PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penegakan hukum atas pelanggaran lalu lintas dikenakan kepada
pelanggarnya melalui pemberian surat bukti pelangaran (Tilang) peraturan lalu
lintas. Penindakan dengan Tilang dapat dikategorikan penegakan hukum yang
bersifat upaya paksa (coercive). Upaya paksa itu diikuti dengan menyitaan
barang bukti, Surat Ijin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Kendaraan Bermotor
(STNK), maupun kendaraannya. Pelanggar wajib membayar denda kepada
Negara melalui bank. Besaran denda tersebut ditentukan oleh pengadilan yang
disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing. Penegakan
hukum dengan upaya paksa yang dilakukan oleh polisi sebenarnya untuk
membangun budaya tertib lalu lintas dalam bentuk pencegahan, pelayanan,
kepastian, dan edukasi.1
Peningkatan pelanggaran lalu-lintas menjadi tantangan baru bagi pihak
Kepolisian untuk mampu menerapkan sangsi yang mendidik namun tetap
memiliki efek jera. Salah satu cara untuk menekan pelanggaran adalah dengan
melakukan sanksi administratif (Tilang) yang dilakukan oleh pihak Kepolisian.
Namun yang terjadi selama ini sistem Tilang sering disimpangkan oleh oknum
sipil dan oknum anggota polisi untuk saling berkompromi agar kepentingan
masing-masing bisa tercapai tanpa mengikuti prosedur yang berlaku, sehingga
setiap tindakan pelanggaran yang dilakukan masyarakat hanya dicatat dalam
surat Tilang dan terinfentarisir di divisi Administrasi Tilang kemudian
dilakukan sanksi, dan hanya sampai pada tingkat pencatatan akhir, sehingga
ketika terjadi pengulangan pelanggaran oleh orang yang sama tidak ada
peningkatan sanksi yang berarti. Seharusnya sistem Tilang yang dilakukan
harus bisa dikelola dengan baik sehingga dalam setiap pelaksanaannya
membuahkan efek jera bagi masyarakat pelanggar lalu lintas. Maka sistem
informasi setiap pelanggaran oleh para pengendara di jalan raya harus dapat
menjadi dasar penindakan pelanggaran dalam tahapan selanjutnya, artinya
1
Chryshnanda Dwilaksana, 2011. Kenapa Mereka Takut dan Enggan Berurusan
Dengan Polisi ? Sebuah Catatan Harian. Yayasan Pengembangan Kajian Ilmu Kepolisian
(YPKIK), Jakarta, hlm. 114.
1
2
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian dalam latar belakang dan perumusan masalah
tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini pada pokoknya adalah :
1. Menganalisis penerapan E-tilang dengan menggunakan rekaman CCTV dalam
penyelesaian perkara pelanggaran lalu-lintas, efektif sesuai dengan asas cepat,
sederhana biaya ringan
2. Menganalisis penghambat dalam penyelesaian perkara pelanggaran lalu
lintas berdasarkan bukti pelanggaran elektronik
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis maupun
praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan bagi penulis
dalam bidang penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas dan memberikan
sumbangsih pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum serta
masukan peneliti-peneliti dimasa mendatang khususnya yang berhubungan
dengan pelaksanaan sistem E-tilang.
2. Manfaat Praktis :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan untuk pengembangan
ilmu pengetahuan dan memperluas wawasan, sebagai bentuk informasi bagi
masyarakat, memberikan masukan serta bentuk sumbangan pemikiran bagi para
penegak hukum di wilayah hukum peradilan di Indonesia yang berhubungan
dengan pelaksanaan sistem E-tilang.
E. Kerangka Teori
5
4
Junef Muhar, 2014. Perilaku Masyarakat Terhadap Operasi Bukti Pelanggaran
(Tilang) Dalam Berlalu Lintas, E-Jurnal Widya Yustisia52 Vol.1 Nomor 1 Juni 2014, hlm. 53.
6
5
Ibid., hlm. 54.
6
M. Karjadi, 2001. Kejahatan Pelanggaran dan Kecelakaan, Politeia, Bogor, hlm. 66
7
7
Subhave Sandhy, Suwarto H, Arie Q. 2016. Aplikasi Tilang Berbasis Android.
Universitas Ilmu Pakuwan Bogor, hlm. 7
8
Herman Dwi Surjono, 2011. Membangun Course E-Learning Berbasis Moodle. UNY
Press, Yogyakarta, hlm. 19.
8
9
I Nyoman Sumaryadi, 2005. Efektifitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, Citra
Utama, Jakarta, hlm.4
10
Barda Nawawi Arief, 2003. Kapita Selekta Hukum Pidana. Citra Aditya, Bandung.
hlm. 85
9
11
J.E. Sahetapy, 2016. Sistem Peradilan Pidana Indonesia. Grafika Pustaka, Jakarta,
hlm. 65.
Sudarto, 2006. Kapita Selekta Hukum Pidana. Alumni, Bandung. hlm. 111.
12
13
Ibid., hlm. 112.
14
Edi Setiadi, 2004. Pemberdayaan Peran dan Kompleksitas Interaksi Advokat dalam
Proses Penegakan Hukum untuk Mewujudkan Keadilan. Disertasi: Program Doktor Ilmu Hukum
UNDIP, Semarang. hlm. 97.
10
menjadi kenyataan. Dalam menegakan hukum ada tiga unsur yang harus
diperhatikan, yaitu:
a. Kepastian Hukum (rechtssicherheit) : Hukum harus dilaksanakan dan
ditegakkan. Setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum
dalam hal terjadi peristiwa yang konkrit. Bagaimana hukumnya itulah
yang harus berlaku, pada dasarnya tidak boleh menyimpang: fiat justicia
et pereat mundus (meskipun dunia akan runtuh, hukum harus ditegakkan)
itulah yang diinginkan oleh kepastian hukum. Kepastian hukum
merupakan perlindungan yustisiabel terhadap tindakan sewenang-
wenang, yang berarti seorang akan memperoleh sesuatu yang diharapkan
dalam keadaan tertentu.
b. Manfaat (zweckmassigkeit) : Masyarakat mengharapkan manfaat dalam
pelaksanaan atau penegakan hukum. Hukum adalah untuk manusia, maka
pelaksanaan hukum atau penegakan hukum harus memberi manfaat dan
kegunaan bagi masyarakat. Jangan karena hukum dilaksanakan atau
ditegakkan justru akan timbul keresahan di dalam masyarakat.
c. Keadilan (gerechtigkeit) : Merupakan salah satu tujuan hukum yang
utama di samping kepastian hukum (Rechtssicherheit) dan kemanfaatan
(Zwckmassigkeit). Keadilan sendiri berkaitan erat dengan pendistribusian
hak dan kewjiban. Di antara sekian hak yang dimiliki manusia, terdapat
sekumpulan hak yang bersifat mendasar sebagai anugerah Tuhan Yang
Maha Esa, yang disebut dengan hak asasi manusia. Itulah sebabnya
masalah filsafat hukum yang kemudian dikupas adalah hak asasi manusia
atau hak kodrati manusia. 15
Pemikiran tentang penegakan hukum adalah sangat erat kaitannya
dengan pemikiran tentang efektivitas peraturan perundang-undangan atau
hukum yang berlaku. Ini berarti pemikiran-pemikiran ini biasanya diarahkan
pada kenyataan apakah hukum atau peraturan perundang-undangan yang
ada benar-benar berlaku atau tidak. Dalam teori efektivitas hukum dikatakan
bahwa efektif tidaknya hukum akan sangat tergantung pada faktor substansi
(peraturan itu sendiri), faktor struktur (aparat penegak hukum) dan faktor
15
Sudikno Mertokusumo, 2009. Mengenal Hukum. Liberty, Yogyakarta, hlm. 145
11
16
Sidik Sunaryo, 2005. Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Universitas
Muhammadiah, Malang, hlm. 10
17
Ibid.,hlm. 14
12
Kekuatan-kekuatan
sosial dan personal
Lembaga
Pembuat Peraturan
Umpan balik
Lembaga
Penerap Peraturan
Aktivitas
Penerapan
Kekuatan-kekuatan sosial
Kekuatan-kekuatan sosial dan personal lainnya
dan personal lainnya
18
Satjipto Rahardjo, Tanpa tahun. Masalah Penegakan Hukum (Suatu Tinjauan
Sosiologis). Sinar Baru, Bandung, hlm. 70
14
19
Ibid., hlm. 71.
20
Yahya Harahap, 2005. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP
Penyidikan dan Penuntutan, Edisi Kedua. Sinar Grafika, Jakarta, hlm. 52
21
Ibid., hlm. 53
15
F. Orisinalitas Penelitian
Penelitian tesis dengan berjudul “Efektivitas Penyelesaian Perkara
Pelanggaran Lalu Lintas Berdasarkan Bukti Pelanggaran Elektronik Sebagai
Implementasi Asas Cepat, Sederhana, Biaya Ringan (Studi di wilayah Polresta
Banyumas)”, ini sebagai penelitian yang baru dan merupakan gagasan orisinal
dari penulis, karena belum pernah dilakukan penelitian dalam topik dan
permasalahan yang sama.
Sehubungan dengan efektivitas penyelesaian perkara pelanggaran lalu
lintas berdasarkan bukti pelanggaran elektronik, berikut adalah beberapa hasil
penelitian yang pernah membahas tentang permasalahan dimaksud dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini :
b. Kendala-kendala
yang dihadapi
Satlantas Polres
Mataram dalam
pelaksanaan system
tilang elektronik (E-
tilang) yaitu :
terjadinya
kesalahan server
dan data error, dan
kurangnya
pemahaman tentang
E-tilang dari
masyarakat.
melakukan
pelanggaran sehingga
mudah untuk dilacak.
Pelanggar yang
melakukan
pelanggaran lalu
lintas akan di catat
oleh petugas melalui
aplikasi yang sudah
tersedia pada
smartphonnya.
System aplikasi
yang dinamakan E-
tilang ini lalu
mengeluarkan pasal
pelanggaran dan
denda maksimal yang
harus di bayar oleh
pelanggar. Setelah
angka keluar si
pengendara dapat
langsung membayar
melalui teller ATM
BRI, ATM Bersama,
ataupun SMS/
internet Bankink
setelah pembayaran
selesai, pengendara
dapat menunjukkan
bukti bayar kepada
polisi lalu mengambil
kembali SIM atau
STNK yang disita
oleh petugas