Anda di halaman 1dari 13

BAB IX

HUKUM DIPLOMATIK DAN KONSULER

TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM (TIU)


Pada akhir kuliah mahasiswa diharapkan dapat membandingkan
antarahubungan diplomatik dengan hubungan konsuler.
SASARAN BELAJAR (SB)
Setelah mempelajari Bab ini, Anda diharapkan mampu:

1. Menyebutkan pengertian Hubungan Diplomatik;


2. Memberikan pengertian Hubungan Konsuler;
3. Menyebutkan hak
-hak istimewa dalam Hubungan Diplomat
ik;
4. Menyebutkan hak
-hak istimewa dalam Hubungan Konsuler.
POKOK BAHASAN

PENGERTIAN HUKUM LOMATIK


DIP
Hukum diplomatikadalah himpunan ketentuan
-ketentuan mengenai hak-hak
istimewa dan kekebalan diplomatik dalam hubungan
diplomatik sebagai bagian dari
hukum internasional yang paling mapan dan sudah berkembang dalam kehidupan
masyarakat internasional
. KonvensiWina sebagai sumber hukum diplomatik telah
memberikan inspirasi bagi hampir semua negara
-negara di seluruh dunia, dalam
melaksanakan hubungan diplomatik mereka.yak
Bankasus dalam peradilan nasional
mendasarkan keputusannya pada Konvensi Wina, walaupun salah satu pihak yang
bersengketa belum menjadi pihak dalam Konvensi ini.

UU NO. 37 TAHUN 1999


TENTANG HUBUNGANAR
LUNEGERI

Meningkatnya hubungan
dan kerjasama antara Indonesia dengan negara
-negara
lain, baik dalam bentuk kerjasama bilateral maupun multilateral, dalam rangka
pelaksanaan hubungan dan politik luar negeri memerlukan adanya pengaturan
mengenai kegiatan hubungan luar negeritersebut yang jelas, terkoordinasi dan
terpadu serta mempunyai kekuatan hukum.
Untuk itu, Indonesia mengeluarkan Undang-undang tentang Hubungan Luar
Negeri yang mengatur secara menyeluruh dan terpadu mengenai kegiatan
penyelenggaraan hubungan luar negeri dan pelaksanaan politik luar negeri yaitu
Undang-undang No. 37 tahun 1999.Indonesia yang sudah meratifikasi Konvensi
Wina
1961 tentang Hubungan Diplomatik, Konvensi Wina 1963 tentang Hubungan Konsuler
,
dan Konvensi tentang Misi
-misi Khusus 1969.
Dalam ketentuan umum Undang
-undang No. 37 tahun 1999 disebutkan bahwa
Politik Luar Negeri adalah:
Kebijakan, sikap dan langkah Pemerintah Indonesia yang diambil dalam
melakuakan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, dan subjek
hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional
guna mencapai tujuan nasional.
Ditegaskan juga bahwa hubungan luar negeri danpolitik luar negeri Indonesia
didasarkan kepada Pancasila, Undang -undang Dasar 1945, dan GBHN dan politik luar
negeri Indonesia menganut prinsip bebas aktif untuk kepentingan nasional. Undang -
undang juga menentukan bahwa bentuk diplomasi yang harus kan dilaku
untuk
mencapai sasaran yang telah ditetapkan haruslah bersifat kreatif, akti dan antisipatif,
tidak sekedar rutin dan reaktif, teguh dalam prinsip dan pendirian, serta rasional dan
luwes dalam perdebatan.
PEMBUKAAN DAN PEMUTU
SAN HUBUNGAN DIPLOMA
TIK

1. Pembukaan Hubungan Diplomatik


Setiap negarayang merdeka dan berdaulat memiliki hak legasi. Hak legasi ini
adalah hak suatu negara untuk mengirimkan wakilnya ke negara lain (legasi aktif)
dan kewajiban untuk menerima wakil-wakil negara asing (legasi pasif). Namun
kemudian, praktek negara
-negara mulai meninggalkan hak legasi ini, artinya tidak
satu negarapun diharuskan menerima duta besar dari negara lain.
Kemudian ditegaskan dalam Pasal 2 Konvensi
Wina 1961 bahwa pembukaan
hubungan diplomatik antara negara-negara dan pembukaan perwakilan tetap
diplomatik dilakukan atas dasar kesepakatan bersama. Kesepakatan ini biasanya
dituangkan dalam bentuk Komunike Bersama dan Perjanjian Persahabatan.
Penolakan juga dapatilakukan
d dengan alasan apapun juga. Hal ini erat kaitannya
dengan pengakuan. Biasanya negara memberikan pengakuan terlebih dahulu, baru
diikuti dengan hubungan diplomatik.
2. Penunjukan Kepala Perwakilan
Pengangkatan duta besar biasanya dilakukan atas kepala
nama negara. Calon-
calon duta besar diajukan oleh Menteri Luar Negeri kepada negara utnuk
mendapatkan persetujuannya. Menurut Pasal 29 Undang -undang No. 37 tahun
1999, seorang Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh adalah pejabat negara
yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden selaku Kepala .Negara
Negarapenerima berhak menolak seorang calon dengan dasar perilaku atau
kebijakan professional si calon di masa lalu. Bila telah ditolak, maka negara
penerima tidak harus memberikan alasan mengenai penolakan tersebut.
Penerimaanduta besar (agrément) dapat dicabut kembali dengan syarat bahwa
duta besar yang bersangkutan belum tiba di negara penerima.
3. Tugas-Tugas Perwakilan
Diplomatik
Pasal 3 KonvensiWina menyebutkan tentang tugas
-tugas yang harus dilakukan
oleh perwakilan diplomatik
, yaitu:
a. Mewakili negarapengirim di negara penerima;
b. Melindungi kepent
ingan negarapengirim dan kepentingan warganegaranya
di negara penerima dalam batas-batas yang diperbolehkan oleh hukum
internasional;
c. Melakukan perundingan dengan pemerintah negara
penerima;
d. Memperoleh kepastian dengan semua
cara yang sah tentang keadaan dan
perkembangan negarapenerima dan melaporkannya kepada Pemerintah
negara pengirim;
e. Meningkatkan hubunganpersahabatan antara negara
pengirim dengan
negara penerima serta mengem
bangkan hubungan ekonomi, kebudayaan
dan ilmu pengetahuan.
4. Berakhirnya Hubungan Diplomatik
Berakhirnya suatu misi diplomatik
dapat dilakukan dengan cara
-cara sebagai
berikut:
c. Adanya pemberitahuan dari negara pengirim kepada negara penerima
bahwa tugas dari pejabat diplomatik
itu telah berakhir;
d. Adanya pemberitahuan dari negara penerima kepada negara pengirim
bahwa negara tersebut menolak untuk mengakui seorang pejabat
diplomatik sebagai anggota perwakilan.
Selain itu ada juga alasan lain yang menyebabkan berakhirnya fungsi diplomatik
,
yaitu:
a. Putusnya hubungan
diplomatic;

b. Hilangnya negara
pengirim atau negara penerima;

PERSONA NON GRATA

Pasal 9 KonvensiWina mengatur mengenai persona non grata. Penyataan persona


non grata adalah pernyataan dari negara
penerima yang dapat diberikan setiap waktu
dan tanpa harus memberikan penjelasan kepada negara pengirim tentang status salah
satu anggota staf diplomatik
yang harus dipanggil kembali dan mengakhiri tugasnya di
perwakilan. Selain itu per
nyataan persona non grata dapat juda ditetapkan bila negara
pengirim menolak atau tidak mampu dalam jangka waktu yang pantas melakukan
kewajibannya, sehingga negara penerima tidak mengakui pejabat tersebut sebagai
anggota perwakilan.
Tindakan persona nonrata
g biasanya dilakukan terhadap diplomat yang terbukti
melakukan kegiatan spionase, melindungi agen
-agen rahasia asing dan membiarkan
mereka melakukan kegiatan -kegitan dengan menggunakan fasilitas perwakilan,
melindungi orang
-orang yang dikenakan hukuman,
mencampuri urusan dalam negeri
negarapenerima, melakukan penyelundupan atau membuat pernyataan
-pernyataan
yang merugikan negara setempat.

HAK-HAK ISTIMEWA DAN


KEKEBALAN DIPLOMATI
K

1. Dasar Pertimbangan Pemberian Hak


-Hak Istimewa Dan Kekebalan
Ada tiga teori mengenai dasar pemberian -hakhak istimewa dan kekebalan
diplomatikdi luar negeri.Teori tersebut adalah:
a. Teori Eksteritorialitas;
Teori ini menganggap seorang pejabat diplomatik seolah-olah tidak
meninggalkan negerinya, walaupun enarnya
seb dia berada di luar negeri dan
melaksanakan tugas-tugasnya di sana.
Oleh karena seorang diplomat dianggap
tetap berada di negerinya maka ketentuan
-ketentuan negarapenerima tidak
berlaku kepadanya. Teori ini kurang diterima karena dianggap tidak realistis,
yang hanya didasarkan atas suatu fiksi dan tidak diterima oleh masyarakat
internasional.
b. Teori Representatif;
Bagi pejabat diplom atik dan perwakilan diplomatik mewakili negara
pengirim dan kepala negaranya. Dalam kapasitas yang seperti itu maka pejabat
dan perwakilan diplomatik menikmati hak -hak istimewa dan kekebalan di
negara penerima. Teori inierasal
b dari era kerajaan masa lalu dimana negara
penerima memberikan semua hak, kebebasan dan perlindungan kepada
utusan-utusan raja sebagai penghormatan kepada rajanya.
c. Teori Kebutuhan Fungsional;
Menurut teori ini, hak-hak istimewa dan kekebalan diplomatik hanya
didasarkan kepada kebutuhan -kebutuhan fungsional agar para pejabat
diplomatik tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan lancar.
Teori ini kemudian didukung oleh Konvensi
Wina 1961, yang dituangkan dalam
Pembukaan Konvensi dengan menyatakan bahwa tujuan -hak
hak
istimewa dan
kekebalan tersebut bukan untuk menguntungkan orang perorangan tetapi
untuk membantu pelaksanaan yang efisien fungsi -fungsi misi diplomatik
sebagai wakildari negara.
2. Kekebalan Pribadi Pejabat Diplomatik
Pasal 29 KonvensiWina menyebutkan bahwa pejabat diplomatik
tidak boleh
diganggu gugat, tidak boleh ditangkap dan ditahan. Mereka harus diperlakukan
dengan penuh hormat dan negara penerima harus mengambil langkah
-langkah
yang layak untuk mencegah serangan atas diri, kebebasan dan martabatnya.
Perlindungan juga diberikan dengan jaminan kebebasan bergerak dan bepergian di
wilayah negara penerima.
3. Kekebalan Yurisdiksional
Hal yang terpenting dari tidak boleh diganggunya seorang diplomat adalah
haknya untuk bebas dari yurisdiksi negara
penerima sehubungan dengan masalah
-
masalah kriminal. Kekebalan para diplomat adalah bersifat mutlak dan dalam
keadaan apapun mereka tidak boleh diadili atau dihukum. Bila dia melakukan
tindakan kriminal di negara penerima, maka akan menjadi kebijakanrintah
peme
atau kepala perwakilannya untuk menanggalkan kekebalan diplomatik
seorang
diplomat. Bila tidak diadili oleh negara penerima, maka diplomat tersebut akan
bebas sama sekali dari tuntutan hukum. Ia dapat diadili dan dijatuhi hukuman
oleh
peradilan negaranya apabila hukum pidana negaranya memberikan wewenan g
untuk mengadili dan menghukum kejahatan-kejahatan yang dilakukan warga
negaranya di luar negeri.
4. Pembebasan Pajak
Para pejabat diplomatik tidak membayar pajak di negarapenerima karena dari
segi prinsip, pembayaran pajak merupakan kepatuhan dan keterikatan kepada
negara. Pajak hanya dipungut oleh negara terhadap warga negaranya dan - orang
orang asing bukan diplomat yang berdiam di negaranya atas dasar prinsip
kedaulatan eritorial.
t Tetapi pungutan local atau retribusi yang dilakukan oleh pihak
berwenang harus tetap dibayarkan, seperti pungutan air, listrik, penyaluran kotoran
dan penjagaan malam.
5. Pencabutan Kekebalan
Pasal 32 Konvensi menyatakan bahwa keke balan dari kekuasaan hukum
pejabat-pejabat diplomatikdan orang-orang yang menikmati kekebalan dapat
ditanggalkan oleh negarapengirim, dan penanggalan kekebalan tersebut harus
dilakukan dengan jelas dan nyata.

HUBUNGANKONSULER

LEMBAGA KONSULER

1. Pembukaan Hubungan Konsuler


Suatu hubungankonsuler dapat dibuka dengan melakukan kesepakatan -
kesepakatan dengan negaraasing. Perwakilan konsuler merupakan dinas publik suatu
negara yang terletak i dnegara asing, tetapi hanya mengurus masalah
-masalah
perdagangan dan pelayaran, bukan masalah yang bersifat politis. Perwakilan konsuler
tidak harus berada di suatu negara yang sudah merdeka, melainkan bisa juga di
wilayah-wilayah yang belum mempunyai pemerintahan sendiri.
Banyak negara
yang membuat perjanjian
konsuler dengan menentukan mengenai
lokasi konsulat dan luasnya wilayah operasional konsulat tersebut.
Atas alasan
keamanan, negara penerima dapat menolak pembukaankonsulat di tempat
-tempat
tertentu.
2. Fungsi Konsuler
Fungsi seorang konsul terbatas kepada masalah-masalah administrative.
Berdasarkan Pasal 5 Konvensi
Wina disebutkan bahwa tugas
-tugas konsul adalah:
a. melindungi kepentingan negarapengirim dan kepentingan warganegaranya
yang berada di negara penerima;
b. memajukan hubungan
niaga, ekonomi, kebudayaan dan ilmu pengetahuan;
c. mengamati keadaan dan perkembangan di bidang perdagangan, ekonomi
,
kebudayaan dan ilmu pengetahuan di negara
penerima;
d. mengeluarkan paspor dan surat jalan kepada warganegara pengirim, visa atau
surat-surat lainnya;
e. membantu warganegara pengirim, bertindak sebagai notaries dan pejabat
catatan sipil;
f. melaksanakan hak pengawasan dan pemeriksaan terhadap-kapal
kapal negara
pengirim;
g. serta fungsi-fungsi lain yang tidak dilarang oleh hukum dan peraturan negara
-
negara penerima.

3. Hak-Hak Istimewa Dan Kekebalan


KonvensiWina 1963 memberikan hak -hak istimewa, kekebalan dan kemudahan
kepada para konsulat dengan tujuan untuk memperlancar dan mempermudah
kegiatan-kegiatan yang dilakukan mereka di negara
penerima. Adapun kekebalan dan
hak-hak istimewa tersebut diantaranya:
a. Kekebalan terhadap kantor konsuler yang tidak boleh diganggu gugat dan para
petugas negarasetempat tidak boleh masuk kecuali dengan izin kepala
perwakilan;
b. Kekebalan ala
t komunikasi yang bebas digunakan untuk kegiatan resmi
konsuler;
c. Kebebasan berkomunikasi antara konsulat dengan negara
pengirimnya;
d. Kekebalan pribadi pejabat konsuler, namun dalam keadaan tertentu pejabat
konsuler tidak kebal terhadap yurisd
iksi kriminal;
e. Kekebalan fiscal yang membebaskan kantor
-kantor konsuler dari pajak nasional
dan local di negara
penerima;
f. Pembebasan dari pajak pribadi;
g. Pembebasan bea masuk terhadap barang-barang yang diimpor oleh perwakilan
konsuler untukkeperluan resmi konsuler.
RINGKASAN

1. Menyebutkan pengertian Hubungan Diplomatik;

Hukum diplomatikadalah himpunan ketentuan-ketentuan mengenai hak -hak


istimewa dan kekebalan diplomatik dalam hubungan
diplomatik sebagai bagian
dari hukum internasional yang paling mapan dan sudah berkembang dalam
kehidupan masyarakat internasional
.

2. Memberikan pengertian Hubungan Konsuler;

Perwakilan konsuler merupakan dinas publik suatu


negarayang terletak di negara
asing, tetapi hanya mengurus masalah-masalah perdagangan dan pelayaran,
bukan masalah yang bersifat politis. Perwakilan konsuler tidak harus berada di
suatu negara yang sudah merdeka, melainkan bisa jugaayahdi wil
-wilayah yang
belum mempunyai pemerintahan sendiri.

3. Menyebutkan hak
-hak istimewa dalam Hubungan Diplomatik;

Pasal 29 Konvensi Wina menyebutkan bahwa pejabat diplomatiktidak boleh


diganggu gugat, tidak boleh ditangkap dan ditahan. Mereka harus diperlakukan
dengan penuh hormat dan negara penerima harus mengambil langkah
-langkah
yang layak untuk mencegah serangan atas diri, kebebasan dan martabatnya.
Perlindungan juga diberikan dengan jaminan kebebasan bergerak dan bepergian
di wilayah negara penerima.
Hal yang terpenting dari tidak boleh diganggunya seorang diplomat adalah haknya
untuk bebas dari yurisdiksi negara penerima sehubungan dengan asalahm -
masalah kriminal. Kekebalan para diplomat adalah bersifat mutlak dan dalam
keadaan apapun mereka tidak boleh diadili atau dihukum. Bila dia melakukan
tindakan kriminal di negara penerima, maka akan menjadi kebijakan pemerintah
atau kepala perwakilannya untuk menanggalkan kekebalan diplomatik seorang
diplomat. Bila tidak diadili oleh negara penerima, maka diplomat tersebut akan
bebas sama sekali dari tuntutan hukum. Ia dapat diadili dan dijatuhi hukuman oleh
peradilan negaranya apab ila hukum pidana negaranya memberikan wewenang
untuk mengadili dan menghukum kejahatan -kejahatan yang dilakukan
warganegaranya di luar negeri.
Para pejabat diplomatik
tidak membayar pajak di negara
penerima karena dari segi
prinsip, pembayaran pajak merupakan kepatuhan dan keterikatan kepada negara.
Pajak hanya dipungut oleh negara terhadap warga negaranya dan-orang
orang
asing bukan diplomat yang berdiam di negaranya atas dasar prinsip kedaulatan
teritorial. Tetapi pungutan local atau retribusi yang dilakukan oleh pihak
berwenang harus tetap dibayarkan, seperti pungutan air, listrik, penyaluran
kotoran dan penjagaan malam.

4. Menyebutkan hak
-hak istimewa dalam Hubungan Konsuler.

a. Kekebalan terhadap kant


or konsuler yang tidak boleh diganggu gugat dan para
petugas negarasetempat tidak boleh masuk kecuali dengan izin kepala
perwakilan;
b. Kekebalan alat komunikasi yang bebas digunakan untuk kegiatan resmi
konsuler;
c. Kebebasan berkomunikasi
antara konsulat dengan negara
pengirimnya;
d. Kekebalan pribadi pejabat konsuler, namun dalam keadaan tertentu pejabat
konsuler tidak kebal terhadap yurisdiksi kriminal;
e. Kekebalan fiscal yang membebaskan kantor
-kantor konsuler dari pajak
nasional dan local di negara
penerima;
f. Pembebasan dari pajak pribadi;
g. Pembebasan bea masuk terhadap barang -barang yang diimpor oleh
perwakilan konsuler untuk keperluan resmi konsuler.

LATIHAN

Mahasiswa membuat sebuah tabel tentang perbandingan


antara hubungandiplomatik
dan hubungan konsuler.

DAFTAR PUSTAKA

Adolf Huala,Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional, Raja Grafindo


Persada, 1996

Agrawala, S.K., (eds.)


Essays on the Law of Treaties. Orient Longman: New Delhi,
1972.

A Modern Introduction to International Law, 7th edition, Peter


Akehurst, Michael,
Malanczuk, Routledge, New York, 1997
AM.Wahyudidjafar,Judicial Review: Sebuah Pengantar,
http://wahyudidjafar.wordpress.com/

Aust, Anthony,"Modern treaty law and practice", Cambridge University Press,


2000

B. Conforti & A. Labella, Invalidity and Termination of Treaties: the Role of


National Courts, EJIL 1, 1990

Bennet, Le Roy.
International Organizations, Prentice Hall, Inc. USA, 1995

Boer Mauna,Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi Dalam Era


Dinamika Global, 2003, Alumni, Bandung

Bowett, D.H,The Law of International Institutions, Stevens, London, 1982

Brierly, J.L,The Law of Nations, 6th Edition, Edited by Sir Humpherly Waldock,
Oxford, London, 1985

Brownly, Ian.Principles of Publik International Law, Fourth edition, Oxford


University Press, 1990

-----------------, Basic Document on International Law. Clarendon Press: Oxford,


1974.

Budiarto, M.,Masalah Ekstradisi dan Jaminan Perlindungan atas


-Hak
HakAzasi
Manusia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980.

Chairul Anwar, Hukum Internasional: Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa,


Penerbit Djambatan, Jakarta, 1989

Churchill, R.R., dan Lowe, A.V.


The Law of the Sea, 3th edition, Manchester
University Press, 1999

Charter of the United Nations http://www.un.org/en/documents/charter/

Djalal. Hasyim,
Perjuangan Indonesia di Bidang Hukum Laut, Badan Pembinaan
Hukum Nasional, Departemen Kehakiman, Bina Cipta, 1979

Dorman, Peter J.,


Running Press Dictionary of Law. Philadelphia: Running Press,
1976.

Dunoff, Jeffrey L.
International Law: Norm, Actors, Process: A Problem Oriented
Approach, 2nd edition. Aspen Publishers, NY. 2006

Drs. R. Poerwanto, SH, MA, M.Si,


Praktek Ratifikasi Dalam Organisasi
Internasional, 2010.
Damos Dumoli Agusman, Apa Perjanjian Internasional itu? Beberapa
Perkembangan Teori dan Praktek di Indonesia Tentang Perjanjian
Internasional,Refleksi Dinamika Hukum, 2008, dapat diakses di
http://e -
library.kemlu.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=65
%3Aapa -perjanjian-internasional-itu&catid=45%3Ae
-
resources&Itemid=76&lang=en

--------------------------
, Status Hukum Perjanjian Internasional dalam Hukum
Nasional Republik Indonesia: Tinjauan dan Perspektif Praktik Indonesi
a,
Jurnal Hukum Internasional, Vol. 5 No. 3 Apr
il 2008.

Electronic Information System for International Law (EISIL) http://www.eisil.org/

Electronic Legal Resources on International Terrorism (UNODC)


https://www.unodc.org/tldb

Elias, T.O.
The Modern Law of Treaties, Oceana, Dobbs Fery, NY, 1974

E. Klein,Genocide Convention (Advisory Opinion), EPIL II, 1995

Gautama, Sudargo,
Hukum Perdata dan Dagang Internasional. Bandung: Alumni,
1980.

--------------------------
, Capita Selecta Hukum Perdata Internasional. Bandung:
Alumni, 1983.

--------------------------
, Hukum Perdata Internasional Indonesia (Buku Kedelapan).
Bandung: Alumni, 1987.

International Court of Justice http://www.icj


-cij.org/

International Law Commission (ILC) ://www.un.org/law/ilc/


http

International Law website http://www.un.org/en/law/

Komar Mike., 1981,Beberapa Masalah Pokok Konvensi Wina Tahun 1969


Mengenai Hukum Perjanjian Internasional, Diktat.

KonvensiWina Tahun 1969 Tentang Hukum Perjanjian Internasional


.

Kusumaatmadja. Mochtar,
Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung,
2003.

-----------, Bunga Rampai Hukum Laut, Penerbit Bina Cipta, 1978.


Kusumo Hamidjojo, Budiono., 1986,
Suatu Studi Terhadap Aspek Operasional
Konvensi Wina tahun 1969 Tentang Perjanjian Internasional, Binacipta,
Bandung.

Konvensi Wina
Tahun 1969 Tentang Hukum Perjanjian Internasional.

Konvensi Wina1986 tentan Perjanjian Internasional Antara Negara dan


Organisasi Internasional dan Sesama Organisasi Internasional

Konvensi Wina
1961 tentang Hubungan Diplomatik

Konvensi Wina
1963 tentang Hubungan Konsuler

Konvensi Jenewa 1949 tentang Perlindungan Korban Perang

Lita Arijati, et al, 2009,


Kemungkinan Perjanjian Internasional Di-Judicial Review-
Kan, http://treatyroom.blogspot.com ,

L. Wildhaber,Treaty Making Power and Constituion: An Interpretational and


Comparative Study, 1971.

Anda mungkin juga menyukai