Anda di halaman 1dari 2

KONEKSI ANTAR MATERI MODUL 3.

1
OLeh : Nur Prihantoro
CGP Angkatan ke 7
Dari Kab. MAgetan

Melanjutkan Patrap Triloka Sebagai Suatu Kebijakan


Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Patrap triloka terdiri atas tiga semboyan yang berbunyi “Ing ngarso sung tuladha, ing
madya mangun karsa, Tut wuri handayani” merupakan suatu hasil karya pengambilan
keputusan Raden Mas Soewardi Soerjaningrat dalam mewujudkan konstruksi filosofis
pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia. Beliau yang sejak tahun 1992 di kenal dengan
dengan Ki Hajar Dewantara merupakan aktivis pergerakan kemerdekaan Indonesia dan juga
pelopor pendidikan bagi kaum pribumi Indonesia yang kemudian kelahiran beliau diperingati
di Indonesia sebagai Hari Pendidikan Nasional.

Konstruksi filosofis pendidikan patrap triloka Ki Hadjar Dewantara tersebut ternyata masih
mampu menjawab tantangan perubahan dan perkembangan zaman hingga era teknologi
digital saat ini. Sebagian dari semboyan itu yakni “Tut wuri handayani” hingga saat ini masih
digunakan sebagai slogan Kementerian Pendidikan Nasional.

Georg Wilhelm Friedrich Hegel seorang filsuf idealis Jerman yang lahir di Stuttgart,
Württemberg, yang saat ini berada di wilayah Jerman barat daya mengatakan “Education is the
art of making man etical” ( Pendidikan adalah sebuah seni untuk membuat manusia menjadi
berperilaku etis). Berpandangan dari filosofi Georg Wilhelm Friedrich Hegel dan filosofi
patrap triloka Ki Hadjar Dewantara tersebut Pendidik sebagai pemimpin pembelajaran
diibaratkan sebagai seorang seniman yang membentuk karya seninya dan sekolah
merupakan salah satu sarana perangkat seninya untuk berkarya, maka sebagai pemimpin
pembelajaran di sekolah pendidikan berusaha membuat produk seninya yaitu murid.

Adapun keindahan karya seninya itu salah satunya sangat ditentukan oleh potensi dan
teknik pemprosesan karyanya tersebut. Dalam konsep ini pendidik memposisikan dirinya
sesuai paradigma Patrap triloka adalah sebagai among. sebagai among pendidik berusaha
menuntun dan memastikan hidup tumbuh dan berkembangnya segala potensi yang ada
pada murid yang bermanfaat dan penting untuk setiap peri kehidupan murid saat ini dan
masa depannya baik secara individu, kelompok maupun dalam tantangan perkembangan
zamannya. Sehingga dalam menerapkan ini guru harus mampu membersamai murid yang
sekaligus sebagai model bagi murid akan nilai - nilai yang positif (ing ngarso sung tuladha),
pemotivator bagi murid (ing madyo mangunkarso), dan pendorong bagi murid (tut wuri
handayani).
Sebagaimana proses yang dialami Ki Hadjar Dewantara dalam peranannya menjadi salah
satu tokoh pemimpin pembelajaran di era itu yang dapat mengambil suatu keputusan yang
mempengaruhi kondisi pendidikan bangsa ini saat itu hingga saat ini, maka pendidik sebagai
pemimpin pembelajaran pada masa kini juga dihadapkan pada sebuah keharusan
pengambilan - pengambilan keputusan yang diharapkan berdampak positif bagi setiap
muridnya.
Dalam upaya menjawab tantangan potensi siswa yang beraneka ragam pengambilan
keputusan untuk melakukan proses pendidikan yang berpihak kepada murid melalui
penerapan pendidikan berdiferensiasi, kemudian menerapkan praktik coaching dan restitusi
kepada murid sebagai wujud proses pendidikan yang membuat manusia berprilaku
etis/memanusiakan manusia. Penguatan kompetensi sosial emosional murid melalui
pembelajaran yang terinklud maupun terpisah pada proses pembelajaran, merupakan suatu
pengambilan keputusan yang sudah tepat dan sesuai dengan landasan kedua filosofi
tersebut, yang pada intinya pendidikan memiliki esensi memanusiakan manusia yang
endingnya terbentuknya karakter murid secara holistik di mana murid mampu hidup
merdeka baik secara pribadi maupun dalam lingkup sosial dengan mampu meyakini serta
mempraktikkan nilai - nilai profil pelajar pancasila dan nilai - nilai kebajikan universal dengan
segala potensi kecakapannya yang terus tumbuh, berkembang dan semakin kuat dalam
setiap proses sentuhan seni yang dilakukan oleh pendidikannya, dan hal ini merupakan
harapan karya seni yang dihasilkan oleh seorang pendidik.

Pada kesimpulannya sekolah merupakan pusat pendidikan karakter bagi murid dan guru
merupakan tokoh sentral sebagai pemimpin pembelajaran di sekolah, dalam menerapkan
peran dan fungsinya sebagai pemimpin pembelajaran seorang guru harus berani
mengambil suatu keputusan yang bertanggungjawab yang berdampak positif bagi seluruh
elemen sekolah yang prioritasnya untuk murid, karena sejatinya produk pendidikan adalah
murid itu sendiri.

Dengan mempelajari modul 3.1 ini yang berkaitan dengan kompetensi pengambilan
keputusan yang berbasis nilai - nilai kebajikan sebagai seorang pemimpin ini saya dapat
meningkatkan kompetensi pengambilan kebijakan sebagai seorang pemimpin pembelajaran
terkait dengan suatu kondisi pengambilan keputusan yang terkait dengan dilema etika dan
bujukan moral melalui pemahaman 4 paradigma pengambilan keputusan yaitu paradigma
individu lawan masyarakat, paradigma rasa keadilan lawan rasa kasihan, paradigma
kebenaran lawan kesetiaan dan paradigma jangka panjang lawan jangka pendek, serta 3
prinsip pengambilan keputusan berfikir Berbasis Hasil Akhir (Ends-Based Thinking), Berpikir
Berbasis Peraturan (Rule-Based Thinking), dan Berpikir Berbasis Rasa Peduli (Care-Based
Thinking) seta 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Ternyata dalam sebuah
pengambilan keputusan dibenarkan adanya pengecualian demi sebuah nilai yang lebih
prioritas dalam menghadapi sebuah aturan.

Pengambilan keputusan yang pernah saya lakukan sebelum saya mempelajari modul ini
ternyata sama dengan 3 prinsip solusi dilema etika yang saya pelajari dalam modul ini,
pembelajaran pada modul ini sangat bermanfaat untuk menambah kemampuan saya untuk
lebih bijaksana dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan kasus dilema etika maupun
bujukan moral bila saya temui kedepanya sebagai pemimpin pembelajaran maupun sebagai
individu.

Anda mungkin juga menyukai