Anda di halaman 1dari 165

TEORI DAN PRAKTIK

MODEL PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI


IMPLEMENTASI KURIKULUM MERDEKA BELAJAR

Oleh:
Dr. Agus Purwowidodo, M.Pd
Dr. Muhamad Zaini, M.A

Penebar Media Pustaka

i
Teori dan Praktik Model Pembelajaran Berdiferensiasi
Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar

Penulis : Dr. Agus Purwowidodo, M.Pd


Dr. Muhamad Zaini, M.A
Editor : M Fathurrohman
Layout : Yono
Desain : Wahyu

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang


Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh
isi buku ini ke dalam bentuk apa pun, secara elektronis
maupun mekanis, tanpa izin tertulis dari penerbit atau penulis.
All Rights Reserved

Diterbitkan oleh:
Penebar Media Pustaka
Alamat : Jl. Samas km 1, Palbapang, Bantul, Bantul, Yogyakarta,
55713.
Hp. : 085643895795
E-mail : penebarcom@gmail.com

Katalog Dalam Terbitan (KDT)


Dr. Agus Purwowidodo, M.Pd & Dr. Muhamad Zaini, M.A, Teori
dan Praktik Model Pembelajaran Berdiferensiasi Implementasi
Kurikulum Merdeka Belajar; Editor: M Fathurrohman—Cetakan 1—
Yogyakarta: Penebar Media Pustaka, 2023
viii + 156 hlm; 14 x 20 cm

ISBN: 978-623-429-030-1

Cetakan 1, 2023

ii
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat allah swt atas limpahan rahmat


dan karunianya sehingga buku “Teori Dan Praktik Model
Pembelajaran Berdiferensiasi Implementasi Kurikulum
Merdeka Belajar” telah dapat diselesaikan. Buku ini makin
memperkaya wawasan dan kompetensi guru dalam mengajar
serta dapat menjawab keberagaman peserta didik dalam
belajar. Buku ini tercipta atas kesadaran penulis terhadap
keberagaman peserta didik di kelas yang tentunya memiliki
kebutuhan belajar yang berbeda-beda. Oleh karenanya tentu
diharapkan guru dapat memberikan pola dan pendekatan yang
sesuai dengan kebutuhan belajar peserta didik. Dan dengan
bangga penulis menyusun buah-buah pikiran itu dalam sebuah
buku yang berjudul Teori dan Praktik Model Pembelajaran
Berdiferensiasi Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar.
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan proses siklus
mencari tahu tentang peserta didik dan merespons belajarnya
berdasarkan perbedaan, sehingga guru dituntut untuk terus
belajar tentang keberagaman peserta didiknya, agar
pembelajaran yang profesional, efisien, dan efektif dapat
diwujudkan.
Dengan harapan guru mampu: (1) mendemonstrasikan
pemahaman tentang apa yang dimaksud dengan
pembelajaran berdiferensiasi dan alasan mengapa
pembelajaran berdiferen siasi diperlukan; (2) melakukan
pemetaan kebutuhan belajar murid yang berbeda; (3)
menganalisis penerapan 3 strategi diferensiasi (yaitu:
diferensiasi konten, proses, dan produk); (4)
mengimplementasikan Rencana Pembelajaran berdiferensiasi
dalam konteks pembelajaran di sekolah atau kelas mereka
sendiri; (5) menunjukkan sikap kreatif, percaya diri, mau
iii
mencoba, dan berani mengambil risiko dalam menerapkan
berbagai ide strategi pembelajaran berdiferensiasi
Kami menyadari masih terdapat kekurangan dalam
buku ini untuk itu kritik dan saran terhadap penyempurnaan
buku ini sangat diharapkan. Semoga buku ini dapat memberi
maanfaat bagi mahasiswa FTIK UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung khususnya dan bagi semua pihak yang
membutuhkan.
Buku yang tersusun sekian lama ini tentu masih jauh
dari kata sempurna. Untuk itu, kritik dan saran yang
membangun sangat diperlukan agar buku ini bisa lebih baik
nantinya.

Tulungagung, 01 September 2022

Penulis

iv
Daftar Isi
Hal
BAB 1 : Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Hukum
Pembelajaran Berdiferensiasi…………………………..
Berdiferensiasi………………………… 1
A. Landasan
Pendahuluan……………………………………………
Filosofis……………………………………… 1
B. Landasan Sosiologis……………………………………
Filosofis…………………………………… 2
8
C. Landasan Hukum………………………………………..
Sosiologis………………………………… 10
9
D. Kesimpulan…………………………………………………
Landasan Hukum…………………………………….. 12
13
E. Kesimpulan……………………………………………… 15
BAB 2 : Model Pembelajaran Berdiferensiasi……………... 15
BAB 2 : Model
A. Pembelajaran Berdiferensiasi……………..
Pendahuluan……………………………………………... 16
15
A. Pengertian
B. Pendahuluan……………………………………………
Pembelajaran Berdiferensiasi…. 16
19
B. Ciri-Ciri
C. PengertianPembelajaran
Pembelajaran
Berdiferensiasi……….
Berdiferensiasi… 19
25
C. Hakekat
D. Ciri-Ciri Pembelajaran
PembelajaranBerdiferensiasi………
Berdiferensiasi……... 26
29
D. Karakteristik
E. Hakekat Pembelajaran
Pembelajaran
Berdiferensiasi……..
Berdiferensiasi 29
31
E. Prinsip-Prinsip
F. Karakteristik Pembelajaran
PembelajaranBerdiferensiasi 32
F. Berdiferensiasi…………………………………………..
Prinsip-Prinsip Pembelajaran 33
G. Implementasi
Berdiferensiasi…………………………………………
Pembelajaran 34
G. Berdiferensiasi…………………………………………..
Implementasi Pembelajaran 36
H. Faktor
Berdiferensiasi…………………………………………
Penunjang Pembelajaran 37
H. Berdiferensiasi…………………………………………..
Faktor Penunjang Pembelajaran 42
I. Kesimpulan………………………………………………..
Berdiferensiasi………………………………………… 42
44
I. Kesimpulan……………………………………………… 45
BAB 3 : Lingkungan Belajar Mengundang Siswa
BAB 3 : Lingkungan
Untuk Belajar……………………………………………………
Belajar Mengundang Siswa Untuk 46
Belajar…………………………………………………………….
A. Pendahuluan……………………………………………… 47
46
A. Definisi
B. Pendahuluan……………………………………………
Lingkungan Belajar yang Kondusif.... 47
46
B. Faktor-Faktor
C. Definisi Lingkungan
Penentu
Belajar
Suasana
yangBelajar
Kondusif.. 47
C. yang
Faktor-Faktor
Kondusif…………………………….……………….
Penentu Suasana Belajar yang 55
D. Ciri-Ciri
Kondusif…………………………………………………….
Lingkungan Belajar yang Kondusif… 56
D. Manfaat
E. Ciri-Ciri Lingkungan
LingkunganBelajar
Belajaryang
yangKondusif..
Kondusif.. 57
E. Kriteria
F. ManfaatLingkungan
LingkunganBelajar
Belajaryang
yangKondusif…
Kondusif. 58
59
F. Faktor-Faktor
G. Kriteria Lingkungan
yang Mempengaruhi
Belajar yang Kondusif.. 60
G. Proses
Faktor-Faktor
Pembelajaran………………………..……….
yang Mempengaruhi Proses 62
vi
H. Kesimpulan………………………………………………..
Pembelajaran…………………………………………… 66
63
H. Kesimpulan………………………………………………. 67
BAB 4 : Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar 69
BAB 4 : Implementasi
A. Kurikulum Merdeka Belajar
Pendahuluan……………………………………………… 69
A. Pengertian
B. Pendahuluan…………………………………………….
Kurikulum Merdeka Belajar…….. 69
71
B. Pengertian
C. ImplementasiKurikulum Merdeka
Kurikulum MerdekaBelajar…….
Belajar 71
C. pada
Implementasi Kurikulum
Pembelajaran Merdeka Belajar
Berdiferensiasi…………… 75
D. Tahapan Implementasi
pada Pembelajaran Kurikulum
Berdiferensiasi………….. 74
D. Merdeka…………………………………………………….
Tahapan Implementasi Kurikulum 78
E. Strategi
Merdeka……………………………………………………
Implementasi Kurikulum Merdeka 78
E. Jalur
Strategi
Mandiri……………………………………………..
Implementasi Kurikulum Merdeka 80
F. Pilihan
Jalur Mandiri…………………………………………….
Implementasi Kurikulum Merdeka 80
F. jalur
Pilihan
mandiri………………………………………………
Implementasi Kurikulum Merdeka 83
G. Kesimpulan…………………………………………………
jalur mandiri……………………………………………. 83
85
G. Kesimpulan……………………………………………... 85
BAB 5 : Penilaian Berkelanjutan
BAB 5 : Penilaian
dalam Berkelanjutan
Pembelajaran Berdiferensiasi……………….. 87
dalam
A. Pembelajaran Berdiferensiasi………………..
Pendahuluan……………………………………………... 87
87
A.
B. Pendahuluan……………………………………………...
Pengertian Penilaian Berkelanjutan……………. 87
B. Pengertian
C. Penilaian
Fungsi Penilaian Berkelanjutan…………….
Berkelanjutan………………….. 87
90
C.
D. Prisip-Prinsip
Fungsi Penilaian Berkelanjutan…………………..
Penilaian Berkelanjutan……….. 90
91
D. Prisip-Prinsip
E. Langkah PengembanganBerkelanjutan………..
Penilaian Sistem 91
E. Penilaian
Langkah Berkelanjutan……………………………..
Pengembangan Sistem Penilaian 93
F. Berkelanjutan……………………………………………..
Penyusunan Instrumen Penilaian………………. 93
94
F. Kesimpulan…………………………………………………
G. Penyusunan Instrumen Penilaian………………. 94
97
G. Kesimpulan………………………………………………… 97
BAB 6 : Guru Menanggapi Atau Merespon
BAB 6 : Guru Menanggapi
Kebutuhan BelajarAtau Merespon
Siswa………………………………… 98
Kebutuhan
A. Belajar Siswa…………………………………
Pendahuluan…………………………………………….. 99
98
A. Pendahuluan…………………………………………….
B. Analisis Identifikasi Kebutuhan Belajar……. 99
98
B.
C. Tujuan
AnalisisIdentifikasi
IdentifikasiKebutuhan
KebutuhanBelajar……….
Belajar……. 99
101
C. Fungsi
D. Tujuan Identifikasi
Identifikasi Kebutuhan
Kebutuhan Belajar………..
Belajar………. 102
101

vi
ii
D.
E.Akar Pemenuhan
Fungsi Identifikasi Kebutuhan Belajar………..
Belajar 102
E.Siswa Pemenuhan
Akar Dan ResponKebutuhan
Guru Terhadap
Belajar Siswa
Kebutuhan
Dan ResponBelajar…………………………………….
Guru Terhadap Kebutuhan 101
Belajar……………………………………………………… 102
BAB 7 : G.
Manajemen Kelas Efektif dalam
Kesimpulan………………………………………………. 118
Pembelajaran Berdiferensiasi…………………………. 117
BAB 7 A. Pendahuluan……………………………………………..
: Manajemen Kelas Efektif dalam Pembelajaran 117
B. Pengertian Manajemen Kelas Efektif…………
Berdiferensiasi………………………………………………… 119
C. Pendahuluan……………………………………………..
A. Tujuan Manajemen Kelas Efektif………………. 122
119
D. Fungsi manajemen
B. Pengertian ManajemenKelasKelas
Efektif………………..
Efektif………… 124
121
E. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas Efektif…..
C. Tujuan Manajemen Kelas Efektif………………. 126
124
F. Fungsi
D. Komponen-Komponen
manajemen Kelas Keterampilan
Efektif……………….. 126
Pengelolaan Kelas……………………………………..
E. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas Efektif….. 128
127
G. Komponen-Komponen
F. Pendekatan dalam Pengelolaan kelas……….
Keterampilan 128
H. Pengelolaan
Peran Guru dalam Manajemen
Kelas……………………………………..Kelas 129
Efeketif………………………………………………………
G. Pendekatan dalam Pengelolaan kelas………. 130
I. Peran
H. Kesimpulan………………………………………………..
Guru dalam Manajemen Kelas 142
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………..
Efeketif…………………………………………………….. 144
132
PROFIL PENULIS……………………………………………………………………..
I. Kesimpulan……………………………………………….. 151
143
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………….. 146

vii
iii
BAB 1
Landasan Filosofis, Sosiologis, dan Hukum
Pembelajaran Berdiferensiasi

A. Landasan Filosofis
Bangsa Indonesia berlandaskan Pancasila untuk filosofi
pendidikannya. Nilai-nilai yang terkandung bertujuan menciptakan
manusia Indonesia yang cerdas secara spiritual, intelektual, dan
kepribadian. Landasan filosofis, sosiologis, dan
hukum kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Pasal 12 ayat 1 huruf (b) disebutkan
bahwa: Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan
berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan
bakat, minat, dan kemampuannya. Selanjutnya pada Pasal 36
ayat (2) disebutkan bahwa: Kurikulum pada semua jenjang dan
jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi
sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta
didik. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa
pengembangan kurikulum secara berdiversifikasi dimaksudkan
untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan pada
satuan pendidikan dengan kondisi dan kekhasan potensi yang
ada di daerah untuk mengakomodasi berbagai keragaman
yang ada.
Landasan filosofis yang bayak mempengaruhi
pembelajaran berdiferensiasi berbasis kelompok adalah
filosofis J. Dewey (1964) Filsafat yang menekankan pada
progresisivisme dan kontruktivisme, yaitu pembelajaran ini
berpusat pada individu yang mengkontruksi materi pelajaran
esensial dengan menerapkan proses demokrasi dalam
pembelajaran.

1
Adapun beberapa prinsif pembelajaran yang menjadi
dasar dalam implementasi pembelajaran berdiferensiasi yaitu:
(1) perbedaan siswa; (2) bahan pelajaran yang esensial; (3)
penilaian yang kontinu dan terpadu dalam pembelajaran; (4)
modifiasi elemn kurikulum; (5) kajian secara individu dan
kelompok; (6) memotivasi dan menilai diri sendiri;(7)
pengembangan aktivitas dan kreativitas; (8) kolaborasi guru
dengan siswa dan siswa dengan siswa; (9) belajar tuntas; (10)
kondisi belajar dalam konteks kelompok yang kolaboratif; (11)
lingkungan atau kondisi belajar yang efektif; (12) belajar
sebagai proses menyeluruh dan terpadu; (13) pemberdayaan
sumber proses yang maksimal.
Tujuan pembahasan filosofi yang melatarbelakangi
diferensiasi ini bagi bagi guru harus memiliki sistem kepercayaan
sebelum mereka berusaha memenuhi kebutuhan belajar siswa.
Sebaliknya, harapan kita adalah merenungkan kembali ide-ide ini
akan sangat bermanfaat bagi guru yang ingin menerapkan
diferensiasi, karena ini membantu mereka mempertimbangkan
keyakinan mereka sendiri dan memahami beberapa pemikiran
yang mendasari pendekatan pembelajaran berdiferensiasi yang
koheren, tekun, dan proaktif. Renungan ini juga harus membantu
guru menumbuhkan pemikiran atau visi yang nantinya akan
membantu mereka menjelaskan kepada siswa mereka mengenai
kelas berdiferensiasi dan membuat keputusan pembelajaran
bermanfaat bagi para siswa.
1. Keyakinan yang merujuk pada pembelajaran berdiferensiasi
Lorna Earl (2003; 86–87) mengungkapkan, “Diferensiasi
bertujuan untuk memastikan bahwa semua siswa mendapatkan
pembelajaran yang tepat di waktu yang tepat. Jika kita sudah sadar
apa saja yang siswa butuhkan untuk belajar, diferensiasi bukan lagi

2
sebuah pilihan melainkan suatu keharusan yang harus segera
dilaksanakan.
a. Setiap siswa berhak dihormati dan dihargai
Dalam demokrasi dan agama-agama besar dunia terdapat
keyakinan bahwa kita harus menghargai dan memuliakan
kehidupan manusia. Guru yang mengakui sekaligus menerapkan
prinsip martabat manusia bukan memerhatikan daftar kelas
melainkan daftar nama siswa. Guru tersebut menganggap
pembelajarannya sebagai sesuatu yang akan membentuk
kehidupan anak muda ini. Dia berkeinginan bertindak dan
berinteraksi dengan cara yang secara konsisten menghormati dan
menghargai nilai setiap siswa. Guru tersebut mengakui bahwa
mengajar pada dasarnya adalah proses membangun kehidupan
seorang (Tompkins, 1996).
b. Keanekaragaman adalah hal yang pasti ada dan positif
Guru membuat poster yang digantung di depan kelas dan
berbunyi, “kesamaan kita menunjukkan bahwa kita sama-sama
manusia biasa dan perbedaan kita menunjukkan bahwa kita
merupakan individu yang berbeda”.
c. Kelas harus mencerminkan masyarakat yang kita ingin siswa
kita jalani dan pimpin
Pastinya kita ingin anak muda mendiami, menghargai, dan
mempertahankan lingkungan masyarakat yang memuliakan dan
menghargai setiap warganya. Ada populasi penduduk baru di
banyak daerah di Indonesia yang terdiri dari perpaduan bahasa,
budaya, latar belakang ekonomi, dan kesempatan. Oleh karena itu,
kita membutuhkan kelas di mana siswa tidak hanya menerima
tetapi juga mengharapkan dan memuliakan keragaman. Dengan
demikian, 2 keyakinan pertama yang mengarah pada diferensiasi
berkaitan erat dengan keyakinan ketiga ini.

3
d. Kebanyakan siswa dapat mempelajari banyak hal penting dari
bidang studi tertentu
Keyakinan guru akan keberhasilan siswa sering kali
terkubur di luar kesadaran mereka. Keyakinan-keyakinan tersebut
merupakan penentu yang kuat dalam menciptakan atau
menentukan pembelajaran dan perilaku siswa terhadap
pembelajaran.
Siswa dengan pola pikir berkembang percaya bahwa jika
keterampilan atau tugas terasa sulit, mereka tetap dapat
menguasainya karena upaya gigih yang mereka kerahkan akan
terbayar nantinya. Motivasi mereka untuk bekerja atau berusaha
keras sangat tinggi karena mereka yakin bahwa hasil yang mereka
peroleh akan sepadan dengan kerja keras mereka.
Pengaruh pola pikir berkembang terhadap motivasi dan
pencapaian siswa cukup besar (misalnya, Aronson, Fried, & Good,
2002; Good, Aronson, & Inzlicht, 2003). Siswa yang percaya bahwa
kerja keras mereka berpengaruh positif pada keberhasilan mereka
memperoleh prestasi dan nilai ujian yang lebih tinggi dan dapat
lebih menikmati proses akademisnya daripada siswa yang
mempertahankan pola pikir tetap.
e. Setiap siswa memiliki akses setara untuk mendapatkan
kesempatan belajar berkualitas
Keyakinan bahwa setiap siswa berharga menyimpulkan
bahwa hampir setiap anak muda harus memiliki akses yang setara
untuk mendapatkan kesempatan belajar terbaik yang dimiliki
sekolah. Sebaliknya, menyimpulkan bahwa beberapa siswa tidak
membutuhkan itu sama dengan mengubur impian mereka yang
berharga. Seperti yang dikatakan John Dewey:
Apa yang diinginkan orang tua yang baik dan bijaksana
untuk anaknya sama seperti apa yang diinginkan masyarakat untuk
warganya. Contoh lain yang patut diidealkan sekolah adalah kelas

4
yang sempit dan tidak menyenangkan harus ditindaklanjuti karena
itu menghancurkan demokrasi kita. Masyarakat baru bisa
menerapkan apa yang mereka percaya jika mereka percaya pada
pertumbuhan semua individu yang membentuknya. (Schlechty,
1997: 77)
f. Tujuan utama mengajar adalah memaksimalkan kemampuan
setiap siswa
Memastikan bahwa setiap siswa merasakan kurikulum dan
pembelajaran terbaik yang ditawarkan sekolah, serta dukungan
yang diperlukan untuk berhasil dalam situasi seperti itu, akan
membuat sekolah menjadi lebih erat dengan keyakinan ini.
Namun, dalam pelaksanaannya, kita umumnya gagal merangkul
keyakinan ini setidaknya karena kita cenderung menganggap 1
(satu) tingkatan kinerja cukup atau bahkan ideal untuk suatu
tingkatan kelas. Meskipun memang penting untuk memiliki target
pembelajaran yang ditentukan untuk guru dan siswa, ketika kita
mengasumsikan bahwa semua siswa dapat mencapai potensi
maksimalnya masing-masing jika mereka mencapai target yang
sama dalam situasi yang sama di hari yang sama pula, apa yang kita
lakukan secara langsung bertentangan dengan pengertian
pembangunan manusia yang kita tahu selama ini.

2. Pedoman Filosofis di Masa Depan


Pembelajaran yang baik membutuhkan kerja keras.
Menjadi guru yang baik membutuhkan banyak tuntutan yang sama
seperti halnya orang tua yang baik, dokter yang baik, atau
pengacara yang baik. Manusia umumnya ditopang dengan
keyakinan bahwa apa yang kita lakukan dapat membuat
perbedaan dan perubahan besar dalam hidup orang lain.
Diferensiasi adalah pendekatan belajar yang berfokus pada
individu. Ini adalah manifestasi dari keyakinan bahwa setiap siswa

5
itu unik dan sangat dihargai sebagai pembelajar dan juga manusia.
Ini menegaskan bahwa perbedaan manusia wajar dan dihargai,
dan guru yang cerdas merencanakan, mengajar, dan
membayangkan dengan memerhatikan perbedaan-perbedaan itu.
Kita tidak akan berhasil merestrukturisasi sekolah secara
efektif kecuali kita berhenti menganggap keragaman siswa sebagai
sesuatu yang buruk. Tantangan kita bukanlah membuat siswa
“spesial” lebih menyesuaikan diri dengan tugas sekolah, kecepatan
mengajar guru, atau ujian pada umumnya. Tantangan sekolah
masih tetap seperti ini sejak era modern dimulai 2 abad yang lalu
yaitu memastikan bahwa semua siswa mendapatkan hak mereka
masing-masing.
Mereka berhak mendapatkan tugas sekolah yang dapat
mengasah pikiran dan keterampilan mereka sehingga mereka
dapat menggunakan pikiran mereka dengan baik dan menemukan
kegembiraan di dalamnya untuk mendorong diri mereka lebih
jauh. Mereka berhak mendapatkan pembelajaran yang
mewajibkan guru, seperti halnya dokter, untuk mengubah strategi
pembelajarannya jika strategi pembelajarannya saat ini tidak
efektif. Mereka berhak mendapatkan penilaian yang memberikan
siswa dan guru wawasan mengenai standar kehidupan yang
sebenarnya sampai ini terlaksana, kita tidak akan paham tentang
potensi manusia. Sampai tantangan ini terpenuhi, sekolah akan
terus menerus menghargai siswa yang beruntung atau pintar dan
menyingkirkan siswa yang berprestasi buruk (Wiggins, 1992: 15-
16).
a. Kebutuhan siswa
Abraham Maslow (1943), mengatakan bahwa individu
mempunyai serangkaian urutan kebutuhan, yaitu kebutuhan dasar
manusia yang harus dipenuhi lebih dahulu daripada kebutuhan
lainnya. Yang pertama adalah kebutuhan fisiologis untuk hal-hal

6
seperti makanan, pakaian, tempat tinggal, dan tidur. Urgensi
kebutuhan-kebutuhan ini sangat besar sehingga jika salah satu
atau lebih dari kebutuhan-kebutuhan ini tidak terpenuhi, tubuh
akan secara otomatis meminta agar kebutuhan ini dipenuhi. Di
lingkungan sekolah, siswa yang masuk kelas dengan keadaan lapar,
kedinginan, mengantuk, atau resah memikirkan di mana mereka
harus bermalam nanti dan tidak bersemangat belajar dan
menyelesaikan tugas—hingga guru atau orang dewasa lainnya
memenuhi kebutuhan mereka.
Saat kebutuhan fisiologis sudah terpenuhi, kebutuhan akan
keselamatan dan keamanan perlu diperhatikan. Agar kebutuhan ini
terpenuhi, guru harus memastikan bahwa siswa merasa aman
secara fisik dan juga aman dari ejekan, intimidasi, serta
ketidaktahuan dalam menghadapi tugas dan tantangan ke
depannya. Sekolah dan kelas yang menjamin keamanan dan
menuntut penghuninya saling menghormati satu sama lain dapat
menciptakan pembelajaran yang efektif, namun ketika siswa
kembali menghadapi potensi ancaman, antisipasi akan ancaman
yang akan datang akan menjadi prioritas dan membuat
pembelajaran tersingkirkan.
b. Penanganan guru
Siswa datang ke sekolah dengan berbagai macam
kebutuhan—baik kebutuhan kognitif maupun afektif—seperti yang
diuraikan Maslow. Guru akan menanggapi kebutuhan tersebut
dengan cara menangani atau mengabaikannya, memahami
persamaan dan perbedaan pengalaman siswa dalam menghadapi
kebutuhan tersebut, dan menggeneralisasikannya ke seluruh
siswa. Setidaknya ada 2 elemen yang menentukan tanggapan guru
terhadap kebutuhan siswa dan kualitas tanggapannya. Salah satu
penentunya adalah filosofi (atau kekurangannya) yang
menentukan tindakan guru.

7
Penentu kedua adalah tingkat kompetensi guru dalam
menetapkan dan mengikuti rangkaian tindakan tertentu. Kita
sering menyebut kedua elemen ini sebagai “kemauan” dan
“keterampilan”. Pada akhirnya, filosofi mengajar didasarkan pada
kemauan guru untuk mengajar siswa.

B. Landasan Sosiologis
Pendidikan ada usaha untuk mengoptimalkan
pertumbuhan dan perkembangan potensi setiap siswa agar
dapat menghadapi dan memecahkan segala persoalan dan
mengisi hidupnya secar bermakna dan bermartabat sebagai
hamba dan warga negara yang baik. Melalui pendidikan dan
pembelajaran, siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk:
(a) membangun dan mengembangkan sikap dan substansi
keilmuan secara berkelanjutan (knowledge constructor and
developer); (b) mengarungi kehidupan ( to make leaving); (c)
mengembangkan kehidupan yang bermakna, serta (d)
memuliakan kehdupan itu sendiri (to ennoble life) (Bukhori
2001;36).
Landasan sosiologis dalam pembelajaran ber-
diferensiasi pada kurikulum fleksibel sebagai wujud merdeka
belajar dikembangkan atas dasar adanya perbedaan
kebutuhan, karakteristik, lingkungan sosial, dan budaya
peserta didik. Heterogenitas peserta didik ini masih
merupakan permasalahan yang kurang mendapatkan
perhatian sehingga dapat berdampak pada rendahnya hasil
belajar peserta didik. Untuk dapat memahami heterogenitas
peserta didik, pendidik sebaiknya melakukan pengambilan
data dan berbagai pendekatan sebelum merancang strategi
pembelajaran yang berdiferensiasi.

8
Pembelajaran berdiferensiasi (differentiated
instruction) sesungguhnya sudah ada sejak zaman dahulu. Ki
Hajar Dewantara, Menteri Pendidikan pertama Indonesia,
memiliki sebuah gagasan yakni pendidikan yang menghargai
perbedaan karakteristik setiap anak. Dalam bukunya Pusara
(1940), Ki Hajar Dewantara menyatakan tidak baik
menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa
diseragamkan harusnya difasilitasi dengan bijak (Yunazwardi,
2018). Namun, referensi Ki Hajar Dewantara mengenai
pembelajaran ini terbatas.
Berawal dari keberagaman tersebut, guru hendaknya
mengakomodasi dan melakukan diferensiasi. Pembelajaran
berdiferensiasi memiliki pandangan bahwa setiap peserta
didik seharusnya diberikan kesempatan untuk belajar sesuai
dengan dirinya. Dalam pembelajaran, guru hendaknya
melakukan diferensiasi berupa modifikasi terhadap lima unsur
kegiatan belajar, yaitu materi pelajaran, proses, produk,
lingkungan, dan evaluasi (Amir, 2009). Kreativitas guru sangat
diperlukan untuk dapat mengakomodir hal ini agar dapat
memberikan pembelajaran yang bermakna bagi setiap peserta
didik untuk mencapai kompetensi yang ingin disasar.
Selain itu, peserta didik sebaiknya diberi kesempatan
untuk bekerja di dalam kelompok yang fleksibel.
Pengelompokan peserta didik dapat dilakukan dengan
berbagai cara seperti, bekerja secara individu, secara
berpasangan, bekerja dalam satu kelas, merangkul perbedaan
yang dimiliki tiap peserta didik, melihat kesamaan yang
dimiliki, atau berdasarkan minat mereka. Selain itu,
seharusnya juga ada penilaian yang berlangsung secara
berlanjut (ongoing assessment) dan pemberian umpan balik
kepada tiap peserta didik untuk membantu perencanaan
pembelajaran yang efektif.
9
Hal ini diperkuat oleh konsep konstruktivis sosial
mengenai Zona Perkembangan Proksimal (ZPD) yang
dikembangkan oleh Lev Vygotsky pada akhir tahun 1920-an
dan dielaborasi secara progresif hingga tahun 1934. Vygotsky
mendefinisikan ZPD sebagai jarak antara tingkat
perkembangan aktual yang datanya dilihat dari kemampuan
individu untuk dapat memecahkan masalah secara mandiri,
dengan tingkat perkembangan potensial yang dapat dilihat
dari kemampuan memecahkan masalah dibawah bimbingan
orang dewasa atau rekan yang lebih mampu.
Idenya adalah bahwa peserta didik belajar dengan
lebih optimal ketika bekerja sama dengan orang lain melalui
sebuah proses kolaborasi bersama. Di sini ia dapat belajar dari
orang-orang yang lebih terampil, sehingga mampu
menginternalisasi konsepkonsep dan keterampilan baru.
Untuk itu, guru perlu menciptakan lingkungan belajar yang
kondusif, yang menekankan pada kegiatan kolaborasi agar tiap
peserta didik merasa aman dan terinspirasi untuk dapat
berkontribusi aktif di dalam proses belajar di kelas sesuai
dengan keunikan dan keunggulannya masing-masing.
Dengan mengenali kelebihan dan kekurangan masing-
masing, peserta didik dapat saling berkolaborasi agar
kelebihan tiap individu dapat menjadi aset pembelajaran, dan
menutupi kekurangan yang dimiliki individu lainnya. Sehingga,
guru dapat menginspirasi peserta didik untuk melihat
perbedaan sebagai sebuah peluang belajar dan dalam
mendukung serta menghargai proses belajar setiap orang.

C. Landasan Hukum
Berikut adalah peraturan perundang-undangan terkait
dengan pengembangan pembelajaran berdiferensiasi

10
(differentiated instruction) pada kurikulum fleksibel sebagai
wujud merdeka belajar.
1. Undang-undang No 20 tahun 2003
Di dalam ketentuan umum Undang-undang No 20
tahun 2003 tentang Sistem pendidikan Nasional (Sisdiknas)
disebutkan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan negara. Sedangkan Kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan
pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Pasal 12 ayat 1 huruf (b)
disebutkan bahwa: Setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya. Selanjutnya pada
Pasal 36 ayat (2) disebutkan bahwa: Kurikulum pada semua
jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip
diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah,
dan peserta didik. Dalam penjelasan pasal tersebut
disebutkan bahwa pengembangan kurikulum secara
berdiversifikasi dimaksudkan untuk memungkinkan
penyesuaian program pendidikan pada satuan pendidikan
dengan kondisi dan kekhasan potensi yang ada di daerah
untuk mengakomodasi berbagai keragaman yang ada.
2. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 57 tahun 2021 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Pasal 12 ayat (1) poin (f) disebutkan bahwa: Pelaksanaan
pembelajaran diselenggarakan dalam suasana belajar yang
11
memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas,
kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan
fisik, serta psikologis peserta didik. Pasal 38 ayat (2)
disebutkan bahwa Pengembangan kurikulum Satuan
Pendidikan dilakukan dengan prinsip diversifikasi sesuai
dengan Satuan Pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22
tahun 2021 tentang Rencana Strategis Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2020-2024 dalam
kebijakan merdeka belajar.
1. Memerdekakan pembelajaran sebagai beban
pembelajaran menjadi sebagai pengalaman
menyenangkan.
2. Memerdekakan pendekatan pedagogi yang bersifat
pukul rata (onesize fits all) menjadi berpusat pada
peserta didik dan personalisasi.
3. Memerdekakan pendidikan yang dibebani oleh
perangkat administrasi menjadi bebas untuk
berinovasi.
4. Dalam hal pedagogi kebijakan merdeka belajar akan
meninggalkan pendekatan standarisasi menuju
pendekatan heterogen yang lebih paripurna
memampukan guru dan peserta didik menjelajahi
khasanah pengetahuan yang terus berkembang.
5. Kebijakan merdeka belajar meliputi kategori ekosistem
pendidikan, guru, pedagogi, kurikulum, dan sistem
penilaian. Kebijakan Merdeka Belajar akan
meninggalkan pendekatan standardisasi menuju
pendekatan heterogen dengan menekankan sentralitas
pemelajaran siswa, kurikulum yang akan
berkarakteristik fleksibel berdasarkan kompetensi.

12
4. Lampiran Peraturan Mendikbud No 61 Tahun 2014
tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
pada Pendidikan Dasar dan Menengah,
Prinsip pengembangan KTSP disebutkan berpusat pada
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik dan lingkungannya pada masa kini dan yang akan datang.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta
didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan
kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut
pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan
potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta
didik serta tuntutan lingkungan pada masa kini dan yang akan
datang. Memiliki posisi sentral berarti bahwa kegiatan
pembelajaran harus berpusat pada peserta didik

D. Kesimpulan
Pendidikan pada hakikatnya tidak boleh memaksakan
anak untuk mengikuti atau menuruti segala kehendaknya.
Kompetensi pedagogik menuntut guru dalam memahami
berbagai aspek yang terdapat di dalam diri siswa yang erat
kaitannya dengan kegiatan pembelajaran, yang salah satunya
adalah mampu menguasai karakteristik peserta didik dari
aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
Pedagogik akan membantu mengembangkan potensi yang
dimiliki setiap siswa yang berbeda antar satu dan lainnya.
Selanjutnya, disampaikan juga pemebalajaran diferensiasi
memberikan bimbingan yang selaras dengan hakikat

13
pengembangan kemanusiaan yang menanamkan konsep
keteladanan dalam berbagai karakteristik siswa tersebut.
Pembelajaran berdiferensiasi merupakan kegiatan
pembelajaran yang menciptakan keragaman dalam kelas
berdasarkan minat dan bakat serta gaya belajar siswa yang
bervariasi. Pembelajaran berdiferensiasi memfasilitasi semua
perbedaan yang dimiliki siswa secara terbuka dengan kebutuhan
yang akan dicapai oleh siswa.

14
BAB 2
Model Pembelajaran Berdiferensiasi

A. Pendahuluan
Pembelajaran seharusnya mengakomodasi kepentingan
semua siswa sehingga setiap siswa mampu memberikan
performa terbaik mereka dalam belajar. Untuk alasan ini, guru
harus mampu membedakan pembelajaran di kelas, dengan
kata lain guru harus bisa mendeferensiasikan pembelajaran
untuk dapat memenuhi kebutuhan semua siswa, untuk
memulihkan atau mempercepat instruksi, dan untuk
menyediakan kesempatan belajar bagi semua siswa. (Arviana,
2014)
Tingkat kreativitas anak Indonesia dibandingkan
dengan negara- negara lain berada pada peringkat yang
rendah. Rendahnya kemampuan berpikir kreatif diindikasikan
berimplikasi pada rendahnya prestasi siswa. Menurut
Wahyudin (Siregar, 2012) diantara penyebab rendahnya
pencapaian siswa dalam pembelajaran di Indonesia adalah
proses pembelajaran yang belum optimal. Dalam proses
pembelajaran umumnya guru sibuk sendiri- sendiri
menjelaskan apa-apa yang telah dipersiapkannya. Wahyudin
(dalamSiregar, 2012)
Self confidence siswa di Indonesia dalam belajar
menurut TIMSS (Trend in International Mathematics and
Science Study) salah satu asesmen berskala internasional yang
dilaksanakan setiap empat tahun sekali untuk mengetahui
pencapaian siswa kelas 4 dan kelas 8 dalam matematika dan
sains memiliki kemampuan yang baik, mampu belajar dengan
cepat dan pantang menyerah, menunjukkan rasa yakin dengan
kemampuan yang dimilkinya, dan mampu berpikir secara

15
realistis. Self confidence juga dapat dikembangkan dengan
melakukan pembelajaran yang disesuaikan dengan minat
serta gaya belajar mereka. (Lailiyah E, 2016).
Proses mengakomodir kebutuhan belajar siswa melalui
Pembelajaran berdiferensiasi oleh guru untuk memfasilitasi
peserta didik sesuai dengan kebutuhannya, karena setiap
peserta didik mempunyai karakteristik yang berbeda-beda,
sehingga tidak bisa diberi perlakuan yang sama. Dalam
menerapkan pembelajaran berdiferensiasi guru perlu
memikirkan tindakan yang masuk akal yang nantinya akan
diambil, karena pembelajaran berdiferensiasi tidak berarti
pembelajaran dengan memberikan perlakuan atau tindakan
yang berbeda untuk setiap siswa, maupun pembelajaran yang
membedakan antara siswa yang pintar dengan yang kurang
pintar.
Pendekatan Differentiated Instruction(Tomlison, 2000)
adalah cara untuk menyesuaikan intruksi kepada kebutuhan
siswa dengan tujuan memaksimalkan potensi masing-masing
pembelajaran dalam lingkup yang diberikan. Proses ini
menyangkut learning style (gaya belajar), readness (kesiapan),
dan interest (ketertarikan). Inovasi dalam dunia pendidikan
diperlukan guna mengatasi hal tersebut, antara lain pada
pendekatan pembelajaran. Wulandari & Sagita (2011)
mengemukakan bahwa umumnya pelaksanaan proses
pembelajaran masih disamakan untuk setiap siswa.
Pembelajaran untuk anak yang pandai serta
bermotivasi tinggi, disamakan dengan pembelajaran untuk
anak yang berkesulitan belajar serta rendah motivasinya.
Selain itu perbedaan learning style yang dimiliki siswa belum
mendapatkan pembelajaran yang sesuai, sehingga semua
bakat yang dimiliki oleh peserta didik tidak dapat

16
terakomodasi dengan optimal. Tingkat kesiapan siswa
(readiness) untuk menerima materi selanjutnyapun belum
dipertimbangkan dengan khusus, sehingga kemampuan siswa
untuk menghubungkan kaitan materi satu dengan yang lain,
masih rendah. Akibatnya hasil belajar tidak maksimal, bahkan
ada beberapa mata pelajaran menjadi pelajaran yang dihindari
dan ditakuti. Maka pembelajaran perlu mempertimbangkan
perbedaan karakter dalam diri siswa, diantaranya perbedaan;
learning style (gaya belajar), readiness (kesiapan), dan interest
(ketertarikan).
Terdapat beberapa alasan yang mendukung
digunakannya pendekatan Differentiated Intructions yaitu
Setiap siswa pada dasarnya memiliki perbedaan dalam hal
kemampuan, minat, gaya belajar, dan latar belakang
kebudayaan. Bagi siswa yang memiliki kemampuan yang baik,
pada salah satu matapelajaran merupakan mata pelajaran
yang paling digemari dan menjadi suatu kesenangan. Sebagian
besar siswa misalnya berpendapat bahwa matematika
merupakan salah satu mata pelajaran yang amat berat dan
sulit.
Mereka berjuang keras untuk dapat mengerti dan
memahami pelajaran yang diberikan oleh guru, namun karena
mereka tidak berhasil akhirnya menimbulkan keputusasaan
dan kejenuhan terhadap matematika. Kesulitan belajar yang
dialami siswa dipengaruhi oleh banyak faktor diantaranya
tantangan belajar yang diberikan guru tidak sebanding dengan
kemampuan siswa, rendahnya minat belajar siswa, maupun
metode pembelajaran yang digunakan tidak sesuai dengan
gaya belajar siswa.
Setiap siswa pada dasarnya memiliki perbedaan dalam
hal kemampuan, minat, gaya belajar, dan latar belakang

17
kebudayaan. Bagi siswa yang memiliki kemampuan yang baik,
matematika merupakan mata pelajaran yang paling digemari
dan menjadi suatu kesenangan. Sebagian besar siswa lainnya
berpendapat bahwa matematika merupakan salah satu mata
pelajaran yang amat berat dan sulit. Mereka berjuang keras
untuk dapat mengerti dan memahami pelajaran yang
diberikan oleh guru, namun karena mereka tidak berhasil
akhirnya menimbulkan keputusasaan dan kejenuhan terhadap
matematika.
Kesulitan belajar yang dialami siswa dipengaruhi oleh
banyak faktor diantaranya tantangan belajar yang diberikan
guru tidak sebanding dengan kemampuan siswa, rendahnya
minat belajar siswa, maupun metode pembelajaran yang
digunakan tidak sesuai dengan gaya belajar siswa.
Guru dan sekolah dihadapkan dengan tantangan untuk
mencapai kebutuhan semua siswa, tanpa terlepas dari tingkat
akademis, sosial, tingkat perkembangan, dan kemajuan siswa.
Setiap kelas di sekolah akan berisi campuran heterogen siswa
dengan tingkat kemampuan dan kebutuhan pendidikan yang
berbeda. Untuk alasan ini, guru harus mampu membedakan
instruksi pembelajaran di kelas, dengan kata lain guru harus
mampu menjadi master Differentiated Instruction untuk
memenuhi kebutuhan semua siswa, untuk memulihkan atau
mempercepat instruksi, dan untuk menyediakan kesempatan
belajar dan tumbuh bagi semua siswa. Dengan pendekatan
Differentiated Instruction siswa belajar sesuai dengan gaya
belajar, tingkat kesiapan, ataupun ketertarikan mereka
terhadap sesuatu. Sehingga diharapkan ide-ide kreatif mereka
dapat bermunculan karena

18
B. Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi
Beragamnya kemampuan pembelajar yang ada di
dalam suatu kelas membuat seorang guru harus berpikir
kreatif agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Pertanyaannya, bagaimana membagi waktu, bahan ajar yang
sesuai dan perhatian guru terhadap semua pemelajar
sehingga pembelajaran menjadi efektif dan dapat
memaksimalkan talenta yang dimiliki setiap pemelajar telah
menjadi pertanyaan yang terus diungkapkan semua guru sejak
100 tahun yang lalu.
Richard I. Arends (2008) secara tegas mengatakan,
bahwa dalam teori perkembangan kognitif, peserta didik
memiliki gaya belajar berbeda sesuai tingkat perkembangan
kognitif. Heterogenitas peserta didik di kelas sudah menjadi
kepastian, mereka memiliki kemampuan yang berbeda dari
segi emosi, intelegensi, sosial, akademis orang tua, dan
berbagai kemampuan lainnya.
Selain itu perbedaan learning style yang dimiliki siswa
belum mendapatkan pembelajaran yang sesuai, sehingga
semua bakat yang dimiliki oleh peserta didik tidak dapat
terakomodasi dengan optimal. Tingkat kesiapan siswa
dipertimbangkan dengan khusus, sehingga kemampuan siswa
untuk menghubungkan kaitan materi satu dengan yang lain,
masih rendah. Akibatnya hasil belajar tidak maksimal, bahkan
matematika menjadi pelajaran yang dihindari dan ditakuti.
Maka pembelajaran perlu mempertimbangkan perbedaan
karakter dalam diri siswa, diantaranya perbedaan: learning
style (gayabelajar), readiness (kesiapan),dan interest (ketertari
kan).
Dalam konteks pendidikan di Indonesia, pembelajaran
berdiferensiasi mutlak diperlukan. Karena realitas masyarakat

19
Indonesia sangat multikultural, baik dari segi etnisitas,
latarbelakang budaya, status sosial ekonomi, bahkan secara
geografis. Tentunya perlu strategi pembelajaran yang lebih
komprehensif untuk bisa meng-cover multikulturalitas
tersebut, sehingga menjadi sebuah social capital bagi
terbentuknya peserta didik yang kreatif, bernalar kritis,
berkebihinekaan global, berjiwa gotong royong dan mandiri,
serta dilandasi keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dan berakhlak mulia.
Menurut Carol Ann Tomlinson (2000), Pembelajaran
Berdiferensiasi (selanjutnya Pembelajaran Berdiferensiasi)
atau bisa juga disebut Differentiated Instruction (selanjutnya
DI), adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di
kelas, untuk memenuhi kebutuhan belajar individu setiap
siswa. Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian
keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru
yang berorientasi kepada kebutuhan siswa. Pembelajaran
berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan
belajar siswa dan bagaimana guru merespon kebutuhan
belajar tersebut.
Diferensiasi pada awalnya dicetuskan oleh Tomlinson
pada tahun 1999. Tomlinson mengatakan bahwa dalam
Pembelajaran Berdiferensiasi ini, guru dapat menggunakan
banyak kegiatan yang bermacam-macam untuk memenuhi
semua kebutuhan pemelajar. Namun, diferensisiasi ini sendiri
sesungguhnya sudah ada sejak zaman dahulu. Ki Hajar
Dewantar, Menteri Pendidikan pertama Indonesia, memiliki
sebuah gagasan yakni pendidikan yang menghargai perbedaan
karakteristik setiap anak. Dalam bukunya Pusara (1940), Ki
Hajar Dewantara menyatakan tidak baik menyeragamkan hal-
hal yang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan. Beliau

20
berpendapat perbedaan kemampuan, bakat hingga keahlian
harusnya difasilitasi dengan bijak. Prinsip inilah yang sama dan
sejalan dengan pembelajaran Diferensiasi.
Berbeda halnya dengan Ki Hajar Dewantara, Carol Ann
Tomlinson merupakan peneliti yang terkenal dengan
Pembelajaran Berdiferensiasi dan terus mengembangkan
penelitiannya tentang Diferensiasi. Dalam bukunya The
Differentiated Classroom: Responding to the Needs of All
Learners, beliau membuka pandangan baru tentang cara lain
dalam belajar. Dia selalu menggunakan frase “One size
doesn‟to fit all” yang berarti bahwa satu cara pembelajaran
atau pembelajaran tidak akan bisa cocok atau sesuai untuk
semua. PB memandang bahwa pembelajar harus dilihat secara
individu, meskipun pemelajar itu dikelompokkan ke kelas yang
sesuai dengan umurnya tetapi nyatanya mereka berbeda
dalam hal kesiapan belajar, minat dan gaya belajar. Berawal
dari keberagaman tersebut, guru hendaknya mengakomodasi
dan melakukan diferensiasi.
Dasar pemikiran strategi Pembelajaran Berdiferensiasi
adalah peserta didik memiliki pertumbuhan dan
perkembangan yang berbeda secara psikologi.
Pembelajaran Berdiferensiasi pada hakikatnya pembelajaran
yang memandang bahwa siswa itu berbeda dan dinamis.
Karena itu, sekolah harus memiliki perencanaan tentang
pembelajaran berdiferensiasi, antara lain: mengkaji kurikulum
saat ini yang sesuai dengan kekuatan dan kelemahan siswa,
merancang perencanaan dan strategi sekolah yang sesuai
dengan kurikulum dan metode pembelajaran yang bisa
digunakan untuk memenuhi kebutuhan siswa, menjelaskan
bentuk dukungan guru dalam memenuhi kebutuhan siswa,

21
mengkaji dan menilai pencapaian rencana sekolah secara
berkala.
Pendekatan Pembelajaran Berdiferensiasi mengharus
kan para guru untuk menjadi fleksibel dalam pendekatan
mereka ketika mengajar, menyesuaikan kurikulum, dan
menyajikan informasi kepada siswa. PB merupakan teori
pembelajaran yang didasarkan pada pernyataan bahwa
pendekatan pembelajaran yang digunakan harus bervariasi
dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing siswa.
Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to
Differentiate Instruction in Mixed Ability Class
room menyampaikan, bahwa kita dapat mengkategorikan
kebutuhan belajar siswa, paling tidak berdasarkan 3
aspek. Ketiga aspek tersebut adalah: (1) Kesiapan belajar
(readiness) siswa, (2) Minat siswa, dan (3) Profil belajar siswa.
Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa siswa akan
menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang
diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang
mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-
tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri
seorang siswa (minat), dan jika tugas itu memberikan
kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang
mereka sukai (profil belajar).
Pembelajaran Berdiferensiasi darurat atau mutlak
diperlukan, di tengah-tengah peserta didik yang sangat
multikultural atau plural, baik dari segi etnisitas, latarbelakang
budaya, status sosial ekonomi, bahkan secara geografis
(wilayah). Sehingga dengan ini akan lahir peserta didik yang
kreatif dan inovatif, sesuai dengan Profil Pelajar Pancasila
Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian
keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru

22
yang berorientasi kepada kebutuhan siswa. Keputusan-
keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:
1. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang
didefinisikan secara jelas. Jadi bukan hanya guru yang
perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga
siswanya.
2. Bagaimana guru menanggapi atau merespon
kebutuhan belajar siswanya. Bagaimana ia akan
menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi
kebutuhan belajar siswa tersebut. Misalnya, apakah ia
perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang
berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.
3. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar
yang “mengundang’ siswa untuk belajar dan bekerja
keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi.
Kemudian juga memastikan setiap siswa di kelasnya
tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di
sepanjang prosesnya.
4. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru
menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang
memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga
struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin
melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat
berjalan secara efektif.
5. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut
menggunakan informasi yang didapatkan dari proses
penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat
menentukan siswa mana yang masih ketinggalan, atau
sebaliknya, siswa mana yang sudah lebih dulu
mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

23
Untuk membedakan instruksi adalah untuk mengakui
berbagai latar belakang siswa, tingkat kesiapan, bahasa, minat
dan profil belajar (Hall, 2002). Instruksi yang berbeda melihat
pengalaman belajar sebagai pengalaman sosial dan
kolaboratif, tanggung jawab apa yang terjadi di kelas pertama-
tama adalah guru, tetapi juga siswa.
Membangun definisi ini, Mulroy dan Eddinger (2003)
menambahkan bahwa instruksi yang berbeda muncul dalam
konteks semakin populasi siswa yang beragam. Di dalam
lingkungan belajar diizinkan oleh model instruksi yang
berbeda, guru, staf pendukung dan profesional berkolaborasi
untuk menciptakan pengalaman belajar yang optimal bagi
siswa. Juga di lingkungan ini, setiap siswa dihargai karena
kekuatan uniknya, sementara ditawari kesempatan untuk
mendemons- trasi kan keterampilan melalui berbagai teknik
penilaian
Prinsip-prinsip teori pembelajaran dari Vygotsky
yaitu grounded learning, yang berpendapat bahwa interaksi
sosial secara timbal balik dan hubungan kolaboratif antara
guru dan siswa menjadi sejarah tentang bagaimana proses
pembelajaran mengakomodasi kebutuhan belajar siswa.
Konteks pembelajaran model grounded learning adalah
konteks sosial yang mendorong perkembangan fungsi kognitif
dan keterampilan dalam berkomunikasi dalam pembelajaran
guru dan siswa.
Interaksi sosial antara pelajar dan guru yang lebih
berpengetahuan dapat meningkatkan aktivitas intelektual
siswa. Prinsip ini diambil dari penelitian tentang cara kerja
otak manusia dan informasi terbaru mengenai kecerdasan
ganda dan gaya belajar, mengakui bahwa potensi untuk
belajar diperbesar jika peserta didik terlibat, mengasosiasikan

24
pembelajaran baru dengan informasi yang ada dan
diperbolehkan untuk mengkonsolidasikan informasi ini dengan
cara yang sesuai untuk gaya belajar individu.

C. Ciri-Ciri Karekteristik Pembelajaran Berdiferensiasi


Pembelajaran diferensiasi menggunakan berbagai
pendekatan (multiple approach) dalam konten, proses dan
produk Dalam kelas diferensiasi, guru akan memperhatikan 3
elemen penting dalam pembelajaran diferensiasi di kelas
yaitu:m (1) Content (input) yaitu mengenai apa yang siswa
pelajari, (2) Process (Proses) yaitu bagaimana siswa akan
mendapatkan informasi dan membuat ide mengenai hal yang
dipelajarinya, (3) Product (output), bagaimana siswa akan
mendemonstrasikan apa yang sudah mereka pelajari. Ketiga
elemen tersebut di atas akan dilakukan modifikasi dan
adaptasi berdasarkan asesmen yang dilakukan sesuai dengan
tingkat kesiapan siswa, ketertarikan dan learning profile
siswa.
Terdapat 3 elemen penting yang akan dilakukan dalam
pembelajaran berdiferensiasi, antara lain sebagai berikut.
1. Content
Konten berhubungan dengan apa yang akan siswa-
muird ketahui, pahami dan yang akan dipelajari. Dalam hal ini
guru akan memodifikasi bagaimana setiap siswa akan
mempelajari suatu topik pembelajaran. Misalnya, guru akan
mengajarkan matematikan yang mana tujuan objektifnya
adalah siswa-siswa bisa membaca waktu. Dari siswa-siswanya
di kelas, mungkin guru akan menemukan anak yang belum
mengerti mengenai konsep angka, ada juga yang belum
mengertai mengenai konsep waktu dan mungkin beberapa

25
siswa-siswa di kelasnya sudah memahami dan bisa membaca
waktu dengan baik.
Bagi anakanak yang tingkat kesiapannya sudah siap dan
mengerti akan konten yang akan dipelajarinya, hal ini tidak
menjadikan masalah bagi siswa untuk belajar hal yang sama
sesuai dengan konten yang sudah ditentukan. Bagi tingkat
kesiapannya belum memahami mengenai konten tersebut,
guru perlu melakukan modifikasi dan adaptasi berdasarkan
tingkat kesiapan siswa tersebut.
Konten atau bahan ajar adalah apa yang guru ajarkan
kepada siswa. Konten dapat dibedakan sebagai tanggapan
terhadapa kesiapan, minat, dan profil belajar siswa maupun
kombinasi dari ketiganya. Guru perlu menyediakan bahan dan
alat sesuai dengan kebutuhan belajar siswa.
2. Process
Proses merupakan cara siswa mendapatkan informasi
atau bagaimana ia belajar. Dalam arti lain adalah aktivitas
siswa dalam mendapatkan pengetahuan, pemahaman dan
ketrampilan berdasarkan konten yang akan dipelajari. Aktivitas
akan dikatakan efektif apabila berdasarkan pada tingkat
pengetahuan, pemahaman dan ketrampilan siswa. Siswa akan
bisa mengerjakan dengan sendirinya dan berguna bagi diri
mereka sendiri. Proses mengacu pada bagaimana siswa akan
memahami atau memaknai apa yang dipelajari.
Diferensiasi proses dapat dilakukan dengan cara:
1) Menggunakan kegiatan berjenjang
2) Meyediakan pertanyaan pemandu atau tantangan yang
perlu diselesaikan di sudut-sudut minat
3) Membuat agenda individual untuk siswa (daftar tugas,
memvariasikan lama waktu yang siswa dapat ambil untuk
menyelesaikan tugas

26
4) Mengembangkan kegiatan bervariasi
3. Product
Produk merupakan bukti apa yang sudah mereka
pelajari dan pahami. Siswa-siswa akan mendemostrasikan atau
mengaplikasikan mengenai apa yang sudah mereka pahami.
Produk akan merubah siswa dari “consumers of knowledge to
producer with knowledge”. Produk adalah hasil pekerjaan atau
unjuk kerja yang harus ditunjukkan siswa kepada kita
(karangan, pidato, rekaman, diagram) atau sesuatu yang ada
wujudnya. Produk yang diberikan meliputi dua hal:
1) Memberikan tantangan dan keragaman atau variasi,
2) Memberikan siswa pilihan bagaimana mereka dapat
mengekspresikan pembelajaran yang diinginkan.
Penerapan pembelajaran berdiferensiasi akan
memberi kan dampak bagi sekolah, kelas, dan terutama
kepada siswa. Setiap siswa memiliki karakteristik yang
berbeda-beda, tidak semua siswa bisa kita beri perlakuan yang
sama. Jika kita tidak memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan siswa maka hal tersebut dapat menghambat siswa
untuk bisa maju dan berkembang belajarnya.
Dampak dari kelas yang menerapkan pembelajaran
berdiferensiasi antara lain; (a) setiap siswa merasa disambut
dengan baik; (b) siswa dengan berbagai karakteristik merasa
dihargai; (c) merasa aman; (d) ada harapan bagi
pertumbuhan; (e) guru mengajar untuk mencapai kesuksesan;
(f) ada keadilan dalam bentuk nyata; (g) guru dan siswa
berkolaborasi; (h) kebutuhan belajar siswa terfasilitasi dan
terlayani dengan baik. Dari beberapa dampak tersebut
diharapkan akan tercapai hasil belajar yang optimal.
Dalam menerapkan pembelajaran berdiferensiasi
tentunya kita akan mengalami berbagai tantangan dan

27
hambatan. Guru harus tetap dapat bersikap positif, Untuk
tetap dapat bersikap positif meskipun banyak tantangan
dalam penerapan pembelajaran berdiferensiasi adalah:
1. Terus belajar dan berbagi pengalaman dengan teman
sejawat lainnya yang mempunyai masalah yang sama
dengan kita (membentuk Learning Community)
2. Saling mendukung dan memberi semangat dengan
sesama teman sejawat.
3. Menerapkan apa yang sudah kita peroleh dan bisa kita
terapkan meskipun belum maksimal.
4. Terus berusaha untuk mengevaluasi dan memperbaiki
proses pembelajaran yang sudah diterapkan
Pembelajaran berdiferensiasi sangat berkaitan dengan
filosofi pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara, nilai dan
peran guru penggerak, visi guru penggerak, serta budaya
positif. Salah satu filosofi pendidkan menurut Ki Hajar
Dewantara adalah sistem “among”, guru harus dapat
menuntun siswa untuk berkembang sesuai dengan kodratnya,
hal ini sangat sesuai dengan pembelajaran berdiferensiasi.
Salah satu nilai dan peran guru penggerak adalah
menciptakan pembelajaran yang berpihak kepada siswa, yaitu
pembelajaran yang memerdekakan pemikiran dan potensi
siswa. Hal tersebut sejalan dengan pembelajaran
berdiferensiasi. Salah satu visi guru penggerak adalah
mewujudkan merdeka belajar dan profil pelajar pancasila,
untuk mewujudkan visi tersebut salah satu caranya adalah
dengan menerapkan pembelajaran berdiferensiasi. Budaya
positif juga harus kita bangun agar dapat mendukung
pembelajaran berdirensiasi.

28
D. Hakekat Pembelajaran Berdiferensiasi
Penanganan anak-anak berbakat atau cerdas dengan
program pengayaan dan percepatan penuh banyak memiliki
kelemahan-kelemahan yang merugikan anak itu sendiri, maka
telah dikembangkan pendekatan pembelajaran alternatif yaitu
berdiferensiasi (differentiated instruction). Pendekatan ini
menghendaki agar kebutuhan siswa berbakat dilayani di dalam
kelas regular.
Program ini menawarkan serangkaian pilihan belajar
pada siswa berbakat dengan tujuan menggali dan
mengarahkan pembelajaran pada tingkat kesiapan, minat, dan
profil belajar yang berbedabeda. Tomlison (1995),
mengemukakan bahwa dalam pembelajaran berdiferensiasi
ini, guru menggunakan beberaga kegiatan, yaitu:
1. Beragam cara agar siswa dapat mengeksplorasi kurikulum.
Kurikulum merupakan seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai sisi dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar
mengajar (Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang
Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 butir 9). Kurikulum
disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional
dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik
dan kesesuaiannya dengan lingkungan, kebutuhan
pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang
masingmasing satuan pendidikan.
Oleh karena itu, dalam penyusunan kurikulum
hendaknya selalu mengacu pada tujuan pendidikan nasional,
dengan memperhatikan: (1) tahap perkembangan peserta
didik; (2) kesesuaiannya dengan lingkungan; (3) kesesuaiannya
dengan kebutuhan pembangunan nasional; (4) kesesuaiannya

29
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kesenian; (5) kesesuaiannya dengan jenis dan jenjang
masingmasing satuan pendidikan. Dalam kaitan dengan
pembelajaran berdiferensiasi, maka para siswa memiliki
kebebasan yang luas untuk mengeksplor kurikulum yang
dibutuhkan dan sesuai dengan perkembangan fisik dan
mentalnya. Mereka akan memilih dan memilah kurikulum
(muatan lokal) yang sesuai dengan kondisinya.
2. Beragam kegiatan atau proses yang masuk akal sehingga
siswa dapat mengerti dan memiliki informasi dan ide
Proses belajar mengajar harus dapat mengembangkan
cara belajar siswa untuk mendapatkan, mengelola,
menggunakan dan mengkomunikasikan informasi yang
diperlukan. Siswa harus terlibat secara aktif dalam proses
tersebut baik secara individual ataupun kelompok. Keaktifan
itu dapat terlihat dari (Suryosubroto, 1996;72): (1) berbuat
sesuatu untuk memahami materi pelajaran dengan penuh
keyakinan; (2) mempelajari, memahami, dan menemukan
sendiri bagaimana memperoleh situasi pengetahuan; (3)
merasakan sendiri bagaimana tugastugas yang diberikan oleh
guru kepadanya; (4) belajar dalam kelompok; (5) mencobakan
sendiri konsep-konsep tertentu; (6) mengkomunikasikan hasil
pikiran, penemuan dan penghayatan nilai-nilai secara lisan
atau penampilan. Oleh karena itu dalam konteks pembelajaran
berdiferensiasi, maka proses belajar mengajar harus bervariasi
sesuai dengan tingkat individualitas siswa, sehingga siswa
dapat belajar tanpa disertai kebosanan, kejenuhan dan
prustasi.
3. Beragam pilihan dimana siswa dapat mendemonstrasikan
apa yang telah mereka pelajari.

30
Proses pembelajaran berdiferensiasi harus
memberikan ruang yang luas kepada anak didik untuk
mendemostrasikan apa-apa yang telah mereka pelajari. Hal ini
sangat bermanfaat untuk: Pertama, anak didik belajar
menyampaikan atau mengkomunikasikan temuan dan
informasi yang dimilikinya; Kedua, anak didik belajar
mengapresiasi karya atau infomasi yang disampaikan orang
lain (teman); Ketiga, anak didik belajar untuk mendapat
masukan, kritikan dan sanggahan terhadap penemuan atau
informasi yang disampikan kepada orang lain.

E. Karakteristik Umum Pembelajaran Berdiferensiasi


Menurut Mukti dan Sayekti (2003:37), pembelajaran
berdiferensiasi memiliki 4 (empat) karakteristik umum, yaitu:
1. Pembelajaran berfokus pada konsep dan prinsip pokok
materi pelajaran.
Menurut Syaodih dan Ibrahim (1996:102), dalam
proses penetapan materi pelajaran hendaknya memperhatikan
hal-hal sebagai berikut: (a) materi pelajaran hendaknya sesuai
dengan/menunjang tercapainya tujuan instruksional; (b)
materi pelajaran hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan
atau perkembangan siswa; (c) materi pelajaran hendaknya
terorganisir secara sistematis dan berkesinambungan; (d)
materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat
faktual maupun konseptual.
Dalam proses pembelajaran berdiferensiasi,
pembelajaran harus berfokus pada konsep atau pokok materi
pelajaran sehingga semua siswa dapat mengeksplorasi konsep-
konsep pokok bahan ajar. Siswa yang agak lambat (struggling
learners) bisa memahami dan menggunakan ide-ide dari
konsep-konsep yang diajarkan. Sedangkan bagi para siswa

31
berbakat memper- luas pemahaman dan aplikasi konsep
pokok tersebut.
2. Evaluasi kesiapan dan perkembangan belajar siswa
diakomodasi ke dalam kurikulum.
Kesiapan dan perkembangan belajar siswa harus
dievaluasi untuk dijadikan sebagai dasar keputusan penentuan
materi serta strategi pembelajaran yang akan diterapkan.
Kapasitas belajar seseorang berbeda dengan orang lain. Oleh
karena itu, tidak semua siswa memerlukan satu kegiatan atau
bagian tertentu dari proses pembelajaran secara sama. Guru
perlu terus menerus mengevaluasi kesiapan dan minat siswa
dengan memberikan dukungan bila siswa membutuhkan
interaksi dan bimbingan tambahan, serta memperluas
eksplorasi siswa terutama bagi mereka yang sudah siap untuk
mendapatkan pengalaman belajar yang lebih menantang.
3. Ada pengelompokan siswa secara fleksibel.
Dalam pembelajaran berdiferensiasi, siswa berbakat
sering belajar dengan banyak pola, seperti belajar sendiri-
sendiri, belajar berpasangan maupun belajar dalam kelompok.
Oleh karena itu, pada saat-saat tertentu siswa dapat diberi
kebebasan untuk memilih materi pelajaran dengan media
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan mereka masing-
masing. Strategi ini memungkinkan siswa untuk belajar lebih
cepat bagi mereka yang mampu, sedangkan bagi mereka yang
kurang, akan belajar sesuai dengan batas kemampuannya.
Contoh untuk strategi belajar-mengajar berdasarkan
kecepatan siswa adalah pembelajaran modul.
4. Siswa menjadi penjelajah aktif (active explorer).
Prinsip belajar yang relevan adalah belajar bagaimana
belajar (learning how to learn). Artinya, di kelas target
pembelajaran bukan sekadar penguasaan materi, melainkan

32
siswa harus belajar juga bagaimana belajar (secara mandiri)
untuk hal-hal lain. Ini bisa terjadi apabila dalam kegiatan
pembelajaran siswa telah dibiasakan untuk berpikir mandiri,
berani berpendapat, dan berani bereksperimen, sehingga
siswa tidak merasa terkekang dan potensi kreativitasnya dapat
tumbuh dengan sempurna. Tugas guru adalah membimbing
eksplorasi tersebut, karena beragam kegiatan dapat terjadi
secara simultan di dalam kelas, guru akan berperan sebagai
pembimbing dan fasilitator, dan bukannya sebagai dispenser
informasi.

F. Prinsip-Prinsip Pembelajaran Berdiferensiasi


1. Prinsip Individualitas
Perbedaan individual merupakan salah satu masalah
utama dalam proses belajar-mengajar. Suryosubroto (1997:84)
mengatakan bahwa ketidakmampuan guru melihat
perbedaan-perbedaan individual anak dalam kelas yang
dihadapi akan menyebabkan kegagalan dalam memelihara dan
membina interaksi edukatif secara efektif. Menurut Bloom
(1976), jika guru memahami persyaratan kognitif dan ciri-ciri
sikap yang diperlukan untuk belajar seperti minat dan konsep
diri pada diri siswa-siswanya, dapat diharapkan sebagian
terbesar siswa akan dapat mencapai taraf penguasaan sampai
75% dari yang diajarkan.
Menurut Usman (1995), pembelajaran individual
bukanlah semata-mata pembelajaran yang hanya ditujukan
kepada seorang raja, melainkan dapat saja ditujukan kepada
sekelompok siswa atau kelas, namun dengan mengakui dan
melayani perbedaan-perbedaan siswa sehingga pembelajaran
itu memungkinkan berkembangnya potensi masingmasing
siswa secara optimal. Oleh karena itu, kesempatan yang harus

33
diberikan oleh sekolah untuk maksud itu tentu saja tidak
cukup hanya dengan menambah fasilitas pembelajaran yang
cukup seperti perpustakaan, laboratorium, workshop, dan lain-
lain, tetapi juga organisasi sekolah itu sendiri perlu menjamin
untuk dapat terlaksananya pembelajaran berdiferensiasi.
2. Prinsip Belajar Tuntas
Belajar tuntas (mastery learning) adalah suatu proses
pembelajaran yang mengakui bahwa semua anak memiliki
kemampuan yang sama dan bisa belajar apa saja, hanya waktu
yang diperlukan untuk mencapai kemampuan tertentu
berbeda. Siswa tidak diperkenankan mengerjakan pekerjaan
berikutnya, sebelum mampu menyelesaikan pekerjaan dengan
prosedur yang benar, dan hasil yang baik.
3. Prinsip Motivasi
Motif adalah daya dalam diri seseorang yang
mendorongnya untuk melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi
adalah suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi
perbuatan atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan
mencapai tujuan (Usman, 1995:28). Untuk dapat memahami
motivasi, maka motivasi dapat dipandang dari dua aspek,
yaitu: (a) motivasi sebagai suatu proses. Pengetahuan tentang
proses ini dapat membantu guru menjelaskan tingkah laku
yang diamati dan meramalkan tingkah laku orang lain; (b)
motivasi menentukan karaketristik proses.
Ini didasarkan pada petunjuk-petunjuk tingkah laku
seseorang yang dapat dipercaya apabila tampak kegunaannya
untuk meramalkan dan menjelaskan tingkah laku lainnya.
Ibrahim dan Saodih (1996:28), mengatakan bahwa guru
memiliki peran yang besar untuk menumbuhkan motivasi
eksternal tersebut, di antaranya: (a) menggunakan cara atau
metode dan media mengajar yang bervariasi; (b) memilih

34
bahan yang menarik minat dan dibutuhkan siswa; (c)
memberikan sasaran antara; (d) memberikan kesempatan
sukses; (e) menciptakan suasana belajar yang menyenangkan;
dan Keenam, menciptakan persaingan yang sehat.
4. Prinsip Latar atau Konteks
Latar atau konteks mengandung arti bahwa
pembelajaran harus dikaitkan dengan situasi dunia nyata
siswa, sehingga mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam
kehidupan mereka sebagai individu maupun anggota keluarga,
masyarakat, dan bangsa. Dengan konsep ini, hasil
pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa.
5. Prinsip Minat dan Kebutuhan Siswa
Minat merupakan suatu sifat yang relatif menetap
pada diri seseorang, sedangkan kebutuhan adalah sesuatu
yang dibutuhkan oleh seseorang. Oleh karena itu, minat dan
kebutuhan merupakan utama yang menentukan derajat
keaktifan belajar siswa. Dengan demikian dalam rangka
meningkatkan aktivitas siswa dalam belajar, maka materi
pembelajaran dan cara penyampaiannya pun harus
disesuaikan dengan minat dan kebutuhan tersebut.
Prinsip Normalization Normalisasi merupakan suatu
kondisi yang memberikan kesempatan yang sama kepada
semua anak. Prinsip normalisasi menghasilkan integrasi yang
baik antara anak yang berada pada kelompok dengan
kecerdasan normal dengan anak yang berada dalam kelompok
dengan kecerdasan di atas normal bahkan dengan anak yang
memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal.
6. Prinsip Penilaian (Assessment)
Penilaian (assessment) dibagi menjadi dua katagori
yaitu: Pertama, informal assessment, biasanya dilakukan oleh

35
guru melalui observasi berbagai keterampilan, dan
mempelajari laporan, maupun melalui tes yang dibuat guru
untuk mengetahui tingkat penguasaan pelajaran yang telah
diajarkan; Kedua, formal assessment yaitu penilaian lewat tes
standar seperti tes hasil belajar, tes inteligensi, wawancara
dengan orang tua, tes bahasa, kepribadian, kreatif,
kemampuan fisik, minat dan sebagainya.
Berdasarkan tujuannya maka assessment di-
kelompokkan menjadi dua, yaitu: Pertama, assessment for
identification untuk menempatkan anak dalam pelayanan;
Kedua, assessment for teaching untuk merencanakan isi atau
materi yang akan diajarkan dan merencanakan bagaimana
mengajarkannya.
7. Prinsip Terpadu
Terpadu artinya penyelenggaraan pembelajaran anak
berbakat dikembangkan dan dilaksanakan di sekolah biasa.
Anak dengan berbagai perbedaan belajar di ruang kelas yang
sama.

G. Implementasi Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi


Dalam mendiferensiasikan pembelajaran, guru bisa
melakukan modifikasi terhadap lima unsur kegiatan belajar,
yaitu materi pelajaran, proses, produk, lingkungan dan
evaluasi (Howard, 1999, Weinbrenner, 2001 dalam Mukti dan
Sayekti, 2003).
1. Materi pelajaran
Guru bertanggung jawab untuk memastikan bahwa
semua siswa mempelajari materi pelajaran dalam kurikulum
yang harus dikuasai siswa. Namun guru tidak harus
mengajarkan materi pelajaran tersebut pada semua siswa.
Artinya siswa yang telah menguasai kompetensi atau bahan

36
ajar tertentu boleh mengurangi waktu yang diperlukan untuk
menguasai kompetensi dan bahan ajar itu.
Mereka boleh meloncatinya. Materi pelajaran dapat
dimodifikasi melalui berbagai kegiatan pembelajaran, yaitu:
1) Pemadatan materi pelajaran
Setidaknya ada delapan (8) langkah untuk memadatkan
materi pelajaran, yaitu, (a) tentukan tujuan Pembelajaran
Berdiferensiasi alternatif pendekatan pembelajaran bagi anak
berbakat pembelajaran pada materi yang akan diajarkan; (b)
cari cara yang sesuai untuk mengevaluasi tujuan pembelajaran
tersebut; (c) identifikasi siswa yang mungkin telah menguasai
tujuan (atau dapat menguasainya dengan cepat); (d) evaluasi
siswa siswa tersebut untuk menentukan tingkat penguasaan;
(e) kurangi waktu yang diperlukan siswa untuk mempelajari
materi yang telah dikuasai; (f) berikan pelajaran pada
sekelompok kecil atau siswa secara individu yang belum
menguasai tujuan pembelajaran di atas, tetapi dapat
menguasainya lebih cepat dari teman-teman lainnya; (g)
dokumentasikan kegiatan belajar pengganti yang lebih
menantang yang sesuai dengan minat siswa; (h)
dokumentasikan proses pemadatan dan opsi pembelajaran.
2) Studi intradisipliner
Studi interdisipler merupakan studi yang melibatkan
berbagai disiplin ilmu dalam rangka mengkaji atau
memecahkan satu permasalahan atau satu topik. Oleh karena
itu, guru mata pelajaran yang ingin memodifikasi tema atau
topik tertentu dari materi pelajaran, dapat bekerja sama
dengan guru mata pelajaran lain yang relevan. Guru
membentuk team teaching dalam menjelaskan suatu topik
tertentu. Dengan demikian para siswa akan mendapat
wawasan yang komprehensif tentang topik yang dibahas.

37
Memang ada satu kesulitan dalam membentuk team teaching
tersebut, yaitu kekompakan sering menjadi kendala. Pada diri
para siswa, mereka dapat mengeksplorasi bentuk kegiatan
pembelajaran yang mungkin dilakukan.
3) Kajian mendalam
Cara ini dilakukan oleh siswa berbakat bila mereka
sudah siap dengan pengetahuan dan kemampuan untuk
mengaplikasikan pengetahuan, waktu dan energi yang
dibutuhkan untuk tugas ini. Minat siswa pada suatu topik
merupakan penentu utama dari kemauan untuk
mengeksplorasi topik itu secara mendalam.
2. Proses
Proses belajar adalah perubahan pada individu dalam
aspekaspek pengetahuan, sikap, keterampilan dan kebiasaan
sebagai produk dan interaksinya dengan lingkungan (Hilgard &
Bower, 1966 dalam Komara, 1994). Belajar adalah
membangun pengetahuan melalui transformasi pengalaman.
Dengan kata lain suatu proses belajar dapat dikatakan berhasil
bila dalam diri invidu terbentuk pengetahuan, sikap,
keterampilan atau kebiasaan baru yang secara kualitatif lebih
baik dari sebelumnya.
Proses pembelajaran yang ideal adalah pembelajaran
yang di dalamnya terdapat interaksi multi arah antara guru
dengan siswa secara individu, guru dengan siswa secara
kelompok, siswa dengan siswa secara individu dan siswa
dengan kelompoknya serta kelompok siswa dengan kelompok
siswa yang lain. Banyak kegiatan yang bisa dilakukan oleh guru
untuk memodifikasi proses pembelajaran dan pembelajaran,
antara lain dengan:
1) Mengembangkan kecakapan berpikir.

38
Siswa berbakat perlu mengembangkan kecakapan
berpikir analitis, sintesis, evaluasi, problem solving,
organisasional, kritis dan kreatif. Guru dapat mengajarkan
secara langsung kecakapan ini atau memadukannya dalam
materi pelajaran. Kecakapan berpikir juga bisa dikembangkan
melalui teknik bertanya. Menggunakan pendekatan student
centered, yang menenkankan perbedaan individual setiap
anak, lebih terbuka (divergent), memberkan kesempatan
mobilitas tinggi, karena kemampuan siswa di dalam kelas
heterogen, sehingga mungkin ada anak yang saling bergerak ke
sana kemari, dari satu kelompok ke kelompok lain.
Menerapkan pendekatan pembelajaran kompetitif seimbang
dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Melalui
pendekatan pembelajaran kompetitif anak dirangsang untuk
berprestasi setinggi mungkin dengan cara berkompetisi secara
fair.
2) Hubungan dalam dan lintas disiplin
Hal ini dilakukan untuk memberikan pengalaman dan
wawasan yang komprehensif dari berbagai disiplin yang
relevan terhadap suatu topik tertentu. Dalam konteks ini,
dimungkinkan seorang siswa itu hanya unggul pada suatu
disiplin tertentu sedangkan siswa yang lain unggul pada
disiplin lainnya, oleh karena itu mereka akan saling
membutuhkan dan terjadilah kerjasama. Dengan demikian
pendekatan pembelajaran yang dipergunakan adalah
pendekatan pembelajaran kooperatif. Artinya, dalam diri
setiap anak dikembangkan jiwa kerjasama dan
kebersamaannya. Mereka diberi tugas dalam kelompok, secara
bersama mengerjakan tugas dan mendiskusikannya.
Penekanannya adalah kerjasama dalam kelompok, dan
kerjasama dalam kelompok ini yang dinilai.

39
3) Studi mandiri
Ini merupakan alternatif lain dalam memodifikasi
proses. Sebagian siswa berbakat senang bekerja sendiri, mulai
dari menentukan topik yang menjadi fokus studi, menentukan
cara dan waktu penyelesaian, menentukan sumber untuk
melakukan studi hingga menentukan format produk akhir
studi. Guru dapat memfasilitasi studi mandiri dengan cara
mengelompokkan siswa berdasarkan minat yang sama. Bila
seorang siswa benarbenar ingin lebih mendalami suatu topik,
guru bisa menawarkan satu kontrak studi mandiri bagi siswa
yang bersangkutan.
3. Produk
Dalam memodifikasi produk, guru dapat mendorong
siswa untuk mendemonstrasikan apa yang telah dipelajari atau
dikerjakan ke dalam beragam format yang mencerminkan
pengetahuan maupun kemampuan untuk memanipulasi ide.
Misalnya daripada meminta siswa untuk menambah jumlah
halaman laporan dari suatu bab, guru bisa meminta siswa
untuk mensintesis pengetahuan yang telah diperoleh. Guru
juga bisa memberikan kesempatan kepada siswa berbakat
untuk menginvestigasi masalah riil yang terjadi disekitarnya
dan mempresentasikan solusinya. Misalnya, siswa diminta
untuk menginvestigasi polusi dari emisi kendaraan bermotor
atau polusi air kali dan hasilnya dipresentasikan pada instansi
pemerintah atau swasta terkait.
4. Lingkungan Belajar
Lingkungan dan individu terjalin proses interaksi yang
saling mempengaruhi satu sama lainnya. Individu seringkali
terbentuk oleh lingkungan, begitu juga sebaliknya lingkungan
dibentuk oleh individu (manusia). Tingkah laku individu dapat
menyebabkan perubahan lingkungan baik bersifat positif

40
ataupun negatif. Perubahan positif berarti menimbulkan
perubahan ke arah perbaikan, penyempurnaan atau
penambahan.
Iklim belajar di kelas sebagai salah satu lingkungan bagi
para siswa merupakan faktor yang mempengaruhi secara
langsung pada gaya belajar dan minat siswa. Sikap guru sangat
menentukan iklim di dalam kelas. Lingkungan belajar yang
sesuai adalah yang mengandung kebebasan memilih dalam
satu disiplin; kesempatan untuk mempraktikkan kreativitas;
interaksi kelompok; kemandirian dalam belajar; kompleksitas
pemikiran; keterbukaan terhadap ide; mobilitas gerak;
menerima opini; dan merentangkan belajar hingga ke luar
ruang kelas.
Untuk itu guru harus mampu membuat pilihan-pilihan
yang sesuai mulai dari apa yang akan diajarkan, bagaimana
mengajarkannya, materi dan sumberdaya apa yang perlu
disediakan hingga bagaimana mengevaluasi pertumbuhan
belajar siswa. Pendayagunaan lingkungan sekitar dalam proses
pembelajaran dapat dilaksanakan dengan berbagai cara, yakni
dengan cara membawa lingkungan ke dalam kelas, atau
membawa siswa ke masyarakat.
5. Evaluasi
Memodifikasi evaluasi berarti menentukan suatu
metode untuk mendokumentasikan penguasaan materi
pelajaran pada siswa berbakat. Guru harus memastikan bahwa
siswa berbakat memiliki kesempatan untuk mendemonstrasi
kan penguasaan materi pelajaran sebelumnya ketika akan
mengajarkan pokok bahasan, topik atau unit baru mata
pelajaran Faktor-

41
H. Faktor Penunjang Penyelenggaraan Pembelajaran
Berdiferensiasi
1. Perpustakaan
Perpustakaan sekolah adalah suatu tempat yang
merupakan bagian integral dari suatu lembaga pendidikan
sekolah sebagai tempat menyimpan, mengkoleksi bahan
pustaka yang dikelola dan diatur secara sistematis dengan cara
tertentu untuk dipergunakan oleh siswa dan guru sebagai
sumber informasi, dalam rangka menunjang program belajar
mengajar di sekolah (Mulyani A. Nurhadi, 1983:1).
Perpustakaan memberi kemungkinan setiap anak dapat
belajar secara individual. Dalam program belajar bebas
(independent study) atau aktivitas program pengayaan bagi
anak cepat perpustakaan merupakan tempat dan fasilitas
penting. Tanpa ada perpustakaan yang memadai maka sangat
sulit untuk dapat melaksanakan program independent study
atau pengayaan itu. Secara ideal perpustakaan yang baik
adalah yang memiliki jumlah buku dengan ratio satu orang 10
buah buku.
2. Penyediaan alat pembelajaran
Alat pembelajaran dapat berupa: (a) Laboratorium
atau workshop yang memadai; (b) Jadwal pelajaran yang
fleksibel, yang memungkinkan beberapa siswa tingkat II
misalnya mengikuti pelajaran tingkat III dalam mata pelajaran
tertentu; (c). Pengembangan program independent study; (d)
Pengembangan program penyuluhan dan bimbingan; (e)
Pengembangan team teaching. Kesimpulan Pembelajaran
berdiferensiasi (differentiation instruction) adalah
pembelajaran yang memperhatikan perbedaan-perbedaan
individual anak.

42
Tomlison (1995), mengemukakan bahwa dalam
pembelajaran berdiferensiasi ini, guru menggunakan beberapa
kegiatan, yaitu: (a) beragam cara agar siswa dapat
mengeksplorasi kurikulum; (b) beragam kegiatan atau proses
yang masuk akal sehingga siswa dapat mengerti dan memiliki
informasi dan ide; (c) beragam pilihan dimana siswa dapat
mendemonstrasikan apa yang telah mereka pelajari.
Menurut Mukti dan Sayekti (2003:37), pembelajaran
berdiferensiasi memiliki 4 (empat) karakteristik umum, yaitu:
(a) pembelajaran berfokus pada konsep dan prinsip pokok
materi pelajaran; (b) evaluasi kesiapan dan perkembangan
belajar siswa diakomodasi ke dalam kurikulum; (c) ada
pengelompokan siswa secara fleksibel; (d) siswa menjadi
penjelajah aktif (active explorer). Apun prinsip-prinsip
pembelajaran berdiferensiasi, meliputi (a) prinsip
individualitas; (b) prinsip belajar tuntas; (c) prinsip motivasi;
(d) prinsip latar atau konteks; (e) prinsip minat dan kebutuhan
siswa; (f) prinsip normalization; (g) prinsip penilaian
(assessment); (h) prinsip terpadu.
Dalam mendiferensiasikan pembelajaran, guru bisa
melakukan modifikasi terhadap lima unsur kegiatan belajar,
yaitu materi pelajaran, proses, produk, lingkungan dan
evaluasi (Howard, 1999, Weinbrenner, 2001 dalam Mukti dan
Sayekti, 2003). Sedangkan faktor-faktor yang perlu
diperhatikan dalam penyelenggaraan pembelajaran
berdiferensiasi (differentiation instruction) meliputi
perpustakaan dan penyediaan alat pembelajaran yang terdiri
atas laboratorium atau workshop yang memadai, jadwal
pelajaran yang fleksibel, pengembangan program independent
study, pengembangan program penyuluhan dan bimbingan,
dan pengembangan team teaching.

43
Bagan 2: alur pembelajaran berdiferensiasi
I. Kesimpulan
Komitmen dalam melaksanakan pembelajaran
berdiferensiasi merupakan sebuah janji yang saling mengikat
hasil belajar siswa, mengembangkan profesional dan proses
kolaborasi yang menjamin keberhasilan belajar bagi semua.
Komitmen pelaksanaan pembelajaran berdiferensiasi,
meliputi: (1) Menggunakan asesmen. Termasuk di dalamnya
44
memperhatikan masukan, kesiapan, minat dan bakat siswa; (2(
Menggunakan hasil asesmen untuk mendiferensiasikan
lingkungan belajar, pembelajaran, dan evaluasi; (3) Memilih
strategi pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa;
(4) Membuat penyesuaian (bisa dilakukan kapan saja) untuk
mengantisipasi hal-hal yang tidak dapat diperkirakan.

45
BAB 3
Lingkungan Belajar Mengundang Siswa
Untuk Belajar

A. Pendahuluan
Dalam situasi yang demikian guru sebagai komponen
manusiawi memegang peran substansial dalam memegang
kendali manajemen kelas yang menentukan keberhasilan
proses pembelajaran. Para guru adalah orang yang pertama
kali harus menghadapi tantangan tersebut. Mereka perlu
memiliki kesadaran yang tinggi akan perannya sebagai seorang
manajer di kelasnya. Oleh karenanya, guru harus menemukan
sebuah metode manajemen kelas yang efektif dimana metode
tersebut dipahami dengan sungguh-sungguh-mulai dari proses
perencanaan, pengelolaan, evaluasi hingga monitoring-dan
melaksanakannya dengan baik.
Dalam pembelajaran berdiferensiasi guru berperan
penting dalam membentuk atmosfir kelas yang positif.
.Lingkungan sangat berpengaruh dalam proses pembelajaran
di kelas. Iklim kelas yang positif dapat mendukung proses
tercapainya tujuan pembelajaran yang efektif. Atmosfir kelas
yang positif diantaranya saling menghargai, siswa merasa
aman, setiap orang di kelas menyambut dan disambut dengan
baik, guru mengajar untuk mencapai kesuksesan, serta ada
keadilan dalam bentuk nyata. Dalam pembelajaran
berdiferensiasi guru dan siswa berkolaborasi untuk mencapai
kesuksesan bersama.

B. Definisi Lingkungan Belajar yang Kondusif


Lingkungan belajar menurut Saroni (2006) dan
Kusmoro (2008), terdiri dari dua hal utama, yaitu lingkungan

46
fisik dan lingkungan sosial. Lingkungan fisik merupakan sarana
fisik yang berada di sekitar siswa saat belajar. Contoh sarana
fisik yang ada di lingkungan sekolah yaitu, ruang kelas belajar
di sekolah sarana dan prasarana kelas, pengudaraan, alat atau
media belajar, pencahayaan, pewarnaannya, pajangan hingga
penataannya. Sedangkan lingkungan sosial merupakan kondisi
atau situasi interaksi yang terjadi saat proses pembelajaran,
mulai dari pola interaksi antara siswa dengan siswa, siswa
dengan guru, siswa dengan sumber pembelajaran dan lainnya.
Untuk menciptakan lingkungan sosial yang baik, maka
diperlukan interaksi yang proporsional antara siswa dengan
guru ketika kegiatan pembelajaran berlangsung. Melalui
pendapat di atas maka dapat kita simpulkan bahwa
Lingkungan belajar adalah semua kondisi yang mempengaruhi
tingkah laku subjek yang terlibat didalam pembelajaran,
terutama guru dan peserta didik sebagai ujung tombak proses
pembelajaran disekolah atau lingkungan belajar adalah segala
sesuatu yang ada di alam sekitar yang mempengaruhi proses
dan hasil belajar siswa.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia “KBBI” arti
kondusif ialah suatu kondisi yang tenang dan tidak kacau
balau, serta mendukung untuk terjadinya suatu aktivitas atau
tujuan tertentu. Definisi kondusif dalam pembelajaran ialah
suatu sikap tenang dalam melakukan aktifitas belajar, tertib
dalam pelaksanaan berbagai tugas dan mendukung semua
kegiatan yang termasuk di dalam proses pembelajaran. Melaui
definsi di atas maka dapat kita simpulkan bahwa lingkungan
belajar yang kondusif adalah suasana yang mendukung proses
belajar mengajar pada siswa lingkungan belajar di sekolah
maupun di luar sekolah dalam suasana berlangsungnya proses
belajar mengajar. Lingkungan belajar yang kondusif ini perlu

47
diciptakan dan dipertahankan agar pertumbuhan dan
perkembangan peserta didik efektif dan efisien, sehingga
tujuan tercapai secara optimal.
Berdasarkan defenisi diatas, bahwa lingkungan
merupakan salah satu potensi yang diciptakan oleh Allah Swt
untuk digunakan menjadi salah satu sumber belajar dan
sebagai pemenuhan kebutuhan manusia dalam menjalani
hidup di dunia yang perlu dijaga kelestariannya. Adapun
karakteristik lingkungan yang baik itu diantaranya adalah kelas
yang memiliki sifat merangsang dan menantang siswa untuk
selalu belajar, memberikan rasa aman dan kepuasan dalam
mencapai tujuan belajar( Sulistryorini, 2009: 91).
Suasana belajar dapat menyenangkan bagi siswa jika
guru dapat menghadirkan dan memanfaatkan humor yang
tepat. Untuk membantu guru menciptakan kondisi
pembelajaran dan suasan interaksi yang dapat mengundang
dan menentang siswa untuk berkreasi secara aktif,
pembelajaran yang kondusif dan menyenangkan berarti materi
yang disampaikan guru dapat diterima dengan mudah oleh
sisiwa dan siswa akan lebih tertarik mendalami materi yang
disampaikan oleh guru.
Iklim belajar yang menyenangkan akan membangkit
kan semangat dan enumbuhkan aktifitas serta kreatifitas
siswa. Dengan demikian bahwa fasilitas belajar yang
menyenangkan, pengaturan lingkungan, penampilan, sikap
guru dan hubungan yang harmonis akan memberikan dampak
positif bagi proses pembelajaran.
Menurut Taguiri (2019), iklim sebagai karakteristik
keseluruh- an dari lingkungan yang berada di lingkungan
sekolah yang terbagi atas empat dimensi, yakni:

48
1) Ekologi/fisik Ini merujuk kepada aspek fisik dan
material sebagai faktor sekolah (input), yang meliputi:
(1) Kebersihan; (2) Keamanan; (3) Penggunaan
sumber daya; ( 4) Kenyamanan; (5) Keindahan
2) Aspek sosial Dari aspek ini perlu dibudayakan saling
menghormati, rasa tanggung jawab, kerja sama,
kebanggaan, kesetiaan, dan kegembiraan serta
keadilan.
3) Sistem sosial Ini menunjukkan kepada aspek struktur
administrasi, bagaimana cara membuat keputusan,
pola komunikasi dikalangan anggota organisasi
termasuk organisasi sekolah.
4) Budaya sekolah Budaya sekolah adalah sekumpulan
nilai yang melandasi prilaku, tradisi, kebiasaan
keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh
kepala sekolah, guru, petugas administrasi, siswa dan
masyarakat sekitar sekolah.
Budayah sekolah merupakan ciri khas, karakter atau
watak, dan citra sekolah tersebut di masyarakat luas ( Supardi,
2003: 215). Bahwa dalam menciptakan lingkungan belajar
yang kondusif dan tertib tidak selalu identik dengan
kebaradaan dan kondisi fisik sekolah beserta fasilitasnya,
tetapi lebih mengacu kepada tata hubungan sosial dan
psikologis yang harmonis dalam lingkungan sekolah.
Selain hal diatas, perlu pula dipahami bahwa sosok
yang palin berperan dalam menerapkan lingkungan sekolah
yang kondusif dan mendorong siswa belajar aktif ialah
pimpinan sekolah yang ada dalam organisasi sekolah
merupakan suatu gambaran bahwa pencapaian tujuan
organisasi sekolah juga akan banyak ditentukan oleh

49
bagaimana pengelolaan lingkungan belajar sehingga
terciptanya suasana kondusif.
Dalam kegiatan proses pembelajaran guru berperan
sebagai pembimbing. Guru harus berusaha menghidupkan dan
memberikan motivasi kepada siswa agar terjadi proses
interaksi yang kondusif dalam proses pembelajaran dikelas,
sekaligus guru harus siap menjadi mediator dalam situasi
kegiatan pembelajaran sehinggah segala sesuatu yang
dilakukan oleh seorang guru akan menjadi panutan bagi
siswanya.
Selain itu, guru juga berperan dalam membimbing
pengalaman sehari-hari ke arah pengenalan tingkah laku dan
kepribadiannya sendiri. Ruang kelas merupakan salah satu
faktor yang pertama mempengaruhi proses belajar para siswa
dalam menerima suatu pelajaran, dan faktor kedua adalah
guru dalam menyampaikan pelajaran, ruang kelas yang baik
adalah ruang yang dapat digunakan siswa untuk mempelajari
sesuatu dengan nyaman ( Syaifurahman dan Tri Ujiati, 2013,
105).
Bahwa kelas sebagai lingkungan belajar siswa
merupkan aspek dari lingkungan yang harus diorganisasikan
dan dikelolah secara sistematis. Lingkungan ini harus diawasi
agar kegiatan proses pembelajaran bisa terarah dan menuju
pada sasaran yang dikehendaki. Adapun empat dasar dalam
menata kelas dalam belajar yaitu:.
1) Kurangi kepadatan ditempat.
2) Pastikan bahwa guru dapat dengan melihat semua
siswa.
3) Materi pelajaran dan perlengkapan siswa harus
mudah diakses.
4) Pastikan semua siswa dapat melihat prestasi kelas.

50
Dalam hal ini menata kelas dalam belajar perlu
adanya gaya penataan tempat duduk dalam kelas agar proses
pembelajaran dapat tercaspsi secara efektif dan efesien.
Adapun gaya penataaan tempat duduk dalam ruang kelas
yaitu:
1) Penataan kelas gaya auditorium. Penataan kelas
tradisional, semua siswa duduk menghadap ke guru.
Penataan ini membatasi kontak siswa tatap muka dan
guru bebas bergerak ke mana saja.
2) Gaya tatap muka face to face Penataan kelas saling
berhadapan model penataan seperti ini lebih besar
dari pada gaya auditorium.
3) Gaya off set Penataan meja belajar biasanya siswa 3-4
siswa duduk di bangku tetapi tidak berhadapan
langsung satu sama lain. d. Gaya seminar
4) Penataan meja belajar dengan berbentuk lingkaran,
dan bentuk U, jumlah siswa 10 siswa atau lebih. Ini
akan efektif ketika gur ingin agar para siswanya
bebicara satu sama lain.
5) Gaya klaster cluster Susunan tempat duduk dengan
melingkar dengan jumlah 4-8 siswa gaya ini cocok
untuk diskusi kelompok dan kerja membuat suatu
hasil karya
Ruang kelas yang baik adalah ruang kelas yang dapat
mendukung usaha para guru untuk mencapai tujuan itu
pembelajaran, selain ruang kelas yang aman, ruang kelas juga
harus diciptakan sedemikian rupa sehingga nyaman untuk
menjadi tempat belajar dan bermain. Untuk menciptakan
ruang kelas yang nyaman dan tidak terhambat pergerakan
siswa dan guru dapat mengamati seluruh aktivitas siswa secara
mudah maka perlu mendesain ruang kelas yang baik.

51
Berikut ini beberapa hal yang harus diperhatikan
dalam mendesain ruang kelas yaitu:
1) Perabotan Perabotan seperti meja, kursi, rak, buku
peralatan dan lain-lain.
2) Penerangan Penerangan ruang kelas yang kurang
terang akan dapat menyebabkan kelelahan pada mata
dan menyebabakan sakit kepala, sehingga
memengaruhi semangat siswa dan guru dalam
melakukan kegiatan pembelajaran di sekolah
penerangan yang cukup baik dapat diperoleh jika
tersedia jendela dan ventilasi yang cukup.
Dalam hal ini perabotan seperti meja, kursi, rak, buku
dan lain-lain sangat penting, untuk itu pastikan perabotan
diruang kelas perlu dilengkapi dan begitu juga dengan
penerangan ruang kelas agar penataan tempat duduk tidak
membuat penerangan dari luar menyilaukan penglihatan
siswa. Adapun karakteristik lingkungan yang kondusif yaitu:
1) Gedung, halaman, dan peralatan sekolah bersih dan
terawat.
2) Orang tua dapat melihat hubungan yang positif antara
masyarakat, sekolah, dan lingkungan.
3) Mekanisme untuk partisipasi siswa dalam organisasi
sekolah jelas, misalnya anturan untuk menjadi
perwakilan kelas.
4) Sekolah mempunyai aturan atau kebijakan yang
dirumuskan dengan jelas mengenai isu-isu disiplin,
menggangu siswa lain, dan kesejahteraan siswa lainnya
5) Guru, orang tua dan siswa memahami aturan atau
kebijakan tersebut.
6) Isu-isu gangguan terhadap siswa dan disiplin siswa
didiskusikan dengan warga sekolah.

52
Karakteristik lingkungan yang kondusif bukan hanya
dilihat dari gedung, halaman, peralatan sekolah tetapi perlu
juga menjaga hubungan yang baik terhadap sesama serta
mentaati aturan sekolah yang telah ditetapkan.
Lingkungan yang kondusif antara lain dapat
dikembangkan melalui berbagai layanan dan kegiatan sebagai
berikut:
1) Memberikan pilihan bagi siswa yang lambat maupun
yang cepat dalam melakukan tugas pembelajaran.
Pilihan dan pelayanan individual bagi siswa, terutama
bagi mereka yang lambat belajar akan
membangkitkan nafsu dan semangat belajar, sehingga
membuat mereka betah belajar disekolah.
2) Memberikan pembelajaran remedial bagi para siswa
yang kurang berprestasi, atau berprestasi rendah.
Dalam sistem pembelajaran klasikal, sebagian siswa
akan sulit mengikuti pembelajaran secara optimal,
dan menuntun peran ekstra guru untuk memberikan
pembelajaran remedial.
3) Mengembangkan organisasi kelas yang efektif,
menarik, nyaman, dan aman bagi perkembangan
potensi seluruh siswa secara optimal. Termasuk dalam
hal ini, adalah penyediaan bahan pembelajaran yang
menarik dan menantang bagi siswa, serta
pengelolaan kelas yang tepat, efektif, dan efesien.
4) Menciptakan kerja sama saling menghargai baik
antara siswa maupun antara siswa dengan guru dan
pengelola pembelajaran lain. Hal ini mengandung
implikasi bahwa setiap siswa memiliki kesempatan
yang seluas-luasnya untuk mengemukakan

53
pandangannya tanpa ada rasa takut mendapatkan
sanksi atau dipermalu kan.
5) Melibatkan siswa dalam proses perencanaan belajar
dan pembelajaran. Dalam hal ini, guru harus mampu
memposisikan diri sebagai pembimbing dan manusia
sumber. Sekali-kali, cobalah untuk melibatkan siswa
dalam proses perencanaan pembelajaran, agar
mereka merasa bertanggung jawab terhadap
pembelajaran yang dilaksanakan.
6) Mengembangkan proses pembelajaran sebagai
tanggung jawab bersama antara siswa dan guru,
sehingga guru lebih banyak bertindak sebagai
fasilitator, dan sebagai sumber belajar.
7) Mengembangkan sistem evaluasi belajar dan
pembelajaran yang menekankan pada evaluasi diri
sendiri. Dalam hal ini, guru sebagai fasilitator harus
mampu membantu siswa untuk menilai bagaimana
mereka memperoleh kemajuan dalam proses belajar
yang dilaluinya ( Mulyasa, 2006: 21-22 ).
Dengan pelayanan yang demikian, diharapkan akan
tercipta iklim belajar yang nyaman, aman, tenang, dan
menyenangkan belajar siswa, sehingga dapat mengembangkan
dirinya secara optimal. Secara umum, kondusif tidaknya suatu
kelas sangat dipengaruhi oleh dua faktor utama, faktor internal
dan faktor eksternal siswa. Faktor internal siswa biasanya
berhubungan erat dengan masalah-masalah emosi, pikiran,
dan perilaku siswa. Sementara faktor eksternal siswa biasanya
sangat erat dengan masalah lingkungan dimana mereka
belajar, penempatan siswa, pengelompokan, jumlah, dan
bahkan lingkungan keluarga (Salman Rusydi, 2011: 33).

54
Jadi untuk menciptakan suasana belajar yang
kondusif, perlu memperhatikan dan memahami karakter siswa
yang berbeda-beda perilakunya serta pengaturan atau
penataan ruang kelas dalam belajar. Penyusunan dan
pengaturan ruang belajar hendaknya memungkinkan siswa
duduk berkelompokagar memudahkan guru yang masuk
mengajar bergerak secara leluasa.

C. Faktor Penentu Terciptanya Suasana Belajar Yang Kondusif


Belajar merupakan kegiatan yang membutuhkan
lingkungan dan suasana khusus. Hal ini betujuan agar potensi
belajar siswa akan dapat belajar dengan baik apabila dalam
suasana yang kondusif. Suasana dan lingkungan khusus
dimaksud adalah kondisi yaitu suasana yang nyaman dan
menyenangkan. Nyaman dalam hal ini jauh dari ganguan suara
dan bunyi yang merusak kosentrasi belajar. Menyenagkan
berarti suasana yang gembira dan antusias. Suasana belajar
jauh dari tekanan dan target tertentu terhadap siswa yang
belajar.
Adapun faktor terciptanya suasan belajar kondusif
yaitu:
a. Suasana dalam kelas
Guru menjadi pihak yang paling bertanggungjawab
dalam pengelolaan pembelajaran di ruang kelas. Strategi dan
metode pembelajaran yang digunakan sangat menentukan
kondusif tidaknya suasana belajar. Kemudian bagaimana guru
menguasai situasi belajar siswa.
Guru tidak hanya perlu menguasai dinamika kelas yang
dihuni oleh berbagai sifat dan watak siswa. Jika guru tidak
mampu menguasai dinamika kelas, suasana kelas akan ribut
dari sikap dn perbuatan siswa yangb beraneka ragam.

55
b. Lingkungan di sekitar kelas
Suasana belajar yang kondusif akan tercipta apabila
didukung dengan suasana yang nyaman dan tentram di sekitar
kelas atau sekolah. Lokasi sekolah yang terlalu dekat dengan
keramaian seperti pasar, pinggiran jalan raya atau pabrik
cenderung mengganggu kosentrasi siswa dalam belajar. Tidak
hanya persoalan bunyi, bau tidak sedap juga dpat mengganggu
kosentrasi siswa dalam belajar.
Sekolah yang berada terlalu dekat dengan areal
peternakan atau perkebunan karet misalnya, akan membuat
suasana belajar menjadi tidak kondusif. Jadi, suasana belajar
yang kondusif akan tercipta apabila suasana di ruangan kelas
dan lingkungan sekitarnya, mendukung terlaksananya proses
belajar siswa. Proses belajar yang kondusif akan menhantarkan
siswa pada hasil belajar yang optimal.

D. Ciri-Ciri Lingkungan Belajar yang Kondusif


Adapun ciri-ciri yang termuat dalam lingkungan
kondusif, yaitu:
a. Siswa tekun mengerjakan sesuatu yang semestinya
dikerjakan dan tidak mengerjakan sesuatu yang tidak
semestinya. Dengan kata lain secara sadar dan terarah
semua kegiatan di kelas dilakukan oleh siswa demi
tercapainya tujuan tertuntu.
b. Siswa aktif dalam berinteraksi, baik dengan guru
maupun dengan sesama siswa yang lain atau dapat
dikatakan terjadinya komunikasi yang multi arah di
dalam kelas.

56
c. Siswa mengerjakan hal-hal yang dapat mencapai tujuan
belajarnya secara bebas tidak semata-mata mengikuti
kemauan gurunya.
d. Kreatifitas siswa mendapat penghargaan yang
sepantasnya dan bukan malah sebaliknya dibunuh
karena tidak sesuai kemauan gurunya.

E. Manfaat Lingkungan Belajar yang Kondusif


Keberhasilan proses pembelajaran tidak hanya
bergantung pada faktor pengajar atau pebelajar saja. Perlu
diketahui, bahwa keberhasilan proses pembelajaran
dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari sarana prasarana
hingga lingkungan belajar. Salah satu faktor penting dalam
memaksimalkan proses pembelajaran adalah dengan
menciptakan lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif.
Mengapa lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif
sangatlah perlu untuk diciptakan? Inilah 5 manfaatnya, yaitu:
1. Meningkatkan Konsentrasi dan Kemampuan Belajar
Alasan pertama menciptakan lingkungan belajar yang
nyaman adalah karena belajar merupakan kegiatan yang
membutuhkan konsentrasi tinggi. Kita akan lebih mudah
berkonsentrasi jika berada di tempat yang nyaman dan tenang.
Begitu pun ketika belajar, pastikan lingkungan belajarmu sudah
cukup nyaman dan kondusif agar proses belajarmu tidak
terganggu. Dengan belajar di lingkungan yang nyaman, kita
tentu akan lebih mudah berkonsentrasi dalam memahami
materi yang akan dipelajari.
Rendahnya kemampuan siswa dalam hasil belajarnya
disebabkan oleh beberapa faktor, baik dari guru maupun dari
siswa sendiri. Faktor-faktor tersebut misalnya, model dan
metode pembelajaran yang dilakukan oleh guru masih

57
konvensional, minat baca siswa rendah, dan kurangnya
motivasi siswa dalam mengikuti pembelajaran. Maka dari itu
guru harus bisa mengatasi atau mencari solusi dari
permasalahan yang terjadi melalui kemampuan professional
yang mereka miliki.
2. Tidak Stress dan Tegang
Alasan menciptakan lingkungan belajar yang nyaman
berikutnya adalah untuk mengurangi rasa stress dan tegang.
Pernahkah kalian merasa tertekan dan stress ketika akan atau
sedang belajar? Hal tersebut bisa saja terjadi dalam kondisi
tertentu. Tidak jarang kondisi tersebut membuat proses
belajar menjadi kurang maksimal. Kalian bisa mengurangi rasa
stress dan tegang tersebut dengan menciptakan suasana
nyaman di sekitarmu, mulai mendengarkan musik, memilih
spot belajar yang asik, hingga belajar ditemani cemilan favorit.
Jika rasa nyaman sudah terbentuk, tentu kalian tidak akan
stress dan tegang.
3. Meningkatkan Gairah Belajar
Alasan menciptakan lingkungan belajar yang nyaman
lainnya adalah untuk meningkatkan gairah belajar. Motivasi
menjadi hal yang penting dalam keberhasilan proses belajar.
Membangun motivasi belajar dapat dilakukan dengan
berbagai cara. Salah satunya dengan menciptakan lingkungan
belajar yang menyenangkan. Tentu saja, lingkungan yang
nyaman dan menyenangkan akan membuat seseorang lebih
bersemangat untuk belajar. Pada akhirnya, motivasi tersebut
dapat dijadikan gaya dorong dalam pencapaian prestasi.
4. Belajar Lebih Efektif dan Efisien
Alasan menciptakan lingkungan belajar yang nyaman
adalah agar dapat belajar dengan lebih efektif dan efisien.
Lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif akan membuat

58
waktu belajarmu lebih efektif dan efisien. Bagaimana tidak,
ketika belajar dengan suasana hati yang senang, materi belajar
akan lebih mudah diserap. Kalian tidak lagi perlu membuang-
buang waktu untuk mengulang materi. Hal tersebut sangat
berbanding terbalik jika kalian belajar di lingkungan yang
kurang nyaman dan tidak kondusif. Waktu kalian akan
terbuang percuma hanya karena kesulitan berkonsentrasi pada
saat belajar.
5. Hasil Belajar Optimal
Alasan menciptakan lingkungan belajar yang nyaman
yang terakhir adalah agar hasil belajar menjadi lebih optimal.
Dari semua manfaat yang telah dijelaskan sebelumnya, pada
akhirnya lingkungan yang nyaman dan kondusif akan
memberikan manfaat besar bagi peningkatan hasil belajar
seseorang. Lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif akan
membentuk iklim belajar yang menyenangkan. Proses belajar
yang menyenangkan tentu akan membantu mengoptimalkan
hasil belajar peserta didik.

F. Kriteria Lingkungan Belajar yang Kondusif


Lingkungan sistem pembelajaran meliputi berbagai hal
yang dapat memperlancar proses belajar mengajar dikelas
seperti: Kompetensi dan kreativitas guru dalam
mengembangkan materi pembelajaran, penggunaan metode
dan strategi belajar yang bervariasi, pengaturan waktu dalam
proses belajar mengajar dan pengunaan media dan sumber
pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran serta
penentuan evaluasi untuk mengukur hasil belajar siswa.
Keselurahan aspek yang dijelaskan di atas didesain sedemikian
rupa dalam proses pembelajaran. Yang menjadi penekanan

59
dalam penciptaan atmosfir belajar yang kondusif adalah
penciptaan suasana pembelajaran, yaitu:

1. Menyenangkan dan mengasyikkan


Menyenangkan dan mengasyikkan terkait dengan
aspek afektif perasaan. Guru harus berani mengubah iklim dari
suka ke bisa. Guru hendaknya dapat mengundang dan
mencelupkan siswa pada suatu kondisi pembelajaran yang
disukai dan menantang siswa untuk berkreasi secara aktif.
Rancangan pembelajaran terpadu dengan materi
pembelajaran yang kontekstual harus dikembangkan secara
terus menerus dengan baik oleh guru. Untuk keperluan itu
guru-guru dilatih:
a. Bersikap ramah
b. Membiasakan diri selalu tersenyum
c. Berkomunikasi dengan santun dan patut
d. Adil terhadap semua siswa
e. Senantiasa sabar menghadapi berbagai ulah dan
perilaku siswanya.
f. Menciptakan kegiatan belajar yang kreatif melalui
tema-tema yang menarik yang dekat dengan
kehidupan siswa.
2. Mencerdaskan dan menguatkan
Mencerdaskan bukan hanya terkait dengan aspek
kognitif, melainkan juga dengan kecerdasan majemuk
(multiple intelligence). Tidak kalah pentingnya adalah
bagaimana guru dapat mengalirkan pendidikan normatif ke
dalam mata pelajaran sehingga menjadi adaptif dalam
keseharian anak. Inilah yang merupakan tujuan utama dari

60
fundamen pendidikan kecakapan hidup (life skill). Oleh karena
itu, guru dilatih:
a. Memilih tema-tema yang dapat mengajak anak bukan
hanya sekedar berpikir, melainkan juga dapat merasa
dan bertindak untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
menjadi tanggung jawabnya.
b. Teknik-teknik penciptaan suasana yang menyenangkan
dalam pembelajaran, karena jika anak senang dan
asyik, tentu saja bukan hanya kecerdasan yang
diperoleh, melainkan juga mekarnya “kepribadian
anak” yang menguatkan mereka sebagai pembelajar.
c. Memberikan pemahaman yang cukup akan pentingnya
memberikan keleluasaan bagi siswa dalam proses
pembelajaran.
d. Jangan terlalu banyak aturan yang dibuat oleh guru dan
harus ditaati oleh anak akan menyebabkan anak-anak
selalu diliputi rasa takut dan sekaligus diselimuti rasa
bersalah.
Beberapa praktik penciptaan atmosfir belajar yang baik
(good practice) dikemukakan berikut ini.
a. Sebelum memulai pelajaran, dengan sikap yang ramah
dan penuh senyuman guru menyapa beberapa orang
siswa dan menanyakan mengenai keadaan dan
kesiapan masing-masing siswa untuk belajar. Bahkan
ada guru yang membuka pelajaran diawali dengan
nyanyian pendek dan selanjutnya menugaskan
seseorang siswa melanjutkan lagu tersebut.
b. Di awal pelajaran, guru membiasakan siswa untuk
berdoa secara bersama agar Tuhan senantiasa
memberikan kesehatan dan kemudahan dalam
memahami pelajaran. Selanjutnya, guru juga tidak lupa

61
memberikan pencerahan-pencerahan rohani kepada
para siswa agar mereka senantiasa saling menghormati
dan menghargai, kejujuran dan tanggung jawab bagi
setiap tugas yang diberikan.
c. Selama proses pembelajaran berlangsung, guru
senantiasa mengembangkan bentuk komunikasi yang
efektif, agar siswa dapat bertanya atau mengemukakan
pendapat dalam suasana yang menyenangkan dan
merasa tidak tertekan, tidak takut atau merasa
bersalah.

G Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Proses Pembelajaran


Faktor intern
a) Faktor jasmani:
1) Faktor kesehatan Sehat berarti dalam keadaan baik
segenap badan beserta bagian-bagiannya bebas dari
penyakit. Jika badan tidak sehat proses belajar
seseorang akan tergangu, selain itu juga akan cepat
lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, dan hal ini
semuanya akan menggangu proses pembelajara yang
sedang berlangsung.
2) Cacat tubuh Cacat tubuh adalah sesuatu yang
menyebabkan kurang baik mengenai tunuh. Faktor
kesehatan dan cacat tubuh merupakan salah satu
faktor penentu dalam berhasil atau tidaknya proses
pembelajaran. Karena jika seseorang pelajar itu sedang
sakit atau cacat, maka dalam proses pembelajaran
merekaAkan sering merasa terganggu dengan keadaan
fisik mereka sehingga pembelajaran tidak dapat
berlangsung dengan baik.

62
b) Faktor psikologis
1) Intelegensi Intelegensi sangat besar pengaruhnya pada
proses pembelajaran. Siswa yang mempunyai
intelegensi yang tinggi akan lebih berhasil dari pada
siswa yang berintelegensi rendah.
2) Perhatian Untuk dapat menjamin hasil belajar yang
baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap
bahan pelajaran yang dipelajarinya. Jika bahan
pelajaran tidak menjadi perhatian bagi siswa maka
akan timbul kebosanan, sehingga siswa tidak akan lagi
suka belajar.
3) Minat dan Bakat Minat dan bakat besar pengaruhnya
terhadap belajar. Karena bila bahan pelajaran yang
dipelajari tidak sesuai dengan minat ataupun bakat
siswa, maka siswa tidak akan belajar dengan sebaik-
baiknya.
4) Motif Motif sangatlah berkaitan erat dengan tujuan.
Jadi dalam proses pembelajaran haruslah diperhatikan
apa yang dapat mendorong siswa agar dapat belajar
dengan baik dan benar.
5) Kematangan dan Kesiapan Kematangan belum berarti
siswa dapat melaksanakan kegiatan secara terus
menerus untuk itu diperlukan latihan-latihan dan
pelajaran.
Kesiapan erat hubungannya dengan kematangan,
kesiapan tersebut berarti berupa kesiapan dalam melakukan
kecakapan (Muhibbin Syah, 2011: 63-64). Faktor-faktor yang
diuraikan sebelumnya dapat dilihat bahwa itulah semua faktor
yang ada pada diri siswa yang sangat berpengaruh dalam
proses pembelajaran. Jika faktor tersebut tidak dapat diatasi

63
maka nantinya akan dapat mengganggu keefektifitas proses
pembelajaran.
Faktor Ekstern
1) Faktor keluarga Keluarga membawa pengaruh yang
sangat besar dalam kehidupan setiap orang. Begitu
juga dalam proses pembelajaran. Siswa yang belajar
akan menerima pengaruh dari keluarga seperti cara
orang tua mendidik, hubungan antar keluarga, keadaan
ekonomi keluarga, suasana rumah, perhatian, dan
pengertian orang tua dan lainnya.
2) Faktor sekolah Faktor sekolah yang dapat
mempengaruhi proses pembelajaran adalah seperti
metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dan
siswa, hubungan siswa dengan siswa, disiplin sekolah,
alat pembelajaran, waktu sekolah dan lain sebagainya.
3) Faktor masyarakat Faktor masyarakat yang
mempengaruhi pembelajaran adalah kegiatan siswa
dalam masyarakat, massa media, teman bergaul, dan
bentuk kehidupan masyarakat.
Berdasarkan faktor ekstern yang diuraikan diatas
bahwa keluarga merupakan peletakan dasar-dasar pendidikan,
disini pendidikan berlangsung dengan sendirinya dengan
tatanan pergaulan yang berlaku didalamnya artinya tanpa
harus diumumkan atau dituliskan terlebih dahulu agar
diketahui dan diakui oleh seluruh anggota keluarga. Peletakan
dasar diletakkan dasar pengalaman melalui rasa kasih sayang
dan penuh kecintaan, kebutuhan akan kewibawaan dan nilai-
nilai kepatuhan. Kemudian sekolah adalah tempat bagi siswa
belajar mereka berhadapan denagn guru yang tidak
dikenalnya.

64
Menurut Dimyati dan Mudjiono “ Dalam motivasi
terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan,
menggerakkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu
belajar”(Muhibbin Syah, 2011: 140). Kemudian dalam
hubungannya dengan kegiatan belajar, yang penting
bagaimana menciptakan kondisi atau suatu proses yang
mengarahkan siswa itu melakukan aktivitas belajar. Dalam hal
ini tentu peran guru sangat penting. Bagaimana guru
melakukan usahausaha dapat menumbuhkan dan memberikan
motivasi agar siswanya melakukan aktivitas belajar dengan
baik.
Berdasarkan uraian diatas, bahwa belajar pada
dasarnya adalah suatu proses yang dialami siswa dalam
berinteraksi dengan lingkungannya sehingga menghasilkan
perubahan tingkah laku yang bersifat positif baik perubahan
dalam aspek pengetahuan, sikap, maupun psikomotorik,
perubahan tingkah laku tersebut dilihat dari adanya
penambahan dari perilaku sebelumnya yang tetap.
Tabel 3.1.
Asesmen Lingkungan yang Mendukung Pembelajaran
Berdiferensiasi

Apakah saya melihat…? Apakah kelas saya…?


Penggunaan ruang secara Menyambut, mengundang,
bijaksana sehingga meja dan dan menarik?
kursi dapat dengan cepat
dan mudah dikelompokkan
dengan berbagai
konfigurasi?
Ruang tempat siswa untuk Menjadi tempat di mana
saat tertentu bisa bekerja semua siswa telah
65
sendiri? menyetujui cara belajar
sehingga pekerjaan mereka
menyenangkan dan
produktif?
Sumber belajar yang Sebuah tempat dimana
bervariasi, perpustakaan, semua siswa mengetahui
gambar-gambar yang apa yang diharapkan dari
menarik, yang membuat mereka, dalam
siswa nyaman untuk belajar? pembelajaran dan
berinteraksi dengan orang
lain?
Ruang atau rak yang diberi Tempat dimana semua siswa
label dengan susunan yang bisa menginformasikan
baik? praktek pembelajaran secara
berkala?
Petunjuk atau arahan yang Tempat dimana guru hadir
jelas tentang tugas-tugas setiap saat, kepada individu,
kelompok maupun individu? kelompok kecil, ke seluruh
kelas?
Menggunakan teknologi Tempat dimana siswa
yang cocok, seperti teknologi memiliki pilihan dalam
asistif? pembelajarannya?
Bukti pemahaman siswa Tempat dimana semua siswa
terhadap tujuan saling menghormati dan
pembelajaran dan kriteria menghargai perbedaan?
keberhasilan?

H. Kesimpulan
Urgensi lingkungan belajar yang kondusif dalam
mendorong siswa belajar aktif yang merupakan lingkungan
sosial dalam pergaulan antara manusia, pergaulan antara guru
66
dengan siswa serta orang lainnya yang terlibat dalam interaksi
pendidikan. Lingkungan intelektual merupakan kondisi dan
iklim sekitar yang mendorong dan menunjang pengembangan
kemampuan berpikir. Lingkungan ini mencakup perangkat
lunak seperti sistem dan program-program pembelajaran,
perangkat keras seperti media dan sumber belajar serta
aktivitas pengembangan dan penerapan kemapuan berpikir.

Lingkungan lainnya adalah lingkungan nilai, yang


merupakan tata kehidupan nilai, baik nilai kemasyarakatan,
ekonomi, sosial, politik, estetika, etika maupun nilai
keagamaan yang hidup dan dianut dan suatu daerah atau
kelompok tertentu. Sebagaimana yang tertera dalam undang-
undang RI Nomor 20 Tahun 2003 Bab I Pasal I tentang sistem
Pendidikan Nasional dinyatakan bahwa “Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar
dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spritual keagagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Guru itu selalu berganti-ganti, kasih guru kepada siswa
tidak mendalam seperti kasih sayang orang tua kepada
anaknya, sebab guru dan siswa tidak terlibat oleh tali
kekeluargaan. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsure yang sangat fundamental dalam
penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini
berarti, bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan itu amat tergantung pada proses belajar yang
dialami siswa baik ketika ia berada di sekolah maupun di
lingkungan rumah atau keluarganya sendiri. Salah satu yang

67
perlu diperhatikan dalam melakukan kegiatan belajar dan
pembelajaran adalah motivasi belajar.
Jika motivasi belajar tidak ada dalam diri siswa, maka
yang terjadi adalah siswa kurang bergairah dalam mengikuti
pembelajaran atau melakukan kegiatan belajar. Jadi jika siswa
kurang memiliki motivasi untuk belajar, guru atau orang tua
harus berperan aktif untuk menumbuhkan motivasi dan juga
didukung oleh lingkungan sekolah yang kondusif pula.

68
BAB 4
Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar

A. Pendahuluan
Di dalam konteks berbangsa dan bernegara kurikulum
merupakan perangkat pembelajaran yang amat strategis untuk
menyemaikan dan membentuk konsepsi dan perilaku individu
tentang kesadaran identitas. Kesadaran identitas menurut
(Suwignyo, 2007:39) menunjuk pada kemampuan serta proses
memahami perubahan jati diri terkait cara berpikir,
kemandirian, dan orientasi pribadi (aspek internal-psikologis)
serta posisi, peran, dan tanggung jawab sosial individu (aspek
eksternal-sosiologis). Oleh karena itu, proses transformasi
sistem nilai, makna dan simbol material dan nonmaterial
dalam bidang kehidupan manusia mencakupi juga persoalan
ekonomi, religi, kekuasaan, pertanian, kelautan, keuangan,
kesehatan, pakaian, makanan, arsitektur, tata rumah, hukum,
hak milik, dan kemandirian alam pikir atau subjektivitas.
Konsepsi tersebut sejalan dengan Pembukaan UUD
1945, yakni mencerdaskan kehidupan bangsa, melindungi
segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan
kesejahteraan umum, serta ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dengan kata lain, relevansi kurikulum dengan
kesadaran identitas tercermin melalui pemaknaan yang
mendalam bahwa pendidikan yang mencerdaskan adalah
pendidikan dengan kurikulum yang mengarah pada
pembangunan Indonesia menjadi negara bangsa yang maju,
modern, bermoral, berdisiplin, beretos kerja tinggi, menguasai
kemampuan teknis dan profesional, memiliki sikap rasional

69
dan kemampuan intelektual, demokratis, bertanggung jawab,
serta makmur dan sejahtera.
Di dalam perspektif pembelajaran, kurikulum
merupakan seperangkat rencana yang berisi tujuan, isi, dan
bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Sesuai dengan konteks berbangsa
dan bernegara, kurikulum dalam perspektif ini haruslah
menjadi bagian dari penyemaian dan pembentukan konsepsi
dan perilaku individu tentang kesadaran identitas kebangsaan
dan kenegaraan.
Dengan demikian, kurikulum bukan hanya menjadi
hiasan selama pertemuan di ruang-ruang kelas antara pendidik
dengan siswa, melainkan bagian terpenting di dalam
mengubah karakteristik manusia Indonesia menjadi 18
karakteristik orientasi pengembangan kurikulum merdeka
belajar yaitu: maju, modern, bermoral, berdisiplin, beretos
kerja tinggi, menguasai kemampuan teknis dan profesional,
memiliki sikap rasional dan kemampuan intelektual,
demokratis, bertanggung jawab, serta makmur dan sejahtera.
Dalam era kekinian, tentulah produk kurikulum sudah
harus mengalami perubahan seiring dengan lahirnya Peraturan
Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi
Nasional Indonesia (KKNI) dan Permendikbud Nomor 3 Tahun
2020 tentang Standar Pendidikan Tinggi. Terdapat dua hal
esensial yang perlu dicermati bersama, yakni profil lulusan
serta capaian belajar (learning outcomes) atau sering disebut
dengan standar kompetensi lulusan dan kualifikasi capaian.

70
B. Kurikulum Merdeka Belajar
Dalam pelaksanaan pendidikan nasional di Indonesia
telah melaksanakan beberapa kurikulum sejak kemerdekaan
Indonesia tahun 1945. Kurikulum-kurikulum tersebut telah
berulang kali mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947,
1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, dan 2004, 2006 serta
yang terbaru adalah kurikulum 2013 (Ritonga, 2018).
Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi,
dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan bernegara. Sebab,
kurikulum sebagai seperangkat rencana pendidikan perlu
dikembangkan secara dinamis sesuai dengan tuntutan dan
perubahan yang terjadi di masyarakat sebagai suatu konsep
yang harus mampu menjawab semua tantangan yang ada di
mana kurikulum diterapkan.
UU No.20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 menyatakan
“kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan
mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan
pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Kurikulum diciptakan dengan tujuan untuk mempermudah
proses pendidikan. Nyatanya, kurikulum sering diubah yang
menyebabkan kebingungan di berbagai pihak yang
mengakibatkan proses pendidikan menjadi terhambat. Hingga
saat ini, perubahan kurikulum di Indonesia sering terjadi.
Dimulai dari tahun 1947 hingga tahun 2013 (lihat pada gambar
3.1). Hal ini menimbulkan banyak pro dan kontra, bahkan
menimbulkan ungkapan “ganti menteri ganti kurikulum”.

71
Gambar 3.1. sejarah Kurikulum diIndonesia
Kurikulum harus responsif dan komprehensif dalam
kehidupan sosial tidak overload, relevan, dan mampu
menyeimbangkan keberagaman dan keperluan dalam setiap
masa (Julaeha, 2019). Selain itu, kurikulum harus selalu
dinamis dan senantiasa dipengaruhi oleh perubahan dalam
faktor yang mendasarinya (Insani, 2019). Seiring
perkembangannya, kurikulum selalu berupaya untuk
memenuhi kebutuhan siswa. Salah satunya Kurikulum 2013
yang menjadi rujukan Pendidikan Nasional saat ini yang
sepenuhnya mendorong pembelajaran berpusat pada siswa.
Siswa dituntut untuk aktif dan kreatif dalam proses
pembelajaran dan guru dengan segala keilmuannya tidak
hanya berperan sebagai pengajar tapi dituntut untuk menjadi
inspirator. Pembelajaran lebih mengoptimalkan daya pikir dan
kreativitas siswa.
Mendikbud Nadiem Makarim mengubah kurikulum
2013 menjadi kurikulum MBKM (Merdeka Belajar Kampus
Merdeka) pada tahun 2019. Konsep MBKM terdiri dari dua
konsep yaitu “Merdeka Belajar” dan “Kampus Merdeka”.
Merdeka belajar adalah kebebasan berpikir dan kebebasan

72
inovasi (Ainia, 2020). Sedangkan kampus merdeka adalah
lanjutan program merdeka belajar untuk pendidikan tinggi.
Transformasi pendidikan melalui kebijakan merdeka
belajar merupakan salah satu langkah untuk mewujudkan
SDM Unggul Indonesia yang memiliki Profil Pelajar Pancasila
(Kemdikbud, 2021). Sejalan dengan World Economic Forum
(2016), pelajar harus memiliki 16 keahlian di abad ke-21.
Secara garis besar, 16 keahlian ini terbagi menjadi tiga yaitu
literasi, kompetensi, dan kualitas karakter. Selain itu, untuk
menghadapi perubahan sosbud, dunia kerja, dunia usaha, dan
kemajuan teknologi yang begitu pesat, siswa harus
dipersiapkan untuk dapat mengikuti perubahan ini.
Oleh sebab itu, setiap instansi pendidikan harus
mempersiapkan literasi bari dan oritentasi terbimbing dalam
bidang pendidikan (Lase, 2019). Persiapan lembga pendidikan
dapat dilakukan dengan cara merancang dan melaksanakan
proses pembelajaran yang inovatif agar siswa dapat meraih
capaian pembelajaran mencakup aspek kognitif, afektif, dan
psikomotorik secara optimal dan selalu relevan melalui
Kurikulum MBKM.
Secara filosofis, kurikulum seharusnya mampu
menghantarkan siswa menguasai ilmu pengetahuan dan
keterampilan tertentu, serta membentuk budi pekerti luhur,
sehingga dapat berkontribusi untuk menjaga nilai-nilai
kebangsaan, kebhinekaan, mendorong semangat kepedulian
kepada sesama bangsa dan umat manusia untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial yang berkeadilan serta
kejayaan bangsa Indonesia. Menurut Ornstein & Hunkins,
2014, kurikulum harus menjembatani siswa agar pengetahuan
yang dikaji dan dipelajari mampu mengantarkannya
memahami hakikat hidup dan memiliki kemampuan untuk

73
meningkatkan kualitas hidupnya baik secara individu, maupun
di masyarakat.
Secara sosiologis kurikulum yang bermutu juga harus
mampu mewariskan kebudayaan dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Dampak dari kurikulum demikian adalah
tumbuhnya kelincahan budaya (cultural agility) yang dianggap
sebagai mega kompetensi yang wajib dimiliki oleh calon
profesional di abad ke-21 ini dengan penguasaan minimal tiga
kompetensi yaitu, minimisasi budaya (cultural minimization,
yaitu kemampuan kontrol diri dan menyesuaikan dengan
standar, dalam kondisi bekerja pada tataran internasional)
adaptasi budaya (cultural adaptation), serta integrasi budaya
(cultural integration) (Caliguri, 2012).
Secara psikologis, kurikulum juga harus mampu: (1)
mendorong secara terus-menerus keingintahuan siswa dan
dapat memotivasi belajar sepanjang hayat; (2) kurikulum yang
dapat memfasilitasi siswa belajar sehingga mampu menyadari
peran dan fungsinya dalam lingkungannya; (3) kurikulum yang
dapat menyebabkan siswa berpikir kritis, dan berpikir tingkat
dan melakukan penalaran tingkat tinggi (higher order
thinking); (4) kurikulum yang mampu mengoptimalkan
pengembangan potensi (5) siswa menjadi manusia yang
diinginkan (Zais, 1976: 200); (6) kurikulum mampu
memfasilitasi siswa belajar menjadi manusia yang paripurna,
yakni manusia yang bebas, bertanggung jawab, percaya diri,
bermoral atau berakhlak mulia, mampu berkolaborasi, toleran,
dan menjadi manusia yang terdidik penuh determinasi
kontribusi untuk tercapainya cita-cita dalam pembukaan UUD
1945.

74
C. Implementasi Kurikulum Merdeka Belajar pada
Pembelajaran Berdiferensiasi
Perspektif model pembelajaran dalam sistem
pembelajaran dibangun berdasarkan perencanaan yang
relevan dengan tujuan, ranah belajar dan hierarkinya.
Pembelajaran dilaksanakan menggunakan berbagai strategi
dan teknik yang menantang, mendorong siswa untuk berpikir
kritis bereksplorasi, berkreasi dan bereksperimen dengan
memanfaatkan aneka sumber. Gambar 4.2 ini menjelaskan
dimensi kurikulum dalam suatu model pembelajaran.

Gambar 3.2.Dimensi Kurikulum dalam pembelajaran.


Metode Pembelajaran dapat dipilih untuk pelaksanaan
pembelajaran pada mata pelajaran meliputi diskusi kelompok,
simulasi, studi kasus, pembelajaran kolaboratif, pembelajaran
kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran
berbasis masalah, atau metode pembelajaran lain yang dapat
secara efektif pemenuhan capaian pembelajaran lulusan.
Setiap mata kuliah dapat menggunakan satu atau gabungan
dari beberapa metode pembelajaran dan diwadahi dalam
suatu bentuk Pembelajaran.

75
Bentuk pembelajaran dapat berupa kuliah, responsi
dan tutorial, seminar, praktikum (praktik studio, praktik
bengkel, praktik lapangan, praktik kerja), penelitian,
perancangan, atau pengembangan, pelatihan militer,
pertukaran pelajar, magang, wirausaha, dan/atau bentuk lain
pengabdian kepada masyarakat.
Opsi kebijakan pengembangan Kurikulum Merdeka ini
diberikan kepada satuan pendidikan sebagai tambahan upaya
untuk melakukan pemulihan krisis pembelajaran selama 2020-
2022 akibat adanya pandemi COVID-19. Kebijakan
Kemdikbudristek mengenai Kurikulum Nasional akan dikaji
ulang pada tahun 2024 berdasarkan evaluasi selama masa
pemulihan pembelajaran, merujuk pada kondisi di mana
pandemi COVID-19 yang menyebabkan kendala dan dampak
yang cukup signifikan dalam proses pembelajaran di satuan
pendidikan.
Hal tersebut, senada dengan penelitian yang
disampaikan Amalia & Sa’adah (2020), bahwa COVID-19 ini
memberikan dampak terhadap kegiatan belajar mengajar di
sekolah dengan beberapa tantangan yang perlu dihadapi
berkaitan dengan keterbatasan kemampuan adaptasi dan
penguasaan teknologi informasi oleh guru dan siswa, sarana
dan prasarana yang kurang memadai, akses internet terbatas,
serta kurangnya keinginan untuk menganggarkan. Kurikulum
2013 menjadi satu-satunya kurikulum yang digunakan pada
masa sebelum pandemi di satuan pendidikan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran. Pada masa di awal pandemi
tahun 2020 sampai dengan tahun 2021, Kemdikbudristek
mengeluarkan kebijakan untuk pengimplementasian
Kurikulum 2013 dan Kurikulum Darurat (Kurikulum 2013 yang
disederhanakan).

76
Pengimplementasian tersebut, juga menjadi rujukan
kurikulum bagi satuan pendidikan. Setelah itu, pada masa
pandemi tahun 2021 sampai dengan tahun 2022
Kemdikbudristek mengeluarkan kebijakan penggunaan
Kurikulum 2013, Kurikulum Darurat, dan Kurikulum Merdeka di
Sekolah Penggerak (SP) dan SMK Pusat Keunggulan (PK).
Di masa sebelum dan pandemi COVID-19,
Kemdikbudristek menerbitkan kebijakan untuk penggunaan
Kurikulum 2013 serta penyederhanaan Kurikulum 2013
menjadi kurikulum darurat yang diharapkan dapat
memberikan kemudahan bagi satuan pendidikan dalam
mengelola pelaksanaan proses pembelajaran dengan substansi
materi yang esensial. Keberadaan Kurikulum Merdeka di
SP/SMK-PK menjadi salah satu best practice sebagai upaya
perbaikan dan pemulihan krisis pembelajaran akibat
keberadaan pandemi COVID-19 yang diluncurkan pertama kali
tahun 2021.
Dalam pelaksanaannya, Kemdikbudristek juga
memberikan kebijakan untuk sekolah yang belum siap untuk
menggunakan Kurikulum Merdeka. Sekolah-sekolah tersebut
masih dapat menggunakan Kurikulum 2013 sebagai dasar
pengelolaan pembelajaran untuk pemulihan krisis
pembelajaran tahun 2022 sampai dengan tahun 2024. Begitu
juga Kurikulum Darurat yang merupakan modifikasi dari
Kurikulum 2013 masih dapat digunakan oleh satuan
pendidikan tersebut.
Selama proses pengimplementasian Kurikulum
Merdeka sebagai salah satu opsi bagi satuan pendidikan ini
dalam pelaksanaan proses pembelajaran, dilakukan proses
pendataan untuk melihat satuan pendidikan yang siap
melaksanakan Kurikulum Merdeka. Setelahnya, tahun 2022

77
menjadi penentuan kebijakan Kurikulum Nasional yang akan
dilakukan oleh Kemdikbudristek berdasarkan evaluasi
terhadap kurikulum pada masa pemulihan pembelajaran.
Hasil evaluasi ini nantinya akan menjadi acuan bagi
Kemdikbudristek dalam pengambilan kebijakan lanjutan pasca
pemulihan krisis pembelajaran. Pemulihan pembelajaran
pasca pandemi menjadi hal yang disoroti oleh
Kemdikbudristek karena dianggap sebagai hal yang penting.
Pada proses pemulihan ini, internet, big data, artificial
intelligence, 5G, dan komputasi awan akan banyak berkaitan
dengan pelaksanaan pendidikan pasca pandemi (Zhu & Liu,
2020). Hal tersebut juga senada dengan rencana dari
Kemdikbudristek yang melibatkan banyak teknologi, informasi,
dan komunikasi dalam proses pemulihan pembelajaran pasca
pandemi ini.

D. Tahapan Implementasi Kurikulum Merdeka


Implementasi Kurikulum Merdeka tidak dilaksanakan
secara serentak dan masif. Kemdikbudristek memberikan
kebijakan mengenai keleluasaan satuan pendidikan dalam
mengimplementasikan kurikulum sesuai dengan tingkat
kesiapannya. Beberapa program yang mendukung
Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) adalah dengan
program Sekolah Penggerak (SP) dan Sekolah Menengah
Kejuruan Pusat Keunggulan (SMK-PK).
Pada program tersebut Kemdikbudristek memberikan
dukungan dalam IKM mendapatkan pengalaman yang baik
dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka. Best
practice dan konten pembelajaran dalam IKM pada SP/SMK-PK
teridentifikasi dengan baik dan digambarkan dapat menjadi
contoh bagi satuan pendidikan lainnya. Penyediaan dukungan

78
IKM yang diberikan oleh Kemdikbudristek adalah upaya dari
Kemdikbudristek untuk memberikan dukungan pembelajaran
IKM secara mandiri dan dukungan pendataan IKM jalur
mandiri.
Dukungan-dukungan yang diberikan oleh Kemdikbud
ristek tadi kemudian akan memperlihatkan calon satuan
pendidikan yang terdata berminat untuk pelaksanaan IKM.
Calon satuan pendidikan tersebut kemudian akan memperoleh
pendampingan pembelajaran untuk mengimplementasikan
Kurikulum Merdeka jalur mandiri, sehingga guru, kepala
sekolah, pengawas serta stakeholder dapat mengadakan
kegiatan berbagi best practice dalam pelaksanaan Kurikulum
Merdeka baik dalam bentuk seminar maupun lokakarya secara
mandiri.
Hasil pendataan yang sebelumnya dilakukan oleh
Kemdikbudristek akan diperoleh data kesiapan satuan
pendidikan dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka
jalur mandiri, sehingga dapat terpetakan satuan pendidikan
mana yang akan memperoleh dukungan berupa
pendampingan di bawah Kemdikbudristek dalam menjalankan
IKM jalur mandiri.
Berbagai best practice dan konten pembelajaran dari
Kurikulum Merdeka jalur mandiri teridentifikasi dengan jelas
sehingga menjadi fokus pada pendampingan oleh
Kemdikbudristek nantinya. Pendampingan ini mengarahkan
pengimplementasian IKM menjadikan pembelajaran yang
lebih aktif dan adaptif dengan memberikan keleluasaan bagi
satuan pendidikan untuk menjalankan proses pembelajaran
yang berorientasi pada proyek pembelajaran.
SP/SMK-PK yang telah mengimplementasikan
Kurikulum Merdeka dapat saling berbagi pengalaman best

79
practice dan pembelajaran, sehingga diharapkan akan
terbentuk jejaring dukungan antar guru dan tenaga
kependidikan untuk berbagi konten pembelajaran dan best
practice Kurikulum Merdeka. Komunitas yang berkembang
diharapkan dapat mendukung ekosistem yang siap
menerapkan Kurikulum Merdeka secara nasional pada tahun
2024 yang secara masif dan terarah.
Jejaring dukungan antar guru ini sangat membantu
sebagai ekosistem yang baik untuk mendukung
pengimplementasian suatu program dalam proses
pembelajaran seperti yang disampaikan dalam penelitian yang
dilakukan Apriliyanti dkk. (2022), menjadi salah satu sarana
bagi guru untuk berbagi metode, strategi dan pengalaman
dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran khususnya di masa
pandemi.

E. Strategi IKM Jalur Mandiri


Kurikulum Merdeka yang menjadi kebijakan dari
Kemdikbudristek pelaksanaannya direncanakan dimulai pada
2021 yang diterapkan pada Sekolah Penggerak. Pada tahun
2022, Kemdikbudristek akan mencoba untuk melakukan
pendataan yang nantinya akan menjadi dasar pada penerapan
Kurikulum Merdeka ini ke depannya di satuan pendidikan.
Terdapat beberapa strategi IKM jalur mandiri yang
dipetakan oleh Kemdikbudristek di mana strategi ini juga akan
dijadikan tindak lanjut dari kebijakan tersebut.
Strategi pertama, yakni Rute Adopsi Kurikulum
Merdeka Secara Bertahap. Dalam pendekatan strategi ini
berfokus pada upaya bagaimana memfasilitasi satuan
pendidikan untuk mengenali kesiapannya sebagai dasar dalam
menentukan pilihan IKM serta untuk memberikan umpan balik

80
berkala setiap 3 bulan. Hal tersebut dilakukan untuk
memetakan kebutuhan penyesuaian dukungan IKM baik dari
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.
Strategi kedua, yakni Menyediakan Asesmen dan
Perangkat Ajar (High Tech). Pada strategi kedua ini,
pendekatan strategi difokuskan pada penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi yang berfungsi dalam menyediakan
beragam pilihan asesmen dan perangkat ajar (buku teks,
modul ajar, contoh proyek, contoh kurikulum) dalam bentuk
digital. Asesmen dan perangkat ajar tersebut dapat digunakan
satuan pendidikan dalam melakukan pembelajaran
berdasarkan Kurikulum Merdeka.
Strategi ketiga, yakni dengan Menyediakan Pelatihan
Mandiri dan Sumber Belajar Guru (High Tech), di mana pada
pendekatan strategi ini juga menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi sebagai alat bantunya. Penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi ini berfungsi dalam melakukan
pelatihan mandiri Kurikulum Merdeka yang dapat diakses
secara daring oleh guru dan tenaga kependidikan untuk
memudahkan adopsi Kurikulum Merdeka disertai sumber
belajar dalam bentuk video, podcast, atau ebook yang juga
dapat didistribusikan melalui media penyimpanan. Pada
strategi kedua dan ketiga ini, lebih difokuskan pada
penggunaan teknologi untuk implementasi Kurikulum
Merdeka. Di masa pandemi COVID-19, teknologi memegang
peranan yang begitu penting dalam pelaksanaan pendidikan.
Keberadaan teknologi ini menjadi jembatan baik dalam
segi teknis pelaksanaan maupun sumber belajar agar terjadi
pembelajaran jarak jauh yang terjadi karena adanya batasan
dalam pelaksanaan pendidikan akibat pandemi (Churiyah et
al., 2020). Strategi keempat, yakni Menyediakan

81
Narasumber Kurikulum Merdeka (High Touch). Pada strategi
keempat ini, pendekatan strategi yang digunakan adalah
dengan menyediakan narasumber kurikulum merdeka dari
Sekolah Penggerak/SMK PK yang telah mengimplementasikan
Kurikulum Merdeka.
Dalam pelaksanaan strategi ini dapat dilakukan dalam
bentuk webinar atau pertemuan luring yang diadakan
Pemerintah Daerah atau satuan pendidikan baik dalam bentuk
seminar tatap muka, lokakarya, maupun pertemuan lainnya.
Strategi kelima, yakni Memfasilitasi Pengembangan
Komunitas Belajar (High Touch). Strategi kelima ini berfokus
pada pemanfaatan komunitas belajar dibentuk oleh lulusan
Guru Penggerak maupun diinisiasi pengawas sekolah sebagai
wadah saling berbagi best practice dalam mengadopsi
Kurikulum Merdeka di internal satuan pendidikan maupun
lintas satuan pendidikan. Komunitas belajar dapat
menciptakan ruang berbagi dan terbuka dalam proses
pembelajaran.
Pada strategi keempat dan kelima, strategi difokuskan
pada pertemuan-pertemuan baik dengan pertemuan yang
menghadirkan narasumber maupun dengan komunitas belajar.
Hal tersebut senada dengan yang disampaikan oleh Mutiani
dkk. (2019), bahwa untuk menciptakan ruang terbuka antara
guru, siswa, dan akademisi ketika melaksanakan aktivitas
pembelajaran termasuk saling berbagi dalam implementasi
Kurikulum Merdeka dapat dilakukan dengan pelibatan
komunitas.
Strategi Implementasi Kurikulum Merdeka jalur mandiri
yang diawali dengan pendataan yang dilakukan oleh
Kemdikbudristek dimaksudkan untuk melihat kesiapan satuan
pendidikan dalam mengimplementasikan Kurikulum Merdeka.

82
Harapan dari pendataan ini adalah Kemdikbudristek dapat
melihat sejauh mana kesiapan satuan pendidikan yang
nantinya akan mengimplementasikan Kurikulum Merdeka ke
depannya dan tidak memaksakan implementasi secara masif.

F. Pilihan Implementasi Kurikulum Merdeka jalur mandiri


Pilihan IKM yang ditawarkan oleh Kemdikbudristek
sejak awal memberikan keleluasaan kepada satuan pendidikan
untuk menentukan pilihan pelaksanaan IKM berdasarkan
angket kesiapan IKM. Angket IKM ini sebagai tolak ukur bagi
satuan pendidikan dalam menilai bagaimana kesiapan guru
dan tenaga kependidikan dalam melaksanakan Kurikulum
Merdeka dalam satuan pendidikan.
Pada angket tersebut tidak ada pilihan yang paling
benar, semua akan menyesuaikan dengan kesiapan satuan
pendidikan itu sendiri. Angket kesiapan memberikan pilihan
yang paling sesuai terkait kesiapan satuan pendidikan, di mana
angket tersebut menggambarkan bahwa semakin sesuai maka
semakin efektif Implementasi Kurikulum Merdeka yang akan
dilaksanakan di satuan pendidikan tersebut.
1. Pilihan pertama adalah Mandiri Belajar, di mana pilihan
tersebut memberikan kebebasan kepada satuan
pendidikan untuk menerapkan beberapa bagian dan
prinsip dari Kurikulum Merdeka, tanpa harus
mengganti kurikulum satuan pendidikan yang sedang
diterapkan pada satuan pendidikan PAUD, kelas 1, 4, 7,
dan 10.
2. Pilihan kedua yaitu Mandiri Berubah yang memberikan
keleluasaan kepada satuan pendidikan pada saat
menerapkan Kurikulum Merdeka dengan menggunakan

83
perangkat ajar yang sudah disediakan pada satuan
pendidikan PAUD, kelas 1, 4, 7, dan 10.
3. Kemudian pilihan ketiga merupakan Mandiri Berbagi, di
mana pilihan ketiga ini memberikan keleluasaan
kepada satuan pendidikan dalam menerapkan
Kurikulum Merdeka dengan mengembangkan berbagai
perangkat ajar pada satuan pendidikan PAUD, kelas 1,
4, 7, dan 10 secara mandiri.
Kesiapan satuan pendidikan menjadi hal yang
diperhatikan dalam pengimplementasian Kurikulum Merdeka
ini. Guru sebagai pelaksana kegiatan pembelajaran di sekolah
yang harus mempersiapkan diri untuk pengimplementasian
Kurikulum Merdeka ini cepat atau lambat. Pernyataan tersebut
senada dengan hasil penelitian dari Rosidah dkk. (2021),
bahwa guru dalam pengimplementasian Kurikulum Merdeka
ini perlu banyak belajar agar lebih terampil dan mudah dalam
melaksanakannya.
Peran Platform Merdeka Mengajar dalam Implementasi
Kurikulum Merdeka Kemdikbudristek mengembangkan
Platform Merdeka Mengajar (PMM). PMM ini merupakan
platform edukasi yang menjadi media penggerak untuk para
guru dalam mewujudkan Pelajar Pancasila. Platform ini
memiliki fitur Belajar, Mengajar, dan Berkarya untuk
mendukung pelaksanaan IKM ini.
PMM menyediakan berbagai referensi bagi guru untuk
mengembangkan praktik mengajarnya yang sesuai dan sejalan
dengan Kurikulum Merdeka. Fitur “Belajar” pada PMM
memberikan fasilitas pelatihan mandiri yang dapat diakses
oleh guru sebagai sebuah kesempatan untuk guru dan tenaga
kependidikan dalam memperoleh materi pelatihan berkualitas
dengan mengaksesnya secara mandiri. Menurut penelitian

84
Susilawati dkk. (2021) ini juga menjelaskan bahwa PMM
menjadi salah satu wadah yang dapat digunakan untuk guru
dalam mendukung proses pengimplementasian Kurikulum
Merdeka khususnya di masa pasca pandemi COVID-19.
Fitur lain dari PMM ini adalah video inspirasi. Fitur ini
memberikan akses kepada guru dan tenaga kependidikan
untuk memperoleh beragam video inspiratif yang diharapkan
dapat membantu untuk mengembangkan kualitas dari
kompetensi guru serta tenaga kependidikan dalam IKM.
PMM mendorong guru untuk terus berkarya dan
menyediakan wadah berbagi best practice. Dalam fitur
“Mengajar”, terdapat fitur perangkat ajar yang dapat
digunakan oleh guru dan tenaga kependidikan untuk
keperluan mengembangkan diri dan kompetensinya. Saat ini,
tersedia lebih dari 2000 referensi perangkat ajar berbasis
Kurikulum Merdeka yang dapat dimanfaatkan.
PMM dapat menjadi salah satu solusi untuk
menciptakan sinergi kolaborasi antara sekolah, pemerintah,
masyarakat, dan para pemangku kepentingan (Susilawati et al.,
2021). Selanjutnya adalah fitur asesmen siswa yang
dikembangkan untuk membantu guru dan tenaga
kependidikan melakukan analisis diagnostik terkait
kemampuan siswa dalam literasi dan numerasi dengan cepat.

G. Kesimpulan
Pengimplementasian Kurikulum Merdeka ini
mengedepan kan kolaborasi komunitas belajar, di mana
komunitas belajar ini penting untuk menciptakan ruang
terbuka dalam proses pelaksanaan pembelajaran (Mutiani et
al., 2020). PMM yang dikembangkan diharapkan mampu
menjadi media dan teman bagi guru dalam pelaksanaan IKM

85
dengan menggunakan semangat kolaborasi dan saling berbagi.
Konten-konten yang dikembangkan oleh Kemdikbudristek
dapat memberikan pemahaman yang lebih saat implementasi
dan pembelajaran di satuan pendidikan yang telah ikut serta
dalam IKM. Dari pelaksanaan IKM yang memanfaatkan PMM
ini dapat terlihat bagaimana teknologi dimanfaatkan dalam
pelaksanaan proses pembelajaran khususnya pada masa pasca
pandemi COVID-19 (Churiyah et al., 2020)

86
BAB 5
Penilaian Berkelanjutan

A. Pendahuluan
Penilaian berkelanjutan merupakan suatu proses
pengumpulan, pelaporan, dan pengunaan informasi tentang
hasil belajar siswa dengan menerapkan prinsipprinsip
penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti autentik,
akurat, dan konsisten. Sedangkan standar kompetensi adalah
kemampuan minimal yang harus dicapai setelah anak didik
menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu pada setiap
jenjang pendidikan yang diikutinya.
Prinsip penilaian berkelanjutan ada yang berlaku
umum seperti, validitas, Reliabilitas, Adil dan Obyektif,
Kontinyu (terus menerus), Konfrehensif (menyeluruh),
Praktibilitas, Ekonomis, Terfokus pada kompetensi, Mendidik,
Transparan, dan Bermakna sedangkan prinsip berlaku khusus
yaitu apapun jenis penilaiannya, harus memungkinkan adanya
kesempatan yang terbaik bagi peserta didik untuk
menunjukkan apa yang mereka ketahui dan pahami, serta
mendemonstrasikan kemampuan yang dimilikinya dan setiap
guru harus mampu melaksanakan prosedur pembelajaran dan
pencatatan secara tepat prestasi yang dicapai siswa

B. Pengertian Penilaian Berkelanjutan


Berkelanjutan dalam konteks ini, adalah penilaian yang
direncanakan dan dilakukan terus-menerus, guna mendapat-
kan gambaran yang utuh mengenai perkembangan
penguasaan kompetensi oleh siswa, baik sebagai efek langsung
main effect, maupun efek pengiring nurturant effect dari
proses pembelajaran. Bagaimana guru tersebut

87
menggunakan informasi yang didapatkan dari proses
penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat
menentukan siswa mana yang masih ketinggalan, atau
sebaliknya, siswa mana yang sudah lebih dulu mencapai
tujuan belajar yang ditetapkan.
Menentukan strategi dan alat penilaian yang akan
digunakan (tentukan bentuk penilaian akhir yang merupakan
kombinasi portofolio, proyek, dan tertulis kemudian buat
rubrik penilaiannya sehingga guru tahu posisi siswa ada di
mana dan kendala apa yang dihadapinya)
Prinsip penilaian berkelanjutan pada pembelajaran
berdiferen- siasi adalah penilaian berdasarkan kriteria yang
sudah ditentukan oleh guru, bukan penilaian berdasarkan
norma. Sebelum melakukan penilaian akhir (evaluasi sumatif),
guru perlu banyak memberikan umpan balik pada asesmen–
asesmen yang dilakukan selama pembelajaran (penilaian
proses), sehingga peserta didik dapat mengetahui kesalahan
yang dilakukan dan dapat memperbaiki diri sebelum adanya
evaluasi akhir (penilaian hasil belajar).
Prinsip penilaian berkelanjutan pada pembelajaran
berdiferen- siasi adalah penilaian berdasarkan kriteria yang
sudah ditentukan oleh guru, bukan penilaian berdasarkan
norma. Sebelum melakukan penilaian akhir (evaluasi sumatif),
guru perlu banyak memberikan umpan balik pada asesmen–
asesmen yang dilakukan selama pembelajaran (penilaian
proses), sehingga peserta didik dapat mengetahui kesalahan
yang dilakukan dan dapat memperbaiki diri sebelum adanya
evaluasi akhir (penilaian hasil belajar).
Penampilan mengacu pada pencapaian peserta didik
terhadap kriteria yang telah ditentukan oleh guru sesuai
dengan tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Penilaian

88
Proses adalah penilaian terhadap kebiasaan peserta didik
dalam mengerjakan tugas dan keterlibatan dalam
pembelajaran selama mengikuti proses pembelajaran.
Sementara penilaian berkelanjutan adalah penilaian
untuk melihat kemajuan peserta didik dari tugas pertama
sampai dengan tugas terakhir. Melalui berbagai tugas, guru
dapat memberikan penilaian proses. Penilaian proses tersebut
dikumpulkan menjadi satu portofolio bagi peserta didik. Guru
menilai sejauh mana perkembangan atau kemajuan peserta
didik dari setiap tugasnya.
Setiap orang akan selalu belajar, artinya aktivitas
belajar itu tidak terhenti, akan tetapi terus berlanjut. Begitu
juga bagi para siswa yang sedang belajar akan terus belajar
sampai mencapai hasil yang diharapkan. Dalam hal ini
memang tidak ada istilah gagal, tetapi hanya belum
mencapainya. Setiap siswa pada saatnya nanti akan dapat
mencapai hasil belajar yang diharapkan. Hal ini sesuai dengan
konsep belajar tuntas dan berkelanjutan.
Kurikulum dengan pendekatan kompetensi sangat
cocok dengan konsep dan prinsip belajar berkelanjutan. Begitu
juga untuk sistem penilaian, sesuai dengan amanat dari
kurikulum 2006 atau KTSP, akan dikembangkan sistem
penilaian kelas yang berkelanjutan. Ciri-ciri dari sistem
penilaian berkelanjutan itu adalah (Saidihardjo, 2003):
a. Dilakukan untuk menyeimbangkan berbagai aspek
pembelajaran: kognitif, afektif, dan Pengetahuan
Sosialikomotorik, dengan menggunakan berbagai
dan model penilaian , formal dan tidak formal
secara berkesinambungan.
b. Merupakan suatu proses pengumpulan pelajaran
dan penggunaan informasi tentang hasil belajar

89
siswa dengan menerapkan prinsip penilaian
berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat dan
konsisten sebagai akuntabilitas publik.
c. Merupakan proses identifikasi pencapaian
kompetensi dan hasil belajar yang dikemukakan
melalui pernyataan yang jelas tentang standar yang
harus dan telah dicapai disertai dengan peta
kemajuan hasil belajar siswa.
d. Penilaian dilaksanakan secara terpadu dengan
kegiatan pembelajaran dengan mengumpulkan
kerja siswa (portofolio), produk, kinerja dan tes
tertulis siswa.

C. Fungsi Penilaian Berkelajutan


Penilaian adalah serangkaian kegiatan untuk
memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang
proses belajar dan hasil belajar siswa yang dilakukan secara
sistematis dan berkesinambung an, sehingga menjadi
informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan
pembelajaran. Dalam pelaksanaannya instrumen atau alat
ukur yang digunakan dalam penilaian dapat berbentuk tes
atau nontes.
Sesuai dengan tujuan belajar, maka alat penilaian itu
harus dapat mengungkapkan hasil penguasaan kompetensi
baik pada tataran aspek kognitif, afektif maupun
psikomotorik. Penguasaan kompetensi itu akan terlihat dari
seberapa banyak indikator-indikator dari kemampuan dasar
yang muncul dan tercapai ketika dievaluasi.
Di samping sebagai alat untuk mengetahui ketercapaian
indikator, penilaian kelas dan berkelanjutan itu dapat
berfungsi untuk:

90
a. Mengetahui dan memantau tingkat kemajuan dan
kesulitan belajar siswa, sehingga memungkinkan
untuk memberikan pembelajaran dan remidiasi
untuk memenuhi kebutuhan siswa sesuai dengan
kemajuan dan kemampuannya.
b. Memberikan umpan balik bagi siswa untuk
mengetahui kemampuan dan kekurangannya
sehingga menimbulkan motivasi untuk
memperbaiki hasil belajarnya.
c. Memberikan masukan bagi guru untuk
memperbaiki program pembelajarannya.
d. Memotivasi para siswa untuk mencapai
kompetensi yang telah ditentukan walaupun
dengan pendekatan belajar yang berbeda-beda.
e. Memberikan informasi yang lebih komunikatif
kepada masyarakat tentang efektifitas
pembelajaran dan pendidikan sehingga masyarakat
dapat meningkatkan partisipasinya di bidang
pendidikan.
D. Prinsip-prinsip Penilaian Berkelanjutan
Prinsip-prinsip penilaian yang berlaku umum, yaitu:
a. Berorientasi pada kompetensi dan indikator
ketercapaian hasil belajar.
Sistem penilaian mengacu pada indikator ketercapaian
hasil kemampuan dasar yang sudah ditetapkan dari
setiap standar kompetensi. Dengan demikian hasil
penilaian akan memberikan gambaran mengenai
perkembangan pencapaian kompetensi.
b. Menyeluruh.
Penguasaan kompetensi hendaknya menyeluruh, baik
menyangkut standar kompetensi, kompetensi dasar,

91
indikator pencapaian, maupun aspek-aspek intelektual,
sikap dan tindakannya, beserta keseluruhan proses
dalam upaya penguasaan kompetensi tersebut.
c. Berkelanjutan.
Di samping menyeluruh, penilaian hendaknya
dilakukan secara berkelanjutan (direncanakan dan
dilakukan terus-menerus) guna mendapatkan
gambaran yang utuh mengenai perkembangan
penguasaan kompetensi oleh siswa, baik sebagai efek
langsung (main effect) maupun efek pengiring
(nurturant effect) dari proses pembelajaran.
d. Sesuai dengan pengalaman belajar.
Sistem penilaian harus disesuaikan dengan
pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses
pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran
menggunakan pendekatan tugas kunjungan lapangan
maka evaluasi harus diberikan baik pada proses
(keterampilan proses) misalnya teknik wawancara,
maupun produk/hasil melakukan kunjungan lapangan
yang berupa informasi yang dibutuhkan.
f. Mendidik.
Penilaian harus memberi sumbangan positif terhadap
pencapaian hasil belajar siswa. Hasil penilaian untuk
siswa yang berhasil harus dinyatakan dan dapat
dirasakan sebagai penghargaan. Demikian juga hasil
penilaian bagi siswa yang kurang berhasil dapat
dijadikan sebagai pemicu semangat belajar.
g. Terbuka.
Kriteria penilaian dan dasar pengambilan keputusan
harus terbuka bagi semua pihak. Dalam istilah lain
disebut obyektif. Penilaian yang terbuka menjadikan

92
siswa tidak akan merasa dicurangi, disisihkan atau
tidak disenangi oleh guru.
h. Menggunakan prinsip Penilaian Acuan Patokan (PAP).
Sebelumnya sudah ditentukan standar atau patokan
sebagai gambaran kompetensi siswa. Pada prinsipnya
setiap siswa dapat mencapai standar, hanya mungkin
waktunya bisa berbeda-beda.

E. Langkah Pengembangan Sistem Penilaian Berkelanjutan.


Dalam pengembangan sistem penilaian terhadap
pencapaian kompetensi dasar, diperlukan tiga tahapan utama
yaitu:
a. Penjabaran Standar Kompetensi (SK) menjadi Kompetensi
Dasar (KD).
Standar Kompetensi adalah rumusan unjuk kerja atau
kemampuan yang harus dimiliki atau dilakukan siswa
setelah melakukan pembelajaran. Standar kompetensi ini
kemudian dijabarkan menjadi beberapa kompetensi
dasar. Kompetensi Dasar adalah kompetensi atau
kemampuan minimal dalam mata pelajaran yang harus
dimiliki oleh lulusan atau kemampuan minimal yang harus
ditampilkan siswa setelah melakukan pembelajaran suatu
materi atau mata pelajaran. Rumusan kompetensi dasar ini
harus menggunakan kata kerja yang operasional.
b. Penjabaran Kompetensi Dasar menjadi Indikator.
Indikator adalah karakteristik, ciri-ciri, tanda-tanda,
perbuatan, atau respon, yang harus dilakukan atau
ditampilkan oleh siswa untuk menunjukkan bahwa dia telah
menguasai kompetensi dasar. Perumusan indikator
menggunakan kata kerja yang operasional, agar dapat
diukur dan dibuat soal ujiannya. Kata kerja yang digunakan

93
sama dengan kata kerja pada kompetensi dasar, namun
cakupan materinya lebih sempit lagi. Setiap kompetensi
dasar dapat dikembangkan menjadi beberapa indikator
tergantung dari jumlah materi pokok yang diperlukan untuk
mencapainya.
c. Penjabaran Indikator menjadi Butir Soal.
Setiap indikator dapat dikembangkan menjadi beberapa
butir soal. Butir soal dirumuskan dalam bentuk yang sesuai
dengan kegunaannya, misalnya untuk tugas, tes formatif
atau sumatif.

F. Penyusunan Instrumen Penilaian.


a. Jenis Penilaian.
Penilaian merupakan kegiatan yang harus
ditujukan/dilakukan oleh siswa untuk menunjukkan hasil
belajar yang telah dicapainya. Jenis penilaian yang dapat
digunakan dalam sistem penilaian kompetensi setiap mata
pelajaran antara lain:
1) Kuis, bentuknya berupa isian singkat dan menanyakan
hal-hal yang bersifat prinsip. Biasanya dilakukan
sebelum pelajaran dimulai, kurang lebih 15 menit. Kuis
dilakukan untuk mengungkap kembali penguasaan
pelajaran oleh siswa atau mengungap hasil
pengamatan lapangan yang telah dilakukan siswa.
2) Pertanyaan lisan di kelas, yaitu pertanyaan-
pertanyaan yang diucapkan oleh guru dengan tujuan
memperkuat pemahaman terhadap konsep, prinsip,
atau teorema. Teknik bertanya yang baik adalah
mengajukan pertanyaan dengan singkat dan tegas,
memberi waktu selang, kemudian memilih siswa
secara acak untuk menjawab. Pertanyaan lisan di kelas

94
bermanfaat untuk mengecek dan mengetahui
kemampuan siswa secara langsung sehingga materi
yang belum dikuasi dapat diulas sebagai bentuk
remedial bagi yang belum difahami.
3) Ulangan harian, adalah ujian yang dilakukan setiap
saat, misalnya 1 atau 2 materi pokok selesai diajarkan.
Bentuk soal yang digunakan sebaiknya berupa uraian
objektif atau non-objektif. Tingkat berpikir yang
terlibat sebaiknya mencakup pemahaman, aplikasi,
dan analisis.
4) Tugas individu, yaitu tugas yang diberikan kapan saja,
biasanya untuk memperkaya materi pembelajaran,
atau untuk persiapan program pembelajaran tertentu.
Tingkat berpikir yang terlibat sebaiknya aplikasi dan
analisis, bila mungkin sampai sintesis dan evaluasi.
Tugas individu dalam pembelajaran geografi dapat
digunakan untuk pengamatan gejala dan fenomena
geografi di lingkugan siswa.
5) Tugas kelompok, yaitu tugas seperti pada butir 4,
tetapi dikerjakan oleh kelompok-kelompok siswa (5-7
orang). Jenis tugas ini digunakan untuk menilai
kemampuan kerjasama di dalam kelompok. Bentuk
soal yang digunakan adalah uraian bebas dengan
tingkat berpikir tinggi, yaitu aplikasi sampai evaluasi.
Tugas kelompok dalam geografi dapat digunakan untuk
melaksanakan tugas proyek yang dijadikan bukti
autentik dalam prosedur portofolio.
6) Ujian Sumatif, yaitu ujian yang dilaksanakan di akhir
pembelajaran setiap satu Standar Kompetensi atau
beberapa satuan Kompetensi Dasar. Dalam sistem
penilaian kompetensi dasar ujian sumatif tidak identik

95
dengan ujian semester. Ujian sumatif dilaksanakan
setiap akhir dari proses pembelajaran yang meliputi 3-
5 kompetensi dasar, atau satu standar kompetensi.
Bagi anak yang dapat belajar dengan cepat, sistem ini
sangat menguntungkan, karena seluruh kompetensi
dapat dicapai selama kurang dari tiga tahun. Bentuk
soal yang dipakai dalam ujian semester ataupun
sumatif sebaiknya berupa tes objektif dengan seluruh
variasinya.
7) Responsi atau Ujian Praktik Bentuk ini dipakai untuk
mata pelajaran yang ada kegiatan praktikumnya. Ujian
responsi bisa dilakukan di awal praktik atau akhir
praktik.
8) Laporan Kerja Praktik
Bentuk ini dipakai untuk mata pelajaran yang ada
kegiatan praktikumnya. Siswa biasa diminta untuk
mengamati suatu gejala dan melaporkannya. Bentuk
instrumen dapat dikatagorikan menjadi dua, yaitu tes
dan non tes
Sistem penilaian berbasis kemampuan dasar yang
direncanakan dalam sistem penilaian yang berkelanjutan.
Penilaian berkelanjutan adalah penilaian yang melibatkan
semua indikator melalui pengembangan soal yang terkait
hasilnya dianalisis untuk menentukan kemampuan dasar mana
yang telah atau belum dimiliki siswa serta kesulitan-kesulitan
yang dihadapinya. Untuk mengevaluasi hasil pembelajaran
berdasarkan prinsip kontinuitas diperlukan tagihan kepada
siswa untuk mengetahui penguasaan materi pembelajaran
yang dilakukan. Tagihan adalah cara bagaimana ujian
(penilaian) dilakukan.

96
G. Kesimpulan
Berkelanjutan dalam konteks ini, adalah penilaian yang
di- rencanakan dan dilakukan terus-menerus, guna mendapatk
an gambaran yang utuh mengenai perkembangan penguasaan
kompetensi oleh siswa, baik sebagai efek langsung main effect,
maupun efek pengiring nurturant effect dari proses
pembelajaran.
Berkelanjutan dalam konteks ini, adalah penilaian yang
direncanakan dan dilakukan terus-menerus, guna men-
dapatkan gambaran yang utuh mengenai perkembangan
penguasaan kompetensi oleh siswa, baik sebagai efek
langsung main effect, maupun efek pengiring nurturant effect
dari proses pembelajaran.
Penilaian berkelanjutan diharapkan mempunyai makna
yang saling berhubungan dan memiliki pengaruh bagi semua
pihak. Untuk itu, penilaian berbasis kelas hendaknya mudah
dipahami dan dapat ditindak lanjuti oleh pihak-pihak yang
berkepentingan. Hasil penilaian hendaknya mencerminkan
gambaran yang utuh tentang prestasi peserta didik yang di
dalamnya mengandung informasi keunggulan dan kelemahan,
minat dan tingkat penguasaan siswa dalam pencapaian
kompetensi yang telah dipersyaratkan.
Adapun prinsip khusus penilaian berkelanjutan harus
memungkinkan adanya kesempatan yang terbaik bagi siswa
untuk menunjukkan apa yang mereka ketahui dan pahami,
serta mendemonstrasikan kemampuan yang dimilikinya.
Setiap guru harus mampu melaksanakan prosedur PBK dan
pencatatan secara tepat prestasi yang dicapai siswa.

97
BAB 56
Guru Menanggapi Atau Merespon
Kebutuhan Belajar Siswa

A. Pendahuluan
Dalam kegiatan belajar, seorang pendidik perlu
mengenali kebutuhan belajar peserta didik melalui kegiatan
identifikasi. Kata identifikasi berasal dari bahasa Inggris. Asal
kata to identify sebagai kata kerja, dan identification sebagai
benda. To identify secara sederhana artinya adalah mengenali.
Dalam tulisan ini identifikasi kebutuhan belajar artinya ialah
mengenali kebutuhan belajar calon peserta didik atau
sekelompok orang tertentu yang akan menjadi sasaran didik.
Setiap orang memiliki kebutuhan belajar, dan sepanjang
kehidupan manusia perlu belajar, oleh karena itu manusia
perlu belajar sepanjang hayatnya. Dengan belajar manusia
mempertahankan eksistensi kemanusiaannya. Kebutuhan
manusia memang tidak ada batasnya, akan tetapi tidak semua
kebutuhan manusia itu selalu tercapai, hal ini terkait dengan
kemampuan manusia itu sendiri dalam memenuhi
kebutuhannya.

B. Pengertian Identifikasi Kebutuhan Belajar


Dalam kegiatan belajar, seorang pendidik perlu
mengenali kebutuhan belajar peserta didik melalui kegiatan
identifikasi. Kata identifikasi berasal dari bahasa Inggris. Asal
kata to identify sebagai kata kerja, dan identification sebagai
benda. To identify secara sederhana artinya adalah mengenali.
Dalam tulisan ini identifikasi kebutuhan belajar artinya ialah
mengenali kebutuhan belajar calon peserta didik atau
sekelompok orang tertentu yang akan menjadi sasaran didik.

98
Setiap orang memiliki kebutuhan belajar, dan sepanjang
kehidupan manusia perlu belajar, oleh karena itu manusia
perlu belajar sepanjang hayatnya. Dengan belajar manusia
mempertahankan eksistensi kemanusiaannya.
Kebutuhan manusia memang tidak ada batasnya,
akan tetapi tidak semua kebutuhan manusia itu selalu
tercapai, hal ini terkait dengan kemampuan manusia itu
sendiri dalam memenuhi kebutuhannya. Persoalan yang
dihadapi sekarang ialah apakah kebutuhan belajar itu?,
Mengapa kebutuhan itu harus diidentifikasi?, dan bagaimana
mengidentifikasinya?, Kebutuhan belajar pada dasarnya
menggambarkan jarak antara tujuan belajar yang diinginkan
dan kondisi atau keadaan belajar yang sebenarnya. Kebutuhan
setiap manusia di dalam kondisi yang dialaminya
bermacam-macam.
Kebutuhan-kebutuhan itu perlu diidentifikasi untuk
menentukan kebutuhan mana yang paling potensial dari segi
kemanfaatan dan pemenuhannya. Kebutuhan adalah
kecenderungan permanen dalam diri seseorang yang
menimbulkan dorongan dan kelakuan untuk mencapai tujuan
tertentu. Kebutuhan muncul sebagai akibat adanya perubahan
(internal change) dalam organism atau akibat pengaruh
kejadian kejadian dari lingkungan organisasi (Oemar Hamalik,
1978), sedangkan menurut Atwi Suparman (2001) Kebutuhan
adalah kesenjangan antara keadaan sekarang dengan yang
seharusnya dalam redaksi yang berbeda tapi sama. Dan
menurut Morriso (2001) kebutuhan (need) diartikan sebagai
kesenjangan antara apa yang diharapkan dengan kondisi yang
sebenarnya, keinginan adalah harapan ke depan atau cita-cita
yang terkait dengan pemecahan terhadap suatu masalah. Dan
menurut Djuju Sudjana (2001) kebutuhan belajar dapat

99
diartikan sebagai suatu jarak antara tingkat pengetahuan,
keterampilan, dan/atau sikap yang dimiliki pada suatu saat
dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan/atau sikap
yang ingin diperoleh sesorang, kelompok, lembaga, dan/atau
masyarakat yang hanya dapat dicapai melalui kegiatan belajar.
Dengan perkataan lain kebutuhan adalah kesenjangan
(Gap/Discrepancy) antara apa/kondisi yang ada dan
apa/kondisi yang seharusnya ada. Kebutuhan belajar (learning
needs) atau kebutuhan pendidikan (education need) adalah
kesenjangan yang dapat diukur antara hasil belajar atau
kemampuan yang ada sekarang dan hasil belajar atau
kemampuan yang diinginkan/dipersyararatkan. Kebutuhan
belajar dapat diartikan sebagai suatu jarak antara tingkat
pengetahuan, keterampilan, dan/atau sikap yang dimiliki pada
suatu saat dengan tingkat pengetahuan, keterampilan,
dan/atau sikap yang ingin diperoleh sesorang, kelompok,
lembaga, dan/atau masyarakat yang hanya dapat dicapai
melalui kegiatan belajar.
Kebutuhan juga dapat dinyatakan sebagai sesuatu
yang diperlukan oleh manusia untuk kehidupannya, demi
mencapai suatu hasil (tujuan) yang lebih baik. Belajar adalah
suatu proses perubahan kearah yang lebih baik, yang
mengubah seseorang yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak
baik menjadi baik, yang tidak pantas menjadi pantas.
Kebutuhan belajar pada dasarnya menggambarkan jarak
antara tujuan belajar yang diinginkan dan kondisi yang
sebenarnya. Jadi pengertian Identifikasi kebutuhan belajar
adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk meneliti dan
menemukan hal-hal yang diperlukan dalam belajar dan hal-hal
yang dapat membantu tercapainya tujuan belajar itu sendiri,
baik itu proses belajar yang berlangsung di lingkungan

100
keluarga (informal), sekolah (formal), maupun masyarakat
(nonformal).

C. Tujuan Identifikasi Kebutuhan Belajar


Setelah kita memahami konsep identifikasi,
kebutuhan belajar, dan identifikasi kebutuhan belajar,
sekarang kita uraikan tujuan melakukan identifikasi kebutuhan
belajar. Kita melakukan identifikasi kebutuhan belajar
bertujuan untuk: a. Menggali kebutuhan belajar calon peserta
didik. b. Menggali hambatan-hambatan belajar apa yang
dirasakan oleh calon peserta didik. c. Menggali potensi apa
yang dimiliki oleh calon peserta didik dan masyarakat
setempat, antara lain potensi tokoh masyarakat, tokoh agama,
nara sumber, sumber belajar, budaya, alam, organisasi sosial,
nilai-nilai dan adat istiadat.

D.Fungsi Identifikasi Kebutuhan Belajar


Fungsi dilakukannya identifikasi kebutuhan belajar
antara lain: a. Sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan
skala prioritas kebutuhan belajar b. Sebagai bahan masukan
penyusunan program pembelajaran c. Sebagai bahan
pertimbangan pemilihan strategi pembelajaran, media
pembelajaran, narasumber teknis, antisipasi faktor-faktor
penghambat dan kemungkinan-kemungkinan peluang yang
dapat diraih.

E. Akar Pada Pemenuhan Kebutuhan Belajar Siswa Dan


Respon Guru Terhadap Kebutuhan Belajar .
Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada
pemenuhan kebutuhan belajar siswa dan bagaimana guru
merespon kebutuhan belajar tersebut. Tomlinson (2001)

101
dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate
Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa
kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar siswa, paling
tidak berdasarkan 3 aspek. Ketiga aspek tersebut adalah:
1. Kesiapan belajar (readiness) siswa
Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk
mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang
mempertimbangkan tingk at kesiapan siswa akan
membawa siswa keluar dari zona nyaman mereka, namun
dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang
memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru
tersebut.
Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan
belajar. Tomlinson (2001: 46) mengatakan bahwa merancang
pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan
tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk
mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan
menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu.
Saat Anda mengajar, menyesuaikan “tombol” dengan tepat
untuk berbagai kebutuhan siswa akan menyamakan peluang
mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan
menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda.
Tombol-tombol dalam equalizer tersebut mewakili beberapa
perspektif yang dapat kita gunakan untuk menentukan
tingkat kesiapan siswa. Dalam modul ini, kita hanya akan
membahas 6 perspektif dari beberapa contoh
perspektif yang terdapat dalam Equalizer yang diper-
kenalkan oleh Tomlinson (2001: 47).

102
Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa
perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk
menentukan tingkat kesiapan siswa. Dalam modul ini, kita
akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif
kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut
Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson,
2001).
a) Bersifat mendasar - Bersifat transformative
Saat siswa dihadapkan pada sebuah ide yang
baru, yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan
membutuhkan informasi pendukung yang jelas, sederhana,
dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide
tersebut. Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih
menerapkan ide-ide tersebut. Selain itu, mereka juga
membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang
bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang
membantu mereka membangun landasan pemahaman yang
kuat. Sebaliknya, saat siswa dihadapkan pada ide-ide yang
telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka
membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut.
103
Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan
dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru.
Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih
bersifat transformatif.
b) Konkret – Abstrak
Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur
kesiapan belajar siswa dengan melihat apakah mereka masih
di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap
bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.
c) Sederhana - Kompleks
Beberapa siswa mungkin perlu bekerja dengan materi
lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang
lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi
pada satu waktu
d) Terstruktur - Open Ended
Kadang-kadang siswa perlu menyelesaikan tugas yang
ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka
tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat.
Namun, di waktu lain siswa mungkin siap menjelajah dan
menggunakan kreativitas mereka.
e) Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)
Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa
semua siswa kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan
pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan,
mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi
daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa siswa
mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal
daripada yang lain.
f) Lambat – Cepat
Beberapa siswa dengan kemampuan yang baik dalam
suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui

104
materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di
lain waktu, siswa yang sama mungkin akan membutuhkan
lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari
topik yang lain.
Perlu diingat bahwa kesiapan belajar siswa bukanlah tentang
tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi
tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki
siswa saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan
baru yang akan diajarkan. Adapun tujuan melakukan
identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar siswa
berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk
memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran,
sehingga dipastikan siswa terpenuhi kebutuhan belajarnya
(Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).
Berikut ini adalah contoh Mengidentifikasi atau
Memetakan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar
(Readiness):
Contoh pemetaan kebutuhan belajar siswa berdasarkan
kesiapan belajar (readiness).
Tujuan Pembelajaran: siswa dapat menyajikan dan
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling
bangun datar.
Tabel 5.3: Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan Kesiapan Belajar

Kesiapa belajar Siswa telah Siswa telah Siswa belum


(Readiness) memahami memahami memahami
konsep keliling: konsep keliling konsep keliling
dapat melakukan namun belum dasar
operasi hitung lancar dalam
perkalian dasar melakukan
operasi hitung
perkalian dasar
Nama siswa Kinanti Rudi Nisa
105
Bilqis Ali Joko
Najib Wawa Silo
Yati Reha Ucil
Aurora Dika Nano
Proses Siswa di minta Siswa Siswa akan
mengerjakan menggunakan mendapatkan
soal-soal bantuan benda- pembelajaran
tantangan yang benda kongkret eksplisit tentang
mengaplikasikan untuk konsep keliling.
konsep keliling menghitung Guru akan
dalam keliling bangun memberikan
kehidupan, siswa datar (misalkan scaffolding
akan diminta meggunakan dalam proses ini.
untuk stick es krim).
mengerjakan Jika siswa
secara mandiri mengalami
dan sling kesulitan, siswa
memeriksa diminta
pekerjaan menerapkan
masing-masing. strategi “3
before me”
(bertanya
kepada 3 teman
sebelum
bertanya
langsung kepada
guru). Guru akan
sesekali datang
ke kelompok ini
untuk
memastikan
tidak ada
miskonsepsi
Dalam contoh di atas, guru mendiferensiasi pembelajaran dengan
mempertimbangkan kesiapan belajar siswa.

106
2. Minat siswa
Minat merupakan suatu keadaan mental yang
menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau
objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan
kepuasan diri.
Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan
pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah
sebagai berikut:
a. Membantu siswa menyadari bahwa ada kecocokan
antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk
belajar.
b. Mendemonstrasikan keterhubungan antar semua
pembelajaran.
c. Menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal siswa
sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau
keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi
mereka, dan.
d. Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
Minat sebenarnya dapat kita lihat dalam 2 perspektif.
Yang pertama sebagai minat situasional.
Dalam perspektif ini, minat merupakan keadaan psikologis
yang dicirikan oleh peningkatan perhatian, upaya, dan
pengaruh, yang dialami pada saat tertentu. Seorang anak
bisa saja tertarik saat seorang gurunya berbicara tentang
topik hewan, meskipun sebenarnya ia tidak menyukai topik
tentang hewan tersebut, karena gurunya berbicara dengan
cara yang sangat menghibur, menarik dan menggunakan
berbagai alat bantu visual. Yang kedua, minat juga dapat
dilihat sebagai sebuah kecenderungan individu untuk terlibat
dalam jangka waktu lama dengan objek atau topik tertentu.

107
Contoh pemetaan kebutuhan siswa berdasarkan
minat.
Tujuan Pembelajaran: siswa dapat membuat tulisan
berbentuk prosedur.
Tabel 5.4. pemetaan kebutuhan belajar berdasarkan minat
Minat Olahraga Kesenian Sains
(Prakarya)
Nama Siswa Rudi Bilqis Asep
Ali Reha Anissa
Iwan Syila Lutfi
Kinan Wawan Selli
Wawa Robert Yanti
Produk Membuat Membuattulisan Membuat
tulisan prosedur prosedur tulisan
tentang tentang prosedur
bagaimana cara bagaimana cara tentag
menggiring bola membuat bgaimana cara
dalam permaian rumah- membuat
sepak bola. rumahandari rangkaian
stik es krim listrik paralel
dan seri
Dalam contoh di atas, guru mendiferensiasi pembelajaran dengan
mempertimbangkan perbedaan minat siswa.

Minat ini disebut juga dengan minat individu. Seorang


anak yang memang memiliki minat terhadap hewan, maka ia
akan tetap tertarik untuk belajar tentang hewan meskipun
mungkin saat itu guru yang mengajar sama sekali tidak
membawakannya dengan cara yang menarik atau
menghibur.
Karena minat adalah salah satu motivator penting bagi siswa
untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran, maka
memahami kedua perspektif tentang minat di atas akan
108
membantu guru untuk dapat mempertimbangkan bagaimana
ia dapat mempertahankan atau menarik minat siswa-
siswanya dalam belajar.
Beberapa cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk
menarik minat siswa diantaranya adalah dengan:
a. Menciptakan situasi pembelajaran yang menarik
perhatian siswa (misalnya dengan humor,
menciptakan kejutan-kejutan).
b. Menciptakan konteks pembelajaran yang dikaitkan
dengan minat individu siswa.
c. Mengkomunikasikan nilai manfaat dari apa yang
dipelajari siswa.
d. Menciptakan kesempatan-kesempatan belajar di
mana siswa dapat memecahkan persoalan (problem-
based learning).
Seperti juga kita orang dewasa, siswa juga memiliki
minat sendiri. Minat setiap siswa tentunya akan berbeda-
beda. Sepanjang tahun, siswa yang berbeda akan
menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk
membedakan melalui minat adalah untuk "menghubungkan"
siswa pada pelajaran untuk menjaga minat mereka.
Dengan menjaga minat siswa tetap tinggi, diharapkan
dapat meningkatkan kinerja siswa. Hal lain yang perlu
disadari oleh guru terkait dengan pembelajaran berbasis
minat adalah bahwa minat siswa dapat dikembangkan.
Pembelajaran berbasis minat seharusnya tidak hanya dapat
menarik dan memperluas minat siswa yang sudah ada, tetapi
juga dapat membantu mereka menemukan minat baru.
Untuk membantu guru mempertimbangkan pilihan
yang mungkin dapat diberikan pada siswa, guru dapat
mempertimbangkan area minat dan moda ekspresi yang

109
mungkin digunakan oleh siswa-siswa mereka. (Tomlinson,
2001)

Tabel 5.1: Fokus pada Minat

Perlu diingat bahwa daftar pada tabel 5.1. hanya


sebagai contoh. Daftar tersebut tentunya masih dapat
ditambah atau diperluas.
110
Berikut ini adalah contoh mengidentifikasi atau
memetakan kebutuhan belajar berdasarkan minat:
Ibu Dita ingin mengajarkan siswa-siswanya
keterampilan membuat teks prosedur. Setelah selesai
mendiskusikan tentang apa dan bagaimana membuat teks
prosedur, Bu Putik meminta siswa berlatih membuat sendiri
teks prosedur tersebut. Setiap siswa diperbolehkan untuk
menulis dengan topik sesuai dengan minat mereka. Anak
yang memiliki minat terhadap memasak, boleh membuat
teks prosedur tentang bagaimana cara memasak makanan
tertentu. Siswa yang memiliki minat terhadap kerajinan
tangan boleh membuat teks prosedur tentang membuat
sebuah produk kerajinan tangan tertentu, dan sebagainya.
Keterampilan yang dilatih tetap sama, yaitu membuat teks
prosedur, walaupun topiknya mungkin berbeda.
Contoh pemetaan kebutuhan belajar siswa
berdasarkan kesiapan belajar (readiness).
Tujuan Pembelajaran: siswa dapat menyajikan dan
menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling
bangun datar.
Tabel 5.2: Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan
Kesiapan Belajar

111
3. Profil belajar siswa
Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita
sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari
mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar siswa
berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan
kesempatan kepada siswa untuk belajar secara natural dan
112
efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita
secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang
sesuai dengan gaya belajar kita sendiri. Padahal kita tahu
setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki
kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat
memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.
Contoh Pemetaan Kebutuhan Belajar Berdasarkan
Profil Belajar siswa.
Tujuan Pembelajaran: siswa dapat mendemonstrasikan
pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup.

Tabel 5.3: Pemetaan Kebutuhan Belajar


Berdasarkan Profil Belajar Siswa
Profil Visual Auditori Kinestetik
belajar
Siswa
Nama Rudi Susi Yeni
Siswa Ali Willy Deden
Cia Rina Iwan
Irhamna Budi Naji
Iin Sinta Ali
Produk Siswa diperbolehkan memilih cara medemontrasikan
pemahaman mereka tentanghabiat makhluk hidup,
boleh dalam gambar, rekaman, wawancara maupun
performance.
Proses Soal Guru Guru membuat
menjelaskan menyediakan beberapa sudut
guru kesempatan belajar atau
menggunakan bagi siswa display yang di
banyak gambar untuk tempet di
atau alat bantu mengakses tempat-tempat
visual sumber berbeda untuk
belajar yang membrikan

113
dapat kesempatan
didengarkan kepada siswa
siswa secara bergerak ketika
lisan. mengakses
informasi
Dalam contoh di atas guru menderensiasikan pembelajaran dengan
mempertimbangkan perbedaan gaya belajar.

Profil belajar siswa terkait dengan banyak faktor.


Berikut ini adalah beberapa diantaranya:
a. Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait
dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya,
apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak
terstruktur. Contohnya: mungkin ada anak yang tidak
dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu
bising, terlalu terang.
b. Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam -
ekspresif, personal - impersonal.
c. Preferensi gaya belajar.
Gaya belajar adalah bagaimana siswa memilih, memperoleh,
memproses, dan mengingat informasi baru. Secara umum
gaya belajar ada tiga, yaitu:
1. visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi
yang berupa gambar, menampilkan diagram, power
point, catatan, peta, graphic organizer );
2. auditori: belajar dengan mendengar (misalnya
mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras,
mendengarkan pendapat saat berdiskusi,
mendengarkan musik);
3. kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak
dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on).

114
Mengingat bahwa siswa-siswa kita memiliki gaya
belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk
berusaha untuk menggunakan kombinasi gaya mengajar.
Preferensi berdasarkan kecerdasan majemuk
(multiple intelligences): visual - spasial, musical, bodily-
kinestetik, interpersonal, intrapersonal, verbal-linguistik,
naturalis, logic-matematika.
Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan siswa
dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh
cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi
kebutuhan belajar siswa:
1. Mengamati perilaku siswa-siswa mereka.
2. Mengidentifikasi pengetahuan awal yang dimiliki oleh
siswa terkait dengan topik yang akan dipelajari.
3. Melakukan penilaian untuk menentukan pengetahuan,
keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian
mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi
yang diperoleh dari proses penilaian tersebut.
4. Mendiskusikan kebutuhan siswa dengan orang tua atau
wali siswa.
5. Mengamati siswa ketika mereka sedang menyelesai kan
suatu tugas atau aktivitas.
6. bertanya atau mendiskusikan permasalahan dengan
siswa.
7. membaca rapor siswa dari kelas mereka sebelumnya
untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau
melihat pencapaian siswa sebelumnya.
8. berbicara dengan guru siswa sebelumnya.
9. membandingkan tujuan pembelajaran yang ingin di capai
dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang
ditunjukkan oleh siswa saat ini.

115
10. menggunakan berbagai penilaian penilaian diagnostik
untuk memastikan bahwa siswa telah berada dalam level
yang sesuai.
11. melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan belajar
siswa.
12. mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik
pembelajaran mereka sendiri untuk mengetahui
efektivitas pembelajaran mereka; dll.
Daftar di atas hanya beberapa contoh saja. Masih
banyak cara lain yang dapat guru lakukan untuk
mendapatkan informasi atau mengidentifikasi kebutuhan
belajar siswa-siswa mereka. Dapatkah Bapak/Ibu
mengidentifikasi cara lainnya?
Perlu diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau
memetakan kebutuhan belajar siswa, tidak selalu harus
melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang
memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif,
perilaku siswa atau terbiasa mendengarkan dengan baik
siswa-siswanya biasanya akan dengan mudah mengetahui
kebutuhan belajar siswa-siswanya.
Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa siswa akan
menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang
diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang
mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-
tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri
seorang siswa (minat), dan jika tugas itu memberikan
kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang
mereka sukai (profil belajar).

116
BAB 76
Manajemen Kelas Efektif
dalam Pembelajaran Berdiferensisi

A. Pendahuluan
Manajemen kelas yang baik sangat penting untuk
mendorong tercapainya hasil pendidikan yang positif.
Sejumlah penelitian menunjukkan pentingnya sekolah
berfokus pada manajemen kelas dengan menekankan pada
proses belajar mengajar jika ingin berhasil dalam
meningkatkan mutu sekolah.
Sebagai unit formal yang paling kecil dalam sebuah
sistem pendidikan, manajemen kelas merupakan bagian
substansial dan inti dalam manajemen pendidikan. Kelas yang
tertib dan tertata, pengelolaan proses pembelajaran dan
kehidupan sosial di kelas yang dinamis sekaligus terkontrol,
adanya harapan akan capaian akademik dan sosial adalah
sinyal keefektifan manajemen sebuah kelas.
Manajemen kelas yang efektif pada gilirannya akan
menyebabkan suasana pembelajaran menjadi kondusif
sehingga mendukung terbangunnya lingkungan yang membuat
instruksi guru menjadi efektif dan jelas. Sebuah analisis
penelitian pendidikan yang dilakukan dalam lima puluh tahun
terakhir secara jelas mengungkapkan kemampuan guru dalam
memanage kelasnya memiliki efek paling dramatis dibanding
faktor-faktor lain. (Wang, Haertel & Walberg, 1994).
Manajemen kelas yang efektif meningkatkan keterlibatan
siswa, menurunkan perilaku yang merusak, dan memberikan
manfaat bagi waktu belajar siswa. (Oliver & Reschly, 2007).

117
Dewasa ini diskusi mengenai manajemen kelas
merupakan topik yang semakin menantang dalam diskusi
mengenai manajemen pendidikan. Salah satu sebabnya adalah
situasi kelas pada dekade sekarang berbeda jauh dengan
dekade sebelumnya. Siswa yang datang ke sekolah kini lebih
beragam latar belakang, beragam tingkat dan jenis kecerdasan
serta beragam masalah.
Sebagai contoh kasus di Indonesia berdasar data dari
Informasi Kemenpora (Kementerian Pemuda dan Olah Raga)
Nomor 72 Tahun 2009 terungkap pada tahun 2008 secara
keseluruhan, jumlah anak-anak dan remaja pelaku tindak
kriminalitas sebanyak 3.280 orang, yang terdiri dari laki-laki
sebanyak 2.797 orang dan perempuan sebanyak 483 orang,
meningkat sebesar 4,3 persen dibandingkan tahun 2007 yang
sebesar 3.145 orang. Jumlah ini ditengarai semakin meningkat
pada tahun-tahun berikutnya.
Kecenderungan meningkatnya kenakalan pelajar ini
menjadi tantangan tersendiri dalam manajemen kelas
mengingat perilaku siswa yang demikian berdampak pada
berkurangnya keterlibatan akademik. Siswa yang berada di
kelas dengan lingkungan belajar yang tidak kondusif ini akan
cenderung memiliki capaian akademik dan nilai ujian yang
rendah (Oliver, Wehby & Reschly, 2011).
Dalam situasi yang demikian guru sebagai komponen
manusiawi memegang peran substansial dalam memegang
kendali manajemen kelas yang menentukan keberhasilan
proses pembelajaran. Para guru adalah orang yang pertama
kali harus menghadapi tantangan tersebut. Mereka perlu
memiliki kesadaran yang tinggi akan perannya sebagai seorang
manajer di kelasnya. Oleh karenanya, guru harus menemukan
sebuah metode manajemen kelas yang efektif dimana metode

118
tersebut dipahami dengan sungguh-sungguh-mulai dari proses
perencanaan, pengelolaan, evaluasi hingga monitoring-dan
melaksanakannya dengan baik. Pada kenyataannya kerapkali
guru mereduksi manajemen kelas, sebagai elemen kunci
sebuah proses belajar mengajar, menjadi serangkaian teknik
prosedural semata dalam pengelolaan siswa dan
mengantarkan pelajaran yang diampunya di kelas. Rancangan
Proses Pembelajaran (RPP) sebagai bagian dari persiapan guru
untuk mengajar tidak dirancang secara seksama atau bahkan
sama dari tahun ketahun. RPP dibuat hanya untuk memenuhi
kewajiban prosedural administratif dan menganggap kegiatan
pembuatan RPP justru membebani. Hubungan guru-siswa
lebih bersifat formal ketimbang personal, kepentingan guru
adalah mengantarkan pelajaran sesuai dengan target
kurikulum.

B. Pengertian Manajemen Kelas Efektif


1. Pengertian Manajemen Kelas
Manajemen kelas berasal dari dua kata, yaitu
manajemen dan kelas. Manajemen berasal dari kata bahasa
Inggris yaitu management, yang diterjemahkan pula menjadi
pengelolaan, berarti proses penggunaan sumber daya secara
efektif untuk mencapai sasaran (Mulyadi, 2009). Sementara
yang dimaksud kelas secara umum diartikan sebagai sebagai
sekelompok peserta didik yang ada pada waktu yang sama
menerima pembelajaran yang sama dari pendidik yang sama
( Badruddin, 2014). Sebagian pengamat yang lain mengartikan
kelas menjadi dua pemaknaan, yaitu: Pertama, kelas dalam
arti sempit, yaitu berupa ruangan khusus, tempat sejumlah
siswa berkumpul untuk mengikuti proses belajar mengajar.
Kelas dalam hal ini mengandung sifat-sifat statis, karena

119
sekedar menunjuk pada adanya pengelompokan siswa
berdasarkan batas umur kronologis masing-masing. Kedua,
kelas dalam arti luas, yaitu suatu masyarakat kecil yang secara
dinamis menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar secara
kreatif untuk mencapai tujuan (Salman Rusydie, 2011).
Dengan demikian, manajemen kelas adalah segala
usaha yang diarahkan untuk mewujudkan suasana
pembelajaran yang efektif dan menyenangkan serta dapat
memotivasi peserta didik dengan baik.
Menurut Sudarman Danim, manajemen kelas dapat
didefinisikan sebagai berikut;
1) Manajemen kelas adalah seni atau praktis (praktik dan
strategi) kerja, yaitu pendidik bekerja secara individu,
dengan atau melalui orang lain (semisal bekerja dengan
sejawat atau peserta didik sendiri) untuk
mengoptimalkan sumber daya kelas bagi penciptaan
proses pembelajaran yang efektif dan efisien. Di sini
sumber daya kelas merupakan instrument, proses
pembelajaran sebagai inti, dan hasil belajar
sebagaimana mestinya.
2) Manajemen kelas adalah proses perencanaan,
pelaksanaan, dan evaluasi yang dilakukan oleh
pendidik, baik individual maupun dengan atau melalui
orang lain (semisal dengan sejawat atau peserta didik)
untuk mengoptimalkan proses pembelajaran. Kata
perencanaan di sini merujuk pada perencanaan
pembelajaran dan unsur-unsur penunjangnya.
Pelaksanaan bermakna proses pembelajaran,
sedangkan evaluasi bermakna evaluasi pembelajaran.
Evaluasi di sini terdiri dua jenis. Evaluasi di sini terdiri

120
dari dua jenis, yaitu evaluasi proses dan evaluasi hasil
pembelajaran.
3) Manajemen kelas adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan yang
dilakukan oleh pendidik, baik individual maupun
dengan atau melalui orang lain (semisal sejawat atau
peserta didik) untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang efektif dan efisien, dengan cara memanfaatkan
segala sumber daya yang ada.
Dari definisi tersebut di atas, maka dapat dipahami
bahwa dalam mewujudkan pengelolaan kelas yang efektif
tidak terlepas dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan
evaluasi pembelajaran, serta memanfaatkan sumber daya-
sumber daya secara optimal. Definisi manajemen atau
pengelolaan kelas telah mengalami pergeseran secara
paradigmatik meskipun esensi dan tujuannya relatif sama,
yaitu terselenggaranya proses pembelajaran secara efektif dan
efisien. Efisien dan efektivitas pembelajaran diukur menurut
nilai-nilai pendidikan yang dianut dewasa ini.
Adapun nilai-nilai yang dimaksud bisa nilai-nilai
perjuangan, kognitif, afeksi, solidaritas sosial, moralitas,
keagamaan, dan sebagainya yang dikaitkan dengan sumber
daya yang digunakan. (Sudarwan Danim, 2002)
Berdasarkan pendekatan operasional menurut Weber,
manajemen kelas didefinisikan sebagai:
1) Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan
mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui
penggunaan disiplin.
2) Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan dan
mempertahankan ketertiban suasana kelas melalui
intimidasi.

121
3) Seperangkat kegiatan guru untuk memaksimalkan
kebebasan siswa.
4) Seperangkat kegiatan guru menciptakan suasana kelas
dengan cara mengikuti petunjuk yang telah disajikan.
5) Seperangkat kegiatan guru untuk menciptakan suasana
kelas yang efektif melalui perencanaan pembelajaran
yanag bermutu dan dilaksanakan dengan baik.
6) Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan
tingkah laku peserta didik yang diinginkan dengan
mengurangi tingkah laku yang tidak diinginkan.
7) Seperangkat kegiatan guru untuk mengembangkan
hubungan interpersonal yang baik dan iklim
sosioemosional kelas yang positif.
8) Seperangkat kegiatan guru untuk menumbuhkan dan
mempertahankan organisasi kelas yang efektif.
(Badruddin, 2014)
Berdasarkan definisi tersebut, maka kegiatan
manajemen kelas meliputi: mempertahankan ketertiban kelas,
memaksimalkan kebebasan siswa dalam konteks
pembelajaran, perencanaan pembelajaran, mengembangkan
tingkah laku positif peserta didik, mengembangkan hubungan
interpersonal dan mewudkan iklim sosioemosional yang
positif. Adapun aspek-aspek yang perlu diperhatikan dalam
manajemen kelas adalah sifat kelas, pendorong kekuatan
kelas, situasi kelas, tindakan selektif dan kreatif (Sudarwan
Danim, 2002).

C. Tujuan Manajemen Kelas Efektif


Tujuan manajemen kelas mengatur kegiatan-kegiatan
peserta didik agar kegiatankegiatan tersebut menunjang
proses pembelajaran di lembaga pendidikan (sekolah); lebih

122
lanjut, proses pembelajaran di lembaga tersebut (sekolah)
dapat berjalan lancar, tertib dan teratur sehingga dapat
memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan sekolah dan
tujuan pendidikan secara keseluruhan (UPI, 2008).
Adapun tujuan dari manajemen kelas adalah sebagai
berikut
1) Agar pembelajaran dapat dilakukan secara maksimal,
sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara
efektif dan efisien.
2) Untuk memberi kemudahan dalam usaha memantau
kemajuan siswa dalam pelajarannya. Dengan
manajemen kelas, guru mudah untuk melihat dan
mengamati setiap kemajuan atau perkembangan yang
dicapai siswa, terutama siswa yang tergolong lamban.
3) Untuk memberi kemudahan dalam mengangkat
masalah-masalah penting untuk dibicarakan dikelas
demi perbaikan pembelajaran pada masa mendatang.
Jadi, Manajemen kelas dimaksudkan untuk
menciptakan kondisi di dalam kelompok kelas yang berupa
lingkungan kelas yang baik, yang memungkinkan siswa berbuat
sesuai dengan kemampuannya. Kemudian, dengan
manajemen kelas produknya harus sesuai dengan tujuan yang
hendak dicapai.
Sedangkan tujuan manajemen kelas secara khusus
dibagi menjadi dua yaitu tujuan untuk siswa dan guru.
1. Tujuan Untuk Siswa:
1) Mendorong siswa untuk mengembangkan tanggung-
jawab individu terhadap tingkah lakunya dan
kebutuhan untuk mengontrol diri sendiri.
2) Membantu siswa untuk mengetahui tingkah laku yang
sesuai dengan tata tertib kelas dan memahami bahwa

123
teguran guru merupakan suatu peringatan dan bukan
kemarahan.
3) Membangkitkan rasa tanggung jawab untuk
melibatkan diri dalam tugas maupun pada kegiatan
yang diadakan.
Maka dapat disimpulkan bahwa tujuan daripada
manajemen kelas adalah agar setiap anak dikelas dapat
bekerja dengan tertib, sehingga segera tercapai tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien.
2. Tujuan Untuk Guru:
1) Untuk mengembangkan pemahaman dalam penyajian
pelajaran dengan pembukaan yang lancar dan
kecepatan yang tepat.
2) Untuk dapat menyadari akan kebutuhan siswa dan
memiliki kemampuan dalam memberi petunjuk secara
jelas kepada siswa.
3) Untuk mempelajari bagaimana merespon secara efektif
terhadap tingkah laku siswa yang mengganggu.
4) Untuk memiliki strategi ramedial yang lebih
komprehensif yang dapat digunakan dalam hubungan
dengan masalah tingkah laku siswa yang muncul
didalam kelas.
Maka dapat disimpulkan bahwa agar setiap guru
mampu menguasai kelas dengan menggunakan berbagai
macam pendekatan dengan menyesuaikan permasalahan yang
ada, sehingga tercipta suasana yang kondusif, efektif dan
efisien.

D. Fungsi Manajemen kelas Efeketif


Fungsi Manajemen Kelas Fungsi manajemen adalah
sebagai wahana bagi perserta didik untuk mengembangkan

124
diri seoptimal mungkin, baik yang berkenaan dengan segi-segi
potensi peserta didik yang lainnya. Agar fungsi manajemen
peserta didik dapat tercapai, ada beberapa fungsi manajemen
kelas tersebut sebagai berikut:
1) Memberi guru pemahaman yang lebih jelas tentang
tujuan pendidikan sekolah dan hubungannya dengan
pembelajaran yang dilaksanakan untuk mencapai
tujuan itu.
2) Membantu guru memperjelas pemikiran tentang
sumbangan pembelajarannya terhadap pencapaian
tujuan pendidikan.
3) Menambah keyakinan guru atas nilai-nilai
pembelajaran yang diberikan dan prosedur yang
digunakan.
4) Membantu guru dalam rangka mengenal kebutuhan-
kebutuhan siswa, minat-minat siswa, dan mendorong
motivasi belajar.
5) Mengurangi kegiatan yang bersifat trial dan error
dalam mengajar dengan adanya organisasi kurikulum
yang lebih baik, metode yang tepat dan menghemat
waktu.
6) Siswa-siswa akan menghormati guru yang dengan
sungguh-sungguh mempersiapkan diri untuk mengajar
sesuai dengan harapanharapan mereka.
7) Memberikan kesempatan bagi guru-guru untuk
memajukan pribadinya dan perkembangan profesional
nya.
8) Membantu guru memiliki perasaan percaya pada diri
sendiri dan menjamin atas diri sendiri.

125
9) Membantu guru memelihara kegairahan mengajar dan
senantiasa memberikan bahan-bahan yang up to date
kepada siswa. ( Oemar Hamalik, 2001).

E. Prinsip-Prinsip Pengelolaan Kelas


Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip pengelolaan
kelas di sini adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman atau
pegangan guru di dalam mengelola, agar menjadi terarah dan
efisien. Dalam rangka memeperkecil masalah gangguan dalam
pengelolaan kelas, prinsip-prinsip pengelolaan kelas dapat
dipergunakan yaitu:
1) Hangat dan antusias Hangat dan antusias diperlukan
dalam proses belajar mengajar. Guru yang hangat dan
akrab dengan anak didik selalu menunjukkan atusias
pada tugasnya atau pada aktivitasnya akan berhasil
dalam mengimplementasikan pengelolaan kelas.
2) Tantangan Penggunaan kata-kata tindakan, cara kerja
atau bahanbahan yang menantang akan meningkatkan
gairah anak didik untuk belajar sehingga mengurangi
kemungkinan munculnya tingkah laku yang
menyimpang. Tambahan lagi akan dapat menarik
perhatian anak didik dan dapat mengendalikan gairah
belajar mereka.
3) Bervariasi Penggunaan alat atau media, atau alat
bantu, gaya mengajar guru, pola interaksi antara guru
dan anak didik akan mengurangi munculnya gangguan,
meningkatkan perhatian anak didik. Apalagi bila
penggunaannya bervariasi sesuai dengan kebutuhan.
Kevariasian dalam penggunaan apa yang disebutkan di
atas merupakan kunci untuk tercapainya pengelolaan
kelas yang efektif dan menghindari kejenuhan.

126
4) Keluwesan Keluwesan tingkah laku guru untuk
mengubah strategi mengajarnya dapat mencegah
kemungkinan munculnya gangguan anak didik, serta
menciptakan iklim belajar mengajar yang efektif.
Keluwesan pembelajaran dapat mencegah munculnya
gangguan seperti keributan anak didik, tidak ada
perhatian, tidak mengerjakan tugas dan sebagainya.
5) Penekanan pada hal-hal yang positif Pada dasarnya
dalam mengajar dan mendidik, guru harus
menekankan pada hal-hal yang positif dan menghindari
pemusatan perhatian anak didik pada hal-hal yang
negatif. Penekanan pada hal-hal yang positif yaitu
penekanan yang dilakukan guru terhadap tingkah laku
anak didik yang positif dari pada mengomeli tingkah
laku yang negatif. Penekanan tersebut dapat dilakukan
dengan pemberian penguatan yang positif, dan
kesadaran guru untuk menghindari kesalahan yang
dapat mengganggu proses belajar mengajar.
6) Penanaman disiplin diri Tujuan akhir dari pengelolaan
kelas adalah anak didik dapat mengembangkan disiplin
diri sendiri. Karena itu, guru sebaiknya selalu
mendorong anak didik untuk melaksanakan disiplin diri
sendiri dan guru sendiri hendaknya menjadi teladan
mengenai pengendalian diri dan pelaksanaan tanggung
jawab. Jadi guru harus disiplin dalam segala hal bila
ingin anak didiknya ikut berdisiplin dalam segala hal.
Sejalan dengan uraian disiplin diatas maka suasana
tertib dan teratur penuh dinamika dalam melaksanakan
penanaman disiplin pada diri sendiri akan terwujud apabila
setiap personal mengetahui posisi dan fungsinya di kelas
dalam rangka melaksanakan berbagai kegiatan.

127
F. Komponen-Komponen Keterampilan Pengelolaan Kelas
Komponen-komponen keterampilan pengelolaan kelas
ini pada umumnya dibagi menjadi dua bagian, yaitu
keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan dan
pemeliharaan kondisi belajar yang optimal dan keterampilan
yang berhubungan dengan pengembangan kondisi belajar
yang optimal (Djamarah dan Aswan, 2006; Suwarna, dkk.
2005).
Keterampilan yang berhubungan dengan penciptaan
dan pemeliharaan kondisi belajar yang optimal terdiri dari
keterampilan sikap tanggap, membagi perhatian, pemusatan
perhatian kelompok. Keterampilan suka tanggap ini dapat
dilakukan dengan cara memandang secara seksama, gerakan
mendekat, memberi pertanyaan, dan memberi reaksi
terhadap gangguan dan kekacauan. Yang termasuk ke dalam
keterampilan memberi perhatian adalah visual dan verbal.
Tetapi memberi tanda, penghentian jawaban, pengarahan dan
petunjuk yang jelas, penghentian penguatan, kelancaran dan
percepatan, merupakan sub bagian dari keterampilan
pemusatan perhatian kelompok.
Masalah modifikasi tingkah laku, pendekatan
pemecahan masalah kelompok, dan menemukan serta
memecahkan tingkah laku yang menimbulkan masalah, adalah
tiga buah strategi yang termasuk ke dalam ruang lingkup
keterampilan yang berhubungan dengan pengembangan
kondisi belajar yang optimal.

G. Pendekatan Dalam Pengelolaan Kelas


Kelas Keharmonisan antara guru dan siswa, tingginya
kerjasama diantara anak didik tersimpul dalam bentuk

128
interaksi. Interaksi yang optimal tentu saja tergantung pada
pendekatan yang guru lakukan (Syaiful Bahri Djamarah, 2008)
dalam rangka pengelolaan kelas. Berdasarkan pendekatan
adalah seperti uraian berikut:
a. Pendekatan Perubahan Perilaku (Behavior-modification
approach)
Semua tingkah laku yang baik dan yang kurang baik
merupakan hasil proses belajar. Asumsi ini mengharuskan
wali/guru kelas beusaha menyusun program kelas dan suasana
yang dapat merangsang tewujudnya proses belajar yang
memungkinkan siswa mewujudkan tingkah laku yang baik
menurut ukuran norma yang berlaku di lingkungan sekitarnya.
b. Pendekatan iklim sosioemosional (socio emotional climate
apparoach).
Pendekatan ini cenderung pada pandangan psikologis
klinis dan konseling (penyuluhan). Terdapat dua asumsi pokok
yang dipergunakan dalam pengelolaan kelas sebagai berikut:
1) Iklim sosial yang normal dalam arti terdapat hubungan
interpersonal yang harmonis antara guru dengan guru,
guru dengan siswa, dan siswa dengan siswa merupakan
kondisi yang memungkinkan berlangsungnya proses
belajar mengajar yang efektif. Asumsi ini
mengharuskan seorang guru kelas berusaha menyusun
program kelas dan pelaksanaannya yang didasari oleh
hubungan manusiawi yang diwarnai saling sikap
menghargai dan saling menghormati antar personal di
kelas. Setiap personal diberi kesempatan untuk ikut
serta dalam kegiatan kelas sesuai dengan kemampuan
masing-masing, sehingga timbul suasana emosional
yang menyenangkan pada setiap personal dalam

129
melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-
masing.
2) Ikilim social dan emosional yang baik tergantung pada
guru dalam usahanya melaksanakan kegiatan belajar
mengajar , yang didasari dengan hubungan manusiawi
yang efektif (Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, 2006)
asumsi ini berarti dalam pengelolaan kelas seorang
guru harus berusaha mendorong guru-guru agar
mampu dan bersedia mewujudkan hubungan
manusiawi yang penuh saling pengertian, hormat
menghormati dan saling menghargai.
c. Pendekatan Proses Kelompok
Pendekatan ini didasarkan pada psikologi social dan
dinamika kelompok. Oleh karena itu asumsi pokoknya adalah
1) pengalaman belajar sekolah berlangsung dalam
konteks kelompok sosial, dan
2) tugas guru yang terutama dalam pengelolaan kelas
adalah membina dan memelihara kelompok yang
produktif dan komprehensif.
Berbagai pendekatan diatas merupakan interaksi
semua pihak yang terlibat baik guru dan siswa, agar dalam
berbagai pendekatan-pendekatan terwujud adanya saling
menghargai, menghormati, dan saling pengertian dalam setiap
tugas dan tanggung jawab masing-masing.

H. Peran Guru Dalam Manajemen Kelas Efektif


1. Pengelolaan Administrasi
Administrasi sarana dan prasarana merupakan dua hal
yang penting dalam proses belajar mengajar di sekolah yang
meliputi keseluruhan proses pengadaan, pendayagunaan, dan
pengawasan prasarana dan peralatan yang digunakan untuk

130
menunjang pendidikan agar tujuan pendidikan tercapai secara
efektif dan efisien.
Guru dalam hubunganya dengan pengadministrasian,
guru dapat berperan sebagai berikut:
1) Pengambilan inisiatif, pengarah dan penilaian kegiatan-
kegiatan pendidikan. Hal ini berarti guru turut serta
memikirkan kegiatan-kegiatan pendidikan yang
direncanakan serta nilainya.
2) Wakil masyarakat, yang berarti dalam lingkungan
sekolah guru menjadi anggota masyarakat guru harus
mencerminkan suasana dan kemauan masyarakat
dalam arti yang baik.
3) Orang yang ahli dalam mata pelajaran. Guru
bertanggungjawab untuk mewariskan kebudayaan
kepada generasi muda yang berupa pengetahuan.
4) Penegak disipli, guru harus menjaga agar tetrcapai
suatu disiplin.
5) Pelaksana administrasi pendidikan, disamping menjadi
pengajar, gurupan bertanggung jawab akan kelancaran
pendidikan dan harus mampu melaksanakan kegiatan-
kegiatan administrasi.
6) Pemimpn generasi muda, masa depan generasi muda
terletak di tangan guru. Guru berperan sebagai
pemimpin mereka dalam mempersiapkan diri untuk
menjadi anggota masyarakat yang dewasa.
7) Penerjemah kepada masyarakat, artinya guru berperan
untuk menyampaikan segala perkembangan kemajuan
dunia sekitar pada masyarakat, khususnya masalah-
masalah pendidikan.
2. Pengelolaan lingkungan (environmental management)
Kelas merupakan taman belajar bagi peserta didik dan
menjadi tempat mereka, bertumbuh dan berkembang baik
131
secara fisik, intelektual maupun emosional (Rofiq, 2009). Oleh
karena itu kelas harus dikelola sedemikian rupa sehingga
benar-benar merupakan taman belajar yang menyenangkan.
Menurut Ahmad (1995) dalam Rofiq (2009) syarat-
syarat kelas yang baik adalah: (1) rapi, bersih, sehat, tidak
lembab, (2) cukup cahaya yang meneranginya, (3) sirkulasi
udara cukup, (4) perabot dalam keadaan baik,cukup jumlahnya
dan ditata dengan rapi, dan (4) jumlah peserta didik tidak lebih
dari 40 orang.
Beberapa syarat yang perlu diupayakan agar kelas
nyaman dan menyenangkan menurut Ahmad (1995) dalam
Rofiq (2009) adalah sebagai berikut:
a. Tata Ruang Kelas
Pada prinsipnya sistem belajar yang kita anut di sekolah
adalah sistem klasikal. Tetapi ada beberapa metode mengajar
yang tidak selalu memakai sistem klasikal, misalnya metode
eksperimen, diskusi kelompok, dan lain sebagainya. Dalam
penataan ruang kelas, almari kelas dapat ditempatkan
disamping papan tulis atau disamping meja guru. Jika ada
almari kelas tambahan dapat ditaruh dibelakang kelas,
sebaiknya almari tersebut terbuat dari kaca untuk penyimpan
piagam,vandel, dan kepustakaan kelas.
Pengaturan tempat perabot kelas dapat dipindah-
pindahkan sesuai dengan keadaan atau kondisi setempat
(Depdiknas, 1994).
b. Menata Perabot Kelas
Perabot kelas adalah segala sesuatu perlengkapan yang
harus ada dan diperlukan kelas. Perabot kelas meliputi : (a)
papan tulis, (b) meja kursi guru, (c) meja kursi peserta didik,
(d) almari kelas, (e) jadwal pelajaran, (f) papan absensi, (g)
daftar piket kelas, (h) kalender pendidikan, (i) gambar-gambar,

132
(j) tempat cuci tangan, (k) tempat sampah, (l) sapu dan alat
pembersih lainnya, dan (m) gambar-gambar alat peraga.
Dari pendapat Ahmad dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Papan Tulis Papan tulis harus cukup besar dan
permukaan dasarnya harus rata.Warnadasar papan
tulis yang mulai menipis atau belang harus segera di
cat ulang. Papan p ulis harus ditempatkan di depan
ancukup cahaya. Penempatannya tidak terlalu tinggi
dan tidak terlalu rendah, sehingga peserta didik yang
duduk dibelakang masih melihat atau membac a
tulisan yang paling bawah.
2) Meja kursi Guru Meja kursi guru ukurannya disesuaikan
dengan standart yang ada, meja guru berlaci dan ada
kuncinya, meja kursi guru ditempatkan di tempat
strategis, misalnya di kanan atau di kiri papan tulis,
supaya tidak menghalangi pandangan peserta didik ke
papan tulis.
3) Meja kursi Peserta didik Meja kursi peserta didik ditata
sedemikian rupa sehinggga dapat menciptakan
kondidsi kelas yang menyenangkan, ukuran mejadan
kursi disesuaikan dengan ukuran badan peserta didik
dan dilengkapi dengan tempat tas atau buku.
4) Alamari Kelas Alamari kelas dapat ditempatkan di
samping papan tulis atau sebelah kiri atau kanan
dinding bisa juga diletakkan di sebelah meja guru.
5) Jadwal Pelajaran Jadwal pelajaran ditempatkan di
tempat yang mudah dilihat.
6) Papan Absensi Papan absensi ditempatkan di sebelah
papan tulis atau di dinding samping kelas. Guru juga
harus memiliki catatan daftar hadir peserta didik di

133
buku khusus, karena daftar hadir di papan diganti
setiap hari sesuai keadaan.
7) Daftar Piket kelas Daftar piket kelas ditempatkan di
samping papan absensi.
8) Kalender Pendidikan Kalender pendidikan ditempel
pada tempat yang mudah dilihat.
9) Gambar-Gambar Gambar Presiden, Wakil Presiden,
dan lambing burung Garuda Pancasila ditempatkan di
depan kelas di atas papan tulis, posisi penempatannya
disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.
10) Tempat Cuci Tangan dan Lap Tangan Tempat cuci
tangan dan lap tangan diletakkan di depan kelas dekat
pintu masuk.
11) Tempat sampah Tempat sampah diletakkan di sudut
kelas. Besar kecilnya tempat sampah disesuaikan
dengan kebutuhan.
3. Pengelolaan perilaku (behavioral management)
Dalam keseharian tugas dinasnya bahwa siswa paling
banyak berhubungan dengan guru dan demikian juga
sebaliknya merupakan perwajahan sekolah yang dapat dilihat
dengan mata telanjang. Dalam menjalankan tugasnya sebagi
seorang tenaga pengajar, guru akan sering berhadapan
langsung dengan siswa yang mana setiap siswa memiliki
karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain. Guru
akan menemui anak yang memiliki kemampuan akademik
tinggi, sedang, atau rendah. Guru juga akan mendapati anak
yang kuat, sedang, atau lemah fisiknya yang kesemuanya itu
membutuhkan perhatian yang berbeda-beda.
Biasanya siswa yang bermasalah manjadi beban
tersendiri bagi seorang guru karena dia dituntut harus mampu
mengatasinya, maka tak jarang kita menemui beberapa

134
kekerasan dalam sekolah yang dilakukan oleh guru-guru yang
amatiran atau tidak professional. Beberapa factor yang
biasanya menyebabkan anak berperilaku buruk adalah factor
sosial, ekonomi, cultural, agama, jenis kelamin, ras, tempat
tinggal, perbedaan potensi kognitif, kesehatan, kebiasaan
hidup dan lain-lain.
Dari sekolah sendiri memiliki beberapa factor yang
dapat menyebabkan siswa berperilaku buruk seperti letak
sekolah yang dekat dengan keramaian, tenaga pengajar yang
tidak memadai, terlalu banyak pungutan dan lain-lain. Ini
berarti ada tantangan serius bagi sekolah untuk menciptakan
iklim yang kondusif. Pertama, memperkuat kinerja dan misi
akademik sekolah. Kedua, menetapkan tata aturan dan
prosedur disiplin yang jelas dan standar, serta mengikat
semua anak didik. Ketiga, melembagakan dan memberi
keteladanan mengenai norma-norma etik yang menjadi
pemandu hubungan antar subjek di lingkungan sekolah.
Berdasarkan uraian diatas, adapun implikasi
pengelolaan kelas terhadap pengembangan rencana
pengelolaan perilaku pada program pembelajaran menurut
Rofiq (2009) harus memperhatikan pada beberapa aspek ,
yaitu:

1. Karakteristik
Peserta didik Untuk dapat memperlancar proses
belajar peserta didik, seorang guru perlu memperhatikan
faktor yang terdapat pada diri peserta didik maupun faktor
lingkungan yang perlu dimanipulasinya. Karakteristik peserta
didik tersebut, meliputi:
a. Kemampuan Awal
Peserta didik kemampuan awal peserta didik adalah
kemampuan yang telah dimiliki oleh peserta didik sebelum ia
135
mengikuti pelajaran yang akan diberikan. Kemampuan awal
menggambarkan kesiapan peserta didik dalam menerima
pelajaran yang akan disampaikan. Kemampuan awal peserta
didik penting untuk diketahui guru sebelum memulai
pembelajaran, karena dengan demikian dapat diketahui
apakah peserta didik telah mempunyai pengetahuan awal
yang merupakan prasyarat untuk mengikuti pembelajaran,
sejauhmana peserta didik mengetahui materi apa yang akan
disajikan. Kemampuan awal peserta didik dapat diukur melalui
tes awal, interview, atau cara-cara lain yang cukup sederhana
seperti melontarkan pertanyaan-pertanyaan secara acak
dengan distribusi perwakilan peserta didik yang refresentatif.
b. Motivasi
Motivasi dapat didefinisikan sebagai tenaga pendorong
yang menyebabkan adanya tingkah laku kearah suatu tujuan
tertentu. Apabila peserta didik mempunyai motivasi yang
tinggi, maka ia akan : (1) memperlihatkan minat dan
mempunyai perhatian, (2) bekerja keras dan memberikan
waktu pada usaha tersebut, (3) terus bekerja sampai tugas
dapat diselesaikan. Berdasarkan sumbernya motivasi dapat
dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Motivasi instrinsik, yaitu
motivasi yang datang dari dalam diri peserta didik, dan
motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi yang datang dari luar diri
peserta didik.
Dibawah ini diberikan saran-saran bagaimana guru
dapat meningkatkan motivasi bagi peserta didik, yaitu: (1)
Setiap materi perlu dibuat menarik, (2) Setiap proses
pembelajaran diusahan untuk membuat peserta didik aktif, (3)
Menerapkan teknik-teknik modifikasi tingkah laku untuk
membantu peserta didik bekerja keras, (4) Memberikan
petunjuk dan indikator pencapaian yang jelas, (5)

136
Memperhitungkan perbedaan kemampuan individualantar
peserta didik, latar belakang, dan sikap peserta didik terhadap
sekolah atau mata pelajaran, (6) Mengusahakan untuk
memenuhi kebutuhan defisiensi peserta didik, yaitu
kebutuhan psikologis, rasa aman, diakui oleh kelompoknya,
serta penghargaan dengan jalan: memperhatikan kondisi fisik
peserta didik, memberi rasa aman, menunjukan bahwa guru
memperhatikan mereka, mengatur pengalaman belajar
sehingga setiap peserta didik pernah memperoleh kepuasan
dan penghargaan, mengarahkan pengalaman belajar
kekeberhasilan dan membuat peserta didik tingkat aspirasi
yang realistik, mempunyai orientasi pada prestasi, serta
mempunyai konsep diri yang positif, (7) Mengusahakan agar
terbentuk kebutuhan untuk berprestasi, rasa percaya diri, (8)
Membuat peserta didik ingin menerapkan apa yang telah
dipelajari dan ingin belajar lebih banyak lagi.
c. Perhatian Didalam Proses Pembelajaran,
Perhatian merupakan faktor yang besar pengaruhnya
terhadap keberhasilan proses pembelajaran bagi peserta didik.
Dengan perhatian dapat memuat peserta didik: mengarahkan
diri ketugas yang akan diberikan, melihat masalahmasalah
yang akan diberikan, memilih dan memberikan fokus pada
masalah yang harus diselesaikan, dan mengabaikan hal-hal
yang tidak relevan.
Cara-cara yang dapat dipakai guru untuk dapat menarik
perhtian bagi peserta didik antara lain: Mengetahui minat
peserta didik, memberikan pengarahan,menjelaskan tujuan-
tujuan belajar , mengadakan tes awal atau kuis.
d. Persepsi
Persesi merupakan suatu proses yang bersifat
kompleks yang menyebabkan orang dapat menerima atau

137
meringkas informasi yang diperolehnya dari lingkungannya.
Hal-hal yang umum yang perlu diketahui oleh seorang guru
mengenai persepsi, antara lain: makin tepat persepsi peserta
didik mengenai sesuatu semakin mudah peserta didik untuk
mengingatnya, pelajaran perlu menghindari adanya persepsi
yang salah karena akan memberikan persepsi yang salah pula
pada peserta didik tentang apa yang dipelajari, bila ada
strategi pembelajaran yang perlu dikembangkan dengan
menggunakan alat peraga maka perlu diusahakan agar
penggati benda tersebut mendekati aslinya.
e. Retensi
Retensi adalah kemampuan untuk mengingat materi
yang telah dipelajari. Ada tiga faktor yang mempengaruhi
retensi, yaitu: (1) yang dipelajari pada permulaan, (2) belajar
melebihi penguasaan, dan (3) pengulangan dengan interval
waktu.
Strategi yang dapat diterapkan guru untuk
meningkatkan retensi peserta didik dalam pembelajaran,
yaitu:
1) Mengetahui bahwa kekompleksan respon yang
diinginkan masih berada dalam batas kemampuan
peserta didik, dan masih berkisar pada apa yang telah
dipelajari sebelumnya.
2) Memberikan latihan-latihan.
3) Membuat situasi belajar yang jelas dan spesifik.
4) Membuat situasi belajar yang relevan dan bermakna.
5) Memberikan penguatan terhadap respons peserta
didik.
6) Memberikan latihan dan mengulang secara periodik.
7) Memberikan situasi belajar tambahan dimana peserta
didik tidak hanya belajar materi baru.

138
8) Mencari peluang-peluang yang terdapat didalam
situasi belajar baru.
9) Mengusahakan agar materi ajar yang dipelajari
bermakna dan disusun dengan baik.
10) Memberikan resetasi karena guru akan meningkatkan
praktik peserta didik.
2. Transfer
Transfer merupakan kemampuan untuk menggunakan
apa yang dipelajari untuk menyelesaikan masalah-masalah
baru, menjawab pertanyaanpertanyaan baru, atau
memfasilitasi pembelajaran materi pelajaran yang baru.
Bentuk transfer dapat berupa: (1) transfer positif, yaitu
pengalaman sebelumnya dapat membantu pembentukan
penampilan peserta didik dalam tugas selanjutnya, (2) transfer
negatif, artinya pengalaman sebelumnya justru menghambat
penampilan didalam tugas baru, dan (3) ransfer nol, terjadi
bila pengalaman masa lalu tidak mempengarui penampilan
selanjutnya
Kemampuan guru mengelola proses belajar mengajar
yang baik akan menciptakan situasi yang memungkinkan anak
untuk belajar, sehingga merupakan titik awal keberhasilan
pembelajaran. Siswa dapat belajar dalam suasana wajar, tanpa
tekanan dan dalam yang merangsang untuk belajar. Dalam
kegiatan belajar mengajar siswa memerlukan suatu yang
memungkinkan dia berkomunikasi secara baik, meliputi
komunikasi guru-siswa, siswa-siswa, siswa-lingkungan, siswa-
bahan ajar dan siswa dengan dirinya sendiri.
Tugas dan peran guru dalam implementasi pengelolaan
proses belajar mengajar menurut Syaiful Bahri Djamarah
(2002), adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan

139
1) Menetapkan apa yang akan, kapan dan bagaimana cara
melakukannya.
2) Membatasi sasaran dan menetapkan pelaksanaan kerja
untuk mencapai hasil yang maksimal melalui proses
penentuan target
3) Mengembangkan alternatif-alternatif tindakan
4) Mengumpulkan dan menganalisis informasi
5) Mempersiapkan dan mengkomunikasikan rencana-
rencana dan keputusan-keputusan
b. Pengorganisasian
1) Menyediakan fasilitas, perlengkapan dan tenaga kerja
yang diperlukan untuk menyusun kerangka yang efisien
dalam melaksanakan rencana-rencana melalui proses
penetapan kerja yang diperlukan untuk
menyelesaikannya.
2) Mengelompokkan kelompok kerja dalam struktur
organisasi secara teratur.
3) Membentuk struktur wewenang dan mekanisme
koordinasi
4) Merumuskan, menetapkan latihan dan pendidikan
tenaga serta mencari sumbersumber lain yang
diperlukan (Bahri syaiful Dzamarah, 2002).
c. Pengarahan
1) Menyusun kerangka waktu dan biaya secara terperinci
2) Memperkarsa dan menampilkan pelaksanaan rencana
dan pengambilan keputusan
3) Mengeluarkan instruksi-instruksi yang spesifik
4) Membimbing, memotivasi dan melakukan supervise
d. Pengawasan
1) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan

140
2) Melaporkan penyimpangan dan merumuskan serta
menyusun standarstandar dan sasaran-sasaran
tindakan koreksi
3) Menilai pekerjaan dan melakukan tindakan koreksi
terhadap penyimpangan penyimpangan
Kegiatan pembelajaran dimaksutkan agar tercipta
kondisi yang memungkinkan terjadinya belajar pada diri siswa.
Dalam suatu kegiatan pembelajaran dapat dikatakan terjadi
belajar, apabila terjadi proses perubahan perilaku pada diri
siswa sebagai hasil dari suatu pengalaman.
Dari jabaran kegiatan pembelajaran tersebut, maka
dapat diidentifikasikan dua aspek penting yang ada dalam
kegiatan pembelajaran tersebut. Aspek pertama adalah aspek
hasil belajar yakni perubahan perilaku pada diri siswa. Aspek
kedua adalah aspek proses belajar yakni sejumlah pengalaman
intelektual, emosional, dan fisik pada diri siswa ( Dimyati dan
mudjiono, 2009).
Dari segi proses, belajar dan perkembangan
merupakan proses internal siswa. Pada belajar dan
perkembangan, siswa sendiri yang mengalami, melakukan, dan
menghayatinya. Inilah yang dimaksud dengan pembelajaran,
dimana proses interaksi terjadi antara guru dengan siswa, yang
bertujuan untuk meningkatkan perkembangan mental,
sehingga menjadi mandiri dan utuh, disamping itu pula proses
belajar tersebut terjadi berkat siswa memperoleh sesuatu
yang ada dilingkungan sekitar.
Dalam proses belajar tersebut, siswa menggunakan
kemampuan mentalnya untuk mempelajari bahan belajar.
Kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik yang
dibelajarkan dengan bahan belajar menjadi suku rinci dan
menguat.

141
Adanya informasi tentang sasaran belajar, penguatan,
evaluasi dan keberhasilan belajar, menyebabkan siswa
semakin sadar akan kemampuan dirinya. Maka proses
pembelajaran itu dilandasi oleh prinsip-prinsip yang
fundamental yang akan menentukan apakah pembelajaran itu
berlangsung secara wajar dan berhasil.

I. Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi pengelolaan
kelas sangat mendasar sekali karena kegiatan guru dalam
mengelola kelas meliputi kegiatan mengelola tingkah laku
peserta didik dalam kelas, menciptakan iklim sosio emosional
dan mengelola proses kelompok, sehingga keberhasilan guru
dalam menciptakan kondisi yang memungkinkan, indikatornya
proses pembelajaran berlangsung secara efektif. Inti kegiatan
suatu sekolah atau kelas adalah proses pembelajaran. Kualitas
belajar peserta didik serta para lulusan banyak ditentukan oleh
keberhasilan pelaksanaan pembelajaran tersebut atau dengan
kata lain banyak ditentukan oleh fungsi dan peran guru.
Guru sebagai pengelola kelas merupakan orang yang
mempunyai peranan yang strategis yaitu orang yang
merencanakan kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan di kelas,
orang yang akan mengimplementasikan kegiatan yang
direncanakan dengan subjek dan objek peserta didik, orang
menentukan dan mengambil keputusan dengan strategi yang
akan digunakan dengan berbagai kegiatan di kelas, dan guru
pula yang akan menentukan alternatif solusi untuk mengatasi
hambatan dan tantangan yang muncul; maka dengan
beberapa pendekatan-pendekatan yang dikemukakan, akan
sangat membantu guru dalam melaksanakan tugas
pekerjaannya. Strategi Pembelajaran Kimia

142
Guru dalam melakukan tugas mengajar di suatu kelas,
perlu merencanakan dan menentukan pengelolaan kelas yang
bagaimana yang perlu dilakukan dengan memperhatikan
kondisi kemampuan belajar peserta didik serta materi
pelajaran yang akan diajarkan di kelas tersebut. Menyusun
strategi untuk mengantisipasi apabila hambatan dan
tantangan muncul agar proses pembelajaran tetap dapat
berjalan dan tujuan pembelajaran yang telah ditentukan dapat
tercapai. Pengelolaan kelas akan menjadi sederhana
untuk dilakukan apabila guru memiliki motivasi kerja yang
tinggi, dan guru mengetahui bahwa gaya kepemimpinan
situasional akan sangat bermanfaat bagi guru dalam
melakukan tugas mengajarnya.

143
DAFTAR PUSTAKA

A, Muljani Nurhadi. (1983). Administrasi Pendidikan Di


Sekolah. Yogyakarta: Andi OFFSET.

A. H. Maslow (1943) A Theory of Human Motivation. Originally


Published in Psychological Review, 50, 370-396
https://psychclassics.yorku.ca/Maslow/motivation.htm

Ahmad, Djauzak. (1995). Pedoman Pembinaan Profesional


Guru Sekolah Dasar, Dispendas. Bandung: Depdikbud RI

Ainur Rofiq, D. (2009). Peranan Ekuitas Merek Terhadap


Loyalitas Pelanggan Pada Industri Telepon Seluler.
Journal Of Business Research, 52(2086–390).

Amalia, A., & Sa’adah, N. (2020). Dampak Wabah Covid-19


Terhadap Kegiatan Belajar Mengajar Di Indonesia. Jurnal
Psikologi, 13(2)

Amir, Taufiq. (2009). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based


Learning. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Arends, Richard I. (2008). Learning To Teach Belajar untuk


Mengajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Arianti. (2017). Urgensi Lingkungan Belajar yang Kondusif


dalam Mendorong Siswa Belajar Aktif Didaktika Jurnal
Kependidikan, , Vol. 11, No. 1, Juni 2017

Arviana, N. (2014). Penerapan Pendekatan Differentiated


Intructions untuk Mengembangkan Kemampuan
144
Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas VIII SMP
Pada Materi Kubus dan Balok. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Matematika Mathedunesa, 3(3), 1-8.

Aswan Zain dan Syaiful Bahri Djamarah.(2006). Strategi Belajar


Mengajar, Jakarta: Rineka Cipta.

B Subiyakto, M Mutiani. (2019). Internalisasi nilai pendidikan


melalui aktivitas masyarakat sebagai sumber belajar ilmu
pengetahuan sosial. Khazanah: Jurnal Studi Islam Dan
Humaniora 17 (1).

B. Suryosubroto. (1997). Proses Belajar Mengajar di Sekolah:


Wawasan Baru Beberapa Metode Pendukung dan
Beberapa Layanan Khusus. Jakarta: Rineka Cipta

Badruddin, (2014), Manajemen Peserta Didik. Jakarta: PT


Indeks.

Bafadal, Ibrahim (1996). Pengelolaan Perpustakaan. Jakarta :


Bumi Aksara

Caligiuri, Paula dan Ibraiz Tarique dan Rick Jacobs, 2009,


“Selection for International Assignments”, Human
Resource Management Review 19, 51–262

Churiyah, M., Sholikhan, S., Filianti, F., & Sakdiyyah, D. A.


(2020). Indonesia education readiness conducting
distance learning in Covid-19 pandemic situation.
International Journal of Multicultural and Multireligious
Understanding, 7(6), 491.
https://doi.org/10.18415/ijmmu.v7i6.1833
145
Danim, Sudarwan. (2002). Inovasi Pendidikan dalam Upaya
Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan.
Bandung: CV Pustaka Setia.

Depdiknas. (1994). Kurikulum standar Kompetensi TK dan RA,


Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Dewantara, Ki Hajar. (1940). Konvergensi. Majalah “Pusara”.


Edisi Pebruari 1940. Jilid X. no.2

Dewey, John. (1964). Democracy and Education, An


Introduction To The Philosophy Of Education, New York:
The Macmillan Company.

Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran.


Jakarta: Rineka Cipta
Direktorat Jendral Pendidikan Islam Departemen Agama RI.
(2006). Undang-Undang Dan Peraturan Pemerintah RI
Tentang Pendidikan, Jakarta.

Djamarah Syaiful Bahri. (2002). Strategi Belajar Mengajar.


Jakarta : Rineka Cipta

Earl, Lorna. (2003). Assessment as Learning: Using Classroom


Assessment to Maximise Student Learning. Thousand
Oaks, California, Corwin Press.

Edinger, Monica. (1998). Far Away and Long Ago: young


Historians in The Classroom. New York: Stenhouse.
Gelinas, Ulric., Oram, Alan E., Wiggins, William P. 1990.
Accounting Information System. PWS-KENT publishing

146
Company. (Memuat informasi mengenai definisi sistem
informasi).

Hall. G, Stanley. (1904). Its Psychology and its Relations to


Physiology, Anthropology, Sociology, Sex, Crime, Religion
and Education Vol.2. New York.
http://psychclassics.yorku.ca/
Hall/Adolescence/chap17.html.

Hamalik, Oemar. (2001). Proses Belajar Mengajar. Jakarta :


Bumi Aksara.

Howard, J.A. and Sheth J.N. (1969), The Theory of Buyer


Behavior. (Edisi cetak ulang) New York: John Wiley and
Sons
Imam Supardi. (2003). Lingkungan Hidup dan Kelestariannya.
Bandung: PT. Alumni.

Joseph, S., Thomas, M., Simonette, G., & Ramsook, L. 2013.


The Impact of Differentiated Instruction in a Teacher
Education Setting: Successes and Challenges.
International Journal of Higher Education, 2(3).

Lailiyah, Sufil. (2015). “Directive Speech Act of The Main


Characters in Divergent Movie”. Lecturer of
Abdurachman Saleh University. Volume 5 issue 1st June
2015.

Lindzey, G. & Aronson, E. (ed). (1975). The Handbook of Social


Psychology. Volume Two. New Delhi: Addison Wesley

147
Moh. Uzer Usman. (1995). Menjadi Guru Profesional. Bandung
: PT Remadja Rosdakarya

Muhibbin, Syah. (2011). Psikologi Pendidikan dengan Suatu


Pendekatan Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Mukti, Abdul dan Sayekti, Adjie, (2003), Gerbang; Majalah


Pendidikan, 4, 36-38.

Mulyadi. (2009). Akuntansi Biaya. Yogyakarta : STIE YPKPN

Mulyasa, E. (2006). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.


Bandung: Penerbit PT Remaja Rosdakarya

Mulyasa. (2006). Menjadi Guru Profesional Menciptakan


Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung:
Penerbit PT Remaja Rosdakarya.

Oliver, R. M., Wehby, J. H., & Reschly, D. J. (2011). Teacher


classroom management practices: Effects on disruptive
or aggressive student behavior. SREE Conference
Abstract Template.

Oliver, Regina M., and Daniel J. Reschly. (2007). “Effective


Classroom Management: Teacher Preparation and
Professional Development”. National Comprehensive
Center for Teacher Quality Journal, Vol. 1 No. 1, 2007,
hal. 1- 24.
Robert, Zais S. (1976). Curriculum, Principles and Foundations.
New York: Harper & Row, Publishers

148
Rusydie, Salman. (2011). Prinsip-Prinsip Manajemen Kelas .
Yogyakarta: DIVA Press

Sagala, Saiful. (2013). Kemampuan Profesional Guru dan


Tenaga Kependidikan, Cet. IV; Bandung: ALFABETA

Saroni, Muhammad. (2006). Lingkungan Sekolah dan


Pengembangannya. Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada.
Schlechty, Philip G., (1997). Inventing better school. San
Francisco: Jossey-Bass

Sulistryorini. (2009). Manajemen Pendidikan Islam, Cet, I;


Yogyakarta: TERAS.

Supardi. (2003). Sekolah Efektif Konsep dasar Dan Prinsipnya,


Cet.I: Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Suwarna, dkk. (2005). Pengajaran Mikro. Pendekatan Praktis
dalam Menyiapkan Pendidik Profesional. Yogyakarta :
Tiara Wacana.

Suwignyo. (2007). Pengaruh Manajemen Asuhan Keperawatan


dan Motivasi Berprestasi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama

Syah, Muhibbin. (2011). Psikologi Belajar, Cet. II: Jakarta: PT.


Raja Grindo Persada.

Syaifurahman dan Tri Ujiati. (2013). Manajemen Dalam


Pembelajaran.Jakarta: Indeks.

149
Tagiuri, R. dan Litwin, G. (2019). Organizational Climate:
Expectations of a Concept. Boston: Hardvard University
Press.

Tomlinson, C. A. (1999). The Differentiated Classroom:


Responding to the Needs of All Learning. Alexandria:
Association for Supervision and Curriculum
Development.

Tomlinson, C. A. (2001). How to Differentiate Instruction in


Mixed-Ability Classrooms. Upper Saddle River, NJ:
Pearson Education.

Tompkins, et. al. (1996). Facilities Planning Second Edition.


Jhon Willey and Sons Inc, New York. 1996.

Uno, Hamzah B & Nurdin Mohamad. (2014). Belajar Dengan


Pendekatan Pembelajaran Aktif Inofatif Lingkungan
Kreatif Efektif Menyenangkan,Cet.V: Jakarta: PT. Bumi
Aksara.

Wang, M.C., Haertal, G.D., & Walberg, H.J. (1994). Educational


resilience in inner cities. In M.C. Wang & E.W. Gordon
(Eds.), Educational resilience in innercity America:
Challenges and prospects. Hillsdale, NJ: Erlbaum.

Zhou, L., Li, F., Wu, S., & Zhou, M. (2020). “School’s Out, But
Class’s On”, The Largest Online Education in the World
Today: Taking China’s Practical Exploration During The
COVID-19 Epidemic Prevention and Control as An
Example. The Largest Online Education in the World
Today, 4(2).
150
BIODATA PENULIS

AGUS PURWOWIDODO, lahir pada 17 April 1972 di


Purwoasri, Kabupaten Kediri, Jawa Timur. Berasal
dari keluarga sederhana yang berkultur campuran
antara guru dan santri. Namun, beruntung, dapat
mengenyam pendidikan formal di MI Al-Fajar
Dawuhan Lor , yang cukup kental dengan nilai-nilai
keagamaan Islam, dan lulus tahun 1985. Selanjutnya meneruskan
sekolah di MTsN Purwoasri, tamat tahun 1988, dan di MAN Denanyar
Jombang, tamat tahun 1991. Lagi-lagi keberuntungan menaunginya,
karena selepas MAN diterima di Jurusan Pendidikan Agama Islam
(PAI) di Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang
Kuliah di Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) di Fakultas
Tarbiyah IAIN Sunan Ampel Malang ditekuninya sejak tahun 1991.
Di sini ia berjumpa dengan Prof. Dr. H. Imam Suprayogo dan Prof
Dr. Muhaimin, MA, dua orang dosen (yang menjadi Guru Besar) di
Jurusan Pendidikan Agama Islam, yang dipandang paling penting
mempengaruhi semangat belajarnya, dan mendorongnya untuk
berkecimpung di bidang Pendidikan Agama Islam. Lulus tahun 1995
dengan Skripsi berjudul “Mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Ampel dalam Era Tranformasi Budaya”.
Selepas meraih Sarjana Pendidikan Agama Islam (PAI),
aktivitas AGUS PURWOWIDODO lebih banyak dihabiskan untuk
mengajar dan menjadi dosen tetap di Jurusan Pendidikan Agama
Islam di Pendidikan di beberapa Perguruan Tinggi Swasta.
Tahun 2002, AGUS PURWOWIDODO melanjutkan studi
S2 pada Program Studi Teknologi Pembelajaran (TEP) Universitas

151
negeri Malang. Hanya dalam waktu dua tahun (2005), gelar Magister
Pendidikan (M.Pd.) diraihnya. Di bawah bimbingan Prof. Dr. Dimyati
Ahmadin, Prof. Dr. I Nyoman Sudana Degeng dan Prof. Dr. I Wayan
Ardhana, ia merampungkan Tesis S2-nya yang berjudul “Pengaruh
saat penggunaan peta konsep sebagai pengantar awal (advance
organizer) dan ikhtisar akhir (post organizer) serta gaya kognitif
terhadap hasil belajar siswa kelas dua pada pembelajaran geografi di
SMPN 2 Purwoasri, Kediri”. Tesis tersebut telah diterbitkan menjadi
buku oleh Penerbit STAIN Press Tulungagung (Cetakan I, Agustus
2008).
Sebagai dosen yang sejak 2006 telah memperoleh jabatan
akademik Lektor Kepala dalam kajian “Teknologi Pembelajaran”, dan
sejak 2015 telah mendapatkan sertifikat sebagai pendidik (sertifikasi
dosen), ia banyak melakukan penelitian, terutama yang terfokus
pada kajian Disain Instruksional dan Pengembangan Media dan
Sumber Belajar. Tulisan-Tulisan tersebar di berbagai Jurnal (sebagian
di antaranya jurnal nasional terakreditasi) dan majalah ilmiah, antara
lain : Jurnal Ilmu Pendidikan ( UM Malang), Ta’dib: Journal of Islamic
Education (Jurnal Pendidikan Islam) (UIN Raden Fatah Palembang),
Episteme (IAIN Tulungagung), Dinamika ( IAIN Tulungagung), Jurnal
Imu Pendidikan ( UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta).
Tahun 2009, AGUS PURWOWIDODO melanjutkan studi S3
pada Program Studi Teknologi Pembelajaran (TEP) dengan Progra
di m beasiswa BPPS Universitas negeri Malang. dalam waktu lima
tahun (2014), gelar Doktor Teknologi Pendidikan diraihnya. Di
bawah bimbingan Prof. Dr. I Nyoman Sudana Degeng dan Prof. Dr.
I Wayan Ardhana, ia merampungkan Disertasi S3-nya yang berjudul
“Pengaruh strategi pembelajaran dan gaya berpikir terhadap hasil
belajar pemahaman dan menerapkan konsep IPS”.

152
Beberapa buku yang telah ditulis: Desain Teknologi
Instruksional Sebagai Landasan Perencanaan dan Penyusunan
Proses pembelajaran di Perguruan Tinggi. ( STAIN Tulungagung
Press, Tulungagung. ISBN 978-602-8079-15-0). Supervisi
Pendidikan (Penerbit AcimA Publishing Tulungagung, 2012).
Strategi Pengelolaan Sekolah Unggul ( STAIN Press Tulungagung,
2013). Komunikasi Pendidikan (IAIN Tulungagung Press
berkolaborasi dengan Lentera Kreasindo, kemudian dicetak oleh
Lingkar Media Yogyakarta, 2015). Desain Pembelajaran Inovatif
Berbasis Konstruktivisme ( Buku ini dicetak pada tahun 2013 dan
diterbitkan oleh STAIN Tulungagung Press). Proses Pembelajaran
Melalui Lesson Study. (IAIN Tulungagung Press berkolaborasi
dengan Lentera Kreasindo, kemudian dicetak oleh Lingkar
Media Yogyakarta, 2015). Desain Pembelajaran Inovatif Berbasis
Teori-Teori Konstruktivistik Penerbit Media Pustaka Yogyakarta,
Tahun 2018). Variabel-Variabel Karakteristik Siswa Berpengaruh
Terhadap Proses Dan Hasil Belajar Dan Pembelajaran (Penerbit
Media Pustaka Yogyakarta, Tahun 2020). Aplikasi Dan Moda
Belajar Berbasis Pembelajaran Daring (Penerbit Media Pustaka
Yogyakarta, Tahun 2021).
Penulis ini dapat dihubungi pada alamat berikut. Alamat
kantor: FTIK UIN Sayid Ali Rahmatulooh Tulungagung Jl. Mayor
Sujadi No.46, Kudusan, Plosokandang, Kec. Kedungwaru,
Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur 66221. No HP. 085608098113.
Alamat e-mail: widodopurwo74@gmail.com

153
BIODATA PENULIS

MUHAMAD ZAINI lahir pada tanggal 28


Desember 1971 di Kolomayan Wonodadi
Blitar Jawa Timur. Penggiat Literasi ini telah
menamatkan pendidikan SDN Kolomayan
1 (1983), M TsN Kunir (1986), PGAN
Tulungagung (1986), sedangkan untuk
jenjang perguruan tinggi telah menamatkan
pendidikan S-1 di STAIN Tulungagung (1998), S-2 UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta (2003), dan pada Program Doktoral S-3 di
UIN Maliki Malang diselesaikan pada tahun 2017.
Beliau juga pernah mengikuti jalur pendidikan non-
formal dilembaga pendidikan Madin Darul Irsyad dan PP Al Falah
Kolomayan Wonodadi Blitar (1980-1986), Pondok Pesantren
Panggung Tulungagung (1987-1989), Pondok Pesantren
Darussalam Kalangan Wiyurejo Pujon Malang (1989-1993). Dia
saat ini tinggail di Kolomayan RT. 01 RW. 05 no. 03 Wonodadi
Blitar Jawa Timur KP. 66155 bersama istri nya Nuryanti dan ketiga
anaknya Nur Amalia Balqis, Nur M. Syafiq Hikmal Akmal, Nur M.
Naufal Mujtaba.
Terhitung mulai Bulan Maret 1999, beliau di amanahkan
menjadi Pegawai Negeri Sipil (Dosen) di IAIN Tulungagung, Dia
saat ini tekun pada Bidang Kurikulum dan Pembelajaran di UIN
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung.
Dia tekun menulis di berbagai Jurnal diantaranya: (1)
Tarekat Shadhiliyah: Perkembangan dan Ajaran-Ajarannya (Jurnal
Qualita Ahsana terakreditasi Lemlit IAIN Sunan Ampel Surabaya,
2005); (2) Pendekatan Multikultural dalam Pengembangan

154
Kurikulum (Jurnal Ta’allum STAIN Tulungagung, 2006); (3) Al-
Mahabbah, Sufi Menggapai Cinta Ilahi (Jurnal Kontemplasi STAIN
Tulungagung, 2006); (4) Martabat Tujuh (Jurnal Kontemplasi
STAIN Tulungagung, 2007); (5) Hasan Al-Syadzili dan Rekonstruksi
Konsep Tasawuf (Jurnal Ilmu Pengetahuan Sosial terakreditasi
FKIP Universitas Jember, 2008); (6) Inovasi Kurikulum PAI dalam
Meningkatkan Kompetensi mahasiswa (Taallum Jurnal Pendidikan
Islam IAIN Tulungagung vol VII no 2 th 2019, 2019).
Adapun beberapa karya literasi dalam menulis buku
diantaranya: (1) Meniti Jalan Pendidikan Islam (Tim) (PT. Pustaka
Pelajar Yogya, 2003); (2) Pendidikan Agama Islam SD Kelas I-VI
(Tim) (Aneka Ilmu Semarang, 2003); (3) Pendidikan Kurikulum
(editor) (Elkaf Surabaya, 2005); (4) Pengembangan Kurikulum
Konsep, Implementasi, Evaluasi dan Inovasi (Elkaf Surabaya,
2006); (5) Metode Penelitian Pendidikan (editor) (Elkaf Surabaya,
2006); (6) Filsafat Pendidikan Islam (editor) (Elkaf Surabaya,
2006); (7) Relasi Guru dan Murid dalam Tradisi Tarekat Syadziliyah
(STAIN Press, 2008); (8) Ensiklopedi Tasawuf Jilid I-III (Tim)
(Angkasa Bandung, 2008); (9) Pengembangan Kurikulum Konsep,
Implementasi, Evaluasi dan Inovasi (Revisi) (Teras Yogyakarta,
2009); (10) Pengaruh Strategi Lesson Study dan Motivasi
berprestasi Terhadap Kompetensi Profesional dan Pedagogik
Mahasiswa PGMI FTIK IAIN Tulungagung (Kerjasama IAIN
Tulungagung Press dg Lentera Kreasindo Yogyakarta, 2015); (11)
Tim Penulis, Karena Setiap Anak Berbeda (Tim) (Pustaka Madani,
2006); (12) Perjuangan Memberdayakan Masyarakat (Tim) (IAIN
Tulungagung Press, 2017); (13) Sekolah yang Memanusiakan
(Tim) (IAIN Tulungagung Press, 2017); (14) Kuliah Daring Dinamika
Pembelajaran ketika Wabah Corona (Tim) (IAIN Tulungagung Press,

155
2022); (15) Perencanaan kurikulum (editor) (Akademia Pustaka,
2020); (16) Pengembangan kurikulum MI/SD (editor) (Akademia
Pustaka, 2022); (17) Pengembangan kurikulum Pendidikan Dasar
Islam (editor) (Satu Press, 2021); (22) Pengembangan kurikulum
(editor) (Akademia Pustaka, 2022); (23) Evaluasi kurikulum
(editor) (Akademia pustaka, 2022); (24) Inovasi Kurikulum (editor)
(Akademia pustaka, 2022).

Alamat Penulis:
Alamat Kantor : UIN SATU Tulungagung
Jl. Mayor Sujadi Timur no. 46
Tulungagung
Telp./Fax. : (0355) 321513/(0355) 321656
Alamat Rumah : Kolomayan RT. 01 RW. 05 no. 03 Wonodadi
Blitar Jawa Timur KP. 66155
HP/Email : 085784170979
mzaini.ishaq@gmail.com

156

Anda mungkin juga menyukai