Anda di halaman 1dari 7

Term Of Reference

Tuturan Timur Tenun dan Budaya yang hilang

Diselenggarakan oleh:

Didukung oleh:
Term Of Reference
“Tuturan Timur: Tenun dan Budaya yang Hilang”

I. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman budaya, suku, dan bahasa.
Tetapi, di masa globalisasi ini dengan perkembangan teknologi yang semakin maju,
warisan budaya perlahan mulai berubah menjadi ketidakpahaman dan perlahan
mulai menghilang. Oleh karena itu, melestarikan budaya tentunya penting untuk
menjaga jati diri Indonesia. Terlebih lagi, Indonesia memang sudah diakui secara
internasional dengan budayanya yang unik. Oleh karena itu, anak muda sebagai
penerus bangsa dirasa sudah sepatutnya menjaga dan melestarikan kebudayaan
Indonesia.

Tenun tradisional merupakan produk kebudayaan nusantara yang penuh dengan


nilai-nilai kearifan lokal. Masing-masing daerah di Indonesia memproduksi tenun
dengan berbeda, baik dari warna, motif, seta bahan yang digunakan. Setiap daerah
memiliki kain tenun yang khas dan menandai asal kain tersebut.

Pemerhati kain Indonesia, Notty J. Mahdi mengatakan bahwa Indonesia saat ini
mengalami krisis pengrajin kain tradisional. Beliau juga mengatakan bahwa tidak ada
lagi regenerasi pengrajin kain tradisional. Seiring perkembangan zaman, minat
belajar pembuatan kain secara tradisional semakin terkikis. Di beberapa daerah,
jumlah pengrajin kain tradisional terus menurun dan lenyap. Jika hal ini terus
berlanjut, dikuatirkan budaya tenun tradisional akan menghilang (cultural lost).

Selain tidak adanya regenerasi penenun, perubahan kebudayaan dan pengaruh


kehidupan sosial modern yang terjadi di masyarakat juga menjadi faktor penting
hilangnya budaya tersebut. Berdasarkan hal tersebut, Perkumpulan Terasmitra (TM),
Perkumpulan LAWE Indonesia bekerjasama dengan Pannafoto Institute didukung
oleh Global Environment Facility-Small Grant Programme mencoba melibatkan
generasi muda dalam sebuah gerakan Weaving for Life. Gerakan untuk
menghadirkan, menyelamatkan, atau mengelola budaya tradisional dengan budaya
modern tanpa menghilangkan nilai-nilai budaya itu sendiri. Kali ini gerakan pelibatan
tersebut menggunakan media film dan foto.
Anak-anak muda di wilayah Nusa Tenggara Timur terlibat dalam pelatihan foto yang
difasilitasi oleh Pannafoto untuk menangkap budaya tenun tradisional di wilayah
mereka. Foto-foto hasil tangkapan mereka yang dirangkai menjadi sebuah cerita dan
tuturan dari sudut pandang anak muda terhadap tenun tradisional.

Selain itu, pameran foto ini akan memamerkan karya dari fotografer Edy Susanto dan
Rosa Panggabean tentang perempuan, tenun, dan budaya yang hilang. Selain
pameran foto, acara pameran ini juga akan memutar film "Empu" dan Sejengkal. Film
Empu akan menceritakan mengenai budaya perempuan dalam kehidupan sosial di
Indonesia dan bagaimana perempuan di remote area menghadapinya. Sedangkan
film "Sejengkal" akan bercerita mengenai stigma sosial yang berangkat dari budaya
turun temurun. Selain itu, terdapat satu film dokumenter mengenai kehidupan
penenun di wilayah Biboki, Timor Tengah Utara, NTT.

Berdasarkan latar belakang tersebut, TM mengundang narasumber yang akan hadir


di hari pertama pembukaan rangkaian acara pameran “Tuturan Timur: Tenun dan
Budaya yang Hilang” untuk berbicara tentang budaya yang hilang dari perspektif
masing-masing narasumber.

II. Penyelenggara Kegiatan


Kegiatan pameran bertajuk “Tuturan Timur: Tenun dan Budaya yang Hilang” ini
diadakan oleh TM, GEF SGP Indonesia, Perkumpulan LAWE, Pannafoto Institute, dan
Literasi Visual. Perkumpulan Terasmitra (TM) merupakan sekelompok orang yang
disatukan oleh dedikasi membangun keselamatan warga dan kelestarian lingkungan
untuk mewujudkan potensi masyarakat sepenuhnya, serta meningkatkan kualitas
kehidupan melalui berbagi pengetahuan. Dengan visi membangun keselamatan
warga dan daya pulih lingkungan, melalui kewirausahaan sosial dan pengelolaan
pengetahuan dari jaringan strategis, TM memiliki sebuah program unggulan, yakni
Weaving for Life (WFL).

WFL merupakan program yang berfokus pada pelestarian tenun tradisional


Indonesia. Tenun berkaitan erat dengan budaya, kepercayaan, lingkungan, dan
pengetahuan. Hal ini terlihat dari berbagai corak ragam hias (motif) dalam kain tenun.
Ragam hias tersebut menunjukan ciri wilayah setempat dan biasanya syarat makna.
Karena itu menjaga dan melestarikan tenun merupakan bagian dari menjaga budaya
dan pengetahuan masyarakat lokal.
III. Tujuan Kegiatan
Kegiatan pameran bertajuk “Tuturan Timur: Tenun dan Budaya yang Hilang” ini
diadakan untuk:
a). Menceritakan dan menggambarkan mengenai budaya yang hampir hilang yaitu
budaya tenun tradisional.
b). Memamerkan hasil karya generasi muda dalam menangkap tantangan ‘cultural
lost’ dalam hal ini Tenun.
c). Melibatkan dan mengajak semakin banyak masyarakat dalam gerakan tenun
untuk kehidupan (Weaving for Life).

IV. Waktu dan Tempat


Hari : Rabu - Jumat
Tanggal : 11 - 13 Oktober 2023
Jam : 10.00 - 20.00 WIB
Tempat : GoetheHaus
Jl. Dr. GSSJ Ratulangi No.9, RT.2/RW.3, Gondangdia, Menteng,
Central Jakarta City, Jakarta 10350

V. Kegiatan
Berikut adalah beberapa kegiatan yang akan dihadirkan dalam acara pameran
bertajuk “Tuturan Timur: Tenun dan Budaya yang Hilang”.
1. Pameran Foto
2. Diskusi tentang Budaya Yang Hilang/Lost Culture
3. Workshop fotografi
4. Acara Pemutaran film: Bife Atenus dan Sejengkal serta diskusi "Stigma Sosial"

Agenda Hari Pertama


Acara Hari Kedua
Acara Hari Ketiga

Anda mungkin juga menyukai