Anda di halaman 1dari 11

RESUME

Judul Buku :Renovasi Dakwah Kampus,


Penulis : Arya Sandiyudha
Penerbit : CV. Kalimatun 'Anil Fityah (KAF)
Jakarta, 2006
Halaman : 222 hal

Oleh:
Arip Muplihin
NIM: 205204778

JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2008
Renovasi Dakwah Kampus
(Resume)

Pendahuluan
Dakwah kampus adalah salah satu medan dakwah baru yang ada dalam
lingkup dakwah. Dakwah kampus mulai muncul dan berkembang sejak tahun 80-
an seiring dengan merebaknya aktivitas-aktivitas mesjid kampus yang
menyelenggarakan agenda-agenda bernuansa dakwah islamiyah seperti pengajian,
seminar-seminar, kajian-kajian Islam dsb. Dalam perkembangannya kemudian
lahirlah berbagai institusi yang mewadahi aktivitas tersebut dalam lembaga
dakwah kampus, rohis, dan sebagainya. Perkembangan yang telah lebih dari 20
tahun menunjukkan banyak peran dan kontribusi dakwah kampus terhadap
dakwah islamiyah secara umum.
Selama lebih dari 20 tahun, dakwah kampus ikut mewarnai dunia dakwah
islamiyah yang memiliki ciri khas dan karakteristik tersendiri yakni lebih
bernuansa ilmiah, lebih massif, dan diisi oleh mayoritas orang muda. Inovasi
dakwah dalam dunia dakwah kampus juga lebih dinamis dengan banyaknya
metode-metode dakwah baru dengan mengedepankan manajemen yang lebih rapi,
terukur dan terevaluasi. Akan tetapi perjalanan dakwah kampus yang sudah cukup
lama ini juga harus senantiasa mengikuti perkembangan zaman dengan segala
karakteristiknya. Maka atas dasar itulah dakwah kampus perlu melakukan sebuah
renovasi untuk menghadirkan sesuatu yang baru yang bisa melejitkan dakwah
kampus dengan menghadirkan kontribusi yang lebih banyak bagi dunia dakwah
islamiyah.
Menimbang Pembaruan dalam Dakwah Kampus
Wacana pembaruan yang mengawali konsep renovasi dalam dakwah kampus
muncul karena setidaknya dua latar belakang. Pertama, adalah semakin
kompleksnya medan dakwah yang mengharuskan dakwah kampus menghadirkan
formula baru yang bisa beradaptasi dengan baik dengan medan yang kompleks
tersebut sehingga dakwah kampus bisa lebih mengendalikan zaman bukan
sebaliknya dakwah kampus yang dikendalikan oleh zaman.

2
Kedua, ada kesan yang menyiratkan bahwa justru setelah sekitar 20 tahun
berkembang, dakwah kampus justru terjebak pada budaya statis yang hadir karena
"kenyamanan" yang dirasakan dengan berbagai hal yang telah dicapai oleh
dakwah kampus sehingga berdampak sebaliknya terhadap dakwah kampus. Yang
terjadi adalah semakin kesini kultur yang ada justru kultur yang kurang
memunculkan adanya dinamisasi atau inovasi yang membangun, padahal zaman
telah membukakan peluang bagi dakwah kampus untuk berkontribusi lebih nyata
bagi dakwah dan bangsa ini. Sudah saatnya para aktivis dakwah kampus muncul
menyemarakkan berbagai sektor yang ada dengan berkontribusi di sana dan
mewarnai sektor-sektor tersebut dengan warna dakwah.
Entry point pembaruan dalam dunia dakwah kampus sebetulnya adalah nadi
dari dakwah kampus itu sendiri. Karakteristik dakwah kampus memuat dua
konsep dasar yang melandasi aktivitas yang nantinya akan dilakukan yakni
konsep dakwah dan kampus. Konsep tersebut akan melahirkan beberapa
konsekwensi yang harus disadari oleh dakwah kampus yaitu:
1. Patriotisme bukan Parrotisme
Pembaruan identik dengan sikap dan sifat patriotik yang senantiasa
dimiliki oleh para penggeraknya. Sifat patriotik adalah ketetapan hati dan
keteguhan diri seseorang untuk senantiasa membela kebenaran dan keadilan
manakala menghadapi situasi yang berkebalikan dengan idealitas meski seperti
apapun keadaannya. Dalam bahasa aktivis dakwah sifat dan sikap patriotik
adalah sifat yang dimiliki oleh para pemuda Islam yang tidak membusung
dihadapan manusia namun juga tidak sujud di hadapan monopoli sistem jumud
dunia. Ia adalah pembelajar sejati yang sangat menghargai bagaimana fitrahnya
yang heroik, inovasinya bebas sehingga tidak pernah menjadikan tradisi sebagai
berhala. Patriotisme aktivis dakwah akan senantiasa menjadikan Islam sebagai
agama pembebasan yang memberikan banyak ruang inovasi akan tetapi tetap
dalam rambu-rambu Allah sebagai pagar pembatas.
Kebalikan dari patriotisme adalah parrotisme. Istilah parrotisme memang
cukup menarik dan menggelitik. Parrotisme berasal dari kata dasar "parrot"
yang diberi akhiran "isme" yang berarti faham parrot. Parrot adalah kata dalam

3
bahasa Inggris yang artinya adalah burung beo. Dengan demikian sikap
parrotisme secara singkatnya dapat diartikan dengan sikap membeo yang
sebagaimana diketahui bahwa kebiasaan burung beo adalah hanyalah mengikuti
dan menuruti apa yang dikatakan orang padanya. Sebagus apapun perkataan
(atau mungkin lebih tepatnya bunyi) burung beo, itu semua hanyalah hasil
meniru apa yang dikatakan orang padanya bukan hasil apa yang dipikirkan oleh
beo itu selain juga karena burung beo memang tidak bisa berpikir.
Sikap parrotisme aktivis dakwah berarti adalah sikap yang selalu nyaman
dengan keadaan yang telah dicapai, sikap yang merasa cukup dengan apa yang
sudah diwariskan oleh pendahulunya dengan tanpa ada pertimbangan apakah itu
masih layak atau tidak, serta sikap yang tanpa pemahaman ilmu sehingga
membuat perspektif tentang suatu hal dipandang secara kaku dan cenderung
hitam-putih tanpa alasan yang ilmiah. Parrotisme yang cukup parah akan
melahirkan sikap yang tidak mau peduli akan pembaruan bahkan bisa
menimbulkan penilaian bahwa pembaruan adalah sebuah kesalahan. Bisa jadi
karakter seperti ini mirip dengan karakter umat jahiliyah dulu yang tidak mau
diberitahu oleh Rasulullah akan kebenaran yang seharusnya, mereka malah
berdalih bahwa segala yang mereka lakukan adalah seperti bapak-bapak mereka
dan menganggap apa yang dibawa oleh Rasulullah adalah kesalahan.
2. Konsekwen dengan identitas dakwah (kembali pada khittah dakwah)
Seperti apapun ragam aktivitas yang dilakukan oleh dakwah kampus,
semodern dan secanggih apapun media yang digunakan, serta seluas apapun
wilayah garapannya dakwah kampus tetaplah dakwah dan harus tetap seperti itu
sampai kapanpun. Karena dakwah adalah organ inti dari dakwah kampus, tanpa
ada identitas dakwah maka dakwah kampus akan kehilangan identitasnya dan
boleh jadi akan menjadi aktivitas yang justru akan menjadi lawan daripada
dakwah itu sendiri. Maka wacana kembali dan konsekwen terhadap dakwah
menjadi sesuatu niscaya dalam sebuah renovasi dakwah.
Yang perlu dipahami dalam pemahaman kembali pada khittah dakwah
adalah bukan berarti kembali pada tradisi lama dakwah dan bukan berarti
kembali memakai pakaian jubah seperti di Arab atau memakai unta ketika

4
bepergian. Akan tetapi yang perlu kembali disini adalah kembali kepada
semangat esensial dari dakwah itu sendiri yakni semangat mencontoh
Rasulullah, bersumber dari al-Qur'an, dan merujuk pada warisan peradaban
Islam.
Paradigma dakwah harus dimulai dengan menentukan tujuan akhir yang
ideal yakni ridho Allah, paradigma tersebut harus terus melekat dalam setiap diri
aktivis dakwah sampai kapanpun dan dimanapun ia berada. Dengan ini aktivitas
dakwah akan melahirkan ruh yang pasti akan berpengaruh kepada dakwah yang
dilakukan.
Kemudian dalam tataran praktis konsistensi kembali kepada khittah berarti
pada aspek objek tidak selalu berkutat pada ruang lokal yang sempit akan tetapi
juga tidak terlalu luas menggarap ruang global yang terlalu luas. Ada konsep
keseimbangan yang mengatur dan menata, konsep keseimbangan yang sering
diistilahkan dengan "think globally, act locally". Inilah yang mesti ada dan harus
senantiasa dimunculkan pada dakwah kampus.
3. Era cucu mushala
Istilah ini dimaksudkan untuk menyadarkan seperti apa posisi dakwah
kampus saat ini dan mengingatkan apa yang harus dimiliki oleh dakwah kampus
saat ini. Kalau coba dihitung sejak permulaan dakwah kampus muncul pada
tahun 80-an boleh dibilang sekarang adalah eranya para cucu. Pada era 80-an
boleh disebut eranya para kakek mushola yang berperan merintis dakwah
kampus, menata landasan dakwah kampus, dan memunculkan dakwah kampus
dengan segala sesuatu yang mungkin dianggap tabu dan baru pada saat itu
seperti masalah hijab, jilbab dsb.
Pada era 90-an boleh disebut sebagai era bapak mushola yang berperan
mengembangkan dakwah kampus kepada wilayah sosial-kemasyarakatan dan
mulai melembaga dalam bentuk lembaga dakwah kampus atau organisasi-
organisasi mahasiswa islam dan mulai mengeksiskan diri di tiap-tiap kampus
dengan mesjid kampusnya. Era berikutnya yang dimulai pada tahun 98 boleh
disebut sebagai era anak mushala dengan ditandai oleh masa reformasi yang
memunculkan para mahasiswa termasuk aktifis dakwah kampus berperan besar

5
menentukan awal perubahan di negeri ini. Dan era berikutnya yakni era
sekarang boleh dibilang era cucu mushola yang bertugas melanjutkan mata
rantai era-era sebelumnya dengan kesiapan mengisi sektor-sektor strategis
dalam tubuh bangsa ini.
Era sekarang menuntut para aktivis dakwah untuk mengakselerasi
kemampuan mereka dalam berbagai bidang karena sudah saatnya para aktivis
dakwah kampus menunjukkan perannya bukan hanya untuk kampusnya saja
akan tetapi untuk bangsa ini atau bahkan tidak menutup kemungkinan untuk
menjadi salah satu pemimpin bangsa ini. Bangsa ini sebetulnya menunggu peran
para pemimpin bangsa yang mengerti akan permasalahan bangsa dan memiliki
sifat terpuji dan mulia. Selain itu aktivis dakwah kampus juga harus
mengidentifikasi mereka sendiri dari karakteristik mahasiswa yang mereka
punya. Sehingga produk dakwah kampus pada era cucu mushola harus bernilai
ilmiah yang tinggi karena dihasilkan oleh para ilmuwan yang kompeten dan
konsisten di bidangnya.
Dakwah Kampus = Gerakan untuk Peradaban
Sangat ideal ketika mewacanakan dakwah kampus untuk sebuah peradaban
yang mendunia, akan tetapi dalam wacana renovasi harus ada sebuah keberanian
untuk membuat sebuah cita-cita ideal yang menjadi impian bersama. Hanya saja
cita-cita juga bukan berarti angan-angan kosong yang utopis, cita-cita adalah
sesuatu yang mungkin dicapai manakala disertai oleh perencanaan dan
pengelolaan yang matang. Maka tidaklah utopis ketika dakwah kampus memiliki
cita-cita membangun peradaban yang mendunia, karena ketika dakwah kampus
ditopang oleh adanya konsistensi, inovasi, dan adaptasi yang baik maka cita-cita
itu bukanlah sebuah kemustahilan.
Memahami hitam-merah peradaban dalam kacamata dakwah ada
karakteristik atau modal yang harus dimiliki oleh aktivis dakwah tersirat dalam
surat At-Taubah ayat 122-123 yang artinya sebagai berikut:
"Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi

6
peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya. Hai orang-orang yang beriman, perangilah
orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui
kekerasan daripadamu, dan Ketahuilah, bahwasanya Allah bersama orang-orang
yang bertaqwa."(QS.At-Taubah:122-123)
Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa ada dua modal dasar peradaban yang
uniknya membuat dakwah kampus jadi spesial. Pertama adalah modal pemuda
yang akan memproduksi kekuatan besar yang bisa menghasilkan para prajurit
yang siap berjuang di jalan dakwah. Kemudian bisa hampir dipastikan bahwa
mayoritas isi kampus adalah pemuda, maka bisa dibayangkan berapa banyak
prajurit yang bisa dihasilkan manakala dakwah kampus memaksimalkan
eksistensinya di kampus.
Kekuatan pemuda sebagai faktor utama adanya sebuah perubahan juga
sebetulnya bukan hanya milik Islam saja. Dalam berbagai cerita sejarah banyak
sekali fakta yang mengedepankan bahwa kekuatan pemuda yang terakumulasi
bisa menghasilkan potensi yang sangat besar. Pada tahun 1956 di lapangan Petofi
Hungaria, dewan Mahasiswa Revolusioner menuntut kemerdekaan dan kebebasan
dan pengusiran Uni Soviet. Dengan menghimpun sekitar 100 ribu massa mereka
dengan berani melawan pembantaian masal Tentara Merah. Pada tahun 1960
peristiwa revolusi juga terjadi di Turki dengan melibatkan mahasiswa sebagai
aktornya. Hal yang sama terjadi di Korea Selatan. Yang paling dekat terjadi di
negeri Indonesia sendiri, tahun 1966 tercatat peristiwa Tritura oleh para
mahasiswa yang menumbangkan Orde Lama dan pada tahun 1998 juga tercatat
peristiwa yang tak kalah revolusioner dengan jatuhnya Orde Baru dan dimulainya
massa reformasi yang juga melibatkan mahasiswa sebagai aktor utama.
Para pemuda di Negara berbeda boleh jadi tidak pernah sepakat untuk
membuat perubahan. Namun, pola yang mirip ini menunjukkan bahwa pemuda
memiliki fitrah untuk mencari kebenaran bahkan bisa sangat agresif untuk itu.
Pemuda juga berfitrah memiliki idealisme yang tinggi, mencari kemerdekaan, dan
seabreg hasrat dalam pembaruan.

7
Kedua, adalah modal ilmu yang akan mengakumulasi berbagai macam
potensi menjadi perangkat yang berharga dan dihargai. Setiap peradaban yang
telah ada dan mengatur dunia ini pasti disertai dengan adanya perkembangan ilmu
pengetahuan yang dinamis. Universitas pertama yang didirikan di dunia yakni
Universitas Al-Qawariyyin yang berada di Kota Fez Maroko menunjukkan betapa
Ilmu pengetahuan sangat esensi bagi berkembangnya peradaban. Pada saat itu
Islam dengan beberapa dinasti kekhalifahan menjadi pusat peradaban dunia
dengan menjadikan tempat-tempat mencari ilmu seperti universitas tadi sebagai
tempat utama. Orang Barat dan Eropa yang pada saat itu sedang berada pada
zaman kegelapan (dark ages) menjadikan Al_Qawariyyin sebagai tempat
menuntut ilmu. Paus Sylvester II bahkan menemukan lambang bilangan Arab dan
penggunaan bilangan nol di sana. Begitu pentingnya ilmu dalam wacana
peradaban jika melihat ke sana.
Berbicara mengenai filosofis gerakan dalam dakwah kampus maka selain
adanya karakteristik konsisten dalam kebenaran, hubungannya dengan konteks
dakwah yang menjadi landasan adalah menekankan kembali akan ketiadaan
dikotomi dalam permasalahan agama dan bukan agama. Karena sesungguhnya
agama mengatur keseluruhan kehidupan termasuk ilmu pengetahuan di dalamnya
sehingga antara Islam dan ilmu tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Maka ide
yang muncul kemudian dalam wacana filosofis gerakan dakwah kampus adalah
bagaimana menyatukan kembali Islam dengan ilmu dengan berbagai wacana
islamisasi ilmu pengetahuan atau islamisasi sains. Tentunya wacana ini bisa
tercapai manakala para aktivis dakwah sebagai pelaku utama gerakan harus
memiliki pemahaman yang komprehensif tentang ini yakni tentang pentingnya
ilmu dalam dakwah.
Ketika memahami peradaban dan posisinya dalam dakwah Islam, maka
terdapat satu prototype yang bisa dijadikan acuan yakni pada mekanisme
pengelolaan negara Madinah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw beserta para
sahabatnya. Ada tiga peran yang pada saat itu berhasil dilengkapi oleh Rasulullah
yakni subjek politik yang diperankan dengan begitu efektif oleh Rasulullah dan
para sahabat. Kedua, adalah sarana berupa Kota Madinah sebagai wilayah

8
kekuasaan secara de facto, dan ketiga adalah Piagam Madinah sebagai karya
peradaban yang menjadi kerangka acuan yang mengawali pembangunan
peradaban Islam.
Maka dari sana timbulah teori pertumbuhan peradaban yang mengedepankan
tiga aspek tadi yakni manusia (al-Insan) sebagai subjek, institusi negara atau
wilayah kekuasaan (al-muassasah/ad-daulah) sebagai sarana, dan sistem
peradaban (madaniyah) sebagai karya peradaban yang mengatur ekspansi sistem
yang membudaya dalam masyarakat. Dalam konteks dakwah Islam tentu saja
konteks subjeknya di sini harus sosok muslim, memiliki wilayah yang dapat
dijadikan sebagai daerah kekuasaan dan memiliki sistem Islami yang mengatur
masyarakat secara baik dengan dukungan dari masyarakatnya pula.
Teori pertumbuhan peradaban seperti ini sebetulnya bisa mulai diterapkan
sejak dalam dunia kampus. Setidaknya asosiasi dari teori tersebut adalah para
aktivis dakwah sebagai subjek yang menjadi aktor utama yang menyiapkan
kampus madani, lembaga formal berupa LDK atau organisasi keislaman lain yang
dijadikan sebagai wasilah dan menjadi alat untuk menerapkan etika secara
structural, dan akhirnya kampus madani sebagai karya yang ditawarkan sebagai
solusi yang diterima dan direspon positif oleh masyarakat kampus.
Maka secara simpel konsep dakwah kampus sebagai sebuah gerakan menuju
peradaban adalah tidak jauh seperti itu, yakni memunculkan berbagai karakteristik
madani di berbagai sektor. Kalau garapan secara khusus dakwah kampus adalah
untuk mewujudkan kampus madani, maka sebetulnya pengaruhnya bisa diperluas
ketika para aktivis dakwah itu kembali kepada keluarganya ia akan menjadikan
keluarganya sebagai keluarga madani, selesai aktivitasnya di kampus dan ketika
terjun di masyarakat ia akan berperan di sana dan membantu mewujudkan
masyarakat madani, akumulasi masyarakat madani akan melahirkan negeri yang
madani, dan akhirnya madani akan muncul di mana-mana sehingga peradaban pun
berubah menjadi peradaban madani.

9
Menanamkan Hayawi Quotient dengan strategi 3-1-5
Pada perkembangan terakhir yang muncul dan mengemuka dalam dinamika
dakwah kampus adalah qodhoya (masalah) , qodhoya, dan qodhoya. Banyak
aktivis dakwah kampus yang berkutat dalam masalah internal apakah itu secara
pribadi atau secara lembaga. Secara pribadi biasanya masalah berkutat pada agak
memudarnya pemahaman para aktivis terhadap dakwah sehingga mereka
terpeleset pada masalah konflik internal dengan sesama aktivis, virus merah
jambu yang biasanya memudarkan niat suci para aktivis dakwah yang seharusnya
hanya untuk Allah saja akan tetapi bercabang kepada wanita atau lelaki
pujaannya, atau berbagai masalah lain. Secara lembaga biasanya masalah yang
muncul adalah mulai berkembangnya budaya jumud dan tidak mau atau kaku
untuk berinovasi dalam dakwah sehingga selalu puas pada pencapaian yang biasa-
biasa saja sebagaimana sudah pernah dicapai oleh pendahulunya.
Berbagai qodhoya ini harus diberantas segera jika tidak ingin mengalami
kemunduran dakwah. Salah satu kata kunci yang diharapkan bisa menjadi pematik
renovasi dakwah kampus ke arah lebih baik adalah mengedepankan Hayawi
Quotient. Hayawi berarti berkarakter hidup, yang apabila diterangkan lebih luas
adalah memunculkan karakteristik-karakteristik hayawi dalam aktivitas dakwah.
Karakteristik hayawi mengandung makna bahwa ia harus:
1. Tumbuh, berarti terus meningkat ke arah lebih baik
2. Berkembang biak, berarti ia harus senantiasa berkembang secara kuantitas
dengan menghasilkan aktivis-aktivis dakwah baru
3. Dinamis, yakni inovatif dan tidak jumud dalam bergerak
4. Produktif, yakni padat aktivitas di setiap ruang dan waktu
5. Progresif / sinambung, yakni kuat dalam visi dan jangka panjang dalam
orientasi
6. Semangat, yakni bergairah dan mengalir penuh inovasi
7. Konsumtif (akan ilmu dan ruhiyah),
8. Regeneratif, yakni budaya penyegaran pelaku, suksesi dan pewarisan dengan
tidak mau berlama-lama memegang jabatan tertentu

10
9. Hidup, yakni menjadikan kehidupan sejati sebagai orientasi akhir (akhirat
oriented).
Karakteristik hayawi harus dimunculkan dalam berbagai aspek dakwah
kampus mulai dari individu yang hayawi, kepemimpinan yang hayawi, visi yang
hayawi, aktivitas yang hayawi, sampai melahirkan kultur yang hayawi.
Kultur hayawi dalam lembaga juga diwujudkan dengan adanya kultur
lembaga yang diistilahkan dengan kultur SOLID, ELIT dan ALIT. Solid pada
tataran internal lembaga, elit secara kultur organisasi dan dalam hubungannya
dengan lembaga lain dan alit berarti menjadi organisasi yang bisa diterima
kalangan apapun.
Sebagai representasi konkrit dari kultur hayawi dalam kaitannya dengan
strategi dakwah. Maka bisa dicoba konsep berpikir dalam rencana strategis
dengan rumus 3-1-5. Rumus ini memiliki filosofis menjadikan tiga tahun terakhir
sebagai gambaran, satu tahun berjalan sebagai prioritas, dan lima tahun ke depan
sebagai rencana strategis.
Konsep seperti ini memberikan sebuah tawaran akumulasi strategi yang
mensinkronkan antara ibroh masa lalu (at-tajribat al-madiyah) sebagai pelajaran
yang diukur dari tiga tahun kebelakang, yang merekomendasikan beberapa
prioritas saat ini (al-haqiqah al-hadirah) yang harus benar-benar dicapai dan
dikerjakan berdasarkan gambaran tadi dan membuat perencanaan strategis untuk
target-target yang ingin dicapai di masa depan (at-tawaqu'at al-mustaqbaliyah).
Rumusan konkrit ini diharapkan bisa menopang adanya sebuah renovasi dalam
dakwah kampus yang bisa melejitkan dakwah kampus sesuai dengan impian dan
cita-cita idealnya yakni mewujudkasn peradaban madani.

11

Anda mungkin juga menyukai