Anda di halaman 1dari 3

Nama : I Kadek Urip Wijaya

NIM : 2112531041
Prodi : Administrasi Publik
Mata Kuliah : Etika Administrasi Publik

Soal:
Putusan MK kehilangan legitimasi sosial karena miskin kredibilitas, steril dari rasa keadilan.
Putusan yang cacat etika. Menurut anda, apa saja penyimpangan etika dalam keputusan
tersebut dan jelaskan dalam perpektif etika organisasi?
Jawaban:

Berdasarkan fenomena tersebut terdapat tindakan penguasa yang membuat atau


mengeluarkan keputusan didasarkan pada hukum yang dibuatnya sendiri (rule by ruler). Teori
negara hukum ini didiskusikan serta diperdebatkan selama ratusan tahun sampai pada ruang
lingkupnya yang sekarang. Sayangnya, hukum berupa putusan MK tersebut tampak telah
digunakan untuk mendefinisikan kepentingan mereka yang berkuasa, bertujuan mendapatkan
kekuasaan dan hak-hak istimewa, dan selanjutnya adalah sumber kesejahteraan. Pasalnya
putusan MK yang awalnya tidak menyetujui gugatan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait
usia minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang
Pemilu tiba-tiba berubah sekejap mata setelah adanya campur tangan politikus PDIP yakni
Hendrawan Supratikno, sehingga MK membolehkan sesorang yang belum berusia 40 tahun
mencalonkan diri sebagai presiden maupun sebagai wakil presiden dengan catatan pernah
menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih dari pemilihan umum. Berdasarkan hal
tersebut, terdapat dugaan tentang penyimpangan etika yang dilakukan oleh MK dalam putusan
terkait usia minimal capres dan cawapres. Berikut ini adalah bentuk penyimpangan etika yang
dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dalam perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia
minimal capres dan cawapres dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017:

1. MK diduga telah melanggar kode etik hakim konstitusi dengan mengubah pendapatnya
secara drastis dari menolak menjadi mengabulkan permohonan pemohon yang
mempersoalkan hal yang sama dengan perkara sebelumnya. Hal ini menimbulkan
pertanyaan apakah ada indikasi desakan, ancaman, atau intervensi yang mengganggu
independensi hakim konstitusi.
2. MK juga diduga telah melanggar Undang-Undang dengan memberikan tambahan
norma baru pada syarat usia capres dan cawapres yang tidak dimohonkan oleh pemohon
dan tidak sesuai dengan asas erga omnes. Hal ini berarti MK telah menggantikan fungsi
legislasi yang seharusnya menjadi kewenangan DPR dan Presiden.
3. MK juga diduga telah melakukan praktik cherry-picking jurisprudence untuk
menafsirkan open legal policy, yaitu memilih putusan-putusan sebelumnya yang sesuai
dengan kepentingan mereka dan mengabaikan putusan-putusan lain yang bertentangan.
Hal ini berbahaya bagi kelembagaan dan legitimasi putusan MK.

Sedangkan berdasarkan dari perspektif etika organisasi, penyimpangan etika yang


dilakukan oleh MK dapat dikategorikan sebagai pelanggaran etika sebagai berikut:
1. Pelanggaran moral: Tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai moral yang
berlaku di masyarakat, seperti kejujuran, keadilan, dan kemandirian. Contohnya adalah
ketika MK mengubah pendapatnya tanpa alasan yang jelas dan logis, atau ketika MK
menuruti permintaan pihak-pihak tertentu yang berkepentingan dengan putusannya.
2. Pelanggaran hukum: Tindakan yang bertentangan dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, seperti UUD 1945, UU Pemilu, dan UU MK. Contohnya
adalah ketika MK memberikan tambahan norma baru yang tidak dimohonkan oleh
pemohon dan tidak sesuai dengan asas erga omnes, atau ketika MK menggantikan
fungsi legislasi yang seharusnya menjadi kewenangan DPR dan Presiden.
3. Pelanggaran kode etik: Tindakan yang bertentangan dengan aturan perilaku yang
disepakati oleh anggota organisasi, seperti kode etik hakim konstitusi. Contohnya
adalah ketika MK melakukan praktik cherry-picking jurisprudence untuk menafsirkan
open legal policy, atau ketika MK tidak menjaga kredibilitas dan marwahnya sebagai
the guardian of the constitution.
Hal ini tentunya bertentangan dengan sikap MK yang seharusnya diambil, dimana. MK
harus menghormati fungsi dan kewenangan pembentuk undang-undang, yaitu DPR dan
Presiden, dalam menetapkan syarat usia capres dan cawapres. MK tidak boleh menggantikan
fungsi legislasi dengan memberikan tambahan norma baru yang tidak dimohonkan oleh
pemohon dan tidak sesuai dengan asas erga omnes. MK harus menjaga independensi,
integritas, dan kredibilitas hakim konstitusi dalam mengambil keputusan. MK tidak boleh
terpengaruh oleh desakan, ancaman, atau intervensi dari pihak-pihak tertentu yang
berkepentingan dengan putusannya. Selain itu MK harus mengikuti putusan-putusan
sebelumnya yang relevan dan konsisten dengan konstitusi dalam menafsirkan open legal
policy. MK tidak boleh memilih-milih putusan-putusan yang sesuai dengan keinginannya dan
mengabaikan putusan-putusan lain yang bertentangan.
DAFTAR PUSTAKA
Hukum Online. (2023, Oktober 16). MKMK Diminta Tindak Lanjuti Dugaan Pelanggaran
etik Terkait Putusan Syarat Usia Capres. Retrieved from
https://www.hukumonline.com/: https://www.hukumonline.com/berita/a/mkmk-
diminta-tindak-lanjuti-dugaan-pelanggaran-etik-terkait-putusan-syarat-usia-capres-
lt652e2e31f12b4
Kompas . (2013, Oktober 16). Alasan MK Tolak Gugatan Usia Capres-Cawapres 35 Tahun:
Berpotensi Jadi Pelanggaran Moral. Retrieved from https://nasional.kompas.com/:
https://nasional.kompas.com/read/2023/10/16/12343891/alasan-mk-tolak-gugatan-
usia-capres-cawapres-35-tahun-berpotensi-jadi
TribunNews. (2013, Oktober 17). Eks Hakim MK soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres:
Ada Pelanggaran Kode Etik oleh Anwar Usman. Retrieved from
https://www.tribunnews.com/: https://www.tribunnews.com/mata-lokal-
memilih/2023/10/17/eks-hakim-mk-soal-putusan-batas-usia-capres-cawapres-ada-
pelanggaran-kode-etik-oleh-anwar-usman

Anda mungkin juga menyukai