Anda di halaman 1dari 2

sudah maklum adanya bahwa mencari ilmu hukumnya wajib, utamanya ilmu agama dan syariat yang

menjadi kunci keberhasilan dan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Baginda Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: ‫“ َطَلُب اْلِع ْلِم َفِر يَض ٌة َع َلى ُك ِّل ُم ْس ِلٍم‬Mencari ilmu sangat wajib bagi setiap
orang muslim” (HR. Ath-Thabrani)

berdasarkan pada hadis tersebut, pentinglah kiranya bagi kita belajar dari teladan-teladan yang telah
diwariskan oleh para pendahulu kita di dalam cara dan tujuan yang benar dalam mencari ilmu.
Diriwayat dari seorang Hatim al-Asham, seorang wali agung,suatu ketika ditanya oleh guru besarnya,
Syekh Syaqiq al-Balkhy.
“Ada delapan hal” yang disampaikan imam hatim kepada gurunya”
“Ku lihat manusia.semua dari mereka mempunyai kecintaan terhadap sesuatu, dan berharap di kubur ia
akan tetap dengan apa yang ia cintai. Ternyata setelah sampai di kubur, apa yang ia cintai
meninggalkannya sendiri. Maka aku jadikan amal kebaikan sebagai sesuatu yang kucintai, agar saat
aku dimasukkan ke liang kubur, apa yang kucintai itu mau masuk bersama, tidak meninggalkanku.”

“Engkau benar, Hatim. “lalu apa yang ke-dua?.”

Hatim melanjutkan, “Aku melihat firman Allah azza wa jalla:

‫َو َأَّم ا َمْن َخاَف َم َقاَم َر ِّبِه َو َهَنى الَّنْف َس َع ِن اْلَهَو ٰى‬
“Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan
hawa nafsunya” (Q.S. An-Nazi’at : 40)

“aku yakin kebenaran firman Allah ini. Maka aku paksa diriku dengan sekuat tenaga agar mengikuti
kehendak nafsu. Sehingga ia teguh dalam ketaatan kepada-Nya.”

Yang ketiga, sesungguhnya aku melihat seluruh manusia. Aku melihat setiap orang yang memiliki
sesuatu yang berharga dan bernilai, maka ia akan mengangkat dan menjaganya. Kemudian aku melihat
firman Allah azza wa jalla:

‫َم ا ِع ْنَد ْمُك َيْنَفُد َو َم ا ِع ْنَد ِهللا اَب ٍق‬


“Apa yang di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal.” (Q.S. An-Nahl : 96)

“Maka saat ku dihadapkan kepada sebuah hal (kebaikan) yang dirasa mempunya keberhargaan, akan
ku dedikasikan ia hanya kepada Allah, agar utuh dan kekal terjaga di sisi-Nya.”

“Ke-empat, kulihat semua manusia menjadikan harta, kedudukan dan nasab sebagai pertimbangan
utama (pada banyak hal), Ternyata, sejatinya semua itu tidak mempunyai arti sedikitpun.

Lalu kurenungkan pula firman Allah :

‫َّن َأْكَر َم ْمُك ِع ْنَد اِهَّلل َأْتَقاْمُك‬


‫ِإ‬
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa
diantara kamu” (Q.S. Al Hujurat : 13)

Maka aku beramal taqwa berharap aku menjadi orang yang mulia di sisi Allah.

Yang kelima, sesungguhnya aku melihat semua manusia ini. Sebagian dari mereka mencela sebagian
yang lain, dan sebagian dari mereka melaknat sebagian yang lain. Penyebab semua ini adalah sifat
dengki. Kemudian aku melihat firman Allah azza wa jalla:

‫ْحَن ُن َقَس ْمَنا َبْيُهَنم َّم ِع يَش ُهَتْم ىِف ٱْلَح َيٰو ِة ٱُّدل ْنَيا‬
“Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia” (Q.S. Az-
Zukhruf : 32)

aku tinggalkan sifat dengki dan aku menjauh dari manusia. Aku yakin bahwa sesungguhnya pembagian
sudah ada dari sisi Allah subhanahu wa ta’ala. Maka aku menghindari permusuhan dengan manusia.

Keenam, aku melihat para manusia. Sebagian dari mereka berbuat zalim pada sebagian yang lain. Dan
sebagian dari mereka memerangi sebagian yang lain. Kemudian aku kembali kepada firman Allah
ta’ala:

‫َّن الَّش ْي َط اَن َلْمُك َعُد ٌّو َفاِخَّتُذ وُه َعُد ًّو ا‬
‫ِإ‬
“Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu)” (Q.S. Fatir : 6)

“Maka hanya permusuhan setanlah (yang benar-benar kuanggap sebagai permusuhan). Kumaksimalkan
diriku dengan mengambil jarak darinya. Karena Allah bersaksi bahwa setanlah musuh sejatiku.
Kuacuhkan permusuhan makhluk kepadakku.”

“yang ke-tujuh, kulihat sebagian dari manusia berjerih payah agar bisa mendapatkan sesuap nasi,
hingga rela melakukan hal yang menghinakan diri Dan mereka terjerumus ke dalam sesuatu yang tidak
halal.

Lalu kurenungkan firman-Nya :

‫َو َم ا ِم ْن َد اَّبٍة يِف اَأْلْر ِض اَّل َعىَل اِهَّلل ِر ْز ُقَها‬


‫ِإ‬
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya.”
(Q.S. Hud : 6)

Maka aku yakin bahwa sesungguhnya aku merupakan salah satu dari dawwab (makhluk hidup) yang
ditanggung rezekinya oleh Allah. Maka aku tersibukan dengan apa yang menjadi hak Allah ta’ala atas
diriku, dan aku meninggalkan apa yang menjadi hakku di sisi-Nya.

Yang kedelapan, aku melihat para manusia berpasrah diri dan bertawakkal kepada makhluk. Sebagian
tawakkal pada kebunnya, sebagaian lagi tawakkal pada dagangannya, sebagian lain tawakkal pada
pekerjaannya dan jabatannya, dan sebagian lain lagi mengandalkan kesehatan badannya. Semua
makhluk tawakkal pada makhluk yang lain yang sama lemahnya dengannya.

Kemudian aku kembali pada firman Allah ta’ala:

‫َو َمْن َيَتَو ْلَّك َعىَل اِهَّلل َفُهَو َح ْس ُبُه‬


”Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.”
(Q.S. Ath-Thalaq : 3)

Maka aku berserah diri kepada Allah azza wa jalla. Aku yakin Allahlah Tuhan yang mencukupiku.”
Dengan senyum penuh bangga dan bahagia Syaqiq berkata, “Wahai Hatim, semoga Allah ta’ala
memberi taufiq padamu. Sesungguhnya aku telah melihat ilmu-ilmu di dalam kitab Taurat, Injil, Zabur
dan Al-Qur’an al-Adhim. Aku menemukan semua jenis kebaikan dan ajaran agama. Semuanya berkutat
pada delapan permasalahan ini. Sehingga, orang yang mengamalkannya, maka sesungguhnya ia telah
mengamalkan keempat Kitabullah.”

Semoga kita dapat mengambil kedelapan pelajaran penting yang telah disampaikan oleh Hatim al-
Asham, amin ya rabbal alamin. Wallahu a’lam.

Anda mungkin juga menyukai