Anda di halaman 1dari 3

Fistan slide 28-33

Respirasi Anaerob Respirasi anaerob adalah proses pemecahan glukosa yang tidak membutuhkan
oksigen. Jika dibandingkan respirasi aerob, respirasi anaerob hanya menghasilkan sedikit energi
(ATP). Proses respirasi anaerob dibedakan menjadi dua, yaitu fermentasi alkohol dan fermentasi
asam laktat. Gula adalah bahan yang umum dalam fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi
adalah etanol, asam laktat dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan
dalam fermentasi seperti asam biurat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan
dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.
Mikroorganisme pada fermentasi (fermenter) adalah ragi (Saccharomyces sp.) yang mempunyai
encim fermentasi yang menghasilkan CO2 dan etanol. Aktivitas enzim fermentasi dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti pH substrat, nutrien, temperatur dan oksigen.

Dalam sel hewan, piruvat direduksi oleh NADH2 untuk laktat asam. Ini disebut fermentasi
asam laktat. Jalur ini terjadi dalam matriks sitoplasma.

Piruvat + NADH2 Asam laktat + NAD

Dalam sel tumbuhan, piruvat direduksi oleh NADH2 menjadi etanol dan karbon dioksida. Ini
disebut fermentasi alkohol. Jalur ini terjadi dalam matriks sitoplasma. Penerapan fermentasi alkohol:
Pembuatan anggur, bir, roti dan kue

Piruvat + NADH2 etanol + karbon dioksida + NAD

Anaerob obligat: Mereka hanya dapat bernapas jika tidak ada oksigen. Oksigen adalah racun
bagi organisme ini. Misalnya. bakteri denitrifikasi. Anaerob fakultatif: Mereka dapat bernapas secara
aerobik di dalam kehadiran oksigen. Mereka dapat bernapas secara anaerobik di dalam tidak adanya
oksigen. Misalnya ragi

Faktor-faktor yang mempengaruhi laju respirasi pada tanaman

Suhu lingkungan adalah salah satu faktor terpenting yang memengaruhi laju respirasi tanaman.
Respirasi tanaman umumnya meningkat seiring dengan meningkatnya suhu, karena reaksi kimia
dalam proses respirasi berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi. Laju respirasi juga
dipengaruhi oleh ketersediaan substrat yang digunakan. Semakin banyak substrat yang tersedia maka
semakin banyak energi yang dapat dihasilkan melalui proses respirasi. Jika ketersediaan glukosa atau
bahan substrat lainnya terbatas laju respirasi juga akan ikut terbatas. Jenis substrat glukosa umumnya
digunakan dalam respirasi aerobik, sedangkan asam lemak sering digunakan dalam respirasi
anaerobik. Pada respirasi aerobik konsentrasi oksigen sangatlah penting. Dalam kondisi ketersediaan
oksigen yang cukup membuat sel mampu mengoksidasi substrat dengan benar dan menghasilkan
CO2 dan air sebagai produk akhir. Namun, ketika oksigen terbatas, sel cenderung menghasilkan
senyawa-senyawa lain seperti asam laktat (dalam respirasi anaerobik) yang dapat mengakibatkan
penumpukan toksin dalam sel. Itu berarti jika konsentrasi oksigen rendah misalnya dalam kondisi
anaerobik atau di lingkungan yang sangat terbatas oksigen, laju respirasi akan terbatas bahkan jika
substrat tersedia dalam jumlah yang cukup. Selain itu, ada beberapa faktor lain yang dapat
mempengaruhi laju respirasi pada tanaman yaitu :

a. Umur tanaman, laju respirasi terus meningkat seiring bertambahnya umur tanaman. Laju
respirasi cenderung lebih tinggi pada tanaman yang sedang tumbuh dan berkembang secara
aktif terutama selama fase pertumbuhan vegetatif awal. Pada tanaman muda, dalam proses
respirasinya menggunakan sekitar 1/3 karbon yang dihasilkan dari fotosintesis harian.
b. Aktivitas metabolik. Semakin tinggi tingkat aktivitas metabolik maka semakin banyak substrat
yang dioksidasi melalui respirasi sehingga menghasilkan lebih banyak ATP untuk memenuhi
kebutuhan energi seluler yang lebih tinggi. Dengan demikian, aktivitas metabolik yang lebih
tinggi secara langsung menghasilkan laju respirasi yang lebih tinggi karena tanaman perlu
menghasilkan lebih banyak energi untuk mendukung aktivitas tersebut.
c. Organ tumbuhan. Organ tumbuhan seperti akar, daun, atau bunga juga dapat memiliki
tingkat respirasi yang berbeda. Misalnya, daun sering kali memiliki tingkat respirasi yang
tinggi karena mereka adalah lokasi utama fotosintesis dan aktivitas respirasi.
d. Biji memiliki laju respirasi yang rendah ketika berada dalam keadaan dormansi atau tidak
aktif. Selama periode dormansi banyak proses biologis yang terjadi dalam biji termasuk laju
respirasi yang melambat sebagi adaptasi alami untuk memungkinkan biji tetap hidup dan
mempertahankan integritasnya selama jangka waktu yang lama sebelum kondisi tumbuh
yang sesuai tersedia. Pengeringan biji juga dapat memperlambat laju respirasi. Saat biji
dikeringkan maka kadar air dalam biji berkurang dan aktivitas biokimia dalam biji menjadi
terbatas karena kekurangan air. Akibatnya, laju respirasi biji menurun karena banyak reaksi
biokimia memerlukan air sebagai pelarut atau reagen.
e. Pada saat pematangan buah terjadi perkembangan dan diferensiasi sel-sel muda dalam buah
sehingga menghasilkan laju respirasi yang tinggi.
f. Buah klimakterik memiliki karakteristik kenaikan tajam dalam laju respirasi tepat sebelum
mencapai kematangan penuh. Proses kenaikan tajam laju respirasi ini biasanya bersamaan
dengan peningkatan produksi hormon etilena yang besar. Namun setelah mencapai puncak
kematangan laju respirasi pada buah klimakterik cenderung menurun. Contoh buah
klimaterik yaitu apel dan tomat.
g. Buah non-klimaterik justru cenderung tidak mengalami peningkatan tajam pada laju respirasi
sebelum mencapai kematang buah karena tidak sensitif terhadap etilena. Contoh buah non-
klimaterik yaitu jeruk, ceri, nanas, anggur, strowberi

Perbandingan Antara Respirasi Aerobik dan Anaerobik

Respirasi aerobik memiliki beberapa ciri khas. Pertama, proses ini menghasilkan jumlah ATP yang
lebih tinggi dibandingkan dengan respirasi anaerobik. Meskipun demikian, produk akhir dari respirasi
aerobik memiliki energi yang lebih rendah. Proses ini melibatkan beberapa tahap, yaitu glikolisis,
siklus Krebs, dan fosforilasi oksidatif. Semua tahapan ini terjadi di dalam matriks sitoplasma sel.

Di sisi lain, respirasi anaerobik memiliki karakteristik yang berbeda. Hasil ATP yang dihasilkan
dalam respirasi anaerobik lebih rendah daripada respirasi aerobik, tetapi produk akhirnya memiliki
energi yang lebih tinggi. Proses ini hanya melibatkan glikolisis sebagai tahap utamanya. Yang menarik,
respirasi anaerobik terjadi di dua tempat, yaitu di matriks sitoplasma sel dan dalam mitokondria.

Efisiensi Respirasi Aerobik

Pertama, ketika ikatan antara ADP (adenosin difosfat) dan P (fosfat) dalam molekul ATP
(adenosin trifosfat) terputus, energi sebesar -7,6 kcal/mol dilepaskan. Kedua, jika kita melakukan
pengukuran dalam sebuah kalorimeter, kita akan menemukan bahwa pembakaran 1 mol glukosa
menghasilkan sekitar -686 kcal/mol energi secara teoritis. Ketiga, dalam konteks sel yang memiliki
akses oksigen, 1 mol glukosa yang dibakar akan menghasilkan 36 molekul ATP. Dengan mengalikan
jumlah ATP ini dengan energi yang dilepaskan setiap molekulnya (-7,6 kcal/mol), kita mendapatkan
hasil sekitar -274 kcal/mol dari glukosa. Dalam perbandingan dengan energi teoritis, yaitu -686
kcal/mol, efisiensi respirasi aerobik dapat dihitung sekitar 40%.

Dengan kata lain, efisiensi respirasi aerobik menggambarkan sejauh mana sel memanfaatkan
energi yang tersedia dalam glukosa melalui serangkaian reaksi biokimia. Selama proses ini, sebagian
energi diubah menjadi bentuk ATP yang dapat digunakan oleh sel untuk berbagai aktivitas biologis.
Namun, sebagian energi juga hilang dalam bentuk panas, sehingga efisiensi totalnya sekitar 40%.

Efisiensi Respirasi Anaerobik

Pertama, ketika ikatan antara ADP (adenosin difosfat) dan P (fosfat) dalam molekul ATP
(adenosin trifosfat) terputus, energi sebesar -7,6 kcal/mol dilepaskan. Kedua, jika kita mengukur
energi yang dihasilkan dari pembakaran 1 mol glukosa dalam sebuah kalorimeter, hasilnya adalah
sekitar -686 kcal/mol secara teoritis. Namun, yang ketiga, dalam konteks sel yang tidak memiliki
akses oksigen, 1 mol glukosa yang dibakar hanya menghasilkan 2 molekul ATP. Dengan mengalikan
jumlah ATP ini dengan energi yang dilepaskan setiap molekulnya (-7,6 kcal/mol), kita mendapatkan
hasil sekitar -15,2 kcal/mol dari glukosa. Dalam perbandingan dengan energi teoritis, yaitu -686
kcal/mol, efisiensi respirasi anaerobik hanya sekitar 2,2%.

Dalam konteks ini, efisiensi respirasi anaerobik menggambarkan seberapa efisien sel dapat
menggunakan energi yang tersedia dalam glukosa ketika oksigen tidak tersedia. Meskipun proses ini
menghasilkan beberapa ATP, sebagian besar energi glukosa hilang dalam bentuk panas, sehingga
efisiensinya sangat rendah, yaitu hanya sekitar 2,2%

Anda mungkin juga menyukai