Anda di halaman 1dari 245

&

(TEORITIS DAN PRAK TIS)

Dr. H. MASHUDI, S.Ag., M.Pd.


PARADIGMA BARU BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
Teoritis dan Praktis

Penulis: Mashudi
Desain sampul dan Tata letak: M. Wafi

ISBN: 978-623-7885-28-3

Penerbit:
KALIMEDIA
Perum POLRI Gowok Blok D 3 No. 200
Depok Sleman Yogyakarta
e-Mail: kalimediaok@yahoo.com
Telp. 082 220 149 510

Distributor oleh:
KALIMEDIA
Telp. 0274 486 598
E-mail: marketingkalimedia@yahoo.com

Cetakan, 1 2021

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian
atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

ii
KATA PENGANTAR

Dinamika pengembangan dan pembaharuan


pembelajaran sangat cepat dan sangat produktif, sehingga
pembaharuan pembelajaran suatu saat bisa terjadi sesuai
dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat akademik.
Salah satu kedinamisan dalam pengembangan dan pem-
belajaran adalah metode, strategi dan teori-teori pembelajaran.
Proses pembelajaran hendaknya terencana dan
diarahkan untuk mewujudkan proses pembelajaran dan
suasana belajar yang bisa membelajarkan agar pebelajar
bisa belajar. Hal ini berarti bahwa pembelajaran tidak boleh
mengesampingkan cara-cara belajar. Pembelajaran tidak
semata-mata berusaha untuk mencapai hasil belajar, akan
tetapi bagaimana memperoleh hasil atau proses belajar yang
terjadi pada diri sendiri pebelajar. Dengan demikian dalam
pembelajaran antara proses dan hasil belajar harus berjalan
secara seimbang.
Oleh karena itu, hadirnya buku ini memberikan
alternatif pembelajaran bagaimana cara pencapaian tujuan
dan bagaimana membelajarkan pebelajar di lingkungan
lembaga pendidikan. Proses pencapaian tujuan pembelajaran
sangat memerlukan peran penting seorang pembelajar.
iii
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Dalam peran tersebut, pembelajar harus mampu


mengapresiasi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dewasa ini dan mampu mengenalkan konsep-
konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan
lingkungan.
Buku yang berjudul Paradigma Baru belajar dan
pembelajaran (teoritis dan praktis) ditulis dan dihadirkan di
hadapan pembaca untuk membantu para pembaca dalam
memahami cara-cara membelajarkan pebelajar. Buku ini
juga diharapkan menjadi salah satu alternatif dalam upaya
pencapaian hasil pembelajaran melalui strategi pembelajaran
yang tepat.
Penulis menyadari bahwa buku ini masih belum
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang sifatnya
membangun sangat diharapkan untuk perbaikan pada edisi
mendatang.
Dalam penyusunan buku ini penulis mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan
ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua
pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu selesainya buku ini. Akhirnya penulis berharap,
mudah-mudahan buku ini dapat bermanfaat bagi para
pembaca. Amin

Jember, 8 Oktober 2021


Penulis,

Dr. H. MASHUDI, S.Ag., M.Pd.

iv
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………… iii


DAFTAR ISI ………………………………………….. v

BAB I PENDAHULUAN ………………………..... 1


BAB II ARTI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN .. 5
A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran ....... 5
B. Tujuan Belajar .............................................. 9
C. Ciri-ciri Belajar ............................................. 11
D. Prinsip-prinsip Belajar ................................. 15
E. Arti Penting Belajar ..................................... 17
F. Hakikat Pembelajaran dan Komponen
Sistem Pembelajaran ................................... 21

BAB III INTERAKSI BELAJAR MENGAJAR …...... 25


A. Pengertian Interaksi Belajar Mengajar ..... 26
B. Kegiatan dalam Interaksi Belajar
Mengajar Antara Siswa dan Guru ............. 29

BAB IV PENDEKATAN PEMBELAJARAN


(KONTEKSTUAL LEARNING) ………...... 79
A. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual .... 82
B. Pendekatan Kontekstual ............................. 83

v
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

C. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual .. 85


D. Komponen Pembelajaran Kontekstual .... 87
F. Perbedaan Kontekstual dengan
Pendekatan Konvensional ........................... 92

BAB V MOTIVASI BELAJAR …………………...... 95


A. Pengertian Motivasi Belajar ....................... 95
B. Macam-macam Motivasi Belajar ............... 100
C. Fungsi Motivasi Belajar .............................. 107
D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Motivasi Belajar ........................................... 109

BAB VI MINAT BACA DAN MINAT BELAJAR . 117


A. Pengertian Minat Baca .............................. 118
B. Realitas Minat Baca Siswa .......................... 122
C. Pengertian Minat Belajar ............................. 124
D. Faktor yang Mempengaruhi Minat Baca
dan Belajar Siswa ........................................ 127
E. Usaha Meningkatkan Minat Baca dan
Belajar Siswa ................................................ 129

BAB VII EMOSIONAL BELAJAR …………….......... 137


A. Pengertian Emosional Belajar .................... 137
B. Faktor yang Mempengaruhi Emosional
Belajar ........................................................... 141
C. Perkembangan Emosi ................................. 142
D. Macam-macam Emosi Belajar ................... 144

vi
Daftar Isi

BABVIII E-LEARNING ……………………………... 147


A. Pengertian Model Pembelajaran
E-Learning ................................................... 147
B. Manfaat Model Pembelajaran E-Learning 152
C. Fungsi Model Pembelajaran E-Learning .. 158
D. Penyelenggaraan Model Pembelajaran
E-Learning .................................................... 161
E. Kelebihan dan Kekurangan E-Learning .. 168
F. Peran Model Pembelajaran E-Learning
dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan
di Indonesia ................................................. 170

BAB IX EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN:


Karakteristik Pembelajaran yang Efektif . 175
A. Karekteristik Pembelajaran ........................ 175
B. Pengorganisasian Pembelajaran dengan
Baik ............................................................... 180
C. Komunikasi yang Efektif ............................ 182
D. Membangun Hubungan yang Baik
dalam Pembelajaran .................................. 185
E. Antusiasme Pembelajar dan Pemahaman
Materi dalam Pembelajaran ....................... 187
F. Sikap Positif terhadap Peserta Didik ......... 189
G. Melakukan Evaluasi dan Memberikan
Nilai secara Adil ........................................... 194
H. Fleksibilitas dan Penguasaan terhadap
Pendekatan Pembelajaran .......................... 197
I. Membuat Keterkaitan dengan
Pengalaman Dunia Nyata ......................... 201

vii
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

J. Hasil Belajar Peserta Didik yang Bagus ........ 202

BAB X PRESTASI BELAJAR ………………............. 205


A. Pengertian Prestasi Belajar .......................... 206
B. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi
Belajar ............................................................ 208
C. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar ....... 226

DAFTAR PUSTAKA …………………………….......... 229


BIODATA PENULIS ……………………………......... 239

viii
BAB I
PENDAHULUAN

Belajar mengajar atau boleh dikatakan proses


pembelajaran adalah sebuah interaksi yang bernilai
normatif. Belajar mengajar adalah suatu proses yang
dilakukan dengan sadar dan bertujuan. Tujuan adalah
sebagai pedoman kearah mana akan dibawa proses belajar
mengajar. Proses belajar mengajar akan berhasil bila
hasilnya mampu membawa perubahan dalam pengetahuan,
pemahaman, ketrampilan dan nilai-nilai dalam diri anak
didik.1 Maka dalam buku lain dikatakan bahwa “ bila
hakikat belajar adalah “perubahan”, maka hakikat mengajar
adalah proses “pengaturan” yang dilakukan oleh guru”.2
Maka dapat dikatakan interaksi belajar mengajar adalah
interaksi antara siswa dan guru dalam melakukan perubahan
dan pengaturan untuk mencapai tujuan.
Interaksi belajar mengajar dikatakan bernilai normatif
karena di dalamnya ada sejumlah nilai. Jadi adalah wajar

1
Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi
Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 12.
2
Syaiful Bahri Djamarah, Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 39.

1
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

bila interaksi itu dinilai bernilai edukatif.3 Karena merupakan


interaksi edukatif maka interaksi belajar mengajar harus
membawa hasil yaitu perubahan pemahaman atau dalam
bahasa klasiknya siswa mendapat ilmu yang dalam hal ini
diwujudkan dengan nilai atau prestasi. Namun untuk dapat
melaksanakan hal itu maka semua unsur harus berperan
serta, tidak boleh pasif.
Dalam interaksi edukatif unsur guru dan anak didik
harus aktif, tidak mungkin terjadi proses interaksi edukatif
bila hanya satu unsur yang aktif. Aktif dalam arti sikap,
mental dan perbuatan.4 Sehingga semua unsur harus aktif
dalam interaksi tersebut, agar dapat memperoleh keber-
hasilan belajar. Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi
oleh dua faktor utama yakni faktor dari lingkungan. Faktor
yang datang dari diri siswa terutama kemampuan yang
dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali
pengaruh terhadap hasil belajar yang dicapai, seperti yang
dikemukakan oleh Clark bahwa hasil belajar siswa di sekolah
70% dipengaruhi oleh kemampuan siswa dan 30%
dipengaruhi oleh lingkungan.
Faktor lain yang dimiliki siswa disamping faktor
kemampuan seperti motivasi belajar, minat dan perhatian,
sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial, ekonomi dan
faktor fisik dan psikis juga mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap hasil belajar siswa. Faktor tersebut banyak menarik
perhatian para ahli pendidikan untuk diteliti, seberapa jauh
kontribusi/sumbangan yang diberikan faktor tersebut

3
Djamarah, Guru dan Anak Didik, hal. 12.
4
Ibid.

2
Pendahuluan

terhadap hasil belajar siswa. Adanya pengaruh dari dalam


diri siswa merupakan hal yang logis dan wajar, sebab hakikat
perbuatan belajar adalah perubahan tingkah laku individu
yang diniati dan disadarinya. Siswa harus merasakan suatu
kebutuhan untuk belajar dan berprestasi. Ia harus berusaha
mengerahkan segala upaya untuk mencapainya.
Sungguhpun demikian, hasil belajar yang dapat diraih
masih juga bergantung dari lingkungan. Artinya ada faktor-
faktor yang berada diluar dirinya yang dapat menentukan
atau mempengaruhi hasil belajar yang dicapai. Salah satu
lingkungan belajar yang paling dominan mempengaruhi
hasil belajar di sekolah ialah kualitas pengajaran.5 Yang
dimaksud dengan kualitas pengajaran adalah kualitas
interaksi belajar mengajar. Kesimpulannya adalah bila
interaksi belajar mengajar antara guru dan siswa atau proses
pembelajaran tersebut berlangsung dengan baik maka
diharapkan hasil belajar siswa juga mengalami peningkatan,
yaitu yang berupa peningkatan nilai atau prestasi.
Seorang guru harus mampu membuat interaksi belajar
mengajar yang baik, terlebih lagi guru pendidikan Islam
yang disamping bertugas mentransfer pengetahuan juga
mentransfer nilai-nilai agama Islam kepada peserta didik.
Apabila guru pendidikan Islam mampu membuat interaksi
yang baik dan signifikan maka prestasi atau dalam istilahnya
hasil belajar siswa dalam mata pelajaran agama Islam akan
meningkat. Karena sebagaimana diutarakan di atas tadi
bahwa keberhasilan pendidikan 30% ditentukan oleh faktor

5
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar “Michro Teaching”
(Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hal. 48.

3
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

interaksi pembelajaran. Maka dapat dikatakan menurut


Zahroh, “prestasi belajar yang memuaskan dapat diraih
setiap anak didik jika mereka dapat belajar dengan wajar,“6
dan memperoleh pembelajaran yang efektif. Jadi prestasi
belajar yang memuaskan dapat diperoleh apabila kegiatan
belajar dan pembelajaran yang dilakukan oleh pendidik
berhasil dengan baik, cepat dan tepat. Namun pembelajaran
yang baik tidak akan tercapai tanpa faktor-faktor pendukung
yang memadai.
Maka dari itu, kami akan menguraikan secara panjang
lebar mengenai arti belajar dan pembelajaran serta faktor
pendukungnya dalam buku ini. Karenaa seoarang guru
disadari atau tidak, harus memilih strategi tertentu agar
pelaksanaan proses pembelajaran di kelas berjalan lancar
dan hasilnya optimal. Tidak ada seorang guru yang tidak
mengharapkan demikian, karena setiap individu guru
masih mempunyai nurani yang peka terhadap anak didiknya.
Tidak ada guru yang menginginkan kondisi proses
pembelajaran yang kacau dengan hasil belajar yang jelek,
sehingga setiap guru pasti akan mempersiapkan strategi
pembelajaran yang matang dan tepat, agar hasil belajar
siswa terus meningkat dengan baik. Semoga hadirnya buku
yang disusun penulis ini dapat bermanfaat dan menambah
hazanah keilmuan terkait dengan strategi pembelajaran
yang sangat urgen bagi seorang pendidik dan seluruh
pembaca pada umumnya.

6
Luluk Atirotu Zahroh, “Diagnosis Kesulitan Belajar: Diagnosis
Sebagai Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar” dalam Ta’allum Jurnal
Pendidikan Islam, Vol.18.No.1. Juni, 2008, hal. 75.

4
BAB II
ARTI BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

A. Pengertian Belajar dan Pembelajaran


Pada dasarnya belajar merupakan suatu proses yang
berakhir pada perubahan. Belajar tidak pernah memandang
siapa pengajarnya, dimana tempatnya dan apa yang diajarkan.
Tetapi dalam hal ini lebih menekankan pada hasil dari
pembelajaran tersebut. Perubahan apa yang terjadi setelah
melakukan pembelajaran. Seringkali kita mendengar kata
“Belajar” bahkan tidak jarang pula menyebutkannya, tetapi
kita belum mengetahui secara detail makna apa yang
sebenarnya terkandung dalam belajar itu.
Menurut Hudojo “belajar merupakan kegiatan bagi
setiap orang. Pengetahuan ketrampilan, kebiasaan,
kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, di modifikasi dan
berkembang di sebabkan belajar.”1 Karena itu seseorang
dikatakan belajar bila dapat di asumsikan dalam diri orang
itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan

1
H. Hudoyo, Strategi Belajar Mengajar Matematika (Jakarta:
DepDikbud, 1988), hal. 1.

5
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

suatu perubahan tingkah laku. Menurut Sadiman dkk


“belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi
pada semua orang dan berlangsung seumur hidup, sejak
dia masih bayi hingga ke liang lahat.”2 Salah satu pertanda
bahwa seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya
perubahan tingkah laku dalam dirinya. Perubahan tingkah
laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersikap
pengetahuan (kognitif) dan ketrampilan (psikomotorik)
maupun yang menyangkut nilai dan sikap (afektif). Menurut
Winkel belajar didefinisikan sebagai suatu aktivitas mental
atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan
lingkungan, ketrampilan dan nilai-nilai sikap yang bersifat
relatif konstan dan berbekas.3
Menurut Gagne, pembelajaran adalah serangkaian
kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya
proses belajar pada siswa. Pembelajaran mengacu pada
segala kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap
proses belajar siswa dan pembelajaran harus menghasilkan
belajar. Belajar merupakan konsep yang tidak dapat
dihilangkan dalam proses belajar mengajar (pembelajaran).
Belajar menunjuk kepada apa yang harus dilakukan
seseorang sebagai subyek yang menerima pelajaran (sasaran
didik).
Sudjana berpendapat bahwa belajar bukan menghafal
dan bukan pula mengingat, belajar adalah suatu proses yang

2
Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2004), hal. 1.
3
Lihat WS. Winkel, Psikologi Pengajaran (Jakarta: Grasindo,
1986), hal. 36.

6
Arti Belajar dan Pembelajaran

ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang.4


Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukkan
dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya,
pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, ketrampilannya,
kecakapannya dan kemampuannya, daya reaksinya, daya
penerimaannya, dan aspek lainnya yang ada pada individu.
Maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah proses
yang aktif, belajar adalah proses merealisasi terhadap semua
situasi yang ada di sekitar individu. Belajar adalah proses
yang diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui
berbagai pengalaman. Belajar adalah proses melihat,
mengamati, memahami sesuatu. Apabila kita berbicara
tentang belajar maka kita berbicara bagaimana mengubah
tingkah laku seseorang.
Soemanto berpendapat bahwa belajar adalah mencari
ilmu atau menuntut ilmu. Ada lagi yang secara khusus
mengartikan belajar adalah menyerap pengetahuan.5 Ini
berarti, bahwa orang harus mengumpulkan fakta-fakta
sebanyak-banyaknya. Purwanto menyebutkan bahwa
pengertian belajar itu banyak sekali,6 beberapa ahli
menyebutkan definisi belajar antara lain : (a) menurut
Hilgard dan Bower, dalam bukunya Theoris of Learning
mengemukakan “Belajar berhubungan dengan perubahan
tingkah laku seseorang terhadap suatu situasi tertentu yang

4
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung:
Sinar Baru, 1987), hal. 28.
5
Wasti Soemanto, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta,
1990), hal. 98.
6
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: Remaja
Karya, 1986), hal. 85.

7
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang


dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu tidak
dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon
pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat
seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat, dan
sebagainya)”. (b) menurut Gagne, dalam bukunya The
Conditions of Learning menyatakan bahwa Belajar terjadi
apabila suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan
mempengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga
perbuatanya (performance-nya) berubah dari waktu sebelum
dia mengalami situasi itu ke waktu sesudah dia mengalami
situasi tadi”. (c) menurut Morgan dalam bukunya Intro-
duction to Psychology mengemukakan bahwa “Belajar
adalah setiap perubahan yang relatif menetap dalam tingkah
laku yang terjadi sebagai suatu hasil dari latihan atau
pengalaman”. (d) menurut Witherington7, dalam bukunya
Education Psychology mengemukakan bahwa “Belajar
adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
menyatakan diri sebagai pola baru dari pada reaksi yang
berupa kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau
suatu pengertian”. Hamalik,8 sebagaimana yang dikutip
Wijayanti, mengemukakan bahwa belajar adalah suatu
bentuk pertumbuhan atau perubahan dalam diri seseorang

7
Ibid., hal. 86.
8
Harini Wijayanti, Penerapan Pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) Untuk Meningkatkan Pemahaman Materi Pengukuran Pada
Siswa Kelas IV Semester II SDN 3 Jombok, Pule, Trenggalek, (Skripsi tidak
diterbitkan. Tulungagung: Program Strata I STKIP PGRI Tulungagung,
2007), hal. 8.

82
Arti Belajar dan Pembelajaran

yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang


baru berkat pengalaman dan latihan.
Dari beberapa definisi belajar di atas maka pembelajaran
ini merupakan proses belajar. Dalam proses pembelajaran
seorang individu melakukan kegiatan belajar. Sedangkan
dalam belajar seseorang individu harus mampu mengadakan
perubahan tingkah laku. Perubahan yang diharapkan dari
pembelajaran adalah perubahan yang lebih baik dari
sebelumnya.
Berdasarkan pengertian-pengertian belajar di atas,
maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya ada tiga kom-
ponen dalam kegiatan belajar yakni : sesuatu yang dipelajari,
proses belajar dan hasil belajar. Rangkaian kegiatan belajar
diatas dapat diilustrasikan pada gambar berikut.

INPUT PROCESS OUT PUT

Gambar 1.1 Ilustrasi kegiatan belajar

B. Tujuan Belajar
Segala sesuatu harus memiliki tujuan, karena dengan
adanya tujuan maka hal yang kita inginkan akan bisa
tercapai meskipun kadang sulit untuk mencapainya. Dalam
tujuan pembelajaran peserta didik diharapkan bisa merubah
dirinya dengan acuan pelajaran yang baru saja di dapatkan.
belajar disini mempunyai maksud agar sesuatu yang belum
diketahui akan didapat didalamnya. Tujuan pengajaran,
sebagaimana yang diungkapkan Oemar Hamalik adalah
“suatu deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan

9
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

tercapai oleh siswa setelah berlangsung pengajaran”9. Jadi


tujuan pembelajaran adalah harapan perubahan yang
dicapai oleh peserta didik dari adanya proses pembelajaran.
Tujuan belajar dimaksudkan untuk memberikan
landasan belajar, yaitu dari bekal pengetahuan yang sudah
dimiliki peserta didik sampai ke pengetahuan berikutnya.
Hal ini dimaksudkan agar dalam benak peserta didik ter-
konsentrasikan hasil belajar yang harus menerima materi
pelajaran yang akan disampaikan oleh gurunya.
Menurut Hudojo tujuan belajar dapat diapresiasikan
dengan mendeskripsikan :

a. Situasi yang dihadapi peserta didik. Misalnya,


memberi pertanyaan. “Bentuk yang mana dari
gambar-gambar berikut ini yang merupakan bangun
ruang balok?”
b. Menunjukkan tingkah laku yang dinyatakan dengan
kata kerja yang menunjukkan kapabalitas yang
dipelajari. Misalnya, mengklasifikasikan balok
dengan definisi balok.
c. Tindakan yang dilakukan peserta didik. Menunjukkan
hasil belajar. Misalnya, memilah-milah bentuk bangun
ruang yang berbentuk balok.10

Pada intinya tujuan dari belajar dan pembelajaran adalah


terciptanya perubahan menuju keadaan yang lebih baik,
misalnya perubahan pemahaman seseorang terhadap sesuatu
9
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 109.
10
Hudoyo, Strategi Belajar, hal. 38.

10
Arti Belajar dan Pembelajaran

yang positif. Tujuan belajar dan pembelajaran tidak dapat


dicapai dengan mudah begitu saja, tanpa adanya usaha yang
serius dari semua orang yang terlibat dalam proses tersebut,
baik dari orang yang belajar maupun orang yang mengajar.
Tujuan pembelajaran harus dirumuskan terlebih
dahulu sebelum kegiatan pembelajaran, hal itu dikarenakan
tujuan adalah sesuatu yang dituju dalam kegiatan pem-
belajaran. Abdorakhman Gintings menjelaskan “tujuan
pembelajaran harus ditetapkan sebelum proses belajar dan
pembelajaran berlangsung agar guru sebagai pengemudi
dan siswa sebagai penumpang memahami apa perubahan
tingkah laku yang akan dicapai dan bagaimana mencapai-
nya”11. Jika tujuan pembelajaran tidak ditetapkan terlebih
dahulu, maka ibarat bus atau mobil yang berjalan tanpa
tujuan, pembelajaran tersebut tidak akan berlangsung
dengan efektif. Ahmad Sabri menambahkan, “perumusan
tujuan itu harus jelas yaitu bagaimana seharusnya pelajar
berperilaku pada akhir pembelajaran.”12 Maka guru atau
pendidik harus mempunyai kompetensi tertentu agar dapat
merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan tepat.

C. Ciri-ciri Belajar
Dari pendapat beberapa ahli tentang definisi belajar,
Bahruddin dan Esa Nur Wahyuni menyimpulkan ada
beberapa ciri belajar, yaitu:
11
Abdorrakhman Gintings, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran:
Disiapkan untuk Pendidikan Profesi dan Sertifikasi Guru Dosen (Bandung:
Humaniora, 2008), hal. 108.
12
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar dan Micro Teaching
(Jakarta: Quantum Teaching, 2005), hal. 35.

11
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

1. Belajar ditandai dengan adanya perubahan tingkah


laku (change behavior). Ini berarti, bahwa hasil dari
belajar hanya dapat diamati dari tingkah laku, yaitu
adanya perubahan tingkah laku, dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak terampil menjadi terampil.
Tanpa mengamati tingkah laku hasil belajar, maka
tidak akan dapat mengetahui ada tidaknya hasil
belajar;
2. Perubahan perilaku relatif permanent. Ini berarti,
bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi karena
belajar untuk waktu tertentu akan tetap atau tidak
berubah-ubah. Tetapi perubahan tingkah laku
tersebut tidak akan terpancang seumur hidup;
3. Perubahan tingkah laku tidak harus segera dapat
diamati pada saat proses belajar sedang berlangsung,
perubahan perilaku tersebut bersifat potensial;
4. Perubahan tingkah laku merupakan hasil latihan
atau pengalaman;
5. Pengalaman atau latihan itu dapat member penguatan.
Sesuatu yang memperkuat itu akan memberikan
semangat atau dorongan untuk mengubah tingkah
laku.13

Sedangkan menurut Ngalim Purwanto, bahwa ada


beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian
tentang belajar, antara lain:

13
Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar & Pembelajaran
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hal. 15-16.

12
Arti Belajar dan Pembelajaran

1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah


laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada
tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada
kemungkinan mengarah kepada tingkah laku yang
lebih buruk.
2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi
melalui latihan atau pengalaman; dalam arti
perubahan-perubahan yang disebabkan oleh
pertumbuhan atau kematangan tidak dianggap
sebagai hasil belajar; seperti perubahan-perubahan
yang terjadi pada seorang bayi.
3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu
harus relatif mantap; harus merupakan akhir
daripada suatu periode waktu yang cukup panjang.
Berapa lama periode waktu itu berlangsung sulit
ditentukan dengan pasti, tetapi perubahan itu
hendaknya merupakan akhir dari suatu periode yang
mungkin berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan
ataupun bertahun-tahun. Ini berarti kita harus
mengenyampingkan perubahan-perubahan tingkah
laku yang disebabkan oleh motivasi, kelelahan
adaptasi, ketajaman perhatian atau kepekaan
seseorang, yang biasanya hanya berlangsung
sementara.
4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena
belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian,
baik fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah/berpikir,

13
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

keterampilan, kecakapan, kebiasaan, ataupun


sikap.14

Sedangkan Noehi Nasution mengungkapkan bahwa


ciri-ciri kegiatan belajar dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan


perubahan pada diri individu yang belajar, baik
aktual maupun potensional.
2. Perubahan itu pada dasarnya berupa didapatkannya
kemampuan baru, yang berlaku dalam waktu yang
relatif lama.
3. Perubahan itu terjadi karena usaha.15

Berkaitan dengan konsep belajar, pentingnya berusaha


demi tercapainya perubahan juga diajarkan dalam islam,
seperti yang terdapat dalam al-Qur’an surah al-Ra’du ayat
11, yang artinya: Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang
selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya,
mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan
apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu
kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali
tak ada pelindung bagi mereka selain Dia. Bagi tiap-tiap

14
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), hal. 85.
15
Noehi Nasution, Materi Pokok Psikologi Pendidikan (Jakarta:
Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Departemen Agama,
1991), hal. 3.

14
Arti Belajar dan Pembelajaran

manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya


secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang
mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam
ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu,
disebut Malaikat Hafazhah. Tuhan tidak akan merobah
Keadaan mereka, selama mereka tidak merubah sebab-
sebab kemunduran mereka.
Dalam ayat di atas terlihat jelas bahwa jka ditarik pada
konsep belajar sangat penting adanya suatu usaha sehingga
mendorong terhadap perubahan. Perubahan yang dimaksud
adalah perubahan tingkah laku. Jika seseorang menginginkan
perubahan dalam dirinya maka seseorang itu haruslah
berusaha, dan aktivitas berusaha inilah yang dimaksud
dengan belajar.

D. Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus
diterapkan di dalam proses belajar mengajar. Seorang guru
akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik apabila
ia dapat menerapkan cara mengajar sesuai dengan prinsip-
prinsip belajar.16 Menurut Soekamto dan Winataputra ada
beberapa prinsip dalam belajar, yaitu:

1. Apapun yang dipelajari siswa, dialah yang harus


belajar, bukan orang lain. Untuk itu, siswalah yang
harus bertindak aktif.

16
Sofa, “Prinsip-prinsip Belajar”, dalam http://massofa.
wordpress.com/2009/01/30/prinsip-prinsip-belajar/, diakses
tanggal 12 Februari 2009.

15
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

2. Setiap siswa belajar sesuai dengan tingkat kemampu-


annya.
3. Siswa akan dapat belajar dengan baik bila mendapat
penguatan langsung pada setiap langkah yang
dilakukan selama proses belajar.
4. Penguasaan yang sempurna dari setiap langkah
yang dilakukan siswa akan membuat proses belajar
lebih berarti.
5. Motivasi belajar siswa akan lebih meningkat apabila
ia diberi tanggung jawab dan kepercayaan penuh
atas belajarnya. 17

Jerome Bruner menekankan bahwa dalam belajar


siswalah yang harus bertindak aktif dan guru hendaknya
memberikan situasi masalah yang menstimulasi siswa untuk
menemukan struktur masalah subyek untuk diri mereka
sendiri.18 Ketika siswa benar-benar memahami struktur
dasar, maka mereka akan mampu untuk mengungkapkan
banyak ide-ide dari pengertian mereka sendiri. Memang
dalam belajar, siswa harus disesuaikan dengan tingkat
kemampuannya. Guru perlu memahami dan menghayati
kemampuan siswa. Nabi Isa berkata “Janganlah kalian
mengalungkan berlian di leher babi hutan”.19 Dari sini dapat

17
Baharuddin dan Wahyuni, Teori Belajar, hal. 16.
18
Anita E. Woolfolk & Lorrance McCune-Nicolich, Mengembangkan
Kepribadian & Kecerdasan:Psikologi Pembelajaran I (Jakarta: Inisiasi Press,
2004), hal. 309.
19
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang, Wahana
Pendidikan Dasar (Blitar: PGSD FIP IKIP Malang, edisi 2 Juli 1993), hal.
71.

16
Arti Belajar dan Pembelajaran

diambil kesimpulan bahwa, mengajar yang tidak memper-


hatikan batas kemampuan siswa pada hakekatnya apa yang
diajarkan itu tidak akan diterima oleh siswa. Akibatnya diajar
atau tidak sedikit sekali perbedaannya.
Menurut Piaget belajar harus disesuaikan dengan
tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Dalam hal
ini, Piaget membagi belajar menjadi empat tahap, yaitu
tahap sensori motor (ketika anak berumur 1,5 sampai 2
tahun), tahap pra-operasional (2/3 sampai 7/8 tahun), tahap
operasional konkret (7/8 sampai 12/14 tahun), dan tahap
operasional formal (14 tahun atau lebih).20 Dengan adanya
tahapan ini diharapkan guru dalam mengajar memberikan
materi pelajar sesuai dengan kemampuannya atau porsinya.
Misalnya, mengajarkan konsep-konsep abstrak tentang
operasi bilangan bulat kepada siswa kelas dua SD, tanpa
adanya usaha untuk mengkonkretkan konsep-konsep
tersebut. Tidak hanya percuma, tetapi justru akan lebih
membingungkan para siswa itu.

E. Arti Penting Belajar


Belajar adalah key term (istilah kunci) yang paling
vital dalam setiap usaha pendidikan, sehingga tanpa belajar
sesungguhnya tak pernah ada pendidikan. Belajar adalah
kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat
fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan
jenjang pendidikan. Ini berarti, bahwa berhasil atau gagal-
nya pencapaian tujuan pendidikan itu amat tergantung

20
Prasetya Irawan, dkk., Teori Belajar, Motivasi, dan Keterampilan
Mengajar (Jakarta: PAU-PPAI, 1996), hal. 9.

17
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

pada proses belajar yang dialami siswa baik ketika ia berada


di sekolah maupun lingkungan rumah atau keluarganya
sendiri.
Islam sangat menganjurkan kepada manusia untuk
selalu belajar. Bahkan, Islam mewajibkan kepada setiap or-
ang yang beriman untuk belajar. Perlu diketahui bahwa
setiap apa yang diperintahkan Allah untuk dikerjakan, pasti
dibaliknya terkandung hikmah atau sesuatu yang penting
bagi manusia. Demikian juga dengan perintah untuk belajar.
Beberapa hal penting yang berkaitan dengan belajar, antara
lain adalah:21

1. Bahwa orang yang belajar akan dapat memiliki ilmu


pengetahuan yang akan berguna untuk memecah-
kan masalah-masalah yang dihadapi oleh manusia
dalam kehidupan. Sehingga dengan ilmu penge-
tahuan yang didapatkannya itu manusia akan dapat
mempertahankan kehidupan. Dengan demikian,
orang yang tidak pernah belajar mungkin tidak akan
memiliki ilmu pengetahuan atau mungkin ilmu
pengetahuan yang dimilikinya sangat terbatas,
sehingga ia akan kesulitan ketika harus memecahkan
persoalan-persoalan kehidupan yang dihadapinya.
Karena itu, kita diajak oleh Allah untuk merenung-
kan, mengamati, dan membandingkan antara orang-
orang yang mengetahui dan yang tidak, sebagai-
mana firman Allah dalam Q.S. Al-Zumar/39: 9) yang
artinya sebagai berikut: (Apakah kamu Hai orang

21
Baharuddin dan Wahyuni, Teori Belajar, hal. 32-34.

18
Arti Belajar dan Pembelajaran

musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang


beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan
berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan
mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
“Adakah sama orang-orang yang mengetahui
dengan orang-orang yang tidak mengetahui?”
Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran.
2. Allah melarang manusia untuk tidak mengetahui
segala sesuatu yang manusia lakukan. Apa pun yang
dilakukan, manusia harus mengetahui kenapa
mereka melakukannya. Dengan belajar manusia
dapat mengetahui apa yang dilakukan dan memahami
tujuan dari segala perbuatannya. Selain itu, dengan
belajar pula manusia akan memiliki ilmu pengetahuan
dan terhindar dari taqlid buta (meniru tanpa dasar
yang jelas), karena setiap apa yang kita perbuat akan
dimintai pertanggungan jawab oleh Allah,
sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. al-Isra’/17: 36
yang artinya sebagai berikut: Dan janganlah kamu
mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pen-
dengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan
diminta pertanggungan jawabnya. Aktivitas
mengetahui adalah hasil dari belajar. Hanya orang-
orang yang belajarlah yang mampu memahami,
sebagaimana keterangan dalam Q.S al-‘Ankabut/29:
43 yang artinya: Dan perumpamaan-perumpamaan
ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang

19
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.


Dan hanya orang-orang yang berilmulah yang takut
kepada Allah, sebagaimana keterangan dalam Q.S.
Fathir/35: 28: Dan demikian (pula) di antara manusia,
binatang-binatang melata dan binatang-binatang
ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah
di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun.
3. Dengan ilmu yang dimiliki manusia melalui proses
belajar, maka Allah akan memberikan derajat yang
lebih tinggi kepada hambanya. Sebagaimana
keterangan dalam Q.S. al-Mujadalah/58: 11, yang
artinya:Hai orang-orang beriman apabila kamu
dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam
majlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan: “Berdirilah kamu”, Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Ilmu dalam hal ini bukan hanya pengetahuan tentang


agama saja, tetapi juga ilmu non-agama yang relevan dengan
tuntutan kemajuan zaman. Selain itu, ilmu tersebut juga
harus bermanfaat bagi kehidupan orang banyak dan diri
orang yang menuntut ilmu.

20
Arti Belajar dan Pembelajaran

F. Hakikat Pembelajaran dan Komponen Sistem


Pembelajaran
Pengertian pembelajaran tidak terlepas dari pengertian
belajar, belajar dan pembelajaran menjadi satu rangkaian
kegiatan yang tidak dapat dipisahkan. Hasil dari belajar
menjadi model dalam proses pembelajaran selanjutnya.
Pembelajaran berarti kegiatan belajar yang dilakukan oleh
pemelajar dan guru. Proses belajar menjadi satu sistem dalam
pembelajaran. Sistem pembelajaran terdiri dari beberapa
komponen yang saling berinteraksi hingga diperoleh
interaksi yang efektif. Dick dan Carey22 menjelaskan
komponen dalam sistem pembelajaran adalah pemelajar,
instruktur (guru), bahan pembelajaran dan lingkungan
pembelajaran. Dengan kata lain komponen dalam pem-
belajaran merupakan upaya menciptakan kondisi (ling-
kungan eksternal) yang konduktif agar terjadi proses
belajar (kondisi internal) pada diri siswa (pebelajar).
Pembelajaran akan berhasil guna dan berjalan secara efektif
bila dalam perancangan dan pengembangan bertitik tolak
pada karakteristik pebelajar, mata pelajaran dan pedoman
pada kompetensi dasar, tujuan-tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan atau indikator keberhasilan belajar. Belajar
akan berhasil jika pebelajar (siswa) secara aktif melakukan
sendiri proses belajar melalui berinteraksi dengan berbagai
sumber belajar. Sedangkan pembelajaran itu sendiri
merupakan suatu sistim yang membantu individu belajar
dan berinteraksi dengan sumber belajar dan lingkungan.

22
Dick Walter, Lou Carey, James O.Carey, The Sistematic Design
of Instruction (New Jersey: Pearson, 2001), hal. 3-4.

21
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Menurut Reigeluth 23 dalam menunjang proses


pembelajaran ada tiga variabel pembelajaran yaitu variabel
kondisi pembelajaran, metode dan variabel hasil pem-
belajaran. Ketiga variabel pembelajaran yang dikemukan
Regeluth seperti yang diperlihatkan pada gambar 1 di
bawah ini:

Variabel pembelajaran Reigeluth menunjukkan


bahwa kondisi pembelajaran menjadi awal dari strategi
pembelajaran untuk mencapai hasil pembelajaran.
Sedangkan metode pembelajaran menekankan pada
komponen-komponen strategi pembelajaran, penyampaian
dan pengelolaan pembelajaran. Dan untuk mencapai hasil
pembelajaran Reigeluth lebih mengarahkan model pem-

23
Charles M. Regeluth, Instructional Design Theories and Models,
An Overview of Their Current Status (New York: Routledge, 1999), hal.
18–20.

22
Arti Belajar dan Pembelajaran

belajaran yang efektifitas, efesiensi dan mempunyai daya


tarik.
Ketiga variabel pembelajaran di atas menurut
Reigeluth24 saling berinteraksi, interaksi dari variabel-
variabel tersebut membangun dua bentuk hubungan antar
variabel yang dikenal.

24
Ibid., hal. 22.

23
B A B III
INTERAKSI PEMBELAJARAN

Dalam kegiatan pembelajaran yang terjadi di sekolah


atau lembaga pendidikan lainnya, pastilah terjadi interaksi
belajar mengajar antara siswa dengan guru atau dengan
kata lain antara pendidik dengan terdidik. Interaksi tersebut
berlangsung tidak hanya satu kali, namun terjadi berulang
kali. Biasanya waktu terjadi interaksi tersebut juga rutin,
sehingga interaksi tersebut membentuk sebuah rutinitas
yang biasa dilakukan oleh guru.
Dalam interaksi terdapat pola-pola tertentu yang biasa
terjadi. Baik itu antara pendidik dan terdidik ataupun
bahkan dengan lingkungan tempat belajarnya. Pola-pola
interaksi tersebut merupakan ciri khas interaksi yang
dilakukan oleh seseorang. Setiap pola mempunyai
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Seorang pelajar
hendaknya mampu memahami pola yang ia jalani, agar ia
dapat meraih sukses dalam kegiatan belajarnya. Tanpa
memahami pola interaksi dan juga faktor-faktor yang
berada di dalam interaksi tersebut, maka mustahil pelajar
dapat meraih kesuksesannya atau mampu menyerap hasil
belajar yang dilakukannya semaksimal mungkin. Berikut

25
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

ini akan penulis jelaskan mengenai interaksi belajar


mengajar antara guru dan murid dan komponen dalam
interaksi tersebut.

A. Pengertian Interaksi Belajar Mengajar


Interaksi adalah pengaruh timbal balik atau saling
mempengaruhi satu sama lain, yang minimal terjadi antara
dua pihak.1 Dalam bukunya Sardiman mengemukakan:

Interaksi akan selalu terkait dengan istilah komunikasi


atau hubungan. Dalam proses komunikasi, dikenal
adanya unsur komunikan dan komunikator. Hubungan
antara komunikator dengan komunikan biasanya
karena menginteraksikan sesuatu yang dikenal dengan
istilah pesan (message). Kemudian untuk menyampai-
kan atau mengontakkan pesan itu diperlukan adanya
media atau saluran (channel). Jadi unsur-unsur yang
terlibat dalam komunikasi itu adalah: komunikator,
komunikan, pesan, dan saluran atau media. Begitu juga
hubungan antara manusia yang lain, empat unsur
untuk terjadinya proses komunikasi itu akan selalu
ada.2

Istilah interaksi, sebagaimana telah banyak diketahui


orang, yang dikutip Soetomo adalah “suatu hubungan timbal
balik antara orang satu dengan orang lainnya. Pengertian

1
Suwarna, et, al, Pengajaran Mikro: Pendekatan Praktis dalam
Menyiapkan Pendidik Profesional (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2005), hal.
93.
2
Sardiman, A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 7.

26
Interaksi Pembelajaran

interaksi ini dihubungkan dengan proses belajar mengajar.”3


Di dalam interaksi belajar mengajar, hubungan timbal balik
antara guru (pengajar) dan anak (murid) harus menunjuk-
kan adanya hubungan yang bersifat edukatif (mendidik),
hal mana interaksi itu harus diarahkan pada suatu tujuan
tertentu yang bersifat mendidik yaitu adanya perubahan
tingkah laku anak didik ke arah kedewasaan.
Interaksi edukatif, sebagaimana diutarakan Sardiman
“sebenarnya komunikasi timbal balik antara pihak yang
satu dengan pihak yang lain, sudah mengandung maksud-
maksud tertentu,”4 yakni untuk mencapai pengertian
bersama yang kemudian untuk mencapai tujuan (dalam
kegiatan belajar berarti untuk mencapai tujuan belajar).
Interaksi yang dikatakan sebagai interaksi edukatif, apabila
secara sadar mempunyai tujuan untuk mendidik, untuk
mengantarkan anak didik ke arah kedewasaannya. Jadi
dalam hal ini yang penting bukan interaksinya, tetapi yang
pokok adalah maksud atau tujuan berlangsungnya interaksi
itu sendiri. Karena tujuan menjadi hal yang pokok, kegiatan
interaksi itu memang direncanakan atau disengaja.
Interaksi yang berlangsung di sekitar kehidupan
manusia dapat diubah menjadi “interaksi yang bernilai
edukatif”, yakni interaksi yang dengan sadar meletakkan
tujuan untuk mengubah tingkah laku dan perbuatan
seseorang. Interaksi yang bernilai pendidikan ini dalam
dunia pendidikan disebut sebagai “interaksi edukatif”.

3
Soetomo, Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar (Surabaya:
Usaha Nasional, 1993), hal. 9.
4
Sardiman, Interaksi, hal. 8.

27
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Interaksi edukatif harus menggambarkan hubungan aktif


dua arah dengan sejumlah pengetahuan sebagai mediumnya,
sehingga interaksi itu merupakan hubungan yang bermakna
dan kreatif. Semua unsur interaksi edukatif harus berproses
dalam ikatan tujuan pendidikan. Karena itu, interaksi
edukatif adalah suatu gambaran hubungan aktif dua arah
antara guru dan anak didik yang berlangsung dalam ikatan
tujuan pendidikan. Proses interaksi edukatif adalah suatu
proses yang mengandung sejumlah norma. Semua norma
itulah yang harus guru transfer kepada anak didik. Karena
itu wajarlah ungkapan Djamarah dalam bukunya, “bila
interaksi edukatif tidak berproses dalam kehampaan, tetapi
dalam penuh makna. Interaksi edukatif sebagai jembatan
yang menghidupkan persenyawaan antara pengetahuan
dan perbuatan, yang mengantarkan kepada tingkah laku
sesuai dengan pengetahuan yang diterima anak didik.”5
Proses belajar mengajar akan senantiasa merupakan
proses kegiatan interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni
siswa sebagai pihak yang belajar dan guru sebagai pihak
yang mengajar, dengan siswa sebagai subyek pokoknya.6
Dalam interaksi belajar mengajar, seorang guru sebagai
pengajar akan berusaha secara maksimal dengan meng-
gunakan berbagai ketrampilan dan kemampuannya agar
anak didik dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu, menurut Soetomo “guru harus dapat men-
ciptakan situasi di mana agar anak dapat belajar, sebab

5
Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Didik Dalam Interaksi
Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hal. 11.
6
Sardiman, Interaksi, hal. 14.

28
Interaksi Pembelajaran

sebenarnya proses belajar mengajar itu belum dapat


dikatakan berakhir kalau anak belum dapat belajar dan
belum mengalami perubahan tingkah laku.”7 Karena
perubahan tingkah laku itu sendiri merupakan hasil belajar.

B. Kegiatan dalam Interaksi Belajar Mengajar Antara


Siswa dan Guru
Proses pembelajaran perlu dilakukan dengan tenang
dan menyenangkan, hal tersebut tentu saja menuntut
aktivitas dan kreativitas guru dalam menciptakan
lingkungan yang kondusif. Menurut Mulyasa “proses
pembelajaran dikatakan efektif apabila seluruh peserta didik
terlibat secara aktif, baik mental, fisik, maupun sosialnya”.8
Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas
dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam
situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi
atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa itu
merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses
belajar mengajar. Interaksi dalam peristiwa belajar mengajar
mempunyai arti yang lebih luas, tidak sekedar hubungan
antara guru dengan siswa, tetapi berupa interaksi edukatif.
Dalam hal ini, sebagaimana yang diungkapkan Uzer Usman,
bahwa belajar mengajar “bukan hanya penyampaian pesan

7
Soetomo, Dasar-Dasar, hal. 10.
8
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi :Konsep, Karakteristik,
dan Implementasi (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 101.

29
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

berupa materi pelajaran melainkan penanaman sikap dan


nilai pada diri siswa yang sedang belajar.”9
Suatu interaksi dikatakan memiliki sifat edukatif bukan
semata ditentukan oleh bentuknya melainkan oleh tujuan
interaksi itu sendiri. Maka, menurut Rohani “setiap bentuk
hubungan bersama antara guru dan peserta didik tidak
selalu berlangsung secara edukatif. Sudah tentu tujuan
interaksi harus bersifat edukatif pula, sedang pencapaiannya
dilaksanakan dalam proses belajar mengajar (pengajaran).”10
Proses belajar harus tumbuh dan berkembang dari diri
anak sendiri, dengan kata lain anak-anak yang harus aktif
belajar sedangkan guru bertindak sebagai pembimbing.
Berdasarkan orientasi proses belajar mengajar siswa harus
ditempatkan sebagai subyek belajar yang sifatnya aktif dan
melibatkan banyak faktor yang mempengaruhi, maka
keseluruhan proses belajar mengajar yang harus dialami
siswa dalam kerangka pendidikan di sekolah dapat dipan-
dang sebagai suatu sistem, yang mana sistem tersebut
merupakan kesatuan dari berbagai komponen (input) yang
saling berinteraksi (proses untuk menghasilkan sesuatu
dengan tujuan yang telah ditetapkan (output).
Soetomo mengatakan bahwa “interaksi belajar
mengajar merupakan suatu kegiatan yang berproses antara
guru dan murid, di mana guru melaksanakan pengajaran
dan murid dalam keadaan belajar.” 11 Dalam interaksi belajar

9
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005), hal. 4.
10
Ahmad Rohani, Pengelolaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta,
2004), hal. 93.
11
Soetomo, Dasar-Dasar, hal. 32.

30
Interaksi Pembelajaran

mengajar apabila guru yang selalu aktif memberi informasi


kepada murid, sedangkan murid hanya pasif mendengarkan
keterangan guru, yang tidak ada reaksi terhadap keterangan
guru, maka hal demikian sebenarnya tidak terjadi interaksi
proses belajar mengajar. Guru hanya ingin terus menerus
menyampaikan ilmu pengetahuan, tetapi tidak melihat
sejauh mana pengertian, pemahaman, dan perhatian
murid terhadap materi yang diberikan.
Keseluruhan proses pendidikan dan pengajaran di
sekolah berlangsung interaksi siswa dan guru dalam proses
belajar mengajar yang merupakan kegiatan paling pokok.
Jadi, proses belajar mengajar merupakan proses kegiatan
interaksi antara dua unsur manusiawi, yakni siswa sebagai
pihak yang belajar dan guru sebagai pihak yang mengajar.
Diharapkan adanya saling percaya mempercayai
antara guru dan murid dalam interaksi belajar mengajar,
sehingga antara guru dan murid ada keseragaman dalam
bertindak dan tidak ada lagi saling membohongi. Guru
harus mempercayai bahwa siswa-siswanya adalah individu
yang dapat dididik dan mempunyai potensi untuk
berkembang. Oleh sebab itu, menurut Soetomo “guru harus
dapat memahami siswa-siswanya, baik sebagai individu
yang mempunyai beberapa perbedaan, maupun murid
sebagai makhluk sosial.”12 Dalam interaksi belajar mengajar
perlu adanya motivasi, karena motivasi merupakan
dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan suatu

12
Ibid., hal. 33.

31
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

kegiatan belajar.13 Tanpa motivasi maka seorang anak tidak


akan dapat mengikuti proses belajar mengajar dengan baik.
Interaksi edukatif yang secara spesifik merupakan
proses atau interaksi belajar mengajar. Sardiman mengutip
pendapat Edi Suardi, menguraikan ciri-ciri interaksi belajar
mengajar, antara lain:

a. Interaksi belajar memiliki tujuan, yakni tujuan untuk


membantu anak dalam suatu perkembangan
tertentu. Inilah yang dimaksud interaksi belajar
mengajar itu sadar tujuan, dengan menempatkan
siswa sebagai pusat perhatian.
b. Adanya suatu prosedur (jalannya interaksi) yang
direncana, didesain untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Agar dapat mencapai tujuan secara
optimal, maka dalam melakukan interaksi perlu
adanya prosedur, atau langkah-langkah sistematik
yang relevan.
c. Interaksi belajar mengajar ditandai dengan satu
penggarapan materi yang khusus. Materi harus
sudah didesain dan disiapkan sebelum berlangsung-
nya interaksi belajar mengajar.
d. Ditandai dengan adanya aktivitas siswa. Siswa
sebagai pusat pembelajaran, maka aktivitas siswa
merupakan syarat mutlak bagi berlangsungnya
interaksi belajar mengajar.
e. Dalam interaksi belajar mengajar, guru berperan
sebagai pembimbing. Guru harus berusaha meng-

13
Ibid., hal. 34.

32
Interaksi Pembelajaran

hidupkan dan memberikan motivasi agar terjadi


proses interaksi dan sebagai mediator dalam segala
situasi proses belajar mengajar.
f. Di dalam interaksi belajar mengajar dibutuhkan
disiplin. Disiplin dalam interaksi belajar mengajar ini
diartikan sebagai suatu pola tingkah laku yang diatur
sedemikian rupa menurut ketentuan yang sudah
ditaati oleh semua pihak dengan secara sadar, baik
pihak guru maupun pihak siswa.
g. Ada batas waktu. Untuk mencapai tujuan pembe-
lajaran tertentu dalam sistem berkelas (kelompok
siswa), batas waktu menjadi salah satu ciri yang tidak
bisa ditinggalkan.
h. Unsur penilaian/evaluasi. Evaluasi merupakan
bagian penting yang tidak bisa diabaikan. Evaluasi
ini untuk mengetahui apakah tujuan sudah tercapai
melalui interaksi belajar mengajar.14

Sehubungan dengan uraian di atas bahwa dalam


mengelola interaksi belajar mengajar, guru harus memiliki
kemampuan mendesain program, menguasai materi
pelajaran, mampu menciptakan kondisi kelas yang kondusif,
terampil memanfaatkan media dan memilih sumber,
memahami cara atau metode yang digunakan, memiliki
keterampilan mengkomunikasikan program serta
memahami landasan-landasan pendidikan sebagai dasar
bertindak.

14
Sardiman, Interaksi, hal. 15-18.

33
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Proses interaksi dalam mengajar terjadi antara unsur


guru, isi pembelajaran, dan siswa. proses interaksi itu dapat
digambarkan dalam bagan seperti berikut ini:15

a. Pola dasar interaksi dalam pembelajaran

Gambar. 2.1 Proses interaksi dalam pembelajaran.

Pola interaksi sebagaimana digambarkan oleh


gambar di atas masih bersifat pola dasar. Artinya, belum
dapat terlihat unsur mana dari ketiga unsur di atas yang
mendominasi proses interaksi dalam pembelajaran. Pola
dasar ini dapat dijadikan dasar dalam mengkaji berbagai
gaya mengajar yang dimiliki oleh seorang guru. Di sini
tampak, bahwa adakalanya guru mendominasi proses
interaksi, adakalanya isi mendominasi proses interaksi,
adakalanya siswa mendominasi proses interaksi, dan
adakalanya baik guru maupun siswa saling mendominasi.
Jadi dalam interaksi ini titik tekannya adalah proses
pembelajaran yang berlangsung, bukan isi pembelajaran
atau terpusat pada satu subyek saja.

b. Pola interaksi dalam pembelajaran berpusat pada isi

Gambar 2.2 Pembelajaran dengan kegiatan berpusat pada isi.


15
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran (Bandung: Wacana
Prima, 2008), hal. 62-64.

34
Interaksi Pembelajaran

Pada gambar di atas dapat dilihat, bahwa dalam


proses pembelajaran terdapat kegiatan guru mengajarkan
isi pembelajaran di satu kutub, dan siswa mempelajari
isi pembelajaran di kutub lain, namun terlihat kegiatan
berpusat pada isi/materi pembelajaran. Dalam praktek,
proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru
adakalanya terlihat kegiatan semata-mata berpusat pada
guru, dan adakalnya pula berpusat pada siswa.

c. Pola interaksi dalam pembelajaran berpusat pada guru

Gambar 2.3 Pembelajaran dengan kegiatan berpusat pada


guru.

Pada pembelajaran yang kegiatannya semata-mata


berpusat pada guru, pada umumnya terjadi proses yang
bersifat penyajian atau penyampaian isi atau materi
pembelajaran. Dalam praktek pembelajaran semacam ini,
kegiatan sepenuhnya ada di pihak guru, sedangkan siswa
hanya menerima dan diberi pembelajaran (pasif). Jadi
interaksi yang demikian ibarat siswa menerima dan guru
memberi materi. Tidak ada proses sharing dalam interaksi
yang bersifat demikian ini.

d. Pola interaksi dalam pembelajaran berpusat pada siswa

Gambar 2.4 Pembelajaran dengan kegiatan berpusat pada


siswa.

35
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Pada pembelajaran yang kegiatannya semata-mata


berpusat pada siswa, siswa merencanakan sendiri materi
pembelajaran apa yang akan dipelajari, dan melaksanakan
proses belajar dalam mempelajari materi pembelajaran
tersebut. Kegiatan dalam pembelajaran lebih banyak
didominasi oleh siswa, sedangkan guru lebih banyak bersifat
permisif, yakni membolehkan setiap kegiatan yang dilaku-
kan siswa dalam mempelajari apapun yang dimauinya.
Sasaran pembelajaran adalah terjadinya proses belajar
pada diri siswa. Oleh karena itu, kegiatan siswa yang bersifat
aktif dalam mempelajari materi pembelajaran tertentu
sangat diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Dalam
kegiatan belajar siswa itu, diperlukan pula kegiatan yang
bersifat aktif pada pihak guru, yaitu memberi bimbingan,
dorongan, rangsangan dan arahan tentang apa yang sepatut-
nya dipelajari, bagaimana mempelajarinya, serta membantu
siswa-siswa tertentu yang mendapatkan kesulitan belajar.
Untuk meningkatkan keaktifan proses pembelajaran
ini, guru membuat perencanaan sebaik-baiknya dan
pelaksanaannya didasarkan atas rencana yang telah dibuat.
Dengan cara ini, diharapkan hasil belajar lebih baik
dibandingkan dengan pembelajaran yang berpusat pada
guru, maupun yang berpusat pada siswa. Diketahuinya
keberhasilan belajar melalui suatu penilaian yang dilakukan
di akhir pembelajaran. Atas dasar penjelasan di atas, proses
pembelajaran merupakan upaya mempertemukan dua
kutub ekstrim yaitu guru aktif-siswa pasif, dan guru pasif-
siswa aktif, sehingga terjadi keseimbangan keaktifan, baik
dari pihak guru maupun di pihak siswa.

36
Interaksi Pembelajaran

Gambar: 2.5 Interaksi proses pembelajaran dengan


dominasi Guru dan Siswa seimbang.

Suwarno mengatakan bahwa “penggunaan jenis-jenis


interaksi pembelajaran tidak terbatas pada komunikasi
satu arah (one way), yakni dari guru ke siswa saja. Interaksi
pembelajaran lebih mengarah ke komunikasi interaksi
optimal,”16 yakni antara guru dengan siswa dan antara siswa
dengan siswa.
Dimyati dan Mudjiono mengutip pendapat Lindgren,
mengemukakan 4 (empat) kemungkinan interaksi
pembelajaran, yakni:

a. Pola guru – siswa


- Interaksi satu arah, di mana guru bertindak sebagai
penyampai pesan dan siswa penerima pesan.

b. Pola guru – siswa – guru


- Interaksi dua arah, antara guru – siswa, di mana guru
memperoleh balikan dari siswa.

c. Pola guru – siswa – guru


- Interaksi dua arah antara guru – siswa, di mana guru
mendapat balikan dari siswa. Selain itu, siswa saling
berinteraksi atau saling belajar satu dengan yang lain.

16
Suwarna, dkk, Pengajaran Mikro, hal. 95.

37
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

d. Pola guru – siswa, siswa – guru, siswa – siswa


- Interaksi optimal antara guru – siswa, dan antara siswa
dengan siswa.17

e. Pola melingkar
- Setiap siswa mendapat giliran untuk mengemukakan
sambutan atau jawaban, tidak diperkenankan
berbicara dua kali apabila setiap siswa belum mendapat
giliran.18

Situasi pengajaran atau proses interaksi belajar


mengajar bisa terjadi dalam berbagai pola komunikasi di
atas, akan tetapi komunikasi sebagai transaksi yang
dianggap sesuai dengan konsep cara belajar siswa aktif
sebagaimana yang dikehendaki oleh para ahli dalam
pendidikan modern. Dalam mengelola interaksi belajar guru
harus memiliki kemampuan mendesain program,
menguasai materi pelajaran, mampu menciptakan kondisi
kelas yang kondusif, terampil memanfaatkan media dan
memilih sumber, memahami cara atau metode yang
digunakan, memiliki keterampilan mengkomunikasikan
program serta memahami landasan-landasan pendidikan
sebagai dasar bertindak.
Pengajaran berintikan interaksi antara guru dengan
siswa dalam proses belajar mengajar. Di dalam interaksi
belajar mengajar terjadi proses pengaruh-mempengaruhi,

17
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006), hal. 119-120.
18
Djamarah, Guru dan Anak Didik, hal. 14.

38
Interaksi Pembelajaran

bukan hanya guru yang mempengaruhi siswa, tetapi siswa


juga dapat mempengaruhi guru. Perilaku guru akan berbeda,
apabila menghadapi kelas yang aktif dengan yang pasif,
kelas yang berdisiplin dengan yang kurang disiplin. Ibrahim
dan Nana mengatakan, bahwa “Interaksi ini bukan hanya
terjadi antara siswa dengan guru, tetapi antara siswa dengan
manusia sumber (yaitu orang yang biasa memberi infor-
masi), antara siswa dengan siswa lain, dan dengan media
pelajaran.” 19 Kegiatan mengajar selalu menuntut kehadiran
siswa, tanpa siswa dalam kelas maka guru tidak bisa
mengajar. Lain halnya dengan kegiatan belajar, siswa dapat
belajar meskipun tanpa kehadiran guru. Para siswa dapat
melakukan kegiatan belajar sendiri. Sebenarnya dalam
kegiatan belajar sendiri ini gurunya tetap ada, akan tetapi
tidak hadir bersama siswa, guru berada pada jarak jauh.
Interaksi belajar mengajar di sekolah, merupakan
interaksi yang berencana. Secara umum, menurut Ibrahim
dan Nana “yang menjadi rencana pengajarannya adalah
kurikulum, sedangkan secara khusus rencana pengajaran
ini adalah Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP)
dan Satuan Pelajaran. Interaksi belajar mengajar secara
langsung terjadi di sekolah, sebagian besar terjadi di dalam
kelas.”20
Peranan siswa dan guru dalam interaksi belajar
mengajar ditentukan oleh strategi ataupun metode belajar
mengajar yang menggunakan strategi yang bersifat

19
R. Ibrahim dan Nana Syaodih S., Perencanaan Pengajaran
(Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 31.
20
Ibid., hal. 32.

39
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

ekspositori, peranan lebih aktif dimainkan oleh guru. “Guru


yang menyiapkan seluruh bahan ajaran dan guru pula yang
menyampaikan seluruh bahan ajaran tersebut kepada siswa.
Peranan siswa lebih pasif, menerima bahan yang disam-
paikan oleh guru”.21 Dalam strategi belajar yang demikian,
interaksi belajar mengajar hanya terjadi antara guru dengan
siswa.
Interaksi belajar mengajar sebagai suatu sistem akan
dihadapkan pada sejumlah komponen yang saling terkait
dan tidak dapat terpisahkan tanpa adanya salah satu
diantara komponen tersebut, maka tidak akan pernah terjadi
proses interaksi secara maksimal.
Proses belajar mengajar merupakan inti dari proses
formal di sekolah yang di dalamnya terjadi interaksi antara
berbagai komponen di sekolah, komponen tersebut dikelom-
pokkan atas tiga kategori utama yaitu guru, materi, dan
siswa. Interaksi antara tiga komponen utama melibatkan
sarana dan prasarana seperti metode, media, lingkungan
tempat belajar sehingga tercipta situasi belajar mengajar
yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah
direncanakan, dengan demikian guru memegang peranan
penting dalam proses belajar mengajar.
Sebagai suatu sistem tentu saja interaksi edukatif
mengandung sejumlah komponen-komponen yang
meliputi:

21
Ibid., hal. 33.

40
Interaksi Pembelajaran

1. Tujuan Belajar Mengajar


Tujuan merupakan suatu cita-cita yang ingin dicapai
dari pelaksanaan pembelajaran. Tidak ada suatu
pembelajaran yang diprogramkan tanpa tujuan, karena hal
ini merupakan kegiatan yang tidak memiliki kepastian
dalam menentukan arah, target terakhir dan prosedur yang
dilakukan.22
Tujuan pembelajaran merupakan rumusan tentang
perubahan perilaku apa yang akan diperoleh setelah proses
pembelajaran. Jika tujuan diketahui, siswa mempunyai
motivasi untuk belajar. Agar tujuan pembelajaran mudah
diketahui, maka harus dirumuskan secara khusus.23
Tujuan ini perlu dirumuskan karena untuk membantu
mempermudah guru dalam mendesain program dan
kegiatan pengajaran, mempermudah pengawasan dan
penilaian hasil belajar sesuai yang diharapkan dan mem-
berikan pedoman bagi siswa dalam menyelesaikan materi
dan kegiatan mengajar.
Sebagai unsur penting untuk suatu kegiatan, maka
dalam kegiatan apapun tujuan tidak bisa diabaikan.
Demikian juga halnya dalam kegiatan belajar mengajar,
tujuan adalah suatu cita-cita yang dicapai dalam kegiat-
annya. Kegiatan belajar mengajar tidak bisa dibawa sesuka
hati, kecuali untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Djamarah dan Zain “tujuan adalah kom-
ponen yang dapat mempengaruhi komponen pengajaran
22
Pupuh Fathurrahman dan M.Sobry Sutikno, Strategi Belajar
Mengajar: Melalui Penanaman Konsep Umum & Konsep Islami (Bandung:
Refika Aditama, 2007), hal. 13.
23
Sumiati dan Asra, Metode, hal. 34.

41
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

lainnya seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar,


pemilihan metode, alat, sumber, dan evaluasi.”24 Suatu
komponen itu harus bersesuaian dan didayagunakan untuk
mencapai tujuan seefektif dan seefisien mungkin. Bila salah
satu komponen tidak sesuai dengan tujuan, maka pelak-
sanaan kegiatan belajar mengajar tidak akan dapat men-
capai tujuan yang telah ditetapkan.
Kegiatan belajar mengajar dalam kelas sebagian besar
didasarkan kepada pencapaian tujuan pengajaran. Hal itu
disebabkan karena, sebagaimana yang diungkapkan
Tarigan “tujuan menyatakan apa yang harus dikuasai,
diketahui atau dapat dilakukan oleh anak didik setelah
mereka selesai melakukan kegiatan belajar mengajar.”25
Biasanya tujuan dapat berupa pengetahuan, keterampilan,
dan sikap. Tujuan pengajaran sangat menentukan bahan
yang harus diajarkan, cara penyampaian bahan dan juga
menentukan media yang digunakan. Oemar Hamalik
menyatakan bahwa “tujuan pengajaran adalah suatu
deskripsi mengenai tingkah laku yang diharapkan tercapai
oleh siswa setelah berlangsungnya pengajaran.”26
Tujuan dalam pendidikan dan pengajaran adalah suatu
cita-cita yang bernilai normatif. Dengan perkataan lain,
sebagaimana yang dikatakan Djamarah dan Zain “dalam
tujuan terdapat sejumlah nilai yang harus ditanamkan

24
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hal. 42.
25
Djago Tarigan, Proses Belajar Mengajar Pragmatik (Bandung:
Angkasa, 1990), hal. 41.
26
Oemar Hamalik, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan
Sistem (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hal. 109.

42
Interaksi Pembelajaran

kepada anak didik.”27 Nilai-nilai itu nantinya akan mewarnai


cara anak didik bersikap dan berbuat dalam lingkungan
sosialnya, baik di sekolah maupun di luar sekolah.
Kegiatan interaksi edukatif tidaklah dilakukan secara
serampangan dan di luar kesadaran. Kegiatan interaksi
edukatif ialah suatu kegiatan yang secara sadar dilakukan
oleh guru. Atas dasar kesadaran itulah guru melakukan
kegiatan pembuatan program pengajaran, dengan prosedur
dan langkah-langkah yang sistematik.
Tujuan pendidikan/pengajaran dapat dilihat dari dua
sudut pandang, yaitu:

a. Dilihat dari sudut jenjangnya, tujuan pengajaran dapat


dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Tujuan Pendidikan Nasional, adalah tujuan pendi-


dikan yang ingin dicapai pada tingkat nasional. Hasil
pencapaian akan berwujud: warga negara yang
berkepribadian nasional dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, bertanggung jawab atas kesejah-
teraan masyarakat, bangsa dan tanah air.28
2) Tujuan Institusional, yakni tujuan pendidikan yang
ingin dicapai lembaga atau jenis/tingkatan sekolah.29
3) Tujuan Kurikuler, adalah tujuan pendidikan yang
pencapaiannya dibebankan pada masing-masing mata
pelajaran.30

27
Djamarah dan Zain, Strategi, hal. 42.
28
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 2007), hal. 65.
29
Hamalik, Perencanaan, hal. 125.
30
Ibid, hal. 126.

43
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

4) Tujuan Instruksional, yakni tujuan pendidikan yang


ingin dicapai pada tingkat pembelajaran.31 Tujuan
instruksional ada dua, yakni tujuan instruksional
umum yaitu yang hendak dicapai setelah selesainya
satu satuan pelajaran yang bersumber pada tujuan
kurikuler. Dan tujuan instruksional khusus yaitu
bersifat operasional, khusus, bertitik tolak dari
perubahan tingkah laku serta dapat diamati dan
diukur.32

b. Dilihat dari sudut lingkupnya, tujuan pengajaran juga


dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1) Tujuan kognitif, adalah tujuan yang berhubungan
dengan pengertian dan pengetahuan.
2) Tujuan afektif, adalah tujuan yang berhubungan
dengan usaha merubah minat, setiap nilai, dan alasan.
3) Tujuan psikomotorik, adalah tujuan yang berkaitan
dengan keterampilan motorik atau gerak dari siswa.33

Tujuan pembelajaran harus dirumuskan secara


spesifik dalam bentuk perilaku akhir pelajar. Setiap
pendidik harus menyadari bahwa penentuan tujuan
dalam proses pembelajaran adalah penting. Menurut
Sabri “perumusan tujuan itu harus jelas, yaitu bagaimana
seharusnya pelajar berperilaku pada akhir pembelajaran.”34

31
Sardiman, Interaksi, hal. 66.
32
Hamalik, Perencanaan, hal. 126.
33
Rohani, Pengelolaan, hal. 106.
34
Ahmad Sabri, Strategi Belajar Mengajar & Micro Teaching (Ciputat:
Quantum Teaching, 2005), hal. 35.

44
Interaksi Pembelajaran

Dalam setiap bentuk kegiatan/interaksi pengajaran


haruslah berorientasi pada tujuannya. Segala daya dan
upaya pengajaran harus dipusatkan pada pencapaian
tujuan itu. Semua faktor yang terlibat untuk mendukung
manifestasi interaksi pengajaran haruslah diarahkan dan
disesuaikan dengan tujuan pengajaran itu sendiri. Maka,
sebagaimana ungkapan Rohani, tujuan pengajaran itu
harus berfungsi:

a. Menjadi titik sentral perhatian dan pedoman dalam


melaksanakan aktivitas/interaksi pengajaran.
b. Menjadi penentu arah kegiatan/interaksi pengajaran.
c. Menjadi titik sentral perhatian dan pedoman dalam
menyusun desain pengajaran.
d. Menjadi materi pokok yang akan dikembangkan
dalam memperdalam dan memperluas ruang lingkup
pengajaran.
e. Menjadi pedoman untuk mencegah/menghindari
penyimpangan pengajaran.35

2. Bahan atau Materi Pelajaran


Bahan adalah “substansi yang akan disampaikan
dalam proses interaksi edukatif. Tanpa bahan pelajaran
proses interaksi edukatif tidak akan berjalan.”36 Karena
itu, guru yang akan mengajar pasti mempelajari dan
mempersiapkan bahan pelajaran yang akan disampaikan
kepada anak didik.

35
Rohani, Pengelolaan, hal. 106.
36
Djamarah, Guru dan Anak Didik, hal. 17.

45
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Bahan atau materi merupakan medium untuk


mencapai tujuan pengajaran yang “dikonsumsi” oleh
peserta didik. Bahan ajar merupakan materi yang terus
berkembang secara dinamis seiring dengan kemajuan
dan tuntutan perkembangan masyarakat. Maka hal ini
sesuai dengan yang dikemukakan oleh Fathurrahman
dan Sutikno, bahwa “bahan ajar yang diterima anak
didik harus mampu merespon setiap perubahan dan
mengantisipasi setiap perkembangan yang akan terjadi
di masa depan.”37
Bahan pelajaran adalah “isi yang diberikan kepada
siswa pada saat berlangsungnya proses belajar mengajar.
Melalui bahan pelajaran ini siswa diantarkan kepada
tujuan pengajaran.”38 Dengan perkataan lain tujuan
yang akan dicapai siswa diwarnai dan dibentuk oleh
bahan pelajaran atau bidang studi yang diberikan kepada
siswa sesuai dengan kurikulum yang digunakannya.
Penguasaan bahan oleh guru, seyogyanya mengarah
pada spesifik atas ilmu kecakapan yang diajarkannya.
Mengingat isi, sifat, dan luasnya ilmu, maka guru harus
mampu menguraikan ilmu atau kecakapan dan apa-apa
yang akan diajarkannya ke dalam bidang ilmu atau
kecakapan yang bersangkutan. Penyusunan unsur-unsur
atau informasi-informasi yang baik itu bukan saja akan
mempermudah peserta didik untuk mempelajarinya,

37
Fathurrohman dan Sutikno, Strategi Belajar, hal. 14.
38
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung:
Sinar Baru Algesindo, 2004), hal. 67.

46
Interaksi Pembelajaran

melainkan juga memberikan gambaran yang jelas


sebagai petunjuk dalam menetapkan metode pengajaran.
Bahan atau materi pengajaran harus menunjang
tujuan yang telah ditetapkan. Dengan perkataan lain
tujuan pengajaran berpengaruh dalam penyusunan
materi. Bahan pelajaran harus pula sesuai dengan taraf
perkembangan dan kemampuan siswa, menarik dan
merangsang serta berguna bagi siswa baik untuk
pengembangan pengetahuannya maupun untuk
keperluan tugasnya di lapangan. Kemampuan guru
dalam menyusun bahan pelajaran sangat berpengaruh
terhadap kegiatan belajar siswa, berarti berpengaruh
pula terhadap pencapaian tujuan instruksional.39
Penetapan atau penentuan materi pengajaran harus
didasarkan pada upaya pemenuhan tujuan pengajaran
itu, ia tidak boleh menyimpang dari tujuan pengajaran.
Jika sesuatu materi sudah tersimpul dalam perumusan
tujuan khusus pengajaran yang baik dan jelas, maka pada
umumnya mudah diduga bahwa perhitungan/
pertimbangan penetapan metode atas dasar materi tidak
akan jauh berbeda hasilnya dengan dasar pertimbangan
tujuan.
Penguasaan bahan atau materi merupakan syarat
mutlak yang harus dikuasai oleh guru dengan baik,
sebelum ia melakukan proses belajar mengajar. Dan ini
merupakan tuntutan utama dalam profesi keguruan.
Karena seseorang guru tidak boleh melakukan kesalahan
atau penyimpangan dalam menyampaikan materi

39
Tarigan, Proses Belajar, hal. 41.

47
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

kepada siswa, sebab itu akan merugikan guru itu sendiri.


Di dalam proses belajar mengajar, guru sebelum
memberikan materi kepada siswa, sebaiknya melakukan
penyeleksian bahan pengajaran yang sesuai dengan
kebutuhan siswa dan masyarakat sekitar, juga sesuai
dengan tingkat penguasaan siswa bukan memberikan
bahan yang sulit untuk dicerna dan diterima oleh siswa.
Nana Sudjana menguraikan tentang hal-hal yang
perlu diperhatikan dalam memilih atau menentukan
bahan pengajaran, yaitu:

a. Tujuan pengajaran. Hanya bahan yang serasi dan


menunjang tujuan yang perlu diberikan oleh guru.
b. Urgensi bahan. Artinya, bahan itu penting untuk
diketahui oleh siswa.
c. Tuntutan kurikulum. Artinya, secara minimal bahan
itu wajib diberikan sesuai dengan tuntutan kurikulum.
d. Nilai kegunaan. Artinya, bahan itu mempunyai
manfaat bagi siswa dalam kehidupannya sehari-hari.
e. Terbatasnya sumber bahan. Artinya, sumber bahan
susah diperoleh siswa (tidak ada dalam buku sumber),
sehingga perlu diberikan oleh guru.40

Bahan pembelajaran yang baik harus mempermudah


dan bukan sebaliknya mempersulit siswa dalam
memahami materi yang sedang dipelajari. Oleh sebab
itu, bahan pembelajaran harus memenuhi kriteria berikut
ini:

40
Sudjana, Dasar-Dasar, hal. 71.

48
Interaksi Pembelajaran

a. Sesuai dengan topik yang dibahas.


b. Memuat intisari atau informasi pendukung untuk
memahami materi yang dibahas.
c. Disampaikan dalam bentuk kemasan dan bahasa
yang singkat, padat, sederhana, sistematis, sehingga
mudah dipahami.
d. Jika perlu dilengkapi contoh dan ilustrasi yang relevan
dan menarik untuk lebih mempermudah memahami
isinya.
e. Sebaiknya diberikan sebelum berlangsungnya
kegiatan belajar dan pembelajaran sehingga dapat
dipelajari terlebih dahulu oleh siswa.
f. Memuat gagasan yang bersifat tantangan dan rasa
ingin tahu siswa.41

Akhirnya, bahan pelajaran adalah unsur inti dalam


kegiatan interaksi edukatif dan merupakan komponen
yang tidak bisa diabaikan dalam pengajaran. Karenanya
harus diupayakan untuk dikuasai oleh anak didik.

3. Kegiatan Belajar Mengajar


Kegiatan belajar mengajar adalah inti kegiatan dalam
pendidikan. Segala yang telah diprogramkan akan
dilaksanakan dalam kegiatan belajar mengajar. Semua
komponen pengajaran akan berproses di dalamnya.42

41
Abdorrakhman Gintings, Esensi Praktis Belajar dan Pembelajaran:
Disiapkan untuk Pendidikan Profesi dan Sertifikasi Guru Dosen (Bandung:
Humaniora, 2008), hal. 154.
42
Djamarah, Guru dan Anak Didik, hal. 18.

49
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Kegiatan belajar mengajar akan menentukan sejauh mana


tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai.
Kegiatan belajar mengacu kepada hal-hal yang
berhubungan dengan kegiatan siswa dalam mempelajari
bahan yang disampaikan guru. Sedangkan kegiatan
mengajar berhubungan dengan cara guru menjelaskan
bahan kepada siswa. Oleh sebab itu menurut Sudjana,
“kegiatan belajar erat hubungannya dengan metode
belajar, sedangkan kegiatan mengajar erat hubungannya
dengan metode mengajar.”43
Kegiatan belajar siswa banyak dipengaruhi oleh
kegiatan mengajar guru. Dalam kegiatan belajar
mengajar, guru dan peserta didik terlibat dalam sebuah
interaksi dengan bahan pelajaran sebagai mediumnya.
Dalam interaksi itu peserta didiklah yang lebih aktif,
bukan guru. Seperti yang dikehendaki oleh pendekatan
CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif), siswa sebagai sentral
pembelajaran. Keaktifan anak didik tentu mencakup
kegiatan fisik dan mental, individual dan kelompok. Oleh
karena itu, interaksi dikatakan maksimal bila terjadi
antara guru dengan semua peserta didik, antara peserta
didik dengan guru, antara peserta didik dengan peserta
didik, peserta didik dengan bahan dan media pem-
belajaran, bahkan peserta didik dengan dirinya sendiri,
namun tetap dalam kerangka mencapai tujuan yang
telah ditetapkan bersama.
Kegiatan belajar siswa banyak dipengaruhi oleh
kegiatan mengajar guru. Ciri pengajaran yang berhasil,

43
Sudjana, Dasar-Dasar, hal. 72.

50
Interaksi Pembelajaran

salah satu diantaranya dilihat dari kadar kegiatan siswa


belajar. Makin tinggi kegiatan belajar siswa, makin tinggi
peluang berhasilnya pengajaran. Ini berarti kegiatan
guru mengajar harus merangsang kegiatan siswa me-
lakukan berbagai kegiatan belajar. Kegiatan belajar siswa,
menurut Sudjana, dapat dibedakan menjadi tiga kate-
gori, yakni:

a. Kegiatan belajar mandiri/individual, artinya setiap anak


yang ada di kelas mengerjakan atau melakukan
kegiatan belajar masing-masing. Dalam kegiatan
belajar mandiri setiap siswa dituntut mengerjakan
tugasnya sesuai dengan kemampuan yang mereka
miliki. Implikasi dari kegiatan belajar mandiri, guru
harus banyak memberikan perhatian dan pelayanan
secara individual, sebab setiap individu berbeda
kemampuannya. Bagi siswa tertentu guru harus
memberikan bantuan belajar.
b. Kegiatan belajar kelompok, artinya siswa melakukan
kegiatan belajar dalam situasi kelompok. Untuk
mengembangkan kegiatan belajar kelompok, guru
harus mengajukan beberapa masalah yang harus
dipecahkan siswa dalam satu kelompok.
c. Kegiatan belajar klasikal, artinya semua siswa dalam
waktu yang sama mengerjakan kegiatan belajar yang
sama. Kegiatan belajar klasikal berfungsi sebagai dasar
atau landasan bagi kegiatan belajar kelompok dan
kegiatan belajar mandiri serta berfungsi sebagai usaha

51
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

dalam membuat kesamaan pendapat dari hasil belajar


yang diperoleh.44

Untuk memperoleh hasil optimal, menurut Fathur-


rahman dan Sutikno, “sebaiknya guru memperhatikan
perbedaan individual peserta didik, baik aspek biologis,
intelektual, maupun psikologis.”45 Ketiga aspek ini
diharapkan memberikan informasi pada guru, bahwa
setiap peserta didik dapat mencapai prestasi belajar yang
optimal, sekalipun dalam tempo yang berlainan.
Pemahaman tentang perbedaan potensi individual
menghendaki pendekatan pembelajaran yang sepenuh-
nya bisa melayani perbedaan keunikan peserta didik
masing-masing.
Tinjauan dari ketiga aspek tersebut akan membantu
dalam menentukan pengelompokan anak didik di kelas.
Interaksi edukatif yang akan terjadi juga dipengaruhi oleh
cara guru memahami perbedaan individual anak didik.
Interaksi yang biasanya terjadi di dalam kelas adalah
interaksi antara guru dan anak didik ketika pelajaran
berlangsung. Di sini tentu saja aktivitas optimal belajar
anak didik sangat menentukan kualitas interaksi yang
terjadi di dalam kelas. Dengan demikian, kegiatan belajar
mengajar apapun bentuknya sangat ditentukan dari baik
tidaknya program pengajaran yang telah direncanakan
dan akan mempengaruhi tujuan pembelajaran yang akan
dicapai.

44
Ibid., hal. 73.
45
Fathurrohman dan Sutikno, Strategi Belajar, hal. 15.

52
Interaksi Pembelajaran

Hal ini sesuai dengan tindakan Nabi, dimana Nabi


selalu memperhatikan perbedaan individu dalam
mengadakan proses pembelajaran. Adapun hadits-hadits
Nabi yang menyatakan demikian adalah sebagai berikut:

َ  ِِ ‫ َل‬  ُ َ‫ن ر‬ ‫ أ‬ُ ْَ ُ ‫ ا‬َ ِ‫ب َر‬َ ‫ أ‬ِ‫ أ‬ْ َ
ُ  َ ‫ َل‬ َ‫ ا‬ِ ِ ْُ ََ ِ ِ‫ْم‬ِ ْ‫ أ‬َ َ ‫ َو‬ِ ْَ ُ ‫ا‬
ُُْَ ُ َ ‫ب‬ٌ َ‫أر‬ َ  َ‫ َو‬ِ ْَ ُ ‫ ا‬َ  ِ‫ َل ا‬َ‫ و‬ُ  َ
‫ة‬‫ ا‬ِْَُ‫ة و‬ ‫ ا‬ُ ِُَ‫ و‬ًْَ ِ ِ ‫ك‬ْُ ‫ َو‬َ ‫ا‬
46
َ
ِ ‫ ا‬ُ ِََ‫و‬
Artinya: Seorang laki-laki berkata kepada Nabi SAW:
berilah khabar kepadaku tentang amal yang dapat
memasukkanku ke surga, dia berkata, apa kebutuhanku-
apa kebutuhanku, Nabi bersabda: kebutuhan itu adalah
kamu menyembah Allah dan tidak menyekutukannya
dengan apapun, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
dan memupuk silaturahmi.

َ  َ‫ َو‬ِ ْَ ُ‫ ا‬َ ِ ‫ ُل ا‬ُ‫ َر‬ِ ‫ َل‬ َ‫ل‬ ‫ َذر‬ِ‫ أ‬ْ َ
َُْَ ََ َ ‫ ا‬ َ‫ ا‬ْ ِْ‫ َوأ‬
َ ْ َُْَ ِ‫ ا‬ ‫ا‬
. 
47
ُ ِ َ‫س‬‫ ا‬ ِََ‫و‬
Artinya: Dari Abu Dzar, Nabi bersabda kepadaku:
bertaqwalah kepada Allah dimanapun kamu berada, dan
ikutilah perbuatan buruk dengan perbuatan baik niscaya

46
Abu Abdillah Muhammad ibn Isma’il al-Bukhari, Shahih Bukhari,
juz 5 (Mauqi’ul Islam: dalam Software Maktabah Samilah, 2005)
hal. 202.
47
Al-Tirmidzi, Sunan Tirmidzi, juz 7, (Mauqi’ul Islam: dalam
Software Maktabah Samilah, 2005), hal. 262.

53
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

perbuatan baik akan meleburnya, dan berbudi pekertilah


dengan manusia dengan budi pekerti yang baik.

‫ َل‬ُ‫ َر‬َ َ‫ل‬ 


ُ َ‫ن ر‬ ‫ أ‬ِ ِ‫ أ‬ْ َ َ‫ن‬َُ  ْ ِ‫ ا‬ِ ْَ ْ َ
َ‫ل‬ ‫َك‬ ْَ ‫ًا‬ َ‫ أ‬ُ ْَ ُ‫ل‬ْ ‫أ‬   ْ   ‫ ا‬ِ ‫ًا‬ْ ‫أ‬ ِ‫ْم‬ِ ْ‫ أ‬ِ ‫ا‬
ٍ‫ْء‬َ ‫ي‬   ِ‫ َل ا‬ُ‫ َر‬َ َ‫ل‬ ْِ َْ‫ ا‬ُ ِِ ُْَ‫ْ آ‬
48
ِِ‫م‬َِ ‫إ‬ ‫ِ ِه‬َِ َ‫ر‬َ  َ‫ل‬ ِ‫أ‬
Artinya: Sesungguhnya seorang laki-laki berkata: Ya
Rasulallah berilah khabar kepadaku perkara dalam Islam
yang aku tidak bertanya kepada sesorang setelahmu, Nabi
bersabda: berkatalah: saya beriman kepada Allah
kemudian beristiqamahlah, dia berkata: ya rasulullah,
mana sesuatu yang harus saya jaga? Nabi berkata
kemudian berisyarat kepada lisannya.

َ  ِِ ‫ َل‬  ُ َ‫ن ر‬ ‫ أ‬ْَ ُ ‫ ا‬َ ِ‫ة َر‬ َْ َُ ِ‫ أ‬ْ َ
 ‫ َل‬ ‫َارًا‬ِ ‫ َد‬‫َد‬ ْَْ َ  ‫ َل‬ ِِ‫أ ْو‬ َ َ ‫ َو‬ِ ْَ ُ ‫ا‬
.ْَْ َ
49

Artinya: Sesungguhnya seorang laki-laki berkata kepada


Nabi berilah wasiat aku! Nabi bersabda: jangan marah
dan beliau mengulanginya beberapa kali beliau bersabda:
jangan marah.

Menurut Qardhawi, “di sini Nabi memperhatikan


keadaan orang yang minta wasiat, dan beliau
memberikan sesuatu yang lebih dibutuhkan oleh orang

48
Ahmad Ibn Hanbal, Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Juz 30
(Mauqi’ul Islam: dalam Software Maktabah Samilah, 2005), hal. 438.
49
Al Bukhari, Shahih Bukhari, juz 19, hal. 74.

54
Interaksi Pembelajaran

yang minta wasiat tersebut. Maka keadaannya sama


dengan keadaan dokter dan pasiennya, pasien diberi obat
yang dibutuhkannya.”50
Jadi jika kita menjadi pendidik hendaklah berbuat
seperti itu dalam melakukan pendidikan. Seorang
pendidik yang baik harus memperhatikan peserta didik.
Jika berbicara tentang individu, maka dapat kita pahami
bahwa individu itu tidak dapat kita pisah-pisahkan
dengan masyarakat, karena kedua pihak tersebut
terdapat hubungan yang amat kuat. Apabila individu ini
dipisahkan dengan lingkungannya, bukanlah ia sebagai
makhluk sosial. Dan pendidik yang baik harus
memperhatikan keadaan murid yang mencakup
pertimbangan tentang tingkat kecerdasan, kematangan,
perbedaan individu lainnya.

4. Metode Belajar Mengajar


Metode merupakan suatu cara yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.51 Metode
adalah suatu cara kerja yang sistematik dan umum, yang
berfungsi sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan.52
Makin baik suatu metode makin efektif pula dalam
pencapaiannya. Tetapi tidak ada satu metode pun yang
dikatakan paling baik/dipergunakan bagi semua macam
usaha pencapaian tujuan. Baik tidaknya, tepat tidaknya

50
Yusuf Qardawi, Sunnah Masdaran li al-Ma’rifah wa al-Hadharah,
(Kairo: Dar al Syuruq, 1997), hal. 136.
51
Fathurrohman dan Sutikno, Strategi Belajar, hal. 15.
52
Rohani, Pengelolaan Pengajaran, hal. 118.

55
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

suatu metode dipengaruhi oleh berbagai faktor. Faktor


utama yang menentukan metode adalah tujuan yang
akan dicapai.
Metode mengajar ialah cara yang dipergunakan
guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada
saat berlangsungnya pengajaran.53 Metode, cara atau
teknik pengajaran merupakan komponen proses belajar
mengajar yang banyak menentukan keberhasilan
pengajaran.54 Metode pembelajaran adalah cara-cara
atau teknik penyajian bahan pelajaran yang akan di-
gunakan oleh guru pada saat menyajikan bahan pelajaran,
baik secara individual atau secara kelompok.55
Secara umum metode diartikan sebagai cara me-
lakukan sesuatu, sedangkan secara khusus, metode
pembelajaran dapat diartikan sebagai “cara atau pola
yang khas dalam memanfaatkan berbagai prinsip dasar
pendidikan serta berbagai teknik dan sumber daya terkait
lainnya agar terjadi proses pembelajaran pada diri
pembelajar.”56
Guru harus dapat memilih, mengkombinasikan,
serta memprak-tekkan berbagai cara penyampaian
bahan sesuai dengan situasi. Keberhasilan dalam melak-
sanakan suatu pengajaran sebagian besar ditentukan oleh
pilihan bahan dan pemakaian metode yang tepat. Dalam
kegiatan belajar mengajar, metode diperlukan oleh guru

53
Sudjana, Dasar-Dasar, hal. 76.
54
Tarigan, Proses Belajar, hal. 41.
55
Sabri, Strategi Belajar, hal. 52.
56
Gintings, Esensi Praktis, hal. 42.

56
Interaksi Pembelajaran

guna kepentingan pembelajaran. Dalam melaksanakan


tugas, guru sangat jarang menggunakan satu metode,
tetapi selalu memakai lebih dari satu metode. Karena
karakteristik metode yang memiliki kelebihan dan
kelemahan menuntut guru untuk menggunakan metode
yang bervariasi.
Ketepatan (efektifitas) penggunaan metode pem-
belajaran tergantung pada kesesuaian metode pem-
belajaran dengan beberapa faktor, yakni:

a. Kesesuaian metode pembelajaran dengan tujuan


pembelajaran;
b. Kesesuaian metode pembelajaran dengan materi
pembelajaran;
c. Kesesuaian metode pembelajaran dengan kemampu-
an guru;
d. Kesesuaian metode pembelajaran dengan kondisi
siswa;
e. Kesesuaian metode pembelajaran dengan sumber dan
fasilitas tersedia;
f. Kesesuaian metode pembelajaran dengan situasi
kondisi belajar mengajar;
g. Kesesuaian metode pembelajaran dengan tempat
belajar.57

Metode pembelajaran yang digunakan pada dasar-


nya hanya berfungsi sebagai bimbingan agar siswa
belajar. Metode pembelajaran pada umumnya ditujukan

57
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, hal. 92.

57
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

untuk membimbing belajar dan memungkinkan setiap


individu siswa dapat belajar sesuai dengan bakat dan
kemampuan masing-masing. Metode pembelajaran
menekankan pada proses belajar siswa secara aktif dalam
upaya memperoleh kemampuan hasil belajar. Guru
seharusnya memikirkan bagaimana cara (metode) yang
membuat siswa dapat belajar secara optimal. Dalam arti
sesuai dengan tingkat kemampuan masing-masing.
Belajar secara optimal dapat dicapai jika siswa aktif di
bawah bimbingan guru yang aktif pula.
Secara umum metode pengajaran dapat diklasifikasi-
kan menjadi dua, yaitu:

a. Metode pengajaran individual


b. Metode pengajaran kelompok.58

Syarat-syarat yang harus diperhatikan oleh guru


dalam penggunaan metode pembelajaran, sebagaimana
dikemukakan oleh Sabri, adalah sebagai berikut:

a. Metode yang digunakan harus dapat membangkitkan


motif, minat atau gairah belajar siswa;
b. Metode yang digunakan dapat merangsang keinginan
siswa untuk belajar lebih lanjut;
c. Metode yang digunakan harus dapat memberikan
kesempatan bagi siswa untuk mewujudkan hasil karya;
d. Metode yang digunakan harus dapat menjamin
perkembangan kegiatan kepribadian siswa;

58
Rohani, Pengelolaan Pengajaran, hal. 119.

58
Interaksi Pembelajaran

e. Metode yang digunakan harus dapat mendidik murid


dalam teknik belajar sendiri dan cara memperoleh
pengetahuan melalui usaha pribadi;
f. Metode yang digunakan harus dapat menanamkan
dan mengembangkan nilai-nilai dan sikap siswa dalam
kehidupan sehari-hari.59

Macam-macam metode itu sesungguhnya tidak


terbatas banyaknya. Banyak para tokoh yang menyebut-
kan metode pengajaran. Berikut penulis sebutkan dari
beberapa tokoh dengan metode-metodenya, antara lain:
a. Ahmad Rohani, menyebutkan diantaranya:
1) Metode Ceramah / Presentasi / Kuliah Mimbar
2) Metode Diskusi
3) Metode Tanya Jawab
4) Metode Resitasi / Penugasan
5) Metode Drill / Latihan Siap
6) Metode SAS (Struktural Analitik Sintetik)
7) Metode Problem Solving
8) Metode Experiment
9) Metode Demonstrasi
10) Metode Karyawisata
11) Metode Dynamic Group / Kerja Kelompok
12) Metode Proyek
13) Metode Simulasi / Role Playing
14) Metode Insersi
15) Metode Team Teaching.60

59
Sabri, Strategi Belajar, hal. 52-53.
60
Rohani, Pengelolaan Pengajaran, hal. 120.

59
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

b. Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zein, menyebut-


kan diantaranya:
1) Metode Proyek
2) Metode Eksperimen
3) Metode Tugas dan Resitasi
4) Metode Diskusi
5) Metode Sosiodrama
6) Metode Demonstrasi
7) Metode Problem Solving
8) Metode Karyawisata
9) Metode Tanya Jawab
10) Metode Latihan
11) Metode Ceramah.61

c. Suwarna, dkk. Membagi menjadi dua, yaitu:


1) Metode mengajar secara individual, yaitu:
a) Metode ceramah
b) Metode tanya jawab
c) Metode diskusi
d) Metode drill
e) Metode demonstrasi / peragaan
f) Metode pemberian tugas
g) Metode simulasi
h) Metode pemecahan masalah
i) Metode bermain peran
j) Metode karyawisata

2) Metode mengajar secara kelompok, yaitu:


a) Metode seminar
61
Djamarah dan Zain, Strategi Belajar, hal. 83-97.

60
Interaksi Pembelajaran

b) Metode simposium
c) Metode forum
d) Metode panel.62

d. Ahmad Sabri, menyebutkan diantaranya:


1) Metode Ceramah
2) Metode Tanya Jawab
3) Metode Diskusi
4) Metode Tugas Belajar dan Resitasi
5) Metode Kerja Kelompok
6) Metode Demonstrasi dan Eksperimen
7) Metode Sosiodrama dan Bermain Peran
8) Metode Problem Solving
9) Metode Sistem Regu (Team Teaching)
10) Metode Latihan (Drill)
11) Metode Karyawisata.63

e. Slameto, menyebutkan diantaranya:


1) Metode Ceramah
2) Metode Diskusi Kelompok
3) Metode Panel
4) Metode Panel – Forum
5) Metode Kelompok Studi Kecil (Buzz Group)
6) Metode Role Play
7) Metode Cash – Study
8) Metode Brainstorming
9) Metode Team Pengajar
10) Metode Debat

62
Suwarna, dkk., Pengajaran Mikro, hal. 106.
63
Sabri, Strategi Belajar, hal. 53-65.

61
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

11) Metode Diskusi Formal


12) Metode Simposium
13) Metode Simposium – Forum
14) Metode Demonstrasi
15) Metode Tanya Jawab
16) Metode Perkunjungan Studi (Studi Lapangan)
17) Metode Pemberian Tugas dan Resitasi
18) Metode Praktek
19) Metode Inkuiri.64

f. Nana Sudjana, menyebutkan diantaranya:


1) Metode Ceramah
2) Metode Tanya Jawab
3) Metode Diskusi
4) Metode Tugas Belajar dan Resitasi
5) Metode Kerja Kelompok
6) Metode Demonstrasi dan Eksperimen
7) Metode Sosiodrama (Role – Playing)
8) Metode Problem Solving
9) Metode Sistem Regu (Team Teaching)
10) Metode Latihan (Drill)
11) Metode Karyawisata (Field – Trip)
12) Metode Resource Person (Manusia Sumber)
13) Metode Survei masyarakat
14) Metode Simulasi.65

g. Abdorrakhman Gintings, menyebutkan diantaranya:


1) Metode Ceramah
64
Slameto, Proses Belajar Mengajar Dalam Sistem Kredit Semester
(SKS), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 100-116.
65
Sudjana, Dasar-Dasar, hal. 77-89.

62
Interaksi Pembelajaran

2) Metode Tanya Jawab


3) Metode Diskusi
4) Metode Peragaan atau Demonstrasi
5) Metode Bermain Peran
6) Metode Pembelajaran Praktek
7) Metode Kunjungan Lapangan
8) Metode Proyek
9) Metode Tutorial
10) Metode Andragogi.66

h. R. Ibrahim dan Nana Syaodih S., menyebutkan


diantaranya:
1) Metode mengajar yang biasa digunakan dalam
pengajaran ekspositori, yaitu:
a) Metode Ceramah
b) Metode Demonstrasi
2) Mengajar dengan mengaktifkan siswa, yaitu:
a) Metode Tanya Jawab
b) Metode Diskusi
c) Metode Pengamatan dan Percobaan
d) Metode Mengajar Kelompok
e) Metode Latihan
f) Metode Pemecahan Masalah
g) Metode Pemberian Tugas.67

i. Sumiati dan Asra, memberikan gambaran minimal


untuk pegangan guru melaksanakan proses pem-
belajaran, diantaranya:

66
Gintings, Esensi Praktis, hal. 43-81.
67
Ibrahim dan Sukamadinata., Perencanaan Pengajaran, hal. 43-48.

63
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

1) Metode Ceramah
2) Metode Simulasi
3) Metode Demonstrasi
4) Metode Inquiry dan Discovery
5) Metode Latihan dan Praktek.68

Pemilihan metode pembelajaran ini juga sesuai


dengan hadits Nabi sebagai berikut:
ٍ ْَ  ْ ِْ‫ ا‬ ْ ِْَُ ُ ْ ِِَ  ‫ُ ا‬ْَ َََ
ْ‫ْ ا‬َ ٍِَ ُْ ُْُ ِََ ‫ي‬َ ْَ ِ‫ أ‬ِََ
َ ْ َِ َ ‫ن‬ ‫ص أ‬  َ‫ ا‬  ْ ِِ َ   ْ َْَ ْ َ ‫ب‬ ٍ َ ِ
ِْَ ُ‫ ا‬َ  ِ‫ َزوْ َج ا‬ َِ َ ‫ن‬ ‫َ ُه أ‬َْ‫ص أ‬  َ‫ا‬
ِ ‫ل ا‬ ُ‫ َر‬َ ‫ذَ َن‬َْ‫ ا‬ َ َ‫ن أ‬ ‫ ُه أ‬ََ َ‫ن‬َْ ُ‫ َو‬َ َ ‫َو‬
ٌِ ِ ِ‫َا‬ِ َ ٌ ِ ْُ َ ُ‫ َو‬َ  َ‫ َو‬ِ ْَ ُ ‫ ا‬َ
ِْ‫إ‬ َ  ِَ  َُ‫ َو‬ َ ِِ ‫ذِ َن‬ َِ َ  ْِ
َ َُ‫ َو‬ُ  ‫ذِ َن‬ ُَُ ‫ذَ َن‬َْ‫ ا‬ُ َ‫ف‬َ َ‫ ا ْم‬ُ ُَََ
ُ‫ن‬َُْ َ‫ل‬ َ‫ف‬َ َ‫ ا ْم‬ُ ُَََ ِْ‫إ‬ َ  ‫ل‬َ‫ ا‬ِ
ِ ْَ ِَ ْ ‫ ا‬  َِ َِ ‫ َل‬َ‫ و‬
َ  َ  ِ ْَ ُ ْ‫ذَم‬َ ْ‫ ا‬ ُ
ْ  ُَ َ‫ اْم‬ ُ ِََ ِ ْ‫إ‬  ُ ْ َ  ِ ََِ
ََُ ‫ َو‬ َ ِِ  َ ْ  ‫أرَك‬ ْ  ِَ ِ ‫ َل ا‬ُ‫ َر‬َ َِ َ
َ ِ ‫ ُل ا‬ُ‫ َل َر‬ َ‫ن‬َْ ُِ  َ ْ  َ َُ ْَ ُ‫ ا‬َ ِ‫َر‬
ْ‫ن‬‫ إ‬ ُ ِ َ ‫م‬‫ َوإ‬ ِَ ٌُَ‫ َن ر‬َْ ُ ‫ن‬ ‫ إ‬َ  َ‫ َو‬ِ ْَ ُ ‫ا‬
ِِََ ِ ‫إ‬ َ َْ  ‫ ْن‬‫ل أ‬ َ‫ ا‬ِ َ ُ   ُ ْ‫ذِم‬‫أ‬
ُ ْََ‫ و‬  ِ‫َام‬ 
ُ ‫ ا‬  ِَ ُ  ْ ُ ََ ‫ وَا‬ُ  ِ‫ٌو ا‬ ْَ ‫ه‬ََ َ‫و‬
68
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, hal. 98-104.

64
Interaksi Pembelajaran

َََ ٍْَ  ْ َِ‫َا‬ْ‫ إ‬ ْ َ‫ب‬ْَ ْَ ْ ُ ٍْَ ُ ُْ
ِ‫َم‬َْ‫ َل أ‬ ٍ‫ب‬َِ  ْ‫ْ ا‬َ ‫ َن‬َْ  ْ ِَ ْ َ ِ‫أ‬
ُ‫َه‬َْ‫ص أ‬  َ‫ ا‬َ ْ َِَ ‫ن‬ ‫ص أ‬  َ‫ ا‬ْ ِِَ ُ ْ َْَ
َ‫ذَن‬َْ‫َ ا‬‫ ا‬ َ َ‫ن أ‬ ‫ ُه أ‬ََ َِ َ‫ َن َو‬َْ ُ ‫ن‬ ‫أ‬
ْِِ َ َ َ َ‫ َو‬ِ ْَ ُ ‫ ا‬َ ِ ‫ل ا‬ ُ‫ َر‬َ
69
.‫ي‬ 
ْ  ‫ ا‬ْ َ  ْ ُ 
ِ ِَ
Artinya: Sesungguhnya Abu Bakar meminta izin kepada
Rasulullah ketika dia sedang tidur miring di tempat tidurnya
kemudian Nabi memberinya izin sedangkan beliau dalam
keadaan begini dan AbuBakar menyampaikan kebutuhan-
nya dan pergi, kemudian Umar minta izin dan Nabi
memberinya izin sedangkan beliau dalam keadaan begini
dan Umar menyampaikan kebutuhannya dan pergi,
kemudian Utsman berkata: saya minta izin kepada Nabi
maka Nabi duduk, kemudian berkata kepada Aisyah,
sempurnakanlah bajumu, kemudian aku menyampaikan
kebutuhanku lalu pergi, Aisyah berkata kepada Nabi: Apa
yang terjadi? Aku tidak melihatmu kaget ketika Abu
Bakar dan Umar datang seperti ketika datangnya Utsman.
Nabi bersabda: sesungguhnya Utsman itu laki-laki yang
pemalu dan aku takut kalau aku memberinya izin ketika
dalam keadaan begini, ia tidak mau menyampaikan
kebutuhannya kepadaku.

Dalam hadits yang penulis sajikan di atas dapat


dipahami bahwa Nabi berbeda dalam memberikan
tanggapan dan cara atau metode terhadap Abu Bakar,

69
Muslim, Shahih Muslim, juz 12 (Mauqi’ul Islam: dalam
Software Maktabah Samilah, 2005) hal. 123.

65
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Umar dan Utsman. Hal itu memberikan kepahaman


bahwa seorang guru atau pendidik dalam mendidik harus
memilih metode yang tepat untuk menyampaikan bahan
pembelajaran

5. Alat Pembelajaran
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan dalam
rangka mencapai tujuan pembelajaran. Sebagai segala
sesuatu yang dapat digunakan dalam mencapai tujuan,
alat tidak hanya sebagai pelengkap tetapi juga sebagai
pembantu mempermudah usaha mencapai tujuan.70
Alat pembelajaran adalah segala alat yang dapat
menunjang efektifitas dan efisiensi pembelajaran.
Termasuk di dalamnya adalah sarana belajar atau sarana
pembelajaran. Alat pembelajaran termasuk bagian dari
sumber pembelajaran karena dapat mempengaruhi
tingkah laku siswa.71
Alat dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu alat
verbal dan alat bantu non verbal. Alat verbal berupa
suruhan, perintah, dan larangan. Sedangkan alat bantu
non verbal berupa globe, papan tulis, batu tulis, kapur
tulis, gambar, diagram, slide, video, dan sebagainya.72
Untuk alat verbal bisa juga disebut sebagai alat non
material sedangkan alat bantu non verbal disebut juga
sebagai alat material atau alat bantu pengajaran. Alat
material termasuk alat bantu audiovisual. Melalui alat

70
Djamarah, Guru dan Anak, hal. 19.
71
Suwarna, Pembelajaran Mikro, hal. 119.
72
Fathurrohman dan Sutikno, Strategi Belajar, hal. 15.

66
Interaksi Pembelajaran

bantu pengajaran yang tepat, diharapkan guru dapat


memberikan pengalaman belajar yang banyak dengan
cara sedikit.
Sebagai alat bantu dalam pendidikan dan pengajaran,
alat material (audiovisual) mempunyai sifat sebagai
berikut:
a. Kemampuan untuk meningkatkan persepsi;
b. Kemampuan untuk meningkatkan pengertian;
c. Kemampuan untuk meningkatkan transfer (penga-
lihan) belajar;
d. Kemampuan untuk memberikan penguatan (rein-
forcement) atau pengetahuan hasil yang dicapai;
e. Kemampuan untuk meningkatkan retensi (ingatan).73

Syaiful Bahri Djamarah mengutip pendapat


Sudirman N, mengenai prinsip-prinsip pemilihan media
(alat bantu) pengajaran ke dalam tiga kategori, yakni:

a. Tujuan Pemilihan
Memilih media (alat bantu) yang akan digunakan harus
berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas.
b. Karakteristik Media Pembelajaran
Setiap media (alat bantu) pengajaran mempunyai
karakteristik tertentu, baik dilihat dari segi keampuhan-
nya, cara pembuatannya, maupun cara penggunaannya.
c. Alternatif Pilihan
Bisa menentukan pilihan media mana yang akan
digunakan apabila terdapat beberapa media yang diper-

73
Djamarah dan Zain, Strategi Belajar, hal. 47.

67
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

bandingkan. Tapi apabila hanya ada satu media


pengajaran maka gunakanlah apa adanya.74

Beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam


memilih alat bantu, diantaranya:
a. Objektifitas
b. Program pengajaran
c. Sasaran program
d. Situasi dan kondisi
e. Kualitas teknik
f. Keefektifan dan efisiensi penggunaan.75

Alat peraga dalam mengajar memegang peranan


penting sebagai alat bantu untuk menciptakan proses
belajar mengajar yang efektif. Metode dan alat meru-
pakan unsur yang tidak bisa dilepaskan dari unsur
lainnya yang berfungsi sebagai cara/teknik untuk
mengantarkan bahan pelajaran agar sampai pada tujuan.
Alat peraga dalam proses belajar mengajar penting,
karena memiliki fungsi pokok sebagai berikut:

a. Penggunaan alat peraga sebagai alat bantu untuk


mewujudkan situasi belajar yang efektif;
b. Penggunaan alat peraga merupakan bagian integral
dari keseluruhan situasi belajar;
c. Alat peraga dalam pengajaran penggunaannya inte-
gral dengan tujuan dan isi pelajaran;
74
Syaiful Bahri Djamarah, Guru Dan Anak Dalam Interaksi Edukatif:
Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal.
214.
75
Ibid., hal. 215-217.

68
Interaksi Pembelajaran

d. Penggunaan alat peraga dalam pengajaran lebih


diutamakan untuk mempercepat proses belajar
mengajar dan membantu siswa dalam pengertian
yang diberikan guru.76

6. Sumber Pelajaran
Interaksi edukatif tidaklah berproses dalam kehampaan,
tetapi ia berproses dalam kemaknaan. Di dalamnya ada
sejumlah nilai yang disampaikan kepada anak didik.
Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi
diambil dari berbagai sumber guna dipakai dalam proses
interaksi edukatif.77
Sumber belajar adalah bahan-bahan apa saja yang
dapat dimanfaatkan untuk membantu guru maupun
siswa dalam upaya mencapai tujuan. Dengan kata lain,
sumber belajar adalah segala sesuatu yang diperlukan
dalam proses pembelajaran, yang dapat berupa buku
teks, media cetak, media pembelajaran elektronik, nara
sumber, lingkungan alam sekitar, dan sebagainya.78
Sumber belajar itu merupakan bahan/materi untuk
menambah ilmu pengetahuan yang mengandung hal-
hal baru bagi si pelajar.79 Sumber pelajaran adalah segala
sesuatu yang dapat dipergunakan sebagai tempat di
mana bahan pengajaran bisa didapatkan.80 Sumber

76
Suryo Subroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah (Jakarta: Rineka
Cipta, 1997), hal. 48.
77
Djamarah, Guru dan Anak, hal. 20.
78
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, hal. 149.
79
Djamarah dan Aswan, Strategi Belajar, hal. 48.
80
Fathurrohman dan Sutikno, Strategi Belajar, hal. 16.

69
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

belajar dipilih berdasarkan pada kompetensi, materi


pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator
pencapaian kompetensi dasar. Sumber-sumber belajar
dalam satu silabus sebaiknya bervariasi agar memberikan
pengalaman yang luas kepada siswa.
Keaktifan belajar tidak dapat dilepaskan kaitannya
dengan sumber belajar yang digunakan. Setiap bentuk
bahan belajar menuntut digunakannya sumber belajar
tertentu yang cocok untuk menunjang keefektifan belajar.
Sumber belajar ini termasuk ke dalam lingkungan
belajar, yang dapat meningkatkan kadar keaktifan dalam
proses belajar.
Sumber belajar itu dapat berfungsi teoritis dan
praktis. Secara teoritis sumber belajar dapat dimanfaat-
kan untuk:

1) Perencanaan, sehingga dapat diperoleh bahan sajian


yang berdaya guna dan tepat guna yang dapat di-
pakai sebagai sumber belajar;
2) Penelitian, dengan maksud untuk menguji penge-
tahuan yang berhubungan dengan sumber belajar
siswa kegiatan belajar mengajar yang kegiatannya
meliputi juga pembahasan sumber pustaka, pemilihan
informasi yang dapat diterapkan.

Sumber belajar ditetapkan sebagai informasi yang


disajikan dan disimpan dalam berbagai bentuk media,
yang dapat membantu siswa dalam belajar sebagai
perwujudan dari kurikulum. Bentuknya tidak terbatas
apakah dalam bentuk cetakan, video, format perangkat

70
Interaksi Pembelajaran

lunak atau kombinasi dari berbagai format yang dapat


digunakan oleh siswa ataupun guru. Dengan demikian,
sumber belajar diartikan sebagai segala tempat atau
lingkungan sekitar, benda dan orang yang mengandung
informasi dapat digunakan sebagai wahana bagi peserta
didik untuk melakukan proses perubahan tingkah laku.81

Secara praktis dapat dimanfaatkan untuk:


1) Kegiatan pengadaan (produktif)
2) Pelayanan dan pemanfaatan.82

Jenis-jenis sumber belajar tersebut diantaranya:


1) Manusia
2) Bahan pengajaran
3) Situasi belajar (lingkungan)
4) Alat dan perlengkapan belajar
5) Aktifitas (teknik)
6) Adakalanya ditambahkan dengan sumber lain,
yaitu: pesan.83

Sumber belajar sesungguhnya banyak sekali


terdapat di mana pun seperti di sekolah, pusat kota,
pedesaan, lingkungan, toko dan sebagainya. Pemanfaatan
sumber-sumber pengajaran tersebut tergantung pada
kreatifitas guru, waktu, biaya serta kebijakan-kebijakan
lainnya. Karena sumber belajar itu menjadi salah satu

81
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran :Mengembangkan Standar
Kompetensi Guru (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 170.
82
Slameto, Proses Belajar, hal. 151-152.
83
Ibid.

71
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

komponen sistem pengajaran, maka ia harus bekerja


sama, saling berhubungan, dan saling ketergantungan
dengan komponen-komponen pengajaran lainnya,
bahkan ia tidak bisa berjalan/ada secara terpisah/sendiri
tanpa berhubungan dengan komponen lainnya.
Klasifikasi sumber belajar menurut Sumiati dan
Asra, diantaranya:
1) Pesan (message), yaitu informasi atau materi pem-
belajaran berupa ide, fakta, atau data yang akan disam-
paikan oleh guru atau yang dipelajari oleh siswa.
Bentuk pesan dapat pula berupa gerak tubuh, yang
terdiri dari:
a) Pesan fasial, yaitu pesan dengan menggunakan
wajah untuk menyampaikan suatu arti tertentu,
antara lain rasa bahagia, terkejut, takut, marah,
sedih, minat, kagum, dan tekad.
b) Pesan gestural, yaitu pesan dengan menggunakan
gerakan sebagian anggota tubuh untuk mengko-
munikasikan berbagai arti seperti jari, tangan,
bahu dan sebagainya.
c) Pesan postural tubuh, yaitu pesan dengan meng-
gunakan seluruh tubuh, seperti berjalan, duduk
dan sebagainya.
2) Manusia (people), yaitu orang yang secara langsung
menyampaikan pesan kepada orang lain, biasanya
tanpa menggunakan alat perantara
3) Teknik (technic), yaitu cara, langkah-langkah, atau
aktifitas untuk menyampaikan pesan belajar.

72
Interaksi Pembelajaran

4) Bahan (materials), yaitu bahan yang membawa pesan


belajar untuk disajikan, seperti buku atau modul yang
berisikan materi pembelajaran.
5) Alat/perlengkapan (tool/equipment), atau yang biasa
disebut dengan perangkat keras (hardware) untuk
menyajikan sumber belajar dalam bentuk perangkat
lunak (software).
6) Lingkungan (setting), yaitu situasi, ruangan atau tempat
disampaikannya pesan belajar. Baik lingkungan fisik;
ruang kelas, perpustakaan, ruang laboratorium,
halaman sekolah dan sebagainya, juga lingkungan
non fisik; misalnya suasana belajar itu sendiri, tenang,
ramai, lelah dan sebagainya.84

7. Evaluasi Pembelajaran
Evaluasi adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk
mendapatkan data tentang sejauh mana keberhasilan
anak didik dalam belajar dan keberhasilan guru dalam
mengajar.85 Evaluasi pengajaran adalah penilaian/
penaksiran terhadap pertumbuhan dan kemajuan peserta
didik ke arah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
hukum.86 Evaluasi belajar dan pembelajaran adalah
proses untuk menentukan nilai belajar dan pembelajaran
yang dilaksanakan, dengan melalui kegiatan penilaian
atau pengukuran belajar dan pembelajaran.87

84
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, hal. 151-153.
85
Djamarah, Guru dan Anak Didik, hal. 20.
86
Harjanto, Perencanaan Pengajaran (Jakarta: Rineka Cipta,
2006), hal. 277.
87
Sabri, Strategi Belajar, hal. 138.

73
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Keberhasilan proses pembelajaran dapat dilihat dari


prestasi belajar yang dicapai siswa. Kriteria keberhasilan
guru dan siswa dalam melaksanakan program pem-
belajaran dilihat dari kompetensi dasar yang dimiliki oleh
siswa. Evaluasi akan memberikan informasi tingkat
pencapaian belajar siswa.
Berdasarkan pengertian di atas, tujuan evaluasi
pengajaran antara lain adalah untuk mendapat data
pembuktian yang akan menunjukkan sampai di mana
tingkat kemampuan dan keberhasilan siswa dalam
pencapaian tujuan-tujuan kurikuler/pengajaran.88
Secara garis besar dalam proses belajar, evaluasi
memiliki fungsi pokok sebagai berikut:
1) Untuk mengukur kemajuan dan perkembangan
peserta didik setelah melakukan kegiatan belajar
mengajar selama jangka waktu tertentu.89
2) Untuk mengukur sampai di mana keberhasilan sistem
pengajaran yang digunakan.90
3) Sebagai bahan pertimbangan dalam rangka melaku-
kan perbaikan proses belajar mengajar.91
4) Untuk keperluan bimbingan dan konseling.92

Fungsi kegiatan evaluasi hasil belajar adalah:


1) Untuk diagnostik dan pengembangan.

88
M. Ngalim Purwanto, Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi
Pengajaran (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 5.
89
Harjanto, Perencanaan, hal. 277.
90
Ibid.
91
Ibid., hal. 278.
92
Purwanto, Prinsip-Prinsip, hal. 6.

74
Interaksi Pembelajaran

2) Untuk seleksi.
3) Untuk kenaikan kelas.
4) Untuk penempatan, agar siswa dapat berkembang
sesuai dengan tingkat kemampuan dan potensi yang
mereka miliki.93
Pelaksanaan evaluasi dilakukan oleh guru dengan
memakai seperangkat instrumen penggali data seperti
tes perbuatan, tes tertulis, dan tes lisan.
Syarat-syarat umum yang harus dipenuhi dalam
mengadakan kegiatan evaluasi dalam proses pendidikan
adalah:
1) Kesahihan (validitas).
2) Keterandalan.
3) Kepraktisan.94

Pelaksanaan evaluasi mempunyai manfaat sangat


besar. Manfaat ini dapat ditinjau dari pelaksanaannya.
Adapun jenis evaluasi serta manfaatnya adalah sebagai
berikut:
1) Evaluasi Formatif
Yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap kali selesai
dipelajari suatu unit pelajaran tertentu. Manfaatnya
sebagai alat penilai proses pembelajaran suatu unit
materi pembelajaran tertentu.
2) Evaluasi Sumatif
Yaitu evaluasi yang dilaksanakan setiap akhir
pembelajaran suatu program atau sejumlah unit
93
Sabri, Strategi Belajar, hal. 143.
94
Ibid., hal. 140-142.

75
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

pelajaran tertentu. Evaluasi ini mempunyai manfaat


untuk menilai hasil pencapaian siswa terhadap tujuan
suatu program pelajaran dalam suatu periode tertentu,
seperti semester atau akhir tahun pelajaran.

3) Evaluasi Diagnostik
Yaitu evaluasi yang dilaksanakan sebagai sarana di-
agnosis. Evaluasi ini bermanfaat untuk meneliti atau
mencari sebab kegagalan pembelajaran atau di mana
letak kelemahan siswa dalam mempelajari suatu atau
sejumlah unit pelajaran tertentu.

4) Evaluasi Penempatan
Yaitu evaluasi yang dilaksanakan untuk menempat-
kan siswa dalam suatu program pendidikan atau
jurusan yang sesuai dengan kemampuan (baik
potensial maupun lokal) dan minatnya. Evaluasi ini
bermanfaat dalam rangka proses penentuan jurusan
sekolah.95

Evaluasi sebagai alat penilai hasil pencapaian tujuan


dalam pembelajaran, evaluasi harus dilakukan secara
terus-menerus. Evaluasi itu lebih dari hanya sekedar
untuk menentukan angka keberhasilan belajar, yang
paling penting adalah sebagai dasar untuk umpan balik
(feedback) dari proses pembelajaran yang dilaksanakan.
Oleh karena itu, kemampuan guru menyusun alat dan
melaksanakan evaluasi merupakan bagian dari kemam-

95
Sumiati dan Asra, Metode Pembelajaran, hal. 201.

76
Interaksi Pembelajaran

puan menyelenggarakan proses pembelajaran secara


keseluruhan.
Kegiatan interaksi antara guru dan siswa merupakan
kegiatan yang cukup dominan di dalam proses belajar
mengajar. Kemudian di dalam kegiatan interaksi antara
guru dan siswa dalam rangka transfer of knowledge dan
bahkan juga transfer of values, akan senantiasa menuntut
komponen yang serasi antara komponen yang satu
dengan yang lain. Serasi dalam hal ini berarti komponen-
komponen yang ada pada kegiatan proses belajar
mengajar itu akan saling menyesuaikan dalam rangka
mendukung pencapaian tujuan belajar bagi anak didik.
Sehingga tugas guru adalah bagaimana harus mendesain
dari masing-masing komponen agar menciptakan proses
belajar mengajar yang lebih optimal.
Guru yang baik akan berusaha sedapat mungkin
agar pembelajarannya berhasil. Dan diantara yang dapat
membawa keberhasilan itu, adalah adanya strategi
didalam perencanaan pembelajaran yang dibuat guru
sebelumnya. Melalui perencanaan yang maksimal, seorang
guru dapat menentukan strategi apa yang digunakan
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Perencanaan
strategi dapat menghindarkan kegagalan pembelajaran.
Pembelajaran sebagai proses kerja sama antara guru
dan siswa pasti akan menghadapi beberapa masalah
pembelajaran. Hal tersebut akan berdampak pada ke-
gagalan pembelajaran. Melalui strategi dan perencanaan
yang baik, setidaknya dapat mengantisipasi atau memi-
nimalisir permasalahan-permasalahan yang nantinya

77
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

akan muncul, sehingga pembelajaran berjalan normal


dan keberhasilan pembelajaran tercapai.

78
B A B IV
PENDEKATAN PEMBELAJARAN
(KONTEKSTUAL LEARNING)

Dalam mengajar, guru harus pandai menggunakan


pendekatan pembelajaran secara arif dan bijaksana, bukan
sembarangan yang bisa merugikan anak didik. Pandangan
guru terhadap anak didik akan menentukan sikap dan
perbuatan. Setiap guru tidak selalu mempunyai pandangan
yang sama dalam menilai anak didik. Hal ini akan mem-
pengaruhi pendekatan yang diambilnya dalam pembelajaran.
Guru yang mempunyai pandangan yang sempit, biasanya
akan menggunakan pendekatan yang biasa dipakainya
sejak ia pertama kali mengajar, atau biasanya ia akan
menirukan gurunya dahulu ketika mengajarnya. Hal itu
akan membuat guru tidak profesional dalam melakukan
pembelajaran dan hasilnya tidak akan memuaskan.
Dalam melakukan pembelajaran, guru biasanya
memakai beberapa pendekatan berikut ini:

1. Pendekatan individual
Perbedaan individual anak didik memberikan wawasan
bahwa guru harus memperhatikan perbedaan individual
dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Dengan

79
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

memakai pendekatan ini, sebagaimana diuraikan


Djamarah dan Zain, “dapat diharapkan kepada anak
didik dengan tingkat penguasaan yang optimal”.1
Pendekatan individual mempunyai arti penting bagi
kepentingan pengajaran. Pengelolaan kelas sangat
memerlukan pendekatan ini, karena kesulitan belajar
anak lebih mudah dicari solusinya dengan menggunakan
pendekatan ini.

2. Pendekatan kelompok
Dalam kegiatan belajar mengajar terkadang guru juga
menggunakan pendekatan lain, yakni pendekatan
kelompok. Pendekatan kelompok diperlukan untuk
membina dan mengembangkan sikap sosial anak didik.
Sebagaimana diungkapkan oleh Djamarah dan Zain,
“dengan pendekatan kelompok, diharapkan dapat
ditumbuh kembangkan rasa sosial yang tinggi pada diri
anak didik.”2 Mereka dibina untuk mengendalikan rasa
egois mereka, sehingga terbina sikap kesetiakawanan
sosial di dalam kelas. Dan pada akhirnya mereka sadar
bahwa tidak ada makhluk yang hidup sendiri, karena
semua makhluk hidup dengan saling ketergantungan.
Demikian juga dalam setiap pembelajaran bidang
studi apapun, anak didik juga diajari bagaimana bersikap
sosial dengan temannya, yang itu merupakan salah satu
akhlak karimah. Pendekatan ini cocok diterapkan guru

1
Saiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar
Mengajar (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hal. 54.
2
Ibid., hal. 55.

80
Pendekatan Pembelajaran (Kontekstual Learning)

dalam pembelajaran, karena akan dapat membantu


siswa yang ketinggalan dalam pemahaman materi.

3. Pendekatan bervariasi
Dalam pembelajaran, biasanya juga diwarnai berbagai
masalah yang ditimbulkan oleh anak didik. Maka hal
ini menuntut kreativitas guru untuk mengelola kelas dan
menggunakan pendekatan yang tidak hanya satu. Guru
yang menggunakan pendekatan bervariasi ini cenderung
mampu untuk membuat kelas menjadi kondusif dan
pembelajaran menjadi efektif. Pendekatan bervariasi ini
sebagaimana diungkapkan Djamarah dan Zain,
“bertolak dari konsepsi bahwa permasalahan yang
dihadapi oleh setiap anak didik dalam belajar bermacam-
macam.”3 Maka guru juga harus mampu menggunakan
pendekatan dengan berbagai macam masalah yang
dihadapinya.
Namun dalam dekade akhir-akhir ini, yang marak
dipakai oleh guru dalam melakukan kegiatan pem-
belajaran adalah pendekatan kontekstual. Hal itu
dikarenakan pendekatan kontekstual adalah pendekatan
yang sesuai dengan teori psikologi modern yang berpijak
pada filsafat kontrukstivisme. Maka dari itu, penulis
membahasnya dalam pembahasan tersendiri, agar
pendidik atau guru lebih mengenal mengenai pendekatan
pembelajaran kontekstual.

3
Ibid., hal. 58.

81
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

A. Pendekatan Pembelajaran Kontekstual (CTL)


Pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar
dimana guru menghadirkan dunia nyata kedalam kelas dan
mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan
yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan
mereka sehari-hari, siswa memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan dari konteks yang terbatas sedikit demi sedikit,
dan dari proses mengkonstruksi Sendiri.4
Pembelajaran kontekstual marupakan suatu konsepsi
yang membantu mengaitkan Konten mata pelajaran dengan
situasi dunia nyata dan memotivasi membantu hubungan
antara pengetahuan dan penerapannya dalam kehidupan
mereka.5 Menurut The Wasington, sebagaimana yang
dikutip Yasin, pengajaran kontekstual adalah pengajaran
memungkinkan siswa memperkuat, memperluas dan
menerapkan pengetahuan dan ketrampilan akademisnya
dalam berbagai latar sekolah dan siluar sekolah untuk
memecahkan seluruh persoalan yang ada diluar sekolah
untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam
dunia nyata.6
Dari beberapa pendapat itu diambil kesimpulan
pembelajaran kontekstual adalah suatu konsep belajar guru
untuk memotivasi dan membantu siswa agar mampu

4
Nurhadi Burhan Yasin, Pembelajaran Kontekstual Dan Penerapannya
Dalam KBK (Malang: Universitas Negeri Malang, 2004), hal. 13.
5
Mohammad Nur, Pengajaran Dan Pembelajaran Kontekstual Di
Sajikan Pada Pelatihan Calon Pelatih SLTP Pada Tanggal 21 Juni 2001 S.D
6 Juli 2001 Di Surabaya Dirjen Pendidikan Desain Dan Menengah
DEPDIKNAS.
6
Yasin, Pembelajaran Kontekstual, hal. 12.

82
Pendekatan Pembelajaran (Kontekstual Learning)

mengaitkan antara pengetahuan dan ketrampilan yang


telah diperoleh dengan dunia nyata di mana mereka berada.
Dimana guru menghadirkan dunia nyata tersebut ke dalam
ruang kelas mereka. Hal itu dapat dilakukan apabila guru
tanggap dan mengenal betul dengan lingkungan serta
menguasai materi pelajaran.

B. Pendekatan Kontekstual
Dewasa ini pembelajaran kontekstual telah
berkembang di negara-negara maju, misalkan saja Amerika.
Di Amerika berkembang apa yang disebut dengan Contex-
tual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu
guru untuk mengaitkan materi pelajaran dengan kehidupan
nyata dan memotivasi peserta didik untuk mengaitkan
pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan
mereka. Artinya, Pendekatan kontekstual merupakan suatu
konsep belajar dimana guru menghadirkan situasi nyata
kedalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimiliknya dengan penerapannya
dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan
masyarakat. Proses belajar berlangsung alamiah dalam
bentuk pengetahuan dan guru kesiswa. Strategi pem-
belajaran lebih dipentingkan daripada hasil belajar. Dengan
konsep itu diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna
bagi siswa.
Pendekatan kontekstual yang merupakan salah satu
pendekatan pembelajaran yang menekankan pentingnya
lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar
kelas lebih ‘hidup’ dan lebih ‘bermakna’ karena siswa

83
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

‘mengalami’ sendiri apa yang dipelajarinya. Bila pem-


belajaran kontekstual diterapkan dengan benar, diharapkan
siswa akan terlatih untuk dapat menghubungkan apa yang
diperoleh dikelas dengan kehidupan dunia nyata yang ada
di lingkungannya. Dalam kurikulum berbasis kompetensi,
siswa akan dibawa tidak hanya masuk ke kawasan penge-
tahuan, tetapi juga sampai pada penerapan pengetahuan
yang didapatkannya melalui pembelajaran kontekstual.
Tugas guru dalam kelas kontekstual adalah membantu
siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak
berurusan dengan strategi daripada memberi informasi.
Selama ini, hasil pendidikan hanya tampak dan
kemauan siswa menghafal fakta-fakta. Walaupuan banyak
siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik ter-
hadap materi yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya
mereka seringkali tidak memahami secara mendalam
subtansi materinya. Sebagaian besar dan siswa tidak mampu
menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan
bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan. Siswa
memiliki kesulitan untuk memahami konsep akadernik
sebagaimana mereaka biasa diajarkan, yaitu menggunakan
sesuatu yang abstrak dan metode ceramah.
Untuk itu, sebagai guru yang dikelola dengan pende-
katan kontekstual harus pandai dalam membuat suatu
strategi belajar yang baik agar setiap mata pelajaran dapat
dipahami yang kemudian merangsang siswa untuk me-
mecahkan persoalan, berpikir kritis dan mengimplemen-
tasikan basil belajar yang telah diperoleh. Guru juga harus
dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dan

84
Pendekatan Pembelajaran (Kontekstual Learning)

seluruh siswa, sehingga mereka dapat mempelajari berbagai


konsep dan cara mengaitkannya dengan kehidupan nyata.
Persoalan itu merupakan tantangan yang dihadapi oleh guru
dan pengembang kurikulum dan persoalan itu coba diatasi
dengan penerapan pembelajaran baru yaitu pembelajaran
kontekstual.
Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa
dengan pengetahuan yang secara fleksibel dapat diterapkan
(ditransfer) dari suatu permasalahan ke lain dari suatu kon-
teks ke konteks lainnya. Selain itu, tujuan dan kontekstual
adalah membekali siswa dengan pengetahuan yang secara
fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke
permasalahan yang lain dengan menggunakan pendekatan
yang menyandarkan pada memori spesial dengan informasi
berdasarkan kebutuhan individu peserta didik yang
didukung kecenderungan mengintegrasikan beberapa
bidang (disiplin) dengan selalu mengaitkan informasi serta
pengetahuan awal yang telah dimiliki peserta dengan sistem
penialaian autentik melalui penerapan praktis dalam
mecahan masalah.

C. Karakteristik Pembelajaran Kontekstual


The Nort West Regional Education Labolatory USA
mengemukakan ada enam karakteristik pembelajaran
konstektual sebagai berikut:7
a. Pembelajaran Bermakna : pemahaman, relevasi dan
penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan
siswa dalam mempelajari isi materi pelajaran.
7
Ibid., hal. 14-15.

85
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Pembelajaran dirasa terkait dengan kehidupan nyata


atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran. Jika
mereka merasa berkepentingan umum belajar demi
masa yang akan datang.
b. Penerapan Pengetahuan : kemampuan siswa untuk
memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam
tatanan kehidupan dan fungsi di masa sekarang atau
dimasa yang akan datang.
c. Berfikir Tingkat Tinggi : siswa diwajibkan untuk me-
manfaatkan berfikir kreatif dalam pengumpulan data,
pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu masalah.
d. Kurikulum yang dilambangkan berdasar standar. Isi
pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal
(provinsi), nasional, perkembangan pengetahuan dan
teknologi.
e. Responsife terhadap budaya : guru harus memahami
dan menghargai nilai kepercayaan, dan kebiasaan
siswa, teman, pendidik dan masyarakat dimana dia
mendapat pendidikan. Setidaknya guru juga harus
memperhatikan empat hal dalam pembelajaran
kontekstual yaitu : individu siswa, kelompok siswa baik
tim akan keseluruhan kelas tatanan sekolah, dan besar
tatanan komunitas kelas.
f. Penilaian autentik : penggunaan berbagai misalnya
penilaian tugas terstruktur, kegiatan siswa, pengguna-
an portofolio dan sebagainya akan merepleksikan hasil
besar sesungguhnya.

86
Pendekatan Pembelajaran (Kontekstual Learning)

D. Komponen Pembelajaran Kontekstual


Dalam penerapan pembelajaran kontekstual di dalam
kelas terdapat tujuh komponen dasar, diantaranya adalah:

a. Kontruktivisme
Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi)
pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan
dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya
diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan
tidak sekonyong-konyong.
Siswa harus membiasakan diri untuk memecahkan
masalah dan dapat menemukan ide-idenya yang ber-
guna bagi dirinya sendiri. Sedangkan esensi dari teori
kontruktivisme adalah ide bahwa siswa harus menemu-
kan dan mentransformasikan suatu informasi ke situasi
yang lain.
Landasan berpikir kontruktivisme agak berbeda
dengan pandangan kaum objektivis, yang lebih mene-
kankan pada hasil pembelajaran. Dalam pandangan
kontruktivis, “strategi memperoleh” lebih diutamakan
dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan
mengingat pengetahuan.
Untuk itu tugas guru adalah memfasilitasi proses
tersebut dengan cara:8

1) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi


siswa.
8
Departemen Pendidikan Nasional, Pendekatan Kontextual
Teaching and Learning (CTL), (Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Dirjen Pendidikan Dasar Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama, 2002), hal. 11.

87
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

2) Memberi kesempatan siswa menemukan dan


menerapkan idenya sendiri.
3) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka
sendiri dalam belajar.

Pandangan Kontruktivis
Kontruktivis digagas oleh Glanbatita Vico Searan,
seorang epistemolog dari Italia pada tahun 1710. Vica
dalam De Antuquissima Italorium Saplentia mengung-
kapkan filsafatnya dengan kata “Tuhan adalah pencipta
alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”.
Dia menjelaskan bahwa mengetahui berarti mengetahui
bagaimana membuat sesuatu, ini berarti bahwa sese-
orang itu baru mengetahui sesuatu jika ia mampu men-
jelaskan unsure-unsur apa yang membangun sesuatu itu9.
Model kontruktivis memiliki masa depan yang
menjanjikan dalam pendidikan sains dan pendidikan
ilmu sosial, metode ini merupakan perkembangan dari
teori kognitif peaget, fokus pendekatan kontruktivis
adalah pemahaman10.
Menurut paham kontruktivis manusia membangun
atau menciptakan pengetahuan dengan cara mencoba
memberi arti pada pengetahuan sesuai pengalaman-
nya.11 Dalam pandangan kontruktivis pengetahuan
tumbuh dan berkembang melalui pengalaman,

9
Paul Suparno, Filsafat kontruktivisme Dalam Pendidikan
Karakteristik dalam Pendidikan (Yogyakarta: Kanisius, 1997), hal. 24.
10
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi Konsep Karakteristik
Dan Implementasi (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), hal. 237.
11
Nurhadi, Pembelajaran, hal. 33.

88
Pendekatan Pembelajaran (Kontekstual Learning)

pemahaman tubuh dan berkembang apabila selalu diuji


dengan pengalaman baru.
Kontruktivis merupakan landasan pembelajaran
kontekstual dimana siswa mampu mengkontruksikan
sendiri pemahamannya dan dengan kontruktivis siswa
belajar dengan lebih barmakna karena siswa menga-
laminya sendiri.

b. Menemukan (Inkuiri)
Inkuiri merupakan inti dari pembelajaran kontekstual,
seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang
merupakan hasil dari penememuannya sendiri. Guru
harus mendesain kegiatan yang akan dilakukan siswa.
Sehingga siswa mampu menemukan sendiri pengetahuan
dan ketampilan apapun materi yang akan diajarkan oleh
guru.
Secara umum proses inkuiri dapat dilakukan melalui
beberapa langkah, yaitu:12

1) Merumuskan masalah
2) Mengajukan hipotesis
3) Mengumpulkan data
4) Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan.
5) Membuat kesimpulan

c. Bertanya
Bertanya adalah strategi utama dalam pembelajaran
kontekstual. Bertanya dalam pembelajaran juga di-

12
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007), hal. 263.

89
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

pandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong,


membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa,
sedang untuk siswa kegiatan bertanya berguna untuk
informasi, menginformasikan apa yang sudah diketahui
dan mengarahkan perharian pada aspek yang belum
diketahui.
Dalam suatu pembelajaran, bertanya berguna
untuk:
1) Menggali informasi tentang kemampuan siswa dalam
penguasaan materi pelajaran.
2) Untuk mengecek pemahaman siswa.
3) Memecahkan persoalan yang dihadapi.
4) Membangkitkan respon pada siswa.
5) Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa.

d. Masyarakat Belajar (Learning Community)


Menurut Leo Semenovich Vygotsky, seorang psikolog
Rusia, menyatakan bahwa pengetahuan dan pema-
haman anak banyak didapat dari komunikasi orang lain.
Dengan demikian kerja sama saling memberi dan
menerima sangat dibutuhkan untuk memecahkan suatu
persoalan. Sehingga CTL menyarankan agar hasil pem-
belajaran diperoleh melalui kerja sama dengan orang lain.
Kerja sama itu dapat dilakukan dalam kelompok belajar
secara formal maupun nonformal.
Sehingga penerapan asas masyarakat belajar dapat
dikelompokkan dengan pembelajaran melalui kelompok
belajar yang anggotanya bersifat heterogen, baik dari
kemampuan dan kecepatan belajarnya. Dengan begitu

90
Pendekatan Pembelajaran (Kontekstual Learning)

guru dapat mengundang orang-orang yang dianggap


memiliki keahian khusus untuk pembelajaran siswa.

e. Pemodelan (Modeling)
Modeling adalah proses pembelajaran dengan mem-
peragakan sesuatu sebagai contoh yang dapat ditiru oleh
setiap siswa. Proses modeling tidak terbatas dari guru saja,
melainkan guru juga dapat memanfaatkan siswa yang
dianggap memiliki kemampuan.
Modeling merupakan asas yang cukup penting dalam
pembelajaran CTL, karena melalui proses modeling ini
siswa dapat terhindar dari pembelajaran yang teoretis-
abstrak yang dapat memungkinkan terjadinya verbalisme.

f. Refleksi (reflevtion)
Proses dimana siswa dapat menampung, mengingat
suatu pengalaman yang telah dipelajari dengan cara
mengurutkan kembali peristiwa pembelajaran yang telah
dilaluinya. Melalui proses ini pengalaman belajara itu
akan menjadi nilai kognitif siswa yang pada akhirnya
menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya dan
siswa juga dapat memperbaharui pengetahuan yang telah
dibentuk serta siswa dapat menambah pengetahuannya.
Dalam proses pembelajaran ini, peran guru harus
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merenung-
kan atau mengingat kembali pengetahuan apa yang telah
siswa pelajari dan membiarkan siswa menafsirkan
gagasannya sendiri serta dapat menyimpulkan tentang
pengalaman belajarnya.

91
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

g. Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)


Penilaian sebenarnya adalah suatu proses pengumpulan
berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkem-
bangan siswa yang melibatkan siswa dalam menerapkan
pengetahuan dan ketrampilan yang mereka miliki dalam
dunia atau kehidupan nyata.13 Karena assesment menekan-
kan proses pembelajaran. Maka data yang dikumpulkan
harus diperolah dari kegiatan nyata yang dikerjakan
siswa pada saat melakukan proses pembelajaran. Data
yang dapat diambil yaitu dari kegiatan belajar siswa, baik
itu kegiatan didalam maupun diluar kelas. Inilah yang
disebut dengan data autentik.

F. Perbedaan Kontekstual dengan Pendekatan


Konvensional
Perbedaan pokok antara pembelajaran CTL dan
pembelajaran konvensional adalah:
a. CTL menempatkan siswa sebagai subjek belajar,
artinya siswa berperan aktif dalam setiap pembelajaran
dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi
pembelajaran. Sedangkan pada pembelajaran kon-
vensional siswa ditempatkan sebagai obyek belajar
yang berperan sebagai penerima informasi secara
pasif.

13
Muhtar Abdul Karim, Evaluasi Ketrampilan Membaca Matematika
Berbasis Kelas (Dep diknas Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah
Direktorat Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama: Makalah Disampaikan
Pada Pelatihan Nasional Membaca Menulis Training Of Trainers (TOT)
di ajarkan pada 14 Juli s.d 16 Juli 2003).

92
Pendekatan Pembelajaran (Kontekstual Learning)

b. Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui


kegiatan kelompok, seperti kerja kelompok, diskusi,
saling menerima dan memberi. Sedangkan dalam
pembelajaran konvensional siswa lebih banyak belajar
secara individual dengan menerima, mencatat dan
menghafal materi pelajaran.
c. Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan
nyata secara riil, sedangkan dalam pembelajaran
konvensional pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
d. Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas penga-
laman, sedangkan dalam pembelajaran konvensional
kemampuan diperoleh melalui latihan-latihan.
e. Tujuan akhir dari proses pembelajarn melalui CTL
adalah kepuasan diri, sedangkan dalam pembelajaran
konvensional, tujuan akhir adalah nilai atau angka.
f. Dalam CTL tindakan dibangun atas kesadaran diri
sendiri, misalnya individu tidak melakukan perilaku
tertentu karena ia menyadari bahwa perilaku itu me-
rugikan dan tidak bermanfaat, sedangkan pada pem-
belajaran konvensional tindakan individu didasarkan
oleh faktor dari luar dirinya, misalnya individu tidak
melakukan sesuatu disebabkan takut hukuman atau
sekedar untuk memperoleh angka atau nilai dari guru.
g. Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki setiap individu
selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang
dialaminya, oleh sebab itu setiap siswa bisa terjadi
perbedaan dalam memaknai hakekat pengetahuan
yang dimilikinya. Dalam pembelajaran konvensional
hal ini tidak mungkin terjadi. Kebenaran yang dimiliki

93
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

absolut dan final, oleh karena itu pengetahuan


dikontruksi oleh orang lain.
h. Dalam pembelajaran CTL, siswa bertanggung jawab
dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran
mereka masing-masing sedang dalam pembelajaran
konvensional guru adalah penentu jalannya proses
pembelajaran.
i. Dalam pembelajaran CTL, pembelajaran bisa terjadi
dimana saja dalam konteks dan setting yang berbeda
sesuai dengan kebutuhan, sedangkan dalam pem-
belajaran hanya terjadi di dalam kelas.
j. Oleh karena itu tujuan yang ingin dicapai adalah
seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL
keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai
cara, misalnya dengan evaluasi proses, hasil karya
siswa, penampilan, rangkaman, observasi, wawancara,
sedangkan dalam pembelajaran konvensional
keberhasilan pembelajaran biasanya hanya diukur
dari tes.

94
BAB V
MOTIVASI BELAJAR

Salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam


melakukan kegiatan belajar dan pembelajaran adalah
motivasi belajar. Jika motivasi belajar tidak ada dalam diri
siswa, maka yang terjadi adalah siswa akan kurang
bergairah dalam mengikuti pembelajaran atau melakukan
kegiatan belajar. Jadi jika siswa kurang memiliki motivasi
untuk belajar, pendidik atau orang tua harus berperan aktif
untuk menumbuhkan motivasi tersebut.
Seorang pendidik yang profesional harus secara pro-
aktif membangkitkan motivasi belajar siswa. Jadi pendidik
hendaknya mengerti mengenai psikologi dan juga gejala-
gejala psikologis yang timbul pada anak. Jika seorang
pendidik tidak mengerti mengenai psikologi, maka
akibatnya akan fatal. Anak didik tidak akan berkembang
dengan baik, dan pendidik akan senantiasa membiarkan
anak didik berkembang tanpa pengarahan yang jelas.

A. Pengertian Motivasi Belajar


Motivasi belajar terdiri dari dua kata yang mempunyai
pengertian sendiri-sendiri. Dua kata tersebut adalah motivasi
dan belajar. Dalam pembahasan ini dua kata yang berbeda

95
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

tersebut saling berhubungan membentuk satu arti. Motivasi


belajar merupakan dorongan individu agar belajar dengan
baik. Motivasi belajar amat penting untuk mencapai
kesuksessan belajar. Lingkungan sekolah amat perlu untuk
meningkatkan motivasi belajar peserta didik di sekolah
melalaui program-program yang ditawarkan oleh sekolah.
Motivasi berasal dari kata motif. Motif menurut M.
Ngalim Purwanto ialah “segala sesuatu yang mendorong
seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu”.1 Motif
dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam dan
di dalam subyek untuk melakukan aktivitas-aktivitas
tertentu demi mencapai suatu tujuan. Berawal dari kata
motif itu, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya
penggerak yang telah menjadi aktif. Apa saja yang diperbuat
manusia yang penting maupun yang kurang penting, yang
berbahaya maupun yang tidak mengandung risiko, selalu
ada motivasinya.
Motivasi menurut Moh. Uzer Usman adalah “suatu
proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan
atau tingkah laku untuk memenuhi kebutuhan dan men-
capai tujuan tertentu”.2 Dalam hal belajar motivasi diartikan
sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri siswa untuk
melakukan serangkaian kegiatan belajar guna mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Tugas guru adalah membang-
kitkan motivasi anak sehingga ia mau melakukan serang-
kaian kegiatan belajar.
1
M. Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 60.
2
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 28.

96
Motivasi Belajar

Banyak para ahli yang memberikan batasan tentang


pengertian motivasi, antara lain sebagai berikut:
1. Menurut Mc. Donald yang dikutip oleh Oemar
Hamalik mengemukakan bahwa “Motivasi adalah
perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang
ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk
mencapai tujuan”.3
2. Menurut Thomas M. Risk yang dikutip oleh Zakiah
Daradjat mengemukakan motivasi dalam kegiatan
pembelajaran bahwa “Motivasi adalah usaha yang
disadari oleh pihak guru untuk menimbulkan motif-
motif pada diri murid yang menunjang kegiatan ke
arah tujuan-tujuan belajar”.4
3. Menurut Chaplin yang dikutip oleh Rifa Hidayah
mengemukakan bahwa “Motivasi adalah variabel
penyelang yang digunakan untuk menimbulkan
faktor-faktor tertentu di dalam membangkitkan,
mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan
tingkah laku menuju suatu sasaran”.5
4. Tabrani Rusyan berpendapat, bahwa “Motivasi
merupakan kekuatan yang mendorong seseorang
melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan”.6

3
Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar (Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2008), hal. 158.
4
Zakiah Daradjat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam
(Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hal. 140.
5
Hidayah, Psikologi Pendidikan, hal. 99.
6
Tabrani Rusyan, dkk., Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar
(Bandung: CV. Remaja Rosdakarya, 1989), hal. 95.

97
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

5. Menurut Dimyati dan Mudjiono “Dalam motivasi


terkandung adanya keinginan yang mengaktifkan,
menggerakkan, menyalurkan dan mengarahkan
sikap dan perilaku individu belajar”.7

Dari definisi-definisi di atas dapat dikatakan bahwa


motivasi berkaitan erat dengan segala sesuatu yang
mendorong seseorang untuk bertindak melakukan sesuatu.
Motivasi merupakan dorongan yang datang dari dalam
dirinya untuk mendapatkan kepuasan yang diinginkan,
serta mengembangkan kemampuan dan keahlian guna
menunjang profesinya yang dapat meningkatkan prestasi
dan profesinya.
Sedangkan belajar merupakan suatu bentuk perubahan
tingkah laku yang terjadi pada seseorang. Berikut akan
dijelaskan definisi belajar yang dikemukakan oleh para ahli.

1. Abin Syamsuddin Makmun, mengemukakan bahwa


belajar adalah “Suatu proses perubahan perilaku atau
pribadi seseorang berdasarkan praktik atau
pengalaman tertentu”.8
2. Slameto, berpendapat bahwa “Belajar ialah suatu
proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

7
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta:
Rineka Cipta, 2006), hal. 80.
8
Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Kependidikan: Perangkat
Sistem Pengajaran Modul (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005),
hal. 157.

98
Motivasi Belajar

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri


dalam interaksi dengan lingkungannya”.9
3. Muhibbin Syah, mengemukakan bahwa “Belajar
dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh
tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai
hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan
yang melibatkan proses kognitif”.10

Dari definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa


belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku yang
relatif menetap sebagai hasil dari pengalaman individu
dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut
tidak hanya segi kognitif, tetapi juga afektif bahkan
psikomotorik.
Dari pengertian motivasi dan belajar yang dikemuka-
kan di atas, dapat diambil pengertian bahwa motivasi belajar
adalah keseluruhan daya penggerak yang ada dalam diri
individu (siswa) yang menimbulkan kegiatan belajar dan
memberi arah kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan
yang dikehendaki oleh siswa yang bersangkutan sebagai
subyek belajar.
Dalam hal ini Sardiman A.M. mengemukakan dalam
bukunya bahwa “Dalam kegiatan belajar, motivasi dapat
dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak di dalam
diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, sehingga

9
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya,
(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003), hal. 2
10
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar, (Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada, 2006), hal. 92

99
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

tujuan yang dikehendaki oleh subyek belajar dapat


tercapai”.11
Sedangkan motivasi belajar menurut Amir Daien
Indrakusuma adalah “Kekuatan-kekuatan atau tenaga-
tenaga yang dapat memberikan dorongan kepada kegiatan
belajar murid”.12 Tanpa motivasi, siswa tidak akan tertarik
dan serius dalam melakukan kegiatan belajar.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar adalah segala sesuatu yang mendorong siswa
untuk belajar dengan baik. Dari uraian tersebut dapat
dikatakan betapa pentingnya peran motivasi dalam kegiatan
belajar (pembelajaran) karena dengan adanya motivasi
siswa tidak hanya akan belajar dengan giat tetapi juga
menikmatinya. Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar.
Hasil belajar akan optimal kalau ada motivasi yang tepat.

B. Macam-macam Motivasi Belajar


Berbicara tentang macam atau jenis motivasi ini dapat
dilihat dari berbagai sudut pandang. Akan tetapi khusus
untuk motivasi belajar, para ahli membedakan motivasi
belajar ke dalam dua golongan, yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik.
1. Motivasi Intrinsik
Motivasi intrinsik adalah “motivasi yang berasal dari
dalam diri anak sendiri”.13 Suatu kegiatan/aktivitas yang
11
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar (Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2004), hal. 75.
12
Amir Daien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan
(Surabaya: Usaha Nasional, 1973), hal. 162.
13
Ibid.

100
Motivasi Belajar

dimulai dan diteruskan berdasarkan penghayatan suatu


kebutuhan dan dorongan yang secara mutlak berkaitan
dengan aktivitas belajar. Dorongan ini datang dari “hati
sanubari”,14 umumnya karena kesadaran akan penting-
nya sesuatu. Atau dapat juga karena dorongan bakat
apabila ada kesesuaian dengan bidang yang dipelajari.
Motivasi intrinsik lebih menekankan pada faktor dari
dalam diri sendiri, motif-motif yang menjadi aktif atau
berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena
dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk
melakukan sesuatu. Pada motivasi intrinsik “tidak ada
sasaran tertentu, dan karenanya nampak lebih sesuai
dengan dorongan asali dan yang murni untuk menge-
tahui serta melakukan sesuatu (aktivitas)”.15 Sebagai
contoh seseorang yang senang membaca, tidak usah ada
yang menyuruh atau mendorongnya, ia sudah rajin
mencari buku-buku untuk dibacanya.
Belajar yang efektif menurut beberapa tokoh
psikologi di antaranya Winkel yang dikutip oleh Rifa
Hidayah adalah “cara belajar yang teratur, tuntas, ber-
kesinambungan dan produktif”.16 Seorang pelajar yang
belajarnya tidak teratur, tidak sungguh-sungguh, asal-
asalan, waktunya tidak menentu, tidak tuntas, tidak
terus-menerus dan tidak berkesinambungan, baik di

14
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Asdi Mahasatya,
2005), hal. 57.
15
Helmut Nolker dan Eberhard Schoenfeldt, Pendidikan Kejuruan:
Pengajaran, Kurikulum, Perencanaan, Alih bahasa: Agus Setiadi (Jakarta:
PT Gramedia, 1988), hal. 4.
16
Hidayah, Psikologi Pendidikan, hal. 103-104.

101
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

sekolah maupun di rumah berarti ia tidak membiasakan


diri belajar yang efektif, sehingga sasaran belajarnya
tidak tercapai. Sebaliknya jika dilakukan dengan teratur
dan baik akan dapat berperan dalam membantu keber-
hasilan seorang siswa dalam menuntut ilmu. Kebiasaan
belajar merupakan bentuk dari motivasi intrinsik.
Kebiasaan belajar yang efektif menurut Rifa
Hidayah dapat ditinjau dari tiga hal, yaitu:
a. Memahami kekuatan diri. Memahami kekuatan diri
dalam belajar kita harus mengenali bagaimana
kemampuan kita dalam belajar, termauk kelebihan
dan kekurangan, seperti memahami bakat, minat dan
kemampuan dasar serta inteligensi.
b. Mengatur dan menggunakan waktu secara efektif.
Menggunakan waktu sebaik mungkin untuk terus
belajar dan dalam suasana yang menyenangkan,
sebab bila belajar tanpa adanya suasana yang nyaman
maka akan menyebabkan kejenuhan belajar.
c. Belajar itu tak terbatas. Belajar itu tak terbatas maksud-
nya proses belajar dapat terjadi dan dilaksanakan di
mana dan kapan saja. Atau tidak dibatasi oleh ruang
gerak dan waktu. Atau dapat diisyaratkan sebagai live
long education, artinya pendidikan/belajar itu
berlangsung seumur hidup, yang dimulai sejak
dilahirkan hingga meninggal dunia. Belajar itu tak
terbatas hanya di bangku sekolah saja secara formal
dan diajarkan oleh guru, tetapi dapat berlangsung di
rumah, dibawah pohon, ditempat terbuka, didalam

102
Motivasi Belajar

kereta, dipesawat terbang, diperpustakaan, di


masyarakat dan masih banyak lagi.17

Kebiasaan belajar yang efektif dapat dilakukan di


manapun, baik di rumah maupun di sekolah:
a. Belajar di rumah. Mengembangkan kebiasaan belajar
yang efektif di rumah, dapat ditempuh sebagai
berikut: (a). membiasakan belajar sesuai dengan jadwal
pembagian waktu sehari-hari yang telah anda buat di
rumah, (b). membiasakan mengulang pelajaran yang
telah diberikan guru, termasuk mengerjakan tugas-
tugas guru, seperti PR dan tugas belajar lainnya, (c).
tingkatkan ketelitian dan keseriusan dalam belajar, (d).
meminta bantuan orang tua, kakak atau teman yang
diperkiraan mampu membantu menyelesaikan tugas-
tugas sekolah/pekerjaan rumah, (e). rajin menanta
ruangan agar dapat membangkitkan keinginan untuk
belajar, (f). membiasakan melengkapi buku-buku
pelajaran dan alat-alat pelajaran secara memadai, (g).
membiasakan gemar membaca buku, (h). membiasa-
kan membaca buku-buku sebelum tidur malam, (i).
membiasakan membaca buku pelajaran pada pagi
harinya untuk persiapan pelajaran yang akan diajar-
kan oleh guru, dan (j) menjaga kesehatan tubuh,
dengan olah raga dan cukup banyak istirahat.
b. Belajar di sekolah. Kebiasaan yang efektif di sekolah
dapat ditempuh, antara lain sebagai berikut (a).

17
Ibid., hal. 104.

103
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

membiasakan datang ke sekolah tepat waktu, (b).


membiasakan mempersiapkan alat-alat tulis secara
lengkap dan mengikuti pelajaran dari guru, (c). mem-
biasakan memusatkan perhatian dan menekuni setiap
materi pelajaran yang disampaikan guru dikelas,
(d).beranikan bertanya pada guru jika ada materi
yang kurang dipahami, (5). membiasakan mengerja-
kan tugas dari guru, (e). manfaatkan waktu luang
untuk belajar jika guru berhalangan datang mengajar,
(f). hindari ajakan teman yang mengajak untuk ber-
gurau, (g). merapikan catatan setelah sampai di
rumah, (h). aspirasikan semua materi dan praktekkan
dalam kehidupan sehari-hari.18

Selain faktor kebiasaan belajar, maka kepribadian


siswa juga merupakan salah satu motivasi instrinsik yang
harus diperhatikan. Sebab individu memiliki kepribadian
yang sifatnya sangat individual, di mana tak ada dua
orang yang sama persis kepribadiannya.
Ada yang memiliki kepribadian introvert (cenderung
tertutup) namun ada juga yang memiliki ekstrovet. Sifat-
sifat dan kepribadian yang dimiliki masing-masing siswa
akan mempengaruhi terhadap pencapaian prestasi siswa.
Masing-masing siswa juga memiliki tingkat perpedaan
tidak hanya dari segi kepribadian namun juga terdapat
perbedaan kemampuan.
Perbedaan kemampuan menurut Rifa Hidayah
dapat di lihat dari: (1). perhatian. Siswa memiliki tingkat

18
Ibid., hal. 104-105.

104
Motivasi Belajar

perhatian yang individual, ada yang perhatiannya cepat,


namun ada yang lambat. (2). dalam mengikuti pelajaran
maka siswa memiliki tingkat pengamatan yang berbeda-
beda. Berikut ini beberapa tipe pengamatan yang dimiliki
oleh manusia yaitu: (a). tipe visual, artinya siswa lebih
mudah belajar dengan cara melihat, (b). tipe auditif: lebih
mudah belajar dengan cara pendengaran. (c). tipe gustat-
ive: punya daya penciuman yang tajam, (d). tipe faktil:
lebih mudah belajar melalui perabaan, dan (e). tipe
olfaktoris: pengecapan.19
Tipe-tipe yang dimiliki siswa sangat mempengaruhi
hasil belajar. (1). memori/ingatan yang dimiliki siswa juga
ada perbedaan. (2). perbedaan lain yang ada pada siswa
adalah inteligensi dan bakat khusus, (3). perbedaan
motivasi, dan (4). perbedaan fisik dan jenis kelamin, fisik
yang kuat dan sehat di topang dengan gizi yang baik
akan sangat sangat mempengaruhi hasil belajar siswa.20
Hal-hal yang dapat menimbulkan motivasi intrinsik
ini antara lain adalah 1) adanya kebutuhan;21 karena
dengan adanya kebutuhan dalam diri individu akan
membuat individu yang bersangkutan untuk berbuat
dan berusaha. 2) adanya pengetahuan tentang kemaju-
annya sendiri;22 dengan mengetahui hasil prestasinya
sendiri, apakah ada kemajuan atau tidak, maka akan
mendorong individu yang bersangkutan untuk belajar

19
Ibid., hal. 105-106.
20
Ibid., hal. 106.
21
Indrakusuma, Pengantar Ilmu, hal. 163.
22
Ibid.

105
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

lebih giat dan tekun lagi. 3) adanya aspirasi atau cita-


cita;23 dengan adanya cita-cita, maka akan mendorong
seseorang untuk belajar terus demi untuk mewujudkan
cita-citanya.

2. Motivasi Ekstrinsik
Motivasi ektrinsik adalah “motivasi atau tenaga-tenaga
pendorong yang berasal dari luar dari anak”.24 Motivasi
ekstrinsik sebagai motivasi yang dihasilkan di luar
perbuatan itu sendiri misalnya dorongan yang datang
dari orang tua, guru, teman-teman dan anggota masya-
rakat yang berupa hadiah, pujian, penghargaan maupun
hukuman.
Motivasi ektrinsik menurut Sardiman A.M. adalah
“motif-motif yang aktif dan berfungsi karena adanya
perangsang dari luar”.25 Dalam belajar tidak hanya
memperhatikan kondisi internal siswa saja akan tetapi
juga memperhatikan berbagai aspek lainnya seperti,
aspek sosial yang meliputi lingkungan keluarga, sekolah,
masyarakat dan teman. Aspek budaya dan adat istiadat
serta aspek lingkungan fisik, misalnya kondisi rumah dan
suhu udara.
Hal-hal yang dapat menimbulkan motivasi ekstrinsik
ialah: 1) Ganjaran;26 Ganjaran dapat menjadikan pen-
dorong bagi siswa untuk belajar lebih baik. 2) Hukuman;27

23
Ibid., hal. 164.
24
Ibid.
25
Sardiman, A.M., Interaksi dan Motivasi, hal. 90-91.
26
Indrakusuma, Pengantar Ilmu, hal. 164.
27
Ibid., hal. 165.

106
Motivasi Belajar

Hukuman biarpun merupakan alat pendidikan yang


tidak menyenangkan, namun demikian dapat juga
menjadi alat motivasi, alat pendorong untuk membuat
siswa lebih giat belajar agar siswa tersebut tidak lagi
memperoleh hukuman. 3) Persaingan atau kompetisi;28
Dengan adanya kompetisi maka dengan sendirinya akan
menjadi pendorong bagi siswa untuk lebih giat belajar
agar tidak kalah bersaing dengan teman-temannya.
Berangkat dari uraian di atas, baik motivasi intrinsik
mapun motivasi ekstrinsik perlu digunakan dalam proses
belajar mengajar. Motivasi sangat diperlukan guna
menumbuhkan semangat dalam belajar, lagi pula sering
kali para siswa belum memahami untuk apa ia belajar
hal-hal yang diberikan oleh sekolah. Dengan motivasi,
siswa dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif,
dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam
melakukan kegiatan belajar. Karena itu motivasi terhadap
pelajaran itu perlu dibangkitkan oleh guru sehingga para
siswa mau dan ingin belajar. Guru dapat melakukan hal
tersebut dengan mencari perhatian siswa ketika memulai
pelajaran.

C. Fungsi Motivasi Belajar


Motivasi akan mempengaruhi kegiatan individu untuk
mencapai segala sesuatu yang diinginkan dalam segala
tindakan. Menurut Dimyati dan Mudjiono, menyatakan
bahwa dalam belajar motivasi memiliki beberapa fungsi,
yaitu:

28
Ibid.

107
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

1. Menyadarkan kedudukan pada awal belajar, proses


dan hasil akhir.
2. Menginformasikan tentang kekuatan usaha belajar
3. Mengarahkan kegiatan belajar
4. Membesarkan semangat belajar
5. Menyadarkan tentang adanya perjalanan belajar dan
kemudian bekerja29

Sedangkan menurut Oemar Hamalik dalam


bukunya Proses Belajar Mengajar mengemukakan bahwa
fungsi motivasi itu meliputi berikut ini:
1. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan.
Tanpa motivasi maka tidak akan timbul sesuatu per-
buatan seperti belajar.
2. Motivasi berfungsi sebagai pengarah. Artinya
mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang
diinginkan.
3. Motivasi berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi
sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan
menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.30

Hal tersebut dipertegas oleh Sardiman A.M. dalam


bukunya Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar yang
menyebutkan bahwa motivasi memiliki tiga fungsi, yaitu:

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai


penggerak atau motor yang melepaskan energi. Moti-

29
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, hal. 97.
30
Hamalik, Proses Belajar, hal. 161.

108
Motivasi Belajar

vasi dalam hal ini merupakan penggerak dari setiap


kegiatan yang akan dikerjakan.
2. Menentukan arah perbuatan, yakni ke arah tujuan
yang hendak dicapai. Dengan demikian motivasi dapat
memberikan arah dan kegiatan yang harus dikerjakan
sesuai dengan rumusan tujuannya.
3. Menyeleksi perbuatan, yakni menentukan perbuatan-
perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna
mencapai tujuan.31

Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi


belajar sangat penting sekali dimiliki oleh siswa, karena
dengan adanya motivasi dalam diri siswa ketika mengi-
kuti proses belajar mengajar maka hasil belajarnya akan
optimal. Makin tepat motivasi yang diberikan maka
makin tinggi pula keberhasilan pelajaran itu. Jadi
motivasi senantiasa menentukan intensitas usaha belajar
siswa. Oleh karena itu, guru harus mampu meningkatkan
motivasi belajar siswa, salah satunya dengan melalui
pelayanan bimbingan dan konseling.

D. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Belajar


Motivasi bisa ditumbuhkan sejak awal mungkin,
karena itu motivasi tidak lahir dengan sendirinya. Untuk
mendapatkan hasil belajar yang tinggi diperlukan adanya
motivasi yang tinggi dari diri sendiri, karena itu ada beberapa
tokoh yang mengkategorikan faktor-faktor yang

31
Sardiman A.M., Interaksi dan Motivasi, hal. 85.

109
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

mempengaruhi belajar yaitu bahwa belajar dipengaruhi


banyak faktor yang saling terkait satu dengan yang lainnya.
Faktor tersebut adalah faktor yang ada pada diri individu
dan faktor yang ada di luar individu atau dikenal faktor
sosial.
Pada sub-bab sebelumnya sudah sedikit dijelaskan
bahwa motivasi belajar terbagi menjadi dua, yaitu motivasi
intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Pernyataan ini mengan-
dung pengertian bahwa motivasi seorang siswa untuk belajar
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang ada dalam diri siswa,
psikologi siswa, bakat, minat dan sebagainya. Selain itu, juga
dipengaruhi oleh lingkungan di luar dirinya.
Dalam hal ini Amir Daien Indrakusuma mengemu-
kakan tiga hal yang dapat mempengaruhi motivasi intrinsik
yang sudah disinggung sedikit pada sub bab sebelumnya,
yaitu:

1. Adanya Kebutuhan
Pada hakekatnya semua tindakan yang dilakukan
manusia adalah untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh
sebab itu, kebutuhan dapat dijadikan sebagai salah satu
faktor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa.
Misalnya saja anak ingin bisa baca al Qur’an dengan baik,
ini dapat menjadi pendorong yang kuat untuk belajar
membaca al Qur’an.
2. Adanya pengetahuan tentang kemajuannya sendiri.
Dengan mengetahui kemajuan yang telah diperoleh,
berupa prestasi dirinya apakah sudah mengalami ke-
majuan atau sebaliknya mengalami kemunduran, maka
hal ini dapat dijadikan faktor yang mempengaruhi

110
Motivasi Belajar

motivasi belajar siswa. Siswa akan terus berusaha


meningkatkan intensitas belajarnya agar prestasinya juga
terus meningkat.
3. Adanya aspirasi atau cita-cita.
Kehidupan manusia tidak akan lepas dari aspirasi atau
cita-cita. Hal ini bergantung dari tingkat umur manusia
itu sendiri. Mungkin anak kecil belum mempunyai cita-
cita, akan tetapi semakin besar usia seseorang semakin
jelas dan tegas dan semakin mengetahui jati dirinya dan
cita-cita yang diinginkan. Aspirasi atau cita-cita dalam
belajar merupakan tujuan hidup siswa, hal ini meru-
pakan pendorong bagi seluruh kegiatan dan pendorong
bagi belajarnya.

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi


motivasi ekstrinsik juga ada tiga menurut Amir Daien
Indrakusuma, yaitu:

1. Ganjaran
Ganjaran adalah alat pendidikan represif yang bersifat
positif. Ganjaran diberikan kepada siswa yang telah
menunjukkan hasil-haisl, bail dalam pendidikannya,
kerajinannya, tingkah lakunya maupun prestasi
belajarnya.
2. Hukuman
Hukuman adalah alat pendidikan yang tidak menye-
nangkan dan alat pendidikan yang bersifat negatif.
Namun dapat juga menjadi alat untuk mendorong
siswa agar giat belajar. Misalnya siswa diberikan
hukuman karena lalai tidak mengerjakan tugasnya

111
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

agar tidak mendapat hukuman. Hal itu karena


diharapkan dengan adanya hukuman yang diberikan
tersebut siswa menyadari kesalahannya.
3. Persaingan atau Kompetisi
Persaingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai
alat mendorong kegiatan belajar siswa. Persaingan,
baik individu maupun kelompok dapat meningkatkan
motivasi belajar. Dengan adanya persaingan, maka
secara otomatis seorang siswa atau sekelompok siswa
akan lebih giat belajar agar tidak kalah bersaing dengan
teman-temannya yang lain yang dalam hal ini
diartikan sebagai “pesaing”. Akan tetepai yang perlu
digaris bawahi adalah bahwa persaingan tersebut
adalah ke arah yang positif dan sehat, yakni
peningkatan hasil belajar.

Herzberg yang dikutip oleh Rifa Hidayah mengung-


kapkan faktor-faktor motivasi antara lain:

1. Keberhasilan pelaksanaan
2. Pengakuan
3. Pekerjaan itu sendiri
4. Tanggung jawab.32

Mencapai kesuksesan belajar perlu adanya kesiapan


siswa untuk belajar dengan kondisi yang baik. Kondisi
kesiapan siswa untuk belajar sangat mempengaruhi hasil
belajar. Jika siswa belajar dalam keadaan tidak siap maka

32
Hidayah, Psikologi Pendidikan, hal. 99-100.

112
Motivasi Belajar

akan tidak menghasilkan tujuan yang maksimal, karena


itu untuk melihat kesiapan siswa harus dilihat dari masing-
masing kesiapannya apakah siswa sudah siap secara fisik,
psikologis maupun lingkungan sosialnya. Untuk mencapai
siswa yang puas dalam belajar maka kebutuhan-kebutuhan
siswa diharapkan terpenuhi. Kebutuhan tersebut di antara-
nya adalah kebutuhan fisik yang mencakup kesehatan fisik,
tercapainya gizi dan nutrisi yang seimbang, serta apakah
secara umur kronologis siswa sudah siap untuk sekolah
ataukah belum.
Kebutuhan Psikologis, seperti kasih sayang, rasa aman,
status, perhatian, kebebasan, prestasi dan pengalaman.
Serta kebutuhan akan lingkungan sosial termasuk
hubungan dengan keluarga, sekolah dan msyarakat serta
kebutuhan akan teman.
Jelaslah sudah pentingnya motivasi belajar bagi siswa.
Ibarat seseorang menjalani hidup dan kehidupannya, tanpa
dilandasi motivasi maka hanya kehampaanlah yang
diterimanya dari hari ke hari. Tapi dengan adanya motivasi
yang tumbuh kuat dalam diri seseorang maka hal itu akan
merupakan modal penggerak utama dalam melakoni dunia
ini hingga nyawa seseorang berhenti berdetak. Begitu pula
dengan siswa, selama ia menjadi pembelajar selama itu pula
membutuhkan motivasi belajar guna keberhasilan proses
pembelajarannya.
Teori insentif menjelaskan motivasi dalam kaitannya
dengan stimuli atau penghargaan eksternal. Berbeda
dengan dorongan atau teori pengurangan penggerak, para
psikolog telah mengajukan teori insentif karena stimulus

113
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

eksternal dianggap menarik seseorang untuk beberapa


tujuan.33 Teori ini mengatakan bahwa seseorang akan
bergerak atau mengambil tindakan karena ada insentif yang
akan di dapatkan. Misalnya, seseorang mau bekerja dari
pagi sampaisore karena tahu bahwa ia akan mendapatkan
intensif berupa gaji, jika seseorang tahu akan mendapatkan
penghargaan, maka ia pun akan bekerja lebih giat lagi
dalam bekerja (Mustopa, 2011), atau contoh insentif yang
paling umum dan paling dikenal oleh anak-anak misalnya
jika anak naik kelas akan dibelikan sepeda baru oleh orang-
tua, maka anak akan belajar dengan tekun untuk men-
dapatkan sepeda baru tersebut. Ada sesuatu tentang tujuan
itu sendiri yang memotivasi perilaku.34
Karena ciri-ciri tertentu yang mereka miliki, objek
tujuan mendorong perilaku kearah tujuan tersebut. Objek-
objek tujuan yang memotivasi perilaku inilah yang disebut
dengan insentif. Satu bagian penting dari banyak teori
insentif adalah bahwa individu-individu mengharapkan
kesenangan dari pencapaian dari apa yang mereka sebut
dengan insentif positif dan dari penghindaraan dari apa
yang disebut dengan insentif negatif.
Imbalan atau penghargaan (insentif), baik terukur atau
tak terukur, diberikan setelah kejadian dari satu tindakan
(yaitu. perilaku) dengan tujuan agar perilaku terjadi lagi.
Ini dilakukan dengan berasumsi arti positif pada perilaku
tersebut. Studi menunjukkan jika seseorang mendapat

33
Ratna Wilis D., Teori-Teori Belajar & Pembelajaran (Bandung:
Erlangga, 2011), hal.118.
34
Ibid., hal. 128.

114
Motivasi Belajar

imbalan dengan seketika atau sesegera mungkin, penga-


ruhnya akan lebih besar, dan menurun dengan berjalannya
waktu.
Aksi berulang memberi imbalan atau penghargaan
dapat menyebabkan perilaku tersebut untuk menjadi suatu
kebiasaan (Wikipedia). Insentif tak terukur/tak berwujud
juga dikenal sebagai imbalan intrinsik, sementara insentif
terukur/berwujud juga dikenal sebagai imbalan
ekstrinsik. Kadang kala, satu jenis imbalan dapat digantikan
dengan yang lain. Ini biasanya terjadi ketika suatu imbalan
intrinsik digantikan dengan imbalan ekstrinsik. Sebagai
contoh, mempertimbangkan seseorang yang jadi dokter.

115
B A B VI
MINAT BACA DAN MINAT BELAJAR

Faktor lain yang mempengaruhi belajar anak didik


yang sifatnya datang dari dalam (internal) adalah minat.
Minat adalah sesuatu yang menimbulkan rasa suka kepada
hal tertentu, yang disebabkan karena adanya ketertarikan
atau hal yang lain. Minat terdapat pada setiap individu yang
lahir di dunia. Namun, kecenderungan minat berbeda-beda.
Kecenderungan minat dapat dipupuk dan ditumbuh-
kembangkan. Tentu saja, pemupukan minat bukanlah hal
yang mudah dan hal itu memerlukan proses yang cukup
rumit.
Pada masa perkembangan, anak didik harus dipupuk
minatnya agar cenderung untuk membaca dan melakukan
hal-hal yang baik. Jadi anak diarahkan kegiatannya ke arah
yang positif. Hal itu menuntut peran aktif orang tua maupun
guru atau pendidik dalam lingkungan formal juga
masyarakat. Apabila salah satu elemen dari ketiga elemen
tersebut tidak berjalan atau mengalami gangguan, maka
proses pemupukan minat tidak akan berhasil dengan baik.
Dalam hal pemupukan minat, banyak yang harus
diketahui. Baik oleh pendidik maupun peserta didik. Maka

117
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

dari itu, penulis akan membahas hal yang berkaitan dengan


aplikasi minat, baik minat baca maupun minat belajar, secara
terperinci di bawah ini.

A. Pengertian Minat Baca


Minat baca berasal dari dua kata, yaitu: minat dan
baca. Jika dilihat dari pengertian etimologi, minat berarti
perhatian, kesukaan (kecenderungan) hati kepada suatu
kegiatan.1 Sedangkan secara terminologi, minat mempu-
nyai arti sebagaimana yang dikemukakan berbagai tokoh
berikut:

1. Minat adalah kecenderungan jiwa yang tetap ke


jurusan sesuatu hal yang berharga bagi orang. Sesuatu
yang berharga bagi orang seseorang adalah yang
sesuai dengan kebutuhannya.2
2. Minat adalah suatu rasa lebih suka dan rasa keterikatan
pada suatu hal atau aktivitas, tanpa ada yang menyu-
ruh. Minat pada dasarnya adalah penerimaan akan
suatu hubungan antara diri sendiri dengan sesuatu di
luar diri. Semakin kuat atau dekat hubungan tersebut,
semakin besar minat.3

1
Pius A. Partanto, Kamus Ilmiah Populer (Surabaya: Arkola,
1994), hal. 467.
2
Murni Djamal. dkk, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam
(Jakarta: Direktorat Jendral Pembinaan Kelembagaan Agama Islam,
1985), hal. 102.
3
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2003), hal. 180.

118
Minat Baca dan Minat Belajar

3. Minat adalah gejala psikis yang berkaitan dengan


objek atau aktivitas yang menstimulir perasaan senang
pada individu.4
4. Minat adalah tingkat kesenangan yang kuat dari
seseorang dalam melakukan suatu kegiatan yang
dipilih karena kegiatan tersebut menyenangkan dan
memberi nilai bagianya.5
5. Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan.
Kegiatan termasuk belajar yang diminati siswa, akan
diperhatikan terus-menerus yang disertai rasa senang.6
6. Minat adalah sesuatu kemampuan untuk memberi
stimulus yang mendorong kita untuk memperhatikan
seseorang, sesuatu barang atau kegiatan; atau sesuatu
yang dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman
yang telah distimulus oleh kegiatan itu sendiri.7

Dari pengertian di atas dapat dirumuskan bahwa arti


dari minat adalah kecenderungan jiwa yang aktif yang
menyebabkan seseorang atau individu melakukan kegiatan.
Dengan demikian minat seharusnya menjadi pangkal
dari semua aktivitas dalam usaha pemenuhan kebutuhan
4
Wayan Nurkencana, Evaluasi Pendidikan (Surabaya: Usaha
Nasional, 1986), hal. 229.
5
Massafa, artikel” Minat adalah kesenangan” dalam http://
massafa.wordpress.com/2008/01/24.28/04/2009.hal.1 diakses
tanggal 28 april 2009.
6
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2006), hal. 130.
7
Lester D. Crow, Psikologi Pendidikan (Surabaya: Bina Ilmu, 1984),
hal. 351.

119
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

manusia, di mana setiap manusia mempunyai kebutuhan


yang bermacam-macam. Sehingga dengan adanya usaha
pemenuhan kebutuhan itu, maka timbulah minat yang kuat
dalam dirinya untuk berusaha dengan sungguh-sungguh
dalam mencapai kebutuhan tersebut tanpa adanya perintah
atau paksaan dari orang lain.
Berpijak dari definisi di atas dapat ditarik kesimpulan,
yaitu:
1. Minat mempunyai hubungan yang erat dengan
kemauan, aktivitas serta perasaan dan didasari dengan
pemenuhan kebutuhan.
2. Kemauan, aktivitas serta perasaan senang tersebut
memiliki potensi yang memungkinkan individu untuk
memilih, memperhatikan sesuatu yang datang dari
luar dirinya sehingga individu yang bersangkutan
menjadi kenal dan akrab dengan objek yang ada.
3. Minat adalah kecenderungan jiwa yang sifatnya aktif.

Ajaran agama Islam pun memberikan tuntunan dan


sekaligus anjuran kepada umat manusia untuk membaca,
bahkan ayat al Qur’an pertama yang diwahyukan kepada
Nabi Muhammad SAW, adalah perintah untuk membaca
sebagaimana yang tercantum dalam surah Al Alaq ayat 1 –
5 yang berbunyi:

‫أ‬ َ  ‫ * ا‬  َ ْ ِ ‫ َن‬َ‫ْم‬ ‫ ا‬َ  َ * َ  َ ‫ِي‬‫ ا‬َ‫ ر‬ ْ ِ ‫أ‬َ  ‫ا‬
ْ ْ َ ْ  َ ‫ َن‬َ‫ْم‬ ‫ ا‬َ َ *    ِ ََ ‫ِي‬‫ * ا‬ُ َ   ‫ ا‬ َ‫َور‬
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu
yang Menciptakan. Dia Telah menciptakan manusia dari

120
Minat Baca dan Minat Belajar

segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha


pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran
kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya.”8

Ayat ini merupakan ayat yang pertama diturunkan


kepada setiap manusia supaya giat membaca guna
menambah ilmu pengetahuan. Membaca bukan sekedar
mengenal dan mengejah kata-kata, tapi jauh lebih dalam
lagi, yaitu dapat memahami gagasan yang disampaikan
kata-kata yang dibacanya itu. Karena membaca merupakan
suatu proses yang melibatkan penglihatan dan tanggapan
untuk memahami bahan bacaan yang bertujuan untuk
memperoleh informasi atau mendapatkan kesenangan,
maka membaca merupakan salah satu aktivitas yang
membutuhkan dorongan dari dalam diri seseorang. Tanpa
dorongan tersebut, maka orang tidak akan melakukan
aktivitas membaca dan dorongan itulah yang dinamakan
minat.9
Dari berbagai pengertian dan uraian tentang membaca
di atas dapat dirumuskan bahwa minat membaca adalah
kecenderungan jiwa yang aktif untuk memahami pola
bahasa untuk memperoleh informasi yang erat hubungan-
nya dengan kemauan, aktivitas dan perasaan senang yang
secara potensial memungkinkan individu untuk memilih,
memperhatikan dan menerima sesuatu yang datang dari
luar dirinya.
8
Q.S. al-Alaq/96:1-5.
9
Al Maipi, artikel “Kebutuhan Membaca” dalam http://almaipii.
multiply-com/journal/item/4. diakses tanggal 28 april 2009.

121
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

B. Realitas Minat Baca Siswa


Pengembangan minat baca yang berkesinambungan
bukan hanya sekedar tujuan pengajaran membaca tetapi
juga merupakan persyaratan penting untuk tumbuhnya
kemampuan membaca. Membaca secara baik tergantung
pada dorongan dan motif yang datang dari orang yang
belajar membaca. Penggunaan paksaan dari luar hanya
akan membawa pengaruh sedikit saja dan mungkin malah
menimbulkan hambatan tumbuhnya minat baca. Oleh karena
itu, kita harus menemukan dan memupuk minat-minat
yang mendorong si anak untuk mencari arti dari setiap
bahan bacaan.
Prosedur pengajaran di dalam kelas yang dilakukan
secara efektif tentu dapat berpengaruh positif kepada
terbinanya kemampuan siswa untuk berpikir selagi
membaca. Disamping itu prosedur pengajaran yang baik
dapat meningkatkan minat siswa kepada membaca untuk
memperoleh informasi dan untuk mengisi waktu luang
(hiburan).10
Untuk membina dan mengembangkan minat baca
murid-murid tidak bisa terlepas dari pembinaan kemampu-
an membaca murid-murid, sebab seperti telah dijelaskan
bahwa untuk menjadi orang yang senang membaca tentu-
nya harus mampu membaca. Tanpa memiliki kemampuan
membaca tidak mungkin merasa senang membaca. Sudah
barang tentu pembinaan kemampuan membaca dalam rangka
pembinaan dan pengembangan minat baca murid-murid
akan berbeda-beda sesuai dengan tingkatan sekolahnya.
10
Shaleh, Penyelenggaraan, hal. 161.

122
Minat Baca dan Minat Belajar

Pembinaan dan pengembangan minat baca murid-


murid tidak hanya tanggung jawab guru bidang studi bahasa
Indonesia saja, tetapi tanggung jawab bersama antara
bidang studi bahasa Indonesia, guru-guru bidang studi
lainnya, kepala sekolah, orang tua dan yang tidak kalah
pentingnya adalah guru, pustakawan. Sebagai pengelola
perpustakaan sekolah, guru, pustakawan harus berusaha
semaksimal mungkin membina dan mengembangkan minat
baca murid-murid, sehingga perpustakaan sekolah benar-
benar dapat mengemban misinya sebagai pusat atau sumber
belajar.11
Fenomena yang tampak adalah bahwa daya beli buku
masyarakat Indonesia –termasuk Pelajar Islam- belum
menggembirakan. Pengadaan pameran-pameran buku
sebenarnya di samping sebagai upaya meningkatkan minat
baca sekaligus dimaksudkan sebagai upaya meningkatkan
daya beli buku dari masyarakat. Dapat dilihat bahwa sebagian
besar pembeli buku biasanya adalah sebagian dari kalangan
pelajar, sedang jumlah kelompok ini di masyarakat adalah
sangat kecil. Fenomena lain adalah masih rendahnya
kesadaran masyarakat untuk berkunjung ke perpustakaan.
Meskipun di setiap masjid agung di ibu kota kabupaten
terdapat perpustakaan tetapi secara kuantitatif dan kualitatif
jumlah buku belum sebanding dengan jumlah penduduk.
Kondisi minat baca pelajar Islam pada lembaga-
lembaga pendidikan formal di Indonesia tidak berbeda
dengan kondisi umum minat baca masyarakatnya. H.
Muhtadi —Rektor Universitas Muhammadiyah Surabaya—
11
Bafadal, Pengelolaan, hal. 191-193.

123
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

membenarkan bahwa kalangan masyarakat kurang gemar


membaca termasuk mahasiswa. Pendapat lain menyatakan
bahwa secara umum minat baca pelajar cenderung menurun.
Buku bukan teman akrab lagi bagi mereka, karena mereka
telah memiliki dunia baru yang mengasikkan, misalnya
nongkrong dan ramai-ramai di tempat hiburan. Di lain
pihak ada pendapat yang menyatakan bahwa minat baca
pelajar menurun tidaklah mutlak benar, karena toko-toko
buku yang popular banyak diserbu anak-anak untuk
membeli buku.12

C. Pengertian Minat Belajar


Pengertian Minat Belajar siswa. Minat belajar terdiri
dari dua kata yakni minat dan belajar, dua kata ini beda
arti, untuk itu penulis akan mendefinisikan satu persatu,
sebagai berikut : Berdasarkan Definisi-definisi di atas, bisa
disimpulkan bahwa minat adalah kecenderungan jiwa yang
relative menetap kepada diri seseorang dan biasanya disertai
dengan perasaan senang. Menurut Berhard “minat” timbul
atau muncul tidaksecara tiba-tiba, melainkan timbul akibat
dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar
atau bekerja, dengan kata lain, minat dapat menjadi penyebab
kegiatan dan penyebab partisipasi dalam kegiatan.
Sedangkan pengertian belajar adalah suatu kegiatan
yang menimbulkan suatu perubahan tingkah lakuyang
relatif tetap dan perubahan itu dilakukan lewat kegiatan,
atau usaha yang disengaja. Jadi, yang dimaksud dari minat

12
Ali Rohmad, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Yogyakarta: Teras,
2009), hal. 287.

124
Minat Baca dan Minat Belajar

belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan


diri dalam beberapa gejala, seperti: gairah, keinginan,
perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah
laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari
pengetahuan dan pengalaman, dengan kata lain, minat
belajar itu adalah perhatian, rasa suka, ketertarikan seseorang
(siswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantu-
siasan, partisipasi dan keaktifan dalam belajar. Agama Islam
pun sangat memperhatikan masalah pendidikan (khusus-
nya belajar) untuk mencari dan menuntut ilmu pengetahu-
an, karena dengan ilmu pengetahuan manusia bisa
berkarya dan berprestasi serta dengan ilmu dan dengan
belajar manusia dapat pandai, mengerti tentang hal-hal
yang ia pelajari, dan dengan ilmu itupun manusia ibadahnya
menjadi sempurna, begitu pentingnya ilmu Rasulullah
SAW. mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu, baik laki-
laki maupun perempuan. Sabda Rasulullah SAW. dalam
haditsnya yang artinya : Tuntutlah ilmu walaupun dinegeri
cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi
setiap muslim (laki-laki atau perempuan), sesungguhnya
para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para
penuntut ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut.
(H.R. Ibnu Abdil bar).
Minat ini besar pengaruhnya terhadap belajar, karena
minat siswa merupakan faktor utama yang menentukan
derajat keaktifan siswa, bila bahan pelajaran yang dipelajari
tidak sesuai dengan minat siswa, siswa tidak akan belajar
dengan sebaik-baiknya, sebab tidak ada daya tarik baginya.
Oleh karena itu, untuk mengatasi siswa yang kurang

125
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

berminat dalam belajar, guru hendaknya berusaha


bagaimana menciptakan kondisi tertentu agar siswa itu
selalu butuh dan ingin terus belajar. Dalam artian mencipta-
kan siswa yang mempunyai minat belajar yang besar,
mungkin dengan cara menjelaskan hal-hal yang menarik,
salah satunya adalah mengembangkan variasi dalam gaya
mengajar. Dengan variasi ini siswa bisa merasa senang dan
memperoleh kepuasan terhadap belajar.
Minat mengandung unsur-unsur kognisi (mengenal),
emosi (perasaan), dan konasi (kehendak). Oleh sebab itu,
minat dapat dianggap sebagai respon yang sadar, sebab
kalau tidak demikian, minat tidak akan mempunyai arti
apa-apa. Unsur kognisi maksudnya adalah minat itu
didahului oleh pengetahuan dan informasi mengenai obyek
yang dituju oleh minat tersebut unsur emosi, karena dalam
partisipasi atau pengalaman itu disertai oleh perasaan
tertentu, seperti rasa senang, sedangkan unsur konasi
merupakan kelanjutan dari unsur kognisi.
Dari kedua unsur tersebut yaitu yang diwujudkan
dalam bentuk kemauan dan hasrat untuk melakukan suatu
kegiatan, termasuk kegiatan yang ada di sekolah seperti
belajar.
Jadi minat sangat erat hubungannya dengan belajar,
belajar tanpa minat akan terasa menjemukan, dalam
kenyataannya tidak semua belajar siswa didorong oleh
faktor minatnya sendiri, ada yang mengembangkan minat-
nya terhadap materi pelajaran dikarenakan pengaruh dari
gurunya, temannya, orang tuanya. Oleh sebab itu, sudah
menjadi kewajiban dan tanggung jawab sekolah untuk

126
Minat Baca dan Minat Belajar

menyediakan situasi dan kondisi yang bisa merangsang


minat siswa terhadap belajar.
Membangkitkan minat belajar siswa itu juga
merupakan tugas guru yang mana guru harus benar-benar
bisa menguasai semua keterampilan yang menyangkut
pengajaran, terutama keterampilan dalam bervariasi,
keterampilan ini sangat mempengaruhi minat belajar siswa
seperti halnya bervariasi dalam gaya mengajar, jika seorang
guru tidak menggunakan variasi tersebut, siswa akan cepat
bosan dan jenuh terhadap materi pelajaran. Untuk menga-
tasi hal-hal tersebut guru hendaklah menggunakan variasi
dalam gaya mengajar, agar semangat dan minat siswa
dalam belajar meningkat, jika sudah begitu, hasil belajarpun
sangat memuaskan. Dan tujuan pembelajaran pun akan
tercapai dengan maksimal.

D. Faktor yang Mempengaruhi Minat Baca dan Belajar


Siswa
Pada prinsipnya faktor yang mempengaruhi minat
baca dan belajar siswa sama dengan faktor yang mem-
pengaruhi belajar, karena membaca juga merupakan salah
satu aktivitas belajar. Dilihat dari segi asalnya, maka paling
tidak ada dua faktor yang mempengaruhi minat baca
seseorang, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Dalam
perkembangannya, sulit dideteksi mana faktor yang lebih
dominan berpengaruh terhadap baik/buruknya minat baca
seseorang. Akan tetapi, jika melihat fenomena di masyarakat
tampaklah bahwa faktor eksternal adalah mendominasi
misalnya:

127
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

1. Pemupukan minat baca dalam keluarga


Dapat disaksikan ada keluarga yang di dalamnya
dihidupkan budaya baca, maka anak-anak memiliki
kemungkinan yang besar untuk mempunyai minat baca
yang baik. Tidak terbinanya minat baca sejak masa anak-
anak bisa mengakibatkan pihak luar dipersalahkan,
seperti kurangnya buku bacaan, guru atau pihak sekolah
tidak mampu memotivasi belajar, dan masyarakat yang
tertinggal dari budaya baca.
Lebih dari itu, adalah pentingnya pembinaan minat
baca sedini mungkin. Pembinaan minat baca sejak masa
anak-anak ini perlu ditempuh dalam rangka menumbuh
kembangkan kebiasaan yang baik mengenai kegemaran
membaca. Orang tua dalam rumah tangga dituntut
mampu memberi contoh anak-anaknya dalam mengatur
waktu guna menerapkan kebiasaan membaca. Ini perlu
direalisasikan, mengingat keteladanan dalam rumah
tangga itu sangat berpengaruh terhadap terbukanya
minat baca bagi anak-anak di kemudian hari, termasuk
ketika menjadi pelajar.

2. Imbas era globalisasi


Kaitannya dengan era globalisasi, ada yang berpendapat
bahwa ia mempengaruhi budaya baca. Menjamurnya
sarana informasi selain buku jelas mempengaruhi cara
manusia memperoleh ilmu pengetahuan, dengan televisi
suatu misal manusia tinggal menggunakan secara
mudah dan menyenangkan, tanpa harus bersusah payah
mencari dan menelaah serta merenungkan melalui
kegiatan membaca. Oleh karena itu, manusia bisa

128
Minat Baca dan Minat Belajar

semakin jauh saja dari budaya baca buku yang dengan


tegas menuntut daya konsentrasi.

3. Sulitnya mendapat lapangan kerja


Salah satu faktor yang mempengaruhi minat baca pelajar
di Indonesia, adalah kondisi dunia pekerjaan. Banyaknya
lulusan pendidikan sekolah menjadi pengangguran
sebagai fenomena ketimpangan bidang ketenagakerjaan
dengan bidang pendidikan, akan menimbulkan dampak
yang nyata terhadap minat baca di kalangan pelajar.
Banyak perta didik yang terjangkit kelesuan, motifasi,
dan minat belajarnya menurun. Yang terpenting, bagi
mereka mendapat ijazah. Bahkan di kalangan mahasiswa
tidak hanya kepastian lapangan kerja pada masa datang,
menyebabkan mereka pesimis, lesu dan kurang
bergairah dalam studi. Ini bisa berakibat menurunnya
tingkat kwalitas lulusan pendidikan sekolah. M. Rusli
Karim berpendapat, bahwa kurang gairah membaca bagi
mahasiswa tidak semata-mata kesalahan mahasiswa.
Tetapi juga pihak dosen, karena usaha para dosen kurang
mampu mendorong mahasiswanya untuk meningkatkan
gairah membaca.13

E. Usaha Meningkatkan Minat Baca dan Belajar Siswa


Meningkatkan budaya baca masyarakat berarti buku
akan dirasakan sebagai kebutuhan yang sama seperti
kebutuhan bahan pokok yang lain. Dengan demikian,
masyarakat akan terus menerus mencari buku untuk dibaca

13
Ibid., 288-289.

129
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

atau dengan kata lain membaca buku merupakan bagian


dari kehidupan mereka sehari-hari.
Meskipun ada yang beranggapan bahwa sekolah tidak
dapat diandalkan untuk meningkatkan minat dan
kegemaran siswa baca buku, namun juga tidak dapat
diingkari kebiasaan-kebiasaan yang terlatih sejak muda
termasuk kebiasaan membaca buku akan berlanjut dan
mewarnai perilaku seorang di kemudian hari. Namun di
sekolah terdapat perpustakaan yang merupakan pemegang
peran penting dalam hal pustaka dan koleksi buku. Hal
tersebut tentunya dapat di-manage sebaik mungkin untuk
dapat meningkatkan minat baca siswa. Apabila minat baca
meningkat, maka secara otomatis minat belajar tentu akan
meningkat. Sekolah, maupun madrasah yang mempunyai
perpustakaan hendaknya ditingkatkan, baik kualitas
maupun kuantitas bukunya untuk melayani siswa secara
aktif.
Sesuai dengan fungsi dan tujuannya, perpustakaan
sekolah memegang peranan penting dalam peningkatan
bimbingan minat baca. Perpustakaan membantu mendorong
dan mengembangkan minat, kemampuan, dan kebiasaan
membaca yang menuju kebiasaan mandiri. Untuk itu, perlu
fasilitas dan pelayanan yang baik dari perpustakaan, yaitu:

1. Koleksi perpustakaan
2. Personil

Bagaimanapun juga dalam bimbingan minat baca,


peran guru dan pustakawan sangatlah perlu. Karena walau-
pun sudah ada perpustakaan dan bahan pustaka nyang

130
Minat Baca dan Minat Belajar

lengkap, tetapi tanpa adanya bimbingan langsung dari


guru/petugas perpustakaan maka usaha bimbingan minat
baca itu tidak akan mencapai tujuan.14
Ada beberapa usaha yang dapat ditempuh oleh guru/
perpustakaan untuk meningkatkan minat baca siswa.
Usaha-usaha yang dapat ditempuh guru, antara lain:
1. Mengadakan tempat baca di masing-masing kelas.
Buku-buku yang ada hubungannya dengan pelajaran
yang sedang diajarkan harus tersedia.
2. Harus diusahakan mendiskusikan buku dengan anak.
Mengembangkan keberanian anak untuk menyampai-
kan kesan dan kesanggupannya tentang buku yang
diminta menceritakan pengalaman pribadi yang ada
hubungannya dengan isi cerita buku tersebut.
3. Memberikan kesempatan mereka menulis dramatisasi
sebuah cerita.
4. Menyediakan bacaan dimana anak mendapatkan
keterangan tambahan mengenai topik yang dipelajari
di kelas.
5. Memberikan contoh dari buku yang ada hubungan-
nya dengan apa yang dipelajari di kelas kemudian di-
bicarakan dengan mereka.
6. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memban-
dingkan pandangan mereka tentang cerita itu baik isi
dan tokoh-tokohnya.15

14
Mudhofir, Prinsip-Prinsip,hal.63-65.
15
Shaleh, Penyelenggaraan, hal.165-167.

131
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Sedangkan usaha-usaha yang bisa ditempuh oleh


perpustakaan untuk meningkatkan minat baca adalah:

1. Penyediaan bahan pustaka yang dapat memenuhi


fungsi perputakaan.
2. Meningkatkan pelayanan perpustakaan, tidak saja
terbatas pada pelayanan peminjaman bahan pustaka
saja, akan tetapi juga memperkenalkan penggunaan
katalog dan penggunaan fasilitas perpustakaan.
3. Memperkenalkan siswa dan membimbing mereka
agar gemar dan mau baca buku.16
4. Bekerja sama dengan guru kelas untuk menginfor-
masikan tentang adanya koleksi buku baru dan juga
melayani siswa yang mendapatkan tugas dari guru
yang ada kaitannya dengan perpustakaan.
5. Berusaha memotivasi minat baca siswa dengan jalan
mengadakan pameran buku dan memperkenalkan
buku baru agar murid terangsang untuk membaca.
6. Penyusunan koleksi menurut sistem yang digunakan,
agar koleksi selalu dapat ditemukan dengan mudah.17

Demikian mengenai peningkatan minat baca siswa,


baik melalui peran aktif perpustakaan yang ada di sekolah
dan juga dorongan dari orang tua di rumah. Peningkatan
minat baca tersebut hampir mirip dengan peningkatan
minat belajar. Belajar adalah suatu kegiatan membutuhkan
adanya minat khusus. Dengan minat yang tinggi akan men-

16
Bafadal, Pengolaan, hal. 136.
17
Abdullah, Dasar-Dasar, hal. 125.

132
Minat Baca dan Minat Belajar

dorong anak untuk termotivasi belajar yang tinggi, karena


itu minat diarahkan peserta didik dalam belajar.
Minat dapat dikembangkan melalui sumber minat.
Sumber minat menurut Bathia, sebagaimana yang dikutip
Hidayah, yaitu: 1). kepribadian. 2). jenis kelamin. 3). identifikasi,
bebepara minat merupakan hasil dari proses identifikasi dan
imitasi dari orang lain, 4). potensi, 5). lingkungan, 6). status
ekonomi, 7). sikap, dan 8). umur.18
Pendidik perlu untuk mengenal minat belajar peserta
didik agar diketahui efektivitas belajar mengajar yang
dilakukan. Menurut Sauper dan Criste, sebagaimana yang
dikutip Hidayah, terdapat empat cara untuk mengenal minat
yaitu; 1). menuliskan atau menanyakan kegiatan yang pal-
ing disenangi baik yang merupakan tugas maupun non
tugas (expressed interest). 2). mengobservasi secara langsung
atau dengan mengetahui hobi serta aktivitas yang lain yang
banyak dilakukan oleh subyek (manifest Interest), 3). meng-
gunakan alat-alat yang telah distandarisasi, Misalnya dengan
mengunakan Kuder atau RMIB (Rothwell Miller Interest
Blank) dan lain-lain.19
Dalam proses belajar mengajar guru berperan aktif
untuk mendorong minat kepada arah minat yang berjenis
minat cultural dan sosial. Untuk mengembangkan minat
belajar maka pendidik dituntut untuk memberikan
pengalaman belajar yang menyenangkan bagi siswa. Sebab
kesenangan atau minat yang tinggi seseorang dipengaruhi
oleh pengalaman belajar. Cara yang dilakukan adalah dengan

18
Hidayah, Psikologi Pendidikan, hal. 113.
19
Ibid.

133
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

mengajar yang menyenangkan melalui pemberian kebebasan


pada siswa, perlakuan dan memahami pada siswa sehingga
terjalin komunikasi yang baik, pujian-hadiah, serta metode
belajar yang menyenangkan, dimana metode mengajar
harus tepat, efisien dan efektif sehingga peserta didik dapat
memahami dan menguasai, dan mengembangkan bahan
pelajaran. Kepribadian guru juga menjadi sorotan bagi siswa
untuk memperoleh pengamalam belajar yang menyenagkan.
Salah satu hal yang penting bagi seorang pendidik
adalah kepribadian. Dalam melakukan kegiatan belajar
mengajar, beberapa kepribadian guru yang berperan adalah
:1) penghayatan nilai-nilai kehidupan, 2). motivasi kerja, 3).
sifat dan sikap. Dengan kepribadian guru yang positif, siswa
akan merasa senang, puas, dan gembira, kegembiraan yang
dirasakan akan mampu menimbulkan pengalaman positif
yang dapat meningkatkan minat belajar.
Jadi peningkatan minat belajar siswa membutuhkan
peran aktif pendidik dengan cara berkepribadian yang baik.
Tidak hanya itu saja, ketika siswa di luar lingkungan sekolah
atau di rumah, kondisi tempat tersebut juga harus mampu
meningkatkan minat siswa dalam melakukan kegiatan
belajar. Di samping itu, orang tua juga harus berusaha
meningkatkan minat anaknya dalam belajar dengan cara
menemaninya ketika belajar. Karena apabila tidak ditemani,
maka siswa akan cepat merasa bosan. Hal yang tidak kalah
pentingnya adalah orang tua harus memberikan perhatian
yang penuh terhadap kegiatan belajar anak dengan cara
membiasakan anak belajar rutin dan sedikit demi sedikit.

134
Minat Baca dan Minat Belajar

Dengan demikian, maka minat belajar siswa akan mening-


kat dengan sendirinya secara pelan-pelan.
Hal lain yang bisa dilakukan membentuk perpustakaan
mini, hal ini memang tidak dapat dilakukan oleh seluruh
lapisan masyarakat, namun alangkah baiknya bila salah
satu orang atau kalangan yang taraf hidupnya lebih dari
cukup menyumbangkan hartanya untuk sekedar mem-
bentuk perpustakaan mini yang ruang lingkupnya setingkat
rukun tetangga saja.20 Perpustakaan yang dibentuk dapat
berupa perpustakaan konvensional atau perpustakaan digital.
Namun, perpustakaan yang paling ideal adalah
perpustakaan digital. Dalam era yang serba cepat ini kita
sudah tidak mungkin mengandalkan sumber informasi
kadaluarsa yang biasanya terdapat dalam perpustakaan
konvensional. Apalagi perpustakaan konvensional seringkali
membutuhkan media penyimpanan yang luas.21 Dengan
menggunakan perpustakaan digital, selain menghemat
tempat karena dapat menyimpan beragam jenis buku dan
data dalam bentuk elektronik, perpustakaan pun dapat
berlangganan jurnal-jurnal ilmiah yang keakuratan infor-
masinya dapat dipertanggung jawabkan sehingga tidak lagi
menimbulakan kekhawatiran seperti ketidakjelasan benar
atau tidaknya informasi maupun nama pengarang dari
sumber informasi yan ditemukan.
Manajemen perpustakaan mini ini cukup hanya
dengan membentuk kartu anggota dengan biaya terjang-

20
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung:
Sinar Baru Algensindo, 2015), hal. 38.
21
Ibid., hal. 49.

135
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

kau dan tanpa biaya peminjaman lainnya. Namun, bila taraf


hidup rata-rata penduduk di sekitar perpustakaan mini ini
dibawah garis kemiskinan, maka yang harus diperlukan
hanyalah meminta data diri lengkap setiap peminjam yang
datang untuk mengurangi resilko kehilangan buku.
Meminimalisir biaya administrasi perpustakaan
mutlak diperlukan untuk menjaga agar pengunjung tetap
ada dan perpustakaan tidak hanya sekedar dijadikan hiasan
ditengah hiruk pikuk masyarakat. Padahal, perpustakaan
mini ini sangat berguna untuk menambah pengetahuan
anak diluar sekolah dan membeikan pengetahuan baru bagi
mereka yang tidak memiliki kesempatan bersekolah. Selain
itu, anak-anak pun memiliki tempat untuk menghabiskan
waktunya dalam hal yang positif. Dan bagi orang dewasa,
tentunya perpustakaan mini ini dapat dipergunakan sebagai
sarana membaca terdekat di waktu luang dan memberikan
informasi ter up-date yang sangat diperlukan dalam pergaulan
dan persaingan kerja.

136
B A B VII
EMOSIONAL BELAJAR

A. Pengertian Emosional Belajar


Emosional belajar merupakan gabungan dari dua
kata, yaitu emosional dan belajar. Emosional berasal dari
kata emosi. Emosi secara bahasa, seperti yang diungkapkan
OSHO, “berasal dari kata motion, yang berarti gerak”.1 Hal
itu karena emosi selalu berubah-ubah, dan tidak pernah
diam atau tenang. Secara harfiah sebagaimana yang dikutip
Goleman, “emosi adalah setiap kegiatan atau pergolakan
pikiran, nafsu, perasaan, setiap keadaan mental yang hebat
atau meluap-luap”.2
Secara istilah sebagaimana diungkapkan Crow & Crow,
yang dikutip oleh H.Sunarto dan B. Agung Hartono, “emosi
adalah pengalaman afektif yang disertai penyesuaian dari
dalam diri individu tentang keadaan mental dan fisik dan

1
OSHO, Emotional Learning: Transforming fear, anger, and jealously
into creative energy (Belajar Mengelola Emosi: Mengubah Ketakutan,
Kemarahan, Kecemburuan Menjadi Energi Kreatif), terj. Ahmad Kahfi
(Yogyakarta: BACA, 2008), hal. 1.
2
Daniel Goleman, EmotionalIntellegence (Kecerdasan Emosional),
terj. T. Hermaya (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hal. 411.

137
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

berwujud suatu tingkah laku yang tampak”.3 Sedangkan


Caphlin, sebagaimana yang dikutip oleh Ali dan Asrori,
“mendefinisikan emosi sebagai suatu keadaan yang
terangsang dari organisme mencakup perubahan yang di-
sadari, yang mendalam sifatnya dari perubahan individu.”4
Jadi emosi adalah pengalaman afektif yang kuat dan
ditandai oleh perubahan-perubahan fisik sebagai respon
dari pengalaman tersebut.
Pada saat terjadi emosi, sering terjadi perubahan-
perubahan fisik, antara lain sebagaimana yang dikatakan
oleh Sunarto dan Agung Hartono, berupa:

1.Reaksi elektris pada kulit: meningkat bila terpesona.


2.Peredaran darah: bertambah cepat bila marah
3.Denyut jantung: bertambah cepat bila terkejut.
4.Pernafasan: bernafas panjang kalau kecewa.
5.Pupil mata: membesar bila marah
6.Liur: mengering kalau takut atau tegang
7.Bulu roma: berdiri kalau takut
8.Pencernaan: mencret-mencret kalau tegang
9.Otot: ketegangan dan ketakutan menyebabkan otot
menegang atau bergetar (tremor)
10. Komposisi darah: komposisi darah akan ikut berubah
karena emosional yang menyebabkan kelenjar-
kelenjar lebih aktif.5

3
H.Sunarto dan B.Agung Hartono, Perkembangan Peserta Didik
(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999), hal. 149.
4
Mohamad Ali dan Mohamad Asrori, Psikologi Remaja:
Perkembangan Peserta Didik (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), hal. 62.
5
Sunarto dan Hartono, Perkembangan, hal. 150.

138
Emosional Belajar

Sedangkan belajar menurut Muhibbin Syah adalah


“kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan
jenjang pendidikan”.6 Sedangkan menurut Gagne, sebagai-
mana yang dikutip Purwanto, “belajar adalah terjadi apabila
suatu situasi stimulus bersama dengan isi ingatan mem-
pengaruhi siswa sedemikian rupa sehingga perbuatannya
berubah dari sebelum ia mengalami situasi itu ke waktu
sesudah ia mengalami situasi tadi.”7 Menurut Cron Bach
seperti yang dikutip oleh Sumardi Suryasubrata bahwasa-
nya dikutip “Learning is shown by change in behavior as a
result of experience”8 dimana belajar yang sebaik-baiknya
adalah dengan menggunakan panca indra. Jadi yang
dinamakan belajar adalah proses aktivitas seluruh potensi
manusia sebagai akibat dari stimulus yang datang yang
hasilnya berupa perubahan tingkah laku.
Dari pengertian di atas, Ngalim Purwanto mengemu-
kakan beberapa elemen yang mencirikan proses belajar,
antara lain:

1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah


laku, dimana perubahan itu dapat mengarah kepada
tingkah laku yang lebih baik, tetapi juga ada ke-
mungkinan kepada tingkah laku yang lebih buruk.

6
Syah, Psikologi Pendidikan, hal. 89.
7
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2004), hal. 84.
8
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali
Pers, 1986), hal. 278.

139
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi


melalui latihan atau pengalaman, dalam arti peru-
bahan-perubahan yang disebabkan pertumbuhan
atau kematangan tidak dianggap sebagai hasil belajar,
seperti perubahan pada bayi.
3. Untuk dapat disebut belajar, maka perubahan itu
harus relatif mantap, harus merupakan akhir daripada
suatu periode yang cukup panjang. Berapa lama
periode waktu itu berlangsung sulit ditentukan dengan
pasti, tetapi perubahan itu hendaknya merupakan
akhir dari suatu periode yang mungkin berlangsung
berhari-hari, berbulan-bulan ataupun bertahun-tahun.
Ini berarti kita harus mengesampingkan perubahan-
perubahan tingkah laku yang disebabkan motivasi,
kelelahan, adaptasi, ketajaman perhatian atau ke-
pekaan seseorang yang biasanya hanya berlangsung
sementara.
4. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena
belajar menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik
fisik maupun psikis, seperti: perubahan dalam
pengertian, pemecahan suatu masalah/berfikir,
ketrampilan kecakapan, kebiasaan ataupun sikap.9

Maka dapat dikatakan belajar juga merupakan usaha


sadar yang dilakukan individu atau manusia untuk
memperoleh tingkah laku yang baru secara keseluruhan
dalam interaksinya dengan lingkungan. Perubahan tingkah

9
Purwanto, Psikologi Pendidikan, hal. 105-106.

140
Emosional Belajar

laku hasil belajar bersifat positif misalnya dari tidak tahu


menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa dan lain-lain.
Jadi yang dimaksud emosional belajar adalah penga-
laman afektif yang kuat dan ditandai oleh perubahan-
perubahan fisik dalam hal belajar. Pada intinya emosional
belajar adalah kemauan belajar.

B. Faktor yang Mempengaruhi Emosional Belajar


Sejumlah penelitian tentang emosi anak menunjukkan
bahwa perkembangan emosi mereka bergantung pada
faktor kematangan dan faktor belajar.10 Kematangan dan
belajar terjalin erat satu sama lain dalam mempengaruhi
perkembangan emosi. Perkembangan intelektual meng-
hasilkan kemampuan untuk memahami makna yang sebelum-
nya tidak dimengerti memperhatikan satu rangsangan
dalam jangka waktu yang lebih lama, dan menimbulkan
emosi terarah pada satu obyek. Demikian pula kemampuan
mengingat mempengaruhi reaksi emosional.
Kegiatan belajar turut menunjang perkembangan emosi.
Metode belajar yang menunjang perkembangan emosi,
antara lain adalah:

1. Belajar dengan coba-coba


2. Belajar dengan cara meniru
3. Belajar dengan mempersamakan diri
4. Belajar melalui pengkondisian
5. Pelatihan atau belajar dibawah bimbingan dan penga-
wasan, terbatas pada aspek reaksi.11
10
Sunarto dan Hartono, Perkembangan, hal. 156.
11
Ibid., hal. 158.

141
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Emosi seseorang biasanya tampak jelas pada


perubahan tingkah lakunya. Demikian juga emosi remaja
baik dalam kegiatan belajar maupun yang lainnya. Kualitas
atau fluktuasi gejala yang tampak dalam tingkah laku itu
sangat tergantung pada tingkat fluktuasi emosi yang ada
pada diri individu tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari
sering kita lihat beberapa tingkah laku emosional, misalnya
agresif, rasa takut yang berlebihan, sikap apatis, dan tingkah
laku menyakiti diri, seperti memukul-mukul kepala sendiri.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan
emosi remaja yang juga merupakan faktor yang ber-
pengaruh pada emosional belajar remaja, antara lain sebagai
berikut:

1. Perubahan jasmani
2. Perubahan pola interaksi dengan orang tua
3. Perubahan interaksi dengan teman sebaya
4. Perubahan pandangan luar
5. Perubahan interaksi dengan sekolah.12

C. Perkembangan Emosi
Perjalanan kehidupan seseorang tidak selalu sama.
Kehidupan mereka berjalan menurut polanya sendiri-sendiri.
Seseorang yang pola kehidupannya mulus, dimana semua
dorongan-dorongan dan keinginan-keinginan serta
minatnya dapat terpenuhi, maka cenderung mempunyai
emosi yang stabil. Sebaliknya, seseorang yang pola
kehidupannya tidak mulus, dimana dorongan-dorongan

12
Ali dan Asrori, Psikologi Remaja, hal. 70.

142
Emosional Belajar

serta keinginannya tidak berhasil terpenuhi, baik karena


sebab kurangnya kemampuan maupun kondisi lingkungan
yang tidak menunjang, maka sangat dimungkinkan
perkembangan emosionalnya mengalami gangguan.
Seorang individu dalam merespon sesuatu lebih banyak
diarahkan oleh penalaran dan pertimbangan-pertimbangan
yang obyektif. Akan tetapi, pada saat tertentu di dalam
kehidupannya, dorongan emosional banyak campur tangan
dan mempengaruhi pemikiran-pemikiran serta tingkah
lakunya. Demikiran juga belajar, apalagi pada orang yang
usia remaja, maka pengaruh emosional sangat mungkin dan
besar sekali. Oleh karena itu, seseorang harus mampu
memahami gejala-gejala emosional yang ada dalam diri,
baik yang berkaitan dengan perasaan kepada dirinya sendiri
maupun perasaannya kepada orang lain.
Terdapat aspek gejala emosional yang harus disadari
ketika emosi tersebut mengalami perkembangan, antara
lain: cinta, kasih sayang, gembira, kemarahan dan per-
musuhan, ketakutan juga kecemasan. Ketika emosi menga-
lami perkembangan seseorang harus mampu mengendali-
kan gejala yang ditimbulkan oleh perkembangan tersebut
dengan cara berusaha membersihkan hati dan selalu
mendekatkan diri kepada sang Pencipta, juga dengan
menyibukkan diri dengan perbuatan-perbuatan yang ber-
manfaat. Apabila gejolak emosi seseorang tidak terkendali
dengan baik, maka orang tersebut dapat dipastikan akan
kehilangan jati dirinya dan mengalami kesulitan untuk
menjadi dirinya sendiri.

143
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

D. Macam-macam Emosi Belajar


Kehidupan emosi sangat kompleks, banyak macam
ragamnya dan tiap macam emosi bervariasi pula menurut
muatannya, sifatnya serta intensitasnya. Berdasarkan
muatannya, ada emosi yang mengarah pada hal positif dan
ada pula yang mengarah ke hal yang negatif. Ada emosi
yang bersifat konstruktif dan juga bersifat destruktif. Ada
yang sangat kuat intensitasnya tetapi ada juga yang sangat
lemah dan halus. Ada emosi yang menunjukkan manifestasi
dari pribadi yang sehat dan juga yang kurang sehat.13
Macam-macam emosi termasuk juga emosional belajar
adalah sebagai berikut:

1. Takut: cemas, takut gugup, khawatir, was-was,


perasaan takut sekali, waspada, tidak tenang, ngeri,
kecut, dan panik.
2. Amarah: beringas, mengamuk, benci, marah, besar,
jengkel, kesal hati, terganggu, rasa pahit, berang,
tersinggung, bermusuhan.
3. Kesedihan: pedih, sedih, muram, ditolak, kesepian,
putus asa, dan depresi berat.
4. Kenikmatan: bahagia, gembira, riang, ringan, puas,
senang, terhibur, bangga, kenikmatan indrawi, takjub,
rasa terpesona, rasa puas, rasa terpenuhi, kegirangan
luar biasa.
5. Cinta: penerimaan, persahabatan, kepercayaan,
kebaikan hati, rasa dekat, bakti, hormat, kasmaran,
kasih.
13
Nana Syaodih Sukamadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan
(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2005), hal. 83.

144
Emosional Belajar

6. Terkejut: terkejut, terkesiap, terpana, takjub.


7. Jengkel: hina, jijik, muak, mual, benci, tidak suka, mau
muntah.
8. Malu: rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib
dan hancur lebur.14

Macam-macam emosi tersebut sebenarnya adalah


macam-macam emosi secara umum, namun jika dikaitkan
dengan situasi belajar, maka hal itu juga dapat terjadi apalagi
dalam diri remaja yang psikisnya sedang mengalami per-
kembangan dengan mengalami gejolak emosional. Semoga
para murid dan orang yang sedang berkembang emosinya
mampu untuk untuk mengendalikan gejolak yang berkem-
bang ketika emosinya sedang berkembang dan mampu
menjadi dirinya sendiri, sehingga setiap orang mempunyai
karakter masing-masing.
Sehingga, menjadi sangat penting untuk anak memiliki
kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi ini dapat membantu
proses belajar dan mencapai tujuan pembelajaran. Menurut
Surya15 individu yang memiliki kecerdasan emosional yang
baik, cenderung memiliki kemampuan untuk dapat ber-
kompromi dengan berbagai situasi, dapat bekerja sama,
empati, bertanggung jawab dan berkepribadian baik. Ini
menjadi modal bagi individu untuk mencapai keberhasilan
dalam berbagai bidang, tidak terkecuali keberhasilannya
dalam bidang akademik.

14
Goleman, EmotionalIntellegence, hal. 411-412.
15
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rajawali
Pers, 2014), hal. 166.

145
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Selaras dengan yang diungkapkan oleh Golleman16


bahwa siswa yang mampu mengendalikan emosi, akan
memiliki karakteristik mampu mengatur emosi, mampu
menyalurkan emosi dengan melakukan kegiatan positif,
mampu mempertahankan sikap positif yang realistis
terutama dalam menghadapi masa-masa sulit, dan mampu
menahan atau menunda keinginan untuk bertindak.
Kecerdasan emosi ini sangat bermanfaat dalam
mencapai tujuan belajar karena dapat membantu proses dan
aktivitas selama pembelajaran menjadi lebih baik,
meningkatkan penyesuaian sosial dan mengembangkan
pandangan positif terhadap dirinya sendiri, hal ini sangat
berpengaruh terhadap self-image yang baik pada diri anak
sehingga timbullah motivasi belajar yang tinggi yang dapat
meningkatkan prestasi belajar dan berdampak terhadap
rasa percaya diri anak yang terus meningkat.

16
Sunarto dan Hartono, Perkembangan, hal. 171.

146
B A B VIII
E-LEARNING

Pada era modern ini, proses pembelajaran tidak hanya


dapat dilakukan dengan face to face, namun juga bisa
dilakukan dengan jarak jauh. Hal itu memerlukan fasilitas
yang canggih dan yang sekarang ini dikembangkan. Jadi
jarak tidak lagi menjadi penghalang untuk melakukan
proses pembelajaran. Pembelajaran model yang demikian
ini biasanya disebut dengan pembelajaran jarak jauh atau
e-learning. Dengan menggunakan e-learning, pembelajar
tidak hanya terbatas dalam suatu negara, bahkan antar
negara-negara di dunia. Maka dari itu, penulis akan membahas
dengan detail mengenai e-learning tersebut dengan meng-
gunakan informasi-informasi terbaru yang berasal dari
internet.

A. Pengertian Model Pembelajaran E-Learning


E-learning, Menurut Allan J. Henderson, adalah pem-
belajaran jarak jauh yang menggunakan teknologi kom-
puter, atau biasanya Internet. Henderson menambahkan
juga bahwa e-learning memungkinkan pembelajar untuk
belajar melalui komputer di tempat mereka masing-masing

147
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

tanpa harus secara fisik pergi mengikuti pelajaran di kelas.


William Horton menjelaskan bahwa e-learning merupakan
pembelajaran berbasis web—yang bisa diakses dari
Internet.1
E-learning adalah pembelajaran jarak jauh (distance
learning) yang memanfaatkan teknologi komputer, jaringan
komputer dan/atau Internet. E-learning memungkinkan
pembelajar untuk belajar melalui komputer di tempat mereka
masing-masing tanpa harus secara fisik pergi mengikuti
pelajaran/perkuliahan di kelas.2 E-learning adalah sebuah
rancangan aplikasi untuk pengelolaan dan pendistribusian
materi pendidikan dan latihan melalui berbagai media
elektronik, seperti Internet, LAN, WAN, broadband, wireless,
dan sebagainya.3
E-learning sering pula dipahami sebagai suatu bentuk
pembelajaran berbasis web yang bisa diakses dari intranet
di jaringan lokal atau internet. Sebenarnya materi e-learning
tidak harus didistribusikan secara on-line baik melalui
jaringan lokal maupun internet, distribusi secara off-line
menggunakan media CD/DVD pun termasuk pola e-learning.
Dalam hal ini aplikasi dan materi belajar dikembangkan
sesuai kebutuhan dan didistribusikan melalui media CD/
DVD, selanjutnya pembelajar dapat memanfatkan CD/DVD
tersebut dan belajar di tempat di mana dia berada.
E-learning tidak akan menggantikan pertemuan di
kelas tetapi meningkatkan dan mengambil manfaat dari
1
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2004/
0217/man01.html
2
http://www.wahanakom.com/infotek/elearning.htm
3
http://intervisi.relawan.net/wmview.php?ArtID=3

148
E-Learning

materi-materi dan teknologi pengiriman baru untuk men-


dukung proses belajar mengajar. Dengan e-learning, para
siswa akan lebih diberdayakan karena kini proses belajar-
mengajar tidak lagi berpusat pada guru tetapi beralih ke
siswa. Dengan koneksi ke Internet, seorang siswa punya
akses ke berbagai sumber informasi yang tak terbatas. Selain
itu, e-learning bersifat individual sehingga siswa yang aktif
dan cepat menyerap materi pelatihan akan bisa maju dengan
lebih cepat.
Berbagai pendapat dikemukan untuk dapat
mendefinisikan e-learning secara tepat. E-learning sendiri
adalah salah satu bentuk dari konsep Distance Learning.
Bentuk e-learning sendiri cukup luas, sebuah portal yang
berisi informasi ilmu pengetahuan sudah dapat dikatakan
sebagai situs e-learning. E-learning atau Internet enabled
learning menggabungkan metode pengajaran dan teknologi
sebagai sarana dalam belajar. Menurut Jo Hamilton-Jones,
e-learning adalah proses belajar secara efektif yang dihasil-
kan dengan cara menggabungkan penyampaian materi
secara digital yang terdiri dari dukungan dan layanan dalam
belajar.4 Definisi lain dari e-learning adalah proses instruksi
yang melibatkan penggunaan peralatan elektronik dalam
menciptakan, membantu perkembangan, menyampaikan,
menilai dan memudahkan suatu proses belajar mengajar
dimana pelajar sebagai pusatnya serta dilakukan secara
interaktif kapanpun dan dimanapun.5 Jadi pada intinya e-
learning merupakan pembelajaran jarak jauh yang

4
http://www.odlqc.org.uk/odlqc/n19-e.html
5
http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id

149
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

menggunakan peralatan elektronik, baik itu berupa CD


maupun lewat komunikasi dengan internet. Pelajar dalam
pembelajaran ini adalah orang yang aktif untuk mencari
dan mengembangkan sendiri pengetahuan, sedangkan guru
hanya sebagai fasilitator dan hanya membantu lewat
komunikasi yang tidak bisa secara face to face.
Terdapat beberapa istilah yang dapat digunakan untuk
menyebutkan mengenai pengertian e-learning, yang akan
kami utarakan satu per-satu secara terperinci, antara lain:6

1. Pembelajaran jarak jauh


E-learning memungkinkan pembelajar untuk menimba
ilmu tanpa harus secara fisik menghadiri kelas. Pem-
belajar bisa berada di Semarang, sementara “instruktur”
dan pelajaran yang diikuti berada di tempat lain, di kota
lain bahkan di negara lain. Interaksi bisa dijalankan
secara on-line dan real-time ataupun secara off-line atau
archieved. Pembelajar belajar dari komputer di kantor
ataupun di rumah dengan memanfaatkan koneksi jaringan
lokal ataupun jaringan Internet ataupun menggunakan
media CD/DVD yang telah disiapkan. Materi belajar
dikelola oleh sebuah pusat penyedia materi di kampus/
universitas, atau perusahaan penyedia content tertentu.
Pembelajar bisa mengatur sendiri waktu belajar, dan
tempat dari mana ia mengakses pelajaran.

2. Pembelajaran dengan perangkat komputer.


E-learning disampaikan dengan memanfaatkan perang-
kat komputer. Pada umumnya perangkat dilengkapi
6
http://www.wahanakom.com/infotek/elearning.htm

150
E-Learning

perangkat multimedia, dengan cd drive dan koneksi


Internet ataupun Intranet lokal. Dengan memiliki komputer
yang terkoneksi dengan intranet ataupun Internet,
pembelajar dapat berpartisipasi dalam e-learning. Jumlah
pembelajar yang bisa ikut berpartisipasi tidak dibatasi
dengan kapasitas kelas. Materi pelajaran dapat dike-
tengahkan dengan kualitas yang lebih standar diban-
dingkan kelas konvensional yang tergantung pada
kondisi dari pengajar.

3. Pembelajaran formal vs. informal.


E-learning bisa mencakup pembelajaran secara formal
maupun informal. E-learning secara formal, misalnya
adalah pembelajaran dengan kurikulum, silabus, mata
pelajaran dan tes yang telah diatur dan disusun berdasar-
kan jadwal yang telah disepakati pihak-pihak terkait
(pengelola e-learning dan pembelajar sendiri). Pembe-
lajaran seperti ini biasanya tingkat interaksinya tinggi
dan diwajibkan oleh perusahaan pada karyawannya, atau
pembelajaran jarak jauh yang dikelola oleh universitas
dan perusahaan-perusahaan (biasanya perusahan kon-
sultan) yang memang bergerak di bidang penyediaan
jasa e-learning untuk umum. E-learning bisa juga dilaku-
kan secara informal dengan interaksi yang lebih seder-
hana, misalnya melalui sarana mailing list, e-newsletter
atau website pribadi, organisasi dan perusahaan yang
ingin mensosialisasikan jasa, program, pengetahuan atau
keterampilan tertentu pada masyarakat luas (biasanya
tanpa memungut biaya).

151
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Pembelajaran yang ditunjang oleh para ahli di bidang


masing-masing. Walaupun sepertinya e-learning diberi-
kan hanya melalui perangkat komputer, e-learning ternyata
disiapkan, ditunjang, dikelola oleh tim yang terdiri dari
para ahli di bidang masing-masing, yaitu:

1. Subject Matter Expert (SME) atau nara sumber dari


pelatihan yang disampaikan.
2. Instructional Designer (ID), bertugas untuk secara
sistematis mendesain materi dari SME menjadi materi
e-learning dengan memasukkan unsur metode
pengajaran agar materi menjadi lebih interaktif, lebih
mudah dan lebih menarik untuk dipelajari.
3. Graphic Designer (GD), mengubah materi text menjadi
bentuk grafis dengan gambar, warna, dan layout yang
enak dipandang, efektif dan menarik untuk dipelajari.
4. Ahli bidang Learning Management System (LMS).
Mengelola sistem di website yang mengatur lalu lintas
interaksi antara instruktur dengan siswa, antarsiswa
dengan siswa lainnya.

Jadi pembelajaran E-Learning merupakan model


pembelajaran jarak jauh, dimana antara siswa dengan
guru atau antara pendidik dengan peserta didik tidak
saling bertemu secara langsung, hanya melalui komputer
dengan akses internet.

B. Manfaat Model Pembelajaran E-Learning


Ada beberapa manfaat pembelajaran elektronik atau
e-learning, di antaranya adalah:

152
E-Learning

1. Pembelajaran dari mana dan kapan saja (time and


place flexibility).
Bertambahnya interaksi pembelajaran antara peserta
didik dengan guru atau instruktur (interactivity en-
hancement).
2. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas
(global audience).
3. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan
materi pembelajaran (easy updating of content as well
as archivable capabilities)7.

Secara lebih rinci, manfaat e-learning dapat dilihat dari


dua sudut, yaitu dari sudut mahasiswa sebagai peserta didik
dan dosen :
1. Dari Sudut Mahasiswa sebagai Peserta Didik
Dengan kegiatan e-learning dimungkinkan ber-
kembangnya fleksibilitas belajar yang tinggi. Artinya,
peserta didik dapat mengakses bahan-bahan belajar
setiap saat dan berulang-ulang. Peserta didik juga
dapat berkomunikasi dengan dosen setiap saat.
Dengan kondisi yang demikian ini, peserta didik dapat
lebih memantapkan penguasaannya terhadap materi
pembelajaran.
2. Dari Sudut Dosen
Dengan adanya kegiatan e-Learning beberapa manfaat
yang diperoleh dosen/instruktur antara lain adalah
bahwa dosen/ instruktur dapat:

7
http://www.ummigroup.co.id/annida/?pilih=lihat&id=505

153
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

a. Lebih mudah melakukan pemutakhiran bahan-


bahan belajar yang menjadi tanggung-jawabnya
sesuai dengan tuntutan perkembangan keilmuan
yang terjadi,
b. Mengembangkan diri atau melakukan penelitian
guna peningkatan wawasannya karena waktu
luang yang dimiliki relatif lebih banyak,
c. Mengontrol kegiatan belajar peserta didik. Bahkan
dosen/instruktur juga dapat mengetahui kapan
peserta didiknya belajar, topik apa yang dipelajari,
berapa lama sesuatu topik dipelajari, serta berapa
kali topik tertentu dipelajari ulang,
d. Mengecek apakah peserta didik telah mengerjakan
soal-soal latihan setelah mempelajari topik tertentu,
dan
e. Memeriksa jawaban peserta didik dan memberi-
tahukan hasilnya kepada peserta didik.8

Manakala fasilitas infrastruktur tidak hanya tersedia


di daerah perkotaan tetapi telah menjangkau daerah keca-
matan dan pedesaan, maka kegiatan e-learning akan
memberikan manfaat9 kepada peserta didik yang (1) Belajar
di sekolah-sekolah kecil di daerah-daerah miskin untuk
mengikuti mata pelajaran tertentu yang tidak dapat di-
berikan oleh sekolahnya, (2) Mengikuti program pendidikan
keluarga di rumah (home schoolers) untuk mempelajari
materi pembelajaran yang tidak dapat diajarkan oleh para

8
http://www.apfi-pppsi.com/candence22/cadence22-8.html
9
http://www.education-world.com/a_tech/tech052.shtml

154
E-Learning

orangtuanya, seperti bahasa asing dan keterampilan di


bidang komputer, (3) Merasa phobia dengan sekolah, atau
peserta didik yang dirawat di rumah sakit maupun di rumah,
yang putus sekolah tetapi berminat melanjutkan pendi-
dikannya, yang dikeluarkan oleh sekolah, maupun peserta
didik yang berada di berbagai daerah atau bahkan yang
berada di luar negeri, dan (4) Tidak tertampung di sekolah
konvensional untuk mendapatkan pendidikan.
Sedangkan manfaat pembelajaran elektronik menurut
A. W. Bates dan K. Wulf terdiri atas 4 hal, yaitu: 10

1. Meningkatkan kadar interaksi pembelajaran antara


peserta didik dengan guru atau instruktur (enhance
interactivity).
Apabila dirancang secara cermat, pembelajaran
elektronik dapat meningkatkan kadar interaksi pem-
belajaran, baik antara peserta didik dengan guru/instruktur,
antara sesama peserta didik, maupun antara peserta didik
dengan bahan belajar (enhance interactivity). Berbeda
halnya dengan pembelajaran yang bersifat konvensional.
Tidak semua peserta didik dalam kegiatan pembelajaran
konvensional dapat, berani atau mempunyai kesempatan
untuk mengajukan pertanyaan ataupun menyampaikan
pendapatnya di dalam diskusi.
Hal tersebut dikarena pada pembelajaran yang
bersifat konvensional, kesempatan yang ada atau yang
disediakan dosen/guru/instruktur untuk berdiskusi atau
bertanya jawab sangat terbatas. Biasanya kesempatan

10
http://www.depdiknas.go.id/jurnal/42/sudirman.htm

155
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

yang terbatas ini juga cenderung didominasi oleh


beberapa peserta didik yang cepat tanggap dan berani.
Keadaan yang demikian ini tidak akan terjadi pada
pembelajaran elektronik. Peserta didik yang malu maupun
yang ragu-ragu atau kurang berani mempunyai peluang
yang luas untuk mengajukan pertanyaan maupun
menyampaikan pernyataan/pendapat tanpa merasa
diawasi atau mendapat tekanan dari teman sekelas. 11
2. Memungkinkan terjadinya interaksi pembelajaran dari
mana dan kapan saja (time and place flexibility).
Mengingat sumber belajar yang sudah dikemas
secara elektronik dan tersedia untuk diakses oleh peserta
didik melalui internet, maka peserta didik dapat me-
lakukan interaksi dengan sumber belajar ini kapan saja
dan dari mana saja.12Demikian juga dengan tugas-tugas
kegiatan pembelajaran, dapat diserahkan kepada guru/
dosen/instruktur begitu selesai dikerjakan. Tidak perlu
menunggu sampai ada janji untuk bertemu dengan guru/
instruktur. Peserta didik tidak terikat ketat dengan waktu
dan tempat penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
sebagaimana halnya pada pendidikan konvensional.
Dalam kaitan ini, Universitas Terbuka Inggris telah me-
manfaatkan internet sebagai metode/media penyajian
materi. Sedangkan di Universitas Terbuka Indonesia
(UT), penggunaan internet untuk kegiatan pembelajaran
telah dikembangkan. Pada tahap awal, penggunaan

11
http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624
elearning.htm
12
http://www.w-learningguru.com/articles

156
E-Learning

internet di UT masih terbatas untuk kegiatan tutorial saja


atau yang disebut sebagai “tutorial elektronik”.

3. Menjangkau peserta didik dalam cakupan yang luas (po-


tential to reach a global audience).
Dengan fleksibilitas waktu dan tempat, maka jumlah
peserta didik yang dapat dijangkau melalui kegiatan
pembelajaran elektronik semakin lebih banyak atau
meluas. Ruang dan tempat serta waktu tidak lagi menjadi
hambatan. Siapa saja, di mana saja, dan kapan saja,
seseorang dapat belajar. Interaksi dengan sumber belajar
dilakukan melalui internet. Kesempatan belajar benar-
benar terbuka lebar bagi siapa saja yang membutuhkan.

4. Mempermudah penyempurnaan dan penyimpanan


materi pembelajaran (easy updating of content as well as
archivable capabilities).
Fasilitas yang tersedia dalam teknologi internet dan
berbagai perangkat lunak yang terus berkembang turut
membantu mempermudah pengembangan bahan
belajar elektronik. Demikian juga dengan penyem-
purnaan atau pemutakhiran bahan belajar sesuai dengan
tuntutan perkembangan materi keilmuannya dapat
dilakukan secara periodik dan mudah. Di samping itu,
penyempurnaan metode penyajian materi pembelajaran
dapat pula dilakukan, baik yang didasarkan atas umpan
balik dari peserta didik maupun atas hasil penilaian guru/
dosen/instruktur selaku penanggung-jawab atau pem-
bina materi pembelajaran itu sendiri.

157
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Pengetahuan dan keterampilan untuk pengem-


bangan bahan belajar elektronik ini perlu dikuasai
terlebih dahulu oleh guru/dosen/instruktur yang akan
mengembangkan bahan belajar elektronik. Demikian
juga dengan pengelolaan kegiatan pembelajarannya
sendiri. Harus ada komitmen dari guru/dosen/ instruktur
yang akan memantau perkembangan kegiatan belajar
peserta didiknya dan sekaligus secara teratur memotivasi
peserta didiknya.
Maka dari itu model pembelajaran E-Learning perlu
untuk digalakkan dan diterapkan juga dipublikasikan
lebih luas lagi di Indonesia, agar manfaatnya dapat di-
rasakan oleh lebih banyak orang dan juga supaya pendi-
dikan di Indonesia semakin maju dan tidak tertinggal
dengan negara-negara lain.

C. Fungsi Model Pembelajaran E-Learning


Setidaknya ada 3 (tiga) fungsi pembelajaran elektronik
terhadap kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom
instruction), yaitu sebagai suplemen yang sifatnya pilihan/
opsional, pelengkap (komplemen), atau pengganti
(substitusi).13

1. Suplemen (Tambahan)
Dikatakan berfungsi sebagai suplemen (tambahan),
apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih,
apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran
elektronik atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/

13
http://www.depdiknas.go.id/jurnal/42/sudirman.htm

158
E-Learning

keharusan bagi peserta didik untuk mengakses materi


pembelajaran elektronik. Sekalipun sifatnya opsional,
peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan me-
miliki tambahan pengetahuan atau wawasan.

2. Komplemen (Pelengkap)
Dikatakan berfungsi sebagai komplemen (pelengkap)
apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan
untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima
siswa di dalam kelas. Sebagai komplemen berarti materi
pembelajaran elektronik diprogramkan untuk menjadi
materi reinforcement (pengayaan) atau remedial bagi
peserta didik di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
konvensional. Materi pembelajaran elektronik dikatakan
sebagai enrichment, apabila kepada peserta didik yang
dapat dengan cepat menguasai/memahami materi
pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast
learners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi
pembelajaran elektronik yang memang secara khusus
dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin
memantapkan tingkat penguasaan peserta didik ter-
hadap materi pelajaran yang disajikan guru di dalam
kelas.
Materi di dalam modul-modul e-learning bersifat
dinamis dan bervariasi, termasuk materi pelatihan yang
berbasis web, dokumentasi online, presentasi para
eksekutif, video, audio, simulasi dan animasi produk.14
Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada

14
http://intervisi.relawan.net/wmview.php?ArtID=3

159
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

peserta didik yang mengalami kesulitan memahami


materi pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka
di kelas (slow learners) diberikan kesempatan untuk
memanfaatkan materi pembelajaran elektronik yang
memang secara khusus dirancang untuk mereka. Tujuan-
nya agar peserta didik semakin lebih mudah memahami
materi pelajaran yang disajikan guru di kelas.

3. Substitusi (Pengganti)
Beberapa perguruan tinggi di negara-negara maju
memberikan beberapa alternatif model kegiatan pem-
belajaran/perkuliahan kepada para mahasiswanya.
Tujuannya agar para mahasiswa dapat secara fleksibel
mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu
dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa. Ada 3 alternatif
model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta
didik, yaitu: (1) sepenuhnya secara tatap muka (kon-
vensional), (2) sebagian secara tatap muka dan sebagian
lagi melalui internet, atau bahkan (3) sepenuhnya melalui
internet.
Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan
dipilih mahasiswa tidak menjadi masalah dalam pe-
nilaian. Karena ketiga model penyajian materi per-
kuliahan mendapatkan pengakuan atau penilaian yang
sama. Jika mahasiswa dapat menyelesaikan program
perkuliahannya dan lulus melalui cara konvensional atau
sepenuhnya melalui internet, atau bahkan melalui per-
paduan kedua model ini, maka institusi penyelenggara
pendidikan akan memberikan pengakuan yang sama.
Keadaan yang sangat fleksibel ini dinilai sangat

160
E-Learning

membantu mahasiswa untuk mempercepat penyelesaian


perkuliahannya.

D. Penyelenggaraan Model Pembelajaran E-Learning


E-learning tampaknya lebih banyak digunakan di
dunia bisnis. Dari penelitian yang dilaksanakan oleh Diane
E. Lewis pada tahun 2001 15 diketahui bahwa sekitar 42%
dari 671 perusahaan yang diteliti telah menerapkan program
pembelajaran elektronik dan sekitar 12% lainnya berada
pada tahap persiapan/perencanaan.
Di samping itu, sekitar 90% kampus perguruan tinggi
nasional juga mengandalkan berbagai bentuk pembelajaran
elektronik, baik untuk membelajarkan para mahasiswanya
maupun untuk kepentingan komunikasi antara sesama
dosen. Kemajuan yang demikian ini sangat ditentukan oleh
sikap positif masyarakat pada umumnya, pimpinan peru-
sahaan, peserta didik, dan tenaga kependidikan pada
khususnya terhadap teknologi komputer dan internet. Sikap
positif masyarakat yang telah berkembang terhadap
teknologi komputer dan internet antara lain tampak dari
semakin banyaknya jumlah pengguna dan penyedia jasa
internet.
Peningkatan jumlah pengguna internet sangat menak-
jubkan di berbagai Negara, terutama di lingkungan negara-
negara berkembang. Alexander Downer, Menteri Luar negeri
Australia, mengemukakan bahwa jumlah pengguna internet
dalam kurun waktu 1998-2000 meningkat dari 1,7 juta men-

15
http://bostonworks.boston.com/globe/articles/052602/
elearn.html

161
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

jadi 9,8 juta orang (Brazil), dari 3,8 juta menjadi 16,9 juta
orang (China), dan dari 3.000 menjadi 25.000 orang
(Uganda)16
Selain sikap positif peserta didik dan tenaga kepen-
didikan, alasan/pertimbangan lain untuk menggunakan e-
Learning, di antaranya adalah karena: (a) harga perangkat
komputer yang semakin lama semakin relatif murah (tidak
lagi diperlakukan sebagai barang mewah), (b) peningkatan
kemampuan perangkat komputer yang mampu mengolah
data lebih cepat dan kapasitas penyimpanan data yang
semakin besar; (c) memperluas akses atau jaringan
komunikasi, (d) memperpendek jarak dan mempermudah
komunikasi, (e) mempermudah pencarian atau penelusuran
informasi melalui internet.
Mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) untuk
menguasai pengetahuan dan keterampilan di bidang
pengembangan dan pengelolaan kegiatan pembelajaran
elektronik menjadi faktor yang sangat menentukan di
samping pengadaan fasilitas komputer dan akses internet.
Perkembangan yang terjadi dewasa ini adalah mudahnya
menjumpai tempat-tempat untuk mengakses internet seiring
dengan meningkatnya jumlah Warung Internet (warnet),
baik milik pemerintah maupun publik.
Penyediaan fasilitas internet melalui PT Pos Indonesia
telah masuk ke-116 kota di seluruh Indonesia. Keberadaan
berbagai perguruan tinggi di kabupaten/kota turut mem-
percepat peningkatan jumlah pengguna internet. Demikian
juga halnya dengan jumlah institusi penyelenggara kegiatan

16
http://www.ausaid.gov.au/

162
E-Learning

pembelajaran elektronik, yaitu tercatat sekitar 150 institusi


penyelenggara perkuliahan elektronik untuk program
sarjana muda dan 200 institusi untuk program sarjana.17
Sejalan dengan perkembangan kemajuan teknologi
komputer dan internet, Amerika Serikat menetapkan satu
strategi nasional yang berfokus pada pemanfaatan teknologi
pendidikan, yaitu khusus mengenai “akses para siswa dan
guru ke internet. Penggunaan broadband access menjadi
standar yang baru. Sebagai tindak lanjutnya, Concord
Consortium’s Virtual High School merintis penyelenggaraan
Virtual High School pada tahun 1997.
Pada awalnya, Virtual High School hanya diikuti oleh
28 sekolah. Kemudian, berkembang sehingga mencakup
150 sekolah dengan jumlah siswa lebih 3.000 orang yang
tersebar di 30 negara bagian dan di 5 negara asing.18 Sedang-
kan Virtual High School di Ontario, Kanada, memulai
kegiatannya pada tahun 1996 dengan 1.000 siswa. Dalam
pengembangannya, telah dijalin kerjasama dengan ber-
bagai Dewan Sekolah di Amerika Utara dan di berbagai
negara lainnya.19
Dalam penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
elektronik, guru/dosen/instruktur merupakan faktor yang
sangat menentukan dan keterampilannya memotivasi
peserta didik menjadi hal yang krusial. Karena itu, guru/
dosen/instruktur haruslah bersikap transparan menyam-
paikan informasi tentang semua aspek kegiatan pem-
17
http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/02062
4elearning.htm
18
http://www.education-world.com/a_tech/tech052.shtml
19
http://www.education-world.com/a_tech/tech052.shtml

163
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

belajaran sehingga peserta didik dapat belajar secara baik


untuk mencapai hasil belajar yang baik. Informasi yang
dimaksudkan di sini mencakup (a) alokasi waktu untuk
mempelajari materi pembelajaran dan penyelesaian tugas-
tugas, (b) keterampilan teknologis yang perlu dimiliki
peserta didik untuk memperlancar kegiatan pembelajaran-
nya, dan (c) fasilitas dan peralatan yang dibutuhkan dalam
kegiatan pembelajaran.
Di samping hal-hal tersebut di atas, para guru/dosen/
instruktur dalam pembelajaran elektronik juga dituntut aktif
dalam diskusi, misalnya dengan cara: (a) merespons setiap
informasi yang disampaikan peserta didik, (b) menyiapkan
dan menyajikan risalah dan berbagai sumber (referensi)
lainnya, (c) memberikan bimbingan dan dorongan kepada
peserta didik untuk saling berinteraksi, (d) memberikan
umpan balik secara individual dan berkelanjutan kepada
semua peserta didik, (e) menggugah/ mendorong peserta
didik agar tetap aktif belajar dan mengikuti diskusi, serta
(f) membantu peserta didik agar tetap dapat saling berinteraksi.
Beberapa di antara institusi penyelenggara e-learning
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. University of Phoenix Online merupakan universitas
virtual yang paling sukses di Amerika Serikat. Uni-
versity of Phoenix Online ini mempunyai 37.569
mahasiswa dari 78.700 mahasiswa keseluruhan, 38
kampus, dan 78 pusat-pusat kegiatan belajar yang
tersebar di Amerika Serikat, Kanada, dan Puerto Rico.
Di samping itu, Universitas ini telah meluluskan 10.000
mahasiswa sedangkan Universitas Virtual swasta

164
E-Learning

lainnya di Amerika hanya mampu meluluskan jauh


di bawahnya.
2. Jones International University merupakan salah satu
perguruan tinggi yang juga tercatat berhasil dalam
menyelenggarakan e-Learning. Universitas ini mem-
punyai 6,000 mahasiswa yang belajar secara online.
3. United Kingdom Open University (UKOU) merupakan
universitas terbesar penyelenggara kegiatan
pembelajaran elektronik di dunia dengan 215,000
mahasiswa.
4. The College of Business at the University of Tennesse
memulai perkuliahan khusus secara e-Learning kepada
400 dokter yang bekerja di ruang gawat darurat di
seluruh negara bagian Amerika Serikat dan di 11
negara lainnya. Perguruan tinggi yang menyeleng-
garakan program setahun untuk MBA bagi para dokter
dengan menggunakan e-learning dan tatap muka.
5. Universiti Tun Abdul Razak (UNITAR) merupakan uni-
versitas yang pertama di Malaysia maupun di kawasan
Asia Tenggara yang menyajikan perkuliahan secara
elektronik (e-Learning). Perkuliahan elektronik ini
mulai diselenggarakan oleh UNITAR pada tahun 1998.
6. Universitas Terbuka (UT) telah melaksanakan uji coba
penyelenggaraan Tutorial Elektronik (Tutel) pada
tahun 1999 bagi para mahasiswanya. Alasan dilaku-
kannya ujicoba tutorial elektronik ini adalah sesuai
dengan kebutuhan mahasiswa untuk membantu
mereka memecahkan kesulitan yang dihadapi selama
belajar mandiri.

165
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

7. Universitas Gajah Mada (UGM) telah memulai


mempersiapkan kegiatan pembelajaran yang
memanfaatkan internet untuk program pascasarjana
di bidang pengelolaan rumah sakit dan pengelolaan
layanan kesehatan pada tahun 1996.
8. Florida Virtual School merupakan salah satu dari Sekolah
Menengah di Amerika Serikat yang telah berkembang
pesat dalam penyelenggaraan pembelajaran
elektronik. Pada tahun kelima, Sekolah Menegah ini
menerima 3.505 siswa dengan mempekerjakan sekitar
41 guru secara penuh waktu dan 27 guru lainnya secara
paruh waktu. Yang menjadi motto sekolah adalah
“kapan saja, di mana saja, melalui jalur mana saja,
dengan kecepatan apapun.”.20

Seperti fakta yang kita lihat bersama, bahwa per-


kembangan penyelenggaraan e-learning sangat pesat,
bahkan hampir semua negara-negara maju menyeleng-
garakan e-learning untuk menunjang perkembangan
pendidikan di negara tersebut. Adapun berbagai elemen
yang terdapat dalam sistem e-learning antara lain:
1. Soal-soal: materi dapat disediakan dalam bentuk
modul, adanya soal-soal yang disediakan dan hasil
pengerjaannya dapat ditampilkan. Hasil tersebut
dapat dijadikan sebagai tolak ukur dan pelajar men-
dapatkan apa yang dibutuhkan.

20
Sumber: http://www.usnews/edu/elearning/articles

166
E-Learning

2. Komunitas: para pelajar dapat mengembangkan


komunitas online untuk memperoleh dukungan dan
berbagi informasi yang saling menguntungkan.
3. Pengajar online : para pengajar selalu online untuk
memberikan arahan kepada para pelajar, menjawab
pertanyaan dan membantu dalam diskusi.
4. Kesempatan bekerja sama : Adanya perangkat lunak
yang dapat mengatur pertemuan online sehingga
belajar dapat dilakukan secara bersamaan atau real
time tanpa kendala jarak.
5. Multimedia : penggunaan teknologi audio dan video
dalam penyampaian materi sehingga menarik minat
dalam belajar.21

Kegiatan e-learning lebih bersifat demokratis diban-


dingkan dengan kegiatan belajar pada pendidikan
konvensional. Hal itu dikarenakan peserta didik memiliki
kebebasan dan tidak merasa khawatir atau ragu-ragu
maupun takut, baik untuk mengajukan pertanyaan
maupun menyampaikan pendapat/tanggapan karena
tidak ada peserta belajar lainnya yang secara fisik
langsung mengamati dan kemungkinan akan mem-
berikan komentar, meremehkan atau mencemoohkan
pertanyaan maupun pernyataannya.22
Profil peserta e-learning adalah seseorang yang (1)
mempunyai motivasi belajar mandiri yang tinggi dan
memiliki komitmen untuk belajar secara sungguh-
21
http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id
22
http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624
elearning.htm

167
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

sungguh karena tanggung jawab belajar sepenuhnya


berada pada diri peserta belajar itu sendiri,23 (2) senang
belajar dan melakukan kajian-kajian, gemar membaca
demi pengembangan diri secara terus-menerus, dan yang
menyenangi kebebasan, (3) mengalami kegagalan dalam
mata pelajaran tertentu di sekolah konvensional dan
membutuhkan penggantinya, atau yang membutuhkan
materi pelajaran tertentu yang tidak disajikan oleh
sekolah konvensional setempat maupun yang ingin mem-
percepat kelulusannya sehingga mengambil beberapa
mata pelajaran lainnya melalui e-learning, serta yang
terpaksa tidak dapat meninggalkan rumah karena ber-
bagai pertimbangan.24
Dalam penyelenggaraan e-learning harus memper-
timbangka hal-hal di atas, terlebih lagi hal yang sudah
disebutkan di atas harus ada seperti harus ada teknologi
yang menunjang dan juga skill peserta didik yang juga
menunjang.

E. Kelebihan dan Kekurangan E-Learning


1. Kelebihan E-Learning
Dalam bentuk beragam, e-learning menawarkan
sejumlah besar keuntungan yang tidak ternilai untuk
pengajar dan pelajar.
a. Pengalaman pribadi dalam belajar: pilihan untuk
mandiri dalam belajar menjadikan siswa untuk

23
http://www.usnews.com/edu/elearning/articles/020624
elearning.htm
24
www.smarterorg.com

168
E-Learning

berusaha melangkah maju, memilih sendiri peralatan


yang digunakan untuk penyampaian belajar mengajar,
mengumpulkan bahan-bahan sesuai dengan
kebutuhan.
b. Mengurangi biaya: lembaga penyelenggara e-learn-
ing dapat mengurangi bahkan menghilangkan biaya
perjalanan untuk pelatihan, menghilangkan biaya
pembangunan sebuah kelas dan mengurangi waktu
yang dihabiskan oleh pelajar untuk pergi ke sekolah.
c. Mudah dicapai: pemakai dapat dengan mudah meng-
gunakan aplikasi e-learning dimanapun juga selama
mereka terhubung ke internet, e-learning dapat dicapai
oleh para pemakai dan para pelajar tanpa dibatasi oleh
jarak, tempat dan waktu.
d. Kemampuan bertanggung jawab: kenaikan tingkat,
pengujian, penilaian, dan pengesahan dapat diikuti
secara otomatis sehingga semua peserta (pelajar,
pengembang dan pemilik) dapat bertanggung jawab
terhadap kewajiban mereka masing- masing di dalam
proses belajar mengajar.

2. Kekurangan E-Learning
Beberapa kekurangan yang dimiliki oleh peman-
faatan e-learning:
a. Kurangnya interaksi antara pengajar dan pelajar atau
bahkan antar pelajar itu sendiri. Kurangnya interaksi
ini bisa memperlambat terbentuknya values dalam
proses belajar mengajar.

169
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

b. Kecenderungan mengabaikan aspek akademik atau


aspek sosial dan sebaliknya mendorong tumbuhnya
aspek bisnis/komersial.
c. Proses belajar mengajar cenderung ke arah pelatihan
daripada pendidikan.
d. Berubahnya peran pengajar dari yang semula
menguasai teknik pembelajaran konvensional, kini
juga dituntut mengetahui teknik pembelajaran yang
menggunakan ICT (Information, Communication and
Technology).
e. Tidak semua tempat tersedia fasilitas internet (mung-
kin hal ini berkaitan dengan masalah tersedianya
listrik, telepon ataupun komputer).
f. Kurangnya mereka yang mengetahui dan memiliki
keterampilan tentang internet.
g. Kurangnya penguasaan bahasa komputer.25

F. Peran Model Pembelajaran E-Learning dalam


Meningkatkan Mutu Pendidikan di Indonesia
Model pembelajaran e-learning yang sudah diterapkan
di berbagai perguruan tinggi dalam berbagai negara di atas
terbukti mampu untuk meningkatkan mutu pendidikan di
negara tersebut. Sedangkan di Indonesia program pem-
belajaran dengan sistem e-learning ini masih dirintis oleh
Universitas Terbuka dan UGM, dan diharapkan mampu
untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia menjadi
lebih baik.

25
http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id

170
E-Learning

Dan juga lagi diharapkan dengan model pembelajaran


e-learning ini, orang yang berada di daerah terpencil dan
sulit dijangkau dapat belajar hal yang sama dengan orang
yang berada di kota besar. Hal itu dikarenakan orang ter-
sebut tidak perlu datang untuk bertemu langsung dengan
pengajar. Dan hal itu sangat cocok sekali dengan wilayah
Indonesia yang kondisi geografisnya beraneka ragam. Akan
tetapi sebenarnya dalam penerapan e-learning ini terjadi pro
dan kontra. Pengkritik e-learning mengatakan bahwa “di
samping daerah jangkauan kegiatan e-learning yang ter-
batas (sesuai dengan ketersediaan infrastruktur), frekuensi
kontak secara langsung antarsesama siswa maupun antara
siswa dengan nara sumber sangat minim, demikian juga
dengan peluang siswa yang terbatas untuk bersosialisasi.26
Terhadap kritik ini, lingkungan pembelajaran elektronik
dapat membantu membangun/mengembangkan “rasa
bermasyarakat” di kalangan peserta didik sekalipun mereka
terpisah jauh satu sama lain.
Guru atau instruktur dapat menugaskan peserta didik
untuk bekerja dalam beberapa kelompok untuk mengem-
bangkan dan mempresentasikan tugas yang diberikan.
Peserta didik yang menggarap tugas kelompok ini dapat
bekerjasama melalui fasilitas homepage atau web. Selain itu,
peserta didik sendiri dapat saling berkontribusi secara indi-
vidual atau melalui diskusi kelompok dengan menggunakan
e-mail.27

26
http://www.usnews/edu/elearning/articles
27
http://www.kudos-idd.com/learning_solutions/definition

171
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Concord Consortium 28 mengemukakan bahwa


pengalaman belajar melalui media elektronik semakin
diperkaya ketika peserta didik dapat merasakan bahwa
mereka masing-masing adalah bagian dari suatu masya-
rakat peserta didik, yang berada dalam suatu lingkungan
bersama. Dengan mengembangkan suatu komunitas dan
hidup di dalamnya, peserta didik menjadi tidak lagi
merasakan terisolasi di dalam media elektronik. Bahkan,
mereka bekerja saling bahu-membahu untuk mendukung
satu sama lain demi keberhasilan kelompok.
Lebih jauh dikemukakan bahwa di dalam kegiatan e-
learning, para guru dan peserta belajar mengungkapkan
bahwa mereka justru lebih banyak mengenal satu sama
lainnya. Para peserta belajar sendiri mengakui bahwa mereka
lebih mengenal para gurunya yang membina mereka
belajar melalui kegiatan e-learning. Di samping itu, para
guru e-learning ini juga aktif melakukan pembicaraan
(komunikasi) dengan orang tua peserta didik melalui telepon
dan email karena para orang tua ini merupakan mitra kerja
dalam kegiatan e-learning. Demikian juga halnya dengan
komunikasi antara sesama para peserta e-learning.
Di pihak manapun kita berada, satu hal yang perlu
ditekankan dan dipahami adalah bahwa e-learning tidak
dapat sepenuhnya menggantikan kegiatan pembelajaran
konvensional di kelas. Tetapi, e-learning dapat menjadi part-
ner atau saling melengkapi dengan pembelajaran konven-
sional di kelas. e-learning bahkan menjadi komplemen besar
terhadap model pembelajaran di kelas atau sebagai alat yang
28
http://www.govhs.org/

172
E-Learning

ampuh untuk program pengayaan. Sekalipun diakui bahwa


belajar mandiri merupakan “basic thrust” kegiatan pem-
belajaran elektronik, namun jenis kegiatan pembelajaran ini
masih membutuhkan interaksi yang memadai sebagai
upaya untuk mempertahankan kualitasnya.
Menurut penulis sebagaimana yang sudah penulis
jelaskan di atas, e-learning memang sangat berguna untuk
meningkatkan mutu pendidikan, akan hal itu juga tidak
dapat menggantikan sepenuhnya model pembelajaran
konvensional di kelas, karena dalam pembelajaran e-learn-
ing terdapat kelebihan dan kekurangan yang telah di-
sebutkan di atas. Jadi e-learning dapat digunakan untuk
pembelajaran, akan tetapi juga harus mengadakan proses
pembelajaran di kelas. Jika kedua model tersebut dipadukan
dan diterapkan dengan baik di Indonesia, saya sangat optimis
bahwa mutu pendidikan di Indonesia akan meningkat dan
mampu bersaing dengan negara-negara lain.
Karena dengan e-learning pembelajaran elektronik
diprogramkan untuk juga menjadi materi reinforcement
(pengayaan) atau remedial bagi siswa di dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran konvensional. Bahkan materi pem-
belajaran elektronik dikatakan sebagai enrichment, apabila
kepada siswa yang dapat dengan cepat menguasai/mema-
hami materi pelajaran yang disampaikan guru secara tatap
muka (fast learners) diberikan kesempatan untuk mengak-
ses materi pembelajaran elektronik yang memang secara
khusus dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar
semakin memantapkan tingkat penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas.

173
B A B IX
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN:
Karakteristik Pembelajaran yang Efektif

A. Karekteristik Pembelajaran
Berkembangnya berbagai model pembelajaran yang
berorientasi pada aktivitas belajar yang dilakukan oleh
peserta didik akan membuat pembelajaran semakin ber-
variasi. Kemunculan model pembelajaran yang berakar pada
teori belajar konstruktivistik dapat menjadi pembelajaran
yang efektif ketika semua komponen dalam pembelajaran
berperan serta, bukan hanya didasarkan pada aktivitas
siswa. Pembelajaran yang efektif dapat diwujudkan dengan
perolehan hasil belajar yang seimbang antara aspek
pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Karakteristik
pembelajaran efektif dapat diketahui paling tidak dengan
sembilan indikator yaitu: (1) pengorganisasian pembelajaran
dengan baik; (2) komunikasi yang efektif; (3) membangun
hubungan yang baik dalam pembelajaran; (4) antusiasme
pendidik dan pemahaman materi dalam pembelajaran; (5)
sikap positif terhadap peserta didik; (6) melakukan evaluasi
dan memberikan nilai secara adil; (7) fleksibilitas dan
penguasaan terhadap pendekatan pembelajaran; (8)

175
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

membuat keterkaitan dengan pengalaman dunia nyata; dan


(9) hasil belajar peserta didik yang bagus.
Pembelajaran merupakan proses belajar mengajar
yang didalamnya terdapat suatu kegiatan yang sangat
kompleks dalam kaitannya untuk menjadikan pembelajaran
tersebut menjadi efektif, efisien dan juga menyenangkan.
Proses pembelajaran ini melibatkan berbagai unsur dalam
lingkungan belajar, baik guru, peserta didik, media, dan
unsur lain yang menunjang terjadinya interaksi belajar.
Dalam proses pembelajaran saat ini, model pembelajaran
konvensional masih digunakan sebagai pengertian dari
pembelajaran yang sesungguhnya yang hanya memfokus-
kan pada komunikasi yang sangat verbal, berpusat pada
guru. Pembelajaran seperti ini akan mengakibatkan siswa
menjadi pasif dan kehilangan kreatifitasnya untuk berpikir
dan berkreasi, karena kontrol pembelajaran sepenuhnya
berada di tangan guru.1
Berkembangnya zaman yang dikuti dengan perkem-
bangan teknologi, membuat pengertian baru dalam efekti-
vitas pembelajaran. Penggunaan media pembelajaran
berbasis komputer seperti slide presentasi, video, atau me-
dia komputer lainnya, seringkali dijadikan suatu alasan,
bukti, dan argumentasi yang mencerminkan pembelajaran
modern. Ilustrasi lain yang seringkali digunakan sebagai
indikator pembelajaran efektif yaitu nilai siswa yang
melebihi standard minimal yang telah ditentukan guru atau
sekolah.

1
I Gede Widya, Dasar-dasar Pengembangan Strategi dan Metode
Pengajaran (Jakarta: DP dan K., 1989), hal. 1.

176
Efektivitas Pembelajaran

Kedua ilustrasi diatas, perlu mendapatkan perhatian


dan koreksi bahwa efektivitas pembelajaran tidak semata-
mata dilihat dari penggunaan media berbasis komputer dan
nilai siswa yang tinggi. Seringkali penggunaan media yang
berlebihan akan mengalihkan fokus siswa pada hal-hal lain,
seperti, siswa yang menganggap bahwa media pembe-
lajaran hanyalah sekedar gambar atau film yang tidak
memiliki arti. Hal ini sangat bertentangan dengan fungsi
media yang seharusnya menjadi pusat perhatian dan
memperjelas suatu konsep materi. Begitu juga dengan
pemberian nilai yang tinggi terkadang guru memberikan
nilai yang tinggi kepada siswa, agar dapat dinilai baik oleh
kepala sekolah atau atasannya. Padahal, dalam sistem
pembelajaran yang efektif, penilaian harus dilakukan secara
adil dan sesuai dengan kemampuan siswa, bukan karena
alasan lain yang mengarah pada alasan subjektif guru.
Tetapi sebaliknya, penggunaan media dan pelaksanaan
evaluasi yang tepat dan proporsional akan memberikan
dampak yang sangat bagu bagi proses pembelajaran yang
pada akhirnya mampu mewujudkan pembelajaran yang
efektif. Secara sederhana kefektifan pembelajara dapat dilihat
dari ketercapaian pembelajaran dengan tujuan pembe-
lajaran yang telah ditentukan sebelumnya. Namun demikian,
juga terdapat idikator-indikator lain yang lebih spesifik yang
menunjukkan efektivitas pembelajaran.
Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang
menghasilkan hasil belajar berupa pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang memiliki manfaat dan tujuan bagi

177
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

peserta didik.2 Dengan menggunakan prosedur pembelajaran


yang tepat, maka pembelajaran akan berjalan efektif.
Pengertian tersebut mengandung dua implikasi penting,
yaitu terjadinya proses belajar pada diri peserta didik dan
aktivitas yang dilakukan guru atau pendidik dalam proses
pembelajaran. Oleh karena itu, penggunaan prosuder atau
langkah-langkah pembelajaran yang diterapkan oleh guru
dan aktivitas belajar yang dilakukan peserta didik meru-
pakan du hal penting yang harus menjadi fokus dalam
usaha peningkatan efektivitas pembelajaran. Pembelajaran
yang efektif merupakan suatu kondisi yang dicita-citakan
oleh individu yang berada dalam ruang lingkup pendidikan
khususnya bagi seorang guru atau pendidik.
Pembelajaran efektif merupakan pembelajaran yang
mampu memberikan dampak positif bagi perkembangan
peserta didik. Efektifitas dari sebuah pembelajaran paling
tidak dapat dilihat dari ketercapaian dan kesesuaian anatar
kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan tujuan yang
telah ditetapkan. Efektifitas berkaitan erat dengan terlak-
sananya suatu rancangan program, tercapainya tujuan
pembelajaran, alokasi waktu, dan keaktifan dari pihak yang
terlibat dalam pembelajaran.
Pembelajaran yang efektif merupakan pembelajaran
yang memiliki pengertian: (1) pembelajaran yang menum-
buhkan semangat untuk membangun pengetahuan dan
keaktifan kelas, (2) pembelajaran yang mampu mengako-
modasi berbagai macam konteks, (3) pembelajaran yang

2
Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007), hal. 536.

178
Efektivitas Pembelajaran

menempatkan peserta didik sebagai individu yang mengen-


dalikan aktivitas belajarnya dan (4) pembelajaran yang
secara periodik melakukan evaluasi penggunaan pendekatan
dan strategi untuk mencapai tujuan pembelajaran.3 Wottruba
dan Wright dalam Miarso,4 dalam hasil penelitianya tentang
21 program penataran pendidik (faculty development),
menyimpulkan bahwa pembelajaran yang efektif memiliki
tujuh indikator, yaitu: (1) pengorganisasian pembelajaran
dengan baik; (2) komunikasi yang efektif; (3) antusiasme
pendidik dan pemahaman materi dalam pembelajaran; (4)
sikap positif terhadap peserta didik; (5) melakukan evaluasi
dan memberikan nilai secara adil; (6) fleksibilitas dan
penguasaan terhadap pendekatan pembelajaran; dan (7)
hasil belajar peserta didik yang bagus. Guru memiliki peran
yang sangat penting dalam menciptakan kondisi pem-
belajaran yang efektif.
Pemenuhan tujuh indikator tersebut perlu memper-
hatikan bahwa: (1) dari tujuh indikator tersebut terdapat
indikator yang mudah dan sulit untuk diukur, (2) setiap
pendidik tentunya memiliki kelebihan dan kekurangan
dalam memenuhi ketujuh indikator tersebut, dan (3) setiap
pendidik memiliki cara yang berbeda dan tidak ada yang
sama persis dalam mengimplementasikan indikator-
indikator itu. Oleh karena itu, pembelajaran yang efektif
dapat diwujudkan dengan beragam cara, namun secara
3
Watkins, Chris., Eileen Carnell, and Caroline Lodge, Effective
Learning in Classrooms (London: Paul Chapman Publishing, 2007), hal.
19.
4
Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2007), hal. 536.

179
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

garis besar, tujuh indikator di atas dapat dijadikan tolak ukur


dalam mewujudkan efektivitas pembelajaran.

B. Pengorganisasian Pembelajaran dengan Baik


Pengorganisasian pembelajaran memiliki peran yang
sangat penting untuk mencapai keefektifan dalam pem-
belajaran. Pengorganisasian pembelajaran ini memiliki
peran penting dalam menyusun langkah-langkah
pembelajaran (alur kegiatan pembelajaran). Beberapa hal
yang perlu dipertimbangkan dalam mengorganisasikan
pembelajaran yaitu: (1) alokasi waktu, efektivitas pem-
belajaran dapat terlihat dari penggunaan alokasi waktu
secara maksimal. Pembelajaran memiliki alokasi waktu
tersendiri. Seorang guru perlu memaksimalkan waktu yang
ada agar mampu mencapai tujuan pembelajaran, pem-
bagian waktu untuk kegiatan pendahuluan inti dan
kegiatan penutup pembelajaran perlu diperhitungkan secara
matang; (2) tempat atau ruang pembelajaran, ruang
pembelajaran juga memiliki pengaruh dalam pelaksanaan
pembelajaran. Bagi seorang guru mengatur tata letak kursi,
hiasan dinding kelas, posisi duduk guru dan siswa juga hal
penting yang harus direncanakan sebelum pembelajaran
dilaksanakan. Berbagai bentuk posisi tempat duduk yang
dapat digunakan seperti model klasik, model U, model
setengah lingkaran dan lain sebagainya. Selain itu, guru juga
dapat menggunakan lingkungan sekitar sebagai tempat
pembelajaran (outdoor learning). Pemilihan tempat pem-
belajaran juga harus menyesuaikan dengan tujuan serta
kondisi pembelajaran yang ada; dan (3) tujuan pembelajaran,

180
Efektivitas Pembelajaran

tujuan pembelajaran merupakan bagian dari proses


pendidikan. Tujuan pembelajaran memiliki tingkatan-
tingkatan seperti tujuan instruksional khusus (TIK), tujuan
instruksional umum (TIU), tujuan kurikuler, tujuan insti-
tusional, dan tujuan pendidikan nasional. Pembelajaran
harus mengakomodasi tujuan-tujuan tersebut.
Pembelajaran merupakan aktivitas yang kompleks,
yang didalamnya banyak melibatkan komponen-kom-
ponen pembelajaran. Sebuah pembelajaran yang diorgani-
sasikan dengan baik dapat terlihat dari perumusan tujuan
pembelajaran, pemilihan materi/isi/bahan pembelajaran,
aktivitas belajar di kelas, penugasan, dan evaluasi yang
diterapkan.5 Selain itu, kesiapan guru untuk memberikan
pelajaran dan mengelola alokasi waktu pembelajaran juga
merupakan indikator dalam pengorganisasian pembela-
jaran yang baik. Pelaksanaan pembelajaran yang baik tidak
banyak melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan
rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Kecuali, jika
pembelajaran itu memang dilaksanakan untuk mengkaji
hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan satu zaman,
tentunya pembahasannya juga lebih fleksibel, dibandingkan
pembelajaran dengan materi-materi yang sudah pasti.
Mengorganisasikan pembelajaran merupakan tugas
guru atau pendidik. Oleh karena itu, untuk menilai apakah
guru mampu mengorganisasikan pembelajaran dengan
diperlukan seorang penilai yang berasal dari sesama guru

5
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik
Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta:
Kencana, 2011), hal. 204.

181
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

mata pelajar, orang yang ahli dibidang yang bersangkutan,


dan peserta didik yang mengikuti proses pembelajaran itu.
Ketiga pihak tersebut mampu memberikan penilain tetapi
peserta didiklah yang mampu memberikan penilaian yang
lebih baik dari yang lainnya. Hal itu disebabkan karena
peserta didik dapat membandingkan secara langsung antara
guru yang satu dan guru yang lain dalam melakukan pem-
belajaran. Lain halnya dengan penilaian yang dilakukan
oleh sesama guru mata pelajaran, penilaian yang dilakukan
tidak secara menyeluruh dan hanya fokus pada satu guru
itu saja. Peserta didik yang mengikuti suatu pembelajaran,
dapat menilai guru melalui beberapa aspek, yaitu: (1) apakah
penyajian materi pelajaran dilakukan secara teratur (dari
umum ke khusus atau dari khusus ke umum); (2) apakah
guru mampu memahami kondisi kelas dan menguasai
materi pelajaran; (3) apakah guru telah menjelaskan materi
apa saja yang harus dipelajari oleh peserta didik; dan (4)
apakah pembelajaran yang sedang berlangsung, dapat
diikuti dengan baik oleh peserta didik.

C. Komunikasi yang Efektif


Komunikasi merupakan penyampaian informasi yang
akurat dan pemahaman atas informasi yang disampaikan
oleh komunikator kepada komunikan. Dalam pembelajaran,
komunikasi adalah proses penyampaian pesan kepada
penerima pesan, guru di sini sebagai penyampai pesan
(komunikator) dan peserta didik sebagai penerima pesan
(komunikan), pesan yang dimaksud adalah materi yang
akan disampaiakan oleh guru kepada peserta didik. Proses

182
Efektivitas Pembelajaran

komunikasi harus diciptakan dan diwujudkan melalui


penyampaian pesan, tukar menukar pesan atau informasi
dari setiap pengajar kepada pembelajar atau sebaliknya.
Pesan atau informasi yang akan disampaikan bisa berupa
ide-ide, pengetahuan, keahlian, skill, pengalaman dan
sebagainya.
Komunikasi adalah proses penyampaian informasi dari
satu orang ke orang lain atau kelompok untuk memper-
satukan pendapat-pendapat, ide-ide, persamaan, pengertian
dan persatuan kelompok6 (Robbins and Jones, 1986: 215).
Melalui komunikasi yang baik, pesan yang disampaikan
oleh pendidik dapat diterima dan diserap oleh peserta didik.
Maka dari itu, dalam pembelajaran di kelas, media, alat,
sarana prasarana dapat membantu untuk memperlancar
proses komunikasi antara pendidik dan peserta didik.
Komunikasi pembelajaran yang melibatkan empat
unsur komunikasi tersebut melahirkan pola-pola yang
terbentuk, yang biasa disebut dengan pola komunikasi.
Dalam praktik pembelajaran, terdapat tiga pola komunikasi
pembelajaran yaitu: (1) komunikasi sebagai aksi (komuni-
kasi satu arah), yaitu guru aktif menyampaikan bahan
pelajaran dan siswa pasif hanya sebagai penerima materi
pelajaran; (2) komunikasi sebagai interaksi (komunikasi dua
arah), yaitu guru bisa berperan sebagai pemberi aksi atau
penerima aksi. Sebaliknya siswa, bisa pula sebagai pemberi
aksi. Dialog akan terjadi antara guru dengan siswa; dan (3)
komunikasi sebagai transaksi (komunikasi multi arah) yaitu

6
Robbins, James G. and Barbara S. Jones, Effective Communication
(Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1986), hal. 215.

183
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

komunikasi tidak hanya terjadi antara guru dengan siswa,


tetapi juga antara siswa dengan siswa.7 Komunikasi tidak
hanya melibatkan interaksi yang dinamis antara guru
dengan siswa tetapi juga melibatkan interaksi yang dinamis
antara siswa yang satu dengan siswa yang lainnya.
Pembelajaran yang dilakukan diberbagai jenjang
pendidikan, pada umumnya masih menggunakan
pembelajaran model kuliah atau menggunakan metode
ceramah. Untuk mendukung pembelajaran agar menjadi
efektif, penggunaan media pembelajaran berupa media
audiovisual atau media lainnya, merupakan salah satu
kemampuan guru untuk menarik perhatian siswa dalam
mengikuti pembelajaran. Hal itu juga merupakan salah satu
ciri pembelajaran yang efektif. Kemampuan berkomunikasi
dalam pembelajaran mencakup beberapa hal, seperti: pe-
nyajian dan penyampaian materi dengan jelas, kelancaran
dalam berbicara, kemampuan menjelaskan materi abstrak
melalui contoh konkret, kemampuan berbicara dengan baik
(meliputi nada suara, intonasi, ekspresi mimik muka), serta
kemampuan mendengarkan dengan baik. Kemampuan
berkomunikasi yang baik tidak hanya dinilai dari bagaimana
guru menyampaikan penjelasan secara verbal, melainkan
juga dapat dilihat dari tulisan-tulisan hasil karyanya, serta
perangkat pembelajaran yang mudah dilpahami, seperti
silabus maupun rencana pembelajaran. Seorang guru harus
menyadari bahwa peningkatan kemampuan berkomuni-
kasi sangatlah penting, guru cukup pandai dalam hal

7
Friend, Marilyn and Lynn Cook, Interactions: Collaborations Skills
for School Professionals (America: Pearson Education, 2013), hal. 30.

184
Efektivitas Pembelajaran

membaca, mendengarkan, dan menguasai materi tetapi


lemah dalam berkomunikasi dan menulis.8
Kemampuan berkomunikasi yang yang baik
diperlukan diberbagai situasi dan dengan model komunikasi
yang berbeda-beda. Berkomunikasi pada pembelajaran
dikelas besar tentunya berbeda dengan komunikasi pada
pembelajaran kelompok, maupun pembelajaran mandiri
dan pembelajaranjarak jauh dengan menggunakan e-learn-
ing. Seperti halnya dalam pengorganisasin pembelajaran,
maka peserta didiklah yang dipandang mampu mem-
berikan penilaian yang cukup baik, dengan menilai bebera
aspek, yaitu: (1) Apakah volume suara guru bisa diterima
dengan baik; (2) Bagaimana kepercaya dirian guru dalam
menyampaikan materi, apakah menyampaikan materi
dengan percaya diri atau ragu-ragu bahkan gugup; (3)
Apakah guru memberikan contoh-contoh konkret untuk
menjelaskan materi pelajaran yang abstrak; dan (4) Apakah
materi pembelajaran dapat dipahami dengan baik oleh
peserta didik.

D. Membangun Hubungan yang Baik dalam Pembelajaran


Pengalaman belajar yang didapatkan melalui
pembelajaran kolaboratif, pembelajaran berbasis proyek
atau pembelajaran berbasis masalah, atau pembelajaran
degan model lainnya, dapat berjalan dengan efektif apabila
didukung oleh hubungan yang saling mendukung, baik
hubungan antara guru dengan siswa, maupun antarsiswa,

8
Imam Machfudi, Language Literature Teaching (Jember: STAIN
Jember Press, 2013), hal. 5.

185
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

atau hubungan dengan semua pihak yang berkepentingan


dengan proses pendidikan (orang tua, siswa, dan masya-
rakat). Pembelajaran dan pengajaran yang berkualitas
didasarkan pada hubungan yang kuat yang dibangun di
atas rasa saling menghormati dan kepercayaan. Dalam
proses pembelajaran, belajar atau perolehan pengetahuan
juga dapat dilakukan dengan kegiatan saling berbagi ide
antara guru dengan siswa. Leadbeater (2008) menekankan
bahwa peserta didik membutuhkan suatu hubungan yang
akan memotivasi siswa untuk belajar. Memotivasi seseorang
umumnya dilakukan dengan: (1) membangun kepercaya-
an, keyakinan, dan kemampuan; (2) meningkatkan parti-
sipasi; (3) menetapkan tujuan yang akan dicapai melalui
tantangan-tantangan; dan (4) menawarkan hadiah yang
relevan dan pengakuan/pujian.
Individu dapat belajar dengan baik ketika ia didukung
oleh keadaan atau lingkungan yang tepat, yang memotivasi,
terlibat, peduli dan menghargai usaha siswa. Hubungan
seperti itu memberi mereka motivasi untuk berperan aktif,
berpartisipasi dalam pembelajaran dan menciptakan
pengetahuan baru. Menciptakan hubungan yang baik juga
dilakukan guru dengan cara mengenali siswanya sebagai
seorang pribadi/individu, dan juga memberikan pengakuan
kepada siswa. Karena pengakuan terhadap diri seseorang
sangat dibutuhkan siswa yang mencoba membangun iden-
titasnya. Seringkali ketidakpuasan yang timbul karena tidak
ada pengakuan dan perhatian, akan membawa siswa untuk
mencari pengakuan dengan melibatkan diri dalam narkoba,
kejahatan, seks dan geng.

186
Efektivitas Pembelajaran

Hubungan yang baik dalam proses pembelajaran


membuat siswa merasa aman dan dipedulikan. Dukungan
dalam proses pembelajaran dapat berasal dari teman sebaya,
guru, ahli, atau komunitas anggota masyarakat. Mem-
berikan dukungan dapat dilakukan dengan memperli-
hatkan perhatian, kepekaan, memberikan bantuan ketika
orang lain membutuhkan, menjadi responsif, mengerti apa
yang mereka butuhkan, dan menghormati individu sebagai
individu.

E. Antusiasme Pembelajar dan Pemahaman Materi dalam


Pembelajaran
Guru merupakan komponen penting dalam proses
pembelajaran. Dan kompetensi guru dalam pembelajaran
juga menentukan kualitas dan efektivitas dalam pem-
belajaran. Secara umum kompetensi guru dibagi menjadi
empat yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian,
kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Kompetensi
profesional, khususnya pada penguasaan materi pelajaran
merupakan hal penting dalam keberhasilan dan pencapaian
pembelajaran. Penguasaan materi pelajaran akan memu-
dahkan guru dalam mengorganisasikan materi pelajaran.
Dengan penguasaan materi pelajaran, guuru juga dapat
mengidentifikasi jenis-jenis materi seperti materi fakta,
materi konsep, materi prinsip, materi prosedur dan materi
yang bermuatan sikap. Guru yang menguasai materi dapat
menyederhanakan materi yang sulit, menyampaikan dari
konsep umum ke contoh konkret, dan sebaliknya dari
contoh ke konsep besar.

187
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Guru yang menguasai materi pelajaran berarti juga


memahami struktur pengetahuan yang harus dipelajari
siswa. Penguasaan materi pelajaran juga dapat memberikan
bekal bagi guru untuk menentukan materi mana yang harus
disampaikan terlebih dahulu. Guru juga harus mengetahui
materi-materi yang menjadi materi prasyarat bagi materi
lainnya dan materi yang tidak membutuhkan materi pra-
syarat. Penguasaan materi pembelajaran juga dapat mem-
bantu guru dalam memilih metode serta media pembela-
jaran yang tepat untuk setiap materi.
Bagi seorang guru atau pendidik, menguasai materi
pelajaran merupakan suatu keharusan, penguasaan materi
pembelajaran ini digunakan guru untuk mengorganisasi-
kan materi pelajaran secara sistematis. Seorang guru yang
baik harus mampu menghubungkan materi pelajaran
dengan pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki siswa.9
Guru juga harus mampu membuat keterkaitan antara
materi pelajaran dengan perkembangan pengetahuan serta
dapat mengambil pelajaran dari hasil-hasil penelitian yang
telah ada.
Guru yang mampu memahami materi pelajaran tidak
cukup hanya dengan menguasai materi saja, melainkan juga
harus memiliki kemampuan dalam pemilihan buku bacaan,
menentukan dan menyajikan topik bahasan, serta membuat
ikhtisar juga bagian dari indikator guru dalam memahami
materi. Pemahaman materi pelajaran akan menjadi ber-

9
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu
Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar (Bandung: CV Alfabeta,
2005), hal. 87.

188
Efektivitas Pembelajaran

makna jika dibarengi dengan semangat dalam melaksana-


kan proses pembelajaran dan membagi ilmu yang dimiliki
kepada peserta didik. Inilah yang disebut sebagai antusiasme
dalam pembelajaran. Guru tidak pelit dalam memberikan
ilmu kepada peserta didiknya. Antusiasme guru dalam
pembelajaran juga dapat menciptakan guru yang inspiratif,
yaitu guru yang mampu membuat siswa mencintai ilmu
pengetahuan dan guru yang mampu menciptakan interaksi
emosional dengan siswanya.
Penguasaan materi pelajaran dapat dinilai oleh sesama
pendidik yang mengampu mata pelajaran yang sama.
Dalam hal ini, peserta didik tidak cukup baik dalam menilai
penguasaan guru terhadap materi pelajaran. Meskipun
demikian, guru dapat menilai kemampuan guru dengan
cara memberikan pertanyaan-pertanyaan sulit atau dengan
mengamati berbagai pandangan yang diungkapkan oleh
beberapa guru. Untuk antusiasme guru dalam pembe-
lajaran, dapat dilihat dari sikap guru dalam memberikan
ilmu-ilmunya, apakah dengan sikap yang bahagia atau
dengan sikap yang setengah-setengah.

F. Sikap Positif terhadap Peserta Didik


Sekolah sebagai salah satu lembaga pendidikan for-
mal yang menyelenggarakan pembelajaran, dalam proses-
nya menuntut adanya kemampuan yang garus dimiliki
guru dan peserta didik khususnya, sehinggan perkem-
bangan peserta didik dapat berjalan dan menghasilkan hasil
yang optimal. Meskipun demikian, terdapat masalah yang
seringkali ditemui dalam proses pembelajaran seperti

189
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

adanya peserta didik yang mengalami kesulitan belajar


sehingga prestasi belajarnya masih kurang memenuhi stan-
dard yang sudah ditetapkan. Kondisi tersebut disebabkan
karena adanya kesulitan belajar yang dialami siswa.
Kesulitan belajar dapat didefinisikan sebagai kondisi dimana
peserta didik mengalami sejumlah hambatan-hambatan
dalam proses belajarnya yang berdampak pada rendahnya
hasil belajar siswa. Kesulitan belajar ini disebabkan oleh
beberapa faktor baik faktor internal dalam diri siswa yang
terdiri dari kemampuan inteletual, kondisi fisik dan psikis
serta faktor eksternal di luar diri siswa seperti kondisi sosial
dan keluarga. Untuk mengatasi kesulitan belajar siswa guru
sebagai pendidik dan pembimbing siswa di sekolah, sangat
penting untuk melakukan identifikasi hambatan-hambatan
yang menyebabkan siswa sulit belajar.
Mengidentifikasi kesulitan belajar berarti identifikasi
kebutuhan-kebutuhan belajar peserta didik. Hal ini dilaku-
kan agar kebutuha siswa dapat terpenuhi yang akan ber-
dampak pada proses pembelajaran yang optimal. Kesulitan
belajar atau tidak terpenuhinya kebutuhan belajar inilah
yang berdampak pada masalah atau hambatan yang dialami
siswa. Beberapa hal yang menjadi kebutuhan peserta didik
antara lain: (1) kebutuhan fisik, (2) kebutuhan secara
psikologi dan emosional (3) kebutuhan terhadap penerimaan
diri (self acceptance), (4) kebutuhan untuk dihargai, dipahami,
dan dicintai oleh orang lain, (5) kebutuhan utnuk mengerti
sebuah tanggung jawab, (6) kebutuhan untuk bebas (devel-
opment of independence), (7) kebutuhan untuk mengelola rasa
takut dan bersalah, dan (8) kebutuhan untuk menyikapi

190
Efektivitas Pembelajaran

kenyataan (ability of face reality).10 Jenis-jenis kesulitan


belajar siswa dibedakan menjadi empat yaitu kesulitan
belajar akademis, kesulitan dalam memahami simbol-
simbol, kesulitan untuk mengulang kembali apa yang sudah
dipelajari, dan kesulitan yang berasal dari sosio-emosional
siswa.
Beberapa kesulitan belajar dapat terpenuhi dengan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan peserta didik. Hal itu
dapat dilakukan ketika guru mampu menunjukkan sikap
positifnya terhadap peserta didik. Sikap positif guru terhadap
peserta didik ditandai oleh beberapa hal, antara lain: apakah
seorang guru bersedia memberikan bantuan ketika peserta
didiknya mengalami kesulitan; apakah guru senantiasa
memotivasi peserta didiknya untuk mengajukan pertanyaan
atau pendapat; apakah guru dapat berkomunikasi dengan
peserta didiknya di luar kelas atau di luar sekolah; dan
apakah seorang guru memiliki kepedulian terhadap apa
yang sedang dipelajari oleh siswanya. Sikap positif ini dapat
ditunjukkan guru agar siswa merasa dipedulikan dan diper-
hatikan serta menjadi prioritas guru. Setiap guru memiliki
cara yang berbeda-beda dalam mengaplikasikan sikap
positif ini, baik di kelas yang besar maupun kelas kecil.
Dalam kelas kecil, guru dapat memberikan perhatian secara
individual, sedangkan perhatian guru pada kelas besar dapat
dilakukan secara berkelompok dengan membantu kesulitan-
kesulitan yang dialami kelompok tersebut. Selain itu, guru
juga dapat menunjukkan sikap positifnya melalui pem-

10
Ohlsen, Merle M, Guidance Service in Modern School (New York:
Harcort Brace Javanovich, 2004), hal. 54.

191
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

berian layanan informasi tentang cara belajar yang efektif,


pemberian pembelajaran remedial dan pengayaan dan juga
dengan melakukan bimbingan konseling secara individu (in-
dividual counseling).
Sikap positif terhadap peserta didik seringkali diartikan
sebagai bentuk memanjakan peserta didik. Pandangan
seperti muncul karena ketika siswa selalu diberikan bantuan
dalam memecahkan suatu persoalan, hal inilah yang
membuat siswa tidak mandiri. Prinsip pemberian bantuan
belajar kepada peserta didik harus diberikan ketika siswa
sudah melakukan usaha namun kurang memberikan hasil
yang optimal, bukan pada saat siswa sedang melakukan
usaha. Bantuan yang diberikanpun bukan berupa bantuan
yang berupa hasil, melainkan bantuan berupa pemberian
saran bagi solusi sebuah persoalan, memberikan motivasi
dan semangat, serta bentuk bantuan lainnya yang tidak
mematikan semangat peserta didik dalam menyelesaikan
permasalahan.
Memberikan motivasi bagi siswa merupakan hal yang
harus dilakukan guru. Memberikan motivasi yang benar-
benar masuk kedalam diri siswa bukanlah hal mudah bagi
guru. Memberikan motivasi adalah sebuah tantangan bagi
guru atau pendidik untuk mengajak siswanya dapat men-
cintai dan menggali ilmu pengetahuan. Untuk memberikan
motivasi yang bermakna bagi siswa guru dapat dilakukan
dengan cara menciptakan lingkungan yang mendukung
dan positif serta serta menciptakan sebuah tantangan bagi
siswa. Menciptakan lingkungan yang mendukung dan
positif dapat dilakukan dengan cara: (1) memahami bahwa

192
Efektivitas Pembelajaran

pemberian motivasi adalah hal yang menantang untuk


membuat siswa selalu berpikir, bekerja keras, dan menjadi
individu yang bisa dibanggakan; (2) membuat kesan yang
positif bagi siswa dengan cara menjadi pribadi yang ber-
semangat, berpenampilan menarik, dan menyuarakan pen-
dapat; (3) guru harus bekerja lebih keras dari tuntutannya
sebagai guru; (4) menawarkan informasi tambahan terkait
mata pelajaran yang dipelajari; (5) memberikan tugas yang
memaksa sisw auntuk berpikir diluar kebiasaan (out of the
box); (6) memiliki sense of humor yang baik; (7) menunjukkan
kepada siswa bahwa gurunya adalah seorang yang ahli
dibidangnya; (8) memperhatikan kebutuhan siswa yang
membutuhkan prhatian lebih dari yang lain; (9) meminta
siswa untuk membagi pendapatnya; (10) menciptakan
diskusi kelas yang hidup; (11) mengenali siswa sebelum
memberikan pujian; dan (12) guru harus menunjukkan
kepada siswanya bahwa materi yang sedang dipelajari dapat
memberikan pengaruh pada dunia.
Cara lain yang dapat dilakukan guru untuk memberi-
kan motivasi pada siswa yaitu dengan menciptakan kondisi
yang menantang. Menciptakan sebuah tantangan dapat
dilakukan dengan: (1) menjadikan siswa sebaga “expert”
terhadap topik yang dipelajari; (2) menggunakan pem-
belajaran kelompok; (3) memberikan nilai bagi tugas
tambahan; (4) memberikan pilihan-pilihan untuk siswa; (5)
guru perlu memberikan umpan balik yang bermanfaat bagi
siswa; (6) guru perlu menyampaikan harapan-harapan pada
siswanya; dan (7) menggabungkan berbagai cara mengajar.
Berbagai hal itulah yang dapat dilakukan guru dan mampu

193
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

memberikan dampak positif bagi siswa perkambangan


peserta didik
Beberapa hal yang menjadi catatan dalam memberi-
kan sikap positif pada proses pembelajaran, yaitu peserta
didik seringkali mengharapkan gurunya untuk membantu
lebih banyak pekerjaannya, tetapi sebagai guru, guru
merasa bahwa memberikan bantuan yang terlalu banyak
dan tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menyelesaikan persoalan akan memanjakan siswa. Hal
inilah yang membuat siswa memiliki pandangan bahwa
guru tidak memiliki sikap positif terhadap peserta didik.

G. Melakukan Evaluasi dan Memberikan Nilai secara


Adil
Penilaian merupakan istilah umum yang mencakup
semua metode yang biasa digunakan untuk menilai kinerja
peserta didik dalam pembelajaran. Salah satu tahap penting
dalam proses penilaian adalah pengumpulan informasi.
Pengumpulan informasi ini akan dijadikan guru sebagai
pengukuran dalam melakukan penilaian terhadap peserta
didik. Dalam penilaian pendidikan, informasi yang di-
kumpulkan merupakan hasil belajar peserta didik baik yang
sifatnya sikap, pengetahuan maupun keterampilan. Pem-
belajaran kontekstual sebagai pembelajaran yang tidak
hanya mengajarkan hal-hal yang mendukung pencapaian
kognitif saja, tetapi juga semua aspek dalam diri siswa yaitu
aspek penguasaan pengetahuan, cara melakukan sutau
aktivitas, dan yang terpenting adalah aspek sikap yang
menghiasi seluruh aspek kehidupan siswa.

194
Efektivitas Pembelajaran

Proses pembelajaran sebagai sebuah proses yang akan


membuahkan hasil belajar, hasil belajar inilah yang menjadi
objek evaluasi. Peserta didik sebagai bagian dari komponen
penting dalam pembelajaran, perlu diberitahukan bagai-
mana dan apa yang akan dievaluasi pada saat proses dan
akhir pembelajaran. Misalnya evaluasi yang dilaksanakan
berupa tes formatif, tes sumatif, tes lisan, ujian praktek,
keaktifan dalam pembelajaran, dan hasil karya siswa.
Untuk menilai keseluruhan aspek penilaian, guru tidak
cukup hanya menilai dengan menggunakan tes tulis
maupun tes lisan saja. Karena, potensi peserta didik tidak
terbatas pada aspek intelektualitas saja melainkan juga aspek
sikap dan keterampilan. Dan untuk menilai aspek penge-
tahuan, aspek sikap dan aspek keterampilan (psikomotorik)
diperlukan penilaian yang menyeluruh yaitu dengan
menggunakan penilaian autentik. Penilaian autentik itu
tidak terbatas pada penilaian yang dilakukan diakhir pem-
belajaran. Melainkan juga dilakukan selama proses pem-
belajaran berlangsung. Kunandar11 menjelaskan bahwa
penilaian autentik merupakan kegiatan menilai peserta didik
yang menekankan pada apa yang seharusnya dinilai, baik
proses maupun hasil dengan berbagai instrumen penilaian
yang disesuaikan dengan tuntutan kompetensi yang ada.
Penilaian autentik yang dilakukan untuk ketiga ranah
(kognitif, afektif, dan psikomotorik), masing-masing
memiliki teknik yang berbeda-beda. Ranah afektif adalah
ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Penilaian

11
Kunandar, Penilaian Autentik: Penilaian Hasil Belajar Peserta Didik
Berdasarkan Kurikulum 2013 (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), hal. 35.

195
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

kompetensi sikap adalah penilaian yang dialakukan guru


untuk mengukur tingkat pencapaian kompetensi sikap dari
peserta didik. Pendidik melakukan penilaian kompetensi
sikap melalui observasi, penilaian diri, penilaian antar teman
oleh peserta didik, jurnal dan wawancara. Instrumen yang
digunakan untuk observasi, penilaian diri dan penilaian
antar peserta didik adalah daftar cek atau skala penilaian
(rating scale) yang disertai rubrik, sedangkan jurnal berupa
catatan pendidik dan wawancara dengan menggunakan
daftar pertanyaan berkaitan dengan aspek sikap apa saja
yang menjadi objek penilaian guru.12 Untuk penilaian pada
aspek kognitif dapat menggunakan beberapa teknik yaitu
tes tulis, tes lisan, dan penugasan. Sementara itu, penilaian
pada ranah psikomotorik dapat dilakukan dengan meng-
gunakan penilaian kinerja seperti tes praktik, proyek,
produk dan penilaian portofolio.
Soal, pertanyaan, atau kisi-kisi yang menjadi aspek
penilaian harus disesuaikan dengan materi yang diajarkan
dan diterima oleh siswa dalam proses pembelajaran, itulah
yang dinamakan prinsip keadilan dalam melakukan
evaluasi. Oleh karena itu, sebelum melakukan penilaian,
guru harus melakukan tiga hal yaitu: menetapkan indikator
pencapaian hasil belajar, memetakan kompetensi yang akan
dinilai dan teknik penilaian, serta menyusun instrumen
penilaian. Prinsip keadilan dalam evaluasi pembelajaran
juga dapat tercermin dari konsistensi pencapaian tujuan
pembelajaran, aktivitas atau kegiatan yang dilakukan

12
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada,2005), hal. 76.

196
Efektivitas Pembelajaran

peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran itu, serta


sikap jujur yang ditampilkan peserta didik. Selain itu,
memberikan umpan balik bagi pekerjaan siswa juga bagian
dari keadilan dalam pelaksanaan evaluasi.
Prinsip keadilan yang dilakukan dalam evaluasi
pembelajaran seringkali mengalami beberapa kendala.
Seringkali seorang guru memberikan nilai 90 atau nilai di
atas rata-rata minimal kepada peserta didik yang tidak
berhak mendapatkan nilai tersebut, hal itu dilakukan guru
karena ia ingin mendapatkan penilaian yang bagus dari
atasan dalam pencapaian pembelajaran. Selain itu, dalam
melakukan penilaian, guru atau pendidik juga melibatkan
perasaan pribadinya terhadap peserta didik yang ber-
sangkutan, rasa senang atau tidak senang terhadap siswa
juga turut mempengaruhi objektivitas dalam memberikan
nilai. Penilaian yang dipandang lebih objektif dapat
dilakukan dengan menggunakan penilaian teman sejawat.
Untuk menilai keadalilan dalam memberikan penilaian,
seorang atasan dapat bertanya kepada peserta didik.
Namun, hal ini harus dilakukan secara hati-hati karena
peserta didik juga tidak selalu bersikap objektif terhadap
gurunya.

H. Fleksibilitas dan Penguasaan terhadap Pendekatan


Pembelajaran
Fleksibilitas dalam pembelajaran dapat diartikan
sebagai pelaksanaan proses pembelajaran yang mampu
menyesuaikan dengan kondisi yang ada. Fleksibilitas dalam
pembelajaran ini tidak hanya terbatas pada penggunaan

197
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

metode pembelajaran yang bervariasi, namun juga pada


hal-hal lainnya. Kemampuan memberikan pembelajaran
yang fleksibel harus dimiliki, direncanakan dan diterapkan
oleh guru, karena seringkali apa yang dipikirkan dan di-
inginkan guru pada saat pelaksanaan pembelajaran tidak
dapat dilakukan dengan baik. Dengan demikian guru harus
memiliki segudang alternatif untuk mengatasi keadaan
tersebut. Karena siswa bukanlah robot yang harus diatur
secara ketat proses belajaranya, siswa harus diberikan
kebebasan dalam belajar.
Rencana pembelajaran yang dibuat oleh guru sebelum
pembelajaran berlangsung hanya berisi perkiraan-
perkiraan kondisi pembelajaran yang riil yang dapat di-
lakukan di dalam dan di luar kelas. Namun, dalam pelak-
sanaannya, gru harus siap terhadap kemungkinan-
kemungkinan perubahan situasi pembelajaran pada saat
itu. Oleh karena itu rencana pembelajaran bukanlah
rancangan yang akan diimplementasikan sepenuhnya,
melainkan sebuah perkiraan yang masih terdapat
kemungkinan perubahan. Rencana pembelajaran yang
sama, ketika diterapkan di kelas yang berbeda dengan
tingkatan yang sama, belum tentu pelaksanaannya sama,
karena setiap kelas memiliki situasi dan karakteristik
pembelajaran yang berbeda.
Kemampuan menyesuaikan pembelajaran atau
fleksibilatas dalam pembelajaran penting dimiliki oleh guru.
Berkaiatan kondisi sekolah, tentunya sekolah yang memiliki
fasilitas lengkap dan fasilitas yang kurang lengkap nerneda
dalam hal pembelajarannya. Bagi guru yang terbiasa

198
Efektivitas Pembelajaran

mengajar disekolah dengan fasilitas lengkap tentunya tidak


banyak mengalami masalah atau kendala. Sementara itu,
bagi guru yang mengajar disekolah yang memiliki keku-
rangan dalam hal media dan alat pembelajaran, guru perlu
memiliki kemampuan dalam memikirkan altrnatif-alternatif
pengganti media atau alat pembelajaran tersebut. keter-
batasan media dan alat pembelajaran tersebut tidak seharus-
nya menajadi alasan bagi guru untuk tidak meningkatkan
kualitas pembelajaran sebagaimana sekolah-sekolah lainnya.
Disinilah kemampuan guru untuk mencari bahan pengganti
yang ada disekitar lingkungan sekolah, seperti gambar, kardus
atau barang bekas lainnya yang masih layak untuk digunakan.
Pendekatan pembelajaran yang diterapkan guru dalam
pembelajaran harus dilakukan secara fleksibel (tidak kaku)
dan bervariasi. Dengan menggunakan pendekatan
pembelajaran yang bervariasi merupakan cerminan dari
semangat dan antusiasme dalam mengajar. Penggunaan
pendekatan atau metode pembelajaran yang bervariasi
dapat mengantarkan siswa untuk mencapai tujuan pem-
belajaran. Karena bagaimanapun, siswa memiliki latar
belakang, karakter, dan kemampuan yang berbeda-beda.
Misalnya metode demonstarasi cocok digunakan untuk jenis
materi prosedur, sedangkan ceramah dapat digunakan pada
materi jenis fakta. Penggunaan media pembelajaran juga
bermanfaat dalam membantu siswa mencerna materi
pelajaran. Selain itu, fleksibilitas dalam pembelajaran juga
ditandai dengan memberikan kesempatan waktu kepada
mahasiswa yang memiliki kemampuan berbeda dari yang
lainnya.

199
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Penggunaan pendekatan pembelajaran harus


mempertimbangkan beberapa hal seperti karakteristik
peserta didik, karakteristik mata pelajaran, dan hambatan
pembelajaran. Karakteristik mata pelajaran yang berbeda
membutuhkan pendekatan yang berbeda pula. Adanya
evaluasi penggunaan pendekatan pembelajaran yang rutin
akan menghasilkan fleksibilitas dalam penggunaan pen-
dekatan pembelajaran. Adanya umpan balik yang membawa
pada perbaikan pembelajaran akan meningkatkan efekti-
vitas pembelajaran secara berkelanjutan.
Penggunaan pendekatan pembelajaran yang fleksibel
juga harus mempertimbangkan situasi dan keadaan pada
saat pembelajaran berlangsung. Pendekatan pembelajaran
harus digunakan secara situasional. Bagi seorang guru,
penting untuk melakukan analisis situasi dan kondisi secara
terus menerus selama proses pembelajaran. Penggunaan
pendekatan pembelajaran yang fleksibel hanya dapat dinilai
oleh guru dan siswa yang mengikuti proses pembelajaran.
Prinsip membuat hubungan yang bermakna antara
proses/materi pembelajaran dengan konteks kehidupan
nyata perlu dilakukan oleh guru sehingga siswa berkeya-
kinan bahwa belajar merupakan aspek yang esensial bagi
kehidupan dimasa yang akan datang.13 Bekerja sama (col-
laborating) untuk membantu siswa belajar secara efektif
dalam kelompok, membantu siswa untuk berinteraksi dengan
orang lain, saling mengemukakan gagasan, saling men-

13
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran untuk Membantu
Memecahkan Problematika Belajar dan Mengajar (Bandung: CV Alfabeta,
2005), hal. 164.

200
Efektivitas Pembelajaran

dengarkan untuk menemukan solusi persoalan, mengum-


pulkan data, mengolah data, dan menentukan alternatif
pemecahan masalah serta meyatukan berbagai pengalaman
dari masing-masing siswa untuk mencapai standar hasil
belajar yang sudah ditetapkan oleh guru.14

I. Membuat Keterkaitan dengan Pengalaman Dunia


Nyata
Kegiatan belajar harus dirancang untuk menghubung-
kan pengalaman siswa ke dunia nyata. Ketika siswa menya-
dari hubungan antara apa yang mereka pelajari dan
kehidupan nyata, motivasi belajar siswa akan meningkat.
Pengalaman siswa di sekolah berbeda secara mencolok dari
kehidupan mereka di luar sekolah. Penggunaan konteks
dunia nyata adalah komponen kunci pembelajaran modern,
sehingga siswa dapat mengetahui manfaat apa yang di-
peroleh dari suatu materu untuk kehidupan sehari-harinya.
Pembelajaran bukan transformasi pengetahuan dari
guru kepada siswa dengan menghafal sejumlah konsep-
konsep yang sepertinya terlepas dari kehidupan nyara, akan
tetapi lebih ditekankan pada upaya menfasilitasi siswa untuk
mencari kemampuan dan makna dari apa yang dipelajari.
Dengan demikian, pembelajaran akan lebih bermakna,
sekolah lebih dekat dengan lingkungan masyarakat (bukan
dekat secara fisik), akan tetapi secara fungsional apa yang
dipelajari di sekolah senantiasa bersentuhan dengan situasi

14
Muijs, Daniel dan David Reynolds, Effective Teaching: Teori dan
Aplikasi, Terjemahan oleh Helly Prajitno Soutjipto dan Sri Mulyantini
Soetjipto (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 82.

201
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

dan permasalahan kehidupan yang terjadi di lingkungan


(keluarga dan masyarakat). Belajar dengan melakukan dan
menghubungkan dengan dunia nyata memberikan efek
yang lebih bermakna kepada peserta didik daripada belajar
hanya dengan cara mendengarkan.

J. Hasil Belajar Peserta Didik yang Bagus


Hasil belajar merupakan sebuah pernyataan yang
berisikan sejumlah kompetensi yang harus dikuasai siswa
yang terdiri dari pengetahuan, pemahaman dan kemam-
puan untuk mmendemonstrasikan suatu perbuatan setelah
menyelesaikan proses pembelajaran.15 Hasil belajar juga
dapat disebut sebagai perubahan tingkah laku yang di-
tunjukkan peserta didik setelah mengikuti proses pem-
belajaran. Perubahan tingkah laku sebagai hasil dari proses
pembelajaran dipengaruhi oleh banyak hak bukan semata-
mata dari hasil kerja keras guru dalam melakukan kegiatan
mengajar. Beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar
siswa yaitu (1) kesehatan fisik dan psikis peserta didik, (2)
kecerdasan dan bakat yang dimiliki siswa, (3) minat dan
motivasi belajar siswa, (4) gaya belajar siswa, (5) faktor
keluarga yang memberikan dukungan dalam hal motivasi
dan materi, (6) sekolah, yang didalamnya terdapat guru
yang selalu berinteraksi dengan siswa, (7) faktor masyarakat,
dimana siswa banyak menghabiskan waktunya setelah
keluar dari lingkungan sekolah, dan masyarakat inilah yang
banyak berperan dalam pembentukan moral siswa.
15
Kennedy, Declan, Writing and Using Learning Outcomes: A
Practical Guide. University College Cork: National Development Plan,
2007, hal.21.

202
Efektivitas Pembelajaran

Apa yang menjadi hasil belajar peserta didik tidak


semuanya berasal dari aktivitas guru ketika mengajar.
Artinya hasil belajar yang didapatkan siswa merupakan
kombinasi dari beberapa faktor. Kemampuan dan motivasi
belajar yang dimiliki peserta didik juga memiliki andil
dalam keberhasilan belajar siswa. Beberapa peserta didik
dalam belajar secara mandiri, tanpa harus menerima pem-
belajaran di sekolah terlebih dahulu. Meskipun demikian,
proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru dan kegiatan
belajar yang dilakukan oleh siswa merupakan proses yang
sulit dipisahkan. Dalam proses pembelajaran, hasil belajar
siswa dapat dibagi menjadi tiga domain yaitu hasil belajar
domain kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Ranah kognitif berkaitan dengan kemampuan
intelektual seseorang. Hasil belajar kognitif melibatkan siswa
kedalam proses berpikir seperti menginggat, memahami,
menerapkan, menganalisa sintesis dan evaluasi. Sedangkan
ranah afektif berkaitan dengan kemampuan yang berkena-
an dengan sikap, nilai perasaan dan emosi. Tingkatan-
tingkatannya aspek ini dimulai dari yang sederhana sampai
kepada tingkatan yang kompleks, yaitu penerimaan,
penanggapan penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi
nilai. Sementara ranah psikomotor berkaitan dengan ke-
mampuan yang menyangkut gerakan-gerakan otot. Ting-
katan-tingkatan aspek ini, yaitu gerakan refleks keteram-
pilan pada gerak dasar kemampuan perseptual, kemampu-
an dibidang pisik, gerakan-gerakan skil mulai dari
keterampilan sederhana sampai kepada keterampilan yang
kompleks dan kemampuan yang berkenaan dengan non

203
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

discursive komunikasi seperti gerakan ekspresif dan inter-


pretative.16
Hasil belajar memiliki peran penting dalam proses
pembelajaran, yaitu untuk mengetahui sebatas mana peserta
didik mampu mengetahui dan mengamalkan apa yang
telah dipelajarinya. Efektivitas pembelajaran yang berkaitan
dengan hasil belajar yaitu kesesuaian tujuan pembelajaran
dengan hasil belajar yang ditunjukkan siswa. Hasil berlajar
merupukan tujuan utama yang ingin dicapai dalam kegiatan
pembelajaran.

16
Anderson, Lorin W. dan David R. Krathwohl, A Taxonomy for
learning, Teaching, and assessing: A Revision Of Bloom s Taxonomy of
educational objectives, abridged edition. Terjemahan oleh Agung
Prihantoro, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015, hal. 90.

204
BAB X
PRESTASI BELAJAR

Prestasi belajar merupakan hasil yang ditunjukkan


siswa setelah melakukan proses belajar mengajar. Prestasi
belajar biasanya ditunjukkan dengan angka dan nilai
sebagai laporan hasil belajar peserta didik kepada orang
tuanya. Jika prestasi belajar rendah maka dapat diambil
kesimpulan bahwa anak tersebut bodoh. Akan tetapi, hal
itu merupakan kesimpulan sementara yang salah.
Prestasi belajar siswa yang rendah belum tentu menun-
jukkan bahwa peserta didik tersebut bodoh atau mempu-
nyai IQ rendah. Banyak faktor yang mempengaruhi ren-
dahnya prestasi belajar siswa tersebut, baik faktor ekstern
maupun faktor intern. Maka dari itu, seorang pendidik baik
yang ada di rumah maupun di sekolah, jangan selalu me-
nyalahkan siswa atau peserta didik. Karena mereka
mungkin terkekang dengan adanya sistem yang membuat
mereka mempunyai prestasi jelek. Kalau seseorang yang
bijak, mestinya mempelajari sistem tersebut dan memper-
baikinya bukan malah mencari kambing hitamnya. Maka
dari itu, dalam bab ini penulis akan mengupas tuntas prestasi
belajar dan faktor yang mempengaruhinya.

205
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

A. Pengertian Prestasi Belajar


Prestasi belajar merupakan gabungan dari dua kata,
yaitu prestasi dan belajar. Yang mana pada setiap kata ter-
sebut memiliki makna tersendiri. Dalam kamus besar
bahasa Indonesia, prestasi adalah hasil yang telah dicapai
(dari yang telah dilakukan, dikerjakan, dan sebagainya).1
Prestasi dapat diartikan sebagai hasil yang diperoleh karena
adanya aktivitas belajar yang telah dilakukan.2 Sedangkan
menurut Djamarah, prestasi adalah hasil dari suatu kegiatan
yang telah dikerjakan, diciptakan baik secara individual
maupun kelompok.3 Dari uraian di atas dapat diambil
kesimpulan bahwa prestasi adalah suatu hasil yang telah
diperoleh atau dicapai dari aktivitas yang telah dilakukan
atau dikerjakan.
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.4 Belajar
merupakan perubahan tingkah laku atau penampilan, dengan
serangkaian kegiatan, misalnya dengan membaca, menga-
mati, mendengarkan, meniru dan lain sebagainya.5 Belajar

1
DEPDIKBUD, Kamus Besar, hal. 220. Hoetomo, Kamus Lengkap
Bahasa Indonesia (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), hal. 390.
2
Ridwan “Ketercapaian Prestasi Belajar ” dalam http://
ridwan.wordpress.com/ketercapaianprestasibelajar/ diakses 25
maret 2009.
3
Saiful Bahri Djamarah, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru
(Surabaya: Usaha Nasional, 1994),hal. 19.
4
Slameto,Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya (Jakarta: PT
Rineka Cipta, 2003), hal. 2.
5
Sardiman, Interaksi, Motivasi, hal. 20.

206
Prestasi Belajar

diartikan sebagai proses perubahan tingkah laku pada diri


individu berkat adanya interaksi antara individu dan
individu dengan lingkungannya.6
Berdasarkan definisi di atas, maka dapat dijelaskan
pengertian prestasi belajar adalah hasil yang telah dicapai
dari suatu kegiatan yang berupa perubahan tingkah laku
yang dialami oleh subyek belajar didalam suatu interaksi
dengan lingkungannya. Sutratinah Tirtonegoro menya-
takan bahwa:
Prestasi belajar adalah penilaian hasil usaha kegiatan
belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf
maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang
sudah dicapai oleh setiap anak dalam periode tertentu.7
Sedangkan menurut Tohirin, prestasi belajar adalah apa
yang dicapai oleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar.8
Dengan mengetahui prestasi belajar siswa dapat diketahui
kedudukan anak dalam kelas, apakah anak itu termasuk
kelompok anak yang pandai, sedang atau kurang. Prestasi
belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan
sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyata-
kan dalam bentuk nilai atau raport setiap bidang studi
setelah mengalami proses belajar mengajar.

6
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, hal. 5.
7
Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supranormal dan Program
Pendidikannya (Jakarta: Bumi Aksara, 2001), hal. 43.
8
Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam: Berbasis
Integrasi dan Kompetensi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006),
hal. 151.

207
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

B. Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar


Pencapaian prestasi yang baik merupakan usaha yang
tidak mudah, karena prestasi belajar dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Dalam pendidikan formal, guru sebagai
pendidik harus dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar siswa tersebut, karena sangat
penting untuk dapat membantu siswa dalam rangka
pencapaian prestasi belajar yang diharapkan.
Untuk mencapai prestasi belajar siswa sebagaimana
yang diharapkan, maka perlu diperhatikan beberapa faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar. Menurut Slameto
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu:
a. Faktor internal terdiri dari:
1) Faktor jasmaniah
2) Faktor psikologis

b. Faktor eksternal terdiri dari:


1) Faktor keluarga
2) Faktor sekolah
3) Faktor masyarakat.9

Menurut Dalyono faktor-faktor yang mempengaruhi


pencapaian hasil belajar adalah sebagai berikut:
a. Faktor internal (faktor yang berasal dari dalam
diri)
1) Kesehatan
2) Intelegensi dan bakat
3) Minat dan motivasi

9
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor, hal. 54.

208
Prestasi Belajar

4) Cara belajar

b. Faktor eskternal (faktor yang berasal dari luar diri)


1) Keluarga
2) Sekolah
3) Masyarakat
4) Lingkungan sekitar.10

Menurut Syah faktor-faktor yang mempengaruhi


belajar siswa yaitu:
a. Faktor internal meliputi dua aspek yaitu
1) Aspek fisiologis
2) Aspek psikologis
b. Faktor eksternal meliputi:
1) Faktor lingkungan sosial
2) Faktor lingkungan non sosial.11

Menurut Merson U. Sangalang dalam Tu’u faktor-


faktor yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam
mencapai hasil belajar yang baik terdiri dari:

a. Faktor internal meliputi:


1) Faktor kecerdasan
2) Faktor bakat
3) Faktor minat dan perhatian
4) Faktor kesehatan
5) Faktor cara belajar
10
Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1997),
hal. 55.
11
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: Bumi Aksara, 2001),
hal. 132.

209
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

b. Faktor eksternal meliputi:


1) Faktor lingkungan keluarga
2) Faktor pergaulan
3) Faktor sekolah
4) Faktor sarana pendukung belajar.12

a. Faktor yang berasal dari dalam diri siswa


Faktor yang berasal dari dalam diri siswa terdiri dari:
1) Faktor jasmaniah (fisiologis)
Faktor jasmaniah ini adalah berkaitan dengan kondisi
pada organ-organ tubuh manusia yang berpengaruh
pada kesehatan manusia. Siswa yang memiliki ke-
lainan, seperti cacat tubuh, kelainan fungsi kelenjar
tubuh yang membawa kelainan tingkah laku dan
kelainan pada indra, terutama indra penglihatan dan
pendengaran akan sulit menyerap informasi yang
diberikan guru didalam kelas. Hal ini seperti yang
diungkapkan Muhibbin Syah, bahwa:
Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat
kesehatan indra pendengar dan indra penglihat juga
sangat mempengaruhi kemampuan siswa dalam
menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya
yang disajikan di kelas.13

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kesehatan


dan kebugaran tubuh sangat berpengaruh terhadap

12
Tu’u Tulus, Peran Disiplin pada Perilaku dan Prestasi Siswa
(Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004), hal. 78.
13
Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2006), hal. 145-146.

210
Prestasi Belajar

prestasi belajar siswa di dalam kelas. Maka dari itu,


hendaklah siswa atau peserta didik menjaga kebugaran
tubuhnya masing-masing dengan membiasakan
hidup bersih dan mengkomsumsi sesuatu yang
menyehatkan.

2) Faktor psikologis
Faktor psikologis yang mempengaruhi prestasi belajar
adalah faktor yang berasal dari sifat bawaan siswa dari
lahir maupun dari apa yang telah diperoleh dari
belajar ini. Adapun faktor yang tercakup dalam faktor
psikologis, yaitu:
a) Intelegensi atau kecerdasan
Kecerdasan adalah kemampuan belajar disertai
kecakapan untuk menyesuaikan diri dengan ke-
adaan yang dihadapinya.14 Intelegensi adalah ke-
cakapan yang terdiri dari 3 jenis, yaitu kecakapan
untuk menghadapi dan menyesuaikan ke dalam
situasi yang baru dengan cepat dan efektif, menge-
tahui atau menggunakan konsep-konsep yang
abstrak secara efektif, mengetahui relasi dan
mempelajarinya dengan cepat.15
Intelegensi merupakan salah satu aspek yang
penting dan sangat menentukan berhasil tidaknya
seorang anak dalam belajar, manakala anak me-
miliki intelegensi yang normal, tetapi prestasi

14
Ridwan “Ketercapaian Prestasi Belajar” dalam http://ridwan.
wordpress.com/ketercapaianprestasibelajar/ diakses 25 maret 2009.
15
Slameto, Belajar dan Faktor, hal. 56.

211
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

belajarnya sangat rendah sekali. Hal ini tentu


disebabkan oleh hal-hal yang lain, misalnya sering
sakit, tidak pernah belajar di rumah, dan sebagainya.
Kalau anak memiliki intelegensi dibawah normal,
maka sulit baginya untuk bersaing dalam pen-
capaian prestasi tinggi dengan anak yang mempu-
nyai intelegensi normal atau diatas normal. Kepada
anak yang demikian, hendaknya diberi perto-
longan khusus atau pendidikan khusus, seperti
bimbingan dan sebagainya.
Intelegensi yang normal selalu menunjukkan
kecakapan sesuai dengan tingkat perkembangan
sebaya. Adakalanya perkembangan ini ditandai
oleh kemajuan-kemajuan yang berbeda, dari
berbagai anak antara anak satu dengan anak yang
lainnya, sehingga seorang anak pada usia tertentu
memiliki kecerdasan yang lebih tinggi dibanding-
kan dengan kawan sebayanya. Oleh karena itu,
maka jelaslah bahwa faktor intelegensi merupakan
faktor yang sangat berperan dalam menentukan
prestasi belajar.

b) Bakat
Bakat adalah kemampuan untuk belajar dan
kemampuan ini baru akan terealisasi menjadi
kecakapan yang nyata sesudah belajar atau ber-
latih.16 Dari pengertian di atas, jelaslah bahwa
tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang

16
Ibid., hal. 57.

212
Prestasi Belajar

sangat ditentukan oleh bakat yang dimilikinya.


Sehubungan dengan bakat ini dapat mempenga-
ruhi tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-
bidang studi tertentu. Dalam proses belajar, bakat
memegang peranan penting dalam mencapai
suatu hasil akan prestasi yang baik.
Bakat dapat berkembang atau sebaliknya.
Hal ini tergantung pada latihan atau pendidikan
yang diterima. Apabila mendapatkan latihan atau
pendidikan yang cukup memadai, maka bakat
tersebut akan dapat berkembang menjadi ke-
cakapan yang nyata. Sebaliknya apabila bakat
tersebut tidak mendapat latihan atau pendidikan
yang baik, maka bisa jadi bakat akan berkembang
tidak semestinya, bahkan tidak berkembang sama
sekali, sehingga bakat tersebut lenyap begitu saja.

c) Minat dan perhatian


Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan dan mengenang beberapa ke-
giatan.17 Minat adalah perasaan senang atau tidak
senang terhadap suatu obyek.18 Slameto mengutip
pendapat Gazali, mengartikan perhatian adalah
“keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa itu pun
semata-mata tertuju kepada suatu obyek benda
atau hal atau sekumpulan obyek”.19

17
Ibid.
18
Tohirin, Psikologi Perkembangan, hal. 131.
19
Slameto, Belajar dan Faktor, hal. 56.

213
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Minat besar pengaruhnya terhadap belajar


atau kegiatan. Bahkan pelajaran yang menarik
minat siswa akan lebih mudah dipelajari dan
disimpan karena minat menambah kegiatan
belajar. untuk menambah minat seseorang dalam
menerima pelajaran di sekolah, siswa diharapkan
dapat mengembangkan minatnya sendiri. Minat
belajar yang dimiliki siswa merupakan salah satu
faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar-
nya. Apabila seseorang mempunyai minat yang
tinggi terhadap sesuatu hal, maka akan terus
berusaha untuk melakukan, sehingga apa yang
diinginkannya dapat tercapai sesuai dengan
keinginannya.
Untuk dapat belajar dengan baik, seorang
anak harus ada perhatian terhadap materi pelajaran
yang dipelajarinya. Apabila pelajaran yang di-
sajikan tidak menarik, maka timbullah rasa bosan
dan malas untuk belajar, sehingga prestasi dalam
belajarnya menurun.20 Perhatian juga berpenga-
ruh terhadap belajar. untuk dapat menjamin hasil
belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai
perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya. Jika
bahan pelajaran tidak lagi menjadi perhatian
siswa, maka timbullah kebosanan, sehingga ia
tidak lagi suka belajar. Agar siswa dapat belajar
dengan baik, usahakan bahan pelajaran selalu

20
Zahroh, “Diagnosis Kesulitan, hal. 77.

214
Prestasi Belajar

menarik perhatian dengan cara menyesuaikan


pelajaran itu dengan bakatnya.

d) Motivasi siswa.
Dalam pembelajaran, motivasi adalah sesuatu
yang menggerakkan atau mendorong siswa
untuk belajar atau menguasai materi pelajaran
yang sedang diikutinya.21 Sedangkan motivasi
berprestasi adalah kondisi fisiologis atau psikologis
(kebutuhan untuk berprestasi) yang terdapat
dalam diri siswa yang mendorongnya untuk
melakukan aktivitas tertentu guna mencapai tujuan
tertentu (berprestasi setinggi mungkin).22 Motivasi
merupakan faktor penting dalam belajar, karena
motivasi mampu memberi semangat pada seorang
anak dalam kegiatan belajarnya. Persoalan menge-
nai motivasi dalam belajar adalah bagaimana cara
mengatur agar motivasi dapat ditingkatkan.
Demikian pula dalam kegiatan belajar mengajar,
seorang anak didik akan berhasil jika mempunyai
motivasi untuk belajar. Pembahasan yang lebih
detail mengenai motivasi belajar akan dibahas
dalam bab tersendiri, karena pembahasan menge-
nai motivasi belajar cukup luas.
e) Sikap siswa
Sikap adalah gejala internal yang berdimensi
afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau
21
Gintings, Esensi Praktis, hal. 86.
22
Djaali, Psikologi Pendidikan (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal.
103.

215
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

merespon (respon tendency) dengan cara yang


relatif tetap terhadap obyek orang, barang, dan
sebagainya, baik positif maupun negatif.23
Mengingat sikap siswa terhadap mata pelajaran
tertentu mempengaruhi hasil belajarnya, perlu
diupayakkan agar tidak timbul sikap negatif siswa,
guru dituntut untuk selalu menunjukkan sikap
positif terhadap dirinya sendiri, dan terhadap mata
pelajaran yang menjadi kesukaannya.
Sikap siswa di sini sangat berhubuingan
dengan kesiapan dan kematangan siswa, karena
kesiapan merupakan kesediaan untuk memberi
respon atau bereaksi. Kesediaan itu timbul dari
dalam diri seseorang dan juga berhubungan
dengan kematangan, karena kematangan berarti
kesiapan untuk melaksanakan kecakapan.
Kesiapan ini perlu diperhatikan dalam proses
belajar, karena jika siswa belajar dan padanya
sudah ada kesiapan, maka hasil belajar akan lebih
baik.24

b. Faktor yang berasal dari luar diri siswa (ekstern)


Faktor ekstern adalah faktor-faktor yang dapat mem-
pengaruhi prestasi belajar yang sifatnya di luar diri siswa,
yang meliputi:

23
Syah, Psikologi Belajar, hal. 149.
24
Slameto, Belajar dan Faktor, hal. 59.

216
Prestasi Belajar

1) Faktor keluarga
Keluarga merupakan tempat pertama kali anak
merasakan pendidikan, karena di dalam kelurgalah
anak tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga
secara langsung maupun tidak langsung keberadaan
keluarga akan mempengaruhi keberhasilan belajar
anak.
Keluarga adalah institusi sentral penerus nilai-nilai
budaya dan agama (value transmider). Artinya keluarga
adalah tempat pertama dan utama bagi seorang anak
mulai belajar mengenal nilai-nilai yang berlaku di
lingkungannya, dari hal-hal yang sangat sepele, seperti
menerima sesuatu dengan tangan kanan, sampai hal-
hal yang rumit, seperti interpretasi yang kompleks
mengenai ajaran agama/tentang berbagai interaksi
manusia. Keluarga adalah ayah, ibu, dan anak-anak
serta famili yang menjadi penghuni rumah. Faktor
orang tua sangat besar pengaruhnya terhadap keber-
hasilan anak dalam belajar. Tinggi rendahnya pendi-
dikan orang tua, besar kecilnya penghasilan, cukup
atau kurang perhatian dan bimbingan orang tua,
rukun atau tidaknya kedua orang tua, akrab atau
tidaknya hubungan orang tua dengan anak-anaknya,
tenang atau tidaknya situasi dalam rumah, semuanya
itu turut mempengaruhi pencapaian hasil belajar. Di
samping itu, faktor keadaan rumah juga turut mem-
pengaruhi keberhasilan belajar. Besar kecilnya rumah
tempat tinggal, ada tidaknya peralatan atau media
belajar seperti papan tulis, gambar atau yang lainnya

217
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

semuanya itu juga turut menentukan keberhasilan


belajar seseorang.25
Keluarga mempunyai peran yang penting ter-
hadap keberhasilan anak-anaknya. Apabila hubungan
antara anggota keluarga, khususnya orang tua dengan
anak-anaknya bersifat merangsang dan membimbing
anak., akan memungkinkan anak tersebut mencapai
prestasi yang baik. Sebaliknya apabila orang tua acuh
tak acuh terhadap aktivitas belajar anak, biasanya
anak cenderung malas belajar, akibatnya kecil
kemungkinan anak mencapai prestasi yang baik.
Orang tua hendaknya menyadari bahwa
pendidikan dimulai dari keluarga, sedangkan sekolah
merupakan pendidikan lanjutan. Peralihan pendidikan
informal ke lembaga-lembaga formal memerlukan
kerjasama yang baik antara orang tua dengan guru
sebagai pendidik dalam usaha meningkatkan hasil
belajar anak. Jalan kerjasama yang perlu ditingkatkan,
dimana orang tua harus menaruh perhatian serius
tentang cara belajar anak di rumah. Perhatian orang
tua dapat memberikan dorongan dan motivasi
sehingga anak dapat belajar dengan tekun, karena
anak memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang
baik untuk belajar.

2) Faktor sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal
pertama yang sangat penting dalam menentukan
25
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan (Jakarta: PT Rineka Cipta,
2005), hal. 59.

218
Prestasi Belajar

keberhasilan belajar siswa, karena itu lingkungan


sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar
yang lebih giat.
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal
yang ditugaskan pemerintah untuk menyelenggara-
kan kegiatan pembelajaran. Dalam lingkungan
sekolah banyak sekali faktor-faktor yang mempenga-
ruhi terhadap belajar siswa, yang otomatis juga
berimbas pada prestasi belajar, yang mencakup:
Pertama, metode mengajar; metode pembelajaran
adalah cara-cara atau teknik penyajian bahan pelajaran
yang akan digunakan oleh guru pada saat menyajikan
bahan pelajaran, baik individual maupun secara
kelompok. Agar tercapainya tujuan pembelajaran yang
telah dirumuskan, seorang guru harus mengetahui
berbagai metode. Dengan memiliki pengetahuan
mengenai sifat berbagai metode maka seorang guru
akan lebih mudah menetapkan metode yang paling
sesuai dengan situasi dan kondisi.26 Maka dari itu, guru
diharapkan dapat memilih metode yang baik agar
siswa bersemangat dalam belajar dan otomatis juga
akan mempengaruhi prestasi belajarnya.
Kedua, kurikulum; kata kurikulum berasal dari
bahasa Yunani yang semula dalam bidang olah raga,
yaitu curere yang berarti jarak terjauh lari yakni jarak
yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai
dari start sampai finish.27 Dalam konteks pendidikan,
26
Sabri, Strategi Belajar, hal. 52.
27
Sulistiyorini, Manajemen Pendidikan Islam (Surabaya: eLKAF,
2006), hal. 27.

219
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh


pendidik/guru juga peserta didik untuk meng-
gabungkan pengetahuan, ketrampilan, sikap serta
nilai-nilai.28 Sedangkan menurut istilah, kurikulum
adalah serangkaian komponen metode belajar
mengajar, cara mengevaluasi kemajuan siswa dan
seluruh perubahan pada tenaga pengajar, bimbingan
dan penyuluhan, supervisi, administrasi, waktu,
jumlah ruang, dana serta pilihan pelajaran.29 Kuri-
kulum yang tepat akan menyebabkan siswa dapat
belajar dengan baik dan mampu mengaplikasikannya
dalam kehidupan sehari-hari. Ketika suatu materi
pelajaran diaplikasikan, tentunya siswa akan ber-
tambah lebih semangat dalam belajar, karena belajar
yang selama ini ia lakukan tidak sia-sia.
Ketiga, relasi guru dengan siswa; untuk men-
dapatkan hasil belajar yang optimal, banyak
dipengaruhi komponen-komponen belajar mengajar.
Diantaranya yaitu, hubungan antara guru dengan
siswa. Hubungan guru dengan siswa didalam proses
belajar mengajar merupakan faktor yang sangat
menentukan, karena bagaimanapun bahan pelajaran
yang diberikan, bagaimanapun sempurnanya metode
yang digunakan, namun jika hubungan guru dengan
siswa merupakan hubungan yang tidak harmonis,

28
Omar Muhammad Al Thoumy Al Shaibany, Filsafat Pendidikan
Islam, terj. Hasan Langgulung (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal.
478.
29
Ahmad Patoni, Metodologi Pendidikan Agama Islam (Jakarta:
Bina Ilmu, 2004), hal. 66.

220
Prestasi Belajar

maka dapat menciptakan keluaran yang tidak di-


inginkan.30 Dengan demikian proses belajar mengajar
akan dapat efektif jika terbina hubungan dan
komunikasi yang baik dan harmonis antara guru dan
murid. Bila proses belajar mengajar efektif, maka hasil
belajar siswa juga akan menunjukkan hasil yang
memuaskan.
Keempat, relasi siswa dengan siswa; sebagian siswa
mempengaruhi sikap dan tingkah laku siswa lain di
sekolah. Maka, prestasi siswa akan meningkat bila
terjadi relasi yang baik antara siswa satu dengan siswa
yang lainnya karena dengan adanya relasi yang baik
tersebut maka proses belajar mengajar akan menjadi
lancar. Dan guru juga akan mengandalkan hubungan
siswa tersebut untuk mendekati seorang siswa yang
sulit didiagnosa. Dengan kelancaran proses belajar
mengajar, maka prestasi siswa sebagai hasil belajar
juga akan meningkat dengan sendirinya.
Kelima, disiplin sekolah; kedisiplinan erat
hubungannya dengan kerajinan siswa dalam sekolah
dan juga dalam belajar. Kedisiplinan sekolah mencakup
kedisiplinan guru dalam mengajar dengan melak-
sanakan tata tertib kedisiplinan pegawai/karyawan
dalam pekerjaan administrasi dan kebersihan/
keteraturan kelas, gedung sekolah.31 Dengan men-
ciptakan kedisiplinan di sekolah, maka akan tercipta
kondisi belajar mengajar yang kondusif, sehingga

30
Sardiman, Interaksi dan Motivasi, hal. 144.
31
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor, hal. 67.

221
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

proses belajar akan lancar dan prestasi belajar juga


akan ikut terpengaruh.
Keenam, media pendidikan; kenyataan menga-
takan, bahwa agar pendidikan dapat diselenggarakan
secara lancar, maka diperlukan media pendidikan
dalam jumlah yang besar. Maka dari itu, keberadaan
media pendidikan secara tidak langsung merupakan
hal yang penting untuk memperlancar proses pem-
belajaran.
Ketujuh, waktu sekolah; adalah waktu terjadinya
proses belajar mengajar, waktu itu dapat pagi hari,
siang, sore atau malam hari. Waktu sekolah juga dapat
mempengaruhi belajar siswa. Jika terjadi siswa
terpaksa masuk sekolah di siang hari atau sore hari,
sebenarnya kurang dapat dipertanggungjawabkan. Di
mana siswa harus beristirahat tetapi terpaksa masuk
sekolah, sehingga mereka mendengarkan pelajaran
sambil mengantuk dan sebagainya. Kesulitan ini di-
sebabkan karena siswa sukar berkonsentrasi dan
berpikir pada kondisi badan yang lemah. Jadi memilih
waktu sekolah yang tepat akan memberi pengaruh
positif terhadap belajar.32
Kedelapan, standar pelajaran diatas ukuran; guru
dalam menuntut penguasaan materi harus sesuai
dengan kemampuan siswa masing-masing. Yang ter-
penting tujuan yang telah dirumuskan dapat tercapai.33

32
Ibid., hal. 68. Zahroh, “Diagnosis Kesulitan, hal. 81.
33
Ibid., (Diagnosis).

222
Prestasi Belajar

Kesembilan, keadaan gedung; suasana gedung


sekolah dan juga kapasitas gedung juga mempenga-
ruhi keefektifan belajar. Misalnya gedung sekolah
yang terletak di dekat jalan raya, dan gedung sekolah
yang tidak sesuai dengan jumlah muridnya, akan
mengganggu konsentrasi siswa dalam belajar.
Kesepuluh, metode belajar; cara belajar yang
dilakukan siswa sedikit banyak juga akan mem-
pengaruhi hasil belajarnya, karena cara belajar yang
benar, seperti siswa yang belajar teratur setiap hari akan
berdampak positif pada hasil belajar, begitu juga
sebaliknya siswa yang cara belajarnya salah seperti
belajar hanya ketika akan menghadapi ujian, akan
berdampak negatif terhadap hasil belajarnya.
Kesebelas, tugas rumah; ketika usia sekolah, waktu
utama belajar adalah di sekolah. Sedangkan waktu di
rumah digunakan untuk kegiatan lain yang positif
Maka dari itu diharapkan seorang guru tidak mem-
berikan tugas atau pekerjaan rumah yang terlalu
banyak sehingga siswa dapat melakukan kegiatan
lainnya di rumah.

3) Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat juga merupakan salah satu
faktor yang tidak sedikit pengaruhnya terhadap hasil
belajar. Karena lingkungan alam sekitar sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan pribadi anak,
sebab dalam kehidupan sehari-hari anak akan lebih
banyak bergaul dengan lingkungan dimana anak itu
berada. Dengan demikian dapat dikatakan lingkungan

223
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

masyarakat membentuk kepribadian anak, karena


dalam pergaulan sehari-hari seorang anak akan selalu
menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan
lingkungannya. Oleh karena itu, apabila seorang siswa
bertempat tinggal di lingkungan yang rajin, maka
kemungkinan besar hal tersebut akan membawa
pengaruh pada dirinya, sehingga dia akan turut belajar
sebagaimana teman-teman dalam lingkungannya.
Sebaliknya apabila seorang siswa berada di suatu
lingkungan yang malas belajar, maka kemungkinan
besar akan menghambat prestasi belajar siswa yang
bersangkutan.
Jika faktor masyarakat tersebut dirinci, maka
dapat dijelaskan sebagai berikut:
Pertama, kegiatan siswa dalam masyarakat;
disamping belajar, seorang siswa biasanya mempunyai
berbagai kegiatan lain, misalnya bimbingan belajar,
olahraga, ikut organisasi seperti IPNU dan lain
sebagainya. Apabila kegiatan tersebut dilakukan
secara berlebih-lebihan maka akan dapat berdampak
negatif terhadap kegiatan belajar siswa dan akan
mengakibatkan prestasi belajar siswa menurun.
Namun, apabila dilakukan secara sewajarnya saja,
maka justru akan menambah pengalaman siswa.
Maka dari itu, orang tua harus mampu memberikan
perhatian dan pengarahan kepada anaknya agar
anaknya tidak hanyut dalam kegiatan tersebut secara
berlebihan.

224
Prestasi Belajar

Kedua, mass media; yang termasuk mass media


adalah bioskop, radio, TV, surat kabar, majalah, buku-
buku, komik-komik dan lain-lain. Semuanya itu ada
dan beredar dalam masyarakat. Mass media yang baik
memberi pengaruh yang baik terhadap siswa dan juga
belajarnya. Sebaliknya mass media yang jelek juga
berpengaruh jelek terhadap siswa.34 Maka orang tua
perlu memberikan kontrol dan bimbingan kepada
anak baik dalam keluarga maupun masyarakat.
Ketiga, teman bergaul; teman bergaul sangat
berpengaruh terhadap jiwa seorang anak. Maka dari
itu, orang tua harus dapat memantau anaknya dalam
pergaulan dengan teman-temannya. Karena teman
bergaul yang baik akan memberikan pengaruh yang
baik terhadap diri anak tersebut dan sebaliknya teman
bergaul yang jelek juga akan berpengaruh jelek ter-
hadap diri anak tersebut.
Keempat, bentuk kehidupan masyarakat; ke-
hidupan masyarakat yang berada di sekitar rumah
dimana anak itu tinggal mempunyai pengaruh yang
besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan
anak. Jika seandainya siswa berada di lingkungan
yang rajin belajar, secara otomatis anak akan ter-
pengaruh dan anakpun akan belajar dengan rajin.35
Sebaliknya jika anak berada di lingkungan yang setiap
malam hanya berfoya-foya dan malas-malasan, maka

34
Zahroh, “Diagnosis Kesulitan, hal. 82.
35
Mahfud Shalahuddin, Pengantar Psikologi Pendidikan (Surabaya:
Bina Ilmu, 1990), hal. 65.

225
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

anak juga akan cepat terpengaruh olehnya. Anak yang


rajin dalam belajar, tentu prestasinya akan meningkat.
Sebaliknya anak yang malas, maka prestasinya juga
akan jelek.
Rata-rata titik tekan pengendalian anak didik atau
siswa dalam keluarga dan masyarakat diperankan
oleh orang tua. Hal itu dikarenakan anak didik atau
siswa lebih banyak bersama orang tua. Jadi orang tua
hendaklah mampu berbuat yang paling tepat dan
paling bijak untuk keberlangsungan masa depat
anaknya. Tanpa adanya peran aktif dari orang tua,
maka anak didik akan menjadi tidak terkendali dan
terjebak dalam pergolakan sosial yang akan menye-
satkan masa depannya.

C. Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar


Agar dapat meningkatkan prestasi belajarnya, seorang
siswa harus mampu me-manage faktor-faktor yang
mempengaruhi balajarnya. Baik itu faktor intern, misalnya
motivasi belajar, dan lain sebagainya maupun faktor ekstern,
misalnya lingkungan kehidupan sehari-hari. Selain itu,
seorang siswa juga perlu memperhatikan aspek psiko-
logisnya yang salah satunya adalah konsep diri. Hal ini
dikarenakan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Uswah
Wardiana, “konsep diri merupakan pandangan dan
perasaan siswa terhadap dirinya sendiri yang terbentuk sejak
masa kanak-kanak dan akan terus berkembang seiring
dengan perkembangan individu sebagai inti kepribadian

226
Prestasi Belajar

seseorang”.36 Jika siswa mampu untuk mengendalikan


konsep dirinya dan mengarahkannya kepada hal-hal yang
positif, maka siswa akan mudah dalam belajar dan men-
dapatkan prestasi yang baik.
Disamping upaya dari pihak siswa, pihak pendidik juga
harus mempunyai upaya untuk meningkatkan prestasi
belajar siswa dengan cara melakukan pembelajaran seefektif
mungkin. Dengan pembelajaran yang efektif, maka siswa
akan lebih mudah dalam menerima pelajaran dan hasilnya
akan tampak secara konkrit dalam prestasi belajar. Selain
itu, pendidik diharapkan mampu melakukan diagnosis yang
fungsinya untuk mengetahui kesulitan belajar yang dialami
siswa. Apabila kesulitan belajar yang dialami siswa mampu
diidentifikasi, maka pendidik hendaklah memberikan solusi
terhadap masalah atau kesulitan tersebut, sehingga siswa
mampu belajar dengan mudah dan lancar, yang pada akhir-
nya prestasi belajarnya meningkat.
Cara meningkatkan prestasi belajar anak memang
tidak mudah. Hal ini mengingat mood dari seorang anak
akan cepat sekali berubah. Itu sebabnya diperlukan kreati-
fitas dari orang tua atau guru. Berikut ini ulasan mengenai
cara meningkatkan prestasi belajar anak yang dapat
diterapkan sehari-hari.37
Prestasi merupakan suatu kebanggan bagi para orang-
tua sebagai hadiah terindah dari anak. Prestasi yang gemilang
36
Uswah Wardiana, “Peranan Konsep Diri dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar” dalam Ta’allum Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 28. No. 2,
November 2005, hal. 137.
37
Arikunto Suharsimi, Peneltian TIndakan Kelas (Jakarta: Bumi
Aksara, 2016), hal. 76.

227
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

tentu membuat orang tua merasa bahagia sekali mendapati


anaknya kaya akan prestasi. Disisi lain prestasi yang
diperoleh anak tidak datang dengan sendirinya. Diperlukan
suatu cara atau metode yang dapat dilakukan oleh orang
tua atau guru untuk meningkatkan prestasi belajar anak.
Anak yang aktif sangat disenangi oleh orang tua dan
guru. Dalam proses belajar anak yang aktif tidak hanya
menerima apa yang dikatakan oleh gurunya. Dimana anak
yang aktif akan lebih banyak bertanya tentang sesuatu yang
tidak diketahuinya. Selain itu anak yang aktif juga akan
lebih sering menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh gurunya.
Mendidik anak menjadi anak yang aktif dapat
meningkatkan prestasi belajar anak. Ini karena saat anak
aktif dalam proses belajar maka dia akan mendapatkan lebih
banyak ilmu dari pada anak yang tidak aktif. Selain itu anak
yang aktif sangat disukai dalam proses belajar mengajar.38
Seorang anak sangat senang sekali untuk bermain dan
belajar. Namun waktu dimasa anak-anak dihabiskan untuk
bermain bersama dengan teman-temannya. Maka langkah
terpenting yang harus dilakukan oleh orang tua atau guru
adalah mengajak anak untuk bermain sambil belajar.
Cara belajar yang baik ini telah lama diterapkan untuk
meningkatkan prestasi belajar anak. Jadi saat pelajaran
sudah dimulai ajak juga anak untuk bermain jika saat itu ia
ingin bermain. Para guru dan orang tua tentu tahu cara
metode penerapan bermain dan belajar ini dengan baik.

38
Dimyati Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran (Jakarta: Rineka
Cipta, 2015), hal. 102.

228
DAFTAR RUJUKAN

A.M., Sardiman., Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.


Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004.
Al Bukhari, Abdillah Muhammad ibn Isma’il. Shahih
Bukhari, juz 5. Mauqi’ul Islam: dalam Software
Maktabah Samilah, 2005.
Al Maipi, artikel “Kebutuhan Membaca” dalam http://
almaipii.multiply-com/journal/item/4. diakses
tanggal 28 april 2009.
Al Shaibany, Omar Muhammad Al Thoumy. Filsafat
Pendidikan Islam, terj. Hasan Langgulung. Jakarta:
Bulan Bintang, 1979.
Ali, Mohamad dan Mohamad Asrori. Psikologi Remaja:
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2004.
Al-Tirmidzi. Sunan Tirmidzi, juz 7. Mauqi’ul Islam: dalam
Software Maktabah Samilah, 2005.
Anderson, Lorin W. dan David R. Krathwohl. 2015. A Tax-
onomy for learning, Teaching, and assessing: A Revi-
sion Of Bloom s Taxonomy of educational objectives,
abridged edition. Terjemahan oleh Agung Prihantoro.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

229
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni. Teori Belajar &


Pembelajaran. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007.
Crow, Lester D. Psikologi Pendidikan. Surabaya: Bina Ilmu,
1984.
Dalyono, M. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT Asdi Mahasatya,
2005.
Dalyono. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 1997.
Daradjat, Zakiah. Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam.
Jakarta: Bumi Aksara, 1995.
Departemen Pendidikan Nasional. Pendekatan Kontextual
Teaching and Learning (CTL). Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional Dirjen Pendidikan Dasar
Menengah Direktorat Pendidikan Lanjutan
Pertama, 2002.
Hoetomo. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra
Pelajar, 2005.
Dimyati dan Mudjiono. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:
Rineka Cipta, 2006.
Djaali. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Djamarah, Saiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006.
Djamarah, Saiful Bahri. Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru.
Surabaya: Usaha Nasional, 1994.
Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Fathurrahman, Pupuh dan M.Sobry Sutikno. Strategi Belajar
Mengajar: Melalui Penanaman Konsep Umum &
Konsep Islami. Bandung: Refika Aditama, 2007.

230
Daftar Rujukan

Friend, Marilyn and Lynn Cook. Interactions: Collaborations


Skills for School Professionals. America: Pearson Edu-
cation 2013.
Gintings, Abdorrakhman. Esensi Praktis Belajar dan
Pembelajaran: Disiapkan untuk Pendidikan Profesi
dan Sertifikasi Guru Dosen. Bandung: Humaniora,
2008.
Goleman, Daniel. EmotionalIntellegence (Kecerdasan
Emosional), terj. T Hermaya. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 1996.
Hamalik, Oemar. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan
Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara, 2006.
http://intervisi.relawan.net/wmview.php?ArtID=3
http://www.asep-hs.web.ugm.ac.id
http://www.odlqc.org.uk/odlqc/n19-e.html
http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/mandiri/2004/
0217/man01.html
http://www.wahanakom.com/infotek/elearning.htm
Hudoyo. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta:
DepDikbud, 1988.
Ibn Hanbal, Ahmad. Musnad Ahmad Ibn Hanbal, Juz 30.
Mauqi’ul Islam: dalam Software Maktabah Samilah,
2005.
Ibrahim, R. dan Nana Syaodih S. Perencanaan Pengajaran.
Jakarta: Rineka Cipta, 2003.
Indrakusuma, Amir Daien. Pengantar Ilmu Pendidikan.
Surabaya: Usaha Nasional, 1973.
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang. Wahana Pendidikan
Dasar. Blitar: PGSD FIP IKIP Malang, edisi 2 Juli 1993.

231
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Irawan, dkk. Teori Belajar, Motivasi, dan Keterampilan


Mengajar. Jakarta: PAU-PPAI, 1996.
Karim, Muhtar Abdul. Evaluasi Ketrampilan Membaca
Matematika Berbasis Kelas. Dep diknas Dirjen
Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat
Pendidikan Lanjutan Tingkat Pertama: Makalah
Disampaikan Pada Pelatihan Nasional Membaca
Menulis Training Of Trainers (TOT) di ajarkan pada
14 Juli s.d 16 Juli 2003.
Kennedy, Declan. Writing and Using Learning Outcomes: A
Practical Guide. University College Cork: National
Development Plan 2007.
Kunandar. Penilaian Autentik: Penilaian Hasil Belajar Peserta
Didik Berdasarkan Kurikulum 2013. Jakarta:
Rajawali Pers, 2015.
Majid, Abdul. Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan
Standar Kompetensi Guru. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2007.
Makmun, Abin Syamsuddin. Psikologi Kependidikan:
Perangkat Sistem Pengajaran Modul. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005.
Mashudi. Strategi Pembelajaran di Perguruan Tinggi, LP3DI
PRESS. Lumajang Indonesia, 2012.
Machfudi, Imam. Language Literature Teaching. Jember:
STAIN Jember Press, 2013.
Massafa, artikel” Minat adalah kesenangan” dalam http://
massafa.wordpress.com/2008/01/24.28/04/
2009.hal.1 diakses tanggal 28 april 2009.

232
Daftar Rujukan

Miarso, Yusufhadi. Menyemai Benih Teknologi Pendidikan.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007.
Muijs, Daniel dan David Reynolds. Effective Teaching: Teori
dan Aplikasi. Terjemahan oleh Helly Prajitno
Soutjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 2008.
Mulyasa, E. Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep,
Karakteristik, dan Implementasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2005.
Muslim. Shahih Muslim, juz 12. Mauqi’ul Islam: dalam Soft-
ware Maktabah Samilah, 2005.
Nasution, Noehi. Materi Pokok Psikologi Pendidikan.
Jakarta: Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama
Islam, Departemen Agama, 1991.
Nolker, Helmut dan Eberhard Schoenfeldt. Pendidikan
Kejuruan: Pengajaran, Kurikulum, Perencanaan, Alih
bahasa: Agus Setiadi. Jakarta: PT Gramedia, 1988.
Nur, Mohammad. Pengajaran Dan Pembelajaran Kontekstual
Di Sajikan Pada Pelatihan Calon Pelatih SLTP Pada
Tanggal 21 Juni 2001 S.D 6 Juli 2001 Di Surabaya
Dirjen Pendidikan Desain Dan Menengah DEPDIKNAS.
Nurkencana, Wayan. Evaluasi Pendidikan. Surabaya: Usaha
Nasional, 1986.
Ohlsen, Merle M. Guidance Service in Modern School. New
York: Harcort Brace Javanovich, 2004.
OSHO. Emotional Learning: Transforming fear, anger, and
jealously into creative energy (Belajar Mengelola Emosi:
Mengubah Ketakutan, Kemarahan, Kecemburuan Menjadi

233
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Energi Kreatif), terj. Ahmad Kahfi. Yogyakarta:


BACA, 2008.
Partanto, Pius A. Kamus Ilmiah Populer. Surabaya: Arkola, 1994.
Patoni, Ahmad. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta:
Bina Ilmu, 2004.
Purwanto, M. Ngalim. Prinsip-Prinsip Dan Teknik Evaluasi
Pengajaran. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
Purwanto, Ngalim. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2004.
Qardawi,Yusuf, Sunnah Masdaran li al-Ma’rifah wa al-
Hadharah. Kairo: Dar al Syuruq, 1997.
Ridwan “Ketercapaian Prestasi Belajar” dalam http://
ridwan.wordpress.com/ketercapaianprestasibelajar/
diakses 25 maret 2009.
Robbins, James G. and Barbara S. Jones. Effective Commu-
nication. Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1986.
Rohani, Ahmad. Pengelolaan Pengajaran. Jakarta: Rineka
Cipta, 2004.
Rohmad, Ali. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta:
Teras, 2009.
Sabri, Ahmad. Strategi Belajar Mengajar & Micro Teaching.
Ciputat: Quantum Teaching, 2005.
Sanjaya, Wina. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media, 2007.
Sagala, Syaiful. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga
Kependidikan. Bandung: Alfabeta, 2013.
Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran untuk
Membantu Memecahkan Problematika Belajar dan
Mengajar. Bandung: CV. Alfabeta, 2005.

234
Daftar Rujukan

Sanjaya, Wina. Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan


Praktik Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP). Jakarta: Kencana, 2011.
Shalahuddin, Mahfud. Pengantar Psikologi Pendidikan.
Surabaya: Bina Ilmu, 1990.
Slameto, Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya.
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2003.
Soemanto, Wasti. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka
Cipta, 1990.
Soetomo. Dasar-Dasar Interaksi Belajar Mengajar. Surabaya:
Usaha Nasional, 1993.
Sofa. “Prinsip-prinsip Belajar”, dalam http://massofa.
wordpress.com/2009/01/30/prinsip-prinsip-belajar/,
diakses tanggal 12 Februari 2009.
Subroto, Suryo. Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:
Rineka Cipta, 1997.
Sudijono, Anas. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2005.
Sudjana, Nana. Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung:
Sinar Baru, 1987.
Sulistiyorini. Manajemen Pendidikan Islam. Surabaya:
eLKAF, 2006.
Sumiati dan Asra. Metode Pembelajaran. Bandung: Wacana
Prima, 2008.
Sunarto dan B.Agung Hartono. Perkembangan Peserta Didik.
Jakarta: PT Rineka Cipta, 1999.
Suparno, Paul. Filsafat kontruktivisme Dalam Pendidikan
Karakteristik dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius,
1997.

235
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Suryabrata, Sumardi. Psikologi Pendidikan. Jakarta:


Rajawali Pers, 1986.
Suwarna. Pengajaran Mikro: Pendekatan Praktis dalam
Menyiapkan Pendidik Profesional. Yogyakarta: Ti-
ara Wacana, 2005.
Syah, Muhibbin. Psikologi Belajar. Jakarta: Bumi Aksara,
2001.
Tabrani Rusyan, dkk. Pendekatan Dalam Proses Belajar
Mengajar. Bandung: CV. Remaja Rosdakarya, 1989.
Tarigan, Djago. Proses Belajar Mengajar Pragmatik. Bandung:
Angkasa, 1990.
Tirtonegoro, Sutratinah. Anak Supranormal dan Program
Pendidikannya. Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
Tohirin. Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006.
Tulus, Tu’u. Peran Disiplin Pada Perilaku Dan Prestasi Siswa.
Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2004.
Usman, Moh. Uzer. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2005.
Wardiana, Uswah. “Peranan Konsep Diri dalam Meningkatkan
Prestasi Belajar” dalam Ta’allum Jurnal Pendidikan
Islam, Vol.28.No.2, November 2005.
Watkins, Chris., Eileen Carnell, and Caroline Lodge. 2007.
Effective Learning in Classrooms. London: Paul
Chapman Publishing.
Widya, I Gede. Dasar-dasar Pengembangan Strategi dan
Metode Pengajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, 1989.

236
Daftar Rujukan

Wijayanti, Harini. Penerapan Pendekatan Contextual Teach-


ing and Learning (CTL) Untuk Meningkatkan
Pemahaman Materi Pengukuran Pada Siswa Kelas IV
Semester II SDN 3 Jombok, Pule, Trenggalek. Skripsi
tidak diterbitkan. Tulungagung: Program Strata I
STKIP PGRI Tulungagung, 2007.
Winkel, WS. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo, 1986.
Woolfolk, E. & Lorrance McCune-Nicolich. Mengembangkan
Kepribadian & Kecerdasan:Psikologi Pembelajaran I.
Jakarta: Inisiasi Press, 2004.
Yasin, Nurhadi Burhan. Pembelajaran Kontekstual Dan
Penerapannya Dalam KBK. Malang: Universitas
Negeri Malang, 2004.
Zahroh, Luluk Atirotu. “Diagnosis Kesulitan Belajar: Diag-
nosis Sebagai Usaha Mengatasi Kesulitan Belajar”
dalam Ta’allum Jurnal Pendidikan Islam, Vol.18.No.1.
Juni, 2008.

237
BIODATA PENULIS

Dr. H. Mashudi, S.Ag., M.Pd. lahir pada tinggal 18


September 1972 di desa Sukorejo, Kecamatan Karang-
binangun, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jawa Timur.
Putra pertama dari keempat bersaudara yang dilahirkan
dari pasangan bapak Matalik dan Ibu Kastumah
(almarhumah).
Pendidikan Dasar ditempuh di MI Miftahul Huda
Sukorejo Karangbinangun Lamongan tamat tahun 1986
setelah tamat MI melanjutkan ke MTsN di Denanyar
Jombang sambil belajar di pesantren Mambaul Maarif
Denanyar Jombang dan tamat pada tahun 1989 MAN
ditempuh di Madarasah Aliyah Negeri Malang 1 Malang
sambil belajar di pondok pesantren Miftahul Huda Gading
Kasri Malang.
Pendidikan berikutnya ditempuh pada program studi
pendidikan agama Islam Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan
Ampel di Malang sambil belajar di pondok pesantren
Miftahul Huda Gading Kasri Malang tamat tahun 1997
kemudian langsung melanjutkan ke pendidikan strata dua
(S2) di Universitas Negeri Malang Program Studi Teknologi
Pembelajaran tamat tahun 2003. pendidikan S3 (Doktor)
di tempuh pada Program Studi Teknologi Pembelajaran
Universitas Negeri Malang pada tahun 2012.

239
Paradigma Baru Belajar dan Pembelajaran

Buku yang berjudul “Paradigma baru belajar dan


pembelajaran (teoritis dan praktis)” ini merupakan karya
keenam penulis, sebelumnya telah terbit “Membangun
Kesadaran Bermedia Perspektif Pendidikan Agama Islam
Tahun 2007”. Buku Produktif mengembangkan Media dam
belajar dan pembelajaran di tulis tahun 2013, Teori dan Model
Pembelajaran di tulis tahun 2014, Pada tahun 2015 menulis
buku invasi pembelajaran dan bahan ajar suatu pendekatan
teknologi pembelajaran, Buku yang berjudul CTL Contextual
teaching & Learning di tulis pada tahun 2020 Di samping itu
penulis juga aktif menulis artikel di berbagai jurnal baik
jurnal nasional maupun internasional.
Pengalaman kerja diawali menjadi guru yayasan
pendidikan Islam Hasyim Asyari unit kerja SMP Islam
Kepanjen mulai tahun (2001-2005). Pada tahun 2005 diangkat
menjadi dosen tetap (Pegawai Negeri Sipil) di jurusan
Tarbiyah Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jember
sampai dengan sekarang. Disela-sela kesibukannya
dipercaya sebagai assesor PLPG mitra IAIN Sunan Ampel
Surabaya dan Instruktur PKG mitra dengan UIN Maulana
Malik Ibrahim Malang tahun 2011, dan menjadi instruktur
MDC Kementrian Agama RI di Surabaya, dan banyak terlibat
dan atau instruktur dalam nara sumber lokal, regional.
Selain itu Pada tahun 2013 diangkat menjadi asesor Badan
Akreditasi Nasional Sekolah dan madrasah Jawa timur
kemudian dilanjut untuk menjadi Asesor Badan Akreditasi
Nasional Sekolah-Madrasah IASP 2020.
Jabatan fungsionalnya dimulai sebagai sekertaris
jurusan Tarbiyah mulai tahun 2008, tahun 2012 diangkat
menjadi sekertaris program studi Managemen Pendidikan
Islam pada pasca sarjana IAIN Jember, Ditahun 2015

240
Biodata Penulis

diangkat menjadi ketua program studi Pendidikan Agama


Islam pada pascasarjana IAIN Jember. Berikutnya pada thun
2018 di percaya sebagai wakil dekan 1 (wakil dekan akademik
dan pengembangan kelembagaan pada Fakultas Tarbiyah
dan Ilmu Keguruan di IAIN Jember sekaligus meneruskan
pada transformasi dari IAIN Jember menuju UIN Kiyai Haji
Achmad Siddiq Jember.
Tepat pada tanggal 16 Nopember 2000 Pernikahannya
dengan Lailah Jamalah, S,Ag di karuniahi tiga orang anak
putra pertama bernama Moh. Nawalul Fawaid El-Haqi,
putra ke dua bernama Ahmad Zuhnun Wazif (alm), putra
ketiga Mohammad Ahda Dhia Danish, dan putra ketiga
Mohammad Labib Ulay at-Taqie.
Kritik dan saran dapat dialamatkan melalui
081555629877 atau via email: masstain@gmail.com

241

Anda mungkin juga menyukai