Anda di halaman 1dari 24

8

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang diuraikan dalam penelitian ini pada dasarnya dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas penelitian ini. Sehubungan dengan masalah yang akan diteliti, teori yang dianggap relevan dalam penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1. Berbicara a. Pengertian Berbicara Pendidikan pada dasarnya bertujuan untuk membina anak peserta didik agar memiliki pengetahuan, keterampilan, dan sikap positif dalam menjalani kehidupan. Jadi, suatu proses pendidikan dan pembelajaran dikatakan berhasil apabila para peserta didik beroleh perubahan ke arah yang lebih baik dalam penambahan pengetahuan positif menuju pendewasaan sikap dan perilaku. Menurut Tarigan (2008: 3) berbicara adalah suatu keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, yang hanya didahului oleh keterampilan menyimak, dan pada masa tersebutlah kemampuan berbicara atau berujar dipelajari. Secara alamiah kegiatan keterampilan berbicara itu merupakan keterampilan berikutnya yang kita kuasai setelah kita menjalani proses latihan-belajar menyimak. Berbicara merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan

gagasan-pikiran-perasaan secara lisan kepada orang lain. Sejatinya, berbicara itu, bisa dikatakan gampang-gampang mudah. Prinsipnya, asal kita dapat menguasai apa yang

akan kita bicarakan dan syarat mudah berbicara lainnya adalah memperbanyak aktivitas menyimak dan membaca ( Nurjamal dkk, 2011: 04 ). Menurut Alwi (2007: 188) mendefinisikan berbicara adalah berkata, bercakap, dan berbahasa. Tiada hari tanpa bicara. Kenyataan ini berlaku umum, bagi setiap orang, di mana pun, kapan pun, dan apa pun profesinya. Menurut taksiran seorang pakar komunikasi, kita mampu memproduksi kata sebanyak 1.000 - 8.000 kata setiap harinya. Ini satu aset dan potensi yang sangat besar, tetapi kenyataan untuk berbicara di depan umum, misalnya berpidato, memberikan sambutan, memandu acara berdoa, ternyata tidak semua orang siap mengambil peran itu. Bahkan tidak sedikit yang memilih diam, dengan berbagai dalih, bahkan rela disebut kuper daripada menerima tawaran berbicara di depan umum. Menurut Samad (2007: 47) berbicara adalah bahasa suara, bahasa lisan. Berbicara merupakan aktivitas manusia dengan bahasanya yang terwujud dalam kegiatan berkomunikasi secara lisan. Seseorang yang memiliki keterampilan berbicara yang baik, akan memiliki kemudahan di dalam pergaulan, baik di rumah, di kantor, maupun di tempat lain. Dengan keterampilannya segala pesan yang disampaikannya akan mudah dicerna, sehingga komunikasi dapat berjalan lancar dengan siapa saja. b. Keterampilan Berbicara Menurut Mahmudah (2011: 111) keterampilan berbicara seseorang

dipengaruhi oleh 2 (dua) faktor penunjang utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah segala sesuatu potensi yang ada dalam diri orang

10

tersebut, baik fisik maupun non fisik (psykhis). Faktor fisik adalah menyangkut dengan kesempurnaan organ-organ tubuh yang digunakan dalam berbicara misalnya: pita suara, lidah, gigi, dan bibir., dan pada faktor non fisik diantaranya adalah kepribadian (kharisma), karakter, bakat (talenta), cara berfikir dan tingkat intelegensia. Sedangkan faktor eksternal misalnya tingkat pendidikan, kebiasaan, dan lingkungan pergaulan. Pengajaran sebagai berikut : 1) Ulang ucap Model ucapan yang didengar siswa disusun dengan teliti. Isinya dapat berupa fonem, kata, kalimat, kata-kata mutiara, ungkapan, dan sebagainya. Model ini dapat pula direkam dan rekamannya diputar di depan kelas. Siswa memperhatikan cara pengucapan model lalu mengucapkannya meniru model. 2) Lihat dan Ucapkan Guru mempersiapkan sejumlah benda atau gambar untuk diperhatikan kepada siswa. Benda tersebut disimpan dalam kotak. Kemudian guru mengambil satu-satu dan diperlihatkan kepada siswa. Siswa melihat dan menyebutkan namanya. 3) Melengkapi Kalimat Guru menyebutkan sebuah kalimat model. Siswa melengkapi kalimat atau memperluas kalimat itu dengan kata atau frasa yang ditentukan oleh guru. keterampilan berbicara dapat dilakukan melalui teknik,

11

4) Menjawab Pertanyaan Guru mengajukan sejumlah pertanyaan sederhana kepada siswa, mengenai identitas siswa, tempat tinggal, pekerjaan orang tuanya dan sebagainya. Siswa diarahkan dan sedikit dipaksa agar berani berbicara dalam hal ini menjawab pertanyaan guru. Jawaban biasanya jawaban pendek. Kalimat itu minta

disempurnakan oleh guru atau siswa. 5) Bertanya Siswa juga perlu dilatih menyusun pertanyaan. Pertanyaan-pertanyaan yang sistematis dapat digunakan untuk menemukan sesuatu. Pertanyaan dalam bentuk twenty question perlu dilatihkan. Guru atau siswa menuliskan nama sesuatu benda dalam kertas. Siswa lain mencoba menebak nama benda tersebut melalui sejumlah pertanyaan. 6) Pertanyaan Menggali Suatu jenis pertanyaan yang dapat mendorong siswa banyak berpikir dan menjawab lebih dalam ialah pertanyaan menggali. Jenis pertanyaan sering digunakan dalam ujian lisan dalam mengukur sampai di mana kedalaman dan keluasan pengikut ujian. Dalam pengajaran berbicara jenis pertanyaan tersebut dapat digunakan untuk mendorong siswa banyak bertanya. 7) Melanjutkan Cerita Guru menyusun suatu cerita lalu disampaikan secara lisan kepada siswa. Cerita yang disampaikan baru sepertiganya, guru berhenti bercerita. Cerita

12

dilanjutkan oleh seorang siswa. Siswa ini menghentikan ceritanya pada bagian tertentu. Kemudian tampil siswa yang lain melanjutkan cerita tersebut. 8) Cerita Berantai Guru menyusun suatu cerita yang dituliskan dalam sehelai kertas. Cerita itu kemudian dibaca dan dihafalkan oleh siswa. Siswa pertama ini menceritakan cerita tersebut, tanpa melihat teks, kepada siswa kedua. Kemudian siswa kedua menceritakan cerita itu kepada siswa ketiga. Siswa ketiga menceritakan kembali cerita itu kepada siswa pertama. Sewaktu siswa ketiga bercerita suaranya direkam. Rekaman itu kemudian dituliskan kembali. Hasil rekaman diperbandingkan teks aslinya. Keterampilan berbicara dapat diukur melalui berbagai metode yang dilaksanakan di kelas. Misalnya: 1) Berbicara tentang apa yang diketahui, didengar, dibaca, dilihat, diamati, diperkirakan, ditonton, diingini, dialami, dirasakan; 2) Berpidato, berceramah; 3) Bercerita, berdiskusi, seminar; 4) Berwawancara; 5) Bertanggung jawab; 6) Berkampanye; 7) Bercakap-cakap; 8) Membawakan acara; 9) Berbicara melalui telepon. Safari ( dalam Kasaruddin, 2007: 19 )

13

Ada beberapa keterampilan yang diperlukan siswa agar dapat berbicara dengan baik. Keterampilan itu adalah: 1) Pengucapan kata-kata yang betul; 2) Pengucapan bunyi-bunyi bahasa dengan baik dan jelas; 3) Menyatakan sesuatu dengan tegas sehingga jelas perbedaannya dengan perkataan lain; 4) Sikap yang berbicara yang baik; 5) Mempunyai nada berbicara yang menyenangkan; 6) Menggunakan kata-kata secara tepat sesuai dengan maksud yang dinyatakan; 7) Menggunakan kalimat yang efektif; 8) Mengorganisir pokok-pokok pikiran dengan baik; dan 9) Mengetahui kapan ia harus berbicara dan kapan mesti mendengarkan kawan berbicara secara bijaksana. Rahman (dalam Safiie, 2007: 8). c. Tujuan Berbicara Seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti mempunyai tujuan, ingin mendapatkan responsi atau reaksi. Responsi atau reaksi itu merupakan suatu hal yang menjadi harapan. Tujuan atau harapan pembicaraan sangat tergantung dari keadaan dan keinginan pembicara. Sebagai alat sosial, maka pada dasarnya berbicara mempunyai tujuan umum yaitu: memberitahukan atau melaporkan, menstimulasi atau mendorong, meyakinkan, menginformasikan, menghibur, dan mengajak (Tarigan, 2008: 15-16).

14

d. Metode dan Gangguan dalam Berbicara Menurut Nurjamal, dkk (2011: 10-11) banyak faktor yang menjadi penyebab mengapa seseorang tidak mau tampil berbicara. Antara lain, karena si pembicara tidak atau belum menguasai materi pembicaraan dan tidak mau menggunakan metode berbicara yang sesungguhnya tersedia untuk dipilih. Keempat metode berbicara tersebut adalah : 1. Metode serta merta Dalam hal ini pembicara tidak melakukakan persiapan lebih dulu sebelum berbicara, tetapi secara serta merta atau mendadak berbicara berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya. Pembicara menyampaikan pengetahuannya yang ada, dihubungkan dengan situasi dan kepentingan saat itu. 2. Metode naskah Pada metode ini pembicara sebelum berbicara terlebih dulu menyiapkan naskah. Pembicara membacakan naskah itu di depan para pendengarnya. Hal ini dapat kita perhatikan pada pidato resmi Presiden di depan anggota DPR/MPR, pidato pejabat pada upacara resmi. Pembicara harus memiliki kemampuan menempatkan tekanan, nada, intonasi, dan ritme. Cara ini sering kurang komunikatif dengan pendengarnya karena mata dan perhatian pembicara selalu ditujukan ke naskah. Oleh karena itu, apabila akan menggunakan metode harus melakukan latihan yang intensif. 1) Metode hafalan; Pembicara sebelum melakukan kegiatannya melakukan persiapan secara tertulis, kemudian dihafal kata demi kata, kalimat demi kalimat. Dalam

15

penyampaiannya pembicara tidak membaca naskah. Ada kecenderungan pembicara berbicara tanpa menghayati maknanya, berbicara terlalu cepat. Hal itu dapat menjenuhkan, tidak menarik perhatian pendengar. Mungkin juga ada pembicara yang berhasil dengan metode ini. Metode ini biasanya digunakan oleh pembicara pemula atau yang masih belum biasa berbicara di depan orang banyak. 2) Metode Ekstemporan Dalam hal ini pembicara sebelum melakukan kegiatan berbicara terlebih dahulu mempersiapkan diri dengan cermat dan membuat catatan penting. Catatan itu digunakan sebagai pedoman pembicara dalam melakukan pembicaraannya. Dengan pedoman itu pembicara dapat mengembangkannya secara bebas. Setiap pembicara, selain harus mengenal/menguasai metode berbicara, juga dituntut untuk mengetahui beberapa gangguan berbicara. Dalam dunia retorika, ada 5 (lima) gangguan berbicara, yaitu: 1. Gangguan visual 2. Gangguan vokal 3. Gangguan nada bicara 4. Gangguan cela bicara 5. Gangguan kontak mata Selanjutnya, menurut Chaer (2009: 28) bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya berbagai gangguan berbicara, antara lain:

16

1. Berbicara Serampangan Berbicara Serampangan atau sembrono adalah berbicara dengan cepat sekali, dengan artikulasi yang rusak, ditambah dengan menelan sejumlah suku kata, sehingga apa yang diucapkan sukar dipahami. 2. Berbicara Propusif Gangguan berbicara ini biasanya terdapat pada para penderita penyakit Parkinson (kerusakan pada otak yang menyebabkan otot menjadi gemetar, kaku, dan lemah). Para penderita penyakit ini biasanya bermasalah dalam melakukan gerakan-gerakan. 3. Berbicara Mutis (mutisme) Penderita gangguan mutisme ini tidak berbicara sama sekali. Sebagian dari mereka mungkin masih dapat dianggap membisu, yakni memang sengaja tidak mau berbicara. Mutisme ini sebenarnya bukan hanya tidak dapat berkomunikasi secara verbal saja, tetapi juga tidak dapat berkomunikasi secara visual maupun isyarat. e. Jenis-Jenis Kegiatan Berbicara Berbicara terdiri atas berbicara formal dan berbicara informal. Berbicara informal meliputi bertukar pikiran, percakapan, penyampaian berita, bertelepon dan memberi petunjuk. Sedangkan berbicara formal antara lain, diskusi, ceramah, pidato, wawancara, dan bercerita (dalam studi formal). Pembagian atau klasifikasi seperti ini bersifat luwes. Artinya, suatu pembicaraan yang akan menentukan keformalan dan keinformalan.

17

Secara garis besar, berbicara (public speaking) mencakup empat jenis, yaitu: 1. Berbicara di muka umum pada masyarakat (public speaking) yang mencakup empat jenis, yaitu: a) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat memberitahukan atau melaporkan, yang bersifat informatif (informative speaking) b) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat kekeluargaan dan persahabatan (fellowship speaking); c) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan (persuasive speaking); d) Berbicara dalam situasi-situasi yang bersifat merundingkan dengan tenang dan hati-hati (deliberative speaking). 2. Berbicara pada konferensi yang meliputi: a. Diskusi kelompok, yang dapat dibedakan atas: 1) Tidak resmi (informal), dan masih dapat diperinci lagi atas: a) Kelompok studi (studi groups). b) Kelompok pembuat kebijaksanaan (police making groups) c) Komik. 2) Resmi (formal) yang mencakup pula; a) Konferensi b) Diskusi panel c) Symposium 3) Prosedur parlementer 4) Debat.

18

f. Pengetahuan Dasar Berbicara Mulgarave (dalam Tarigan, 2008: 23) menyatakan bahwa berbicara dapat ditinjau sebagai suatu seni dan juga sebagai suatu ilmu. Jika berbicara itu dipandang sebagai suatu seni, maka penekanannya ditekankan pada penerapan sebagai suatu alat komunikasi dalam suatu masyarakat. Jika berbicara dipandang suatu ilmu, maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain: 1) Mekanisme berbicara dan mendengar; 2) Latihan dasar bagi ujaran dan suara; 3) Bunyi-bunyi dalam rangkaian dan tujuan; 4) Diftong-diftong; 5) Konsonan-konsonan; 6) Bunyi-bunyi bahasa; 7) Pantologi ujaran. Pengetahuan mengenal teori dalam berbicara, sangat bermanfaat dalam menunjang kemampuan dan kesuksesan dalam praktik berbicara. Maka dari itulah, diperlukan pendidikan berbicara. Adapun konsep yang mendasari pendidikan berbicara dikategorikan dalam tiga kelompok, yaitu: 1) Hal-hal yang berkenaan dengan hakikat atau sifat dasar ujaran; 2) Hal-hal yang menyatakan proses-proses intelektual yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan berbicara dengan baik; 3) Hal-hal yang memudahkan seseorang untuk mencapai keterampilan berbicara.

19

Munurut Tarigan (2008: 22) menyatakan bahwa analisis mengenai proses-proses intelektual yang diperlukan untuk mengembangkan kemampuan berbicara menunjukkan perlunya pengaturan bahan bagi penampilan lisan, perlunya penggunaan ekspresi yang jelas dan efektif bagi komunikasi yang khusus tersebut, dan perlu menyimak suatu keterampilan yang penuh seksama dan perhatian. g. Pembelajaran berbicara Pembelajaran adalah proses atau hal mempelajari. Konsep CBSA

(Cara Belajar Siswa Aktif) sering disinggung aktivitas belajar. Dalam keterampilan kita temukan istilah kegiatan belajar dan pada kurikulum 2003 istilah yang digunakan adalah standar kompetensi atau kompetensi dasar. Semua istilah itu mengacu pada pengertian yang sama yaitu pengalaman belajar yang dilakukan dan dirasakan murid dalam menguasai suatu bahan pembelajaran. Dengan kata lain pembelajaran ialah pengalaman yang dialami murid dalam proses menguasai kompetensi dasar pembelajaran. Di dalam KTSP dinyatakan bahwa belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Pernyataan tersebut berimplikasi bahwa siapa pun yang mempelajari suatu bahasa pada hakikatnya sedang belajar berkomunikasi. Google (2003:1) menyatakan bahwa komunikasi merupakan fitur mendasar dari kehidupan sosial dan bahasa merupakan komponen utamanya. Pernyataan tersebut menyuratkan bahwa kegiatan berkomunikasi tidak bisa dilepaskan dengan kegiatan berbahasa. Dalam kegiatan berkomunikasi dengan bahasa, sebagaimana diketahui meliputi komunikasi lisan dan tulis. Komunikasi lisan terdiri atas keterampilan menyimak/mendengarkan dan keterampilan berbicara, sedangkan

20

komunikasi tulis terdiri dari keterampilan membaca dan menulis. Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa. Keterampilan berbicara merupakan keterampilan produktif karena dalam perwujudannya keterampilan berbicara menghasilkan berbagai gagasan yang dapat digunakan untuk kegiatan berbahasa (berkomunikasi), yakni dalam bentuk lisan dan keterampilan menulis sebagai keterampilan produktif dalam bentuk tulis. Jadi, pada hakikatnya berbicara merupakan ungkapan pikiran dan perasaan seseorang dalam bentuk bunyi-bunyi bahasa. Kemampuan berbicara adalah kemampuan mengucapkan kata-kata untuk mengekspresikan pikiran, gagasan,dan perasaan. Pendengar menerima pesan atau informasi melalui rangkaian, nada, tekanan, dan penempatan persendian. Jika komunikasi berlangsung secara tatap muka, berbicara itu dapat dibantu dengan mimik dan pantomimik pembicara. Kemampuan berbicara merupakan tuntutan utama yang harus dikuasai oleh seorang guru. Jika seorang guru menuntut siswanya dapat berbicara dengan baik, maka guru harus memberi contoh berbicara yang baik hal ini menunjukkan bahwa di samping menguasai teori berbicara juga terampil berbicara dalam kehidupan nyata. Guru yang baik harus dapat mengekspresikan pengetahuan yang dikuasainya secara lisan. h. Penilaian Berbicara Menurut Larry King (2010: 63) bahwa terdapat 8 (delapan) ciri-ciri pembicara yang baik, yaitu: 1) Mereka memandang suatu hal dari sudut pandang yang baru; 2) Mereka mempunyai cakrawala yang luas;

21

3) Mereka antusias; 4) Mereka tidak pernah membicarakan diri mereka sendiri; 5) Mereka sangat ingin tahu; 6) Mereka menunjukkan empati; 7) Mereka mempunyai selera humor dan tidak keberatan mengolok-olok diri sendiri; 8) Mereka punya gaya bicara sendiri. Pada umumnya, aspek yang dapat dinilai dalam ujian berbicara antara lain: 1) Aspek kebahasaan, meliputi: ketepatan pengucapan, pelafalan, vokal, konsonan, intonasi, dan tekanan, ketetapan penempatan tekanan kata, ketepatan penggunaan nada, irama, pilihan kata, istilah, variasi kata, tata bentukan, majas, dan sebagainya. 2) Aspek pengungkapan, diantaranya: kelancaran, tidak banyak mengulang-ulang kata yang sama, tempo bicara, kenyaringan suara, gerak-gerik, mimik, nada tidak monoton, fasih, dan gaya berbicara. 3) Aspek penampilan, misalnya keberanian 4) Aspek materi, seperti tingkat pengusaan materi 2. Media Pembelajaran a. Pengertian Media Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari kata medium yang secara harfia berarti perantara atau pengantar. Medoe adalah perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan ( Sadiman, 2008: 6 ).

22

Gerlach & Ely ( dalam Arsyad, 2011: 03 ) mengatakan bahwa media secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan, keterampilan, atau sikap. Secara lebih khusus, pengertian media dalam proses belajar mengajar cenderung diartikan sebagai alat-alat grafis, photografis, atau elektronis untuk menangkap, memproses, dan menyusun kembali informasi visual atau verbal. AECT ( Association of Education and Communication ) di Amerika memberi batasan tentang media sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan atau informasi. Menurut Heinich ( dalam Arsyad, 2011: 04 ) mengemukakan bahwa media yang membawa pesan-pesan atau informasi yang bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran disebut dengan media pembelajaran. Asosiasi Pendidikan Nasional ( National Education Association ) memberikan pengertian tentang media, yaitu bentuk-bentuk komunikasi baik tercetak maupun audiovisual serta peralatannya. Media hendaknya dapat dimanipulasi, dapat dilihat, di dengar dan dibaca. Apapun batasan yang diberikan, ada persamaan di antara batasan tersebut yaitu bahwa media adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim ke penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat serta perhatian siswa sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi.

23

Proses belajar mengajar pada hakikatnya adalah proses komunikasi, yaitu proses penyampaian pesan dari sumber pesan melalui saluran/media tertentu ke penerima pesan. Pesan, sumber pesan, saluran/media dan penerima pesan adalah komponen-komponen proses komunikasi. Pesan yang akan dikomunikasikan adalah isi ajaran atau didikan yang ada dalam kurikulum. Sumber pesannya bisa guru, siswa, orang lain ataupun penulis buku dan produser media. Salurannya adalah media pendidikan dan penerima pesannya adalah siswa atau juga guru. Pesan berupa isi ajaran dan didikan yang ada di kurikulum dituangkan oleh guru atau sumber lain ke dalam simbol-simbol komunikasi baik simbol verbal ( kata-kata lisan ataupun tertulis ) maupun simbol non-verbal atau visual. Proses penuangan pesan ke dalam simbol-simbol komunikasi disebut encoding. Selanjutnya, penerima pesan ( bisa siswa, peserta latihan ataupun guru ) menafsirkan simbol-simbol komunikasi tersebut sehingga diperoleh pesan. Proses penafsiran simbol-simbol komunikasi yang mengandung pesan-pesan tersebut disebut decoding. Proses pembelajaran adalah proses komunikasi antara guru dan siswa melalui bahasa verbal sebagai media utama penyampaian materi pelajaran dan proses pembelajaran sangat tergantung pada guru sebagai sumber belajar

( Sanjaya, 2007: 197 ). Dewasa ini, ketika ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, proses pembelajaran tidak lagi dimonopoli oleh adanya kehadiran guru di dalam kelas. Siswa dapat belajar di mana dan kapan saja. Siswa bisa belajar apa saja sesuai

24

dengan minat dan gaya belajar. Seorang disainer pembelajaran dituntut untuk dapat merancang pembelajaran dengan memanfaatkan berbagai jenis media dan sumber belajar yang sesuai agar proses pembelajaran berlangsung. Menurut Edgar Dale ( dalam Sanjaya, 2007: 199 ) untuk memahami peranan media dalam proses mendapatkan pengalaman belajar bagi siswa, diperlukan alat bantu atau media apa yang sesuai agar siswa memperoleh pengalaman belajar tersebut. Misalnya, melalui pengalaman wisata, yaitu pengalaman yang diperoleh melalui kunjungan siswa ke suatu objek yang ingin dipelajari. Melalui wisata siswa dapat mengamati secara langsung dan mencatat tentang berbagai hal yang dikunjungi. Selanjutnya, pengalaman yang diperoleh dicatat dan disusun dalam bentuk cerita atau bisa diceritakan kembali melalui kegiatan belajar-mengajar dengan menggunakan media, yaitu dalam hal berbicara. b. Kegunaan Media Pendidikan dalam Proses Belajar Mengajar Menurut Sadiman (2008: 17) media pendidikan mempunyai kegunaan sebagai berikut: 1) Memperjelas penyajian pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis (dalam bentuk kata-kata tertulis atau lisan belaka). 2) Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera, misalnya: a. Objek yang terlalu besar bisa digantikan dengan realita, gambar, film, atau model; b. Objek yang kecil dibantu dengan proyektor mikro, film atau gambar.

25

3) Penggunaan media pendidikan secara tepat dan bervariasi dapat mengatasi sikap pasif anak didik. Dalam hal ini, media pendidikan berguna untuk: a. Menimbulkan kegairahan belajar; b. Memungkinkan interaksi yang lebih langsung antara anak didik dengan lingkungan dan kenyataan; c. Memungkinkan anak didik belajar sendiri-sendiri menurut kemampuan dan minatnya. 3. Media Gambar dalam Proses Pembelajaran Revolusi ilmu pengetahuan dan teknologi, perubahan masyarakat, pemahaman cara belajar anak, kemajuan media komunikasi dan informasi memberi arti tersendiri bagi kegiatan pendidikan. Dunia pendidikan adalah dunia yang dinamis dan butuh update hal-hal yang baru secara terus-menerus ( Chatib, 2009: 84 ). Tantangan tersebut menjadi salah satu dasar pentingnya pendekatan teknologis dalam pengelolahan pendidikan dan pembelajaran. Pendekatan teknologi yang diterapkan adalah menghadirkan media dalam proses belajar mengajar. Media menjadi penghubung antara guru dan siswa dalam proses penguasaan dari suatu materi pelajaran karena media merupakan sumber belajar ( Munadi, 2008: 37 ). Fenomena orang berbicara ikut mempengaruhi efektivitas komunikasi. Sangat sedikit orang termasuk guru berbicara langsung ke tujuan yang ingin dicapai melalui bicaranya. Oleh karena itu, untuk menghindari komunikasi tidak efektif dalam proses pembelajaran hendaknya guru di samping mengetahui karakteristik simbol

26

(bahasa) verbal, juga menghadirkan simbol-simbol nonverbal dalam proses pembelajaran, di antaranya adalah melalui gambar. Zulkarnain (1984: 23) mengemukakan bahwa media gambar mempunyai implikasi dalam pembelajaran, yaitu: a. Penggunaan gambar dapat merangsang perhatian siswa; b. Gambar-gambar yang dipilih dapat diadaptasikan secara tepat dalam membantu siswa memahami dan mengingat isi informasi bahan-bahan verbal yang menyertainya; c. Gambar berwarna lebih dapat menarik perhatian siswa daripada gambar yang hitam putih; Hamalik (1994: 63) menyatakan bahwa ada beberapa keuntungan gambar yang digunakan dalam kegiatan pengajaran, antara lain: a. Gambar konkret; melalui gambar para siswa dapat melihat dengan jelas sesuatu yang sedang dibicarakan dalam kelas. b. Gambar dapat mengatasi batas ruang dan waktu; c. Gambar dapat mengatasi kekurangan daya mampu pancaindera manusia d. Gambar dapat digunakan untuk menjelaskan sesuatu masalah, karena itu gambar bernilai terhadap semua pelajaran di sekolah; e. Gambar mudah diperoleh dan murah; f. Gambar mudah digunakan. Media visual adalah media yang hanya melibatkan indera penglihatan. Termasuk dalam jenis media ini adalah :

27

1. Media cetak-verbal Media cetak-verbal adalah media visual yang memuat pesan-pesan verbal (pesan linguistik berbentuk pesan). 2. Media cetak-grafis Media visual-nonverbal-grafis adalah media visual yang memuat nonverbal yakni berupa simbol-simbol visual atau unsur-unsur grafis, seperti gambar (sketsa, lukisan, dan photo), grafik, diagram, dan peta. Menurut Munadi ( 2008: 85 ) gambar secara garis besar terdiri atas tiga jenis, yakni sketsa, lukisan, dan photo. Pertama, sketsa atau gambar grafis yakni gambar sederhana atau draft kasar yang melukiskan bagian-bagian pokok suatu objek tanpa detail. Kedua, lukisan merupakan gambar hasil representasi simbolis dan artistik seseorang tentang suatu objek atau situasi. Ketiga, photo yakni gambar hasil pemotretan atau photografi. 4. Media Gambar Tempat Wisata sebagai Media Pembelajaran Berbicara Gambar merupakan tiruan barang (orang, binatang, tumbuhan, dan

sebagainya) yang dibuat dengan coretan yang menarik sehingga membentuk lukisan yang indah. Gambar merupakan perwakilan dari objek yang menyerupai aslinya yang didesain sedemikian rupa untuk menghasilkan nilai keindahan. Dalam hal ini gambar yang ditampilkan adalah foto tempat wisata

Taman Purbakala Sumpang Bita. Tempat wisata adalah tempat bepergian bersama-sama untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang dan sebagainya (Alwi, 2007: 1274).

28

Tempat wisata pada umum adalah tempat rekreasi atau tempat berwisata yang objeknya dapat berupa objek wisata alam, seperti, gunung, danau, sungai, pantai, laut, atau berupa objek wisata bangunan, seperti museum, benteng dan tempat peninggalan bersejarah. Dalam pembelajaran berbicara, gambar sangat cocok diterapkan karena dapat merangsang jiwa bernalar siswa untuk mendeskripsikan sesuatu yang dilihatnya dalam hal ini foto tempat wisata Taman Purbakala Sumpang Bita menjadi suatu bentuk cerita. B. Kerangka Pikir KTSP merupakan bentuk operasional pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah, yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini. Hal ini diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan efisiensi dan efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran. Terdapat beberapa aspek keterampilan yang mesti dikuasai oleh seorang siswa. Salah satunya adalah aspek berbicara. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia di MTs Pesantren Geologi Perunggu salah satu keterampilan yang diterapkan yaitu keterampilan berbicara. Dalam hal ini, peneliti menggunakan media gambar tempat wisata untuk mengetahui peningkatan aspek berbicara yang dilakukan oleh siswa selaku objek dalam penelitian ini. Untuk mengetahui apakah media tersebut efektif digunakan pada siswa maka peneliti menggunakan penelitian eksperimen. Pada penelitian eksperimen ini yang

29

akan dilakukan, terdiri dari beberapa tahap. Mulai dari tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, tahap observasi (pengamatan), hingga tahap evaluasi (refleksi). Mengetahui hasil belajar yang diperoleh siswa, maka peneliti menggunakan teknik analisis data dengan teknik statistik deskriptif. Dalam analisis data tersebut, peneliti dapat memperoleh data yang valid mengenai hasil belajar dengan penerapan media gambar tempat wisata dalam pembelajaran berbicara siswa kelas VII MTs Pesantren Geologi Perunggu. Adapun kerangka penelitian digambarkan sebagai berikut:

30

Bagan Kerangka Pikir

Aspek Keterampilan Berbahasa

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)

Keterampilan Berbicara

Penggunaan Media Gambar Tempat Wisata siswa kelas VII MTs Pesatren Geologi Perunggu

Tanpa Media Gambar Tempat Wisata siswa kelas VII MTs Pesatren Geologi Perunggu

Efektif atau Tidak Efektif

31

Anda mungkin juga menyukai