Anda di halaman 1dari 50

i

PENGARUH PEMBERIAN MISOPROSTOL TERHADAP LAMA


INDUKSI PERSALINAN PADA IBU BERSALIN SEROTINUS
DI RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK ANANDA KOTA
MAKASSAR TAHUN 2023

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menyelesaikan


Pendidikan Jurusan S1 Kebidanan Universitas Megarezky

OLEH

SUNDARI ATMANEGARA

NIM. A1A222061

PROGRAM STUDI SARJANA DAN PENDIDIKAN PROFESI BIDAN FAKULTAS


KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN UNIVERSITAS

MEGAREZKY MAKASSAR 2023


ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas

limpahan rahmat dan karunia-Nyalah sehingga penulis dapat

menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian

Misoprostol Pada Induksi Persalinan Kehamilan Serotinus Di RSIA

Ananda Makassar”.

Dalam proses penyusunan skripsi ini ada banyak pihak yang

membantu, oleh karena itu sudah sepantasnya penulis dengan segala

kerendahan dan keikhlasan hati mengucapkan banyak terima kasih

sebesar-besarnya terutama kepada bapak Dr. Hairuddin,

S.S.,SKM.,M.Kes telah banyak membimbing sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan tepat pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh

karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis

harapkan dalam penyempurnaan skripsi ini serta sebagai bahan

pembelajaran dalam penyusunan skripsi selanjutnya.

Makassar, 23 Juni 2023

Penulis
iii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................... I
KATA PENGANTAR......................................................................... Ii
DAFTAR ISI...................................................................................... Iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................... 1
A. Latar Belakang.......................................................................... 1

B. Perumusan Masalah.................................................................. 4

C. Tujuan Penelitian....................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian..................................................................... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................... 5


A. Telaah Pustaka.......................................................................... 5

B. Kerangka Teori.......................................................................... 22

C. Kerangka Konsep...................................................................... 23

D. Hipotesis Penelitian................................................................... 24

BAB III METODE PENELITIAN........................................................ 24


A. Jenis Penelitian......................................................................... 24

B. Waktu dan Tempat Penelitian................................................... 25

C. Populasi dan Sampel Penelitian................................................ 25


iv

D. Variabel Penelitian..........................................................................26

E. Definisi Operasional.................................................................. 27

F. Jenis dan Sumber Data Penelitian............................................ 28

G. Instrumen Penelitian.................................................................. 28

H. Alur Penelitian........................................................................... 30

I. Pengolahan dan Analisis Data.................................................. 32

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ........................ 34


A. Hasil Penelitian ......................................................................... 34

B. Pembahasan ............................................................................ 37

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................... 40


A. Kesimpulan............................................................................... 40

B. Saran......................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA......................................................................... 42
LAMPIRAN
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehamilan serotinous adalah kehamilan yang berlangsung paling

sedikit 42 minggu setelah haid terakhir (HPHT), dihitung sejak hari itu.

Suatu kondisi medis yang disebut kehamilan serotonin dapat

meningkatkan morbiditas dan kematian perinatal. Menurut berbagai

sumber akademis, kehamilan serotinus memengaruhi 3,5% hingga 14%

kehamilan yang berlangsung rata-rata hingga 42 minggu. (Winkjosastro,

2010).

Menurut perkiraan, kehamilan serotinus terjadi di berbagai negara

dengan rata-rata sekitar 14%. Menurut Muarif (2012), tingkat kejadian

adalah 8,1% di Denmark (dengan HPHT 26% yang tidak jelas), 18,6% di

Islandia (di mana semua HPHT sudah jelas), dan 11,6% di Swedia (di

mana HPHT tidak diabaikan secara eksplisit). ). Berdasarkan informasi

awal dari rekam medis Rsia Ananda, ditetapkan bahwa 4,97% dari seluruh

persalinan di kota Makassar antara tanggal 1 Januari sampai dengan 31

Mei 2023 merupakan persalinan lewat waktu (serotius). ( Rsia Ananda kota

Makassar, 2023).

Risiko morbiditas dan kematian perinatal tiga kali lebih besar pada

kehamilan serotinus daripada kehamilan aterm. Salah satu dampak pada

bayi adalah peningkatan berat badan janin yang naik, turun, lebih rendah

dari seharusnya, atau bahkan meninggal dalam kandungan karena


2

kekurangan nutrisi dan oksigen. Pada kehamilan serotinous, terdapat 30%

angka kematian janin sebelum melahirkan, 55% selama persalinan, dan

15% setelah melahirkan. (Winkjosastro, 2010).

Cara penanganan kehamilan serotinus masih bervariasi. Isu-isu

berikut diperdebatkan dalam pengobatan kehamilan serotinus: 1)

Haruskah dikontrol secara aktif, seperti dengan induksi setelah serotinus

didiagnosis, atau haruskah ditangani secara ekspektatif atau menunggu?

2) Haruskah kehamilan diakhiri pada usia kehamilan 41 minggu atau 42

minggu jika pengobatan aktif digunakan? (Winkjosastro, 2010).

Tindakan merangsang persalinan sebelum gejala persalinan spontan

muncul dikenal sebagai induksi persalinan. Menurut Cunningham dkk.

(2009), alasan umum untuk menginduksi persalinan termasuk pecahnya

ketuban tanpa adanya gejala persalinan spontan, hipertensi ibu, keraguan

tentang kesehatan janin, dan kehamilan lewat waktu. Tujuan induksi

adalah untuk membuat kontraksi rahim lebih kuat, lebih sering, dan

bertahan lebih lama karena dianggap terlalu lemah dan tidak efektif untuk

memajukan persalinan. Antara 10% dan 20% kelahiran meliputi induksi

persalinan, yang dapat dilakukan karena berbagai alasan yang

memengaruhi ibu dan janin. Sementara sejumlah variabel, termasuk

paritas, usia kehamilan, berat lahir, durasi antara kehamilan dan

persalinan, infeksi intrauterin, pemeriksaan


3

prenatal, waktu induksi, selaput ketuban, dan nilai Bishop, mempengaruhi

efektivitas induksi persalinan. (Manuaba, 2010).

Misoprostol adalah analog prostaglandin yang baru-baru ini

mendapatkan popularitas sebagai pilihan alternatif karena keunggulannya

dalam hal efektivitas, harga, stabilitas dalam kondisi panas, dan

kemudahan penggunaan. Namun, ia memiliki efek samping yang

signifikan, termasuk ruptur uteri, memerlukan pengawasan ketika

digunakan sebagai penginduksi persalinan (Astuti M, 2011). Hasil

pemeriksaan pendahuluan di Rsia Ananda, Kota Makassar, terungkap

adanya peningkatan frekuensi kelahiran serotinous. Mulai tahun 2021, 10

ibu termasuk di antara 35 wanita yang melahirkan serotonin (3,8%) dari

922 persalinan yang menggunakan misoprostol.

B. Rumusan Masalah

Bagaimanakah pengaruh pemberian misoprostol terhadap lama

induksi persalinan pada ibu bersalin serotinus di Rsia Ananda kota

Makassar Januari 2023 hingga Mei tahun 2023?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui pengaruh pemberian misoprostol terhadap

lama induksi persalinan pada ibu bersalin serotinus di RSIA

Ananda kota Makassar Januari 2023 hingga Mei tahun 2023.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi pemberian misoprostol di RSIA

Ananda kota Makassar Januari 2021 hingga Mei tahun

2023
4

b. Untuk mengidentifikasi lama induksi persalinan pada ibu

bersalin serotinus di RSIA Ananda Kota Makassar

c. Untuk menganalisis pengaruh pemberian misoprostol

terhadap lama induksi persalinan pada ibu bersalin

serotinus di RSIA Ananda kota Makkasar

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

Penegasan bahwa pemberian misoprostol akan berdampak

lebih besar pada induksi persalinan untuk kehamilan serotinous

diharapkan didukung oleh data aktual dari penelitian ini.

2. Manfaat praktis

Sebagai faktor yang signifikan dalam memutuskan cara

menginduksi persalinan untuk kehamilan serotinosa di RSIA

Ananda
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Telaah Pustaka

1. Kehamilan Serotinus

1.1 Definisi

Panjang rata-rata kehamilan adalah 40 minggu, atau 280 hari,

diukur dari hari pertama haid terakhir. Namun, antara 3,4% dan 14%

kehamilan berlangsung selama 42 minggu atau lebih, atau rata-rata 10%.

Bergantung pada parameter yang digunakan, jumlah ini berfluktuasi antar

sarjana (Winkjosastro, 2010). Menurut rumus Naegele, kehamilan

postterm adalah kehamilan yang berlangsung hingga 42 minggu (294 hari)

atau lebih, dengan siklus menstruasi rata-rata 28 hari. Hal ini juga disebut

sebagai kehamilan serotinous, kehamilan berkepanjangan, kehamilan

diperpanjang, pasca-maturitas, atau pasca-maturitas. (Winkjosastro,

2010).

American College of Obstetricians and Gynecologists (1997)

menyetujui definisi standar kehamilan serotonin yang diterima secara

global sebagai 42 minggu penuh (294 hari) atau lebih. Definisi ini

membuat asumsi bahwa ovulasi terjadi dua minggu setelah dimulainya

menstruasi. Karena kisaran siklus menstruasi yang luas, menggunakan

tanggal menstruasi untuk menentukan kejadian kehamilan serotinous

cenderung meremehkan prevalensinya, yang dianggap 10% dari semua

kehamilan.

5
6

Semua kehamilan yang telah berlangsung selama 42 minggu atau lebih

harus segera ditangani sebagai kehamilan panjang karena tidak ada

teknik yang dapat diandalkan untuk menentukan kehamilan yang benar-

benar berlarut-larut. Risiko perinatal meningkat pada situasi ini, terutama

jika terdapat mekonium. (Cunningham, 2009).

1.2 Epidemiologi

Menurut perkiraan, kehamilan serotinus terjadi di berbagai negara dengan

rata-rata sekitar 14%. Menurut Muarif (2012), tingkat kejadian adalah

8,1% di Denmark (dengan HPHT 26% yang tidak jelas), 18,6% di Islandia

(di mana semua HPHT sudah jelas), dan 11,6% di Swedia (di mana HPHT

tidak diabaikan secara eksplisit).

1.3 Etiologi dan patofisiologi

Meskipun asal yang tepat dari kehamilan serotinous tidak jelas, berbagai

kondisi, termasuk hipoplasia adrenal janin, defisiensi sulfatase plasenta,

anensefali, dan tidak adanya hipofisis pada janin, diduga terkait dengan

kejadian ini. Contoh dunia nyata ini menunjukkan bagaimana kehamilan

serotinosa terkait dengan hipoestrogen, atau tingkat estrogen yang rendah,

yang diperkirakan akan tinggi selama kehamilan biasa (Cunningham,

2009).
7

Beberapa pendapat berpendapat bahwa perkembangan

kehamilan serotinus biasanya mengganggu awal persalinan.

Beberapa hipotesis antara lain sebagai berikut:

a. Pengaruh progesteron

Beberapa penulis berspekulasi bahwa terjadinya kehamilan serotinus

disebabkan oleh berlangsungnya proses progesteron karena penurunan

hormon progesteron selama kehamilan diduga merupakan peristiwa

perubahan endokrin yang memacu proses biomolekuler dalam

persalinan dan peningkatan sensitivitas uterus terhadap oksitosin.

b. Teori oksitosin

Penggunaan oksitosin untuk induksi persalinan pada kehamilan serotin

menunjukkan atau menunjukkan bahwa oksitosin secara fisiologis

memainkan peran penting dalam menyebabkan persalinan, dan

pelepasan oksitosin dari neurohipofisis wanita hamil ketika kekurangan

pada akhir kehamilan diduga menjadi salah satu faktor penyebab

serotinous. kehamilan.

c. Teori kortisol/ACTH janin

Menurut kepercayaan ini, janin berfungsi sebagai "penanda" dimulainya

persalinan. Kortisol janin akan berdampak pada plasenta, menyebabkan

penurunan sintesis progesteron dan peningkatan sekresi estrogen, yang

akan berdampak pada pembentukan prostaglandin.


8

d. Saraf uterus

Kontraksi uterus disebabkan oleh plesus Frankenhauser yang

menekan ganglion serviks. Tali pusat pendek dan bagian bawah

masih tinggi dalam situasi di mana tidak ada ketegangan pada

pleksus ini, seperti penempatan yang tidak teratur, yang semuanya

dianggap sebagai penyebab kehamilan lewat waktu.

e. Heriditer

Menurut beberapa penulis, wanita yang mengalami kehamilan

lewat waktu lebih mungkin melahirkan anak setelah kehamilan

berikutnya.

1.4 Permasalahan Kehamilan Serotinus

Kehamilan yang diinduksi serotonin lebih mungkin mengakibatkan

kematian perinatal (antepartum, intrapartum, dan postpartum)

daripada kehamilan cukup bulan. berhubungan dengan mati lemas

dan aspirasi mekonium. Efek samping kehamilan serotonin meliputi

yang berikut:

a. Perubahan pada plasenta

Disfungsi plasenta meningkatkan bahaya bagi bayi dan berkontribusi

pada kesulitan dalam kehamilan serotinus. Penurunan kadar laktogen

estriol dan plasenta dapat mengindikasikan penurunan fungsi plasenta


9

(Winkjosastro, 2010).

b. Pengaruh pada janin


Dampak kehamilan serotonin pada janin masih diperdebatkan.

Beberapa dokter berpendapat bahwa kehamilan serotonin

meningkatkan bahaya bagi janin, sementara yang lain berpendapat

bahwa risiko yang terkait dengan kehamilan serotonin terlalu

berlebihan. sekitar mencapai puncaknya pada 38 minggu kehamilan,

fungsi plasenta mulai memburuk, terutama sekitar 42 minggu.

Berkurangnya kadar estriol dan laktoghen plasenta adalah

indikatornya. Ketidaknyamanan janin memiliki peluang peningkatan 3

kali lipat terkait dengan fungsi plasenta yang rendah. Asupan

makanan dan oksigen akan menurun seiring dengan usia plasenta,

dan arteri spiralis akan kejang sebagai tambahan dari perubahan ini.

Hanya 250 ml/ml sirkulasi uteroplasenta yang tersisa. Berat janin,

sindrom postmaturitas, ketidaknyamanan janin, dan kematian

perinatal adalah beberapa dampak kehamilan serotonin pada janin

(Winkjosastro, 2010).

c. Oligohidramnion dan gawat janin

1000 cc cairan ketuban dianggap normal selama 34-37 minggu

kehamilan, 800 cc saat aterm, dan 400 cc pada 42 minggu atau


10

lebih. Oligihidramnion menyebabkan penebalan amnion akibat

mekonium dan hipoksia intrauterin (Manuaba, 2010). Kompresi tali

pusat yang berhubungan dengan oligohidramnion mengakibatkan

bahaya bagi janin antepartum dan ketidaknyamanan janin

intrapartum.

Makrosomia janin dapat menyebabkan tulang tengkorak yang lebih

kuat, yang dapat menyebabkan distosia saat lahir, aktivitas rahim

yang tidak terkoordinasi, persalinan yang lama, peningkatan intervensi

obstetrik, dan persalinan traumatis atau perdarahan postpartum

karena bayi baru lahir yang besar. Jika kehamilan melampaui tanggal

persalinan yang diharapkan, kesejahteraan emosional ibu dan

keluarganya memburuk (Winkjosastro, 2010).

1.5 Penatalaksanaan

Karena seringkali tidak ada kesulitan bagi ibu selama

penatalaksanaan kehamilan serotinus, pilihan tindakan terbaik

didasarkan pada keselamatan janin. Salah satu faktor yang harus

diperhatikan adalah usia kehamilan yang biasanya tidak diketahui

secara pasti. 2) Jika bayi disimpan di dalam rahim, sangat sulit untuk

menentukan lokasi yang tepat tanpa menimbulkan bahaya

morbiditas dan kematian. 3) induksi persalinan yang tidak berhasil,

yang nomor tiga. 4) Operasi caesar, yang secara tajam

meningkatkan morbiditas ibu (Gant, 2010)


11
12

2. Persalinan

2.1 Definisi

Tindakan melahirkan melibatkan bayi, plasenta, dan cairan ketuban

yang keluar dari rahim ibu. Jika prosedur dilakukan pada usia kehamilan

cukup bulan (setelah 37 minggu), persalinan dianggap normal. Saat rahim

berkontraksi, serviks berubah (membuka dan menipis), menandakan

dimulainya persalinan (inpartu), yang diakhiri dengan lahirnya seluruh

plasenta. Jika kontraksi uterus tidak mengubah atau membuka serviks, ibu

belum dianggap melahirkan (JNPK-KR, 2012).

Tanda dan gejala inpartu adalah:

a. Dilatasi dan penipisan serviks akibat kontraksi uterus (frekuensi

minimal dua kali setiap 10 menit).

b. Serviks menjadi lebih tipis dan terbuka.

c. Keluarnya darah dan lendir dari vagina juga dikenal sebagai ("show")

pencegahan kesulitan sebelum, selama, dan setelah melahirkan.

menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir. Dalam upaya untuk

menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir, perubahan ini sangat

penting. Hal ini disebabkan sebagian besar persalinan masih terjadi di

institusi kesehatan dasar di Indonesia, di mana keterampilan dan keahlian

stafnya tidak memadai (Winkjosastro, 2010).

Kontraksi rahim yang menyebabkan dilatasi serviks dan mendorong

bayi ke jalan lahir menjadi ciri beberapa jam terakhir kehamilan manusia.

Karena kontraksi miometrium yang intens dan menyakitkan, banyak energi

yang digunakan pada periode ini.


13
Tapi pertama-tama, rahim harus bersiap untuk melahirkan sebelum

kontraksi ini dimulai. Miometrium berhenti merespons antara minggu ke 36

dan 38 kehamilan, dan kemudian ada masa transisi di mana miometrium

menjadi sensitif dan serviks menjadi rileks dan rata.

Ada empat segmen utama kerja aktif. Ketika kontraksi uterus sering,

kuat, dan cukup lama menyebabkan peningkatan penipisan dan pelebaran

serviks, tahap pertama persalinan dimulai. Ketika kepala janin telah

sepenuhnya melebar 10 cm untuk memungkinkan kepala janin lewat,

tahap pertama persalinan telah berakhir. Oleh karena itu, tahap penipisan

dan dilatasi serviks adalah nama yang diberikan untuk fase awal

persalinan.

Sampai pembukaan serviks selesai, tahap kedua persalinan dimulai, dan

diakhiri sampai janin dilahirkan. Janin dikeluarkan selama tahap kedua

persalinan. Plasenta dan selaput janin dikeluarkan menjelang akhir kala

tiga persalinan, yang dimulai tepat setelah janin lahir. Kala tiga persalinan

adalah saat plasenta terlepas dan dikeluarkan.


14

3. Induksi persalinan

3.1 Definisi

Induksi Persalinan adalah upaya mengeluarkan bayi pada saat

tidak ada gejala persalinan atau persalinan belum dimulai,

dengan resiko janin dapat bertahan hidup di luar kandungan.

Kontraksi rahim yang efektif dan kematangan serviks adalah

dua prasyarat untuk dimulainya persalinan. Induksi persalinan

tidak dapat efektif sampai kedua kondisi ini terpenuhi

(Manuaba, 2010).

Jaringan ikat yang membentuk serviks terkulai dan tebal.

Kolagen, bersama dengan beberapa jaringan elastis,

merupakan mayoritas dari jaringan ikat ini. Serat teratur dan

tebal yang diatur dalam bundel paralel dan dihubungkan satu

sama lain dengan ikatan silang membentuk kolagen.

Proteoglikan kompleks yang memiliki rantai glikosaminoglikan

sebagai protein intinya dan terkait erat dengan rantai asam

hialuronat membentuk komponen dasar jaringan ikat ini.

Leukosit dan makrofag berpindah ke stroma serviks seiring

bertambahnya usia kehamilan akibat peningkatan vaskularisasi.


15

Serviks melunak akibat degradasi enzimatik serat kolagen ini oleh enzim

kolagenase dan matriks metalproteinase pada fibroblas dan leukosit

(Cunningham, 2009).

Kesehatan ibu dan janin harus menjadi pertimbangan utama untuk

induksi persalinan. Ketika keuntungan melebihi bahaya, induksi harus

diperhitungkan. Indikasi dan kontraindikasi, usia kehamilan, kondisi

serviks, kondisi amnion, dan kesejahteraan janin semuanya harus

dievaluasi dan diperhitungkan sebelum induksi.

Meningkatnya kejadian operasi caesar, hiperstimulasi, gawat janin,

ruptur uteri, aspirasi mekonium, dan prolaps tali pusat adalah

kemungkinan bahaya induksi persalinan (Manuaba, 2010).

Beberapa dokter kandungan memanfaatkan keadaan leher rahim

untuk mengantisipasi kapan bayi akan lahir. Skor Bishop adalah

pendekatan yang paling banyak digunakan untuk menentukan keadaan

serviks karena langsung dan memiliki nilai prediksi tertinggi. Dilatasi

serviks, penipisan yang konsisten, lokasi, dan turunnya kepala janin

digunakan dalam sistem penilaian ini. Untuk induksi persalinan, kesehatan

atau kesukaan serviks sangat penting. Metode induksi yang digunakan

seringkali mengandalkan probabilitas keberhasilan yang diprediksi.

Gambaran fisik segmen bawah rahim dan leher rahim merupakan

komponen penting.
16

3.2 Cara induksi

Baik metode bedah maupun non-bedah untuk menginduksi

persalinan dimungkinkan, dan keduanya termasuk penggunaan obat-

obatan atau profesional medis. Paritas, kesehatan serviks, kesehatan kulit

ketuban, dan kesejahteraan janin semuanya harus diperhitungkan saat

memilih teknik induksi (Muarif, 2012).

3.3 Indikasi

Secara umum, ada banyak indikasi untuk induksi persalinan. Pada

akhir kehamilan, karena berbagai alasan, atau jika keselamatan ibu

terancam, induksi persalinan mungkin diperlukan untuk melindungi janin

dari lingkungan intrauterin yang berbahaya. Ketuban pecah dini,

kehamilan lewat waktu, oligohidramnion, korioamnionitis, preeklamsia

berat, hipertensi akibat kehamilan, kematian janin intrauterin (IUFD) dan

pembatasan pertumbuhan janin (IUGR), insufisiensi plasenta, perdarahan

antepartum, dan Doppler arteri umbilikalis abnormal merupakan indikasi

untuk induksi tenaga kerja (repositori USU, 2015).

3.4 Kontra Indikasi

Induksi persalinan merupakan kontraindikasi pada berbagai

gangguan yang melibatkan ibu, janin, atau rahim. Penyebab utama

kontraindikasi uterus termasuk cedera uterus masa lalu seperti sayatan

operasi caesar atau operasi uterus lainnya. Selain itu, plasenta previa

tidak mungkin
17

ada pengiriman yang tidak direncanakan. Janin tidak boleh diobati jika

terdapat makrosomia yang signifikan, malformasi janin tertentu termasuk

hidrosefalus, malpresentasi, atau status janin yang ambigu. Ukuran ibu,

bentuk panggulnya, dan kondisi medis tertentu semuanya menjadi

kontraindikasi. (Cunningham, 2009)

3.5 Komplikasi atau Resiko Melakukan Induksi Persalinan

Baik selama induksi persalinan maupun setelah bayi dilahirkan,

komplikasi dapat terjadi. Ada sejumlah komplikasi potensial yang dapat

terjadi selama prosedur induksi, termasuk atonia uteri, hiperstimulasi,

gawat janin, prolaps tali pusat, ruptur uteri, solusio plasenta,

hiperbilirubinemia, hiponatremia, infeksi intrauterin, perdarahan

postpartum, kelelahan ibu, dan krisis emosional. (Winkjosastro, 2010).

Komplikasi ini juga dapat meningkatkan risiko persalinan caesar.

3.6 Persyaratan

1) Tidak adanya cephalopelvic disproportion (CPD) yang

merupakan salah satu faktor atau kebutuhan yang harus dipenuhi untuk

melakukan induksi persalinan. 2) Tabel skor Bishop dapat digunakan

untuk menentukan apakah serviks uteri sudah matang, yaitu datar dan

tipis. Persyaratan ini harus diselesaikan sebelum kami dapat mengambil

tindakan
18

pematangan serviks dengan cara mekanis atau farmakologis. 3)

Diperlukan presentasi kepala; jika tidak, tidak ada anomali prenatal. 4)

Menurut Repositori USU (2015), kepala janin sudah mulai masuk ke

dalam rongga panggul. Induksi persalinan tidak dapat memberikan hasil

yang Anda harapkan jika persyaratan ini tidak terpenuhi.

Skor Bishop dapat digunakan untuk menentukan keadaan serviks.

Persalinan seringkali dapat diinduksi secara efektif hanya dengan induksi

jika kondisi serviks sangat baik (skor 5 atau lebih). Sebelum induksi,

matangkan serviks jika status serviks tidak baik (skor 5), menurut

Cunningham (2009).

4. Misoprostol

4.1 Definisi

Misoprostol, prostaglandin E1 sintetik yang digunakan untuk

mengobati tukak lambung, kini ditawarkan dalam bentuk tablet 100µg.

Untuk mematangkan serviks, obat "off label" digunakan sebagai induksi.


19

4.2 Struktur / susunan kimia misoprostol

Rumus molekul misoprostol adalah C22H38O5, dan nama kimianya

adalah metil 11 alfa, 16 dihidroksi 16 metil 9, dan oksoprost 13. Tersedia

paket 100, 200, dan 400 mikrogram (Departemen Farmakologi dan Terapi

FK-UI, 2011).

Misoprostol menginduksi pematangan serviks dan kontraksi

miometrium di dalam rahim. Misoprostol berfungsi serupa dengan

prostaglandin dengan meningkatkan Ca2+ bebas intraseluler. Myosin

terfosforilasi dan aktin berinteraksi sebagai konsekuensi dari mekanisme

ini. Rahim berkontraksi serempak pada saat yang sama. Asam hialuronat

dan kadar cairan meningkat selama dilatasi serviks, tetapi bahan dasar

produksi kolagen, dematan sulfat dan kandroitin sulfat, turun.

Prostaglandin dapat diberikan dalam bentuk tablet karena cepat dan

mudah diserap dalam vagina (Departemen Farmakologi dan Terapi FK-UI,

2011).

Sebelum menginduksi persalinan dalam kasus di mana serviks

masih muda dan tidak mampu menopangnya, proses pematangan harus

diperhitungkan. Selain memiliki dampak uterotonika, misoprostol juga

mempengaruhi serviks, yang sangat bermanfaat untuk serviks dengan

skor uskup di bawah 5. Misoprostol vagina lebih berhasil daripada

prosedur tradisional yang menggunakan oksitosin untuk menginduksi

persalinan, menurut meta-analisis dari basis data Cochrane.

Hiperstimulasi adalah hasil buruk yang paling ditakuti


20

membutuhkan pengawasan konstan dan penelitian lebih lanjut. Selain itu,

terjadi penurunan tingkat kegagalan induksi, menghasilkan tingkat operasi

caesar yang rendah (Permana, 2014).

4.3 Cara Kerja Misoprostol

Misoprostol memiliki tiga efek samping, termasuk diare,

ketidaknyamanan perut, dan uterotonika, dan diindikasikan untuk

pengobatan karena kualitas sitoprotektifnya. Berdasarkan interaksi zat

aktif dengan reseptor secara topikal dan sistemik di organ yang

relevan, tindakan ini terjadi. Obat ini dijual sebagai ikatan kovalen yang

dapat dihidrolisis, membatasi kondisi pelepasannya.

Misoprostol adalah agonis, antagonis, atau semua tindakan

melawan prostaglandin alami. Ini berfungsi dengan membatasi produksi

sitokin dan mediator inflamasi, yang dapat merusak jaringan, dan dengan

mempertahankan homeostasis. Sedangkan misoprostol pada konsentrasi

rendah (10–5M) menghambat aktivasi (IL-1, IL-6, dan IL-8).

Sampai saat ini, hanya ada sedikit penelitian tentang bagaimana

misoprostol mempengaruhi pematangan dan induksi serviks. Efeknya

akan dioleskan saat digunakan melalui vagina. Metabolit aktif misoprostol

diharapkan berkontribusi pada perubahan jaringan ikat serviks dan

kolagenase. Akibat modifikasi tersebut, hubungan gap dan kadar Ca ++

meningkat, yang menyebabkan kontraksi miometrium (Muarif, 2012).


21

5. Oksitosin

5.1 Definisi

Hormon polipeptida, oksitosin. Meskipun tidak meningkat secara

signifikan selama kehamilan, oksitosin adalah uterotonin yang kuat dalam

plasma. Pada aterm, sensitivitas uterus terhadap oksitosin juga

meningkat. Metode yang agak tidak efisien untuk memulai persalinan

pada kehamilan dengan serviks yang kurang berkembang adalah dengan

memberikan oksitosin karena tidak terlibat dalam tahap awal persalinan

(Danggara, 2009).

5.2 Fisiologi

Kelenjar susu dan otot polos rahim dirangsang oleh oksitosin.

Tindakan stimulasi ini sangat kuat dan selektif. Hipofisis posterior secara

otomatis melepaskan oksitosin sebagai respons terhadap rangsangan di

serviks, vagina, dan payudara. Meskipun jumlah oksitosin dalam darah

dan jumlah reseptor oksitosin dalam miometrium meningkat selama

kehamilan, sulit untuk memprediksi kadar oksitosin plasma setelah lahir

karena pelepasan pulsatil oksitosin dan adanya aktivitas oksitosinase

dalam darah. Dengan bertambahnya usia kehamilan, sensitivitas uterus

terhadap oksitosin meningkat (Departemen Farmakologi dan Terapi FK-

UI, 2011).

Leher rahim berkontraksi lebih sering, lebih lama, dan lebih kuat

saat oksitosin diberikan pada akhir kehamilan dan kelahiran spontan.

Masih berlangsung: laktasi dan nifas


22

meskipun tidak ada oksitosin, persalinan diperpanjang dan

pengeluaran ASI berhenti. Refleks pengeluaran susu dan fasilitasi

persalinan keduanya dikaitkan dengan oksitosin (Departemen

Farmakologi dan Terapi, 2011).

5.3 Farmakodinamik

Oksitosin menginduksi kontraksi otot polos uterus di dalam rahim,

meningkatkan frekuensi dan kekuatannya. Tingkat estrogen berdampak

pada hasil ini. Dampak oksitosin juga berkurang pada tingkat estrogen

rendah. Selain itu, rahim muda kurang responsif terhadap oksitosin.

Menurut (Departemen Farmakologi dan Terapi FK-UI, 2011), oksitosin

juga meningkatkan sintesis prostaglandin lokal, yang juga menginduksi

kontraksi rahim.

B. Kerangka Teori
Kehamilan
Penurunan kadar estrogen

- Anesefalus
- HPHT tak jelas - Hipoplasia adrenal
- Variasi wakti ovulasi - Defisiensi sulfatase
- Kehamilan - Gangguan reseptor
ekstrauterin oksitosin
- Riwayat KLB - Miometrium rentan
Kehamilan Serotinus - Defisiensi asam

Jeinis induksi - Paritas


- Operatif - Kondisi serviks
- Medisinal: - Keadaan kulit ketuban
- Misoprostol - Adanya parut uterus
- Oksitosin

Induksi persalinan
23

Lama persalinan

Keluaran

- Ibu

Gamber 1. Kerangka teori dimodifikasi dari Winkjosastro


(2010); Cunningham (2006); Manuaba (2013)

C. Kerangka Konsep

D. Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh pemberian misoprostol terhadap lama induksi


persalinan pada ibu bersalin serotinus
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Studi analitik menggunakan desain kohort retrospektif. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaruh pengobatan

misoprostol terhadap lama induksi persalinan pada ibu hamil penghasil

serotonin di RSIA Ananda Kota Makassar.

B. Waktudan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di RSIA Ananda Makassar pada

bulan Juni 2023.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu bersalin serotinus di

RSIA Ananda 2023 pada bulan Januari 2023 hingga Mei tahun 2023 yang

berjumlah 121 ibu.


24
25

114 ibu melahirkan serotinus yang menerima misoprostol atau tidak

mendapatkannya menjadi sampel penelitian. Sampel dan kasus kontrol

dibandingkan 1:1 (57:57).

a. Kasus: Ada 57 ibu bayi baru lahir serotinus yang menerima

misoprostol antara Januari 2023 dan Mei 2023. Total sampling

adalah metode yang digunakan untuk mengambil sampel

kasus, dan kasus mencakup semua ibu yang menerima

misoprostol saat melahirkan serotonin.

b. Kontrol: Ada 57 ibu serotinus antara Januari 2023 dan Mei 2023

yang tidak diberikan misoprostol. Metode yang digunakan untuk

sampel kontrol adalah sistematik random sampling, di mana

semua ibu bersalin serotonin yang terhindar dari misoprostol

diurutkan berdasarkan jumlahnya. Dari daftar ini, 64 ibu

kelahiran serotonin dipilih secara acak, dan 64:57 dibagi dengan

angka ini untuk menghasilkan ukuran sampel untuk kontrol yang

merupakan kelipatan 1.

Adapun criteria inklusi, eksklusi dan drop out sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah

a. Formulir izin tindakan ditandatangani oleh pasien, saksi

pasien, dan saksi petugas.

b. Wanita hamil yang mengonsumsi serotinus.

c. Panggul kecil ibu dan kurangnya CPD.

d. Bayi baru lahir biasanya memiliki berat antara 2500-4000 gram.


26

e. Tidak ada penyakit sistemik pada ibu

2. Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah

a. Ibu hamil normal.

b. Ibu dengan CPD dan panggul sempit

c. Perkiraan berat bayi diatas 4000gr

D. Variabel Penelitian

E. DefinisiOperasional

1. Jangka waktu dalam jam dari awal induksi persalinan hingga saat

bayi dilahirkan dikenal sebagai durasi induksi persalinan. Skalanya

bersifat nominal. standar objektif

a. 6-18 jam

b. 19-24 jam

2. Pemberian misoprostol adalah penggunaan prostaglandin E1

sintetik sebagai obat untuk menginduksi persalinan. Bermanfaat

untuk mematangkan serviks hingga terbuka 10 cm pada ibu yang

serotinous. Skalanya bersifat nominal.

Kriteria objektif

a. Diberikan misoprostol

b. Tidak diberikan misoprostol


27

F. Jenis dan Sumber Data Penelitian

Data sekunder adalah jenis informasi. Informasi yang dikumpulkan

berkaitan dengan pemberian misoprostol dan waktu induksi persalinan.

G. Instrumen Penelitian

Lembar checklist yang merinci pemberian misoprostol dan lama

induksi persalinan seperti yang dilaporkan pada status ibu serotinous di

RSIA Ananda Makassar berfungsi sebagai alat penelitian.

H. Alur Penelitian

Alur penelitian dijelaskan sebagai berikut:


28

I. Pengolahan dan Analisis Data

a. Pengolahan Data

Prosedur berikut digunakan untuk memproses data yang

diperoleh secara manual:

1. Editing

Untuk mengetahui apakah data telah diperoleh secara

lengkap, maka dilakukan peninjauan kembali untuk melihat

apakah ada kesalahan atau penurunan.

2. Coding

Menurut pedoman, setiap jawaban pertanyaan diberi kode

numerik.

3. Tabulating

Data dicatat dalam bentuk tabel distribusi untuk

mempermudah pengolahan data, analisis, dan penarikan

kesimpulan.

b. Analisis data

1. Univariat

Rumus tersebut digunakan untuk mengolah, menampilkan,

dan akhirnya menjelaskan data dalam bentuk tabel:

Keterangan :

f : variabel yang diteliti


29

n : jumlah sampel penelitian

K: konstanta (100%)

X : Persentase hasil yang dicapai

2. Bivariat

untuk menjelaskan bagaimana variabel independen dan

dependen berhubungan satu sama lain. Statistik Chi-Square

digunakan. Metode yang digunakan untuk

Chi-Square adalah

Pengambilan kesimpulan dari pengujian hipotesa adalah ada

hubungan jika p value < 0,05 dan tidak ada hubungan jika pvalue > 0,05

atau X2hitung≥ X2tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima yang berarti ada

hubungan dan X2hitung< X2tabel maka H0 diterima dan H1 ditolak yang

berarti tidak ada hubungan.

Untuk mendeskripsikan risiko independent variable pada

dependent variable. Ujistatistik yang digunakan adalah perhitungan Risk


30

RR, atau rasio. Dimungkinkan untuk memperkirakan faktor risiko yang diperiksa

dengan mengetahui ukuran RR. Berikut cara perhitungan RR menggunakan

tabel 2x2:

Estimasi Confidence Interval (CI) ditetapkan pada tingkat

kepercayaan 95% dengan interpretasi:


31

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Dari Januari 2023 hingga Mei 2023, peneliti akan mempelajari efek

pemberian misoprostol selama induksi persalinan pada kehamilan

serotonin di RSIA Ananda. 114 ibu yang melahirkan bayinya saat

mengonsumsi serotonin menjadi sampel penelitian. Data diproses dan

diperiksa setelah dikumpulkan. Informasi tersebut ditampilkan sebagai

distribusi frekuensi bersama dengan deskripsi isi tabel. Ringkasan dari

lokasi penelitian, serta data dari analisis univariat dan bivariat, menjadi

temuan penelitian.

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

a. Letak Geografis

Rumah Sakit Ibu dan Anak Ananda didirikan oleh PT. Ananda Idy
Bahagia berdasarkan akta notaris yang ditandatangani oleh Notaris Dr.
Hj. SITTI ZAINAB, SH., M.Kn dan berstatus swasta dengan SK No. C-
53.HT.03.01-TH.2007 Tentang Pengesahan PT. Selamat Ananda Idy
yang telah disahkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia. Sejak 28 Oktober 1995, Rumah Sakit Ibu dan
Anak Ananda beroperasi dengan tujuan membantu mereka yang
membutuhkan perawatan medis. Secara khusus, rumah sakit ini
memberikan pelayanan kebidanan, asuhan keperawatan, dan
pelayanan medis lainnya sesuai kebutuhan, menjalankan tugas rumah
sakit yang buka satu hari dalam sehari, tujuh hari dalam seminggu. Di
Jl. Andi Djemma No. 58 Makassar, Rumah Sakit Ibu dan Anak Ananda
terletak di poros jalan raya yang nyaman dan strategis. Fasilitas
penunjang, toko perlengkapan bayi dan anak, restoran, dan tempat
makan yang memenuhi standar kesehatan terletak di dekat lokasi
rumah sakit.
32

2.Analisis Univariabel

Analisis univariat adalah penyelidikan setiap variabel untuk

menghasilkan distribusi frekuensi yang memberikan ringkasan dari setiap

variabel. Pemberian misoprostol dan lamanya induksi persalinan

merupakan faktor yang diteliti. Berikut adalah temuan dari analisis

univariabel:

a. Pemberian Misoprostol Pada Ibu Bersalin Serotinus di RSIA


Ananda Kota Makassar
Misoprostol adalah prostaglandin E1 sintetik yang digunakan

sebagai obat induksi persalinan untuk mematangkan serviks hingga

dilatasi saat diberikan pada ibu serotonergik 10 cm pada ibu dengan

serotonin. Pada penelitian ini, pemberian misoprostol dibagi menjadi dua

kelompok yaitu yang menerima dan yang tidak. Tabel 1 menampilkan

temuan investigasi pemberian misoprostol.

Tabel 1 temuan menunjukkan bahwa, dari 114 responden, 57

wanita yang melahirkan serotonin (50,0%) menerima misoprostol, dan 57

wanita yang melahirkan serotonin (50,0%) tidak.


33

b. Lama Induksi Persalinan Pada Ibu Bersalin Serotinus di RSIA

Ananda Kota Makassar

Periode antara awal induksi dan saat bayi dilahirkan, diberikan

dalam jam, adalah lama induksi persalinan pada wanita serotinous. Pada

penelitian ini lama induksi persalinan dibagi menjadi 2 kategori yaitu 6–18

jam dan 19–24 jam. Tabel 2 menunjukkan berapa lama induksi persalinan

berlangsung.

Berdasarkan tabel 2, dari 114 responden, 65 orang (57,0%)

diinduksi persalinannya selama 6 sampai 18 jam sementara ibunya

serotinous.

2. Analisis Bivariabel
Analisis yang mengkaji hubungan antara dua variabel dikenal

dengan analisis bivariat. Analisis bivariat berusaha untuk menetapkan

adanya korelasi antara variabel independen dan dependen. Tes Kai

Square atau Chi Square adalah salah satu yang diterapkan. Uji Risk Ratio

(RR) digunakan untuk menentukan besarnya risiko. Penelitian ini

menggunakan analisis bivariat untuk menguji pengaruh pemberian

misoprostol terhadap waktu yang dibutuhkan untuk menginduksi

persalinan pada wanita serotinous. ditunjukkan pada tabel 3.


34

Berdasarkan tabel 3, 42 responden (73,7%) dari 57 responden yang

menerima misoprostol memulai persalinan rata-rata dalam waktu 6 hingga

18 jam, sementara 34 responden (59,6%) dari 57 responden yang tidak

menerima misoprostol memulai persalinannya rata-rata dalam waktu 19

sampai 24 jam. Pada ibu serotinous di RSIA Ananda Kota Makassar,

pemberian misoprostol berdampak pada lama persalinan diinduksi

(p=0,001, X2=12,921). Ketika ibu serotonin diberikan misoprostol, mereka

2,1 kali lebih mungkin dibandingkan mereka yang tidak melakukan induksi

persalinan dalam waktu 12 sampai 18 jam.

C. Pembahasan

Menurut temuan penelitian, ibu bersalin serotinous di RSIA Ananda

Kota Makassar mengalami pengurangan waktu induksi persalinan setelah

menerima misoprostol (p=0,001, X2=12,921). Dibandingkan dengan

wanita serotonergik yang tidak menggunakan misoprostol, mereka 2,1 kali

lebih mungkin mengalami induksi persalinan dalam waktu 12-18 jam.


35

Menurut rumus Naegele, kehamilan postterm adalah kehamilan yang

berlangsung hingga 42 minggu (294 hari) atau lebih, dengan panjang

siklus menstruasi rata-rata 28 hari (disebut juga kehamilan serotinous,

kehamilan postterm, kehamilan postterm, kehamilan yang

berkepanjangan, kehamilan yang diperpanjang, pasca-maturitas, atau

pasca-maturitas) (Winkjosastro, 2010). Karena hanya sedikit pasien yang

dapat secara akurat mengingat tanggal hari pertama haid terakhir mereka,

sulit untuk memperkirakan prevalensi kehamilan serotinus. Karena rumus

Neagele dapat digunakan untuk menentukan kemungkinan persalinan,

maka ketepatan diagnosis kehamilan serotin tergantung pada ketepatan

menghitung usia kehamilan atau menentukan awal kehamilan

berdasarkan HPHT dengan asumsi haid teratur, khususnya 28 siklus hari

(Sinclair, 2010).

Cara penanganan kehamilan serotinus masih bervariasi. Masih

diperdebatkan apakah kehamilan serotinous harus ditangani secara aktif,

yaitu dengan induksi setelah diagnosis serotinus dibuat, atau jika harus

ditangani dengan harapan.

Sebelum induksi, tidak diragukan lagi perlu memperhitungkan

proses maturasi pada serviks yang imatur dan insuportif. Misoprostol

adalah salah satu obat yang digunakan untuk memulai persalinan.

Menurut temuan penelitian, wanita dalam persalinan serotinous

yang menggunakan misoprostol memiliki peluang 2,1 kali lebih tinggi

untuk diinduksi persalinan dalam waktu 12 hingga 18 jam dibandingkan

mereka yang tidak.


36

Misoprostol, prostaglandin E1 sintetik yang digunakan untuk

mengobati tukak lambung, kini ditawarkan dalam bentuk tablet 100µg. Ini

digunakan "di luar label" sebagai obat induksi untuk mematangkan

serviks. Rumus molekul misoprostol adalah C22H38O5, dan nama kimianya

adalah metil 11 alfa, 16 dihidroksi 16 metil 9, dan oksoprost 13. Tersedia

paket 100, 200, dan 400 mikrogram (Departemen Farmakologi dan Terapi

FK-UI, 2011). Misoprostol menginduksi pematangan serviks dan kontraksi

miometrium di dalam rahim. Misoprostol berfungsi serupa dengan

prostaglandin dengan meningkatkan Ca2+ bebas intraseluler. Myosin

terfosforilasi dan aktin berinteraksi sebagai konsekuensi dari mekanisme

ini. Rahim berkontraksi serempak pada saat yang sama.


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Misoprostol diberikan kepada 57 ibu bersalin di RSIA Ananda Kota

Makassar.

2. Ibu bersalin Serotinus di RS Ananda Kota Makassar yang

menerima misoprostol sering melakukan induksi persalinan antara

12 dan 18 jam, tetapi mereka yang tidak menerima misoprostol

biasanya mengalami induksi persalinan antara 19 dan 24 jam.

3. Di RSIA Ananda Kota Makassar, pemberian misoprostol

berdampak pada lamanya induksi persalinan pada ibu

serotonergik. Ketika ibu serotonin diberikan misoprostol, mereka

2,1 kali lebih mungkin dibandingkan mereka yang tidak melakukan

induksi persalinan dalam waktu 12 sampai 18 jam.

B. Saran

1. Diharapkan misoprostol menjadi pilihan untuk induksi persalinan

karena efektif untuk melahirkan wanita serotinous.

37
38

2. Kami menyarankan untuk tidak menggunakan misoprostol tanpa

batas untuk induksi persalinan di luar rumah sakit pendidikan di

bawah pengawasan ketat.


DAFTAR PUSTAKA

Astuti M. (2011). Buku Pintar Kehamilan. Jakarta: EGC.

Cunningham,dkk. (2009). Obstetri williams. Jakarta: EGC.

Departemen Farmakologi Dan Terapeutik FK - UI. (2011). Farmakologi


dan Terapeutik. Jakarta: Badan penerbit FKUI (11th ed).

Dianggara PS. (2009). Perbandingan Induksi Misoprostol Dengan Induksi


Oksitosin Terhadap lama Persalinan. Semarang: Bagian Obstetri dan
ginekologi FK Sebelas Maret Surakarta.

Fraser DM. (2009). Buku Ajar Bidan. Jakarta: EGC.

Galal M, dkk. Postterm Pregnancy. FVV in obgyn, 2012, 4 (3): 175-187.


[ Cited 8 Mei 2017] Available from URL : https://
http://www.fvvo.be/assets/294/04-Galal_et_al.pdf.

Gant NF., Cunningham FG. (2010). Dasar – Dasar Ginekologi Dan


Obstetri. Jakarta: EGC.

JNPK-KR. 2012. Asuhan Persalinan Normal.

Ladewig PW, London ML, Olds SB. (2009). Asuhan ibu dan bayi baru
lahir. Jakarta: EGC.

Lubis DN. (2010). Kehamilan Postterm. Presentasi Kasus.Bagian / SMF


Obstetri Dan Ginekologi FK Unand RS Dr M Djamil. Padang.

Manuaba IB. (2010). Patologi Obstetri. Jakarta: EGC.

Muarif YS. (2012). Perbandingan Keberhasilan Misoprostol Dan Tetes


Oksitosin Untuk Induksi. Bagian Obstetri dan Ginekologi FK Undip.
Semarang.

Ngurah AG. (2004). Statistika. Jakarta. Raja Grafindo Persada.

39
40

Notoadmodjo S. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta. Rineka


Cipta.

Rayburn WF, Carey JC. (2001). Obstetri dan Ginekologi. Widya Medika.
Jakarta.

Repository USU. (2015). Induksi Persalinan. Bagian Obstetri dan


Ginekologi FK USU. Medan.

Riyanto A (2011), Metodologi Penelitian Kesehatan. Nuha Medika.


Yogyakarta

Rukiyah AY. (2009). Asuhan kebidanan II (Persalinan). Trans Info Median.


Jakarta.

Sinclair C. (2010). Buku saku kebidanan. Jakarta. EGC

Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. PT Alfabeta.

Wiknjosastro GH. (2010). Ilmu kebidanan . Jakarta. PT. Bina Pustaka

Anda mungkin juga menyukai