Pendahuluan
Salah satu hal pokok yang tidak bisa di pisahkan dari seorang pembelajar/peserta
didik ialah karakter yang disematkan pada setiap diri siswa. Karakter yang dibangun
selaras dengan perilaku peserta didik pada setiap kesempatan pembelajaran, kepribadian,
serta tindakan mereka dalam mersepon segala hal. Belajar merupakan kewajiban mutlak
setiap manusia yang mempunyai akal, naluri, serta kemauan yang tinggi. Salah satu kiblat
ilmu psikologi belajar ialah teori Behaviorisme yang mengkaji tentang perilaku manusia
dan peserta didik. Pada pembelajaran abad 21 saat ini pembelajaran di desain dengan
berbagai multikultural yang melibatkan banyak aspek dan pihak sehingga menjadikan
para pelaku belajar harus ekstra dalam mengupayakan ketercapaian belajar. Mengkaji
dari paparan artikel Heni Ramhawati, dkk dengan topik kategori kemampuan berpikir
kritis siswa pada jurnal Pendidikan Kebudayaan memberikan ungkapan bahwa sejatinya
peserta didik tingkat dasar mampu mengelola daya berpikir kritis yang mana hal tersebut
menjadi penting untuk di lakukan secara berkelanjutan (sustainable) dalam proses respon
belajar. Keterkaitan teori behavior terhadap hal tersebut tentu sangat erat mengingat
peserta didik di dasarkan atas pengalaman belajar yang ada mulai dari mencoba-coba
hingga terbiasa sehingga menjadi bisa. Nampak perubahan terhadap perilaku belajar yang
sangat baik hingga mampu mencapai indikator pembelajaran yang telah di tetapkan.
Rumusan Masalah
Pembahasan
Mengkaji perihal Teori umum Behavioristik pasti selalu berkenaan dengan sikap
perilaku manusia. Landasan tersebut juga di dasari atas pandangan umum kebanyakan
manusia (human) dalam menentukan penilaian sudut pandang terhadap seseorang. Pada
ruang lingkup belajar serta pembelajaran landasan teori tersebut nampak cukup jelas dan
rinci dalam mendetailkan hasil penilaian mutlak terhadap seseorang. Konsep pandangan
empiris behavioral memiliki kepekaan fokus terhadap cara keterlibatan dari proses
belajar begitupula menjelaskan sudut pandang tingkah laku peserta didik yang muncul
hadir melalui indra peraba (rangsangan) yakni stimulus yang mengerucutkan hadirnya
hubungan perilaku reaktif (respons) seingga peserta didik peka terhadap hal tersebut.
Gambar 1
a. Law of readines
Hukum kesiapan belajar ada tiga kondisi yang menunjukkan berlakuny
huukum kesiapan, yaitu: (1) bilamana seseorang muncul kecenderungan untuk
berbuat atau bertindak, kemudian ia melalukan perbuatan tersebut akan
menimbulkan kepuasan dan mengakibatkan tidak dilakukannya perbuatan-
perbuatan lain, (2) bila mana seseorang muncul kecenderungan untuk berbuat
atau bertindak, kemudian tidak melakukannya akan menimbulkan ketidak
pusasn, dan mengakibatkan dilakukannya tindakan untuk mengurangi atau
meniadakan ketidak puasan itu, dan (3) bila mana seseorang muncul
kecenderungan berbuat atau bertindak, kemudian melakukannya akan
menimbulkkan ketidakpuasan dan berkibat dilakukannya tindakan lain untuk
menurangi atau meniadakan ketidakpuasan tadi.
b. Law of exercise
Hukum belajar ini menunjukan pada menjadi lebih kuatnya koneksi antara
kondisi (yang merupakan peransangan) dan tindakan karena latihan (law of use)
dan menjadi lemahnya koneksi-koneksi karena latihan tidak dilanjutkan atau
dihentikan (law of disuse). Prinsip ini menunjukkan bhwa prinsi utama belajar
adalah pengulangan (re-learning). Arinya semakin sering seseuatu pelajaran
diullangi, maka makin dikuasai pelajaran tersebut. Di dalam praktiknya tentu
terdapat variasi, bukan sembarangan ulangan akan membawa perbaikan prestasi.
Tetapi pengaturan waktu, distribusi frekuensi pengulangan yang dilakukan akan
turut menentukan bagaimana hasil belajar.
c. Law of effect
Hukum ini menunjukkan pada semakin kuat atau semakin lemahnya
koneksi sebagai akibat dari ahli perbuatan yang dilakukan. Apabila
disederhanakann, hukum ini akan akan dapat dirumuskan seperi ini: “suatu
perbuatan yang disertai atau diikuti oleh akibat yang enak
(merumuskan/menyenangkan) cenderung untuk diperthankan dan lain kali
diulangi, sedangkan suatu perbuatan yang disertai atau diikuti oleh akibat yang
tidak enak (tidak menyenangkan) cenderung untuk dihentikan daan lain kali
tidak diulangi”. Dengan kata lain, hukum ini menunjukkan bagaimana pengaruh
hasil perbuatan yang serupa. Misalnya, kita sering memberi dan mmenerima
seseuatu dari orrang lainn menggunakan tangan kanan. Kebiasan ini disebut
kecakapan, kecakapan adalah hasil dari belajar bertahun-tahun. Pada saait masih
kecil, kalau kita ulurkan tangan kanan kita mendapatkan yang kita inginkan
(menyenangkan atau bisa mendapatkan semacam hadiah), namun sebaliknya
kalau kita ulurkan tangan kiri untuk memberi atau menerima sesuatu, maka kita
tidak akan mendapatkan apa yang kita inginkan bahkan kita akan mendapatkan
teguran (tidak menyenangkan atau bisa disebut semacam hukuman), semakin
makin jika kita ingin mendapatkan sesuatu kecenderungan mengulurkan tangan
kanan, semakin besar dan kecenderungan ingin mendapatkan yang tidak
mengenyenangkan menggunakan tangan kiri.
Implikasi praktisnya bahwa hukuman ini adalah menganai pengaruh
hadiah atau hukuman bagi seseorang. Hadiah menyebabkan seseorang terus
melakukan perbuatan tertentu dan lain kali mengulanginya, sedangkan hukuman
menyebabkan seseorang berhenti melakukan perbuatan tertentu dan tidak akan
mengulanginya lagi. Dalam dunia pendidikan ini bukan hal yang asing lagi
bahwa peranan hadiah dan hukuman sebagai alat pendidikan atau faktor
motivasi. Teori bisa digunakan untuk memberikan nilai atau hasil aktifitas dan
peranan siswa/siswa dalam mengerjakan tugas dari guru.
d. Transfer of training
Konsep ini menjukkan kepada sesuatu hal yang bisa memecahkan
masalah untuk bisa menghadapinya. Adanya konsep tranfer of training ini
merupakan hal sangat penting dalam pendidikan, karena bilamana sekiranya
tranfer of training itu tidak ada, maka sekolah tidak berfungsi bagi masyarakat.
Fungsi sekolah justru mempersiapkan calon-calon warga masyarakat yang
memiliki inteltual dalam pemecahan masalah. Karna apa yang didapatkan di
sekolah harus dapat digunakan kembali untuk berbagai keperluan sekolah. Maka
dari itu bagaimana mengusahakan agar tranfer of training itu dapat terjadi
secara optimal. Denagn hal ini hubungannya dengan teori atau konsep mnegnai
tranfer of training diperlukan.
Tranfer of training lebih dikenal dengan theory of idential elements yang
menyatakan bahwa tranfer of training akan terjadi bila antara hal yang lama
(yang telah dipelajari) dengan hal yang baru (hal yang akan dipelajari atau
dipecahkan) terdapat unsur-unsur yang identik.
Jenjang pendidikan belajar siswa terbagi mulai dari dasar sampai atas. Pada setiap
jenjang pendidikan tentu memiliki karakteristik serta kultur belajar yang berbeda. Hal
yang mendominasi setiap satuan jenjang pendidikan salah satunya ialah proses kegiatan
belajar mengajar (KBM). Pada ranah jenjang pendidikan dasar tentu banyak sekali
capaian pembelajaran yang harus di tuntaskan oleh siswa yang sudah dirancang
sedemikian rupa oleh pada guru. Namun, tentu saja hal tersebut tidak mudah untuk di
capai dalam waktu yang singkat dan membutuhkan banyak effort dalam pelaksanaannya.
Adapun isu pendidikan kompleks yang terdapat pada buku Learning Theories an
Educational Perspective memiliki keterkaitan dengan proses belajar pada teori
behaviorism connectionsm.
Creativity,
Critical
Collaboration 4C Thingking
Communication.
Gambar 2
Model pembelajaran abad-21 yang relevan dengan peserta didik jenjang dasar
salah satu bentuk konsep capaian belajar yang mengintegrasikan beberapa aspek
keterlibatan keterampilan peserta didik. Hal tersebut di dasari atas tantangan belajar yang
semakin berkembang seiring kurikulum yang digunakan yakni kurikulum merdeka.
Kefektifitasan model belajar tersebut tentu harus disesuaikan dengan konsep sekaligus
keterlibatan peserta didik di dalamnya sehingga mampu mencapai tujuan pembelajaran
yang baik. Adapun beberapa model pembelajaran abad-21 yang bisa di implementasikan
kepada peserta didik yang selaras dengan kebutuhan capaian belajar yang diharapkan.
Discovery Learning, peserta didik akan di ajarkan cara belajar yang melibatkan
kemampuan dirinya dalam menemukan hal-hal baru. Model pembelajaran ini pula
memiliki keterkaitan dengan teori behavioris yang melibatkan kemampuan peserta didik
yang terlibat aktif dalam proses belajar.
Project based Learning, model pembelajaran PBL tidak terdengar asing lagi pada
kalangan pendidik dan akademisi yang memaparkan model belajar berbais project.
Relevansi model belajar ini dengan teori behaviorism connectionsm tentu memiliki
keterikatan sangat erat yang melibatkan struktur panca indera individu/kelompok peserta
didik untuk membetuk sebuah aktivitas belajar sesuai SOP dan project yang di kerjakan.
Contextual Learning, jenjang pendidikan tingkat dasar (SD) identik dengan pembelajaran
menyenangkan yang dimana bersifat konkret sehingga tidak absurd. Materi pembelajaran
yang diajarkan kepada peserta didik juga tidak tergolong berat yang dimana sudah di
selaraskan sesuai level mulai dari C1-C6 sesuai indikator dan kompetensi pembelajaran
yang akan di capai.
Roleplay bermain peran, kegiatan pada model pembelalajaran ini cocok pada kegiatan
belajar tertentu pada tingkat pendidikan dasar. Banyak sekali keterlibatan pancaindera
setiap individu terhadap respon umpan balik yang diberikan. Roleplay ini mmeberikan
kesempatan kepada peserta didik mengembangkan kemampuan kognitif, afektif,
maupun psikomotorik mereka dalam rangka mencapai keberhasilan belajar.
Small Grup Discussion, model belajar yang memberikan banyak kesempatan setiap
individu untuk saling berkomunikasi. Ini cocok digunakan pada jenjang tingkat dasar
kelas atas dimana kemampuan kognitif mereka sudah pada level yang sesuai dengan
karakteristik model belajar tersebut.
Kesimpulan