2820-Article Text-13365-1-10-20210129
2820-Article Text-13365-1-10-20210129
Abstract
Bali is one tourist destination that has high popularity. These tourists really fall in love with the customs and
culture that exist in Bali but not a few tourists do not understand the importance of the holy places contained in the
tourist attraction area. To protect the holy places that are widely scattered in Bali, it is necessary to have
sanctions both in the statutory regulations and in the form of village awig-awig in order to ensnare the
perpetrators of defamation of holy places in Bali, but unfortunately this has not been strictly regulated in the
existing regulations. The problems raised to be analyzed and answered in this study are 1. How is the application
of customary sanctions in defamation of holy places according to positive law? 2. What is the settlement of the
case of defamation of holy places in Padang Tegal Village, Ubud District, Gianyar Regency? The method used is
an empirical legal research model. Legal products in Indonesia do not regulate defamation of holy places in real
terms, the Criminal Code only regulates religious blasphemy and does not mention defamation of holy places. In
the case of the defamation of the holy place in Padang Tegal Village, it was resolved with customary sanctions and
through a mediation process by the customary Bendesa of Padang Tegal Village with the perpetrators. But
unfortunately this customary sanction does not provide a deterrent effect on the perpetrators and only restores the
sanctity of the holy place itself.
Keywords: Bali; Blasphemy of Holy Places; Adat Sanctions
KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 15, Nomor 1 2021 — CC-BY-SA 4.0 License Halaman 18
Penerapan Sanksi Adat dalam Penistaan Tempat Suci di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
Halaman 19 KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 15, Nomor 1 2021 — CC-BY-SA 4.0 License
Penerapan Sanksi Adat dalam Penistaan Tempat Suci di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 15, Nomor 1 2021 — CC-BY-SA 4.0 License Halaman 20
Penerapan Sanksi Adat dalam Penistaan Tempat Suci di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
dikategorikan sebagai suatu tindak pidana karena Jika yang bersalah melakukan kejahatan
perbuatan tersebut dapat menganggu ketertiban tersebut pada waktu menjalankan pencariannya
umum dan dapat menimbulkan perasaan dan pada saat itu belum lewat lima tahun sejak
penghinaan terhadap suatu orang atau kelompok. pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan
Perlu digaris bawahi disini penistaan yang semacam itu juga yang bersangkutan dapat
dimaksud bukan hanya perbuatan seperti dilarang menjalankan pencarian tersebut.
mengeluarkan kata-kata yang bersifat menghina
Menurut ahli hukum kriminalisasi tindak
atau mengejek tetapi melakukan suatu perbuatan
pidana agama yang diatur dalam KUHP tersebut
yang seharusnya tidak dilakukan di tempat suci
jika ditinjau dari teori hukum pidana mencakup
juga dapat dikategorikan sebagai penistaan.
tiga teori perlindungan yaitu: (Arief, 2010)
Apabila kita melihat dalam KUHP yang
Teori perlindungan agama (Religionsschutz-
merupakan produk hukum nasional yang
Theorie) Menurut teori ini, agama dilihat sebagai
mengikat seluruh individu yang berada dalam
kepentingan hukum atau objek yang akan
wilayah Indonesia maka kita tidak akan
dilindungi oleh negara, melalui peraturan
menemukan mengenai mengenai penistaan atau
penodaan terhadap tempat suci. Di dalam KUHP perundang-undangan yang dibuatnya
yang dapat kita temukan adalah tindak pidana Teori perlindungan perasaan keagamaan
yang ditujukan terhadap agama yang dapat (Gefuhlsschutz-Theorie) Menurut teori ini,
ditemukan pada pasal 156, pasal 156a, pasal 157 kepentingan hukum yang akan dilindungi adalah
yang dapat dijabarkan sebagai berikut : rasa/perasaan keagamaan dari orang-orang yang
beragama
Pasal 156:
Teori perlindungan perdamaian/ketentraman
Barang siapa di muka umum menyatakan
umat beragama (Friedensschutz-Theorie). Objek
perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan
atau kepentingan hukum yang dilindungi menurut
terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat
teori ini adalah kedamaian/ketentraman beragama
Indonesia, diancam dengan ancaman pidana
diantara pemeluk agama atau dengan pengertian
penjara paling lama empat tahun atau pidana
lain lebih tertuju pada ketertiban umum yang
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
dilindungi.
Pasal 156a :
Apabila menilik teori yang dikemukakan
Dipidana dengan pidana penjara selama- tersebut dikaitkan dengan penistaan tempat suci
lamanya lima tahun barang siapa dengan sengaja maka perbuatan menistakan atau menodai tempat
di muka umum mengeluarkan perasaan atau suci juga memiliki “hak” yang sama untuk
melakukan perbuatan : dilindungi seperti halnya dengan penistaan
agama. Dikatakan demikian karena apabila terjadi
Yang pada pokoknya bersifat permusuhan,
tindakan penistaan terhadap tempat suci maka
penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu
akan melukai perasaan keagamaan dari orang
agama yang dianut di Indonesia; beragama yang tempat sucinya dinodai dan dapat
Dengan maksud agar supaya orang tidak hal ini tentu saja bisa merusak kedamaian atau
menganut agama apapun juga, yang bersendikan ketentraman masyarakat terutama masyarakat
Ketuhanan Yang Maha Esa. adat yang sudah susah payah menjaga kesucian
tempat suci mereka. Hal yang demikian
Pasal 157 (1) : memperlihatkan adanya kekosongan peraturan
Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan, terutama dalam hukum nasional mengenai
atau menempelkan tulisan atau lukisan di muka penistaan tempat suci.
umum, yang isinya mengandung pernyataan Penistaan tempat suci di Bali dapat
perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan dikategorikan sebagai pelanggaran hukum adat
di antara atau terhadap golongan-golongan rakyat dan dapat menyebabkan konflik adat. Belakangan
Indonesia, dengan maksud supaya isinya ini di Bali sering terjadi beberapa tindakan yang
diketahui atau lebih diketahui oleh umum, tergolong sebagai penistaan tempat suci yang
diancam dengan pidana penjara paling lama dua berada di wilayah Daya Tarik Wisata (DTW)
tahun enam bulan atau pidana denda paling seperti misalnya seorang wisatawan asing yang
banyak empat ribu lima ratus rupiah. menduduki pelinggih/padmasana yang
merupakan benda suci bagi umat Hindu di Pura
Halaman 21 KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 15, Nomor 1 2021 — CC-BY-SA 4.0 License
Penerapan Sanksi Adat dalam Penistaan Tempat Suci di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
Besakih yang merupakan tempat ibadah Umat Penyelesaian Kasus Penistaan Tempat Suci Di Desa
Hindu dan ada pula tindakan wisatawan yang Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
dianggap sebagai penistaan tempat suci yaitu dua Kasus yang diangkat pada penelitian ini adalah
orang turis yang dengan sengaja membersihkan kasus penistaan tempat suci pada kawasan Daya
bokongnya di sumber air suci di Petirtaan Tarik Wisata (DTW) Monkey Forest yang
Monkey Forest. dilakukan oleh Sabina Dolezalova dan Jdenek
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa Slova warga negara Republik Ceko. Kasus ini
Indonesia adalah negara Hukum dan berdasarkan bermula ketika kedua WNI ini mengunggah foto
dengan teori negara hukum yang meyatakan sedang mencuci bokongnya di pancoran Pura Beji
bahwa negara haruslah berdasarkan Undang- Padangtegal pada media sosial. Kejadian ini baru
Undang atau peraturan lain yang mengatur maka diketahui oleh prajuru desa tiga hari kemudian
untuk menyelesaikan permasalahan penistaan dan langsung diadakan mediasi antara pelaku
tempat suci yang dalam hukum nasional belum dengan kantor migrasi Denpasar, Polsek Ubund,
diatur secara jelas digunakan alternatif lainnya serta semua prajuru desa setempat.
yaitu menerapkan sanksi adat. Hal ini dilakukan Kasus ini bermula ketika Sabina Dolezalova
agar tetap menimbulkan efek jera dan sekaligus dan Jdenek Slova berkunjung ke objek wisata
mensosialisasikan kepada masyarakat luas bahwa Monkey Forest dan lebih lanjut masuk ke Pura
ada tindakan-tindakan yang dilarang dilakukan Beji Padangtegal yang masih terdapat dalam satu
ditempat suci. Tetapi walaupun dapat menerapkan kawasan dengan monkey forest. Kedua
sanksi adat keputusan mengenai hal ini juga harus wisatawan ini melihat ada pancoran di pura beji
melalui persetujuan masyarakat adat yang berada dan berkeinginan untuk mencuci bagian
di wilayah terjadinya penistaan tempat suci. tubuhnya. Adapun pada pura beji ini sudah
Sanksi adat dalam kesatuan masyarakat adat terdapat larangan dilarang mencuci kaki, namun
Bali terdiri dari beberapa jenis yaitu: (Windia & wisatawan ini menganggap larangan tersebut
Sudantra I, K, 2006) hanya untuk bagian kaki saja dan berlanjut
mencuci bagian bokongnya. Kejadian tersebut
Arta danda : golongan sanksi adat dalam diabadikan oleh pelaku dan diupload pada media
bentuk materi yaitu dengan cara membayar uang sosial mereka. Tiga hari setelah kejadian tersebut,
atau penggantian harta benda (benda-benda akhirnya prajuru desa mengetahui kejadian
materiil). tersebut dan langsung berusaha mencari pelaku
Sangaskara danda : Sanksi Berupa tersebut dengan bantuan dari pihak imigrasi.
pelaksanaan upacara tertentu sesuai dengan ajaran Melalui bantuan pihak Imigrasi dan Polsek
Agama Hindu, misalnya upacara pembersihan Ubud, akhirnya prajuru desa berhasil bertemu
yang memiliki tujuan untuk mengembalikan dengan para pelaku dan melakukan mediasi.
keseimbangan magis. Adapun hasil dari mediasi tersebut adalah pelaku
Jiwa danda : sanksi berupa penderitaan dilarang untuk kembali ke negara asalnya sampai
jasmani dan rohani/jiwa upacara guru piduka dilaksanakan dan para
pelaku ini harus hadir pada upacara tersebut.
Penistaan tempat suci khususnya yang terjadi Biaya upakara ini tidak dibebankan kepada para
di Bali yang pada kenyataan belum diatur dalam pelaku dan murni ditalangi oleh dana Desa
hukum nasional dapat diselesaikan sementara Padang Tegal. Setelah kejadian tersebut, jalan
dengan menggunakan sanksi adat tersebut. Pelaku masuk ke petirtan Pura Beji telah ditutup untuk
dapat saja dikenakan sanksi berbentuk materi umum dan hanya diperkenankan untuk warga
yaitu dengan membayarkan seluruh biaya yang desa Padang Tegal yang memang memilik
digunakan untuk mengembalikan nilai kesucian kepentingan ke Pura Beji tersebut.
dari tempat suci tersebut atau bisa juga dengan
hanya ikut hadir untuk mendoakan kembali Pada kasus di desa Padang Tegal ini, tidak ada
tempat suci yang telah dinodai tersebut bahkan sanksi pidana yang diberikan kepada para
tidak menutup kemungkinan pilihan berupa tersangka. Tersangka hanya dikenakan sanksi
penderitaan jasmani dan rohani yang dipilih untuk adat yaitu tidak diperkenankan untuk
menimbulkan efek jera. Hal ini bergantung meninggalkan Pulau Bali serta menghadiri
kepada masyarakat adat yang tempat sucinya upakara guru piduka yang diselenggarakan
dinodai karena perbuatan seseorang. langsung oleh prajuru desa Padang Tegal.
Penyelesaiannya pun diselesaikan dengan cara
KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 15, Nomor 1 2021 — CC-BY-SA 4.0 License Halaman 22
Penerapan Sanksi Adat dalam Penistaan Tempat Suci di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
mediasi antara prajuru desa adat Padang Tegal, permohonan maaf dan memohon waranugraha-
Tersangka, Pihak dari Imigrasi Denpasar, dan Nya. Guru piduka berasa dari kara Guru dan
Polsek Ubud. Piduka. Guru menurut kamus sansekerta
Indonesia berarti berat, sesar, luas, hebat, penting
Mediasi merupakan salah satu cara
dan nama lain dari Dewa Siwa. Guru juga berarti
penyelesaian sengketa melalui proses
Sesajen berupa Tumpeng Peggum yaitu tumpeng
perundingan untuk memperoleh kesepakatan para
di isi telur itik direbus pada ujungnya dan di
pihak dengan dibantu oleh mediator (Ketua
persembahkan kepada Dewa Siwa (Kamus Kawi
Mahkamah Agung RI, PERMA RI No. 1 Tahun
Indonesia). Kata Piduka berasal dari kata duka
2008). Mediasi berasal dari Bahasa Inggris yang
berarti marah, kesusahan, kesukaran. Dan dapat
berarti menyelesaikan sengketa dengan
juga berasal dari kata paduka yang artinya
menengahi. Mediasi merupakan proses negosi
julukan Bhatara yang mulia, semoga Tuhan yang
pemecah masalah, dimana pihak luar yang tidak
mulia memberi anugrah yang utama. Adapun
memihak (impartial) bekerjasama dengan pihak
tanda tanda perlu diadakannya upakara khusus
yang bersengketa untuk mencari kesepakatan
banten Guru Piduka adalah adanya suatu kejadian
bersama. Mediator tidak berwenang untuk
aneh seperti kejadian yang tidak pernah terjadi
memutus sengketa, tetapi hanya membantu para
atau di alami, baik disebabkan oleh alam,
pihak untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
manusia, dan hewan, sehingga menimbulkan
yang dikuasakan kepadanya (Umam, 2010).
firasat buruk antara buana alit dan buana agung,
Proses penyelesaian sengketa melalui mediasi lahir dan bathin. Kejadian-kejadian tersebut
sangat efektif untuk menyelesaikan sengketa- antara lain:
sengketa yang melibatkan para pihak atau
Kejadian akibat adanya bencana yang
melibatkan masyarakat, seperti sengketa
menimpa manusia misalnya:
mengenai perusakan lingkungan, pembebasan
tanah, perburuhan, perlindungan konsumen, dan Sakit berkepanjangan tak sembuh-sembuh;
lain-lain. Dengan menggunakan jasa mediator
Banyak orang mati dalam waktu singkat;
orang tidak perlu beramai-ramai ke Pengadilan
atau sendiri-sendiri dalam menyelesaikan Sering terjadi mati salah pati, ulah pati;
sengketa yang bersengketa. Dengan
menggunakan metode mediasi para pihak yang Terjadinya hubungan “salah timpal” yaitu
bersengketa akan memperoleh keuntungan yang antara manusia dengan binatang, binatang dengan
lebih dibandingkan dengan menggunakan jalur lain jenis binatang;
litigasi. Dengan mediasi ini para pihak lebih Terjadinya hubungan gamia gemana yaitu
sedikit menderita kerugian, hal ini akan sangat hubungan orang tua dengan anak, anak dengan
terasa oleh pihak yang dikalahkan jika para pihak saudara kandung.
menggunakan proses litigasi. Dengan
menggunakan mediasi yang bersifat tidak formal, Kematian salah satu keluarga bertepatan
sukarela, kooperatif, dan berdasarkan dengan hari piodalan di pemerajan/ pura setempat
kepentingan, seorang mediator membantu para berdomisili
pihak untuk merangkai suatu kesepakatan, Keributan terus menerus dalam keluarga,
memenuhi kebutuhannya, dan memenuhi standar kurang harmonisnya hubungan dengan leluhur.
kejujuran mereka sendiri.
Terbakarnya tempat suci baik oleh api maupun
Dalam proses mediasi kasus penistaan tempat halilintar serta diperusak oleh angina puyuh.
suci di Desa Adat Padang Tegal ini dihasilkanlah
putusan bahwa perlu diselenggarakannya upacara Tempat suci atau kahyangan tertimpa
guru piduka untuk mengembalikan kesucian dari “Cemei” (kotoran)
Pura Beji tersebut dan para pelaku harus ikut Pada bangunan suci / kahyangan yang kena
menghadiri upacara tersebut sebagai bentuk kotoran seperti ada mayat manusia, darah
tanggung jawab dari perbuatannya. Adapun manusia datang bulan, orang bersetubuh di
Upacara guru piduka adalah nama upakara, kahyangan, tulang bangkai manusia di
sesajen, atau banten yang digunakan dalam kahyangan, suara tangis pelan, disambar petir,
upacara agama Hindu. Upakara ini mati bunuh diri, dimasuki binatang piaraan
dipersembahkan kepada Ida Sang Hyang Widhi berkaki empat, perlu diadakan / dipersembahkan
Wasa atau leluhur sebagai sarana untuk guru piduka.
Halaman 23 KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 15, Nomor 1 2021 — CC-BY-SA 4.0 License
Penerapan Sanksi Adat dalam Penistaan Tempat Suci di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
Upacara ini memang harus dilakukan oleh penistaan tempat suci yang menjadi Daya Tarik
desa yang bangunan sucinya sudah terkena Wisata (DTW) baik oleh WNA maupun WNI
“kotor”. Bahkan dalam kasus ini para tersangka serta lebih memberikan efek jera bagi para
tidak dibebankan biaya upacara tersebut, hanya pelaku.
harus menghadiri. IV. SIMPULAN
Desa adat Padang Tegal dalam kasus ini sudah Berdasarkan pemaparan di atas maka dapat
tepat menggunakan proses mediasi karena disimpulkan bahwa Produk hukum nasional di
merupakan jalan satu-satunya penyelesian kasus Indonesia belum mengatur mengenai penistaan
ini. Hal ini terjadi karena dalam peraturan terhadap tempat suci secara nyata. Di dalam
perundang-undangan di Indonesia belum ada KUHP hanya diatur mengenai penistaan agama
yang mengatur mengenai penistaan tempat suci tidak disinggung sedikitpun mengenai penistaan
seperti kasus ini. Jadi peran adat dalam tempat suci dan apabila terjadi kasus ini maka
melakukan mediasi dengan tersangka sangatlah akan diselesaikan secara hukum adat dengan
penting untuk menyelesaikan kasus tersebut. memberikan sanksi adat. Sanksi adat dalam
Namun menurut peneliti, adapun sanksi adat yang kesatuan masyarakat bali terdiri dari Arta danda
diberikan kepada pelaku melalui jalur mediasi ini (sanksi dalam bentuk materi), Sangaskara danda
kurang memberikan efek jera terhadap pelaku. (melaksanakan upacara tertentu sesuai ajaran
Tetap harus ada sanksi pidana maupun sanksi agama Hindu, Jiwa danda (sanksi berupa
administrative yang bersifat mengikat kepada penderitaan jasmani dan rohani. Untuk
para pelaku penistaan tempat suci tidak hanya di menimbulkan efek jera terhadap pelaku penistaan
Bali, tetapi juga di Indonesia. Ini diperuntukan tempat suci di Bali maka dapat dijatuhkan salah
agar tidak ada lagi kasus-kasus penistaan tempat satu ataupun semua sanksi adat tersebut hal ini
suci yang sudah sangat sering terjadi dan tidak tergantung dari keputusan masyarakat adat yang
hanya dilakukan oleh Warga Negara Asing berada di wilayah tempat suci tersebut berada.
(WNA) tetapi juga Warga Negara Indonesia
(WNI). Pada Desa adat Padang Tegal dalam kasus ini
sudah tepat menggunakan proses mediasi karena
Sejatinya, terkait kasus penistaan tempat suci merupakan jalan satu-satunya penyelesian kasus
yang sudah sering terjadi ini maka menurut ini. Hal ini terjadi karena dalam peraturan
peneliti sangatlah urgen untuk segera dibentuknya perundang-undangan di Indonesia belum ada
suatu peraturan perundang-undangan terkait yang mengatur mengenai penistaan tempat suci
penistaan tempat suci ini. Di Bali, anggota DPRD seperti kasus ini. Jadi peran adat dalam
sudah melakukan beberapa upaya untuk melakukan mediasi dengan tersangka sangatlah
membentuk suatu aturan hukum terkait penting untuk menyelesaikan kasus tersebut.
permasalahan ini yaitu dengan berupaya Namun menurut peneliti, adapun sanksi adat yang
membentuk Ranperda Standar Penyelenggaraan diberikan kepada pelaku melalui jalur mediasi ini
Kepariwisataan namun hingga kini ranperda kurang memberikan efek jera terhadap pelaku.
tersebut belum terealisasikan. Tetap harus ada sanksi pidana maupun sanksi
Penjatuhan sanksi pidana pada tindak pidana administrative yang bersifat mengikat kepada
penistaan tempat suci ini menurut peneliti juga para pelaku penistaan tempat suci tidak hanya di
didukung berdasarkan teori pemidanaan. Adapun Bali, tetapi juga di Indonesia. Ini diperuntukan
teori pemidanaan yang kami gunakan adalah agar tidak ada lagi kasus-kasus penistaan tempat
Teori gabungan (integratif) mendasarkan pidana suci yang sudah sangat sering terjadi dan tidak
pada asas pembalasan dan asas tertib pertahanan hanya dilakukan oleh Warga Negara Asing
tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan (WNA) tetapi juga Warga Negara Indonesia
itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Pada (WNI).
dasarnya teori gabungan adalah gabungan teori Melihat kasus yang terjadi di Desa adat
absolut dan teori relatif. Gabungan kedua teori itu Padang Tegal maka penulis ingin memberikan
mengajarkan bahwa penjatuhan hukuman adalah saran yang mungkin saja dapat menjadi bahan
untuk mempertahankan tata tertib hukum dalam pertimbangan agar terciptanya perlindungan
masyarakat dan memperbaiki pribadi si penjahat. hukum yaitu kepada pemerintah untuk segera
Dengan pemberian sanksi pidana pada tindak membentuk peraturan perundang-undangan yang
pidana penistaan tempat suci ini diharapkan mengkhusus mengenai tindak pidana penistaan
kedepannya berdampak pada penurunan kasus tempat suci. Serta dapat memberikan pembinaan
KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 15, Nomor 1 2021 — CC-BY-SA 4.0 License Halaman 24
Penerapan Sanksi Adat dalam Penistaan Tempat Suci di Desa Padang Tegal, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar
Halaman 25 KERTHA WICAKSANA: Sarana Komunikasi Dosen dan Mahasiswa Volume 15, Nomor 1 2021 — CC-BY-SA 4.0 License