• Muhamad Rico Adi Saputra (22) • Renata Reika Fadillah (29) • Shabrina Titaniya Khairunnisa (30) • Tri Esti Ika Wulandari (34) Latar Akhir Dampak Belakang Perlawanan Perlawanan
Jalannya Tokoh Perlawanan Perlawanan Kabar proklamasi kemerdekaan Indonesia, baru sampai di kota Medan pada 27 Agustus 1945. Tentara Jepang membuat sensor ketat berita dan keterlambatan berita proklamasi.
Kabar kemerdekaan ini disampaikan oleh Mr. Teuku M. Hassan. Dia
kemudian diangkat menjadi gubernur Sumatera.
Mengutip dari buku Ilmu Pengetahuan Sosial 3, Achmad Tahir
membentuk Barisan Pemuda Indonesia. Kelompok ini beraksi pada 4 Oktober 1945 untuk mengambil alih gedung pemerintah dan persenjataan milik Jepang.
Pasukan Sekutu yang diboncengi NICA (Netherlands Indies Civil
Administration atau Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) datang pada 9 Oktober 1945. Brigadir Jenderal T.E.D Kelly bersama NICA mendarat di kota Medan. Insiden pertama terjadi di Jalan Bali, berawal dari ulah seorang penghuni hotel yang merupakan tentara NICA merampas dan menginjak-injak lencana Merah Putih yang dipakai oleh salah seorang pemuda yang ditemuinya. Hal ini mengundang kemarahan para pemuda Indonesia kemudian hotel tersebut diserang dan dirusak oleh para pemuda. Dengan adanya insiden tersebut, terjadilah berbagai insiden lainnya ke berbagai kota seperti Pematang, Siantar, dan Brastagi. Peristiwa tersebut menyebabkan 96 tentara NICA luka-luka, meninggalnya opsir dan 7 serdadu NICA. Tengah hari setelah sehari sebelumnya terjadi peristiwa Siantar Hotel, Bedjo salah seorang pemimpin laskar rakyat di Pulo Brayan beserta pasukan selikurnya menyerang gudang senjata Jepang untuk memperkuat persenjataan. Setelah itu Bedjo dan pasukannya menyerang Markas Tentara Belanda di Glugur Hong dan Halvetia, Pulo Brayan. Dalam pertempuran yang berlangsung malam hari, pasukan Bedjo yang menyerang Helvetia berhasil menewaskan 5 orang serdadu KNIL (Koninklijk Nederlands(ch)-Indisch Leger atau Tentara Kerajaan Hindia Belanda). Serangan yang dilakukan oleh para pemuda di Jalan Bali dan Bedjo tersebut telah menyentakkan pihak Sekutu. Mereka mulai sadar para pemuda Indonesia telah memiliki persenjataan dan semangat kemerdekaan. Inggris memberikan ultimatum kepada bangsa Indonesia agar menyerahkan senjata yang mereka miliki kepada pihak sekutu. Hal ini juga berlaku untuk tentara Jepang. Namun ultimatumnya tidak dihiraukan, termasuk rakyat Medan. Karena hal tersebut, Brigadir Jenderal T. E. D. Kelly mengerahkan kekuatannya untuk menggempur kota Medan dan sekitarnya. Sejak saat itulah pasukan sekutu dan NICA mulai melakukan berbagai aksi teror di kota Medan, sehingga permusuhan sengit antara kalangan pemuda pun tak terhindarkan. Di sisi lain, karena permusuhan ini patroll-patroli Inggris ke luar kota menjadi tidak pernah merasa aman. Keselamatannya tak dijamin oleh pemerintah Republik Indonesia, Bertambahnya korban dari pihak Inggris, juga menjadi penyebab mereka memperkuat kedudukannya serta menentukan sendiri secara sepihak batas kekuasaan yang mereka miliki. Pihak sekutu memasang papan-papan besar dengan tulisan Fixed Boundaries Medan Area dari berbagai sudut pinggir kota Medan. Sejak saat ini Medan Area menjadi sangat terkenal. Tindakan para pihak Inggris ini juga menjadi pelanggaran kedaulatan serta tantangan bagi para pemuda. Di saat bersamaan, Inggris dan NICA juga melakukan berbagai aksi pembersihan kepada unsur-unsur Republik Indonesia yang berada di kota Medan. Para pejuang Medan Area ini membalas aksi-aksi Sekutu dan NICA, sehingga konfrontasi pun menjadi tidak dihindarkan. Akibatnya, wilayah Medan kemudian menjadi tidak aman. Setiap usaha pengusiran yang dilakukan dibalas dengan aksi pengepungan, bahkan seringkali terjadi pertempuran dari angkatan bersenjata. Pasukan Inggris dan NICA berusaha menghancurkan konsentrasi TKR (Tentara Keamanan Rakyat) di Trepes, tetapi usaha tersebut tidak berhasil digagalkan. Selanjutnya TKR menculik seorang perwira Inggris dan menghancurkan beberapa truk. Dengan peristiwa ini Jendral Kelly kembali mengancam para pemuda agar menyerahkan senjata mereka. Barang siapa yang nyata-nyata melanggar akan ditembak. Perlawanan terus memuncak, tentara Inggris mulai berusaha mendesak pemerintah RI ke luar kota Medan. Gubernur, Markas Divisi TKR, Walikota RI pindah ke Pematang Siantar. Dengan demikian Inggris berhasil menguasai kota Medan. Di Tebing Tinggi, diadakan suatu pertemuan komandan-komandan pasukan yang berjuang di Medan Area. Pertemuan ini akhirnya menghasilkan pembentukan suatu komando yang bernama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan Area dan dibagi menjadi 4 sektor yang dibagi lagi juga menjadi 4 sub sektor. Setiap sektor berkekuatan 1 batalyon. Markas komando ini juga berkedudukan di Sudi Mengerti (Trepes). Di bawah komando baru inilah perjuangan di Medan Area kemudian diteruskan. Pertempuran Medan Area berakhir tepatnya pada 15 Februari 1947 pukul 24.00 setelah diperintahkan oleh Komite Teknik Gencatan Senjata untuk penghentian kontak senjata. Sesudahnya pada Panitia Teknik gencatan senjata juga melakukan perundingan untuk menetapkan garis-garis demarkasi yang definitif untuk Medan Area. Dalam perundingan yang kemudian berakhir pada tanggal 10 Maret 1947 itu, ditetapkanlah garis demarkasi yang melingkari kota Medan serta daerah koridor Medan Belawan. Panjang garis demarkasi yang dikuasai para tentara Belanda dengan daerah yang dikuasai oleh tentara Republik Indonesia seluruhnya ialah 8,5 Km. Pada tanggal 14 Maret 1947 ini dimulailah pemasangan patok-patok serta garis demarkasi tersebut. Tetapi kedua pihak, Belanda dan Indonesia selalu bertikai tentang garis demarkasi ini. Empat bulan setelah pertempuran berakhir Belanda melaksanakan Operatie Product atau disebut Agresi Militer Belanda I. Brigjen T.E.D. Kelly yakni pemimpin Sekutu (Inggris) yang menguasai daerah Medan, pada saat Belanda menjajah Indonesia zaman dahulu. Kepanjangan dari singkatan namanya ialah Tuan Edmund Kelly. Ia lahir pada tanggal 23 Oktober 1869 di Afrika Selatan dan wafat tanggal 11 Maret 1949. Pada tanggal 9 Oktober 1945 ia mendarat di Sumatra Utara. Tugas dari pasukan pimpinan T.E.D Kelly yakni mengurus tawanan Jepang. Ia memimpin pasukan NICA untuk menyerang rakyat Medan. Jendral TNI Achmad Tahir adalah seorang pejuang kemerdekaan dan tokoh militer. Lahir pada tanggal 27 Juni 1924 di Sumatra Utara dan wafat 17 Agustus 2002 di Jakarta. Dia pernah mengemban tugas sebagai Panglima Divisi TKR. Semasa berjuang dalam pertempuran Medan Area, Achmad Tahir diapresiasi karena menjadi orang yang pantang menyerah. Hal ini dibuktikan dengan aksinya dalam memimpin para pemuda untuk bersatu melawan pasukan Sekutu. Di masa pendudukan Jepang, Achmad Tahir juga berinisiatif melatih para generasi muda dalam organisasi militer Gyugun. Ferdinand Lumban Tobing lahir tanggal 19 Februari 1899 di Sibuluan, Tapanuli Tengah, Sumatra Utara dan wafat 7 Oktober 1962 di Jakarta. Ia adalah seorang lulusan Sekolah Kedokteran Batavia (STOVIA) pada 1924. Semasa bersekolah di STOVIA, Ferdinand bergabung dalam organisasi Jong Batak. Setelah lulus, ia bekerja sebagai dokter bagian penyakit menular di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Saat Agresi Militer Belanda II, Ferdinand menjabat sebagai Gubernur Militer Tapanuli dan Sumatera Timur Selatan. Ia menjadi pemimpin perjuangan gerilya di Sumatra. Abdul Karim bin Moehamad Soetan lahir pada tanggal 18 Juni 1901 di Aceh Timur. Abdul Karim M.S diangkat sebagai koordinator asisten senior pada kantor Gubernur daerah Sumatera Timur. Pada tanggal 9 Oktober 1945, ia mengangkat Mahruzar (adik kandung Perdana Menteri Sutan Sayhrir) sebagai formatur untuk membentuk organisasi ketentaraan. Awal tahun 1920-an, ia terlibat dalam gerakan komunis tahun 1926-1927 dan menjadi Pemimpin Komunis Sumatra. Teuku Muhammad Hassan adalah Gubernur Pertama Sumatera setelah Indonesia merdeka pada 22 Agustus 1945 dengan ibu kota provinsi di Medan pada periode 1945 sampai 1948. Ia lahir tanggal 4 April 1906 di Sigli, Aceh dan wafat tanggal 21 September 1997 di Jakarta. Sewaktu hidup, ia pernah menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia tahun 1948 sampai 1949 dalam Kabinet Darurat. Dampak positif peristiwa Dampak negatif peristiwa Medan Area Medan Area
1. Meningkatkan rasa 1. Jatuh banyak korban antara
nasionalisme para kedua belah pihak. pemuda. 2. Hancurnya kota Medan dan 2. Menginspirasi perjuangan daerah sekitar karena di daerah lainnya. dijadikan area pertempuran.