Anda di halaman 1dari 33

BAB II

TELAAH PUSTAKA

A. Pelanggaran Lalu Lintas


1. Lalu lintas dan Angkutan Jalan Raya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dalam penjelasan umum disebutkan bahwa
Lalu lintas dan angkutan jalan mempunyai peran strategis dalam
mendukung pembangunan dan integrasi nasional sebagai bagian dari upaya
memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan oleh Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembinaan Bidang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dilaksanakan secara bersama-sama oleh
semua instansi terkait (stakeholder). Pembagian kewenangan pembinaan
tersebut dimaksudkan agar tugas dan tanggung jawab setiap pembina
bidang lalu lintas dan angkutan jalan terlihat lebih jelas dan transparan
sehingga penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan dapat terlaksana
dengan selamat, aman, tertib, lancar, dan efisien, serta dapat di
pertanggungjawabkan.
Sesuai dengan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, disebutkan bahwa yang
dimaksud dengan ”Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah satu kesatuan
sistem yang terdiri atas Lalu Lintas, Angkutan Jalan, Jaringan Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Kendaraan,
Pengemudi, Pengguna Jalan, serta pengelolaannya”. Selanjutnya dalam
Pasal 1 angka 2 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ”Lalu lintas
adalah gerak Kendaraan dan orang di Ruang Lalu Lintas Jalan”.
Angkutan adalah perpindahan orang dan/atau barang dari suatu
tempat ke tempat lain dengan menggunakan kendaraan di ruang lalu lintas
jalan, sedangkan yang dimaksud dengan jalan adalah seluruh bagian jalan,
termasuk pelengkap dan perlengkapannya yang di peruntukkan bagi lalu
lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah,

20
21

dibawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan rel dan jalan kabel (Pasal 1 angka 3 dan 12). 25
Lalu lintas dapat diketegorikan sebagai darat, laut, udara, sungai,
danau, dan perairan. Polisi lalu lintas sekarang ini identik dengan petugas
polisi yang menangani masalah-masalah lalu lintas darat saja, itupun tidak
termasuk yang menggunakan rel atau jalan khusus. Saat ini di kota-kota
besar, lalu lintas darat sudah mulai padat dan menimbulkan berbagai
masalah yang dapat menghambat, merusak, bahkan mematikan
produktifitas, maka yang seharusnya menjadi urat nadi kehidupan bisa
menjadi kontraproduktif. Lalu lintas sungai, perairan, dan danau pada masa
lampau maupun masa sekarang pada daerah tertentu masih menjadi
unggulan untuk melayani perpindahan manusia dan barang. 26
Lalu lintas adalah gerak manusia maupun kendaraan secara bolak-
balik yang menggunakan sarana transportasi dari satu tempat ke tempat
yang lain. Lalu lintas sendiri juga mempunyai komponennya sendiri yang
saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan yang memenuhi persyaratan
kelayakan dikemudikan oleh pengemudi mengikuti aturan lalu lintas yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. 27
a. Manusia sebagai pengguna
Manusia merupakan salah satu unsur dalam lalu lintas yang
spesifik, artinya setiap individu mempunyai komponen fisik dasar
tertentu dan nonfisik yang barangkali berbeda antara satu dengan yang
lainnya dalam hal kemampuannya. Komponen tersebut meliputi
pendengaran, penglihatan, tenaga, pendidikan, dan psikologis. Kombinasi
dari komponen tersebut akan menghasilkan satu perilaku pengambilan
keputusan yang berbeda pada saat menghadapi satu permasalahan lalu
lintas.

25
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
26
Chryshnanda Dwilaksana, 2011. Op. Cit., hlm. 110
27
https://dokumen.tips/documents/komponen-sistem-lalu lintas.html, diakses pada
tanggal 28 Januari 2020 pukul 16.00 WIB
22

b. Kendaraan
Kendaraan digunakan oleh pengemudi mempunyai karakteristik
yang berkaitan dengan kecepatan, percepatan, perlambatan, dimensi, dan
muatan yang membutuhkan ruang lalu lintas yang secukupnya untuk bisa
bermanuver dalam lalu lintas. Dalam hal ini kecepatan kendaraan juga
mempunyai hal-hal penting sebagai berikut:
1) Mempengaruhi jarak titik perhatian pengemudi
2) Makin besar kecepatan maka makin jauh titik perhatian
3) Makin kecil kecepatan maka makin jauh sudut pandang
c. Jalan
Jalan merupakan lintasan yang direncanakan untuk dilalui
kendaraan bermotor maupun kendaraan tidak bermotor termasuk pejalan
kaki.Jalan tersebut direncanakan untuk mampu megalirkan aliran lalu
lintas dengan lancar dan mampu mendukung beban muatan sumbu
kendaraan serta aman, sehingga dapat meredam angka kecelakaan lalu
lintas.
Memahami lalu lintas tentu juga harus memahami tentang hidup dan
kehidupan masyarakat. Lalu lintas akan berkaitan dengan infrastuktur (jalan,
sungai, perairan, laut, dan udara), rute, jalur atau trayeknya, tata ruang,
kebijakan pemerintah, penggunaannya, kendaraannya yang digunakan
sebagai anggutan, perekonomian, sosial budaya, sistem-sistem pendukung
untuk kontrol dan kendalinya, aparat yang menanganinya dan sebagainya.
Karena lalu lintas sebagai urat nadi kehidupan, boleh juga dikatakan cermin
budaya dan cermin tingkat kemajuan atau mordernitas. Dengan demikian,
penanganannya bukan lagi reaktif (bekerja saat ada masalah) tetapi juga
proaktif. Memang itu semua bukan hanya tugas dan tanggung jawab satu
institusi saja tetapi juga tanggung jawab kita semua (seluruh pemangku
kepentingan).
Untuk penanganan lalu lintas darat selain kereta api, polisi lalu lintas
nampak proaktif dibandingkan dengan sungai, danau, perairan dan udara.
Permasalahannyapun tidak sekompleks yang di darat. Namun untuk sungai,
danau dan perairan cukup kompleks karena selain jalur-jalur lalu lintasnya
23

juga mencakup lingkungannya. Di beberapa daerah di jalur lalu lintas sungai


dan perairan bisa sangat padat, bahkan sering terjadi masalah-masalah yang
kontraproduktif. 28
Peranan transportasi sangat penting dalam memperlancar roda
perekonomian, serta pengaruhnya yang besar terhadap aspek kehidupan
bangsa dan Negara, maka lalu lintas dan angkutan jalan raya harus ditata
secara efektif dan efisien, agar mampu mewujudkan tersedianya jasa
transportasi yang serasi dengan tingkat kebutuhan lalu lintas dan pelayanan
angkutan yang aman, selamat, nyaman, tertib, cepat, dan lancar.
Namun demikian, pada kenyataannya untuk mewujudkan kondisi
transportasi seperti yang diharapkan bukan merupakan hal yang mudah.
Dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan orang melakukan kegiatan
transportasi, seperti perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, selalu ingin
secepatnya sampai pada tujuan tanpa mendapatkan hambatan serta
terjaminnya keselamatannya selama melakukan perjalanan. Dengan
demikian, lalu lintas dengan segala permasalahannya perlu mendapatkan
perhatian dari pemerintah dan masyarakat yang merasa prihatin terhadap
kasus-kasus pelanggaran dan kecelakaan lalu lintas yang terjadi.29
Seiring dengan perkembangan jaman berdampak terhadap
pertumbuhan penduduk yang terus bertambah dibarengi tingkat ekonomi
yang meningkat dan kebutuhan akan kendaraan terus meningkat pula, hal ini
dikarenakan kebutuhan hidup memaksa setiap individu memerlukan
mobilitas yang tinggi untuk memenuhi segala kebutuhannya, sehingga arus
lalu lintas di jalan terus mengalami pertambahan kepadatan. Setiap hari
dapat disaksikan sebuah fenomena bagaimana perilaku pengendara
bermotor dan pejalan kaki dari berbagai lapisan masyarakat yang ada di
kota-kota besar tidak disiplin, rasa egoisme yang tinggi dalam berlalu
lintas dan ketidak-pedualian terhadap keselamatan berlalu lintas sangat
menonjol. 30
28
Ibid., hlm. 111
29
Kunarto, 1999. Masalah Lalu Lintas Seri Merenungi Kritik Terhadap Polri. Buku
V. Cipta Manunggal, Jakarta, hlm. 49
30
Besar Setyabudi, 2004. Kajian Peningkatan Keselamatan Lalu Lintas pada Lokasi
Rawan Kecelakaan (Blackspot) di Jalan Tol.Warta Penelitian Perhubungan No. 05/Thn.XVI/
2004. hlm. 4-5
24

2. Pelanggaran Lalu Lintas


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian
pelanggaran adalah perbuatan (perkara) melangar tindak pidana yang lebih
31
ringan dari pada kejahatan. Apabila diamati banyak perilaku orang-orang
yang berlalu lintas sebagai pengguna jalan umum dengan kendaraan
bermotor umum untuk pelayanan jasa angkutan maupun untuk kepentingan
pribadi, di bawah ini adalah pelanggaran yang membahayakan keselamatan
dirinya dan orang lain, yaitu :
a. Melawan arus;
b. Mengendarai motor di trotoar;
c. Menerobos lampu pengatur lalu lintas;
d. Berhenti di tikungan;
e. Menaikkan dan menurunkan penumpang sembarangan;
f. Tidak memakai helm standar;
g. Mengendarai kendaraan dengan zig-zag;
h. Melebihi batas kecepatan;
i. Melebihi muatan;
j. Menggunakan kendaraan tidak sesuai dengan peruntukannya;
k. Memarkir kendaraan sembarangan;
l. Memasuki daerah larangan, dan sebagainya.32
Rumusan Pasal 316 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan:
“Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 274, Pasal 275 ayat (1),
Pasal 276, Pasal 278, Pasal 279, Pasal 280, Pasal 281, Pasal 282, Pasal 283,
Pasal 284, Pasal 285, Pasal 286, Pasal 287, Pasal 288, Pasal 289, Pasal 290,
Pasal 291, Pasal 292, Pasal 293, Pasal 294, Pasal 295, Pasal 296, Pasal 297,
Pasal 298, Pasal 299, Pasal 300, Pasal 301, Pasal 302, Pasal 303, Pasal 304,
Pasal 305, Pasal 306, Pasal 307, Pasal 308, Pasal 309, dan Pasal 313 adalah
pelanggaran”.
Berdasarkan ketentuan Pasal 316 ayat (1) Undang-Undang Nomor
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, dapat diketahui
jelas mengenai pasal-pasal yang telah mengatur tentang pelanggaran lalu
lintas, antara lain: ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 281

31
Poerwadarminta, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Balai Pustaka. Jakarta. hlm. 67
32
Chryshnanda Dwilaksana, 2011. Op. Cit., hlm. 235
25

sampai dengan Pasal 313. Jenis pelanggaran lalu lintas dan jumlah denda
berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan adalah sebagai berikut :

a. Tidak memiliki SIM.


Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 4 bulan atau denda paling
banyak Rp 1 juta (Pasal 281).
b. Memiliki SIM tidak dibawa saat razia.
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling
banyak Rp. 250 ribu (Pasal 288 ayat 2).
c. Kendaraan tidak dipasangi tanda nomor kendaraan.
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling
banyak Rp 500 ribu (Pasal 280).
d. Motor tidak dipasangi spion, lampu utama, lampu rem, klakson,
pengukur kecepatan, dan knalpot.
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling
banyak Rp 250 ribu (Pasal 285 ayat 1).
e. Mobil tidak pasang spion, klakson, lampu utama, lampu mundur, lampu
rem, kaca depan, bumber, penghapus kaca.
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling
banyak Rp 500 ribu (Pasal 285 ayat 2).
f. Mobil yang tidak dilengkapi ban cadangan, segitiga pengaman, dongkrat,
pembuka roda, dan peralatan peralatan pertolongan pertama pada
kecelakaan.
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau dendapaling
banyak Rp 250 ribu (Pasal 278).
g. Setiap pengendara yang melanggar rambu lalu lintas.
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling
banyak Rp 500 ribu (Pasal 287 ayat 1).
h. Setiap pengendara yang melanggar batas kecepatan paling tinggi atau
paling rendah.
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling
banyak Rp 500 ribu (Pasal 287 ayat 5).
i. Kendaraan tidak ada surat tanda nomor kendaraan bermotor atau surat
tanda coba kendaraan bermotor.
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 bulan atau denda paling
banyak Rp 500 ribu (Pasal 288 ayat 1).
j. Pengemudi atau penumpang yang duduk disamping pengemudi mobil tak
mengenakan sabuk keselamatan.
26

Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling
banyak Rp 250 ribu (Pasal 289).
k. Pengendara dan penumpang motor tidak pakai helm standar.
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling
banyak Rp 250 ribu (Pasal 291 ayat 1).
l. Mengendarai kendaraan bermotor dijalan tidak menyalakan lampu utama
pada malam hari dan kondisi tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal
107 ayat (1).
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling
banyak Rp 250 ribu (Pasal 293 ayat 1)
m. Mengendarai sepeda motor dijalan tanpa menyalakan lampu utama pada
siang hari sebagaimana dimaksud dalam Pasal 107 ayat (2).
Dipidana dengan pidana kurungan paling lama 15 hari atau denda paling
banyak Rp 100 ribu (Pasal 293 ayat 2).
n. Setiap pengendara sepeda motor yang akan berbelok atau berbalik arah
tanpa memberi isyarat lampu.
Dipidana kurungan paling lama 1 bulan atau denda paling banyak
Rp 250 ribu (Pasal 294). 33

Beberapa pelanggaran sebagaimana dimaksud di atas harus


dilakukan penindakan dengan pengaturan dan penerapan sanksi pidana
diatur lebih tegas kepada para pelanggar, hal ini dimaksudkan agar dapat
menimbulkan efek jera bagi pelaku pelanggaran dengan tidak terlalu
membebani masyarakat.

B. Tilang Elektronik (E - Tilang)


1. Pengertian dan ruang lingkup E-Tilang
Selain sebagai urat nadi kehidupan, lalu lintas juga menjadi cermin
mordernitas dan cermin budaya bangsa. Dalam kompleks modernitas,
perkembangan teknologi dan informasi yang mengikuti perkembangan dan
perubahan masyarakat dapat dijadikan alat transformasi bagi aparatnya
untuk membangun budaya hukum tertib lalu lintas. Membangun budaya
tertib lalu lintas tidak sebatas masyarakat tidak melakukan pelanggaran
terhadap peraturan lalu lintas, tetapi bagaimana masyarakat dan pengguna

33
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
27

jalan mempunyai kepekaan, kepedulian, dan tanggung jawab terhadap.


Kamseltibcar Lantas. 34
Modernitas dalam penanganan lalu lintas merupakan kewajiban dan
keharusan. Mengapa ? Kalau kita melihat perkembangannya yang semakin
kompleks, semakin banyak masalah yang bisa menghambat, merusak,
bahkan mematikan produktifitas di samping korban kecelakaan yang terus
meningkat. Mordernitas penanganan lalu lintas ini bisa juga dimaknai
sebagai bentuk memanusiakan manusia yang bermuara pada peningkatan
kualitas hidup masyarakat.
Penanganan lalu lintas, terutama di kota-kota besar, tidak akan
selesai dengan cara-cara yang konvensional dan manual. Sebagai contoh,
penanganan kepadatam arus lalu lintas memerlukan elektronic road pricing,
pembayaran tol dengan sistem elektronik, penataan sistem transportasi
dengan intellegence transportation system, dan traffic management centre.
Pelayanan dengan sistem elektronik ini menjadikan pelayanan lebih cepat,
tepat, akuran, akuntable, dan informatif. 35
Semakin berkembangnya jaman dengan adanya pemberlakuan
tentang E-Tilang yang sudah diterapkan oleh Kepolisian, berdasarkan berita
yang termuat di tribratanews kegiatan dalam hal penindakan pelanggaran
lalu lintas dengan menggunakan sistem E-Tilang telah diterapkan oleh pihak
Kepolisian Lantas Surakarta. Aplikasi E-Tilang merupakan aplikasi yang
digunakan untuk melakukan pembayaran denda bagi yang terkena Tilang
secara online bertujuan untuk meningkatkan pelayanan publik dan
pemberantasan pungli. Sistem E-Tilang dapat mengurangi hubungan secara
langsung antara petugas dengan pihak pelanggar lalu lintas. Sehingga dapat
mewujudkan Polri yang bersih dan transpran karena tidak adanya titip uang
kepada Polisi, serta mendukung terciptanya masyarakat yang tertib dan pauh
hukum. 36
Tilang adalah singkatan dari bukti pelanggaran yang artinya denda
yang dikenakan oleh Polisi kepada pengguna jalan yang melanggar
34
Chryshnanda Dwilaksana, 2011. Op. Cit., hlm. 120
35
Ibid., hlm. 120-121
36
Mikael, 2017. Sat Lantas Polresta Surakarta Berlakunya E-Tilang bagi Pelanggar,
tribratanews.polri.go.id “portal berita resmi polri”, April 26, 2017
28

peraturan.37 E-Tilang adalah sistem Bukti Pelanggaran (Tilang) pelanggaran


lalu lintas menggunakan peranti elektronik berupa gadget atau handphone
(HP) Android. Dengan Tilang elektronik, polisi tidak lagi mencatat
pelanggaran yang dilakukan pengendara menggunakan kertas, tetapi
menggunakan smartphone (Gadget) Android. Pelanggar tidak harus datang
ke Pengadilan Negeri (PN) setempat untuk mengikuti sidang. Pelanggar
cukup membayar denda maksimal di Bank yang telah ditentukan. Proses
penilangan sebelum adanya sistem E-Tilang polisi memberhentikan
pelanggar dengan sopan dan santun, kemudian menerangkan tentang
kesalahan pelanggar. Pelanggar diberikan surat Tilang dan akan diurus di
Pengadilan, kemudian pelanggar akan membayar denda di Pengadilan.
Sehingga hal tersebut memerlukan waktu yang lama dalam mengurus
Tilang. 38
Adanya E-Tilang tentu akan menunjang akuntabilitas dari kepolisian
yang berwenang untuk menangani masalah pelanggaran peraturan lalu
lintas. Segala pelanggaran lalu lintas akan tercatat secara rigid oleh sistem
dari input hingga outputnya. Sehingga tidak ada data penanganan tindakan
pelanggaran yang terlewat, dan pastinya jika ada hal yang mengganjal
mengenai data yang ada pasti dapat dilacak dengan lebih mudah. Melalui
E-Tilang ini masyarakat akan mengetahui segala informasi mengenai
tindakan yang dapat dikategorikan pelanggaran lalu lintas serta hukuman
akibat tindakan tersebut. Sehingga diharapkan masyarakat sadar hukum dan
tidak melakukan pelanggaran lagi. Setiyanto mengemukakan bahwa ada
beberapa manfaat bagi pelanggar lalu lintas dengan adanya sistem E-Tilang
adalah:

a. Transparency, adanya pelaporan mekanisme maupun dalam adanya


penyebaran informasi tentang adanya penyimpangan tindakan aparat
publik dalam kegiatan penyelenggaraan pemerintahan, aplikasi berbasis
android ini memudahkan masyarakat untuk mengetahui proses dan
regulasi tentang lalu lintas dapat dikatakan bahwa dengan sistem
E-Tilang ini memberikan sebuah fasilitas mekanisme yang dapat

37
Junef Muhar. 2014. Op.Cit., hlm. 58
38
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 12 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Penyelesaian
Perkara Pelanggaran Lalu Lintas
29

menjawab pertanyaan-pertanyaan publik mengenai proses dan


penyelenggaraan pemerintahan.
b. Empowerment, Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang
mudah diperoleh. Melalui E-Tilang ini masyarakat akan mengetahui
segala informasi mengenai tindakan yang dapat dikategorikan
pelangaran lalu lintas serta hukuman akibat tindakan tersebut. Sehingga
diharapkan masyarakat sadar hukum dan tidak melakukan pelanggaran
lagi, dan juga diharapkan dapat menularkan sikap tertib lalu lintas
setelah mengetahui peraturan yang ada kepada orang di sekelilingnya
agar tidak melanggar peraturan yang ada.
c. Responsif (Responsiveness), Responsivitas pihak berwenang akan lebih
tinggi dengan adanya sistem yang telah terkoneksi dengan baik untuk
menangan pelanggaran tersebut, maka petugas akan semakin cepat
tanggap dan lebih responsive terhadap aduan masyarakat dalam hal lalu
lintas.
d. Keadilan (Equity), Setiap pelanggar dalam pelayanan E-Tilang yang
melakukan perbuatan pelanggaran akan mendapatkan denda atau
hukuman yang sama tanpa pandang bulu, bahkan jika pelanggar
sebelumnya telah melakukan pelanggaran yang samapun. Karena telah
ditentukan oleh pihak berwenang dan diatur oleh sistem yang ada. Maka
hal ini dapat terhindak dari adanya tawar-menawar antara pihak yang
terkena Tilang dengan pihak Kepolisian, otomatis tentu sistemlah yang
akan mencatat pelanggaran yang dilakukan oleh pengguna jalan tersebut
secara benar.39

Penerapan E-Tilang memiliki landasan hukum yang kuat yakni


Perma Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara
Pelanggaran Lalu Lintas dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Mekanisme E-Tilang yaitu dengan
menggunakan aplikasi yang telah di-download dan sign-in sesuai dengan
user dan password yang dimiliki. Alur proses E-Tilang di antaranya:
a. Polisi melakukan penindakan terhadap pengemudi yang melanggar lalu
lintas. Kemudian polisi memasukkan data Tilang pada aplikasi E-Tilang.
Pelanggar harus memberikan data yang benar, berupa nomor KTP,
nomor polisi kendaraan, dan terutama nomor ponsel, karena proses
selanjutnya membutuhkan nomor ponsel yang valid. Pada tahap ini,
polisi juga menentukan pasal yang dilanggar pengemudi.

39
Setiyanto, 2017. Efektivitas Penerapan Sanksi Denda E-Tilang Bagi Pelanggar Lalu
Lintas Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (Studi di Polres Rembang) Jurnal Hukum Khaira Ummah Vol 12. No. 4 Desember 2017,
hlm. 763
30

b. Setelah didata, pelanggar mendapatkan notifikasi nomor pembayaran


Tilang. Notifikasi berupa SMS ini memberitahukan nomor pembayaran
Tilang dan juga nominal pembayaran denda maksimal sesuai dengan
pasal yang dilanggar. Pembayaran bisa dilakukan di Jaringan perbankan
mana pun.
c. Setelah membayar, pelanggar dapat mengambil barang bukti yang disita,
bisa berupa SIM, STNK, atau kendaraannya, dengan menunjukkan bukti
pembayaran.
d. Jika tidak ingin hadir, pelanggar tak perlu datang ke persidangan karena
bisa diwakili petugas. Konsekuensinya jika tak datang, pelanggar tidak
bisa membela diri dalam persidangan. Pelanggar dipersilahkan datang ke
persidangan untuk membela diri jika merasa tak bersalah.
e. Pelanggar selanjutnya akan mendapat notifikasi SMS berisi informasi
putusan dan jumlah denda. Di sana juga terdapat jumlah uang yang
tersisa dari denda maksimal yang telah dibayarkan sebelumnya.
f. Sisa denda Tilang ini dapat diambil di bank dengan menunjukkan SMS
dari Korlantas atau bisa juga ditransfer ke rekening pelanggar. 40

2. Penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas dengan E-Tilang


Perkara pelanggaran lalu lintas adalah perkara yang sederhana
sehingga dikategorikan pemeriksaan cepat.41 Seiring dengan perkembangan
jaman, perubahan sosial yang begitu cepat memerlukan penegakan hukum
yang maju seperti dilakukan dengan cara elektronik, misalnya foto dari
kamera CCTV yang dipasang untuk mengambil gambar dari pelanggar. Saat
ini sistem peradilan kita masih menggunakan “Barangsiapa …”. Padahal
dalam sistem electronic enforcement tidak selalu dengan foto orang, tetapi
bisa foto nomor kendaraan. 42
Acara pemeriksaan cepat yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana meliputi acara pemeriksaan tindak pidana ringan dan
perkara pelanggaran lalu lintas. Pasal 211 KUHAP disebutkan bahwa yang
40
https://kumparan.com/joffie-yordan/polisi-pakai-E-Tilang-proses-bayar-denda-lebih-
singkat , diakses pada 4 Maret 2020 pukul 16.30 WIB
41
Rusli Muhammad, 2013. Lembaga Pengadilan Indonesia Beserta Putusan
Kontroversial, UII Pres, Yogyakarta, hlm. 63
42
Chryshnanda Dwilaksana, 2011. Op. Cit., hlm. 199
31

diperiksa menurut acara pemeriksaan pelanggaran lalu lintas adalah


pelanggaran lalu lintas tertentu terhadap peraturan perundang-undangan
lalu lintas. Dari penjelasan mengenai ketentuan yang diatur dalam Pasal 211
KUHAP ini dapat diketahui, bahwa yang dimaksud dengan perkara
pelanggaran tertentu itu adalah:
a. Mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi,
membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas atau yang mungkin
menimbulkan kerusakan pada jalan.
b. Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan
surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan, surat tanda
uji kendaraan yang sah atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan
menurut ketentuan perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat
memperlihatkannya tetapi masa berlakunya sudah kadaluarsa.
c. Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan
orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi
d. Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas
jalan tentang penomoran, penereangan, peralatan, perlengkapan,
pemuatan kendaraan dan syarat penggadungan dengan kendaraan lain.
e. Membiarkan kendaraan bermotor yang ada dijalan tanpa dilengkapi plat
tanda nomor kendaraan yang bersangkutan. Pelanggran terhadap
perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu lintas jalan, dan
isyarat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu atau tanda yang ada
dipergunakan jalan.
f. Pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang
diizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang dan atau cara
memuat dan membongkar barang
g. Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan
beroperasi di jalan yang ditentukan. 43
Berlandaskan pada prinsip atau asas penyelenggaraan peradilan yaitu
asas sederhana, cepat dan biaya ringan dan membuka akses yang luas bagi

43
Jurnal Setio Agus Samapto, 2009. Penyelesaian Perkara Pidana di Luar Pengadilan
Terhadap Dugaan Kejahatan Pasal 359 KUHP Dalam Perkara Lalu Lintas, STMIK AMIKOM,
Yongyakarta, hlm. 5
32

masyarakat dalam memperoleh keadilan maka Mahkamah Agung RI pada


tanggal 9 Desember 2016 menetapkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma)
Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran
Lalu Lintas, yang kemudian diundangkan pada tanggal 16 Desember 2016.
Pembaharuan tata cara penyelesaian perkara pelanggaran lalu lintas
ini merupakan upaya meningkatkan fungsi pelayanan publik. Berdasarkan
Pasal 1 Angka 1 yang dimaksud dengan Penyelesaian Perkara Pelanggaran
Lalu Lintas adalah penyelesaian pelanggaran yang dilakukan oleh
pengadilan negeri yang meliputi tahapan sebelum, pada saat dan setelah
proses persidangan.
Pasal 2 Perma Nomor 12 Tahun 2016 mengatur bahwa perkara
pelanggaran lalu lintas yang diputus oleh Pengadilan Menurut Peraturan
Mahkamah Agung ini adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 316 ayat (1), tidak termasuk di dalamnya pelanggaran dalam Pasal
274 ayat (1) dan 92), Pasal 275 ayat (1), Pasal 309, dan Pasal 313 Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Pengadilan menyelenggarakan sidang perkara pelanggaran lalu lintas paling
sedikit 1 kali dalam 1 minggu. Pengadilan memutus perkara pelanggaran
lalu lintas pada hari sidang itu juga (Pasal 3 Perma No. 12 Tahun 2016).
Perkara pelanggaran lalu lintas yang diputus oleh pengadilan dapat
dilakukan tanpa hadirnya pelanggar (Pasal 4 Perma No. 12 Tahun 2016).44

3. Pembayaran, manfaat dan kekurangan E-Tilang


a. Cara Pembayaran E-Tilang
Di dalam pemberlakuan sistem Tilang elektronik atau E-Tilang,
Korlantas Polri meminta seluruh masyarakat untuk terlebih dahulu
mengunduh aplikasi E-Tilang di ponsel berbasis sistem operasi Android.
Setelah aplikasi diunduh dan berhasil diinstal, nantinya petugas yang
melakukan penilangan akan memberikan nomor ID Tilang kepada
pengendara yang terkena Tilang. Bagi masyarakat yang tidak memiliki
ponsel berbasis android, dapat juga membayar melalui secara manual

44
Perma Nomor 12 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Pelanggaran
Lalu Lintas
33

melalui teller bank yang sudah di tetapkan. Untuk pembayaran dendanya,


pihak Kepolisian telah menunjuk satu bank yaitu bank BRI.
b. Manfaat E-Tilang
E-Tilang tidak hanya memberikan manfaat kepada masyarakat,
tapi juga kepada pihak kepolisian. Hampir di semua negara maju sudah
menerapkan sistem Tilang elektronik dan tidak harus mengikuti sidang di
pengadilan. Di negara lain Tilang adalah denda administrasi, bukan
pidana sementara di Indonesia Tilang berupa denda pidana. Di samping
itu, akan ada sisi positif lain dari E-Tilang. Misalnya, untuk mengurangi
tindak korupsi yang biasa dilakukan oleh aparat penegak hukum yang
tidak bertanggung jawab kepada pelanggar. E-Tilang ini memiliki
manfaat utama yaitu untuk memudahkan masyarakat. Karena masyarakat
sudah tidak perlu lagi mengikuti sidang pengadilan yang sangat menyita
waktu. Sistem realtime yang ada pada E-Tilang ini memungkinkan pihak
Kepolisian mengecek data pembayaran secara langsung. Kedepannya,
sistem ini juga akan dibuat terpadu dengan server SIM dan STNK.
Sehingga jika ada pelanggar yang belum menyelesaikan kewajibannya,
mereka tidak bisa memperpanjang surat menyurat kendaraan tersebut.
c. Kekurangan dari E-Tilang
Untuk saat ini, E-Tilang masih memiliki keterbatasan. Sebab
layanan baru ini hanya bisa melayani slip Tilang biru. Untuk informasi,
Tilang biru selama ini bisa dilakukan dengan menitipkan uang tunai ke
petugas. Namun, untuk meminimalisir terjadinya pungli, diberlakukanlah
sistem E-Tilang ini. Karena dengan sistem ini, tidak ada lagi transaksi
tunai antara pelanggar dengan petugas.45

C. Pengertian Rekaman CCTV (Closed Ceircuit Relevision)


Closed Circuit Television (CCTV) merupakan sebuah perangkat kamera
video digital yang digunakan untuk mengirim sinyal ke layar monitor di suatu
ruang atau tempat tertentu. Hal tersebut memiliki tujuan untuk dapat memantau
situasi dan kondisi tempat tertentu secara real time, sehingga dapat mencegah
45
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Bukti_pelanggaran diakses pada tanggal 20 Maret 2020
pukul 09.00
34

terjadinya kejahatan atau dapat dijadikan sebagai bukti tindak kejahatan yang
telah terjadi. Pada umumnya CCTV sering kali digunakan untuk mengawasi
area publik seperti : bank, hotel, bandara, toko, pabrik maupun pergudangan.
Bahkan pada perkembangannya, rekaman CCTV sudah banyak dipergunakan
di dalam lingkup rumah pribadi.46
Cara kerja CCTV hampir sama dengan stasiun televisi, yaitu
mengirimkan data berupa gambar dan suara ke sebuah monitor. Perbedaannya,
stasiun televisi mengirimkan data melalui menara pemancar, sedangkan CCTV
mengirimkan data melalui media kabel atau wifi yang dipasang atau
dipancarkan pada sebuah monitor tersebut. Jadi, CCTV diibaratkan stasiun
televisi yang hanya mengirimkan data ke satu tujuan. Itulah alasan
penambahan kata Closed-Circuit. Closed Circuit artinya jalur pengiriman data
yang bersifat tertutup yang tidak sembarang orang mampu mengaksesnya.
Umumnya, pengiriman data kamera CCTV ke monitor atau video recorder
menggunakan koneksi kabel atau non-kabel.47
Sesuai dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE Pasal 5), rekaman CCTV
merupakan alat bukti yang sah, sehingga dapat dipakai sebagai alat bukti.48

Pasal 5 :
(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil
cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari
alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila
menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur
dalam Undang- Undang ini.
(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

46
Herman Dwi Surjono, 2011. Loc.Cit.
47
Budi Cahyadi, 2014. Home Security Membuat Webcam sebagai CCTV melalui
Smartphone Android, Andi Publisher, Yogyakarta. hlm. 2
48
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
35

a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis;


dan
b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat
dalam bentuk akta notaris atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat
akta.

Aplikasi E-Tilang terintegrasi dengan pengadilan dan kejaksaan. Hakim


akan memberi putusan, dan jaksa akan mengeksekusi putusan tersebut,
biasanya proses ini akan membutuhkan waktu seminggu hingga dua minggu. 49
Proses Tilang yang dilakukan adalah berdasarkan hasil rekaman CCTV.
Seluruh CCTV yang dipasang itu telah terkoneksi dan dikendalikan langsung
dengan Automatic Traffic Control System (ATCS) di Kantor Dinas
Perhubungan. Para pengendara yang melintas di area yang telah terpasang
CCTV ini jika terindikasi melakukan pelanggaran maka secara otomatis CCTV
akan menangkap gambar pelanggar lengkap dengan plat nomor kendaraan
yang digunakan saat melakukan pelanggaran sehingga mudah untuk dilacak. 50

D. Efektivitas dan Penegakan Hukum


1. Efektivitas hukum
Efektif berasal dari bahasa Inggris yaitu “effective” yang berarti
sesuatu yang dilakukan berhasil dengan baik, atau dapat didefenisikan
sebagai ketetapan penggunaan, hasil guna atau menunjang tujuan. Secara
etimologis, kata efektif serig diartikan sebagai mancapai sasaran yang
diinginkan (producing desired result), berdampak menyenangkan (having a
pleasing effect), bersifat aktual, nyata (actual dan real). 51
Di dalam perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan praktiknya
sering kali timbul masalah-masalah yang menyangkut keberadaan kaidah-
kaidah hukum dengan mengetengahkan efektivitas hukum. Efektivitas
mengandung arti ”kearifan” (efectivences) pengaruh/efek keberhasilan atau
kemanjuran/kemujaraban. Membicarakan ”efektivitas hukum untuk
menanggulangi kejahatan”, tentunya tidak terlepas dari penganalisaan

49
Nibras Nada Nailufar. 2016. Mulai Besok, Polisi Berlakukan ETilang, Apa Itu ?
Kompas [online], Edisi 5 Maret 2017, hlm 1
50
Setiyanto, 2017. Op. Cit. hlm. 760
51
I Nyoman Sumaryadi, 2005. Op. cit. hlm. 5
36

terhadap karakteristik 2 (dua) variabel yang terkait, yaitu karakteristik


/dimensi dari ”objek/sasaran yang dituju” dan karakteristik dari ”alat/sarana
yang digunakan” (perangkat hukum pidana)”. 52
Di dalam ilmu sosial antara lain dalam sosiologi hukum, masalah
kepatuhan atau ketaatan hukum atau kepatuhan terhadap kaidah-kaidah
hukum pada umumnya telah menjadi faktor yang pokok dalam menakar
53
efektif tidaknya sesuatu yang diterapkan dalam hal ini hukum. Efektivitas
hukum adalah segala upaya yang dilakukan agar hukum yang ada dalam
masyarakat benar-benar hidup dalam masyarakat, artinya hukum tersebut
benar-benar berlaku secara yuridis, sosialis, dan filosofis.54
Suatu undang-undang dapat menjadi efektif apabila aparat penegak
hukumnya mau menjalankan aturan-aturan sesuai dengan apa yang
diharapkan oleh undang-undang. Sebaliknya akan semakin jauh dari istilah
efektif, jika penegak hukumnya kurang begitu mau menjalankan aturan-
aturan sebagaimana yang diharapkan undang-undang. Sehubungan dengan
hal tersebut di atas Soerjono Soekanto menyatakan sebagai berikut :
”Efektivitas hukum banyak sekali menyangkut para warga masyarakat
sebagai subjek atau pemegang peran. Hukum menentukan peranan apa yang
sebaiknya dilakukan oleh para subjek hukum tadi, dan hukum semakin
efektif apabila peranan yang dijalankan oleh para subjek hukum semakin
mendekati apa yang telah ditentukan dalam hukum. Adanya suatu jarak
peranan yang mungkin disebabkan karena hukum hanya berlaku secara
yuridis, merupakan suatu pertanda bahwa hukum tersebut mengalami
hambatan-hambatan dalam efektivitasnya.” 55

Sehubungan dengan efektivitas hukum Howard dan Mummers


sebagaimana dikutip oleh Sidik Sunaryo, berpendapat mengenai efektivitas
hukum mempunyai syarat sebagai berikut :
a. Undang-undang harus dirancang dengan baik, kaidah-kaidah yang
mematoki harus dirumuskan dengan jelas dan dapat dipahami dengan
penuh kepastian. Tanpa patokan-patokan yang jelas seperti itu, orang
sulit untuk mengetahui apa sesungguhnya yang diharuskan, sehingga
undang-undang tidak akan efektif.

52
Barda Nawawi Arief, 2003. Loc.Cit
53
Soerjono Soekanto, 2003. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Rajawali, Jakarta, hlm. 20
54
Ibid., hlm. 53
55
Soerjono Soekanto, 2008. Pokok - pokok Sosiologi Hukum. Alumni, Bandung. hlm. 45
37

b. Undang-undang itu, di mana seyogyanya bersifat melarang, bukannya


bersifat mengharuskan.
c. Sanksi yang diancamkan dalam undang-undang itu haruslah berpadanan
dengan sifat undang-undang yang melanggar. Suatu sanksi yang mungkin
tepat untuk suatu tujuan tertentu, mungkin saja akan dianggap tidak tepat
untuk tujuan lain.
d. Berat sanksi yang diancamkan kepada si pelanggar tidaklah boleh
keterlaluan. Sanksi yang terlalu berat dan tidak sebanding dengan
ancaman pelanggarannya akan menimbulkan keangganan dalam hati para
penegak hukum (khususnya para juri) untuk menerapkan sanksi itu
secara konsekuen terhadap orang-orang golongan tertentu.
e. Kemungkinan untuk mengamati dan menyidik perbuatan-perbuatan yang
dikaedahi dalam undang-undang harus ada. Hukum yang dibuat untuk
melarang perbuatan-perbuatan yang sulit diditeksi, tentulah tidak
mungkin efektif. Itulah sebabnya hukum berkehendak mengontrol
kepercayaan-kepercayaan atau keyakinan-keyakinan orang tidak
mungkin akan efektif.
f. Hukum yang mengadung larangan-larangan moral akan jauh lebih efektif
ketimbang hukum yang tidak selaras dengan kaidah-kaidah moral, atau
yang netral. Seringkali kita jumpai hukum yang demikian efektifnya
sehingga seolah-olah kehadirannya tidak diperlukan lagi karena
perbuatan-perbuatan yang dikehendaki itu juga dicegah oleh daya
kekuatan moral dan norma sosial. Akan tetapi ada juga hukum yang
mencoba melarang perbuatan-perbuatan tertentu sekalipun kaidah-
kaidah moral tidak membicarakan apa-apa tentang perbuatan itu,
misalnya larangan menunggak pajak. Hukum seperti itu jelas kalah
efektif jika dibandingkan dengan hukum yang mengandung paham dan
pendangan moral di dalamnya.
g. Agar hukum itu berlaku secara efektif, mereka yang bekerja sebagai
pelaksana-pelaksana hukum harus memenuhi tugas dengan baik. Mereka
harus mengumumkan undang-undang secara luas. Mereka harus
menafsirkannya secara seragam dan konsisten, serta sedapat mungkin
juga dicoba dilakukan oleh warga masyarakat yang terkena. Aparat-
aparat penegak hukum harus juga bekerja keras tanpa mengenal jemu
untuk menyidik dan menuntut pelanggar-pelanggar.
h. Akhirnya agar suatu undang-udnang dapat efektif, suatu standar hidup
sosio ekonomi yang minimal harus ada di dalam masyarakat. Begitu
juga dalam masyarakat ketertiban umum sedikit banyak harus sudah
terjaga. 56
Pandangan lain mengenai efektivitas hukum dikemukakan oleh
William M. Evan, mengemukakan tentang kondisi-kondisi yang
berpengaruh sekali kepada keefektifan hukum sebagai alat perubahan:

56
Sidik Sunaryo, 2005. Op. Cit, hlm. 12
38

a. Apakah sumber hukum yang baru itu memang berkewenangan dan


berwibawa;
b. Apakah hukum baru tersebut secara tepat telah dijelaskan dan diberi
dasar-dasar pembenar. Baik dari sudut hukum maupun dari sudut sosio
historis;
c. Apakah model-model ketaatannya dapat dikenali dan dapat disiarkan
secara luas;
d. Apakah jangka waktu yang dipergunakan untuk masa peralihan telah
dipertimbangkan dengan baik;
e. Apakah alat-alat penegak hukum telah menunjukan rasa ketertibannya
untuk ikut melaksanakan kaidah-kaidah tersebut.
f. Apakah pengenaan sanksi (baik yang positif maupun yang negatif) dapat
dilakukan untuk mendukung berlakunya hukum itu.57
Sedangkan menurut pendapat yang dikemukakan oleh Clarence J.
Dies, ada 5 (lima) syarat bagi efektif tidaknya suatu sistem hukum yaitu :
a. Mudah tidaknya makna atau isi aturan-aturan hukum itu ditangkap;
b. Luas tidaknya kalangan di dalam masyarakat yang mengetahui isi aturan-
aturan yang bersangkutan;
c. Efisien dan efektif tidaknya mobilitas aturan-aturan hukum yang dipakai
dengan bantuan;
d. Adanya mekanisme penyelesaian sengketa yang tidak hanya harus
mudah dihubungi dan dimasuki oleh setiap warga masyarakat, akan
tetapi juga harus cukup efektif menyelesaikan sengketa;
e. Adanya anggapan dan pengakuan yang merata dikalangan warga
masyarakat, bahwa anturan-aturan dan pranata-pranata hukum itu
memang sesungguhnya berdaya mampu efektif. 58
Pemikiran tentang penegakan hukum adalah sangat erat kaitannya
dengan pemikiran tentang efektivitas peraturan perundang-undangan atau
hukum yang berlaku. Ini berarti pemikiran-pemikiran itu biasanya
diaarahkan pada kenyataan apakah hukum atau peraturan perundang-
undangan yang ada benar-benar berlaku atau tidak. Dalam teori efektivitas
hukum mengatakan bahwa efektivitas tidaknya hukum akan sangat
tergantung pada faktor substansi (peraturan itu sendiri), faktor struktur
(aparat penegak hukum) dan faktor kultur (masyarakatnya). Ketiga faktor

57
Ibid., hlm. 13
58
Ibid., hlm. 14
39

tersebut bersama-sama atau sendiri- sendiri akan mempengaruhi efektif


tidaknnya suatu hukum. 59

2. Penegakan hukum
Penegakan hukum sebagai bentuk konkrit penerapan hukum sangat
mempengaruhi secara nyata perasaan hukum, kepuasan hukum, manfaat
hukum, kebutuhan atau keadilan hukum secara individual atau sosial. Tetapi
karena penegakan hukum tidak mungkin terlepas dari aturan hukum, pelaku
hukum lingkungan tempat terjadi proses penegakan hukum, maka tidak
mungkin ada pemecahan persoalan penegakan hukum apabila hanya melirik
pada proses penegakan hukum, apalagi lebih terbatas pada penyelenggaran
peradilan.60
Pelaku penegak hukum dapat dijumpai dalam proses peradilan
pidana dan proses non peradilan. Pelaku penegakan hukum dalam proses
peradilan dalam perkara pidana adalah Penyidik, Penuntut Umum dan
Hakim. Dalam perkara perdata (termasuk peradilan agama) pelaku
penegakan hukum adalah hakim dan pihak-pihak yang berperkara.
Sedangkan dalam perkara administrasi negara, pelaku adalah hakim,
penggugat dan pejabat administrasi negara. Dari berbagai macam perkara
tersebut, dapat pula dimasukan sebagai pelaku adalah para penasihat hukum.
Pelaku penegakan hukum dijumpai juga pada badan administrasi negara,
seperti wewenang melakukan tindakan administrasi terhadap pegawai,
pencabutan izin dan lain-lain. Di sini termasuk juga pejabat bea cukai,
keimigrasian, lembaga pemasyarakatan sebagai penegak hukum dalam
lingkungan administrasi negara.61
Pada hakekatnya hukum mengandung ide atau konsep-konsep dan
dengan demikian dapat digolongkan kepada sesuatu yang abstrak, ke dalam
kelompok yang abstrak itu termasuk ide tentang keadilan, kepastian hukum
dan kemanfaatan sosial. Dengan demikian, apabila berbicara mengenai
penegakan hukum, maka pada hakikatnya berbicara mengenai penegakan

59
Ibid., hlm. 29
60
Bagir Manan, 2005. Varia Peradilan. Majalah Hukum Tahun Ke XX No. 241
November 2005, hlm. 4
61
Ibid., hlm. 6
40

ide-ide, serta konsep-konsep yang nota bene adalah abstrak. Dirumuskan


secara lain, maka penegakan hukum merupakan suatu usaha untuk
mewujudkan ide-ide tersebut menjadi kenyataan. Proses perwujudan ide-ide
inilah merupakan hakikat dari penegakan hukum.62
Untuk mewujudkan hukum sebagai ide-ide ternyata dibutuhkan
suatu organisasi yang cukup kompleks. Negara yang harus campur tangan
dalam perwujudan yang abstrak itu ternyata harus mengadakan berbagai
macam badan untuk keperluan tersebut. Berkaitan dengan pengertian
penegakan hukum, Bagir Manan mengemukakan sebagai berikut :
”Penegakan hukum merupakan bagian dari pelaksanaan politik kenegaraan
suatu negara. Karena itu, sistem penegakan hukum tidak terlepas dari sistem
politik dan suasana politik. Sistem politik otoritarian akan mencerminkan
sistem penegakan hukum yang berbeda dari sistem politik demokrasi.
Sistem politik yang hanya menekankan demokrasi sebagai bentuk
kebebasan berpendapat akan berbeda dengan sistem demokrasi yang
menekankan tanggung jawab di samping kebebasan yang diperlukan.
Karena itu, untuk mewujudkan sistem penegakan hukum yang baik perlu
tatanan dan praktik politik yang baik juga”. 63

Efektivitas penegakan hukum dibutuhkan kekuatan fisik untuk


menegakkan kaidah-kadiah hukum tersebut menjadi kenyataan, berdasarkan
wewenang yang sah. Sanction merupakan aktualisasi dari norma hukum
threats dan promises, yaitu suatu ancaman tidak akan mendapat legitimasi
bila tidak ada faedahnya untuk dipatuhi atau ditaati. International velues
merupakan penilaian pribadi menurut hari nurani dan ada hubungan dengan
yang diartikan sebagai suatu sikap tingkah laku.
Efektivitas penegakan hukum sangat erat hubungannya dengan
efektivitas hukum. Agar hukum itu dapat berjalan efektif, maka diperlukan
aparat penegak hukum untuk menegakan sanksi tersebut. Suatu sanksi dapat
diaktualisasi kepada masyarakat dalam bentuk ketaatan (compliance),
dengan kondisi tersebut menunjukkan adanya indikator bahwa hukum
tersebut adalah efektif. 64

62
Satjipto Rahardjo, 2009. Penegakan Hukum Suatu Tinjauan Sosiologis, Badan Penerbit
Undip, Semarang, hlm. 13
63
Bagir Manan, 2004. Moral Penegak Hukum di Indonesia (Pengacara, Hakim, Polisi,
Jaksa dalam Pandangan Islam). Agung Ilmu, Bandung. hlm. 13.
64
Siswanto Sunarso, 2004. Penegakan Hukum Psikotropika, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, hlm. 89
41

Sanksi merupakan aktualisasi dari norma hukum yang mempunyai


karakteristik sebagai ancaman atau sebagai sebuah harapan. Sanksi akan
dapat memberikan dampak positif atau negatif terhadap lingkungan
sosialnya. Di samping itu, sanksi ialah merupakan penilaian pribadi
seseorang yang ada kaitannya dengan sika perilaku serta hati nurani yang
tidak mendapatkan pengakuan atau dinilai tidak bermanfaat bila ditaati.
Pengaruh hukum dan konsep tujuan dapat dikatakan bahwa konsep
pengaruh berarti sikap tindak atau perilaku yang dikaitkan dengan suatu
kaidah hukum dalam kenyataan, berpengaruh positif atau efektivitasnya
yang tergantung pada tujuan atau maksud suatu kaidah hukum. Suatu tujuan
hukum tidak selalu identik dinyatakan dalam suatu aturan dan belum tentu
menjadi alasan yang sesungguhnya dari pembuat aturan tersebut.
Agar hukum mempunyai pengaruh terhadap sikap tindak atau
perilaku manusia, maka perlu diciptakan kondisi-kondisi yang harus ada,
antara lain hukum itu harus dapat dikomunikasikan. Komunikasi itu sendiri
merupakan suatu proses penyampaian dan penerimaan lambang-lambang
yang mengandung arti tertentu. Tujuan komunikasi adalah menciptakan
pengertian bersama dengan maksud agar terjadi perubahan pikiran, sikap
ataupun perilaku. 65

3. Bekerjanya hukum
Penegakan hukum bisa berjalan dengan baik apabila ketiga faktor
tersebut baik. Faktor-faktor tersebut memiliki keterkaitan satu sama lain dan
saling memberi pengaruh yang tidak bisa diabaikan, artinya ketika banyak
orang menyoroti rendahnya kualitas penegak hukum, mungkin saja
disebabkan karena substansi hukum, stuktur hukum atau budaya hukum
masyarakatnya yang tidak atau kurang mendukung.66

65
Ibid., hlm. 90
66
Riswandi, Tabloit Hukum dan Kriminal , Edisi No. 293 Tahun VI 03-09 Juli 2006,
hlm. 3
42

Menurut William J. Chambliss dan Robert B. Seidman, bekerjanya


hukum dalam masyarakat secara teoritis dijelaskan dalam bentuk bagan
sebagai berikut :

Faktor– faktor sosial dan


personal lainnya

Lembaga Umpan balik


Pembuat Peraturan

Pemegang peran
Umpan balik Norma

Lembaga Aktivitas
Penerap Peraturan Penerapan

Faktor – faktor Faktor – faktor


sosial dan personal sosial dan personal
lainnya lainnya
Bagan 2.1. Bekerjanya hukum dalam masyarakat Menurut William J.
Chambliss dan Seidman

Berdasarkan bagan tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa :


a. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang begaimana seorang
pemegang peranan (role accupant) itu diharapkan bertindak. Bagaimana
seorang itu akan bertindak sebagai respon terhadap peraturan hukum
merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya, sanksi-
sanksinya, aktivitas dan lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan
sosial, politik dan lain-lainnya mengenai dirinya.
b. Bagaiamana lembaga-lembaga pelaksana itu akan bertindak sebagai
respon terhadap peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan
hukum yang ditujukan kepada mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan
komplek kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai mereka
serta umpan balik yang datang dari pemegan peran.
c. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan
fungsi peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-
43

sanksinya, keseluruhan komples kekuatan sosial, politik, ideologi dan


lain-lainnya yang menganai diri mereka serta umpan balik yang datang
dari pemegang peran serta birokrasi. 67
Satjipto Rahardjo menyatakan dengan tegas bahwa bekerjanya
hukum dalam masyarakat tidak serta merta dan terjadi begitu saja “...
hukum bukanlah hasil karya pabrik, yang begitu keluar langsung dapat
bekerja, melainkan memerlukan beberapa langkah yang memungkinkan
ketentuan (hukum) tersebut dijalankan atau bekerja”. Sekurang-kurangnya
langkah yang harus diambil untuk mengupayakan hukum atau
aturan/ketentuan dapat bekerjanya dan berfungsi (secara efektif) adalah :
a. Adanya pejabat/aparat penegak hukum sebagaimana ditentukan dalam
peraturan hukum tersebut;
b. Adanya orang (individu/masyarakat) yang melakukan perbuatan hukum,
baik yang mematuhi atau melanggar hukum;
c. Orang-orang tersebut mengetahui adanya peraturan;
d. Orang orang tersebut sebagai subjek maupun objek hukum bersedia
untuk berbuat sesuai hukum. 68
Hukum diciptakan oleh pemegang otoritas kekuasaan sebagai suatu
sistem pengawasan perilaku manusia. Sebagai norma ia bersifat mengikat
bagi tiap-tiap individu untuk tunduk dan mengikuti segala kaidah yang
terkandung di dalamnya.69 Faktor hukum dalam hal ini memberikan
kontribusi pengertian hukum sebagai norma dan kaidah atau diistilahkan
juga dengan substansi hukum. Hukum yang baik (memenuhi syarat yuridis,
sosiologis dan filosofis) akan menjadi salah satu indikator penentu dari
penegakan hukum yang baik. Syarat keberlakuan hukum secara yuridis,
sosiologis dan filosofis ini juga dipertegas oleh Sudikno Mertokusumo yang
menyatakan :
Agar peraturan perundang-undangan dapat berlaku efektif dalam
masyarakat harus memiliki kekuatan berlaku. Ada tiga macam kekuatan
berlaku, yaitu kekuatan berlaku filosofis, sosiologis dan yuridis. Undang-
67
Sudikno Mertokusomo, 2005. Mengenal Hukum Suatu Pengantar, Liberty,
Yogyakarta, hlm. 27
68
Satjipto Rahardjo, 2000. Ilmu Hukum. PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 70
69
Sutarman, 2007. Cyber Crime Modus Operandi dan Penanggulangannya, LaskBang
PresSindo, Yogyakarta, hlm. 107
44

undang memiliki kekuatan yuridis apabila persyaratan formal terbentuknya


undang-undang telah terpenuhi. Sedangkan undang-undang memiliki
kekuatan berlaku secara sosiologis apabila undang-undang tersebut berlaku
efektif sebagai sebuah aturan-aturan dalam kehidupan masyarakat serta
dapat dilaksanakan.70

Agar hukum itu berfungsi dengan baik, maka hukum harus


memenuhi syarat berlakunya hukum sebagaimana dikemukakan oleh
Zainuddin Ali, sebagai berikut :
a. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan
pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar
yang telah ditetapkan;
b. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif.
Artinya, kaidah itu sangat dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa
walaupun tidak diterima oleh masyarakat (teori kekuasaan) atau kaidah
itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat;
c. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum
sebagai nilai positif yang tertinggi. 71

E. Acara Pemeriksaan Perkara Sidang Pengadilan


1. Acara pemeriksaan biasa
Sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
untuk membedakan acara pemeriksaan perkara di sidang pengadilan dapat
dilihat dari jenis tindak pidana yang akan di ajukan ke muka sidang
pengadilan adalah sebagai berikut:
a. Perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan pembuktiannya
sulit atau mudah.
b. Berat ringannya ancaman pidana atas perkara yang akan diajukan ke
muka sidang pengadilan
c. Jenis perkara yang akan diajukan ke muka sidang pengadilan
Atas perbedaan kategori dari tiap perkara yang akan diajukan ke
muka sidang pengadilan menurut Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) ada jenis acara pemeriksaan perkara pidana di sidang
pengadilan.

70
Sudikno Mertokusumo, 2005. Op.Cit. hlm. 87
71
H. Zainuddin Ali, 2010. Filsafat Hukum. Jakarta : Sinar Grafika, hlm. 94
45

Mengajukan Berkas perkara dengan acara biasa adalah sikap yang


hati-hati dalam menangani suatu perkara, lebih-lebih apabila perkara itu
sulit pembuktiannya atau menarik perhatian masyarakat. Setelah penuntut
umum mempelajari hasil penyidikan dan telah memahami benar kasus
posisi perkara, tindak pidana yang telah terjadi, alat-alat bukti yang telah
dikumpulkan selama tahap penyidikan serta berpendapat bahwa dari hasil
penyidikan dapat dilakukan penuntutan maka penuntut umum membuat
surat dakwaan (Pasal 140 Ayat (1) KUHAP).
Hasil penyidikan adalah dasar dalam pembuatan surat dakwaan,
rumusan-rumusan dalam surat dakwaan pada hakikatnya tidak lain dari pada
hasil penyidikan. Keberhasilan penyidikan sangat menentukan bagi
keberhasilan penuntutan, surat dakwaan mempunyai peranan penting dalam
sidang pengadilan :
a. Dasar pemeriksaan di sidang Pengadilan Negeri
b. Dasar penuntutan pidana
c. Dasar pembelaan terdakwa
d. Dasar bagi Hakim untuk menjatuhkan putusan
e. Dasar pemeriksaan peradilan selanjutnya (Banding, Kasasi, P.K., bahkan
Kasasi demi kepentingan hukum). 72
Mengingat pentingnya surat dakwaan untuk dapat dibuktikan bahwa
perbuatan yang disebutkan dalam surat dakwaan itu benar-benar telah
terjadi dan Hakim yakin bahwa terdakwa yang salah, maka surat dakwaan
perlu dibuat dalam dengan bentuk tertentu, dengan tujuan jangan menjadi
sesuatu yang merupakan tindak pidana dan sifatnya mengganggu keamanan,
ketertiban hukum dalam masyarakat lepas dari tuntutan. Berkaitan dengan
pelimpahan berkas acara pemeriksaan dari penuntun ke Pengadilan diatur
dalam Pasal 152 Ayat (1) dan (2) KUHAP, yang menyatakan :
a. Pengadilan Negeri menerima surat pelimpahan perkara dan berpendapat
bahwa perkara itu termasuk wewenangnya, ketua Pengadilan menunjuk
Hakim yang akan menyidangkan perkara tersebut dan Hakim yang
ditunjuk itu menetapkan hari sidang.

72
Kuffal. 2003. KUHAP dalam Praktik Hukum. UMM Press, Malang, hlm. 89.
46

b. Hakim dalam menetapkan hari sidang sebagaimana dimaksud dalam


Ayat (1) memerintahkan kepada Penuntut Umum supaya memanggil
terdakwa dan saksi untuk datang di sidang Pengadilan.
Pasal 16 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2004 tentang
kekuasaan pokok kekuasaan kehakiman, mengatur : “Pengadilan tidak
boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara
yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas
melainkan wajib untuk memriksa dan mengadilinya”
Pemeriksaan di sidang Pengadilan menganut system akusator, bahwa
terdakwa mempunyai hak yang sama dengan penuntut umum. Pertama-tama
hakim ketua membuka sidang dan sidang dinyatakan dibuka dan terbuka
untuk umum selanjutnya menanyakan identitas terdakwa dan sesudah itu
penuntut umum membacakan surat dakwaan dan sesudah itu penuntut
umum membacakan surat dakwaan baru sampai pada tahapan pemeriksaan
perkara. Pada permulaan sidang, pertama-tama yang didengar
keterangannya, bahwa memeriksa suatu perkara di muka pengadilan adalah
untuk mencari dan menemukan kebenaran materil dari tindak pidana yang
didakwakan apakah telah terjadi dan dapat dinyatakan bersalah.
Tata cara untuk mencari kebenaran materil, perlu mengingat asas
pemeriksaan di sidang pengadilan :
a. Asas terbuka untuk umum
b. Asas langsung
c. Asas pemeriksaan secara bebas
d. Asas praduga tak bersalah
e. Asas penyelenggaraan peradilan cepat, sederhana dan biaya ringan
f. Asas untuk perlakukan yang sama dimuka hukum
g. Asas perlindungan hak asasi. 73

2. Peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan


Sebenarnya hal ini bukan merupakan barang baru dengan lahirnya
KUHAP. Dari dahulu, sejak adanya HIR, sudah tersirat asas ini dengan
kata-kata lebih konkret daripada yang dipakai di dalam KUHAP. Untuk
73
Ibid., hlm. 27
47

menunjukkan sistem peradilan cepat, banyak ketentuan di dalam KUHAP


memakai istilah “segera”. Di dalam HIR, misalnya Pasal 71 dikatakan
bahwa jika hulp magistraat melakukan penahanan, maka dalam waktu satu
kali dua puluh empat jam memberitahukan jaksa. 74
Tentulah istilah “satu kali dua puluh empat jam” lebih pasti daripada
iatilah “segera”. Demikianlah sehingga ketentuan yang sangat bagus ini
perlu diwujudkan dalam praktik oleh penegak hukum. Pencantuman
peradilan cepat (contante justitie, speedy trial) di dalam KUHAP cukup
banyak yang diwujudkan dengan tulisan “segera” itu. Asas peradilan cepat,
sederana, dan biaya ringan yang dianut di dalam KUHAP sebenarnya
merupakan penjabaran Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. Peradilan cepat (terutama untuk menghindari penahanan yang
lama sebelum ada keputusan hakim) merupakan bagian dari hak asasi
manusia. 75
Sebagaimana telah disebutkan dalam bab sebelumnya tentang asas
cepat, sederhana, dan biaya ringan, asas ini telah dirumuskan dalam Pasal 4
atar (2) Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman No. 14/1970 Jo.
Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, yang
menghendaki agar pelaksanaan penegakan hukum di Indonesia berpedoman
kepada asas: cepat, tepat, sederhana, dan biaya ringan. Tidak betele-tele dan
76
berbelit-belik. Beberapa ketentuan KUHAP sebagai penjabaran asas
peradilan yang cepat, tepat, dan biaya ringan, antara lain tersangka atau
terdakwa “berhak” :
a. Segera mendapat pemeriksaan dari penyidik;
b. Segera diajukan kepada penuntut umum oleh penyidik;
c. Segera diajukan ke pengadilan oleh penuntut umum;
d. Berhak segera diadili oleh pengadilan.77
Tentang asas sederhana dan biaya ringan dijabarkan dalam KUHAP
seperti yang diatur sebagai berikut:

74
Andi Hamzah, 2008. Hukum Acara Pidana Indonesia. Edisi Kedua. Sinar Grafika,
Jakarta, hlm. 12
75
Ibid., hlm. 13
76
Yahya Harahap, 2005. Loc. Cit
77
Ibid., hlm. 53
48

a. Penggabungan pemeriksaan perkara pidana dengan tuntutan ganti rugi


yang bersifat perdata oleh seorang korban yang mengalami kerugian
sebagai akibat langsung dari tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa
(Pasal 98);
b. Banding tidak dapat dimintakan terhadap putusan dalam “acara cepat”;
c. Pembatasan penahanan dengan memberi sanksi dapat dituntut ganti rugi
pada sidang praperadilan, tidak kurang artinya sebagai pelaksanaan dari
prinsip mempercepat dan menyederhanakan proses penahanan;
d. Demikian juga peletakan asas diferensiasi fungsional, nyata-nyata
member makna penyederhanaan penanganan fungsi dan wewenang
penyidikan, agar tidak terjadi penyidikan bolak-balik, tumpang tindih
atau overlapping, dan saliang bertentangan.

Dalam membicarakan asas peradilan yang cepat, tepat, dan biaya


ringan perlu juga disinggung ketentuan Pasal 67 KUHAP. Demi untuk
terciptanya kepastian hukum dan memenuhi tuntutan asas peradilan yang
cepat terhadap putusan pengadilan tingkat pertama “tidak dapat dimintakan
banding”, jika putusan itu berupa:
a. Putusan bebas (vrijspraak), dan
b. Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum (onslag van
rechsvervolging).78
Telah disebutkan dalam bab sebelumnya, bahwa bentuk pemeriksaan
cepat dalam Herziene Inlands Reglement (HIR) dikenal dengan istilah
perkara rol. Pemeriksaan dengan acara cepat juga berpedoman pada
pemeriksaan acara biasa dengan pengecualian tertentu. Pasal 210 KUHAP
berbunyi, “Ketentuan dalam Bagian Kesatu, Bagian Kedua dan Bagian
Ketiga Bab ini tetap berlaku sepanjang peraturan itu tidak bertentangan
dengan Paragraf ini”.79
Bagian Kesatu yang dimaksud dalam Bab XVI adalah mengenai tata
cara pemanggilan terdakwa, saksi atau ahli. Sedangkan bagian Kedua
merupakan bagian yang mengatur sengketa mengadili dan bagian Ketiga
merupakan bagian yang mengatur tata cara pemeriksaan. Dengan demikian,
pemeriksaan dengan acara cepat pada dasarnya merujuk pada pemeriksaan
dengan acara biasa.

78
Ibid., hlm. 54
79
Andi Hamzah, 2007. Loc. Cit
49

Sama halnya dengan pemeriksaan acara singkat, dalam pemeriksaan


acara cepat Pengadilan Negeri menentukan hari-hari tertentu yang khusus
digunakan untuk memeriksa perkara Tindak Pidana Ringan. Berdasarkan
Pasal 206, Pengadilan menetapkan hari tertentu dalam tujuh hari untuk
mengadili perkara dengan acara pemeriksaan Tindak Pidana Ringan.
Berikut ini adalah bagan prosedur pemeriksaan dengan acara cepat.
Pada pemeriksaan dengan acara cepat, prosedur pelimpahan dan
pemeriksaan perkara dilakukan oleh penyidik sendiri tanpa dicampuri oleh
penuntut umum. Ketentuan ini sedikit bereda dari prosedur pemeriksaan
dengan acara biasa maupun singkat. Dengan adanya ketentuan khusus ini
maka ketentuan umum yang mengatur kewenangan penuntut umum dalam
hal penuntutan dikesampingkan. Oleh sebab itu, dalam prosedur
pemeriksaan dengan acara cepat penyidik mengambil alih wewenang
penuntutan yang dimiliki oleh penuntut umum. Berdasarkan Pasal 205 ayat
(2) KUHAP, penyidik “atas kuasa” penuntut umum melimpahkan berkas
perkara langsung ke pengadilan dan berwenang langsung menghadapkan
terdakwa beserta barang bukti, saksi, ahli atau juru bahasa ke sidang
pengadilan. Maksud “atas kuasa”. Menurut penjelasan Pasal 205 ayat (2)
KUHAP dinyatakan bahwa: “Yang dimaksud dengan "atas kuasa" dari
penuntut umum kepada penyidik adalah demi hukum. Dalam hal penuntut
umum hadir, tidak mengurangi nilai "atas kuasa" tersebut”. 80
Pemeriksaan cepat dibagi dua menurut KUHAP, yang Pertama
Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan dan yang Kedua Acara
Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu lintas Jalan. Untuk yang pertama
termasuk yang delik yang diancam dengan pidana penjara atau kurungan
kurungan paling lama tiga bulan dan/atau denda sebanyak tujuh ribu lima
ratus rupiah dan penghinaan ringan. Sedangkan yang kedua termasuk
perkara pelangaran tertentu terhadap peraturan perundang-undangan lalu
lintas jalan.81
Penjelasan Pasal 211 KUHAP mengenai uraian tentang apa yang
dimaksud dengan ”perkara pelanggaran tertentu” sebagai berikut :
80
Ibid., hlm. 392
81
Andi Hamzah, 2008. Op. Cit, hlm. 246
50

a. Mempergunakan jalan dengan cara yang dapat merintangi,


membahayakan ketertiban atau keamanan lalu lintas, atau yang mungkin
menimbulkan kerusakan pada jalan.
b. Mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak dapat memperlihatkan
surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan, surat tana uji
kendaraan yang sah, atau tanda bukti lainnya yang diwajibkan menurut
ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas jalan atau ia dapat
memperlihatkannya, tetapi mas berlakunya sudah kedaluwarsa.
c. Membiarkan atau memperkenankan kendaraan bermotor dikemudikan
oleh orang yang tidak memiliki surat izin mengemudi.
d. Tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lalu lintas
jalan tentang penomoran, penerangan, peralatan, perlengkapan, pemuatan
kendaraan, dan syarat penggandengan dengan kendaraan lain.
e. Membiarkan kendaraan bermotor yang ada di jalantanpa dilengkapi plat
tana nomor kendaran yang sah, sesuai dengan surat tanda nomor
kenaraan yang bersangkutan.
f. Pelanggaran terhadap perintah yang diberikan oleh petugas pengatur lalu
lintas jalan dan/atau isyarat alat pengatur lalu lintas jalan, rambu-rambu
atau tanda yang ada di permukaan jalan.
g. Pelanggaran terhadap ketentuan tentang ukuran dan muatan yang
diizinkan, cara menaikkan dan menurunkan penumpang, dan/atau cara
memuat dan membongkar barang.
h. Pelanggaran terhadap izin trayek, jenis kendaraan yang diperbolehkan
beroperasi di jalan yang ditentukan. 82
Hal-hal yang menyimpang dari acara pemeriksaan biasa sebagai
berikut :
a. Pada pemeriksaan tindak pidana ringan
1) Penyidik langsung mengadapkan terdakwa beserta barang bukti, saksi,
ahli, dan/atau juru bahasa ke pengadilan, atas kuasa penuntut umum.
Dalam penjelasan dikatakan bahwa atas kuasa berarti demi hukum
(Pasal 205 Ayat (2) KUHAP)

82
Ibid., hlm. 246- 247
51

2) Pengadilan mengadili dengan hakim tunggal pada tingkat pertama dan


terakhir, kecuali dalam hal dijatuhkan pidana perampasan
kemerdekaan terdakwa dapat diminta banding (Pasal 205 Ayat (3)
KUHAP. ini berarti jika tidak dijatuhkan pidana penjara atau
kurungan, maka terpidana tidak akan minta banding.
3) Saksi daam acara pemeriksaan tindak pidana ringan tidak
mengucapkan sumpah atau janji kecuali hakim menganggap perlu
(Pasal 208 KUHAP).
4) Berita acara pemeriksaan sidang tidak dibuat, kecuali jika dalam
pemeriksaan tersebut ternyata ada hal yang tidak sesuai dengan berita
acara pemeriksaan yang dibuat oleh penyidik (Pasal 209 KUHAP).
b. Pada pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas
1) Satu hal yang kelupaan oleh pembuat undang-undang ini ialah
berbeda dengan yang disebutkan pada pemeriksaan tindak pidana
ringan (Pasal 205 Ayat (1) dan (3) KUHAP) tidak dinyatakan dalam
pemeriksaan perkara pelanggaran lalu lintas jalan. Pemeriksaan
dilakukan oleh seorang hakim tunggal padahal maksud pembuat
undang-undang pasti demikian.
2) Untuk perkara pelanggaran lalu lintas jalan tidak diperlukan berita
acara pemeriksaan (Pasal 212 KUHAP).
3) Terdakwa dapat menunjuk seorang dengan surat untuk mewakilinya
di sidang (Pasal 213 KUHAP).
4) Pemeriksaan dapat dilakukan tanpa hadirnya terdakwa atau wakilnya
(verstek atau putusan in absentia). Ini diatur dalam Pasal 214 ayat (1)
KUHAP.
5) Dalam hal putusan dijatuhkan di luar hadirnya terdakwa dan putusan
itu berupa pidana perampasan kemerdekaan, terdakwa dapat
mengajukan perlawanan (Pasal 214 Ayat (4) KUHAP).
6) Dalam waktu tujuh hari sesudah putusan diberitahukan secara sah
kepada terdakwa, ia dapat mengajukan perlawanan kepada
pengadilan yang menjatuhkan putusan itu (Pasal 214 Ayat (5)
52

KUHAP). ini berbeda dengan acara rol dahulu (landgerechts


reglement)
7) Jika putusan setelah diajukan perlawanan tetap berupa pidana,
sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) (perampasan kemerdekaan
terdakwa), terhadap putusan itu terdakwa dapat mengajukan banding
(Pasal 214 Ayat (8)). 83

83
Ibid., hlm. 247-248

Anda mungkin juga menyukai