pendidikan tetap dilaksanakan namun caranya saja yang berbeda dengan
pendidikan masyarakat pada umumnya.

2. Peran Kepemimpinan Kepala Desa (Jaro Pamarentah)


Desa Kanekes merupakan desa yang sangat luas dan memiliki hak ulayat
tersendiri. Desa Kanekes sering di sapa dengan Baduy yang diinterpretasikan
oleh khalayak umum bahwa Baduy adalah kaum yang tertinggal atau
terbelakang. Namun hal tersebut dapat terpatahkan ketika peneliti langsung
terjun ke lokasi. Baduy bukan kaum yang terbelakang namun lebih tepatnya
Baduy adalah kelompok yang berusaha menjaga amanat-amanat dari nenek
moyang mereka terdahulu.
Amanat-amanat yang dijaga tersebut yang membuat Baduy berbeda
dengan apa yang dirasakan oleh khalayak umum seperti sekarang ini. Banyak
sekali amanat-amanat yang dijaga dalam tradisi Baduy, seperti hidup dalam
kesederhanaan, menjaga alam, memanfaatkan sumber kehidupan dari alam
yang tidak berlebihan, tidak boleh menggunakan elektronik, tidak boleh
melaksanakan pendidikan formal dan lain sebagainya.
Berjalan seiring waktu masyarakat Baduy sedikit demi sedikit sudah mulai
meninggalkan amanat-amanat tersebut dengan berbagai pertimbangan dan rasa
berat hati untuk melakukannya. Misalnya seperti masyarakat Baduy Luar yang
mayoritasnya sudah mulai menggunakan elektronik berupa handphone, mp3,
kendaraan bermotor roda dua bahkan roda empat, sudah menggunakan alas
kaki, peralatan masak yang sudah modern, bahkan sudah mulai ada yang
menyekolahkan anaknya ke dalam pendidikan formal dan lain sebagainya.
Kepala Desa sebagai tokoh adat maupun perangkat Desa Kanekes
memiliki tugas dan fungsi yang sangat banyak diantaranya seperti yang
dikemukakan oleh informan, yaitu:
66

Tugas Jaro Pamarentah secara adat ditugaskan untuk berkordinasi


dengan pemerintah dan melaksanakan tugas-tugas fungsi sebagai
kepala desa oleh pemerintah yang menjadi penghubung antara
pemerintah dan adat selain itu juga kepala desa Kanekes 60%
melaksanakan tugas adat seperti kelembagaan adat, kemasyarakatan,
menyampaikan hukum adat dan aturan adat Desa Kanekes dan 40%
melaksanakan tugas pemerintah dengan di bantu Sekretaris Desa.14

Kepala Desa selalu menyampaikan informasi yang disampaikan oleh


pemerintah baik informasi yang sifatnya tidak bertentangan dengan adat
maupun yang bertentangan dengan adat. Segala informasi tersebut pasti
disampaikan oleh Kepala Desa Kanekes kepada seluruh warganya.
Proses pemilihan Kepala Desa Kanekes ditentukan oleh lembaga adat,
dengan proses pemilihan yang sangat panjang yaitu dengan proses kebatinan
yang hanya dapat dilakukan oleh lembaga adat karena untuk mengisi jabatan
tersebut adalah orang yang benar-benar dapat menjaga tradisi Baduy serta
orang yang belum pernah melakukan kesalahan yang besar selama hidupnya
serta dilihat dari garis keturnan jadi dapat dipahami bahwa semua lembaga
adat yang ada di Baduy adalah keturunan dari orangtua, kakek, nenek serta
keluarga dekat dapat diilustrasikan bahwa Kepala Desa Kanekes yang terpilih
pasti dahulunya oarangtua mereka sudah menjabat posisi tersebut, bahkan
Puun, Jaroduabelas, Jaro Dangka, Jaro Tangtu, Tangkesan/penasehat adat,
Baresan IX, Pangiwa dan ahli pengobatan (dukun) juga merupakan garis
keturunan yang sampai kapan pun akan mengisi jabatan tersebut. Seperti yang
di paparkan oleh informan, ujarnya:
Proses pemilihan kepala desa Kanekes ditentukan oleh lembaga adat
yang di dalamnya ada Puun, Tangtu Tilu, Jaroduabelas, Jaro
Warega/Lembaga Jaro Tujuh dan Tangkesan. Lembaga adat
tersebutlah yang menentukan kepala desa Kanekes, yang
memberhentikan, memberikan tugas harian kepada kepala desa
Kanekes, menyampaikan aturan adat dan menyambungkan aturan adat
dari lembaga adat kemasyarakat Kanekes, termasuk saya disana
membantu apa yang diatur oleh adat, apa yang diatur oleh pemerintah.
Walaupun aturan yang ditetapkan pemerintah tidak diterima oleh adat

14
Hasil wawancara dengan H. Sapin, Sekretaris Desa, pada hari Senin, 19 Oktober 2015 pukul
13.33 WIB.
67

tetap saya umumkan kemasyarakat Kanekes, nanti tinggal masyarakat


yang memilih mana yang akan dilakukan dan apa yang tidak
dilakukan, karena bagi selaku sekretaris desa wajib hukumnya untuk
menyampaikan informasi yang datang dari pemerintah. Proses
pemilihan kepala desa (Jaro Pamarentah) adalah dengan cara
kebatinan oleh Jaro Warega/Lembaga Jaro Warega/Lembaga Jaro
Tujuh siapa yang akan menjadi Kepala Desa apakah melakukan
pelanggaran atau tidak itu ditentukan oleh Jaro Warega/Lembaga Jaro
Warega/Lembaga Jaro Tujuh dan Tanggungan Jaro Dua Belas setelah
itu diajukan ke Puun. Dan memutuskannya disitu disebut dengan Tri
Tunggal, tiga orang satu keputusan (Kampung Cibeo, Cikertawarna
dan Cikesik). Setelah para Puun sudah memusyawarahkan calon Jaro
Pamarentah lalu dikembalikan lagi ke Jaro Warega/Lembaga Jaro
Warega/Lembaga Jaro Tujuh untuk digodog, setelah selesai calon Jaro
Pamarentah diberi SK secara keadatan lalu diserahkan kepada
pemerintah.15

Sistem pemerintahan Desa Kanekes sudah menerapkan sistem demokrasi


yaitu dengan mempertimbangkan segala perumusan masalah dengan cara
berkordinasi antara pemangku adat yang satu dan yang lainnya. Strata
tertinggi pemangku adat di Baduy terletak pada Puun yang terdiri dari tiga
Puun yaitu Puun Cibeo, Puun Cikertawarna dan Puun Cikesik, ketiga petinggi
adat tersebut memiliki peranannya masing-masing. Selanjutnya lembaga adat
teringgi setelah Puun adalah Baresan IX yaitu seksi pertanian yang berfungsi
untuk acara-acara adat. Lalu ada Jaro Tangtu yang berfungsi sebagai
penghubung antara Puun, Kepala Desa Kanekes. Tanggungan Jaro Dua Belas
bertugas untuk mempertanggungjawabkan urusan adat yang telah diputuskan
oleh pemangku adat dengan berkordinasi dengan Tangkesan/ penasehat adat.
Tangkesan bertugas untuk meninjau apabila Kepala Desa Kanekes (Jaro
Pamarentah), Tanggungan Jaro Dua Belas bahkan Puun melakukan
pelanggaran, Tangkesan/ penasehat adat berhak untuk menasehati bahkan
memberhentikan jika terbukti melakukan pelanggaran. Tangkesan diibaratkan
sebagai Dewan Pertimbangan apabila jika disamakan dengan pemerintahan
Indonesia. Jaro Warega/Lembaga Jaro Tujuh termasuk di bawahnya yaitu

15
Hasil wawancara dengan H. Sapin, Sekretaris Desa, pada hari Senin, 19 Oktober 2015 pukul
13.33 WIB.
68

para Dangka yaitu bertugas untuk melaksanakan tugas harian adat. Kepala
Desa (Jaro Pamarentah) bertugas untuk menyampaikan aturan adat yang telah
dibuat oleh pemangku adat kepada masyarakat Baduy, selain itu berperan
untuk melindungi, mengamankan, menjaga dan melaksanakan aturan adat
yang sudah diputuskan oleh pemangku adat, serta sebagai sarana mediator
antara pemerintah dan lembaga adat. BPD (Badan Pengurus Desa) untuk
membantu tugas-tugas Kepala Desa. Carik (Sekretaris Desa) bertugas
membantu kinerja Kepala Desa mengenai tugas administartif. Kaur
pemerintahan berfungsi untuk membuat KTP, kartu keluarga, pendataan
penduduk, menyampaikan informasi dari pemerintah dsb. Kaur ekbang
berfungsi untuk pendataan pembangunan, walaupun tidak ada pembangunan
tetapi di Baduy tetap ada pembangunan yang diinginkan dan disesuaikan oleh
adat walaupun tidak permanen tetapi lebih diarahkan ke prinsip gotong royong
serta pembangunan yang ada tetap diinventarisasikan. Kaur umum berfungsi
sebagai bagian yang mengurus mengenai keuangan.
Menurut peneliti Kepala Desa Kanekes berperan terhadap pendidikan
masyarakat Baduy Luar karena setelah menggali data secara mendalam dan
natural peneliti menemukan beberapa informasi diantaranya adalah sebagai
berikut : Kepala Desa Kanekes, mengadakan pelatihan dan pembinaan
pengembangan usaha seperti menenun, membuat prakarya, pembinaaan
pengembangan gula jahe, pembinaan mengenai penerapan adat Baduy serta
membolehkan cucu dan ada beberapa masyarakat Kanekes khususnya di
kampung Kaduketug melaksanakan pendidikan formal dengan tidak
melaporkannya kepada lembaga adat, akan tetapi hal tersebut masih sangat
tertutup dan tidak banyak orang yang mengetahui hal tersebut karena jika
sampai Kepala Desa Kanekes membolehkan beberapa masyarakatnya bahkan
cucunya melaksanakan pendidikan maka konsekuensinya adalah jabatan yang
sedang diembannya saat ini akan diberhentikan oleh lembaga adat seperti yang
dikemukakan oleh informan, ketika peneliti menanyakan mengenai peran
Kepla Desa terhadap pendidikan, ujarnya:
69

Jangan itu mah, jangan sampai menyentuh tentang pendidikan kearah


sana sebab itu diluar birokrasi karena jika sampai tercium keadat akan
bisa berhenti program-program ini, karena taruhannya adalah jabatan,
bisa langsung diberhentikan karena Jaro Dainah dan Jaro Saija
anaknya juga ikut pendidikan. Walaupun saya ada dipemerintahan
Kanekes sebagai Kaur Pemerintahan hal itu juga masih sembunyi-
sembunyi tidak secara terang-terangan dan harus beregenerasi. Kalau
berbicara tentang pendidikan kan butuh seragam dan biaya-biaya
tambahan lainnya.16

Pemaparan di atas menjelaskan bahwa Kepala Desa Kanekes (Jaro


Pamarentah) berperan terhadap pendidikan formal namun secara diam-diam
tidak terlihat maupun terdengar oleh masyarakat Baduy, masyarakat umum,
maupun lembaga adat Kanekes.
Hal tersebut diperkuat dengan pemaparan yang disampaikan informan
ketika saya menanyakan peran Kepala Desa terhadap pendidikan masyarakat
Baduy Luar, ujarnya:
“Saya juga merasa banyak dosa sudah menyekolahkan anak saya
karena bapak saya kan baru jadi Jaro disini dan saya sudah melanggar
seperti ini”.17

Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat Baduy pada


dasarnya ingin melaksanakan pendidikan formal dan terbukti dengan fakta
dilapangan bahwa hal tersebut menjadi semangat yang sangat besar, mereka
harus melaksanakan pendidikan formal secara sembunyi-sembunyi karena
aturan adat yang masih mereka pegang teguh dan mereka masih ingin menjadi
bagian dari masyarakat adat Baduy sehingga pelaksanaan pendidikan formal
disana menjadi momok yang sangat istimewa, pelaksanaan pendidikan formal
dianggap suatu dosa besar bahkan halangan yang sangat besar tetapi merka
sudah menyadari betapa pentingnya pendidikan formal sehingga dengan
harapan yang besar anak mereka akan tumbuh menjadi yang lebih baik. Peran

16
Hasil wawancara dengan Kang Sarpin, Tokoh Peduli Pendidikan Baduy, pada hari Rabu, 14
Oktober 2015. pukul 12.39 WIB.
17
Hasil wawancara dengan Kang Lambri, Orangtua Siswa Asal Baduy, pada hari Sabtu, 17
Oktober 2015. pukul 17:27 WIB.
70

Kepala Desa Kanekes terhadap pendidikan seolah tak terlihat, karena jika
terlihat ancaman jabatan yang akan menjadi konsekuensinya.
Informan lain menegaskan dengan menganalogikan bahwasanya
masyarakat Baduy sangat menghormati amanat-amanat orangtua (adat),
ujarnya:
Itu merupakan suatu kemajuan, karena jika kita ingin masuk untuk
mengikis yang tadi yaitu sekolah, akan sulit dengan semboyan
“Barang siapa yang melanggar adat di suatu tempat tertentu
sesungguhnya taruhannya nyawa”, oleh karena itu harus sedikit-
sedikit. Memang rata-rata untuk di Leuwi Damar angka sekolah itu
kurang karena umur sembilan tahun baru kelas satu. Dahulu ketika
saya penelitian mudah-mudahan sekarang sudah tidak, jadi kalau kata
Puun tidak ya tidak itu untuk masyarakat Baduy yang taat.18

Pemaparan di atas menjelaskan bahwasanya Kepala Desa Kanekes (Jaro


Pamarentah) berani mengambil keputusan yang nantinya akan
mempertaruhkan dirinya sebagai Kepala Desa, karena dengan seperti itu jika
masyarakat Baduy yang melaksanakan pendidikan tercium oleh adat maka
taruhannya adalah jabatan yang sedang diembannya bahkan dapat berupa
hukuman lain yang lebih berat karena sudah memperbolehkan cucunnya serta
beberapa masyarakat Baduy Luar untuk melaksanakan pendidikan formal.

3. Peran Tokoh Peduli Pendidikan di Baduy


Salain Kepala Desa Kanekes sebagai fokus dalam penelitian ini. Peneliti
mendapatkan informasi bahwa ada tokoh dari Baduy Luar yang peduli
terhadap pendidikan masyarakat Baduy. Banyak sekali kegiatan yang sudah
beliau laksanakan untuk mencerdaskan anak-anak di Baduy. Dengan langkah
awal yang pahit kini beliau merasakan manfaat dari apa yang sudah
dikerjakannya. Kang Sarpin asal kampung Balimbing (Baduy Luar)
merupakan tokoh adat yang sangat aktif, nama beliau pun tercium sampai
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak. Adapun kegiatan yang
sudah dilakukan oleh kang Sarpin diantaranya adalah membuat sanggar baca

18
Hasil wawancara dengan Oman, Kabid Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak, pada hari Jumat,
16 Oktober 2015 pukul 14.52 WIB.
71

dirumahnya di kampung Balimbing (Baduy Luar) “Baduy Membaca Anak-


Anak”, melaksanakan keaksaraan fungsional (KF) untuk masyarakat Baduy,
melaksanakan PKBM Dian Puspita pada tahun 2010-2012 (karena maksud
dan tujuan PKBM Dian Puspita orientasinta bukan untuk kemajuan
pendidikan masyarakat Baduy, kang Sarpin pun menghentikan program
tersebut dan menarik kembali seluruh anak asal Baduy untuk tidak
melaksanakan PKBM Dian Puspita), membuat Homescholing demi
terwujudnya haraapan kang Sarpin yaitu untuk mencerdaskan anak-anak
Baduy, mengajak serta memberikan anak-anak Baduy untuk melaksanakan
program kesetaraan, melaksanakan PKBM Kencana Ungu 2012-Sekarang
dengan jumlah masyarakat Baduy yang semakin meningkat yaitu dari 17 anak
menjadi 40 anak pada tahun 2015.
Awalnya kegiatan yang dilakukan oleh kang Sarpin mendapat cacian dari
saudaranya sendiri sesama masyarakat Baduy, namun demi memajukan anak-
anak Baduy untuk memberantas buta huruf (Keaksaraan Fungsional) hal
tersebut terus beliau lakukan, dan akhrinya niat yang ikhlas mendapatkan hasil
yang baik yaitu saudaranya yang tadinya tidak sependapat dengan beliau kini
mengikuti jejak beliau dengan meneruskan komunitas “Baduy Baca Anak-
Anak”.

4. Pendidikan Menurut Masyarakat Baduy


a. Pendidikan Menurut Masyarakat Baduy Luar
Pendidikan adalah proses untuk mentransfer pengetahuan antara satu
individu ke individu lain dengan berbagai cara. Pendidikan diartikan oleh
banyak khalayak umum sebagai sebuah tindakan duduk dibangku sekolah,
melaksanakan ujian, menempuh waktu belajar dan mendapatkan ijazah.
Menurut peneliti pendidikan bukan hanya duduk dibangku sekolah
mendapatkan pengajaran serta ijazah tetapi pendidikan adalah sebuah
transfer pengetahuan yang dilakukan antara satu individu dan individu lain
dengan berbagai macam cara, seperti pembelajaran akan tata krama,
tingkah laku, perubahan kognitif. Hal tersebut dilakukan oleh hampir
72

sebagian besar masyarakat Baduy, mereka melakukan pembelajaran


dengan cara belajar dari dalam keluarga (informal), belajar bagaimana
bertahan hidup dengan cara bekerja keras seperti berladang, bertani,
memanen, membuat hasil karya dan menjualnya. Penjelasan tersebut
seperti yang dipaparkan oleh informan, ujarnya:
Pendidikan sangat penting, namun kita terikat oleh peraturan yang
ada disini. Pendidikan nya didapatkan secara otodidak belajar baca
tulis, mengenal bahasa, mengenal huruf, dan lain sebagainya secara
otodidak. Karena kita hanya mau mengikuti peraturan yang ada di
lingkungan kita.19

Pendapat saya mengenai pendidikan, sebenarnya saya ingin


mengenyam pendidikan. Pendidikan bagi saya sangat penting
karena menunjang kehidupan, moralitas, dengan adanya
pendidikan etika lebih terjaga dan cara bicara kita lebih baik jika
berhadapan dengan orang. Karena memang sebenarnya saya
pernah ikut kesetaraan.20

“Pendidikan menurut saya lumayan. Dulu kan saya tidak tau huruf
dari A-Z. Namun setelah saya mengikuti pendidikandi PKBM
Kencana Ungu saya jadi bisa mengenal huruf”.21

“Pendidikan Sangat penting. Karna bagaimanapun orang harus


pintar walaupun tidak bersekolah”.22

Menurut saya mengenai pendidikan formal untuk masyarakat


Baduy akan lebih bagus, akan lebih paham tetapi ingat jangan
meninggalkan pendidikan adat ketika mengejar pendidikan formal.
Selama masih berada di Baduy harus seimbang antara pendidikan
formal dan pendidikan adat. Sebenarnya pendidikan formal juga
bagus akan tetapi pendidikan adat juga harus diperhatikan karena
biar bagaimanapun dia berada di dalam tatanan adat Baduy. Kalau
yang dikejar hanya pendidikan formal saja sedangkan pendidikan
adatnya tidak digali dan dipahami ketika berhadapan dengan adat

19
Hasil wawancara dengan Kang Amir, Urang Kaduketug 1, pada hari Rabu, 14 Oktober
2015. pukul 10:09 WIB.
20
Hasil wawancara dengan Kang Jamali, Urang Kaduketug 1, pada hari Selasa, 13 Oktober
2015. pukul 15:57 WIB.
21
Hasil wawancara dengan Aliza, Urang Kaduketug 1, pada hari Sabtu, 17 Oktober 2015.
pukul 11:21 WIB.
22
Hasil wawancara dengan Teteh Aswati, Urang Kaduketug 2, pada hari Rabu, 14 Oktober
2015. pukul 11:45 WIB.
73

dan pertanyaan seputar adat belum tentu dia bisa menjawab dan
hidup ditatanan hukum adat, akan lebih bagus menurut saya
seimbang antara pendidikan formal dan pendidikan adatnya. Dia
dapat paham dengan pendidikan adat, lebih menghormati, serta
menjaga adat adat dan mengikuti aturan-aturan yang sudah
ditetapkan oleh lembaga adat. Selain itu dia juga mengerti tentang
hukum yang pemerintah tetapkan dan wawasan yang lebih luas lagi
dari pendidikan formal. Kecuali apabila sudah ada keinginan untuk
keluar dari tatanan hukum adat Baduy dan dia memandang adat
tidak begitu penting nanti ada pembatas yang diberikan yaitu
dengan menentukan sendiri kebutuhan yang akan dilaksanakan,
akan tetapi jika masih berada di dalam tatanan hukum adat kalau
adat tidak digali, kalau adat ditinggalkan itu kurang bagus. Saya
setuju formal tetapi cara yang dilakukan adalah pendidikan adat
juga tetap digali dan dipelajari sehingga melekat di jiwa dan
pikirannya agar generasi penerus anak cucunya juga dapat
mempelajari tentang pendidikan adat.23

Pendidikan merupakan sesuatu yang harus dan penting dalam


kehidupan, namun karena aturan adat yang tidak membolehkan maka
masyarakat Baduy tidak melaksanakan pendidikan formal. Mereka sangat
menjaga adat isiadat mereka amanat-amanat dari leluhur mereka tetap
dijaga walaupun waktu terus tergerus oleh era modernisasi.
Ayah Mursyid selaku tokoh adat Baduy Dalam kampung Cibeo
berpendapat bahwa pendidikan formal untuk masyarakat Baduy akan lebih
baik apabila pendidikan adat diutamakan terlebih dahulu yaitu dengan cara
menerapkan pendidikan adat dengan kuat dan boleh melaksanakan
pendidikan formal untuk ilmu tambahan saja yaitu untuk membuat Baduy
semakin lebih baik lagi. Antara pendidikan formal dan pendidikan harus
seimbang tidak terlalu fokus ke pendidikan formal saja tetapi pendidikan
adat juga harus diterapkan.
Masyarakat Baduy Luar kampung Kaduketug menganggap bahwa
pendidikan merupakan sesuatu yang harus dan wajib dilaksanakan karena
mereka menganggap dengan melaksanakan pendidikan akan membantu
mempermudah kehidapan yang sedang dijalaninya, seperti lebih mudah

23
Hasil wawancara dengan Ayah Mursyid, Tokoh Adat Baduy Dalam Kampung Cibeo, pada
hari Rabu, 14 September 2015. pukul 14:14 WIB.
74

untuk berkomunikasi dengan orang atau wisatawan yang berkunjung ke


Baduy.
Untuk masalah hitung berhitung agar lebih mahir karena banyaknya
wisatwan yang berkunjung ke Baduy merupakan peluang bagi mereka
untuk memanfaatkan fasilitas alam yang ada dan dapat memperhitungkan
jika ada transaksi jual beli sovenir, prakarya dan sebagainya.

b. Pendidikan Menurut Orangtua Siswa Asal Baduy


Masyarakat Baduy sudah ada yang melaksanakan pendidikan formal,
karena mereka menganggap bahwa pendidikan formal dapat menunjang
atau mewujudkan cita-cita, bukan berarti mereka meninggalkan adat tetapi
mereka beranggapan bahwa untuk kedepannya jika tidak melaksanakan
pendidikan formal maka akan tertinggal oleh orang-orang pada umumnya.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai pentingnya pendidikan bagi
masyarakat Baduy yang sudah menyekolahkan anaknya ke lembaga
pendidikan.
Menurut saya pendidikan penting sekali, karena jika diperbolehkan
saya akan menyekolahkan anak saya, tetapi karena masih takut
dengan amanat-amanat orangtua (adat) jadi tidak mau meremehkan
orangtua (Adat), soalnya pemerintah juga sudah menyediakan
sekolah disini agar masyarakat Baduy bisa sekolah.24

Pendidikan formal menurut saya sangat bagus agar anak-anak lebih


tahu tentang yang di luar contohnya mengerti hukum dan
sebagainya. Berkaitan dengan pendidikan formal di Baduy tidak
diizinkan karena masih ada larangan-larangan dari orangtua (Adat)
jadi disini hanya boleh pendidikan dengan memanfaatkan yang ada
dari alam, karena tidak mungkin di Baduy ada motor dan mobil
jadi kami hanya memanfaatkan apa yang ada dari alam dengan
tenaga kita senidri contohnya dari bambu kita manfaatkan untuk
kerajian atau membuat jembatan itu semua kami lakukan tetapi
tidak semua yang ada di alam kami gunakan karena kalau semua
digunakan akan habis.25

24
Hasil wawancara dengan Kang Jarkan, Urang Kaduketug 3, pada hari Rabu, 14 Oktober
2015. pukul 11:17 WIB.
25
Hasil wawancara dengan Kang Kurdi, Urang Kaduketug 2, pada hari Rabu, 14 Oktober
2015. pukul 17:41 WIB.
75

Pendidikan formal bagus juga sih, karena sebagai wadah agar


anak-anak dapat pengetahuan. Untuk kemajuan di bidang
pendidikan, Jujur saya kan belum pernah merasakan bangku
sekolah, ada sedikit harapan untuk mewujudkan cita-cita karena
pemerintah sekarang kan apa-apa harus menggunakan ijazah,
sedangkan ijazah itu sangat berarti untuk saya nah yang saya
takutkan untuk kedepannya anak saya ingin punya cita-cita selain
yang disini yang hanya bertani saja ya untuk jaga-jaga saja. Mau di
formal maupun non formal itu sangat penting funginya untuk apa
sih seperti itu.26

Pendidikan formal memang harus, yang membuat saya sampai


pindah (keluar) dari Baduy ya itu karena ingin menyekolahkan
anak saya karena kalau kita tidak sekolah akan menjadi bodoh.
Saya saja seperti ini mencari uangnya begini apalagi anak saya
nanti kalau tidak sekolah saya sangat khawatir tidak bisa bekerja
keras seperti saya. Kalau bahasa sundanya mah “ditincakan ku
batur”.27

Pendidikan formal sudah dianggap penting bagi masyarakat Baduy


sehingga mereka melaksanakan pendidikan formal dengan cara apapun,
proses pendidikan formal di Baduy masih secara sembunyi-sembunyi
seperti yang dipaparkan oleh informan, ujarnya:
“Tidak pak, mereka memakai seragam sekolahnya di warung pojok
belakang sekolah mereka dari rumah dengan seragam biasa dan
gantinya diwarung pojok itu”.28

Sangat unik dan luar biasa pengorbanan anak-anak Baduy yang


melaksanakan pendidikan formal, mereka menggunakan seragam sekolah
di warung pojok belakang sekolah agar pada saat mereka jalan dari rumah
mereka tidak terlalu mencolok oleh masyarakat Baduy dan mereka
sembunyi-sembunyi seperti itu agar tidak ditegur oleh lembaga adat yang
tidak membolehkan masyarakat Baduy untuk melaksanakan pendidikan

26
Hasil wawancara dengan Kang Lambri, Urang Kaduketug 1, pada hari Sabtu, 17 Oktober
2015. pukul 17:27 WIB.
27
Hasil wawancara dengan Pak Lili, Urang Kaduketug yang sudah keluar, pada hari Jum’at,
16 Oktober 2015. pukul 18:51 WIB.
28
Hasil wawancara dengan Pak Beben Budiman. A. Ma. Pd, Kepala Sekolah SDN 2
Bojongmenteng, pada hari Jum’at, 09 Oktober 2015. pukul 07:58 WIB.
76

formal. Anak-anak tersebut sangat ingin bersekolah karena lokasi sekolah


yang sangat dekat dengan kampung mereka, selain itu juga karena
motivasi internal mereka yang membuat mereka melaksanakan pendidikan
formal. Bukannya mereka ingin melanggar adat tetapi keinginan besar
untuk melaksanakan pendidikan formal dengan berbagai harapan dan cita-
cita mereka melaksanakan pendidikan formal dengan menghormati adat
yaitu mengenakan seragam sekolah di luar lingkungan adat Baduy dan
sampai saat ini mereka masih menjadi masyarakat Baduy dan tidak ingin
keluar dari Baduy. Dalam penelitian ini ditemukan satu keluarga Baduy
yang keluar dari Baduy karena keinginannya yang besar agar leluasa untuk
melaksanakan pendidikan formal setinggi mungkin.

5. Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Formal Di


Desa Kanekes (Baduy)
a. Faktor Pendukung
Faktor pendukung terlaksananya pendidikan formal di Baduy yang
paling utama adalah keinginan masyarakat Baduy yang menyekolahkan
anak-anaknya walaupun dengan bersembunyi-sembunyi karena aturan adat
yang tidak memperbolehkan masyarakat Baduy untuk melaksanakan
pendidikan formal, adanya PKBM Kencana Ungu, Program Keaksaraan
fungsional, Program Paket Kesetaraan, selain itu pemerintah sejak tahun
1977 baru merasakan dua tahun belakangan ini yaitu tahun 2014-2015 ada
anak Baduy yang sekolah di SDN 2 Bojongmenteng pada dasarnya
sekolah tersebut memang disediakan agar akses anak-anak Baduy untuk
mendapatkan pendidikan formal. Seperti yang dipaparkan oleh informan
ketika peneliti menanyakan program pemerintah Lebak untuk pendidikan
masyarakat Baduy, ujarnya:
“Iya SDN 2 Bojongmenteng itu adalah alternatif untuk masyarakat
Baduy Luar khususnya agar dapat bersekolah, karena di Baduy
77

Luar sudah mulai longgar dan aturan yang ketat hanya untuk
Baduy Dalam.”29

Lalu diperkuat oleh informan lain ketika peneliti menanyakan program


pemerintah Lebak untuk pendidikan masyarakat Baduy, ujarnya:
Menurut saya Baduy atau Desa Kanekes yang sangat luas.
Sebetulnya keinginan kami yaitu melakukan pembelajaran disana
sehingga jangkauan domisili antara warga belajar dan tempat
belajar dapat mudah terjangkau, namun karena ada aturan adat
yang tidak membolehkan jadi kami tidak bisa melakukan hal
tersebut. Dan untuk faktor pendukungnya sampai saat ini yaitu
adanya PKBM, SDN 2 Bojongmenteng serta sekolah-sekolah yang
ada disekitar Baduy Luar.30

Penjelasan diatas menjelaskan bahwa pemerintah Kabupaten Lebak


sudah melakkan upaya agar masyarakat Baduy dapat melaksanakan
pendidikan, namun karena Baduy memiliki aturan adat tersendiri
pemerintah pun tidak dapat memaksakan aturan adat tersebut.

b. Faktor Penghambat
Faktor penghambat terlaksananya pendidikan di Baduy adalah aturan
adat yang melarang masyarakat adat mereka untuk melaksanakan
pendidikan, aturan tersebut maksudnya adalah lembaga adat tidak mau
banyak paham yang diterima oleh masyarakat adat Kanekes, seperti yang
di dapat dilapangan bahwasanya lembaga adat di Baduy takut jika ajaran
selain Sunda Wiwitan masuk ke dalam lingkungan adat mereka, mereka
meyakini hanya satu paham saja yang boleh mereka terapkan yaitu Sunda
Wiwitan seperti yang di paparkan oleh informan selaku tokoh adat Baduy
Dalam Kampung Cibeo ketika peneliti menanyakan mengenai pendidikan
formal, Ujarnya:

29
Hasil wawancara dengan Pak Ahmad Samsudin, Kasi PAUDNI Kabupaten Lebak, pada hari
Jum’at, 16 Oktober 2015. pukul 10:00 WIB.
30
Hasil wawancara dengan Pak Irawan, Kasi Pendidikan Masyarakat Kabupaten Lebak, pada
hari Jum’at, 16 Oktober 2015. pukul 11:00 WIB.
78

Sampai saat ini tidak, tetapi tidak tahu untuk kedepannya. Karena
di dalam dunia pendidikan tentu banyak ajaran-ajaran di dalamnya
selain baca, tulis dan hitung juga ada ajaran-ajaran lain dan disini
juga terdapat ajaran adat yang harus tetap dijaga. Kalau ajaran yang
ada disekolah tidak mengajak-ajak tidak mengiming-imingi tidak
masalah. Yang dikhawatirkan apabila nanti ada orang dengan
maksud tertentu untuk mengajak masyarakat adat Baduy untuk
mengikuti ajarannya nah itu yang tidak bagus apabila program
pendidikan formal yang diajarkan murni yaitu baca, tulis dan
hitung untuk memperlancar hal tersebut adalah hal yang wajar,
tetapi di luar konteks itu hati-hati juga karena Baduy merupakan
suatu ajaran hukum adat dan kalau banyak ajaran banyak
pemahaman masuk akan kerepotan, penyelesaiaanya akan repot
juga dan itu satu-satunya upaya adat untuk menentramkan warga
adat. Karena melihat kejadian di daerah-daerah maju daerah-daerah
lain sudah banyak ajaran masuk pemahaman yang berbeda itu kan
tetap saja carut marut ripuh penyelesaiannya dan kami tidak mau
seperti itu.31

Penjelasan di atas dapat dipahami bahwasanya pemahaman ajaran


selain Sunda Wiwitan tidak boleh masuk ke dalam lingkungan Baduy,
sebab masyarakat Baduy sangat menjaga sekali amanat-amanat kaluhuran
(amanat Orangtua) sehingga mereka hanya menerapkan ajaran tersebut di
dalam lingkungan adat mereka.
Hal tersebut diperkuat dengan pemaparan informan selanjutnya, ketika
peneliti menanyakan mengenai perilaku anak Baduy di dalam kelas,
ujarnya:
Karena mereka wanita jadi biasa saja tidak nakal seperti laki-laki
dan mereka juga feminim. Cuma bedanya mereka minder soalnya
kan berbeda agama, apalagi kalau hari Jum’at. Mereka pernah
bilang seperti ini “bu kata bapak saya kalau hari Jum’at ga boleh
masuk sekolah” kata saya “kenapa neng” dia bilang “pokoknya
kalau Jum’at ga boleh sekolah soalnya ada pelajaran Agama
Islam”. Karena keyakinan disana kuat katanya ga mau masuk ke
Agama Islam. Makanya kalau pelajaran Agama Islam tidak saya
jadwalkan, pokoknya kalau mereka masuk saya berikan pelajaran
Agama Islam agar pemahaman mereka bertambah, saya tidak tahu
guru yang lain seperti itu juga atau tidak. Kalau kita belajar agama

31
Hasil wawancara dengan Ayah Mursyid, Tokoh Adat Baduy Dalam Kampung Cibeo, pada
hari Rabu, 14 Oktober 2015. pukul 14:14 WIB.
79

BTA (Baca Tulis Al-Qur’an) mereka hanya diam saja”. Lalu,


Menurut informasi yang saya dapat ibu, Linda Putri siswa ibu
keluar dari Kanekes ya bu, ujarnya “Iya mereka keluar satu
keluarga karena pelajaran Agama Islam yang dipahami disekolah
disebarkan lagi keteman-temannya di Baduy. 32

Diperkuat kembali dengan pemaparan informan selanjutnya ketika


peneliti menanyakan apakah perlu tindakan khusus dikelas untuk kegiatan
belajar mengajar kepada anak Kanekes, ujarnya:

Kalau untuk pelajaran-pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia,


Matematika, IPA dan sebagainya sama tetapi untuk pelajaran
Agama Islamnya berbeda jadi gurunya harus memberi arahan dan
pengertian paling seperti ini “Boleh dikelas ikuti pelajaran Agama
Islam dikelas, akan tetapi kan jika dirumah berbeda lagi jadi gak
usah dipake untuk dirumah, kalau dikelas ikuti seperti pelajaran
biasa” saya bilang seperti itu. Dan untuk pelajaran yang lainnya
sama proses kegiatan pembelajarannya tidak ada yang dibedakan
hanya Agama Islam saja dan BTA (Baca Tulis Al-Qur’an) saja
yang dikhususkan atau dibedakan.33

Informan yang terakhir ini pun semakin menegaskan ketika peneliti


menanyakan Mengapa masyarakat Kanekes tidak boleh mendapatkan
pendidikan formal, ujarnya:
Pertama yaitu adanya kekahwatiran tadi yaitu ditakutkan terjadi
perubahan dan masyarakat adat yang mendapatkan pendidikan
akan keluar dari adat, yang kedua adalah kadang di pendidikan
formal belum ada yang mensosialisasikan kalau di pendidikan
formal bukan hanya ada pendidikan umum saja tetapi juga
pendidikan agama nah yang dikhawatirkan setelah itu adalah
terpengaruh hal tersebut (pendidikan Agama). Oleh karena itu di
pendidikan nonformal yang masuk hanya dua kali seminggu yang
dapat dipisahkan antara pendidikan umum dan pendidikan agama,
namun karena disini masih banyak yang belum mengetahui hal
tersebut akhirnya ada kekhawatiran dan ketakutan. Jadi intinya
menurut saya pendidikan itu penting dan harus bisa jangan sampai

32
Hasil wawancara dengan Ibu Siti Masitoh, S. Pd. I, Wali Kelas II SDN 2 Bojongmenteng,
pada hari Jum;at, 16 Oktober 2015. pukul 08:14 WIB.
33
Hasil wawancara dengan Ibu Julaeha, S. Pd. SD, Wali Kelas I SDN 2 Bojongmenteng, pada
hari Kamis, 15 Oktober 2015. pukul 09:05 WIB.
80

meninggalkan adat, sebaliknya seharusnya pendidikan untuk


memperkuat adat.34

Pemaparan di atas menjadi suatu runtutan informasi yang berkaitan


bahwasanya masyarakat Baduy tidak menginginkan ajaran selain Sunda
Wiwitan masuk ke dalam lingkungan adat mereka. Sehingga karena
kurangnya informasi dan sosialisasi yang mereka dapat mengenai
pendidikan formal dapat memberikan batasan antara pendidikan umum
dan pendidikan agama maka timbul kekahwatiran dan ketakutan dari adat
jika masyarakat mereka melaksanakan pendidikan formal.

34
Hasil wawancara dengan Kang Sarpin, Tokoh Peduli Pendidikan Baduy, pada hari Rabu, 14
Oktober 2015. pukul 12.39 WIB.
BAB V
PENUTUP

A. KESMIPULAN
Setelah mengumpulkan, mengolah, dan menganalisis data yang diperoleh dari
penelitian tentang pelaksanaan peran kepemimpinan Kepala Desa Kanekes (Jaro
Pamarentah) terhadap pendidikan masyarakat Baduy Luar, sebagai hasil
penelitian yang telah dijabarkan pada bab-bab sebelumnya dapat diambil
kesimpulan yaitu masyarakat Baduy lebih banyak menggunakan waktu untuk
bekerja dan berladang. Pendidikan yang digunakan adalah pendidikan dengan
belajar secara lisan, pengetahuan yang diberikan oleh orangtua, kerabat maupun
lembaga adat semua dilakukan dengan pembelajaran lisan. Pendidikan lebih
menitik beratkan kepada pendidikan informal (pendidikan keluarga). Pendidikan
yang diberikan kepada masyarakat Baduy adalah pendidikan cara berladang, cara
bertahan hidup dengan memanfaatkan alam namun tidak boros atau berlebihan
menggunakan sumber daya alam yang tersedia, pendidikan mengenai mantra-
mantra yang akan dilakukan ketika ingin berladang, menikah, menyembuhkan
orang sakit dan upacara-upacara adat lainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa
pendidikan yang dilakukan atau dilaksanakan di Baduy adalah pendidikan lisan,
pendidikan informal (pendidikan keluarga). Kepala Desa Kankes (Jaro
Pamarentah) memiliki tugas dan fungsi yang sangat berat, yaitu sebagai mediator
atau sarana penghubung antara pemerintah dan lembaga adat, tugas Kepala Desa
adalah mengurus agar semua kebijakan pemerintah dapat diinformasikan atau
diumumkan kepada seluruh masyarakat Baduy, melaksanakan kegiatan pelatihan
dan pembinaan pengembangan usaha kepada Masyarakat Adat Kanekes seperti
menenun, membuat sovenir atau prakarya, pembinaan pengembangan gula jahe,
pembinaan mengnai adat Baduy dan lain-lain. Tugas Kepala Desa Kanekes 60%
melaksanakan tugas-tugas adat yang diberikan oleh lembaga adat, serta 40% tugas
yang diberikan dari pemerintah dengan dibantu dengan Sekretaris Desa atau
Carik.

81
82

B. SARAN
Setelah mengadakan penelitian di Desa Kanekes (Baduy) dan meneliti secara
langsung peran kepemimpinan Kepala Desa Kanekes (Jaro Pamarentah) terhadap
pendidikan masyarakat Baduy Luar, maka peneliti akan memberikan beberapa
saran antara lain:
1. Setelah melakukan penelitian ditemukan informasi bahwa sebaiknya
pemerintah Kabupaten Lebak melaksanakan program pendidikan dengan cara
pendekatan secara perlahan, jangan membuat program yang sangat ekstrim
bagi masyarakat Baduy.
2. Setelah melakukan penelitian ditemukan informasi bahwa sebaiknya
pemerintah Kabupaten Lebak mengadakan sosialisasi terhadap seluruh
masyarakat Baduy mengenai pemisahan mata pelajaran Agama dan mata
pelajaran umum di sekolah.
3. Setelah melakukan penelitian ditemukan informasi bahwa sebaiknya
pemerintah Kabupaten Lebak membuat akses sekolah-sekolah di sekitar
wilayah Baduy Luar agar memudahkan akses perjalanan.
4. Setelah melakukan penelitian ditemukan informasi bahwa sebaiknya
pemerintah Kabupaten Lebak mengadakan program pelatihan dan pembinaan
usaha yang lebih berkelanjutan agar masyarakat Baduy memiliki kegiatan
yang menghasilkan keuntungan pada saat masa panceklik atau musim
kemarau panjang.
5. Setelah melakukan penelitian ditemukan informasi bahwa sebaiknya
pemerintah Kabupaten Lebak membuat akses ke wilayah Baduy senyaman
mungkin agar wisatawan banyak yang berkunjung ke Baduy agar masyarakat
Baduy memiliki pendapatan dari sektor pariwisata.
Daftar Pustaka

Ahmadi, Abu. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2007

Anoraga, Pandji, Psikologi Kepemimpinan, Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2001

Anwar, Yesmil dan Adang. Sosiologi: Untuk Universitas. Bandung: PT Refika


Aditama, 2013

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2010

Damsar. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group, 2011

Dinas Informasi, Komunikasi, Seni Budaya dan Pariwisata Kabupaten Lebak.


Membuka Tabir Kehidupan: Tradisi Masyarakat Baduy dan Cisungsang
Serta Peninggalan Sejarah Situs Lebak Sibedug. Banten: Dinas Informasi,
Komunikasi, Seni Budaya dan Pariwisata Kabupaten Lebak, 2004

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia.


Jakarta: Balai Pustaka, Edisi ketiga, 2001

Hasbullah. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,


Edisi Revisi, 2009

Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu Sosial. Jakarta : Erlangga, 2009

Jalaluddin dan Abdullah Idi. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat dan


Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012

Kadir, Abdul dan kawan-kawan. Dasar-Dasar Pendidikan. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group, 2012

Koentjaraningrat. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka Cipta, Edisi


Revisi, 2009

Masdudin, Ivan. Keunikan Suku Baduy di Banten. Banten: Talenta Pustaka


Indonesia, Cetakan Kedua, 2011

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, Cetakan 29, 2011

Muhaimin. Manajemen Pendidikan: aplikasi dalam penyusunan rencana


pengembangan sekolah/madrasah. Jakarta: Kencana, 2009

83
84

Northouse, Peter G. Penerjemah Ati Cahyani. Kepemimpinan: Teori dan Praktik.


Jakarta: PT Indeks, Edisi Keenam, 2013
Sabri, Alisuf. Pengantar Ilmu Pendidikan. Jakarta: UIN Jakarta Press. Cetakan
Pertama, 2005

Saifuddin, Achmad Fedyani. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis


mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2006

Samovar, Lary A, Richad E. Porter dan Edwin R. McDaniel. Penerjemah Indri


Margaretha Sidabalok. Komunikasi Lintas Budaya. Jakarta: Salemba
Humanika, Edisi Ketujuh, 2010

Sarosa, Samiaji. Penelitian Kualitatif Dasar-Dasar. Jakarta: PT Indeks, 2012

Sashkin, Marshall dan Molly G. Sashkin. Penerjemah Rudolf Hutauruk. Prinsip-


Prinsip Kepemimpinan. Jakarta: Erlangga, 2011

Sedarmayanti dan Syarifudin Hidayat. Metodologi Penelitian. Bandung: CV


Mandar Maju, cet. 2, 2011

Soetopo, Hendiyat dan Wasty Sumanto. Kepemimpinan dan Supervisi Pendidikan.


Malang: Rineka Cipta, 1982

Siagian, Sondang P. Teori dan Praktek Kepemimpinan. Jakarta: Rineka Cipta,


2003

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,


Cetakan 14, 2011

Sugiyono. Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung: Alfabeta,


cetakan 3, 2012

Syani, Abdul. Sosiologi: Skemetika, Teori, dan Terapan. Jakarta: PT Bumi


Aksara, 2014

Tim Dosen UPI. Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2009

Tim Dosen FIP-IKIP Malang. Pengantar Dasar-Dasar Kependidikan. Surabaya:


Usaha Nasional, Cet. II, 1988

Triwiyanto, Teguh. Pengantar Pendidikan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2014

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional. Jakarta: CV Mitra Karya, 2003
85

Usman, Husaini. Manajemen: teori, praktik, dan riset pendidikan. Jakarta: PT


Bumi Aksara, Edisi 4, Cetakan 2, 2014

Wahjosumidjo. Kepemimpinan Kepala Sekolah. Jakarta: PT Rajagrafindo


Persada, 2010

Yanti. Mengenal Suku Baduy. Jakarta: CV. Ghina Walafafa, Jilid/Volume II, 2010

Aliza. Wawancara. Rumah Aliza, Kampung Kaduketug 1, Desa Kanekes,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Sabtu 17
Oktober 2015

Amir. Wawancara. Rumah Amir, Kampung Kaduketug 1, Desa Kanekes,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Rabu 14
Oktober 2015

Aswati. Wawancara. Rumah Aswati, Kampung Kaduketug 2, Desa Kanekes,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Rabu 14
Oktober 2015

Budiman, Beben. Wawancara. Ruang Kepala Sekolah, SDN 2 Bojongmenteng,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jum’at 09
Oktober 2015

Irawan. Wawancara. Kantor Kasi Pendidikan Masyarakat, Dinas Pendidikan dan


Kebudayaan Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jum’at 16 Oktober 2015

Jamali. Wawancara. Kantor Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten


Lebak, Provinsi Banten. Selasa 13 Oktober 2015

Jarkan. Wawancara. Rumah Jarkan, Kampung Kaduketug 3, Desa Kanekes,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Rabu 14
Oktober 2015

Julaeha. Wawancara. Ruang Guru, SDN 2 Bojongmenteng, Kecamatan Leuwi


Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Kamis 15 Oktober 2015

Oman. Wawancara. Kantor Kabid Dinas Pariwisata, Dinas Pemuda Olahraga dan
Pariwisata (DISPORA) Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jum’at 16
Oktober 2015

Mursyid. Wawancara. Warung Kampung Ciboleger, Desa Bojongmenteng,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, Senin 14
September 2015
86

_______. Wawancara. Warung Kampung Ciboleger, Kecamatan Leuwi Damar,


Kabupaten Lebak, Provinsi Banten, 16 September 2015

Kurdi. Wawancara. Rumah Kurdi Kampung Kaduketug 2, Desa Kanekes,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Rabu 14
Oktober 2015

Lambri. Wawancara. Rumah Lambri Kampung Kaduketug 1, Desa Kanekes,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Sabtu 17
Oktober 2015

Lili. Wawancara. Rumah Lili, Kampung Ciboleger, Desa Bojongmenteng,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten Jum’at 16
Oktober 2015

Masitoh, Siti. Wawancara. Ruang Guru, SDN 2 Bojongmenteng, Kecamatan


Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jum’at 16 Oktober
2015

Saija. Wawancara. Rumah Jaro Saija, Kampung Kaduketug 1, Desa Kanekes,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Selasa 06
Oktober 2015

Samsudin, Ahmad. Wawancara. Kantor PAUDNI (Pendidikan Anak Usia Dini


Non Formal-Informal) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten
Lebak Provinsi Banten. Jum’at 16 Oktober 2015

Sarpin. Wawancara. Rumah Warga, Kampung Kaduketug 1, Desa Kanekes,


Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Rabu 14
Oktober 2015

Sapin. Wawancara. Kantor Desa Kanekes, Kecamatan Leuwi Damar, Kabupaten


Lebak, Provinsi Banten. Senin 19 Oktober 2015
Lampiran-Lampiran
Informan Penelitian

Seperti yang telah dipaparkan pada bab tiga, bahwa pada penelitian Peran
Kepemimpinan Kepala Desa Terhadap Pendidikan Masyarakat Baduy Luar
menggunakan teknik pengambilan sampling incidental dan sampling
purposive. Sampling incidental adalah masyarakat Kaduketug yang pada saat
penelitian memberikan informasi tentang data yang akan peneliti ambil,
sedangkang pada sampling purposive adalah informan yang peneliti rasa
memiliki informasi yang dibutuhkan karena berhubungan langsung dengan
masalah yang sedangn diteliti.
Informan dalam penelitian ini berjumlah 26 orang, diantaranya sebagai
berikut:
1. Pak Oman Kabid Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak
2. Pak Irawan Kasi Pendidikan Masyarakat Kabupaten Lebak
3. Pak Ahmad Samsudin Kasi PAUDNI (Pendidikan Anak Usia Dini Non
Informal) Kabupaten Lebak.
4. Pak Beben Budiman, A. M. Pd. Kepala Sekolah SDN 2 Bojong-
menteng
5. Ibu Julaeha, S. Pd. SD Guru kelas 1 SDN 2 Bojongmenteng
6. Ibu Siti Masitoh, S. Pd. I Guru kelas 2 SDN 2 Bojongmenteng
7. Jaro Saijah Kepala Desa Kanekes
8. H. Sapin Sekretaris Desa Kanekes
9. Kang Sarpin Staf Pemerintahan Kanekes/Tokoh peduli pendidikan
Baduy
10. Ayah Mursyid Tokoh adat Baduy Dalam kampung Cibeo
11. Kang Pulung urang Cibeo
12. Kang Aldi urang Cibeo
13. Kang Jarkan urang Kaduketug III (orangtua Jamsah)
14. Kang Kurdi urang Kaduketug II (orangtua Marsha Marselina)
15. Kang Lambri urang Kaduketug I (orangtua Ranah)
16. Pak Lili urang Kaduketug yang sudah keluar (orangtua Linda Putri)
17. Kang Amir urang Kaduketug I
18. Teteh Sarti urang Kaduketug I
19. Kang Rainan urang Kaduketug III
20. Kang Mista urang Kaduketug I
21. Kang Bani urang Kaduketug III
22. Teteh Aswati urang Kaduketug II
23. Teteh Artini urang Kaduketug I
24. Kang Sarman urang Kaduketug I
25. Teteh Aliza urang Kaduketug I
26. Kang Jamali urang Kaduketug I

Daftar Informan
No Informan Kode Informan
1 Pak Oman I1
2 Pak Irawan I2
3 Pak Ahmad Samsudin I3
4 Pak Beben, A. M. Pd. I4
5 Ibu Julaeha, S.Pd. SD I5
6 Ibu Siti Masitoh, S.Pd. I I6
7 Jaro Saijah I7
8 H. Sapin I8
9 Kang Sarpin I9
10 Ayah Mursyid I 10
11 Kang Pulung I 11
12 Kang Aldi I 12
13 Kang Jarkan I 13
14 Kang Kurdi I 14
15 Kang Lambri I 15
16 Pak Lili I 16
17 Kang Amir I 17
18 Teteh Sarti I 18
19 Kang Rainan I 19
20 Kang Mista I 20
21 Kang Bani I 21
22 Teteh Aswati I 22
23 Teteh Artini I 23
24 Kang Sarman I 24
25 Teteh Aliza I 25
26 Kang Jamali I 26

Data yang peneliti dapatkan berupa kata-kata dari hasil wawancara dan
tindakan melalui proses observasi. Dalam penelitian ini kata-kata dan tindakan
merupakan informasi utama. Sumber data ini kemudian peneliti catat dengan
menggunakan catatan tertulis dan melalui alat perekam yang peneliti gunakan
dalam penelitian.
Peneliti juga menggunakan study dokumen dari Dinas Pariwisata
Kabupaten Lebak, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak, studi
pustaka dan dokumetasi pribadi yang dilakukan oleh peneliti.
Pedoman observasi menjadi acuan peneliti dalam menentukan batasan-
batasan objek penelitian yang dilakukan di lapangan. Hasil dari pedoman
observasi berupa informasi mengenai proses pendidikan yang terjadi di Desa
Kanekes (Baduy), bagaimana peran kepemimpinan kepala Desa Kanekes
(Jaro Pamarentah), peran tokoh peduli pendidikan masyarakat Baduy, faktor
pendukung dan penghambat pelaksanaan pendidikan di Desa Kanekes
(Baduy).
Untuk mendukung observasi yang dilakukan peneliti menggunakan
pedoman wawancara agar data yang di dapat lebih realistis atau sesuai dengan
fakta yang ada di lapangan, karena wawancara ditujukan kepada informan
yang dianggap paham mengenai informasi yang akan di gali oleh peneliti.
Instrumen Pedoman Wawancara Masyarakat Baduy
Pokok Sub Pokok
No Butir Pertanyaan
Pertanyaan Pertanyaan
1. Bagaimana pendidikan
1. Pendidikan yang
yang diterapkan di
diterapkan di Baduy
Baduy Luar?
Pola pendidikan Luar
1 2. Bagaimana proses
masyarakat Baduy 2. Proses pendidikan
pendidikan yang
yang dilaksanakan di
dilaksanakan di Baduy
Baduy Luar
Luar?
3. Bagaimana peran Jaro
1. Peran Kepala Desa Pamarentah terhadap
untuk pendidikan pendidikan formal
masyarakat Baduy masyarakat Baduy Luar?
Luar 4. Hal apa yang sudah
2. Hal yang sudah dilakukan terhadap
Peran
dilakukan untuk pendidikan masyarakat
Kepemimpinan
pendidikan Baduy Luar?
Kepala Desa
masyarakat Baduy 5. Apakah tugas dan
(Jaro Pamerntah)
2 Luar tanggung jawab Jaro
terhadap
3. Tugas dan fungsi Pamarentah?
pendidikan
Kepala Desa 6. Bagaimana bentuk
masyarakat Baduy
Kanekes pemerintah- an Desa
Luar
4. Sistem pemerintahan Kanekes?
Desa Kanekes 7. Bagaimana proses
5. Proses Pemilihan pemilihan sistem
Kepala Desa kepemimpinan Jaro
Kanekes Pamarentah?

Pandangan 1. Motivasi untuk 8. Bagaimana pandangan


3
masyarakat Baduy mengikuti anda mengenai
Luar terhadap pendidikan formal pendidikan formal?
pendidikan formal 9. Apakah ada keinginan
untuk bersekolah?
10. Bagaimnaa pendapat
anda mengenai SDN 2
Bojongmenteng yang
terletak di perbatasan
Desa Kanekes dan
Kampung Ciboleger?
11. Bagaimana Peran Jaro
pamarentah terhadap
pendidikan formal?
12. Bagaimana proses
pendaftaran mengikuti
pendidikan formal?
13. Kenapa mengikuti
pelaksanaan pendidikan
formal?
Pandangan
14. Apakah sebelum
masyarakat Baduy 1. Motivasi untuk
mengikuti pendidikan
4 Luar yang sudah melaksanakan
formal lapor dahulu ke
melaksanakan pendidikan formal
Jaro Pamarentah?
pendidikan formal
15. Apakah ada hukuman
karena sudah mengikuti
pendidikan formal?
16. Bagaimana Peran Jaro
pamarentah terhadap
pendidikan formal?
Pandangan tokoh 1. Pendidikan Formal 17. Apa pendapat bapak
5
peduli pendidikan 2. Program yang mengenai pendidikan?
terhadap dicangangkan 18. Bagaimana pendapat
pendidikan bapak mengenai SDN 2
masyarakat Baduy Bojongmenteng yang
terletak diperbatasan
wilayah Desa Kanekes
dan Kampung
Ciboleger?
19. Bagaimana pendapat
bapak mengenai
program pelatihan
internet yang
dicanangkan
pemerintah?
20. Bagaimana pendapat
bapak mengenai
perpustakaan yang
disediakan untuk
masyaraat Kanekes?
21. Bagaimana pendapat
bapak mengenai
masyarakat Kanekes
yang bersekolah?
22. Bagaimana peran Jaro
Pamarentah terhadap
pendidikan formal
masyarakat Kanekes?
23. Apa program yang sudah
dilakukan?
Instrumen Pedoman Wawancara Stakeholder SDN 2 Bojongmenteng
Pokok Sub Pokok
No Butir Pertanyaan
Pertanyaan Pertanyaan
1. Bagaimana perilaku anak
kanekes ketika berada di
dalam kelas?
2. Bagaimana cara anak
kanekes menyerap
1. Perilaku anak
pembelajaran?
kanekes ketika di
3. Bagaimana pandangan
sekolah
Proses kegiatan teman sebaya di lingkup
1
belajar mengajar 2. Proses pembelajaran
sekolah?
yang diberikan
4. Bagaimana proses
kepada anak
pembelajaran yang
diberikan kepada anak?
5. Apakah ada pembelajaran
khusus kepada anak
kanekes?
Instrumen Pedoman Wawancara Stakeholder Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Kabupaten Lebak Provinsi Banten
Pokok Sub Pokok
No Butir Pertanyaan
Pertanyaan Pertanyaan
1. Apa langkah-langkah
yang dilakukan untuk
1. Usaha pemerintah
pendidikan formal
untuk pendidikan
masyarakat Kanekes?
1 Program formal masyarakat
Pemerintah 2. Apakah ada sosialisasi
Kanekes
terhadap masyarakat
Kanekes agar mengikuti
pendidikan formal?
Faktor pendukung 1. Faktor pendukung 3. Apa faktor pendukung
dan penghambat pendidikan formal di pelaksanaan pendidikan
pelaksanaan Desa Kanekes formal di Desa Kanekes?
2
pendidikan 2. Faktor penghambat 4. Apa faktor penghambat
formal di Desa pendidikan formal di pelaksanaan pendidikan
Kanekes Desa Kanekes formal di Desa Kanekes?
HASIL WAWANCARA

Tanggal : 16 Oktober 2015


Pukul : 14:52 WIB
Narasumber : Pak Oman
Jabatan : Kabid Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak
Lokasi : Kantor Kabid Dinas Pariwisata Kabupaten Lebak

Peneliti : Menyambung silaturahmi dari yang telah lalu pak Oman, saya
kesini untuk menanyakan kepada bapak seputar masyarakat Baduy
karena bapak juga termasuk orang yang bersentuhan langsung
dengan masyarakat Baduy dan bapak selaku Kabid Pariwisata
Kabupaten Lebak juga mengetahui mengenai masyarakat Baduy.
Dari buku yang bapak berikan bahwasanya masyarakat Baduy
adalah masyarakat yang tidak ingin sekolah atau melaksanakan
pendidika formal karena “kalau pintar nanti malah minterin
orang”.

Narasumber : Iya betul nanti malah ujung-ujungnya korupsi.

Peneliti : Namun pak sesuai dengan berjalannya waktu untuk saaat ini data
yang saya dapatkan dilapangan adalah msayarakat Baduy Luar
sudah ada yang melaksanakan pendidikan formal. Bagaimana
pendapat bapak mengenai hal tersebut?

Narasumber : Itu merupakan suatu kemajuan, karena jika kita ingin masuk
untuk mengikis yang tadi yaitu sekolah, akan sulit dengan
semboyan “Barang siapa yang melanggar adat di suatu tempat
tertentu sesungguhnya taruhannya nyawa”, oleh karena itu harus
sedikit-sedikit. Memang rata-rata untuk di Leuwi Damar angka
sekolah itu kurang karena umur sembilan tahun baru kelas satu.
Dahulu ketika saya penelitian mudah-mudahan sekarang sudah
tidak, jadi kalau kata Puun tidak ya tidak itu untuk masyarakat
Baduy yang taat.

Peneliti : Iya pak, dan uniknya masyrakat Baduy yang sekolah tersebut
sembunyi-sembunyi pak jadi mereka baru memakai seragam
sekolah ketika di sekolah dan mereka ganti pakaian di warung
pojok sekolah.

Narasumber : Memang masyarakat Baduy yang ingin sekali melaksanakan


pendidikan sampai berjuang begitu hebatnya yaitu dengan
sembunyi-sembunyi dan itu terkandung dalam surat Al-Insyrirah
setiap ada keseusahan pasti ada kemudahan. Dan itu merupakan
suatu penyelesaian untuk wajib belajar sembilan tahun yang habis
tahun 2014 dan untuk Kabupaten Lebak tidak tuntas karena
kendalanya adalah masyarakat Baduy. Jadi dapat saya simpulkan
kalau terobosan anak-anak yang sembunyi-sembunyi tadi sangat
patut diapresiasi.
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Jumat, 16 Oktober 2015


Pukul : 10:00 WIB
Narasumber : Pak Ahmad Samsudin
Jabatan : Kasi PAUDNI Kabupaten Lebak
Lokasi : Kantor Kasi PAUDNI Kabupaten Lebak

Peneliti : Bagaimana pendapat Bapak Ahmad Samsudin selaku staf Dinas


Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak mengenai
masyarakat Baduy yang sudah bersekolah atau melaksanakan
pendidikan formal?

Narasumber : Menurut saya sangat baik, karena dengan seperti itu mereka sudah
mulai menyadari pentingnya pendidikan.

Peneliti : Apa saja yang dilakukan Dinas pendidikan dan Kebudayaan


Kabupaten Lebak untuk pendidikan masyarakat Baduy?

Narasumber : Kita lakukan untuk masyarakat Baduy Luar dan sekitar Baduy
yaitu pendidikan keaksaraan dasar dan program paket A paket B
sekaligus kita tarik ke PKBM disekitar sana yaitu PKBM Kencana
Ungu. Selain itu kebijakan pemerintah Daerah apabila ada
masyarakat Baduy yang ingin kuliah apalagi yang ingin masuk
kedokteran untuk biayanya ditanggung oleh pemerintah daerah.

Peneliti : Seluruh biaya kuliah atau hanya uang masuknya saja pak?

Narasumber : Seluruh biayanya. Hal itu dilakukan untuk memotivasi


masyarakat Baduy yang ingin belajar, karena kita tidak bisa
memaksa mereka untuk melaksanakan pendidikan formal. Tetapi
untuk Baduy Dalam tidak mungkin melaksanakan pendidikan
formal.
Peneliti : Disini ada kecocokan data pak Samsudin, karena orangtua siswa
dari masyarakat Baduy Luar yang sudah saya wawancarai
termotivasi memasukan anaknya ke sekolah karena sang anak ingin
menjadi dokter. Lalu apakah hanya yang ingin melanjutkan ke
kedokteran saja pak yang hanya ditanggung oleh pemerintah
Kabupaten lebak?

Narasumber : Untuk jurusan lain saya belum dapat sampai saat ini, namun
untuk masayarakat Baduy sudah ada subsidi silang. Biasanya jika
ada anak dari Baduy yang ingin sekolah sudah ada catatan khusus,
karena anak Baduy biasanya lebih cerdas dari anak lain sehingga
ada penanganan khusus dari pemerintah.

Peneliti : Apakah ada kegiatan lain yang dilakukan pemerintah agar


masyarakat Baduy termotivasi untuk melaksanakan pendidikan
formal?

Narasumber : Sebenarnya banyak yang sudah dilakukan pemerintah, salah


satunya adalah program Budidaya gula jahe sekaligus pengepakan
produk biasanya program tersebut disebut pendidikan alternatif.
Langkah yang pas adalah seperti itu yaitu dengan kerja nyata
sehingga dapat diterima dengan logika mereka. Jika pendidikan
formal langsung yang diterapkan disana mereka akan menolak.

Peneliti : Namun yang menarik di Kampung Ciboleger ada SDN 02


Bojongmenteng yang lokasinya di perbatasan antara Desa
Kanekes, dan ada masyarakat Kaduketug yang bersekolah disana
dengan cara sembunyi-sembunyi. Yang saya ingin tanyakan
apakah itu termasuk program pemerintah menyediakan sekolah SD
diperbatasan antara Kanekes dan Ciboleger?

Narasumber : Iya SDN 2 Bojongmenteng, itu adalah alternatif untuk masyarakat


Baduy Luar khususnya agar dapat bersekolah, karena di Baduy
HASIL WAWANCARA

Tanggal : Jum’at. 16 Oktober 2015


Pukul : 11:00 WIB
Narasumber : Pak Irawan
Jabatan : Kasi Pendidikan Masyarakat Kabupaten Lebak
Lokasi : Kantor Kasi Pendidikan Masyarakat Kabupaten Lebak

Peneliti : Apa yang dilakukan Dinas pendidikan dan Kebudayaan


Kabupaten Lebak untuk pendidikan Masyarakat Baduy?

Narasumber : Kita lakukan untuk masyarakat Baduy Luar dan sekitar Baduy
yaitu pendidikan keaksaraan dasar dan program paket A paket B
sekaligus kita tarik ke PKBM disekitar sana yaitu PKBM Kencana
Ungu.

Peneliti : Lalu, bagaimana pendapat Bapak Irawan selaku staf Dinas


Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Lebak mengenai
masyarakat Baduy yang sudah bersekolah atau melaksanakan
pendidikan formal?

Narasumber : Karena kita sudah dipayungi Undang-Undang SISDIKNAS dan


lebih keatas lagi yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dimana setiap
warganegara tanpa terkecuali Baduy juga berhak mendapatkan
pelayanan pendidikan. Dan kita di Dinas pendidikan otomatis harus
mengawal itu dan berupaya agar mereka mendapat akses layanan.

Peneliti : Apakah ada kegiatan lain yang dilakukan pemerintah agar


masyarakat Baduy termotivasi untuk melaksanakan pendidikan
formal?

Narasumber : Program-programnya banyak salah satunya dari kementrian PDP,


lalu dilatih pertukangan dan budidaya gula jahe. Memang mereka
harus didampingi dengan kegiatan keterampilan tersebut sehingga
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Jum’at, 09 Oktober 2015


Pukul : 07:58 WIB
Narasumber : Pak Beben Budiman, A. Ma. Pd
Jabatan : Kepala Sekolah SDN 02 Bojongmenteng
Lokasi : Ruang Kepala Sekolah

Peneliti : Selamat pagi pak, saya Gilang Putra Prasetyo mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melaksanakan penelitian
tentang pendidikan masyarakat Baduy. Saya ingin minta bantuan
bapak selaku Kepala Sekolah SDN 02 Bojongmenteng untuk
melengkapi data-data saya perihal penelitian yang saya sedang
lakukan. Saya ingin mengetahui pak Beben apakah di SDN 02
Bojongmenteng ada masyarakat Kanekes yang bersekolah?

Narasumber : Iya kebetulan ada pak, akan tetapi saya juga tidak mengetahui
mengapa mereka termotivasi untuk bersekolah disini. Karena yang
saya tahu jika masyarakat Kanekes sekolah formal akan
dikeluarkan dari lingkaran adat mereka. Mungkin saja budaya
mereka sudah luntur atau bagaimana saya juga tidak tahu, sampai
saat ini anak Kanekes yang bersekolah disini ada empat orang pak,
yang dua orang duduk dibangku kelas satu dan yang dua orang lagi
duduk dibangku kelas dua. Informasi saja untuk anak Kanekes
yang kelas dua yang satunya sudah mualaf pak.

Peneliti : Menurut pak Beben selaku kepala sekolah SDN 02


Bojongmenteng bagaimana keinginan masyarakat Kanekes untuk
melaksanakan pendidikan formal pak?

Narasumber : Pada dasarnya mereka ingin sekolah formal pak, akan tetapi
semua itu terbentur dengan adat mereka yang tidak mengizinkan
untuk bersekolah formal.
Peneliti : Apakah dari sekolah ada ajakan pak agar masyarakat Kanekes
ingin melaksanakan pendidikan formal?

Narasumber : Tidak ada pak karena mereka menolak apabila ada suatu gerakan
yang mereka anggap asing, apalagi ini menyangkut mengenai
pendidikan formal mereka sangat menolak sekali.

Peneliti : Jadi pihak sekolah ibaratnya jika masyarakat Kanekes ingin


bersekolah silahkan dan jika tidak juga tidak apa-apa ya pak?

Narasumber : Iya pak. Kalau mengajak atau memaksa kita kan melanggar adat
mereka juga.

Peneliti : Mereka jika ingin sekolah apakah memakai seragam dari rumah
pak?

Narasumber : Tidak pak, mereka memakai seragam sekolahnya di warung pojok


belakang sekolah mereka dari rumah dengan seragam biasa dan
gantinya diwarung pojok itu.

Peneliti : Menarik sekali pak Beben, lalu untuk pengambilan raport dan jika
ada rapat orangtua siswa apakah orangtua siswa masyarakat
Kanekes ini juga datang kesekolah?

Narasumber : Tidak pak, anaknya yang mengambil sendiri kareana kan


orangtanya pura-pura tidak tahu anaknya bersekolah jadi saya
berusaha memberi kelonggaran juga pak yang penting anak ini bisa
tetap bersekolah.

Peneliti : Lalu bagaimana proses pendaftaran masyarakat Kanekes yang


bersekolah di SDN 02 Bojongmenteng?

Narasumber : Mereka mendaftarkan sendiri anaknya kesini dan ada juga yang
menitipkan kepada orang yang dipercaya oleh masyarakat Kanekes
tersebut untuk mendaftarkan anaknya ke sekolah ini.
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Kamis, 15 Oktober 2015


Pukul : 07:54 WIB
Narasumber : Pak Beben Budiman, A. Ma. Pd
Jabatan : Kepala Sekolah SDN 02 Bojongmenteng
Lokasi : Ruang Kepala Sekolah

Peneliti : Menindak lanjuti wawancara sebelumnya pak Beben, saya ingin


melanjutkan wawancara selanjutnya pak. Saya ingin
mengkonfirmasi kembali pak Beben. Bagaimana proses
pendafataran anak Kanekes yang bersekolah di SDN 02
Bojongmenteng, apakah sama dengan anak-anak lainnya atau
bagaimana pak?

Narasumber : Untuk pendaftaran anak Kenekes yang bersekolah disini


didaftarkannya oeleh orang lain pak, salah satu contoh kemarin ada
yang mendaftarkan melalui pak Jejen masyarakat Ciboleger jadi
saya berikan formulirnya dan pak Jejen yang mengisi.

Peneliti : oh, jadi bukan orangtua siswanya langsung yang mendaftarkan


anaknya ya pak Beben?

Narasumber : Iya bukan pak tetapi melalui perantara orang luar, dan sampai
sekarang pun orangtua siswanya belum pernah kesekolah pak.

Peneliti : Lalu untuk pengambilan raport dan jika ada pertemuan orangtua
murid apakah orangtuanya yang datang atau perantaranya pak yang
kesekolah?

Narasumber : Orang tua siswa dan perantara tidak datang pak jika ada informasi
tentang sekolah mungkin dapat dari orang lain pak.

Peneliti : Lalu selanjutnya apakah pihak sekolah ada ajakan agar


masyarakat Kanekes tertarik untuk bersekolah?
Narasumber : Tidak pak, karena itu dianggap tabu oleh mereka. Jadi saya
menjaga diri agar tidak terjadi benturan dengan adat mereka. Pada
prinsipnya bicara/komunikasi secara langsung tidak pak tetapi kita
berbicara kelain arah yaitu dengan mencari tokoh adat Kanekes
yang peduli terhadap pendidikan masyarakat Kanekes yaitu pak
Sarpin dengan pola pikirnya saya berbicara dengan beliau dan
beliau bilang “pak guru jangan takut-takut” seperti itu karena ada
saya di dalam yang mendukung.

Peneliti : Jadi tetap ada tameng dari masyarakat Kanekes ya pak?

Narasumber : Iya bahkan pak Sarpin berupaya mendukung anak Kanekes yang
bersekolah disini. Dia sangat mendukung untuk pendidikan
formalnya dan pendidikan nonformal masyarakat Kanekes. Karena
masyarakat Kanekes beranggapan jika bersekolah formal ataupun
nonformal akan menghambur-hamburkan waktu.

Peneliti : Bagaimana perilaku anak di sekolah pak?

Narasumber : Mengenai perilaku masyarakat Kanekes yang besekolah disini


bagus pak beradaptasinya, mereka sudah memakai kerudung dan
membaur dengan yang lain.

Peneliti : Ada sesuatu yang berbeda tidak pak dari perilakunya?

Narasumber : Dalam perilaku setelah saya himbau untuk membaur sudah mulai
membaur kalau dulunya mah mereka hanya berdua berdua saja,
berempat berempat saja tetapi setelah saya himbau untuk membaur
mereka sudah beradaptasi dengan baik.

Peneliti : Bagaimana pandangan teman sebaya mereka pak?

Narasumber : untuk sementara ini tidak terlihat berbeda pak, karena pada saat
jam istirahat mereka bermain bersama-sama mungkin hanya sedikt
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Kamis, 15 Oktober 2015


Pukul : 09:05 WIB
Narasumber : Ibu Julaeha, S.Pd. SD
Jabatan : Walikelas 1 SDN 02 Bojongmenteng
Lokasi : Ruang Guru

Peneliti : Selamat pagi bu, saya Gilang Putra Prasetyo mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melaksanakan penelitian
tentang pendidikan masyarakat Baduy. Saya ingin minta bantuan
Ibu Julaeha selaku walikelas kelas satu SDN 02 Bojongmenteng
yang trdapat masyarakat Kanekesnya untuk melengkapi data-data
saya perihal penelitian yang saya sedang lakukan. Saya ingin
mengetahui tentang proses kegiatan belajar mengajar dikelas
seperti apa ibu Eha?

Narasumber : Mulai dari awal ya setiap hari berdo’a dahulu, karena mereka
masih kelas satu dan belum mengenal huruf semua hanya huruf
vokal yang mereka ketahui jadi hanya huruf dulu yang diajarkan,
lalu angka-angka 1-10 paling, itu agenda setiap hari seperti itu dan
biasanya anak dipanggil kedepan satu persatu untuk membaca dan
memahami huruf serta mengeja suku kata. Itu belum seperti
sekolah-sekolah yang ada dikota ya jadi disini memang agak
sedikit kurang untuk kelas satu untuk calistungnya (baca, tulis dan
hitung).

Peneliti : Apakah perlu tindakan khusus dikelas untuk kegiatan belajar


mengajar kepada anak Kanekes?

Narasumber : Kalau untuk pelajaran-pelajaran umum seperti Bahasa Indonesia,


Matematika, IPA dan sebagainya sama tetapi untuk pelajaran
Agama Islamnya berbeda jadi gurunya harus memberi arahan dan
pengertian paling seperti ini “Boleh dikelas ikuti pelajaran Agama
Islam dikelas, akan tetapi kan jika dirumah berbeda lagi jadi gak
usah dipake untuk dirumah, kalau dikelas ikuti seperti pelajaran
biasa” saya bilang seperti itu. Dan untuk pelajaran yang lainnya
sama proses kegiatan pembelajarannya tidak ada yang dibedakan
hanya Agama Islam saja dan BTA (Baca Tulis Al-Qur’an) saja
yang dikhususkan atau dibedakan.

Peneliti : Bagaimana Perilaku anak di dalam kelas bu?

Narasumber : Perilaku di dalam kelas secara keseluruhan dibandingkan saya


mengajar pada tahun 2002 lebih sulit sekarang diaturnya mulai dari
cara duduk, kerapihan, ucapan dan sebagainya,

Peneliti : Kalau untuk masyarakat Kanekesnya ibu bagaimana?

Narasumber : Untuk si Ranah dan Jamsah (Urang Kaduketug) kalau


digolongkan sebagai siswa yang baik iya, lebih rapih serta mudah
diarahkan dan mengikuti pereaturan yang ada dikelas itu sesuai
dengan yang saya alami dikelas. Lalu mengenai sikap, perilaku dan
pembelajaran sudah bisa menyesuaikan aturan-aturan yang ada
disekolah.

Peneliti : Untuk perilaku di luar kelas khusus untuk Ranah dan Jamsah
bagaimana bu?

Narasumber : Kalau untuk di luar kelas seperti biasa mereka bisa bergaul
dengan siswa lain walaupun mereka dari suku Baduy tetapi mereka
bisa menyesuaikan diri apalagi setiap hari selalu ada pengarahan
“walaupun berbeda mereka itu sama disekolah” jadi mereka dapat
menyesuaikan diri.

Peneliti : Lalu untuk pandangan teman sebaya mereka bagaimana bu?


HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Jum’at, 16 Oktober 2015


Pukul : 08:14 WIB
Narasumber : Ibu Siti Masitoh, S. Pd. I
Jabatan : Walikelas 2 SDN 02 Bojongmenteng
Lokasi : Ruang Guru

Peneliti : Selamat pagi bu, saya Gilang Putra Prasetyo mahasiswa UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melaksanakan penelitian
tentang pendidikan masyarakat Baduy. Saya ingin minta bantuan
Ibu Siti Masitoh selaku walikelas kelas dua SDN 02
Bojongmenteng yang trdapat masyarakat Kanekesnya untuk
melengkapi data-data saya perihal penelitian yang saya sedang
lakukan. Saya ingin mengetahui tentang proses kegiatan belajar
mengajar dikelas seperti apa ibu Eha?

Narasumber : Untuk mengajarnya di kelas seperti biasa berdo’a terlebih dahulu


dan langsung masuk kematapelajaran yang akan diajarkan.

Peneliti : Apakah ada pembelajaran khusus untuk masyarakat Kanekes ibu?

Narasumber : Tidak ada pembelajaran khusus untuk anak Baduy bahkan mereka
lebih pintar dari anak-anak yang bukan dari Baduy.

Peneliti : Apakah perlu tindakan khusus untuk anak Kanekes?

Narasumber : Sejauh ini belum karena mengajar mereka baru tiga bulan.

Peneliti : Bagaimana perilaku anak di dalam kelas bu?

Narasumber : Karena mereka wanita jadi biasa saja tidak nakal seperti laki-laki
dan mereka juga feminim. Cuma bedanya mereka minder soalnya
kan berbeda agama, apalagi kalau hari Jum’at. Mereka pernah
bilang seperti ini “bu kata bapak saya kalau hari Jum’at ga boleh
masuk sekolah” kata saya “kenapa neng” dia bilang “pokoknya
kalau Jum’at ga boleh sekolah soalnya ada pelajaran Agama
Islam”. Karena keyakinan disana kuat katanya ga mau masuk ke
Agama Islam. Makanya kalau pelajaran Agama Islam tidak saya
jadwalkan, pokoknya kalau mereka masuk saya berikan pelajaran
Agama Islam agar pemahaman mereka bertambah, saya tidak tahu
guru yang lain seperti itu juga atau tidak. Kalau kita belajar agama
BTA (Baca Tulis Al-Qur’an) mereka hanya diam saja.

Peneliti : Tetapi tetap di dalam kelas atau ke luar kelas ibu?

Narasumber : Tetap di dalam kelas, mungkin menghargai mereka.

Peneliti : Lalu, jika di luar kelas bagaimana perilakunya bu?

Narasumber : Biasa saja seperti yang lain karena mereka sudah kelas dua jadi
sudah terbiasa.

Peneliti : Bagaimana untuk penyerapan pembelajaran untuk masyarakat


Kanekes bu?

Narasumber : Mereka lumayan, soalnya mereka masuk 10 besar.

Peneliti : Bagaimana pandangan teman sebaya, terhadap masyarakat


Kanekes bu?

Narasumber : Mereka rukun-rukun saja tidak saling mengejek, ramah, tidak


menyinggung tidak ada yang bilang “kamu anak Baduy tidak boleh
sekolah”.

Peneliti : Menurut informasi yang saya dapat ibu, Linda Putri siswa ibu
keluar dari Kanekes ya bu?

Narasumber : Iya mereka keluar satu keluarga karena pelajaran Agama Islam
yang dipahami disekolah disebarkan lagi keteman-temannya di
Baduy.
Peneliti : Apakah keluarnya keluarga mereka sebelum atau setelah sekolah
disini bu?

Narasumber : Mereka keluar setelah Linda Putri sekolah disini, jadi Linda Putri
sekolah disini statusnya masih masyarakat Kaduketug. Sepertinya
mereka keluar Baduy ketika Puasa tahun ini dan mereka langsung
masuk Islam. Awalnya yang masuk disini si Linda Putri sama
Marsha Marshelina. Lalu diikuti dengan anak kelas satu yang
sekarang si Jamsah dan Ranah. Tetapi si Ranah jarang masuk.

Peneliti : Iya bu, tetapi kemarin ketika saya masuk kekelas saya melihat
Ranah masuk bu. Menurut bu Eha si Jamsah lebih pintar bu dari
anak-anak lain.

Narasumber : Iya kalau Jamsah kan sedang di bimbing untuk lomba nanti.

Peneliti : Wah jadi Jamsah merupakan maskot sekolah ini bu?

Narasumber : Iya, karena dia lebih mudah mengerti dibandingkan yang lain, si
Linda putri juga selain sekolah disini dia juga mengikuti kegiatan
PAUD.

Peneliti : Untuk lombanya kapan ibu dilaksanakannya ibu?

Narasumber : Nanti semeter dua tahun ajaran baru sekitar bulan Februari
dilaksanakannya.

Peneliti : Lombanya setingkat apa ibu?

Narasumber : Lombanya setingkat Kecamatan, kalau berhasil juara 1, 2 dan 3


naik kembali ketingkat Kabupaten.

Peneliiti : Biasanya di mana dilaksanakannya ibu?

Narasumber : Di SDN 1 dan SDN 2 Leuwidamar, PLSN untuk kelas 1, 2 dan 3


dan untuk kelas 4, 5 dan 6 MIPAnya.
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Selasa, 06 Oktober 2015


Pukul : 10:16 WIB
Narasumber : Jaro Saija
Jabatan : Jaro Pamarentah (Setingkat Lurah)
Lokasi : Rumah Jaro Saija

Peneliti : Berapa jumlah masyarakat Kanekes dan ada berapa kampung


yang ada di Kanekes?

Narasumber : ± 12.000 jiwa dengan 3402 kepala keluarga. Jumlah kampung di


Kanekes sampai pada saat ini berjumlah 64 kampung dengan 64
RT dan 13 RW, tiga diantaranya adalah Baduy Dalam yaitu
kampung Cibeo, kampung Cikertawarna dan kampung Cikesik dan
61 berada di wilayah Baduy Luar dan setiap tahun dapat
bertambah.

Peneliti : Bagaimana pendidikan di Baduy?

Narasumber : Pendidikan masyarakat Kanekes adalah pendidikan lisan dengan


mempelajari atau menerapkan pendidikan adat adapun pendidikan
adat sebagian besar berisi mengenai cara berladang, mantra-mantra
untuk berladang, bagaimana beretika yang baik, diarahkan untuk
tidak saling berkelahi, mencuri dan sebagainya. Biasanya
pendidikannya dengan cara “ngola” yaitu bagaimana masyarakat
Baduy tetap dapat bertahan hidup, bagaimana masyarakat Baduy
mengerti cara berladang dan sebagainya karena kalau tidak
diajarkan dengan “ngola” tadi mereka tentu tidak bisa berbuat apa-
apa.

Peneliti : Apa mata pencaharian masyarakat Baduy?


Narasumber : Mata pencaharian utama masyarakat Kaeneks adalah berladang
atau bertani dengan menanam pisang, padi, kunyit dan pohon-
pohon berkayu besar seperti pohon aren duren dan sebagainya
untuk masa depan bagi kaum laki-laki. Sedangkan menenun untuk
yang wanitanya itu untuk di Baduy Luar. Kalau di Baduy Dalam
mayoritas mata pencaharian bagi kaum laku-laki dan
perempuannya adalah berladang atau bertani. Di Baduy tidak ada
pengangguran tetapi tidak ada orang mampu jadi sama untuk
keseluruhan masyarakat Baduy tidak ada yang kaya dan tidak ada
yang miskin. Dan di Baduy tidak ada kekerasan, perkelahian yang
ada cinta damai, kerukunan dan keamanan.

Peneliti : Berapa luas tanah ulayat di Desa Kanekes?

Narasumber : Luas areal tanah di Kanekes secara keseluruhan adalah ± 5.100


Hektar dan luas areal pelindung alam yang perlu dilestarikan dan
dijaga ± 2.100 Hektar dengan sumber mata air yang ada di hutan
lindung berjumlah 125 sumber mata air yang mengalir sampai ke
wilayah Rangkas Bitung, Serang dan Tangerang.

Peneliti : Apakah masyarakat Kaduketug ada yang bersekolah?

Narasumber : Ada yang bersekolah SD, ada yang ikut paket kesetaraan.

Peneliti : Berarti sudah mulai longgar ya jaro untuk masyarakat Baduy


Luar?

Narasumber : Istilah urang Baduy mah kalau orang-orang adat tidak boleh tetapi
saya tidak bisa menahan atau menolak karena mereka menganggap
bahwa pendidikan formal itu perlu untuk baca tulis dan hitung.
Kalau orang Baduy tidak boleh sekolah formal karena sudah
berjanji untuk menjaga batin.

Peneliti : Apakah ada hukuman jaro kepada yang bersekolah?


HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Senin, 19 Oktober 2015


Pukul : 13:33 WIB
Narasumber : H. Sapin
Jabatan : Carik (sekretaris Desa)
Lokasi : Kantor/Pos Carik

Peneliti : Apa tugas Jaro Pamarentah (Kepala Desa) di Desa Kanekes?

Narasumber : Tugas Jaro Pamarentah secara adat ditugaskan untuk berkordinasi


dengan pemerintah dan melaksanakan tugas-tugas fungsi sebagai
kepala desa oleh pemerintah yang menjadi penghubung antara
pemerintah dan adat selain itu juga kepala desa Kanekes 60%
melaksanakan tugas adat seperti kelembagaan adat,
kemasyarakatan, menyampaikan hukum adat dan aturan adat Desa
Kanekes dan 40% melaksanakan tugas pemerintah dengan di bantu
Sekretaris Desa atau saya sendiri yang fokus melaksanakan
sepenuhnya tugas Kepala Desa Kanekes. Tugas kepala desa
Kanekes lebih besar ke lembaga adat karena kepala desa dipilih
oleh lembaga adat dan diberhentikan juga oleh lembaga adat
Kanekes.

Peneliti : Bagaimana proses pemilihan kepala desa Kanekes?

Narasumber : Proses pemilihan kepala desa Kanekes ditentukan oleh lembaga


adat yang di dalamnya ada Puun, Tangtu Tilu, Jaroduabelas, Jaro
Warega/Lembaga Jaro Tujuh dan Tangkesan. Lembaga adat
tersebutlah yang menentukan kepala desa Kanekes, yang
memberhentikan, memberikan tugas harian kepada kepala desa
Kanekes, menyampaikan aturan adat dan menyambungkan aturan
adat dari lembaga adat kemasyarakat Kanekes, termasuk saya
disana membantu apa yang diatur oleh adat, apa yang diatur oleh
pemerintah. Walaupun aturan yang ditetapkan pemerintah tidak
diterima oleh adat tetap saya umumkan kemasyarakat Kanekes,
nanti tinggal masyarakat yang memilih mana yang akan dilakukan
dan apa yang tidak dilakukan, karena bagi selaku sekretaris desa
wajib hukumnya untuk menyampaikan informasi yang datang dari
pemerintah. Proses pemilihan kepala desa (Jaro Pamarentah)
adalah dengan cara kebatinan oleh Jaro Warega/Lembaga Jaro
Warega/Lembaga Jaro Tujuh siapa yang akan menjadi Kepala
Desa apakah melakukan pelanggaran atau tidak itu ditentukan oleh
Jaro Warega/Lembaga Jaro Warega/Lembaga Jaro Tujuh dan
Tanggungan Jaro Dua Belas setelah itu diajukan ke Puun. Dan
memutuskannya disitu disebut dengan Tri Tunggal tiga korang satu
keputusan (Kampung Cibeo, Cikertawarna dan Cikesik). Setelah
para Puun sudah memusyawarahkan calon Jaro Pamarentah lalu
dikembalikan lagi ke Jaro Warega/Lembaga Jaro
Warega/Lembaga Jaro Tujuh untuk digodog, setelah selesai calon
Jaro Pamarentah diberi SK secara keadatan lalu diserahkan
kepada pemerintah.

Peneliti : Proses pemilihan yang sangat panjang ya pak Carik?

Narasumber : Iya, memang betul-betul disini, biasanya dilihat dari kinerja


sehari-hari di masyarakat (apakah ini patuh adat atau menyalahi
adat), lalu dilihat selanjutnya keturunan apakah ada keturunan dari
Kepala Desa sebelumnya nah setelah itu Jaro Warega/Lembaga
Jaro Warega/Lembaga Jaro Tujuh melakukan pemilihan secara
kebatinan (dengan cara diberi kemenyan) setelah itu biasanya calon
Kepala Desa atau Jaro Pamarentah didatangkan lewat mimpi dari
ke tujuh Jaro Warega ini dan apabila yang empat orang bermimpi
dengan orang yang sama dan yang tiga dengan orang yang berbeda
yang akan di calonkan yaitu Jaro Warega yang bermimpi empat
orang tadi dengan cara dimusyawarahkan kembali secara
kebatinan.

Peneliti : Lalu untuk yang mengisi posisi di Jaro Warega bagaimana


prosesnya sampai dia dapat menjadi Jaro Warega pak Carik?

Narasumber : Itu keturunan, jadi kalau Jaro Warega/Lembaga Jaro


Warega/Lembaga Jaro Tujuh itu keturunan Jaro Warega/Lembaga
Jaro Warega/Lembaga Jaro Tujuh, kalau Tanggungan Jaro Dua
Belas Keturunan Tanggungan Jaro Dua Belas, Jaro Tangtu
keturunan Jaro Tangtu, Puun keturunan Puun itu semua seperti itu
tidak mungkin keturunan Jaro Tangtu menjadi Puun dan begitu
pun yang lainnya semuanya adalah keturunan. Kepala Desa Jaro
Pamarentah pun seharusnya dari keturunan Jaro Pamarentah.

Peneliti : Lalu mengenai fungsi dan tanggungjawabnya bagaimana pak


Carik (sekretaris desa)?

Narasumber : Tanggung jawabnya 100% menyampaikan aturan yang ditetapkan


pemerintah baik nantinya aturan tersebut tidak diterima oleh
lembaga adat tetapi kami tetap menyampaikan karena hal tersebut
ditetapkan oleh SK Bupati mengenai hal-hal yang diatur
pemerintah kepada masyarakat kita.

Peneliti : Bagaimana proses pemerintahan di Desa Kanekes?

Narasumber : Mulai dari Puun, Tangtutilu, Jaro Warega/Lembaga Jaro Tujuh,


Tanggungan Jaro Dua Belas yang mengatur hukum adat dan yang
menyelesaikan kepada masyarakat terutama kepada lembaga-
lembaga dibawahnya, termasuk saya, kepala desa dan rekan-rekan
kepala desa. Lalu disisi lain kita disini ada struktur mulai dari
Kepala Desa, RT/RW yang disana kami bertugas menyampaikan
aturan dari pemerintah ke RW/RT lalu kelembaga adat kami
menyampaikan mulai dari bawah.
Peneliti : Kalau saya lihat distruktur posisi tertinggi ada di Puun bisa tolong
dijelaskan urutannya pak Carik (sekretaris desa)?

Narasumber : Disana dua lembaga ada Puun lembaga adat tertinggi, kedua ada
Baresan IX yaitu seksi pertanian yang berfungsi di bidang upacara-
upacara adat, lalu ada Jaro Tangtu yang berfungsi sebagai
penghubung antara Puun, Jaro Pamarentah atau bahkan bisa
langsung sebagai penghubung keluar (penghubung informasi
mengenai aturan adat aturan pemerintah disampaikan ke lembaga
adat, yang paling penting aturan adat). Selanjutnya ada
Tanggungan Jaro Dua Belas bertugas mempertanggungjawabkan
urusan adat yang diputuskan oleh keputusan-keputusan lembaga
adat, dengan berkordinasi dengan Tangkesan sebagai penasehat
adat. Tugas dari Tangkesan atau penasehat adat sendiri bertugas
untuk meninjau apabila Jaro Pamarentah, Tanggungan Jaro Dua
Belas bahkan Puun melakukan pelanggaran, Tangkesan berhak
menasehati dapat dikatakan kalau di pemerintahan Indoseia seperti
Dewan Pertimbangan untuk menasehati dan mengangkat Puun
yang memberi SK kepada Puun dapat di analogikan seperti itu.
Lalu dibawah Tanggungan Jaro Dua Belas ada Jaro
Warega/Lembaga Jaro Warega/Lembaga Jaro Tujuh termasuk
anggotanya ada para Dangka. Para Dangka adalah lembaga adat
yang khusus mengurusi tentang adat dan tugas harian dari Puun
dan Tanggungan Jaro Duabelas untuk menyampaikan aturan
hukum adat kepada masyarakat Kanekes. Selanjutnya ada Jaro
Pamarentah (Kepala Desa) yang posisinya di bawah sekali karena
jika ada aturan atau informasi dari Jaro Warega/Lembaga Jaro
Warega/Lembaga Jaro Tujuh kita juga mematuhi disana tetapi
harus langsung membantu menyampaikan kepada masyarakat
Kanekes kita selaku perangkat desa tugasnya membantu Jaro
Warega/Lembaga Jaro Warega/Lembaga Jaro Tujuh
menyampaikan informasi dan aturan-aturan adat, dan akhirnya
Jaro Pamarentah berperan untuk melindungi, mengamankan,
menjaga dan melaksanakan aturan-aturan adat yang sudah
diputuskan lembaga adat.

Peneliti : Jadi dapat saya simpulkan pak Carik bahwa yang membuat
pearaturan mulai dari Puun, Jaro Tangtu yang di dalamnya ada
Tangtu Tilu, Tangkesan dan Tanggungan Jaro Dua Belas mereka
membuat keputusan lalu di rumuskan kembali dengan struktur di
bawahnya yaitu Jaro Warega/Lembaga Jaro Warega/Lembaga
Jaro Tujuh dengan seluruh Dangkanya dan tugas perangkat desa
yang ada di bawah kordinasi Jaro Pamarentah hanya melindungi,
mengamankan, menjaga dan menyampaikan keputusan yang telah
dibuat oleh para lembaga adat tadi ya pak Carik?

Narasumber : Iya betul setelah saya amati memang prosesnya seperti itu dan
terstruktur sekali. Dan dulunya selama dua puluh tahun saya
pernah buat struktur seperti itu tidak boleh dibuat atau dipampang
di rumah dinas Jaro Pamarentah lalu sekitar dua tahun belakangan
ini struktur seperti itu boleh di pampang di rumah dinas Jaro
Pamarentah. Karena kekhawatirannya banyak yang ingin bertanya
dan nantinya akan banyak yang tahu, nah saya bilang saja sekalian,
kalau mau terbuka dan ingin dihormati oleh orang lain bahwa itu
harus terpampang dan diketahu oleh masyarakat lain apa saja tugas
dan fungsinya, bagaimana proses kordinasinya. Karena pada
dasarnya kami memiliki pemerintahan sendiri dan sangat
terstruktur

Peneliti : Lalu pak Carik sejajar dengan Jaro Pamarentah ada BPD, BPD
itu apa pak Carik?

Narasumber : BPD itu hanya organisasi pemerinthanan kita saja untuk


melengkapi yaitu Badan Pengurus Desa karena kalau di pemerintah
ada BPD nah di kita juga sebenarnya dari dulu sudah ada namun
istilahnya saja berbeda yaitu Jaro Warega/Lembaga Jaro
Warega/Lembaga Jaro Tujuh.

Peneliti : Dan kebawah lagi pak Carik itu tepat sekali garis kordinasinya
ada di bawah pak carik?

Narasumber : Iya itu ada tiga seksi karena keinginan administrasi pemerintah
maka kami bentuk para KAUR. Karena kita ingin mandiri, saya
merangkul masyarakat Kanekes yang meiliki potensi untuk
menjadi bagian dari perangkat desa agar seluruh perangkat desa
yang mengisi adalah masyarakat Kanekes. Walaupun tidak
bersekolah tetapi saya lakukan pembinaan setelah itu say berikan
petunjuk tekhnis mengenai pekrjaan tiap KAUR. Soalnya banyak
yang melamar kesini dari orang luar yang ingin menjadi perangkat
desa Kanekes. Karena sesuai Undang-Undang pemerintah harus
masyarakat desa setempat yang mengisi jabatan di perangkat
desanya. Ada KAUR EKBANG, KAUR PEMERINTAHAN dan
KAUR UMUM. KAUR EKBANG berfungsi untuk kalau di luar
kan pembangunan kalau disini walaupun tidak ada pembangunan
kita tetap ada pembangunan yang diinginkan dan disesuaikan oleh
adat walaupun tidak permanen tetapi kami lebih arahkan ke prinsip
gotong royong serta pembangunan yang ada tetap kami
inventarisasikan, KAUR PEMERINTAHAN berfungsi membuat
KTP, Kartu Keluarga, pendataan penduduk, menyampaikan hal-hal
dari pemerintah dan sebagainya, KAUR UMUM berfungsi sebagai
bagian yang mengurus mengenai keuangan.

Peneliti : Berapa jumlah masyarakat Kanekes secara keseluruhan pak


Carik?

Narasumber : Jumlah masyarakat Kanekes secara keseluruhan untuk yang laki-


laki berjumlah 5.870 jiwa, perempuan berjumlah 5.750 jiwa
dengan total keseluruhan antara laki-laki dan permpuan yaitu
11.620 jiwa dengan 3.395 kepala keluarga.

Peneliti : Lalu untuk masyarakat kampung Kaduketug berjumlah berapa


orang pada saat ini pak Carik?

Narasumber : Untuk masyarakat kampung Kaduketug terbagi menjadi empat


kampung yaitu kampung Kaduketug 1, kampung Kaduketug 2,
kampung kaduketug 3 dan kampung Kaduketuk Kaler. Untuk
masyarakat Kaduketug 1 yang laki-laki berjumlah 81 jiwa,
perempuan 77 jiwa dengan total keseluruhan antara laki-laki dan
perempuan yaitu 158 jiwa dengan 47 kepala keluarga. Masyarakat
Kaduketug 2 yang laki-laki berjumlah 123 jiwa, perempuan 103
jiwa dengan total keseluruhan antara laki-laki dan perempuan yaitu
226 jiwa dengan 66 kepala keluarga. Masyarakat Kaduketug 3
yang laki-laki berjumlah 125 jiwa, perempuan 119 jiwa dengan
total keseluruhan antara laki-laki dan perempuan yaitu 224 jiwa
dengan 86 kepala keluarga. Masyarakat Kaduketug Kaler yang
laki-laki berjumlah 73 jiwa, perempuan 81 jiwa dengan total
keseluruhan antara laki-laki dan perempuan yaitu 154 jiwa dengan
54 kepala keluarga.

Peneliti : Berapa jumlah anak usia sekolah kampung Kaduketug pak Carik?

Narasumber : Jumlah anak usia sekolah yaitu berkisar antara umur 6-10 tahun
dan usia 11-15 tahun. Untuk usia 6-10 tahun masyarakat kampung
Kaduketug 1, laki-laki berjumlah 11 jiwa, perempuan 6 jiwa
dengan total antara laki-laki dan perempuan 17 jiwa. Masyarakat
kampung Kaduketug 2, laki-laki berjumlah 16 jiwa, perempuan 14
jiwa dengan total antara laki-laki dan perempuan 30 jiwa.
Masyarakat kampung Kaduketug 3, laki-laki berjumlah 15 jiwa,
perempuan 14 jiwa dengan total antara laki-laki dan perempuan 29
jiwa. Masyarakat kampung Kaduketug Kaler, laki-laki berjumlah 9
jiwa, perempuan 7 jiwa dengan total antara laki-laki dan
perempuan 16 jiwa. Usia 11-15 tahun masyarakat kampung
Kaduketug 1, laki-laki berjumlah 10 jiwa, perempuan 7 jiwa
dengan total antara laki-laki dan perempuan 17 jiwa. Masyarakat
kampung Kaduketug 2, laki-laki berjumlah 10 jiwa, perempuan 4
jiwa dengan total antara laki-laki dan perempuan 14 jiwa.
Masyarakat kampung Kaduketug 3, laki-laki berjumlah 9 jiwa,
perempuan 3 jiwa dengan total antara laki-laki dan perempuan 12
jiwa. Masyarakat kampung Kaduketug Kaler, laki-laki berjumlah 4
jiwa, perempuan 7 jiwa dengan total antara laki-laki dan
perempuan 11 jiwa.

Peneliti : Selanjutnya mengenai letak geografis Desa Kanekes pak Carik?

Narasumber : Hasil pengukuran dan pemetaan yang mengacu pada batas


wilayah administratif, batas khusus dan batas alam yang dilakukan
Badan Pertanahan Nasional (BPN), maka diputuskan secara resmi
luas tanah Desa Kanekes adalah 5.100,36 hektar yang terbagi
menjadi dua bagian yaitu ± 3.000 hektar berupa hutan tutupan atau
hutan lindung dan ± 2.100,36 hektar merupakan tanah garapan
pemukiman. Secara administratif wilayah Baduy Luar dibatasi oleh
sebelas desa dan enam kecamatan, sebelah utara dibatasi dengan:
1) Desa Bojongmenteng, Kecamatan Leuwi Damar; 2) Desa
Cisimeut Raya, Kecamatan Leuwi Damar; 3) Desa Nayagati,
Kecamatan Leuwi Damar. Sebelah Barat dibatasi oleh: 1) Desa
Parakan Besi, Kecamatan Leuwi Damar; 2) Desa Kebon Cau,
Kecamatan Bojong Manik; 3) Desa Karangnunggal, Kecamatan
Cirinten. Sebelah Selatan dibatasi oleh: 1) Desa Cikate, Kecamatan
Cijaku; 2) Desa Mangunjaya, Kecamatan Cijaku. Sebelah Timur
dibatasi oleh: 1) Desa Karangcombong, Kecamatan Muncang; 2)
Desa Hariang Kecamatan Sobang; 3) Desa Cicalebang, Kecamatan
Sobang.
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2015


Pukul : 12:39 WIB
Narasumber : Kang Sarpin
Jabatan : Urang Balimbing (Tokoh Peduli Pendidikan)
Lokasi : Rumah Teteh Aliza

Peneliti : Bagaimana pendapat kang Sarpin mengenai pendidikan?

Narasumber : Bicara mengenai pendidikan menurut saya sangat penting, namun


ada kendala dengan masalah adat karena adat tidak mengizinkan
untuk masyarakat adat disini untuk mengikuti pendidikan karena
ada kekhawatiran, setelah berpendidikan muncul ketakutan
masyarakat adat yang sudah mendapatkan pendidikan akan keluar
dari masyarakat adat dan tidak akan tinggal disini lagi. Itu
alasannya adat tidak membolehkan mendapatkan pendidikan.
Namun jika dilihat dari waktu-kewaktu pendidikan memang
penting, tetapi kembali lagi kepada pribadi masing-masing
nantinya jika sudah mendapatkan pendidikan masih ingin tidak
untuk tinggal disini. Dan itu harus mendapatkan bimbingan dari
seluruh masyarakat adat. Karena pengaruh pendidikan masyarakat
adat akan lebih berfikir luas dan pindah keluar selain itu yang
masih dalam lingkungan adat berfikir untuk apa mendapatkan
pendidikan tetapi tidak seperti itu juga seharusnya. Karena pada era
saya di tahun 1990-an masa saya remaja pada saat itu zamannya
belum seperti saat ini ya di Ciboleger, belum ramai dan padat
rumah dan pada saat itu juga adatnya masih sangat kuat dan seiring
bergulirnya zaman semua itu mulai berubah. Yang saya takutkan
adalah perubahan tanpa didasari pendidikan tadi. Misalnya
kampung Kaduketug ini dan kampung Ciboleger seakan-akan tidak
ada batasan sangat dekat sekali mereka (masyarakat Baduy) main,
nonton TV, main PS di Ciboleger itu menurut saya yang terkadang
di luar kontrol yang sifatnya negatif mereka ikuti tetapi yang
positif tidak mereka lakukan. Nah mulai dari situlah saya aktif di
Pendidikan Luar Sekolah (PLS) sejak tahun 2005 dan mulai aktif
pada tahun 2007. Saya mulai aktif dari PKBM, pendidikan
keaksaraan dan pendidikan kesetaraan. Dengan seperti itu
walaupun mereka sudah masuk dalam PKBM tetap saya kontrol
agar mereka tidak lupa dengan jatidiri mereka bahwa dialah orang
Baduy. Di sana saya bisa dikatakan menjadi guru tetapi bukan guru
sejarah melainkan guru budaya.

Peneliti : Sudah ada berapa lulusan dari PKBM yang bapak gerakan?

Narasumber : Alhamdulillah sudah ada 17 lulusan yang ujian di tahun 2014,


untuk tahun ajaran baru di tahun 2015 ini semakin banyak yang
mendaftar yaitu sekitar 40 anak yang ada di PKBM Kencana Ungu.

Peneliti : Selain di PKBM Kencana Ungu apakah ada PKBM lain yang
mengajarkan masyarakat Baduy pak?

Narasumber : Ada di PKBM Dian Puspita tahun 2010. Namun sekarang sudah
tidak lagi karena kegiatannya tidak ada dan seperti karbitan jadi
anak langsung dapat ijazah, nah saya tidak mau yang seperti itu
karena saya lebih mementingkan prosesnya bukan ijazahnya.

Peneliti : Mengapa masyarakat Kanekes tidak boleh mendapatkan


pendidikan formal?

Narasumber : Pertama yaitu adanya kekahwatiran tadi yaitu ditakutkan terjadi


perubahan dan masyarakat adat yang mendapatkan pendidikan
akan keluar dari adat, yang kedua adalah kadang di pendidikan
formal belum ada yang mensosialisasikan kalau di pendidikan
formal bukan hanya ada pendidikan umum saja tetapi juga
pendidikan agama nah yang dikhawatirkan setelah itu adalah
terpengaruh hal tersebut (pendidikan Agama). Oleh karena itu di
pendidikan nonformal yang masuk hanya dua kali seminggu yang
dapat dipisahkan antara pendidikan umum dan pendidikan agama,
namun karena disini masih banyak yang belum mengetahui hal
tersebut akhirnya ada kekhawatiran dan ketakutan. Jadi intinya
menurut saya pendidikan itu penting dan harus bisa jangan sampai
meninggalkan adat, sebaliknya seharusnya pendidikan untuk
memperkuat adat.

Peneliti : Kegiatan apa saja yang sudah akang lakukan untuk pendidikan
masyarakat Baduy?

Narasumber : Dahulu saya sering mengumpulkan anak-anak di rumah dengan


membuat komunitas “Baduy Membaca Anak-Anak” agar anak-
anak dapat berkumpul dengan teman-temannya dirumah, tetapi
karena anak saya sekarang sudah bersekolah di Luar sekarang jadi
tidak ada teman sekarang untuk menggerakan itu, tetapi sekarang
ada keponakan yang meneruskan itu belajar dirumah sekarang dia
mengumpulkan anak-anak dirumah untuk belajar, dan setelah
PKBM Dian Puspita fakum setelah 2010 saya buat semacam
Homeschooling dengan membayar orang dari Ciboleger. Jadi itu
saja yang saya lakukan selama ini mengajar, mengumpulkan anak-
anak, mengajak, memberikan pemahaman, melaksanakan
kesetaraan. Tetapi saya selalu ingatkan kepada anak-anak jangan
sampai setelah berpendidikan ini ada keinginan untuk bekerja
jangan sampai, karena kalau kalian mengharapkan setelah
berpendidikan adalah untuk bekerja takutnya mereka kecewa jika
tidak dapat kerja yang penting setelah berpendidikan sebagai
warganegara Indonesia kalau kita berbicara hak anak, anak
memerlukan hak kasih sayang orangtua, hak untuk berpendidikan
dan hak untuk anak. Begitu anak-anak tidak sekolah akan
terhalang, tetapi setelah anak-anak sudah masuk sekolah mereka
akan diajarkan oleh gurunya lagu kebangsaan, pendidikan PPKN,
diajarkan Pancasila agar mereka tahu kalau mereka anak Indonesia
tetapi apabila setelah berpendidikan orientasinya adalah pekerjaan
tolong jangan berfikir seperti itu takutnya nanti akan kecewa jika
tidak bekerja karena bekerja adalah urusan yang Maha Kuasa.

Peneliti : Bagaimana pendapat Kang Sarpin mengenai masyarakat Baduy


yang sudah melaksanakan pendidikan formal?

Narasumber : Menurut saya untuk masyarakat Baduy yang sudah melaksanakan


pendidikan formal tidak ada perubahan yang mendasar, mereka
tetap berperilaku seperti masyarakat adat lainnya ketika dirumah
mereka tetap dengan pakaian yang sama, bergaul dan bertingkah
laukunya juga masih sama tetapi untuk masalah pekerjaan nantinya
seperti apa belum terlihat karena yang bersekolah SD dari
Kaduketug hanya tiga anak dan SMP juga masih sedikit.
Perbedaannya mereka hanya mengetahui lagu kebangsaan, UUD
1945, Pancasila, berbeda dengan masyarakat yang tidak bersekolah
mereka tidak mengetahui apapun tentang lagu kebangsaan dan lain
sebagainya. Harapan saya tidak terlalu tinggi karena mengenai
pekerjaan ada yang mengurus yaitu yang Maha Kuasa.

Peneliti : Menurut kang Sarpin bagaimana dengan salah satu program


pemerintah yaitu dengan membangun SDN 02 Bojongmenteng
yang berada diperbatasan antara Desa Kanekes dan Kampung
Ciboleger?

Narasumber : Selama ini enjoy-enjoy saja, walaupun ada SD disana kalau dua
tahun kemarin belum ada yang sekolah disana dan sekarang sudah
ada tiga anak yang sekolah disana. Tetapi sebelumnya enjoy saja
mereka enjoy sekolah disana dan disini enjoy dengan
kehidupannya.
Peneliti : Apakah ada pengaruh lain kang?

Narasumber : Mungkin setelah tiga anak ini akan merembet ke yang lain
mungkin jadi lima atau berapa mungkin ya.

Peneliti : Lalu menurut akang, apakah sekolah ini memberikan kesan


negatif tidak kang karena yang kita ketahui masyarakat Kanekes
tidak boleh bersekolah?

Narasumber : Tidak juga sih, tetapi karena ini terlalu berdekatan anak-anak di
Baduy malah takut sekolah disana karena terlalu mencolok, tetapi
bisa disiasati dengan ganti baju disekolah kalu yang sudah berjalan.
Karena orangtua siswa pun berminat untuk menyekolahkan
anaknya.

Peneliti : Pada tahun 2010 ada program pelatihan internet untuk masyarakat
Baduy, bagaimana menurut akang?

Narasumber : Hal itu terlalu jauh sebenarnya, karena program pelatihan


menurut saya terlalu jauh, karena untuk anak Baduy masih terlalu
tabu hal tersebut, tetapi pada saat itu saya ikut dengan anak say
program tersebut jadi saya bisa buka komputer awalnya dari sana.
Seharusnya harus dari bawah seperti keaksaraan fungsional dan
kesetaraan.

Seharusnya keaksaraan fungsional (KF) dulu kan bahasanya


pemberantasan buta huruf nah iti terlalu frontal bahasanya, karena
setelah ada bahasa itu masyarakat adat menjadi takut karena
mereka berfikir pasti dipaksa untuk bisa yaitu pemberantasan. Dan
sekarang ketika namanya diganti menjadi keaksaraan fungsional
sedikit demi sedikit sudah bisa diterima.

Peneliti : Berarti program internet tidak berjalan ya kang?


Narasumber : Berjalan hanya beberapa bulan, karena kurang maksimal akirnya
diberikan ke sekolah SDN 02 Bojongmenteng. Tetapi kalau itu
tetap dibuka bebas seperti dulu akan maksimal digunakan sekarang
karena saya kan juga butuh dan masyarakat adat yang lain juga
sudah mulai menggunakan internet via HP.

Peneliti : Bagaimana dengan perpustakaan yang ada kang?

Narasumber : Kalau saya lihat perpustakaan itu tidak berpengaruh sama seklai,
karena mereka menyediakan buku dan tidak ada program apaun
sama sekali dari awal, jadi akhirnya dimanfaatkan sekolah lagi.
Dan masyarakat adat tidak ada yang kesana sama sekali. Karena
bentuknya buku tidak ada yang mengajar sama sekali, malah lebih
efektif keaksaraan fungsional sebab ada yang mengajar.

Peneliti : Bagaimana Peran Jaro pemerintah terhadap pendidikan


masyarakat Baduy?

Narasumber : Jangan itu mah, jangan sampai menyentuh tentang pendidikan


kearah sana sebab itu diluar birokrasi karena jika sampai tercium
keadat akan bisa berhenti program-program ini, karena taruhannya
adalah jabatan, bisa langsung diberhentikan karena Jaro Dainah
dan Jaro Saijah anaknya juga ikut pendidikan. Walaupun saya ada
dipemerintahan Kanekes sebagai Kaur Pemerintahan hal itu juga
masih sembunyi-sembunyi tidak secara terang-terangan dan harus
beregenerasi. Kalau berbicara tentang pendidikan kan butuh
seragam dan biaya-biaya tambahan lainnya.

Peneliti : Apa faktor pendukung dan penghambat terlaskananya pendidikan


di Baduy?

Narasumber : Pendukung dan penghambat Lebih ke penghambat tetapi tidak


bisa dikatakan penghambat karena ini adalah aturan jadi malah kita
yang berontak. Saya khawatir jangan-jangan besok dipanggil atau
kapan dipanggil oleh adat.

Peneliti : Berarti karena aturan adat tadi ya kang?

Narasumber : Iya betul, seolah-olah kan sekarang kan yaaah orang Baduy, pada
dasarnya kita kan sama dengan yang lain tetapi yang membedakan
adalah tradisi, jangan sampai dipandang sebelah mata.

Peneliti : Apakah ada kendala kang selama menggerakan pendidikan untuk


masyarakat Baduy?

Narasumber : Iya tentunya banyak yang sudah saya lalui, seperti konflik antara
PKBM Dian Puspita dan PKBM Kencana Ungu, yang seharusnya
saya sudah kuliah saat ini namun karena konflik tersebut saya tidak
bisa kuliah karena ijazah saya ditahan oleh PKBM Dian Puspita.
Hal tersebut terjadi karena saya sudah tidak aktif lagi di PKBM
Dian Puspita dan saya menetapkan untuk bergabung di PKBM
Kencana Ungu sehingga PKBM Dian Puspita marah kepada saya
dan membuat hal yang rumit sampai saya dimarahi oleh Orang
Dinas Pendidikan. Saya menetapkan untuk bergabung di PKBM
Kencana Ungu karena di PKBM Dian Puspita tidak ada misi
pendidikannya hanya proyek dan politik belaka antara PKBM Dian
Puspita dan Dinas. Oleh karena itu saya sekarang tidak aktif
kembali di program-program pendidikan tetapi saya hanya menjadi
kordinator dari Baduy untuk mengumpulkan anak-anak Baduy
untuk melaksanakan PKBM. Sebenarnya saya kecewa dengan
kejadian tersebut karena posisi saya salah di dua belah pihak di
Adat saya dianggap membangkang dan di Dinas saya pun
dikucilkan, sebenarnya sedih saya sudah dilakukan seperti itu,
tetapi saya tetap ingin anak-anak Baduy pun bisa berpendidikan,
saya tidak mau tahu kalau di PKBM Kencana Ungu ada program
yang lain atau tidak yang penting anak-anak Baduy mendapatkan
pendidikan.

Peneliti : Saya ikut prihatin kang. Tetapi usaha akang sangat mulia kang,
bisa saya sebut akang adalah pahlawan di Baduy kang.

Narasumber : Selain itu juga ada sepupu saya yang sangat kontra dengan
kegiatan yang saya lakukan namun saya terus berusaha untuk tetap
melanjutkan apa yang saya lakukan, sejak tahun 2007 sampai
sekarang (2015) akhirnya mereka bisa menerima program yang
saya lakukan dan meneruskan apa yang saya lakukan dahulu.

Peneliti : Proses yang sangat lama hingga tujuh tahun ya kang akhirnya
semua usaha akang bisa diterima oleh sepupu akang.

Narasumber : Iya.

Peneliti : Ada berapa jumlah masyarakat Baduy yang ikut kesetaraan kang?

Narasumber : Kalau yang karbitan banyak ya yang hanya butuh ijazah saja,
namun untuk yang ikut kesetaraan benar-benar melakkukan proses
pembelajaran hanya sedikit.

Peneliti : Terima kasih atas semua informasinya kang.

Narasumber : Iya sama-sama.


HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2015


Pukul : 11:17 WIB
Narasumber : Kang Jarkan
Jabatan : Urang Kaduketug 3/Orangtua Jamsah
Lokasi : Rumah Kang Jarkan

Peneliti : Selamat Siang kang Jarkan, saya Gilang Putra Prasetyo


mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang
melaksanakan penelitian dan akan ada beberapa poin pertanyaan
yang saya akan tanyakan ke kang Jarkan seputar pendidikan.

Narasumber : Iya silahkan, kalau ada yang bisa saya jawab akan saya jawab.

Peneliti : Bagaimana pendidikan menurut kang Jarkan?

Narasumber : Pendidikan di Baduy ya seperti ini lebih banyak ke ladang.

Peneliti : Kalau pendidikan formal menurut akang bagaimana?

Narasumber : Kalau pendidikan formal di Baduy tidak diizinkan, tetapi jika ada
masyarakat Baduy yang melaksanakan pendidikan bukan berarti
diizinkan tapi dia memaksakan diri (mencolong). Disini lebih
banyak pendidikan non formal (pendidikan keluarga) jadi pelajaran
membaca dan menulis saja dan lebih banyaknya bertani atau
berladang.

Peneliti : Untuk kang Jarkan sendiri apakah ada keinginan untuk


menyekolahkan anaknya kang?

Narasumber : Ada aja, karena lebih kuat dia memegang kata orang tua (Adat)
jadi gak boleh, tapi kalau ada juga ya mencolong (memaksakan
diri).
Peneliti : Diperbatasan antara Ciboleger dan Kanekes ada SDN 02
Bojongmenteng apakah akang selaku masyarakat Kanekes merasa
terganggu dengan keberdaan sekolah tersebut?

Narasumber : Tidak masalah, karena pemerintah menyediakan SD tersebut agar


memudahkan masyarakat Baduy untuk bersekolah tetapi karena
adat tidak mengizinkan jadi tidak ada yang sekolah disana mungkin
ya karena kalau kata orangtua (Adat) melanggar hukum, tetapi
seperti yang tadi saya bilang mungkin ada satu dua orang yang
sekolah di SD tersebut tetapi bukan berarti diizinkan.

Peneliti : Lalu menurut kang Jarkan apakah Jaro Saijah berperan terhadap
pendidikan masyarakat Baduy?

Narasumber : Paling dia sekali-sekali kesini untuk mengajarkan yang dari


orangtua (Adat) ajarkan tentang hukum adat Baduy.

Peneliti : Kalau untuk baca, tulis dan hitungnya kang?

Narasumber : Tidak, karena tidak diperbolehkan. Paling hanya mengajarkan


untuk Agama disini saja.

Peneliti : Sepenting apakah pendidikan menurut kang Jarkan?

Narasumber : Menurut saya pendidikan penting sekali, karena jika


diperbolehkan saya akan menyekolahkan anak saya, tetai karena
masih takut dengan amanat-amanat orangtua (adat) jadi tidak mau
meremehkan orangtua (Adat), soalnya pemerintah juga sudah
menyediakan sekolah disini agar masyarakat Baduy bisa sekolah.

Peneliti : Apa hukuman bagi masyarakat Kanekes yang sekolah kang?

Narasumber : Ditegor doang, paling dibilang jangan terlalu berlebihan, dan


ditanya mau tetap di Baduy atau di luar. Jujur, sebenarnya anak
saya juga sekolah disana. Tapi saya masih diam-diam.
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2015


Pukul : 17:41 WIB
Narasumber : Kang Kurdi
Jabatan : Urang Kaduketug 2/Orangtua Marshelina
Lokasi : Rumah Kang Kurdi

Peneliti : Selamat Sore kang Kurdi, saya Gilang Putra Prasetyo mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang melaksanakan
penelitian dan akan ada beberapa poin pertanyaan yang saya akan
tanyakan ke kang Kurdi seputar pendidikan.

Narasumber : Iya silahkan, tapi sebelumnya sudah izin ke Jaro Saijah?

Peneliti : Iya sudah kang, dan sudah sempat ngobrol-ngobrol juga dengan
beliau.

Narasumber : Kalau pendidikan disini ya sedikit berbeda dengan yang di luar


karena hanya lisan saja yang dari adat dan tidak ada tulis menulis.

Peneliti : Iya kang. Hanya tradisi lisan saja disini yang diterapkan ya kang?

Narasumber : Iya. Kalau di luar mohon maaf ya kan ulama kalo bicara dengan
muridnya kan bahasanya dari Al-qur’an dan pasti semuanya sama,
kalau di Baduy pasti harus di kaji dulu.

Peneliti : Bagaimana pendidikan menurut kang Kurdi?

Narasumber : Pendidikan itu kita dari orangtua saja (Adat), dan kebetulan saya
sudah punya anak dan saya mendidiknya sama dengan yang orang
tua (Adat) yaitu dengan ke ladang, saya kejujuran, laki-laki
tanggung jawabnya keras karena di umur 16 tahun kita sudah
punya tanggungan untuk mengurus anak orang atau beristri itu saja
yang saya rasakan dan saya peragakan kepada anak saya. Dengan
anak saya yang baru seusia ini (8 Tahun) sudah dapat
menghasilkan uang dengan menenun dan saya mengarahkan anak
saya untuk bekerja keras dengan ke ladang atau yang dia suka apa
karena ketika dia berumur 15 tahun sudah ada yanng kerumah dari
pihak laki-laki. Disini sebagian besar bekerja dengan otot jadi
harus bekerja keras.

Peneliti : Kalau pendidikan formal menurut akang bagaimana?

Narasumber : Pendidikan formal menurut saya sangat bagus agar anak-anak


lebih tahu tentang yang di luar contohnya mengerti hukum dan
sebagainya. Berkaitan dengan pendidikan formal di Baduy tidak
diizinkan karena masih ada larangan-larangan dari orangtua (Adat)
jadi disini hanya boleh pendidikan dengan memanfaatkan yang ada
dari alam, karena tidak mungkin di Baduy ada motor dan mobil
jadi kami hanya memanfaatkan apa yang ada dari alam dengan
tenaga kita senidri contohnya dari bambu kita manfaatkan untuk
kerajian atau membuat jembatan itu semua kami lakukan tetapi
tidak semua yang ada di alam kami gunakan karena kalau semua
digunakan akan habis.

Peneliti : Lalu menurut kang Kurdi apakah Jaro Saijah berperan terhadap
pendidikan masyarakat Baduy atau mengadakan pelatihan apa
untuk masyarakat Baduy?

Narasumber : Kalau untuk pelatihan tidak ada, tetapi satu bulan sekali ada
perkumpulan tokoh adat untuk mengingatkan masyarakat adat
contohnya misalkan saya “udil sudah pakai sendal” atau membahas
semua tentang adat. Kan bulan di Baduy ada bulan Sapar, bulan
Kalima, bulan Kanem, bulan Kapitu, bulan, Kadalapan, bulan
Kasalapan, bulan Kasapuluh, bulan Kapit Lemah, bulan Kapit
Kayu,bulan Kasa, bulan Karo dan bulan Katiga. Untuk
perkumpulan ini ada di bulan tertentu yang tidak dilaksanakan
karena kami hanya berdiam diri dirumah yaitu bulan Kasa, bulan
Karo dan bulan katiga.

Peneliti : Bagaimana proses pendaftaran anak kesekolah kang Kurdi?

Narasumber : Kalau anak saya sudah diangkat oleh pak Haji Medi dia masih
saudara (adiknya mertua saya) saya tetapi sudah tinggal di luar
Baduy. Jadi saya tidak ada tujuan apa-apa karena menyekolahkan
anak saya. Saya juga tidak ikut ketika mendaftarkan anak saya
karena saya sedang diladang jadi itu sudah urusan saudara saya.

Peneliti : Tetapi anak akang masih tinggal di dalam wilayah Baduy kang?

Narasumber : Iya masih, dia masih tinggal dengan saya.

Peneliti : Apa harapan akang setelah menyekolahkan anak akang di


pendidikan formal?

Narasumber : Harapan saya sih gini, kebetulan anak itu anak tiri saya. Dan
harapan saya agar dia lebih tahu tentang wawasan, agar nantinya
jika ada investor dari luar yang ingin ke Baduy (baik yang positif
atau negatif) anak saya sudah tahu tentang hukum-hukumnya dan
bagaimana caranya agar Baduy ini tetap ada.

Peneliti : Untuk pengambilan raport dan jika ada rapat orangtua murid
apakah akang datang kesekolah?

Narasumber : Tidak, kemarin juga waktu kenaikan kelas dan pengambilan rapot
saya tidak hadir, itu pun kita karena ketekan sama adat juga biar
tidak terlalu mencolok.

Peneliti : Lalu bagaimana menurut akang dengan pendidikan formal?

Narasumber : Sebenarnya saya setuju, kalau tidak terbentur adat soalnya siapa
sih yang gak mau pinter dan saya juga sudah belajar membuka diri
dengan orang lain.
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Oktober 2015


Pukul : 17:27 WIB
Narasumber : Kang Lambri
Jabatan : Urang Kaduketug 1/Orangtua Ranah
Lokasi : Rumah Kang Lambri

Peneliti : Selamat Sore kang Lambri, saya Gilang Putra Prasetyo


mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang
melaksanakan penelitian dan akan ada beberapa poin pertanyaan
yang saya akan tanyakan ke kang Lambri seputar pendidikan.

Narasumber : Iya silahkan.

Peneliti : Kebetulan saya juga minta izin kepada Jaro Saijah kang?

Narasumber : Iya saya anaknya.

Peneliti : Berarti anak akang cucunya Jaro ni kang ya.

Narasumber : Iya betul. Dan tadi dia juga cerita kalo bapak mengajar
dikelasnya.

Peneliti : Iya kang saya ke kelas tadi pagi untuk mengajar. Dan disini saya
juga sudah wawancara dengan kang Lambri dan kang Kurdi kang
sekarang tinggal ke akang sebagai orangtua siswa dari masyarakat
Kanekes yang anaknya melaksanakan pendidikan formal?

Narasumber : Iya betul.

Peneliti : Alasan kang Lambri dan keluarga untuk menyekolahkan anaknya


apa kang?

Narasumber : Untuk kemajuan di bidang pendidikan, Jujur saya kan belum


pernah merasakan bangku sekolah, ada sedikit harapan untuk
mewujudkan cita-cita karena pemerintah sekarang kan apa-apa
harus menggunakan ijazah, sedangkan ijazah itu sangat berarti
untuk saya nah yang saya takutkan untuk kedepannya anak saya
ingin punya cita-cita selain yang disini yang hanya bertani saja ya
untuk jaga-jaga saja. Mau di formal maupun non formal itu sangat
penting funginya untuk apa sih seperti itu.

Peneliti : Harapan setelah menyekolahkan anaknya apa kang?

Narasumber : Untuk harapan sih semua orang pasti ada, namun untk anak saya
agar hidupnya lebih baik, kalau kita sudah memiliki ijazah kan pas
ingin melakukan apapun mudah-mudahan akan sedikit membantu.

Peneliti : Bagaimana proses pendaftaran anak kesekolah kang Lambri?

Narasumber : Untuk proses pendaftaran saya langsung datang kegurunya


dengan persayaran tertentu seperti kartu keluarga saya dan identitas
saya untuk mengisi biodata.

Peneliti : Saat pengambilan raport dan ketika ada rapat orangtua murid
kang Lambri datang kesekolah atau bagaimana kang?

Narasumber : Ini kan belum lama baru masuk, jadi belum datang kesekolah,
tetapi untuk kedepannya jika ada panggilan orangtua saya akan
datang kesekolah. Memang sebetulnya disini tidak boleh seperti itu
tetapi pemikiran saya ilmu itu sangat penting, kalau menurut kita
berarti silahkan aja dicari

Peneliti : Untuk proses pendaftaran anak kesekolah apakah lapor dengan


Jaro Pamarentah?

Narasumber : Engga, saya kan secara diam-diam. Saya bukannya ingin


mengecewakan dan tidak menghargai karena saya tahu masyarakat
disini pada awalnya tidak boleh sekolah formal.
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Jum’at, 16 Oktober 2015


Pukul : 18:51 WIB
Narasumber : Pak Lili
Jabatan : Urang Kaduketug yang sudah keluar/Orangtua Linda Putri
Lokasi : Rumah Pak Lili

Peneliti : Selamat malam kang Lili, saya Gilang Putra Prasetyo mahasiswa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya sedang melaksanakan
penelitian dan akan ada beberapa poin pertanyaan yang saya akan
tanyakan ke kang Lili seputar pendidikan.

Narasumber : Iya silahkan.

Peneliti : Pak Lili anaknya sudah kelas dua ya?

Narasumber : Iya betul sekali, kalau yang paling kecil masih TK dan nanti juga
mau di masukan ke SDN 02 Bojongmenteng.

Peneliti : Anaknya laki-laki atau perempuan yang kecil pak?

Narasumber : Laki-laki. Kalau anak saya Iwan kan pas di Baduy ikut paket
sudah lulus tapi belum keluar ijazahnya sekarang sudah di pondok
pesantren. Anak saya ada tiga yang paling besar Iwan, kedua Linda
Putri yang sekolah di SDN 02 Bojongmenteng dan Irfan Firman.

Peneliti : Waktu Linda kelas satu apakah pak Lili sudah keluar dari Baduy
atau masih masyarakat Baduy?

Narasumber : Masih di Baduy saya, tetapi karena merasa tertekan, takut


perasaannya tapi sebenernya gak ada yang ditakutin saih namanya
mengejar ilmukan masing-masing, kalau kata adatnya mah tidak
boleh cuma kalo misalnya boleh tidak boleh kan tergantung
keinginan kita kan, kalo kita mau mengejar ilmu kan dengan
bagaimana caranya. Kalo kita gak mau menyekolahkan formal
anak kita hal itu tidak akan muncul, dan kalau anak kita kita cegah
kan kita juga punya perasaan.

Peneliti : Jadi dilema ya kang dengan keadaan yang ada?

Narasumber : Iya, kalau misalkan anak kita ingin mengejar pendidikan bukan
formal yaitu pendidikan yang ada di Baduy ya boleh saja, tetapi
kalo mau pendidikan formal yang ada disini kan kenapa enggak
yang saya takutkan pendidikan di Baduy gak dapat yang formal
juga engga kan sayang. Kalau anak saya kan mau sekolah.

Peneliti : Kang Lili keluar dari Baduy sejak kapan pak?

Narasumber : Disini bulan Ruwah jadi sebelum puasa satu bulan sebelum puasa.

Peneliti : Jadi kang Lili keluar dari Baduy setelah anak kang Lili satu tahun
sekolah ya?

Narasumber : Iya.

Peneliti : Dahulu ketika proses pendaftaran dik Linda kesekolah bagaimana


prosesnya kang Lili mengingat pada saat itu masih menjadi
masyarakat Baduy?

Narasumber : Awalnya membuat akte kelahiran, dan saya sendiri yang


mendaftarkan kesekolah.

Peneliti : Pada saat pengambilan rapot dan rapat orangtua murid ketika
masih menjadi msyarakat Baduy bagaimana kang?

Narasumber : Saya ambil sendiri dan saya juga ikut rapat kesekolah.

Peneliti : Apakah lapor ke Jaro Pamarentah ketika mendaftarkan anak


kesekolah?

Narasumber : Tidak.
Peneliti : Hukuman apa yanng diberikan karena anak melaksanakan
pendidikan formal menurut kang Lili?

Narasumber : Hukuman itu sebenarnya tidak sampai dihukum, cuma kalau


larangan mah ada tapi kan kalau larangan bisa kita lakukan dan
bisa tidak kita lakukan terserah kita.

Peneliti : Bagaimana pendidikan formal menurut kang Lili?

Narasumber : Pendidikan formal memang harus, yang membuat saya sampai


pindah (keluar) dari Baduy ya itu karena ingin menyekolahkan
anak saya karena kalau kita tidak sekolah akan menjadi bodoh.
Saya saja seperti ini mencari uangnya begini apalagi anak saya
nanti kalau tidak sekolah saya sangat khawatir tidak bisa bekerja
keras seperti saya. Kalau bahasa sundanya mah “ditincakan ku
batur”.

Peneliti : Apa itu artinya kang?

Narasumber : Diinjak-injak sama orang lain. Atau ketinggalan dengan orang


lain misalnya kalau yang sekolah kan ga bisa ngitung ya hitung-
hitungannya kalah dan kalau kadu harga kata orang lain Rp.
20.000,- kalo kata anak saya Rp. 2.000,- dijual saja gitu kan.

Peneliti : Seberapa penting pendidikan formal untuk kang Lili?

Narasumebr : Menurut saya sampai saat ini dan untuk kedepannya 100% harus
dilaksanakan. Misalkan ada pendidikan umum dan pendidikan
agama kalau hanya mengejar pendidikan umum saja agamanya
tidak nanti pas orangtuanya meninggal tidak ada yang mendoakan.
Makanya pendidikan umum diutamakan dan pendidikan agama
juga lebih penting.
Peneliti : Saat kang Lili masih menjdi masyarakat Baduy, bagaimana
memandang SDN 02 Bojongmenteng yang letaknya diperbatasan
desa Kanekes?

Narasumber : Kalau menurut pendapat saya, ketika anak SDN 02


Bojongmenteng olahraga, upacara dan anak Baduy melihat kan
setiap pagi, kalau anak yang sekolah kan ada kegiatan tetapi anak
Baduy hanya melihat saja, saya rasa mereka juga mau sekolah
tetapi karena tidak boleh.

Peneliti : Alasan pak Lili keluar dari Baduy apa pak?

Narasumber : Karena saya walaupun dari Baduy saya ingin masuk Islam, kalau
bukan karena garis dari sananya tidak mungkin saya keluar dari
Baduy tetapi karena saya merasa jadi saya melangkahkan untuk
keluar.

Peneliti : Keluarga Kang Lilim yang lain bagaimana kang?

Narasumber : Mereka tetap di Baduy orangtua dan mertua saya, jadi yang
keluar hanya saya istri dan ketiga anak saya.

Peneliti : Dulu kang lili asalnya Kaduketuk atau mana kang?

Narasumber : saya asli Cisaban dari sini ke Cisaban sekitar 13 KM sama seperti
ke Cibeo, dulu saya sering bawa barang untuk dijual kesini karena
sering kesini jadi sering main makanya keenakan. Dan menikah
dengan Urang Kaduketuk pada tahun 2000.

Paneliti : Lalu kang Lili pindah dari Sunda Wiwitan ke Islam setelah keluar
dari Baduy atau bagaimana kang?

Narasumber : Waktu masih di Baduy saya masuk Islam. Setelah baca dua
kalimaat Syahadat pada pagi hari baru sorennya saya keluar dari
Baduy dan bikin selametannya sudah di luar Baduy.
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2015


Pukul : 10:09 WIB
Narasumber : Kang Amir
Jabatan : Urang Kaduketug 1
Lokasi : Rumah Kang Amir

Peneliti : Bagaimana pendapat pendidikan menurut anda?

Narasumber : Pendidikan sangat penting, namun kita terikat oleh peraturan yang
ada disini. Pendidikan nya didapatkan secara otodidak belajar baca
tulis, mengenal bahasa, mengenal huruf, dan lain sebagainya secara
otodidak. Karena kita hanya mau mengikuti peraturan yang ada di
lingkungan kita.

Kalau semua orang mengarah ke pendidikan, nanti bagaimana


nasib adat istiadat dan tradisi disini.

Saya sendiri sadar bahwa pendidikan itu tidak merusak tatanan adat
yang ada, tetapi mau tidak mau kita harus sadar bahwa dengan
adanya pendidikan kesadaran masyarakat untuk tinggal di wilayah
ini jadi tipis. Karena jika nanti seseorang telah mendapatkan gelar
tidak akan ada yang mau tinggal di Baduy dan pasti akan
meninggalkan Baduy serta adat istiadat yang ada.

Peneliti : Jadi, kembali ke pertanyaan pertama mengenai pendapat


pendidikan menurut kang amir pendidikan itu sangat penting?

Pendidikan sangat penting bagi orang-orang yang bebas bukan


orang-orang adat. Kenapa?

Narasumber : Sebenarnya bagi orang adat pendidikan itu juga sebenarnya


penting akan tetapi mereka yang berpendidikan harus menyadari
kita tinggal disini, adat istiadat nya, aturan-aturan dari orang tua
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Selasa, 13 Oktober 2015


Pukul : 15:57 WIB
Narasumber : Jamali
Jabatan : Urang Kaduketug 1
Lokasi : Kantor/Pos Carik

Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai pendidikan?

Narasumber : Pendapat saya mengenai pendidikan, sebenarnya saya ingin


mengenyam pendidikan. Pendidikan bagi saya sangat penting
karena menunjang kehidupan, moralitas, dengan adanya
pendidikan etika lebih terjaga dan cara bicara kita lebih baik jika
berhadapan dengan orang. Karena memang sebenarnya saya
pernah ikut kesetaraan.

Peneliti : Paket a, b atau c?

Narasumber : Alhamdulillah sudah paket C. Saya mulai bekerja disini dan


bergabung dengan orang-orang diluar sana jadi saya kepikiran
apabila saya tidak mengenyam pendidikan saya merasa jika
berinteraksi dengan orang lain tidak nyambung, bukan karena
orang lain tidak mengerti bahasa saya, namun karena saya yang
tidak mengerti bahasa mereka. Dengan adanya pendidikan saya
merasakan adanya interaksi yang nyambung dengan orang lain.
Manfaat dari adanya pendidikan untuk menunjang kehidupan,
banyak teman, dan nyambung saat berinteraksi.

Peneliti : Apakah kang jamali sudah berkeluarga?

Narasumber : Sudah, sudah punya anak 1.

Peneliti : Apakah anda berniat menyekolahkan anak anda?

Narasumber : Iya berkeinginan untuk sekolah supaya jauh lebih baik dari saya.
Supaya tidak merasakan kehidupan yang sulit ini.

Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai program wajib belajar 9


tahun? Dan adanya sekolah yang ada disini?
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Oktober 2015


Pukul : 11:21 WIB
Narasumber : Teteh Aliza
Jabatan : Urang Kaduketug 1
Lokasi : Rumah Teteh Aliza

Peneliti : Bagaimana pendapat anda tentang pendidikan?

Narasumber : Pendidikan menurut saya lumayan. Dulu kan saya tidak tau huruf
dari A-Z. Namun setelah saya mengikuti pendidikandi PKBM
Kencana ungu saya jadi bisa mengenal huruf.

Peneliti : Sudah berapa lama mengikut pendidikan di PKBM Kencana


ungu?

Narasumber : Sudah 1 tahun lebih.

Peneliti : Lalu bagaimana pendapat anda mengenai pendidikan contohnya


seperti sekolah?

Narasumber : Lumayan, meskipun saya belajarnya bukan di tempat formal tapi


lebih dari yang di formal belajar nya tidak setiap hari seminggu
hanya 3 hari yaitu jum’at, sabtu dan minggu.

Peneliti : Lalu menurut anda sekolah penting tidak?

Narasumber : Kalau menurut orang disekitar sini tidak penting, namun bagi
saya pelajaran-pelajaran sangat penting

Peneliti : Apakah sebenarnya anda ingin bersekolah?

Narasumber : Ingin, tetapi tidak boleh karena dilarang adat.

Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai keberadaan sekolah SDN 02


Bojong menteng yang ada di wilayah Kanekes? Apakah merasa
terganggu?

Narasumber : Kalau saya sebenarnya tidak ingin bersekolah disitu tetapi melihat
anak-anak lain bersekolah disana jadi tertarik untuk ikut
bersekolah. Tidak, tidak merasa terganggu masing-masing saja.
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2015


Pukul : 10:51 WIB
Narasumber : Bani
Jabatan : Urang Kaduketug 3
Lokasi : Rumah Bani

Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai pendidikan? seperti adanya


sekolah menurut anda penting tidak?

Narasumber : Kurang.

Peneliti : Kenapa kang?

Narasumber : Karena tidak mau sekolah.

Peneliti : Kenapa? Apakah dilarang oleh adat ? Karena mau ikut aturan adat

Narasumber : Sebenarnya dilarang. Tapi kalo mau nekat bisa aja. Karena
sekarang tidak terlalu ketat mengenai aturan nya. Tetapi kalau saya
tetap tidak mau karena mau ikut aturan adat.

Peneliti : Kalau ada masyarakat Kanekes yg bersekolah di desa ciboleger


SDN 02 menurut kang bani bagaimana berpengaruh tidak terhadap
masyarakat disana? Kalau ada masyarakat Kanekes yg bersekolah
disana bagaimana menurut kang Bani?

Narasumber : Saya tidak pernah melarang, mungkin itu memang baik untuk
mereka. Tetapi kalau saya tetap tidak mau, tetap mau ikut aturan
adat.

Peneliti : Apakah ada peran jaro saijah seperti pelatihan-pelatihan atau


penyuluhan terhadap pendidikan, misalnya seperti baca tulis
hitung?
Narasumber : Belum pernah.

Peneliti : Kalau Jaro Daimah dulu pernah ada pelatihan?

Narasumber : Belum pernah dengar juga.

Peneliti : Lalu kalau pengetahuan mengenai menenun di dapat darimana?

Narasumber : Tidak ada yang mengajarkan. Tidak ada khususnya, hanya dari
teman ke teman. Seperti baca tulis hitung tidak ada yang mengajarkan tau-tau
bisa. Kalau saya sendiri baca bisa tetapi kalau menulis susah.HASIL
WAWANCARA

Hari/Tanggal : Sabtu, 17 Oktober 2015


Pukul : 10:45 WIB
Narasumber : Kang Mista
Jabatan : Urang Kaduketug 1
Lokasi : Rumah Jaro Daimah

Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai pendidikan?

Narasumber : Pendidikan disini?

Peneliti : Iya tentang pendidikan disini dan dilanjutkan dengan pendidikan


sekolah/formal?

Narasumber : Pendidikan orang sini dari orang tua, ada juga yang bersekolah
tapi jarang.

Peneliti : Menurut akang bagaimana pendidikan sekolah/formal itu?

Narasumber : Baguslah, cita-cita.

Peneliti : Jadi menurut akang pendidikan formal itu bagus ya?

Narasumber : Iya. Karena sekarang makin banyak orang jadi harus pinter-pinter.

Peneliti : Apakah akang sudah mempunyai anak?

Narasumber : Sudah.

Peneliti : Jika sudah apakah akang ada keinginan untuk menyekolahkan


anak akang?

Narasumber : Keinginan ada tapi biaya nya yang kurang.

Peneliti : Oh jadi karena masalah biaya ya?

Narasumber : Karena hukum adat juga.

Peneliti : Lalu menurut akang bagaimana dengan adanya sekolah SDN 02


Bojongmenteng?

Narasumber : Bagus.
Peneliti : Merasa terganggu tidak?

Narasumber : Tidak.
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2015


Pukul : 10:36 WIB
Narasumber : Kang Rainan
Jabatan : Urang Kaduketug 3
Lokasi : Rumah Kang Rainan

Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai pendidikan?

Narasumber : Tidak tahu.

Peneliti : Tetapi menurut akang perlu tidak?

Narasumber : Perlu buat kehidupan rumah, kehidupan belajar anak, berladang.

Peneliti : Lalu mengenai sekolah SDN 02 Bojong yang di dekat ciboleger


itu bagaimana menurut akang?

Narasumber : Tidak ada yang sekolah.

Peneliti : Kenapa kang?

Narasumber : Karena hukum adat.

Peneliti : Jadi masyarakat sini hanya belajar nya bagaimana cara berladang
saja ya kang?

Narasumber : Iya.

Peneliti : Kalau jaro saijah pernah mengajarkan baca, tulis, hitung tidak?

Narasumber : Tidak.

Peneliti : Cara menenun diajarkan juga tidak?

Narasumber : Tidak, belajar sendiri-sendiri saja.

Peneliti : Lalu apa aktivitas anak-anak disini saat siang hari?

Narasumber : Pada ikut ke ladang bantuin di ladang.


HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2015


Pukul : 14:30 WIB
Narasumber : Kang Sarman
Jabatan : Urang Kaduketug 1
Lokasi : Rumah Kang Sarman

Peneliti : Bagaimana pendapat anda mengenai pendidikan? Contohnya


seperti sekolah.

Narasumber : Memang sangat penting. Tapi kalau di baduy pendidikan nya non
formal.

Peneliti : Oh, hanya non formal. Lalu sekolah menurut akang bagaimana?

Narasumber : Bagus juga sih.

Peneliti : Apa kang sarman sudah memiliki anak?

Narasumber : Sudah.

Paneliti : Lalu apakah akang ada keinginan untuk menyekolahkan anak


akang?

Narasumber : Ingin si ingin, tetapi tidak bisa karena adat. Memang sebenarnya
sekolah penting tapi karna adat jadi pendidikan nya non formal
saja.

Peneliti : Menurut akang bagaimana dengan adanya sekolah SDN 2 Bojong


di desa Ciboleger itu?

Narasumber : Bagus, cukup ramai.

Peneliti : Merasa terganggu tidak?

Narasumber : Tidak, malah senang.

Peneliti : Kenapa akang malah senang?

Narasumber : Senang aja karena kan pendidikan itu penting. Jadi tidak ada
masalah bagi saya.
Peneliti : Lalu adakah peran jaro pamarentah mengenai pendidikan
terhadap masyarakat baduy?

Narasumber : Tidak ada. Paling setiap bulan ada acara perkumpulan


masyarakat, lalu Jaro Pamarentah memberikan arahan-arahan
kepada masyarakat.

Peneliti : Arahan mengenai apa yang dibicarakan Jaro Pamarentah?

Narasumber : Arahan mengenai adat, hukum pemerintah, dan hukum adat.


Walaupun tinggal di adat tapi tidak terlepas dari hukum pemerintah
karena kakita tinggal di wilayah Indonesia.
HASIL WAWANCARA

Hari/Tanggal : Rabu, 16 September 2015


Pukul : 19 : 47 WIB
Narasumber : Ayah Mursyid
Jabatan : Urang Cibeo
Lokasi : Kontrakan Ciboleger

Peneliti : Apakah masyarakat Baduy melaksanakan pendidikan formal


(bersekolah)?

Narasumber : Di Baduy tidak boleh melaksanakan pendidikan pendidikan


formal (bersekolah).

Peneliti : Lalu, bagaimana pendidikan yang diterapkan di Baduy?

Narasumber : Untuk mendidik anak-anak Baduy mengenai pendidikan atau


bersekolahnya tidak dengan sekolah, akan tetapi mendidiknya
dengan mengikuti cara-cara adat. Karena apabila bicara mengenai
formal maka harus ada fasilitas. Untuk mengajarkannya anak-anak
di bawah sepuluh tahun masih tanggungjawab orangtuanya, dan
ketika umur sepuluh tahun keatas lembaga adat membentuk
petugas dimasing-masing kampung. Sekaligus untuk memberikan
pemaparan tentang nilai-nilai pendidikan adat istiadat dan aspek
bekal hidup yaitu pendidikan adat. Kalau pendidikan adat tadi
secara umum sering disebut sekolah umum, kami menyebutnya
atau bahasa adatnya adalah “ngolah” pada prinsipnya menurut saya
antara sekolah dengan “ngolah” hanya beda sebutan saja hanya
keseimbangan dan ukuran yang berbeda karena “ngolah” itu kan
tetap belajar dengan kehidupan yang berlaku, aturan yang ada
ditatanan tersebut. Baik cara bekal hidup, aspek pertanian, nilai-
nilai budaya, aturan tatanan yang berlaku di hukum adat, itu semua
tidak bisa dilakukan tanpa ada penyampaian “ngolah”. Untuk
budaya tulis atau budaya baca tulis itu pun menurut saya memang
perlu, tetapi itu sebagai pelengkap. Kenapa perlu karena untuk kita
hubungan keluar, lalu menyeimbangkan kondisi situasi alam
seperti sekarang ini tetapi dengan ukuran-ukuran atau
keseimbangan yang ada ditatanan hukum adat.

Peneliti : Bagaimana Peran Kepala Desa terhadap pendidikan masyarakat


Baduy Luar?

Narasumber : Menurut saya seperti ini, Peran Kepala Desa karena ini termasuk
desa Adat, kalau berbicara amanat-amanat adat tetap Kepala Desa
juga menghargai aturan adat dan Kepala Desa Kanekes ini juga
sifatnya lebih kepada dua belah pihak yaitu kepada adat dan
pemerintah. Pasti ada pertimbangan dan kebijakan untuk
masyarakat Baduy Luar. Tetapi tetap ada aturan dan keseimbangan
adat.

Peneliti : Lalu, apakah masyarakat Baduy Luar ada yang bersekolah?

Narasumber : Kalau untuk di Baduy Luar mungkin saja dengan melihat kondisi
sekarang pandangan-pandangan mereka bahwa sekolah juga
dianggap perlu mungkin ada yang bersekolah, kalau berbicara adat
sebenarnya diluar adat pemikirannya.

Peneliti : Kenapa masyarakat Baduy tidak boleh bersekolah?

Narasumber : Menurut saya tidak boleh bersekolah formal itu ada beberapa
pertimbangan ada beberapa aturan nantinya timbul kekhawatiran-
kekhawatiran. Pertama Kalau berbicara formal itu nantinya ada
fasilitas-fasilitas seperti sekolah baik SD, SMP dan SMA.
Sedangkan di Baduy tidak boleh ada fasilitas seperti itu bangunan
semewah itu. Harus ada ukuran untuk mendapatkan pengetahuan
baca, tulis itu harus ada ukuran di tatanan hukum adat, tidak boleh
langsung ada fasilitas mewah seperti itu, tetapi cara mendapatkan
ilmu tentang baca tulis menurut saya di Baduy saat ini sudah
banyak yang bisa baca, tulis tetapi dalam arti tidak formal mungkin
dari keinginan dia, kecerdasan dia, datang atau seringnya
pengunjung, atau dengan temannya tetapi bukan dengan formal
yakni pembelajaran antara satu dan lainnya saja saling
mengajarkan. Kedua, kalau membebaskan sekolah formal untuk
saat ini adat belum siap untuk mengiyakan pendidikan formal,
tetapi ada pertimbangan untuk mendapatkan ilmunya dengan cara
sederhana seperti kegiatan selah-selah waktu, yaitu ketika pulang
dari ladang agar adatnya tidak terganggu tetapi pendidikannya
tetap berjalan, lalu ketika di rumah atau ditempat yang sesuai
dengan kebutuhan dia tetapi tidak di tempat formal SD, SMP,
SMA. Karena kalau di tempat formal nanti adat khawatir akan
beresiko, pasti di sekolah formal ada peraturan yaitu peraturan
harian, mingguan, bulanan, waktu ujian dan sebagainya, sedangkan
ada bulan adat, ada aturan adat dan upacara adat. Kalau adat
membebaskan masyarakat adat untuk bersekolah. Adat juga harus
mempertimbangkan hari-hari raya adat ritual-ritual adat, apabila di
sekolah ada kegitan dan di adat juga ada kegiatan pasti salah
satunya akan ditinggalkan, sedangkan dalam hal ini adat belum
mengiyakan apabila masyarakat adat melaksanakan pendidikan
formal, karena di adat ada kawalu ada hari besar lainya ngalaksa
ritual yang lain. Apabila di sekolah ada ujian dan di adat ada
upacara adat dengan waktu yang bersamaan jadi bentrok dan salah
satu diantaranya pasti ditinggalkan. Sebenarnya ilmu seperti baca,
tulis, hitung (calistung) menurut saya penting tetapi adat juga tidak
boleh ditinggalkan atau harus tetap dihargai. Dan itu nanti jangan
salah satu pihak saja yaitu hanya sekolah formal, tetapi untuk bekal
hidup aturan adatnya polos itu khawatir juga nanti. Seharusnya
bekal adatnya tetap agar rasa tanggung jawab kebatinan nilai-nilai
adatnya kuat dan ilmu untuk tantangan keluar juga bisa itulah
menurut saya seimbang dan penting dan nantinya bisa
menyesuaikan pendidikan yang dianjurkan oleh pemerintah tidak
tertinggal dan adat juga siap.

Peneliti : Menurut ayah Mursyid bagaimana pendapatnya tentang sekolah


SDN 02 Bojongmenteng yang dibangun di perbatasan antara Desa
Kanekes dan Kampung Ciboleger?

Narasumber : Menurut saya, langkah pemerintah seperti itu sah-sah saja tidak
masalah. Akan tetapi kembali kemasyarakat Baduynya juga harus
bisa menyeimbangkan dan menghargai adat dan bagaimana agar
hal tersebut tetap berjalan. Kalau memang itu program pemerintah
menyediakan sekolah di sana dan hal tersebut adalah tugasnya ya
tidak apa-apa. Tetapi selama ini belum ada masyarakat Baduy yang
bersekolah. Namun agar lebih jelas langsung ditanyakan saja
kepihak sekolah.

Peneliti : Lalu, apabila ada masyarakat Baduy yang bersekolah, apakah ada
sanksi yang diberikan?

Narasumber : Selama ini, apabila ada yang bersekolah sifatnya hanya himbauan
saja. Dalam arti himbauan seperti ini, pada prinsipnya sebelum
mengejar dunia luar harus memperkuat nilai-nilai adatnya. Jangan
nanti dari kondisi pikiran yang ada diotaknya bukan hanya
memikirkan sepihak saja karena terikat dengan tatanan hukum
adat, tetapi kalau adatnya sudah punya bekal yang kuat apabila dia
mengejar baca, tulis dan hitung jadi dapat seimbang karena biar
bagaimanapun dia ada ditatanan hukum adat. Seharusnya
seimbang. Malah mudah-mudahan kalau seimbang adatnya kuat,
namun juga mencari ilmu di luar untuk diarahkan ke arah yang
positif untuk menjaga adatnya itu akan jauh lebih baik, tetapi kalau
di balik yaitu apabila adatnya polos dan akan menghajar adatnya
akan itu yang dikhawatirkan oleh adat. Kalau nantinya didikan
adatnya polos dikhawatirkan dapat menghajar adajaran adatnya
sedengkan dia ada dalam di tatanan hukum adat. Pada intinya akan
lebih baik jika dia kuat mendapat pendidikan adatnya dan dia
memiliki jiwa adat yang kuat dan dia juga ingin mengembangkan
ilmu di luar untuk menjawab tantangan luar yang semakin kuat ini
itu akan jauh lebih baik ilmu adatnya dia dapat dan ilmu dari luar
juga tidak ketinggalan.
HASIL WAWANCARA

Tanggal : Rabu, 14 Oktober 2015


Pukul : 14 : 14 WIB
Narasumber : Ayah Mursyid
Jabatan : Urang Cibeo
Lokasi : Kontrakan Ciboleger

Peneliti : Bagaimana pendapat Ayah Mursyid terhadap pendidikan formal


untuk masyarakat Baduy Luar?

Narasumber : Menurut saya mengenai pendidikan formal untuk masyarakat


Baduy akan lebih bagus, akan lebih paham tetapi ingat jangan
meninggalkan pendidikan adat ketika mengejar pendidikan formal.
Selama masih berada di Baduy harus seimbang antara pendidikan
formal dan pendidikan adat. Sebenarnya pendidikan formal juga
bagus akan tetapi pendidikan adat juga harus diperhatikan karena
biar bagaimanapun dia berada di dalam tatanan adat Baduy. Kalau
yang dikejar hanya pendidikan formal saja sedangkan pendidikan
adatnya tidak digali dan dipahami ketika berhadapan dengan adat
dan pertanyaan seputar adat belum tentu dia bisa menjawab dan
hidup ditatanan hukum adat, akan lebih bagus menurut saya
seimbang antara pendidikan formal dan pendidikan adatnya. Dia
dapat paham dengan pendidikan adat, lebih menghormati, serta
menjaga adat adat dan mengikuti aturan-aturan yang sudah
ditetapkan oleh lembaga adat. Selain itu dia juga mengerti tentang
hukum yang pemerintah tetapkan dan wawasan yang lebih luas lagi
dari pendidikan formal. Kecuali apabila sudah ada keinginan untuk
keluar dari tatanan hukum adat Baduy dan dia memandang adat
tidak begitu penting nanti ada pembatas yang diberikan yaitu
dengan menentukan sendiri kebutuhan yang akan dilaksanakan,
akan tetapi jika masih berada di dalam tatanan hukum adat kalau
adat tidak digali, kalau adat ditinggalkan itu kurang bagus. Saya
setuju formal tetapi cara yang dilakukan adalah pendidikan adat
juga tetap digali dan dipelajari sehingga melekat di jiwa dan
pikirannya agar generasi penerus anak cucunya juga dapat
mempelajari tentang pendidikan adat.

Peneliti : Jadi pada intinya Ayah Mursyid setuju dengan pendidikan formal
tetapi pendidikan adat juga tetap dipelajari (digali) anatara
keduanya harus seimbang?

Narasumber : Ia, dan jangan ada pemikiran utuk meninggalkan adat, karena
kalau meninggalkan adat sama saja meninggalkan “Indung Bapak
urang atau Leluhur” karena manusia bertugas dimana pun tanpa
diiringi do’a atau istilahnya “Leluhur Urang”. Harus seimbang
leluhur tidak boleh marah, aktivitas apapun leluhur harus dihormati
atau dihargai. Dasarnya yaitu jika masih berada ditatanan hukum
adat hargai dan hormati leluhur kita minimal mengerti atau paham
tentang hukum adat sebagai bukti menghargai dan berada di dalam
lingkungan adat.

Peneliti : Bagaimana pendapat Ayah Mursyid apabila ada masyarakat


Baduy yang bersekolah atau melakasanakan pendidikan formal?

Narasumber : Kalau masyarakat Baduy yang bersekolah sampai saat ini belum
ada lembaga adat baik dari kampung Cikesik, kampung
Cikertawarna dan kampung Cibeo yang mengiyakan atau
membolehkan kepada masyarakat untuk bersekolah formal. Tetapi
apabila ada yang bersekolah itu merupakan pertimbangan-
pertimbangan keluarga saja karena mungkin mereka menganggap
bahwa pada zaman sekarang ini mengikuti pendidikan formal itu
adalah penting, dan seperti yang saya sampaikan tadi harus
seimbang antara pendidikan adat dan pendidikan formal. Karena
sampai saat ini belum ada hasil musyawarah lembaga adat yang
memformalkan masyarakat Baduy untuk bersekolah. Disini adat
memiliki ukuran yaitu bagaimana nanti fasiltas yang ada untuk
mendukung pendidikan formal sedangkan di wilayah Kanekes
tidak mungkin peralatan-peralatan tekhnologi dan fasilitas-fasilitas
yang mewah ada di tanah ulayat sebenarnya itu juga faktor tidak
dimungkinkannya pelaksanaan pendidikan formal di Baduy.

Peneliti : Selanjutnya, bagaimana tanggapan Ayah Mursyid selaku tokoh


adat di Baduy mengenai langkah pemerintah dengan membangun
sekolah di perbatasan antara kampung Ciboleger dan Desa
Kanekes?

Narasumber : Saya tidak mempermasalahkan karena itu merupakan program


pemerintah dengan membangun sekolah tetapi itu di bangun bukan
di desa Kanekes, secara admintrasinya masuk ke Desa
Bojongmenteng. Apabila itu adalah program pemerintah agar
masyarakat Kanekes ikut bersekolah formal kembali lagi ke dalam
aturan adat, dan pemerintah juga harus menghargai peraturan adat.
Disana ada aturan adat dan juga aturan pemerintah agar seimbang
harus sama-sama saling menjaga.

Peneliti : Tetapi apakah keberadaan sekolah tersebut mengganggu atau


tidak mengenakan msayarakat Baduy?

Narasumber : Sampai saat ini tidak, tetapi tidak tahu untuk kedepannya. Karena
di dalam dunia pendidikan tentu banyak ajaran-ajaran di dalamnya
selain baca, tulis dan hitung juga ada ajaran-ajaran lain dan disini
juga terdapat ajaran adat yang harus tetap dijaga. Kalau ajaran yang
ada disekolah tidak mengajak-ajak tidak mengiming-imingi tidak
masalah. Yang dikhawatirkan apabila nanti ada orang dengan
maksud tertentu untuk mengajak masyarakat adat Baduy untuk
mengikuti ajarannya nah itu yang tidak bagus apabila program
pendidikan formal yang diajarkan murni yaitu baca, tulis dan
hitung untuk memperlancar hal tersebut adalah hal yang wajar,
tetapi di luar konteks itu hati-hati juga karena Baduy merupakan
suatu ajaran hukum adat dan kalau banyak ajaran banyak
pemahaman masuk akan kerepotan, penyelesaiaanya akan repot
juga dan itu satu-satunya upaya adat untuk menentramkan warga
adat. Karena melihat kejadian di daerah-daerah maju daerah-daerah
lain sudah banyak ajaran masuk pemahaman yang berbeda itu kan
tetap saja carut marut ripuh penyelesaiannya dan kami tidak mau
seperti itu.

Peneliti : Baik yah, jadi itu yang di jaga dari Budaya masyarakat Baduy?

Narasumber : Iya itu yang diharapkan, karena pada dasarnya semua tujuan
manusia baik yang disini maupun di daerah yang maju tetap sama
yaitu kerukukan, ketentraman, keharmonisan, sejahtera dan aman.

Peneliti : Lalu mengenai program pemerintah yang lain yah seperti program
pelatihan internet yang digalakan tahun 2010 untuk masyarakat
kanekes akan tetapi hal tersebut tidak diterima sehingga segala
fasilitas tersebut digunakan oleh sekolah, pendapat Ayah Mursyid
seperti apa?

Narasumber : Memang tidak semua program pemerintah dapat diterima oleh


masyarakat Kanekes, ada program yang didukung oleh adat jika
program tersebut bertujuan untuk melindungi adat dan menjaga
adat dan apabila berbicara internet harus hati-hati dan kita harus
punya alat tersebut dan hal tersebut tidak mungkin boleh oleh adat.
Menurut saya internet tersebut seperti pisau karena pisau itu bisa
berupa kebaikan contohnya apabila hujan digunakan untuk
memotong daun pisang dan digunakan agar tidak kehujanan dan
kalau salah penggunaan bisa meluaki diri sendiri
HASIL WAWANCARA

Tanggal : 17 September 2015


Pukul : 09:00 WIB
Narasumber : Pulung
Jabatan : Urang Cibeo
Lokasi : Warung Teteh Atik Ciboleger

Peneliti : Apa mata pencaharian masyarakat Baduy?

Narasumber : Untuk masyarakat Baduy Dalam kaum laki-laki dan wanita


memiliki mata pencaharian berladang, tetapi pada masyarakat
Baduy Luar kaum wanitanya memiliki mata pencaharian menenun
dan kaum laki-laki tetap berladang.

Peneliti : Apakah masayarakat Baduy harus membeli lahan terlebih dahulu


untuk kegiatan berladang?

Narasumber : Tidak. Jika mau berladang apabila terdapat lahan kosong boleh
dipakai untuk berladang.

Peneliti : Adakah pendidikan formal seperti kegiatan belajar mengajar yang


dilaksanakan di Baduy Dalam maupun Baduy Luar?

Narasumber : Tidak ada. Namun hanya keterampilan berladang yang orang tua
kami ajarkan kepada kami mulai dari menanam sampai memanen.

Peneliti : Selain orang tua adakah peran dari orang lain dalam mengajarkan
keterampilan berladang atau berkebun?

Narasumber : Ada, yaitu tetua adat. Jadi, sebelum kami berumur 10 tahun kami
diajarkan oleh orang tua kami. Namun, setelah kami berumur
diatas 10 tahun barulah kami diajarkan oleh tetua adat bagaimana
cara kami berladang, berkebun, menjadi manusia yang lebih
dewasa dan disosialisasikan bagaimana cara bertahan hidup.
Peneliti : Jika mata pencaharian utama masyarakat Baduy adalah berladang,
Apakah hasil panennya dijual kepada msyarakat di luar wilayah
Baduy seperti Desa Ciboleger?

Narasumber : Kami berladang tidak menjual hasil panen akan tetapi hasil panen
disimpan dilubuk padi (leuwit) yang berfungsi sampai masa panen
yang yang akan datang.

Peneliti : Apakah hasil panen yang disimpan dileuwit digunakan untuk


keperluan sehari-hari?

Narasumber : Tidak, yang ada di leuwit kami gunakan hanya untuk hajatan
(Nikahan, Sunatan, Orang Meninggal).

Peneliti : Dari hasil panen tersebut apakah seluruhnya dimasukan kedalam


leuwit?

Narasumber : Iya. Namun, separuh kami berikan kepada ketua adat untuk
keperluan upacara adat. Lalu sisanya kami simpan di leuwit untuk
hajatan, bibit, dan untuk makan.

Peneliti : Bagaimana tata cara proses hajatan di Baduy?

Narasumber : Pada saat acara hajatan biasanya kami tukar nasi dan biasanya
kami juga mengundang orang di luar wilayah Baduy untuk datang
ke acara hajatan kami dan itu diperbolehkan.

Peneliti : Pada usia berapa anak di Baduy sudah mulai disunat?

Narasumber : Sekitar umur lima tahun

Peneliti : Apa alat yang digunakan untuk sunat?

Narasumber : Alat yang digunakan yaitu dengan bambu dan pisau.

Peneliti : Apakah di wilayah Baduy pernah melaksanakan sunat massal?


Narasumber : Iya pernah, biasanya sunat massal dilaksanakan setelah berjumlah
20 orang.

Peneliti : Berapa jumlah kepala keluarga di Desa Cibeo?

Narasumber : Jumlah nya sekitar 143 kepala keluarga.

Peneliti : Apakah ada masyarakat Baduy Dalam maupun Baduy Luar yang
bersekolah?

Narasumber : Kami tidak sekolah karena bersekolah itu dianggap tabu.

Peneliti : Mengapa bersekolah dalam pandangan masyarakat Baduy Dalam


dianggap tabu?

Narasumber : Karena kami hanya boleh belajar mengenai ajaran adat kami.

Peneliti : Jika tidak bersekolah, bagaimana masyarakat Baduy bisa


mengenal dunia pendidikan seperti baca dan tulis?

Narasumber : Anak-anak di Baduy belajar baca, tulis dan hitung (calistung) dari
teman-temannya yang sudah bisa membaca menulis dan
menghitung, media nya seperti bungkus-bungkus makanan atau
minuman, misalnya Pocari Sweat dan lain-lain.
HASIL WAWANCARA

Tanggal : 17 September 2015


Pukul : 10:00 WIB
Narasumber : Aldi
Jabatan : Urang Cibeo
Lokasi : Warung Teteh Atik Ciboleger

Peneliti : Dalam urusan pernikahan, apakah pemuda Baduy mencari


pasangannya sendiri atau dijodohkan?

Narasumber : Pada masayarakat Baduy luar boleh mencari pasangannya sendiri,


namun pada masyarakat Baduy Dalam dijodohkan oleh Puun.

Peneliti : Bolehkah masyarakat Baduy berpergian keluar wilayah Baduy?

Narasumber : Boleh. Jika ada yg sedang berpergian keluar kota minimal 3 orang
yang pergi, karena khawatir jika ada yang sakit di jalan, yang satu
menunggu dan yang satu pulang. Pada saat berpergian mereka
membawa surat jalan dari Jaro Pamarentah, karena mereka tidak
mempunyai KTP.

Peneliti : Selain berladang apakah masayarakat Baduy diperbolehkan untuk


berternak?

Narasumber : Masyarakat Baduy dalam dan luar tidak boleh menggembala


ternak. Tidak boleh memelihara kambing, kerbau, sapi. Dan tidak
boleh makan daging kambing karena dilarang adat.

Peneliti : Mengapa tidak boleh memelihara kambing, kerbau dan sapi?

Narasumber : Karena binatang berkaki empat seperti kambing, kerbau dan sapi
makanan utamanya adalah daun-daunan. Dan ajaran adat kami
tidak boleh kalau merusak apa yang ada di wilayah Baduy, dengan
memelihara binatang berkaki empat tersebut maka lama-kelamaan
tumbuhan yang ada di wilayah Baduy akan habis. Oleh karena itu
hewan berkaki empat dilarang dipelihara di Baduy.
Instrumen Pedoman Observasi

Hasil
No Pernyataan Observasi Keterangan
Ya Tidak
1 Pendidikan formal di Baduy Luar
Apakah proses pendidikan formal di
2
Sekolah dilaksanakan dengan baik
Peran Jaro Pamarentah terhadap
3 pendidikan formal masyarakat
Kanekes (Baduy)
Peran Kepala Sekolah SDN 2
4 Bojongmenteng terhadap pendidikan
formal masyarakat Kanekes (Baduy)
Peran guru SDN 2 Bojongmenteng
5 terhadap pendidikan formal
masyarakat Kanekes (Baduy)
Peran orangtua siswa asal Baduy
6 terhadap pendidikan formal
masyarakat Kanekes (Baduy)
Perlakuan khusus kepala sekolah
7 SDN 2 Bojongmenteng terhadap
siswa/I Kanekes (Baduy)
Perlakuan khusus guru SDN 2
8 Bojongmenteng terhadap siswa/I
Kanekes (Baduy)
Peran masyarakat Kanekes
9
(Baduy)terhadap pendidikan formal
Peran pemerintah terhadap
10 pendidikan formal di Desa Kanekes
(Baduy)
Kendala yang terjadi terhadap
11 pelaksanaan pendidikan formal di
Kanekes (Baduy)
Hasil Observasi

Tanggal : 1 September 2015 – 26 November 2015

Lokasi : Desa Kanekes Kampung Kaduketug dan SDN 2 Bojongmenteng

Hasil
No Pernyataan Observasi Keterangan
Ya Tidak
Pendidikan formal di Dilaksanakan di SDN 2
Baduy Luar Bojongmenteng, Kecamatan
1 √ -
Leuwi Damar, Kabupaten Lebak,
Provinsi Banten.
Apakah proses Proses pendidikan formal
pendidikan formal di dilaksanakan dengan baik.
2 √ -
Sekolah dilaksanakan
dengan baik
Peran Jaro Pamarentah Kepala Desa Kanekes (Jaro
terhadap pendidikan Pamarentah) berperan secara
3 formal masyarakat √ - diam-diam, karena jika terlihat
Kanekes (Baduy) akan bermasalah kepada lembaga
Adat.
Peran Kepala Sekolah Kepala sekolah SDN 2
SDN 2 Bojongmenteng Bojongmenteng merahasiakan
terhadap pendidikan anak-anak Baduy yang bersekolah
4 formal masyarakat √ -
dan memudahkan anak-anak asal
Kanekes (Baduy)
Baduy yang ingin bersekolah dari
segi administrasi.
Peran guru SDN 2 Guru SDN 2 Bojongmenteng
Bojongmenteng berperan untuk merahasiakan
5 terhadap pendidikan √ - anak-anak Baduy yang bersekolah.
formal masyarakat
Kanekes (Baduy)
Peran orangtua siswa Orangtua siswa ada yang sampai
asal Baduy terhadap menitipkan anaknya dengan warga
6 pendidikan formal √ - asal Luar Baduy agar anaknya
masyarakat Kanekes dapat bersekolah.
(Baduy)
Perlakuan khusus Pada dasarnya anak-anak Baduy
7 - √
kepala sekolah SDN 2 memiliki tingkat kognitif yang
Bojongmenteng tinggi. Sehingga tidak ada
terhadap siswa/I perlakuan khusus untuk anak-anak
Kanekes (Baduy) Baduy.
Perlakuan khusus guru Pada dasarnya anak-anak Baduy
SDN 2 Bojongmenteng memiliki tingkat kognitif yang
8 terhadap siswa/I - √ tinggi. Sehingga tidak ada
Kanekes (Baduy) perlakuan khusus untuk anak-anak
Baduy.
Peran masyarakat Masyarakat Baduy masih ada yang
Kanekes sangat menjaga pikukuh, sehingga
9 - √ jika ditanya mengenai pendidikan
(Baduy)terhadap
sangat sensitif.
pendidikan formal
Peran pemerintah Pemerintah Kabupaten Lebak
terhadap pendidikan sudah berupaya melakukan
10 formal di Desa Kanekes √ - berbagai macam program agar
(Baduy) masyarakat Baduy dapat
melaksanakan pendidikan.
Kendala yang terjadi Kendala yang dihadapi lebih
terhadap pelaksanaan tertuju pada aturan adat Baduy.
11 √ -
pendidikan formal di
Kanekes (Baduy)
Dokumentasi dengan Ayah Mursyid, tokoh
Dokumentasi dengan Jaro Saijah, Kepala Desa
Baduy Dalam kampung Cibeo, di warung
Kanekes, di rumah Jaro Saijah hari Selasa, 6 Ciboleger hari Rabu, 14 Oktober 2015 pukul
Oktober 2015 pukul 09:47 WIB. 14:14 WIB.

Dokumentasi dengan kang Amir, masyarakat


Dokumentasi dengan H. Sapin, Carik/Sekre-
Kaduketug I, di rumah kang Amir hari Rabu,
taris Desa Kanekes, di kantor Desa Kanekes hari
14 Oktober 2015 pukul 10:09 WIB.
Senin, 19 Oktober 2015 pukul 13:33 WIB.
Dokumentasi dengan kang Lambri, orangtua Dokumentasi dengan kang Jarkan, orangtua
Ranah masyarakat Kaduketug I yang Jamsah masyarakat Kaduketug III yang
bersekolah, di rumah kang Lambri hari Sabtu, bersekolah, di rumah kang Jarkan hari Rabu, 14
17 Oktober 2015 pukul 17:27 WIB. Oktober 2015 pukul 11:17 WIB.

Dokumentasi dengan pak Lili, orangtua Linda Dokumentasi dengan kang Kurdi, orangtua
Putri masyarakat Kaduketug yang sudah Marsha Marselina masyarakat Kaduketug II
keluar dari Baduy, di rumah pak Lili hari yang bersekolah, di rumah kang Kurdi hari
Jum’at, 16 Oktober 2015 pukul 18:51 WIB. Rabu, 14 Oktober 2015 pukul 17:41 WIB.
Dokumentasi dengan pak Beben Budiman, Dokumentasi dengan Ibu Siti Masitoh, S. Pd. I
A. Ma. Pd, Kepala Sekolah SDN 2 wali kelas II SDN 2 Bojongmenteng, di ruang
Bojong-menteng, di ruang Kepala Sekolah guru SDN 02 Bojongmenteng hari Jum’at, 16
SDN 02 Bojongmenteng hari Jum’at, 9 Oktober 2015 pukul 08:14 WIB.
Oktober 2015 pukul 07:58 WIB.

Dokumentasi dengan Ibu Julaeha, S.Pd.


SD wali kelas I SDN 2 Bojongmenteng, di Dokumentasi siswa SDN 2 Bojongmenteng
ruang guru SDN 02 Bojongmenteng hari melakukan upacara bendera hari Senin, 19
Kamis, 15 Oktober 2015 pukul 09:00 Oktober 2015 pukul 07:00 WIB.
WIB.
Dokumentasi siswa SDN 2 Dokumentasi siswa kelas I SDN 2 Bojong-
Bojongmenteng di perpustakaan hari menteng saat proses kegiatan belajar mengajar
Senin, 19 Oktober 2015. (peneliti melakukan observasi) hari Kamis, 15
Oktober 2015.

Dokumentasi siswa kelas I SDN 2 Bojong-


menteng saat proses kegiatan belajar Dokumentasi siswa kelas I SDN 2 Bojong-
mengajar hari Kamis, 15 Oktober 2015. menteng saat proses kegiatan belajar mengajar
hari Kamis, 15 Oktober 2015.
Dokumentasi dengan pak Irawan dan pak Dokumentasi dengan pak Oman Kabid
Ahmad Samsudin, di ruang Kasi Pendidikan Pariwisata Kabupaten Lebak, di ruang Kabid
Masyarakat Dinas Pendidikan dan Pariwisata Dinas Pemuda Olahraga dan
Kebudayaan Kabupaten Lebak hari Jum’at, Pariwisata Kabupaten Lebak hari Jum’at, 16
16 Oktober 2015 pukul 11:00 WIB. Oktober 2015 pukul 14:52 WIB.

Dokumentasi dengan pak Wawan Kabid Dokumentasi dengan masyarakat Baduy


Kebudayaan Kabupaten Lebak, di ruang Dalam kampung Cibeo, di warung Ciboleger
Kabid Kebudayaan Dinas Pendidikan dan hari Sabtu, 17 Oktober 2015 pukul 15:00
Kebudayaan Kabupaten Lebak hari Jum’at, WIB.
16 Oktober 2015 pukul 09:00 WIB.
Dokumentasi dengan teteh Hartini, Dokumentasi dengan teteh Sarti, masyarakat
masyarakat Kaduketug I, di rumah Teteh Kaduketug I, di rumah Teteh Sarti hari Rabu,
Sarti hari Sabtu, 17 Oktober 2015 pukul 14 Oktober 2015 pukul 10:15 WIB.
10:30 WIB.

Dokumentasi dengan kang Mista, masyarakat


Dokumentasi dengan kang Sarman, Kaduketug I, di rumah Teteh Sarti hari Sabtu,
masyarakat Kaduketug I, di rumah kang 17 Oktober 2015 pukul 10:45 WIB.
Sarman hari Sabtu, 17 Oktober 2015 pukul
07:35 WIB.
Dokumentasi dengan teteh Aswati, Dokumentasi dengan Aldi dan Pulung,
masyarakat Kaduketug II, di rumah Teteh masyarakat Baduy Dalam kampung Cibeo, di
Aswati hari Rabu, 14 Oktober 2015 pukul warung Ciboleger hari Kamis, 17 September
11:45 WIB. 2015 pukul 09:00 WIB.

Dokumentasi dengan teteh Aliza, Dokumentasi dengan kang Jamali,


masyarakat Kaduketug I, di rumah Teteh masyarakat Kaduketug I, di kantor
Aliza hari Sabtu, 17 Oktober 2015 pukul Desa Kanekes hari Selasa, 13
11:21 WIB. Oktober 2015 pukul 15:57 WIB.
KEMENTERIAN AGAMA No. Dokumen : FITK-FR-AKD-086
UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010
FORM (FR) No. Revisi: : 01
FITK
Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1
PENDAFTARAN UJIAN SKRIPSI
Hal : Pendaftaran Ujian Skripsi
Kepada Yth.
Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,


Nama : Gilang Putra Prasetyo
Tempat & Tgl. Lahir : Jakarta, 7 Mei 1993
NIM : 1111018200029
Jurusan / Prodi : Manajemen Pendidikan
Penasehat Akademik : Dr. Fauzan, MA
Alamat : Jl. Adam RT/RW: 003/02 No. 31, Kelurahan Sukabumi
Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Kota Jakarta Barat
Provinsi DKI Jakarta
No. Telpon / HP. : 08989927494

Orang Nama Pendidikan Pekerjaan


Tua Terakhir
Ayah Setyoko SMA Wiraswasta
Ibu G. Triyatmi SMA Ibu Rumah Tangga

Judul Skripsi : Peran Kepemimpinan Kepala Desa Kanekes (Jaro


Pamarentah) Terhadap Pendidikan Masyarakat Baduy Luar
Pembimbing I : Dr. Hasyim Asy’ari, M.Pd
Pembimbing II : Drs. Syaripulloh, M. Si

IPK (sementara) SKS KTN


3,72 145 539

Mengajukan permohonan untuk didaftar sebagai peserta ujian skripsi. Adapun


berkas persyaratan sebagaimana terlampir.
Atas perhatian Bapak/Ibu, saya ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum wr. Wb.


Jakarta, 14 Januari 2016
Hormat saya,

Gilang Putra Prasetyo

Anda mungkin juga menyukai