Kelas : Sore
Teori hukum stufenbau merupakan teori yang dikemukakan oleh Hans Kelsen yang menyatakan bahwa
sistem hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaidah berjenjang dimana norma hukum yang
paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaidah hukum yang
tertinggi (seperti konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang paling mendasar (grundnorm).
Menurut Kelsen grundnorm adalah :“a statement from which all other duty statements ultimately get
Dengan perkataan lain grundnorm adalah sumber tertinggi bagi validitas suatu norma yang supremasi
validitasnya diasumsikan seperti itu. Kelsen mengakui bahwa bentuk grundnorm dalam setiap sistem
hukum berbeda-beda. Grundnorm dapat berbentuk konstitusi tertulis atau perintah diktator. Berkaitan
dengan grundnorm di Indonesia dikenal dengan adanya konstitusi sebagai dasar dan hukum tertinggi.
Konstitusi tersebut yaitu Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya
disebut UUD 45). Dalam teori hukum stufenbau, grundnorm merupakan bagian kaidah tertinggi dalam
hierarkinya.
Teori hukum berjenjang (stufenbau) juga dikenal dengan hierarki norma, dimana sebuah norma tidak
boleh bertentangan dengan norma yang diatasnya. Kelsen menggambarkan suatu sistem hukum sebagai
sebuah sistem norma yang saling terkait satu sama lain (interlocking norms) yang bergerak dari suatu
norma yang umum (the most general ought) menuju ke norma yang lebih konkret (the most particular
or concrete). Hal tersebut pada akhirnya akan bermuara pada grundnorm. Relasi dan hierarki antara
“Grundnorms-norms-subnorms”
Bagi Kelsen, hierarki norma hanya mengenal superordinasi dan subordinasi, tidak mengakui adanya
koordinasi.Dalam perkembangan selanjutnya diuraikan Hans Nawiasky dengan theorie von stufenfbau
der rechtsordnung yang menggariskan bahwa selain susunan norma dalam negara adalah berlapis-lapis
dan berjenjang dari yang tertinggi sampai terendah, juga terjadi pengelompokan norma hukum dalam
negara, yakni mencakup norma fundamental negara (staatsfundementalnorm), aturan dasar negara
(staatsgrundgesetz), undang-undang formal (formalle gesetz), dan Peraturan pelaksanaan dan peraturan
Selain terkenal dengan teori stufenbau, Kelsen juga menjadi penggagas pentingnya menjaga sebuah
hukum dasar melalui sebuah lembaga agar konstitusi (grundnorm) tidak tercederai. Lembaga tersebut
adalah Mahkamah Konstitusi. Teori stufenbau di Indonesia diadopsi dalam Undang-Undang Nomor 12
Dua teori besar Hans Kelsen, pertama ajaran yang bersifat murn, sedangkan yang kedua adalah berasal
dari muridnya Adolf Merkl adalah Stufenbau des Recht yang mengutakan adanya hierarkis dari
perundang-undangan. Dari unsur etis Hans Kelsen tidak memberikan tempat bagi berlakunya suatu
hukum alam, etika memberikan penilaian tentang baik dan buruk, Kelsen menghindari diri dari yang
demikian itu. Dari unsur sosiologis ajaran Kelsen tidak memberik tempat bagi hukum kebiasaan yang
Hans Kelsen dalam teorinya yakni teori hukum Murni adalah keinginan untuk membebaskan ilmu
hukum dari anasir-anasir atau unsur-unsur social, ekonomi, politik, budaya dan lain sebagainya.
Hukum diwajibkan bebas nilai, dan harus terbebas dan tidak tercemari oleh unsur-unsur yang bersifat
ideologis. Keadilan menurut Kelsen dipandang sebuah konsep ideologis. Ia melihat dalam
keadilansebuah ide yang tidak rasional dan teori hukum murnitidak dapat menjawab tentang
pertanyaan apa yang membentuk keadilan, karena pertanyaan ini tidak dapat dijawab secara ilmiah.
Jika keadilan harus diidentikkan dengan legalitas, dalam arti tempat, keadilan berarti memelihara
Teori hukum murni ini menurut Kelsen adalah sebuah teori hukum yang bersifat positif. Sehingga
kemudian dapat disimpulkan bahwa teori hukum ini ingin berusaha menjawab pertanyaan tentang “apa
hukum itu?” tetapi bukan pertanyaan “apa hukum itu seharusnya”. Teori ini mengkonsentrasikan pada
hukum saja dan menginginkan lepas dengan ilmu pengetahuan yang lainnya, dengan atas dasar bahwa
ilmu hukum berdiri sendiri dan merupakan sui generis.Kelsen sekali lagi ingin memisahkan pengertian
hukum dari segala unsur yang berperan dalam pembentukan hukum seperti unsur-unsur psikologi,
sosiologi, sejarah, politik, dan bahkan juga etika.Semua unsur ini termasuk ide hukum atau isi hukum.
Isi hukum tidak pernah lepas dari unsur politik, psikis, social budaya dan lain-lain. Sehingga pengertian
hukum menurut Hans Kelsen adalah hukum dalam konteks formalnya, yaitu sebagai peraturan yang
berlaku secara yuridis, itulah hukum yang benar menurut perspektif teori hukum murni (das reine
Recht)
Pandangan positivism juga menganggap bahwa kewajiban yang terletak pada kaidah hukum adalah
kewajiban yang bersifat yuridis, hal itu dikarenakan karena kaidah hukum termasuk pada keharusan
ekstern, yaitu karena ada paksaan atau ancaman apabila tidak mentaati, dikarenakan dasar dari hukum
adalah undang-undang dasar negara, dalam relasi itulah maka terdapat ada yang memberi perintah dan
Pandangan kedua adalah kewajiban dari ektern, yakni dorongan dari batin bahwa yang demikian itu
merupakan kewajiban yang harus ditaati. Kewajiban yuridis itulah dianggap sebagai dorongan
kewajiban yang tidak dapat terelakkan. Han Kelsen juga mengatakan bahwa hukum dapat mewajibkan
secara batin, hal itu dikarenakan adanya kewajiban yuridis, dan memang demikian pengertian hukum.
Sehinga peraturan yang tidak normative tidak masuk akal maka tidak dapat dikatakan
hukum.Immamuel Kant mengatakan bahwa kelsen berpendapat bahwa kewajiban hukum termasuk
dalam pengertian transedental-logis. Menurut Kant ada norma dasar (grundnorm)bagi moral (yang
berbunyi : berlakulah sesuai dengan suara hatimu), maka menurut Hans Kelsen dalam hukum juga
terdapat norma dasar yang harus dianggap sebagai sumber keharusan dibidang hukum. Norma dasar
(grundnorm) tersebut berbunyi : orang-orang harus menyesuaikan dirinya dengan apa yang telah
ditentukan.
Ajaran yang kedua menurut Hans Kelsen adalah ajaran tentang norma hukum (stufentheori)[28],
dimana ia berpendapat bahwa norma hukum itu berjenjang-jenjang dan berlapis-lapis dalam suatu
hierarki tata susunan, dimana suatu norma yang lebih rendah berlaku, bersumber, dan berdasar pada
norma yang lebih tinggi. Demikian seterusnya sampai pada suatu norma dasar (Grundnorm). Teori
jenjang norma hukum Hans Kelsen ini diilhami oleh seorang muridnya yang bernama Adolf Merkl
yang mengemukakan bahwa suatu norma hukum harus selalu mempunyai dua wajah (das Doppelte
Rechtsanlitz), yakni norma hukum itu keatas ia bersumber dan berdasar pada norma diatasnya, tetapi
kebawah juga menjadi dasar bagi norma yang ada dibawahnya.
Ajaran Hans Kelsen tersebut kemudian disempurnakan oleh seorang muridnya, yakni Hans Nawiasky
dalam bukunya Allgemeine Rechtslehre yang mengatakan bahwa selain norma hukum itu berlapis-lapis
dan berjenjang-jenjang, norma hukum dari suatu Negara juga berkelompok-kelompok. Hans Nawiasky
mengelompokkan norma-norma hukum dalam suatu Negara itu menjadi empat kelompok besar, yang
terdiri atas :