Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pesatnya perkembangan sains dan teknologi dalam kehidupan masyarakat dewasa
ini, menuntut manusia untuk semakin bekerja keras menyesuaikan diri dalam segala aspek
kehidupan. Salah satunya adalah aspek pendidikan yang sangat menentukan maju
mundurnya suatu kehidupan bangsa ditengah ketatnya persaingan dalam era globalisasi
sekarang ini. (Amri, dkk, 2015, hlm.3). Aspek pendidikan yang koheren dengan
perkembangan zaman adalah pendidikan sains.
Pendidikan sains memiliki peran yang penting dalam menyiapkan anak memasuki
dunia kehidupannya. Pendidikan sains memiliki potensi yang besar dan peranan strategis
dalam menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menghadapi era
industrialisasi dan globalisasi. Potensi ini akan dapat terwujud jika pendidikan sains
mampu melahirkan siswa yang cakap dalam bidangnya dan berhasil menumbuhkan
kemampuan berpikir logis, berpikir kreatif, kemampuan memecahkan masalah, bersifat
kritis, menguasai teknologi serta adaptif terhadap perubahan dan perkembangan zaman.
Hal tersebut menjadikan proses pendidikan sains diharapkan mampu membentuk manusia
yang melek sains (literasi sains) dan teknologi seutuhnya (Amri, dkk, 2015, hlm.3-5).
Pemerintah Indonesia telah menetapkan standar-standar pendidikan di Indonesia
guna menyiapkan generasi indonesia yang melek sains dan teknologi yang siap
menghadapi tantangan hidup era modern. Beberapa program telah dijalankan untuk
memajukan bidang pendidikan termasuk wajib belajar 9 tahun. Guna mengevaluasi
kemampuan peserta didik ditahap akhir tiap satuan pendidikan, Pemerintah telah
menetapkan Ujian Nasional (UN) sebagai suatu tes formal yang mesti ditempuh oleh
peserta didik guna melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Ujian Nasional
menguji kemampuan peserta didik dalam beberapa mata pelajaran atau kelompok mata
pelajaran tertentu. Berdasarkan klasifikasi kompetensi, ujian nasional mengukur
kemampuan peserta didik dari segi kognitif. Evaluasi tahap akhir dalam ujian nasional ini
sangat berhubungan dengan pembelajaran yang dilakukan sehari-hari di sekolah. Materi
pembelajaran yang dilakukan di sekolah mengacu pada standar dan kisi-kisi yang diujikan
pada ujian nasional, sehingga posisi ujian nasional sangat penting dalam menentukan
pendidikan di indonesia (Ramadhan, 2013, hlm. 21). Oleh karena itu, untuk melihat besar
kecilnya kemampuan literasi sains dan kemampuan berpikir secara menyeluruh dapat
diketahui dari sajian soal ujian nasional dan hasil pencapaiannya.
Pengukuran literasi sains penting untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa
terhadap pengetahuan sains, tetapi juga pemahaman terhadap berbagai aspek proses sains,
serta kemampuan mengaplikasikan pengetahuan dan proses sains dalam situasi nyata.
Salah satu cara untuk mengukur literasi sains tingkat internasional adalah melalui PISA
(Programme for International Student Assesment) (Amri, dkk, 2015, hlm.6). PISA
bertujuan untuk meneliti secara berkala kemampuan siswa usia 15 tahun dalam membaca
(reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains (scientific literacy). PISA
mengukur kemampuan siswa pada akhir usia wajib belajar untuk mengetahui kesiapan
siswa menghadapi tantangan masyarakat yang berpengetahuan (knowledge society). PISA

1
telah menetapkan tiga dimensi besar literasi sains dalam pengukurannya, yakni proses
sains, konten sains, dan konteks aplikasi sains (OECD, 2016, hlm. 5).
Pengukuran literasi sains pertama kali dilakukan pada tahun 2000 oleh PISA yang
diteruskan secara berkala setiap 3 tahun. Hasil pengukuran literasi sains terakhir PISA
pada tahun 2009 yang publikasikan oleh OECD (Organization For Economic Cooperation
and development) menunjukkan bahwa tingkat literasi sains siswa Indonesia masih rendah
(Amri, dkk, 2015, hlm.8). Hasil pencapaian pada penilaian PISA penting untuk mengukur
sejauh mana kemampuan siswa Indonesia dibandingkan dengan negara negara lainnya.
Berdasarkan hasil PISA tahun 2000 Indonesia berada di urutan ke 38 dari 41 negara
peserta kemudian pada tahun 2006 Indonesia menempati peringkat 50 dari 57 negara
peserta sedangkan pada tahun 2009 menempati peringkat 60 dari 65 negara peserta.
Berdasarkan hasil pencapaian indonesia secara berturut-turut tersebut dapat diketahui
bahwa Indonesia menempati urutan kelompok sepuluh terakhir dari semua negara peserta
(Ramadhan, 2013, hlm. 23).
Pentingnya posisi ujian nasional dalam menentukan kemampuan literasi sains di
Indonesia dan rendahnya hasil pencapaian indonesia pada PISA dari tahun ke tahun
tersebut membuat penulis menganalisis dan membandingkan literasi sains pada soal Ujian
nasional IPA SMP 2014 dan soal PISA 2015. Hasil perbandingan tersebut dapat digunakan
sebagai salah satu pertimbangan evaluasi sistem pendidikan guna meningkatkan
kemampuan literasi sains di Indonesia.
B. RUMUSAN MASALAH
1) Bagaimana literasi sains pada soal ujian nasional IPA SMP 2014?
2) Bagaimana literasi sains pada soal PISA 2014?
3) Bagaimana perbedaan antara literasi sains pada soal ujian nasional IPA SMP 2014
dan PISA 2015?
4) Adakah hubungan pencapaian Indonesia pada PISA dengan hasil perbedaan literasi
sains pada ujian nasional SMP 2014 dan PISA 2015?

C. TUJUAN
1) Mendeskripsikan literasi sains pada soal ujian nasional IPA SMP 2014.
2) Mendeskripsikan literasi sains pada soal PISA 2015.
3) Mendeskripsikan perbedaan literasi sains pada soal ujian nasional IPA SMP 2014
dan PISA 2015.
4) Mendeskripsikan hubungan pencapaian Indonesia pada PISA dengan hasil
perbedaan literasi sains pada ujian nasional SMP 2014 dan PISA 2015.

2
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 PISA (Programme for International Student Assesment)


PISA merupakan salah satu asesmen international yang diadakan oleh organisasi
OECD (Organization for Economic Cooperation and Development) secara berkala selama
tiga tahun sekali dan berfokus pada penilaian sains, membaca dan matematika. OECD
merupakan organisasi yang terdiri dari beberapa negara anggota yang berkedudukan di
paris, Perancis. PISA bertujuan untuk meneliti secara berkala kemampuan siswa usia 15
tahun dalam membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains
(scientific literacy). Studi PISA menghasilkan profil kemampuan siswa berusia 15 tahun
dalam membaca, matematika, sains, dan problem solving, termasuk indikator “trend” yang
menunjukkan perubahan kemampuan siswa dari waktu ke waktu (OECD, 2016, hlm.17-
18). Penilaian PISA menghasilkan tiga hal yang penting yakni :
1. Indikator dasar yang menyediakan garis dasar pengetahuan dan keterampilan siswa
2. Indikator spesifik dari kuisioner yang menunjukkan hasil dari besar kecilnya
keterampilan yang berhubungan dengan berbagai macam demografi, sosial,
ekonomi, dan variabel pendidikan.
3. Indikator kecenderungan yang ditunjukkan pada perbedaan hasil level dan
distribusi serta hubungan antara level siswa, level sekolah dan level sistem
latarbelakang.
Fokus dari PISA setiap tahun berbeda beda. Dalam setiap periode, diujikan tiga
domain (membaca, matematika, dan sains) yang penekanannya berbeda dalam setiap
periode. Pada tahun 2000/2001 lebih menekankan pada kemampuan literasi membaca,
tahun 2003 kemampuan literasi matematika, dan pada tahun 2006 kemampuan literasi
sains. Indonesia telah berpratisipasi pada PISA mulai tahun 2000 dan pertama kali diikuti
oleh 43 negara peserta. Pelaksanaan PISA sampai saat ini meliputi enam periode, yaitu
PISA 2000, PISA 2003, PISA 2006, PISA 2009, PISA 2012 dan PISA 2015 (OECD,2016,
hlm. 5-6).
Menurut Alberida (2013, hlm. 4) Asesmen yang digunakan dalam PISA
menggunakan beragam bentuk soal diantaranya adalah:
1. Tes pilihan ganda (multiple choice) dalam bentuk standar dengan 4 pilihan
jawaban, siswa harus melingkari satu jawaban diantara empat alternatif yang
tersedia.
2. Tes pilihan ganda dalam bentuk kompleks, soal biasanya menyajikan beberapa
pernyataan dan siswa membuat serangkaian pilihan, biasanya biner. kemudian
siswa mengindikasikan jawabannya dengan melingkari kata atau frasa pendek
(misalnya: ya atau tidak) untuk setiap poin dan siswa diharuskan memberi satu
respons yang mungkin.
3. Tes respons tertutup, soal-soal ini mengharuskan siswa untuk membangun
responsnya sendiri dan ada keterbatasan jawaban-jawaban yang dapat diterima
4. Tes respons pendek, siswa memberikan jawaban pendek, tetapi banyak jawaban
yang mungkin
5. Tes respons terbuka yang mengharuskan siswa menulis lebih luas, sehingga
memungkinkan muncul respons yang beragam berdasarkan titik pandang yang
berbeda melalui penjelasan, pembenaran, atau perhitungan yang memungkinkan
respons tersebut dapat diterima. Soal ini biasanya meminta siswa untuk

3
menghubungkan informasi atau gagasan dalam teks, stimulus untuk pengalaman
mereka sendiri atau opini. Pemberian nilainya lebih kompleks.

2.2 Capaian Indonesia Pada PISA


PISA bertujuan untuk meneliti secara berkala kemampuan siswa usia 15 tahun dalam
membaca (reading literacy), matematika (mathematics literacy), dan sains (scientific
literacy). PISA mengukur kemampuan siswa pada akhir usia wajib belajar untuk
mengetahui kesiapan siswa menghadapi tantangan masyarakat yang berpengetahuan
(knowledge society). PISA telah menetapkan tiga dimensi besar literasi sains dalam
pengukurannya, yakni proses sains, konten sains, dan konteks aplikasi sains (OECD, 2016:
5). Hasil pencapaian pada penilaian PISA penting untuk mengukur sejauh mana
kemampuan siswa Indonesia dibandingkan dengan negara negara lainnya (Ramadhan,
2013, hlm. 21).

Tabel 2.1 Hasil Studi Literasi Sains PISA Indonesia (OECD,2016)


Tahun Mata Skor Rata- Skor Rata- Peringkat Jumlah
Studi Pelajaran Rata Rata Indonesia negara
Indonesia Internasional peserta
studi
Membaca 371 500 39
2000 Matematika 367 500 39 41
Sains 393 500 38
Membaca 382 500 39
2003 Matematika 360 500 38 40
Sains 395 500 38
Membaca 393 500 48
2006 Matematika 391 500 50 57
Sains 393 500 50
Membaca 402 500 57
2009 Matematika 371 500 61 65
Sains 383 500 60
Membaca 375 500 65
2012 Matematika 396 500 65 66
Sains 382 500 65

Berdasarkan hasil PISA tahun 2000 Indonesia berada di urutan ke 38 dari 41 negara
peserta kemudian pada tahun 2006 Indonesia menempati peringkat 50 dari 57 negara
peserta sedangkan pada tahun 2009 menempati peringkat 60 dari 65 negara peserta.
Berdasarkan hasil pencapaian indonesia secara berturut-turut tersebut dapat diketahui
bahwa Indonesia menempati urutan kelompok sepuluh terakhir dari semua negara peserta
(Ramadhan, 2013, hlm. 23). Pada 2015 Indonesia mengalami peningkatan yakni bedara
pada urutan dari 68 dari 76 negara peserta, seperti ditunjukkan oleh diagram di bawah:

4
74 76
80 69
66 64 65
70
57
60 50
50
40
30
20
10
0
PISA 2006 PISA 2009 PISA 2012 PISA 2015

Peringkat Indonesia Jumlah Negara Peserta

Grafik 2.1 Peringkat Indonesia pada PISA 2006 -2015 (OECD,2016)

Grafik 2.2 Tren pencapaian Indonesia di PISA (Kemendikbud , 2016)


Pada grafik tersebut dapat diketahui bahwa terdapat peningkatan yang tidak
signifikan terhadap pencapaian indonesia pada PISA dari tahun ke tahun. Pada bidang
domain matematika dari tahun 2009 ke tahun 2012 mengalami kenaikan mencapai 31 poin
sedangkan dari tahun 2012 ke tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 19 poin. Hal
tersebut menunjukkan bahwa terjadi penurunan kemampuan matematis secara tidak
signifikan. Hal tersebut juga terjadi pada domain membaca yang mengalami kenaikan dari
tahun 2009 ke tahun 2012 sebesar 21 poin kemudian mengalami penurunan 14 poin pada
5
tahun 2015. Namun, pada domain sains mengalami peningkatan selama tiga tahun
berturut-turut dengan rata-rata peningkatan sebesar 17,5 poin (Kemendikbud , 2016).

2.3 Ujian Nasional


Ujian Nasional menurut Syawal adalah sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan
menengah di Indonesia. Sedangkan menurut Hari Setiadi, Ujian Nasional adalah penilaian
hasil belajar oleh pemerintah yang bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan
secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hasil dari ujian nasional yang diselenggarakan oleh Negara adalah upaya
pemetaan masalah pendidikan dalam rangka menyusun kebijakan pendidikan nasional
(Syawal, 2006, hlm.2). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa Ujian Nasional adalah
sistem evaluasi atau penilaian standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional
dengan menetapkan standarisasi nasional pendidikan yang bertujuan sebagai pemetaan
masalah pendidikan dalam rangka menyusun kebijakan pendidikan nasional.
Ujian Nasional salah satu evaluasi output yang dilakukan pemerintah untuk skala
nasional yang mampu menjadi alat ukur untuk mengukur keberhasilan seluruh elemen
yang tercakup dalam proses pendidikan. Ujian nasional sebagai salah satu instrumen dalam
mengukur komponen pendidikan, yaitu khususnya peserta didik. Berkaitan dengan hal ini
dijelaskan dalam pasal 66 berbunyi, penilaian hasil belajar sebagaimana dimaksudkan
dalam pasal 63 ayat 1 butir c bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan
secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu
pengetahuan teknologi dan dilakukan dalam bentuk ujian nasional; ujian nasional dilaukan
secara objektif, berkeadilan dan akuntabel (Rizqa, 2014, hlm.146-149).
Ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua
kali dalam satu tahun pelajaran. Ujian nasional sebenarnya tidak jauh berbeda dengan
ujian-ujian lain yang pernah dihadapi siswa di sekolah. Ujian nasional (UN) adalah
penilaian hasil belajar oleh pemerintah yang bertujuan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok ilmu
pengetahuan dan teknologi. Bertujuan untuk menilai pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan
dan teknologi. Dasar hukum penyelenggaraan ujian nasional adalah UU. No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 35, PP No.19 Tahun 2005 tentang
Standar Nasional Pendidikan (SNP) pasal 73 (Rizqa, 2014, hlm. 151).

2.4 Literasi Sains


Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains,
mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam
rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan dengan alam dan perubahan yang
dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia. Definisi literasi sains ini memandang
literasi sains bersifat multidimensional, bukan hanya pemahaman terhadap pengetahuan
sains, melainkan lebih dari itu (Zuriyani, 2014, hlm.13).
Literasi sains dapat dibedakan menjadi tiga tingkatan. Pertama, functional literacy
yang merujuk pada kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan kebutuhan dasar
manusia seperti pangan, kesehatan dan perlindungan. Kedua, civic literacy yang merujuk
pada kemampuan seseorang untuk berpartisipasi secara bijak dalam bidang sosial
mengenai isu yang berkenaan dengan sains dan teknologi, Ketiga,cultural literacy yang
mencangkup kesadaran pada usaha ilmiah dan persepsi bahwa sains merupakan aktivitas
Tabel 1. Perbandingan
6 hasil PISA 2015
intelektual yang utama. Lebih rinci dalam penilaian literasi sains dibedakan beberapa
tingkatan dalam literasi sains yang lebih cocok dinilai dan diterapkan selama pembelajaran
disekolah karena kemudahannya untuk diterapkan pada tujuan instruksional. Beberapa
tingkatan instruksional yang dimaksud adalah (a) scientific literacy (b) nominal scientific
literacy (c) functional scientific literacy (d) conceptual scientific literacy (e)
multidimensional scientific literacy. Dapat tidaknya siswa mencapai tingkatan tertinggi
literasi sains bergantung pada topik yang menarik interes mereka. Aspek sikap
ditambahkan kedalam domain literasi sains, serta disarankan perlunya mengukur
kemampuan menggunakan pengetahuan sains dalam menganalisis teks atau artikel
(Zuriyani, 2014, hlm.15-19).
Penilaian (assesment) literasi sains dilakukan dengan mengidentifikasi empat
dimensi besar literasi sains yakni konten sains, konteks aplikasi sains, proses sains dan
sikap sains (OECD, 2016, hlm.5). Domain literasi sains tersebut menurut OECD (2016,
hlm.13) dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Konten sains
Konten sains adalah salah satu dimensi dalam literasi sains yang merujuk pada
konsep dan teori fundamental untuk memahami fenomena alam dan perubahan
yang dilakukan alam melalui aktivitas manusia.
2) Konteks aplikasi sains
Salah satu dimensi dalam literasi sains yang mengandung pengertian situasi dalam
kehidupan sehari-hari yang melibatkan sains dan teknologi arena aplikasi proses
dan pemahaman konsep sains misalnya kesehatan dan gizi dalam konteks pribadi,
iklim dalam konteks global.
3) Sikap sains
Pendidikan sains membantu mengembangkan minat siswa dalam sains dan
mendukung penyelidikan ilmiah. Sikap-sikap sains berperan penting dalam
keputusan siswa untuk mengembangkan pengetahuan sains lebih lanjut serta
menggunakan konsep dan metode ilmiah dalam kehidupan sehari hari. Maka
pandangan PISA terhadap kemampuan sains tidak hanya kecakapan dalam sains,
namun juga sikap siswa terhadap sains.
4) Proses sains
Lima komponen proses sains yaitu:
a) mengenal pertanyaan ilmiah yaitu pertanyaan yang dapat diselidiki secara
ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang di jawab oleh sains,
b) mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah,
c) menarik dan mengevaluasi kesimpulan,
d) mengkomunikasikan kesimpulan yang valid yakni mengungkapkan secara tepat
kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia,
e) mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains yakni
kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda dari yang
telah dipelajari

f)

7
BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Literasi Sains Pada Soal Ujian Nasional IPA SMP 2014
Aspek domain literasi sains dalam kajian ini adalah konten sains dan konteks aplikasi
sains. Konten sains pada soal ujian nasional IPA SMP 2014 dinilai dari aspek level
kognitif dan konten materi. Hasil kajian level kognitif pada soal IPA SMP 2014 sebagai
berikut:
Tabel 3.1 Sebaran level kognitif pada soal IPA SMP 2014
Kemampuan yang Level kognitif Jumlah
diuji C1 C2 C3 C4 C5 C6
16
Jumlah 3 13 0 0 0 0
Persentase (%) 18,75 81,25 0 0 0 0 100

Pada level kognitif berdasarkan kajian pada soal IPA SMP 2014 pada materi fisika
terdapat 18 soal materi sains fisika dengan komposisi 4 soal pada level kognitif C1 dan 15
soal pada level C. Level kognitif C1. Prosentase soal dengan level C1 sebesar 18,75%
sedangkan pada level C2 sebesar 81,25%. Menurut Ratnaningsih (2012, hlm.21) Level
kognitif soal pada C1 berarti menilai pada kemampuan seseorang untuk mengingat-ngingat
kembali atau mengenali kembali tentang nama, ide, istilah, rumus-rumus dan sebagainya,
tanpa mengharapkan kemampuan untuk menggunakannya. Pengetahuan atau ingatan
disebut sebagai proses berpikir yang paling rendah. Sedangkan, level kognitif soal pada C2
berarti menilai kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah
sesuatu itu diketahui atau diingat. Pada soal ujian nasional IPA SMP 2014 tidak ditemukan
adanya soal dengan level kognitif C3 -C6 dan semua soal bertipe pilihan ganda sederhana.
Peserta didik hanya memilih dari 4 jawaban yang telah disediakan. Hal tersebut
menyebabkan peserta didik hanya ditunut untk mengingat dan memahami materi sains
yang diajarkan oleh guru didalam kelas dan tidak dituntut untuk mengaplikasikanya,
menganalisis serta mengevaluasi materi sains.
Konteks aplikasi sains ada soal IPA SMP 2014 yakni pada level mengintepretasikan
data dan beberapa soal dikaitkan dengan fenomena dan gejala alam yang terjadi. Sebagian
besar hanya memberikan soal untuk menilai pemahaman siswa mengenai beberapa materi
sains yakni massa benda, sifat partikel zat, alat ukur, hukum pasca, kalor jenis, pesawat
sederhana, gerak benda, gaya dan energi, gelombang dan bunyi, tekanan hidrostatis, usaha
dan energi, lensa dan listrik. Peserta didik hanya ditunut untuk memahami konsep pada
materi tersebut serta tidak dituntut untuk menganalisis fenomena dan gejala alam yang
terjadi dalam konteks sain. Oleh karena itu dapat diketahui bahwa soal ujian nasional 2016
materi sains fisika merupakan soal sains yang kurang aplikatif atau tidak banyak
berhubungan kehidupan manusia sehari-hari.
4.2 Literasi Sains Pada Soal PISA 2015
Aspek domain literasi sains pada soal PISA 2015 dinilai dari konten sains dan
konteks aplikasi sa8ins. Konten sains pada soal PISA dinilai dari aspek level kognitif dan
konten materi. Hasil kajian level kognitif pada soal PISA 2015 dsebagai berikut:

8
Tabel 3.2 Sebaran level kognitif pada soal PISA 2015

Kemampuan yang Level kognitif Jumlah


diuji C1 C2 C3 C4 C5 C6
19
Jumlah 0 9 0 9 1 0
Persentase (%) 0 47,36 0 47,36 5,26 0

Berdasarkan kajian level kognitif soal PISA 2015 47,36% pada level C2, 47,36%
pada level C4 dan 5,26% pada level C5. Sebaran level kognitif pada soal PISA 2015
terdiri dari tiga level yakni C2,C4 dan C5.
Menurut Ratnaningsih (2012, hlm.21) level kognitif soal pada C2 berarti menilai
kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu
diketahui atau diingat. Sedangkan, level kognitif soal pada C4 berarti menilai kemampuan
seseorang untuk menguraikan suatu bahan menjadi bagian-bagian yang lebih kecil dan
mampu memahami hubungan diantara faktor-faktot yang satu dengan faktor-faktor yang
lainnya. Level kognitif soal pada C5 berarti menilai kemampuan seseorang untuk berfikir
yang merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur yang
logis, sehingga berbentuk pola yang baru. Hal tersebut menunjukkan bahwa soal pada
PISA lebih menuntut peserta didik untuk memiliki kemampuan berpikir dengan tingkat
yang lebih tinggi.
Konteks aplikasi sains ada soal PISA 2015 terdiri dari menginterpretasikan data dan
fakta-fakta secara ilmiah dalam konten fisika dan prosedural pemecahan masalah dalam
fenomena dan gejala alam yang terjadi. Soal yang disajikan berupa soal pemecahan gejala
alam dan fenomena yang aplikatif dan terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Materi sains -
fisika pada soal PISA 2015 terdiri atas sistem fisika (interaksi antara energi dan materi
serta perubahannya), Hubungan antara energy dan penerapan nya dalam kehidupannya,
cahaya dan alat optik, Bumi dan Antariksa (Perubahan dalam struktur Bumi). Berdasarkan
kajian tersebut dapat diketahui bahwa soal pada PISA 2015 sangat aplikatif dan berkaitan
dengan fenomena dan gejala alam yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Tipe soal disajikan dengan berbagai macam tipe yakni pilihan ganda sederhana,
pilihan ganda kompleks dan essay. Oleh karena itu, peserta didik tidak hanya dituntut
untuk memilih jawaban yang benar dari jawaban yang telah disediakan akan tetapi juga
dituntut untuk mengkonstruksi sendiri jawaban dari pemahaman yang telah didapatkan
sebelumnya.
3.3 Perbedaan Literasi Sains Pada Soal Ujian Nasional IPA SMP 2014 dan PISA
2015
Kajian perbedaan tingkat literasi sains pada soal PISA 2015 dan ujian nasional IPA
SMP 2014 dilakukan dengan dua domain indikator yakni konten sains dan konteks aplikasi
sains. Pada aspek kajian konten sains yang meliputi level kognitif 2015 dan UN IPA SMP
2014 dapat diketahui perbedaannya sebagai beikut:

9
PERBEDAAN LEVEL KOGNITIF PADA SOAL UN
IPA SMP 2014 DAN PISA 2015
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
C1 C2 C3 C4 C5 C6

ujian nasional IPA SMP 2016 PISA 2015


Grafik 3.1 Perbedaan level kognitif pada soal UN IPA SMP 2014 dan PISA 2015

Berdasarkan grafik tersebut dapat diketahui bahwa level kognitif pada PISA lebih
bervairatif dibandingkan dengan ujian nasional IPA SMP 2014. Pada PISA 2015 level
kognitif sudah mencapai C2, C4 dan C5 sedangkan pada soal ujian nasional IPA SMP
2014 level kognitif masih pada C1 dan C2. Menurut Ramadhan (2013, hlm. 21) level pada
soal ujian nasional menunjukkan kualitas pendidikan yang terjadi di Indonesia.
Berdasarkan hasil kajian level kognitif tersebut dapat diketahui bahwa kualitas pendidikan
di Indonesia masih pada level C1 dan C2. Hal tersebut akan mempengaruhi pola pikir
peserta didik di Indonesia yang akan menjadi cenderung hanya menghafal dan memahami
materi saja tanpa mengetahui kegunaan dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Korteks aplikasi sains pada soal ujian nasional IPA SMP 2014 dan PISA 2015 sangat
berbeda. Pada soal ujian nasional IPA SMP 2014 lebih menekankan pada konteks materi
sains yang berhubungan dengan teori (konten-fisika), sehingga kemampuan yang akan
didapat siswa hanya memahami dan menginterpretasikan data yang dikemukakan pada
soal. Sedangkan, pada soal PISA 2015 menyajikan masalah dan gejala fenomena alam
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga kemampuan yang akan dimiliki
peserta didik tidak hanya memahami dan menginterpretasikan data yang disajikan dalam
soal akan tetapi juga mengakaitkannya dengan fenomena alam disekitar mereka serta juga
memiliki kemampuan pendekatan prosedural sains untuk menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan gejala alam namun dengan level kognitif yang tinggi. Soal PISA
merupakan soal dengan tipe problem solving atau penyelesaian masalah yang
meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik dibandingkan dengan soal UN.
Berdasarkan kajian pada kedua soal tersebut dapat diketahui bahwa soal pada PISA 2015
lebih bersifat aplikatif sains dibandingkan dengan soal ujian nasional IPA SMP 2014.
Terdapat perbedaan tipe soal pada PISA 2015 dan ujian nasional IPA SMP 2014.
Pada soal ujian nasional IPA SMP 2014 hanya terdiri dari soal pilihan ganda sederhana.
Peserta didik hanya memiih jawaban dari empat jawaban yang telah disediakan.
Sedangkan, pada soal PISA 2015 memiliki beberapa tipe soal yakni soal pilihan ganda
sederhana, soal pilihan ganda komples dan soal essay. Banyaknya variasi tipe soal tersebut

10
akan membuat siswa dapat mengkonstruk jawaban mereka dari pemahaman yang sudah
didapatkan.

3.4 Hubungan Pencapaian Indonesia Pada PISA dengan Hasil Perbedaan Literasi
Sains Pada Ujian Nasional IPA SMP 2014 Dan PISA 2015.
Ujian nasional sebagai alat ukur pembalajaran terstandar dan menyeluruh di seluruh
Indonesia menunjukkan besar kecilnya kualitas pendidikan yang dilaksanakan. Kualitas
ujian nasional menunjukan kualitas kemampuan berpikir peserta didik khususnya dalam
hal literasi sains. Seringkali, ujian nasional dijadikan patokan dan acuan pembelajaran
yang dilakukan dibeberapa sekolah sehingga kualitas dan mutu soal ujian nasional
mempunyai peranan yang sangat penting. Hasil PISA 2015 menunjukan bahwa literasi
sains di Indonesia tergolong rendah dibandingkan dengan 76 negara peserta yang lain. Hal
ini dapat dihubungkan dengan kualitas soal ujian nasional 2014 yang digunakan dan
membandingkannya dengan kualitas soal PISA 2015. Soal ujian nasional yang dapat
dijadikan pedoman pendidikan yang sudah dilaksanakan dan berhubungan dengan
pencapaian hasil PISA 2015 adalah soal ujian nasional IPA SMP 2014. Hal tersebut
dikarenakan dikarenakan pengujian PISA dilakukan pada anak usia 15 tahun atau setara
dengan kelas 9 atau kelas 10 SMA. Pada jenjang tersebut peserta didik sudah mendapatkan
ujian nasional tingkat SMP. Secara tidak langsung kualitas ujian nasional 2014 yang
menunjukkan kualitas pembelajaran yang telah dilakukan akan mempengaruhi pencapaian
Indonesia pada PISA 2015. Oleh karena itu, kualitas soal ujian nasional yang baik akan
membantu anak untuk menyelesaikan soal-soal pada penilaian PISA. Secara garis besar
kualitas kurikulum pendidikan tercermin dalam soal ujian nasional akan sangat
mempengaruhi hasil Indonesia pada pencapaian PISA.
Berdasarkan analisis kajian deskriptif perbedaan soal PISA 2015 dan soal ujian
nasional IPA SMP 2014, menunjukkan bahwa soal ujian nasional memiliki level kognitif
yang lebih rendah dibandingkan dengan soal pada PISA 2015. Selain itu, pada soal PISA
penekanan kemampuan berpikir lebih kepada kemampuan penyelesaian masalah atau
problem solving sedangkan pada ujian nasional hanya menekankan ada konten materi teori
yang telah diajarkan di kelas. Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas pembelajaran
peserta didik di indonesia hanya sebatas level kognitif C2 dan kurang adanya penekanan
pada penyelesaian mater yang dihubungkan dengan fenomena dan gejala alam disekitar.
Korteks aplikasi sains pada soal ujian nasional IPA SMP 2014 dan PISA 2015 sangat
berbeda. Pada soal ujian nasional IPA SMP 2014 lebih menekankan pada konteks materi
sains yang berhubungan dengan teori (konten-fisika), sehingga kemampuan yang akan
didapat siswa hanya memahami dan menginterpretasikan data yang dikemukakan pada
soal. Sedangkan, pada soal PISA 2015 menyajikan masalah dan gejala fenomena alam
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, sehingga kemampuan yang akan dimiliki
peserta didik tidak hanya memahami dan menginterpretasikan data yang disajikan dalam
soal akan tetapi juga mengakaitkannya dengan fenomena alam disekitar mereka serta juga
memiliki kemampuan pendekatan prosedural sains untuk menjawab pertanyaan yang
berkaitan dengan gejala alam namun dengan level kognitif yang tinggi. Soal PISA
merupakan soal dengan tipe problem solving atau penyelesaian masalah yang
meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik dibandingkan dengan soal UN.
Berdasarkan kajian pada kedua soal tersebut dapat diketahui bahwa soal pada PISA 2015
lebih bersifat aplikatif sains dibandingkan dengan soal ujian nasional IPA SMP 2014.
11
Terdapat perbedaan tipe soal pada PISA 2015 dan ujian nasional IPA SMP 2014.
Pada soal ujian nasional IPA SMP 2014 hanya terdiri dari soal pilihan ganda sederhana.
Peserta didik hanya memiih jawaban dari empat jawaban yang telah disediakan.
Sedangkan, pada soal PISA 2015 memiliki beberapa tipe soal yakni pilihan ganda
sederhana, pilihan ganda komples dan essay. Banyaknya variasi tipe soal tersebut akan
membuat siswa dapat mengkonstruk jawaban mereka dari pemahaman yang sudah
didapatkan.
Perbedaan kualitas soal tersebut berhubungan dengan pencapaian Indonesia pada
PISA 2015. Pencapaian literasi sains di Indonesia termasuk dalam kelompok 10 terendah
dibandingkan dengan 76 negara peserta. Hal tersebut dikarenakan level kognitif dan
kemampuan berpikir sains yang tidak dikembangkan pada pembelajaran yang tercermin
pada konteks ujian nasional pada tahun 2014.
Penerapan kurikulum 2013 yang tercermin pada soal ujian nasional 2014
mempengaruhi hasil perolehan skor sains pada PISA 2015 yakni pencapaian Indonesia
mengalami kenaikan secara tidak signifikan. Skor sains PISA 2015 niak ditiap percentile
rank yang menunjukkan bahwa kenaikan skor PISA 2015 terdistribusi merata baik pada
siswa berkemampuan tinggi, sedang maupun rendah. Perbandingan kenaikan skor median
domain sains Indonesia lebih baik dibandingkan dengan Vietnam, Thailand dan Brazil.
Kemampuan literasi sains pada pencapaian PISA 2015 mengalami kenaikan yang
signifikan yakni mengalami peningkatan sebesar 6 poin dibandingkan dengan tahun 2012.
Hal tersebut dipengaruhi oleh adanya penerapan kurikulum 2013 yang memberikan peserta
didik kesempatan untuk mengolah kemampuan berpikir sains.
Tabel 3.3 Perbandingan skor median dan rata-rata sains antar negara
(Kemendikbud , 2016)

Hasil survei OECD menunjukkan bahwa 13 % peserta didik berprestasi rendah dan
31% peserta didik berkeinerja cukup baik berharap dapat membangun karir yang
berhubungan dengan sains. Anak perempuan di Indonesia tampak lebih berminat mengejar
karir di dunia sains dibandingkan dengan anak laki-laki serta 92 % yang mengharapkan
pekerjaan terkait sains, berangan-angan untuk berkarir didunia kesehatan ( Kemendikbud ,
2016).

12
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa masih diperlukan banyak
perbaikan pembelajaran sains khususnya peningkatan literasi sains, sehingga peningkatan
kualitas soal ujian nasional sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas literasi sains
pada peserta didik di Indonesia. Ujian nasional sebagai alat evaluasi yang standar dan
menyeluruh di Indonesia ujian nasional seharusnya lebih menekankan pada kemampuan
berpikir sains dan kemampuan menyelesaikan masalah. Pada soal ujian nasional kedepan
seharusnya menggunakan level kognitif yang lebih tinggi dari pemahaman teori serta
dikaitkan dengan gejala dan fenemoa alam yang terjadi disekitar, sehingga pembelajara
yang dilakukan dikelas akan lebih bersifat aplikatif.

13
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

4.1 Simpulan
Berdasarkan analisis kajian deskriptif maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1) Pada soal ujian nasionalIPA SMP terdapat 18 soal pada materi sains fisika dengan
komposisi 4 soal pada level kognitif C1 dan 15 soal pada level C. Level kognitif C1.
Prosentase soal dengan level C1 sebesar 21,75% sedangkan pada level C2 sebesar
81,25%. Soal ujian nasional 2016 materi sains fisika merupakan soal sains yang kurang
aplikatif atau tidak banyak berhubungan kehidupan manusia sehari-hari.
2) Pada soal PISA 2015 terdapat 19 soal pada yang mencangkup materi sains-fisika
dengan level kognitif 47,36% pada level C2, 47,36% pada level C4 dan 5,26% pada
level C5. Sebaran level kognitif pada soal PISA 2015 terdiri dari tiga level yakni C2,C4
dan C5. Soal PISA 2015 sangat aplikatif dan berkaitan dengan fenomena dan gejala alam
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
3) Pada PISA 2015 level kognitif sudah mencapai C2, C4 dan C5 sedangkan pada soal
ujian nasional IPA SMP 2014 level kognitif masih pada C1 dan C2. Korteks aplikasi
sains pada soal ujian nasional IPA SMP 2014 dan PISA 2015 sangat berbeda serta
terdapat perbedaan tipe soal pada PISA 2015 dan ujian nasional IPA SMP 2014.
4) Perbedaan kualitas soal tersebut berhubungan dengan pencapaian Indonesia pada PISA
2015. Pencapaian literasi sains di Indonesia termasuk dalam kelompok 10 terendah
dibandingkan dengan 76 negara peserta. Hal tersebut dikarenakan level kognitif dan
kemampuan berpikir sains yang tidak dikembangkan pada pembelajaran yang tercermin
pada konteks ujian nasional pada tahun 2014.

4.2 Rekomendasi
Saran penulis berdasarkan kajian analisis deksriptif yang telah dilakukan adalah pada
soal ujian nasional kedepan seharusnya menggunakan level kognitif yang lebih tinggi dari
pemahaman teori serta dikaitkan dengan gejala dan fenemoa alam yang terjadi disekitar,
sehingga pembelajara yang dilakukan dikelas akan lebih bersifat aplikatif.

14
DAFTAR RUJUKAN
Alberida, Heffi. (2013). Analisis Bentuk Asesmen Pisa Untuk Literasi Sains. Padang:
Universitas Negeri Padang.
Amri, U., Yennita., Maaruf, Z. Pengembangan Instrumen Penilaian Literasi Sains Fisika
Siswa Pada Aspek Konten, Proses, dan Konteks. Pekanbaru : Jurusan Pmipa FKIP.
Universitas Riau.
Kemendikbud. (2016). Peringkat dan capaian indonesia pada PISA 2015 mengalami
peningkatan. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2016/12/peringkat-dan-
capaian-pisa-indonesia-mengalami-peningkatan.
OECD. (2016a). PISA Released Item-Science. (http://www.Oecd. Org/Pisa).
OECD. (2016b). PISA 2015 Result In Focus. (http://www.Oecd. Org/Pisa).
OECD. (2016c). PISA 2015 Framework. (http://www. Oecd. Org/Pisa).
OECD. (2016d). PISA Country Note- Indonesia. (http://www. Oecd. Org/Pisa.).
Ramadhan, Danny dan Wasis. (2013). Analisis Perbandingan Level Kognitif dan
Keterampilan Proses Sains dalam Standar Isi (Si), Soal Ujian Nasional (UN), Soal
(Trends in International Mathematics And Science Study (Timss), dan Soal
Programme For International Student Assessment (PISA). Jurnal Inovasi
Pendidikan Fisika. Vol.02 No.01, 20 -25.
Ratnaningsih, Arrynda. (2012) Analisis Kualitas Soal-Soal Try Out Ujian Nasional Mata
Pelajaran IPA SMP di Kabupaten Banjarnegara. (Skripsi). Semarang: Universitas
Negeri Semarang.
Rizqa, Miftahir. (2008). Evaluasi Program Strategi Menghadapi Ujian Nasional di Mtsn
Model Padang Tahun 2008. UIN Sultan Syarif Kasim Riau. Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan, Vol.17, No.2.
Syawal, Gultom. (2006). Ujian Nasional Sebagai Wahana Evaluasi Pengembangan
Pendidikan Karakter Bangsa. Jurnal Pendidikan: 5-2.
Zuriyani, Elsy. (2014). Literasi Sains dan Pendidikan. https://Sumsel.Kemenag.go
.Id/Files/Sumsel/File/File/Tulisan/Wagj1343099486.Pdf

15

Anda mungkin juga menyukai