MUNTING
PENULIS
Ir. Melkior Alexander Lukas, ST., SP., MT., IPP
Ir. Alfred Fredrich Lukas, ATP., M.Si
Nahason Hariandja, S.T., M.T
Pahlawan Perang, S.T., M.T
UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
DESAIN SAMPUL:
Rachmadiansyah
SUMBER:
www.tangguhdenarajaya.com
ISBN:
978-623-8209-53-8
UKURAN:
iV + 72 Hal; 14.8 cm x 21 cm
CETAKAN PERTAMA:
Juli 2023
i
Buku ini memberikan informasi bagi semua pembaca
tentang pentingnya Embung yang dibangun dimana
mempunyai fungsi menampung dan menjamin ketersediaan
air untuk berbagai kebutuhan masyarakat, baik di musim
kemarau maupun penghujan. Selain itu embung juga
berfungsi untuk mengisi air tanah sebagai bagian upaya
konservasi lingkungan.
Embung Anak Munting memiliki kapasitas tampung
159.481,10 meter kubik dan luas genangan 4,5 hektar. Fungsi
utamanya adalah untuk konservasi dan mendukung
pariwisata di Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP)
Labuan Bajo
Tim Penulis menyadari bahwa penulisan buku ini telah
dibuat secara maksimal, walaupun demikian kalau ada kritik
berupa masukan secara akademik maupun praktis, penulis
dengan senang hati menerimanya. Ketidaksempurnaan akan
menjadi sempurna kalau kita mau menulis. Sepenggal
kalimat oleh orang pandai bahwa orang boleh pandai setinggi
langit, tetapi selama ia tidak pernah menulis, ia akan hilang
didalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja
untuk keabdian. Penyelesaian penulisan buku ini karena
dukungan yang diterima dari berbagai pihak, untuk itu
disampaikan ucapan terima kasih kepada:
ii
1. Menteri PUPR dan jajarannya yang telah menginspirasi
bagi seluruh insan PUPR untuk menghasilkan karya dalam
bidang Sumber Daya Air termasuk karya dalam bentuk
buku.
2. Kepala Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II Provinsi
NTT beserta jajarannya dan selurah karyawan-karyawati,
sebagai insan PUPR yang terus semangat dalam
membangun infrastruktur bidang Sumber Daya Air,
khususnya membangun pelayanan publik di Provinsi
NTT.
3. Berbagai pihak yang tidak disebut satu persatu yang saling
sharing dan memberikan dorongan untuk menyelesaikan
penulisan buku ini.
iii
DAFTAR ISI
iv
5.1 Perencanaan Struktur Bangunan Pujasera ......... 46
5.2 Data Teknis Rencana ......................................... 46
5.3 Perhitungan Struktur Konstruksi Pujasera ......... 46
BAB VI PERHITUNGAN STRUKTUR BANGUNAN
PUJASERA........................................................ 54
6.1 Umum ................................................................ 54
6.2 Saluran Inlet Spillway........................................ 55
6.3 Mercu Pelimpah ................................................. 56
6.4 Saluran Peluncur ................................................ 59
6.5 Peredam Energi .................................................. 61
6.5.1 Tipe Loncatan ............................................... 62
6.5.2 Tipe Kolam Olak (Stilling Basin)................. 62
6.5.2.1 Kolam Olakan Datar Tipe I ................. 62
6.5.2.2 Kolam Olakan Datar Tipe II ................ 63
6.5.2.3 Kolam Olakan Datar Tipe III............... 64
6.5.2.4 Kolam Olakan Datar Tipe IV............... 65
6.5.3 Kolam Tipe Bak Pusaran (Roller Bucket) .... 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................ 70
LAMPIRAN ....................................................................... 72
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
embung (small farm water reservoir) pada umumnya adalah
degradasi fungsional, ditandai dengan berkurangnya
kapasitas air tertampung, sedimentasi, rembesan, tumbuhnya
tanaman liar pada tubuh bendung/tanggul, erosi, dan
beberapa masalah lainnya, (Kasiro, 1995; Bria, 2009, Aditya,
2012.).
Menurut (Rustam, 2010) embung adalah bangunan
artifisial yang berfungsi untuk menampung dan menyimpan
air dengan kapasitas volume kecil tertentu, lebih kecil dari
kapasitas waduk/bendungan. Embung biasanya dibangun
dengan membendung sungai kecil atau dapat dibangun di luar
sungai. Kolam embung akan menyimpan air dimusim hujan
dan kemudian air dimanfaatkan oleh suatu desa hanya selama
musim kemarau untuk memenuhi kebutuhan dengan urutan
prioritas, penduduk, ternak, dan kebun atau sawah. Jumlah
kebutuhan tersebut akan menentukan tinggi tubuh embung
dan kapasitas tampungan embung.
Embung memiliki beberapa manfaat yakni:
menyimpan air yang berlimpah saat musim hujan, dengan
demikian aliran permukaan, erosi tanah dan bahaya banjir di
daerah hilir dapat ditekan. Embung juga dapat memasok
kebutuhan air pada lahan tadah hujan saat musim kemarau,
menunjang pengembangan usaha tani di lahan kering
misalnya untuk tanaman pangan, perikanan, dan peternakan.
Selain itu embung dapat memasok kebutuhan air rumah
tangga.Berdasarkan data Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (2013) sampai dengan tahun 2013 telah
dibangun embung sebanyak 2087 unit di 18 provinsi dengan
kapasitas tampung air sebesar 215.453.947 m3. Dari 2087
2
embung tersebut, 1143 embung berpotensi mengairi sawah
irigasi seluas 115.434 ha.
Nusa Tenggara Tmur (NTT) merupakan bumi
Indonesia bagian timur yang menganggap air sebagai sumber
kehidupan bagi bumi yang gersang. NTT dkenal sebagai
propinsi kepulauan (566 pulau dengan hunian hanya pada 42
pulau) setelah Maluku, NTT dihadapkan pada kenyataan
resource endowment yang kurang subur, sempit, berbatu, dan
beriklim kering. Oleh karena itu, air sebagai anugerah Tuhan
mempunyai nilai ekonomis yang tinggi bagi masyarakat NTT
sehingga pemerintah pusat sejak tahun 1990 mulai
mengembangkan usaha embung di daerah NTT untuk
pengadaan air minum dan irigasi (Istiqal, 1999). Sebetulnya,
sistem perembungan untuk NTT, mulai dikembangkan
pemerintah daerah pada tahun 1980 bekerja sama dengan
oleh pemerintah Australia untuk proyek pengembangan
peternakan. Embung diusahakan sebagai sumber air minum
ternak, pemerintah. Bahkan di daerah NTB, embung sudah
dikembangkan sejak lama sekali. Oleh karena itu, sangat aneh
sekali kalau embung dikembangkan di NTT sehingga
kombinasi penggunaan air tanah sebagai sumber air embung
merupakan alternatif yang cukup baik. Lokasi embung dapat
terletak di daerah yang cukup tinggi untuk sumber air minum
dan irigasi. Potensi tersebut ternyata cukup besar di NTT
sehingga masalah kesinambungan dan biaya O&P yang
rendah serta keuntungan maksimal dapat dilaksanakan
dengan baik. Embung yang terbangun yang tersebar d NTT
berjumlah 1208 dengan kapasitas yang telah tertampung
sebanyak 58.593.749,30 M3 (BWS NT II, 2023), termasuk
didalamya Embung Anak Muntng yang memiliki kapasitas
3
tampung 159.481,10 meter kubik dan luas genangan 4,5
hektar. Fungsi utamanya adalah untuk konservasi lngkungan
dan mendukung pariwisata di Destinasi Pariwisata Super
Prioritas (DPSP) Labuan Bajo, selan itu berfungsi untuk
menampung dan menjamin ketersediaan air untuk berbagai
kebutuhan masyarakat, baik di musim kemarau maupun
penghujan.
Dalam membangun infrastruktur SDA selalu
mengacuh pada Lima pilar sumber daya air yaitu: (1)
konservasi sumber daya air, (2) pendayagunaan sumber daya
air, (3) pengendalian daya rusak air, (4) sistem informasi
sumber daya air (SISDA), dan (5) peranan masyarakat dan
swasta dalam pengelolaan SDA.
4
hidup baik pada waktu sekarang maupun pada generasi yang
akan
datang.
Pendayagunaan sumberdaya air adalah upaya
penatagunaan, penyediaan, penggunaan, pengembangan, dan
pengusahaan sumberdayaair secara optimal, berhasilguna
dan berdayaguna. Pengendalian dan penanggulangan daya
rusak air adalah upaya untuk mencegah dan menanggulangi
terjadinya kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh daya
rusak air yang dapat berupa banjir, lahar dingin, ombak,
gelombang pasang, dan lain-lain.
Pengelolaan adalah upaya merencanakan,
melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
penyelenggaraan konservasi, pendayagunaan sumberdaya
air, dan pengendalian daya rusak air. Penatagunaan
sumberdaya air adalah upaya untuk menentukan zona
pemanfaatan sumber air dan peruntukan air pada
sumber air. Penyediaan sumber daya air adalah upaya
pemenuhan kebutuhan akan air dan daya air untuk memenuhi
berbagai keperluan dengan kualitas dan kuantitas yang
sesuai. Penggunaan sumberdaya air adalah pemanfaatan
sumberdaya air dan prasarananya sebagai media dan atau
materi. Pengembangan sumberdaya air adalah upaya
peningkatan kemanfaatan fungsi sumberdaya air tanpa
merusak keseimbangan lingkungan.
Sistem informasi sumber daya air (SISDA), Dalam
pengelolaan sumber daya air saat ini, Indonesia telah
menerapkan Pengelolaan Sumber Daya Air (SDA) Terpadu
atau Integrated Water Resources Management (IWRM).
Dengan semakin berkembangnya teknologi informasi,
5
pengelolaan SDA dapat memanfaatkan penerapan Teknologi
Informasi dan Komunikasi (TIK) sehingga menghasilkan
kualitas pengelolaan yang lebih tinggi, yang dikenal sebagai
Pengelolaan Cerdas Sumber Daya Air atau Smart Water
Management (SWM). Dharapkan dapat menyampaikan
informasi-informasi terkait dengan SDA secara transparan
dan akuntabel ke masyarakat umum atau publik sehingga
dapat dapat mengikuti perkembangan kemajuan infrastruktur
di Indonesia.
"SWM adalah optimasi penggunaan TIK yang
memungkinkan kita menyediakan data real-time otomatik
kondisi sumber daya air dan lingkungan, serta prakiraan
kondisi cuaca dan iklim untuk digunakan dalam
menyelesaikan tantangan-tantangan terkait pengelolaan
sumber daya air yang telah dilakukan berdasarkan
Pengelolaan SDA Terpadu. SWM dapat digunakan mulai
dari tahapan perencanaan hingga operasional, mulai dari
penggunaan sehari-hari hingga pengaturan dan menunjang
pengambilan kebijakan pada berbagai tingkatan pengelolaan,
lintas kelompok pengguna sumber daya air dan lintas
wilayah,"
Peranan masyarakat dan swasta dalam pengelolaan
SDA Menurut Wiradnyana (2013) mengemukakan, agar
sistem dari tampungan air seperti embung berkelanjutan,
maka partisipasi dari masyarakat pengguna air, dalam operasi
dan pemeliharaan (O&P) embung sangat diperlukan.
Beberapa studi penelitian menunjukkan bahwa ada
partisipasi masyarakat dalam O&P embung memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap keberlanjutan embung, .
6
1.2. Embung
Embung merupakan sumber kehidupan baru untuk
pengembangan holtikultura di sekitar daerah perkotaan.
Bahkan, dengan adanya kombinasi pemanfaatan embung
untuk air minum dan komoditas sayuran bernilai tinggi di
lahan pekarangan (dengan system pot/polybag) akan lebih
meningkatkan pendapatan, kesejahteraan penduduk, serta
keberlanjutan (sustainability) embung. Embung berfungsi
untuk menampung dan menjamin ketersediaan air untuk
berbagai kebutuhan masyarakat, baik di musim kemarau
maupun penghujan. Selain itu embung juga berfungsi untuk
mengisi air tanah sebagai bagian upaya konservasi
lingkungan dan embung merupakan salah satu teknik
pemanenan air yang sangat sesuai di daerah kering.
Pembangunan embung tersebut di bawah tanggung jawab
Balai Wilayah Sungai Nusa Tenggara II, Ditjen Sumber Daya
Air Kementerian PUPR
Penyediaan sarana dan prasarana air untuk ketahanan
air dan kedaulatan pangan. “Di beberapa daerah masih
terdapat masyarakat yang masih kesulitan memperoleh air
bersih. Realitas seperti ini menjadi perhatian Kementerian
PUPR agar selalu berupaya menyediakan infrastruktur salah
satunya melalui pembangunan embung,”
Embung merupakan salah satu teknik pemanenan air
yang sangat sesuai di daerah yang sering mengalami
kekeringan. Embung berfungsi untuk mendistribusikan dan
menjamin kontinuitas ketersediaan air untuk berbagai
kebutuhan masyarakat, yaitu menyimpan air pada saat musim
penghujan untuk dapat dimanfaatkan pada waktu diperlukan.
7
Selain itu, embung juga berfungsi untuk me-recharge air
tanah sebagai upaya konservasi sumber daya air.
Umumnya Embung digunakan untuk mengairi padi
musim kemarau, palawija seperti jagung, kacang tanah,
kedelai, kacang hijau, dan sayuran. Mengingat air dari
embung sangat terbatas, maka pemakaiannya harus seefisien
mungkin.
Manfaat utamanya adalah untuk konservasi air dan
pengendalian banjir, serta potensi destinasi wisata baru.
Tahapan atau prosedur dalam merencanakan embung
sebagai berikut:
a. penentuan lokasi dan tempat embung
b. pengukuran dan penyelidikan sederhana geoteknik
c. penentuan tata letak
d. analisis hidrologi
e. penentuan tipe dan tubuh embung
f. desain bangunan dan jaringan distribusi
8
Kapasitas pelimpah harus cukup untuk melewatkan
debit banjir desain yang telah ditentukan untuk setiap lokasi
embung yang dibagi dalam zona bagian timur dengan curah
hujan yang terbatas dan zona wilayah barat dengan curah
hujan yang tinggi..
Pada tubuh embung tidak diperkenankan terjadi debit
rembesan dan tekanan yang berlebihan yang dapat
mengakibatkan terjadinya aliran buluh, sembulan pasir dan
retak hidraulik.
9
BAB II
PEMILIHAN TIPE TANGGUL
Tanggul embung dibangun melintang alur
sungai/raven dan berfungsi untuk menahan air yang
mengalir pada saat hujan sehingga dapat membentuk
tampungan/genangan. Adapun yang perlu diperhatikan
dalam perencanaan tanggul penentuan site as, pemilihan tipe
tanggul, tinggi tanggul, lebar puncak tanggul, kemiringan
tanggul, material timbunan maupun genangan dan stabilitas
tanggul. Disamping itu volume tanggul harus
dipertimbangkan terhadap keberadaan bahan/material
timbunan baik kuantitas maupun kualitasnya yang tersedia di
daerah genangan.
Penentuan site as embung kecil akan sangat
menentukan volume pekerjaan, kapasitas tampungan dan
jarak pengambilan bahan timbunan pada saat pelaksanaan.
Penentuan Site yang baik akan sangat mempengaruhi
besarnya biaya pelaksanaan. Untuk menghindari kegagalan
konstruksi bangunan tanggul embung kecil yang telah
direncanakan, maka akan dilakukan analisa stabilitas
konstruksi tanggul terhadap daya dukung pondasi, longsoran
atau gelincir.
Pemilihan tipe tanggul didasarkan pada ketersediaan
bahan/material tanggul yang tersedia di lokasi. Selain itu hal
yang harus pula diperhatikan adalah keberadaan pondasi
tanggul yang akan mendukungnya. Dengan memperhatikan
faktor-faktor di atas, untuk tubuh tanggul embung kecil
umumnya didesain sebagai tanggul tipe Zonasi, dimana
bahan urugan seluruhnya menggunakan beberapa macam
10
material yaitu tanah random, pasir-kerikil dan lempung atau
tanah berlempung yang tersedia di sekitar daerah genangan
untuk embung ini.
Tubuh embung yang didesain dengan tipe ini harus
memperhatikan kemiringan lereng dan muka garis preatik
atau rembesan. Kemiringan lereng umumnya cukup landai
terutama untuk menghindari terjadinya longsoran di lereng
udik pada kondisi surut cepat, serta menjaga stabilitas lereng
urugan pada kondisi air muka tetap/normal.
11
2.1.2 Lebar Mercu Tanggul
Lebar mercu perlu ditambah seiring dengan
bertambahnya tinggi embung. Apabila bagian puncak
tanggul akan dipakai untuk jalan raya maka bagian atas
tersebut harus menyisakan bagian bahu tepi kiri/kanan jalan.
Lebar bagian atas jalan untuk kasus semacam ini hendaknya
tidak boleh kurang dari 4.00 m. Bila puncak tanggul tak akan
dipergunakan untuk jalan, lebar minimumnya hendaknya
dibuat sekitar 2.50 m. Dalam perencanaan ini lebar mercu
tanggul direncanakan 6.00 meter sedangkan berm tanggul
direncanakan dengan lebar 4.00 meter.
12
biasanya dimulai dengan terjadinya suatu gejala longsoran
baik pada lereng hulu maupun pada lereng hilir bangunan
tersebut. Karenanya dalam perencanaan embung kecil tipe
urugan ini stabilitas lerengnya merupakan kunci dari
stabilitas tubuh embung secara keseluruhan.
Dalam merencanakan sebuah embung faktor-faktor
yang diperkirakan akan berpengaruh terhadap stabilitas
lereng embung tersebut harus sudah diketahui semuannya,
demikian pula dimensi dan karakteristik lainnya, dan dalam
tinjauan perhitungan supaya diambil suatu kombinasi
pembebanan yang paling tidak menguntungkan.
Metode analisis yang digunakan adalah metode
kesetimbangan batas dengan pola longsoran lingkaran yang
diusulkan oleh Felinius (Ordinary) menggunakan bantuan
program komputer SLOPE/W – version 3.0 dari Geo-Slope
International Ltd Canada. Metode tersebut memperhitungkan
keseimbangan momen dari masing-masing potongan dan
menggunakan permodelan material Mohr-Coulomb.
Metode kesetimbangan batas ini mengasumsikan
beberapa hal berikut:
✓ Tanah berperilaku sebagai material Mohr-Coulomb
✓ Faktor keamanan dari komponen kohesi dan
komponen friksi pada kuat geser tanah adalah sama
untuk semua jenis tanah yang ada
✓ Faktor keamanan adalah sama untuk semua potongan
13
Gambar 2.1 Gaya-gaya yang Bekerja pada Sebuah
Potongan Massa Longsoran Gaya
14
Analisa stabilitas dilakukan berdasarkan pengalaman,
bahwa selama embung berdiriada tiga periode kritis yang
harus dilewati, ditinjau dari kemungkinan terjadinya
longsoran, yaitu:
✓ Kondisi Setelah Pembangunan (Air Kosong)
✓ Kondisi Steady Seepage (Air Penuh)
✓ Kondisi Rapid Drowdown (Penurunan Air Tiba-tiba)
Dalam analisa stabilitas pada ketiga kondisi tersebut
dilakukan pada keadaan normal maupun pada keadaan
gempa. Stabilitas tanggul tergantung dari dimensi tanggul,
bahan tanah inti dan bahan pengisi tanggul dan jenis pondasi
tanggul. Pada perencanaan ini stabilitas tanggul ditinjau
terhadap bahaya guling, geser, daya dukung tanah dan
stabilitas lereng. Untuk mencegah terjadinya bahaya piping
maka harus diperhitungkan besarnya rembesan pada tanggul.
Perhitungan stabilitas tanggul dilakukan menggunakan
software Geoslope. Adapun karakteristik tanggul dapat
dilihat pada tabel 2.2 dan hasil perhitungan stabilitas Tanggul
dapat dilihat pada tabel 2.2 berikut:
15
Stabilitas Tanggul Embung Anak Munting Golomori
1. Kondisi Muka Air Kosong Setelah Pembangunan tanpa
Gempa Hulu
Metode: Bishop, Ordinary, and Jandu
Koefisien Gempa: 0
16
Gambar 2.4 Kondisi Muka Air Normal tanpa Gempa Hulu
17
6. Kondisi Muka Air Rendah dengan Gempa Hulu
Metode: Bishop, Ordinary, and Jandu
Koefisien Gempa: 0,23716
18
Gambar 2.9 Kondisi Muka Air Kosong setelah
Pembangunan dengan Gempa Hilir
19
Rekapan Hasil Perhitungan Stabilitas dalam berbagai
Kondisi, dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel 2.2 Hasil Perhitungan Konstruksi Tanggul
Angka Keamanan
NO Kondisi Nilai FS
Minimum
FS – Setelah Pembangunan tanpa
1 3,89 1,5
Gempa Hulu
FS – Setelah
2 Pembangunan dengan 2,07 1,2
Gempa Hulu
3 FS – MAN tanpa Gempa Hulu 4,40 1,3
4 FS – MAN dengan Gempa Hulu 1,69 1,1
5 FS – MAR tanpa Gempa Hulu 2,38 1,2
6 FS – MAR dengan Gempa Hulu 1,25 1,1
FS – Setelah Pembangunan
7 3,79 1,5
tanpaGempa Hilir
FS – Setelah
8 Pembangunan dengan 2,02 1,2
Gempa Hilir
9 FS – MAN tanpa Gempa Hilir 2,88 1,3
10 FS – MAN dengan Gempa Hilir 1,52 1,1
20
BAB III
STRUKTUR JEMBATAN ORANG
3.1 Perencanaan Jembatan Tipe Beton
Bertulang
Pada area embung, akan dibangun jembatan yang
melintasi Spillway dan beberapa Daerah Aliran Sungai yang
terdapat disekitar area embung. Jembatan ini didesaindengan
tipe Beton Bertulang dan Beban Rencana adalah beban
Orang, sehingga tidak diperbolehkan bagi pelintas yang
menggunakan Kendaraan, baik Roda 2 maupun Roda 4.
21
✓ Dimensi Balok: 0.25 x 0.30 m
22
Gambar 3.2 Perletakan pada Joint Jembatan
23
Gambar 3.3 Penentuan Karakteristik Material
24
Pada tahap selanjutnya, kita akan menginput
Pembebanan yang bekerja pada Balok. Ada dua jenis
Pembebanan yang diperhitungkan, yaitu Beban Hidup atau
LL (Live Load) dan Beban Mati atau DL (Dead Load).
Adapun perhitungan besaran beban yang bekerja pada balok
adalah:
❖ Beban Mati akibat Railing
Beban mati railing diasumsikan sebagai beban
terpusat atau beban titik, yang bekerja pada jarak
tertentu di setiap bentangan. Pada perencanaan ini,
dipakai beban railing sebanyak 10 titik, yang bekerja
sepanjang bentang jembatan dengan rincian 5 titik di
sebelah kiri dan 5 titik di sebelah kanan. Besar beban
railing adalah 25 kg per titik.
❖ Beban Mati akibat Berat Sendiri Pelat Beton
Beban mati akibat berat sendiri pelat beton
adalah sebesar 2500 kg/m3. Pada perencanaan ini
dipakai tebal pelat sebesar 0.15 m, sehingga berat
sendiri pelat jembatan adalah: 0.15 m x 2500 kg/m3 =
375 kg/m2. Jadi besar beban akibat berat sendiri pelat
jembatan adalah 375 kg/m2.
Karena bentangan jembatan tergolong bentang
panjang, maka transfer beban dari pelat ke balok
dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Beban Trapesium
dan BebanSegitiga. Beban Segitiga adalah beban yang
bekerja pada balok bentang pendek, dan Beban
Trapesium adalah beban yang bekerja pada bentang
panjang. Beban yang bekerja pada balok akibat transfer
beban dari pelat jembatan adalah beban dengan tipe
Beban Merata Linear. Untuk mentransfer beban pada
25
tiap-tiap balok, dilakukan perhitungan sebagai berikut:
Diketahui: Lx (bentang pendek) = 2,50 m
Ly (bentang panjang) = 6,30 m
Q (beban rencana) = 375 kg/m2
❖ Beban Segitiga
Qsegitga = 1/3 x Q x Lx
= 1/3 x 375 x 2,50
= 312,50 kg/m
❖ Beban Trapesium
Qtrapesium = 1/2 x Q x [Lx/(Ly^2)] x [Ly^2 – (1/3 x
Lx^2)]
= 1/2 x 375 x [2,50/(6,30^2)] x [6,30^2 –
(1/3 x 2,50^2)]
= 444,23 kg/m
❖ Beban Hidup akibat Berat Orang
Beban hidup akibat berat orang adalah sebesar
100 kg/m2. Karena bentangan jembatan tergolong
bentang panjang, maka transfer beban dari pelat ke
balok dibagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu Beban
Trapesium dan Beban Segitiga. Beban Segitiga adalah
beban yang bekerja pada balok bentang pendek, dan
Beban Trapesium adalah beban yang bekerja pada
bentang panjang. Beban yang bekerja pada balok
akibat transfer beban dari pelat jembatan adalah beban
dengan tipe Beban Merata Linear. Untuk mentransfer
beban pada tiap-tiap balok, dilakukan perhitungan
sebagai berikut:
Diketahui: Lx (bentang pendek) = 2,50 m
Ly (bentang panjang) = 6,30 m
Q (beban rencana) = 100 kg/m2
26
❖ Beban Segitiga
Qsegitga = 1/3 x Q x Lx
= 1/3 x 100 x 2,50
= 83,33 kg/m
❖ Beban Trapesium
Qtrapesium = 1/2 x Q x [Lx/(Ly^2)] x [Ly^2 – (1/3 x
Lx^2)]
= 1/2 x 100 x [2,50/(6,30^2)] x [6,30^2 –
(1/3 x 2,50^2)]
= 118,46 kg/m
Dari hasil perhitungan, dapat dirangkum bahwa
pembebanan yang bekerja pada balok adalah Beban
Mati = 25 kg (Beban terpusat) + 312,50 kg/m (Beban
merata linear, sepanjang balok bentang pendek) +
444,23 kg/m (Beban merata linear, sepanjang balok
bentang panjang) dan Beban Hidup = 83,33 kg/m
(Beban merata linear, sepanjang balok bentang
pendek) + 118,46 kg/m (Beban merata linear,
sepanjang balok bentang panjang).
Setelah melakukan perhitungan pembebanan
yang ditransfer dari pelat pada balok, langkah
selanjutnya adalah menginput besaran beban tersebut
pada balok, seperti yang ditunjukan pada gambar 3.5
sampai 3.9.
27
Gambar 3.5 Input Beban Mati Terpusat Akibat Railing
28
Gambar 3.7 Input Beban Mati Linear pada Balok
Bentang Pendek
29
Gambar 3.9 Input Beban Hidup Linear pada Balok Bentang
Pendek
30
Gambar 3.10 Kombinasi Pembebanan yang Bekerja pada
Balok
31
Gambar 3.11 Analisa Struktur pada Balok
32
Pada SAP2000v14, kemampuan struktur untuk
memikul beban ditunjukan dengan kriteria Warna dan
Angka, seperti yang terlihat pada Gambar 3.12. Warna Abu-
abu (paling kiri) menunjukan bahwa struktur tersebut
SANGAT MAMPU memikul beban yang bekerja, namun
dengan Rasio Ekonomi yang BOROS, Hal ini dapat dilihat
pada Angka 0,00 pada Warna Abu-abu tersebut. Sedangkan
semakin ke kanan, kemampuan memikul beban juga
termasuk MAMPU memikul beban (warna Biru, Hijau
Kuning dan Orange), namun dengan Rasio Ekonomi yang
lebih baik. Namun jika balok berwarna Merah, maka
termasuk dalam kriteria bahwa balok tersebut TIDAK
MAMPU memikul beban yang bekerja padanya.
Terlihat pada Gambar 3.12, semua Balok yang
ditampilkan berwarna Hijau, yang berarti bahwa Balok
tersebut mampu menahan Beban yang bekerja padanya,
dengan Rasio Ekonomi yang baik (0,50 - 0,70). Hal ini
menunjukan bahwa hasil desain dimensi balok MAMPU
menahan beban yang bekerja padanya. Diagram Geser dan
Diagram Momen dari Struktur Jembatan ditunjukan pada
gambar 3.13 dan 3.14
33
Gambar 3.13 Diagram Geser Struktur
34
BAB IV
STRUKTUR GARDU PANDANG
4.1 Perencanaan Struktur Gardu Pandang
Tipe Beton Bertulang
Pada rest area, akan dibangun sebuah bangunan yang
berfungsi untuk mengamati area sekitar embung, yang
disebut Gardu Pandang. Karena berfungsi sebagai bangunan
pengamat, letak Gardu Pandang ini harus terletak pada area
yang paling tinggi pada sekitar area embung.
35
adalah menggambar denah struktur bangunan Gardu
Pandang. Setelah menggambar denah jembatan, hal berikut
yang dilakukan adalah menentukan Perletakan pada Gardu
Pandang. Pada perhitungan ini, perletakan yang dipakai
adalah perletakan Jepit, seperti yang ditunjukan pada Gambar
4.1
36
Gambar 4.2 Penentuan Karakteristik Material
37
Setelah menentukan dimensi Kolom Struktur,
selanjutnya kita menentukan dimensi Balok Struktur sesuai
dengan rencana, yaitu berukuran 0.25 x 0.30 m. Dimensi
balok diinput pada Frame Properties kemudian Rectangular
Section. Untuk selengkapnya ditunjukan pada Gambar 4.4
Gambar 4.4 Penentuan Dimensi Balok Struktur
38
Gambar 4.5 Kombinasi Pembebanan
39
Pada perhitungan struktur ini beban mati akibat
berat sendiri sudah otomatis diperhitungkan. Hal ini
ditunjukan pada tahap “Define Load Patterns”, pada
kolom “Self Weight Multiplier” diinput angka 1, yang
berarti bahwa berat sendiri elemen struktur (balok,
kolom, plat) sudah dihitung otomatis oleh SAP2000
v14 ini. Hal ini ditunjukan pada gambar 4.6
40
dinding (balok dan kolom). Beban angin yang bekerja
pada struktur Gardu Pandang adalah sebesar 30 kg/m
atau 0,30 kN/m
Setelah melakukan perhitungan pembebanan yang
ditransfer dari pelat pada balok, langkah selanjutnya adalah
menginput besaran beban tersebut pada balok, seperti yang
ditunjukan pada gambar 4.7 sampai 4.9.
41
Gambar 4.8 Input Beban Hidup pada Struktur Gardu
Pandang
42
opsi ini, kita akan menentukan jenis beban apa saja yang akan
dianalisa. Dalam perhitungan ini, kita memilih jenis beban
Hidup (Live), beban Mati (Dead) dan beban angin (Wind).
Setelah itu, kita pilih opsi Run Now untuk melakukan Analisa
Struktur. Hal ini ditunjukan pada Gambar 4.10
43
Gambar 4.11 Hasil Analisa Struktur pada Balok
44
menahan beban yang bekerja padanya. Diagram Geser dan
Diagram Momen ditunjukan pada Gambar 2.12 dan 2.13
45
BAB V
STRUKTUR BANGUNAN PUJASERA
5.1 Perencanaan Struktur Bangunan
Pujasera
Pada rest area, akan dibangun sebuah bangunan yang
berfungsi untuk menyediakan jajanan kuliner, yang disebut
Pujasera. Bangunan Pujasera ini terletak di sekitar restarea
Embung Anak Munting Golomori.
46
tiap-tiap kolom diasumsikan sebesar 100 kN. Pada
perhitungan ini, perletakan yang dipakai adalah perletakan
Jepit, seperti yang ditunjukan pada Gambar 5.1
47
Gambar 5.2 Penentuan Karakteristik Material
48
Setelah menentukan dimensi Kolom Struktur,
selanjutnya kita menentukan dimensi Balok Struktur sesuai
dengan rencana, yaitu berukuran 0.25 x 0.30 m. Dimensi
balok diinput pada Frame Properties kemudian Rectangular
Section. Untuk selengkapnya ditunjukan pada Gambar 5.4
Gambar 5.4 Penentuan Dimensi Balok Struktur
49
Gambar 5.5 Pembebanan Terpusat pada Kolom
50
Gambar 5.6 Analisa Struktur
51
Pada SAP2000v14, kemampuan struktur untuk
memikul beban ditunjukan dengan kriteria Warna dan
Angka, seperti yang terlihat pada Gambar 5.7. Warna Abu-
abu (paling kiri) menunjukan bahwa struktur tersebut
SANGAT MAMPU memikul beban yang bekerja, namun
dengan Rasio Ekonomi yang BOROS, Hal ini dapat dilihat
pada Angka 0,00 pada Warna Abu-abu tersebut. Sedangkan
semakin ke kanan, kemampuan memikul beban juga
termasuk MAMPU memikul beban (warna Biru, Hijau
Kuning dan Orange), namun dengan Rasio Ekonomi yang
lebih baik. Namun jika balok berwarna Merah, maka
termasuk dalam kriteria bahwa balok tersebut TIDAK
MAMPU memikul beban yang bekerja padanya. Terlihat
pada Gambar 5.7, semua Balok dan Kolom yang ditampilkan
berwarna Biru, yang berarti bahwa Balok dan Kolomtersebut
mampu menahan Beban yang bekerja padanya, dengan Rasio
Ekonomi yang baik (0,00 - 0,50). Hal ini menunjukan bahwa
hasil desain dimensi balok MAMPU menahan beban yang
bekerja padanya. Pada gambar 5.8 dan 5.9 akan ditunjukan
diagram Momen dan Geser dari Struktur Pujasera tersebut.
52
Gambar 5.8 Diagram Geser Struktur
53
BAB VI
PERHITUNGAN STRUKTUR
BANGUNAN PUJASERA
6.1 Umum
Bangunan pelimpah dari suatu perencanaan embung
secara mutlak harus direncanakan, karena bangunan ini
berfungsi untuk mengamankan Embung dari bahaya banjir.
Dimensi serta konstruksinya harus sedemikian rupa sehingga
apabila terjadi banjir, dan embung tidak dapat menampung
volume maksimum, maka limpasan permukaan yang harus
dibuang dapat dilewatkan bangunan ini dengan aman.
Penempatan lokasi bangunannya juga harus dipertimbangkan
baik ditinjau dari segi keadaan topografinya, keadaan geologi
rencana pondasinya maupun dari segi tinjauan hidrolisnya.
Bangunan ini dirancang sedemikian rupa agar debit
banjir yang direncanakan lewat pelimpah dapat mengalir
dengan baik melalui saluran peluncur, turun ke bawah
sampai akhirnya peredam energi, dan kembali ke sungai.
Perencanaan bangunan pelimpah harus dapat mengalirkan
debit rencana untuk banjir kala ulang 50 tahun tanpa
menyebabkan kerusakan pada embung, dan bangunan
pelengkap lain serta perlu dikontrol dengan banjir maksimum
puncak (peak maximum flood).
Secara mendasar untuk embung urugan, terdapat
berbagai tipe bangunan pelimpah. Menentukan tipe yang
sesuai, diperlukan suatu studi yang luas, dan mendalam
sehingga diperoleh alternatif yang paling ekonomis.
Pelimpah yang umum dipergunakan pada embung urugan
adalah pelimpah terbuka dengan ambang tetap. Bangunan
pelimpah tipeini biasanya terdiri dari empat bagian utama,
54
yaitu saluran pengarah aliran, saluran pengatur aliran, saluran
peluncur, dan peredam energi.
55
6.3 Mercu Pelimpah
Umumnya bentuk yang dipilih di Indonesia adalah tipe
Ogee. Bentuk pelimpah tipe ogee, metode yang dipakai untuk
menentukan bentuk penampang sebelah hilir dari titik
tertinggi mercu pelimpah adalah lengkung Harrold yang
dinyatakan dengan persamaan:
56
X1,85 = 2 . Hd0,85 . Y
dimana:
Hd = tinggi tekanan rencana (m)
X = jarak horisontal dari titik tertinggi mercu ke titik di
permukaan mercu sebelah hilir (m)
Y = jarak vertikal dari titik tertinggi mercu ke titik
permukaan mercu sebelah hilir (m).
Bentuk profil bagian hulu diperoleh dengan persamaan:
X1,85 = 2 . Hd0,85 . Y
X1 = 0,282 . Hd
X2 = 0,175 . Hd
R1 = 0,5 . Hd
R2 = 0,2 . Hd
57
X1,85 = 2 . Hd0,85 . Y
Q = C . L . H3/2
L = L – 2 . (N . Kp + ka) . H
dimana:
Hd = tinggi tekanan rencana (m)
Q = debit (m3/detik)
C = koefisien limpasan
L = lebar efektif mercu pelimpah (m)
H = total tinggi tekanan air di atas mercu bendung,
termasuk tinggi tekanan kecepatan aliran pada
saluran pengarah aliran (m)
Kp = Koefisien kontraksi pada pilar
Ka = Koefisien kontraksi pada dinding samping.
Q = K . . a.B .
dimana:
Hd = tinggi tekanan rencana (m)
Q = debit (m3/detik)
K = faktor untuk aliran tenggelam
= koefisien debit
a = bukaan pintu (m)
58
B = lebar pintu (m)
g = percepatan gravitasi (9,80 m/detik2)
h1 = kedalaman air di depan pintu di atas ambang (m).
59
Z1 + d1 + hv1 = Z 2 + d2 + hv 2 + hL
Dimana:
Z = elevasi dasar saluran pada suatu bidang vertikal (m)
d = kedalaman air pada bidang tersebut (m)
hv = tinggi tekanan kecepatan pada bidang tersebut (m)
hL = kehilangan tinggi tekanan yang terjadi diantara 2
(dua) buah bidang vertikal yang ditentukan (m).
60
6.5 Peredam Energi
Sebelum aliran air yang melintasi bangunan pelimpah
dikembalikan ke dalam sungai, maka aliran dengan
kecepatan yang tinggi dalam kondisi superkritis tersebut
harus diperlambat, dan dirubah pada kondisi aliran sub kritis.
Hal ini untuk mengurangi besarnya energi gerusan yang
tinggi dalam aliran tersebut hingga mencapai tingkat yang
normal, sehingga aliran tersebut tidak membahayakan
kestabilan alur sungai. Upaya mengurangi energi tersebut,
maka dibuat suatu bangunan yang disebut peredam energi
pencegah gerusan di ujung hilir saluran peluncur.
Berdasarkan dengan tipe Embung urugan, dan kondisi
topografi serta sistem kerjanya maka peredam energi
mempunyai berbagai tipe, diantaranya adalah:
✓ Tipe Loncatan
✓ Tipe Kolam Olakan
✓ Tipe Bak Pusaran
Pertimbangan dalam menentukan tipe peredam energi
adalah:
✓ Gambaran karakteristik hidrolis pada peredam energi
yang direncanakan.
✓ Hubungan lokasi antara peredam energi dengan tubuh
embung.
✓ Karakteristik hidrolis dan karakteristik konstruktif dari
bangunan pelimpah.
✓ Kondisi-kondisi topografi, geologi, dan hidrolika di
daerah tempat kedudukancalon peredam energi.
✓ Situasi serta tingkat perkembangan dari sungai di
sebelah hilir.
61
6.5.1 Tipe Loncatan
Peredam energi loncatan biasanya dibuat untuk sungai-
sungai yang dangkal dengan kedalaman yang lebih kecil
dibandingkan kedalaman loncatan hidrolis aliran di ujung
udik peredam energi. Tipe ini hanya cocok untuk sungai
dengan dasar alur yang kokoh (The Japanese Institute of
Irrigation and Drainage, 1988).
62
olakannya berdimensi kecil. Tipe ini biasanya dibangun
untuk suatu kondisi yang tidak memungkinkan pembuatan
perlengkapan-perlengkapan lainnya pada kolam olakan
tersebut.
63
Gambar 6.4 Peredam Energi Kolam Olak Tipe II
64
Gambar 6.5 Peredam Energi Kolam Olak Tipe III
65
Gambar 6.6 Peredam Energi Kolam Olak Tipe IV
66
67
Tabel 6.1 Perencanaan Pelimpah
68
c. Tinggi Muka Air di Kolam 1,88 m
d. Tinggi End-sill 0,50 m
e. Panjang Perlindungan Rip- 10,00 m
rap
Sumber: Hasil Perhitungan, 2022.
69
DAFTAR PUSTAKA
Aditya, R. DS. (2014), USU Institusional Repository,
Repository.usu.ac.id
Bria, M. (2009), Revitalisasi Embung Irigasi berdasarkan
Kerusakan dan Nilai Manfaat, Jurnal Mitra No.3
Desember 2009 Tahun XV.
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian
Pekerjaan Umum. (2013). Standar Perencanaan Irigasi-
Bagian Perencanaan (KP-01). Jakarta, Indonesia:
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Istiqal, A., N. Budiman, dan Mizwar. 1999. Model
Pengembangan Agribisnis, Agroindustri
Wilayah NTT. PT Cakra Hasta Konsultan, Maret.
Kasiro, I. (1994), Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil
untuk Daerah Semi Kering di Indonesia, Direktorat
Jenderal Pengairan Departemen Pekerjaan Umum,
Jakarta
Notoatmojo, B., & Rivai, R. (2001). Optimasi pengembangan
embung di Indonesia. The Winners, 2(1), 12-17.
https://doi.org/10.21512/tw.v2i1.3795
Rustam, R. K. (2010). Tata Ruang Air. Yogyakarta: CV.
Andi.
Pedoman Teknis Konservasi Air Melalui Pengembangan
Embung Tahun 2007
Wiradnyana, I.G.O., dkk., (2011), Partisipasi Masyarakat
Pemakai Air dalam Operasi dan Pemeliharaan Embung
di Kabupaten Karangasem, Jurnal Spektran Vol.1,
No.1, Januari 2013, Hal. 24 – 29
70
https://dinpertan.purbalinggakab.go.id/manfaat-embung-
dan-antisipasi-perubahan-iklim-bagi-dunia-pertanian/
71
LAMPIRAN
72
73
74