Anda di halaman 1dari 73

MODUL PEMBELAJARAN

STRATEGI BELAJAR MENGAJAR

TIM PENYUSUN
DR. ANDI WAHYUDI, M.PD.
YUSINTA DWI ARIYANI, M.PD.

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ALMA ATA
2021

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan ridha-
Nya kita selalu mendapatkan kebahagiaan, kedamaian, serta ketenteraman yang
senantiasa menyertai kita. Shalawat serta salam kita haturkan kepada junjungan kita
Nabi Muhammad, beserta sahabat dan keluarganya.
Modul ini disusun agar dapat membantu para mahasiswa untuk mengikuti
perkuliahan Strategi Belajar Mengajar serta sebagai panduan bagi dosen untuk
melakukan perkuliahan Tim penulis pun menyadari jika di dalam penyusunan
modul ini mempunyai kekurangan, namun kami meyakini sepenuhnya bahwa
sekecil apa pun modul ini tetap akan memberikan sebuah manfaat bagi pembaca,
khususnya mahasiswa.
Akhir kata untuk penyempurnaan modul ini, maka kritik dan saran dari
pembaca sangat berguna untuk penulis ke depannya.

Wassalammualaikum Wr. Wb

Yogyakarta, 12 Juli 2021

Tim Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
PENDAHULUAN................................................................................................... 1
A. Deskripsi Mata Kuliah.............................................................................. 1
B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) .......................................... 1
C. Bahan Kajian ............................................................................................ 1
D. Peta Pembelajaran .................................................................................... 2
KONSEP DAN PRINSIP BELAJAR ..................................................................... 3
A. Pengantar Materi ...................................................................................... 3
B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (SubCPMK) ............................................................. 4
C. Uraian Materi............................................................................................ 4
D. Daftar rujukan utama .............................................................................. 10
E. Lembar Kerja Mahasiswa ....................................................................... 11
F. Kisi-Kisi Penilaian ..................................................................................... 12
TEORI-TEORI BELAJAR ................................................................................... 13
A. Pengantar Materi .................................................................................... 13
B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (SUB CPMK) ........................................................ 14
C. Uraian Materi.......................................................................................... 14
D. Daftar rujukan utama .............................................................................. 36
E. Kisi-Kisi Penilaian.................................................................................. 36
PENERAPAN PEMBELAJARAN AKTIF .......................................................... 38
A. Pengantar Materi .................................................................................... 38
B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (SUBPMK) ............................................................ 38
C. Uraian Materi.......................................................................................... 39
D. Daftar rujukan utama .............................................................................. 46
E. Kisi-Kisi Penilaian.................................................................................. 46
KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR .......................................................... 48
A. Pengantar Materi .................................................................................... 48
B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (SUBPMK) ............................................................ 48
C. Uraian Materi.......................................................................................... 49
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK ........................................... 54

iii
A. Pengantar Materi .................................................................................... 54
B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (SUBPMK) ............................................................ 55
C. Uraian Materi.......................................................................................... 55
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL) ............................ 58
A. Pengantar Materi .................................................................................... 58
B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (SUBPMK) ............................................................ 59
C. Uraian Materi.......................................................................................... 59
MODEL PEMBELAJARAN KLARIFIKASI NILAI .......................................... 63
A. Pengantar Materi .................................................................................... 63
B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (SUBPMK) ............................................................ 63
C. Uraian Materi.......................................................................................... 64
DAFTAR RUJUKAN ........................................................................................... 66

iv
PENDAHULUAN

A. Deskripsi Mata Kuliah


Mata kuliah Strategi Belajar Mengajar ini mengkaji mengenai prinsip-pinsip
belajar, hakikat dan teori belajar, dan strategi, model, metode dan pendekatan
pembelajaran serta model-model pembelajaran inovatif yang akan mendukung
dalam melaksanakan pembelajaran yang optimal. Modul ini menjadi salah satu
bahan ajar yang membantu mahasiswa mempelajari macam-macam teori
belajar, seperti teori belajar behavioristik, kognitivistik, humanistik dan
konstruktivistik. Mempelajari mengenai perbedaan pendekatan, metode, model
dan strategi yang diterapkan dalam pembelajaran. Serta model-model
pembelajaran inovatif yang dapat menjadi bekal bagi calon pendidik nantinya.
Kendala yang sering dialami mahasiswa dalam mata kuliah ini adalah
memahami berbagai macam teori belajar berdasarkan pada berbagai percobaan
yang dilakukan oleh ahli. Adanya modul ini yang dilengkapi dengan video
pembelajaran diharapkan membantu mahasiswa dalam membedakan berbagai
macam teori belajar berdasarkan pada percobaan-percobaan yang mendasari
teori tersebut.

B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK)


2.1 Menguasai konsep dan teori belajar pendidikan sekolah dasar.

5.1 Menguasai aspek-aspek keterampilan dasar dalam pembelajaran SD.

Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif


dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan
1.1
dan teknologi yang memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora
yang sesuai dengan bidang keahliannya
Menunjukkan sikap bertanggung-jawab atas pekerjaan di bidang
9.1
keahliannya secara mandiri;

C. Bahan Kajian
a. Konsep dan prinsip belajar
b. Teori-teori belajar
c. Pendekatan, Model, Metode, dan strategi pembelajaran
d. Teknik dan keterampilan dasar mengajar

1
e. Model pembelajaran kooperatif
f. Model pembelajaran Inkuiri
g. Model pembelajaran kontekstual
h. Model pembelajaran berbasis proyek
i. Model pembelajaran berbasis masalah
j. Model pembelajaran daring/online
k. Model pembelajaran klarifikasi nilai

D. Peta Pembelajaran
BENTUK
Per MATERI DOSEN
PEMBELAJARAN
1 Konsep dan prinsip belajar Sinkronus Dr. Andi Wahyudi, M.Pd.
2 Teori belajar behavioristik Asinkronus Dr. Andi Wahyudi, M.Pd.
3 Teori belajar kognitivistik Sinkronus Dr. Andi Wahyudi, M.Pd.
4 Teori belajar konstruktivistik Asinkronus Dr. Andi Wahyudi, M.Pd.
5 Teori belajar humanistik Sinkronus Dr. Andi Wahyudi, M.Pd.
6 Asinkronus Dr. Andi Wahyudi, M.Pd.
Strategi pembelajaran
7 Sinkronus Dr. Andi Wahyudi, M.Pd.
Teknik dan keterampilan
8 Sinkronus Yusinta Dwi Ariyani, M.Pd.
dasar mengajar
Model pembelajaran
9 Asinkronus Yusinta Dwi Ariyani, M.Pd.
kooperatif
10 Model pembelajaran Inkuiri Sinkronus Yusinta Dwi Ariyani, M.Pd.
Model pembelajaran
11 Asinkronus Yusinta Dwi Ariyani, M.Pd.
kontekstual
Model pembelajaran berbasis
12 Sinkronus Yusinta Dwi Ariyani, M.Pd.
proyek
Model pembelajaran berbasis
13 Asinkronus Yusinta Dwi Ariyani, M.Pd.
masalah
Model pembelajaran
14 Sinkronus Yusinta Dwi Ariyani, M.Pd.
klarifikasi nilai

2
MODUL 1
KONSEP DAN PRINSIP BELAJAR

A. Pengantar Materi
Belajar adalah sesuatu yang terjadi secara alami dan berlangsung tanpa
disadari dalam banyak aktivitas. Kita mungkin merenungkan cara seorang anak
dapat melakukan sesuatu yang sebelumnya tidak dapat mereka lakukan dan kita
mungkin akan takjub melihat cara seorang anak kecil telah berkembang bahkan
dalam waktu yang singkat. Ini adalah pembelajaran yang tidak direncanakan,
meskipun orang tua sering menghabiskan waktu membantu anak-anak untuk
mengembangkan keterampilan dan pemahaman tertentu, dan karena itu diakui
berbeda dari pembelajaran yang direncanakan yang terjadi dalam pengaturan yang
lebih formal dari sistem pendidikan kita seperti kelompok bermain, pembibitan dan
sekolah. Ketika anak-anak berkembang, mereka mengikuti apa yang kadang-
kadang dianggap sebagai pola belajar yang normal, dan mereka menjadi lebih
terampil dan berpengetahuan hampir sebagai hal yang biasa. Namun, untuk
meningkatkan proses ini, perlu adanya sistem yang mapan di mana anak-anak
belajar dan di mana mereka diinisiasi ke dalam basis pengetahuan dan keterampilan
yang diterima dan dianggap penting, tentu dengan tujuan supaya tumbuh menjadi
warga masyarakat yang baik dan berkontribusi secara efektif.
Kajian tentang bagaimana manusia belajar terus berkembang dan meluas.
Para peneliti dari menguji ide dan hipotesis mereka dalam pengaturan dasar dan
terapan, temuan penelitian mereka memunculkan peningkatan dalam praktik
pengajaran dan pembelajaran bagi siswa dari segala usia. Terutama yang perlu
diperhatikan adalah bagaimana topik yang dulu dianggap tidak berhubungan erat
dengan pembelajaran—seperti motivasi, teknologi, dan pengaturan diri—semakin
banyak dibahas oleh para peneliti dan praktisi. Meskipun bidang pembelajaran terus
berubah, tujuan dari pembelajaran kali ini adalah: (a) mahasiswa memahami
mengenai konsep dan prinsip belajar (b) mahasiswa mampu menjelaskan tujuan
belajar, dan (c) mahasiswa mampu mendeskripsikan macam-macam tipe atau gaya
belajar. Pemahaman yang baik terhadap konsep dan prinsip belajar selain akan
memaksimalkan potensi dan peningkatan kapasitas mahasiswa ketika belajar, juga

3
akan memberikan mahasiswa strategi implementasi pengajaran yang baik. Konsep
dan prinsip belajar mencakup pada aspek kognitif, behaviorisme, dan
konstruktivisme. Fokus ini konsisten dengan penekanan konstruktivisme
kontemporer pada pembelajar aktif yang mencari, membentuk, dan memodifikasi
pengetahuan, keterampilan, strategi, dan keyakinan pebelajar.

B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian


Pembelajaran Mata Kuliah (SubCPMK)

CPL CPMK SUB-CPMK


Mampu menjelaskan konsep dan prinsip belajar
PP2 2.1 dalam pendidikan Dasar (C2)
Mampu menerapkan keterampilan berpikir kritis
dalam konteks pengembangan atau implementasi
KK1 1.1
ilmu biologi dengan memperhatikan menerapkan
nilai humaniora (P3)

C. Uraian Materi
1. Pengertian Belajar
Hampir setiap orang setuju bahwa belajar merupakan hal yang penting, tapi
masih sedikit sekali pemahaman mengenai penyebab, proses dan konsekuensi dari
proses belajar. Sampai saat ini tidak ada satu definisi belajar yang diterima secara
universal oleh para ahli. Meskipun definisi belajar belum diterima secara
universal, berikut ini adalah definisi umum belajar yang konsisten dengan fokus
kajian dari mata kuliah ini. Belajar dapat didefinisikan sebagai bentuk perubahan
perilaku yang bertahan lama atau dalam kapasitas untuk berperilaku dengan cara
tertentu yang diperoleh melalui latihan atau bentuk pengalaman lainnya.
Berdasarkan pengertian tersebut maka ada poin penting dari belajar yaitu
belajar berkaitan dengan perubahan perilaku, belajar bertahan dari waktu ke
waktu, dan belajar diperoleh melalui pengalaman (Schunk, 2012). Pertama,
belajar sebagai bentuk perubahan perilaku merupakan perubahan kapasitas yang
dimiliki seseorang setelah mengalami proses belajar. Dalam hal ini, orang belajar
ketika mereka menjadi mampu melakukan sesuatu yang berbeda. Pada saat yang
sama, kita harus ingat bahwa belajar bersifat inferensial, maknanya bahwa belajar

4
dipandang sebagai produk atau hasil belajar, bukan mengamati pembelajaran
secara langsung. Belajar dinilai bukan hanya berdasarkan pada apa yang
disampaikan orang, kegiatan menulis, dan melakukan sesuatu, akan tetapi juga
melibatkan kapasitas yang berubah untuk berperilaku karena tidak jarang orang
mempelajari keterampilan, pengetahuan, keyakinan, atau perilaku tanpa
menunjukkannya pada saat pembelajaran terjadi.
Kriteria kedua adalah bahwa pembelajaran bertahan dari waktu ke waktu.
Ini tidak termasuk perubahan perilaku sementara (misalnya, bicara cadel) yang
disebabkan oleh faktor-faktor seperti obat-obatan, alkohol, dan kelelahan.
Perubahan tersebut bersifat sementara karena ketika penyebabnya dihilangkan,
perilaku kembali ke keadaan semula. Tapi belajar mungkin tidak berlangsung
selamanya karena lupa terjadi. Masih bisa diperdebatkan berapa lama perubahan
harus berlangsung untuk diklasifikasikan sebagai dipelajari, tetapi kebanyakan
orang setuju bahwa perubahan durasi singkat (misalnya, beberapa detik) tidak
memenuhi syarat sebagai pembelajaran.
Kriteria ketiga adalah bahwa pembelajaran terjadi melalui pengalaman
(misalnya, praktik, pengamatan orang lain). Kriteria ini mengecualikan perubahan
perilaku yang terutama ditentukan oleh faktor keturunan, seperti perubahan
pematangan pada anak-anak (misalnya, merangkak, berdiri). Meskipun demikian,
perbedaan antara pematangan dan pembelajaran sering kali tidak jelas. Orang
mungkin secara genetik cenderung untuk bertindak dengan cara tertentu, tetapi
perkembangan aktual dari perilaku tertentu tergantung pada lingkungan. Saat anak
sudah matang untuk berbicara, ia menjadi mampu menghasilkan bahasa; tetapi
kata-kata aktual yang dihasilkan, dipelajari dan diinteraksi dengan orang lain.
Meskipun genetika sangat penting untuk penguasaan bahasa anak-anak,
pengajaran dan interaksi sosial dengan orang tua, guru, dan teman sebaya
memberikan pengaruh yang kuat pada pencapaian bahasa anak-anak. Dengan cara
yang sama, dengan perkembangan normal anak-anak merangkak dan berdiri,
tetapi lingkungan harus responsif dan membiarkan perilaku ini terjadi. Anak-anak
yang gerakannya dibatasi secara paksa tidak berkembang secara normal.

5
2. Tujuan belajar
Secara global tujuan dari belajar adalah terjadi perubahan pada diri
seseorang menjadi lebih baik. Maka dari pernyataan tersebut akan dijelaskan
secara rinci beberapa tujuan belajar berikut:
- Belajar bertujuan mengadakan perubahan di dalam diri antara lain tingkah
laku. Dengan adanya kegiatan belajar maka norma yang dimiliki oleh
seseorang setelah ia melakukan kegiatan belajar akan berubah menjadi lebih
baik. Dalam kegiatan ini pendidik bisa melatih dalam pembelajaran di
sekolah, ini bisa dimulai dari pemberian contoh oleh pendidik itu sendiri.
Jadi seorang pendidik harus senantiasa menjaga sikap agar bisa menjadi suri
tauladan bagi peserta didiknya, karena mengingat bahwa tujuan yang
diinginkan dalam belajar adalah bersifat positif.
- Belajar bertujuan mengubah kebiasaan, dari buruk menjadi baik, seperti
merokok, minum-minuman keras, keluyuran, tidur siang, bangun terlambat,
bermalas-malasan dan sebagainya. Kebiasaan tersebut harus diubah menjadi
yang baik. Dalam kegiatan di sekolah, pendidik selain memberi
pengetahuan melalui pelajaran yang di sampaikan, harus memberikan
perhatian yang lebih mengenai peserta didik yang mempunyai kebiasaan
buruk. Ini bisa dilakukan dengan pemberian kesadaran bahwa perbuatan
yang dimiliki tersebut dapat memberikan dampak negatif bagi diri sendiri
dan orang lain. Serta pendidik harus memberikan dorongan yang kuat untuk
bisa menghilangkan kebiasaan negatif yang dimiliki peserta didik tersebut.
- Belajar bertujuan mengubah sikap, dari negatif menjadi positif. Misalnya
seorang anak yang tadinya selalu menentang orang tuanya, tetapi setelah ia
mendengar, mengikuti ceramah-ceramah agama, sikapnya berubah menjadi
anak yang patuh, cinta dan hormat kepada orang tuanya.
- Belajar dapat mengubah keterampilan. Misalnya seseorang yang terampil
main bulu tangkis, bola, tinju, maupun cabang olahraga lainnya adalah
berkat belajar dan latihan yang sungguh-sungguh. Jadi kegiatan belajar dan
latihan adalah hal yang perlu dilakukan agar terjadi perubahan yang baik
pada diri seseorang.

6
- Belajar bertujuan menambah pengetahuan dalam berbagai bidang ilmu.
Dalam kaitan hal ini pendidik lebih cenderung memperhatikan dalam
penyaluran ilmu pengetahuan (transfer of knowledge). Pendidik harus
memiliki kesiapan yang baik ketika ia akan mengajar dan adanya
penggunaan pendekatan, strategi maupun metode agar dalam pembelajaran
peserta didik tidak merasakan suasana yang membosankan. Pemilihan
metode harus disesuaikan dengan materi, karakteristik pendidik, sarana dan
prasarana, biaya, dan sebagainya agar pembelajaran berhasil dengan baik.

3. Macam-macam gaya belajar


Belajar dilakukan dengan cara yang berbeda-beda satu sama lain dan kita
sering memilih untuk menggunakan apa yang telah dikenal sebagai tipe/gaya
belajar yang disukai. Literatur mengenai kajian ini sangat dan tinjauan lengkap
dari apa yang telah dipelajari dan akan mengambil banyak bidang terkait atau
setidaknya sangat mirip dan sangat erat hubungannya. Misalnya mengenai Gaya
kognitif, misalnya dalam bidang psikologi yang menyelidiki gaya berpikir dan
pemecahan masalah yang mungkin dimiliki seseorang. Istilah preferensi belajar
juga banyak digunakan untuk merujuk pada apa yang akan kita sebut di sini
sebagai gaya belajar. Banyak literatur memberikan banyak definisi yang berguna
tentang gaya belajar dan ide-ide terkait yang dapat kita pertimbangkan. Untuk
melihat secara singkat satu atau dua akan bertindak sebagai titik awal yang
berguna. Gaya belajar sendiri didefinisikan secara beragam sebagai berikut:
• Gaya belajar merupakan cara terbaik atau pilihan individu untuk
berpikir, memproses informasi, dan mendemonstrasikan
pembelajaran;
• Gaya belajar merupakan sarana pilihan individu untuk memperoleh
pengetahuan dan keterampilan; kebiasaan, strategi, atau perilaku
mental yang teratur mengenai pembelajaran, khususnya pembelajaran
pendidikan yang disengaja, yang ditampilkan oleh seorang individu.
• Gaya kognitif juga didefinisikan dalam berbagai cara yang berbeda,
seperti pendekatan tertentu untuk pemecahan masalah, berdasarkan
skema pemikiran intelektual; karakteristik individu dari proses

7
kognitif yang khas untuk individu tertentu; pendekatan khas seseorang
untuk kegiatan belajar dan pemecahan masalah; strategi, atau perilaku
mental yang teratur, yang biasanya diterapkan oleh seorang individu
untuk memecahkan masalah.
Jadi, gaya belajar adalah cara belajar dan belajar yang disukai; misalnya,
menggunakan gambar sebagai ganti teks; bekerja dalam kelompok sebagai lawan
bekerja sendiri; atau belajar secara terstruktur daripada tidak terstruktur.
Preferensi belajar mengacu pada pendekatan intelektual pilihan individu untuk
belajar, yang memiliki pengaruh penting pada bagaimana proses belajar untuk
setiap individu, terutama bila dipertimbangkan dalam hubungannya dengan apa
yang diharapkan guru dari peserta didik di kelas. Ide ini akan dieksplorasi nanti.
Istilah 'preferensi belajar' telah digunakan untuk merujuk pada kondisi, meliputi
kondisi lingkungan, emosional, sosiologis dan fisik, yang akan dipilih oleh
seorang pelajar, jika mereka berada dalam posisi untuk membuat pilihan.
Pilihan mengenai kecenderungan pada gagasan gaya belajar yang disukai
serta memiliki pengaruh pada bagaimana pembelajaran berlangsung. Ini,
mungkin, lebih berkaitan dengan area preferensi kognitif yang lebih umum. Jika
pendekatan pembelajaran tertentu didorong oleh seorang guru, ada kemungkinan
bahwa beberapa siswa akan bekerja dan belajar kurang efektif daripada yang lain.
Untuk itu, kesadaran akan gaya belajar menjadi penting bagi guru. Kesadaran
gaya belajar harus berdampak pada pedagogi – cara guru memilih untuk mengajar
– dan harus membantu guru untuk lebih memahami kebutuhan peserta didik, serta
kesadaran akan kebutuhan untuk membedakan materi, tidak hanya berdasarkan
tingkat kesulitan tetapi juga dengan gaya belajar. Pemahaman mengenai gaya
belajar akan menuntun guru untuk menentukan strategi mengajar dan berdampak
kepada peserta didik yang aktif dan terlibat dalam proses pembelajaran akan lebih
mungkin untuk mencapai keberhasilan. Setelah peserta didik menjadi aktif terlibat
dalam proses belajar mereka sendiri. Ini telah terbukti meningkatkan harga diri
dan motivasi. Kesadaran pelajar tentang preferensi belajar dan pemahaman
tentang proses pembelajaran, serta keterlibatan metakognitif, dapat mengarah
pada peningkatan hasil belajar.

8
Teori kecerdasan majemuk Gardner mengusulkan gagasan bahwa kita
semua memiliki berbagai tingkat kecerdasan di berbagai bidang intelektual . Teori
Gardner sebagian muncul dari kekhawatiran bahwa ketika kecerdasan diukur, tes
yang paling umum digunakan (tes penalaran verbal dan non-verbal standar)
seringkali tidak memungkinkan mereka yang diuji untuk menunjukkan apa yang
benar-benar mereka kuasai atau di mana kecerdasan mereka berada. Gardner
memberi seperangkat kecerdasan berbeda yang dimiliki oleh individu yang dibagi
ke dalam delapan kecerdasan meliputi kecerdasan verbal/linguistik, kecerdasan
logis/matematis, kecerdasan spasial/visual, kecerdasan kinestetik, kecerdasan
musikal, kecerdasan interpersonal, kecerdasan intrapersonal, kecerdasan
naturalistik. Pemahaman mengenai kecerdasan majemuk, menjadi dasar
memahami gaya belajar, seperti yang ditampilkan pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Macam-macam gaya belajar (Pritchard, 2009)

No. Gaya Belajar Preferensi


1 Verbal/linguistik Kecenderungan untuk menyukai: membaca, menulis dan
bercerita, bekerja dengan kecerdasan yang berhubungan
dengan teka-teki bahasa. Baik dalam menggunakan bahasa
deskriptif, dan untuk menghafal tulisan dan lisan.
2 Logis/matematis Kecenderungan untuk menyukai: melakukan eksperimen,
mengerjakan sesuatu, bekerja dengan kecerdasan yang
berhubungan dengan angka, mengajukan pertanyaan dan
mengeksplorasi pola dan penalaran, angka, dan
keterkaitan/hubungan. Gaya ini biasanya Pandai
matematika, penalaran, abstraksi logika dan pola, serta
pemecahan masalah, bekerja dari konkret ke abstrak. Belajar
terbaik dengan: mengategorikan, mengklasifikasikan dan
bekerja dengan pola dan hubungan abstrak.
3 Spasial/visual Kecenderungan untuk menyukai: menggambar,
membangun, mendesain dan menciptakan sesuatu,
kecerdasan yang berhubungan dengan apa saja yang
membayangkan/berimajinasi, melihat gambar dan slide,
menonton film secara visual dan berkreasi serta bermain
dengan mesin. Pebelajar pandai dalam membayangkan hal-
hal gambaran mental, merasakan perubahan, labirin dan
teka-teki, dan membaca peta dan bagan. Belajar paling baik
untuk pola ini dengan memvisualisasikan, bermimpi,
menggunakan 'mata pikiran' dan bekerja dengan gambar.

9
No. Gaya Belajar Preferensi
4 Kinestetik Kecenderungan untuk menyukai kegiatan-kegiatan bersifat
motorik, bergerak, menyentuh, bermain-main, berbicara,
menggunakan kecerdasan tubuh yang terkait dengan bahasa
fisik. Pebelajar panda dalam: aktivitas fisik, gerakan dan
tindakan, serta kerajinan. Belajar paling baik untuk pola ini
dengan: menyentuh, bergerak, optimalisasi motorik otak
yang berinteraksi dengan ruang dan memproses pengetahuan
(di mana gerakan dikendalikan) melalui sensasi tubuh.
5 Musikal Kecenderungan untuk menyukai memainkan alat musik,
menyanyi, drum. berhubungan dengan suara dan
pendengaran Baik dalam: pola, ritme, ketukan dan
pendengaran, ciptakan nada, menjaga waktu (tempo),
membedakan tempo antara suara yang berbeda. Belajar
paling baik dengan: mendengarkan, terutama jika segala
sesuatunya diatur ke musik atau berirama.
6 Interpersonal Kecenderungan untuk menyukai banyak teman, berbicara
dengan orang, memecahkan kecerdasan yang berkaitan
dengan masalah dan bergabung dengan kelompok. Pandai
dalam memahami hubungan dengan orang lain, perasaan
orang lain, memimpin orang lain, mengatur dan berbagai
cara dan berkomunikasi. Belajar terbaik dengan: berbagi,
komunikasi, membandingkan, berhubungan dan berbicara.
7 Intrapersonal Kecenderungan untuk menyukai bekerja sendiri dan
mengejar kepentingan sendiri, kecerdasan berhubungan
dengan melamun diri. Pandai dalam: memahami diri sendiri,
memfokuskan refleksi dan kesadaran diri ke dalam perasaan
dan mimpi, mengikuti naluri, mengejar minat/tujuan dan
menjadi orisinal. Belajar terbaik dengan: bekerja sendiri,
proyek individual, instruksi mandiri dan memiliki ruang
sendiri.
8 Naturalistik Kecenderungan untuk menyukai bekerja di luar ruangan,
atau setidaknya dekat dengan pengamatan dan lingkungan
alam. Pebelajar baik dalam mengumpulkan dan kesadaran
akan klasifikasi alam, mengidentifikasi artefak alam.
Mempelajari dunia terbaik dan polanya dengan bekerja di
luar ruangan, menghubungkan ide-ide kelas dan menemukan
aktivitas di sana dengan alam.

D. Daftar rujukan utama


Pritchard, A. (2009). Ways of Learning. In The Lancet (Vol. 246, Issue 6365).
Routledge. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(45)91319-5
Schunk, D. H. (2012). Learning theory. Pearson Educational, Inc.

10
E. Lembar Kerja Mahasiswa

Universitas Alma Ata


Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Nama Mata Kuliah/Blok STRATEGI BELAJAR MENGAJAR I


Kode Mata Kuliah/Blok SD 067
Dosen Pengampu Dr. Andi Wahyudi, M.Pd.
Yusinta Dwi Ariyani
Bentuk tugas
Lembar Kerja Mahasiswa
Judul Tugas
Penerapan keterampilan berpikir kritis dalam implementasi ilmu biologi
Identitas Mahasiswa
Nama
NIM
Hari/Tanggal
Dasar Teori
Teori klasik dipelapori oleh seorang ahli sosiologi Rusia bernama Ivan Pavlov pada awal tahun
1900 an. Untuk menghasilkan teori ini Ivan Pavlov melakukan suatu eksperimen secara
sistematis dan sainstifik, dengan tujuan mengkaji bagaimana pembelajaran yang berlaku pada
suatu organisme. Pavlov melakukan suatu eksperimen terhadap anjing. Dia meletakkan secara
rutin bubur daging di depan mulut anjing. Anjing mengeluarkan air liur. Air liur yang
dikeluarkan oleh anjing merupakan suatu stimulus yang diasosiasikan dengan makanan. Pavlov
juga menggunakan lonceng sebelum makanan diberikan. Berdasarkan hasil eksperimen pavlo
diperoleh suatu kesimpulan bahwa asosiasi terhadap penglihatan dan suara dengan makanan
ini merupakan tipe pembelajaran yang penting, yang kemudian dikenal dengan Teori
Pengkondisian Klasik. Untuk lebih memahami percobaan Pavlov Silahkan klik link video
berikut:
https://youtu.be/YzSfaYWsFXY
Petunjuk Pengerjaan LKM
Diskusikan pertanyaan berikut dengan anggota kelompok saudara, kemudian hasil diskusi
saudara tulis pada bagian bawah lembar ini.
Materi Diskusi
Berdasarkan teori Ivan Pavlov, Anda melihat bagaimana dampak pemberian rutin bubur pada
mulut anjing yang mengeluarkan air liur. Sebagai pelaksanaan kegiatan tersebut, susunlah
pertanyaan Anda dan carilah jawabannya berdasarkan percobaan tersebut kaitan nya dalam
pelaksanaan pembelajaran
1. Rumusan masalah :
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................

2. Hipotesis:
...............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
...............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
3. Manakah yang termasuk ke dalam unconditional respons (UCR), unconditional
stimulus (UCS), conditional respons (CR) dan conditional stimulus (CS).
...............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................

11
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
4. Berikat contoh penerapan teori koneksionisme Pavlov dalam pembelajaran
...............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................
..............................................................................................................................................

Catatan
Rubrik Analitik Penilaian LKM

F. Kisi-Kisi Penilaian
Jenjang Bentuk Nomor
Indikator Pembelajaran Indikator Soal
Kognitif Penilaian soal
Disajikan mengenai
fenomena perilaku belajar
Menjelaskan konsep dan dan mahasiswa diminta
C2 Pilihan Ganda 1, 4
prinsip belajar untuk menentukan konsep
dan prinsip belajar yang
tepat
Disajikan mengenai
fenomena perilaku belajar
dan mahasiswa diminta
Menjelaskan tujuan
untuk menentukan tujuan C2 Pilihan Ganda 2, 5
belajar
belajar yang tepat
berdasarkan perilaku
tersebut
Disajikan salah satu
fenomena belajar dan
Mendeskripsikan macam- mahasiswa diminta untuk
C2 Pilihan ganda 3,6
macam tipe belajar menentukan tipe belajar
yang tepat berdasarkan
fenomena tersebut

12
MODUL 2
TEORI-TEORI BELAJAR

A. Pengantar Materi
Secara umum, teori merupakan seperangkat prinsip yang dapat diterima secara
ilmiah yang ditawarkan untuk menjelaskan suatu fenomena. Teori menyediakan
kerangka kerja untuk menafsirkan pengamatan lingkungan dan berfungsi sebagai
jembatan antara penelitian dan pendidikan. Temuan dari suatu penelitian dapat
diatur dan dikaitkan secara sistematis dengan teori. Tanpa teori, orang dapat melihat
temuan penelitian sebagai kumpulan data yang tidak terorganisir, karena peneliti
dan praktisi tidak akan memiliki kerangka kerja menyeluruh yang dapat
dihubungkan dengan data tersebut. Bahkan ketika peneliti memperoleh temuan
yang tampaknya tidak terkait langsung dengan teori, mereka masih harus berusaha
memahami data dan menentukan apakah data tersebut mendukung prediksi teoretis.
Kita telah melihat bagaimana teori dan temuan penelitian membantu
berkontribusi terhadap pembelajaran. Kontribusi utama keduanya meningkatkan
pengajaran yang mempromosikan pembelajaran. Teori belajar akan membantu
untuk memahami bagaimana teori belajar dapat melengkapi praktik pendidikan.
Teori belajar bukanlah pengganti pengalaman. Teori tanpa pengalaman bisa salah
arah karena mungkin akan mengabaikan efek dari faktor situasional. Ketika
digunakan dengan benar, teori menyediakan kerangka kerja untuk digunakan dalam
membuat keputusan. Sebaliknya, pengalaman tanpa teori sering kali sia-sia dan
berpotensi merusak. Pengalaman tanpa kerangka panduan berarti bahwa setiap
situasi diperlakukan sebagai unik, sehingga pengambilan keputusan didasarkan
pada coba-coba sampai sesuatu berhasil. Belajar bagaimana mengajar melibatkan
belajar apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu. Teori dan praktik saling
mempengaruhi. Banyak perkembangan teoretis yang akhirnya diimplementasikan
di dalam kelas. Praktik pendidikan kontemporer—seperti pembelajaran kooperatif,
pengajaran timbal-balik, dan model-model instruksi pembelajaran—memiliki
landasan teoretis dan penelitian yang kuat untuk mendukungnya. Bab ini akan
membahas mengenai teori-teori belajar yang akan bermanfaat sebagai landasan
untuk praktik pengajaran.

13
B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (SUB CPMK)

CPL CPMK SUB-CPMK


Mampu membedakan prinsip dasar teori belajar
PP2 2.1
yang digunakan dalam pembelajaran.

C. Uraian Materi
1. Teori Belajar Behavioristik
a. Connectionism
Sumbangsih disiplin psikologi dalam perkembangan teori belajar sangat
penting sekali, dimana psikologi belajar berdampak pada pemahaman konseptual
dari proses belajar. Edward L. Thorndike (1874–1949) adalah seorang psikolog AS
terkemuka dengan teori belajarnya yang dikenal dengan koneksionisme
(connectionism). Tidak seperti banyak psikolog awal, dia tertarik pada pendidikan
dan terutama pembelajaran, transfer, perbedaan individu, dan kecerdasan (Hilgard,
1996; McKeachie, 1990). Dia menerapkan pendekatan eksperimental ketika
mengukur hasil prestasi siswa. Pengaruhnya terhadap pendidikan tercermin dalam
Penghargaan Thorndike, penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Divisi
Psikologi Pendidikan dari American Psychological Association (APA) atas
kontribusinya yang luar biasa pada psikologi pendidikan.
Postulat Thorndike bahwa jenis pembelajaran yang paling mendasar perlu
melibatkan pembentukan asosiasi (konektivism) antara pengalaman sensorik
(persepsi rangsangan atau peristiwa) dan impuls saraf (respons) yang
memanifestasikan dirinya secara perilaku (Hilgard, 1996). Dia percaya bahwa
belajar sering terjadi dengan coba-coba (memilih dan menghubungkan). Thorndike
mulai belajar dengan serangkaian percobaan pada hewan. Hewan dalam situasi
masalah mencoba untuk mencapai tujuan (misalnya, mendapatkan makanan,
mencapai tujuan). Dari sekian banyak respons yang dapat mereka lakukan, mereka
memilih satu, melakukannya, dan mengalami konsekuensinya. Semakin sering
mereka membuat respons terhadap suatu stimulus, semakin kuat respons itu
terhubung dengan stimulus itu.
Salah satu percobaan Throndike adalah seekor kucing ditempatkan di dalam
sangkar. Kucing dapat membuka pintu keluar dengan mendorong tongkat atau

14
menarik rantai. Setelah serangkaian respons acak, kucing itu akhirnya melarikan
diri dengan membuat respons. Kucing itu kemudian dimasukkan kembali ke dalam
kandang. Selama percobaan, kucing mencapai tujuan (melarikan diri) lebih cepat
dan membuat lebih sedikit kesalahan. Ini semacam pembelajaran trial and error,
dimana trial terjadi secara bertahap ketika respons yang berhasil ditetapkan dan
yang tidak berhasil ditinggalkan. Koneksi terbentuk secara mekanis melalui
pengulangan. Hewan tidak "menangkap" atau "memiliki wawasan." Thorndike
memahami bahwa pembelajaran manusia lebih kompleks karena orang terlibat
dalam jenis pembelajaran lain yang melibatkan menghubungkan ide, menganalisis,
dan menalar (Thorndike, 1913). Meskipun demikian, kesamaan hasil penelitian dari
studi hewan dan manusia membuat Thorndike menjelaskan pembelajaran kompleks
dengan prinsip-prinsip yang sederhana. Untuk memahami tentang percobaan
Edward L Throndike Silahkan simak video pada link berikut:
Link Video: https://youtu.be/oczxqYXx_Og
b. Classical Conditioning
Teori lain, yang muncul mengenai behavioristik adalah classical conditioning
oleh Ivan Pavlov. Ia memperhatikan anjing sering mengeluarkan air liur saat
melihat petugas membawakan mereka makanan atau bahkan saat mendengar suara
langkah petugas. Pavlov menyadari bahwa pelayan bukanlah stimulus alami untuk
refleks mengeluarkan air liur; sebaliknya, petugas memperoleh kekuatan tersebut
karena dia memiliki makanan.
Classical conditioning adalah prosedur yang melibatkan penyajian stimulus
tidak terkondisi (Unconditional Conditioning Stimulus; UCS), yang memunculkan
respons tidak terkondisi (Unconditional Conditioning Respons; UCR). Pavlov
menghadiahkan anjing lapar dengan bubuk daging (UCS), yang akan menyebabkan
anjing mengeluarkan air liur (UCR). Untuk mengondisikan hewan perlu berulang
kali menghadirkan stimulus netral untuk waktu yang singkat sebelum menyajikan
UCS. Pavlov sering menggunakan lonceng sebagai stimulus netral. Pada percobaan
awal, pemberian detak lonceng tidak menghasilkan air liur. Akhirnya, anjing itu
mengeluarkan air liur sebagai respons terhadap lonceng yang dibunyikan secara
berulang, bahkan sebelum penyajian bubuk daging. Lonceng telah menjadi stimulus
terkondisi (CS) yang menimbulkan respons terkondisi (CR) mirip dengan UCR asli

15
(Tabel 2.1). Presentasi CS yang tidak diperkuat berulang (yaitu, tanpa UCS)
menyebabkan CR berkurang intensitasnya dan menghilang, sebuah fenomena yang
dikenal sebagai kepunahan.
Tabel 2. 1. Prosedur Classical Conditioning
Fase Stimulus Respons
1 UCS (Makanan) UCR (salivation)
CS (Lonceng), dan
2 UCR (salivation)
UCS (Makanan)
3 CS (Lonceng) CR (salivation)

Pavlov percaya bahwa pengkondisian adalah proses otomatis yang terjadi


dengan CS-UCS berulang dan nonpairing berulang menghilangkan CR. Namun,
pada manusia, pengkondisian dapat terjadi dengan cepat, terkadang hanya setelah
satu pasangan CS-UCS. Nonpairing berulang dari CS dan UCS mungkin tidak
menghilangkan CR. Hilangnya CR tampaknya sangat bergantung pada konteks.
Respons tetap hilang dalam konteks yang sama, tetapi ketika pengaturan diubah,
CR dapat muncul kembali. Temuan ini mempertanyakan deskripsi pengkondisian
Pavlov. Penelitian setelah Pavlov telah menunjukkan bahwa pengkondisian kurang
bergantung pada pasangan CS-UCS dan lebih pada sejauh mana CS menyampaikan
informasi tentang kemungkinan terjadinya UCS. Sebagai ilustrasi, asumsikan ada
dua rangsangan: Yang satu selalu diikuti oleh UCS dan yang lainnya kadang-
kadang diikuti olehnya. Stimulus pertama harus menghasilkan pengkondisian,
karena andal memprediksi timbulnya UCS. Bahkan mungkin tidak perlu
memasangkan CS dan UCS; pengkondisian dapat terjadi hanya dengan memberi
tahu orang-orang bahwa keduanya terkait
Penjelasan untuk hasil tersebut adalah bahwa orang membentuk ekspektasi
mengenai kemungkinan terjadinya UCS. Untuk stimulus yang berubah menjadi CS,
itu harus menyampaikan informasi kepada individu tentang waktu, tempat,
kuantitas, dan kualitas UCS. Bahkan ketika suatu stimulus bersifat prediktif,
stimulus tersebut mungkin tidak terkondisi jika stimulus lain merupakan prediktor
yang lebih baik. Alih-alih pengkondisian menjadi otomatis, tampaknya dimediasi
oleh proses kognitif. Jika orang tidak menyadari ada tautan CS-UCS,
pengkondisian tidak terjadi. Ketika tidak ada tautan CS–UCS, pengkondisian dapat
terjadi jika orang percaya itu ada. Meskipun pandangan kontingensi pengkondisian

16
mungkin tidak sepenuhnya akurat. Untuk memahami tentang percobaan Ivan
Pavlov, silahkan simak video pada link berikut:
Link Video: https://youtu.be/YzSfaYWsFXY
c. Operant Conditioning
Sebuah teori perilaku terkenal adalah operant conditioning, yang dirumuskan
oleh Burrhus Frederic Skinner (1904-1990). Mulai tahun 1930-an, Skinner
menerbitkan serangkaian makalah yang melaporkan hasil penelitian laboratorium
dengan hewan di mana ia mengidentifikasi berbagai komponen operant
conditioning. Dia merangkum banyak dari karya awal ini dalam bukunya yang
berpengaruh, The Behavior of Organisms. Skinner mengajukan keberatan terhadap
proses dan entitas yang tidak dapat diamati yang diusulkan oleh pandangan kognitif
modern tentang pembelajaran. Skinner melakukan percobaan terhadap tikus yang
diletakkan di dalam kandang. Kemudian ia meletakkan sebuah bel di dekat pintu.
Apabila ditekan, maka secara otomatis pengungkit makanan akan bergerak, dan
makanan akan jatuh dari atas kandang. Dalam percobaan ini, yang dilakukan tikus
pertama kali adalah melompat-lompat dan mencakar kandang. Tetapi pada suatu
ketika, tikus berhasil menekan bel hingga akhirnya pengungkit bergerak dan
makanan pun jatuh. Aksi yang dilakukan tikus ini dinamakan aksi emitted behavior.
Emitted behavior adalah sebuah tingkah laku yang muncul tanpa adanya stimulus
tertentu sebelumnya. Makanan yang jatuh dinamakan reinforce yaitu tingkah laku
operant yang akan terus meningkat apabila diikuti oleh reinforcement.
Skinner menyatakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan
(reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalaui stimulus-
respons akan semakin kuat bila diberi penguatan. Skinner membagi penguatan ini
menjadi dua, yaitu penguatan negatif dan penguatan negatif. Penguatan positif
sebagai stimulus, dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku,
sedangkan penguatan negatif dapat mengakibatkan perilaku berkurang atau
menghilang. Skinner membagi penguatan menjadi 2 yaitu penguatan positif &
penguatan negatif. Bentuk –bentuk penguatan positif antara lain :hadiah, permen,
kado, makanan, perilaku (senyum, menganggukkan kepala untuk menyetujui,
bertepuk tangan, mengacungkan jempol) atau penghargaan. Bentuk –bentuk

17
penguatan negatif berupa menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan
tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang.
Penguatan bertanggung jawab atas penguatan respons—meningkatkan tingkat
respons atau membuat respons lebih mungkin terjadi. Penguat (atau stimulus
penguat) adalah setiap stimulus atau peristiwa yang mengikuti respons yang
mengarah pada penguatan respons.
Stimulus diskriminatif (SD) mengatur kesempatan untuk respons (R) yang akan
tampilkan, yang diikuti oleh stimulus penguat (S R, atau penguatan). Stimulus
penguat adalah setiap stimulus (peristiwa, konsekuensi) yang meningkatkan
kemungkinan respons akan ditunjukkan di masa depan ketika stimulus diskriminatif
hadir. Dalam istilah yang lebih akrab, kita mungkin memberi label model A-B-C
ini:
A (attendance) → B (behavior) → C (consequence)
Penguatan positif melibatkan penyajian stimulus, atau menambahkan sesuatu
ke situasi, mengikuti respons, yang meningkatkan kemungkinan respons itu terjadi
di masa depan dalam situasi tertentu. Dalam proses tersebut, kaitannya dalam
pembelajaran ditunjukkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2. 2. Hubungan antara penguatan diskriminatif (S D), respons (R) dan penguatan
stimulus (SR)
S →
D
R→ SR
Penguatan Diskriminatif Respons Penguatan stimulus
Penguatan positif (memunculkan penguatan positif)
Guru memberikan waktu
Guru mengapresiasi
kepada siswa untuk belajar Siswa belajar
pekerjaan baik siswa
secara mandiri
Penguatan negatif (menghapus penguatan negatif)
Guru memberikan waktu Guru mengatakan bahwa
kepada siswa untuk belajar Siswa belajar siswa tidak perlu mengajar
secara mandiri PR
Hukuman (menghadirkan penguatan negatif)
Guru memberikan waktu
Siswa menghabiskan
kepada siswa untuk belajar Guru memberikan PR
waktu
secara mandiri
Hukuman (menghapus penguatan negatif)
Guru mengatakan kepada
Guru memberikan waktu
Siswa menghabiskan siswa untuk menghabiskan
kepada siswa untuk belajar
waktu waktu luang tanpa
secara mandiri
mengerjakan PR

18
Penguatan negatif melibatkan penghilangan stimulus yang meningkatkan
kemungkinan bahwa respon akan terjadi dalam situasi itu. Penguat negatif adalah
stimulus yang, ketika dihilangkan oleh suatu respons, meningkatkan kemungkinan
respons di masa depan yang terjadi dalam situasi tersebut. Beberapa rangsangan
yang sering berfungsi sebagai penguat negatif adalah cahaya terang, suara keras,
kritik, orang yang menyebalkan, dan nilai yang rendah. Penguatan positif dan
negatif memiliki efek yang sama. Mereka meningkatkan kemungkinan bahwa
respons akan dibuat di masa depan dengan adanya stimulus.
Untuk mengilustrasikan proses ini, asumsikan bahwa seorang guru
mengadakan sesi tanya jawab dengan kelas. Guru mengajukan pertanyaan (SD atau
A), memanggil sukarelawan siswa yang memberikan jawaban yang benar (R atau
B), dan memuji siswa (SR atau C). Jika kesukarelaan oleh siswa ini meningkat atau
tetap pada tingkat yang tinggi, pujian adalah penguat positif dan ini adalah contoh
penguatan positif karena pemberian pujian meningkatkan kesukarelaan. Sekarang
asumsikan bahwa setelah seorang siswa memberikan jawaban yang benar, guru
memberi tahu siswa bahwa dia tidak perlu mengerjakan pekerjaan rumah. Jika
kesukarelaan oleh siswa ini meningkat atau tetap pada tingkat tinggi, pekerjaan
rumah adalah penguat negatif dan ini adalah contoh penguatan negatif karena
menghilangkan pekerjaan rumah meningkatkan kesukarelaan siswa.
Teori belajar behavioristik percaya bahwa belajar merupakan proses perubahan
tingkah laku sebagai akibat adanya interaksi antara stimulus dengan respons yang
menyebabkan siswa mempunyai pengalaman baru. Dengan kata lain belajar
merupakan perubahan yang dialami siswa dengan cara yang baru sebagai hasil
interaksi antara stimulus dan respons. Guru memiliki kemampuan dalam mengelola
hubungan stimulus respons dalam situasi pembelajaran sehingga hasil belajar siswa
dapat optimal. Bentuk intervensi dari guru merupakan stimulus dan keluaran dari
siswa merupakan respons, sedangkan bagaimana interaksi antara stimulus dan
respons terjadi itu tidak diperhatikan, karena sulit untuk diamati dan diukur. Teori
ini mengutamakan pengukuran sebab pengukuran merupakan suatu hal yang
penting untuk melihat terjadinya perubahan tingkah laku. Faktor lain yang dianggap
penting dalam aliran ini adalah faktor penguatan (reinforcement). Penguatan yang
dimaksud disini adalah apa saja yang dapat memperkuat timbulnya respons dengan

19
demikian penguatan merupakan bentuk stimulus yang penting diberikan atau
dihilangkan untuk memungkinkan terjadinya respons.
Link Video: https://youtu.be/OlulprIsAPQ
2. Keunggulan dan Kelemahan Teori Belajar Behavioristik
a. Kelebihan Teori Behavioristik
- Model Behavioristik sangat cocok untuk pemerolehan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas,
kelenturan, refleks, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan
bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahraga, dan sebagainya.
- Teori behavioristik juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang
masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan
harus dibiasakan, suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk
penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.
b. Kelemahan Teori Behavioristik
- Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning),
bersifat mekanistik dan hanya berorientasi hasil yang dapat diamati dan
diukur. Sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi
belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik
- Penerapan metode ini yang salah akan mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai sentral,
bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah guru melatih dan
menentukan apa yang harus dilakukan oleh murid. Murid dipandang pasif.
- Murid hanya mendengarkan dengan penjelasan dari guru dan menghafalkan
apa yang didengar dan dipandang sebagai belajar yang efektif.
- Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik
justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.

3. Teori Belajar Kognitivistik


Belajar menurut teori belajar kognitivistik merupakan suatu proses internal
yang mencakup retensi, pengolahan informasi, informasi dan aspek kejiwaan
lainnya dengan kata lain belajar merupakan aktifitas yang melibatkan proses

20
berpikir yang sangat komplek. Proses belajar terjadi antara lain mencakup
pengaturan stimulus yang diterima dan menyesuaikan dengan struktur kognitif yang
sudah dimiliki dan terbentuk didalam pikiran seseorang berdasarkan pemahaman
dan pengalaman-pengalaman sebelumnya.
a. Teori kognitif Bandura
Salah satu tantangan utama dalam teori behavioristik datang dari studi tentang
pembelajaran observasional yang dilakukan oleh Albert Bandura dan rekan-
rekannya. Temuan utama dari Bandura adalah orang dapat mempelajari tindakan
baru hanya dengan mengamati perilaku dari orang lain. Observer tidak harus
melakukan tindakan pada saat pembelajaran. Penguatan tidak diperlukan untuk
pembelajaran terjadi. Temuan ini membantah asumsi sentral teori pengkondisian.
Teori kognitif sosial, yang menekankan gagasan bahwa banyak pembelajaran
manusia terjadi di lingkungan sosial. Dengan mengamati orang lain, orang
memperoleh pengetahuan, aturan, keterampilan, strategi, keyakinan, dan sikap.
Individu juga belajar dari model kegunaan dan kesesuaian perilaku dan konsekuensi
dari perilaku yang dimodelkan, dan mereka bertindak sesuai dengan keyakinan
tentang kemampuan mereka dan hasil yang diharapkan dari tindakan mereka.
Bandura membahas perilaku manusia dalam kerangka timbal balik, atau
interaksi timbal balik antara perilaku, variabel lingkungan, dan faktor pribadi
seperti kognisi (Gambar 4.1). Faktor penentu yang berinteraksi ini dapat
diilustrasikan menggunakan efikasi diri yang dirasakan, atau keyakinan tentang
kemampuan seseorang untuk berorganisasi dan menerapkan tindakan yang
diperlukan untuk mempelajari atau melakukan perilaku pada tingkat yang
ditentukan. Sehubungan dengan interaksi efikasi diri (faktor pribadi) dan perilaku,
penelitian menunjukkan bahwa keyakinan efikasi diri mempengaruhi perilaku
seperti pilihan tugas, ketekunan, dan perolehan keterampilan (pebelajar→ perilaku)
Pada gilirannya, tindakan siswa mengubah efikasi diri mereka. Saat siswa
mengerjakan tugas, mereka mencatat kemajuan mereka untuk mencapai tujuan
pembelajaran mereka (misalnya, menyelesaikan tugas, menyelesaikan bagian dari
makalah). Indikator kemajuan tersebut menyampaikan kepada siswa bahwa mereka
mampu melakukan dengan baik dan meningkatkan self-efficacy mereka untuk
belajar terus meneri (perilaku → pebelajar).

21
Pebelajar Perilaku

Lingkungan

Gambar 2. 1. Model hubungan interaksi timbal balik

Penelitian pada siswa dengan ketidakmampuan belajar telah menunjukkan


interaksi antara efikasi diri dan faktor lingkungan. Banyak siswa seperti itu
memiliki rasa self-efficacy yang rendah untuk tampil baik (Licht & Kistner, 1986).
Individu di lingkungan sosial siswa dapat bereaksi terhadap siswa berdasarkan
atribut biasanya terkait dengan siswa dengan ketidakmampuan belajar (misalnya,
self-efficacy rendah) daripada kemampuan aktual individu (pebelajar →
lingkungan). Beberapa guru, misalnya, menilai siswa tersebut kurang mampu
dibandingkan siswa tanpa cacat dan memiliki harapan akademis yang lebih rendah
untuk mereka, bahkan di bidang konten di mana siswa dengan ketidakmampuan
belajar dan berkinerja memadai. Pada gilirannya, umpan balik guru dapat
mempengaruhi efikasi diri (lingkungan → pebelajar). Ketika seorang guru memberi
tahu seorang siswa, Saya tahu Anda bisa melakukan ini, kemungkinan besar siswa
akan merasa lebih percaya diri untuk berhasil. Perilaku siswa dan lingkungan kelas
saling mempengaruhi dalam banyak hal. Pertimbangkan urutan instruksional khas
di mana guru menyajikan informasi dan meminta siswa untuk mengarahkan
perhatian mereka ke papan tulis. Pengaruh lingkungan pada perilaku terjadi ketika
siswa melihat papan tulis tanpa banyak pertimbangan sadar (lingkungan →
perilaku). Perilaku siswa sering mengubah lingkungan instruksional. Jika guru
mengajukan pertanyaan dan siswa memberikan jawaban yang salah, guru dapat
mengulangi beberapa poin daripada melanjutkan pelajaran (perilaku →
lingkungan). Model yang digambarkan pada Gambar 2.2 tidak menyiratkan bahwa
arah pengaruh selalu sama. Pada waktu tertentu, satu faktor mungkin mendominasi.
Ketika pengaruh lingkungan lemah, faktor pribadi mendominasi. Misalnya, siswa

22
yang diizinkan untuk menulis laporan tentang buku yang mereka pilih akan memilih
salah satu yang mereka sukai. Namun, seseorang yang terjebak dalam rumah yang
terbakar cenderung untuk mengungsi dengan cepat, lingkungan mendikte perilaku.
Saat guru menyajikan pelajaran di kelas, siswa berpikir tentang apa yang guru
katakan (lingkungan mempengaruhi kognisi—faktor pribadi). Siswa yang tidak
mengerti suatu hal mengangkat tangan untuk bertanya (kognisi mempengaruhi
perilaku). Guru mengulas kembali pokok permasalahan (perilaku mempengaruhi
lingkungan). Akhirnya guru memberi siswa pekerjaan untuk diselesaikan
(lingkungan mempengaruhi kognisi, yang mempengaruhi perilaku). Ketika siswa
mengerjakan tugas, mereka percaya bahwa mereka melakukannya dengan baik
(perilaku mempengaruhi kognisi). Mereka memutuskan bahwa mereka menyukai
tugas itu, bertanya kepada guru apakah mereka dapat terus mengerjakannya, dan
diizinkan untuk melakukannya (kognisi memengaruhi perilaku, yang memengaruhi
lingkungan).

b. Teori beban kognitif (Cognitive load)


Teori beban kognitif telah dirancang untuk memberikan pedoman yang
dimaksudkan untuk membantu dalam penyajian informasi dengan cara yang
mendorong kegiatan pelajar yang mengoptimalkan kinerja intelektual. Teori John
Sweller menggunakan aspek teori pemrosesan informasi untuk menekankan
keterbatasan bawaan dari beban kognitif pada pembelajaran selama instruksi. Dasar
teori ini yaitu disebabkan karena memori kerja dalam otak yang memiliki batasan
penyimpanan. Pada sistem pemrosesan informasi, Informasi yang masuk (input)
akan dikenali oleh sensorik dan informasi ditransfer ke memori jangka pendek.
Memori jangka pendek adalah memori kerja dan secara kasar berhubungan dengan
kesadaran, atau apa yang disadari seseorang pada saat tertentu. Kapasitas memori
kerja sangat terbatas dan dibatasi durasinya. Supaya bertahan, informais yang ada
dalam memori kerja harus dilatih dan diulang. Tanpa latihan, informasi hilang
setelah beberapa detik. Saat informasi dapat dipertahankan, informasi tersebut
masuk dalam memori jangka panjang dan ditempatkan di memori kerja untuk
diintegrasikan dengan informasi baru. Alur pemrosesan informasi tersebut dapat
dilihat pada Gambar 2.3

23
Proses Kontrol (eksekutif)

Memori jangka
Input Sensori Memori Kerja
panjang

Mekanisme respons

Gambar 2.3. Model pemrosesan informasi


Sistem pemrosesan informasi tidak dapat menangani begitu banyak
pemrosesan sekaligus. Jika terlalu banyak rangsangan yang menimpa secara
bersamaan, memori akan kehilangan banyak informasi karena kapasitasnya yang
terbatas. Pemrosesan informasi membutuhkan waktu dan melibatkan banyak proses
kognitif, pada waktu tertentu hanya sejumlah informasi terbatas yang dapat
disimpan di memori kerja, ditransfer ke memori jangka panjang, dilatih, dan
sebagainya. Teori beban kognitif memperhitungkan keterbatasan pemrosesan ini
dalam desain instruksional (DeLeeuw & Mayer, 2008; Schnotz & Kürschner, 2007;
Sweller, van Merriënboer, & Pass, 1998). Beban kognitif, atau tuntutan pada sistem
pemrosesan informasi, dapat terdiri dari dua jenis, beban kognitif instrinsik dan
beban kognitif ekstrinsik. Beban kognitif intrinsik tergantung pada sifat informasi
yang tidak dapat diubah untuk dipelajari dan berkurang hanya ketika pelajar
memperoleh skema kognitif yang efektif untuk menangani informasi tersebut.
Beban kognitif ekstrinsik disebabkan oleh cara materi disajikan atau aktivitas yang
dibutuhkan pembelajar (Bruning et al., 2004). Misalnya, dalam mempelajari
hubungan trigonometri (sinus atau tangen), beban kognitif intrinsik melekat pada
materi yang akan dipelajari, yaitu mengembangkan pengetahuan tentang rasio sisi
segitiga siku-siku. Namun akan ada beban kognitif ekstrinsik yang mungkin
mengganggu, misalnya adalah siswa tidak memahami bentuk siku-siku dalam
trigonometri karena penyajian yang tidak tepat. Guru yang memberikan presentasi
yang jelas membantu meminimalkan beban kognitif ekstrinsik, sedangkan guru
yang menjelaskan konsep-konsep ini dengan buruk meningkatkan beban ekstrinsik.
Dengan cara yang sama, Mayer dan Moreno (2003) membedakan tiga jenis tuntutan
kognitif. Pemrosesan esensial mengacu pada proses kognitif yang diperlukan untuk

24
memahami materi (mirip dengan beban intrinsik). Pemrosesan insidental mengacu
pada pemrosesan yang tidak diperlukan untuk pembelajaran tetapi dapat membantu
meningkatkan pemahaman.
Belajar yang baik adalah ketika pelajar dapat memfokuskan sumber daya
mereka pada pemrosesan penting dan sedikit sekali memfokuskan pada sumber
daya yang lainnya. Ide kuncinya adalah bahwa metode instruksional harus
mengurangi beban kognitif eksternal sehingga sumber daya yang ada dapat
dikhususkan untuk pembelajaran (van Merriënboer & Sweller, 2005). Penggunaan
scaffolding harus bermanfaat dan mengurangi beban kognitif eksternal (van
Merriernboer, Kirschner, & Kester, 2003). Scaffolding membantu meminimalkan
beban ekstrinsik sehingga pelajar dapat memfokuskan sumber daya mereka pada
tuntutan intrinsik pembelajaran. Saat peserta didik mengembangkan skema untuk
bekerja dengan informasi, bantuan scaffolding dapat dihapus. Saran lain adalah
menggunakan pengurutan materi yang sederhana hingga kompleks (van
Merriënboer et al., 2003), sejalan dengan teori Gagné. Pembelajaran yang kompleks
dipecah menjadi bagian-bagian sederhana yang diperoleh dan digabungkan menjadi
urutan yang lebih besar. Prosedur ini meminimalkan beban kognitif, sehingga
peserta didik dapat memfokuskan sumber daya kognitif mereka pada pembelajaran
yang ada.

4. Kelebihan dan keunggulan kognitivistik


a. Kelebihan teori belajar kognitif
- Pembelajaran berdasarkan kemampuan struktur kognitif siswa sehingga
kemampuan siswa tidak terlalu dipaksakan. Hal demikian sebagai wujud
penghargaan bahwa masing-masing siswa memiliki potensi yang berbeda-
beda sehingga pendekatan dalam belajarnya pun harus berbeda-beda
- Pembelajaran berpusat pada siswa (student center) yang mengakibatkan
dinamisasi kelas yang tinggi, sehingga tidak menimbulkan pembelajaran
yang membosankan
b. Kelemahan teori belajar kognitif
- Bentuk pendisiplinan yang tidak diambil dari proses stimulus-respons
berakibat pada melemahnya disiplin siswa

25
- Strategi pembelajaran yang aktif yang dilakukan oleh guru yang tidak
mengenal manajemen kelas baik akan menimbulkan waktu yang sia-sia
dalam proses pembelajaran di kelas
5. Teori belajar humanistik
Tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia dan melihat manusia pada
aspek filosofis dan psikologisnya. Proses belajar dianggap berhasil jika telah
memahami lingkungan dan dirinya sendiri. Teori belajar ini berusaha memahami
perilaku belajar dari sudut pandang perilakunya bukan sudut pandang
pengamatnya. Tujuan utama para pendidik adalah membantu siswa untuk
mengembangkan dirinya yaitu membantu masing-masing individu untuk mengenal
diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi yang ada pada diri mereka. Para ahli humanistik melihat adanya 2 bagian
pada proses belajar yaitu proses pemerolehan informasi baru dan personalisasi
informasi ini pada individu. Tokoh penting dalam teori belajar humanistik secara
teoritik:
a. Arthur Combs (1912- 1999)
Combs berpendapat bahwa banyak guru membuat kesalahan dengan berasumsi
bahwa siswa mau belajar apabila materi pelajarannya disusun dan disajikan
sebagaimana mestinya. Combs memberikan lukisan persepsi diri dan dunia
seseorang seperti lingkaran yang terdiri dari lingkaran besar dan kecil yang bertitik
pusat:

Gambar 2. 2. Representasi persepsi diri

Gambar tersebut memiliki makna bahwa pengalaman manusia bertitik tolak


dari gambar titik yang menggambarkan bahwa persepsi diri manusia itu
berdasarkan gambaran yang ada dalam benaknya, kemudian dari interaksi manusia

26
dengan sesama dan lingkungannya maka persepsi itu berkembang menjadi lebih
besar lagi yang mencitrakan bahwa persepsi itu adalah gambaran dunia nyata yang
berada di sekitarnya, sehingga oleh Comb digambarkan sebagai lingkaran-
lingkaran yang mengelilingi titik pusat. Pemikiran Combs memberikan implikasi
terhadap pengakuan potensi siswa, artinya siswa mempunyai potensi sebelum
mereka masuk ke dalam ruang kelas, sehingga siswa dalam proses pembelajarannya
harus diakui sebagai manusia yang punya potensi.
b. Carl Rogers
Rogers membedakan 2 tipe belajar yaitu kognitif (kebermaknaan) dan
experiential (pengalaman atau signifikansi). Menurut Rogers yang penting dalam
proses pembelajaran adalah pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan &
pembelajaran, yaitu:
- Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar.
Siswa tidak harus belajar tentang hal- hal yang tidak ada artinya.
- Siswa akan mempelajari hal- hal yang bermakna bagi dirinya.
Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan & ide
baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
- Pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan bahan dan
ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.belajar yang bermakna
dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Dalam buku Freedom To Learn, menunjukkan prinsip- prinsip humanistic
sebagai berikut:
- Manusia itu mempunyai kemampuan belajar secara alami.
- Belajar yang signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid
mempunyai relevansi dengan maksud – maksud sendiri.
- Belajar yang menyangkut perubahan didalam persepsi mengenai dirinya
sendiri dianggap mengancam dan cenderung untuk ditolaknya. Tugas-
tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan dan
diasimilasikan apabila ancaman- ancaman dari luar semakin kecil. Apabila
ancaman terhadap diri siswa rendah, pengalaman dapat diperoleh dengan
berbagai cara yang berbeda-beda dan terjadilah proses belajar. Belajar
yang bermakna diperoleh siswa dengan melakukannya.

27
- Belajar diperlancar bilamana siswa melibatkan dalam proses belajar dan
ikut tanggung jawab terhadap proses belajar itu.
- Belajar atas inisiatif sendiri yang melibatkan pribadi siswa seutuhnya baik
perasaan maupun intelek, merupakan cara yang memberikan hasil yang
mendalam dan lestari.
- Kepercayaan terhadap diri sendiri, kemerdekaan, kreativitas, lebih mudah
dicapai
6. Kelebihan dan keunggulan humanistik
a. Kelebihan teori humanistik
- Sangat menghargai karakteristik dan potensi manusia
- Siswa mempunyai kebebasan dalam mengembangkan potensi diri tanpa
ada tekanan dari pihak manapun
b. Kelemahan Teori Humanistik
- Karakter manusia tidak akan terbentuk sesuai dengan tujuan pembelajaran,
karena humanistik menganggap bahwa potensi manusia adalah punya
keinginan untuk belajar Apabila tidak diperlakukan pembimbingan dari
guru kepada siswanya secara baik,
- Pembelajaran yang bebas akan menimbulkan motivasi yang bebas pula,
apalagi siswa yang masih usia sekolah dasar
7. Teori belajar konstruktivistik
Banyak peneliti dan praktisi mempertanyakan beberapa asumsi psikologi
kognitif tentang pembelajaran dan pengajaran karena mereka percaya bahwa
asumsi ini tidak sepenuhnya menjelaskan pembelajaran dan pemahaman siswa.
Asumsi yang dipertanyakan tersebut adalah sebagai berikut:
- Berpikir berada di dalam pikiran siswa yang diperoleh dari interaksi dengan
orang lain dan lingkungannya.
- Proses belajar dan berpikir relatif seragam di antara orang-orang, dan beberapa
situasi mendorong pemikiran tingkat tinggi lebih baik daripada yang lain.
- Berpikir berasal dari pengetahuan dan keterampilan yang dikembangkan dalam
pengaturan instruksional formal lebih dari pada konseptual kompetensi umum
yang dihasilkan dari pengalaman seseorang dan kemampuan bawaan.

28
Konstruktivis tidak menerima asumsi ini karena bukti bahwa pemikiran terjadi
dalam situasi dan kognisi sebagian besar dibangun oleh individu sebagai fungsi dari
pengalaman mereka dalam situasi ini (Bredo, 1997). Akun konstruktivis
pembelajaran dan pengembangan menyoroti kontribusi individu untuk apa yang
dipelajari. Model konstruktivis sosial lebih menekankan pentingnya interaksi sosial
dalam perolehan keterampilan dan pengetahuan. Mari kita telaah lebih jauh apa itu
konstruktivisme, asumsinya, dan bentuknya.
Konstruktivisme memandang interaksi orang dan situasi dalam perolehan dan
penyempurnaan keterampilan dan pengetahuan (Cobb & Bowers, 1999).
Konstruktivisme kontras dengan teori pengkondisian yang menekankan pengaruh
lingkungan pada orang serta dengan teori pemrosesan informasi yang menempatkan
lokus belajar dalam pikiran dengan sedikit perhatian pada konteks di mana hal itu
terjadi. Ini berbagi dengan teori kognitif sosial asumsi bahwa orang, perilaku, dan
lingkungan berinteraksi secara timbal balik (Bandura, 1986, 1997). Asumsi kunci
konstruktivisme adalah bahwa orang adalah pembelajar aktif dan mengembangkan
pengetahuan untuk diri mereka sendiri (Geary, 1995). Untuk memahami materi
dengan baik, peserta didik harus menemukan prinsip-prinsip dasar, seperti yang
dilakukan Anna dalam pelajaran pembuka. Konstruktivis berbeda dalam sejauh
mana mereka menganggap fungsi ini sepenuhnya untuk peserta didik. Beberapa
percaya bahwa struktur mental datang untuk mencerminkan realitas, sedangkan
yang lain (konstruktivis radikal) percaya bahwa dunia mental individu adalah satu-
satunya realitas. Konstruktivis juga berbeda dalam seberapa banyak mereka
menganggap konstruksi pengetahuan interaksi sosial dengan guru, teman sebaya,
orang tua, dan lain-lain (Bredo, 1997). Banyak prinsip, konsep, dan gagasan yang
dibahas dalam teks ini mencerminkan gagasan konstruktivisme, termasuk
pemrosesan kognitif, harapan, nilai, dan persepsi diri dan orang lain (Derry, 1996).
Jadi, meskipun konstruktivisme tampaknya menjadi kedatangan baru-baru ini di
tempat pembelajaran, premis dasarnya bahwa peserta didik membangun
pemahaman yang mendasari banyak prinsip pembelajaran. Ini adalah aspek
epistemologis dari konstruktivisme. Beberapa ide konstruktivis tidak berkembang
sebaik teori lain yang dibahas dalam teks ini, tetapi konstruktivisme telah
mempengaruhi teori dan penelitian dalam pembelajaran dan pengembangan.

29
Konstruktivisme juga telah mempengaruhi pemikiran pendidikan tentang
kurikulum dan pengajaran. Ini mendasari penekanan pada kurikulum terpadu di
mana siswa mempelajari topik dari berbagai perspektif. Misalnya, dalam
mempelajari balon udara, siswa dapat membaca tentang balon tersebut, menulis
tentangnya, mempelajari kosakata baru, mengunjungi salah satunya (pengalaman
langsung), mempelajari prinsip-prinsip ilmiah yang terlibat, menggambarnya, dan
mempelajari lagu tentang balon tersebut.
Asumsi konstruktivis lain adalah bahwa guru seharusnya tidak mengajar dalam
pengertian tradisional menyampaikan instruksi kepada sekelompok siswa.
Sebaliknya, mereka harus menyusun situasi sedemikian rupa sehingga peserta didik
menjadi aktif terlibat dengan konten pembelajaran melalui manipulasi materi dan
interaksi sosial. Kegiatan seperti mengamati fenomena, mengumpulkan data,
menghasilkan dan menguji hipotesis, dan bekerja sama dengan orang lain
merupakan karakteristik dari konstruktivis. Guru dari berbagai disiplin ilmu
merencanakan kurikulum bersama. Siswa diajarkan untuk mengatur diri sendiri dan
mengambil peran aktif dalam pembelajaran, memantau dan mengevaluasi
kemajuan, dan mengeksplorasi minat siswa (Bruning et al., 2004; Geary, 1995).
Tabel 2. 3. Tiga macam pandangan kontruktivis
Pandangan Premis
Perolehan pengetahuan merupakan rekonstruksi dunia eksternal.
Lingkungan mempengaruhi keyakinan melalui pengalaman, paparan
Exogenous
model, dan pengajaran. Pengetahuan akurat untuk mencerminkan
realitas eksternal.
Pengetahuan berasal dari pengetahuan yang diperoleh sebelumnya
dan tidak langsung dari interaksi lingkungan. Pengetahuan bukanlah
Endogenous
cermin dari dunia luar; melainkan berkembang melalui abstraksi
kognitif.
Pengetahuan berasal dari interaksi antara orang dan lingkungannya.
Dialektikal Sebaliknya, pengetahuan mencerminkan hasil kontradiksi mental
yang dihasilkan dari interaksi seseorang dengan lingkungan.

a. Teori perkembangan kognitif Piaget


Menurut Piaget, perkembangan kognitif tergantung pada empat faktor,
meliputi (1) pematangan biologis, (2) pengalaman dengan lingkungan fisik, (3)
pengalaman dengan lingkungan sosial, dan (4) keseimbangan. Tiga yang pertama
cukup jelas, tetapi efeknya tergantung pada yang keempat. Konsep keseimbangan
mengacu pada proses ekulibrasi, asimilasi dan akomodasi. Ekuilibrasi mengacu

30
pada dorongan biologis untuk menghasilkan keadaan keseimbangan (atau adaptasi)
yang optimal antara struktur kognitif dan lingkungan (Duncan, 1995).
Keseimbangan adalah faktor sentral dan kekuatan pendorong di balik
perkembangan kognitif. Proses ini mengkoordinasikan tindakan dari tiga faktor
lainnya dan membuat struktur mental internal dan realitas lingkungan eksternal
yang konsisten satu sama lain.
Untuk mengilustrasikan peran keseimbangan, pertimbangkan kasus berikut.
Allison yang berusia 6 tahun mengendarai mobil bersama ayahnya. Mereka melaju
65 km/jam, dan sekitar 100 m di depan mereka ada sebuah mobil. Mereka telah
mengikuti mobil ini selama beberapa waktu, dan jarak di antara mereka tetap sama.
Ayahnya menunjuk ke mobil dan bertanya kepada Allison, "Mobil mana yang
melaju lebih cepat, mobil kita atau mobil itu, atau apakah kita melaju dengan
kecepatan yang sama?" Allison menjawab bahwa mobil lain melaju lebih cepat.
Ketika ayahnya bertanya mengapa, dia menjawab, “Karena itu ada di depan kita.”
Jika ayahnya kemudian berkata, "Kami sebenarnya melaju dengan kecepatan yang
sama," ini akan menciptakan konflik bagi Allison. Dia yakin mobil lain melaju lebih
cepat, tetapi dia menerima masukan lingkungan yang bertentangan. Untuk
menyelesaikan konflik ini, Allison dapat menggunakan salah satu dari dua proses
komponen ekuilibrasi: asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi mengacu pada penyesuaian realitas eksternal dengan struktur
kognitif yang ada. Ketika kita menafsirkan, dan membingkai, kita mengubah sifat
realitas agar sesuai dengan struktur kognitif kita. Untuk mengasimilasi informasi,
Allison mungkin mengubah kenyataan dengan percaya bahwa ayahnya sedang
memberikan pandangan lain dengan memberikan pendapat bahwa saat itu kedua
mobil melaju dengan kecepatan yang sama tetapi mobil lain melaju lebih cepat
sebelumnya.
Akomodasi mengacu pada perubahan struktur internal untuk memberikan
pengetahuan baru yang konsistensi dengan realitas eksternal. Proses perubahan
pengetahuan tersebut diperoleh dari kepercayaan kepada apa yang diceritakan
ayahnya atau mungkin disebabkan karena dia mengubah sistem kepercayaannya
untuk memasukkan gagasan baru bahwa semua mobil di depan mereka melaju

31
dengan kecepatan yang sama seperti mereka. Asimilasi dan akomodasi adalah
proses yang saling melengkapi. Ketika realitas berasimilasi, struktur diakomodasi.
Berdasarkan fenomena tersebut, proses asimilasi merupakan proses
pengintegrasian informasi baru ke dalam struktur kognitif yang telah dimiliki
individu. Proses akomodasi merupakan proses penyesuaian struktur kognitif ke
dalam situasi yang baru. Sedangkan proses ekuilibrasi adalah penyesuaian
berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi. Piaget lebih lanjut
mengungkapkan perkembangan kognitif meliputi tahapan berikut.
Tabel 2. 4. Tahapan perkembangan kognitif Piaget
Tahapan Karakteristik
Sensori motor Karakteristik pada fase ini adalah tindakan anak bersifat spontan dan
(0-2 tahun) mewakili upaya untuk memahami lingkungannya. Pemahaman anak
berakar pada tindakan dan pemahaman terhadap lingkungannya;
misalnya, bola untuk melempar dan botol untuk mengisap. Periode ini
ditandai dengan perubahan yang cepat. Anak-anak secara aktif
menyeimbangkan struktur kognitif dengan lingkungannya. Struktur
kognitif dibangun dan diubah, dan motivasi untuk melakukan ini
bersifat internal. Pada akhir periode sensori motor, anak-anak telah
mencapai perkembangan kognitif yang cukup untuk maju ke
karakteristik pemikiran konseptual simbolik pada tahap pra
operasional.
Pra operasional Perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan simbol atau
(2-7 tahun) bahasa tanda dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif.
Namun pada masa ini anak belum dapat berpikir dalam lebih dari satu
dimensi pada satu waktu. Anak-anak pra operasional menunjukkan
ireversibilitas. Mereka mengalami kesulitan membedakan fantasi dan
kenyataan. Karakter kartun tampil senyata manusia. Pada masa
perkembangan bahasa anak akan berkembang dengan pesat.
Karakteristik lain adalah bahwa anak-anak menjadi kurang egosentris.
Mereka menyadari bahwa orang lain mungkin berpikir dan merasa
berbeda dari yang mereka lakukan.
Operasional Konkret Tahap ini ditandai dengan pertumbuhan kognitif yang luar biasa dan
(7-11 tahun) anak mulai memasuki pendidikan formal di sekolah, karena pada saat
itulah penguasaan bahasa dan keterampilan dasar anak-anak
meningkat secara dramatis. Anak-anak mulai menunjukkan beberapa
pemikiran abstrak, meskipun biasanya ditentukan oleh sifat atau
tindakan. Fase operasional konkret menampilkan pemikiran yang
kurang egosentris. Reversibilitas dalam berpikir diperoleh bersama
dengan klasifikasi dan temuan konsep penting untuk perolehan
keterampilan matematis. Pemikiran operasional konkret tidak lagi
didominasi oleh persepsi; anak-anak memanfaatkan pengalaman
mereka dan tidak selalu terpengaruh oleh apa yang mereka rasakan.
Operasional Formal Pada fase ini merupakan perluasan dari fase operasional konkret.
(lebih dari 11 tahun) Pikiran anak tidak lagi terfokus secara eksklusif pada benda-benda
berwujud; anak mampu berpikir tentang situasi hipotetis yang bersifat
abstrak. Kemampuan penalaran meningkat, dan anak-anak dapat
berpikir tentang berbagai dimensi dan sifat abstrak. Egosentrisme
muncul pada remaja yang membandingkan realitas dan sering
menunjukkan pemikiran idealis.

32
b. Toeri sosiokultural Vygotsky
Seperti teori Piaget, teori Vygotsky juga merupakan teori konstruktivis; namun,
Vygotsky lebih menekankan pada lingkungan sosial sebagai fasilitator
pengembangan dan pembelajaran (Tudge & Scrimsher, 2003). Latar belakang teori
dibahas, bersama dengan asumsi dan prinsip kuncinya. Teori Vygotsky
menekankan pada faktor interaksi interpersonal (sosial), budaya-historis, dan
individu sebagai kunci perkembangan manusia (Tudge & Scrimsher, 2003).
Interaksi siswa dengan lingkungan (misalnya, magang, kolaborasi) merangsang
proses perkembangan dan mendorong pertumbuhan kognitif. Siswa mengubah
pengalaman berdasarkan pengetahuan dan karakteristik mereka dan mengatur ulang
struktur mental mereka. Aspek budaya dari teori Vygotsky menjelaskan bahwa titik
pembelajaran dan pengembangan tidak dapat dipisahkan dari konteksnya. Cara
pembelajar berinteraksi dengan dunianya—dengan orang lain, objek, dan institusi
di dalamnya—mengubah pemikiran mereka. Vigotsky berpandangan bahwa
sekolah bukan hanya sebuah kata atau struktur fisik tetapi juga sebuah institusi yang
berusaha untuk mempromosikan pembelajaran dan kewarganegaraan.
Vygotsky menganggap lingkungan sosial penting untuk belajar dan berpikir
bahwa interaksi sosial mengubah pengalaman belajar. Aktivitas sosial adalah
fenomena yang membantu menjelaskan perubahan kesadaran dan menetapkan teori
psikologis yang menyatukan perilaku dan pikiran (Kozulin, 1986; Wertsch, 1985).
Lingkungan sosial mempengaruhi kognisi melalui benda-benda, budaya dan bahasa
serta lembaga-lembaga sosial (misalnya, sekolah, gereja). Interaksi sosial
membantu mengkoordinasikan tiga pengaruh pada pembangunan. Perubahan
kognitif dihasilkan dari penggunaan budaya dalam interaksi sosial dan dari
internalisasi dan transformasi mental (Bruning et al., 2004). Posisi Vygotsky
merupakan bentuk konstruktivisme dialektis (kognitif) karena menekankan pada
interaksi antara orang dan lingkungannya. Faktor-faktor kunci dalam teori
Vygotsky meliputi:
- Interaksi sosial sangat penting; pengetahuan dikonstruksikan antara dua orang
atau lebih.

33
- Pengaturan diri dikembangkan melalui internalisasi (mengembangkan
representasi internal) dari tindakan dan operasi mental yang terjadi dalam
interaksi sosial.
- Perkembangan manusia terjadi melalui transmisi budaya.
- Bahasa adalah alat yang paling penting.
- Zona perkembangan proksimal adalah perbedaan antara apa yang dapat
dilakukan anak-anak sendiri dan apa yang dapat mereka lakukan dengan
bantuan orang lain. Interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya pada zona
perkembangan proksimal mendorong perkembangan kognitif.

Pada proses belajar mengajar, ketika peserta didik menjadi lebih kompeten,
guru secara bertahap menarik scaffolding sehingga peserta didik dapat tampil secara
mandiri (Campione et al., 1984). Kuncinya adalah memastikan bahwa scaffolding
membuat pembelajar tetap berada dalam zona perkembangan proksimal, yang
meningkat saat mereka mengembangkan kemampuan. Siswa ditantang untuk
belajar dalam batas-batas zona perkembangan proksimal. Sangat penting untuk
memahami bahwa scaffolding bukanlah bagian formal dari teori Vygotsky
(Puntambekar & Hübscher, 2005). Istilah ini diciptakan oleh Wood, Bruner, dan
Ross (1976). Scaffolding adalah bagian dari teknik pemodelan Bandura (1986), di
mana seorang guru pada awalnya memodelkan suatu keterampilan, memberikan
dukungan, dan secara bertahap mengurangi bantuan saat peserta didik
mengembangkan keterampilan tersebut. Gagasan ini juga memiliki beberapa
hubungan dengan pembentukan, karena dukungan instruksional digunakan untuk
memandu peserta didik melalui berbagai tahap perolehan keterampilan. Scaffolding
sesuai ketika seorang guru ingin memberikan beberapa informasi kepada siswa atau
untuk menyelesaikan bagian tugas untuk mereka sehingga mereka dapat
berkonsentrasi pada bagian tugas yang mereka coba kuasai.
Contoh kasus konstruktivis dialami oleh Kathy Stone yang mengajar siswa
kelas tiga. Suatu ketika Stone meminta siswanya untuk menyusun kalimat dalam
sebuah paragraf sehingga mengungkapkan ide-ide dalam urutan yang logis. Stone
membantu siswanya dengan memberi mereka kalimat dengan arti kata dan ejaan
sehingga tidak mengganggu tugas utama mereka. Saat mereka menjadi lebih
kompeten dalam mengurutkan ide, dia mungkin meminta siswa menyusun paragraf

34
mereka sendiri sambil tetap membantu dengan arti kata dan ejaan. Akhirnya siswa
akan memikul tanggung jawab untuk fungsi-fungsi ini. Singkatnya, Stone
menciptakan zona pengembangan proksimal dan menyediakan scaffolding bagi
siswa untuk menjadi sukses (Moll, 2001).
8. Kelebihan dan keunggulan konstruktivistik
a. Kelemahan teori belajar konstruktivistik
- Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan
kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan
menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagai gagasan dengan temannya dan
mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.
- Pembelajaran berdasarkan kontruktivisme memberikan pengalaman yang
berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan
kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas
pengetahuan mereka tentang fenomena dan terdorong untuk membedakan
dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang
- Pembelajaran kontruktivis memberikan kesempatan kepada siswa untuk
berpikir tentang pengalamannya. Ini dapat mendorong siswa berpikir
kreatif, imajinatif, mendorong refleksi tentang model dan teori,
menganalkan gagasan-gagasan pada saat yang tepat.
- Belajar dengan konstruktivis memberikan kesempatan untuk mencoba
gagasan-gagasan baru agar siswa terdorong untuk memperoleh kepercayaan
didi dengan menggunakan konteks baik yang telah dikenal maupun yang
baru dan akhirnya memotivasi siswa untuk menggunakan berbagai strategi
belajar
b. Kelemahan teori belajar konstruktivistik
- Siswa mengkonstruksi pengetahuannya seacar sendiri yang menimbulkan
kemungkinan hasil konstruksi tersebut tidak cocok dengan yang diinginkan
guru, sheingga menimbulkan miskonsepsi
- Konstruktivis menanamkan agar siswa membangun pengetahuan secara
mandiri, hal ini akan membutuhkan waktu yang lama dan setiap siswa
memerlukan penanggulan yang berbeda-beda

35
- Situasi dan kondisi tiap sekolah tidak sama, karena tidak semua sekolah
memiliki sarana dan prasarana yang dapat membantu keaktifan dan
kreativitas siswa

D. Daftar rujukan utama


Pritchard, A. (2009). Ways of Learning. In The Lancet (Vol. 246, Issue 6365).
Routledge. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(45)91319-5
Schunk, D. H. (2012). Learning theory. Pearson Educational, Inc.

E. Kisi-Kisi Penilaian
Jenjang Bentuk Nomor
Indikator Pembelajaran Indikator Soal
Kognitif Penilaian soal
Menjelaskan teori belajar Disajikan simulasi
behavioristik percobaan dari pendukung
teori behavioristik dan
mahasiswa diminta C2 Pilihan Ganda 1
menentukan penjelasan
yang tepat untuk teori
tersebut
Menjelaskan keunggulan Disajikan contoh
dan keterbatasan teori penerapan teori
behavioristik kognitivistik dalam
pembelajaran dan
mahasiswa diminta C2 Pilihan Ganda 2
mengidentifikasi
keunggulan dan
keterbatasan teori tersebut
dalam pembelajaran
Menjelaskan teori belajar Disajikan fenomena
kognitivistik belajar kognitivistik dan
mahasiswa diminta
C2 Pilihan ganda 3
menentukan penjelasan
yang tepat untuk teori
tersebut
Menjelaskan keunggulan Disajikan contoh
dan keterbatasan teori penerapan teori
kognitivistik kognitivistik dalam
pembelajaran dan
mahasiswa diminta C2 Pilihan ganda 4
mengidentifikasi
keunggulan dan
keterbatasan teori tersebut
dalam pembelajaran
Menjelaskan teori belajar Disajikan fenomena
C2 Pilihan ganda 5
humanistik belajar humanistik dan

36
mahasiswa diminta
menentukan penjelasan
yang tepat untuk teori
tersebut
Menjelaskan keunggulan Disajikan contoh
dan keterbatasan teori penerapan teori
humanistik humanistik dalam
pembelajaran dan
mahasiswa diminta C2 Pilihan ganda 6
mengidentifikasi
keunggulan dan
keterbatasan teori tersebut
dalam pembelajaran
Menjelaskan teori belajar Disajikan fenomena
konstruktivistik belajar konstruktivistik
dan mahasiswa diminta
C2 Pilihan ganda 7
menentukan penjelasan
yang tepat untuk teori
tersebut
Ketepatan dalam Disajikan contoh
menjelaskan keunggulan penerapan teori
dan keterbatasan teori konstruktivistik dalam
konstruktivistik pembelajaran dan
mahasiswa diminta C2 Pilihan ganda 8
mengidentifikasi
keunggulan dan
keterbatasan teori tersebut
dalam pembelajaran
Ketepatan dalam Disajikan salah satu
membedakan antara teori karakteristik dari
belajar behavioristik, fenomena belajar dan
C4 Pilihan ganda 9, 10
kognitivistik, humanistik, mahasiswa diminta
dan konstruktivistik menentukan teori belajar
yang tepat

37
MODUL 3
PENERAPAN PEMBELAJARAN AKTIF
A. Pengantar Materi
Inti dari proses pembelajaran adalah pengaturan lingkungan di mana siswa
dapat berinteraksi dan belajar bagaimana belajar (Dewey, 1896). Selama 20 tahun
terakhir, telah banyak penelitian tentang pembelajaran konstruktivis yang
digunakan untuk menciptakan pembelajaran siswa aktif (student center learning),
di mana anak-anak mengembangkan pemahaman dan keterampilan berpikir melalui
interaksi dan pengalaman sosial, membangun makna mereka sendiri, termasuk
konsepsi alternatif, dari pengalaman dan pembelajaran. Belajar dipandang sebagai
proses aktif dan berkesinambungan dimana anak-anak membangun hubungan
dengan pengetahuan mereka sebelumnya, menghasilkan ide-ide baru, memeriksa
dan merestrukturisasi ide-ide atau hipotesis lama. Akibatnya, mengajar lebih
tentang memfasilitasi pembelajaran ini melalui keterampilan merencanakan,
bertanya, membedakan, menilai dan semua keterampilan pedagogis yang
dieksplorasi. Pengajaran konstruktivis dibangun di atas karya Piaget (1969) dan
Vygotsky (1978) untuk mendukung percepatan kognitif. Pada bab kali ini akan
diuraikan mengenai bagaimana mengajar dengan pembelajaran aktif yang didasar
dari pandangan kontruktivistik. Bab ini juga akan membahas berbagai macam cara
yang digunakan dalam proses pembelajaran yang dituangkan dalam pendekatan,
metode, strategi dan metode pembelajaran.

B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian


Pembelajaran Mata Kuliah (SUBPMK)

CPL CPMK SUB-CPMK


Mampu membedakan antara pendekatan, model,
PP2 2.1
strategi dan metode dalam pembelajaran (C4)

38
C. Uraian Materi
1. Karakteristik pembelajaran aktif
Konstruktivisme menjadi basis dasar untuk menerapkan pembelajaran aktif.
Pandangan konstruktivis menyukai metode pengajaran yang berfokus terutama
pada peserta didik yang memainkan peran aktif dan utama dalam memperoleh
informasi dan mengembangkan konsep dan keterampilan saat berinteraksi dengan
lingkungan sosial dan fisik mereka. Peran guru menjadi fasilitator dan pendukung,
bukan instruktur. Pentingnya interaksi sosial, bahasa dan komunikasi diakui di
paham konstruktivis dan karena itu banyak kegiatan kelompok, diskusi dan
pembelajaran kooperatif didorong (Wragg & Wragg, 2002).
Asumsi umum dari pemikiran konstruktivis adalah bahwa anak-anak adalah
makhluk yang memiliki motivasi dan pengaturan diri yang akan memperoleh
keterampilan dasar membaca, menulis, mengeja, menghitung, dan memecahkan
masalah. Oleh karena itu, pengajaran langsung seperti ceramah tidak disukai, dan
kegiatan seperti latihan dan praktik dianggap sebagai pembelajaran hafalan yang
membosankan dan tidak berarti.
Pembelajaran aktif merupakan pembelajaran yang berpusat kepada siswa
untuk memperoleh keterampilan belajar mandiri, memberikan otonomi siswa yang
lebih besar, bekerja sama dengan orang lain, konstruksi pengetahuan dari
pengalaman langsung, dan penerapan keterampilan akademik (Gray & Stark,
2007). Sebagian besar pembelajaran aktif tidak hanya memperhatikan konstruksi
pengetahuan tetapi juga pengembangan strategi pembelajaran yang efektif. Di
bidang-bidang seperti sains misalnya, pendekatan investigasi yang berpusat pada
siswa dirancang untuk memberi siswa pengalaman langsung dari proses
penyelidikan ilmiah serta membangun pengetahuan konseptual. Dalam
pembelajaran yang berpusat pada siswa, proses belajar sering dianggap lebih
penting daripada perolehan pengetahuan faktual (Cooper, 2011). Prinsip-prinsip
yang mendasari untuk sebagian besar pembelajaran aktif adalah:
- Siswa harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran dan termotivasi secara
intrinsik
- Topik, isu, atau materi pelajaran harus menarik, relevan, dan memotivasi siswa

39
- Pengalaman belajar harus berlangsung dalam situasi kehidupan nyata di mana
pengetahuan dan keterampilan yang relevan akan benar-benar dibutuhkan dan
digunakan (situated learning).

2. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan pembelajaran memiliki istilah yang lebih luas daripada metode
pembelajaran. Pendekatan mengajar itu seperti bentuk atau cara kita mengajar atau
bagaimana kita melakukannya. Pendekatan dapat memiliki banyak metode.
Pendekatan pembelajaran bersifat fleksibel (tidak kaku) lugas dan terencana.
Pemilihan pendekatan pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan materi ajar
yang dituangkan dalam perencanaan pembelajaran. Ada berbagai pendekatan yang
digunakan dalam proses belajar mengajar. Berikut ini adalah pendekatan utama
belajar mengajar (Cooper, 2011):
- Pendekatan konsep
Tujuan utama dari pendekatan konsep adalah mengarahkan siswa untuk
menguasai konsep secara benar supaya tidak terjadi kesalahan konsep.
Penguasaan konsep dan subkonsep menjadi sasaran utama dalam
pembelajaran. Konsep-konsep diperoleh melalui pengamatan atau pengalaman
langsung. Pendekatan ini efektif digunakan ketika karakteristik materi yang
digunakan terlalu luas dan kompleks serta rentan menimbulkan miskonsepsi.
- Pendekatan lingkungan
Pendekatan lingkungan mengaitkan lingkungan dalam proses pembelajaran
dan menjadikan lingkungan sebagai sumber belajar. Biasanya ini diterapkan
untuk materi yang memiliki kaitan erat dengan kehidupan sehari-hari.
Penggunaan pendekatan lingkungan mendorong terciptanya suasana belajar
yang menyenangkan serta meningkatkan motivasi siswa dalam belajar. Selain
itu menumbuhkan sikap kepedulian siswa terhadap lingkungan karena memicu
rasa ingin tahu mereka untuk menemukan konsep-konsep yang ada di alam.
- Pendekatan inkuiri
Pendekatan inkuiri memiliki karakteristik dimana siswa mengkonstruksi
pengetahuan secara mandiri dengan mempelajari peristiwa-peristiwa dan
gejala ilmiah. Siswa diarahkan untuk merumuskan permasalahan, mengajukan

40
hipotesis dan melakukan eksperimen untuk memperoleh jawaban atas
pertanyaan sendiri dengan menghubungkan temuan yang satu dengan temuan
yang lain.
- Pendekatan keterampilan proses
Pendekatan keterampilan proses merupakan pendekatan pembelajaran yang
menekankan pada proses belajar, aktivitas dan kreativitas peserta didik dalam
memperoleh pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap, serta menerapkannya
pada kehidupan sehari-hari termasuk siantaranya keterlibatan fisik mental dan
sosial peserta didik dalam proses pembelajaran, demi mencapai suatu tujuan.
Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan
pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial, dan fisik yang
bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada prinsipnya telah
ada dalam diri siswa. Dari batasan tersebut, kita meperoleh suatu gambaran
bahwa Pendekatan keterampilan proses bukanlah tindakan intruksional yang
berada diluar kemampuan siswa. Justru Pendekatan keterampilan proses
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan mahasiswa
yang dimiliki siswa.
- Pendekatan kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan pembelajaran yang
menekankan pada kesesuaian materi ajar yang dikemas supaya sesuai dengan
konteks yang dekat dengan peserta didik. Karakteristik dari pembelajaran
kontekstual adalah adanya isu-isu atau masalah yang digunakan sebagai unit
awal pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan peserta didik atau
memerang menjadi permasalahan yang sedang tren di mata peserta didik. Pada
pendekatan kontekstual siswa diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang relevan dan bermakna dalam kehidupannya

3. Metode pembelajaran
Metode pembelajaran merupakan karakteristik yang terdiri dari sekumpulan
prinsip, prosedur atau strategi implementasi yang diterapkan oleh guru dalam
menyampaikan materi pembelajaran kepada siswa. Prinsip dan prosedur ini
ditentukan sebagian oleh sifat materi pelajaran yang akan diajarkan, dan sebagian

41
lagi oleh keyakinan atau teori tentang bagaimana siswa belajar. Pada awal abad ke-
20, bentuk pedagogi direct instruction dominan digunakan guru bersama dengan
penggunaan buku teks, dan latihan. Fokusnya jelas pada penguasaan materi subjek
dan kurang mengakomodasi tentang cara terbaik untuk memfasilitasi siswa terlibat
dalam pembelajaran. Dalam setiap pembelajaran, guru cenderung memberi
ceramah dan mendemonstrasikannya, kemudian mengatur apa yang perlu
dilakukan oleh siswa. Pekerjaan siswa kemudian ditandai dan dikembalikan, dan
siswa dinilai berdasarkan hasil mereka. Pendekatan yang sama digunakan untuk
mengajar hampir semua mata pelajaran. Tidak ada yang mempertanyakan apakah
metodenya efektif atau tidak. Pada suatu rencana pembelajaran, biasanya digunakan
berbagai macam kombinasi metode pembelajaran yang digunakan untuk mencapai
pengetahuan, misalnya ceramah-tanya jawab-diskusi, ceramah-eksperimen-
diskusi, atau kombinasi metode yang lainnya. Beberapa macam metode
pembelajaran yang umum digunakan diantaranya adalah (Wilson & Flory, 2012):
- Metode ceramah
Metode ceramah merupakan metode pembelajaran yang paling umum dan
sering diterapkan. Metode ceramah memberikan uraian atau penjelasan kepada
sejumlah murid pada waktu dan tempat tertentu. Dengan kata lain, metode
ceramah merupakan metode pembelajaran yang dilakukan dengan
menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa.
Metode ceramah efektif dalam pembelajaran yang tujuannya untuk
menyampaikan informasi secara komprehensif. Selain itu, metode ini juga
efektif digunakan untuk materi yang rentan menimbulkan miskonsepsi, sumber
belajar yang minim dan jumlah siswa yang banyak.
- Metode diskusi
Metode diskusi merupakan metode pembelajaran yang menghadapkan peserta
didik pada suatu permasalahan yang diselesaikan melalui pemecahan masalah
dengan bertukar pengalaman untuk menentukan keputusan tertentu secara
bersama-sama. Karakter dari metode diskusi adalah hasil dari pembelajaran
yang diperoleh siswa tidak bisa diprediksi, topik yang didiskusikan terkadang
diluar dari konteks yang diharapkan guru dan sulit diterapkan pada siswa pasif.
- Metode eksperimen

42
Metode eksperimen adalah metode pembelajaran yang digunakan untuk
membuktikan suatu pernyataan atau hipotesis tertentu. Terkadang metode
eksperimen hanya dianggap sebagai pembelajaran yang melibatkan aktivitas
kerja di laboratorium. Metode eksperimen merupakan cara penyajian bahan
pelajaran dengan cara peserta didik melakukan percobaan untuk membuktikan
sendiri pertanyaan atau hipotesis yang dipelajari.
- Metode demonstrasi
Metode demonstrasi adalah metode penyajian pelajaran dengan
memperagakan dan mempertunjukkan kepada peserta didik tentang suatu
proses, situasi atau benda tertentu, baik sebenarnya atau hanya sekedar tiruan.
Sebagai metode penyajian, demonstrasi tidak terlepas dari penjelasan secara
lisan oleh guru. Walaupun dalam proses demonstrasi peran peserta didik hanya
sekadar memerhatikan, akan tetapi demonstrasi dapat menyajikan bahan
pelajaran lebih konkret. Dalam strategi pembelajaran, demonstrasi dapat
digunakan untuk mendukung keberhasilan strategi pembelajaran ekspositori
dan Inkuiri. Biasanya ini digunakan untuk pembelajaran yang memiliki
keterbatasan siswa kegiatan eksperimen dilakukan oleh seluruh siswa, maka
demonstrasi merupakan cara yang efektif untuk digunakan dalam
pembelajaran.
- Metode tanya jawab
Metode tanya-jawab ialah penyampaian pelajaran dengan cara guru
mengajukan pertanyaan dan murid menjawab. Dalam metode tanya-jawab
terdapat kelemahan dan kelebihan, sehingga seorang guru benar-benar harus
memperhatikan kesesuaian materi pelajaran dengan metode yang akan
digunakan. Dalam menggunakan metode tanya-jawab, ada beberapa hal yang
harus diperhatikan. Pertama, jenis pertanyaan; kedua, teknik mengajukan
pertanyaan; ketiga, memperhatikan syarat-syarat penggunaan metode tanya-
jawab sehingga dapat dirumuskan langkah-langkah yang benar;
keempat, memperhatikan prinsip-prinsip penggunaan metode tanya jawab, di
antaranya prinsip keserasian, integrasi, kebebasan, dan individual. Prinsip-
prinsip ini adalah dasar atau landasan yang bisa dipergunakan dalam metode
tanya-jawab. Di samping itu, metode tanya-jawab juga bisa dikombinasikan

43
dengan metode lain, seperti metode ceramah, pemberian tugas, diskusi, dan
lain-lain.

4. Strategi pembelajaran
Strategi pembelajar merupakan cara yang digunakan untuk mengorganisir
siswa dalam pembelajaran. Strategi dapat diartikan juga sebagai pola kegiatan
pembelajaran yang dipilih dan digunakan guru secara kontekstual, sesuai dengan
karakteristik siswa, kondisi sekolah, lingkungan sekitar, serta tujuan khusus yang
nantinya akan disampaikan. Ditinjau dari bahasanya strategi berasal dari bahasa
Latin strategia, yang diartikan sebagai seni penggunaan rencana untuk mencapai
tujuan. Strategi pembelajaran dapat digunakan untuk mencapai berbagai tujuan
pemberian materi pelajaran pada berbagai tingkatan, untuk siswa yang berbeda,
dalam konteks yang berbeda pula. Strategi pembelajaran merupakan cara-cara yang
dipilih untuk menyampaikan materi pelajaran dalam lingkungan pembelajaran
tertentu, meliputi sifat, lingkup, dan urutan kegiatan yang dapat memberikan
pengalaman belajar kepada siswa (Kaya & Akdemir, 2016).
Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke
dalam strategi pembelajaran. Strategi dalam kegiatan pembelajaran dapat diartikan
dalam pengertian secara sempit dan pengertian secara luas. Dalam pengertian
sempit bahwa istilah strategi itu sama dengan pengertian metode yaitu sama-sama
merupakan cara dalam rangka pencapaian tujuan. Secara umum strategi
pembelajaran jika dikaitkan dengan bagaimana mengorganisir siswa dalam
pembelajaran, dapat dibagi menjadi belajar mandiri, belajar kelompok, atau mini
proyek.

5. Model pembelajaran
Model pembelajaran akan membantu siswa untuk memperoleh informasi, ide,
keterampilan, nilai, cara berpikir, dan sarana untuk mengekspresikan diri, kami juga
mengajari mereka cara belajar. Bahkan, hasil pengajaran jangka panjang yang
paling penting mungkin adalah peningkatan kemampuan siswa untuk belajar lebih
mudah dan efektif di masa depan, baik karena pengetahuan dan keterampilan yang
telah mereka peroleh dan karena mereka telah menguasai proses belajar. Bagaimana

44
pengajaran yang dilakukan berdampak besar pada kemampuan siswa untuk
mendidik dirinya sendiri (Kaya & Akdemir, 2016). Guru yang sukses bukan hanya
yang karismatik dan persuasif. Sebaliknya, mereka melibatkan siswa mereka dalam
tugas-tugas kognitif dan sosial yang kuat dan mengajar siswa bagaimana
menggunakannya secara produktif. Misalnya, meskipun belajar untuk memberi
kuliah dengan jelas dan berpengetahuan sangat diinginkan, pelajarlah yang
melakukan pembelajaran; dosen yang sukses mengajar mahasiswa bagaimana
menggali informasi dalam pembicaraan dan menjadikannya milik mereka sendiri.
Pembelajar yang efektif menarik informasi, ide, dan kebijaksanaan dari guru
mereka dan menggunakan sumber belajar secara efektif. Dengan demikian, peran
utama dalam mengajar adalah menciptakan pembelajar yang kuat. Penjelasan
model-model pembelajaran inovatif akan dibahas dari mulai modul 5.
Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang
tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan
kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan
suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Hubungan antara model,
pendekatan, strategi dan metode dapat dilihat pada Gambar berikut.
Pembelajaran Berbasis
MODEL
Proyek

PENDEKATAN Inkuiri

STRATEGI
Mini Proyek

Model

METODE Diskusi-Tanya Jawab

Gambar 3. 1. Keterkaitan model, pendekatan, strategi dan metode

45
D. Daftar rujukan utama
Kaya, Z., & Akdemir, A. S. (2016). Learning and teaching: theories, approaches
and models. Çözüm Eğitim Yayıncılık.
Wilson, S. B., & Flory, L. (2012). What teachers need to know about teaching
methods. In Westwood, Peter (Vol. 22, Issue 3). Acer Press.
https://doi.org/10.21273/horttech.22.3.410

E. Kisi-Kisi Penilaian
Jenjang Bentuk Nomor
Indikator Pembelajaran Indikator Soal
Kognitif Penilaian soal
Menjelaskan prinsip Mahasiswa diminta untuk
pendekatan menentukan definisi yang
pembelajaran tepat dari pendekatan
C2 Pilihan Ganda 1
pembelajaran dengan
disajikan salah satu
pernyataan
Menyebutkan macam- Mahasiswa diminta untuk
macam pendekatan memilih pengelompokan C2 Pilihan Ganda 2
pembelajaran pendekatan yang tepat
Menjelaskan prinsip Mahasiswa diminta untuk
metode pembelajaran menentukan definisi yang
tepat dari metode
C2 Pilihan ganda 3
pembelajaran dengan
disajikan salah satu
pernyataan
Menyebutkan macam- Mahasiswa diminta untuk
macam metode memilih pengelompokan
C2 Pilihan ganda 4
pembelajaran metode pembelajaran
yang tepat
Menjelaskan prinsip Mahasiswa diminta untuk
strategi pembelajaran menentukan definisi yang
tepat dari strategi
C2 Pilihan ganda 5
pembelajaran dengan
disajikan salah satu
pernyataan
Menyebutkan macam- Mahasiswa diminta untuk
macam strategi memilih pengelompokan
C2 Pilihan ganda 6
pembelajaran metode pembelajaran
yang tepat
Menjelaskan prinsip Mahasiswa diminta untuk
model pembelajaran menentukan definisi yang
tepat dari model
C2 Pilihan ganda 7
pembelajaran dengan
disajikan salah satu
pernyataan
Ketepatan menyebutkan
Mahasiswa diminta untuk
macam-macam model C2 Pilihan ganda 8
memilih pengelompokan
pembelajaran

46
model pembelajaran yang
tepat
Membedakan pendekatan, Disajikan beberapa
strategi, metode dan pernyataan tentang
model pembelajaran perbedaan dari
pendekatan, strategi,
C4 Pilihan Ganda 9
metode dan model.
Mahasiswa diminta
memilih perbedaan yang
tepat

47
MODUL 4
KETERAMPILAN DASAR MENGAJAR
A. Pengantar Materi
Mengajar merupakan suatu pekerjaan profesional yang menuntut kemampuan
yang kompleks dalam melakukannya. Oleh karena itu seorang guru harus memiliki
kemampuan dalam mengajarnya. Kemampuan tersebut adalah keterampilan dasar
mengajar. Seorang guru dikatakan siap mengajar jika telah menguasai dengan baik
keterampilan dasar mengajar. Mengajar merupakan suatu perbuatan yang
memerlukan tanggung jawab moral yang cukup berat (Cooper, 2011). Mengajar
digambarkan sebagai mengorganisasikan belajar sehingga dengan
mengorganisasikan itu, belajar menjadi berarti atau bermakna bagi peserta didik.
Kegiatan mengajar ini bukan hanya guru mentransfer pengetahuan kepada peserta
didik tetapi seorang guru harus bisa membimbing, mendidik, mengajar dan melatih
peserta didik sesuai dengan karakteristik masing-masing peserta didik (Johnstone
et al., 2007).
Keterampilan dasar mengajar merupakan keterampilan standar yang harus
dimiliki setiap individu yang berprofesi sebagai guru. Keterampilan mengajar ini
merupakan modal utama yang harus dimiliki oleh setiap guru dengan baik dan
benar sehingga diharapkan dapat menghasilkan peserta didik yang berkualitas
dalam berbagai hal. Keterampilan dasar mengajar termasuk ke dalam aspek how to
teach yaitu bagaimana cara membelajarkan peserta didik. Keterampilan dasar
mengajar mutlak harus dimiliki dan dikuasai oleh seorang guru, karena
keterampilan dasar mengajar memberikan pengertian lebih dalam mengajar.
Mengajar bukan hanya sekedar proses menyampaikan materi saja, tetapi
menyangkut aspek yang lebih luas seperti pembinaan sikap, emosional, karakter,
kebiasaan, dan nilai-nilai. Sehingga materi keterampilan dasar mengajar penting
untuk diajarkan bagi calon pendidik.
B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (SUBPMK)

CPL CPMK SUB-CPMK


Menjelaskan keterampilan dasar dalam mengajar
PP5 5.1
(C2)

48
C. Uraian Materi
Keterampilan dasar mengajar (Teaching Skill) adalah kemampuan atau
keterampilan yang bersifat khusus (most specific instructional behaviors) yang
harus dimiliki oleh guru, dosen, instruktur atau widyaswara agar dapat
melaksanakan tugas mengajar secara efektif, efesien dan professional (As.
Giloman, 1991). Keterampilan dasar mengajar berkenaan dengan beberapa
keterampilan atau kemampuan yang bersifat mendasar dan harus dikuasai oleh
tenaga pengajar dalam melaksanakan tugas mengajarnya. Dalam mengajar ada dua
kemampuan pokok yang harus dikuasai oleh seorang tenaga pengajar, yaitu;
1. Menguasai materi atau bahan ajar yang akan diajarkan (what to teach)
2. Menguasai metodologi atau cara untuk membelajarkannya (how to teach)

Keterampilan dasar mengajar termasuk ke dalam aspek how to teach yaitu


bagaimana cara membelajarkan peserta didik. Keterampilan dasar mengajar mutlak
harus dimiliki dan dikuasai oleh seorang guru, karena keterampilan dasar mengajar
memberikan pengertian lebih dalam mengajar. Mengajar bukan hanya sekedar
proses menyampaikan materi saja, tetapi menyangkut aspek yang lebih luas seperti
pembinaan sikap, emosional, karakter, kebiasaan, dan nilai-nilai. Turney (1979)
terdapat 8 keterampilan dasar mengajar. Keterampilan dasar yang dimaksud adalah:
a. Keterampilan bertanya,
Bertanya merupakan suatu unsur yang selalu ada dalam proses komunikasi
pembelajaran. Keterampilan bertanya merupakan ucapan atau pertanyaan yang
dilontarkan guru sebagai stimulus untuk memunculkan atau menumbuhkan
jawaban (respon) dari peserta didik Tujuan keterampilan bertanya: memotivasi
peserta didik agar terlibat aktif dalam proses pembelajaran, melatih
kemampuan mengutarakan pendapat, merangsang dan meningkatkan
kemampuan berfikir peserta didik, melatih peserta didik berfikir divergen,
menumbuhkan kebiasaan menghargai pendapat orang lain, menumbuhkan
sikap kreatif pada peserta didik, mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan
prinsip bertanya meliputi: Pertanyaan hendaknya mengenai satu masalah saja,
berikan waktu berfikir kepada peserta didik, pertanyaan hendaknya singkat
jelas dan disusun dengan katakata yang sederhana, pertanyaan didistribusikan
secara merata kepada para peserta didik, pertanyaan langsung sebaiknya

49
diberikan secara random, pertanyaan hendaknya disesuaikan dengan
kemampuan dan kesiapan peserta didik, sebaiknya hindari pertanyaan retorika
atau leading question.
b. Keterampilan menjelaskan,
Keterampilan menjelaskan adalah suatu keterampilan menyajikan bahan
belajar yang diorganisasikan secara sistematis sebagai suatu kesatuan yang
berarti, sehingga mudah dipahami para peserta didik. Tujuan keterampilan
menjelaskan adalah untuk: membimbing peserta didik memahami materi yang
dipelajari, melibatkan peserta didik untuk berpikir dengan memecahkan
masalah-masalah, memberi balikan kepada peserta didik mengenai tingkat
pemahamannya, dan untuk mengatasi kesalahpahaman mereka, membimbing
peserta didik untuk menghayati dan mendapat proses penalaran, serta
menggunakan bukti-bukti dalam pemecahan masalah, menolong peserta didik
untuk mendapatkan dan memahami hukum, dalil, dan prinsip-prinsip umum
secara objektif dan bernalar. Prinsip-prinsip menjelaskan terdiri dari:
penjelasan harus disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik peserta
didik, pertanyaan harus diselingi tanya jawab, materi penjelasan harus dikuasai
secara baik oleh guru, penjelasan harus sesuai dengan tujuan pembelajaran,
materi penjelasan harus bermanfaat dan bermakna bagi peserta didik, dapat
menjelaskan harus disertai dengan contoh-contoh yang kongkrit dan
dihubungkan dengan kehidupan
c. Keterampilan menggunakan variasi
Keterampilan menggunakan variasi merupakan keterampilan guru dalam
menggunakan bermacam kemmapuan dalam mengajar untu memberikan
rangsangan kepada peserta didik agar suasana pembelajaran selalu menarik,
sehingga peserta didik bergairah dan antusius dalam menerima pembelajaran
dan aktivitas belajar mengajar dapat berlangsung secara efektif. Tujuan
penggunaan variasi dalam proses belajar mengajar: menghilangkan kejemuan
dalam mengikuti proses belajar, mempertahankan kondisi optimal belajar,
meningkatkan perhatian dan motivasi peserta didik, memudahkan pencapaian
tujuan pengajaran. Prinsip-prinsip penggunaan variasi dalam pengajaran:
gunakan variasi dengan wajar jangan dibuat-buat, perubahan satu jenis variasi

50
ke variasi lainnya harus efektif, penggunaan variasi harus direncanakan dan
sesuai dengan bahan, metode, dan karakteristik peserta
d. Keterampilan memberikan penguatan
Memberi penguatan atau reincorcement merupakan tindakan atau respon
terhadap suatu bentuk perilaku yang dapat mendorong munculnya peningkatan
kualitas tingkah laku tersebut di saat yang lain. Tujuan penggunaan
keterampilan memberi penguatan: menimbulkan perhatian peserta didik,
membangkitkan motivasi belajar peserta didik, menumbuhkan kemampuan
berinisiatif secara pribadi, merangsang peserta didik berfikir yang baik,
mengembalikan dan mengubah sikap negative peserta dalam belajar kearah
perilaku yang mendukung belajar. Prinsip-prinsip penguatan: dilakukan
dengan hangat dan semangat, memberikan kesan positif kepada peserta didik,
berdampak terhadap perilaku positif, dapat bersifat pribadi atau kelompok,
hindari penggunaan respon negative. Jenis-jenis penguatan, penguatan verbal,
penguatan gestural, penguatan dengan cara mendekatinya, penguatan dengan
cara sambutan, penguatan dengan memberikan kegiatan yang menyenangkan,
penguatan berupa tanda atau benda
e. Keterampilan membuka dan menutup pelajaran
Keterampilan membuka dan menutup pelajaran adalah keterampilan yang
berkaitan dengan kegiatan atau usaha yang dilakukan oleh seorang guru dalam
memulai dan mengakhiri suatu pelajaran. Tujuan membuka dan menutup
pelajaran adalah: untuk menimbulkan minat dan perhatian peserta didik
terhadap pelajaran yang akan dibicarakan, menyiapkan mental para peserta
didik agar siap memasuki persoalan yang akan dibicarakan, memungkinkan
peserta didik mengetahui tingkat keberhasilan dalam pelajaran , agar peserta
didik mengetahui batas-batas tugasnya yang akan dikerjakan. Prinsip-prinsip
keterampilan membuka dan menutup pelajaran: dalam membuka pelajaran
harus member makna kepada peserta didik, yaitu dengan menggunakan cara-
cara yang relevan dengan tujuan dan bahan yang akan disampaikan, hubungan
antara pendahuluan dengan inti pengajaran serta dengan tugas-tugas yang
dikerjakan sebagai tindak lanjut Nampak jelas dan logis enggunakan apersepsi

51
yaitu mengenalkan pokok pelajaran dengan menghubungkannya terhadap
pengetahuan yang sudah diketahui oleh peserta didik.
f. Keterampilan mengajar kelompok kecil dan perseorangan
Keterampilan mengajar kelompok kecil adalah kemampuan guru melayani
kegiatan peserta didik dalam belajar secara kelompok dengan jumlah peseerta
didik berkisar antara 3 hingga 5 orang atau paling banyak 8 orang untuk setiap
kelompoknya. Sedangkan keterampilan dalam pengajaran perorangan atau
pengajaran individual adalah kemampuan guru dalam menentukan tujuan,
bahan ajar, prosedur dan waktu yang digunakan dalam pengajaran dengan
memperhatikan tuntutan-tuntutan atau perbedan-perbedaan individual peserta
didik. Tujuan guru mengembangkan keterampilan mengajar kelompok kecil
dan perorangan: keterampilan dalam pendekatan pribadi, eterampilan dalam
mengorganisasi, keterampilan dalam membimbing belajar, keterampilan dalam
merencanakan dan melaksanakan KBM.
g. Keterampilan mengelola kelas
Keterampilan mengelola kelas merupakan kemampuan guru dalam
mewujudkan dan mempertahankan suasana belajar mengajar yang optimal.
Tujuan pengelolaan kelas adalah menyediakan dan menggunakan fasilitas
kelas untuk bermacam-macam kegiatan belajar dan mengajar agar mencapai
hasil yang baik, mewujudkan situasi dan kondisi kelas yang memungkinkan
peserta didik mengembangkan kemampuannya secara optimal, menghilangkan
berbagai hambatan dan pelanggaran disiplin yang dapat merintangi
terwujudnya interaksi belajar mengajar, mempertahankan keadaan yang stabil
dalam suasana kelas, sehingga bila terjadi gangguan dalam belajar mengajar
dapat dikurangi dan hindari, melayani dan membimbing perbedaan individual
peserta didik, mengatur semua perlengkapan dan peralatan yang
memungkinkan peserta didik belajar sesuai dengan lingkungan social,
emosional dan intelektual peserta didik dalam kelas.
h. Keterampilan membimbing diskusi kelompok kecil
Diskusi kelompok kecil adalah suau proses belajar yang dilakukan dalam
kerjasama kelompok bertujuan memecahkan suatu permasalahan, mengkaji
konsep, prinsip atau kelompok tertentu. Untuk itu guru memiliki peran sangat

52
penting sebagai pembimbing agar proses diskusi dapat berlangsung sesuai
dengan tujuan pembelajaran. Prinsip-prinsip membimbing diskusi kelompok
kecil: laksanakan diskusi dalam suasana yang menyenangkan,berikan waktu
yang cukup untuk merumuskan dan menjawab permasalahan, rencanakan
diskusi kelompok dengan sitematis, bimbinglah dan jadikanlah diri guru
sebagai teman diskusi.

53
MODUL 5
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
A. Pengantar Materi
Dunia pendidikan dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan yang semakin maju. Oleh karena itu guru sebagai garda terdepan harus
mempunyai cara untuk dapat mengajarkan peserta didik sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan.
Guru adalah pihak yang bertugas membimbing siswa agar dapat mencapai
tujuan dalam pembelajaran sekaligus mengelola kelas agar dapat menjadi sebuah
tim yang solid, komunikatif dan kondusif selama proses pembelajaran. Dari segi
efektifitas, seorang guru diharapkan mampu mengelola pembelajaran dengan baik.
Pembelajaran yang monoton tentunya akan berpengaruh terhadap semangat belajar
siswa dan prestasi belajar siswa. Pemilihan strategi juga model pembelajaran yang
relevan dengan standar kompetensi juga dapat memacu kemampuan serta minat
belajar siswa demi tercapainya optimalisasi kualitas pembelajaran dan
pembelajaran yang bermakna. Oleh sebab itu salah satu untuk mewujudkan hal ini
guru bisa mengajarkan peserta didik menggunakan model Pembelajaran Berbasis
Proyek. Dimana pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang besar untuk
memberikan pengalaman belajar yang lebih menarik dan bermakna bagi siswa (M.
Hosnan, 2014).
Model pembelajaran berbasis proyek merupakan suatu model pembelajaran
yang menyangkut pemusatan pertanyaan dan masalah bermakna, pemecahan
masalah, pengambilan keputusan, proses pencarian berbagai sumber, pemberian
kesempatan kepada anggota untuk bekerja secara kolaborasi, dan menutup dengan
presentasi produk nyata. Model pembelajaran berbasis proyek berfokus pada
konsep dan prinsip inti sebuah disiplin, memfasilitasi mahasiswa untuk
berinvestigasi, pemecahan masalah, dan tugas-tugas bermakna lainnya, berpusat
pada siswa (students centered) dan menghasilkan produk nyata (Wena, 2008).

54
B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian
Pembelajaran Mata Kuliah (SUBPMK)

CPL CPMK SUB-CPMK


Mampu membedakan antara pendekatan, model,
PP2 2.1
strategi dan metode dalam pembelajaran (C4)

C. Uraian Materi
Thomas, dkk (1999) model pembelajaran berbasis proyek merupakan model
pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada guru untuk mengelola
pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek. Pembelajaran berbasis
proyek memiliki potensi yang amat besar untuk membuat pengalaman belajar
yang lebih menarik dan bermanfaat bagi peserta didik. Model pembelajaran
berbasis proyek menciptakan lingkungan belajar "konstruktivis" dimana peserta
didik membangun pengetahuan mereka sendiri dan pendidik menjadi fasilitator
(Goodman dan Stivers, 2010).
Global SchoolNet (2000) melaporkan hasil penelitian the AutoDesk
Foundation tentang karakteristik Model pembelajaran berbasis proyek. Hasil
penelitian tersebut menyebutkan bahwa Model pembelajaran berbasis proyek
adalah model pembelajaran yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja,
2. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik,
3. Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas
permasalahan atau tantangan yang diajukan,
4. Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan,
5. Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu,
6. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan,
7. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif,
8. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan
Pada model pembelajaran berbasis proyek peserta didik tidak hanya memahami
konten, tetapi juga menumbuhkan keterampilan pada peserta didik bagaimanan
berperan di masyarakat. Keterampilan yang ditumbukan dalam model

55
pembelajaran berbasis proyek diantaranya keterampilan komunikasi dan
presentasi, keterampilan manajemen organisasi dan waktu, keterampilan
penelitian dan penyelidikan, keterampilan penilaian diri dan refleksi, partisipasi
kelompok dan kepemimpinan, dan pemikiran kritis. Rais (2015) langkah-langkah
model pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai berikut:
1. Membuka pelajaran dengan suatu pertanyaan menantang (start with the big
question) Pembelajaran dimulai dengan sebuah pertanyaan driving question
yang dapat memberi penugasan pada peserta didik untuk melakukan suatu
aktivitas. Topik yang diambil hendaknya sesuai dengan realita dunia nyata
dan dimulai dengan sebuah investigasi mendalam.
2. Merencanakan proyek (design a plan for the project). Perencanaan
dilakukan secara kolaboratif antara pendidik dengan peserta didik. Dengan
demikian peserta didik diharapakan akan merasa memiliki atas proyek
tersebut. Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang
dapat mendukung dalam menjawab pertanyaan esensial dengan
mengintegrasikan berbagai subjek yang mendukung, serta
menginformasikan alat dan bahan yang dapat dimanfaatkan untuk
menyelesaikan proyek.
3. Menyusun jadwal aktivitas (create a schedule). Pendidik dan peserta didik
secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam menyelesaikan proyek.
Waktu penyelesaian proyek harus jelas, dan peserta didik diberi arahan
untuk mengelola waktu yang ada. Biarkan peserta didik mencoba menggali
sesuatu yang baru, akan tetapi pendidik juga harus tetap mengingatkan
apabila aktivitas peserta didik melenceng dari tujuan proyek. Proyek yang
dilakukan oleh peserta didik adalah proyek yang membutuhkan waktu yang
lama dalam pengerjaannya, sehingga pendidik meminta peserta didik untuk
menyelesaikan proyeknya secara berkelompok di luar jam sekolah. Ketika
pembelajaran dilakukan saat jam sekolah, peserta didik tinggal
mempresentasikan hasil proyeknya di kelas.
4. Mengawasi jalannya proyek (monitor the students and the progress of the
project). Pendidik bertanggungjawab untuk melakukan monitor terhadap
aktivitas peserta didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan

56
dengan cara memfasilitasi peserta didik pada setiap proses. Dengan kata
lain, pendidik berperan sebagai mentor bagi aktivitas peserta didik. Pendidik
mengajarkan kepada peserta didik bagaimana bekerja dalam sebuah
kelompok. Setiap peserta didik dapat memilih perannya masing masing
dengan tidak mengesampingkan kepentingan kelompok.
5. Penilaian terhadap produk yang dihasilkan (assess the outcome). Penilaian
dilakukan untuk membantu pendidik dalam mengukur ketercapaian standar,
berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing masing peserta didik,
memberi umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai oleh
peserta didik, serta membantu pendidik dalam menyusun strategi
pembelajaran berikutnya. Penilaian produk dilakukan saat masing-masing
kelompok mempresentasikan produknya di depan kelompok lain secara
bergantian.
6. Evaluasi (evaluate the experience). Pada akhir proses pembelajaran,
pendidik dan peserta didik melakukan refleksi terhadap aktivitas dan hasil
proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik secara
individu maupun kelompok. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk
mengungkapkan perasaan dan pengalamannya selama menyelesaikan
proyek.

Gambar 5. 1 Tahapan Pelaksanaan Model Pembelajaran Berbasis Proyek

57
MODUL 6
MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PBL)
A. Pengantar Materi
Melihat perkembangan zaman yang semakin pesat dengan didukung oleh
kemajuan teknologi mau tidak mau menstimulus pendidikan untuk dapat
beradaptasi sesuai dengan tuntutan zaman. Model pembelajaran merupakan salah
satu metodologi yang diciptakan dunia pendidikan dalam rangka menuju
ketercapaiannya suatu perubahan. Pada pelaksanaan model pembelajaran tentunya
melibatkan pembelajar (guru) dan peserta didik (siswa). Seorang guru adalah
seorang yang profesional dalam menjalankan fungsi-fungsinya dengan
menggunakan metodologi untuk membelajarkan peserta didik dengan cara yang
tidak konstan, artinya seorang guru itu harus berinovasi dan menciptakan perubahan
baik pada dirinya serta pada peserta didiknya. Berbagai macam upaya telah
dilakukan dalam dunia Pendidikan. Terciptanya berbagai model pembelajaran yang
memang dirancang dengan melihat kondisi perkembangan peserta didik dari waktu
ke waktu. Salah satu contoh model pembelajaran yang ditemukan adalah Model
Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning) Pembelajaran berbasis
masalah adalah pendekatan yang berpusat pada siswa yang mengatur kurikulum
dan instruksi seputar situasi masalah “dunia nyata” yang dibuat dengan cermat.
Belajar itu aktif daripada pasif, terintegrasi daripada terfragmentasi, dan terhubung
daripada terputus-putus. Seperti dalam pembelajaran kooperatif, siswa bekerja
dalam kelompok kecil, berbagi tanggung jawab untuk belajar bersama, dan dalam
proses mengembangkan pemikiran kritis dan keterampilan pemecahan masalah dan
keterampilan untuk kolaborasi dan manajemen proyek (Arends, 2009).
Pembelajaran berbasis masalah telah ditunjukkan untuk secara aktif melibatkan
siswa dalam pengalaman belajar yang relevan. Keterlibatan aktif dalam masalah
membantu siswa mengakses pengetahuan sebelumnya dan mengarah pada
pemahaman yang mendalam. Tampaknya informasi baru diproses dan dipahami
lebih baik jika siswa memiliki kesempatan untuk menguraikan informasi tersebut
dalam situasi penyelesaian masalah. Demikian pula, pembelajaran yang terjadi

58
dalam konteks situasi kehidupan nyata lebih mungkin dipertahankan dan diterapkan
(Boaler, 1998; Bransford, Vye, Kinzer, & Risko, 1990).

B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian


Pembelajaran Mata Kuliah (SUBPMK)

CPL CPMK SUB-CPMK


Mampu membedakan antara pendekatan, model,
PP2 2.1
strategi dan metode dalam pembelajaran (C4)

C. Uraian Materi
Pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah pendekatan yang berpusat pada
siswa yang melibatkan pelajaran dalam penyelidikan terhadap situasi masalah yang
kompleks. Lingkungan belajar untuk PBL ditandai dengan keterbukaan,
keterlibatan aktif, dan suasana kebebasan intelektual. Kemandirian dan keragaman
didorong dan diakui dalam arah yang berbeda dan memerlukan lingkungan belajar
di mana mereka bebas untuk mengekspresikan ide-ide baru tanpa takut akan
penilaian negatif atau saling tuding.
PBL memanfaatkan rasa ingin tahu alami, imajinasi, dan pencarian
pemahaman siswa. Masalah dunia nyata menarik minat siswa dan memotivasi.
Pembelajaran berbasis masalah mempromosikan pencapaian dan pemikiran tingkat
tinggi. Kegiatan pembelajaran yang melibatkan pemikiran, pemecahan masalah,
dan pemahaman sering memiliki efek yang lebih positif pada prestasi siswa
daripada melakukan lebih banyak metode pengajaran tradisional (Arends, 2009)..
Fokus penyelidikan PBL membutuhkan pemikiran kritis dan sifat penyelidikan
siswa yang terbuka memberikan peluang untuk berpikir kreatif.
Pada PBL guru berfungsi sebagai fasilitator, pemandu, pelatih, dan mentor.
Siswa diharuskan untuk merancang pembelajaran mereka sendiri, memecahkan
masalah, dan bekerja sama dalam kelompok kecil. Berikut langkah-langkah
pembelajaran PBL menurut Arends (2009) pada yaitu:
1. Tahap Perencanaan PBL
a. Mengklarifikasi konten dan tujuan proses
Mengklarifikasi tujuan untuk proyek dan kegiatan PBL adalah langkah
perencanaan pertama Tujuan konten fokus pada standar kurikulum, konsep,

59
dan hubungan yang berasal dari keseluruhan topik dan situasi masalah. Tujuan
proses berfokus pada keterampilan inkuiri, pemecahan masalah dan
pembelajaran mandiri, serta keterampilan kolaborasi dan manajemen proyek.
Menjadi jelas tentang tujuan spesifik untuk proyek atau kegiatan PBL
membantu siswa memahami apa yang diharapkan dan memberikan klarifikasi
tentang bagaimana mereka harus melanjutkan
b. Memilih atau merancang masalah
Salah satu tugas paling sulit dan penting dalam PBL adalah mengidentifikasi
atau merancang situasi masalah yang baik. Masalah yang efektif memiliki
beberapa karakteristik umum yaitu otentik, terstruktur buruk dan berantakan,
relevan, ketat akademis dan interdisipliner secara alami.
c. Mengidentifikasi sumber daya
Tugas perencanaan kunci lainnya adalah mengidentifikasi dan menemukan
sumber daya untuk digunakan siswa dalam penyelidikan mereka. Untuk
memfasilitasi gaya belajar yang berbeda dan perspektif yang berbeda, berbagai
bahan tentang masalah yang sedang diselidiki perlu diamankan. Selain
perpustakaan dan pusat media setempat, dewasa ini ribuan situs web adalah
sumber informasi dan dokumen yang berharga.
d. Menyiapkan penilaian
Mempersiapkan instrumen dan prosedur penilaian formatif dan sumatif
dalam fase perencanaan sangat penting. Mengidentifikasi target dan
menetapkan kriteria untuk PBL memberikan arahan dan parameter bagi siswa
ketika mereka mengejar penyelidikan mereka. Penilaian formatif menciptakan
cara terstruktur untuk memantau kemajuan siswa dan untuk memberikan
umpan balik kepada siswa secara berkala.
e. Mengatur kelompok pembelajaran
Kebanyakan investigasi PBL dilakukan dalam kelompok belajar kecil yang
terdiri dari lima atau enam siswa. Guru dapat menugaskan kelompok atau
mengizinkan siswa untuk memilih sendiri. Dalam kebanyakan kasus, yang
terbaik adalah memberikan kriteria untuk komposisi kelompok untuk
memastikan kelompok memiliki keseimbangan dan berbagai siswa dengan
berbagai keterampilan.

60
f. Mengorientasikan siswa ke PBL
Penting dalam fase perencanaan untuk memutuskan bagaimana
mengarahkan siswa ke proyek atau kegiatan PBL. Siswa perlu memahami
bagaimana PBL bekerja dan menjadi jelas tentang harapan ketika pendekatan
pembelajaran ini digunakan. Siswa akan mendapat manfaat dari gambaran
umum fase-fase dalam proses PBL, serta panduan tentang spesifikasi fase-fase
yang berbeda.
2. Tahap Pelaksanaan PBL
a. Menyajikan masalah
Pelajaran atau kegiatan PBL dimulai dengan pengenalan situasi masalah yang
agak tidak terstruktur dan kompleks. Pendahuluan harus dilaksanakan dengan
hatihati sehingga menginspirasi siswa dan mencapai keingintahuan mereka.
Selama fase pembelajaran ini, guru juga dapat meminta siswa mendiskusikan
apa yang sudah mereka ketahui tentang masalah, menghasilkan daftar
pertanyaan, dan mencatat pemikiran awal dan hipotesis mereka tentang
masalah tersebut. Diskusi dapat dilakukan dengan seluruh kelas atau dalam
kelompok kecil.
b. Merencanakan investigasi
Sebagian besar bentuk PBL mengharuskan siswa untuk bekerja dalam
kelompok untuk merencanakan penyelidikan mereka dan memutuskan jenis
sumber daya yang akan mereka perlu kumpulkan atau konsultasikan. Kadang-
kadang guru memberikan kriteria, templat, dan daftar periksa untuk memandu
perencanaan dan penyelidikan siswa sementara anggota kelompok
memutuskan rincian dan merencanakan tindakan spesifik yang perlu mereka
ambil. Di waktu lain, kelompok siswa diberikan kebebasan penuh untuk
merencanakan penyelidikan mereka. Setiap kelompok belajar menyelesaikan
rencana keseluruhan pada fase ini yang mengidentifikasi tugas, sumber daya,
jadwal, dan tanggung jawab.
c. Melakukan investigasi
Terkadang situasi masalah dapat diselesaikan dalam satu periode kelas
tunggal. Namun, lebih sering, investigasi PBL berlangsung selama beberapa
hari, atau dalam beberapa kasus beberapa minggu, ketika siswa mencari

61
jawaban atas pertanyaan yang diuraikan dalam rencana mereka. Siswa
diajarkan untuk memonitor diri mereka sendiri, pemahaman mereka, dan
strategi belajar mereka. Jurnal atau log masalah adalah dua cara untuk melacak
informasi, menyusun kemajuan, dan memfasilitasi penilaian diri siswa
d. Mendemonstrasikan pembelajaran
Pembelajaran berbasis masalah berujung pada semacam presentasi
kelompok atau tampilan produk akhir dalam pameran. Kegiatan-kegiatan ini
memberikan kesempatan bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka
pelajari dan untuk berdiskusi dan berdebat satu sama lain. Kadang-kadang,
produk atau presentasi akhir didefinisikan dengan hati-hati di awal proyek atau
unit PBL dan memandu selama penyelidikan.
e. Refleksi dan tanggung jawab
Refleksi dan Tanya Jawab pada proses pemecahan masalah adalah bagian
integral dari pembelajaran berbasis masalah. Penting bagi siswa untuk
merefleksikan pengetahuan dan keterampilan yang telah mereka peroleh,
strategi pembelajaran yang telah mereka gunakan, dan kontribusi yang mereka
berikan kepada kelompok belajar mereka. Ini memungkinkan mereka untuk
merangkum konsep dan pemahaman yang telah mereka peroleh. Kelompok
belajar juga harus berpartisipasi dalam proses refleksi dan mengeksplorasi
seberapa baik mereka bekerja bersama dan seberapa baik mereka
menggunakan keterampilan manajemen proyek mereka.

62
MODUL 7
MODEL PEMBELAJARAN KLARIFIKASI NILAI
A. Pengantar Materi
Pendidikan nilai menjadi perhatian mengingat kondisi bangsa saat ini. Pada
saat yang sama, konteks pengembangan nilai peserta didik menjadi lebih kompleks,
ditambah dengan tuntutan pada mereka untuk memiliki kemampuan regulasi diri
yang lebih (Veugelers & Vedder, 2003). Pendidikan diharapkan mampu
menciptakan masyarakat yang memiliki kemandirian dalam mempelajari nilai-nilai
dan membuat pilihan dalam lingkungan sosial yang semakin rumit (Lisievici &
Andronie, 2016). Selain itu juga, saat ini masyarakat dituntut untuk memiliki
komitmen sosial, toleransi yang besar dan menerima keberagaman. Para pemangku
kebijakan mengharapkan para guru lebih menekankan pengembangan nilai dalam
proses pembelajaran di setiap jenjang. Oleh karena itu diperlukan suatu model
pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai salah satunya adalah dengan model
pembelajaran klarifikasi nilai. Model pembelajaran klarifikasi nilai sendiri muncul
memang didasarkan pada kebutuhan penekanan nilai dalam sistem pendidikan.
Model pembelajaran klarifikasi nilai merupakan suatu pembelajaran yang berfokus
pada proses penanaman nilai secara bebas melalui analisis atau klarifikasi terhadap
persoalan yang bersifat dilematik. Model ini membantu siswa dalam mencari dan
menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan
melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa
(Sanjaya, 2006). Model pembelajaran ini fokus kepada pengembangan dan
penanaman nilai (karakter pada diri siswa. Nilai atau karakter siswa akan lebih
dirangsang dengan adanya suatu masalah.

B. Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan Sub Capaian


Pembelajaran Mata Kuliah (SUBPMK)

CPL CPMK SUB-CPMK


Mampu membedakan antara pendekatan, model,
PP2 2.1
strategi dan metode dalam pembelajaran (C4)

63
C. Uraian Materi
Pembelajaran klarifikasi nilai merupakan suatu pembelajaran yang berfokus
pada proses penanaman nilai secara bebas melalui analisis atau klarifikasi terhadap
persoalan yang bersifat dilematik (Lisievici & Andronie, 2016). Model
pembelajaran klarifikasi nilai membantu dalam menjawab permasalahan dan
mengembangkannya dalam sebuah sistem nilai. Melalui klarifikasi nilai
diharapkan seseorang dapat memilih memutuskan, mengkomunikasikan
mengungkapkan keyakinan, memecahkan masalah, dan memiliki pendirian yang
kuat dalam mengambil suatu keputusan yang berdampak pada internalisasi nilai-
nilai yang diyakini (Dewantoro & Sartono, 2019). Melalui klarifikasi terhadap
nilai, model Pembelajaran klarifikasi nilai mampu mengembangkan keterampilan
introspeksi diri dan pengambilan keputusan (decision making). Simon et al (1995)
meninjau model pembelajaran klarifikasi nilai dari segi prosesnya dan memperoleh
bahwa terdapat tiga tahap dan tujuh proses pada model pembelajaran klarifikasi
nilai yang diperlihatkan pada Gambar. 1 Tahap dan proses model pembelajaran
klarifikasi nilai tersebut ditampilkan pada Gambar 1.

Menghargai nilai dengan perasaan


senang dan bangga
Tahap 1
Menghargai
Menegaskan nilai yang sesuai

Memilih dari berbagai alternatif

Tahap 2 Memilih setelah mempertimbangkan


Memilih konsekuensinya

Memilih dari berbagai alternatif

Bertindak beadasarkan keyakinan


Tahap 3
Bertindak
Bertindak dengan pola, konsisten, dan
berulang

Gambar 1. Tahap dan proses Model Pembelajaran Klarifikasi Nilai

64
Berdasarkan proses yang disajikan pada Gambar 1, model pembelajaran
klarifikasi nilai berkaitan dengan pengembangan dan tindakan. model pembelajaran
klarifikasi nilai merupakan salah satu bagian lebih dari proses komprehensif dalam
pembentukan nilai. Pembentukan nilai ini dilakukan melalui klarifikasi nilai
melalui pemecahan masalah, diskusi, dialog, dan presentasi. Pada proses ini peserta
didik mencari dan menentukan nilai yang mereka rasa paling tepat dan sesuai
dengan kepercayaannya tanpa paksaan dari orang lain.
Adapun langkah-langkah model pembelajaran klarifikasi nilai menurut Djahiri
(1985) antara lain (a) penentuan stimulus yang bersifat dilematik, (b) penyajian
stimulus melalui peragaan, membacakan, atau meminta bantuan siswa untuk
memeragakan, yang melahirkan kegiatan yang meliputi: pengungkapan masalah,
identifikasi fakta yang dimuat stimulus, menentukan kesamaan pengertian yang
perlu, menentukan masalah utama yang akan dipecahkan model pembelajaran
klarifikasi nilai, (c) penentuan posisi/pilihan/pendapat melalui: penentuan pilihan
individual, penentuan pilihan kelompok dan kelas, klasifikasi atas pilihan tersebut,
(d) menguji alasan, mencakup kegiatan: meminta argumentasi
siswa/kelompok/kelas, pemantapan argumentasi melalui: mempertentangkan
argumen demi argumen, penerapan kejadian secara analogi, mengkaji akibat-akibat
penerapan tersebut, mengkaji kemungkinan dari kenyataan, (e) penyimpulan dan
pengarahan, melalui: kesimpulan para siswa/kelompok/ke1as, penyimpulan dan
pengarahan guru, (f) tindak lanjutan (follow up), berupa: kegiatan perbaikan atau
pengayaan, kegiatan ekstra/latihan/uji coba penerapan. Tujuan utama dari model
pembelajaran klarifikasi nilai adalah untuk membantu anak menghilangkan
kebingungan dalam pikirannya dan melalui pemeriksaan, pertimbangan dan
eksplorasi, dan membuat urutan dari suatu kebingungan (Boyer, 2016).

65
DAFTAR RUJUKAN

Bandura, A. (1969). Principles of behavior modification. New York: Holt, Rinehart


& Winston.
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change.
Psychological Review, 84, 191–215.
Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive
theory. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.
Bredo, E. (1997). The social construction of learning. In G. Phye (Ed.), Handbook
of academic learning: The construction of knowledge (pp. 3–45). New York:
Academic Press.
Bruning, R. H., Schraw, G. J., Norby, M. M., & Ronning, R. R. (2004). Cognitive
psychology and instruction (4th ed.). Upper Saddle River, NJ:
Merrill/Prentice Hall.
Bruning, R. H., Schraw, G. J., Norby, M. M., & Ronning, R. R. (2004). Cognitive
psychology and instruction (4th ed.). Upper Saddle River, NJ:
Merrill/Prentice Hall.
Cobb, P., & Bowers, J. (1999). Cognitive and situated learning perspectives in
theory and practice. Educational Researcher, 28(2), 4–15.
Cooper, J. M. (2011). Classroom teaching skills, ninth edition. Cengage Learning.
DeLeeuw, K. E., & Mayer, R. E. (2008). A comparison of three measures of
cognitive load: Evidence for separable measures of intrinsic, extraneous, and
germane load. Journal of Educational Psychology, 100, 223–234.
Derry, S. J. (1996). Cognitive schema theory in the constructivist debate.
Educational Psychologist, 31, 163–174.
Dewantoro, A., & Sartono, K. E. (2019). The influence of value clarification
technique (VCT) learning model on homeland attitude at elementary school.
ScienceRise: Pedagogical Education, 5(32), 23–31.
https://doi.org/10.15587/2519-4984.2019.177106
Dewey, J. (1896). The reflex arc concept in psychology. Psychological Review, 3,
357–370.
Duncan, R. M. (1995). Piaget and Vygotsky revisited: Dialogue or assimilation?
Developmental Review, 15, 458–472.
Geary, D. C. (1995). Reflections of evolution and culture in children’s cognition:
Implications for mathematical development and instruction. American
Psychologist, 50, 24–37.
Gray, C., & Stark, P. (2007). Essential teaching skills. In Bmj (Vol. 335, Issue Suppl
S4). Nelson Thornes Ltd. https://doi.org/10.1136/sbmj.0710361
Hilgard, E. R. (1956). Theories of learning (2nd ed.). New York: Appleton-
Century-Crofts.

66
Hilgard, E. R. (1996). Perspectives on educational psychology. Educational
Psychology Review, 8, 419–431.
Johnstone, J., Halocha, J., & Chater, M. (2007). Developing teaching skills in
primary school. Open University Press.
Kaya, Z., & Akdemir, A. S. (2016). Learning and teaching: theories, approaches
and models. Çözüm Eğitim Yayıncılık.
Kozulin, A. (1986). The concept of activity in Soviet psychology: Vygotsky, his
disciples and critics. American Psychologist, 41, 264–274.
Licht, B. G., & Kistner, J. A. (1986). Motivational problems of learning-disabled
children: Individual differences and their implications for treatment. In J. K.
Torgesen & B. W. L. Wong (Eds.), Psychological and educational
perspectives on learning disabilities (pp. 225–255). Orlando: Academic
Press.
Lisievici, P., & Andronie, M. (2016). Teachers Assessing the Effectiveness of
Values Clarification Techniques in Moral Education. Procedia - Social and
Behavioral Sciences, 217, 400–406.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2016.02.111
Mayer, R. E., & Moreno, R. (2003). Nine ways to reduce cognitive load in
multimedia learning. Educational Psychologist, 38, 43–52.
McKeachie, W. J. (1990). Learning, thinking, and Thorndike. Educational
Psychologist, 25, 127–141.
Moll, L. C. (2001). Through the mediation of others: Vygotskian research on
teaching. In V. Richardson (Ed.), Handbook of research on teaching (4th ed.,
pp. 111–129). Washington, DC: American Educational Research
Association.
Piaget, J., & Inhelder, B. (1969). The psychology of the child. New York: Basic
Books.
Pritchard, A. (2009). Ways of Learning. In The Lancet (Vol. 246, Issue 6365).
Routledge. https://doi.org/10.1016/S0140-6736(45)91319-5
Puntambekar, S., & Hübscher, R. (2005). Tools for scaffolding students in a
complex learning environment: What have we gained and what have we
missed? Educational Psychologist, 40, 1–12.
Schnotz, W., & Kürschner, C. (2007). A reconsideration of cognitive load theory.
Educational Psychology Review, 19, 469–508.
Schunk, D. H. (2012). Learning theory. Pearson Educational, Inc.
Simon, S. B., Howe, L. W., & Kirschenbaum, H. (1995). Value clarification. In
Journal of Chemical Information and Modeling (Vol. 53, Issue 9). Warner
Book, Inc.
Sweller, J., van Merriënboer, J. J. G., & Paas, F. (1998). Cognitive architecture and
instructional design. Educatioinal Psychology Review, 10, 251–296.

67
Thorndike, E. L. (1913). Educational psychology: Vol. 2. The psychology of
learning. New York: Teachers College Press.
Tudge, J. R. H., & Scrimsher, S. (2003). Lev S. Vygotsky on education: A cultural-
historical, interpersonal, and individual approach to development. In B. J.
Zimmerman & D. H. Schunk (Eds.), Educational psychology: A century of
contributions (pp. 207–228). Mahwah, NJ: Erlbaum.
van Merriënboer, J. J. G., & Sweller, J. (2005). Cognitive load theory and complex
learning: Recent developments and future directions. Educational
Psychology Review, 17, 147–177.
van Merriënboer, J. J. G., Kirschner, P. A., & Kester, L. (2003). Taking the load off
a learner’s mind: Instructional design for complex learning. Educational
Psychologist, 38, 5–13.
Veugelers, W., & Vedder, P. (2003). Values in teaching. Teachers and Teaching:
Theory and Practice, 9(4), 377–389.
https://doi.org/10.1080/1354060032000097262
Vygotsky, L. (1978). Mind in society: The development of higher psychological
processes. Cambridge, MA: Harvard University Press.
Wertsch, J. V. (1985). Culture, communication, and cognition: Vygotskian
perspectives. New York: Cambridge University Press.
Wilson, S. B., & Flory, L. (2012). What teachers need to know about teaching
methods. In Westwood, Peter (Vol. 22, Issue 3). Acer Press.
https://doi.org/10.21273/horttech.22.3.410
Wood, D. J., Bruner, J. S., & Ross, G. (1976). The role of tutoring in problem
solving. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 17, 89–100.
Wragg, P. E. C., & Wragg, E. C. (2002). Primary Teaching Skills. In Primary
Teaching Skills. Routledge. https://doi.org/10.4324/9780203419069

68

Anda mungkin juga menyukai