LP Gerontik Hippertensi - Evy Fauziaty - 21231027
LP Gerontik Hippertensi - Evy Fauziaty - 21231027
LP Gerontik Hippertensi - Evy Fauziaty - 21231027
Disusun oleh :
EVY FAUZIATY
NIM : 21231027
2. PROSES MENUA
Proses menua adalah peristiwa yang akan terjadi pada laki-laki dan perempuan, baik muda
maupun tua (Miller,2012). Hal tersebut dikarenakan proses menua merupakan bagian dari
peristiwa siklus kehidupan manusia. Siklus kehidupan manusia dimulai dari janin dan berakhir
pada tahapan lanjut usia dan kematian. Lanjut usia merupakan tahap akhir perkembangan
manusia. Sehingga lansia adalah manusia dewasa yang telah mengalami proses menua tahap
akhir.
3. KLASIFIKASI
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifikasi pada lansia.
a. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
b. Lansia yaitu seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
c. Lansia Resiko Tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia
60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).
d. Lansia Potensial yaitu lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang
dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).
e. Lansia Tidak Potensial yaitu lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya
bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).
4. KARAKTERISTIK
Menurut Keliat (1999) dan Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 Ayat (2) UU No. 13 tentang kesehatan).
b. Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan
biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaftif hingga kondisi maladaptif.
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi (Maryam, 2008)
5. TIPE LANSIA
Di zaman sekarang (zaman pembangunan), banyak ditemukan bermacam-macam tipe usia lanjut.
Yang menonjol antara lain:
a. Tipe arif bijaksana.
Lanjut usia ini kaya dengan hikmah pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah,
rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Lanjut usia ini senang mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan baru, selektif dalam
mencari pekerjaan dan teman pergaulan, serta memenuhi undangan.
c. Tipe tidak puas
Lanjut usia yang selalu mengalami konflik lahir batin, menentang proses penuaan, yang
menyebabkan kehilangan kecantikan, kehilangan daya tarik jasmani, kehilangan kekuasaan,
status, teman yang disayangi, pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, menuntut, sulit
dilayani dan pengkritik.
d. Tipe pasrah
Lanjut usia yang selalu menerima dan menunggu nasib baik, mempunyai konsep habis
(“habis gelap datang terang”), mengikuti kegiatan beribadat, ringan kaki, pekerjaan apa saja
dilakukan.
e. Tipe bingung
Lansia yang kagetan, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, merasa minder, menyesal,
pasif, acuh tak acuh (Nugroho, 2008).
4. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol kontriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor
pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jarak saraf simpatis yang berlanjut ke
bawah korda spinalis dan keluar dari kolumnamedulla spinalis ke ganglia simpatis di toraks dan
abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak
kebawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron pre- ganglion
melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan dilepaskannya norepinefrine mengakibatkan kontriksi pembuluh darah. Berbagai
faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat memengaruhi respons pembuluh darah terhadap
rangsang vasokonstiktor. Klien dengan hipertensi sangat sensitif terhadap neropinefrin, meskipun
tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi. Pada saat bersamaan ketika
system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar
adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal
menyekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokontriksi. Korteks adrenal menyekresi kortisol dan
steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran darah keginjal, menyebabkan pelepasan renin. Rennin
yang dilepaskan merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II, vasokonstriktor kuat, yang pada akhirnya merangsang sekresialdosteron oleh
korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intravaskuler (Aspiani, 2015). Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan hipertensi.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
Hb/Ht : untuk mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan faktor resiko seperti hipokoagulabilitas dan anemia
Urinalisa : darah, protein, glukosa, mengisaratkan disfungsi ginjal dan ada DM
b. BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal
c. Glukosa : hiperglikemi (DM adalah pencetus hipertensi) dapat diakibatkan oleh
pengeluaran kadar ketokolamin
d. CT Scan : mengkaji adanya tumor cerebral, encelopati
e. EKG : dapat menunjukkan pola regangan, dimana luas, peninggian gelombang P
adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi
f. IUP : mengidentifikasikan penyebab hipertensi seperti : batu ginjal, perbaikan ginjal
g. Photo dada : menunjukkan destruksi klasifikasi pada area katup, pembesaran jantung.
6. PENATALAKSANAAN
a. Penatalaksanaan faktor risiko hipertensi dengan cara non-farmakologis Beberapa
penatalaksanaan factor risiko hipertensi dengan cara non-farmakologis:
1) Pengaturan diet
Beberapa diet yang dianjurkan antara lain
a) Rendah garam
Diet rendah garam dapat menurunkan tekanan darah pada klien hipertensi. Dengan
pengurangan konsumsi garam dapat mengurangi stimulasi sistem rennin-
angiotensin sehingga sangat berpotensi sebagai anti hipertensi. Jumlah asupan
natrium yang dianjurkan 50- mmol atau setara dengan 3-6 gram garam per hari.
b) Diet tinggi kalium
Diet tinggi kalium, dapat menurunkan tekanan darah tetapi mekanismenya belum
jelas. Pemberian kalium secara intravena dapat menyebabkan vasodilatasi, yang
dipercaya dimediasi oleh oksidanitrat pada dinding vaskular.
c) Diet kaya buah dan sayur.
d) Diet rendah kolesterol sebagai pencegah terjadinya jantung koroner.
2) Penurunan berat badan.
3) Olahraga
4) Penerapan pola hidup yang baik dengan tidak merokok, tidak minum alcohol.
5) Manajemen stress yang baik.
b. Penatalaksanaan faktor risiko hipertensi dengan cara medis Klasifikasi obat hipertensi dibagi
menjadi lima kategori berikut ini:
1) Diuretik (Hidroklorotiazid)
Hidroklorotiazid adalah diuretic yang paling sering diresepkan untuk mengobati hiperten
siringan. Hidroklorotiazid dapat diberikan sendiri pada penderita hipertensi ringan atau
penderita yang baru. Banyak obat hipertensi dapat menyebabkan retensi cairan. Oleh
karena itu, sering kali diuretic diberi bersamaan hipertensi.
2) Menekan simpatetik (simpatolitik)
Penghambat adrenergik yang bekerja di sentral simpatolitik. Obat-obat ini, seperti
simpatolitik yang bekerja di pusat, menyebabkan retensi natrium dan air dengan edema,
dan sering kali diberikan diuretic untuk menurunkan akumulasi cairan di tungkai.
3) Penghambat neuron adrenergik (simpatolitik yang bekerja perifer) Penghambat neuron
adrenergic merupakan obat anti hipertensi kuat yang menghambat norepinefrin dari
ujung saraf simpatis, sehingga pelepasan norepinefrin menjadi berkurang. Hal ini
menyebabkan baik curah jantung maupun tahanan vaskuler perifer menurun.
4) Vasodilator arteriola langsung
5) Vasilidator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang bekerja dengan merelaksasikan
otot-otot polos dari pembuluh darah terutama arteri, sehingga menyebabkan vasodilatasi.
Dengan terjadinya vasodilatasi, tekanan darah akan turun dan natrium serta air tertahan,
sehingga terjadi edema perifer.
6) Penghambat saluran kalsium
7) Penghambat saluran kalsium menurunkan kontraksi otot polos jantung atau arteri jantung
dengan mengintervensi influx kalsium yang dibutuhkan untuk kontraksi. Sebagian penghambat
saluran kalsium bersifat lebih spesifik untuk saluran lambat kalsium otot jantung; sebagian yang
lebih spesifik untuk saluran kalsium otot polos vaskular. Dengan demikian, berbagai penyekat
kalsium memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam menurunkan kecepatan denyut
jantung,volumesekuncup,danTPR
7. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi dintaranya :
a. Stroke.
Stroke dapat terjadi akibat hemoragi akibat tekanan darah tinggi di otak, atau akibat embolus
yang terlepas dari pembuluh, selain daerah otak yang tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi
pada hipertensi kronis apabila arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan, sehingga aliran darah ke otak yang diperdarahi berkurang. Arteriotak yang
mengalami arterosklerosis dapat melemah sehingga meningkatkan kemungkinan
terbentuknya aneurisma.
b. Infark miokard
Infark miokard dapat terjadi apabila arterikoroner yang arterosklerotik tidak dapat mensuplai
cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk thrombus yang menghambat aliran
darah melewati pembuluh darah. Pada hipertensi kronis dan hipertrofi ventrikel, kebutuhan
oksigen miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat terjadi iskemia jantung.
c. Gagal ginjal
Gagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler
glomerulus ginjal. Dengan rusaknya glomerulus, aliran darah ke nefron akan terganggu dan
dapat berlanjut menjadi hipoksik dan kematian. Dengan rusaknya membrane glomerulus,
protein akan keluar melalui urine sehingga tekanan osmotic koloid plasma berkurang dan
menyebabkan edema, yang sering dijumpai pada hipertensi kronis.
d. Ensefalopati
Ensefalopati (kerusakan otak) dapat terjadi, terutama pada hipertensi maligna (hipertensi
yang meningkat cepat dan berbahaya). Tekanan yang sangat tinggi pada kelainan ini
menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan keruang interstisial di
seluruh susunan saraf pusat.
C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Identitas klien
1) Identitas klien
Meliputi : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, suku/bangsa,
agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan
diagnosa medik.
2) Identitas Penanggung Jawab
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien
Keluhan yang dapat muncul antara lain: nyeri kepala, gelisah, palpitasi, pusing, leher
kaku, penglihatan kabur, nyeri dada, mudah lelah, dan impotensi.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan tentang
kronologi keluhan utama. Keluhan lain yang menyerta biasanya : sakit kepala , pusing,
penglihatan buram, mual ,detak jantung tak teratur, nyeri dada.
c. Riwayat kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit jantung, penyakit ginjal, stroke.
Penting untuk mengkaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji didalam keluarga adanya riwayat penyakit hipertensi , penyakit metabolik, penyakit
menular seperi TBC, HIV, infeksi saluran kemih, dan penyakit menurun seperti diabetes
militus, asma, dan lain-lain
e. Aktivitas / istirahat
1) Gejala : kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
2) Tanda : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
f. Sirkulasi
1) Gejala :
a) Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/ katup dan penyakit
serebrovaskuler
b) Episode palpitasi
2) Tanda :
a) Peningkatan tekanan darah
b) Nadi denyutan jelas dari karotis,ugularis,radialis, takikardia
c) Murmur stenosis vulvular
d) Distensi vena jugularis
e) Kulit pucat,sianosis ,suhu dingin (vasokontriksi perifer)
f) Pengisian kapiler mungkin lambat / tertunda
g. Integritas ego
1) Gejala : riwayat perubahan kepribadian, ansietas, factor stress multiple (hubungan,
keuangan, yang berkaitan dengan pekerjaan).
2) Tanda : letupan suasana hati, gelisah, penyempitan perhatian, tangisan meledak, otot uka
tegang, menghela nafas, peningkatan pola bicara.
h. Eliminasi
Gejala : gangguan ginjal saat ini (seperti obstruksi) atau riwayat penyakit ginjal pada masa
yang lalu.
i. Makanan / cairan
1) Gejala :
a) Makanan yang disukai yang mencakup makanan tinggi garam, lemak serta kolesterol
b) Mual, muntah dan perubahan berat badan saat ini (meningkat/turun)
c) Riwayat penggunaan diuretic
2) Tanda :
a) Berat badan normal atau obesitas
b) Adanya edema
c) Glikosuria
d) Neurosensori
3) Gejala :
a) Keluhan pening / pusing, berdenyut, sakit kepala, suboksipital (terjadi saat bangun
dan menghilang secara spontan setelah beberapa jam)
b) Gangguan penglihatan (diplopia, penglihatan abur, epistakis)
4) Tanda :
a) Status mental, perubahan keterjagaanm orientasi, pola/ isi bicara, efek, proses piker
b) Penurunan kekuatan genggaman tangan
j. Nyeri / ketidaknyamanan
Gejala : angina ( penyakit arteri koroner / keterlibatan jantung), sakit kepala
k. Pernapasan
1) Gejala :
a) Disnea yang berkaitan dari aktivitas/ kerja, takipnea, ortopnea.
b) Batuk dengan / tanpa pembentukan sputum
c) Riwayat merokok
2) Tanda :
a) Distress pernapasan / penggunaan otot aksesori pernapasan
b) Bunyi napas tambahan (crakles/mengi)
c) Sianosis
l. Keamanan
Gejala : gangguan koordinasi/ cara berjalan, hipotensi postural.
m. Pembelajaran / penyuluhan
Gejala :
1) Factor risiko keluarga: hipertensi,aterosklerosis, penyakit jantung, diabetes mellitus.
2) Factor lain, seperti orang afrika-amerika, asia tenggara, penggunaan pil KB atau
hormone lain, penggunaan alcohol/obat.
n. Rencana pemulangan
Bantuan dengan pemantau diri tekanan darah/ perubahan dalam terapi obat.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons klien terhadap
masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik yang berlangsung actual maupun
potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan untuk mengidentifikasi respons klien individu,
keluarga dan komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP
PPNI, 2017).
Berikut adalah uraian dari masalah yang timbul bagi klien menurut (Nurarif, 2015) dengan
hipertensi :
a. Penurunan curah jantung b.d peningkatan afterload
b. Nyeri akut b.d peningkatan tekanan vaskuler selebral dan iskemia
c. Kelebihan volume cairan
d. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan
e. Ketidakefektifan koping
f. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
g. Resiko cedera
h. Defisiensi pengetahuan
i. Ansietas
Berikut adalah diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan hipertensi
(Nurarif ,2015 dan Tim pokja SDKI DPP PPNI 2017) :
a. Nyeri akut ( D.0077 )
Definisi : Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga
berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.
Penyebab :
1) Agen pencedera fisiologis (mis : inflamasi, iskemia, neoplasma).
Batasan Karakteristik :
Kriteria Mayor :
a) Subjektif : mengeluh nyeri.
b) Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis : waspada, posisi menghindar
nyeri), gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur.
Kriteria Minor :
a) Subjektif : tidak ada
b) Objektif : tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafus makan berubah,
proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis.
Kondisi Klinis Terkait :
a) Kondisi pembedahan
b) Cedera traumatis
c) Infeksi
d) Sindrom koroner akut
e) Glaukoma
b. Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
Definisi : penurunan sirkulasi darah pada level kalpiler yang dapat menggangu metabolisme
tubuh
Penyebab : peningkatan tekanan darah Batasan Karakteristik :
Kriteria Mayor :
1) Subyektif : (tidak tersedia)
2) Objektif : pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba
dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun.
Kriteria Minor :
1) Subyektif : parastesia , nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten
2) Objektif : edema, penyembuhan luka lambat, indeks ankle- brachial <0,90 , bruit femoralis
Kondisi klinis terkait : Tromboflebitis, Diabetes mellitus, Anemia, Gagal jantung
kongestif, Kelainan jantung congenital, Thrombosis arteri, Varises, Thrombosis vena
dalam, Sindrom kompartemen
c. Hipervolemia (D.0022)
Definisi: peningkatan volume cairan intravaskuler, interstisiel, dan/atau intraseluler.
Penyebab: gangguan mekanisme regulasi Batasan karakteristik : Kriteria
Mayor :
1) Subyektif : ortopnea , dispnea, paroxysmal nocturnal dyspnea (PND)
2) Objektif : Edema anasarka dan/atau edema perifer, berat badan meningkat dalam waktu
singkat, jugular venous pressure (JVP) dan/atau Central Venous pressure (CVP) meningkat ,
refleks hepatojugular positif.
Kriteria Minor :
1) Subyektif : (tidak tersedia)
2) Objektif : Distensi vena jugularis,suara nafas tambahan, hepatomegali, kadar Hb/Ht
turun, oliguria, intake lebih banyak dari output, kongesti paru.
Batasan karakteristik :
Kondisi klinis terkait : Penyakit ginjal : gagal ginjal akut/ kronis, sindrom nefrotik,
Hipoalbuminemia, Gagal jantung kongesif, Kelainan hormone, Penyakit hati (mis.
Sirosis, asietas, kanker hati), Penyakit vena perifer (mis. Varises vena, thrombus vena,
phlebitis), Imobilitas
d. Intoleransi aktivitas (D.0056)
Definisi : ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari hari
Penyebab : kelemahan.
Batasan karakteristik : Kriteria Mayor :
1) Subyektif : mengeluh lelah
2) Objektif : frekuensi jantung meningkat >20 % dan kondisi istirahat
Kriteria Minor :
1) Subyektif : dispnea saat / setelah aktivitas , merasa tidak nyaman setelah beraktivitas ,
merasa lelah.
2) Objektif : tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukan
aritmia, Gambaran EKG menunjukan iskemia, Sianosis
Kondisi Klinis Terkait : Anemia, Gagal jantung kongesif, Penyakit jantung coroner,
Penyakit katup jantung, Aritmia, Penyakit paru obstruktif kronis ( PPOK), Gangguan
metabolic, Gangguan musculoskeletal.
e. Defisit Pengetahuan ( D.0111)
Definisi : ketiadaan atau kurangnya informasi kognitif yang berkaitan dengan topic tertentu.
Penyebab : kurang minat dalam belajar
Batasan karakteristik :
Kriteria Mayor :
1) Subjektif : Menanyakan masalah yang dihadapi
2) Objektif : menunjukan perilaku tidak sesuai anjuran, menunjukan persepsi yang keliru
terhadap masalah.
Kriteria Minor :
1) Subjektif : ( tidak tersedia )
2) Objektif : menjalani pemeriksaan yang tidak tepat, menunjukan perilaku berlebihan (
mis . apatis, bermusuhan, agitasi, hysteria )
Kondisi klinis terkait : Kondisi klinis ysng baru dihadapi oleh klien, Penyakit akut, Penyakit
kronis
f. Ansietas ( D.0080)
Definisi : kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak jelas
dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan
untuk menghadapi ancaman.
Penyebab : kurang terpapar informasi. Batasan Karakteristik : Kriteria Mayor :
1) Subjektif : merasa bingung , merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi ,
sulit berkonsentrasi.
2) Objektif : tampak gelisah , tampak tegang , sulit tidur .
Kriteria Minor :
1) Subjektif : mengeluh pusing, Anoreksia, palpitasi, merasa tidak berdaya.
2) Objektif : freuensi nafas meningkat, frekuensi nadi meningkat, tekanan darah meningkat,
diaphoresis, tremor, muka tampak pucat, suara bergetar, kontak mata buruk, sering
berkemih, berorrientasi pada masa lalu.
Kondisi Klinis Terkait : Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, penyakit autoimun),
Penyakit akut, Hospitalisasi, Rencana operasi, Kondisi diagnosis penyakit belum jelas,
Penyakit neurologis, Tahap tumbuh kembang
g. Resiko Penurunan curah Jantung ( D.00 11)
Definisi : Beresiko mengalami pemompaan jantung yang tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan metabolism tubuh.
Factor Risiko : Perubahan afterload
Kondisi Klinis Terkait : Gagal jantung kongesif, Sindrom koroner akut, Gangguan katup
jantung (stenosis/regurgitasi aorta, Pulmonalis, trikupidalis, atau mitralis ), Atrial/ventricular
septal defect, Aritmia
h. Resiko Jatuh ( D.0143)
Definisi : Beresiko mengalami keruskan fisik dan gangguan kesehatan akibat terjatuh.
Faktor Risiko :
1) Usia ≥65 tahun (pada dewasa ) atau ≤ 2 tahun ( Pada anak)
2) Riwayat jatuh
3) Anggota gerak bawah prosthesis (buatan)
4) Penggunaan alat bantu berjalan
5) Penurunan tingkat kesadaran
6) Perubahan fungsi kognitif
7) Lingkungan tidak aman (mis. Licin, gelap, lingkungan asing)
8) Kondisi pasca operasi
9) Hipotensi ortostatik
10) Perubahan kadar glukosa darah
11) Anemia
12) Kekuatan otot menurun
13) Gangguan pendengaran
14) Gangguan kesimbangan
15) Gangguan penglihatan (mis. Glaucoma, katarak,ablasio, retina, neuritis optikus)
16) Neuropati
17) Efek agen farmakologis (mis. Sedasi, alcohol, anastesi umum)
McPhee SJ, Ganong WF. 2011. Patofisiologi Penyakit: Pengantar Menuju Kedokteran
KlinisEdisiV.Jakarta:EGC;341–342