Anda di halaman 1dari 43

MAKALAH EVALUASI PEMBELAJARAN BIOLOGI

“Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran dan Tugas Pokok Guru Dalam


Pembelajaran”

(Disusun guna memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah Evaluasi
Pembelajaran Biologi)

Dosen Pengampu:

Nukhbatul Bidayati Haka, M.Pd.

Disusun oleh:

Adelia Cahya Pratiwi (2011060426)

Ahmad Aldi Saputra (2011060223)

Ahmad Rafi Indrawan (2011060346)

Aksel Fadly Masamanda (2011060251)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

2022/2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji hanya bagi Allah SWT Tuhan seluruh alam, yang telah
melimpahkan rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan waktu yang telah ditentukan. Shalawat beserta
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW sampai akhir
zaman.

Kami mengucapkan terimakasih kepada teman-teman sekalian yang telah


membantu menyumbangkan pemikirannya, memberikan kritik dan saran yang
membangun sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Tak lupa tim penyusun
mengucapkan terimakasih kepada Dosen Mata Kuliah Evaluasi Pembelajaran
Biologi, Ibu Nukhbatul Bidayati Haka, M.Pd. yang telah membimbing dan
mencurahkan ilmunya kepada tim penyusun sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini, walaupun dalam proses penyusunannya mengalami berbagai
kesulitan dan hambatan. Makalah ini berisi penjelasan mengenai “Konsep Dasar
Evaluasi Pembelajaran dan Tugas Pokok Guru Dalam Pembelajaran”.

Pada penyusunan makalah ini, kami menyadari adanya kekurangan dan


kekeliruan yang dalam hal ini semata-mata karena keterbatasan pengetahuan dan
pengalaman yang tim penyusun miliki. Oleh karena itu, kami membuka pintu
selebar-lebarnya untuk diberikan kritik maupun saran yang membangun demi
kebaikan makalah ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Akhirnya, tim penyusun mengharapkan agar hasil dari makalah ini dapat
memberikan manfaat bagi pembelajaran selanjutnya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Bandar Lampung, 24 Februari 2023

ii
Tim Penyusun

iii
DAFTAR ISI

Hal.

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR............................................................................. ii

DAFTAR ISI............................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah......................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan....................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran………………………….. 4


B. Definisi Evaluasi, Penilaian, Pengukuran dan Tes……………... 4
C. Ciri-Ciri Evaluasi Pembelajaran………………………………... 7
D. Tujuan Evaluasi Pembelajaran…………………………………. 8
E. Fungsi Evaluasi Pembelajaran………………………………….. 10
F. Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran………………………… 12
G. Model-Model Evaluasi Pembelajaran…………………………... 14
H. Standar Penilaian Pendidikan di Indonesia……………………... 19
I. Tugas Pokok Guru dalam Pembelajaran………………………... 22
J. Peran Guru dalam Pembelajaran………………………………... 24
K. Contoh Kajian Studi Kasus……………………………………... 31

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.................................................................................... 36
B. Saran.............................................................................................. 37

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 38

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan saat ini menjadi salah satu kebutuhan pokok bagi seluruh
rakyat Indonesia. Di dalam dunia pendidikan terdapat kompetensi yang harus
dimiliki oleh subjek dan objek pendidikan yaitu pendidik atau guru dan peserta
didik atau murid. Guru merupakan pendidik yang menjadi tokoh, panutan dan
identifikasi bagi para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu guru harus
mempunyai standar kualitas pribadi tertentu, yang mencakup tanggungjawab,
wibawa, mandiri dan disiplin. Guru harus memahami dan memiliki nilai-nilai,
norma moral dan sosial, serta berusaha berperilaku sesuai dengan nilai dan norma
tersebut. Guru juga harus bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam proses
pembelajaran di sekolah. Sebagai pendidik, guru harus berani mengambil
keputusan secara mandiri berkaitan dengan pembelajaran dan pembentukan
kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta didik dan lingkungan.

Dalam keseluruhan proses pendidikan, guru mempunyai peranan dan


kedudukan yang sangat penting terutama dalam pendidikan formal, bahkan dalam
keseluruhan pembangunan dalam masyarakat pada umumnya. Guru sebagai salah
satu komponen di sekolah menempati profesi yang penting dalam proses belajar
mengajar. Kunci keberhasilan sekolah dalam mencapai tujuan pendidikan di
sekolah ada di tangan guru. Dalam rangka pengembangan sumber daya manusia
Indonesia, peran guru yang profesional punya andil dalam mewujudkannya. Dari
pada itu, guru-guru mempunyai tugas dan fungsi yang dibebankan kepadanya
untuk menciptakan pendidikan yang lebih baik.

Pada dasarnya, seorang guru atau calon guru tidak hanya diharuskan
mampu mengajar, tetapi juga harus mempunyai kemampuan untuk melakukan
kegiatan evaluasi dengan baik. Kemampuan tersebut merupakan salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru terlepas dari fungsi dan
peranan guru dalam pendidikan itu sendiri. Selain memberikan pengajaran dan

1
pembelajaran kepada peserta didik, seorang guru juga diharuskan melakukan
evaluasi pembelajaran setelah pelaksanaan pengajarannya selesai dilaksanakan.
Kegiatan evaluasi pembelajaran ini merupakan kompetensi yang sejalan dengan
tugas dan tanggung jawab guru dalam pembelajaran termasuk di dalamnya
melaksanakan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik. Kompetensi
tersebut juga sejalan dengan instrumen penilaian kemampuan guru yaitu
melakukan evaluasi pembelajaran. Evaluasi pembelajaran dilakukan untuk
menilai dan mengukur apakah pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh
guru sudah berjalan dengan baik atau belum.

Sebelum melakukan evaluasi pembelajaran, seorang guru atau calon guru


harus memahami apa itu hakikat dan bagaimana konsep dasar evaluasi
pembelajaran, serta harus mengetahui tugas pokok dari guru itu sendiri. Maka dari
itu, tim penyusun dalam makalah ini akan menjelaskan mengenai konsep dasar
evaluasi pembelajaran dan tugas pokok guru dalam pembelajaran, karena hal ini
sangatlah penting terutama bagi guru maupun yang diorientasikan menjadi
seorang guru.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka tim penyusun


memetakan rumusan masalah sebagai berikut ini.

1. Bagaimanakah konsep dasar dari evaluasi pembelajaran?


2. Apakah definisi dari evaluasi, penilaian, pengukuran dan tes?
3. Apa sajakah ciri-ciri dari evaluasi pembelajaran?
4. Apakah tujuan dari evaluasi pembelajaran?
5. Apakah fungsi dari evaluasi pembelajaran?
6. Bagaimanakah ruang lingkup evaluasi pembelajaran?
7. Apa sajakah model-model evaluasi pembelajaran?
8. Bagaimanakah standar penilaian pendidikan di Indonesia?
9. Apa sajakah tugas pokok guru dalam pembelajaran?
10. Bagaimanakah peran guru dalam pembelajaran?

2
11. Seperti apakah contoh kajian studi kasus yang berkaitan dengan konsep
dasar evaluasi pembelajaran dan tugas pokok guru dalam pembelajaran?

C. Tujuan Pembahasan

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, dapat diketahui


bahwa tujuan dari penulisan masalah ini adalah sebagai berikut.

1. Memahami konsep dasar dari evaluasi pembelajaran.


2. Memahami definisi dari evaluasi, penilaian, pengukuran dan tes.
3. Mengetahui ciri-ciri dari evaluasi pembelajaran.
4. Mengetahui tujuan dari evaluasi pembelajaran.
5. Memahami fungsi dari evaluasi pembelajaran.
6. Mengetahui ruang lingkup evaluasi pembelajaran.
7. Mengetahui model-model evaluasi pembelajaran.
8. Mengetahui standar penilaian pendidikan di Indonesia.
9. Memahami tugas pokok guru dalam pembelajaran
10. Memahami peran guru dalam pembelajaran.
11. Mengetahui contoh kajian studi kasus yang berkaitan dengan konsep dasar
evaluasi pembelajaran dan tugas pokok guru dalam pembelajaran.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Evaluasi Pembelajaran

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2


tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan, bahwa pendidik adalah tenaga
profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta
melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik
pada perguruan tinggi.1 Dengan demikian, seorang pendidik harus memiliki
kompetensi berupa kemampuan mengadakan evaluasi, baik dalam proses
pembelajaran maupun penilaian hasil belajar.

Kemampuan melaksanakan evaluasi pembelajaran merupakan kemampuan


dasar yang harus dikuasai oleh seorang pendidik maupun calon pendidik sebagai
salah satu kompetensi profesionalnya. Evaluasi pembelajaran menjadi salah satu
kompetensi profesional bagi seorang pendidik. Kompetensi tersebut sejalan
dengan instrumen penilaian kemampuan guru, yang salah satu indikatornya adalah
melakukan evaluasi pembelajaran.

B. Definisi Evaluasi, Penilaian, Pengukuran dan Tes

Dalam dunia pendidikan, tidak asing bila mendengar kata evaluasi,


penilaian, pengukuran dan tes, seringkali ada penyamaan makna dari keempat
istilah tersebut. Dalam praktik evaluasi, istilah evaluasi, pengukuran
(measurement), penilaian (assesment) dan tes sering disalahartikan dan
disalahgunakan. Padahal pada hakikatnya, keempat istilah tersebut memiliki
makna yang berbeda, meskipun mempunyai keterkaitan yang sangat erat.

a. Definisi Evaluasi

1
Anonim, ‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional’, Zitteliana, 18.1 (2003), 22–27.

4
Istilah evaluasi pembelajaran sering disamaartikan dengan ujian.
Meskipun saling berkaitan, akan tetapi ujian masih belum mencakup keseluruhan
makna yang sebenarnya dari evaluasi pembelajaran. Sebab, pada dasarnya
evaluasi pembelajaran bukan hanya menilai hasil belajar, tetapi juga menilai
proses-proses yang dilalui oleh pendidik dan peserta didik dalam keseluruhan
proses pembelajaran.2 Evaluasi adalah suatu kegiatan atau proses yang dilakukan
secara sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh dalam rangka pengendalian,
penjaminan, dan penetapan kualitas (nilai dan arti) berbagai komponen
pembelajaran berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu.

Evaluasi mencakup sejumlah teknik yang tidak bisa diabaikan oleh


seorang guru maupun dosen. Evaluasi bukanlah sekumpulan teknik semata-mata,
akan tetapi evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan yang mendasari
keseluruhan kegiatan pembelajaran yang baik. Evaluasi pembelajaran bertujuan
untuk mengetahui sejauh mana efisiensi proses pembelajaran yang dilaksanakan
dan efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.3

b. Definisi Penilaian (Assessment)

Penilaian dalam Bahasa Inggris dikenal dengan istilah Assessment yang


berarti menilai sesuatu. Penilaian berasal dari kata menilai yang berarti
mengambil keputusan terhadap sesuatu dengan mengacu pada ukuran tertentu,
seperti menilai baik atau buruk, sehat atau sakit, tinggi atau rendah, dan lain
sebagainya. Penilaian (assesment) adalah suatu proses atau kegiatan yang
sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses
dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusan-keputusan
berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Penilaian dalam arti Assessment
merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi
tentang hasil belajar peserta didik baik perorangan maupun kelompok yang
diperoleh melalui pengukuran. Tujuannya adalah untuk menganalisis atau
menjelaskan unjuk kerja/prestasi peserta didik dalam mengerjakan tugas-tugas

2
Asrul, Rusydi Ananda, and Rosinta, Evaluasi Pembajalaran, Ciptapustaka Media, 2014.
3
Ratnawulan Elis, Evaluasi Pembelajaran, Penerbit Pustaka, 2014.

5
yang terkait, dan mengefektifkan penggunaan informasi untuk mencapai tujuan
pendidikan.4

c. Definisi Pengukuran (Measurement)

Pengukuran (measurement) adalah suatu proses untuk menentukan


kuantitas daripada sesuatu. Sesuatu itu bisa berarti peserta didik, strategi
pembelajaran, sarana prasana sekolah dan sebagainya. Untuk melakukan
pengukuran tentu dibutuhkan alat ukur. Dalam bidang pendidikan, psikologi,
maupun variabel-variabel sosial lainnya, kegiatan pengukuran biasanya
menggunakan tes sebagai alat ukur.5 Pengukuran dapat dilakukan menggunakan
instrument pengukuran (alat Ukur) berupa tes dan Non-tes. Dalam pengertian
yang lebih umum, pengukuran (measurement) merupakan proses pemberian
angka atau usaha dalam memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di
mana sesuatu telah mencapai karakteristik tertentu. Pengukuran berkaitan erat
dengan proses pencarian atau penentuan nilai kuantitatif. Pengukuran diartikan
sebagai pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang
dimiliki oleh orang, hal, atau objek tertentu menurut aturan atau formulasi yang
jelas.6

d. Definisi Tes

Tes adalah pemberian suatu tugas atau rangkaian tugas dalam bentuk soal
atau perintah/suruhan lain yang harus dikerjakan oleh peserta didik. Hasil
pelaksanaan tugas tersebut digunakan untuk menarik kesimpulan-kesimpulan
tertentu terhadap peserta didik. Tes merupakan salah satu alat untuk melakukan
pengukuran, yaitu alat untuk mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek .
Objek ini dapat berupa kemampuan siswa, minat sikap maupun motivasi. Respons
peserta tes terhadap pertanyaan-pertanyaan menggambarkan kemampuan dalam
bidang tertentu.7 Alat ukur tes dapat berupa tes tertulis (paper and pencil test) dan
tes lisan.

4
Jenny Indrastoeti and Siti Istiyati, Asesmen Dan Evaluasi Pembelajaran Di Sekolah Dasar, 2017.
5
Asrul, Ananda, and Rosinta.
6
Haryanto, Evaluasi Pembelajaran; Konsep Dan Manajemen, UNY Press, 2020.
7
Indrastoeti and Istiyati.

6
C. Ciri-Ciri Evaluasi Pembelajaran

Menurut pandangan Anas Sudijono dalam Haryanto, kegiatan evaluasi


pembelajaran mempunyai beberapa karakteristik atau ciri-ciri penting, di
antaranya adalah sebagai berikut:8

1) Pertama, evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan


belajar peserta didik itu pengukurannya dilakukan secara tidak langsung.
Dalam hal ini, untuk menilai tingkat kepandaian peserta didik tidak bisa
diukur dari tingkat kepandaiannya, tapi yang dinilai adalah gejala atau
fenomena yang tampak atau memancar dari kepandaian yang dimiliki oleh
peserta didik tersebut.
2) Kedua, pengukuran dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta didik
pada umumnya menggunakan ukuran yang bersifat kuantitatif atau lebih
sering menggunakan simbol-simbol angka. Hasil-hasil pengukuran yang
berupa angka-angka itu selanjutnya dianalisis dengan menggunakan metode
statistik untuk pada akhirnya diberikan interpretasi secara kualitatif.
3) Ketiga, pada kegiatan evaluasi hasil belajar pada umumnya digunakan unit-
unit atau satuan-satuan yang tetap.
4) Keempat, prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik dari waktu ke
waktu adalah bersifat relatif. Artinya, hasil evaluasi terhadap hasil
pembelajaran peserta didik tidak bisa dijadikan patokan, karena prestasi
belajar peserta didik akan selalu berubah dan tidak memunculkan kesamaan
dan keajegan dalam evaluasinya.
5) Kelima, dalam kegiatan evaluasi hasil belajar kemungkinan akan terjadi
kekeliruan penilaian, karena itulah bahwa evaluasi hasil belajar tidak bisa
dijadikan patokan seutuhnya, dan kekeliruan tersebut bisa saja terjadi
disebabkan karena kekeliruan dalam hal kualitas instrumen ukur; dari pihak
peserta ujian atau peserta didik sendiri; disebabkan karena penyelenggaraan
evaluasi; dan dapat juga disebabkan karena bersumber dari pengolahan hasil
evaluasi.

8
Haryanto.

7
D. Tujuan Evaluasi Pembelajaran

Evaluasi pembelajaran merupakan suatu proses untuk menentukan jasa,


nilai atau manfaat kegiatan pembelajaran melalui kegiatan penilaian dan atau
pengukuran. Tujuan dari evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui
efektivitas proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hal ini dilakukan oleh
semua orang yang bersangkutan, bukan hanya guru melainkan juga peserta didik
itu sendiri. Sehingga, dari hasil evaluasi, guru dapat mengetahui sampai dimana
kemampuan peserta didik dalam menguasai pelajaran, serta mengetahui dimana
kesulitan peserta didik dalam proses pembelajaran agar dapat dijadikan sebagai
bahan perbaiakan dan pengembangan program pembelajaran.

Kegiatan evaluasi dilakukan dengan sadar oleh guru dengan tujuan untuk
memperoleh kepastian mengenai keberhasilan belajar peserta didik dan
memberikan masukan kepada guru mengenai apa yang dia lakukan dalam
kegiatan pengajaran. Dengan kata lain, evaluasi yang dilakukan oleh guru
bertujuan untuk mengetahui bahan-bahan pelajaran yang disampaikan apakah
sudah dikuasi oleh peserta didik ataukah belum. Selain itu juga, kegiatan evaluasi
untuk mengetahui apakah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan guru itu sudah
sesuai dengan apa yang diharapkan atau belum.9

Tujuan evaluasi pembelajaran terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus;
tujuan umumnya adalah untuk menghimpun bahan-bahan keterangan yang akan
dijadikan sebagai bukti mengenai taraf perkembangan atau taraf kemajuan yang
dialami peserta didik, setelah mereka mengikuti proses pembelajaran dalam
jangka waktu tertentu dan untuk mengukur dan menilai sampai dimanakah
efektivitas mengajar dan metode-metode mengajar yang telah diterapkan atau
dilaksanakan oleh guru, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh peserta
didik, sedangkan tujuan khususnya adalah untuk merangsang kegiatan peserta
didik dalam menempuh program pendidikan.

Tanpa adanya evaluasi maka tidak mungkin timbul kegairahan atau


rangsangan pada diri peserta didik untuk memperbaiki dan meningkatkan

9
Idrus L, ‘EVALUASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN Idrus L 1’, Evaluasi Dalam Proses
Pembelajaran, 2, 2019, 920–35.

8
prestasinya masing-masing dan untuk mencari dan menemukan faktor-faktor
penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti
program pendidikan, sehingga dapat dicari dan ditemukan jalan keluar atau cara-
cara perbaikannya. Tujuan evaluasi pembelajaran dapat diketahui baik atau
tidaknya tergantung dari kualitas proses pembelajaran dilaksanakan dalam kurun
waktu tertentu, dengan demikian ada beberapan tujuan dari evaluasi pembelajaran
antara lain:

a. Untuk memantau kemajuan belajar peserta didik selama proses belajar


berlangsung, untuk memeberikan balikan bagi penyempurnaan program
pembelajaran.
b. Untuk menentukan nilai (angka) berdasarkan tingkatan hasil belajar
peserta didik yang selanjutnya dipakai sebagai angka Evaluasi
Pembelajaran Sekolah rapor. dan juga dapat dipakai untuk perbaikan
proses pembelajaran secara keseluruhan.
c. Untuk keperluan seleksi, misalnya ujian saringan masuk kelas
akselerasi atau ke lembaga pendidikan tertentu.
d. Untuk kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, dan ulangan kenaikan
kelas.
e. Untuk mengklasifikasikan peserta didik berdasar tingkat ketuntasan
pencapaian standar kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD);
f. Untuk mengetahui apakah peserta didik telah memiliki ketrampilan-
ketrampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program
pembelajaran dan sejauh mana peserta didik telah menguasai
kompetensi dasar sebagaimana yang tercantum dalam silabus dan
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
g. Untuk menyampaikan balikan kepada peserta didik tentang tingkat
capaian hasil belajar pada setiap KD disertai dengan rekomendasi
tindak lanjut yang harus dilakukan;
h. Untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik yang belum mencapai
standar ketuntasan, pendidik harus melakukan pembelajaran remidial,

9
agar setiap peserta didik dapat mencapai standar ketuntasan yang
dipersyaratkan;
i. Untuk megetahui kemampuan peserta didik yang telah mencapai
standar ketuntasan yang dipersyaratkan, dan dianggap memiliki
keunggulan, guru dapat memberikan layanan pengayaan;
j. Untuk mengevaluasi efektifitas kegiatan pembelajaran dan
merencanakan berbagai upaya tindak lanjut.
k. Untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada
mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional.

E. Fungsi Evaluasi Pembelajaran

Dalam penerapannya, tentunya terdapat fungsi dari evaluasi pembelajaran


itu sendiri, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia tentang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 58 ayat 1, menyatakan bahwa
evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan untuk membantu proses, kemajuan,
dan perkembangan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Menurut
M. Ngalim Purwanto yang dikutip oleh Idrus L., mengatakan bahwa kewajiban
bagi setiap guru untuk melaksanakan kegiatan evaluasi itu. Hal ini karena pada
akhirnya guru harus memberikan informasi lembaganya ataupun kepada peserta
didiknya itu sendiri, mengenai bagaimana dan sampai dimana penguasaan dan
kemampuan telah dicapai oleh peserta didik tentang materi dan keterampilan
mengenai mata pelajaran yang telah diberikannya. 10 Dari kedua pendapat tersebut
dapat dipahami bahwa evaluasi mutlak dilakukan dan merupakan kewajiban bagi
setiap guru dalam setiap melaksanakan kegiatan pembelajaran. Disebut demikian,
karena melakukan kegiatan evaluasi menjadi salah satu tugas pokok guru selain
mengajar.

10
Idrus L.

10
Sedangkan, menurut Asrul dkk. menjelaskan bahwa dengan mengetahui
makna penilaian yang ditinjau dari berbagai segi dalam sistem pendidikan, maka
dapat dikatakan bahwa fungsi evaluasi atau penilaian ada beberapa hal, yakni:11

1) Penilaian berfungsi selektif.


Dengan cara mengadakan penilaian, guru memiliki cara untuk
mengadakan seleksi atau penilaian terhadap peserta didiknya. Penilaian itu
sendiri mempunyai beberapa tujuan, antar lain :
a. Untuk memilih peserta didik yang dapat diterima di sekolah tertentu.
b. Untuk memilih peserta didik yang dapat naik ke kelas atau tingkat
berikutnya.
c. Untuk memilih peserta didik yang seharusnya mendapat beasiswa.
d. Untuk memilih peserta didik yang sudah berhak meninggalkan
sekolah, dan sebagainya.
2) Penilaian berfungsi diagnotik.
Apabila alat yang digunakan dalam penilaian cukup memenuhi
persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui
kelemahan peserta didik. Disamping itu, diketahui pula sebab-sebab
kelemahan itu. Maka, dengan mengadakan penilaian, sebenarnya guru
mengadakan diagnosa kepada peserta didik tentang kebaikan dan
kelemahannya. Dengan diketahuinya sebab-sebab kelemahan ini, maka
akan lebih mudah dicari untuk cara mengatasinya.
3) Penilaian berfungsi sebagai penempatan.
Pendidikan yang bersifat malayani perbedaan kemampuan, adalah
pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti
dikelompok mana seorang peserta didik harus ditempatkan, digunakan
suatu penilaian. Sekelompok peserta didik yang mempunyai hasil
penilaian sama, akan berada dalam kelompok yang sama dalam belajar.
4) Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.
Fungsi dari penilaian dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu
program berhasil diterapkan. Telah disinggung pada bagian sebelum ini,
keberhasilan program ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: guru,

11
Asrul, Ananda, and Rosinta.

11
metode/strategi pembelajaran, media pembelajaran, kurikulum, sarana dan
sistem administrasi.

Dengan demikian, dapat diketaui bahwa kegiatan evaluasi dilakukan untuk


memberikan masukan bagi peserta didik dan pihak sekolah dalam hal mengetahui
tentang perkembangan belajar dan perkembangan grafik belajar serta kelulusan
peserta didiknya. Semua informasi yang masuk pada pihak lembaga (sekolah)
tempat peserta didik belajar tersebut akan menjadi data yang akurat dalam
melakukan evaluasi pada pengembangan dan perbaikan sekolah. Lebih lagi pada
bagaimana mengembangkan mutu atau kualitas peserta didik.

F. Ruang Lingkup Evaluasi Pembelajaran

Ruang lingkup evaluasi berkaitan dengan objek evaluasi itu sendiri. Jika
objek tersebut mengenai pembelajaran, maka semua hal yang berkaitan dengan
pembelajaran menjadi ruang lingkup evaluasi pembelajaran. Adapun ruang
lingkup evaluasi pembelajaran dapat ditinjau dari beberapa perspektif, yaitu
domain hasil belajar, sistem pembelajaran, proses dan hasil belajar, serta
kompetensi.

Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan


kurikuler maupun tujuan intruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari
Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni
ranah kognitif, ranah afektif dan ranah psikomotor. Ketiga ranah tersebut menjadi
objek penilaian hasil belajar. Di anatara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah
yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah karena berkaitan dengan
kemampuan para peserta didik dalam menguasai isi bahan pengajaran. Merujuk
pada Taksonomi yang dibuat untuk tujuan pendidikan, Taksonomi ini pertama
kali disusun oleh Benjamin S. Blom, menyatakan bahwa ruang lingkup yang
menjadi tujuan daripada pendidikan adalah ranah atau domain kognitif, afektif dan
psikomotor.

a. Cognitive Domain (Ranah Kognitif / Kemampuan Intelektual), terdapat 6


tingkatan yaitu :

12
1) Pengetahuan; Kemampuan mengingat/menghafal fakta, istilah,
prinsip, teori, proses dan pola struktur.
2) Pemahaman; Kemampuan mengungkapkan kembali dengan bahasa
sendiri tetang teori, prinsip-prinsip, konsep, sistem, struktur sehingga
melahirkan ide dan gagasan
3) Penerapan; Kemampuan mengaplikasikan ide dan gagasan dari teori-
teori, prinsip-prinsip, rumus-rumus, abstrak kesituasi yang konkrit.
4) Analisis; Kemampuan menguraikan, mengidentifikasi,
keseluruhan/suatu ssstem yang berhubungan dari ide dan gagasan
yang telah diaplikasikan.
5) Sintesis; Kemampuan menyatukan komponen-komponen sehingga
dapat ditarik kesimpulan (suatu hasil yang baru).
6) Evaluasi; Kemampuan untuk mengembangkan suatu ide, situasi, nilai-
nilai dan metode (sintesis) berdasarkan berdasarkan kriteria (PAP dan
PAN).
b. Affektive Domain (Ranah Afektif/ Kemampuan Emosi dan Minat),
terdapat 5 tingkatan yaitu:
1) Penerimaan; Kemampuan menerima dan memahami apa yang
disampaikan oleh guru.
2) Responsive; Kemampuan menanggapi atau melibatkan diri terhadap
materi yang diberikan dan peserta didik mampu berpartisipasi aktif
dalam proses pembelajaran.
3) Penghargaan/penilaian; Kemampuan memberi nilai terhadap stimulus,
informasi respon/materi yang diberikan yang informasinya
bermanfaat.
4) Pengorganisasian/mengelola; Kemampuan mengorganisasikan
stimulus, materi, informasi ke dalam ssstem yang dimiliki.
5) Karakterisasi; Kemampuan mengintregasikan nilai menjadi bagian
yang terpadu.
c. Psychomotor Domain (ranah psikomotor). Keterampilan motorik halus
dan motorik kasar dalam melakukan tindakan, terdapat 4 tingkatan yaitu :
1) Menirukan: Kemampuan menirukan apa yang diajarkan oleh guru.

13
2) Memanipulasi: Kemampuan menambah tindakan-tindakan yang
diajarkan guru.
3) Artikulasi/ ketepatan waktu: Kemampuan mengkoordinasikan
tindakan-tindakan secara tepat dan teratur.
4) Naturalisasi: Kemampuan melakukan tindakan secara alami dengan
tidak menggunakan tenaga lebih.

G. Model-Model Evaluasi Pembelajaran

Terdapat berbagai model evaluasi menururt Worthen, Blaine R., dan


James R. Sanders. Mereka mengklasifikasi model evaluasi menjadi model
pengukuran (measurement model), model kesesuaian (congruence model), model
sistem (system model), dan model illuminatif (illuminative model).

1. Measurement Model
Model yang tertua dibanding model-model evaluasi yang lain, tokoh-
tokoh pengembang model ini antara lain R. Thorndike dan R. L. Ebel.
Menurut model ini, penilaian pendidikan adalah “pengukuran” terhadap
berbagai aspek tingkah laku dengan tujuan untuk melihat perbedaan-
perbedaan individu atau kelompok, yang hasilnya diperlukan dalam
rangka seleksi, bimbingan, dan perencanaan pendidikan bagi para
peserta didik di sekolah. Ruang lingkup evaluasi menurut model ini
adalah tingkah laku, terutama tingkah laku peserta, yang mencakup
kemampuan hasil belajar, kemampuan pembawaan (intelegensi dan
bakat), minat, sikap, dan juga aspek-aspek kepribadian peserta didik.
Dengan kata lain, objek penilaian mencakup aspek kognitif maupun
afektif dari tingkah laku peserta didik. Alat penilaian yang lazim
digunakan dalam model ini adalah tes tertulis atau paper and pencil
test. Untuk mendapatkan hasil pengukuran yang setepat mungkin ada
kecenderungan untuk mengembangkan alat-alat penilaian (tes) yang
baku atau standardized. Tes yang belum dibakukan dipandang kurang
dapat mencapai tujuan dari pengukuran. Diperlukan uji coba berkali-
kali terhadap instrument yang dikembangkan. Setelah suatu tes

14
diujicobakan kepada sampel yang cukup besar, kemudian berdasarkan
data yang diperoleh, dilakukan analisis untuk mengetahui validitas dan
reliabilitas tes secara keseluruhan maupun setiap soal (analisis butir tes)
yang terdapat di dalamnya. Untuk mengungkapkan hasil yang telah
dicapai kelompok maupun masing-masing individu di dalam penilaian
mengenai suatu bidang pelajaran tertentu, dikembangkan suatu norma
kelompok berdasarkan angka-angka nyata yang diperoleh peserta didik
di dalam tes yang telah dilaksanakan. Atas dasar norma kelompok
inilah, nilai untuk masing-masing peserta didik ditentukan. Oleh karena
itu, nilai yang dicapai peserta didik lebih menggambarkan “kedudukan”
peserta didik tersebut di dalam kelompoknya disebut (relative norm)
Penilaian Acuan Norma (PAN).

2. Congruence Model
Model ini dapat dipandang sebagai reaksi terhadap model yang
pertama, sekalipun dalam beberapa hal masih menunjukkan adanya
persamaan dengan model yang pertama. Tokoh model ini adalah Raph
W. Tyler, John B. Carrol, dan Lee J. Cronbach. Menurut Tyler, proses
pendidikan berisi tiga komponen yang saling terkait, yaitu tujuan
pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian hasil belajar. Penilaian
merupakan kegiatan untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan
pendidikan dapat dicapai oleh peserta didik dalam bentuk hasil belajar
yang mereka perlihatkan pada akhir kegiatan pendidikan.
Hal itu mengingat tujuan-tujuan pendidikan mencerminkan perubahan-
perubahan tingkah laku yang diinginkan pada peserta didik, maka yang
penting dalam proses penilaian adalah memeriksa sejauh mana
perubahan-perubahan tingkah laku yang diinginkan tersebut telah
dicapai peserta didik. Tindak lanjut dari penilaian ini adalah sebagai
bahan bimbingan lebih lanjut kepada peserta didik serta memberikan
informasi kepada pihak luar yang terkait dengan hasil belajar peserta
didik. Penilaian adalah usaha untuk memeriksa persesuaian
(congruence) antara tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan, dan

15
hasil belajar yang telah dicapai. Oleh karena tujuan pendidikan
menyangkut tentang perubahan perilaku yang diinginkan pada peserta
didik, maka penilaian dimaksudkan untuk memeriksa sejauh mana
perubahan-perubahan yang diinginkan tersebut telah dicapai.
Ruang lingkup evaluasi menurut model ini adalah memeriksa
persesuaian (congruence) antara tujuan dan hasil belajar, maka yang
dijadikan objek penilaian adalah tingkah laku peserta didik. Secara
lebih khusus, yang dinilai adalah perubahan tingkah laku yang
diinginkan (intended behavior) yang diperlihatkan oleh peserta didik
pada akhir kegiatan pendidikan. Ruang lingkup perilaku meliputi;
pengetahuan, keterampilan, dan nilai/sikap. Congruence model tidak
membatasi alat penilaian pada tes tertulis atau paper and pencil test
saja. Carrol, misalnya, menyebutkan perlunya digunakan alat-alat
penilaian lain seperti tes perbuatan dan observasi. Ringkasnya, dalam
menilai hasil belajar yang mencakup berbagai jenis (pengetahuan,
keterampilan, dan nilai/sikap) berbagai kemungkinan alat penilaian
perlu digunakan. Penilaian dipergunakan sebagai alat ukur pencapaian
hasil belajar setelah menempuh proses pendidikan, maka diperlukan
prosedur pre and post test. Model ini tidak menyarankan
dilaksanakannya penilaian perbandingan untuk melihat sejauh mana
kurikulum yang baru lebih efektif dari kurikulum yang ada. Tyler dan
Cronbach lebih mengarahkan peranan penilaian pada tujuan untuk
memperbaiki kurikulum atau sistem pendidikan.

3. System Model
Hakikat evaluasi menurut sistem model adalah untuk membandingkan
performance dari berbagai dimensi sistem yang sedang dikembangkan
dengan sejumlah kriteria tertentu, akhirnya sampai pada suatu deskripsi
dan judgment mengenai sistem yang dinilai tersebut. Prinsip-prinsip
model ini adalah sebagai berikut.

16
a) Menekankan pentingnya sistem sebagai suatu keseluruhan yang
dijadikan objek penilaian, tanpa membatasi pada aspek hasil yang
dicapai saja.
b) Perbandingan antara performance dan criteria merupakan salah
satu inti yang penting. Menurut Daniel L. Stufflebeam salah satu
kelemahan dari penilaian yang ada sekarang adalah kurang
jelasnya kriteria yang digunakan sebagai dasar dalam penilaian
tersebut.
c) Kegiatan penilaian tidak hanya berakhir pada suatu deskripsi
tentang keadaan dari sistem yang telah dinilainya, melainkan harus
sampai pada suatu judgment mengenai baik-buruknya dan efektif
tidaknya sistem pendidikan tersebut.
d) Informasi yang diperoleh dari hasil penilaian berfungsi sebagai
bahan atau input bagi pengambilan keputusan mengenai sistem
yang bersangkutan
e) Hasil penilaian digunakan sebagai bahan atau input bagi
pengampilan keputusan, dalam rangka penyempurnaan sistem
maupun penyimpulan mengenai kebaikan sistem yang
bersangkutan secara menyeluruh.

4. Illuminative Model
Model ini dikembangkan di Inggris dan banyak dikaitkan dengan
pendekatan di bidang antropologi. Salah satu tokoh yang paling
menonjol dalam pengembangan model ini adalah Malcolm Parlett.
Tujuan penilaian menurut model ini adalah mengadakan studi yang
cermat terhadap sistem yang bersangkutan. Studi difokuskan pada
permasalahan bagaimana implementasi suatu sistem dipengaruhi oleh
situasi sekolah, tempat sistem tersebut dikembangkan, keunggulan,
kelemahan, serta pengaruhnya terhadap proses belajar peserta didik.
Hasil evaluasi ditekankan pada deskripsi dan interpretasi, bukan
pengukuran dan prediksi sebagaimana model sebelumnya. Dalam
pelaksanaan evaluasi, model ini lebih menekankan penggunaan

17
pertimbangan, selaras dengan semboyannya the judgment is the
evaluation. Objek evaluasi yang diajukan dalam model ini mencakup;
latar belakang dan perkembangan yang dialami oleh sistem yang
bersangkutan, proses implementasi (pelaksanaan) sistem, hasil belajar
yang diperlihatkan oleh peserta didik, serta kesukaran-kesukaran yang
dialami dari tahap perencanaan hingga implementasinya di lapangan.
Ringkasnya, objek evaluasi dalam model ini meliputi kurikulum yang
terlihat maupun tersembunyi (hidden curriculum). Tahapan evaluasi
dalam Illuminatif model terdiri dari tiga fase sebagai berikut.
a) Tahap pertama observe. Pada tahap ini, evaluator mengunjungi
sekolah atau lembaga yang sedang mengembangkan sistem
tertentu. Evaluator mendengarkan dan melihat berbagai peristiwa,
persoalan, serta reaksi dari guru maupun peserta didik terhadap
pelaksanaan sistem tersebut.
b) Tahap kedua Inquiry further. Pada tahap ini, berbagai persoalan
yang terlihat atau terdengar dalam tahap pertama diseleksi untuk
mendapatkan perhatian dan penelitian lebih lanjut.
c) Tahap ketiga Seek to explain. Pada tahap ini, evaluator mulai
meneliti sebab akibat dari masing-masing persoalan. Pada tahap
ini, faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya persoalan dicoba
untuk ditelusuri. Data semula terpisah satu dengan lainnya mulai
disusun dan dihubungkan dalam kesatuan situasi. Langkah
selanjutnya dilakukan interpretasi data yang diharapkan dapat
dijadikan bahan dalam pengambilan keputusan. Dari langkah-
langkah tersebut, faktor penting dalam evaluasi model ini adalah
perlunya kontak langsung antara evaluator dengan pihak yang
dievaluasi. Hal ini disebabkan model ini menggunakan pendekatan
kualitatif yang menekankan pentingnya menjalin kedekatan dengan
orang dan situasi yang sedang dievaluasi agar dapat memahami
secara personal realitas dan hal-hal rinci tentang program atau
sistem yang sedang dikembangkan. Di samping itu, faktor lainnya
adalah pandangannya yang holistik dalam evaluasi, yang berasumsi

18
bahwa keseluruhan adalah lebih besar daripada sejumlah bagian-
bagian.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa evaluasi dalam dunia


pendidikan memiliki banyak model dan pendekatan, mulai model yang dominasi
pengukuran secara kuantitatif seperti pada measurement model hingga model yang
menggunakan pendekatan kualitatif seperti Illuminative model. Dengan
mempelajari berbagai model akan memperluas cakrawala serta wawasan sehingga
tidak terpancang pengunaan satu model saja, melainkan dapat menggabungkan
(merger) dua model atau lebih, atau bahkan mengembangkan model tersendiri.
Pada prinsipnya, evaluasi yang baik adalah yang memenuhi prinsip-prinsip
validitas, reliabilitas, objektivitas, kontinuitas, serta komprehensif sehingga
informasi yang dihasilkan dapat dijadikan bahan dalam pembuatan keputusan
benar dan bijak.

H. Standar Penilaian Pendidikan di Indonesia

Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik


Indonesia Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan,
menyatakan bahwa penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang pendidikan
dasar dan menengah dilaksanakan berdasarkan standar penilaian pendidikan yang
berlaku secara nasional. Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai
mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik.
Penilaian pendidikan sebagai proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik mencakup: penilaian
otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan, ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir semester, ujian tingkat kompetensi, ujian
mutu tingkat kompetensi, ujian nasional, dan ujian sekolah/madrasah, dengan
penjelasan sebagai berikut.12

12
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI, ‘Permendikbud No 66 Tahun 2013 Tentang Standar
Penilaian Pendidikan’, 2011 (2013), 1–6 <https://doi.org/10.1016/j.metabol.2009.10.012>.

19
1. Penilaian otentik merupakan penilaian yang dilakukan secara
komprehensif untuk menilai mulai dari masukan (input), proses dan
keluaran (output) pembelajaran.
2. Penilaian diri merupakan penilaian yang dilakukan sendiri oleh peserta
didik secara reflektif untuk membandingkan posisi relatifnya dengan
kriteria yang telah ditetapkan.
3. Penilaian berbasis portofolio merupakan penilaian yang dilaksanakan
untuk menilai keseluruhan entitas proses belajar peserta didik termasuk
penugasan perseorangan dan/atau kelompok di dalam dan/atau di luar
kelas khususnya pada sikap/perilaku dan keterampilan.
4. Ulangan merupakan proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian
kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses
pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar
peserta didik.
5. Ulangan harian merupakan kegiatan yang dilakukan secara periodik
untuk menilai kompetensi peserta didik setelah menyelesaikan satu
Kompetensi Dasar (KD) atau lebih.
6. Ulangan tengah semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik setelah
melaksanakan 8 – 9 minggu kegiatan pembelajaran. Cakupan ulangan
tengah semester meliputi seluruh indikator yang merepresentasikan
seluruh KD pada periode tersebut.
7. Ulangan akhir semester merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
pendidik untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik di akhir
semester. Cakupan ulangan meliputi seluruh indikator yang
merepresentasikan semua KD pada semester tersebut.
8. Ujian Tingkat Kompetensi (UTK) merupakan kegiatan pengukuran yang
dilakukan oleh satuan pendidikan untuk mengetahui pencapaian tingkat
kompetensi. Cakupan UTK meliputi sejumlah Kompetensi Dasar yang
merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat kompetensi tersebut.
9. Ujian Mutu Tingkat Kompetensi (UMTK) merupakan kegiatan
pengukuran yang dilakukan oleh pemerintah untuk mengetahui

20
pencapaian tingkat kompetensi. Cakupan UMTK meliputi sejumlah
Kompetensi Dasar yang merepresentasikan Kompetensi Inti pada tingkat
kompetensi tersebut.
10. Ujian Nasional (UN) merupakan kegiatan pengukuran kompetensi
tertentu yang dicapai peserta didik dalam rangka menilai pencapaian
Standar Nasional Pendidikan, yang dilaksanakan secara nasional.
11. Ujian Sekolah/Madrasah merupakan kegiatan pengukuran pencapaian
kompetensi di luar kompetensi yang diujikan pada UN, dilakukan oleh
satuan pendidikan.

Selanjutnya, menurut Permendikbud RI Nomor 66 Tahun 2013 tentang


Standar Penilaian Pendidikan, penilaian hasil belajar peserta didik pada jenjang
pendidikan dasar dan menengah seperti yang telah dijelaskan di atas, didasarkan
pada prinsip-prinsip sebagai berikut.13

1. Objektif, berarti penilaian berbasis pada standardan tidak dipengaruhi


faktor subjektivitas penilai.
2. Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik dilakukan secara terencana,
menyatu dengan kegiatan pembelajaran, dan berkesinambungan.
3. Ekonomis, berarti penilaian yang efisien dan efektif dalam perencanaan,
pelaksanaan, dan pelaporannya.
4. Transparan, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diakses oleh semua pihak.
5. Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggungjawabkan kepada pihak
internal sekolah maupun eksternal untuk aspek teknik, prosedur, dan
hasilnya.
6. Edukatif, berarti mendidik dan memotivasi peserta didik dan guru.

Pendekatan penilaian yang digunakan tersebut adalah penilaian acuan


kriteria (PAK). PAK merupakan penilaian pencapaian kompetensi yang
didasarkan pada kriteria ketuntasan minimal (KKM). KKM merupakan kriteria
ketuntasan belajar minimal yang ditentukan oleh satuan pendidikan dengan
mempertimbangkan karakteristik Kompetensi Dasar yang akan dicapai, daya

13
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI.

21
dukung, dan karakteristik peserta didik.

I. Tugas Pokok Guru Dalam Pembelajaran

Tugas maupun fungsi guru merupakan sesuatu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Akan tetapi, tugas dan fungsi sering kali disejajarkan sebagai peran.
Pasal 6 Undang-Undang nomor 14 tahun 2015 tentang Guru dan Dosen,
menyatakan kedudukan guru sebagai tenaga professional dengan bertujuan untuk
melaksanakan sistem pendidikan nasional dan mewujudkan tujuan pendidikan
nasional. Intinya guru bertugas melaksanakan sistem pendidikan nasional demi
terwujudnya tujuan pendidikan nasional. Menurut Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, tugas guru adalah sebagai pendidik,
pengajar, pembimbing, pengarah, pelatih, penilai, dan pengevaluasi peserta
didik.14 Adapun penjelasan dari masing-masing tugas pokok guru adalah sebagai
berikut.

1. Guru sebagai Pendidik


Guru adalah pendidik yang menjadi tokoh panutan, dan identifikasi bagi
para peserta didik dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus
mempunyai standar kualitas pribadi tertentu yang mencakup tanggung
jawab, kewibawaan, kemandirian, dan kedisiplinan. Guru harus
memahami berbagai nilai, norma moral dan sosial, serta berusaha untuk
berperilaku sesuai dengan nilai dan norma tersebut. Guru juga harus
bertanggung jawab terhadap tindakannya dalam proses pembelajaran di
sekolah. Guru dalam tugasnya sebagai pendidik harus berani mengambil
keputusan secara mandiri berkaitan dengan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi, serta bertindak sesuai dengan kondisi peserta
didik dan lingkungan.
2. Guru sebagai Pengajar
Guru membantu peserta didik yang sedang berkembang untuk mempelajari
sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk kompetensi, dan memahami
14
Hamzah B. Uno and Nina Lamatenggo, ‘Tugas Guru Dalam Pembelajaran’, Bumi Aksara, 2016,
p. 198.

22
materi standar yang dipelajari. Guru sebagai pengajar harus terus
mengikuti perkembangan teknologi sehingga apa yang disampaikan
kepada peserta didik merupakan hal-hal yang terus diperbarui.
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang
bertugas menyampaikan materi pembelajaran, menjadi fasilitator yang
bertugas memberikan kemudahan belajar. Hal tersebut dimungkinkan
karena perkembangan teknologi menimbulkan berbagai buku dengan
harga relatif murah, dan peserta didik dapat belajar melalui internet tanpa
batasan waktu dan ruang, belajar melalui televisi, radio, dan surat kabar
yang setiap saat hadir di hadapan kita.
3. Guru sebagai Pembimbing
Guru sebagai pembimbing dapat diibaratkan sebagai pembimbing
perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya yang
bertanggung jawab. Sebagai pembimbing, guru harus merumuskan tujuan
secara jelas, menetapkan waktu perjalanan, menetapkan jalan yang harus
ditempuh, menggunakan petunjuk perjalanan, serta menilai kelancarannya
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan peserta didik. Semua kegiatan
yang dilakukan oleh guru harus berdasarkan kerja sama yang baik antara
guru dengan peserta didik. Guru memiliki hak dan tanggung jawab dalam
setiap perjalanan yang direncanakan dan dilaksanakannya.
4. Guru sebagai Pengarah
Guru adalah seorang pengarah bagi peserta didik bahkan bagi orang tua.
Sebagai pengarah, guru harus mampu mengajarkan peserta didik dalam
menyelesaikan berbagai permasalahan yang dihadapi, mengarahkan
peserta didik dalam mengambil suatu keputusan, dan menemukan jati
dirinya. Guru juga dituntut untuk mengarahkan peserta didik dalam
mengembangkan potensi dirinya sehingga peserta didik dapat membangun
karakter yang baik bagi dirinya dalam menghadapi kehidupan nyata di
masyarakat.
5. Guru sebagai Pelatih
Proses pendidikan dan pembelajaran memerlukan latihan keterampilan,
baik intelektual maupun motorik sehingga menuntut guru untuk bertindak

23
sebagai pelatih. Guru bertugas melatih peserta didik dalam pembentukan
kompetensi dasar sesuai dengan potensi masing-masing peserta didik.
Selain harus memerhatikan kompetensi dasar dan materi standar, pelatihan
yang dilakukan juga harus mampu memerhatikan perbedaan individual
peserta didik dan lingkungannya. Untuk itu, guru harus memiliki
pengetahuan yang banyak, meskipun tidak mencakup semua hal secara
sempurna.
6. Guru sebagai Penilai
Penilaian atau evalusi merupakan aspek pembelajaran yang paling
kompleks karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta
variabel lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks
yang tidak mungkin dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Tidak ada
pembelajaran tanpa penilaian, karena penilaian merupakan proses
menetapkan kualitas. Hasil belajar, atau proses untuk menentukan tingkat
pencapaian tujuan pembelajaran peserta didik. Sebagai suatu proses,
penilaian dilaksanakan dengan prinsip-prinsip dan dengan teknik yang
sesuai, baik tes atau non-tes. Teknik apa pun yang dipilih, penilaian harus
dilakukan dengan prosedur yang jelas meliputi tiga tahap, yaitu persiapan,
pelaksanaan, dan tindak lanjut.
Mengingat kompleksnya proses penilaian maka guru perlu memiliki
pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang memadai. Guru harus
memahami teknik evaluasi, baik tes maupun non-tes yang meliputi jenis
masing-masing teknik, karakteristik, prosedur pengembangan, serta cara
menentukan baik atau tidaknya ditinjau dari berbagai segi, validitas,
reliabilitas, daya beda dan tingkat kesukaran soal.

J. Peran Guru Dalam Pembelajaran

Guru memiliki satu kesatuan peran dan fungsi yang tidak dapat
terpisahkan, antara kemampuan mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih.
Keempat kemampuan tersebut merupakan kemampuan integrativ, yang satu sama
lain tidak dapat dipisahkan dengan yang lainnya. Secara terminologis akademis,

24
pengertian mendidik, membimbing, mengajar, dan melatih dapat dijelaskan dalam
tabel berikut ini.15

No. Aspek Mendidik Membimbing Mengajar Melatih


1 Isi Moral dan Norma dan tata Bahan ajar berupa Keterampilan
kepribadian tertib ilmu pengetahuan atau
dan teknologi kecakapan
hidup
2 Proses Memberikan Menyampaikan Memberikan contoh Menjadi
motivasi atau mentransfer kepada siswa atau contoh dan
untuk belajar bahan ajar yang mempraktikan teladan dalam
dan mengikuti berupa ilmu keterampilan hal moral dan
ketentuan atau pengetahuan, tertentu atau kepribadian
tata tertib teknologi dan menerapkan konsep
yang telah seni dengan yang telah
menjadi menggunakan diberikan kepada
kesepakatan strategi dan siswa
bersama metode Menjadi kecakapan
mengajar yang yang dapat
sesuai dengan digunakan dalam
perbedaan siswa kehidupan
sehari-hari
3 Strategi Keteladanan, Motivasi dan Ekspositori dan Prakter kerja,
dan pembiasaan pembinaan inkuiri simulasi dan
metode magang
Tabel Perbedaan antara Mendidik, Membimbing, Mengajar, Dan Melatih.

Secara komprehensif, guru harus memiliki keempat kemampuan tersebut


secara utuh. Meskipun kemampuan mendidik harus lebih dominan dibandingkan
dengan kemampuan yang lainnya. Peranan guru dewasa ini tidak dapat dilepaskan
dari interaksi antara guru dengan peserta didik melalui media pembelajaran yang
dilakukan di dalam kelas. Menurut Moon dalam Hamzah B. Uno seperti yang

15
Ahmad Sopian, ‘Tugas, Peran, Dan Fungsi Guru Dalam Pendidikan’, Raudhah Proud To Be
Professionals : Jurnal Tarbiyah Islamiyah, 1.1 (2016), 88–97
<https://doi.org/10.48094/raudhah.v1i1.10>.

25
dikutip oleh Ruth Mayasari Simanjuntak, mengemukakan terdapat beberapa peran
guru dalam pembelajaran tatap muka, yaitu sebagai berikut:16

1. Guru sebagai Perancang Pembelajaran (Designer of instruction)


Pihak Kementerian Pendidikan Nasional telah memprogramkan bahan
pembelajaran yang harus diberikan guru kepada peserta didik pada suatu
waktu tertentu. Di sini guru dituntut untuk berperan aktif dalam
merencanakan proses belajar mengajar dengan memperhatikan berbagai
komponen dalam sistem pembelajaran yang meliputi sebagai berikut.
a. Membuat dan merumuskan tujuan pembelajaran.
b. Menyiapkan materi yang relevan dengan tujuan, waktu, fasilitas,
perkembangan ilmu, kebutuhan dan kemampuan peserta didik,
komprehensif, sistematis dan fungsional efektif.
c. Merancang metode yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi
peserta didik.
d. Menyediakan sumber belajar, dalam hal ini guru berperan sebagai
fasilitator dalam pengajaran.
e. Media, dalam hal ini guru berperan sebagai mediator dengan
memerhatikan relevansi (seperti juga materi), efektif dan efesien,
keseuaian dengan metode, serta pertimbangan praktis.
Dengan demikian, guru dengan waktu yang sedikit atau terbatas
dituntut dapat merancang dan mempersiapkan semua komponen agar
berjalan dengan efektif dan efesien. Untuk itu, guru harus memiliki
pengetahuan yang cukup memadai tentang prinsip-prinsip belajar, sebagai
landasan dari perencanaan.
2. Guru sebagai Pengelola Pembelajaran (Manager of Instruction)
Tujuan umum pengelolaan kelas adalah menyediakan dan
menggunakan fasilitas bagi bermacam-macam kegiatan belajar mengajar.
Tujuan khususnya adalah mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam menggunakan alat-alat belajar, menyediakan kondisi-kondisi yang
memungkinkan peserta didik bekerja dan belajar, serta membantu peserta
didik untuk memperoleh hasil yang diharapkan.

16
RUTH MAYASARI SIMANJUNTAK, ‘Bahan Ajar Profesi Kependidikan’, Mkb 7056, 2016, 1–101.

26
Selain itu, guru juga berperan dalam membimbing pengalaman sehari-
hari kearah pengenalan tingkah laku dan kepribadiannya sendiri. Salah
satu ciri manajemen kelas yang baik adalah tersedianya kesempatan bagi
peserta didik untuk sedikit demi sedikit mengurangi ketergantungannya
pada guru hingga mereka mampu membimbing kegiatannya sendiri.
Sebagai manajer, guru hendaknya mampu mempergunakan
pengetahuan tentang teori belajar mengajar dari teori perkembangan
hingga memungkinkan untuk menciptakan situasi belajar yang baik
mengendalikan pelaksanaan pengajaran dan pencapaian tujuan.
3. Guru sebagai pengarah Pembelajaran
Hendaknya guru senantiasa berusaha menimbulkan, memelihara, dan
meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar. Dalam hubungan ini,
guru mempunyai fungsi sebagai motivator dalam keseluruhan kegiatan
belajar mengajar. Empat hal yang dapat dikerjakan guru dalam
memberikan motivasi adalah sebagai berikut.
a. Membangkitkan dorongan peserta didik untuk belajar.
b. Menjelaskan secara konkret, apa yang dapat dilakukan pada akhir
pengajaran.
c. Memberikan pegajaran terhadap prestasi yang dicapai hingga dapat
merangsang pencapaian prestasi yang lebih baik dikemudian hari.
d. Membentuk kebiasaan belajar yang baik.
Pendekatan yang dipergunakan oleh guru dalam hal ini adalah
pendekatan pribadi, di mana guru dapat mengenal dan memahami peserta
didik lebih mendalam hingga dapat membantu dalam keseluruhan proses
belajar mengajar atau dengan kata lain guru berfungsi sebagai
pembimbing. Sebagai pembimbing dalam proses belajar mengajar, guru
diharapkan untuk dapat:
a. Mengenal dan memahami setiap peserta didik, baik secara individu
maupun secara kelompok.
b. Membantu peserta didik dalam mengatasi masalah pribadi yang
dihadapinya.

27
c. Memberikan kesempatan agar peserta didik dapat belajar sesuai
dengan kemampuan pribadinya.
d. Mengevaluasi keberhasilan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran dan
langkah kegiatan yang telah dilakukannya.
Untuk itu, guru hendaknya memahami prinsip-prinsip bimbingan dan
menerapkannya dalam proses pembelajaran.
4. Guru sebagai Evaluator (Evaluator of Student Learning)

Tujuan utama penilaian adalah untuk melihat tingkat keberhasilan,


efektifitas, dan efesiensi dalam proses pembelajaran. Selain itu, untuk
mengetahui kedudukan peserta didik dalam kelas atau kelompoknya.
Dalam fungsinya sebagai penilai hasil belajar peserta didik, guru
hendaknya secara terus menerus mengikuti hasil belajar yang telah dicapai
peserta didik dari waktu ke waktu. Informasi yang diperoleh melalui
evaluasi ini akan menjadi umpan balik terhadap proses pembelajaran.
Umpan balik akan dijadikan sebagai titik tolak untuk memperbaiki dan
meningkatkan pembelajaran selanjutnya. Proses pembelajaran akan terus
menerus ditingkatkan untuk memperoleh hasil yang optimal.

5. Guru sebagai Konselor


Sesuai dengan peran guru sebagai konselor, maka guru diharapkan
akan dapat merespons segala masalah tingkah laku yang terjadi dalam
proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus dipersiapkan agar dapat
menolong peserta didik memecahkan masalah-masalah yang timbul antara
peserta didik dengan orang tuanya dan dapat memperoleh keahlian dalam
membina hubungan yang manusiawi dan dapat mempersiapkan untuk
berkomunikasi dan bekerja sama dengan bermacam-macam manusia. Pada
akhirnya guru akan memerlukan pengertian tentang dirinya sendiri, baik
itu motivasi, harapan, prasangka, ataupun keinginannya. Semua hal itu
akan memberikan pengaruh pada kemampuan guru dalam berhubungan
dengan orang lain, terutama dengan peserta didik.
6. Guru sebagai Pelaksana Kurikulum

28
Kurikulum adalah seperangkat pengalaman belajar yang akan
didapatkan oleh peserta didik selama ia mengikuti suatu proses
pendidikan. Keberhasilan dari suatu kurikulum yang ingin dicapai sangat
bergantung pada faktor kemampuan yang dimiliki oleh seorang guru.
Artinya, guru adalah orang yang bertanggungjawab dalam upaya
mewujudkan segala sesuatu yang telah tertuang dalam suatu kurikulum
resmi. Bahkan pandangan mutakhir menyatakan bahwa meskipun suatu
kurikulum itu bagus, namun berhasil atau gagalnya kurikulum tersebut,
pada akhirnya terletak di tangan pribadi guru. Terdapat beberapa alasan
untuk pernyataan tersebut yaitu:

a. Guru adalah pelaksana langsung dari kurikulum di suatu kelas.


b. Gurulah yang bertugas mengembangkan kurikulum pada tingkat
pembelajaran, karena ia melakukan tugas sebagai berikut:
1) Menganalisis tujuan berdasarkan apa yang tertuang dalam
kurikulum resmi.
2) Mengembangkan alat evaluasi berdasarkan tujuan.
3) Merumuskan bahan yang sesuai dengan isi kurikulum.
4) Merumuskan bentuk kegiatan belajar yang dapat memberikan
pengalaman belajar bagi peserta didik dalam melaksanakan apa
yang telah diprogramkan.

Gurulah yang langsung menghadapi berbagai permasalahan yang


muncul sehubungan dengan pelaksanaan kurikulum di kelas. Tugas
gurulah yang mencarikan berbagai upaya pemecahan permasalahan yang
dihadapi siswa.

Dari sisi lain, guru sering dicitrakan memiliki peran ganda yang dikenal
dengan EMASLIMDEF (educator, manager, administrator, supervisor, leader,
innovator, dinamisator, Evaluator, dan fasilitator). EMASLIM lebih merupakan
peran kepala sekolah. Akan tetapi, dalam skala mikro di kelas, peran itu juga
harus dimiliki oleh para guru.

Educator merupakan peran yang utama dan terutama, khususnya untuk


peserta didik pada jenjang pendidikan dasar (SD dan SMP). Peran ini lebih

29
tampak sebagai teladan bagi peserta didik, sebagai role model, memberikan
contoh dalam hal sikap dan Perilaku, dan membentuk kepribadian peserta didik.
Sebagai manager, guru memiliki peran untuk menegakkan ketentuan dan tata
tertib yang telah disepakati bersama di sekolah, memberikan arahan atau rambu-
rambu ketentuan agar tata tertib di sekolah dapat dilaksanakan dengan sebaik-
baiknya oleh warga sekolah.

Sebagai administrator, guru memiliki peran untuk melaksanakan


administrasi sekolah, seperti mengisi buku presensi peserta didik, buku daftar
nilai, buku rapor, administrasi kurikulum, administrasi penilaian dan lain
sebagainya. Bahkan, secara administrative para guru juga sebaiknya memiliki
rencana mengajar, program semester dan program tahunan, dan yang paling
penting adalah menyampaikan rapor atau laporan pendidikan kepada orang tua
peserta didik dan masyarakat.

Peran guru sebagai supervisor terkait dengan pemberian bimbingan dan


pengawasan kepada peserta didik, memahami permasalahan yang dihadapi peserta
didik, menemukan permasalahan yang terkait dengan proses pembelajaran, dan
akhirnya memberikan jalan keluar pemecahan masalahnya. Selanjutnya, peran
sebagai leader bagi guru lebih tepat dibandingkan dengan peran sebagai manager,
hal ini dikarenakan sebagai manager bersifat kaku dengan ketentuan yang ada.
Dari aspek penegakan disiplin misalnya, guru lebih menekankan disiplin mati.
Sementara itu, sebagai leader, guru lebih memberikan kebebasan secara
bertanggung jawab kepada peserta didik. Dengan demikian, disiplin yang telah
ditegakkan oleh guru dari peran sebagai leader ini adalah disiplin hidup.

Dalam melaksanakan peran sebagai innovator, seorang guru harus


memiliki kemauan belajar yang cukup tinggi untuk menambah pengetahuan dan
keterampilannya sebagai guru. Tanpa adanya semangat belajar yang tinggi,
mustahil bagi guru dapat menciptakan inovasi-inovasi yang bermanfaat untuk
meningkatkan mutu pembelajaran di sekolah. Adapun, peran sebagai motivator
terkait dengan peran sebagai educator dan supervisor. Untuk meningkatkan
semangat dan gairah belajar yang tinggi, peserta didik harus memiliki motivasi
yang tinggi, baik motivasi dari dalam dirinya sendiri (intrisik) maupun dari luar

30
(ekstrinsik), yang utamanya berasal dari gurunya sendiri. Untuk mengembangkan
tuntutan diatas, guru harus mampu memaknai pembelajaran, serta menjadikan
pembelajaran sebagai ajang pembentukan kompetensi dan perbaikan kualitas
pribadi peserta didik.

K. Contoh Kajian Studi Kasus

Pada studi kasus yang pertama, berdasarkan jurnal yang ditulis oleh Nur
Amaliah dkk, dengan judul “Pengembangan Instrumen Asesmen sebagai
Upaya Peningkatan Keterampilan Abad 21”, yang diterbitkan pada tahun 2023
ini menjelaskan bahwa kajian abad 21 berfokus terhadap kesetaraan akses
pendidikan dan kualias pendidikan yang dicirikan oleh keterampilan dan
kompetensi yang dapat ditransfer kepada mahasiswa. Yang berfokus dalam
pendidikan yakni keterampilan memecahkan masalah (problem solving skill),
keterampilan berpikir kritis (critical thinking skill) dan keterampilan berkolaborasi
(collaboration skill). Terdapat 5 tahapan pada penelitian ini yang diterapkan,
yaitu:17

a. Analyze, pada tahap ini terdapat beberapa langkah yang telah dilakukan,
diantaranya: (1) menganalisis permasalahan selama pembelajaran, (2)
menganalisis karakteristik dan kebutuhan mahasiswa, (3) menganalisis
karakteristik materi mata kuliah profesi pendidikan, dan (4) melakukan
pemetaan keterkaitan substansi materi dan instrumen asesmen.
b. Design, pada tahap ini yang dilakukan yakni merancang produk yang
akan diterapkan berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan di tahap
selanjutnya.
c. Develop, terdapat beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap ini
yaitu: (1) mengembangkan instrumen asesmen, (2) melakukan
konsultasi dengan tim teaching terkait hasil pengembangan produk, (3)
melakukan revisi berdasarkan hasil konsultasi dengan tim teaching.

17
Nur Amaliah and others, ‘Pengembangan Instrumen Asesmen Sebagai Upaya Peningkatan
Keterampilan Abad 21’, 9.1 (2023), 82–87 <https://doi.org/10.31605/saintifik.v9i1.390>.

31
Untuk menilai validitas dari produk yang dikembangkan, maka hasil
penilaian validator disesuaikan dengan tabel tingkat validitas berikut.
d. Implement, kegiatan implementasi merupakan tahap
penerapan/implementasi dari produk yang telah dikembangkan. Tahap
ini bertujuan untuk menguji kelayakan dari produk yang dikembangkan.
e. Evaluate, evaluasi yang diterapkan pada penelitian ini berbentuk
horizontal, sehingga setiap langkah/tahapan yang dikerjakan akan ada
proses evaluasi guna melihat kekurangan/kesalahan yang terdapat di
tiap tahapan.

Studi Kasus yang kedua, pada jurnal yang berjudul “Pengembangan


Asesmen Kinerja Inquiry Lesson Pada Topik Permasalahan Biologi Abad 21
Siswa SMA”, yang disusun oleh Nadia Zahra, Ana Ratna Wulan, dan Yanti
Hamdiyati. Jurnal ini diterbitkan pada januari 2023. Permasalahan pada jurnal ini
adalah keterampilan yang terkait dengan siswa pada tingkat inquiry lesson
memiliki nilai yang rendah, atau bisa dikatakan juga siswa masih belum terampil
dalam inquiry lesson. Hal ini dikarenakan pada inquiry lesson siswa tidak dilatih
keterampilan mandiri dalam melakukan pengukuran, melakukan pengumpulan
dan pencatatan data penelitian, pembuatan tabel observasi, melakukan
perencanaan dalam bereksperimen, penggunaan matematika dan teknologi serta
menjelaskan hubungan yang dapat dianalisis antar variabel. Selain itu rendahnya
keterampilan inquiry lesson juga dapat disebabkan oleh siswa yang kurang
mampu dalam memaksimalkan kemampuannya untuk berperan sebagai pihak
yang mengontrol pembelajaran sesuai ketentuan pada tingkat pelajaran inkuiri.
Kurangnya pemahaman guru terhadap pembelajaran inquiry juga sangat
berdampak pada kemampuan siswa, guru kurang pengalaman dalam proses
memberikan pembelajaran inquiry dimasa yang lalu, sehingga banyak guru yang
kurang terampil dalam menerapkan pembelajaran berbasis keterampilan inquiry.
Proses Pembelajaran biologi yang terdapat di sekolah kebanyakan cenderung satu
arah (teacher Centered) hal tersebut menyebabkan dalam proses pembelajaran
siswa lebih banyak menghafal konsep daripada terlibat dalam penemuan konsep
pada suatu pembelajaran. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan produk
penelitian berupa Rekomendasi instrumen asesmen kinerja kompetensi abad ke-21

32
dalam keterampilan inquiry lesson pada permasalahan biologi abad ke-21
berdasarkan Indikator inquiry lesson Wenning (2012). Kesimpulan yang diperoleh
dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, pengembangan instrumen asesmen
kinerja inquiry lesson yang sudah dikembangkan berdasarkan indikator Inquiry
lesson wenning dapat digunakan dalam mengukur keterampilan inquiry lesson
siswa. Melalui uji validitas dengan formulasi Aiken’s didapatkan hasil 0,66 yang
mana angka tersebut menunjukan bahwa instrument dapat dikatakan valid. Untuk
reliabilitas berdasarkan uji ICC didapatkan hasil sebesar 0,897 dan dapat
diinterpretasikan bahwa instrumen kinerja inquiry lesson memiliki relabilitas yang
tinggi. Dengan hasil tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa instrumen asesmen
kinerja inquiry lesson dapat digunakan oleh guru untuk mengukur keterampilan
inquiry lesson siswa.18

Pada studi kasus yang ketiga, dari sebuah jurnal yang ditulis oleh
Muhammad Akhsanul Muhtadin dan Tio Ari Laksono dengan judul “Analisis
Kompetensi Guru dalam Perspektif Islam dan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional”, yang diterbitkan pada tahun 2021, menjelaskan bahwa
proses belajar mengajar merupakan proses interaksi yang berlangsung dalam
bidang hubungan interpersonal siswa antara guru dan siswa, guru dan dalam
bentuknya yang paling umum, seluruh proses pendidikan untuk meningkatkan
kompetensi yang dimilikinya. Disebutkan kompetensi adalah seperangkat
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan
dikuasai oleh guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi kompetensi mutlak yang harus dimiliki oleh setiap guru yang efektif.
Sehingga kompetensi guru dapat diimplementasikan bukan hanya dalam kelas,
tetapi juga dalam pembelajaran di luar kelas juga dapat untuk diimplementasikan.

Guru merupakan seseorang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada


anak didik. Dalam pengertian yang umum, guru dapat diartikan sebagai orang
yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak harus di lembaga
pendidikan formal. Dalam kajian pendidikan Islam, guru disebut dengan beberapa

18
Nadia Zahra, Ana Ratna Wulan, and Yanti Hamdiyati, ‘Pengembangan Asesmen Kinerja Inquiry
Lesson Pada Topik Permasalahan Biologi Abad 21 Siswa SMA’, 9.2 (2022), 255–65.

33
istilah yaitu Ustadz, Mu’allim, Murabbi, Mursyid, Mudarris, dan Mu’addib, yang
masing-masing memiliki pengertian dan makna yang berbeda-beda.

Guru merupakan seseorang yang mempunyai pemikiran untuk di


wujudkan unutk muridnya untuk menunjang hunungan dengan muridnya. Seorang
guru tidak hanya sebatas knowledge tetapi harus dapat merubah karakter siswa
yang kurang baik menjadi lebih baik. Seorang guru harus memiliki kompetensi
yang baik, yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Kompetensi adalah suatu
prilaku rasional untuk mencapai suatu tujuan yang di persyaratkan sesuai dengan
kondisi yang telah di harapkan. Adapun beberapa kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang guru adalah kompetensi pedagogic, kompetensi kepribadian,
kompetensi professional dan kompetensi sosial.

Selanjutnya, pengembangan profesi guru dilingkungan pendidikan dasar


dan menengah diarahkan pada kualitas profesionalisme, penilaian kinerja secara
obyektif, transparan dan akuntabilitas, serta memotivasi untuk meningkatkan
kinerja dan prestasi. Peningkatan profesi guru pada dasarnya meliputi peningkatan
kualifikasi pendidikan ke jenjang S1, S2, S3, dan sertifikasi mengajar bagi lulusan
non LPTK, pengembangan kompetensi yang meliputi kepribadian, profesional
(kognitif, afektif, psikomotorik) dan sosial, serta pengembangan karier. Cara lain
untuk meningkatkan kompetensi guru yaitu dengan adanya supervisi yang
dilakukan oleh kepala madrasah atau teman sejawat untuk mengetahui
kekurangan-kekurangan guru dan untuk memecahkan masalah. Pada hakekatnya
supervisi mengandung beberapa kegiatan pokok, yaitu pembinaan yang continue,
pengembangan kemampuan profesional personil, perbaikan situasi belajar
mengajar, dengan sasaran akhir pencapaian tujuan pendidikan dan pertumbuhan
pribadi peserta didik.19

Pada studi kasus yang keempat, pada jurnal yang berjudul “Regulasi
Emosi Guru dan Pengelolaan Kelas SMP NEGERI 1 P.BATU”, yang disusun
oleh Amirudin Siahaan, dkk yang diterbitkan pada januari 2023. Tujuan penelitian
artinya buat menyendiri pedoman regulasi emosi secara kognitif guru pada
menghadapi perilaku anak anti sosial. Situasi dan kondisi yang penuh tekanan
19
Muhmmad Akhsanul Muhtadin and Tio Ari Lakono, ‘Analisis Kompetensi Guru Dalam Perspektif
Islam’, 6.1 (2023), 17–37.

34
yang dialami guru dan dituntut membuat mampu dikenali setiap duduk masalah
dalam perkembangan anak prasekolah, berpotensi menyebabkan emosi-emosi
negative, masalah gangguan sikap anti sosial serta gangguan emosi anak berupa
tidak patuh serta temperamen bisa menimbulkan permasalahan di sekolah, sebagai
akibatnya guru mengeluh dan tidak bisa menghadapi anak. Kesimpulannya,
Pregulasi emosi secara kognitif yang bisa dilakukan guru pada menghadapi sikap
anti sosial,antara lain: 1) guru dapat melarang regulasi emosi anak dengan cara
menanggapi emosi dan melarang wacana emosi; 2) guru bisa memberikan
bimbingan pada kompetensi emosional menggunakan cara menyampaikan contoh
emosi yang positif serta negatif, cara menanggapi emosi anak, dan
memanifestasikan emosi, guru mampu berinteraksi menggunakan anak sambil
mengidentifikasi emosi.20

20
Amirudin Siahaan and others, ‘Regulasi Emosi Guru Dan Pengelolaan Kelas Di SMP Negeri 1
P.Batu’, 3.3, 39–49.

35
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan materi yang telah dijelaskan, maka dapat diambil beberapa


kesimpulan, yaitu:

1) Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 39 ayat 2


tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan, seorang pendidik harus
memiliki kompetensi berupa kemampuan mengadakan evaluasi, baik
dalam proses pembelajaran maupun penilaian hasil belajar.
2) Evaluasi adalah suatu kegiatan atau proses yang dilakukan secara
sistematis, berkelanjutan, dan menyeluruh dalam rangka pengendalian,
penjaminan, dan penetapan kualitas (nilai dan arti) berbagai komponen
pembelajaran berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu. Penilaian
dalam arti Assessment merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan,
dan penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik baik
perorangan maupun kelompok yang diperoleh melalui pengukuran.
Pengukuran (measurement) adalah suatu proses untuk menentukan
kuantitas daripada sesuatu. Sesuatu itu bisa berarti peserta didik, strategi
pembelajaran, sarana prasana sekolah dan sebagainya. Tes merupakan
salah satu alat untuk melakukan pengukuran, yaitu alat untuk
mengumpulkan informasi karakteristik suatu objek . Objek ini dapat
berupa kemampuan siswa, minat sikap maupun motivasi.
3) Karakteristik atau ciri-ciri penting evaluasi pembelajaran yaitu Pertama,
evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan belajar
peserta didik itu pengukurannya dilakukan secara tidak langsung. Kedua,
pengukuran dalam rangka menilai keberhasilan belajar peserta didik pada
umumnya menggunakan ukuran yang bersifat kuantitatif atau lebih sering
menggunakan simbol-simbol angka. Ketiga, pada kegiatan evaluasi hasil
belajar pada umumnya digunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap.

36
Keempat, prestasi belajar yang dicapai oleh peserta didik dari waktu ke
waktu adalah bersifat relatif. Kelima, dalam kegiatan evaluasi hasil belajar
kemungkinan akan terjadi kekeliruan penilaian, karena itulah bahwa
evaluasi hasil belajar tidak bisa dijadikan patokan seutuhnya.
4) Tujuan dari evaluasi pembelajaran adalah untuk mengetahui efektivitas
proses pembelajaran yang telah dilaksanakan. Hal ini dilakukan oleh
semua orang yang bersangkutan, bukan hanya guru melainkan juga peserta
didik itu sendiri.
5) Fungsi evaluasi atau penilaian ada beberapa hal, yakni Penilaian berfungsi
selektif, Penilaian berfungsi diagnotik, Penilaian berfungsi sebagai
penempatan, Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan.
6) Adapun ruang lingkup evaluasi pembelajaran dapat ditinjau dari beberapa
perspektif, yaitu domain hasil belajar, sistem pembelajaran, proses dan
hasil belajar, serta kompetensi.
7) Model evaluasi pembelajaran diklasifikasikan menjadi model pengukuran
(measurement model), model kesesuaian (congruence model), model
sistem (system model), dan model illuminatif (illuminative model).
8) Tugas pokok guru adalah Guru sebagai Pendidik, guru sebagai pengajar,
guru sebagai pembimbing, guru sebagai pengarah, guru sebagai pelatih,
guru sebagai penilai.
9) Standar Penilaian Pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme,
prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik yang
mencakup: penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio,
ulangan, ulangan harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester,
ujian tingkat kompetensi, ujian mutu tingkat kompetensi, ujian nasional,
dan ujian sekolah/madrasah.
10) Guru sering dicitrakan memiliki peran ganda yang dikenal dengan
EMASLIMDEF (educator, manager, administrator, supervisor, leader,
innovator, dinamisator, Evaluator, dan fasilitator).
11) Kajian kasus sebagai contoh terdapat 4 kasus beserta penjelasannya.

37
B. Saran

Kami menyadari bahwa dalam penulisan dan penyusunan makalah ini


masih terdapat banyak sekali kekurangan karena murni berasal dari keterbatasan
kami dalam mencari sumber referensi dan menyajikan kepada pembaca semua.
Maka dari itu, kritik dan saran dari pembaca yang sifatnya membangun senantiasa
kami harapkan untuk bahan koreksi dan pembenahan kami selanjutnya.

38
DAFTAR PUSTAKA

Amaliah, Nur, Tri Maniarta Sari, Gaby Maulida Nurdin, and Aswal Salewangeng,
‘Pengembangan Instrumen Asesmen Sebagai Upaya Peningkatan
Keterampilan Abad 21’, 9.1 (2023), 82–87
<https://doi.org/10.31605/saintifik.v9i1.390>
Anonim, ‘Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional’, Zitteliana, 18.1 (2003), 22–27
Asrul, Rusydi Ananda, and Rosinta, Evaluasi Pembajalaran, Ciptapustaka Media,
2014
Elis, Ratnawulan, Evaluasi Pembelajaran, Penerbit Pustaka, 2014
Haryanto, Evaluasi Pembelajaran; Konsep Dan Manajemen, UNY Press, 2020
Idrus L, ‘EVALUASI DALAM PROSES PEMBELAJARAN Idrus L 1’, Evaluasi
Dalam Proses Pembelajaran, 2, 2019, 920–35
Indrastoeti, Jenny, and Siti Istiyati, Asesmen Dan Evaluasi Pembelajaran Di
Sekolah Dasar, 2017
Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan RI, ‘Permendikbud No 66 Tahun 2013
Tentang Standar Penilaian Pendidikan’, 2011 (2013), 1–6
<https://doi.org/10.1016/j.metabol.2009.10.012>
Muhtadin, Muhmmad Akhsanul, and Tio Ari Lakono, ‘Analisis Kompetensi Guru
Dalam Perspektif Islam’, 6.1 (2023), 17–37
Siahaan, Amirudin, Rizki Akmalia, Dawi Nurjannah, Jelita Ramadhani
Marpaung, Razak Hadinata Hasibuan, and Arif Abdul Gani Lubis, ‘Regulasi
Emosi Guru Dan Pengelolaan Kelas Di SMP Negeri 1 P.Batu’, 3.3, 39–49
SIMANJUNTAK, RUTH MAYASARI, ‘Bahan Ajar Profesi Kependidikan’, Mkb
7056, 2016, 1–101
Sopian, Ahmad, ‘Tugas, Peran, Dan Fungsi Guru Dalam Pendidikan’, Raudhah
Proud To Be Professionals : Jurnal Tarbiyah Islamiyah, 1.1 (2016), 88–97
<https://doi.org/10.48094/raudhah.v1i1.10>
Uno, Hamzah B., and Nina Lamatenggo, ‘Tugas Guru Dalam Pembelajaran’,
Bumi Aksara, 2016, p. 198
Zahra, Nadia, Ana Ratna Wulan, and Yanti Hamdiyati, ‘Pengembangan Asesmen
Kinerja Inquiry Lesson Pada Topik Permasalahan Biologi Abad 21 Siswa
SMA’, 9.2 (2022), 255–65

39

Anda mungkin juga menyukai