Anda di halaman 1dari 10

RESUME

PEMBUKAAN HUBUNGAN DIPLOMATIK

a. Pangkat dan gelar pejabat diplomatik


b. Pembukaan Hubungan diplomatik
c. Proses Pembukaan Perwakilan diplomatik

OLEH
DINANTY SUCI RAMADHANI
04020210114

FAKULTAS ILMU HUKUM


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2023
Pembukaan Hubungan Diplomatik

Pembukaan hubungan diplomatik merupakan suatu langkah awal yang dilakukan dalam
hubungan diplomatik. Pembukaan hubungan diplomatik ini selain untuk menjalin hubungan
persahabatan juga dimaksudkan untuk meningkatkan kerja sama dibidang ekonomi, politik,
maupun kebudayaan iptek dan diharapkan dapat berjalan dengan intensif, berkesinambungan
dan konkret. Pembukaan hubungan itu bisa terjadi atas dasar saling kesepakatan antar negara-
negara yang akan menjalin hubungan diplomatik yang biasanya diumumkan dalam bentuk
resmi seperti komunikasi bersama, perjanjian persahabatan dan lain-lainnya.
Sebagai tindak lanjut dari pembukaan hubungan diplomatik ini adalah dengan adanya
pembukaan perwakilan diplomatik di masing-masing negara yang melakukan hubungan
diplomatik tersebut. Pada saat pembukaan perwakilan diplomatik ini, para perwakilan
diplomatik membawa sebuah surat kepercayaan dari negara nya untuk negara penerima dan
apabila negara penerima bersedia menerima surat kepercayaan tersebut maka perwakilan
diplomatik dari negara pengirim dapat diterima di negara penerima dan menjalankan tugas-
tugasnya.

a. Pangkat dan gelar pejabat diplomatik


jenjang kepangkatan dan gelar diplomatik yang berlaku adalah:

Pangkat diplomatik adalah sistem pangkat profesional dan sosial yang digunakan dalam dunia
diplomasi dan hubungan internasional . Pangkat seorang diplomat menentukan banyak rincian
seremonial, seperti urutan prioritas dalam prosesi resmi, tempat duduk di meja makan malam
kenegaraan, siapa yang harus menunjukkan kredensial diplomatiknya , dan gelar yang harus
disapa diplomat tersebut.

1. Duta Besar;

Duta Besar adalah kepala misi yang diakreditasi oleh kepala negara negara penerima . Mereka
mengepalai misi diplomatik yang dikenal sebagai kedutaan , yang berkantor pusat di kanselir
yang biasanya berada di ibu kota negara penerima.
 Seorang nuncio kepausan dianggap memiliki pangkat duta besar, dan memimpin sebuah
nunciatur .
 Negara-negara Persemakmuran mengirimkan seorang komisaris tinggi yang mengetuai
sebuah komisi tinggi dan mempunyai pangkat diplomatik yang sama dengan duta besar.

Dubes adalah utusan resmi, terutama diplomat berpangkat tinggi yang mewakili suatu negara
dan ditugaskan untuk mewakili pemerintahan negaranya ke negara berdaulat lain atau
organisasi internasional untuk melaksanakan misi kerja sama negara.

2. Minister;
Menteri (bahasa Inggris: minister) adalah jabatan politik yang memegang suatu jabatan publik
signifikan dalam pemerintah. Menteri biasanya memimpin suatu kementerian dan dapat
merupakan anggota dari suatu kabinet, yang umumnya dipimpin oleh seorang raja/ratu,
gubernur jenderal, presiden, atau perdana menteri.

Seorang menteri adalah kepala misi yang diakreditasi oleh pemerintah negara penerima.
Seorang menteri memimpin kedutaan , bukan kedutaan. Setelah Perang Dunia II, kedutaan
menjadi bentuk standar misi diplomatik, dan pangkat menteri kini sudah tidak berlaku lagi.
Banyak negara menggunakan gelar menteri-konselor untuk merujuk pada wakil kepala misi,
tetapi tidak menyandang pangkat menteri

2.| Sultan Jurisprudance: Jurnal Riset Ilmu Hukum, Vol. 2 No. 1 Juni 2022, ISSN. 2798-5598
3. Minister Counsellor;

minister counsellor adalah penasihat menteri yang memberikan nasihat antar para menteri

4. Counsellor;

Konselor atau penyuluh adalah seorang yang mempunyai keahlian dalam melakukan konseling
atau penasihat.

5. Sekretaris Pertama;
Menjadi diplomat ahli muda Mewakili negara pengirim di negara penerima, dalam organisasi
dunia maupun forum internasional.

6. Sekretaris Kedua;
Menjadi diplomat ahli muda Melakukan advokasi untuk mempengaruhi para pengambil
keputusan di negara penerima.

7. Sekretaris Ketiga;
Menjadii diplomat ahli pertama,
Menjalin kedekatan dengan diplomat lainnya, agar tercipta peningkatan hubungan baik antara
negara penerima dengan negara pengirim.

8. Atase
Menjadi diplomat ahli pertama, Atase Kedutaan adalah ahli-ahli dalam bidang tertentu yang
diperbantukan pada sebuah kedutaan untuk mewakili sebuah negara dalam mengurus suatu
bidang tertentu sesuai dengan keahliannya.

b. Pembukaan Hubungan diplomatik

Pembukaan hubungan diplomatik merupakan suatu langkah awal yang dilakukan dalam
hubungan diplomatik.

Hubungan Diplomatik merupakan hubungan yang dijalankan antara negara satu dengan negara
lainnya untuk saling memenuhi kebutuhan masing-masing negara, hal ini sudah dilakukan sejak
berabad-abad yang lalu. Untuk dapat menjalankan hubungan diplomatik dengan negara lain
perlu adanya pengakuan (recognition) terlebih dahulu terhadap negara tersebut, terutama oleh
negara yang akan menerima perwakilan diplomatik suatu negara (Receiving State). Tanpa
adanya pengakuan terhadap negara tersebut, maka pembukaan hubungan dan perwakilan
diplomatik tidak bisa dilakukan. Misalnya, Indonesia tidak dapat membuka perutusan
diplomatiknya di Israel karena belum mengakui Israel sebagai sebuah negara pada awalnya,
pelaksanaan hubungan diplomatik itu sendiri hanya dilaksanakan berdasarkan kebiasaan
internasional yang ada di antara masyarakat- masyarakat internasional dahulu kala. Setelah
mengalami perkembangan, pada akhirnya negara-negara kemudian mengkodifikasikan
kebiasaan-kebiasaan internasional yang berkaitan dengan perwakilan diplomatik asing yang
dianggap penting pelaksanaannya kedalam Vienna Convention on Diplomatic Relations, 1961,
yang kemudian disusul dengan pembentukan Vienna Convention on Consular Relations, 1963,
beserta protokol tambahannya masing-masing. Soerjono Soekanto and Sri Mamudji, Penelitian
Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011). Hlm. 13-
14.

3.| Sultan Jurisprudance: Jurnal Riset Ilmu Hukum, Vol. 2 No. 1 Juni 2022, ISSN. 2798-5598
Sebagai negara yang telah memiliki hubungan negara lain, dalam hukum diplomatik diperlukan
suatu ketentuan yang mengatur hubungan luar negri antar negara. Dalam pelaksanaan hubungan
diplomatik antar negara pada awalnya diatur berdasarkan kebiasaan-kebiasaan internasional
yang dianut oleh praktik-praktik negara dan mengacu kepada Pasal 38 Statuta Mahkamah
Internasional. Kebiasaan tersebut diterima oleh negara-negara di dunia dan kemudian
dikembangkan menjadi hukum kebiasaan internasional. Sejarah telah mencatat dan
membuktikan bahwa hal ini terjadi jauh sebelum bangsa-bangsa di dunia mengenal dan
menjalankan praktik hubungan diplomatik secara tetap seperti yang ada dewasa ini.
Karna dirasakan perlu untuk membuat suatu peraturan yang dapat mengakomodir semua
kepentingan negara dalam pelaksanan hubungan internasional, akhirnya Komisi Hukum
Internasional (International Law Comision) menyusun suatu rancangan Konvensi Internasional
yang merupakan suatu wujud dari kebiasaan-kebiasaan internasional di bidang hukum
diplomatik yang kemudian dikenal dengan Vienna Convention On Diplomatic Relations 1961 (
Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik ) terdiri dari 53 pasal yang meliputi hampir
setiap aspek penting dalam diplomatik dan terdapat 2 protokol pilihan mengenai masalah
kewarganegaraan dan keharusan untuk menyelesaikan sengketa yang masing-masing terdiri dari
8-10 pasal.4 Konvensi Wina 1961 sebagai perwujudan telah dapat menyusun kodifikasi prinsip-
prinsip hukum diplomatik khususnya yang menyangkut kekebalan dan keistimewaan
diplomatik yang sangat mutlak diperlukan bagi semua negara agar dalam melaksanakan
hubungan satu sama lain dapat melakukan fungsi dengan baik dalam rangka memelihara
perdamaian dan keamanan internasional serta meningkatkan hubungan internasional antar
negara. Konvesni Wina 1961 membawa pengaruh besar dalam perkembangan hukum
diplomatik. Semua negara yang mengadakan hubungan diplomatik menggunakan ketentuan
dalam konvensi sebagai landasan dalam pelaksanaan hubungan diplomatiknya.
Agar suatu konvensi dapat mengikat negara tersebut harus menjadi pihak dalam konvensi.
Adapun kesepakatan untuk mengikatkan diri pada konvensi merupakan proses internalisasi
norma-norma Konvensi Wina 1961 menjadi norma hukum nasional negara tersebut. Akibat dari
pengikatan ini adalah negara yang menjadi peserta harus tunduk pada peraturan yang terdapat
didalam konvensi baik secara keseluruhan atau sebagian.
Ditinjau dari pengertian diplomasi, beberapa ahli menyimpulkan bahwa diplomasi adalah
hubungan antar bangsa untuk merintis kerjasama dan persahabatan, dilakukan melalui
pertukaran misi diplomatik, termasuk para pejabat yang diakui statusnya sebagai agen
diplomatik.

Agar para diplomat itu dapat melakukan tugas dan fungsinya dengan baik, mereka perlu
diberikan kekebalan dan keistimewaan yang didasarkan atas aturan- aturan dalam hukum
kebiasaan internasional serta perjanjian-perjanjian lain yang menyangkut hubungan diplomatik
antarnegara5.
Pemberian hak kekebalan sesuai dengan Konvensi Wina 1961 kepada para pejabat diplomatik
asing merupakan aspek yang sangat penting. Para pejabat diplomatik asing tersebut diberikan
hak kekebalan yang sifatnya tidaklah mutlak, tidak ditujukan pada kepentingan pribadinya, dan
hanya untuk menjamin kelancaran pelaksanaan tugas pejabat diplomatik asing tersebut secara
efisien dari negara yang diwakilkannya.6
Salah satu dari hak kekebalan tersebut adalah pemberian hak atas kawasan perwakilam
diplomatik dimana gedung tersebut bebas dari serangan, penggeledahan, pemeriksaan dari
negara penerima dalam bentuk dan kondisi apapun. Kawasan diplomatik ini merupakan suatu
daerah yang diberikan kepada perwakilan negara pengirim dimana kawasan ini mencakup
kekebalan gedung kedutaan, halaman, rumah kediaman yang ditandai dengan lambang bendera
atau daerah ekstrateritorial. Dimana daerah ekstrateritorial ini adalah tempat yang menurut
kebiasaan internasional diakui sebagai daerah kekuasaan suatu negara meskipun tempat itu
sangat nyata berada di wilayah negara lain.

4.| Sultan Jurisprudance: Jurnal Riset Ilmu Hukum, Vol. 2 No. 1 Juni 2022, ISSN. 2798-559
Adapun maksud dari Pasal 22 ayat (1) Konvensi Wina 1961 ini adalah gedung- gedung
perwakilan asing tidak dapat diganggu gugat, alat-alat negara penerima tidak diperbolehkan
memasuki gedung tersebut, kecuali dengan izin negara perwakilan.
Berdasarkan pengaturan dari Pasal 22 ayat (1) Konvensi Wina 1961 ini disimpulkan bahwa
negara penerima tidak dapat memasuki gedung kedutaan negara pengirim tanpa izin dalam
kondisi apapun. Tetapi, pada prakteknya walaupun isi dari Konvensi Wina 1961 khususnya
mengenai penggunaan kawasan diplomatik ini disetujui oleh negara-negara dunia, masih ada
perwakilan diplomatik suatu negara yang melakukan penyahgunaan fungsi kawasan diplomatik
itu sendiri. Tindakan penyalahgunaan ini merupakan suatu tindakan yang tidak sesuai dengan
aturan yang ada dan menyalahi apa yang menjadi batas kewenanangan nya.

Setiap negara yang merdeka dan berdaulat mempunyai right of legation/ Hak Legasi. Hak
Legasi terbagi menjadi 2 yaitu:

1. Hak Legasi aktif, yaitu hak suatu negara untuk mengakreditasikan wakilnya ke
negara lain
2. Hak Legasi Pasif, yaitu hak kewajiban untuk menerima wakil-wakil negara asing

Pasal 2 Konvensi Wina tahun 1961


⬇️
“Pembukaan hubungan diplomatik antara negara-negara dan pembukaan
perwakilan tetap diplomatik dilakukan atas dasar saling kesepakatan”

Kesepakatan tersebut harus dalam bentuk untuk membuka hubungan diplomatik


dan kesepakatan untuk membuka perwakilan tetap. Pembukaan hubungan
diplomatik dengan suatu negara dan pembukaan perwakilan tetap suatu negara
merupakan dua hal yang berbeda. Suatu negara dapat membuka hubungan
diplomatik, tetapi belum tentu langsung membuka perwakilan tetap.

Hukum internasional tidak mengharuskan suatu negara membuka hubungan


diplomatik dengan negara lain, seperti juga tidak ada keharusna untuk menerima
misi diplomatik asing di suatu negara. Penolakan suatu negara untuk membuka
hubungan diplomatik dengan alasan apapun terhadap negara lain merupakan suatu
praktek yang biasa berlaku.

c. Proses Pembukaan Perwakilan diplomatik

maka secara otomatis membuka hubungan konsuler (dilakukan dengan persetujuan timbal balik
kedua negara). Meskipun telah membuka perwakilan diplomatik, sesuatu negara dapat untuk
tidak membuka Perwakilan Konsuler. Namun sebelum membuka Perwakilan diplomatik,
sesuatu negara dapat membuka hubungan konsuler dahulu sebagai tahap awal membuka
perwakilan diplomatik. Putusnya hubungan diplomatik, tidak berarti putus pula hubungan
konsuler. Ketentuan Hukum Internasional menyatakan bahwa jika dua negara yang memiliki
hak keterwakilan sepakat mengadakan hubungan diplomatik tetap satu sama lain, masing-
masing negara yang bersangkutan dapat mendirikan perwakilan diplomatik secara timbal balik.

5.| Sen B, A Diplomatic Handbook of Internasional Law and Practice, Martinus, TheHague
 Tata Cara Pembukaan Hubungan Diplomatik
Menurut Pasal 2 Konvensi Wina 1961: “Pembukaan hubungan diplomatik antara negara-negara
dan pengadaan misi diplomatik tetapnya dilakukan melalui persetujuan timbal balik.”
Persetujuan timbal balik untuk membuka hubungan diplomatik ini dapat dilakukan dengan
cara:
A.) Membuat perjanjian pembukaan hubungan diplomatik
B.) Mendeklarasikan bersama. Hal ini dilakukan apabila antara kedua kepala negara bertemu
baik dalam suatu kunjungan resmi di salah satu negara atau disela-sela suatu pertemuan resmi
di tempat lain

Apabila kedua negara telah sepakat untuk membuka hubungan diplomatik, maka tahap
berikutnya adalah:

1.) Pengangkatan:

(a.) Kepala misi yang akan ditempatkan di negara penerima diusulkan terlebih dahulu oleh
negara pengirim untuk mendapatkan persetujuan (agreement) dari negara penerima.

(b.) Apabila negara penerima menolak memberikan persetujuan orang tersebut, tidak ada
kewajiban bagi negara penerima untuk memberikan alasan penolakannya

2.) Penerimaan Kepala Misi Diplomatik

Kepala misi diplomatik yang mendapatkan persetujuan dari negara penerima, selanjutnya akan
diberikan surat kepercayaan (Letter of Credence) yang ditandatangani oleh kepala negara
ditujukan kepada kepala negara penerima.

Biasanya seorang kepala misi diplomatik sebelum berangkat menuju posnya di negara
penerima, akan tinggal dahulu di ibukota negaranya, akan mengadakan pembicaraan-
pembicaraan dengan Kepala Negara, Menteri Luar Negeri, dan pejabat-pejabat lainnya di
Kementrian Luar Negeri serta dengan wakil-wakil diplomatik dari negara dimana ia akan
ditempatkan, kepala misi ini akan mempelajari hubungan antara dua negara tersebut dimasa
lampau, diberi bahan-bahan dan informasi-informasi oleh para ahli dari biro-biro di kementrian
luar negeri yang berkaitan dengan tugasnya (menurut pembagian geografis, fungsi, dan
sebaginya), dan diperlengkapi dengan dokumen-dokumen penting diantaranya, paspor-paspor
diplomatik, baik untuk kepala misi sendiri, untuk keluarganya, maupun stafnya
Tahap berikutnya biasanya Kepala Misi Diplomatik tersebut mengadakan kunjungan dan
mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri, dengan Pemimpin-pemimpin atau
Pejabat-pejabat yang berpengaruh dalam pemerintahan negara penerima, para rekan-rekan
sejawat lainnya dari Korps Diplomatik yang biasanya masing-masing akan membalas
kunjungan tersebut pada waktu yang akan datang. Setelah itu barulah Kepala Misi Diplomatik
akan melaksanakan tugas-tugas diplomat sesungguhnya.

A.) Pembukaan hubungan diplomatik antar negara terjadi melalui persetujuan timbal balik
(reciprocity), demikian pula mengenai pengadaan misi ( Pasal 2 Konvensi Wina Tahun 1961).
Persetujuan bersama ini dituangkan dalam Joint Agreement atau joint declaration. Kalau diteliti,
kata kunci Pasal 2 ini adalah kesepakatan bersama. Harus ada kesepakatan untuk membuka
hubungan diplomatik dan selanjutnya kesepakatan untuk membuka perwakilan tetap.

6.|Thantowi Jawahir., Hukum dan Hubungan Internasional, UI Press. Yogyakarta2016.


Pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan perwakilan tetap bagi Konvensi Wina
merupakan dua hal yang berbeda. Itu juga berarti bahwa suatu negara dapat saja membuka
hubungan diplomatik tetapi tidak langsung diikuti pembukaan perwakilan tetap. Pembukaan
hubungan diplomatik dan pembukaan perwakilan tetap secara hukum merupakan dua hal yang
berbeda.8 Di Indonesia pembukaan hubungan diplomatik dan pembukaan kantor perwakilan
diplomatik diatur dengan Keputusan Presiden.

B.) Pembukaan hubungan diplomatik dan konsuler tersebut disamping mengikuti ketentuan-
ketentuan Konvensi Wina 1961 dan 1963, harus pula berdasarkan prinsip hukum internasional
yang berlaku, termasuk menurut hukum kebiasaan internasional dan prinsip reciprosity.
Terhadap syarat-syarat diatas, secara tegas dikatakan oleh Vohn Glahn, dalam bukunya “The
Law Among Nations”, yaitu : “Dasar hukum setiap hubungan diplomatik adalah harus ada
persetujuan dari negara penerima perwakilan asing tersebut, negara penerima harus meletakan
dasar ketentuan-ketentuan yang mengatur status hukum dan kegiatan diplomatik asing yang
bersangkutan, ketentuan mana harus dilandasi pula dengan prinsip- prinsip hukum internasional
yang berlaku dan negara penerima, terutama persahabatan antara kedua negara perlu
dipertahankan/ditingkatkan terus.
Pengangkatan seorang duta besar biasanya dilaksanakan atas nama kepala negara. Calon- calon
duta besar biasanya diusulkan oleh menteri luar negeri kepada kepala negara untuk bisa
mendaptkan persetujuan. Cara pemilihan calon-calon tidak sama dengan negara-negara lain,
bergantung pada sistem dan praktik yang berlaku di suatu negara. Dapat juga terjadi pemilihan
calon duta besar ditentukan oleh kabinet atau hanya oleh kementerian luar negeri setelah
memerhatikan berbagai faktor. Berbeda dengan Amerika Serikat pengangkatan seorang duta
besar harus mendapatkan persetujuan dari senat.

Di Indonesia, menurut ketentuan Pasal 29 UU No.37 tahun 1999 tentang Hubungan Luar
negeri, seorang duta besar luar biasa dan berkuasa penuh adalah pejabat negara yang diangkat
dan diberhentikan oleh presiden selaku kepala negara. Seperti juga praktik- praktik di negara
lain, seorang duta besar mewakili negara dan bangsa serta menjadi wakil pribadi presiden di
suatu negara atau pada organisasi internasional.

Dalam hubungannya dengan pengangkatan Duta Besar Indonesia sesuai dengan Pasal 13 ayat 2
Amandemen Pertama UUD 1945 disebutkan, “Dalam hal mengangkat duta, presiden
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.” Kemudian, sesuai ketentuan Pasal 4
Konvensi Wina 1961 tentang Hubungan Diplomatik, di mana ditegaskan bahwa bila
pengangkatan seorang calon duta besar telah diputuskan, namanya segera diajukan kepada
pemerintah negara penerima melalui kedutaan besar negara pengirim untuk mendapatkan
agreement. Pemerintah agreement kepada pemerintah negara penerima dilakukan secara
konfidensial mengingat kemungkinan ditolaknya calon yang diajukan.

Secara umum tugas seorang Duta Besar sebagai perwakilan diplomatik ialah
menjamin efisiensi peranan dari perwakilan diplomatik di negara penerima.
Sedangkan fungsi misidiplomatik adalah melakukan serangkaian tugas yang terdiri
atas representasi, negosiasi, observasi, proteksi dan pelaporan, serta peningkatan
hubungan persahabatan antara negara pengirim dan negara penerima. Namun
menurut Oppenheim-Lauterpacht, pada intinya hanya terdiri atas tiga tugas yang
wajib dilakukan oleh perwakilan diplomatik, yaitu negosiasi, observasi dan
proteksi.

7.|Thantowi Jawahir., Hukum dan Hubungan Internasional, UI Press. Yogyakarta2016.


Dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang pertama,yaitu negosiasi, sebagai
wakil resmi negara pengirim, ia harus mengemukakan pandangan dan kepentingan
negaranya terhadap situasi ataupun perkembangan situasi dan kondisi dunia saat
itu, khususnya yang menyangkut kepentingan negaranya kepada negara penerima.
Sedangkan tugas observasi ialah ia harus mengamati secara saksama semua
kejadian (peristiwa) di negara penerima yang mungkin dapat mempengaruhi
kepentingan nasional negara pengirim. Bahkan dianggap perlu pula melaporkan
hal-hal tersebut kepada pemerintah yang mengirimnya.Demikian pula tentang
tugas proteksi, yaitu melindungi warga negara dan kepentingannya di negara
penerima, tidak saja terhadap individu warga negaranya tetapi juga meliputi harta
milik dan berbagai kepentingan warga negara tersebut.

Disamping itu ada juga yang berpendapat bahwa perwakilan diplomatik yang
bertindak sebagai saluran diplomasi negara mempunyai fungsi ganda, yaitu :
Pertama, menyalurkan kepada pemerintah negara penerima mengenai politik luar
negeri pemerintah diplomat tersebut, serta penjelasan seperlunya tentang
negaranya untuk menumbuhkan pengertian yang baik dan mendalam mengenai
negaranya;
Kedua, menyalurkan kepada pemerintah negaranya perihal politik luar negeri dari
negara penerima, dan melaporkan semua kejadian dan peristiwa serta
perkembangan setempat, lengkap dengan keterangan/penjelasan keadaan
setempat, penjelasan dan analisis yang dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan politik luar negeri negaranya.

8.|Sultan Jurisprudance: Jurnal Riset Ilmu Hukum, Vol. 2 No. 1 Juni 2022, ISSN. 2798
Mulai dan Berakhirnya Fungsi Perwakilan Diplomatik

Terhadap pengaturan mengenai hubungan antar negara ini hingga kini masih terus diadakan
penyelidikan dan pengkodifikasian secara saksama.Formulasi dari aturan-aturan ataupun
kaidah-kaidah dan asas-asas hukum umum dan kebiasaan internasional, terutama
11 Syahmin A.K. Op-cit, hal. 248
yang menyangkut fungsi perwakilan diplomatik, terbukti masih tetap dipergunakan dimana-
mana, baik yang skopnya nasional, regional maupun internasional.Hal yang disebut diatas dapat
dibaca dalam pembukaan atau mukadimah Konvensi Wina Tahun 1961.
Selanjutnya, mengenai masalah kapan mulai berlakunya fungsi perwakilan diplomatik itu.
Pertama-tama harus kita lihat ketentuan yang termuat dalam Konvensi Wina, dimana Pasal. 13
Konvensi Wina 1961 menegaskan bahwa kepala misi diplomatik sudah dianggap memulai
fungsinya dinegara penerima, baik pada saat wakil itu menyerahkan surat kepercayaanya
maupun pada saat pemberitahuan kedatangannya, dan menyerahkan sebuah salinan asli dari
surat kepercayaan atau Letter of Credence-nya kepada menteri luar negeri negara penerima atau
menteri negara penerima lainnya yang ditujukan sesuai dengan praktek yang berlaku dinegara
penerima, yang akan diberlakukan secara seragam. Sedangkan mengenai urutan-urutan
penyerahan surat kepercayaan ataupu sebuah salinan asli akan ditentukan oleh hari dan saat
kedatangan kepala perwakilan yang bersangkutan.

Kemudian mengenai kapan berakhirnya misi diplomatik tersebut. Pada umumnya tugas seorang
Duta Besarakan berakhir karena sudah habis masa jabatan yang diberikan kepadanya untuk
menjalankan tugas. Tugas itu dapat pula berakhir, karena ditarik kembali (recall) oleh
pemerintah negara pengirimnya, mungkin juga karena tidak disenangi lagi (persona non grata),
sehingga menyebabkan fungsi wakil diplomatik itu berakhir. Jika antara negara pengirim dan
negara penerima terlibat dalam peperangan (pecah perang), maka tugas seorang diplomat juga
akan terganggu (terhenti), dan lasimnya ia dan keluarganya dikembalikan ke negara pengirim.
Kemudian jika kepala negara dari negara pengirim ataupun negara penerima adalah Raja / Ratu
dan wafat dan atau turun tahta, dapat pula menyebabkan terhentinya tugas seorang wakil
diplomatik, (namun hal yang disebut belakangan ini sudah tidak dipraktekan lagi). Selain
pendapat diatas, fungsi kepala perwakilan diplomatik ini akan berakhir disebabkan oleh
beberapa hal seperti tersebut dibawah ini :

1. Pemanggilan kembali wakil itu oleh negara pengirimnya. Surat panggilan ini wajib
disampaikan kepada kepala negara atau menteriluar negeri, dankepada wakil yang bersangkutan
kemudian diberikan pula letters de recreance yang menyetujui pemanggilannya. Seiring
pemanggilan serupa ini berarti bahwa hubungan kedua negara memburuk adanya, tindakan
pemanggilan kembali itu hanya dilakukan jika terjadi ketegangan, dan ketegangan tersebut
tidak dapat diatasi dengan jalan lain.
2. Permintaan negara penerima agar wakil yang bersangkutan dipanggil kembali; ini juga
berarti bahwa hubungan kedua negara mungkin sedemikian rupa tegangnya;
3. Penyerahan paspor kepada wakil dan staf serta para anggota keluarganya pada saat perang
pecah antara kedua negara yang bersangkutan ;
4. Selesainya tugas misi, dan
5. Berakhirnya surat-surat kepercayaan yang diberikan untuk jangka waktu
yang sudah ditetapkan.

9.| Pengantar Hukum Internasional, Bhratara,Jakarta,1971.


Jadi fungsi seorang pejabat diplomatik akan berakhir apabila ada pemberitahuan dari negara
pengirim kepada negara penerima bahwa fungsi pejabat diplomatik yang bersangkutan berakhir,
atau ada pemberitahuan dari negara penerima kepada negara pengirim bahwa sesuai dengan
ketentuan pasal 43 Konvensi Wina 1961.

Pembukaan hubungan diplomatik ini merupakan keinginan bersama kedua negara untuk
meningkatkan saling pengertian dan memperkuat persahabatan dan kerja sama antara kedua
negara dalam bidang politik, ekonomi, budaya, dan pendidikan. Keputusan ini sesuai dengan
ketentuan Konvensi Wina tahun 1961 tentang Hubungan Diplomatik, dan berdasarkan prinsip-
prinsip Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Hukum Internasional yaitu kesetaraan antar
negara, kedaulatan nasional, saling ketergantungan, integritas territorial, dan non-intervensi
dalam urusan internal negara lain.

Indonesia mengharapkan momentum pembukaan hubungan diplomatik dengan Barbados dapat


mendorong peningkatan perdagangan, investasi, dan pariwisata antara kedua negara.

Adapun saran-saran mengenai proses pembukaan perwakilan diplomatik :

1. Untuk kelancaran pelaksanaan hubungan diplomatik antar negara sebagaimana yang


ditentukan dalam Konvensi Wina Tahun 1961 tentang Hubungan Dilpomatik, maka setiap
negara hendaknya menghormati dan mematuhi konvensi tersebut agar apa yang menjadi
maksud dan tujuan daripada pelaksanaan hubungan diplomatik tersebut yang pada intinya untuk
mewujudkan saling pengertian dan kerjasama internasional, demi kepentingan bersama negara-
negara dapat terwujud sesuai dengan maksud dilaksanakannya hubungan diplomatik tersebut.

2. Dalam melaksanakan tugas dan fungsi perwakilan diplomatik, maka kepada para pejabat
diplomatik hendaknya melaksanakan tugas dengan baik dan diharapkan untuk berlaku jujur,
teliti, sabar, setia, serta memiliki loyalitas yang tinggi. Namun yang paling utama kepada para
pejabat diplomatik harap tidak menyalahgunakan hak kekebalan dan keistimewaan yang
diberikan kepada setiap pejabat diplomatik di suatu negara.

10.|Pengantar Hukum Internasional, Bhratara,Jakarta,1971.

Anda mungkin juga menyukai