Pembelajaran Matematika Realistik Atau
Pembelajaran Matematika Realistik Atau
Kemudian Treffers (1978, 1987) secara eksplisit merumuskan ide tersebut dalam 2 tipe
matematisasi dalam konteks pendidikan, yaitu matematisasi horisontal dan vertikal. Pada
matematisasi horizontal siswa diberi perkakas matematika yang dapat menolongnya menyusun
dan memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.Matematisasi vertikal di pihak lain
merupakan proses reorganisasi dalam sistem matematis, misalnya menemukan hubungan
langsung dari keterkaitan antar konsep-konsep dan strategi-strategi dan kemudian menerapkan
temuan tersebut. Jadi matematisasi horisontal bertolak dari ranah nyata menuju ranah simbol,
sedangkan matematisasi vertikal bergerak dalam ranah simbol. Kedua bentuk matematisasi ini
sesungguhnya tidak berbeda maknanya dan sama nilainya (Freudenthal, 1991).
Hal ini disebabkan oleh pemaknaan “realistik” yang berasal dari bahasa Belanda “realiseren”
yang artinya bukan berhubungan dengan kenyataan, tetapi “membayangkan”. Kegiatan
“membayangkan” ini ternyata akan lebih mudah dilakukan apabila bertolak dari dunia nyata,
tetapi tidak selamanya harus melalui cara itu.
Berdasarkan matematisasi horizontal dan vertikal, pendekatan dalam matematika dapat dibedakan
menjadi empat yaitu, mekanistik, empiristik, struturalistik, dan realistik.
Pendekatan mekanistik merupakan pendekatan tradisonal dan didasarkan pada apa yang diketahui
dari pengalamn sendiri (diawali dari yang lebih sederhana sampai ke kompleks) dalam
pendekatan ini siswa dianggap sebagai mesin.
Pendekatan empiristik adalah suatu pendekatan dimana konsep – konsep matematika tidak
diajarkan dan diharapkan siswa mampu menemukan melalui matematika horizontal. Pendekatan
mekanis dan empiris tidak banyak diajarkan di lingkungan sekolah.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran matematika realistik adalah
metode pembelajaran matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan realitas dan
pengalaman siswa sebagai titik awal pembelajaran. Selanjutnya siswa diberi kesempatan
mengpalikasikan konsep – konsep matematika untuk memecahkan masalah sehari – hari atau
dalam bidang yang lainnya. Pembelajaran ini sengat berbeda dengan pembelajaran matematika
selama ini yang cenderung berorientasi kepada memberi informasi dan memakai matematika
yang siap pakai untuk memecahkan masalah.
1. Kegiatan
Peserta didik harus diperlakukan sebagai partisipan aktif dalam proses pengembangan
seluruh perangkat perkakas dan wawasan matematis sendiri. Dalam hal ini peserta didik
dihadapkan dalam situasi masalah yang memungkinkan ia membentuk bagian – bagian
masalah tersebut dan dikembangkan secara bertahan
2, Nyata (kontekstual)
Matematika realistis harus memungkinkan peserta didik dapat menerapkan pemahaman
matematika dan perkakas /alat matematikannya untuk memecahkan masalah. Hanya
dalam pemecahan masalah peserta didik dapat mengembangkan alat matematis dan
pemahaman matematis.
3. Bertahap
Belajar matematika artinya peserta didik harus melalui berbagai tahapan pemahaman,
yaitu dari kemampuan menemukan pemecahan informal yang berhubungan dengan
konteks, menuju penciptaan berbagai tahap hubungan langsung dan pembuatan bagan.
6. Bimbingan
Pengajar maupun program pendidikan mempunyai peranan terpenting dalam
mengarahkan peserta didik untuk memperoleh pengetahuan. Mereka mengendalikan
proses pembelajaran yang lentur untuk menunjukkan apa yang harus dipelajari untuk
menghindarkan pemahaman semu melalui proses hafalan.
Pembelajaran matematika realistik diawali dengan dunia nyata, agar dapat memudahkan siswa
dalam belajar matematika, kemudian siswa dengan bantuan guru diberikan kesempatan untuk
menemukan sendiri konsep-konsep matematika. Setelah itu, diaplikasikan dalam masalah sehari-
hari atau dalam bidang lain.
Secara lebih jelas, maka langkah-langkah penerapan pembelajaran ini dapat diterapkan menjadi
lima langkah, yaitu:
Untuk itu guru harus mampu menemukan suatu cara agar bisa membawa siswa lebih
mudah dalam penanaman konsep materi tesebut dengan membawa anak ke situasi
permasalahan yang nyata dalam kehidupan sehari-hari yang sering dialami siswa,
misalnya dalam penanaman konsep perkalian, dengan cara guru mengajukan
pertanyaan, “ 3 ekor ayam, kakinya ada berapa ?” Dengan masalah seperti ini, jawaban
anak diharapkan akan bermacam-macam. Salah satunya adalah banyaknya kaki ayam
adalah 2 + 2 + 2. Jika tidak ada yang menyatakan dengan 3 x 2, maka kita dapat
mengenalkan tentang notasi atau lambang atau konsep perkalian, yaitu 3 x 2. Jadi,
dengan pertanyaan tadi diharapkan siswa dapat membangun atau mengkontruksikan
pengetahuannya sendiri. Dari jawaban pertanyaan itu dimunculkan konsep perkalian.
Jadi, bukan guru yang langsung mengumumkan, namun siswa yang mendapatkan arti 3
x 2.
Pembelajaran dengan pendekatan realistik adalah suatu konsep pembelajaran yang
menghubungkan materi pelajaran dengan situasi nyata yang dikenal siswa dan proses
konstruksi pengetahuan matematika oleh siswa sendiri. Masalah konteks nyata
merupakan bagian inti dan dijadikan sebagai starting point dalam pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan realistik ini.
Dengan demikian pembelajaran realistik merupakan suatu sistem pembelajaran yang
didasarkan pada penelitian kognitif, afektif dan psikomotor, sehingga guru harus
merencanakan pengajaran yang cocok dengan tahap perkembangan siswa, baik itu
mengenai kelompok belajar siswa, memfasilitasi pengaturan belajar siswa,
mempertimbangkan latar belakang dan keragaman pengetahuan siswa, serta
mempersiapkan cara-teknik pertanyaan dan pelaksanaan assessmen otentiknya,
sehingga pembelajaran mengarah pada peningkatan kecerdasan siswa secara
menyeluruh untuk dapat menyelesaikan permasalahan yang dihadapinya.