Anda di halaman 1dari 3

NEGERIKU SAYANG NEGERIKU MALANG

Karya : Suryatatik A Manan

Dulu negeriku terkenal


Negeri nyiur melambai
Negeri elok
Kaya sumber daya
Tanahnya subur
Pantainya indah
Gunungnya megah
Di atas minyak di bawah minyak
Hutan tropis berlapis-lapis
Ikan berenang bergerak riang
Masyarakatnya ramah
Senyumnya cerah

Sekarang
Negeriku sakit parah
Terlalu banyak beban
Terlalu banyak hutang
Terlalu banyak dikuras dan diperas
Tangan-tangan jahil yang ganas
Tak ada lagi keramahan dan senyuman yang ikhlas
Yang tinggal hanya kesemuan, kepalsuan dan
Kepura-puraan yang ditutup dengan warna-warnai pelangi
Yang berdaki

sei ladi, 3 Juli 2008, 23.20 wib


MELAYUKAH AKU

Karya : Suryatatik A Manan

Ape tande orang melayu


Tunjuk ajarnya menjadi penentu
Kepada orang tue hendaklah hormat
Supaye hidup menjadi selamat
Bahasenya santun
Lembut di telinge
Menyape dengan sebutan
Pok long, pak ngah dan pak busu
Itulah sebutan sayang orang melayu
Pak cik, mak cik, emak, bapajk, tok, nek, piot dan oneng
Juga panggilan melayu
Atang, awang, amat, daud, dolah, sti, timah, salmah dan bedah
Ini juge nama khas melayu
Sayang, sebutan dan panggilan itu
Sudah terkikis erosi globalisasi
Sehingga berganti menjadi
Uncle, anti, mami dan papi
Timah menjadi tince
Siti menjadi serly
Dolah menjadi delon
Daud menjadi david
Atan menjadi antoni
Kalau berade di tengah kote
Malu memakai bahasa ibunde
Semue nak mengaku orang kote
Tak ade yang nak jadi orang kampung
Tapi saat pemilihan kepala daerah
Semue berlombe-lombe mengaku anak asli daerah
Akulah si dolah itu, anak pak busu yang lahir di hari minggu
Sebetulnya tak tak susah membuktikan die melayu
Tak perlu test urine ataupun dna
Cukup tanyekan saje pertanyaan ini, "oi nak kemane tu,"
Tak ade jawabnya
Sedang ape? Tak ade, itu juga jawabnya
Ini sudah pasti melayu asli
JEMBATAN

Karya : Sutardji Calzoum


Bachri

Sedalam-dalam sajak takkan mampu menampung airmata bangsa.


Kata-kata telah lama terperangkap dalam basa-basi
dalam ewuh pekewuh dalam isyarat dan kilah tanpa makna.

Maka aku pun pergi menatap pada wajah berjuta.


Wajah orang jalanan yang berdiri satu kaki dalam penuh sesak bis kota.
Wajah orang tergusur. Wajah yang ditilang malang. Wajah legam
para pemulung yang memungut remah-remah pembangunan.
Wajah yang hanya mampu menjadi sekedar penonton etalase
indah di berbagai palaza. Wajah yang diam-diam menjerit
mengucap
tanah air kita satu
bangsa kita satu
bahasa kita satu
bendera kita satu !

Tapi wahai saudara satu bendera kenapa kini ada sesuatu


yang terasa jauh diantara kita? Sementara jalan jalan
mekar di mana-mana menghubungkan kota-kota, jembatan-jembatan
tumbuh kokoh merentangi semua sungai dan lembah
yang ada, tapi siapakah yang akan mampu menjembatani jurang
di antara kita ?

Di lembah-lembah kusam pada pucuk tulang kersang dan otot


linu mengerang mereka pancangkan koyak-moyak bendera hati
dipijak ketidakpedulian pada saudara. Gerimis tak ammpu
mengucapkan kibarnnya.
Lalu tanpa tangis mereka menyanyi
padamu negeri
airmata kami.

Anda mungkin juga menyukai