BAB I
PENDAHULUAN
yang merupakan suatu kebijakan yang dapat dilakukan suatu negara untuk
Wina 1961, untuk Hubungan Konsuler diatur dengan Konvensi Wina 1963
pembentukan suatu hubungan diplomatik antar suatu negara dan oleh misi
penghubung antar satu negara dengan negara yang lain. Alat penghubung
pada Pasal 39 ayat (1) yang pada intinya bahwa setiap orang yang
mendapat hak istimewa dan kekebalan baru mulai berlaku atau mulai
1
Setyo Wodagdo dan Hanif Nur W, Hukum Diplomatik dan Konsuler, Bayu
Media Publishing, Malang. 2008. Hlm. 38.
2
para pejabat diplomat diatur pada Konvensi Wina tahun 1961 bahwa para
ataupun penangkapan.
2
Edy Suryono dan Moenir Arisoendha, 1991. Hukum Diplomatik Kekebalan
dan Keistimewaan, Bandung. Hlm. 42.
3
Ali Sentosa, tinjauan Hukum Internasional terhadap Diplomat yang
Melakukan Tindakan Melawan Hukum di Hubungkan dengan Kekebalan Diplomatik,
Jurnal Universitas Sumatera Utara, Medan. Hlm. 2.
3
bersifat fungsional dengan tujuan agar anggota misi diplomatik itu dapat
negara. Dengan demikian harus ada kewajiban timbal balik antara negara
pertimbangan lain.5
mereka.
merupakan perhitungan atas suatu hal yang terjadi dan kewajiban untuk
tersebut.
5
Boer Mauna Op.Cit. Hlm. 548.
6
Sugeng Istanto, Hukum Internasional, 2010. Hlm. 105.
7
Jawahir Thontowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer,
PT. Refika Adhitama, Bandung, 2006. Hlm. 193.
5
melanggar hukum.8
hak negara lain. Menurut Shaw, yang menjadi karakteristik penting adanya
berikut:9
8
JG Strake, Introduction to International Law, butterworths, London, 1989.
Hlm. 293-294.
9
http://nizarfikkri.com/2011/12tinjauan-yuridis-terhadap-kekebalan.html,
Diakses Tanggal 20 Oktober 2020.
6
tidak memenuhi unsur tersebut maka negara tersebut tidak dapat dimintai
pertanggungjawabannya.10
10
Iblid. Hlm 82.
11
Article of Draft Articles: “Every Internationally Wrongful Act Of State Entails
The International Responsibility On That State.”
7
satu kasus yang terjadi yaitu, pada tanggal 18 November 1991, di KBRI di
serta kiriman pos tidak bisa masuk ke KBRI. Dan dua hari sebelumnya,
1992, pukul 17.40 waktu setempat, tindakan yang dilakukan oleh para
12
Ian Brownlie, Principles Of Public International Law, 9th Editon Oxford:
Clarendom Press, 2008. Hlm. 434.
13
Tempo, Menunggu Hasil Komisi Djaelani, Jakarta, 30 November 1991. Hlm.
22.
14
Surya, Indonesia Protes Demonstrasi Di KBRI Canberra, Surabaya, 4 Januari
1992.
8
Besar RI sebagai simbol dari korban yang gugur dalam insiden Dilli
mereka.
RI, kerana hal itu bertentangan dengan ketentuan dalam Pasal 22 (2)
15
Sumaryo Suryokusumo, Op.Cit. Hlm. 87.
9
16
Iblid. Hlm. 88.
10
yang telah diuraikan itu, masih banyak kasus serupa yang dialami oleh
ayat (a), (b) dan (c) dari ayat 1 Pasal ini, dan dengan syarat
Yaman yang dilakukan oleh negara Arab Saudi atas pengebomman yang
terjadi pada tanggal 20 April 2015. Ada beberapa pasal yaitu Pasal 12
internasional oleh suatu negara ketika suatu tindakan negara itu sesuai
dengan apa yang diminta. Terlepas dari asal atau karakter Pasal 13
karena jika negara terkait oleh kewajiban tersebut pada saat tindakan
B. Rumusan Masalah
jawab negara penerima dalam melindungi aset kedaulatan negara pengirim, maka
1. Tujuan Penulisan
17
Satow’s guide to diplomatic practice, 5th, ed. London: longman group ltd,
1979. Hlm. 177 terkutip dalam Syahman, Ak, Op.Cit. Hlm. 122.
13
diplomatik 1961.
2. Manfaat Penulisan
pengirim.
D. Kerangka Konseptual
yang terlanggar haknya untuk menuntut suatu hak yaitu berupa perbaikan
konsepnya yang mapan dan solid. Oleh karena masih dalam tahap
tindakan suatu negara yang tidak sah secara internasional melahirkan suatu
tersebut akan dipilih oleh negara yang mengutusnya dan akan menjalankan
27
Sumaryo Suryokusumo, 2013. Hukum diplomatik dan konsuler jilid I,
tatanusa, Jakarta. Hlm. 8.
28
Iblid, Hlm. 3.
18
lama menjadi bagian dari sejarah diplomasi, dan hal ini sudah dianggap
ekstrateritorial tersebut.
dinyatakan tidak boleh diganggu gugat, tidak boleh dimasuki oleh aparat
dan perwakilan konsuler dari suatu negara khususnya yang menyangkut yuridiksi
pada awalnya disebut sebagai yuridiksi konsuler karena yuridiksi semacam itu
sejak dahulu sudah dikenal dan telah dipraktekan oleh konsul-konsul di negara
Kekaisaran Ottoman dalam abad ke-16 oleh karena pada masa itu hukum Turki
yang didasarkan pada Qur’an tidak selayaknya dapat diberlakukan pada golongan
31
Pasal 22 (1) Konvensi Wina 1961 Mengenai Hubungan Diplomatik.
32
Hyde II, Op.Cit. hlm. 849-871.
20
negara setempat mengenai musibah yang terjadi dan mengenai jalannya proses
negara setempat.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang disebut juga sebagai penilitian Yuridis Normatif dan
perpustakaan atau studi dokumen, karena penelitian ini dilakukan atau ditunjukan
2. Sifat Penelitian
33
Pasal 36 (1) b. Konvensi Wina 1963 mengenai Hubungan Diplomatik.
34
Ibid, Hlm.142.
21
analisis. Penelitian ini dilakukan dimana pengetahuan tentang objek yang akan
diteliti telah ada lalu kemudian dipakai guna memberikan gambaran mengenai
3. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penulisan ini adalah pendekatan kasus (the
kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapai yang telah menjadi putusan
pengadilan dan telah menjadi kekuatan hukum yang tetap. Pendekatan konseptual
belakang apa yang dipelajari dan perkembangan pengaturan mengenmai isu yang
dihadapi.
berikut :
Diplomatik.
internasional.
F. Sistematika Penulisan
BAB IV : PENUTUP
Pada bab ini diuraikan kesimpulan dan saran yang dapat ditarik