Anda di halaman 1dari 6

Pendahuluan

Bahasa memegang peranan penting dalam kehidupan manusia karena bahasa merupakan
alat komunikasi manusia dalam kehidupan sehari-hari. Dengan bahasa seseorang dapat
menyampaikan ide, pikiran, peasaan atau informasi kepada orang lain, baik secara
lisan maupun tulisan. Penggunaan metode dan teknik yang variatif diharapkan tidak
membuat jenuh dan monoton dalam menyajikan materi pelajaran. Penggunaan berbagai
teknik dan metode yang inovatif dapat menciptakan situasi pembelajaran yang
kondusif. Pesera didik dalam kaitan ini ikut terlibat secara langsung dalam
menyerap informasi dan menyatakan kembali hasil rekaman informasi yang diperolehnya
sesuai dengan kemampuan individu peserta didik.
B. Uraian
1. Strategi Pembelajaran Keterampilan Menyimak
Keterampilan menyimak adalah satu bentuk keterampilan berbahasa yang bersifat
reseptif. Pada waktu proses pembelajaran, keterampilan ini jelas mendominasi
aktivitas siswa dibanding dengan keterampilan lainnya, termasuk keterampilan
berbicara. Menurut Brown (1995) terdapat delapan proses dalam kutipan kegiatan
menyimak, yakni:
1) Pendengar memproses raw speech dan menyimpan image darinya dalam short term
memory.
2) Pendengar menentukan tipe dalam setiap peristiwa pembicaraan yang sedang
diproses.
3) Pendengar mencari maksud dan tujuan pembicara dengan mempertimbangkan
bentuk dan jenis pembicaraan, konteks, dan isi.
4) Pendengar me-recall latar belakang informasi (melalui skema yang ia miliki)
sesuai dengan konteks subjek masalah yang ada.
5) Pendegar mencari arti literal dari pesan yang ia dengar.
6) Pendengar menentukan arti yang dimaksud.
7) Pendengar mempertimbangkan apakah informasi yang ia terima harus disimpan
di dalam memorinya atau ditunda;
8) Pendengar menghapus bentuk pesan-pesan yang telah ia terima.
Strategi pembelajaran keterampilan menyimak masih terfokus pada dua jenis, yaitu
tes melalui rekaman dan tes dalam bentuk tanya jawab atau wawancara.
Dalam kegiatan belajar mengajar, pola KBM umum yang dikemukakan oleh Kemp (1977)
dapat diberlakukan pada aktivitas menyimak. Berikut ini beberapa tahapannya:
a) Identifikasi.
b) Identifikasi dan seleksi tanpa retensi.
c) Identifikasi dan seleksi terarah dengan retensi pendek/terbatas.
Berikut ini ada dua daftar yang mungkin sangat berguna bagi para pengajar bahasa
Indonesia yang berkesempatan untuk berusaha mengembangkan dan meyempurnakan tujuan-
tujuan program pengajaran menyimak.
a) Menyimak Umum
· Mengingat rincian-rincian penting secara tepat mengenai ilmu pengetahuan
khusus.
· Mengingat urutan-urutan sederhana atau kata-kata dan gagasan.
· Mengikuti pengarahan-pengarahan lisan.
· Memparafrasekan suatu pesan lisan sebagai suatu pemahaman melalui
penerjemahan.
· Mengikuti suatu urutan dalam (1) penegmbangan plot, (2) pengembangan
watak/pelaku cerita, dan (3) argumentasi pembicara.
· Memahami makna denotatif kata-kata.
· Memahami makna konotatif kata-kata.
· Memahami makna kata-kata melalui konteks percakapan (pemahaman melalui
penerjemahan dan penafsiran).
· Mendengarkan untuk mencatat rincian-rincian penting.
· Mengidentifikasi gagasan utama dan meringkas dalam pengertian
mengkombinasikan dan mensintesiskan tentang siapa, apa, kapan, di mana, dan
mengapa.
· Memahami hubungan antara gagasan dan organisasi yang cukup baik untuk
menentukan apa yang bias terjadi berikutnya
· Menghubungkan materi yang diucapkan secara lisan dengan pengalaman
sebelumnya.
· Mendengarkan untuk alasan kesenangan dan respons emosional.
b) Menyimak secara Kritis
· Membedakan fakta dari khayalan menurut kriteria tertentu.
· Menentukan validitas dan ketepatan gagasan utama, argumen-argumen, dan
hipotesis.
· Membedakan pertanyaan-pertanyaan yang didukung dengan bukti-bukti yang
tepat dari opini dan penilaian, dan mengevaluasinya.
· Membedakan pernyataan yang didukung dengan bukti-bukti yang tepat dari
bukti-bukti yang tepat dari bukti-bukti yang tak relevan dan sekaligus
mengevaluasinya.
· Memeriksa, membandingkan, dan mengkontraskan gagasan dan menyimpulkan
pembicaraan, misalnya mengenai ketetapan dan kesesuaian suatu deskripsi.
· Mengevaluasi kesalahan-kesalahan, misalnya:
- generalisasi yang tergesa-gesa.
- analogi yang salah, dan
- gagal dalam menyajikan contoh.
· Mengenal dan menentukan pengaruh-pengaruh berbagai alat yang mungkin
dipakai oleh pembicara untuk mempengaruhi pendengar, misalnya:
- musik.
- kata-kata yang tak penting.
intonasi suara.
- permainan isu emosional dan controversial.
- Propaganda
· Melacak dan mengevaluasi bisa dan prasangka buruk dari pembicara atau
dari suatu sudut pandang tertentu.
· Mengevaluasi kualifikasi pembicara.
· Merencanakan evaluasi dan mencoba menerapkan suatu situasi yang baru.
2. Strategi Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Menurut aliran komunikatif dan pragmatik, keterampilan berbicara dan keterampilan
menyimak berhubungan secara kuat. Dalam konteks komunikasi, pembicara berlaku
sebagai pengirim (sender), sedangkan penerima (receiver) adalah penerima warta
(message). Warta terbentuk oleh informasi yang disampaikan sender, dan message
merupakan objek dari komunikasi. Feedback muncul setelah warta diterima, dan
merupakan reaksi dari penerima pesan.
Strategi pembelajaran berbicara merujuk pada prinsip stimulus-respons. Selama kedua
variabel ini dikuasai oleh pembicara, maka ia dapat dikategorikan memiliki
kemampuan berbicara. Seperti halnya keterampilan menyimak. Keterampilan berbicara
menduduki tempat utama dalam memberi dan menerima informasi serta memajukan hidup
dalam peradaban dunia modern.
Program pengajaran keterampilan berbicara harus mampu memberikan
kesempatan kepada setiap individu mencapai tujuan yang dicita-citakan. Tujuan
keterampilan berbicara akan mencakup pencapaian hal-hal berikut:
a) Kemudahan Berbicara
Bahwa peserta didik harus mendapat kesempatan yang besar untuk berlatih berbicara
sampai mereka mengembangkan keterampilan ini secara wajar, lancar, dan
menyenangkan, baik di dalam kelompok kecil maupun di hadapan pendengar umum yang
lebih besar jumlahnya. Para peserta didik perlu mengembangkan kepercayaan yang
tumbuh melalui latihan.
b) Kejelasan
Dalam hal ini peserta didik berbicara dengan tepat dan jelas, baik artikulasi
maupun diksi kalimat-kalimatnya. Gagasan yang diucapkan harus tersusun dengan baik.
Dengan latihan berdiskusi yang mengatur cara berfikir yang logis dan jelas,
kejelasan berbicara tersebut dapat dicapai
c) Bertanggung Jawab
Latihan berbicara yang bagus menekankan pembicara untuk bertanggung jawab agar
berbicara secara tepat, dan dipikirkan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang
menjadi topik pembicaraan, tujuan pembicaraan, siapa yang diajak berbicara, dan
bagaimana situasi pembicaraan serta momentumnya. Latihan demikian akan
menghindarkan peserta didik dari berbicara yang tidak bertanggung jawab atau
bersilat lidah yang mengelabui kebenaran.
d) Membentuk Pendengaran yang Kritis
Latihan berbicara yang baik sekaligus mengembangkan keterampilan menyimak secara
tepat dan kritis juga menjadi tujuan utama program ini.
e) Membentuk Kebiasaan
Kebiasaan berbicara tidak dapat dicapai tanpa kebiasaan berinteraksi dalam bahasa
yang dipelajari atau bahkan dalam bahasa ibu. Faktor ini demikian penting dalam
membentuk kebiasaan berbicara dalam perilaku seseorang.
Dalam strategi pengajaran, pemakaian beberapa teknik dipandang lebih menguntungkan
daripada hanya menggunakan satu teknik saja. Sedangkan dalam hal pendekatan,
digunakan secara bervariasi antara pendekatan terkontrol dan pendekatan bebas.
Kedua pendekatan ini dapat diberlakukan pada sejumlah teknik yang dikehendaki,
misalnya:
(1) Berbicara terpimpin:
· Frase dan kalimat.
· Satuan paragraf.
· Dialog.
· Pembacaan puisi.
(2) Berbicara semi-terpimpin :
· Reproduksi cerita.
· Cerita berantai.
· Menyusun kalimat dalam pembicaraan.
· Melaporkan isi bacaan secara lisan.
(3) Berbicara bebas
· Diskusi
· Drama
· Wawancara
· Berpidato
· Bermain peran
3. Strategi Pembelajaran Keterampilan Membaca
Keterampilan membaca pada umumnya diperoleh dengan cara mempelajarinya di sekolah.
Keterampilan berbahasa ini merupakan suatu keterampilan yang sangat unik serta
berperan penting bagi pengembangan pengetahuan, dan sebagai alat komunikasi bagi
kehidupan manusia. Membaca merupakan kegiatan untuk mendapatkan makna dari apa yang
tertulis dalam teks. Untuk keperluan tersebut, selain perlu menguasai bahasa yang
dipergunakan, seorang pembaca perlu juga mengaktifkan berbagai proses mental dalam
sistem kognisinya.
Dengan demikian, kegiatan membaca bukanlah suatu kegiatan yang sederhana seperti
apa yang diperkirakan banyak pihak sekarang ini. Kegiatan membaca bukan hanya
kegiatan yang terlihat secara kasat mata; dalam hal ini siswa atau mahasiswa
melihat sebuah teks, membacanya dan setelah itu diukur dengan kemampuan menjawab
sederet pertanyaan yang disusun mengikuti teks tersebut sebagai alat evaluasi,
melainkan dipengaruhi pula oleh faktor-faktor dari dalam maupun dari luar pembaca.
Kegiatan membaca bukan hanya kegiatan yang melibatkan prediksi, pengecekan, skema,
atau dekoding, akan tetapi juga merupakan interaksi grafofonik, sintaktik,
semantik, dan skematik. Di samping itu, keterlibatan pembaca di dalam mencari arti
dari teks yang ia baca mempengaruhinya pula.
Tes kemampuan membaca adalah sebuah tes keterampilan berbahasa yang bisa dilakukan
dalam pengajaran bahasa, baik dalam pengajaran pertama maupun bahasa kedua.
Kemampuan membaca merupakan salah satu dari keempatketerampilan berbahasa yang
diajarkan. Sejumlah teknik pengukuran kemampuan membaca yang sering dipergunakan
antara lain adalah dengan mempergunakan bentuk betul-salah, melengkapi kalimat,
pilihan ganda, pembuatan ringkasan atau rangkuman, cloze test, C–test, dan lain-
lain.
Teknik yang paling umum dipakai adalah format bentuk tes pilihan ganda. Namun
demikian, format tersebut sering dikritik karena jawaban benar dapat diperoleh
lewat lebih dari satu cara, misalnya dengan cara menebak. Di samping itu juga
diragukan kemampuan membaca siswa memahami dengan sungguh-sungguh wacana yang
diteskan karena tanpa adanya penilaian dalam pemilihan jawaban yang benar.
Dengan demikian, proses pemilihan jawaban yang benar belum tentu mencerminkan
proses yang terlibat sebagaimana dalam konteks membaca yang sebenarnya.
Untuk mengatasi kritik tersebut, usaha pengukuran kemampuan berbahasa dapt ditempuh
dengan mempergunakan lebih dari satu teknik. Misalnya, di samping dipergunakan
bentuk pilihan ganda juga dipakai bentuk lain sebagai pendamping seperti teknik
cloze. Teknik cloze juga cukup populer dan banyak dipergunakan untuk mengukur
kemampuan membaca (Brown, 1995), khususnya dalam pengajaran bahasa kedua.
Strategi pengajaran membaca berkembang cukup pesat, meskipun strategi maupun teknik
tradisional masih digunakan oleh sebagian besar pengajar. Kebiasaan pengajar
meminta para peserta didik untuk membaca teks selama waktu tertentu, kemudian
mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti apa jenis teks yang dibaca. Strategi
pembelajaran lain adalah dengan menggunakan teknik pemberian tugas. Tugas membaca
di rumah dengan waktu yang relatif lebih leluasa.
4. Strategi Pembelajaran Keterampilan Menulis
Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kemampuan dan keterampilan
berbahasa yang paling akhir dikuasai oleh pembelajar bahasa setelah kemampuan
mendengarkan, berbucara, dan membaca. Dibandingkan denga tiga kemampuan berbahasa
yang lain, kemampuan menulis lebih sulit dikuasai bahkan oleh penutur asli bahasa
yang bersangkutan sekalipunHal ini disebabkan kemampuan menulis menghendaki
penguasaan berbagai unsur kebahasaan dan unsur di luar bahasa itu sendiri yang akan
menjadi isi tulisan. Baik unsur bahasa maupun unsur isi haruslah terjalin
sedemikian rupa sehingga menghasilkan tulisan yang runtut dan padu.
Dalam tes kemampuan menulis, agar peserta didik dapat memperlihatkan
keterampilannya, maka perlu disiapkan tes yang baik. Masalah yang terjadi dalam
penilaian pun harus diperhitungkan dengan baik untuk memperendah kadar
subjektivitas pada saat melakukan penilaian. Yang perlu dipikirkan adalah bagaimana
mendapatkan atau memilih teknik penilaian yang memungkinkan penilai untuk
memperkecil kadar subjektivitas.
Nurgiyantoro (2001) berpendapat bahwa penilaian yang dilakukan terhadap karangan
siswa biasanya bersifat holistik, impresif, dan selintas, maksudnya adalah
penilaian yang bersifat menyeluruh berdasarkan kesan yang diperoleh dari membaca
karangan secara selintas. Penilaian yang demikian jika dilakukan oleh beberapa
orang ahli yang berpengalaman memang, sedikit banyak, dapat dipertanggungjawabkan.
Akan tetapi, keahlian itu belum tentu dimiliki oleh para pengajar di sekolah. Dalam
kaitan dengan penilaian karangan, berikut ini beberapa kriterianya:
1) kualitas dan ruang lingkup isi.
2) organisasi dan penyajian isi.
3) komposisi.
4) kohesi dan koherensi.
5) gaya dan bentuk bahasa.
6) mekanik: tata bahasa, ejaan, tanda baca.
7) kerapian tulisan dan kebersihan.
8) respons afektif pengajar terhadap karya tulis.
Penerapan model penilaian analistis dengan keenam kategori di atas dapat dilakukan
dengan mempergunakan skala, misalnya skala 1 sampai dengan 10, atau interval 1-5.
5. Strategi Pengajaran Lisan Bahasa Indonesia Tingkat Pemula dan Menengah
Melalui Gerakan Tubuh Ritmik
Sejak beberapa tahun terakhir pengajaran bahasa Indonesia tingkat dasar dan
menengah lebih banyak menekankan pada aspek pengajaran lisan. Berkaitan dengan hal
tersebut, berikut ini beberapa teknik untuk membuat suasana kelas menjadi
menyenangkan sekaligus mampu mencapai sasaran yang diinginkan amat diperlukan dalam
situasi ini. Berikut ini adalah beberapa teknik yang dimaksud.
a. Identifikasi Melalui Analogi Personal
Teknik ini tidak memerlukan persiapan secara khusus, namun memungkinkan para
peserta didik untuk lebih saling mengenal dan berkomunikasi secara lebih cepat.
Teknik ini mengutamakan kecepatan interaksi dalam sebuah kelompok belajar. Teknik
ini dimulai dengan beberapa perintah sederhana.
· Pengajar meminta kepada peserta didik untuk membayangkan sebuah objek
atau binatang yang amat dikenal atau disukai yang memaninkan peran penting dalam
kehidupan mereka. Perlu ditekankan bahwa objek tersebut harus benar-benar objek
yang agak pribadi.
· Pengajar meminta peserta didik secara beraturan untuk mengungkapkan objek
yang dipilihnya untuk mengidentifikasi dirinya. Bagian pertama ini akan mampu
mendeskripsikan ukuran badan, bentuk, bahan, dan lain-lain.
· Pengajar mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang cara hidup dari objek
atau binatang yang dipilih, kesukaannya, dan kebiasaannya.
· Peserta didik menjawab pertanyaan pengajar
· Pengajar meminta kepada seluruh peserta didik, secara kolektif, untuk
mengulangi identitas teman-temannya melalui analogi personal untuk mengecek
kemampuan memori setiap peserta didik.
b. Teknik Lisan Berdasarkan Gerakan Badan
Teknik ini dimulai pada sebuah aktivitas pengantar; setiap peserta didik
memperkenalkan diri melalui sebuah gerakan yang menunjukkan jati dirinya, peserta
didik lain mrncoba menebak maknanya. Dalam hal ini peserta didik hanya menebak
gerakan saja. Beberapa perintah untuk melakukan teknik ini adalah:
· Meminta beberapa peserta didik untuk tampil dimuka kelas. Sebaiknya ada
laki-laki dan perempuan. Mereka diminta menunjukkan sebuah kata adejektiva melalui
sebuah gerakan, misalnya, sedih, periang, tua, marah, dan seterusnya.
· Peserta didik lain diminta untuk menebak adjektiva yang dipertontonkan
melalui gerakan tubuh, namun dalam bentuk kalimat singkat. Misalnya, Dia sedih, dia
(perempuan) periang, mereka tua, dia marah, dan seterusnya.
· Permainan lain melalui gerakan tubuh ini adalah dengan menanyakan
beberapa pertanyaan seperti: Apa yang dia lakukan? Apa yang dia perlihatkan? Apa
yang orang-orang lakukan pada pagi hari?
· Pertanyaan-pertanyaan linguistik dapat pula disampaikan seperti: Benda
apakah ini (objek)?, apa yang sedang saya lakukan?, dan sebagainya.
· Pertanyaan-pertanyaann yang berkenaan dengan waktu dapat pula diajukan
dalam bentuk gerakan seperti: Apakah yang telah saya lakukan? Apa yang akan saya
lakukan besok?, dan sebagainya.
c. Teknik Permainan Suku Kata
Teknik ini bertujuan untuk memberikan pemahaman yang baik tentang penggunaan suku
kata dalam bahasa Indonesia. Beberapa perintah untuk melakukan teknik ini adalah:
· Pengajar meminta peserta didik untuk memperkenalkan namanya dengan
menggunakan suku kata. Misalnya: Na / ma / sa / ya / Yu / di
· Pengajar meminta peserta didik untuk mengucapkan nama benda disertai
ritme bunyi yang tepat. Misalnya, Pengajar meminta peserta didik untuk mengucapkan
nama benda disertai ritme bunyi yang tepat. Misalnya, nama makanan dengan dua suku
kata, tiga suku kata. Nama minuman yang memiliki dua suku kata, tiga suku kata.
Nama cabang olah raga yang memiliki empat suku kata, dan pertanyaan lain yang
memungkinkan.
d. Teknik Menebak Adjektiva
Beberapa perintah untuk melakukan teknik ini adalah sebagai berikut:
· Pengajar meminta peserta didik untuk membuat sebuah kalimat sederhana.
Misalnya, kalimat yang muncul adalah: Kota Bandung terletak di Jawa Barat.
· Pengajar meminta kepada seorang peserta didik untuk mengulang kalimat dan
memberikan serangkaian adjektiva lainnya (tanpa diketahui peserta didik lainnya),
namun menggunakan kalimat yang sama. Peserta didik lain diminta menebak adjektiva
yang diperagakan melalui gerakan tubuh, dengan tetap menjaga kesempurnaan kalimat
bahasa Indonesianya.
· Pengajar meminta peserta didik yang lain untuk melakukan hal yang sama.
e. Teknik Gerakan Menggantung
Seperti pula teknik lainnya, teknik gerakan menggantungg memiliki tujuan untuk
meningkatkan penguasaan bahasa Indonesia lisan melalui dialog. Beberapa ketentuan
dalam melakukan teknik ini adalah sebagai berikut:
· Pengajar meminta seorang peserta didik untuk berbicara di depan kelas
dengan topik yang cukup bebas, misalnya keluarga, lingkungan, sekolah,
persahabatan, dan lain-lain. Peserta didik harus berbicara sambil memperagakan
tubuhnya.
· Jika pengajar bertepuk, maka peserta didik harus segera berhenti
berbicara dan menghentikan gerakan/peragaan tubuhnya yang menggantung.
· Pengajar meminta peserta didik lain untuk maju, dan menepuk punggung
peserta didik yang sedang diam (mematung). Peserta didik yang mematung kembali ke
tempat duduknya.
· Peserta didik yang menggantikan harus meneruskan posisi tubuh terkahir
yang ditinggalkan temannya, namun harus berbicara dengan tema atau topik
pembicaraan yang lain.
· Jika dirasakan cukup, pengajar bertepuk dan menyuruh peserta didik lain
menggantikannya, demikian seterusnya.

f. Dialog Kooperatif-opositif
Tujuan dari penggunaan teknik ini adalah untuk mrningkatkan kemampuan berbicara
peserta didik melalui dialog. Teknik ini memerlukan kemampuan tinggi dari peserta
didik karena memerlukan kosakata yang cukup sulit. Beberapa perintah untuk
melakukan teknik ini adalah:
· Pengajar meminta kepada dua orang peserta didik untuk tampil di depan
kelas. Mereka duduk di dua kursi yang saling membelakangi.
· Pengajar menentukan sebuah tema dialog, misalnya: tema keluarga,
persahabatn, dan tema lain yang sejenis.
· Dialog dimulai dengan tanda dari pengajar, dan pengajar berada tepat
dipinggir tengah kursi.
· Dialog dapat berupa kooperatif atau opositif.
· Pengajar menjadi pengatur intonasi dialog, jika tangan pengajar turun,
artinya dialog harus berlangsung kooperatif, dan jika tangan pengajar naik, artinya
dialog harus berlangsung opositif.
· Dialog dihentikan ketika pengajar memberi tanda berhenti.

DAFTAR PUSTAKA :
Iskandarwassid dan Dadang. 2016. Strategi Pembelajaran Bahasa. Bandung: PT Remaja
Rosda

Anda mungkin juga menyukai