Anda di halaman 1dari 40

KAT

BAHAN AJAR

METODOLOGI PEMBELAJARAN
PAI DAN BUDI PEKERTI SD

Disajikan Pada:
PELATIHAN JARAK JAUH PAI SMA
DI BALAI DIKLAT KEAGAMAAN BANDUNG

Oleh :
Dr. H. Mohamad Fauzan, M. Pd
Widyaiswara Ahli Madya
NIP. 197201172002121003

KEMENTERIAN AGAMA RI
BALAI DIKLAT KEAGAMAAN BANDUNG
TAHUN 2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................. 3
B. Deskripsi Singkat .............................................................. 3
C. Standar Kompetensi ....................................................... 3
D. Kompetensi Dasar ......................................................... 4
BAB II KONSEP METODOLOGI PEMBELAJARAN
A. Definisi Belajar………………………………………… 5
B. Proses Belajar……………………………….................. 5
C. Teori Belajar …………………………………………... 5
D. Jenis-jenis Respon……………………………………... 7
E. Jenis Conditioning Berdasarkan Respon………………. 7
F. Jenis Reinforcment…………………………………….. 8
G. Jadwal Pemberian Reinforcment………………………. 8
H. Teori Belajar Sosial Bandura…………………………... 10
I. Teori Belajar Humanistik……………………………… 10
J. Teori Belajar Maslow………………………………….. 10
K. Teori Belajar Sosial……………………………………. 11
L. Implikasi Psikologi Belajar……………………………. 12
M. Perbedaan Strategi, Pendekatan, Model, Metode dan
Teknik Pembelajaran………………………………….. 12
BAB III PEMBELAJARAN BERBASIS PENEMUAN
A. Definisi Pembelajaran Berbasis Penemuan…………….. 16
B. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Penemuan……….. 19
C. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Penemuan…... 19
BAB IV PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
A. Definisi Pembelajaran Berbasis Masalah……………… 22
B. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah……. 23
BAB V PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK
A. Definisi Pembelajaran Berbasis Proyek……………….. 25
B. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Masalah………… 25
C. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah……. 26
BAB VI PEMANFAATAN MEDIA PEMBELAJARAN PAI SD
A. Pemilihan Media Pembelajaran………………………… 29
B. Kriteria Pemilihan Media………………………………. 30
C. Prinsip-prinsip Pemnfaatan Media……………………… 32
D. Manfaat Umum dan Khusus Media Pembelajaran……… 34
E. Manfaat Praktis Media dalam pembelajaran……………. 37
BAB VII PENUTUP…………………………………………………. 39
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 40

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Melihat perkembangan zaman yang semakin pesat dengan didukung
olehkemajuan teknologi mau tidak mau menstimulus pendidikan untuk
dapat beradaptasi sesuai dengan tuntutan zaman. Selain itu, menumbuhkan
kesempatan belajar bagi peserta didik (grown learning).
Metodologi dan model pembelajaran terlahir di dunia pendidikan dalam
rangka menuju ketercapainya suatu perubahan. Pada pelaksanaan model
pembelajaran tentunya melibatkan pembelajar (guru) dan peserta didik (siswa).
Seorang guru adalah seorang yang profesionalis dalam menjalankan fungsi-
fungsinya dengan menggunakan metodologi untuk membelajarkan peserta didik
dengan cara yang tidak konstan, artinya seorang guru itu harus berinovasi dan
menciptakan perubahan baik pada dirinya serta pada peserta didiknya. Berbagai
macam upaya telah dilakukan dalam dunia pendidikan, seperti contoh kecilnya
tadi adalah terciptanya berbagai model pembelajaran yang memang dirancang
dengan melihat kondisi perkembangan peserta didik dariwaktu ke waktu. Salah
satu contoh model pembelajaran yang ditemukan adalah Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Selain itu juga, kita kenal dengan
pembelajran berbasis penemuan (Discovery Leraning) dan pembelajaran berbasis
proyek (Project Based Learning).
B. Deskripsi Singkat
Bahan ajar ini Brisi tentang konsep metodologi pembelajaran,
pembelajaran berbasis penemuan, pembelajaran berbasis masalah,
pembelajaran berbasis proyek dan penggunan media pembelajaran PSi dan
budi pekerti SD
C. Standar Kompetensi
Setelah selesai mempelajari bahan ajar ini peserta diklat diharapkan
mampu mempraktikkan metodologi pembelajaran PAI dan budi pekerti SD

3
D. Kompetensi Dasar
Setelah selesai pembelajaran, peserta diharapkan mampu :
a. Menjelaskan konsep metodologi pembelajaran
b. Menerapkan pembelajaran berbasis penemuan
c. Menerapkan pembelajaran berbasis masalah
d. Menerapkan pembelajaran berbasis proyek
e. Menerapkan penggunaan media pembelajaran pada PAI dan budi
pekerti SD

4
BAB II
KONSEP METODOLOGI PEMBELAJARAN

A. Pengertian Belajar
Belajar merupakan proses menyaring informasi, yang dilakukan oleh
siswa dan guru Ketika sebuah proses pembelajaran berlangsung
Dalam konteks umum, belajar merupakan pola umum rentetan kegiatan
yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam Konteks KBK, dikatakan sebagai pola umum yang berisi tentang
seperangkat kegiatan yang dapat dijadikan pedoman (petunjuk umum) agar
kompetensi sebagai tujuan pembelajaran dapat tercapai secara optimal.
B. Proses Belajar
1. Latihan
2. Adanya penambahan, perubahan
a. Tingkah laku yang baru
b. Perubahan terjadi secara sadar
c. Bersifat kontinu dan fungsional
d. Positif dan aktif
e. Bukan bersifat sementara
f. Perubahan bertujuan dan terarah
g. Mencakup seluruh aspek tingkah laku
3. Belajar = pengalaman aktif
4. Belajar = penemuan diri sendiri
5. Belajar = konsekuensi dari pengalaman
6. Belajar = kerjasama dan kolaborasi
7. Belajar = proses evolusi
8. Belajar = (kadang) proses yang menyakitkan
9. Belajar = proses emosional dan intelektual
10. Belajar = individual dan unik
C. Teori Belajar
1. Teori stimulus – respon

5
a. Tidak memperhitungkan faktor internal
b. Berpangkal dari psikologi asosiasi
c. Belajar adalah membentuk tanggapan dan menggabungkan tanggapan-
tanggapan dengan jalan pengulangan “anak mendapatkan tanggapan
sebanyak mungkin; materisebanyak-banyaknya, anakdimintamenghafal,
guru aktif-siswapasif”. Makin banyak diberi stimulus, makin
memperkaya respon dalam proses belajar, tidak memperhitungkan
faktor internal yang terjadi pada diri subjek.
2. Teori transformasi kemudian memperhitungkan faktor internal
Memperhitungkan faktor internal dan factor eksternal dari diri subjek
berlandaskan teori kognitif
3. Teori Neisser:
Proses belajar adalah transformasi dari input kemudian direduksi,
diuraikan, disimpan, dipanggil lagi, dan dimanfaatkan kemudian
tidakterbataspada domain kognitif saja, tetapijugaafektif, danpsikomotor
kemudian dalam bentuk permainan.
Kegiatan belajara dalah bersifat internal yang dipengaruhi
faktoreksternalkemudian metodepengajaran, keluarga, sekolah, materi dan
lain lain.
4. Teori Belajar Behaviourisme
Dipelopori oleh B.F Skinner, menekankan pada tingkah laku yang teramati
Manusia dibentuk oleh lingkungan. Ia lahir dengan potensi yang bisa
dikembanglan kearah mana saja. Melalui proses pembentukan (shaping),
maka manusia menjadi sosok tertentu dan dengan kepribadian tertentu.
Pada prinsipnya, manusia bukanlah organisme yang pasif tetapi ia aktif
mencari akibat-akibat (konsekuensi) yang menyenangkan, karena
memandang bahwa manusia itu pada dasarnya bebas menetukan
perilakunya, maka teori Skinner disebut teori operant conditioning
Skinner memakai refleks sebagai unit dasar untuk menganalisa tingkah
laku organisme atau individu.

6
Teori belajar Behavioristik ( Watsondan E.R. Guthrie ) menitikberatkan
pada :
1. Mementingkan pengaruh lingkungan
2. Mementingkan bagian – bagian
3. Mementingkan peranan reaksi (respon)
4. Mementingkan mekanisme terbentuknya hasil belajar
5. Mementingkan hubungan sebab akibat pada waktu yang lalu
6. Mementingkan pembentukan kebiasaan
7. Pemecahan masalah dengan “mencoba dan gagal
8. Pemberian reinforcement kemudian countinous reinforcment,dan
intermitted reinforcmnet
Seseorang belajar adalah dengan meresponsituasi yang baru dengan
respon yang lama atau memakai respon yang baru dipelajari. Cara efektif
untuk mengubah dan mengontrol perilaku belajar adalah dengan
reinforcment, penguatan kemudian reward dan punishment. Pemberian
reinforcment kemudian countinous reinforcment,dan intermitted
reinforcmnet.
D. Jenis Respon
1. Respondent Behavior kemudian respon yang diperoleh atau dibangkitkan
oleh karena adanya stimulus. Hal ini merupakan pandangan dari
conditioning classic, S – R yang dikemukakanoleh Pavlov. Atau lebih tegas
lagi dikemukakan oleh Watson “ no stimulus, no respon”. Contoh responden
behavior adalah menyempitnya mata kalua adasinar yang tajam, saliva
(keluarnya air ludah kalau ada makanan) dan lain sebagainya.
2. Operant Behavior yaitu perilaku yang dikeluarkan tanpa adanya stimulus
yang jelas.
E. Jenis conditioning berdasarkan respon
1. Type S, yaitu kondisioning untuk responden behavior karena reinforcement
dikaitkan dengan stimulus. Stimulus yang hendak dikondisikan (misalnya:
sinar atau bel) dikaitkan dengan stimulus tak terkondisi misalnya makanan.
Kondisioning jenis ini digunakan untuk respon-respon otonom.

7
2. Type R yaitu kondisioning untuk operant behavior. Huruf R dimasudkan
untuk menekankan pentingnya respon untuk mendatangkan reinforcement.
Pandangan Skinner tentang conditioning operant behavior
inisesuaidenganpandangan Thorndike tentanglaw of effect. Jadi
reinforcement tergantung pada respon yang dilakukan oleh organisme.
Conditioning jenis kedua ini digunakan untuk respon-respon jenis kerangka.
3. Generalisas yuaitu kecenderungan individu untuk memberikan respons yang
sama terhadap stimulus original.
4. Diskriminasi yaitu individu merespons pada stimulus tertentu dan tidak pada
stimulus lainnya. Untuk memproduksi diskriminasi misalnya Pavlov
memberikan anjing sekerat daging persis setelah bunyi lonceng, dan bukan
setelah stimulus yang lain, akibatnya anjing tadi hanya memberi respons
pada stimulus khusus tersebut yakni pada bunyi lonceng.
5. Extinction yaitu pelemahan atau penghapusan reaksi terkondisi (conditioned
response). Dalam salah satu penelitian Pavlov membunyikan bel berulang-
ulang tanpa disertai pemberian makanan, akhirnya anjing itu mendengar
suara bel tanpa mengeluarkan air liur.
6. Klasikal kondisioning yaitu pembelajaran yang dipelajari dengan
memanfaatkan hubungan stimulus dan respon yang bersifat refleks bawaan.
7. Operan kondisioning yaitu reinforcement tidak diasosiakan dengan stimulus
yang dikondisikan, tetapi diasosiasikan dengan respon (respon dianggap
sebagai pemberi reinforcment).
F. Jenis Reinforcment
1. Reinforcemen tpositif, yaitu stimulus yang pemberiannya terhadap operant
behavior menyebabkan perilakuitu akan diperkuat atau dipersering untuk
dimunculkan.
2. Reinforcement negative, yaitu stimulus yang penghilangannya untuk
stimulus-stimulus yang tidakmenyenangkan (aversive stimulus) akan
menyebabkan diperkuat atau diperseringnya perilaku.
G. Jadwal Pemberian Reinforcment

8
Countinous
reinforcme
nt

Fixed
Reinforcment

Interva
l Variabel

Intermitted
Fixed
reinforcme
nt
Ratio

Variabel

Keterangan Diagram :
1. Fix Interval Reinforcement Schedule (FI) yaitu jadwal pemberian
reinforcement yang tetap dihitung waktu. Misalnya: Dalam penelitian
Skinner, setiap 5 menit makanan akan keluar (setelah diberi makanan,
respon tikus santai. Selanjutnya lebih cepat dari 5 menit/mendekati 5
menit)
2. Fix Ratio Reinforcement Schedule (FR) yaitu jadwal pemberian
reinforcement yang tetap dihitung menurut beberapa kali respon.
Misalnya: tiap 5 kali tikus memukul pedal, maka makanan akan
otomatis keluar, setelah makanan keluar, maka tikus akan memukul
sehingga diagram akan menanjak tajam.
3. Variable Interval Reinforcement Schedule (VI) yaitu interval yang
tidak tetap. Misalnya: waktunya tidak jelas/ tidak tetap. Terkadang
makanan baru keluar setelah 5 menit, terkadang makanan bisa keluar
setelah tiga menit. Sehingga respon jadi malas-malasan.
4. Variable Ratio Reinforcement Schedule (VR) yaitu tidak jelas
beberapa kali ketukan maka makanan akan keluar

9
H. Teori Belajar Sosial Bandura
Menurut Bandura harus 4 persyaratan untuk dapat menirukan model dengan
baik:
1. Perhatian (suatu model tidak akan bisa ditiru bila tidak diadakan
pengamatan).
2. Retensi atau disimpan dalam ingatan (tingkah laku yang diamati harus bisa
diingat kembali untuk bisa ditirukan juga bila model tidak ada lagi).
3. Reproduksi motoris (untuk dapat menirukan dengan baik seseorang harus
memiliki kemampuan motorisnya).
4. Reinforsemen dan motivasi (orang yang menirukan harus melihat tingkah
laku itu sebagai tingkah laku yang terpuji dan bermotivasi untuk
menirukannya).
I. Teori Humanistik
1. Teori belajar humanistik ialah bahwa teori belajar apapun dapat
dimanfaatkan, asal tujuannya untuk memanusiakan manusia yaitu mencapai
aktualisasi diri, pemahaman diri, serta realisasidiri orang yang belajar secara
optimal. Hal ini menjadikan teori belajar humanistik bersifat sangat elektif.
2. Banyak tokoh penganut aliran humanistik, diantaranya adalah:
a. Kolb yang terkenal dengan “belajarempattahap”
b. Honey dan Mumford dengan “pembagian tentang macam-macam
siswa”
c. Habermas dengan “tiga macam tipe belajar”
d. Bloom dan Krathwohl yang terkenal dengan “taksonomi bloom.”
J. Teori Maslow
1. pentingnya kesadaran akan perbedaan individu, dengan memperhatikan
aspek-aspek kemanusiaan. Menggali dan menemukan sisi-sisi
kemanusiaan, pada taraf tertentu akan sampai pada penemuan diri.
2. Proses belajar yang ada pada diri manusia adalah proses untuk sampai pada
aktualisasi diri (learning how to be).
3. Belajar adalah mengerti dan memahami siapa diri kita, bagaimana menjadi
diri sendiri, apa potensi yang kita miliki, gaya apa yang Anda miliki, apa

10
langkah-langkah yang Anda ambil, apa yang dirasakan, nilai-nilai apa yang
kita miliki dan yakini, kearah mana perkembangan kita akan menuju.
4. Belajar di satu sisi adalah memahami bagaimana anda berbeda dengan
yang lain (individual differences), dan di sisi lain adalah memahami
bagaimana anda menjadi manusia sama seperti manusia yang lain
(persamaan dalam specieshood or humanness).
K. Teori Belajar Sosial
Menurut Habermas, belajar baru akan terjadi jika ada interaksi antara
individu dengan lingkungannya. Lingkungan belajar yang dimaksud adalah
lingkungan alam maupun lingkungan sosial, sebab antara keduanya tidak dapat
dipisahkan.
Menurutnyaada 3 tipe belajar :
1. Belajar Teknis (technical learning) ialah bagaimana seseorang dapat
berinteraksi dengan lingkungan alamnya secara benar. Pengetahuan dan
keterampilan apa yang dibutuhkan dan perlu dipelajari agar mereka dapat
menguasai dan mengelola lingkungan sekitarnya dengan baik.
2. Belajar Praktis (practical learning) adalah bagaimana seseorang dapat
berinterkasi dengan lingkungan sosialnya, yaitu dengan orang-orang
disekelilingnya dengan baik. Kegiatan belajar lebih mengutamakan
terjadinya interaksi yang harmonis antara sesama manusia. Pemahaman
dan keterampilan seseorang dalam mengelola lingkungan alamnya tidak
dapat dipisahkan dengan kepentingan manusia pada umumnya. Interaksi
yang benar antara individu dengan lingkungan alamnya hanya akan
tampak dari kaitan atau relevansinya dengan kepentingan manusia.
3. Belajar Emansipatoris (emancipatory learning) adalah menekankan upaya
agar seseorang mencapai suatu pemahaman dan kesadaran yang tinggi
akan terjadinya perubahan atau transformasi budaya dalam lingkungan
sosialnya.
Dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang benar
untuk mendukung terjadinya transformasi kultural tersebut. Pemahaman dan
kesadaran terhadap transformasi kultural inilah yang oleh Habermas dianggap

11
sebagai tahap belajar yang paling tinggi, sebab transformasi kultural adalah
tujuan pendidikan yang paling tinggi.
L. Implikasi Psikologi Belajar dengan Hasil Belajar di Sekolah
Belajar merupakan suatu proses, sebagai suatu proses sudah barang tentu
harus ada yang di proses (input) dan hasil dari pemrosesan (output). Jadi
dalam hal ini kita dapat menganalisis kegiatan belajar itu dengan pendekatan
analisis sistem. Dengan pendekatan sistem ini kita dapat melihat adanya
berbagai faktor yang dapat mempengaruhi proses dan hasil belajar.
Masukan mentah (input) merupakan bahan baku yang perlu diolah, dalam
hal ini diberi pengalaman belajar tertentu dalam proses belajar mengajar
(teaching learning process). Terhadap di dalam proses belajar mengajar itu
turut berpengaruh pula sejumlah faktor lingkungan atau environmental input,
dan berfungsi sejumlah faktor yang sengaja dirancang dan dimanipulasikan
(instrumental input) guna menunjang tercapainya keluaran bermutu yang
dikehendaki.
Dalam proses belajar mengajar disekolah, maka yang dimaksud input
adalah siswa dengan berbagai karakteristiknya tertentu baik fisiologis
maupun psikologis. Fisiologis disini yakni kondisi fisik, panca inderanya dll,
sedangkan psikologis adalah bakat, minat, tingkat kecerdasan, motivasi,
kemampuan kognitif, dan sebagainya. Yang termasuk instrumental input
adalah kurikulum, bahan ajar, guru, sarana dan prasarana, manajemen dll.
Semua faktor-faktor tersebut mempengaruhi bagaimana proses dan hasil
belajarnya.
M. Perbedaan Strategi, Pendekatan, Model, Metode dan Teknik
Pembelajaran
Istilah model pembelajaran dibedakan dari istilah strategi, metode, atas
prinsip pembelajaran, Istilah model pembeiajaran mempunyai makna yang
lebih luas daripada suatu strategi, metode, atau prosedur. Model pembelajaran
mempunyai empat ciri khusus yang tidak dipunyai oleh strategi atau metode
tertentu yaitu :
1. Rasional teoritik yang logis disusun oleh perancangnya,

12
2. Tujuan pembelajaran yang akan dicapai,
3. Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat
dilaksanakan secara berhasii dan
4. Lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
tercapai.

Istilah model pembelajaran meliputi pendekatan suatu model


pembelajaran yang luas dan menyeluruh. Contohnya pada model pembelajaran
berdasarkan masalah, kelompok-kelompok kecil siswa bekerja sama
memecahkan suatu masalah yang telah disepakati oleh siswa dan guru. Ketika
guru sedang menerapkan model pembelajaran tersebut, seringkali siswa
menggunakan bermacam-macam keterampilan, prosedur pemecahan masalah
dan berpikir kritis. Model pembelajaran berdasarkan masalah dilandasi oleh
teori belajar konstruktivis. Pada model ini pembelajaran dimulai dengan
menyajikan permasalahan nyata yang penyelesaiannya membutuhkan
kerjasama diantara siswa-siswa. Dalam model pembeiajaran ini guru
memandu siswa menguraikan rencana pemecahan masalah menjadi tahap-
tahap kegiatan; guru memberi contoh mengenai penggunaan keterampilan
dan strategi yang dibutuhkan supaya tugas-tugas tersebut dapat diselesaikan.
Guru menciptakan suasana keias yang fleksibel dan berorientasi pada upaya
penyeiidikan oieh siswa.
Model-model pembelajaran dapat diklasifikasikan berdasarkan tujuan
pembelajarannya, sintaks (pola urutannya) dan sifat lingkungan belajarnya.
Sebagai contoh pengkiasifikasian berdasarkan tujuan adaiah pembelajaran
langsung, suatu model pembelajaran yang baik untuk membantu siswa
mempelajari keterampilan dasar seperti label perkalian atau untuk topik-topik
yang banyak berkaitan dengan penggunaan alat. Akan tetapi ini tidak sesuai
bila digunakan untuk mengajarkan konsep-konsep matematika tingkat tinggi.
Sintaks (pola urutan) dari suatu model pembelajaran adalah pola yang
menggambarkan urutan alur tahap-tahap keseluruhan yang pada umumnya
disertai dengan serangkaian kegiatan pembelajaran. Sintaks (pola urutan) dari

13
suatu model pembelajaran tertentu menunjukkan dengan jelas kegiatan-
kegiatan apa yang harus dilakukan oleh guru atau siswa. Sintaks (pola urutan)
dari bermacam-macam model pembelajaran memiliki komponen-komponen
yang sama. Contoh, setiap model pembelajaran diawali dengan upaya menarik
perhatian siswa dan memotivasi siswa agar terlibat dalam proses
pembelajaran. Setiap model pembelajaran diakhiri dengan tahap menutup
pelajaran, didalamnya rneliputi kegiatan merangkum pokok-pokok pelajaran
yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru.
Tiap-tiap model pembelajaran membutuhkan sistem pengelolaan dan
lingkungan belajar yang sedikit berbeda. mMisalnya, model pembelajaran
kooperatif memerlukan lingkungan beiajar yang fleksibel seperti tersedia meja
dan kursi yang mudah dipindahkan. Pada model pembelajaran diskusi para
siswa duduk dibangku yang disusun secara melingkar atau seperti tapal kuda.
Sedangkan model pembelajaran langsung siswa duduk berhadap-hadapan
dengan guru.
Pada model pembelajaran kooperatif siswa perlu berkomunikasi satu
sama lain, sedangkan pada model pembelajaran langsung siswa harus
tenang dan memperhatikan guru. Pendidikan adaiah salah satu bentuk
perwujudan kebudayaan manusia yang dinamis dan syarat
perkembangan. Oleh karena itu perubahan atau perkembangan pendidikan
adaiah hal yang memang seharusnya terjadi sejalan dengan perubahan budaya
kehidupan. Perubahan dalam arti perbaikan pendidikan pada semua tingkat
perlu terus menerus dilakukan sebagai antisipasi kepentingan masa depan.
Pendidikan yang mampu mendukung pembangunan dimasa mendatang adaiah
pendidikan yang mampu mengembangkan potensi peserta didik, sehingga
yang bersangkutan mampu menghadapi dan memecahkan problema kehidupan
yang dihadapinya. Pendidikan harus menyentuh potensi nurani maupun
potensi kompetensi peserta didik. Konsep pendidikan tersebut terasa semakin
penting ketika seseorang harus memasuki kehidupan di masyarakat dan dunia
kerja, karena yang bersangkutan harus mampu menerapkan apa yang

14
dipelajari di sekolah untuk menghadapi problema yang dihadapi dalam
kehidupan sehari-hari saat ini maupun yang akan datang.
Pemikiran ini mengandung konsekuensi bahwa upaya penyempurnaan
atau perbaikan pendidikan pada semua tingkatan untuk mengantisipasi
kebutuhan dan tantangan masa depan periu terus-menerus dilakukan,
diselaraskan dengan perkembangan kebutuhan, serta perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni. Oleh karena itu dengan adanya modul
Model Interaksi Pembelajaran akan sangat membantu dalam mewujudkan itu
semua.

15
BAB III
PEMBELAJARAN BERBASIS PENEMUAN (DISCOVERY LEARNING)

A. Definisi Pembelajaran Berbasis Penemuan


Model Discovery Learning adalah didefinisikan sebagai proses
pembelajaran yang terjadi bila siswa tidak disajikan dengan pelajaran dalam
bentuk finalnya, tetapi diharapkan mengorganisasi sendiri. Sebagaimana pendapat
Bruner, bahwa: “Discovery Learning can be defined as the learning that takes
place when the student is not presented with subject matter in the final form, but
rather is required to organize it him self” (Lefancois dalam Emetembun,
1986:103). Ide dasar Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan bahwa
anak harus berperan aktif dalam belajar di kelas.

Model Discovery Learning adalah memahami konsep, arti, dan hubungan,


melalui proses intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan
(Budiningsih, 2005:43). Discovery terjadi bila individu terlibat, terutama dalam
penggunaan proses mentalnya untuk menemukan beberapa konsep dan prinsip.
Discovery dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi,
penentuan dan infery. Proses tersebut disebut cognitive process sedangkan
discovery itu sendiri adalah the mental process of assimilating concepts and
principles in the mind (Robert B. Sund dalam Malik, 2001:219).

Model Discovery Learning mengacu kepada teori belajar yang


didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan
dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi
sendiri. Sebagai model pembelajaran, Discovery Learning mempunyai prinsip
yang sama dengan inkuiri (inquiry) dan Problem Solving. Tidak ada perbedaan
yang prinsipil pada ketiga istilah ini.
Pada Discovery Learning lebih menekankan pada ditemukannya konsep
atau prinsip yang sebelumnya tidak diketahui. Perbedaan inkuiri dan problem
solving dengan Discovery Learning ialah bahwa pada discovery learning masalah
yang diperhadapkan kepada siswa semacam masalah yang direkayasa oleh guru.

16
Dalam mengaplikasikan model pembelajaran Discovery Learning guru berperan
sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar
secara aktif, sebagaimana pendapat guru harus dapat membimbing dan
mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Kondisi seperti ini
ingin merubah kegiatan belajar mengajar yang teacher oriented menjadi student
oriented.
Dalam Discovery Learning, hendaknya guru harus memberikan
kesempatan muridnya untuk menjadi seorang problem solver, seorang scientis,
historin, atau ahli matematika. Bahan ajar tidak disajikan dalam bentuk akhir,
tetapi siswa dituntut untuk melakukan berbagai kegiatan menghimpun informasi,
membandingkan, mengkategorikan, menganalisis, mengintegrasikan,
mereorganisasikan bahan serta membuat kesimpulan-kesimpulan.
Discovery Learning dapat:
 Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-
keterampilan dan proses-proses kognitif. Usaha penemuan merupakan
kunci dalam proses ini, seseorang tergantung bagaimana cara belajarnya.
 Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan ampuh
karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
 Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki
dan berhasil.
 Model pembelajaran ini memungkinkan siswa berkembang dengan cepat
dan sesuai dengan kecepatannya sendiri.
 Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan
melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
 Model pembelajaran discovery learning ini dapat membantu siswa
memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja
sama dengan yang lainnya.
 Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan
gagasan-gagasan. Bahkan gurupun dapat bertindak sebagai siswa, dan
sebagai peneliti di dalam situasi diskusi.

17
 Membantu siswa menghilangkan skeptisme (keragu-raguan) karena
mengarah pada kebenaran yang final dan tertentu atau pasti.
 Siswa akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik;
 Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses
belajar yang baru;
 Mendorong siswa berfikir dan bekerja atas inisiatif sendiri;
 Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri;
 Memberikan keputusan yang bersifat intrinsik; Situasi proses belajar
menjadi lebih terangsang;
 Proses belajar meliputi sesama aspeknya siswa menuju pada pembentukan
manusia seutuhnya;
 Meningkatkan tingkat penghargaan pada siswa;
 Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber
belajar;
 Dapat mengembangkan bakat dan kecakapan individu.

Model pembelajaran discovery learning ini menimbulkan asumsi bahwa


ada kesiapan pikiran untuk belajar. Bagi siswa yang kurang pandai, akan
mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara
konsep-konsep, yang tertulis atau lisan, sehingga pada gilirannya akan
menimbulkan frustasi.
Model pembelajaran discovery learning ini tidak efisien untuk mengajar
jumlah siswa yang banyak, karena membutuhkan waktu yang lama untuk
membantu mereka menemukan teori atau pemecahan masalah lainnya.
Harapan-harapan yang terkandung dalam metode ini dapat buyar berhadapan
dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan cara-cara belajar yang lama.
Model pembelajaran discovery learning lebih cocok untuk
mengembangkan pemahaman, sedangkan mengembangkan aspek konsep,
keterampilan dan emosi secara keseluruhan kurang mendapat perhatian.
Pada beberapa disiplin ilmu, misalnya IPA kurang fasilitas untuk mengukur
gagasan yang dikemukakan oleh para siswa. Model pembelajaran discovery

18
learning tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan
ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.

B. Karakter Model Pembelajaran Berbasis Penemuan

1. Penemuan konsep tidak disajikan dalam bentuk akhir, tetapi peserta didik
didorong untuk mengidentifikasi apa yang ingin diketahui dan dilanjutkan
dengan mencari informasi sendiri kemudian mengorganisasi atau
mengkonstruksi apa yang mereka ketahui dan pahami dalam suatu bentuk
akhir.
2. Peserta didik terlibat, terutama dalam penggunaan proses mentalnya untuk
menemukan beberapa konsep dan prinsip.
3. Dilakukan melalui observasi, klasifikasi, pengukuran, prediksi, penentuan
dan inferring.

C. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Penemuan


1. Langkah Persiapan
Langkah persiapan model pembelajaran penemuan (discovery
learning) adalah sebagai berikut:
 Menentukan tujuan pembelajaran
 Melakukan identifikasi karakteristik siswa (kemampuan awal, minat, gaya
belajar, dan sebagainya)
 Memilih materi pelajaran.
 Menentukan topik-topik yang harus dipelajari siswa secara induktif (dari
contoh-contoh generalisasi)
 Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh,
ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa
 Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari
yang konkret ke abstrak, atau dari tahap enaktif, ikonik sampai ke
simbolik
 Melakukan penilaian proses dan hasil belajar siswa

19
2. Pelaksanaan
a. Stimulation (stimulasi/pemberian rangsangan)
Pertama-tama pada tahap ini pelajar dihadapkan pada sesuatu yang
menimbulkan kebingungannya, kemudian dilanjutkan untuk tidak memberi
generalisasi, agar timbul keinginan untuk menyelidiki sendiri. Disamping itu
guru dapat memulai kegiatan PBM dengan mengajukan pertanyaan, anjuran
membaca buku, dan aktivitas belajar lainnya yang mengarah pada persiapan
pemecahan masalah. Stimulasi pada tahap ini berfungsi untuk menyediakan
kondisi interaksi belajar yang dapat mengembangkan dan membantu siswa
dalam mengeksplorasi bahan.

b. Problem statement (pernyataan/identifikasi masalah)


Setelah dilakukan stimulasi langkah selanjutya adalah guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin agenda-
agenda masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya
dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis (jawaban sementara atas
pertanyaan masalah)

c. Data collection (Pengumpulan Data).


Ketika eksplorasi berlangsung guru juga memberi kesempatan kepada para
siswa untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis (Syah, 2004:244). Pada tahap ini
berfungsi untuk menjawab pertanyaan atau membuktikan benar tidaknya
hipotesis, dengan demikian anak didik diberi kesempatan untuk mengumpulkan
(collection) berbagai informasi yang relevan, membaca literatur, mengamati
objek, wawancara dengan nara sumber, melakukan uji coba sendiri dan
sebagainya.

d. Data Processing (Pengolahan Data)


Menurut Syah (2004:244) pengolahan data merupakan kegiatan mengolah data
dan informasi yang telah diperoleh para siswa baik melalui wawancara,
observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan. Semua informai hasil bacaan,

20
wawancara, observasi, dan sebagainya, semuanya diolah, diacak,
diklasifikasikan, ditabulasi, bahkan bila perlu dihitung dengan cara tertentu
serta ditafsirkan pada tingkat kepercayaan tertentu

e. Verification (Pembuktian)
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk
membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan
temuan alternatif, dihubungkan dengan hasil data processing (Syah, 2004:244).
Verification menurut Bruner, bertujuan agar proses belajar akan berjalan
dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk
menemukan suatu konsep, teori, aturan atau pemahaman melalui contoh-contoh
yang ia jumpai dalam kehidupannya.

f. Generalization (menarik kesimpulan/generalisasi)


Tahap generalisasi/ menarik kesimpulan adalah proses menarik sebuah
kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua
kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil verifikasi
(Syah, 2004:244). Berdasarkan hasil verifikasi maka dirumuskan prinsip-
prinsip yang mendasari generalisasi.

21
BAB IV
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (PROBLEM BASED
LEARNING)

A. Definisi Pembelajaran Berbasis Masalah


Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) adalah suatu pendekatan
pembelajaran yang diawali dengan penyajian masalah yang dirancang dalam
konteks yang relevan dengan materi yang dipelajari. Pembelajaran berbasis
masalah menggunakan berbagi macam kecerdasan yang diperlukan untuk
melakukan konfrontasi terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk
menghadapi segala sesuatu yang baru dan kompleksitas yang ada (Tan, 2000).
Pembelajaran Berbasis Masalah dalam kaitannya dengan matematika adalah
suatu pendekatan pembelajaran yang diawali dengan menghadapkan siswa dalam
masalah matematika. Dengan segenap pengetahuan dan kemampuannya, siswa
dituntut untuk menyelesaikan masalah yang kaya dengan konsep-konsep
matematika.
PBM melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri yang
memungkinkan mereka menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia
nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena itu.
Ibrahim dan Nur yang dikutip oleh Rusman (2010) mengemukakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran
yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi
yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya bagaimana
belajar.
Moffit (Depdiknas, 2002) mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis
masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah
dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensi dari materi pembelajaran.
Persamaannya terletak pada pendayagunaan kemampuan berpikir dalam
sebuah proses kognitif yang melibatkan proses mental yang dihadapkan pada

22
komplektisitas suatu permasalahan yang ada di dunia nyata. Dengan
demikian, siswa diharapkan memiliki pemahaman yang utuh dari suatu materi
yang diformalisasikan dalam masalah, penguasaan sikap positif, dan keterampilan
secara bertahap dan berkesinambungan. Pembelajaran berbasis masalah menuntut
aktivitas mental siswa dalam memahami suatu konsep, prinsip, dan keterampilan
melalui situasi atau masalah yang disajikan di awal pembelajaran. Situasi atau
masalah menjadi titik tolak pembelajaran untuk memahami prisnsip, dan
mengembangkan keterampilan yang berbeda.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran berbasis
masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang berkaitan dengan
penggunaan kecerdasan dari dalam individu untuk membangun konsep atau
prinsip yang memungkinkan mereka memecahkan masalah yang bermakna,
relevan, dan kontekstual.

B. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah


Arends (2008:57) mengemukakan bahwa langkah-langkah Pembelajaran
Berbasis Masalah adalah sebagai berikut.

Fase Indikator Tingkah Laku Guru


1 Orientasi siswa pada masalah Menjelasakan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang diperlukan, dan
memotivasi siswa terlibat pada aktivitas
pemecahan masalah
2 Mengorganisasi siswa untuk Membantu siswa mendefinisikan dan
belajar mengorganisasikan tugas belajar yang
berhubungan dengan masalah tersebut
3 Membimbing pengalaman Mendorong siswa untuk mengumpulkan
individual/ kelompok informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan
penjelasan dan pemecahan masalah
4 Mengembangkan dan Membantu siswa dalam merencanakan
menyajikan hasil karya dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan dan membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya

23
5 Menganalisis dan Membantu siswa untuk melakukan
mengevaluasi proses refleksi atau evaluasi terhadap
pemecahan masalah penyelidikan mereka dan proses yang
mereka gunakan

Menurut Forgaty (1997:3) pembelajaran berbasis masalah dimulai


dengan masalah yang tidak terstruktur. Dari ketidakstrukturan ini siswa
menggunakan kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isu
yang ada. Langkah-langkah yang ada dilalui oleh siswa dalam sebuah proses
pembelajaran berbasis masalah adalah: (1) menemukan masalah; (2)
mendefinisikan masalah; (3) mengumpulkan fakta: (4) pembuatan hipotesis; (5)
penelitian; (6) rephasing masalah; (7) menyuguhkan alternatif; (8) mengusulkan
solusi.
Lingkungan belajar yang harus disiapkan dalam Pembelajaran Berbasis
Masalah adalah lingkungan belajar yang terbuka, menggunakan proses demokrasi,
dan menekankan pada peran aktif siswa. Seluruh proses membantu siswa untuk
menjadi mandiri dan otonom yang percaya pada keterampilan intelektual mereka
sendiri. Lingkungan belajar menekankan pada peran sentral siswa bukan pada
guru

24
BAB V
PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK (PROJECT BASED LEARNING)

A. Definisi Pembelajaran Berbasis Proyek


Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan model belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan
mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam
beraktivitas secara nyata. Pembelajaran Berbasis Proyek dirancang untuk
digunakan pada permasalahan komplek yang diperlukan peserta didik dalam
melakukan insvestigasi dan memahaminya. Melalui PjBL, proses inquiry dimulai
dengan memunculkan pertanyaan penuntun (a guiding question) dan membimbing
peserta didik dalam sebuah proyek kolaboratif yang mengintegrasikan berbagai
subjek (materi) dalam kurikulum. Pada saat pertanyaan terjawab, secara langsung
peserta didik dapat melihat berbagai elemen utama sekaligus berbagai prinsip
dalam sebuah disiplin yang sedang dikajinya. PjBL merupakan investigasi
mendalam tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan
usaha peserta didik.
Mengingat bahwa masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar
yang berbeda, maka Pembelajaran Berbasis Proyek memberikan kesempatan
kepada para peserta didik untuk menggali konten (materi) dengan menggunakan
berbagai cara yang bermakna bagi dirinya, dan melakukan eksperimen secara
kolaboratif. Pembelajaran Berbasis Proyek merupakan investigasi mendalam
tentang sebuah topik dunia nyata, hal ini akan berharga bagi atensi dan usaha
peserta didik.

B. Karakteristik Pembelajaran Berbasis Proyek


Pada Pembelajaran Berbasis Proyek memiliki beberapa karakteristik
berikut ini, yaitu :
1. Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja;
2. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik;

25
3. Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas
permasalahan atau tantangan yang diajukan;
4. Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan
mengelola informasi untuk memecahkan permasalahan;
5. Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu;
6. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah
dijalankan;
7. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif; dan
8. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
C. Langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Proyek
Dalam PBP, peserta didik diberikan tugas dengan mengembangkan
tema/topik dalam pembelajaran dengan melakukan kegiatan proyek yang
realistik. Di samping itu, penerapan pembelajaran berbasis proyek ini mendorong
tumbuhnya kreativitas, kemandirian, tanggung jawab, kepercayaan
diri, serta berpikir kritis dan analitis pada peserta didik.
Secara umum, langkah-langkah Pembelajaran berbasis proyek (PBP) dapat
dijelaskan sebagai berikut:

Berdasarkan bagan di atas, kegiatan yang harus dilakukan pada setiap


langkah PBP adalah sebagai berikut:
a. Penentuan proyek

26
Pada langkah ini, peserta didik menentukan tema/topik proyek
berdasarkan tugas proyek yang diberikan oleh guru. Peserta didik diberi
kesempatan untuk memilih/menentukan proyek yang akan dikerjakannya
baik secara kelompok ataupun mandiri dengan catatan tidak menyimpang
dari tugas yang diberikan guru.
b. Perancangan langkah-langkah penyelesaian proyek
Peserta didik merancang langkah-langkah kegiatan penyelesaian proyek
dari awal sampai akhir beserta pengelolaannya. Kegiatan
perancangan proyek ini berisi aturan main dalam
pelaksanaan tugas proyek, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung
tugas proyek, pengintegrasian berbagai kemungkinan penyelesaian tugas
proyek, perencanaan sumber/bahan/alat yang dapat mendukung
penyelesaian tugas proyek, dan kerja sama antar anggota kelompok.
c. Penyusunan jadwal pelaksanaan proyek
Peserta didik di bawah pendampingan guru melakukan penjadwalan semua
kegiatan yang telah dirancangnya. Berapa lama proyek itu harus
diselesaikan tahap demi tahap.
d. Penyelesaian proyek dengan fasilitasi dan monitoring guru
Langkah ini merupakan langkah pengimplementasian rancangan proyek
yang telah dibuat. Aktivitas yang dapat dilakukan dalam kegiatan proyek
di antaranya adalah dengan a) membaca, b) meneliti, c) observasi, d)
interviu, e) merekam, f) berkarya seni, g) mengunjungi
objek proyek, atau h) akses internet. Guru bertanggung jawab memonitor
aktivitas peserta didik dalam melakukan tugas proyek mulai proses hingga
penyelesaian proyek. Pada kegiatan monitoring, guru membuat rubrik
yang akan dapat merekam aktivitas peserta didik dalam menyelesaikan
tugas proyek.
e. Penyusunan laporan dan presentasi/publikasi hasil proyek
Hasil proyek dalam bentuk produk, baik itu berupa produk karya tulis,
karya seni, atau karya teknologi/prakarya dipresentasikan dan/atau

27
dipublikasikan kepada peserta didik yang lain dan guru atau masyarakat
dalam bentuk pameran produk pembelajaran.
f. Evaluasi proses dan hasil proyek
Guru dan peserta didik pada akhir proses pembelajaran melakukan refleksi
terhadap aktivitas dan hasil tugas proyek. Proses refleksi pada tugas
proyek dapat dilakukan secara individu maupun kelompok. Pada tahap
evaluasi, peserta didik diberi kesempatan mengemukakan pengalamannya
selama menyelesaikan tugas proyek yang berkembang dengan diskusi
untuk memperbaiki kinerja selama menyelesaikan tugas proyek. Pada
tahap ini juga dilakukan umpan balik terhadap proses dan produk yang
telah dihasilkan.

28
BAB VI
MEDIA PEMBELAJARAN PADA PAI SD

A. Pemilihan Media
Sebelum kita gunakan, media harus kita pilih secara cermat. Memilih
media yang terbaik untuk tujuan pembelajaran bukanlah pekerjaan yang
mudah. Pemilihan itu rumit dan sulit, karena harus mempertimbangkan
berbagai faktor.
1. Model pemilihan media
Anderson (1976) mengemukakan adanya dua pendekatan/model dalam
proses pemilihan media pembelajaran, yaitu: model pemilihan tertutup dan
model pemilihan terbuka. Pemilihan tertutup terjadi apabila alternatif media
telah ditentukan "dari atas" (misalnya oleh Dinas Pendidikan), sehingga mau
tidak mau jenis media itulah yang harus dipakai. Kalau toh kita memilih,
maka yang kita lakukan lebih banyak ke arah pemilihan topik/pokok
bahasan mana yang cocok untuk dimediakan pada jenis tertentu. Misalnya
saja, telah ditetapkan bahwa media yang digunakan adalah media audio.
Dalam situasi damikian, bukanlah mempertanyakan mengapa media audio
yang digunakan, dan bukan media lain? Jadi yang harus kita lakukan adalah
memilih topik-topik apa saja yang tepat untuk disajikan melalui media
audio. Untuk model pemilihan terbuka, lebih rumit lagi.
Model pemilihan terbuka merupakan kebalikan dari pemilihan tertutup.
Artinya, kita masih bebas memilih jenis media apa saja yang sesuai dengan
kebutuhan kita. Alternatif media masih terbuka luas. Proses pemilihan
terbuka lebih luwes sifatnya karena benar-benar kita sesuaikan dengan
kebutuhan dan kondisi yang ada. Namun proses pemilihan terbuka ini
menuntut kemampuan dan keterampilan guru untuk melakukan proses
pemilihan. Seorang guru kadang bisa melakukan pemilihan media dengan
mengkombinasikan antara pemilihan terbuka dengan pemilihan tertutup.
2. Mengapa perlu pemilihan media?

29
Media pada hakekatnya merupakan salah satu komponen sistem
pembelajaran. Sebagai komponen, media hendaknya merupakan bagian
integral dan harus sesuai dengan proses pembelajaran secara menyeluruh.
Akhir dari pemilihan media adalah penggunaaan media tersebut dalam
kegiatan pembelajaran, sehingga memungkinkan siswa dapat berinteraksi
dengan media yang kita pilih.
Apabila kita telah menentukan alternatif media yang akan kita gunakan
dalam pembelajaran, maka pertanyaan berikutnya adalah sudah tersediakah
media tersebut di sekolah atau di pasaran? Jika sudah tersedia, maka kita
tinggal meminjam atau membelinya saja. Itupun jika media yang ada
memang sesuai dengan tujuan pembelajaran yang telah kita rencanakan, dan
terjangkau harganya. Jika media yang kita butuhkan temyata belum tersedia,
mau tak mau kita harus membuat sendiri program media sesuai keperluan
tersebut.
Jadi, pemilihan media itu perlu kita lakukan agar kita dapat menentukan
media yang terbaik, tepat dan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi sasaran
didik. Untuk itu, pemilihan jenis media harus dilakukan dengan prosedur
yang benar, karena begitu banyak jenis media dengan berbagai kelebihan
dan kelemahan masing-masing.
B. Kriteria Pemilihan Media
Memilih media hendaknya tidak dilakukan secara sembarangan, melainkan
didasarkan atas kriteria tertentu. Kesalahan pada saat pemilihan, baik pemilihan
jenis media maupun pemilihan topik yang dimediakan, akan membawa akibat
panjang yang tidak kita inginkan di kemudian hari. Banyak pertanyaan yang
harus kita jawab sebelum kita menentukan pilihan media tertentu. Secara
umum, kriteria yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan media
pembelajaran diuraikan sebagai berikut.
1. Tujuan
Apa tujuan pembelajaran (standar kompetensi dan kompetensi dasar) yang
ingin dicapai? Apakah tujuan itu masuk ranah kognitif, afektif, psikomotor,
atau kombinasinya? Jenis rangsangan indera apa yang ditekankan: apakah

30
penglihatan, pendengaran, atau kombinasinya? Jika visual, apakah perlu
gerakan atau cukup visual diam? Jawaban atas pertanyaan itu akan
mengarahkan kita pada jenis media tertentu, apakah media realia, audio,
visual diam, visual gerak, audio visual gerak dan seterusnya.
2. Sasaran didik
Siapakah sasaran didik yang akan menggunakan media? bagaimana
karakteristik mereka, berapa jumlahnya, bagaimana latar belakang sosialnya,
bagaimana motivasi dan minat belajarnya? dan seterusnya. Apabila kita
mengabaikan kriteria ini, maka media yang kita pilih atau kita buat tentu tak
akan banyak gunanya. Mengapa? Karena pada akhirnya sasaran inilah yang
akan mengambil manfaat dari media pilihan kita itu. Oleh karena itu, media
harus sesuai benar dengan kondisi mereka.
3. Karakteristik media yang bersangkutan
Bagaimana karakteristik media tersebut? Apa kelebihan dan kelemahannya,
sesuaikah media yang akan kita pilih itu dengan tujuan yang akan dicapai?
Kita tidak akan dapat memilih media dengan baik jika kita tidak mengenal
dengan baik karakteristik masing-masing media. Karena kegiatan memilih
pada dasamya adalah kegiatan membandingkan satu sama lain, mana yang
lebih baik dan lebih sesuai dibanding yang lain. Oleh karena itu, sebelum
menentukan jenis media tertentu, pahami dengan baik bagaimana
karaktristik media tersebut.
4. Waktu
Yang dimaksud waktu di sini adalah berapa lama waktu yang diperlukan
untuk mengadakan atau membuat media yang akan kita pilih, serta berapa
lama waktu yang tersedia/yang kita memiliki, cukupkah? Pertanyaan lain
adalah, berapa lama waktu yang diperlukan untuk menyajikan media
tersebut dan berapa lama alokasi waktu yang tersedia dalam proses
pembelajaran? Tak ada gunanya kita memilih media yang baik, tetapi kita
tidak cukup waktu untuk mengadakannya. Jangan sampai pula terjadi, media
yang telah kita buat dengan menyita banyak waktu, tetapi pada saat
digunakan dalam pembelajaran temyata kita kekurangan waktu.

31
5. Biaya
Faktor biaya juga merupakan pertanyaan penentu dalam memilih media.
Bukankah penggunaan media pada dasarnya dimaksudkan untuk
meningkatkan efisiensi dan efektivitas pembelajaran. Apalah artinya kita
menggunakan media, jika akibatnya justru pemborosan. Oleh sebab itu,
faktor biaya menjadi kriteria yang harus kita pertimbangkan. Berapa biaya
yang kita perlukan untuk membuat, membeli atau menyewa media tersebut?
Bisakah kita mengusahakan biaya tersebut/apakah besarnya biaya seimbang
dengan tujuan belajar yang hendak dicapai? Tidak mungkinkah tujuan
belajar itu tetap dapat dicapai tanpa menggunakan media itu, adakah
alternatif media lain yang lebih murah namun tetap dapat mencapai tujuan
belajar? Media yang mahal belum tentu lebih efektif untuk mencapai tujuan
belajar dibandingkan media sederhana dan murah.
6. Ketersediaan
Kemudahan dalam memperoleh media juga menjadi pertimbangan kita.
Adakah media yang kita butuhkan itu di sekitar kita, di sekolah atau di
pasaran? Kalau kita harus membuatnya sendiri, adakah kemampuan, waktu
tenaga dan sarana untuk membuatnya? Kalau semua itu ada, pertanyaan
berikutnya adalah tersediakah sarana yang diperlukan untuk menyajikannya
di kelas? Misalnya, untuk menjelaskan tentang proses terjadinya gerhana
matahari memang lebih efektif disajikan melalui media video. Namun
karena di sekolah tidak ada video player, maka sudah cukup bila digunakan
alat peraga gerhana matahari.
7. Konteks penggunaan
Konteks penggunaan maksudnya adalah dalam kondisi dan strategi
bagaimana media tersebut akan digunakan. Misalnya: apakah untuk belajar
individual, kelompok kecil, kelompok besar atau masal? Dalam hal ini kita
perlu merencanakan strategi pembelajaran secara keseluruhan yang akan kita
gunakan dalam proses pembelajaran, sehingga tergambar kapan dan
bagaimana konteks penggunaaan media tersebut dalam pembelajaran.
8. Mutu Teknis

32
Kriteria ini terutama untuk memilih/membeli media siap pakai yang telah
ada, misalnya program audio, video, grafis atau media cetak lain. Bagaimana
mutu teknis media tersebut, apakah visual jelas, menarik, dan cocok?
Apakah suaranya jelas dan enak didengar? Jangan sampai hanya karena
keinginan kita untuk menggunakan media saja, lantas media yang kurang
bermutu kita paksakan penggunaannya.
C. Prinsip-prinsip Pemanfaatan Media
Setelah kita menentukan pilihan media yang akan kita gunakan, maka pada
akhimya kita dituntut untuk dapat memanfaatkannya dalam proses
pembelajaran. Media yang baik, belum tentu menjamin keberhasilan belajar
siswa jika kita tidak dapat menggunakannya dengan baik. Untuk itu, media
yang telah kita pilih dengan tepat harus dapat kita manfaatkan dengan sebaik
mungkin sesuai prinsip-prinsip pemanfaatan media. Ada beberapa prinsip
umum yang perlu kita perhatikan dalam pemanfaatan media pembelajaran,
yaitu:
1. Setiap jenis media, memiliki kelebihan dan kelemahan
Tidak ada satu jenis media yang cocok untuk semua proses pembelajaran
dan dapat mencapai semua tujuan belajar. lbaratnya, tak ada satu jenis obat
yang manjur untuk semua jenis penyakit.
2. Penggunaan beberapa macam media secara bervariasi memang diperlukan
Namun harap diingat, bahwa penggunaan media yang terlalu banyak
sekaligus dalam suatu kegiatan pembelajaran, justru akan membingungkan
siswa dan tidak akan memperjelas pelajaran. Oleh karena itu gunakan media
seperlunya, jangan berlebihan.
3. Penggunaan media harus dapat memperlakukan siswa secara aktif. Lebih
baik menggunakan media yang sederhana yang dapat mengaktifkan seluruh
siswa daripada media canggih namun justru membuat siswa kita
terheran-heran pasif.
Sebelum media digunakan harus direncanakan secara matang dalam
penyusunan rencana pembelajaran. Tentukan bagian materi mana saja yang
akan kita sajikan dengan bantuan media. Rencanakan bagaimana strategi dan

33
teknik penggunaannya. Hindari penggunaan media yang hanya dimaksudkan
sebagai selingan atau sekedar pengisi waktu kosong saja. Jika siswa sadar
bahwa media yang digunakan hanya untuk mengisi waktu kosong, maka kesan
ini akan selalu muncul setiap kali guru menggunakan media. Penggunaaan
media yang sembarangan, asal-asalan, atau "daripada tidak dipakai", akan
membawa akibat negatif yang lebih buruk. Harus senantiasa dilakukan
persiapan yang cukup sebelum penggunaaan media. Kurangnya persiapan
bukan saja membuat proses pembelajaran tidak efektif dan efisien, tetapi justru
mengganggu kelancaran proses pembelajaran. Hal ini terutama perlu
diperhatikan ketika kita akan menggunakan media elektronik.
D. Manfaat Umum dan Khusus Media dalam Pembelajaran
Secara umum, manfaat media dalam proses pembelajaran adalah
memperlancar interaksi antara guru dengan siswa sehingga kegiatan
pembelajaran akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara. lebih khusus ada
beberapa manfaat media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton (1985) misalnya,
mengidentifikasi beberapa manfaat media dalam pembelajaran, yaitu:
1. Penyampaian materi pelajaran dapat diseragamkan
Setiap guru mungkin mempunyai penafsiran yang berbeda-beda terhadap
suatu konsep materi pelajaran tertentu. Dengan bantuan media, penafsiran
yang beragam tersebut dapat dihindari sehingga dapat disampaikan kepada
siswa secara seragam. Setiap siswa yang melihat atau mendengar uraian
suatu materi pelajaran melalui media yang sama, akan menerima informasi
yang persis sama seperti yang diterima oleh siswa-siswa lain. Dengan
demikian, media juga dapat mengurangi terjadinya kesenjangan informasi
diantara siswa di manapun berada.
2. Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan menarik
Dengan berbagai potensi yang dimilikinya, media dapat menampilkan
informasi melalui suara, gambar, gerakan dan warna, baik secara alami
maupun manipulasi. Materi pelajaran yang dikemas melalui program
media, akan lebih jelas, lengkap, serta menarik minat siswa. Dengan media,
materi sajian bisa membangkitkan rasa keingintahuan siswa dan

34
merangsang siswa bereaksi baik secara fisik maupun emosional.
Singkatnya, media pembelajaran dapat membantu guru untuk menciptakan
suasana belajar menjadi lebih hidup, tidak monoton, dan tidak
membosankan.
3. Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif
Jika dipilih dan dirancang secara baik, media dapat membantu guru dan
siswa melakukan komunikasi dua arah secara aktif selama proses
pembelajaran. Tanpa media, seorang guru mungkin akan cenderung
berbicara satu arah kepada siswa. Namun dengan media, guru dapat
mengatur kelas sehingga bukan hanya guru sendiri yang aktif tetapi juga
siswanya.
4. Efisiensi dalam waktu dan tenaga
Keluhan yang selama ini sering kita dengar dari guru adalah, selalu
kekurangan waktu untuk mencapai target kurikulum. Sering terjadi guru
menghabiskan banyak waktu untuk menjelaskan suatu materi pelajaran. Hal
ini sebenarnya tidak harus terjadi jika guru dapat memanfaatkan media
secara maksimal. Misalnya, tanpa media seorang guru tentu saja akan
menghabiskan banyak waktu untuk mejelaskan sistem peredaran darah
manusia atau proses terjadinya gerhana matahari. Padahal dengan bantuan
media visual, topik ini dengan cepat dan mudah dijelaskan kepada anak.
Biarkanlah media menyajikan materi pelajaran yang memang sulit untuk
disajikan oleh guru secara verbal. Dengan media, tujuan belajar akan lebih
mudah tercapai secara maksimal dengan waktu dan tenaga seminimal
mungkin. Dengan media, guru tidak harus menjelaskan materi pelajaran
secara berulang-ulang, sebab hanya dengan sekali sajian menggunakan
media, siswa akan lebih mudah memahami pelajaran.
5. Meningkatkan kualitas hasil belajar siswa
Penggunaan media bukan hanya membuat proses pembelajaran lebih
efisien, tetapi juga membantu siswa menyerap materi pelajaran lebih
mendalam dan utuh. Bila hanya dengan mendengarkan informasi verbal
dari guru saja, siswa mungkin kurang memahami pelajaran secara baik.

35
Tetapi jika hal itu diperkaya dengan kegiatan melihat, menyentuh,
merasakan, atau mengalami sendiri melalui media, maka pemahaman siswa
pasti akan lebih baik.
6. Media memungkinkan proses pembelajaran dapat dilakukan di mana saja
dan kapan saja
Media pembelajaran dapat dirancang sedemikian rupa sehingga siswa dapat
melakukan kegiatan pembelajaran secara lebih leluasa, kapanpun dan
dimanapun, tanpa tergantung pada keberadaan seorang guru.
Program-program pembelajaran audio visual, termasuk program
pembelajaran menggunakan komputer, memungkinkan siswa dapat
melakukan kegiatan belajar secara mandiri, tanpa terikat oleh waktu dan
tempat. Penggunaan media akan menyadarkan siswa betapa banyak
sumber-sumber belajar yang dapat mereka manfaatkan dalam belajar. Perlu
kita sadari bahwa alokasi waktu belajar di sekolah sangat terbatas, waktu
terbanyak justru dihabiskan siswa di luar lingkungan sekolah.
7. Media dapat menumbuhkan sikap positip siswa terhadap materi dan proses
belajar
Dengan media, proses pembelajaran menjadi lebih menarik sehingga
mendorong siswa untuk mencintai ilmu pengetahuan dan gemar mencari
sendiri sumber-sumber ilmu pengetahuan. Kemampuan siswa untuk belajar
dari berbagai sumber tersebut, akan bisa menanamkan sikap kepada siswa
untuk senantiasa berinisiatif mencari berbagai sumber belajar yang
diperlukan.
8. Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan produktif
Dengan memanfaatkan media secara baik, seorang guru bukan lagi menjadi
satu-satunya sumber belajar bagi siswa. Seorang guru tidak perlu
menjelaskan seluruh materi pelajaran, karena bisa berbagi peran dengan
media. Dengan demikian, guru akan lebih banyak memiliki waktu untuk
memberi perhatian kepada aspek-aspek edukatif lainnya, seperti membantu
kesulitan belajar siswa, pembentukan kepribadian, memotivasi belajar, dan
lain-lain.

36
E. Manfaat Praktis Media dalam Pembelajaran
Selain beberapa manfaat media seperti yang dikemukakan oleh Kemp dan
Dayton tersebut, kita. masih dapat menemukan banyak manfaat-manfaat
praktis yang lain. Manfaat praktis media pembelajaran antara lain:
1. Media dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih konkrit
Arus listrik misalnya dapat dijelaskan melalui media grafis berupa
simbol-simbol dan bagan. Demikian pula materi pelajaran yang rumit dapat
disajikan secara lebih sederhana dengan bantuan media. Misalnya materi
yang membahas rangkaian peralatan elektronik atau mesin dapat
disederhanakan melalui bagan skema yang sederhana.
2. Media juga dapat mengatasi kendala keterbatasan ruang dan waktu
Sesuatu yang terjadi di luar ruang kelas, bahkan di luar angkasa dapat
dihadirkan di dalam kelas melalui bantuan media. Demikian pula beberapa
peristiwa yang telah terjadi di masa lampau, dapat kita sajikan di depan
siswa sewaktu-waktu. Dengan media pula suatu peristiwa penting yang
sedang terjadi di benua lain dapat dihadirkan seketika di ruang kelas.
3. Media dapat membantu mengatasi keterbatasan indera manusia
Obyek-obyek pelajaran yang terlalu kecil, terlalu besar atau terlalu jauh,
dapat kita pelajari melalui bantuan media. Demikian pula obyek berupa
proses/kejadian yang sangat cepat atau sangat lambat, dapat kita saksikan
dengan jelas melalui media, dengan cara memperlambat, atau mempercepat
kejadian. Misalnya, proses perkembangan janin dalam kandungan selama
sembilan bulan, dapat dipercepat dan disaksikan melalui media hanya
dalam waktu beberapa menit saja. Sebaliknya, ketika anak belajar teknik
menendang bola atau melakukan smash permainan bulu tangkis yang
sangat cepat, dapat dipelajari dengan cara memperlambat gerakan tersebut
melalui bantuan media (slow motion). Media juga dapat menyajikan obyek
pelajaran berupa benda atau peristiwa langka dan berbahaya ke dalam
kelas. Peristiwa terjadinya gerhana matahari total yang jarang sekali terjadi,
dapat disaksikan oleh siswa setiap saat melalui media rekaman. Terjadinya
gunung meletus yang berbahaya dapat pula disaksikan siswa di kelas

37
melalui media. Informasi pelajaran yang disajikan dengan media yang tepat
akan memberikan kesan mendalam dan lebih lama tersimpan pada diri
siswa.

38
BAB VII
PENUTUP

Metodologi pembelajaran yang dapat digunakan pada proses pembelajaran


PAI dan budi pekeri di SD banyak yang bisa dipilih. Guru harus dapat memilih
dan memilah materi mana yang cocok dedngan metode yang akan diterapkan. Hal
utama yang harus dipertimbangkan adalah tujuan yang ingin dicapai dan
kompetensi siswa yang seharusnya dicapai.
Ada 3 pendekatan pembelajaran yang diharapkan digunakan oleh guru pada
Kurikulum 2013, yaitu pembelajaran berbasis penemuan, pembelajaran berbasis
masalah dan pembelajaran berbasis proyek. Guru PAI harus bisa memetakan
mana yang cocok digunakan berdasarkan karakteristik materi, tujuan
pembelajaran dan kompetensi yang akan dicapai oleh peserta didik.
Adapun pemilihan media, tidak lepas dari metode yang digunakan.
Sehingga, penentuan media pembelajaran yang akan digunakan disesuaikan
dengan metode pembelajaran yang akan digunakan, karakteristik kemampuan
siswa, tujuan yang ingin dicapai, serta kompetensi yang harus dicapai oleh siswa.

39
DAFTAR PUSTAKA

_____. 2015. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah. [online] Tersedia :


http://www.kajianteori.com/2014/02/pengertian-pembelajaran-berbasis-
masalah.html
Tamsyani, Wiwiek. 2015. Makalah Model Pembelajaran Berbasis Masalah.
[online] Tersedia :
http://www.academia.edu/5934154/MAKALAH_MODEL_PEMBELAJA
RAN_BERBASIS_MASALAH

Al Ansori, Ayub. 2015. Penerapan Model Pjbl (Project Basid Learning) Dalam
Upaya Meningkatkan Kreatifitas Siswa Pada Konsep Pencemaran
Lingkungan Di Man Babakan Ciwaringin Cirebon. [online] Tersedia :
http://www.academia.edu/2314979/PENERAPAN_MODEL_PJBL_PROJ
ECT_BASID_LEARNING_DALAM_UPAYA_MENINGKATKAN_KR
EATIFITAS_SISWA_PADA_KONSEP_PENCEMARAN_LINGKUNG
AN_DI_MAN_BABAKAN_CIWARINGIN_CIREBON
Faiq, Muhammad. 2014. Model Pembelajaran Penemuan (Discovery Learning)
Dalam Implementasi Kurikulum 2013. [online] Tersedia :
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2014/06/model-pembelajaran-
discovery-learning-kurikulum-2013.html
Puncak, Ikra. 2014. Pembelajaran Berbasis Penemuan (Discovery Learning).[online] Tersedia :
http://ikrapuncak.blogspot.com/2014/09/pembelajaran-berbasis-penemuan.html
______. 2013. Metode Pembelajaran Penemuan. [online] Tersedia :
https://biolagi.wordpress.com/2013/01/13/metode-pembelajaran-penemuan/

Ibrahim, M., Nur, M., Rachmadiarti F., Ismono, dkk. 2000. Pembelajaran
Kooperatif. Surabaya: University Press.
Ibrahim, Muslimin, Mohamad Nur. 2000. Pembelajaran Berdasarkan Masalah.
Surabaya: Universitu Press.
Nur, M. Dan Wikandari, P.R. 2000. Teori Pembelajaran.Kognitif. Surabaya:
University Press.
Nur, Mohamad, Prima Retno Wikandari. 2000. Pengajaran Berpusat Kepada
dan Konstruktivisme dalam Pengajaran. Surabaya: Pusat Studi Matematika
dan Sains Sekolah UNESA.

40

Anda mungkin juga menyukai