Kti Gerontik Kelompok 3
Kti Gerontik Kelompok 3
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
hidayatnya penulis dan penyusun yang berjudul “ Karya Tulis Ilmiah Pengaruh Perasan
Labu Siam terhadap Perubaha Tekanan Darah pada Lansia dengan Hipertensi” dapat
terselesaikan.
Tim Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi yang mengubah gaya hidup dan sosial ekonomi masyarakat di
negara maju maupun negara berkembang telah menyebabkan transisi epidemiologi
sehingga munculnya berbagai penyakit tidak menular. Di Indonesia, interaksi
pembangunan dalam bidang sosial, budaya, ekonomi dan geografis triple burden
disease (segitiga beban kerja) dimana ketika masalah penyakit menular belum tuntas
dikendalikan, penyakit tidak menular sudah semakin naik diikuti dengan
bermunculannya penyakit-penyakit baru (Kemkes, 2015).
Perkembangan penyakit tidak menular telah menjadi suatu tantangan pada abad 21. Di
dunia penyakit tidak menular telah menyumbangkan 3 juta kematian pada tahun 2011
dimana 65% kematian diantaranya terjadi pada penduduk dibawah umur 60 tahun.
Penyakit tidak menular yang cukup banyak mempengaruhi angka kesakitan dan angka
kematian dunia adalah penyakit kardiovaskuler (Kemkes, 2015). WHO mengestimasi
di dunia terdapat 972 juta orang atau 26,4% mengidap hipertensi, angka ini
kemungkinan meningkan menjadi 29,2% di tahun 2021 (Pratama, 2016). Pada tahun
2021, kematian akibat penyakit kardiovaskuler mencapai angka 17,8 juta kematian
atau satu dari tiga kematian di dunia setiap tahun disebabkan oleh penyakit jantung.
(WHO, 2021)
Kenaikan prevalensi hipertensi sejalan dengan bertambahnya usia terutama pada usia
lanjut. Prevalensi hipertensi di Indonesia cukup tinggi yaitu 7%-15%. Tahun 2015
penyakit hipertensi menempati urutan ke dua dari sepuluh besar penyakit, dan
sebanyak 61% penderita adalah masyarakat yang berusia 60 tahun ke atas (Kemkes,
2015). Angka-angka prevalensi hipertensi di Indonesia telah banyak dikumpulkan dan
menunjukkan, di daerah pedesaan masih banyak penderita yang belum terjangkau
oleh pelayanan kesehatan. Baik dari segi case-finding maupun penatalaksanaan
pengobatannya jangkauan masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita
hipertensi tidak mempunyai keluhan. Hipertensi merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yakni mencapai 6,7% dari populasi kematian
pada semua umur di Indonesia. (Riskesdas, 2018). Berdasarkan Riskesdas 2018
prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk usia 18 tahun
sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan terendah di Papua
sebesar (22,2%). Hipertensi terjadi pada kelompok umur 31-44 tahun (31,6%), umur
45-54 tahun (45,3%), umur 55-64 tahun (55,2%).
Penyakit jantung koroner, misalnya yang sangat erat berkaitan dengan hipertensi
ternyata perlahan tapi pasti merangkak naik sebagai penyebab kematian utama di
Indonesia. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang diselenggarakan
Departemen Kesehatan tahun 1972, hipertensi masih berada pada urutan ke-11
(Hartono, 2011). SKRT tahun 1986 hipertensi naik menduduki urutan ke-3. Sejak
SKRT tahun 1992, kemudian 1995, lalu 2001, posisinya telah mencapai urutan ke-1.
(Hartono, 2011).
Golongan umur 45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan yang
terarah. Tujuan program penanggulangan penyakit kardiovaskuler adalah mencegah
peningkatan jumlah penderita risiko penyakit kardiovaskuler dalam masyarakat dengan
menghindari faktor penyebab seperti hipertensi, diabetes, hiperlipidemia,obesitas,
kolesterol, merokok, stres dan lain-lain. Untuk menghindari hal tersebut perlu
pengamatan secara dini. Hipertensi sering ditemukan pada usia tua/lanjut kira-kira 65
tahun keatas. Beberapa puluh tahun lalu hipertensi dan berbagai komplikasi beratnya
dikenal sebagai penyakit yang hanya menyerang orang - orang tua (usia 50 tahun ke
atas). Tetapi, dalam beberapa tahun terakhir, banyak dijumpai kasus kematian
mendadak, kelumpuhan, atau stroke yang menyerang orang - orang berusia muda (di
bawah 50 tahun) (Hartono, 2011).
Penyakit hipertensi bisa dikendalikan dengan cara farmakologi dan non farmakologi,
secara farmakologi yaitu dengan obat penurunan tekanan darah. Obat-obatan tersebut
diantaranya jenis -jenis obat golongan diuretik, penghambat adrenergik,ACE-
Inhibitor, ARB, antagonis kalsium, dan lain sebagainya (Junaidi, 2010). Secara non
farmakologi yaitu berolahraga secara teratur, diet seimbang, kurangi asupan garam,
kurangi berat badan, tidak merokok dan dengan menggunakan obat tradisional/ herbal.
Terapi herbal yaitu suatu proses penyembuhan dengan menggunakan ramuan berbagai
tanaman berkhasiat obat. Saat ini terapi seperti ini sedang populer di kalangan
masyarakat karena dinilai sebagai pengobatan yang mempunyai efek samping sedikit,
murah, dan mudah didapat salah satunya yaitu dengan terapi pijat refleksi kaki
(Hayens 2013)
Pijat refleksi kaki adalah suatu teknik pemijatan di kedua kaki pada berbagai titik
refleksi di kaki, membelai lembut secara teratur untuk meningkatkan relaksasi. Teknik
pijat refleksi kaki ini dapat merangsang teknik dasar yang sering dipakai dalam pijat
refleksi diantaranya: mengusap (massase), teknik merambatkan ibu jari, memutar
tangan pada satu titik, serta teknik menekan dan menahan. Rangsangan-rangsangan
berupa pijatan dan tekanan pada kaki dapat memancarkan gelombang-gelombang
relaksasi ke seluruh tubuh (Faridah Umamah, 2019). merambat yang dapat tumbuh
pada tanah dataran tinggi maupun dataran rendah, tanpa banyak memerlukan
perawatan khusus (Kholis, 2011).
Secara fisiologis pemberian terapi pijat refleksi kaki dapat meningkatkan aliran darah.
Kompresi pada otot merangsang aliran darah vena dalam jaringan subkutan dan
mengakibatkan retensi darah menurun dalam pembuluh perifer dan peningkatan
drainase getah bening. Selain itu juga dapat menyebabkan pelebaran arteri yang
meningkatkan suplai darah ke daerah yang sedang dipijat, juga dapat meningkatkan
pasokan darah dan meningkatkan efektivitas kontraksi otot serta membuang sisa
metabolisme dari otot-otot sehingga membantu mengurangi ketegangan pada otot,
merangsang relaksasi dan kenyamanan. (Chanif & Khoiriyah, 2016).
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Meruyung Limo Depok, Jawa
Barat terdapat 15 orang yang menderita tekanan darah tinggi. Penderita biasanya
memakan buah mentimun, alpokat, seledri atau belimbing untuk menurunkan tekanan
darah tingginya. Beberapa penderita hipertensi ada yang meminum obat anti hipertensi
dan menggunakan terapi pijat refleksi untuk mengobati penyakit darah tingginya
dengan cara. pijat refleksi kaki diberikan dalam posisi duduk dan memijat titik
hipertensi yang ada di telapak kaki. Sebelum diberikan terapi pijat refleksi kaki,
terlebih dahulu mengukur tekanan darah responden, setelah itu di bimbing dengan
dzikir kemudian membersihkan dan merendam kaki responden kurang lebih 15 menit,
kemudian dilakukan pemijatan dititik hipertensi. Dengan frekuensi gerakan pijat 15
kali dalam semenit selama kurang lebih 30 menit. setelah diberikan terapi pijat refleksi
kaki 5- 10 menit tekanan darah responden di ukur kembali. Terapi pijat refleksi ini
dilakukan selama 9 kali pertemuan dengan setiap responden diberikan pijat refleksi
kaki 3 kali dalam seminggu selama 3 mingg
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menjelaskan asuhan keperawatan dengan pemberian Pengaruh Terapi pijat
refleksi kaki terhadap perubahan tekanan darah pada penderita hipertensi.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian pada lansia dengan hipertensi
b. Mengidentifikasi masalah keperawatan yang dapat ditemukan pada lansia
dengan hipertensi
c. Membuat intervensi keperawatan sesuai masalah keperawatan yang ditemukan
pada lansia hipertensi
d. Mengaplikasikan pemberian Pengaruh Terapi pijat refleksi kaki pada lansi
dengan hipertensi
e. Mengidentifikasi karakteristik usia dan jenis kelamin responden
f. Mengidentifikasi tekanan darah pada lansia sebelum dan sesudah diberikan
terapi Pengaruh Terapi pijat refleksi kaki
g. Menganalisis pengaruh Pengaruh Terapi pijat refleksi kaki terhadap perubahan
tekanan darah pada penderita hipertensi.
D. Manfaat Penellitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kemajuan
dibidang ilmu keperawatan terutama tentang pengaruh Pengaruh Terapi pijat
refleksi kaki terhadap perubahan tekanan darah pada lansia di Posbindu
Meruyung Limo, Depom Jawa Barat
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi lansia
Memberikan informasi tentang manfaat Pengaruh Terapi pijat refleksi kaki dan
cara cara melakukan pijat kaki untuk membantu menurunkan tekanan darah
tinggi yang dialaminya dan diharapkan berdasarkan hasil penelitian yang
diperoleh pasien dapat tetap menerapkan dengan benar cara pengobatan untuk
menurunkan tekanan darah tinggi dengan perasan labu siam.
b. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan tentang
keperawatan komunitas tentang terapi komplementer dalam mengenali
Pengaruh Terapi pijat refleksi kaki dalam menurunkan tekanan darah.
c. Bagi Peneliti
Peneliti mendapatkan sebuah pengalaman nyata dalam membantu pasien untuk
menurunkan tekanan darah tingginya sehingga dapat mencegah terjadinya
komplikasi. Selain itu peniliti juga mendapatkan pengetahuan tentang
pengaruh Pengaruh Terapi pijat refleksi kaki terhadap penurunan tekanan
darah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. Batasan Lansia
Menurut (WHO,2015) klasifikasi lansia adalah sebagai berikut :
1) Usia pertengahan (middle age), yaitu kelompok usia 45-54 tahun.
2) Lansia (elderly), yaitu kelompok usia 55-65 tahun.
3) Lansia muda (young old), yaitu kelompok usia 66-74 tahun.
4) Lansia tua (old), yaitu kelompok usia 75-90 tahun
5) Lansia sangat tua (very old), yaitu kelompok usia > 90 tahun.
2) Teori Psikologis
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara ilmiah seiring dengan
penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat dihubungkan
pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang efektif
termasuk pemenuhan kebutuhan dasar dan tugas perkembangan. Teori
yang merupakan psikososial adalah sebagi berikut :
a) Teori Integritas Ego
Merupakan teori perkembangan yang mengidentifikasi tugas- tugas
yang harus di capai dalam tahap perkembangannya. Tugas
perkembangan terkahir merefleksikan kehidupan seseorang dan
pencapaianya.
b) Teori Integritas Personal
Merupakan suatu bentuk kepribadian seseorang pada masa kanak-
kanak dan tetap bertahan secara stabil.perubahan yang radikal pada
usia tua bisa menjadi mengindikasi penyakit otak (Padila 2013).
3) Teori Sosial
Menurut teori interaksi sosial pada lansia terjadi penurunan kekuasaan,
kehilangan peran, hambatan kontak sosial dan berkurangnya komitmen
sehingga interaksi sosial mereka juga berkurang, yang tersisa hanyalah
harga diri dan kemampuan mereka mengikuti perintah (Padila 2013).
2. Konsep Hipertensi
a. Definisi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu kondisi dimana tekanan
darah diarteri meningkat. Dengan setiap detak jantung, jantung memompa
darah melalui arteri keseluruh tubuh. tekanan darah adalah kekuatan darah
yang mendorong dinding pembuluh darah. Jika tekanan terlalu tinggi, jantung
harus bekerja lebih keras untuk memompa, dan ini bisa menyebabkan
kerusakan organ dan beberapa penyakit lain seperti serangan jantung, stroke,
gagal jantung,atau gagal ginjal (Bustan, 2015).
b. Klasifikasi
Klasifikasi tekanan darah menurut WHO-ISH (World Health Organization-
International Society of Hypertension), dan ESH-ESC (European Society of
Hypertension-European Society of Cardiology, 2014).
d. Patofisiologi
Mekanisme dasar peningkatan tekanan sistolik sejalan dengan peningkatan
usia, terjadinya penurunan elastisitas pembuluh darah, dan kemampuan
meregang pada arteri besar. Secara hemodinamik hipertensi sistolik ditandai
dengan penurunan kelenturan pembuluh darah arteri besar, resistensi perifer
yang tinggi, pengisian diastolik yang abnormal, dan bertambahnya masa
ventrikel kiri. Penurunan volume darah dan output jantung disertai kekakuan
arteri besar menyebabkan penurunan tekanan diastolik. Lanjut usia dengan
hipertensi sistolik dan diastolik memiliki output jantung, volume intravaskuler,
aliran darah ke ginjal dan aktivitas plasma renin yang lebih rendah, serta
terjadi resistensi perifer. Perubahan aktivitas sistem syaraf simpatik dengan
bertambahnya norepinephrin menyebabkan penurunan tingkat kepekaan sistem
reseptor beta adrenergik sehingga terjadi penurunan fungsi relaksasi otot
pembuluh darah (Temu Ilmiah Geriatri, 2008). Lanjut usia mengalami
kerusakan struktural dan fungsional pada arteri besar yang membawa darah
dari jantung yang menyebabkan semakin parahnya pengerasan pembuluh
darah dan tingginya tekanan darah.Dimulai dengan atheroscerosis, gangguan
struktur anatomi pembuluh darah peripher yang berlanjut dengan kekakuan
pembuluh darah .kekakuan pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan
kemungkinan pembesaran plaque yang menghambat gangguan peredaran
darah peripher.kekakuan dan kelambanan aliran darah menyebabkan beban
jantung bertambah berat yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan
upaya pemompaan jantung yang akhirnya memberikan gambaran peningkatan
tekanan darah dalam sistem sirkulasi (Bustan, 2015).
e. Etiologi
Berdasarkan etiologinya, hipertensi dibagi menjadi primer dan sekunder hanya
sekitar 5-8% dari seluruh penderita hipertensi.
Menurut Sutanto (2009), penyebab hipertensi pada orang dengan lanjut usia
adalah terjadinya perubahan – perubahan pada :
a. Elastisitas dinding aorta menurun
b. Katub jantung menebal dan menjadi kaku
c. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, kemampuan jantung memompa darah
menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
d. Kehilangan elastisitas pembuluh darah.
Hal ini terjadi karenakurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi
e. Meningkatnya resistensi pembuluh darah perifer.
f. Gejala Hipertensi
Peningkatan tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala pada
hipertensi esensial dan tergantung dari tinggi rendahnya tekanan darah.Gejala
yang timbul berbeda -beda. kadang hipertensi esensial berjalan tanpa gejala
dan baru timbul keluhan setelah terjadi komplikasi yang spesifik pada organ
tertentu seperti ginjal, mata,otak dan jantung.
Penderita hipertensi mungkin tidak menunjukkan gejala selama bertahun-
tahun. Masa laten ini menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi
kerusakan organ yang bermakna. bila terdapat gejala biasanya hanya bersifat
spesifik, misalnya sakit kepala atau pusing. akan tetapi, pada penderita
hipertensi berat biasanya akan timbul gejala anatara lain: sakit kepala,
kelelahan, mual dan muntah,sesak nafas gellisah,pandangan menjadi
kabur,mata berkunang-kunang,mudah marah,telinga berdengung,sulit
tidur,rasa berat ditengkuk,nyeri didaerah bagian belakang,nyeri didada,otot
lemah, pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki,keringat berlebihan,
kulit tampak pucat atau kemerahan ,denyut jantung menjadi kuat, cepat dan
tidak teratur, impotensi, darah diurin (Wijaya, 2014).
g. Komplikasi
1) Penyakit jantung
Peningkatan tekanan darah secara sistemik meningkatkan resisten terhadap
pemompaan darah dari bentrikel kiri sehingga beban jantung berkurang.
sebagai akibatnya terjadi hipertropi terhadap ventrikel kiri untuk
meningkatkan kontraksi. hipertropi ini ditandai dengan ketebalan dinding
yang bertambah ,fungsi ruang yang memburuk dan dilatasi ruang
jantung.Akan tetapi, kemampuan ventrikel untuk mempertahankan curah
jantung dengan hipertropi kompensasi akhirnya terlampaui dan terjadi dan
dilatasi “(payah jantung). jantung semakin terancam seiring payahnya
aterosklerosis koroner. (Eni eriana, 2013).
2) Stroke
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan dua jenis stroke yaitu stroke
iskemik dan stroke hemoragik. Jenis stroke yang paling sering sekitar 80%
kasus adalah stroke iskemik. Stroke ini terjadi akibat aliran darah diarteri
otak terganggu dengan mekanisme yang mirip dengan gangguan aliran
darah di arteri koroner saat serangan jantung atau angina. Otak menjadi
kekurangan oksigen dan nutrisi. Sedangkan stroke hemoragik sekitar 20%
kasus timbul pada saat pembuluh darah diotak atau di dekat otak pecah,
penyebab utamanya adalah tekanan darah tinggi yang parsisten. Hal ini
menyebabkan darah meresap ke ruang diantara sel-sel otak. Walaupun
stroke hemoragik tidak sesering stroke iskemik, namun komplikasinya
dapat menjadi lebih serius (Eni eriana, 2013).
3) Ginjal
Komplikasi hipertensi timbul karena pembuluh darah dalam ginjal
mengalami atherosclerosis karena tekanan darah terlalu tinggi sehingga
aliran darah keginjal akan menurun dan ginjal tidak dapat melaksanakan
fungsinya. Fungsi ginjal adalah membuang semua bahan sisa dari dalam
darah. Bila ginjal tidak berfungsi, bahan sisa akan menumpuk dalam darah
dan ginjal akan mengecil dan berhenti berfungsi (Marliani dan Tantan,
2013).
4) Mata
Tekanan darah tinggi dapat mempersempit atau menyumbat arteri di mata,
sehingga menyebabkan kerusakan pada retina (area pada mata yang
sensitive terhadap cahaya). Keadaan ini disebut penyakit vascular retina.
Penyakit ini dapat menyebabkan kebutaan dan merupakan indikator awal
penyakit jantung.Oleh karena itu, dokter lain akan melihat bagian belakang
mata anda dengan alat yang disebut oftalmoskop (Marliani dan Tantan,
2013).
h. Pencegahan
Pengobatan hipertensi memang penting tetapi tidak lengkap jika tanpa
dilakukan tindakan pencegahan untuk menurunkan faktor risiko penyakit
hipertentensi. Upaya pencegahan yang dapat dilakukan meliputi:
1) Memeriksakan tekanan darah secara teratur
2) Menjaga berat badan dalam rentang normal
3) Mengatur pola makan antara lain dengan mengonsumsi makanan
4) berserat , rendah lemak dan mengurangi garam
5) Menghentikan kebiasaan merokok dan minum minuman beralkohol
6) Tidur secara tratur
7) Mengurangi stres dengan melakukan rekreasi (wijaya, 2015).
i) Penatalaksanaan
Setiap program terapi memiliki suatu tujuan yaitu untuk mencegah kematian
dan komplikasi, dengan mencapai dan mempertahankan tekanan darah arteri
pada atau kurang dari 140/90 mmHg (130/80 mmHg untuk penderita diabetes
melitus atau penderita penyakit ginjal kronis) kapan pun jika memungkinkan
(Smeltzer, 2013).
b. Medikamentosa meliputi :
Hipertensi ringan sampai sedang, dicoba dulu diatasi dengan pengobatan
non medikamentosa selama 2-4 minggu. Medikamentosa hipertensi stage
1 mulai salah satu obat berikut :
1) Hidroklorotiazid (HCT) 12,5-25 mg/hari dosis tunggal pagi hari
2) Propanolol 2 x 20-40 mg sehari.
3) Methyldopa
4) MgSO4
5) Kaptopril 2-3 x 12,5 mg sehari
6) Nifedipin long acting (short acting tidak dianjurkan) 1 x 20-60 mg
7) Tensigard 3 x 1 tablet
8) Amlodipine 1 x 5-10 mg
9) Diltiazem (3 x 30-60 mg sehari) kerja panjang 90 mg sehari.
Sebaiknya dosis dimulai dengan yang terendah, dengan evaluasi berkala
dinaikkan sampai tercapai respons yang diinginkan. Lebih tua usia
penderita, penggunaan obat harus lebih hati-hati. Hipertensi sedang
sampai berat dapat diobati dengan kombinasi HCT + propanolol, atau
HCT + kaptopril, bila obat tunggal tidak efektif. Pada hipertensi berat
yang tidak sembuh dengan kombinasi di atas, ditambahkan metildopa 2 x
125-250 mg. Penderita hipertensi dengan asma bronchial jangan beri beta
blocker. Bila ada penyulit/ hipertensi emergensi segera rujuk ke rumah
sakit.
3. Tinjauan Umum Tentang Terapi Pijat Refleksi Kaki
a. Deskripsi Terapi Pijat Refleksi Kaki
Pijat refleksi kaki adalah suatu teknik pemijatan di kedua kaki pada
berbagai titik refleksi di kaki, membelai lembut secara teratur untuk
meningkatkan relaksasi. Teknik pijat refleksi kaki ini dapat
merangsang teknik dasar yang sering dipakai dalam pijat refleksi
diantaranya: mengusap (massase), teknik merambatkan ibu jari,
memutar tangan pada satu titik, serta teknik menekan dan menahan.
Rangsangan-rangsangan berupa pijatan dan tekanan pada kaki dapat
memancarkan gelombang-gelombang relaksasi ke seluruh tubuh
(Faridah Umamah, 2019). merambat yang dapat tumbuh pada tanah
dataran tinggi maupun dataran rendah, tanpa banyak memerlukan
perawatan khusus (Kholis, 2011).
Sikap :
1) Berempati dengan keadaan
pasien
2) Tidak tergesa-gesa.
3) Bekerja dengan hati-hati
sehingga tidak menyakitkan
pasien.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penentuan dari masalah keperawatan yang
ditunjukkan oleh klien.
a. Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d Hipertensi (SDKI: D.0017)
3. Intervensi Keperawatan
Tujuan &
Hari/ Diagnosa Intervensi Paraf & Nama
No Kriteria
Tgl Keperawatan Keperawatan Jelas
Hasil
2 Mei 1 Resiko Perfusi Setelah Pemantauan KELOMPOK
2023 Serebral Tidak dilakukan Intrakranial 1A
Efektif b.d tindakan (SIKI: I.06198)
Hipertensi keperawatan
(SDKI: 3x24 jam
D.0017) diharapkan Observasi
perfusi 1. Identifikasi
serebral tidak penyebab
efektif dapat peningkatan
teratasi TIK
dengan 2. Monitor
kriteria hasil: Peningkatan
1. Tekanan Tekanan
Intrakrani Darah
al 3. Monitor
Menurun Pelebaran
2. Sakit Tekanan
Kepala Nadi (Selisih
Menurun TDS dan
3. Gelisah TDD)
Menurun 4. Monitor
4. Kecemasa Penurunan
n Frekuensi
Menurun Jantung
5. Tekanan 5. Monitor
Darah Ireguleritas
Sistolik Irama Nafas
Membaik 6. Monitor
6. Tekanan Penurunan
Darah Tingkat
Diastolik Kesadaran
Membaik
Terapeutik
(SLKI: 1. Pertahankan
L.02014) posisi kepala
dan leher
netral
2. Atur interval
pemantauan
sesuai
kondisi
pasien
3. Dokumentasi
kan hasil
pemantauan
4. Monitor
keberhasilan
terapi
komplemente
r yang telah
diberikan
Edukasi
1. Jelaskan
tujuan dan
prosedur
pemantauan
serta
informasikan
hasil
pemantauan
2. Edukasi
tentang
terapi
komplemente
r )perasan
labu siam)
untuk
menurunkan
tekan darah
3. Libatkan
keluarga
dalam
melakukan
terapi
komplemente
r.
1. Implementasi
Implementasi keperawatan yang dapat dilakukan yaitu dengan
memberikan terapi pijat relaksasi kaki. terapi pijat relaksasi kaki
merupakan suatu metode untuk membantu menurunkan tekanan darah.
Labu siam memiliki banyak manfaat bagi kesehatan tubuh diantaranya
dapat menurunkan tekanan darah tinggi karena mengandung kalium .
Kalium dapat mengurangi sekresi renin yang menyebabkan penurunan
angiostensin II sehingga vasokontriksi pembuluh darah berkurang dan
menurunya aldosteron sehingga reabsorbsi natrium dan air kedalam
darah berkurang. Kalium juga mempunyai efek pompa Na-K yaitu kalium
dipompa dari cairan ekstra selular ke dalam sel, dan natrium dipompa
keluar sehingga kalium dapat menurunkan tenanan darah.
2. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan yang
digunakan sebagai alat atau acuan untuk menilai keberhasilan dari
implementasi keperawatan (ika & sariono, 2010).
C. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan penjelasan tentang konsep- konsep yang
terkandung didalam asumsi teoritis yang akan digunakan untuk
mengistilahkan unsur-unsur yang terkandung didalam fenomena-fenomena
yang akanditeliti,dan bagaimana hubungan diantara konsep-konsep tersebut
(Kelana, 2011).
Usia
Jenis Kelamin
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan penelitian kuantitatif dengan desain
eksperimen semu (Pre and Post test without control), penelitian yang
mengujicoba suatu intervensi pada sekelompok subyek dengan atau tanpa
kelompok perbandingan namun tidak dilakukan randomisasi untuk
memasukkan subyek kedalam kelompok perlakuan atau kontrol (Dharma,
2011).
Skema 3.1
Skema Desain Penelitian
R1 : O1 X1 O2
Keterangan :
R : Responden penelitian semua mendapat perlakuan/intervensi
O1 : Pre test pada kelompok perlakuan’
O2 : Post test setelah perlakuan
X1 : Uji coba / intervensi pada kelompok perlakuan sesuai protokol
(Dharma, 2011)
B. Subjek Kasus
Moleong (2010: 132) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai informan
yang artinya orang pada latar penelitian yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian. Menurut Anton M.
Moeliono (2012) mendeskripsikan subjek penelitian sebagai orang yang
diamati sebagai sasaran penelitian.
Subjek penelitian ini yaitu seseorang yang masuk kedalam kelompok lanjut
usia yaitu berusia lebih dari 60 tahun yang menderita hipertensi. Jumlah subjek
penelitian yaitu sebanyak 15 orang.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian yang terdiri dari waktu persiapan, pelaksanaan dan
penyusunan laporan dan pemberian intervensi dilaksanakan pada bulan
Juni2023.
D. Prosedur Penelitian
Penelitian diawali dengan penyusunan makalah tentang pengaruh pemberian
perasan labu siam terhadap perubahan tekanan darah pada lansia dengan
hipertensi. Setelah mendapat persetujuan dari pembimbing klinik maka
penelitian dilanjutkan dengan pengumpulan data. Data tekanan darah pada
lansia di peroleh dengan pengukuran tekanan darah lansia secara langsung dan
melakukan wawancara terhadap lansia.
F. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud,
atau tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (Notoatmodjo,
2012). Definisi operasional ini juga bermanfaat untuk mengarahkan kepada
pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang bersangkutan
serta pengembangan instrument (alat ukur) (Notoatmodjo, 2010). Definisi
operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Variabel Independen
Terapi Pijat Pijat refleksi kaki Nominal
Refleksi Kaki dilakukan dengan
memijat titik
refleksi pada kaki.
Pijat refleksi kaki
dapat merilekskan
tubuh dan
membuat tubuh
lebih nyaman.
Pijat refleksi kaki
diberikan dalam
posisi duduk dan
memijat titik
hipertensi yang
ada di telapak
kaki. Sebelum
diberikan terapi
pijat refleksi kaki,
terlebih dahulu
mengukur
tekanan darah
responden, setelah
itu di bimbing
dengan dzikir
kemudian
membersihkan
dan merendam
kaki responden
kurang lebih 15
menit, kemudian
dilakukan
pemijatan dititik
hipertensi.
Dengan frekuensi
gerakan pijat 15
kali dalam
semenit selama
kurang lebih 30
menit. setelah
diberikan terapi
pijat refleksi kaki
5- 10 menit
tekanan darah
responden di ukur
kembali. Terapi
pijat refleksi ini
dilakukan selama
9 kali pertemuan
dengan setiap
responden
diberikan pijat
refleksi kaki 3
kali dalam
seminggu selama
3 minggu
Rumus:
f
X = x 100 %
n
Keterangan:
X : Frekuensi mean dan medan dari suatu kelas
F: Frekuensi suatu kelas
n : banyak sampel
(Hidayat, 2013)
2. Analisa Bivariat
Analisis bivariat bertujuan untuk menganalisis hubungan terhadap 2
variabel (variable independen dengan variable dependen) (Notoatmojo,
2012). Analisi bivariate dalam penelitian ini di lakukan untuk mengetahui
pengaruh relaksasi otot progresif terhadap tekanan darah pada lansia
penderita hipertensi dengan melihat pre test dan post test. Menutur Sabri &
Harton (2014). Analisis ini menggunakan uji statistik Paired t-test apabila
data berdistribusi normal dan Wilcoxon test apabila data berdistribusi tidak
normal, tujuan pengujian ini adalah untuk menguji perbedaan mean pada
kelompok sama dari dua hasil pengukuran (pre test and post test).
Rumus:
d
T=
SDd / √ n
Keterangan:
d : Rata-rata deviasi/selisih sampel 1 dan 2
SD_d: Standar deviasi dari deviasi/selisih sampel 1 dan sampel 2
(Hastono & Sabri, 2014).
Nilai T tersebut dimasukan dalam table t dan cari nilai p. jika hasil
perhitungan p < nilai alpha (0,05) maka di putuskan H0 di tolak (sabri &
Hastono, 2014)
BAB IV
HASIL DAN STUDI KASUS
A. Hasil Studi Kasus
1. Gambaran Lokasi Penelitian
a. Posbindu Ciracas dan warga Desa Rawa Kalong Cimanggis Depok
2. Pengkajian
No Nama Usia Jenis Pengkajian
Kelmain
1. Ny N 66 th Perempuan Data Subyektif :
● TD : 169/100 mmHg
RR : 20x/menit
N : 88x/menit
S : 36,3⁰C
tengkuknya
hipertensi
● KU: baik
N: 82 x/menit
RR: 19 x/menit
S: 36,5 oC
Data Obyektif :
● KU: Sedang
● Kes: composmentis
N: 89x/mennit
RR: 20 x/menit
S:36,7˚ C
Data Obyektif :
● Ku: sedang
● Keasadaran : composmentis
N: 83 x/mennit
RR: 20 x/menit
S: 36,7˚ C
Data Obyektif :
● TD 168/86 mmHg
N: 88 x/mennit
RR: 19 x/menit
S: 36,7˚ C
dan tegang
● TD 164/103 mmHg
N:85 x/mennit
RR: 20 x/menit
S: 37˚ C
Data Obyektif :
● TD 165/101 mmHg
N:85 x/mennit
RR: 20 x/menit
S: 36,7˚ C
hipertensi
● TD 163/108 mmHg
N:78 x/mennit
RR: 18 x/menit
S: 36,5˚ C
Data Obyektif :
● TD : 166/99 mmHg
RR : 19x/menit
N : 86 x/menit
S : 36,4⁰C
tengkuknya.
● Klien tampak lemas
hipertensi
● TD : 153/90 mmHg
RR : 20x/menit
N : 88 x/menit
S : 36,4⁰C
Data Obyektif :
● TD : 165/89 mmHg
N : 88x/menit
S :36,5°C
RR: 20 x/menit
Data Obyektif :
● CRT 3detik
● TD : 165/101 mmHg
N : 82x/menit
S :36,5°C
RR: 18x/menit
● CRT 3detik
N : 89 x/menit
S :36,5°C
RR: 20 x/menit
darahnya tinggi
Data Obyektif :
● CRT 3detik
● TD : 158 / 84 mmHg
N : 83x/menit
S :36,5°C
RR: 20 x/menit
● Nadi teraba kuat
Data Obyektif :
● CRT 3detik
● TD : 155/ 82 mmHg
N : 88 x/menit
S :36,6°C
RR: 19 x/menit
3. Diagnosa Keperawatan
Resiko Perfusi Serebral Tidak Efektif b.d Hipertensi (SDKI: D.0017)
4. Intervensi Keperawatan
Terapeutik
1. Pertahankan
posisi kepala
dan leher
netral
2. Atur interval
pemantauan
sesuai kondisi
pasien
3. Dokumentasik
an hasil
pemantauan
4. Monitor
keberhasilan
terapi
komplementer
yang telah di
berikan
Edukasi
1. Jelaskan
tujuan dan
prosedur
pemantauan
serta
informasikan
hasil
pemantauan
2. Ajarakan
terapi
komplementer
(perasan labu
siam) untuk
menurunkan
tekanan darah
3. Libatkan
keluarga
dalam
melakukan
terapi
komplementer
5. Implementasi Keperawatan
HARI PERTAMA
No Nama Tindakan Dan Hasil Paraf &
Nama Jelas
1. Ny.N 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK KELOMPOK
Hasil : 1A
1. Klien mengatakan merasakan pusing.
2. Klien mengatakan memiliki riwayat penyakit
hipertensi sejak 3 tahun terakhir.
3. Klien mengatakan kaku disertai dengan pusing jika
tekanan darahnya naik.
2. Memonitor peningkatan tekanan darah
Hasil :
TD : 169/100 mmHg
RR : 20x/menit
n : 88x/menit
s : 36,3⁰C
3. Memonitor pelebaran tekanan nadi (selisih TDS dan TDD)
Hasil : TDS : 169, TDD: 100 selisih 69
4. Ajarakan terapi komplementer (perasan labu siam) untuk
menurunkan tekanan darah
Hasil : Klien mengerti dan tampak antusias saat mengikuti
penyuluhan tentang perasan labu siam yang di ajarkan oleh
perawat
5. Memonitor peningkatan tekanan darah
Hasil: TD: 169/101mmHg
IMPLEMENTASI
HARI KEDUA
No Nama Tindakan Dan Hasil Paraf &
Nama Jelas
1. Ny.N 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK KELOMPOK
Hasil : 1A
IMPLEMENTASI
HARI KETIGA
No Nama Tindakan Dan Hasil Paraf &
Nama Jelas
1. Ny.N 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK KELOMPOK
Hasil : 1A
● TD : 169/101
2. Ny K S: KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi
labu siam
3. Ny. Sp S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu,
O:
● TD 155/61 mmHg
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
2. Memonitor peningkatan tekanan darah
3. Memonitor pelebaran tekanan nadi
4. Mengajarkan terapi komplementer (perasan labu siam)
untuk menurunkan tekanan darah
4. Tn.D S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 4 tahun yang lalu,
O:
● TD 174/100mmHg,
5. Tn.M S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu,
● TD 165/100 mmHg,
6. Ny. S S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu,
O:
● TD 155/84 mmHg,
7. Ny.Sm S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 4 tahun yang lalu,
O:
● TTV :
o TD 164/92 mmHg
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
2. Memonitor peningkatan tekanan darah
3. Memonitor pelebaran tekanan nadi
4. Mengajarkan terapi komplementer (perasan labu siam)
untuk menurunkan tekanan darah
8. Tn. St S: KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan memiliki riwayat hipertensi
kaku
tablet
O:
tablet
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
2. Memonitor peningkatan tekanan darah
3. Memonitor pelebaran tekanan nadi
4. Mengajarkan terapi komplementer (perasan labu siam)
untuk menurunkan tekanan darah
9. Tn Dr S: KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan mempunyai riwayat tekanan darah
tablet .
O:
● TD : 157/99 mmHg,
kaku
tablet
O:
O:
● Kes : composmentis
● TD : 140/88 mmHg
● Penglihatan buram
tengkuk
O:
tengkuk
O:
O:
darahnya tinggi
O:
2. Ny K S: KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan sering pusing berkurang
3. Ny. Sp S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 4 tahun yang lalu,
O:
P: Intervensi dilanjutkan
1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
2. Memonitor peningkatan tekanan darah
3. Memonitor pelebaran tekanan nadi
4. Mengajarkan terapi komplementer (perasan labu siam)
untuk menurunkan tekanan darah
4. Tn.D S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 4 tahun yang lalu,
O:
P: Intervensi dilanjutkan
1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
2. Memonitor peningkatan tekanan darah
3. Memonitor pelebaran tekanan nadi
4. Mengajarkan terapi komplementer (perasan labu siam)
untuk menurunkan tekanan darah
5. Tn.M S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 4 tahun yang lalu,
O:
6. Ny. S S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu,
O:
P: Intervensi dilanjutkan
1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK
2. Memonitor peningkatan tekanan darah
3. Memonitor pelebaran tekanan nadi
4. Mengajarkan terapi komplementer (perasan labu siam)
untuk menurunkan tekanan darah
7. Ny.Sm S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 4 tahun yang lalu,
P: Intervensi dilanjutkan
8. Tn. St S: KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan kepala terasa pusing, tengkuk terasa
tablet
O:
9. Tn Dr S: KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan mempunyai riwayat tekanan darah
tablet .
O:
tablet
O:
O:
● Kes : composmentis
O:
● Keadaan umum : baik
ada perubahan
O:
O:
A: Masalah teratasi.
P: Intervensi dihentikan.
2. Ny K S: KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan sering pusing berkurang
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
3. Ny. Sp S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu,
● klien merasakan kepalanya sudah tidak pusing lagi
O:
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
4. Tn.D S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 4 tahun yang lalu,
O:
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
5. Tn.M S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu,
O:
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
6. Ny. S S: KELOMPOK
1A
● klien menderita hipertensi sejak 5 tahun yang lalu,
O:
O:
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
8. Tn. St S: KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan kepala terasa pusing, tengkuk terasa
kaku berkurang
tablet
O:
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
9. Tn Dr S: KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan mempunyai riwayat tekanan darah
tablet .
O:
A: Masalah teratasi.
P: Intervensi dihentikan.
tablet
O:
A: Masalah teratasi
P: Intervensi dihentikan
O:
● Kes ; composmentis
● TD : 140/65 mmHg
A : Masalah teratasi
P : Intevensi dihentikan
12. Ny. Stn S : KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan lebih baik dari sebelumnya pusing
A : Masalah teratasi
P : Intevensi dihentikan
13. Tn. Y S: KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan sudah tidak merasakan pusing dan
O:
A : Masalah teratasi
P : Intevensi dihentikan
A : Masalah teratasi
P : Intevensi dihentikan
15. Tn. G S: KELOMPOK
1A
● Klien mengatakan merasa lebih baik setelah minum
O:
A : Masalah teratasi
P : Intevensi dihentikan
Menurut tabel 4.1 dapat dilaporkan bahwa rata-rata sebelum tekanan darah
sistole adalah 159,8 mmHg dengan standar deviasi 16,7. Hasil survey
menunjukan bahwa sistole yang paling rendah adalah 130 mmHg dan yang
paling tinggi adaalah 180 mmHg. Sedangkan rata-rata diastole sebelum
adalah 92,3 mmHg dengan standar deviasi 10,3. Hasil survey menunjukan
bahwa diastole yang paling rendah adalah 80 mmHg dan yang paling tinggi
adalah 110 mmHg.
Tabel 4.4
Rata-rata Responden Berdasarkan Tekanan Darah Sistolik dan
Diastolik Sesudah di Ciracas dan Cimanggis Tahun 2023 ( n=15)
Menurut tabel 4.2 dapat dilaporkan bahwa rata-rata sistole sebelum adalah
147,07 mmHg dengan standar deviasi 13,6 mmHg. Hasil survey
menunjukan bahwa sistole yang paling rendah adalah 130 mmHg dan yang
paling tinggi adaalah 180 mmHg. Sedangkan rata-rata diastole sesudah
adalah 74,6 mmHg dengan standar deviasi 12,8. Hasil survey menunjukan
bahwa diastole yang paling rendah adalah 60 mmHg dan yang paling tinggi
adalah 100 mmHg.
2. Bivariat
Pengaruh pemberian perasan labu siam terhadap perubahan tekanan darah
pada lansia dengan hipertensi di Posbindu Ciracas dan warga Desa Rawa
Kalong Cimanggis Depok
Tabel 4.5
Pengaruh pemberian perasan labu siam terhadap perubahan tekanan
darah sistol pada lansia dengan hipertensi di Posbindu Ciracas dan
warga Desa Rawa Kalong Cimanggis Depok Tahun 2023 (n-15)
Sistol Mean Standar Deviasi P value
sebelum 165 mmHg 12,350 0,000
sesudah 149 mmHg 10,280
Berdasarkan tabel 4.5 terlihat bahwa rata-rata tekanan darah sistol sebelum
diberikan perasan labu siam didapatkan hasil 165 mmHg dengan variasi
12,350 mmHg%. Setelah pemberian perasan labu siam turun menjadi 149
mmHg dengan variasi 10,280 mmHg%. Dari hasil ini berarti pemberian
perasan labu siam menurunkan rata-rata tekanan darah sistol sebesar 16
mmHg. Hasil uji statistic dengan uji T pair didapatkan pvalue=0,000 artinya
ada perbedaan signifikan rata-rata tekanandah sistol sebelum dan sesudah
pemberian perasan labu siam. Dengan kata lain, pemberian intervensi
perasan labu siam berpengaruh signifikan terhadap penurunan tekanan darah
sistol pada lansia dengan hipertensi di Posbindu Ciracas dan warga Desa
Rawa Kalong Cimanggis Depok.
Tabel 4.6
Pengaruh pemberian perasan labu siam terhadap perubahan tekanan
darah diastole pada lansia dengan hipertensi di Posbindu Ciracas dan
warga Desa Rawa Kalong Cimanggis Depok Tahun 2023 (n=15)
Diastole Mean SD P value
Sebelum 98 mmHg 10,528 0,000
Sesudah 84 mmHg 7,997
Berdasarkan tabel 4.6 terlihat bahwa rata-rata tekanan darah diastol sebelum
diberikan perasan labu siam didapatkan hasil 98 mmHg dengan variasi
10,528 mmHg%. Setelah pemberian perasan labu siam turun menjadi 84
mmHg dengan variasi 7,997 mmHg%. Dari hasil ini berarti pemberian
perasan labu siam menurunkan rata-rata tekanan darah diastol sebesar 14
mmHg. Hasil uji statistic dengan uji T pair didapatkan pvalue=0,000 artinya
ada perbedaan signifikan rata-rata tekanandah diastol sebelum dan sesudah
pemberian perasan labu siam. Dengan kata lain, pemberian intervensi
perasan labu siam berpengaruh signifikan terhadap penurunan tekanan darah
diastole pada lansia dengan hipertensi di Posbindu Ciracas dan warga Desa
Rawa Kalong Cimanggis Depok.
3. Pembahasan
a) Analisis Karakteristik Pasien
1. Usia
Berdasarkan hasil analisis unuvariat menunjukan bahwa karakteristik
responden yang berusia 60-65 tahun sebanyak 7 orang (47%),
responden yang berusia 66-70 tahun sebanyak 8 orang (53%).
Analisa peneliti bahwa factor usia merupakan salah satu factor resiko
penyakit hipertensi. Hal ini berkaitan dengan adanya peningkatan
tekanan darah seiring dengan bertambahnya usia.
2. Jenis Kelamin
Berdasarkan hasil analisis univariat menunjukan bahwa karakteristik
responden yang berjenis kelamin perempuan sebanyak 7 orang (47%),
responden yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 8 orang (53%).
Hasil analisis peneliti pada penelitian ini laki-laki banyak mengalami
hipertensi disbanding perempuan yang bisa disebabkan karna pola
aktivitas saat usia muda dan makanan yang dikonsumsi, serta factor
stressor yang dialami.
b) Analisa Tekanan Darah sebelum diberikan perasan labu siam
Berdasarkan analisis univariat menunjukan bahwa rata-rata tekanan darah
systole sebelum diberikan perasan labu siam pada responden lansia di
Posbindu Ciracas dan warga Desa Rawa Kalong Cimanggis Depok
adalah 159,2 mmHg (hipertensi grade 2), rata-rata tekanan darah diastole
92,3 mmHg (hipertensi grade 2).
Hasil analisis peneliti, rata-rata tekanan darah systole dan diastole pada
responden sebelum diberikan perasan labu siam yaitu termasuk dalam
hipertensi grade 2.
c) Analisa Tekanan Darah setelah diberikan perasan labu siam
Berdasarkan hasil analisis univariat menunjukan bahwa rata-rata tekanan
darah sistole setelah diberikan perasan labu siam pada responden lansia
di Posbindu Ciracas dan warga Desa Rawa Kalong Cimanggis Depok
adalah 147,07 mmHg (hipertensi grade 1), rata-rata tekanan darah
diastole 74,6 mmHg (hipertensi grade 1).
Hasil analisa peneliti, rata-rata tekanan darah systole dan diastole pada
responden setelah diberikan perasan labu siam turun menjadi hipertensi
grade 1.
d) Analisa tindakan keperawatan sesuai judul penelitian
Berdasarkan hasil analisis bivariate menunjukan bahwa data yang telah
dilakukan uji statistic paired T Test diperoleh nilai pvalue=0,000
(p<=0,05), berarti Ho ditolak Ha diterima. Hal ini menunjukan ada
pengaruh yang signifikan antara pemberian perasan labu siam terhadap
penurunan tekanan darah systole dan diastole pada lansia di Posbindu
Ciracas dan warga Desa Rawa Kalong Cimanggis Depok..
Berdasarkan hasil analisa tersebut, peneliti berpendapat bahwa
penurunan tekanan darah systole dan diastole pada penelitian ini
disebabkan perasan labu siam memiliki kandungan kalium yang dapat
mengurangi sekresi renin sehingga menyebabkan penurunan angiotensin
2 sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah berkurang dan
menurunnya aldosterone sehingga reabsorsi natrium dan air kedalam
darah berkurang sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Pada
penelitian sebelumnya Rizky dkk (2018), yang mengatakan terdapat
pengaruh pemberian perasan labu siam terhadap perubahan tekanan
darah pada wanita lanjut usia dengan hipertensi, hasil penelitian sebelum
diberikan perasan labu siam tekanan darah mengalami penurunan dari
153,13/93,75 mmHg menjadi 133,13/81,88 mmHg.
A. Kesimpulan
Berdasarkan pengkajian, analisa data penentuan diagnosa, perencanaan
(intervensi), implementasi, dan evaluasi tentang Pengaruh pemberian perasan
labu siam terhadap perubahan tekanan darah diastole pada lansia dengan
hipertensi di Posbindu Ciracas dan warga Desa Rawa Kalong Cimanggis
Depok Tahun 2023 untuk menurunkan tekanan darah pada lansia dengan
hipertensi, maka kelompok menarik kesimpulan:
1. Pengkajian
Hasil pengkajian didapatkan data subjektif, dari semua lansia
mengatakan merasa pusing, dan nyeri tengkuk bila melakukan aktivitas
dan didapatkan rata-rata nilai tekanan darah 160-180 mmHg dengan usia
rata- rata 606-74 tahun. Ditemukan pada semua lansia mereka
mengkonsumti terapi farmakologi yaitu amlodipine 5 mg/10 mg,
bisoprolol atau pun captopril, ada sebagian lansia yang mendapat
farmakologi obat tensi lebih dari 1 terapi.
2. Diagnosa
Hasil diagnosa keperawatan pada kasus hipertensi pada lansia yaitu
resiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi
ditandai dengan klien mengatakan pusing dan nyeri tengkuk bila
melalukan aktivitas.
3. Intervensi
Intervensi untuk diagnosa Resiko perfusi serebral tidak efektif
berhubungan dengan hipertensi yaitu Managemen peningkatan tekanan
intra kranial (I.06194) dalam SIKI, antara lain Penyebab/gejala
peningkatan TIK, Monitor peningkatan tekanan darah, Monitor pelebaran
tekanan nadi (Selisih TDS dan TDD), Berikan terapi non farmakologi
untuk mengoptimalkan perubahan tekanan darah diastole pada lansia
dengan hipertensi.
4. Implementasi
Mengaplikasikan mengkonsumsi perasan labu siam 100 gram yang
diparut menggunakan parutan lalu diperas menggunakan saringan the
diminum 2x dalam sehari lalu setelah diberikan perasan labu siam lansia
dilakukan tensi evaluasi, tindakan ini dilakukan selama 3 hari. Hal ini
dilakukan untuk mengoptimalisasikan terhadap diagnosa resiko perfusi
serebral tidak efektif berhubungan dengan hipertensi.
5. Evaluasi
Hasil evaluasi yang diberikan pada lansia hipertensi data subjektif yang
didapat yaitu klien mengatakan sudah tidak pusing, dan dapat
melaksanakan aktivitas yang ditandai dengan hasil penurunan tekanan
darah sistol terdapat rata-rata tekanan darah sistol sebelum diberikan
perasan labu siam didapatkan hasil 1,75 mmHg dengan variasi 0,550
mmHg%. Setelah pemberian perasan labu siam turun menjadi 1,15
mmHg dengan variasi 0,489 mmHg%. Dari hasil ini berarti pemberian
perasan labu siam menurunkan rata-rata tekanan darah sistol sebesar 0,6
mmHg%. Hasil uji statistic dengan uji T pair didapatkan pvalue=0,000
artinya ada perbedaan signifikan rata-rata tekanandah sistol sebelum dan
sesudah pemberian perasan labu siam. Dan rata-rata tekanan darah
diastol sebelum diberikan perasan labu siam didapatkan hasil 1,65 mmHg
dengan variasi 0,587 mmHg%. Setelah pemberian perasan labu siam
turun menjadi 1,05 mmHg dengan variasi 0,224 mmHg%. Dari hasil ini
berarti pemberian perasan labu siam menurunkan rata-rata tekanan darah
diastol sebesar 0,6 mmHg%. Hasil uji statistic dengan uji T pair
didapatkan pvalue=0,000 artinya ada perbedaan signifikan rata-rata
tekanandah diastol sebelum dan sesudah pemberian perasan labu siam.
Dengan kata lain, pemberian intervensi perasan labu siam berpengaruh
signifikan terhadap penurunan tekanan darah diastole pada lansia dengan
hipertensi di Posbindu Rawa Kalong.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Asuhan keperawatan ini sangat berguna untuk menambah wawasan ilmu
pengetahuan dan sebagai penerapan ilmu untuk pemberian terapi non
farmakologi.
2. Bagi Pelayanan Keperawatan
Hasil pembahasan ini dapat dijadikan pertimbangan dalam melakukan
pelayanan keperawatan sebagai salah satu cara menurunkan tekanan
darah dengan menggunakan terapi non farmakologi yang mudah didapat
dan dijangkau sehingga bila dilakukan menjadi efektif untuk perubahan
tekanan darah.
3. Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi tambahan dengan digunakan
sebagai salah satu intervensi mandiri keperawatan dalam menangani
pasien hipertensi dan mengembangkan intervensi keperawatan. Sehingga
dapat menambah keilmuan khususnya dalam bidang keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Juliansyah.(2011).Metodologi Penelitian.Jakarta:Kencana.
Kemenkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6
Tahun 2016 Tentang Formularium Obat Herbal Asli Indonesia.
Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Potter,p.(2012).Fundamental Keperawatan.Jakarta:EGC.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan konsep,
proses dan praktik. Ed 4. Jakarta: EGC.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (2010). Fundamentals of nursing, 7th edition. (Terj.
dr. Adrina Ferderika Nggie dan dr. Marina Albar). Jakarta: EGC.
________. 2018. Hasil Utama Riskesdas 2018. Riset Kesehatan Dasar, 58.
https://www.kemkes.go.id/resources/download/info
terkini/hasilriskesdas-2018.pdf
Susilo, Y., & Wulandari, A. (2011). Cara jitu mengenal darah tinggi (Hipertensi).
Yogyakarta: ANDI.
World Health Organization (WHO). 2016. WHO methods and data sources global
burden of diasese estimates 2000-2015.
LAMPIRAN
DATA TENSIMETER PRE DAN POST
HARI KE 1 HARI KE 2 HARI KE 3
Jenis
NO NAMA USIA 20/06/2022 21/06/2022 22/06/2022
Kelamin
Pre Post Pre Post Pre Post
169/10
1 Ny N P 66 169/100 1 160/88 145/85 155/85 150/90
2 Ny K P 67 158/98 148/86 150/83 145/88 145/84 142/90
3 Ny SP P 66 173/84 155/61 160/85 158/70 158/98 149/84
174/10 175/10
4 Tn D L 65 180/126 0 190/100 0 178/88 165/89
165/10
5 Tn M L 62 168/100 0 158/90 143/88 155/84 143/84
6 Ny S P 68 164/103 155/84 158/95 145/90 158/85 147/85
155/10
7 Ny Sm P 69 165/101 164/92 170/90 0 157/88 150/84
149/10
8 Tn St L 65 163/108 2 153/100 135/90 154/80 135/84
9 Tn DR L 62 166/99 157/99 160/89 155/95 145/95 145/70
10 Tn DU L 63 153/90 148/87 165/88 135/85 155/75 150/80
11 Tn T L 69 165/89 140/88 145/89 136/84 145/80 140/65
12 Ny Stn P 62 165/101 155/90 163/100 155/87 155/100 150/80
13 Tn Y L 67 143/83 148/81 138/93 135/88 140/90 135/88
14 Ny SH P 68 158/84 145/68 154/82 143/84 145/85 135/74
15 Tn G L 63 155/82 148/90 150/85 145/80 158/86 135/80
DATA SISTOLE
DATA DIASTOLE
jeniskelamin
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Vali laki-laki 8 53.0 53.0 40.0
d perempuan 7 47.0 47.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
presistol
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Vali 140-159 6 30.0 30.0 30.0
d 160-180 13 65.0 65.0 95.0
Total 15 100.0 100.0
prediastol
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Vali 80-99 9 60.0 60.0 60.0
d 100-109 5 33.0 33.0 93.0
>110 1 7.0 7.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
possistol
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Vali 130-159 14 93.0 93.0 93.0
d 160-180 1 7.0 7.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
posdiastol
Frequenc Valid Cumulative
y Percent Percent Percent
Vali 60-89 13 86.0 86.0 86.0
d 90-100 2 14.0 14.0 100.0
Total 15 100.0 100.0
Dokumentasi Seminar KTI pada Kamis, 18 Mei 2023 Jam 15.00 via Zoom dengan bu Ns. Maryati,S.Kep.,S.Sos.,MARS