Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

PENGOLAHAN DATA VERY LOW FREQUENCY (VLF-EM)

Disusun Oleh:
Kelompok 3
Dafina Ajeng Kinanti (03411940000003)
Khusnul Nur Rochmah (03411940000008)
Alwan Muhammad Rasyid (03411940000023)
Azriel Aziz Filliyatinnuriz A. (03411940000026)
Nofendri Marsa Putra (03411940000027)
Adellia Putri Nurdina (03411940000029)
Muhammad Hauzan Nabhan (03411940000031)
Rheza Marchellino Putra (03411940000047)
Najib Ramanda Yuangga (03411940000060)

DEPARTEMEN TEKNIK GEOFISIKA


FAKULTAS TEKNIK SIPIL, PERENCANAAN, DAN KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
SURABAYA
2022
BAB I
METODOLOGI

1.1. Alat dan Bahan


Praktikum metode very low frequency (VLF-EM) dan ground penetrating radar (GPR)
melibatkan dua tahapan, yaitu tahap akuisisi dan tahap pengolahan. Tahap akuisisi
menghasilkan dataset berupa nilai inphase, quadrature, tilt, Tfield pada 51 titik pengukuran
dengan 3 frekuensi berbeda (26,3; 26; 19,8). Akuisisi dilakukan di depan gedung Sistem
Informasi ITS, dengan titik 0 meter pada koordinat 7°16'51.40"S 112°47'44.30"E dan titik 50
meter pada koordinat 7°16'52.40"S 112°47'45.30"E. Pada tahap akuisisi, pengukuran diambil
di 51 titik sepanjang jalur akuisisi, dengan dua iterasi pada setiap titik.
Alat (Hardware) yang digunakan pada praktikum ini meliputi:
1. Satu set alat VLF-EM (ENVI-VLF oleh SCINTREX),
2. Satu set alat OERAD Easyrad Scudo PRO – Georadar GPR,
3. Senter untuk membantu melihat layar ENVI-VLF,
4. Payung untuk melindungi alat dari sinar matahari,
5. GPS,
6. Alat tulis dan datasheet,
7. Laptop untuk mengolah data.
Sedangkan software yang digunakan pada praktikum ini meliputi:
1. Microsoft Office,
2. MATLAB,
3. PrepVLF,
4. Inv2DVLF,
5. Surfer.

Gambar 1. Lokasi Akuisisi Data VLF-EM dan GPR


1.2. Flowchart
Berikut adalah diagram alir akuisisi VLF-EM dan GPR serta pengolahan data VLF-
EM.
Gambar 2. Diagram Alir Akuisisi Data VLF-EM

Gambar 3. Diagram Alir Akuisisi Data GPR


Gambar 4. Diagram Alir Pengolahan Data VLF-EM

1.3. Langkah Kerja Akuisisi VLF-EM


Berikut merupakan langkah-langkah yang dilakukan pada saat melakukan akuisisi metode VLF
di lapangan.
1. Langkah pertama, tentukan terlebih dahulu desain akuisisi yang akan digunakan dalam
pengukuran. Pada pengukuran kali ini menggunakan bentangan sebesar 50 m dengan
jarak titik pengukuran sebesar 1 m.
2. Langkah kedua, bentang meteran sepanjang lintasan pengukuran dan jangan lupa untuk
plot titik koordinat menggunakan GPS.
3. Langkah ketiga, pasang alat VLF pada badan lalu hidupkan alat dengan menekan
tombol ON dan tombol AUX/LCD secara bersamaan. Kemudian tekan tombol
RECALL dan SETUP untuk mengkalibrasi alat yang akan digunakan. Kalibrasi alat
dilakukan dengan scanning tiga frekuensi yang akan digunakan. Pada saat melakukan
scanning frekuensi, antena dari alat dihadapkan ke arah selatan untuk memudahkan
menangkap sinyal frekuensi yang dipancarkan dari Australia.
4. Langkah keempat, apabila alat telah dikalibrasi maka dapat langsung dilakukan
pengukuran dengan menekan tombol START/STOP sebanyak dua kali untuk tiap
iterasi yang dilakukan.
5. Langkah kelima, data inphase, quadrature, total field, dan tilt angle yang ditunjukkan
oleh layar dicatat untuk ketiga frekuensi. Lalu, ulangi pengukuran untuk titik lain dari
langkah keempat hingga seluruh titik pengukuran selesai diukur.

1.4. Langkah Kerja Pengolahan


1. Hitung rata-rata nilai inphase dan quadrature data akuisisi pada setiap titik, dengan
dilakukan rata-rata data iterasi 1 dan 2 untuk setiap titik dan frekuensi. Sehingga hanya
terdapat satu data inphase dan quadrature di setiap frekuensi pada masing-masing titik.

Gambar 5. Dilakukan Rata-Rata pada Data Frekuensi 3


2. Hasil rata-rata tersebut kemudian dipindahkan ke file excel baru, yang memuat posisi
data dan hasil rata-rata tiap frekuensi.
Gambar 6. Hasil Rata-Rata di pindah ke File Excel Baru
3. Langkah selanjutnya menggunakan MATLAB, buka script yang didalamnya terdapat
filter NA-MEMD, Fraser, dan Karous-Hjelt. Sesuaikan line 3 & 4 script dengan sheet
dan kolom data akuisisi yang akan diolah.

Gambar 7. Tampilan Script MATLAB


4. Setelah running script, dihasilkan dua figure. Figure 1 menunjukkan inphase dan
quadrature awal data mentah. Figure 2 merupakan hasil ‘pemecahan’ data mentah
menjadi 6 IMF (dekomposisi noise).
Gambar 8. Hasil Running Script
5. Dari 6 IMF tersebut, tentukan pada IMF ke berapa data mulai dikatakan smooth (IMF
rendah) serta sampai IMF ke berapa data dikatakan smooth (IMF tinggi). IMF 5 dan 6
tidak dikatakan smooth karena dianggap data residual. Pada pengolahan ini dipilih IMF
2 dan 4 sebagai IMF rendah dan tinggi.

Gambar 9. Input IMF Rendah dan Tinggi


6. Setelah proses running script selesai, akan dihasilkan 3 gambar. Figure 3 merupakan
nilai inphase dan quadrature hasil filter NA-MEMD. Figure 4 merupakan
perbandingan antara data hasil filter NA-MEMD dan filter Fraser. Figure 5 merupakan
RAE dari data tersebut.

Gambar 10. Hasil Filter NA-MEMD


7. Pada file excel baru, copy data inphase dan quadrature hasil filter (‘inpf’ dan ‘quadf’
pada workspace MATLAB) setiap frekuensi, serta lakukan transpose pada data
tersebut. Kemudian plot data inphase dan quadrature hasil filter pada excel dengan
tujuan apakah hasil plot excel sama dengan hasil run script MATLAB.

Gambar 11. Pemindahan Data Hasil Filter ke File Excel Baru

Gambar 12. Plot Inphase dan Quadrature Hasil Filter


8. Untuk melakukan Inversi, mula-mula pindahkan nilai inphase dan quadrature hasil
filter ke dalam ‘Notepad’, dengan catatan dalam satu file notepad hanya terdapat data
satu frekuensi. Karena pengukuran dilakukan pada 3 frekuensi, maka pada proses ini
dibuat 3 file notepad. Konfigurasi dalam notepad adalah sebagai berikut;
● baris pertama merupakan nama lintasan,
● baris kedua merupakan jumlah data,
● baris ketiga merupakan frekuensi pengukuran,
● baris keempat merupakan jumlah data,
● baris kelima dan seterusnya merupakan data posisi pengukuran, inphase, dan
quadrature.
9. Sebelum lanjut ke tahap selanjutnya, buat file notepad yang berisi topografi daerah
pengukuran. Jika tidak terdapat variasi topografi, isi notepad dengan 0 pada 3 kolom,
dengan banyak baris sejumlah dengan banyaknya data pengukuran.
10. Langkah selanjutnya menggunakan software ‘PrepVLF’, pada software ini dilakukan
persiapan pada data hasil filter sebelum dilakukan inversi. Pilih opsi ‘Automatic’,
kemudian input file notepad yang berisikan data VLF-EM hasil filter, input data
topografi, dan input nilai initial resistivity daerah pengukuran. Kemudian akan
dihasilkan tiga file baru sebagai hasil pengolahan ‘PrepVLF’. Initial resistivity yang
digunakan dalam praktikum ini adalah 3 (Sanggra Wijaya, 2015).

Gambar 13. Tampilan ‘PrepVLF’ serta Nilai Initial Resistivity yang digunakan
11. Langkah inversi dilakukan menggunakan software ‘Inv2DVLF’, yang dilakukan
sebanyak 30 iterasi dengan nilai ‘lagrange parameter’ sebesar 0,6. Pengolahan tahap
ini akan menghasilkan beberapa file yang kemudian akan dilakukan running script
MATLAB dan pengolahan software surfer.

Gambar 14. Tampilan ‘Inv2DVLF’ serta Jumlah Iterasi dan Nilai Lagrange
Parameter
12. Hasil inversi kemudian dimodelkan menggunakan MATLAB. Script MATLAB
menghasilkan 3 gambar, gambar pertama merupakan hasil atau model inversi dari RAE,
gambar kedua merupakan sensitivitas model Inversi, dan gambar ketiga merupakan
kurva fitting antara data observasi dengan data estimasi/kalkulasi.
13. Tahap inversi menghasilkan notepad yang berisi data hasil inversi. Data tersebut berupa
nilai x, y, dan true resistivity. Kemudian dapat di plot menggunakan software Surfer.
14. Pada Surfer, input data nilai x, y, dan true resistivity ke worksheet Surfer sehingga
diperoleh file dengan format .dat. Lakukan grid data dengan metode gridding ‘Kriging’.
Setelah melakukan Grid Data, akan muncul report mengenai hasil gridding. Kemudian
buat peta kontur dengan menggunakan fitur ‘Contour’, hasil peta kontur tersebut dapat
dilihat pada bagian ‘Hasil Pengolahan Inversi’.

1.5. Langkah Kerja Akuisisi GPR


Berikut ini merupakan langkah-langkah yang dilakukan pada saat akuisisi metode GPR di
lapangan.
1. Langkah pertama, tentukan terlebih dahulu desain akuisisi yang akan digunakan dalam
pengukuran. Pada pengukuran kali ini menggunakan bentangan sebesar 50 m dengan
jarak titik pengukuran sebesar 1 m.
2. Langkah kedua, bentang meteran sepanjang lintasan pengukuran dan jangan lupa untuk
plot titik koordinat menggunakan GPS.
3. Langkah ketiga, sambung alat dan buka aplikasi eudeo di tab. Pastikan bahwa power
telah nyala.
4. Langkah keempat, lakukan kalibrasi alat dengan cara klik setting > kalibrasi pilih 1
meter. Kemudian klik start sekaligus dengan menarik alat sepanjang 1 meter yang mana
hal ini berfungsi kalibrasi.
5. Langkah kelima, klik survey dan jangan lupa untuk mencentang update on movement
dikarenakan menggunakan roda dalam pergeseran alatnya. Kemudian jangan lupa
untuk pilih material concrete karena melewati jalan paving.
6. Langkah keenam, pilih warna interpretasi yang diinginkan, pilih format kedalaman
yang digunakan yaitu meter, lalu pilih frekuensi yang akan digunakan yaitu 100.
7. Langkah ketujuh, apabila semua telah selesai bisa dimulai pengukuran. Klik gambar
video. Input nama sama lokasi. Lokasi di centang dan pilih single field.
8. Apabila serangkaian pengukuran telah dilakukan, data di save dan jangan lupa untuk
convert data ke SEG-Y
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Hasil Pengolahan


Praktikum very low frequency menggunakan 1 lintasan dengan panjang 50 meter dan spasi
1 meter. Hal pertama yang dilakukan pada pengolahan data hasil akuisisi yaitu pemfilteran
data. Dimana, filter yang digunakan terdiri dari filter filter fraser dan karous-hjelt. Filter fraser
menghasilkan perpotongan grafik inphase dan quadrature yang menunjukkan anomali ketika
inphase negatif dan quadrature positif. Sedangkan filter karous-hjelt menghasilkan penampang
2 dimensi yang menunjukkan parameter rapat arus.
Analisis dilakukan secara kualitatif yaitu dengan melihat tren kurva inphase dan
quadrature pada hasil filter fraser. Untuk zona konduktif ditunjukkan dengan nilai inphase
positif dan quadrature negatif. Kemudian analisis selanjutnya dengan melihat skala warna rapat
arus pada filter karous-hjelt. Nilai rapat arus berbanding lurus dengan zona konduktif dan
berbanding terbalik dengan zona resistif (Amrin, 2018). Sehingga, dapat disimpulkan jika zona
konduktif bernilai positif dan zona resistif bernilai negatif. Hasil pengolahan data ditunjukkan
pada gambar berikut.

Gambar 15. Kurva filter fraser (kiri) dan Karous-Hjelt (kanan) pada frekuensi 1

Gambar 16. Kurva filter Fraser (kiri) dan Karous-Hjelt (kanan) pada frekuensi 2.
Gambar 17. Kurva filter Fraser (kiri) dan Karous-Hjelt (kanan) pada frekuensi 3.

2.2. Analisis Filter


Berdasarkan gambar 15, terlihat bahwa posisi anomali konduktif berdasarkan filter fraser
diperkirakan berada pada meter 0 - 10 dan 40 - 50. Hasil filter fraser kemudian korelasikan
dengan hasil filter karous hjelt untuk hasil analisis kualitatif lebih akurat. Berdasarkan filter
karous hjelt menunjukkan rapat arus tinggi yang ditunjukkan dengan warna merah yang
mencolok pada meter 0 - 10 dan 40 - 50 meter. Nilai rapat arus yang tinggi (positif)
diidentifikasikan sebagai anomali konduktif. Berdasarkan hasil tersebut, zona konduktif diduga
berada di kedalaman 1- 2 meter. Sedangkan untuk zona resistif tinggi yang ditunjukkan dengan
warna biru mencolok berada bersebelahan dengan zona konduktivitas tinggi, yaitu berada di
meter 30 - 40 meter. Konduktivitas yang tinggi dapat diindikasikan sebagai anomali pipa
bawah tanah yang berada di lintasan pengukuran namun juga terdapat benda konduktif lainnya
seperti pagar besi yang berada dekat dengan lintasan pengukuran. Selain itu pada meter 30 - 50
meter terdapat kolam yang berada di dekat lintasan, hal ini turut mempengaruhi anomali
konduktivitas yang tinggi. Zona konduktif ditunjukkan oleh persegi berwarna biru.
Berdasarkan gambar 16, terlihat bahwa posisi anomali konduktif berdasarkan filter fraser
diperkirakan berada pada meter 0 - 10, 15 - 20 meter, dan 40 - 50 meter. Hasil filter fraser
kemudian korelasikan dengan hasil filter karous-hjelt untuk hasil analisis kualitatif lebih
akurat. Berdasarkan filter karous-hjelt menunjukkan rapat arus tinggi yang ditunjukkan dengan
warna merah yang mencolok pada meter 3 - 7, 13 - 23, dan 44 - 48 meter. Nilai rapat arus yang
tinggi (positif) diidentifikasikan sebagai anomali konduktif. Berdasarkan hasil tersebut, zona
konduktif diduga berada di kedalaman 1- 8 meter. Sedangkan untuk zona resistif tinggi yang
ditunjukkan dengan warna biru mencolok berada bersebelahan dengan zona konduktivitas
tinggi, yaitu berada di meter 5 - 10 dan 30 - 40 meter. Konduktivitas yang tinggi diindikasikan
sebagai anomali pipa bawah tanah yang berada di lintasan pengukuran. Namun, pada meter 12
- 15, 26, dan 29 terdapat benda konduktif berupa pagar besi dan tiang penangkal petir, serta
pada meter 30 - 50 terdapat kolam yang berada di dekat lintasan, hal ini turut mempengaruhi
anomali konduktivitas yang tinggi. Zona konduktif ditunjukkan oleh persegi berwarna biru.
Berdasarkan gambar 17, terlihat bahwa posisi anomali konduktif berdasarkan filter fraser
diperkirakan berada pada meter 5 - 10 dan 13 - 35 meter. Hasil filter fraser kemudian
korelasikan dengan hasil filter karous hjelt untuk hasil analisis kualitatif lebih akurat.
Berdasarkan filter karous hjelt menunjukkan rapat arus tinggi yang ditunjukkan dengan warna
merah yang mencolok pada meter 5 - 10 meter dan 13 - 25 meter. Nilai rapat arus yang tinggi
(positif) diidentifikasikan sebagai anomali konduktif. Berdasarkan hasil tersebut, zona
konduktif diduga berada di kedalaman 1- 8 meter. Sedangkan untuk zona resistif tinggi yang
ditunjukkan dengan warna biru mencolok berada di meter 0 - 5 meter. Konduktivitas yang
tinggi disebabkan karena terdapat benda konduktif (pagar besi dan tiang listrik) yang berada di
dekat lintasan pengukuran. Zona konduktif ditunjukkan oleh persegi berwarna biru.

2.3. Hasil Pengolahan Inversi


Pada gambar 18, 19, dan 20, didapatkan hasil colormap model inversi frekuensi 1,2 dan 3
yang diolah di MATLAB dan software surfer, masing masing frekuensinya berturut 26,3 kHz,
26 kHz, dan 19,8 kHz. Inversi sendiri merupakan proses pengolahan data lapangan hasil
penelitian secara matematis untuk mendapatkan informasi dalam mengetahui distribusi sifat
fisis bawah permukaan (Alfaritsi, 2018). Hasil inversi ini menggambarkan kontur anomali dari
resistivitas semu. Colormap hasil inversi menunjukkan tingkat konduktivitas pada daerah
penelitian berupa penampang kedalaman terhadap panjang lintasan. secara keseluruhan hasil
inversi frekuensi 1, 2, dan 3 memiliki rentang colorbar 0-60. semakin berwarna biru areanya
(nilai colorbarnya semakin kecil) maka daerah tersebut memiliki sifat resistif sedangkan
semakin berwarna merah areanya (nilai colorbar semakin besar) maka daerah tersebut
memiliki sifat konduktif.

Gambar 18. Model Final Inversi Frekuensi 1 Matlab (kiri) dan Surfer (kanan)

Gambar 19. Model Final Inversi Frekuensi 2 Matlab (kiri) dan Surfer (kanan)
Gambar 20. Model Final Inversi Frekuensi 3 Matlab (kiri) dan Surfer (kanan)

2.4. Analisis Hasil Inversi


Pada tahapan pengolahan inversi VLF dilakukan iterasi sebanyak 30 kali dan analisis
dilakukan pada hasil pengolahan matlab dan surfer untuk menghasilkan analisis yang akurat.
Pada gambar 18 menunjukkan hasil inversi frekuensi 1 menggunakan MATLAB (kiri) dan
surfer (kanan). Berdasarkan gambar tersebut, terdapat beberapa area yang konduktif tepatnya
pada meter 0-5, 6-9 , 33-35, 37-40, serta 43-50. Semua area yang teridentifikasi konduktif
berada di dekat permukaan kecuali pada meter 43-50. Hasil inversi ini kemudian dihubungkan
dengan hasil pada filter karous hjelt, dan menunjukkan letak anomali konduktif yang sama.
Terlihat bahwa pada meter 0-5 dengan skala 15-30 dan kedalaman 0-3 m teridentifikasi
anomali konduktif yang diinterpretasikan sebagai anomali pipa besi di sebelah gedung pasca
sarjana dan pipa besi yang ditanam di permukaan tanah, sedangkan pada meter 6-9 dengan
skala 15-30 kedalaman 0-2 m terdapat palang atau pagar besi departemen Sistem Informasi.
Pada meter 33-35 dengan skala 15-25 dan kedalaman 0-2 m terdapat tiang penangkal petir dan
pada meter 37-40 dengan skala 15-40 dan kedalaman 0-2 m terdapat anomali kolam air di
sekitar lintasan pengukuran. Pada meter 43 -50 dengan skala 20-40 dan kedalaman 0-9 m
diinterpretasikan sebagai anomali di dekat permukaan yaitu sebuah tiang penangkap petir serta
untuk kedalaman sampai 9 m diduga sebagai pipa bawah permukaan.
Pada gambar 19 menunjukan hasil final inversi frekuensi 2 menggunakan MATLAB (kiri)
dan surfer (kanan), terdapat beberapa area konduktif yang hampir sama dengan frekuensi 1,
yaitu pada meter 0-9, 33-35, 37-41, dan 43-50. Hasil inversi ini dihubungkan dengan hasil pada
filter karous hjelt, dan menunjukkan letak anomali konduktif yang hampir sama. Terlihat
bahwa pada meter 0-9 dengan skala 15-30 dan kedalaman 0-2 m diidentifikasi sebagai anomali
pipa besi di sebelah gedung pasca sarjana, pipa besi merah yang tertanam di dekat permukaan
tanah, serta palang departemen Sistem Informasi. Pada meter ke 33-35 dengan skala 15-23 dan
kedalaman 0-2 m terdapat tiang penangkal petir dan pada meter 37-41 dengan skala 15-40 dan
kedalaman 0-2 m terdapat anomali kolam air di sekitar lintasan pengukuran. Pada meter 43 -
50 dengan skala 20-40 dan kedalaman anomali 3-9 m diduga sebagai pipa bawah permukaan.
Pada gambar 20 menunjukan hasil final inversi frekuensi 3 menggunakan MATLAB (kiri)
dan surfer (kanan), terdapat beberapa area yang konduktif yang lebih jelas ditunjukkan oleh
hasil surfer yaitu pada meter 0-10 dan 33-43. Hasil inversi ini dihubungkan dengan hasil pada
filter karous hjelt, dan menunjukkan letak anomali konduktif yang hampir sama yaitu pada
meter 5-10 dan 35m. Terlihat bahwa pada meter 0-5 dengan skala 20-60 dan kedalaman 0- 4
m teridentifikasi anomali konduktif yang diinterpretasikan sebagai anomali pipa besi di sebelah
gedung pascasarjana dan juga pipa besi yang ditanam di permukaan tanah. Pada lintasan meter
ke 33-43 dengan rentang 20-25 dan kedalaman 5-9 m teridentifikasi anomali konduktif rendah
yang diinterpretasikan sebagai anomali pipa bawah permukaan dan akibat adanya kolam air di
dekat lintasan pengukuran.
Secara keseluruhan pengukuran menggunakan ketiga frekuensi menunjukan adanya
anomali yang hampir sama, dimana kebanyakan anomali adalah anomali diatas permukaan
tanah di sekitar lintasan pengukuran. Diidentifikasi satu anomali beberapa meter dibawah
permukaan yang didapat pada ketiga hasil inversi pada meter yang hampir sama yaitu secara
keseluruhan diantara 37-50 m pada kedalaman 3-9 m serta rentang skala 20 40. Adapun hasil
pengolahan menggunakan MATLAB dan surfer adalah sama, namun pengolahan pada surfer
memberikan hasil gradasi warna yang lebih jelas sehingga lebih memudahkan dalam
menentukan batas batas anomalinya.
Berdasarkan hasil inversi yang telah didapatkan, dari ketiga frekuensi dapat dikatakan
bahwa frekuensi yang mendominasi sehingga menghasilkan hasil yang lebih jelas adalah
frekuensi ketiga berpusat di Australia dengan nilai 19,8 apabila dibandingkan dengan dua
frekuensi lainnya. Berdasarkan hasil tersebut, didapatkan satu anomali yang dapat
diindikasikan sebagai pipa air karena memiliki nilai konduktivitas yang tinggi dan berada di
lingkungan yang resistif. Anomali tersebut berada pada meter ke 0-5 dan pada kedalaman 0-3
meter. Hal ini dapat dikorelasikan dengan hasil akuisisi data Ground Penetrating Radar yang
telah dilakukan pada hari sabtu, 23 April 2022 pada pukul 12.30 WIB pada lintasan yang sama
pada akuisisi data Very Low Frequency.

Gambar 21. Hasil Akuisisi Data Ground Penetrating Radar.


Berdasarkan hasil akuisisi data VLF yang dikorelasikan dengan hasil akuisisi data GPR
yang telah dilakukan, maka dapat diindikasikan terdapat anomali pipa bawah permukaan pada
lintasan meter 0-5 dan pada kedalaman 0-3 meter. Berdasarkan metode VLF dikatakan terdapat
anomali pipa karena nilai konduktivitas yang tinggi dan divalidasi dengan hasil akuisisi data
GPR dimana terdapat kurva hiperbolik pada lintasan meter ke 0,98 hingga 2,93 pada kedalaman
0 hingga 0,63 meter.
BAB III
KESIMPULAN

Berdasarkan akuisisi dan pengolahan data yang dilakukan dapat diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Zona konduktif ditunjukkan dengan nilai inphase positif dan quadrature negatif pada filter
fraser dan nilai rapat arus tinggi (positif) pada filter Karous Hjelt.
2. Untuk masing-masing frekuensi diperkirakan letak zona konduktif berdasarkan filter fraser
dan Karous Hjelt sebagai berikut:
a. Frekuensi 1, zona konduktif berada di meter 0-5 dan 40-50.
b. Frekuensi 2, zona konduktif berada di meter 0-10, 15-20, dan 40-50.
c. Frekuensi 3, zona konduktif berada di meter 5-10 dan 13 - 35.
3. Untuk masing-masing frekuensi diperkirakan letak zona konduktif berdasarkan hasil inversi
sebagai berikut:
a. Frekuensi 1, zona konduktif berada di meter 0-5, 6-9 , 33-35, 37-40, serta 43-50.
b. Frekuensi 2, zona konduktif berada di meter 0-9, 33-35, 37-41, dan 43-50.
c. Frekuensi 3, zona konduktif berada di meter 0-10 dan 33-43.
4. Anomali zona konduktif terlihat jelas pada frekuensi 3 (19,8) yang berpusat di Australia
dibandingkan dengan kedua frekuensi lainnya.
5. Pipa bawah permukaan terindikasi berada pada lintasan meter 0-5 dengan kedalaman 0-3
meter yang ditunjukkan kurva hiperbolik pada hasil GPR dan nilai konduktivitas tinggi.
DAFTAR PUSTAKA

Alfaritsi,Muhammad Husein. (2018). Analisa Kerawanan Longsor Menggunakan Metode Vlf-


Em Di Desa Tugurejo, Kecamatan Slahung, Kabupaten Ponorogo. Departemen Fisika
Fakultas Ilmu Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Amrin, I. (2018). Identifikasi Kemenerusan Sistem Sungai Bawah Tanah Daerah Karst
Menggunakan Metode Very Low Frequency (VLF) di Kuniran, Pacitan [skripsi]. Institut
Teknologi Sepuluh Nopember.
Aviani, N. (2021). Praktikum Eksplorasi Elektromagnetik: Pengolahan Data VLF. Teknik
Geofisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Imania, dkk. (none). Interpretasi Pengolahan Data Metode Very Low Frequency
Electromagnetic (VLF-EM) Menggunakan Filter Filter Fraser dan Karous-Hjelt. Teknik
Geofisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Olivia, dkk. (2019). Pengolahan Data Metode Very Low Frequency Lokasi Sidoarjo. Teknik
Geofisika, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Sanggra Wijaya, A. (2015). Aplikasi Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Wenner
Untuk Menentukan Struktur Tanah di Halaman Belakang SCC ITS Surabaya (Halaman 1
s.d. 5). Jurnal Fisika Indonesia, 19(55), 1–5. https://doi.org/10.22146/jfi.24363

Anda mungkin juga menyukai