1.
Mengatur berbagai definisi mengenai:
Kepala Perwakilan, Anggota Perwakilan,
Anggota Staf Perwakilan,
Anggota staf dan misi perwakilan/pejabat diplomatik,
Anggota staf administrasi dan teknik,
Anggota staf dinas, pembantu rumah tangga pribadi para diplomat dan gedung milik.
2.
Mengatur tentang prinsip-prinsip untuk menyatakan hubungan diplomatik antar negara.
3.
Mengatur tentang tugas misi diplomatik, termasuk kemungkinan untuk menerima tugas-tugas
konsuler.
4.
Mengatur tentang syarat-syarat mengangkat duta besar.
5,6.
Mengatur tentang akreditasi majemuk.
7.
Mengatur tentang syarat-syarat pengangkatan staf perwakilan diplomatik.
8.
Mengatur tentang kewarganegaraan staf diplomatik, dan seterusnya
Secara sederhananya, tugas dan fungsi perwakilan diplomatik adalah melakukan representasi,
negosiasi, observasi, proteksi, dan pelaporan, serta meningkatkan hubungan persahabatan antara
negara pengirim dengan negara penerima. Dalam negosiasi, seorang wakil resmi dari negaranya
ia harus mengemukakan pandangan dan kepentingan negaranya terhadap situasi ataupun
perkembangan dunia pada saat itu kepada negara penerima. Sedangkan untuk tugas observasi,
seorang duta harus mengamati secara seksama atas segala perkembangan yang terjadi di negara
penerima yang mungkin dapat mempengaruhi kepentingan nasional negaranya. Demikian halnya
dengan tugas proteksi. Kedutaan Besar atau Konsulat Jendral berkewajiban untuk melindungi
warga negara beserta harta bendanya dan kepentingan negaranya yang berada di negara
penerima. Terakhir, perwakilan diplomatik berkewajiban untuk melaporkan setiap
perkembangan apa saja yang terjadi di negara penerima.
Baharudin A. Ubani dalam Diplomasi dan Politik Luar Negeri Indonesia (n.d) berpendapat
bahwa perwakilan diplomatik yang bertindak sebagai saluran diplomasi di negaranya memiliki
fungsi ganda yang diantaranya adalah:
Menyalurkan kepada pemerintah negara penerima mengenai politik luar negeri pemerintahnya
serta pejelasan seperlunya tentang negaranya untuk memberikan pengertian yang baik dan
mendalam mengenai negaranya.
Menyalurkan kepada pemerintah negaranya perihal politik luar negeri negara penerimadan
melaporkan kejadian-kejadian serta perkembangan setempat dengan keterangan-keterangan
keadaan setempat. Penjelasan dan analisa tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan
pertimbangan dalam menentukan politik luar negeri negaranya.
Perbedaan Fungsi Misi Diplomatik Tetap dan Tidak Tetap
Secara mendasar, perwakilan diplomatik terbagi menjadi dua, yaitu perwakilan tidak tetap atau
sementara, dan perwakilan tetap. Misi perwakilan tidak tetap fungsinya terbatas pada tugas-tugas
yang diserahkan kepada wakil diplomatik itu untuk menangani masalah-masalah tertentu sesuai
dengan bunyi surat kepercayaan yang diberikan kepada mereka untuk hal-hal khusus, seperti
mengadakan pembicaraan atau perundingan damai dengan negara yang sedang bersengketa. Jika
misinya telah selesai, maka selesai pula lah tugas misi diplomatiknya.
Sedangkan, untuk tugas dan fungsi perwakilan diplomatik tetap sangat luas dan sudah ditentukan
sebagian besarnya dalam Konvensi Wina 1961. Beberapa yang paling penting diantaranya
adalah:
Mewakili negaranya di negara penerima;
Melindungi kepentingan negara pengirim di negara penerima dalam batas-batas yang
diperkenankan oleh hukum internasional;
Mengadakan perundingan-perundingan dengan pemerintah dimana mereka diakreditasikan;
Memberikan laporan kepada negara pengirim mengenai keadaan dan perkembangan di negara
penerima dengan cara-cara yang dapat dibenarkan oleh hukum, baik hukum dalam negeri
ataupun hukum internasional;
Meningkatkan hubungan persahabatan antar negara, terutama antara negara pengirim dengan
negara penerima, serta mengembangkan dan memperluas hubungan ekonomi, kebudayaan, dan
ilmu pengetahuan.
Selain tugas-tugas diatas, perwakilan diplomatik dapat juga menjalankan tugas dan fungsi
konsuler seperti pencatatan kelahiran dan kematian, perkawinan, perceraian, serta mengenai
waris-mewarisi dari semua warganegaranya yang berada di negara penerima. Untuk lebih
jelasnya, tugas dan fungsi konsuler akan dijelaskan dibawah ini.
Tugas dan Fungsi Perwakilan Konsuler
Perwakilan diplomatik pada umumnya mengurusi hal-ihwal yang bersifat politik, dan berurusan
dengan pejabat pemerintah tingkat pusat seperti presiden dan menteri. Hal-hal yang demikian
tidak dapat dilaksanakan oleh perwakilan konsuler. Perwakilan konsuler juga tidak melakukan
tugas-tugas yang berkaitan dengan situasi dan kondisi negara penerima seperti mengamati
perkembangan politik negara penerima yang sedang berlangsung.
Perwakilan konsuler hanya menjalankan hubungan-hubungan dengan instansi pemerintah yang
menyangkut bidang perdagangan, perindustrian, perkapalan (navigasi), instansi pengadilan dan
instansi administratif yang mengurusi kepentingan warga negaranya di negara penerima. Tugas
dan fungsi perwakilan konsuler juga telah dituangkan dalam Konvensi Wina 1963 sebagai
berikut:
Melindungi kepentingan-kepentingan dari negara pengirim dan setiap warga-negaranya di
wilayah negara penerima, baik secara individu maupun badan usahanya dalam batas-batas yang
diperkenankan oleh hukum internasional.
Meningkatkan pengembangan hubungan-hubungan perdagangan, ekonomi, kebudayaan, dan
ilmu pengetahuan antar negara pengirim dengan negara penerima, sesuai dengan ketentuan-
ketentuan Konvensi Wina.
Mencari dan memberikan informasi kepada negara pengirim mengenai keadaan-keadaan dan
perkembangan yang terjadi di negara peerima.
Mengeluarkan paspor dan dokumen perjalanan bagi warganegara negara pengirim dan visa bagi
orang-orang setempat yang akan pergi mengunjungi atau bepergian ke negara penerima.
Membantu dan mendampingi warganegara pengirim baik secara individu maupaun badan-badan
usaha warganegara pengirim di negara penerima.
Berusaha melindungi kepentingan warganegaranya baik secara individu maupaun badan-badan
usahanya dalam hal terjadinya pergantian yang timbul dari mortis cause (amanat sebelum
kematian) di wilayah negara penerima, sesuai dengan peraturan dan hukum yang berlaku di
negara penerima.
Sebagai tambahan, tugas dan fungsi perwakilan konsuler tidak hanya mencakup apa yang tertulis
dalam satu konvensi saja, melainkan kebiasaan-kebiasaan internasional, perjanjian bilateral antar
negara pengirim dengan negara penerima, serta hukum nasional dan aturan konsuler lainnya
dapat dijadikan pertimbangan khusus bagi perwakilan konsuler dalam menjalankan tugas dan
fungsinya.
Kekebalan dan Keistimewaan sebagai Protokoler Perwakilan Diplomatik
Kekebalan duta besar dari yurisdiksi pidana di negara penerima telah mulai diberlakukan oleh
banyak negara sejak abad ke XVII. Aturan ini diadopsi sebagai kebiasaan-kebiasaan
internasional dalam praktek pertukaran perwakilan diplomatik. Para pejabat diplomatik yang
dikirimkan oleh setiap negara ke negara lainnya dianggap memiliki sifat suci yang khusus,
yang secara konsekuensinya memberikan kekebalan dan keistimewaan yang khusus kepada
perwakilan diplomatik.
Pada pertengahan abad XVIII, aturan-aturan kebiasaan internasional mengenai kekebalan dan
kesitimewaan diplomatik mulai ditetapkan. Hal ini tidak hanya berlaku pada perwakilan
diplomatik saja, tetapi juga berlaku atas harta milik, gedung perwakilan, serta akses komunikasi
para diplomat. Kekebalan diplomatik ini juga dapat dinikmati oleh anggota keluarga yang tinggal
bersamanya; anggota perwakilan diplomatik, seperti counselor, sekretaris, atase, dan pada
keadaan tertentu, para staf pembantu seperti juru masak, supir, pelayan, dan penjaga juuga dapat
menikmati kekebalan dan keistimewaan ini.
Dalam perkembangannya, pencapaian yang dihasilkan melalui sejumlah perjanjian terkait
perwakilan diplomatik telah memberikan hak-hak khusus kepada para diplomat. Untuk
menegaskan kekebalan dan keistimewaan yang dimiliki oleh para diplomat, maka lahir istilah
exterritorriality, yaitu perlakuan yang harus diberikan kepada para diplomat sebagaimana mereka
sedang tidak berada di wilayah negara penerima.
Connel dalam bukunya International Law (1965) menyebutkan tiga teori yang menjadi landasan
kekebalan dan keistimewaan perwakilan diplomatik di negara penerima. Teori yang dimaksud
adalah sebagai berikut:
Exterritoriality Theory
Menurut teori ini, seorang pejabat diplomatik dianggap tidak berada di negara penerima,
melainkan berada dalam negara pengirim, meskipun kenyataannya ia sedang berada di negara
penerima. Yang dimaksud adalah bahwa pejabat diplomatik tidak perlu tunduk pada yurisdiksi
hukum nasional setempat, melainkan dikuasai oleh hukum negara pengirim. Lalu, kantor
perwakilan dan tempat kediamannya dianggap sebagai bagian dari wilayah negara pengirim.
Pada kenyataannya, penerapan secara utuh dari teori ini sangat sukar untuk dipraktekkan.
Misalnya, seorang pejabat diplomatik yang sedang berkendara di jalan raya harus tunduk pada
peraturan lalu lintas negara setempat. Apabila ia melanggar lalu lintas dengan dasar tidak perlu
tunduk pada hukum negara setempat, maka ia akan merasakan akibatnya, seperti halnya
mengalami tabrakan kendaraan. Ketidaksesuaian ini membuat teori ini sulit untuk dipertahankan
secara utuh. Apabila istilah ini masih digunakan dalam praktek diplomatik era modern, hal ini
hanya sekedar menunjukkan prinsip bahwa negara penerima tidak memiliki wewenang untuk
menegakkan kedaulatannya di gedung atau rumah kediaman perwakilan diplomatik negara
pengirim.
Representative Character Theory
Dalam hukum internasional, dikenal secara universal adagium par im parem habet imperium
yang dapat diartikan bahwa suatu negara berdaulat tidak dapat melaksanakan yurisdiksinya
terhadap negara berdaulat lainnya. Jika seorang agen diplomatik merupakan representasi yang
bersifat simbol atau wakil negara, maka setiap sikap dan tindakannya juga merupakan sikap dari
negara yang diwakilinya pula. Melalui teori ini dapat disimpulkan bahwa perwakilan diplomatik
tidak akan dapat menjalankan tugasnya secara bebas kecuali jika mereka diberikan kekebalan
tertentu. Sehingga pada hakekatnya, pejabat diplomatik itu dapat dipersamakan dengan
kedudukan seorang kepala negara atau negara pengirim yang bersangkutan.
Functional Necessity Theory
Teori membenarkan bahwa kekebalan dan keistimewaan para pejabat diplomatik diperlukan agar
mereka dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien. Adapula maksud dari
kekebalan dan keistimewaan yang dimilikinya itu adalah untuk memberi kesempatan seluas-
luasnya dalam menjalankan tugas dan misinya tanpa ada gangguan.
Ringkasan Kekebalan Diplomatik
Dalam Konvensi Wina tahun 1961 telah diatur ketentuan mengenai kekebalan bagi pejabat
diplomatik, yang diantaranya adalah:
Kekebalan terhadap yurisdiksi pidana di negara penerima;
Kekebalan terhadap yurisdiksi perdata di negara penerima;
Kekebalan terhadap perintah pengadilan setempat;
Kekebalan dalam mengadakan komunikasi, dan
Pencabutan kekebalan diplomatik;
Kekebalan gedung perwakilan dan tempat kediaman perwakilan diplomatik.
Daftar Pustaka
Syahmin. 1984. Hukum Diplomatik: Suatu Pengantar. Armico Bandung
Mauna, Boer. 2000. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global.
http://diplomasisabtu3.blogspot.co.id/2016/04/syahrain-fatharany-2009230034.html