FARID WAJDI
Anggota Komisi Yudisial, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan
Informasi Komisi Yudisial Republik Indonesia
PENGANTAR
Mengkaji mengenai tugas, fungsi, dan kewenangan Komisi Yudisial (KY) harusnya
dilakukan secara komprehensif. Bukan hanya yang ada diatur dalam Undang-undang
Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004
tentang Komisi Yudisial, tapi juga harus membahasnya mulai dari sejarah hingga kondisi
saat ini. Hal ini penting agar pemahaman cikal bakal pembentukan KY dan dinamika yang
terjadi terkait dengan tugas dan fungsi KY lebih luas.
1
Elza Fais dkk., Risalah Komisi Yudisial: Cikal Bakal, Pelembagaan, dan Dinamika Wewenang, Sekretariat
Jenderal Komisi Yudisial, Jakarta, 2012, hlm. 13.
2
Ibid., hlm. 14.
5
Prosiding : Sinergitas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Dalam Mewujudkan Excellent Court
6 Mei 2017 M/9 Sya’ban 1438 H, Aula A.K. Anshori - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
Namun demikian, wacana ini kemudian tidak disetujui dan akhirnya tidak jadi dimasukkan
ke dalam batang tubuh maupun UU Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman.
Selang lama setelah itu, lahirlah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 (UU No.
35/1999). Jika diperhatikan dengan baik isi UU ini, dapat ditemukan bahwa konsep
MPPH mengemuka kembali. Hal ini dapat dilihat dalam penjelasan umumnya, yang pada
intinya menyebutkan bahwa untuk meningkatkan checks and balances terhadap lembaga
peradilan antara lain perlu diusahakan agar putusan-putusan pengadilan dapat diketahui
secara terbuka dan transparan oleh masyarakat dan dibentuk Dewan Kehormatan Hakim
(DKH) yang berwenang mengawasi perilaku hakim, memberikan rekomendasi mengenai
perekrutan, promosi, dan mutasi hakim serta menyusun kode etik (code of conduct) bagi
para hakim.
Dengan rumusan seperti itu, maka terlihat bahwa ketika Negara “memerdekakan”
lembaga kekuasaan kehakiman dari intervensi penguasa, maka bukan berarti lembaga itu
berdiri sendiri, tanpa ada lembaga lain. Harus checks and balances dalam pelaksanaannya.
Tujuan dari checks and balances itu adalah untuk meminimalisir kesewenang-wenangan
lembaga tersebut. Gayung bersambut, pasca penetapan UU No. 35/1999 wacana adanya
lembaga baru sebagai “penyeimbang” lembaga kekuasaan kehakiman juga mengemuka
dalam rapat pembahasan perubahan UUD 1945. Bahkan dalam pembahasan sempat
mengemuka dua istilah, yaitu “Dewan Kehormatan Hakim” dan “Komisi Yudisial”. Hal ini
disampaikan oleh Hamdan Zoelva dan Agung Gunanjar. Ketika itu Hamdan mengatakan,
KY dibentuk dengan wewenang untuk menghasilkan hakim agung, serta melakukan
penilaian dan memberikan rekomendasi baik atas promosi mauun pemindahan terhadap
hakim-hakim. Di samping itu, untuk menegakkan kehormatan dan menjaga keluhuran
martabat dan perilaku hakim dibentuk DKH.3
Sejalan dengan itu, Agung mengungkapkan usulan pembentukan dua lembaga
eksternal yang berbeda. KY diberi kewenangan pengangkatan dan pemberhentian hakim
agung, sementara DKH melakukan kontrol dalam rangka menegakkan dan menjaga
keutuhan martabat hakim4. Akhirnya usulan-usulan tersebut dijadikan satu menjadi
KY, dan tugas maupun fungsinya menjalankan tugas dan fungsi DKH, yang istilahnya
“dipersempit” menjadi wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan
dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
Dengan berdasar penjelasan di atas, maka dapat dikatakan bahwa tugas, fungsi dan
kewenangan KY sesuai dengan perspektif sejarah/historis adalah:
1. mengusulkan pengangkatan hakim agung;
2. melakukan rekrutmen, promosi, mutasi, dan pengawasan pengawasan kualitas,
integritas, maupun etika hakim. Tugas dan fungsi kedua ini diistilahkan dalam Pasal
24B UUD 1945 menjadi “wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan
kehormatan dan keluhuran martabat, serta perilaku hakim”.
3
Ibid., hlm. 32- 33, dikutip dari Buku Kedua Jilid 3 C, Risalah BAP PAH I Sidang Tahunan MPR, hlm.
746.
4
Ibid., hlm. 33, dikutip dari Buku Kedua Jilid 10, Rapat Komisi A, Sidang Tahunan 2000, hlm. 326.
6
Prosiding : Sinergitas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Dalam Mewujudkan Excellent Court
6 Mei 2017 M/9 Sya’ban 1438 H, Aula A.K. Anshori - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
5
Lihat Pasal 20 UU No. 22 Tahun 2004.
6
Lihat Pasal 21 UU No. 22 Tahun 2004.
7
Lihat Pasal 22 UU No. 22 Tahun 2004.
8
Lihat Pasal 23 UU No. 22 Tahun 2004.
9
Lihat Pasal 24 UU No. 22 Tahun 2004
7
Prosiding : Sinergitas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Dalam Mewujudkan Excellent Court
6 Mei 2017 M/9 Sya’ban 1438 H, Aula A.K. Anshori - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
hukum mengikat.10
Dengan berdasar fakta di atas, pemerintah kemudian mengusulkan kepada DPR
untuk melakukan perubahan terhadap UU No. 22/2004. Perubahan tersebut dimaksudkan
untuk memperkuat kewenangan KY dan dalam rangka melakukan sinkronisasi maupun
harmonisasi peraturan perundang-undangan di bidang kekuasaan kehakiman.
Belum juga penguatan kewenangan KY dilakukan melalui perubahan UU tentang KY
itu sendiri, di tahun 2009 pemerintah melalui Perubahan UU Kekuasaan Kehakiman dan 3
UU Badan Peradilan yaitu Perubahan UU Peradilan Umum, Perubahan UU Peradilan Tata
Usaha Negara, dan Perubahan UU Peradilan Agama melakukan penguatan kewenangan
KY. Penguatan kewenangan dilakukan dengan memberikan kewenangan tambahan
kepada KY. Kewenangan tambahan itu adalah menganalisis putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap sebagai dasar rekomendasi melakukan mutasi
hakim11 dan melakukan seleksi pengangkatan hakim bersama MA.12
Pada tahun 2011 lewat Perubahan UU No. 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
kewenangan KY kembali bertambah. Jika kita cermati, beberapa pasal yang terdapat dalam
UU perubahan KY yang diberi nama UU No. 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial secara tegas memperkuat
kewenangan KY.
Penguatan terhadap kewenangan KY diatur dalam Pasal 13 UU No. 18 Tahun 2011
yang berbunyi,
“Komisi Yudisial mempunyai wewenang: a) Mengusulkan pengangkatan hakim agung dan
hakim ad hoc di Mahkamah Agung kepada DPR untuk mendapatkan persetujuan; b) Menjaga
dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; c) Menetapkan Kode
Etik dan atau Pedoman Perilaku Hakim bersama-sama dengan Mahkamah Agung; dan d)
Menjaga dan menegakkan pelaksanaan Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim”.
10
Elza Fais dkk, Risalah..., op. cit., hlm. 512-516.
11
KY dapat menganalisis putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap
sebagai dasar rekomendasi melakukan mutasi hakim yang diatur dalamPasal 42 UU No. 48
Tahun 2009, Pasal 13F UU No. 49 Tahun 2009, Pasal 12F UU No. 50 Tahun 2009, Pasal 13F UU
No. 51 Tahun 2009.
12
KY juga diberikan kewenangan melakukan seleksi pengangkatan hakim bersama MA yang
diatur dalam Pasal 14A ayat (2) dan (3) UU No. 49 Tahun 2009, Pasal 13A ayat (2) dan (3) UU No.
50 Tahun 2009, serta Pasal 14A ayat (2) dan (3) UU No. 51 Tahun 2009.
8
Prosiding : Sinergitas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Dalam Mewujudkan Excellent Court
6 Mei 2017 M/9 Sya’ban 1438 H, Aula A.K. Anshori - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
orang, atau badan hukum yang merendahkan kehormatan dan keluhuran martabat;
(2) Selain tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi Yudisial juga mempunyai tugas
mengupayakan peningkatan kapasitas dan kesejahteraan hakim;
(3) Dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a Komisi Yudisial dapat meminta bantuan kepada
aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal
adanya dugaan pelanggaran Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim;
Pada tahun 2015, tugas KY kembali “dihilangkan” oleh MA. Melalui putusan Nomor
43/PUU-XIII/2015 yang dimohonkan oleh beberapa hakim agung yang tergabung dalam
IKAHI menyatakan tugas KY dalam melakukan seleksi pengangkatan hakim sebagaimana
diatur dalam 3 UU Badan Peradilan dinyatakan inkonstitusional.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka tugas dan fungsi KY yang terkait dengan
hakim di lingkungan MA adalah sebagai berikut.
9
Prosiding : Sinergitas Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Dalam Mewujudkan Excellent Court
6 Mei 2017 M/9 Sya’ban 1438 H, Aula A.K. Anshori - Universitas Muhammadiyah Purwokerto
10