Finally Skripsi Eva
Finally Skripsi Eva
SKRIPSI
Eva Zulfauzah
NIM. 1708306078
SKRIPSI
Eva Zulfauzah
NIM. 1708306078
i
ABSTRACT
ii
RIWAYAT HIDUP
PENDIDIKAN FORMAL
1. 2005-2011 : MI Wathoniyah Putri Buntet Pesantren
2. 2011-2014 : Mts NU Putri 3 Buntet Pesantren
3. 2014-2017 : MA NU Putri Buntet Pesantren Cirebon
4. 2017-2021 : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Syekh Nurjati
Cirebon, Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah Jurusan Bimbingan dan
Konseling Islam
PENGALAMAN ORGANISASI
1. Sekretaris KOPRI An-Nahdloh (2018-2019)
2. Sekretaris Umum HIMA BKI (2019-2020)
3. Ketua Koord. Biro Keilmuan PMII An-Nahdloh (2019-2020)
4. Ketua Senat Mahasiswa (SEMA) FUAD (2020-2021)
5. Penggerak Komunitas Gusdurian Cirebon (2019 – sekarang)
iii
MOTTO
iv
OTENTISITAS SKRIPSI
Bismillaahirrahmaanirrahiim
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Model
Konseling Keluarga dalam Perspektif Mubadalah sebagai Upaya
Menciptakan Relasi Keluarga yang Sehat” ini beserta seluruh isinya
merupakan karya sendiri, dan saya tidak melakukan penjiplakan dengan cara-cara
yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan.
Atas pernyataan ini, saya menanggung resiko atau sanksi atau apapun
yang dijatuhkan kepada saya dengan peraturan yang berlaku. Apabila di kemudian
hari adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan, atau ada klaim terhadap karya
yang telah saya buat ini.
Eva Zulfauzah
NIM. 1708306078
v
LEMBAR PERSETUJUAN
Disusun oleh
Eva Zulfauzah
NIM. 1708306078
Menyetujui:
Pembimbing I pembimbing 2
Mengetahui:
Ketua Jurusan BKI
vi
PENGESAHAN
Sekertaris Jurusan
Dr. Jaja Suteja, M.Pd.I
NIP. 198307052011011014 _______________ _________________
Penguji 1
Dr. Arief Rachman, M.Si
NIP. 196909272000031003 _______________ _________________
Penguji 2
Dr. Jaja Suteja, M.Pd.I
NIP. 198307052011011014 _______________ _________________
Pembimbing 1
Drs. Abd Basit, M.Ag
NIP. 196505141996031001 _______________ _________________
Pembimbing 2
Drs. Muzaki, M.Ag
NIP. 196607201999031001 _______________ _________________
Mengetahui,
Dekan Fakultas Ushuluddin Adab, dan Dakwah
vii
NOTA DINAS
Kepada
Yth. Ketua Jurusan BKI
IAIN Syekh Nurjati Cirebon
Di Cirebon.
Assalamu’alaikum Wr.Wb
NIM : 1708306078
Kami bersepekat bahwa skripsi tersebut sudah dapat diajukan pada Jurusan BKI
Fakultas Ushuluddin Adab, dan Dakwah IAIN Syekh Nurjati Cirebon untuk di
Munaqosyahkan.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Pembimbing I pembimbing 2
viii
PERSEMBAHAN
ix
7. Kepada sahabat-sahabat saya yaitu keluarga besar Rayon Annahdloh
Fakultas UAD, terimakasih tak terhingga telah mengizinkan saya
berproses dan menjadi bagian keluarga besar ini. Yang menjadi bagian
yang tak terlepas pada proses perjalanan kuliah ini. Jazakumullah
ahsanal jaza.
8. Kepada para penggerak Gusdurian Cirebon pula, yang telah
mengiringi proses dan senantiasa mewujudkan hal-hal baik dalam
hidup saya.
9. Kepada partner SEMA periode 2020-2021, partner HIMABKI periode
2019-2020, jazakumullah telah mempercayakan saya untuk
mengemban tanggung jawab kepengurusan.
10. Kepada angkatan BKI B 2017 yang telah mewarnai pula dalam
mengisi kelas-kelas bersama.
11. Kepada Pak Kiai Faqihuddin, yang telah menginspirasi atas konsep
mubadalahnya dalam pembuatan skripsi ini.
12. Kepada manusia-manusia yang pernah hadir dalam mewarnai
perjalanan selama saya kuliah maupun berorganisasi yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu.
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam, atas berkat , rahmat, dan
hidayah-Nya penulis telah menyelesaikan skripsi dengan judul “Model Konseling
Keluarga dalam Perspektif Mubadalah sebagai Upaya Menciptakan Relasi
Keluarga yang Sehat” .
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.sos) pada jurusan Bimbingan Konseling dan Islam IAIN Syekh
Nurjati Cirebon. Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan serta bimbingan
dan motivasi dari berbagai pihak penulis. Untuk itu, dengan segala kerendahan
hati penulis mengucapkan terimakasih setulus-tulusnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Dr. H. Sumanta, M.Ag, selaku Rektpr IAIN Syekh Nurjati Cirebon.
2. Bapak Dr. Hajam, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin Adab, dan
Dakwah IAIN Syekhnurjati Cirebon
3. Bapak Drs. Muzaki, M.Ag, selaku Ketua Jurusan Bimbingan Konseling
dan Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon sekaligus Dosen Pembimbing II.
4. Bapak Drs. Abd Basit, M.Ag, selaku Dosen Pembimbing I.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
xi
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ........................................................................................................... ii
PERSEMBAHAN ................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR .......................................................................................... xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................1
B. Perumusan Masalah...............................................................................5
C. Tujuan Penelitian...................................................................................6
D. Kegunaan Penelitian..............................................................................6
E. Literatur Review ....................................................................................6
F. Sistematika Penulisan ............................................................................8
xii
2. Relasi dalam Keluarga ..................................................................29
3. Kekerasan dalam Relasi ................................................................35
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................76
B. Saran .................................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................79
LAMPIRAN
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
B. Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah di uraikan, dapat di
identifikasikan masalah sebagai berikut :
a. Kekerasan dan perpecahan yang terjadi dalam keluarga
b. Dominasi salah satu anggota keluarga
c. Ketidakharmonisan dan relasi yang tidak sehat dalam keluarga
d. Sehingga berdampak pada kondisi psikologis anggota keluarga.
2. Pembatasan Masalah
Untuk mencegah pelebaran pembahasan dalam penelitian ini
pembatasan masalah nya adalah seputar relasi keluarga yang tidak
sehat yang mengakibatkan berdampaknya pada kondisi psikologis
anggota keluarga, oleh karena itu penelitian ini mengupayakan dan
menciptakan relasi keluarga yang sehat melalui konseling keluarga
dengan menggunakan perspektif mubadalah.
3. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan identifikasi masalah tersebut dapat dirumuskan
pertanyaan sebagai berikut :
6
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui konsep mubadalah Faqihuddin Abdul Qodir
dalam memandang isu keluarga.
2. Untuk mengemukakan bagaimana upaya membentuk relasi
keluarga yang sehat menurut perspektif mubadalah.
3. Mengetahui proses konseling keluarga menggunakan perspektif
mubadalah.
D. Kegunaan Penelitian
1. Secara Teoritis
Kegunaan penelitian ini secara teoritis di harapkan dapat
mengembangkan dunia konseling khususnya dalam persoalan
keluarga. Serta di harapkan pula hasil penelitian ini dapat dijadikan
referensi bagi penelitian selanjutnya.
2. Secara Praktis
Kegunaan penelitian ini secara praktis diharapkan dapat mampu
memberikan wawasan bagi para pembaca dan praktisi konseling
khususnya di bidang konseling keluarga. Kemudian diharapkan pula
dapat dipraktikkan dalam kehidupan berkeluarga.
E. Literatur Review
1. "Analisis Konseling Resiprokal Untuk Meningkatkan Sensitifitas
Gender Pada Pasangan Suami Istri (Kajian Bimbingan Konseling
7
4. BAB IV, pada bab ini berisi tentang paparan hasil penelitian,
mengemukakan dan menarasikan konseling keluarga menurut
perpektif mubadalah.
5. BAB V, berisikan kesimpulan pokok penelitian serta saran
BAB II
LANDASAN TEORI
9
10
3. Keluarga
a. Definisi Keluarga
Kata keluarga berasal dari bahasa latin yaitu famulus yang artinya
pembantu atau pelayan, yang berarti suatu proses saling mempengaruhi
antar bagian didalam keluarga, dapat terjadi secara langsung maupun tidak
langsung. Keluarga merupakan institusi dalam masyarakat maupun
pemerintah, di dalam keluarga terdiri dari keluarga inti (nuclear family)
yaitu satu laki-laki sebagai kepala keluarga, satu perempuan sebagai istri
dan anak-anak mereka (Kathrin Geldard & David Geldard, 2016).
Keluarga adalah dua atau lebih individu yang hidup dalam satu
rumah tangga karena adanya hubungan darah perkawinan atau adopsi.
Mereka saling berkomunikasi, saling berinteraksi satu dengan yang lain,
mempunyai peran masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan
suatu budaya yang ada di masyarakat (Bailon dan Maglaya, 1978 dalam
Jaja & Muzaki, 2019).
Sumarwiyah, dkk. (2015) mengatakan bahwa keluarga merupakan
suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan antara orang dewasa
12
yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki atau
seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik
anaknya sendiri atau adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.
Menurut Koerner dan Fitzpatrick (2004) dalam buku Sri Lestari
(2013) definisi keluarga dapat di tinjau dari tiga sudut pandang :
1) Definisi struktural, keluarga di definisikan berdasarkan
kehadiran atau ketidakhadiran anggota keluarga seperti
orang tua dan kerabat lainnya. Definisi ini memfokuskan
pada siapa yang menjadi bagian dari keluarga. Dari
perspektif ini dapat muncul pengertian tentang keluarga
sebagai asal usul (families origin), keluarga sebagai sarana
mendapatkan keturunan (families of procreation) dan
keluarga batih (extended family).
2) Definisi fungsional. Definisi keluarga ditekankan pada
terpenuhinya tugas-tugas dan fungsi-fungsi psikososial.
Fungsi-fungsi tersebut mencakup perawatan, sosialisasi
pada anak, hubungan emosi dan materi, dan pemenuhan
peran-peran tertentu. Definisi ini memfokuskan pada tugas-
tugas yang dilakukan oleh keluarga.
3) Definisi transaksional. Definisi keluarga sebagai kelompok
yang mengembangkan keintiman melalui perilaku-perilaku
yang memunculkan rasa identitas sebagai keluarga (families
identity), berupa ikatan emosi, pengalaman historis,
maupun cita-cita masa depan. Definisi ini memfokuskan
pada bagaimana keluarga melaksanakan fungsinya.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa
keluarga merupakan sekumpulan manusia yang memiliki ikatan darah,
ikatan pernikahan, atau adopsi baik itu laki-laki atau perempuan yang
sudah sendirian dengan atau tanpa anak yang saling memiliki
ketergantungan dan ketersalingan satu sama lain.
b. Struktur Keluarga
13
keluarga batih, akan tetapi lebih luas lagi seperti keluarga luas (ibu, ayah,
anak-anak, nenek, kakek, bibi, paman), pasangan yang tidak memiliki
anak (memilih tidak punya atau tidak mampu), keluarga dengan orang tua
tunggal, ibu remaja yang punya anak yang tinggal bersama orang tua atau
orang lain yang bukan bagian dari sistem keluarga, keluarga dengan anak
atau anak-anak yang di adopsi, keluarga yang disusun kembali/campuran
(salah satu atau kedua partner telah menikah sebelumnya dan membawa
anak-anak dalam perkawinan sebelumnya), keluarga komunal (kelompok-
kelompok keluarga dengan anak-anak dan beberapa orang dewasa lajang)
dan keluarga dengan jenis kelamin yang sama (gay/lesbian).
c. Tujuan dan Fungsi Keluarga
Menurut UU No. 52 Tahun 2009 tujuan keluarga adalah
meningkatkan kualitas keluarga agar dapat timbul rasa aman, tenteram dan
harapan masa depan yang baik dalam mewujudkan kesejahteraan lahir dan
kebahagiaan batin. Selain tujuan, didalam keluarga terdapat beberapa
fungsi keluarga. Sementara Duvall dan Logan (1986) mengungkapkan
tujuan keluarga “untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan
meningkatkan perkembangan fisik, emosional, mental dan sosial dari
setiap anggota keluarganya.
Menurut Soelaeman (1994) dalam buku Ulfiah (2016)
menyebutkan fungsi keluarga adalah sebagai berikut :
1) Fungsi Edukasi, fungsi ini berkaitan dengan pendidikan dan
pembinaan anak serta anggota keluarga lainnya. Dimana
keluarga merupakan sekolah pertama bagi anak yang
mengenalkan, membangun landasan karakter dan sifat serta
pribadi yang seperti apa pada anak. Bukan hanya itu, fungsi
edukasi pula berkaitan dengan pengelolaan, perencanaan
dana dan prasarana terkait dengan pendidikan anak.
2) Fungsi Sosialisasi, pada fungsi ini keluarga atau orang tua
berperan sebagai penghubung antara kehidupan sosial dan
norma-norma sosial dengan anak, dalam hal ini orang tua
15
4. Konseling Keluarga
a. Pengertian
Konseling keluarga adalah proses bantuan kepada individu anggota
keluarga untuk meningkatkan potensi yang di miliki dan dapat mengatasi
masalah dalam keluarganya atas dasar kerelaan dan kecintaan terhadap
keluarga untuk membantu seluruh anggota keluarga (Cathryn Geldard &
David Geldard, 2016).
Sedangkan menurut Yusi Riksa Yustiana (2000) konseling
keluarga adalah proses komunikasi antara konselor dengan klien dalam
hubungan yang membantu, sehingga keluarga dan masing-masing anggota
keluarga mampu membuat keputusan, merubah perilaku dan
mengembangkan suasana kehidupan keluarga sehingga konstelasi keluarga
berfungsi secara keseluruhan, meningkatkan ketahanan keluarga serta
mengembangkan potensi masing-masing anggota keluarga sebagai pribadi
maupun sebagai anggota keluarga.
Menurut Sofyan S. Wills (2013) mengatakan konseling keluarga
adalah membantu individu anggota keluarga untuk mengaktualisasikan
potensinya atau mengantisipasi masalah yang dialaminya, melalui sistem
kehidupan keluarganya dan mengusahakan agar terjadi perubahan perilaku
yang positif pada diri individu yang akan memberi dampak positif pula
terhadap anggota keluarga lainnya.
Berdasarkan uraian teori diatas dapat disimpulkan bahwa konseling
keluarga merupakan proses bantuan konselor dalam menangani konselinya
yaitu anggota dalam suatu keluarga agar dapat memahami kondisi dalam
keluarganya dan mampu menyelesaikan masalahnya dengan ketersalingan.
b. Sejarah Singkat Konseling Keluarga
Awal mula perkembangan konseling keluarga didunia pada abad
ke-20 yang berasal dari Eropa dan Amerika Serikat. Perkembangan
bermula di daratan Eropa pada abad ke-20, namun perkembangan yang
lebih pesat berada di Amerika Serikat pada tahun 60-an dan seterusnya.
Perbedaan konseling keluarga yang berasal dari Erpoa dan Amerika
19
Serikat yaitu terletak pada orientasinya. Jika aliran Eropa berawal dari
praktisi (dokter) dengan tidak memikirkan teoritisnya, sedangkan di
Amerika Serikat berorientasi pada teoritis yaitu menganut aliran-aliran
psikologi. Tokoh-tokoh ahli yang mencetuskan pada awal sejarah adalah
Rutherford Groves (1877-1948), kemudian menyusul Abrahaman Stone,
Dr. Paul Popence dan Dr. Emily Mudd.
Perkembangan konseling keluarga di Indonesia sendiri kurang
begitu pesat. Hal ini dikarenakan tertimbun oleh pesatnya perkembangan
bimbingan dan konseling disekolah. Akan tetapi banyak pula ditemukan
siswa-siswa yang mendapatkan masalah karena kondisi keluarganya yang
tidak baik. Namun karena perkembangannya yang kurang pesat,
mengakibatkan salah anggapan atau kurang efektif dalam pelaksanannya.
Seperti guru pembimbing menyambil penanganan masalah siswa dan tidak
khusus menangani permasalahan keluarganya (Sofyan S. Wills, 2013).
Selain itu tujuan konseling keluarga menurut Ulfiah (2016) adalah sebagai
berikut :
1) Memberi bantuan kepada anggota keluarga untuk memahami
dan belajar bahwa hubungan antaranggota keluarga dapat
mempengaruhi dinamika yang terjadi didalam keluarga.
2) Membantu anggota keluarga agar dapat menerima realitas
yang terjadi apabila ada salah satu anggota keluarga yang
bermasalah, dia dapat berperan dan memberi pengaruh untuk
anggota yang lain baik dari persepsi maupun harapan.
3) Upaya mencapai keseimbangan dalam kehidupan berumah
tangga serta mengupayakan tumbuh dan berkembang melalui
konseling keluarga kepada anggota keluarga.
4) Untuk dapat mengembangkan rasa penghargaan diri antar
anggota keluarga.
5) Membantu anggota keluarga untuk mencapai kesehatan fisik
agar fungsi keluarga menjadi maksimal.
21
yaitu relasi antara orang tua dan anak. Selanjutnya ketika mereka
melahirkan anak kembali maka akan timbul relasi yang lain yaitu relasi
siblings (saudara sekandung). Macam relasi tersebut merupakan bentuk
relasi pokok yang terdapat dalam keluarga inti. Namun pada keluarga yang
lebih luas atau disebut keluarga batih relasi yang terjalin pun akan lebih
banyak, seperti kakek/nenek dengan cucu, mertua dengan menantu,
paman/bibi dengan keponakan, dan lain sebagainya. Dalam keluarga
bentuk relasi yang terjalin biasanya memiliki karakteristik yang tidak
sama. Karakteristik dalam relasi akan dipaparkan sebagai berikut menurut
Sri Lestari (2013).
Relasi pasangan suami istri. Sebelum memulai relasi yang lain
dalam keluarga, relasi pasangan suami-istri merupakan landasan terpenting
dan berpengaruh bagi terbangunnya relasi-relasi yang lain. Banyak
keluarga yang tidak dapat mempertahankan keutuhan rumah tangganya
karena gagal dalam membangun relasi suami-istri. Menurut Calhoun &
Acocella (1995) kunci kelanggengan dalam perkawinan adalah pandai
dalam melakukan penyesuaian terhadap pasangannya. Melakukan
penyesuaian perlu sikap dan cara berpikir yang luwes karena sifatnya
dinamis. Penyesuaian adalah interaksi yang kontinu dengan diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan. Untuk mencapai proses penyesuaian tersebut
terdapat tiga indikator menurut Glenn (2003) yaitu konflik, komunikasi
dan pembagian tugas rumah tangga (peran). Adanya konflik bukan
berarti hal yang buruk, justru keberhasilan dalam melakukan penyesuaian
di tandai dengan cara dan sikap yang konstruktif dalam menghadapi
konflik. Dalam menghadapi konflik perlu di bangun komunikasi yang
positif.
Komunikasi yang positif perlu dibangun untuk melakukan resolusi
konflik yang konstruktif. Komunikasi berperan penting untuk membangun
keintiman dan kedekatan pada pasangan. Ketika keintiman dan kedekatan
pasangan sudah terjalin, maka hal tersebut pertanda berlangsung baik
proses penyesuaian antara keduanya. Indikator yang ketiga adalah
31
yang jauh. Pola hubungan antara saudara kandung juga dipengaruhi oleh
cara orang tua dalam memperlakukan mereka. Perlakuan orang tua
terhadap anak dapat berpengaruh pada kecemburuan, gaya kelekatan, dan
harga diri yang pada gilirannya bisa menimbulkan distres pada hubungan
romantis di kemudian hari (Rauer & Volling, 2007).
Menurut Dunn (2002), pola hubungan antara saudara kandung
dicirikan oleh tiga karakteristik. Pertama, kekuatan emosi dan tidak
terhambatnya pengungkapan emosi tersebut. Emosi yang menyertai
hubungan dengan saudara dapat berupa emosi negatif maupun positif.
Kedua, keintiman yang membuat antar saudara kandung saling mengenal
secara pribadi. Keintiman ini dapat menjadi sumber dukungan maupun
konflik. Ketiga, adanya perbedaan sifat pribadi yang mewarnai hubungan
diantara saudara kandung. Sebagian memperlihatkan afeksi, kepedulian,
kerja sama, dan dukungan. Sebagian yang lain menggambarkan adanya
permusuhan, gangguan, dan perilaku agresif yang memperlihatkan adanya
ketidaksukaan satu sama lain.
Pada satu sisi saudara kandung dapat dianggap sebagai pesaing
dalam memanfaatkan sumber daya dari orang tua. Dalam perspektif ini
seorang anak dapat mengalami kemunduran perkembangan (regresi) yang
disebabkan oleh kelahiran adiknya. Regresi tersebut menjadi taktik bagi
anak untuk memperoleh bagian sumber daya yang lebih besar. Selain itu,
terdapat suatu kecenderungan bahwa orang tua akan menginvestasikan
sumber dayanya secara lebih besar pada anak sulung daripada anak yang
lahir kemudian.
Menurut Ihinger Tallman & Hsio (2003) saudara kandung
memiliki manfaat sebagai berikut :
a. Sebagai tempat uji coba (testing ground). Saat bereksperimen
dengan perilaku baru, anak akan mencobanya terhadap
saudaranya sebelum menunjukkan kepada orang tua atau teman
sebayanya.
35
A. Metodologi Penelitian
38
39
2019). Di sisi lain, Faqihuddin juga resah terhadap teori-teori gender atau
feminis dari barat yang terkesan galak sehingga tidak dapat diterima oleh
kalangan pesantren dan Muslim pada umumnya. Selain itu pula,
pemahaman keagamaan yang banyak diyakini terkesan masih sangat
patriarkis dan sering mendiskriminasi perempuan. Oleh karena itu
Faqihuddin merupakan satu dari sekian banyak orang yang mampu
menafsirkan bahwa Islam dan kesetaraan gender memiliki hubungan yang
sangat erat.
Qira’ah Mubadalah ini merupakan sebuah buku yang membahas
bagaimana memahami teks-teks nash (al-Qur’an dan Hadis) yang
menyangkut relasi laki-laki dan perempuan. Selain itu, Faqihuddin pun
merumuskan konsep kesetaraan gender dalam Islam dengan sebutan
Mubadalah yaitu dengan melakukan reinterpretasi terhadap ayat-ayat
Qur’an dan Hadis (Taufan, 2019). Faqihuddin meyakini bahwa ajaran
Islam pula ramah terhadap perempuan dan adil kepada laki-laki maupun
perempuan (Faqihuddin Abdul K., 2019). Akan tetapi kadang pembacaan
yang tidak utuh terhadap dalil-dalil atau ayat-ayat yang bersumber dari Al-
Qur’an dan Hadis seputar relasi laki-laki dan perempuan yang ditafsirkan
secara tekstualis sehingga hal tersebut yang menimbulkan ketidakadilan
dan dijadikan alat untuk menindas. Hal tersebut yang menjadi kegelisahan
Faqihuddin untuk melakukan pembacaan ulang terhadap dalil-dalil al-
Qur’an dan Hadis yang ramah terhadap laki-laki maupun perempuan
dengan tujuan untuk menciptakan kemaslahatan tanpa ada yang di
diskriminasi. Menciptakan relasi yang adil, berkesalingan, kemitraan, dan
kerja sama antara laki-laki dan perempuan.
Pada karyanya ini, Faqihuddin mendapat dukungan dan disambut
baik oleh banyak kalangan dan tokoh. Mulai dari aktivis perempuan,
kalangan pesantren, akademisi dan lain sebagainya. Seperti K.H Husein
Muhammad, Ibu Sinta Nuriyah Wahid, Nyai Badriyah Fayyumi, Mbak
Alissa Wahid, Ibu Nur Rofi’ah, K.H Marzuki Wahid dan masih banyak
lagi (Faqihuddin Abdul K., 2019). Buku Qira’ah Mubadalah ini berisi
44
45
46
a. Nusyuz
Nusyuz lebih sering dimaknai dengan pembangkangan istri
terhadap suami. Pemaknaan tersebut terkesan bahwa hanya istri
yang membangkang terhadap suami, sehingga tidak ada
pembangkangan suami terhadap istri. padahal pembangkangan
dapat terjadi oleh suami maupun istri. dalam Kompilasi Hukum
Islam (KHI) sendiri hanya ada pasal nusyuz istri yang tidak
melaksanakan kewajiban kepada suami, jika tanpa alasan di
anggap nusyuz. Pada hal tersebut artinya tidak seimbang dan perlu
dimaknai ulang secara mubadalah. Al-Qur’an sendiri membahas
nusyuz dari dua arah yaitu pada QS. An-Nisaa (4)): 34 tentang
nusyuz istri kepada suami dan QS. An-Nisaa (4): 128 membahas
nusyuz suami kepada istri. di dalam perspektif mubadalah, nusyuz
adalah kebalikan dari taa. Dimana keduanya bersifat resiprokal
karena suami ataupun istri dituntut untuk memiliki komitmen
bersama dalam menciptakan segala kebaikan dalam rumah tangga
(jalbu al-mashalih) dan menghindarkan segala keburukan darinya
(dar’u mafashid). Dengan demikian menurut perpektif mubadalah
nusyuz dapat terjadi oleh kedua belah pihak. Dalam kondisi
tersebut kemudia Allah menganjurkan untuk berdamai dan kembali
pada komitmen bersama antar keduanya.
b. Kekerasan
Dalam perspektif mubadalah segala jenis kekerasan atau
pemukulan bentuk apapun sangat tidak dianjurkan untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan dalam keluarga.
Faqihuddin Abdul K. mengutip dari perkataan Ibnu Hajar Al-
Asqallani bahwa pemukulan dapat menimbulkan sakit hati dan
kebencian. Karena hal ini bertentangan dengan prinsip pernikahan
yaitu berpasangan dan saling memperlakukan dengan baik.
Kekerasan dalam rumah tangga pula di tentang oleh negara dan
dijadikan sebagai sebagai regulasi yaitu UU penanggulangan
54
dicintai berupa sentuhan fisik). Saat ini, konsep dari Gary chapman tersebut
sudah banyak digunakan dan diterapkan oleh banyak orang termasuk pada
konsep mubadalah.
Dalam konsep mubadalahnya, faqihuddin mengadopsi konsep 5
bahasa kasih yang di cetuskan oleh Gary chapman, akan tetapi di elaborasi
menjadi konsep mubadalah yaitu bersifat timbal balik. Bahwa ekpresi cinta
tidak bisa satu arah, masing-masing pihak mengusahakan untuk memberi dan
menerima, melakukan dan meminta ekpresi cinta tersebut. Menurut
Faqihuddin sendiri "Ekspresi atau bahasa kasih adalah segala tindakan dan
ekspresi masing-masing, dari suami dan istri, terhadap pasangannya yang
dapat memupuk cinta kasih mereka berdua". Sebagaimana Gary Chapman,
ada 5 bahasa kasih dalam mubadalah, yaitu :
a. Waktu, bahasa cinta waktu dalam hal ini mengandung arti
kebersamaan dan menghabiskan waktu bersama keluarga.
Seseorang dengan bahasa cinta "waktu" selalu menginginkan
keberadaan pasangan atau anggota keluarga lainnya untuk
melewati kegiatan bersama, seperti nonton, makan bersama,
menghabiskan akhir pekan bersama, berwisata dan lain sebagainya.
Menurut Leman (2009) orang dengan bahasa cinta "waktu"
diperlukan juga keterlibatan penuh, perhatian, kontak mata, atau
yang biasa di sebut juga mindfullness. Jadi, tidak hanya keberadaan
fisik dalam melewati kegiatan bersama, akan tetapi hadir utuh dan
sadar penuh dalam keterlibatan tersebut.
b. Layanan, bahasa kasih layanan memiliki arti bahwa seseorang
yang membutuhkan layanan dari pasangan atau anggota
keluarganya. Seperti disiapkan pakaian atau makanan, diambilkan
minum, di antar, dan lain sebagainya yang membutuhkan
pelayanan. Seseorang dengan bahasa kasih layanan tentu saja harus
sesuai dengan kemampuan dan tidak memberatkan. Intinya, bahasa
kasih layanan ini seseorang yang menginginkan pasangan atau
66
C - Communication (komunikasi)
A - Awerennes (kesadaran)
CH - Choice (Pilihan)
O - Outcome (hasil)
a. C-communication (komunikasi)
Komunikasi merupakan langkah awal untuk melakukan konseling
relasi. Hal ini karena komunikasi dijadikan sebagai strategi untuk
membantu para konseli yaitu anggota keluarga agar dapat melihat
gambaran keluarganya sendiri dari berbagai sudut pandang. Masing-
74
dirasakan secara bersama pula. Jika perempuan sebagai istri, ini, maupun
anak, segala tindak-tanduknya dituntut bisa menjaga kehormatan keluarga
dan membawa kebaikan untuk mereka, maka hal yang sama juga kepada
laki-laki, baik sebagai suami, ayah maupun anak". Berdasarkan hal
tersebut, menurut analisis penulis, konsep mubadalah dapat digunakan
sebagai salah satu model konseling nonformal, karena terdapat unsur-
unsur konseling yang dapat dijadikan sebagai suatu pemecahan persoalan.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan melalui studi pustaka
(library research) mengenai model konseling Keluarga dalam perspektif
mubadalah sebagai upaya menciptakan relasi keluarga yang sehat, dapat
ditarik kesimpulan :
76
77
2. Bagi konselor
Perlu ada paradigma dan perspektif bagi konselor untuk
memasukkan perspektif adil gender dan konsep mubadalah dalam
proses konseling keluarga. Sehingga, konselor akan lebih mudah
mengidentifikasi persoalan yang dihadapi kliennya, terkait problem
mana yang timbul dari konstruksi sosial dan peran gender.
3. Bagi peneliti
Bagi peneliti bisa mengembangkan konseling yang berspektif
mubadalah dalam ranah konseling yang lain. Karena, dalam
penelitian ini, peneliti hanya menemukan model konseling
keluarganya saja. Barangkali, untuk ke depan dapat dikembangkan
bidang konseling lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku
Baron, R.A dan Donn Byrne. 2003. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga
Duvall & Logan. 1986. Marriage & family Development. New York :
Herper & Row Publisher
79
Ismawati, Esti. 2011. Metode Penelitian Pendidikan dan Sastra. Surakarta:
Yuma Pustaka.
80
R.H. Wiwoho. 2011. Reframing: Kunci Hidup Bahagia 24 Jam Sehari.
Jakarta: IndoNLP.
2. Jurnal/Skripsi/Tesis/Disertasi
81
Anggoro, Taufan. 2019. “Konsep Kesetaraan Gender dalam Islam: The
Concept of Gender Equality in Islam”, dalam Jurnal Afkaruna,
Vol. 15, No. 1.
82
3. Website
https://www.google.com/amp/s/amp.tirto.id/toxic-family-ketika-sikap-anggota-
keluarga-terasa-mencekik-djWL di akses pada tanggal 28 Februari 2021 jam
09:51.
https://www.hipwee.com/wedding/5-bahasa-kasih-gary-chapman-ilmu-mujarab-
untuk-lebih-menyayangi-pasangan-halalmu/ di akses pada 5 Juli 2021 jam 12.44
83