Anda di halaman 1dari 5

Nama : FAJAR TRI KUSUMA AJI

NIM : 20202108033

KAJIAN TENTANG TEORI STUFENBAU


Guna memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum Kelas Reguler I-B
Dosen : Dr. Dani R. Pinasang, SH, MH

Teori Stufenbau merupakan teori yang lahir dari gagasan Hans Kelsen yang telah
diuraikan secara lengkap dalam berbagai karyanya antara lain dengan judul “Pure Theory of
Law”, “General Theory of Law and State” dan karya-karyanya yang lainnya. Selanjutnya
dalam perkembangannya disempurnakan oleh muridnya yang bernama Hans Nawiasky telah
diuraikan dalam bukunya yang berjudul “Algemeine Rechtslehre”.
Dalam gagasan Hans Kelsen dengan Stufenbautheorie pada hakikatnya merupakan
usaha untuk membuat kerangka suatu bangunan hukum yang dapat dipakai di manapun.1
Stufenbautheorie atau Teori Stufenbau yaitu antara satu jenis dan hierarki peraturan
perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya terjalin satu kesatuan nilai yang saling
mendasari, sampai pada suatu nilai yang tertinggi yang disebut dengan “grundnorm”, yang
secara sistematis mengurutkan peraturan perundang-undangan dari yang kedudukan tertinggi
hingga kedudukan yang terendah.2 Dimana secara garis besar menurut Hans Kelsen, sistem
hukum merupakan sistem anak tangga dengan kaedah berjenjang, dimana norma hukum yang
paling rendah harus berpegangan pada norma hukum yang lebih tinggi, dan kaedah hukum
yang tertinggi (seperti Konstitusi) harus berpegangan pada norma hukum yang paling
mendasar (grundnorm).3
Menurut Kelsen, grundnorm adalah “a statement from which all other duty statemenrs
ultimately get their validity from”. Dengan perkataan lain, grundnorm adalah sumber tertinggi
bagi validitas suatu norma yang supremasi validitasnya diasumsikan seperti itu. Lebih lanjut
Kelsen mengatakan bahwa “The grundmorn is the answer to the question : how- and that
means under what condition- are these juristic statements concerning legal norms, legal duties,
legal rights, and so on, possible?4

1
Khudzaifah Dimyati, Teorisasi Hukum : Studi Tentang Perkembangan Pemikiran Hukum di Indonesia 1945-
1990, Genta Publishing, Yogyakarta, 2010, hal. 69.
2
Safi’, Politik Hukum Penyatuan Kewenangan Judicial Review, Diva Press, Sampangan, 2016, hlm. 215
3
Suwandi, 2018, Program Pembentukan Peraturan Daerah Perkembangan Dan Permasalahannya (Kajian
Yuridis Normatif Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-Undangan). Jurnal Legislasi Indonesia Vol 15, No 3 (2018) September 2018. hlm. 145-159
4
Hans Kelsen, General Theory of Law and State. Translate by Anders Wedberg, Russel & Russel, New York,
1973 hlm.117

1
Dalam pandangan pokoknya, “grundnorm” menurut Hans Kelsen itu adalah sesuatu
yang abstrak, diasumsikan tidak tertulis dan berlaku secara universal. Ia menjadi landasan
segala sumber hukum dalam arti formal dan ia meta juristic sifatnya.5
Dalam gagasan Hans Kelsen, validitas sebuah norma, haruslah memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut : pertama, norma tersebut harus merupakan bagian dari sebuah sistem norma.
Kedua, sistem norma tersebut harus berjalan secara efektif. Setiap norma agar menjadi sebuah
norma yang valid harus dinyatakan valid dan tidak boleh bertentangan dengan norma yang di
atasnya. Norma yang paling tinggi adalah grundnorm. Kelsen menggambarkan suatu sitem
hukum sebagai sebuah sistem norma yang saling terkait satu sama lain (intelocking norms)
yang bergerak dari suatu norma yang umum (the most general ought) menuju ke norma yang
lebih konkret (the most particular or concrete). Validitas semua norma tersebut pada akhirnya
akan bermuara dan mendapat validasi dari grundnorm. Relasi dan hierarki antara grundnorm
dan norma lainnya adalah sebagai berikut : grundnorm"norms" sub-norms. Bagi Kelsen,
hierarki norma hanya mengenal superordinasi dan subordinasi, tidak mengakui adanya
koordinasi.6
Sedangkan dalam gagasan Hans Nawiasky, mengemukakan bahwa selain norma itu
berlapis- lapis, berjenjang, norma hukum itu juga berkelompok. Dimana telah dikelompokkan
menjadi 4 (empat) kelompok besar, yaitu
1. Staats fundamental norm (norma fundamental negara);
2. Staaats grund gezets (aturan dasar negara);
3. Formeel gezets (undang undang formal); dan
4. Verordungen dan Autonome satzung (aturan pelaksana dan aturan otonom).
Menurut Hans Nawiasky, isi Staatfundamentalnorm ialah norma yang merupakan dasar
bagi pembentukan konstitusi atau undang-undang dasar suatu negara (staatsverfassung),
termaksud norma pengubahannya, dalam negara norma dasar ini disebut juga sebagai landasan
dasar filosofisnya yang mengandung kaidah-kaidah dasar bagi pengaturan negara lebih lanjut.7
Selanjutnya tentang aturan dasar negara adalah aturan pokok negara (Staatsgrubgesetz) yang
merupakan kelompok norma hukum yang dibawah norma fundamental negara, norma-norma
dari aturan dasar/pokok negara ini merupakan aturan yang bersifat pokok dan merupakan
aturan-aturan umum yang masih bersifat garis besar sehingga masih merupakan normal tunggal
dan belum disertai norma sekunder. Dimana menurut Hans Nawiasky. suatu aturan dasar/

5
I Gede Pantja Astawa, Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-undangan di Indonesia, PT. Alumni, Bandung
2008, hlm 37.
6
Atip Latipulhayat. Khazanah : Hans Kelsen. Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 1 No.1 Tahun 2014, hlm. 204-
205.
7
A. Hamid S. Attamimi, UUD 1945-Tap MPR Undang-Undang (Kaitan Norma Hukum Ketiganya) dalam Padmo
Wahjono Masalah Ketatanegaraan Dewasa Ini, Ghalia Indonesia, 1984, hlm. 125-126.

2
pokok suatu negara dapat dituangkan dalam suatu dokumen negara yang disebut
staatsverfassung atau dapat juga dituangkan dalam beberapa dekumen yang tersebar yang
disebut istilah staatsgrundgesetz.
Kemudian tentang Formeel gezets atau Undang-Undang formal merupakan kelompok
yang berada di bawah aturan dasar /pokok negara, atau disebut dengan Undang-undang dalam
arti (Formal) berbeda dengan kelompok-kelompok yang berada di atasnya. Oleh sebab itu,
norma dalam suatu undang-undang adalah norma yang kongkrit, terperinci serta dapat
langsung berlaku dalam suatu masyarakat. Selain itu, norma hukum dalam undang-undang ini
tidak hanya norma yang bersifat tunggal, tetapi sebagai norma hukum yang sudah dilekati oleh
norma sekunder disamping norma primernya, sehingga suatu undang-undang sudah dapat
mencantumkan norma yang bersifat sanksi, baik itu sanksi pidana maupun sanksi pemaksa.
Dan norma ini berbeda dengan norma yang lain karna norma ini dibentuk oleh lembaga
legislatif.8
Selanjutnya adalah kelompok yang terakhir adalah Verordungen atau Peraturan
pelaksana dan Autonome satzung atau Peraturan Otonom merupakan peraturan yang terletak
dibawah undang-undang yang berfungsi menyelenggarakan ketentuan dalam undang-undang,
dimana peraturan pelaksana bersumber dari kewenangan delegasi, sedangkan otonom
bersumber dari kewenangan atribusi. Dimana atribusi kewenangan dalam pembentukan
peraturan perundang-undangan ialah kewenangan membentuk peraturan perundang-udang-
undangan yang diberikan oleh undang-undang dasar atau undang-undang kepada suatu
lembaga negara /pemerintahan dan kewenangan ini bersifat terus menerus dan dapat
dilaksanakan atas prakarsa sendiri setiap waktu diperlukan, sesuai dengan batas-batas yang
diberikan.
Lapisan tertinggi yang menjadi sumber dan dasar dalam sistem hirarki norma hukum
baik pandangan Kelsen ataupun Nawiasky berakhir pada norma yang tidak dibentuk oleh
norma hukum yang lebih tinggi lagi, tetapi bersumber pada cita hukum yang bersifat pre-
supposed, yang telah ditetapkan sebelumnya oleh masyarakat dalam suatu negara, untuk
kemudian menjadikannya sebagai tempat bergantungnya setiap norma hukum yang akan
dibentuk.9 Apa yang dibuat masyarakat dan disebut sebagai Grundnorm tersebut dapat berupa
pernyataan tertulis ataupun tidak tertulis, yang berfungsi serupa bensin menggerakan seluruh
mekanisme mesin, yang menjadi dasar kepatuhan masyarakat kepada hukum, dan memberikan
pertanggungjawaban, mengapa hukum harus dilaksanakan.10

8
Maria Farida Indrati Soeprapto, Ilmu Perundang-undangan; Dasar-dasar dan Pembentukannya, Kanisius,
Yogyakarta, 2000, hal. 34.
9
Ibid, hal. 28.
10
Mhd. Shiddiq Tgk. Armia, Perkembangan Pemikiran Dalam Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 2003,
hal. 8-9.

3
Kesamaan pokok antara hirarki norma yang digagas Hans Kelsen dan Hans Nawiasky
adalah terletak pada lapisan-lapisan dan jenjang bertingkat yang menjadi sumber dan landasan
serta terdapat dalam setiap norma hukum.11 Sedangkan perbedaan keduanya terletak pada pola
pemilahan dan pengelompokkan norma hukum yang secara tegas dilakukan Nawiasky, tetapi
Kelsen sebaliknya, lebih mengkaji dalam karaktek norma secara umum (general) yang berlaku
pada semua jenjang.12
Cara pandang Kelsen ataupun Nawiasky dengan menyebutkan norma hukum sebagai
tatanan yang dibuat negara merupakan ciri khas aliran positivisme hukum, yang menegaskan
tidak ada hukum diluar otoritas negara, karenanya menjadikan hirarki norma secara tersusun,
berjenjang dan berlapis sesuai dengan kebutuhan merupakan politik hukum dalam penataan
peraturan perundang-undangan yang dipilih negara. Namun demikian, berbeda dengan
positivisme HLA Hart yang mengharuskan tatanan hukum tidak boleh bersumber dari yang
abstrak,13 Kelsen menyebutkan meskipun norma tidak lahir secara alamiah, tetapi ia
merupakan kemauan dan akal manusia yang melahirkan pernyataan yang berfungsi sebagai
asumsi dasar, karenanya ia merupakan hipotetis, berada pada kawasan dunia sollen.14
Dunia sollen yang dimaksudkan disini artinya Tatanan hukum tertinggi yang ada dalam
pandangan Kelsen adalah berpuncak pada basic norm atau grundnorm,15 yaitu berupa
konstitusi, tetapi konstitusi dimaksud adalah dalam pengertian materiel, bukan konstitusi
formil.16 Menurut Nawiasky, yang dimaksud dengan basic norm dalam gagasan Kelsen tidak
lain adalah harus diartikan sebagai staatsfundementalnorm, bukan staatgrundnorm.17
Sehingga baik dalam teori stufenbau yang disampaikan oleh Hans Kelsen ataupun Hans
Nawiasky dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa sub-norma ataupun kelompok norma yang
telah diuraikan di atas hampir selalu ada dalam tata susunan norma hukum di setiap negara,
walaupun istilah dan jumlah normanya berbeda dalam setiap kelompoknya. Dimana sebagai
contoh norma hukum paling dasar dan abstrak di Indonesia adalah Pancasila.18

11
Muhtadi, Penerapan Teori Hans Kelsen Dalam Tertib Hukum Indonesia. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Vol. 5
No. 2 September-Desember 2012,
12
Maria Farida Indrati Soeprapto, loc.cit.hlm. 29.
13
FX. Adji Samekto, Kajian Teori Hukum : Menggugat Relasi Filsafat Positivisme Dengan Ajaran Hukum
Doktrinal, Makalah Bahan Matrikulasi Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Fak.
Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2011, hal. 11.
14
Khudzaifah Dimyati, loc.cit.hlm. 76-77
15
H. Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik, Tokoh-tokoh Ahli Pikir Negara dan Hukum, Nuansa, Bandung, 2010,
hal. 250.
16
Hans Kelsen, Op.cit., hal. 124.
17
Jimly Asshiddiqie & M. Ali Safa’at, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Konpress, Jakarta, 2006, hal. 170.
18
Wikipedia Ensiklopedia Bebas Bahasa Indonesia. 14 April 2020, pukul 02.07. Teori Stufenbau.
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Stufenbau. Diakses pada tanggal 19 Desember 2020 pukul 17.53 wita

4
DAFTAR PUSTAKA

Buku
Armia, Mhd. Shiddiq Tgk. 2003. Perkembangan Pemikiran Dalam Ilmu Hukum, Jakarta;
Pradnya Paramita.
Asshiddiqie, Jimly & Safa’at, M. Ali. 2006. Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Jakarta;
Konpress.
Astawa, I Gde Pantja. 2008. Dinamika Hukum dan Ilmu Perundang-undangan di Indonesia,
Bandung; PT. Alumni.
Attamimi, A. Hamid. 1984.UUD 1945-Tap MPR Undang-Undang (Kaitan Norma Hukum
Ketiganya), dalam Padmo Wahjono. (Penghimpun), Masalah Ketatanegaraan
Dewasa Ini, Jakarta; Ghalia Indonesia.
Dimyati, Khudzaifah. 2010. Teorisasi Hukum : Studi Tentang Perkembangan Pemikiran
Hukum di Indonesia 1945-1990. Yogyakarta; Genta Publishing.
Kelsen, Hans. 1973. General Theory of Law and State (Translated by : Andres Wedberg). New
York; Russel & Russel.
Ridwan, H. Juniarso & Sodik, Achmad. 2010. Tokoh-tokoh Ahli Pikir Negara dan Hukum.
Bandung; Nuansa.
Safi’. 2016. Politik Hukum Penyatuan Kewenangan Judicial Review. Sampangan; Diva Press.
Soeprapto, Maria Farida Indrati. 2000. Ilmu Perundang-undangan; Dasar-dasar dan
Pembentukannya, Yogyakarta; Kanisius.
Samekto, FX. Adji. 2011. Kajian Teori Hukum : Menggugat Relasi Filsafat Positivisme
Dengan Ajaran Hukum Doktrinal. Semarang; Makalah Bahan Matrikulasi
Mahasiswa Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Fak. Hukum
Universitas Diponegoro.

Jurnal
Atip Latipulhayat. 2014. Khazanah : Hans Kelsen.Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Vol. 1
No.1.
Muhtadi.2012. Penerapan Teori Hans Kelsen Dalam Tertib Hukum Indonesia. Fiat Justitia
Jurnal Ilmu Hukum Vol. 5 No. 2.
Suwandi. 2018. Program Pembentukan Peraturan Daerah Perkembangan Dan
Permasalahannya (Kajian Yuridis Normatif Berdasarkan Undang-Undang Nomor
12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan). Jurnal
Legislasi Indonesia Vol 15, No 3.

Website
Wikipedia Ensiklopedia Bebas Bahasa Indonesia. 14 April 2020, pukul 02.07. Teori Stufenbau.
https://id.wikipedia.org/wiki/Teori_Stufenbau. Diakses pada tanggal 19 Desember
2020 pukul 17.53 wita.

Anda mungkin juga menyukai