Anda di halaman 1dari 64

GAMBARAN PERESEPAN OBAT

UNTUK PASIEN ASMA RAWAT JALAN


DI KLINIK PADU SERASI DUMAI

HASIL LAPORAN TUGAS AKHIR

Oleh:

ANNISA JUWITA DALIMUNTHE


NIM : 2110121221009

AKADEMI FARMASI DWI FARMA


BUKITTINGGI
2023
HASIL PENELITIAN

GAMBARAN PERESEPAN OBAT


UNTUK PASIEN ASMA RAWAT JALAN
DI KLINIK PADU SERASI DUMAI

Oleh :

ANNISA JUWITA DALIMUNTHE


2110121221009

Telah disetujui dan Disahkan oleh :

Pembimbing

Apt. Dra. ‘Ainun Naim, M.Farm


NIDN :

i
PERSEMBAHAN

Segala Puji bagi Allah SWT sang penguasa alam semesta, yang telah memberikan kemudahan dan
kesehatan, memberikan segala yang dibutuhkan. Shalawat dan salam senantiasa ditujukan kepada
Rasulullah SAW.

“Ya Allah tidak ada kemudahan kecuali apa yang Engkau jadikan mudah. Sedang yang susah bisa
Engkau jadikan mudah, apabila Engkau menghendakinya “
(HR. Ibnu Hibban .2427).

Alhamdulillahirabbil‘alamiin…

Kupersembahkan karya yang sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi,

Teruntuk Ayahanda (Bapak Sahnan) tersayang terima kasih atas kasih sayang yang berlimpah dari mulai
dari kecil hingga dewasa ini, Lalu teruntuk Ibunda (Mama Yusfik) tersayang, terima kasih juga atas
limpahan doa yang tak berkesudahan. Serta segala hal yang telah mama lakukan, semua yang terbaik
dan dan selalu kasih support dalam keadaan apa pun.

Ucapan terima kasih kepada Adik (M.Ikhsan, Jefryansah) dan yang telah memberikan support kepada
kakak untuk menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini. Untuk sahabat (Ridha, Salmiah, Wina)
terimakasih telah membantu nisa, terimaksih sudah memberi support dan mendengar keluh kesahku,
Serta teman-teman ditempat aku bekerja, terimakasih atas support dan dukungan nya dalam aku
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

Kepada Pembimbing Nisa, Ibuk Apt. Dra. ‘Ainun Naim, M.Farm terima kasih banyak untuk semua
yang sudah Ibuk berikan kepada Nisa, nasehat, ilmu, teladan, bimbingan, itu semua sangat berharga
bagi Nisa dalam perjalanan membuat Laporan Tugas Akhir ini.

ii
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Annisa Juwita Dalimunthe lahir di Dumai, Provinsi Riau pada


tanggal 05 Maret 2000 yang merupakan anak pertama dari tiga
bersaudara dari pasangan Ayahanda Sahnan Marudin Dalimunthe
dan Ibunda Yusfik Elmi. Penulis mulai mengenal pendidikan
pertama kalinya di Taman Kanak-kanak ‘Aisyiyah Bustanul
Athfal Kota Dumai tahun 2006. Penulis mulai mengenal
pendidikan formal pertama kalinya di Sekolah Dasar Negeri
Binaan Khusus Kota Dumai dari tahun 2 0 0 7 - 2012.
Kemudian melanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4
Kota Dumai dari tahun 2013-2015 dan kemudian melanjutkan Pendidikan di SMK Farmasi
Ikasari Kota Dumai dari tahun 2016-2018. Penulis mulai bekerja di Klinik Rawat Inap &
Bersalin Padu Serasi Kota Dumai dari tahun 2018 Sampai Sekarang. Kemudian penulis
diterima di Akademi Farmasi Dwi Farma kota Bukittinggi tahun 2021 dan telah
menyelesaikan Laporan Tugas Akhir dengan bidang Pelayanan Kefarmasian, penulis
berhak menyandang gelar Ahli Madya Farmasi (A.Md. Farm) dengan bimbingan dari Ibuk
Apt. Dra. ‘Ainun Naim, M.Farm.

iii
KATA PENGANTAR

Assalammu’alaikum Wr. Wb

Bismillahirrahmanirrahim, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan

kesempatan penulis untuk mengemban amanah dalam menuntut ilmu. Shalawat dan salam

senantiasa tertuju pada Rasulullah SAW, yang telah membawa dan menuntun umatNya

menuju cahaya illahi. Atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan

Laporan Tugas Akhir dengan judul “GAMBARAN PERESEPAN OBAT UNTUK

PASIEN ASMA RAWAT JALAN DI KLINIK PADU SERASI DUMAI TAHUN

2023” diajukan dan dipertahankan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Diploma III di Akademi Farmasi Dwi Farma Bukittinggi.

Penulis berharap Laporan Tugas Akhir ini dapat memberikan wawasan dalam

perkembangan ilmu pengetahuan, terutama di bidang farmasi. Dalam penulisan Laporan

Tugas Akhir ini penulis mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah

memberikan bantuan, motivasi serta bimbingan baik moril maupun materil. Pada

kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Dra. ‘Ainun Naim, M.Farm, Apt selaku Direktur Akademi Farmasi Dwi Farma

Bukittinggi sekaligus Dosen Pembimbing saya selama saya meyelesaikan tugas akhir

yang telah banyak memberikan bimbingan, motivasi, nasehat sehingga Laporan Tugas

Akhir ini dapat terwujud.

2. Ungkapan rasa sayang dan terima kasih penulis persembahkan untuk kedua orang tua

tercinta atas doa, motivasi dan segenap rasa sayang yang tak terbatas, serta kekuatan

yang telah diberikan kepada penulis selama menjalankan pendidikan hingga Laporan

Tugas Akhir ini terwujud.

iv
3. Ungkapan rasa sayang dan terima kasih tiada tara penulis ucapkan kepada kedua

orangtua, adik serta sahabat, terima kasih atas segala perhatian, kasih sayang, dan

motivasi serta doanya. Terima kasih banyak telah menjadi bagian dari motivator yang

luar biasa sehingga penulis bisa menyelesaikan Laporan Tugas Akhir ini.

4. Teman-teman seperjuangan Mahasiswa/i Akademi Farmasi Dwi Farma angkatan 2021

serta semua pihak yang sudah banyak membantu penulis untuk menyelesaikan

penelitian dan penulisan Laporan Tugas Akhir ini.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Dumai, Juli 2023

Penulis

v
ABSTRAK

Asma adalah penyakit heterogen dengan inflamasi kronik pada saluran napas yang
melibatkan sel inflamasi didalamnya, yang akan merespon suatu trigger secara berlebih
sehingga menimbulkan gejala episodik seperti mengi, sesak napas, rasa tertekan di dada,
dan batuk (terutama pada pagi dan malam hari). Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk
mengetahui gambaran peresepan obat untuk pasien asma di Klinik Padu Serasi Dumai.
Metode penelitian ini dilakukan dengan metode retrospektif di Apotek Rawat Jalan Klinik
Padu Serasi Dumai selama periode bulan Juli sampai bulan Desember 2022. Instrumen
yang digunakan adalah lembar resep pasien asma dan lembar pengumpulan data resep
pasien. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode Random sampling. Jumlah sampel
yang memenuhi kriteria inklusi dari penelitian ini yaitu sebanyak 222 pasien. Berdasarkan
jenis kelamin dan usia, dari hasil penelitian yang telah dilakukan didapatkan persentase
(%) penggunaan obat pada pasien asma berdasarkan jenis kelamin perempuan sebanyak
122 pasien (54,95%) dan laki-laki sebanyak 100 pasien (45,05%), Berdasarkan umur
menunjukkan pasien terbanyak berada pada usia 56-65 tahun sebanyak 59 pasien
(26,58%). Berdasarkan pola terapi golongan obat, zat aktif obat bentuk sediaan obat
menunjukan persentase tertinggi sebanyak 31,98%. Yaitu Salbutamol. Sedangkan resep
obat asma kombinasi sebanyak 20,27%. Yaitu Salbutamol dan Methylprednisolon.

Kata Kunci: Asma, Obat Asma, Resep, Apotek Rawat Jalan

vi
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN.............................................................................................. i
PERSEMBAHAN............................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP PENULIS......................................................................................... iii
KATA PENGANTAR....................................................................................................... iv
ABSTRAK ........................................................................................................................ vi
DAFTAR ISI...................................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL............................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................................... x
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian.......................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................................... 6
2.1 Pengertian Asma........................................................................................................ 6
2.2 Etiologi....................................................................................................................... 6
2.3 Penatalaksanaan Asma............................................................................................... 10
2.4 Pelayanan Kefarmasian Klinik.................................................................................. 16
2.5 Resep.......................................................................................................................... 16
2.5.1 Pengertian Resep........................................................................................................ 16
2.5.2 Kerangka Konsep....................................................................................................... 17
2.5.3 Jenis-jenis Resep........................................................................................................ 17
2.5.4 Penulisan Resep......................................................................................................... 18
2.5.5 Bagian-Bagian Resep................................................................................................. 18
BAB III METODE PENELITIAN.................................................................................. 20
3.1 Jenis Penelitian .......................................................................................................... 20
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian.................................................................................... 20
3.3 Populasi dan Sampel.................................................................................................. 20
3.3.1 Populasi...................................................................................................................... 20
3.3.2 Sampel........................................................................................................................ 20

vii
3.3.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi....................................................................................... 20
3.3.3.1 Kriteria Inklusi........................................................................................................ 20
3.3.3.2 Kriteria Eklusi......................................................................................................... 21
3.3.4 Teknik Sampel........................................................................................................... 21
3.4 Definisi Operasional.................................................................................................. 22
3.5 Instrumen Penelitian.................................................................................................. 22
3.6 Teknik Analisa data................................................................................................... 22
3.7 Prosedur Penelitian.................................................................................................... 23
3.7.1 Pengurusan Surat Izin Penelitian............................................................................... 23
3.7.2 Pengambilan dan Pengumpulan Data........................................................................ 23
3.8. Analisis Data.............................................................................................................. 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................... 24
4.1 Hasil Penelitian ......................................................................................................... 24
4.2 Pembahasan................................................................................................................ 26
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................ 30
5.1 Kesimpulan ............................................................................................................... 30
5.2 Saran.......................................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 31
LAMPIRAN........................................................................................................................ 35

viii
DAFTAR TABEL

Tabel IV Jumlah Dan Persentase (%) Peresepan Obat Pada Pasien Asma
Berdasarkan Jenis Kelamin............................................................................ 24
Tabel V Jumlah Dan Persentase (%) Peresepan Obat Pada Pasien Asma
Berdasarkan Jenis Kelamin............................................................................ 24
Tabel VI Lembar Pengumpulan Data Peresepan Obat pada Pasien Terapi Asma
Berdasarkan Pola Terapi, Golongan Obat, Zat Aktif Obat, Bentuk Sediaan 25

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Contoh Lembaran Resep Obat Asma............................................................. 35


Lampiran 2 Foto Penelitian............................................................................................... 36
Lampiran 3 Peresepan Obat Pada Pasien Asma Berdasarkan Jenis Kelamin .................. 37
Lampiran 4 Penggunaan Obat Pada Pasien Asma Berdasarkan Umur ............................ 38
Lampiran 5 Peresepan Obat Pada Pasien Asma Berdasarkan Pola Terapi ...................... 39
Lampiran 6 Peresepan Obat Pada Pasien Asma Berdasarkan Pola Terapi Tunggal......... 40
Lampiran 7 Peresepan Obat Pada Pasien Asma Berdasarkan Pola Terapi Kombinasi..... 41

x
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan hal terpenting dalam kehidupan manusia karena dengan

tubuh sehat setiap individu mampu menjelaskan segala aktivitas kehidupan sehari – hari

dengan baik. Menurut undang – undang No 36 tahun 2009 tentang kesehatan, kesehatan

adalah keadaan sehat, baik cara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis [1].

Asma adalah penyakit heterogen dengan inflamasi kronik pada saluran napas yang

melibatkan sel inflamasi didalamnya, yang akan merespon suatu trigger secara berlebih

sehingga menimbulkan gejala episodik seperti mengi, sesak napas, rasa tertekan di dada,

dan batuk (terutama pada pagi dan malam hari). Perburukan episode asma yang dikenal

dengan eksaserbasi asma merupakan penyebab terbesar pasien masuk ke UGD dan

kejadiannya di Amerika mencapai 67 dari 10,000 pada tahun 2002 [2].

Selama kurun waktu 15 tahun terakhir kasus asma di negara maju dan negara

berkembang meningkat pesat. Asma menjadi lima besar penyebab kematian di dunia

karena prevalensinya mencapai 17,4%. (WHO, 2005). World Health Organization (WHO)

memperkirakan di tahun 2005 terdapat 255 ribu individu meninggal di dunia karena asma.

Hasil penelitian International Study on Asthma and Alergies in Childhood pada tahun 2005

juga menunjukkan bahwa prevalensi gejala penyakit asma melonjak dari sebesar 4,2%

menjadi 5,4% dan merupakan penyebab kematian ke delapan di Indonesia [3].

Prevalensi asma di Indonesia menurut hasil Riskesdas (2013) masih menempati

angka yang tertinggi untuk kategori penyakit tidak menular, yaitu sebesar 4,5%. Angka ini

1
didominasi oleh klien perempuan dengan usia serangan terbanyak adalah klien yang

berusia kurang dari 40 tahun. Asma merupakan penyakit yang dapat menyebabkan

morbiditas yang signifikan dan mempengaruhi kualitas hidup klien, kondisi ini, akan

membebankan beban yang signifikan pada sistem perawatan kesehatan. Oleh karena itu

diperlukan penanganan atau manajemen asma yang tepat agar dapat menurunkan beban

pada sistem perawatan kesehatan tersebut [4].

Faktor risiko terjadinya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu dan faktor

lingkungan. Faktor pejamu yaitu faktor predisposisi genetik yang mempengaruhi

berkembangnya asma pada suatu individu, berupa genetik asma, riwayat alergi (atopi),

hipereaktivitas bronkus, jenis kelamin dan ras, sedangkan faktor lingkungan yaitu faktor

yang mempengaruhi suatu individu dengan predisposisi asma untuk berkembang menjadi

asma dan menyebabkan terjadinya eksaserbasi serta gejala asma yang menetap. Faktor

lingkungan ini berupa alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara,

infeksi pernapasan (virus), diet, status sosialekonomi dan besarnya keluarga [5]. Paparan

asap rokok selama masa kehamilan meningkatkan kemungkinan terjadinya wheezing pada

bayi. Pada orang dewasa yang menderita asma, merokok dapat meningkatkan derajat

keparahan asma, dan menurunkan respon terhadap penggunaan kortikosteroid inhalan [6].

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan mempertahankan

kualitas hidup agar pasien asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan

aktivitas sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma adalah menghilangkan dan

mengendalikan gejala asma, mencegah eksaserbasi akut, meningkatkan dan

mempertahankan faal paru seoptimal mungkin, mengupayakan aktivitas normal termasuk

exercise, menghindari efek samping obat, mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara

(airflow limitation) ireversibel dan mencegah kematian karena asma [7].

2
Klinik Padu Serasi merupakan salah satu Klinik yg terletak di Kota Dumai yg

termasuk dalam Kecamatan Dumai Kota berada di Jl Jend Sudirman No. 188 . Klinik Padu

Serasi Kota Dumai memiliki 1 Apotek untuk pelayanan farmasi pasien rawat jalan dan

rawat inap. Di Klinik Padu Serasi terdapat praktek Dokter Umum yaitu, dr. Ahmad Efendi,

dr. Herman, dr. Suwisman, dr. Risti Nori Anoem, dr. Harry Oxantoriza. Di Klinik Padu

Serasi terdapat beberapa pasien yang setiap harinya di tangani oleh para dokter salah

satunya adalah asma, asma lebih sering ditangani oleh dokter baik itu pasien asuransi

maupun non asuransi. Penatalaksanaan asma dapat dilakukan dengan penggunaan obat

demi tercapainya kualitas Kesehatan, pasien yang telah berkonsultasi dengan dokter akan

mendapatkan resep untuk di tebus di bagian apotek.

Penelitian dengan judul Gambaran Peresepan Obat untuk Pasien Asma Rawat Jalan

di Klinik Padu Serasi Dumai ini diambil karena melihat banyaknya masyarakat yang

menderita asma. Hal ini disebabkan karena keturunan, alergi, dan lingkungan yg kotor.

Pemilihan Klinik Padu Serasi Kota Dumai sebagai tempat penelitian mengenai

peresepan obat pada pasien asma belum pernah dilakukan penelitian, sehingga dengan

adanya penelitian dapat menjadi bahan pertimbangan bagi tenaga kesehatan untuk

memberikan pengobatan kepada pasien sehingga tercapai keberhasilan terapi yang optimal.

Oleh karena itu, dengan adanya uraian diatas peneliti tertarik untuk mengambil judul

“Gambaran Peresepan Obat untuk Pasien Asma Rawat Jalan di Klinik Padu Serasi

Dumai.”

Salah satu wujud pelayanan Kesehatan masyarakat adalah pelayanan obat.

Pelayanan obat-obatan kepada penderita, merupakan salah satu tahap dari system

pelayanan Kesehatan di rumah sakit. Ketepatan penggunaan obat merupakan salah satu

komponen utama yang menentukan kwalitas pelayanan Kesehatan. Oleh karena itu

3
informasi obat haruslah diperhatikan agar terapi berhasil. Keberhasilan suatu terapi tidak

hanya tergantung pada diagnosa dan pemilihan obat yang tepat, tetapi masih tergantung

kepatuhan pasien dan hal-hal yang terkait dengan obat yang diminum.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran peresepan obat pada pasien Asma Rawat Jalan di Klinik

Padu Serasi Dumai?

1.3 Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran peresepan obat untuk pasien asma di Klinik Padu

Serasi Dumai periode Juli-Desember 2022.

2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui karakteristik pasien, yang meliputi prosentase :

a. Umur

b. Jenis kelamin

2. Untuk mengetahui karakteristik obat, yang meliputi prosentase :

a. Golongan obat

b. Generik dan non generik obat

c. Pemberian secara tunggal atau kombinasi

1.4 Manfaat Penelitian

1. Bagi Klinik

Menjadi bahan masukan bagi Klinik mengenai peresepan obat Asma yang

sesuai

2. Bagi Peneliti

Memberikan ilmu pengetahuan tentang peresepan obat Asma, dan dapat juga

4
dijadikan pedoman bagi penelitian selanjutnya

3. Bagi Masyarakat

Menambah wawasan dan sebagai informasi kesehatan mengenai obat Asma

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Pengertian Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronis pada saluran nafas. Inflamasi kronik

menyebabkan peningkatan hiperresponsif jalan nafas yang menimbulkan gejala episodik

berupa mengi, sesak nafas, dada terasa berat dan batuk-batuk terutama malam atau dini

hari [8].

Asma adalah suatu keadaan klinik yang ditandai dengan terjadinya penyempitan

bronkus yang berulang namun reversibel, dan diantara episode penyempitan bronkus

tersebut terdapat keaadaan ventilasi yang lebih normal. Keadaan ini pada orang yang

rentan terkena asma mudah ditimbulkan oleh berbagai rangsangan , yang menandakan

suatu keadaan hiperaktivitas bronkus yang khas.

Perubahan jaringan pada asma tanpa komplikasi terbatas pada bronkus dan terdiri

dari spasme otot polos, edema mukosa, dan infiltrasi sel-sel radang yang menetap dan

hipersekresi mukus yang kental. Penyempitan saluran pernapasan dan pengelupasan sel

epitel siliaris bronkus kronis yang dalam keadaan normal membantu membersihkan mukus

dapat menghambat mobilisasi sekresi lumen.

1.2 Etiologi

Dari sudut etiologik, asma merupakan penyakit heterogenosa. Berdasarkan stimuli

yang menyebabkan asma, dua kategori timbal balik dapat dibagi menjadi 3 yaitu :

a. Asma ekstrinsik imunologik

b. Asma intrinsik imunologik

c. Asma gabungan

6
Asma mempunyai karakteristik gabungan dari bentuk alergik dan non-alergik. Ada

beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya se-rangan asma

bronkhial, yaitu :

1) Faktor Predisposisi

Faktor ini bersifat genetik, yang mana diturunkan adalah bakat alerginya,

meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya secara jelas. Penderita

dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga menderita

penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena

penyakit asma bronchiale jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu

hipersensitifisitas saluran pernafasannya juga bisa diturunkan [9].

2) Faktor Presipitasi

Faktor ini di sebabkan karena ada pemicunya, faktor pencetus dapat

digolongkan menjadi faktor pencetus dari luar tubuh dan dalam tubuh. Yang termasuk

faktor pencetus dari dalam tubuh yaitu infeksi saluran nafas, stres, stres psikis,

aktivitas, olahraga, maupun emosi berlebihan. Faktor pencetus dari luar tubuh yaitu

debu (debu rumah), serbuk bunga, bulu binatang, zat makanan, minuman, obat tertentu,

zat warna, bau-bauan, bahan kimia, polusi udara, serta perubahan cuaca atau suhu [10].

a. Tipe-tipe Asma

1) Ekstrinsik (atopic) yaitu asma yang terjadi pada kelompok usia muda/anak-anak

yang siap membentuk antibody terhadap allergen. Pasien biasanya sensitive

terhadap factor yang berbeda-beda. Contohnya alergi terhadap protein, tepung sari,

spora jamur, debu, dan lain-lain [11].

2) Instrinsik (Non atopic) yaitu asma yang cenderung pada kelompok usia tua sebagai

suatu keadaan kronik. Asma ini penyebabnya tidak jelas. Tipe asma ini merupakan

7
gabungan dari infeksi broncus dan bronchitis kronik [11].

b. Patofisiologi Asma

Hiperesponsivitas pada saluran nafas dan keterbatasan aliran udara ke paru-paru

merupakan dua manifestasi utama dari gangguan fungsi paru pada penderita asma.

Komponen penting asma yang mendasari ketidakstabilan saluran nafas adalah adanya

respon bronkokontriksi terhadap bermacam stimulus aksogen maupun endogen akibat

dari hiperesponsivitas saluran nafas tercermin pada peningkatan variasi dari ukuran

saluran nafas. Episode berulang dari keterbatasan aliran udara pada asma mempunyai

empat bentuk, masing-masing berhubungan dengan respon inflamasi saluran nafas

[11].

c. Faktor resiko terjadinya Asma

Risiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host

factor) dan faktor lingkungan. Faktor pejamu tersebut adalah predisposisi genetik

asma, alergi, hipereaktifitas bronkus, jenis kelamin, ras atau etnik [7]. Sedangkan

faktor lingkungan yang dapat memicu terjadinya asma, yaitu :

1) Alergen didalam ruangan seperti tungau, debu rumah, kucing, jamur dan lain-lain

2) Alergen diluar ruangan seperti alternaria dan tepung sari

3) Makanan seperti bahan penyedap, bahan pengawet, pewarna makanan, kacang,

makanan laut, susu sapi dan telur

4) Obat-obatan tertentu misalnya golongan aspirin, NSAID, β bloker dan lain-lain

5) Bahan yang mengiritasi contohnya parfum

6) Emosi yang berlebihan

7) Asap rokok yang berasal dari perokok aktif dan pasif

8) Polusi udara di dalam maupun diluar ruangan

8
9) Melakukan aktifitas tertentu yang dapat menimbulkan kekambuhan asma

10) Perubahan cuaca [12]

d. Gejala

Gejala asma dapat terjadi secara berulang dengan tanpa terapi. Gejala awal

berupa batuk terutama pada malam atau dini hari, sesak napas dan napas berbunyi

(mengi) yang terdengar jika pasien menghembuskan napasnya rasa berat di dada dahak

sulit keluar. Gejala yang berat adalah keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa.

Sedangkan gejala berat berupa serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan

tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit tidur

dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk dan kesadaran menurun [7].

e. Diagnosis

Diagnosis asma dilakukan berdasarkan gejala yang bersifat episodik,

pemeriksaan fisiknya dijumpai napas menjadi cepat dan dangkal dan terdengar bunyi

mengi pada pemeriksaan dada (pada serangan sangat berat biasanya tidak lagi

terdengar mengi, karena pasien sudah lelah untuk bernapas). Pemeriksaan fungsi paru,

yang dapat diperiksa dengan spirometri atau peak expiratory flow meter merupakan hal

yang penting. Spirometri adalah mesin yang dapat mengukur kapasitas vital paksa

(KVP) dan volume ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) [7].

Pendiagnosisan asma dapat juga didasarkan pada anamnesis, tanda-tanda klinik

dan pemeriksaan tambahan.

1) Pemeriksaan anamnesis keluhan episodik batuk kronik berulang, mengi, sesak

dada, kesulitan bernafas

2) Faktor pencetus (inciter) dapat berupa iritan (debu), pendinginan saluran nafas,

alergen dan emosi, sedangkan perangsang (inducer) berupa kimia, infeksi dan

9
alergen

3) Pemeriksaan fisik sesak nafas (dyspnea), mengi, nafas cuping hidung pada saat

inspirasi (anak), bicara terputus putus, agitasi, hiperinflasi toraks, lebih suka posisi

duduk. Tanda-tanda lain sianosis, ngantuk, susah bicara, takikardia dan hiperinflasi

torak

4) Pemeriksaan uji fungsi paru sebelum dan sesudah pemberian metakolin atau

bronkodilator sebelum dan sesudah olahraga dapat membantu menegakkan

diagnosis asma [13]

f. Klasifikasi

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, berat penyakit dan pola

keterbatasan aliran udara. Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi

pengobatan dan perencanaan penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma

semakin tinggi tingkat pengobatannya [7].

1.3 Penatalaksanaan Asma

Penatalaksanaan asma berfungsi untuk mengontrol penyakit. Asma dikatakan

terkontrol bila gejala minimal termasuk gejala malam, tidak ada keterbatasan aktivitas

termasuk exercise, kebutuhan bronkodilator (minimal (idealnya tidak diperlukan), efek

samping obat minimal dan tidak ada kunjungan ke unit gawat darurat [7].

a. Terapi non-Farmakologi

1) Edukasi pasien

Edukasi kepada pasien atau keluarga bertujuan untuk meningkatkan

pemahaman mengenai penyakit asma meningkatkan keterampilan penanganan

penyakit asma, meningkatkan kepuasan, meningkatkan rasa percaya diri,

meningkatkan kepatuhan dan penanganan mandiri, membantu pasien agar dapat

10
melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma. Bentuk pemberian edukasi yang

dapat diberikan berupa ceramah, latihan atau training, supervisi, diskusi, tukar

menukar informasi (sharing of information group), film atau video presentasi,

Leaflet, brosur dan buku bacaan [7].

Komunikasi yang baik adalah kunci kepatuhan pasien, upaya meningkatkan

kepatuhan pasien dilakukan dengan :

a) Edukasi dan mendapatkan persetujuan pasien untuk setiap tindakan/penanganan

yang akan dilakukan. Jelaskan sepenuhnya kegiatan tersebut dan manfaat yang

dapat dirasakan pasien

b) Tindak lanjut (follow-up). Setiap kunjungan, menilai ulang penanganan yang

diberikan dan bagaimana pasien melakukannya. Bila mungkin kaitkan dengan

perbaikan yang dialami pasien (gejala dan faal paru)

c) Menetapkan rencana pengobatan bersama-sama dengan pasien

d) Membantu pasien/keluarga dalam menggunakan obat asma

e) Identifikasi dan atasi hambatan yang terjadi atau yang dirasakan pasien,

sehingga pasien merasakan manfaat penatalaksanaan asma secara konkret

f) Menanyakan kembali tentang rencana penganan yang disetujui bersama dan

yang akan dilakukan, pada setiap kunjungan

g) Mengajak keterlibatan keluarga [7]

Pertimbangkan pengaruh agama, kepercayaan, budaya dan status

sosioekonomi yang dapat berefek terhadap penanganan asma

2) Pengukuran peak flow meter Perlu dilakukan pada pasien dengan asma sedang

sampai berat. Pengukuran Arus Puncak Ekspirasi (APE) dengan Peak Flow Meter

ini dianjurkan pada :

11
a) Penanganan serangan akut di gawat darurat, klinik, praktek dokter dan oleh

pasien di rumah

b) Pemantauan berkala di rawat jalan, klinik dan praktek dokter

c) Pemantauan sehari-hari di rumah, idealnya dilakukan pada asma persisten usia

di atas > 5 tahun, terutama bagi pasien setelah perawatan di rumah sakit, pasien

yang sulit/tidak mengenal perburukan melalui gejala padahal berisiko tinggi

untuk mendapat serangan yang mengancam jiwa [7]

b. Terapi Farmakologi atau Terapi Obat

1) Bronchodilator

Broncodilator mengarah pada obat yang mempunyai efek mendilatasi atau

relaksasi bronkus. Obat ini sering digunakan sebagai antiasma. Bronkokontriksi

dapat terjadi karea perangsangan para simpatik atau hambatan simpatik di bronkus.

Pada kasus asma perangsangan terjadi karena meningkatnya kepekaan bronkus

terhadap rangsangan [14].

a) Agonis β-adrenergik (β-mimetika) mekanisme kerjanya adalah melalui

stimulasi reseptor β2 yang banyak terdapat di trachea (batang tenggorokan) dan

bronchi, yang menyebabkan aktifasi dari adenilsiklase. Enzim ini memperkuat

pengubahan adenosintrifosfat (ATP) yang kaya enersi menjadi cyclic-

adenosine-monophosphate (cAMP) dengan pembebasan enersi yang digunakan

untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya kadar cAMP di dalam

menghasilkan beberapa efek melalui enzim fosfokinase, bronchodilatasi dan

penghambatan pelepasan mediator oleh mastcells [15].

Penggunaannya semula sebagai monoterapi kontinu, yang ternyata

secara berangsur meningkatkan HRB dan akhirnya memperburuk fungsi paru,

12
karena tidak menanggulangi peradangan dan peningkatan kepekaan itu alergen

pada pasien alergis [15].

Contoh obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah adrenalin,

efedrin, asthma soho, betaflu, bufakris, citobron, coparcetin, amtusin, fimoten,

flucetin, flukol x-tra, ifasma, mediasma, neo asma, neo napacin, neo ultradin,

novatusin dan lain sebagainya [16].

b) Beta2-mimetika merupakan reseptor yang terdapat di bronkus jika dirangsang

akan menyebabkan dilatasi. Inilah alasan mengapa beta2-mimetika digunakan

untuk terapi asma. Perangsang reseptor β ada 2, yaitu yang selektif dan non

selektif. Yang selektif hanya merangsang reseptor β2 saja, yang tidak selektif

merangsang baik reseptor β2 dan β1.

Contoh obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah

salbutamol, salmeterol, albuterol, fenoterol dan terbutalin, asmacel, asmacon,

bronchosal, combivent, fatrolin, grafalin, lasal, pritasma, salbuven, ventolin,

vitrolin, flutias, astherin, bricasma, forasma, lasmalin, neosma, terasma,

berodual, berotec dan lain sebagainya [17].

2) Antikolinergik

Indeks terapi antikolinergik tidaklah luas digunakan untuk terapi asma atau

bronkodilator, meskipun berefek dilatasi bronkus. Hal ini disebabkan karena efek

sampingnya lebih banyak dibandingkan bronkodilator yang lain. Obat golongan ini

baru diberikan jika obat-obat lain kurang efektif atau hanya sebagai tambahan pada

agonis beta-2 [14]. Contoh obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah

ipratropium bromida, atrovent, berodual, combivent, farbivent dan lain sebagainya.

13
3) Derivat-ksantin

Zat atau obat yang termasuk golongan xantin yang digunakan dalam klinik

adalah kafein, teobromin dan teofilin. Zat tersebut berasal dari tanaman teh, kopi

atau koka. Dari golongan xantin hanya teofilin yng dimanfaatkan sebagai

bronkodilator [14]. Contoh obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah

aminofilin, teofilin, brondilex elixir, bufabron, asmadex, asma solon, bromedin dan

lain sebagainya [16].

4) Kortikosteroid

Efek utama dari kortikosteroid dalam terapi asma adalah menghambat

inflamasi yang terjadi di saluran pernapasan. Steroid digunakan terutama jika

bronkodilator lain sudah kurang efektif. Kortikosteroid dapat diberikan secara oral,

inhalasi dan secara injeksi [14]. Cara kerja dari kortikostroid yaitu dengan daya anti

radang ini berdasarkan blokade enzim fosfolipase-A2, sehingga pembentukan

mediator peradangan prostaglandin dan leukotrien dari asam arachidonat tidak

terjadi. Lagi pula pelepasan asam ini oleh mastcells juga dirintangi.

Singkatnya kortikosteroida menghambat mekanisme kegiatan alergen yang

melalui IgE dapat menyebabkan degranulasi mastcells, juga meningkatkan

kepekaan reseptor β2 hingga efek β-mimetika diperkuat [15]. Contoh obat-obatan

yang termasuk dari golongan ini adalah prednison, deksametason, beklometason

dan triamsinolon, amtocort, kenacort, ketricin, omenacort, tremacrort, trilac,

ziloven, prednisolon, borraginol-s, hexacort, inflason dan lain sebagainya [17].

5) Antihistamin

Histamin adalah zat yang secara alamiah terdapat dan tersebar luas

diseluruh tubuh. Tempat penyimpanan utamanya adalah di sel mast dan basofil.

14
Kerja histamn diperantarai oleh 2 reseptor, yaitu reseptor H1 dan H2. Reseptor H2

kebanyakan terdapat di usus halus, bronkus dan sel pariental lambung. Histamin

yang dilepaskan sel mast atau basofil akan berinteraksi dengan reseptornya

menimbulkan gejala rhinitis [14].

Antihistamin sering digunakan untuk terapi alergi atau rhinitis. Obat-obat

ini memblokir reseptor histamin dan dengan demikian mencegah efek

bronkokontriksinya. Antihistamin memberikan efek yang terbatas dan kurang

memuaskan untuk penderita asma, karena antihistamin tidak melawan efek

bronkokontriksi dari mediator lain yang dilepaskan mastcells. Banyak antihistamin

juga memiliki daya antikolinergis dan sedatif, mungkin inilah sebabnya mengapa

samapai saat ini masih banyak digunakan pada terapi pemeliharaan [15].

Contoh obat-obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah ketotifen,

astifen, dartifen, ditensa, intifen, maselaten, nortifen, pehatifen, prevas, profilas,

tosma, zaditen, akrivastin, astemizol, deksklorfeniramin maleat, difenhidramint,

loratadin, cetirin dan lain sebagainya [16].

6) Zat-zat Antileukotrien (LT)

Leukotrin turut menimbulkan bronkokontriksi dan sekresi mukus pada

pasien asma. Akhir-akhir ini para ilmuan telah mengembangkan obat-obat baru,

yaitu antagonis leukotrin yang bekerja spesifik dan efektif pada terapi pemeliharan

terhadap asma. Kerja leukotrien bisa berdasarkan penghambatan sintesa LT dengan

jalan blokade enzim lipoksigenase atau berdasarkan penempatan reseptor LT

dengan LT C4/D4-blockers [15].

Beberapa contoh obat yang termasuk dalam golongan adalah setirizin,

loratadin, azelastin (Astelin), ebastin, zafirlukat, monstelukast, pranlukast, accolate

15
dan lain sebagainya [15].

1.4 Pelayanan Kefarmasian Klinik

Pelayanan farmasi klinik di Apotek merupakan bagian dari Pelayanan Kefarmasian

yang langsung dan bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan Sediaan Farmasi,

Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien [18].

Pelayanan farmasi klinik meliputi:

a. Pengkajian dan pelayanan resep

b. Dispensing

c. Pelayanan Informasi Obat(PIO) )

d. Konseling

e. Pelayanan Kefarmasian di rumah (home pharmacycare)

f. Pemantauan Terapi Obat(PTO)

g. Monitoring Efek Samping Obat(MESO)

1.5 Resep

1.5.1 Pengertian Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter hewan

kepada Apoteker, baik dalam bentuk kertas maupun elektronik untuk menyediakan

dan menyerahkan sediaan farmasi dan atau alat kesehatan bagi pasien [19]. Resep

asli tidak boleh diberikan kembali setelah obatnya diambil oleh pasien, hanya dapat

diberikan copy resep atau salinan resep. Resep asli tersebut harus disimpan

diapotek dan tidak boleh diperlihatkan kepada orang lain kecuali diminta oleh :

a. Dokter yang menulisnya atau yang merawatnya

b. Pasien yang bersangkutan

16
c. Pegawai (kepolisian, kehakiman, kesehatan) yang ditugaskan untuk memeriksa

d. Yayasan dan lembaga lain yang menanggung biaya pasien

Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe = ambillah. Dibelakang

tanda ini biasanya baru tertera nama dan jumlah obat. Umumnya resep ditulis dalam

bahasa latin. Jika tidak jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan kepada

dokter penulis resep tersebut [20].

1.5.2 Kerangka Konsep

Klinik Padu Serasi

Resep Asma

Karakteristik Pasien Karakteristik Obat

1. Jenis Kelamin 1. Golongan obat


2. Umur Pasien 2. Pemberian obat secara
tunggal atau kombinasi

Persentase

1.5.3 Jenis-Jenis Resep

Beberapa jenis resep yang berlaku di pelayanan kefarmasian, antara lain yaitu :

1. Resep standar (Resep Officinalis/ Pre Compounded), yaitu resep yang komposisinya

telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku farmakope atau buku standar lainnya

17
2. Resep magistrales (Resep Polifarmasi/ Compounded), yaitu resep yang sudah

dimodifikasi atau diformat oleh dokter yang menulis. Resep ini dapat berupa campuran

atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik terlebih dahulu

3. Resep medicinal, yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang

maupun generik, dalam pelayanannya tidak mengalami peracikan

4. Resep obat generik, yaitu penulisan resep obat dengan nama generik dalam bentuk

sediaan dan jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak mengalami peracikan

[21].

1.5.4 Penulisan Resep

Resep adalah wujud akhir kompetensi dokter dalam medical care, mengaplikasikan

ilmu pengetahuan-keahlian dan keterampilannya dibidang farmakologi dan terapeutik

kepada pasien. Secara teknis resep artinya pemberian obat secara tidak langsung, ditulis

jelas dengan tinta, tulisan tangan, maupun elektronik pada kop resep resmi kepada pasien,

format, dan kaedah penulisan sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Permintaan

tersebut disampaikan kepada farmasis/ apoteker agar diberikan obat dalam bentuk sediaan

dan jumlah tertentu sesuai permintaan kepada pasien yang berhak. Sebagian obat tidak

dapat diberikan langsung kepada pasien atau masyarakat melainkan harus melalui

peresepan oleh dokter. Berdasarkan keamanan penggunaannya, obat dibagi dalam dua

golongan yaitu obat bebas (OTC= Over The Counter) dan Ethical (obat narkotika,

psikotropika dan keras), dimana masyarakat harus menggunakan resep dokter untuk

memperoleh obat Ethical [21].

1.5.5 Bagian-Bagian Penulisan Resep

Resep harus ditulis dengan lengkap, supaya dapat memenuhi syarat untuk

dibuatkan obatnya di Apotek. Resep yg lengkap terdiri dari:

18
a. Inscriptio

Nama dokter, No.SIP, alamat/No.telepon/kota/tempat/tanggal penulisan resep. Sebagai

identitas dokter penulis resep.format inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit

berbeda dengan resep pada praktek pribadi

b. Invocation

Permintaan tertulis dokter dengan singkatan latin “R/= recipe” artinya ambillah atau

berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di apotek

c. Prescriptio/Ordonatio

Nama obat dan jumlah obat serta bentuk sediaan yang diinginkan

d. Signatura

Tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu pemberian harus

jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan terapi

e. Subscriptio

Tanda tangan/paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan keabsahan resep

tersebut

f. Pro (Peruntukan)

Dicantumkan nama dan umur pasien, teristimewanya untuk obat narkotika [22].

19
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif , yaitu penelitian dengan tujuan

untuk mendapatkan gambaran secara realita dan obyektif atau keadaan yang sebenarnya

terjadi dalam masyarakat [23]. Pengambilan data dilakukan dengan metode retrospektif

dengan resep-resep yang ada di Apotek Rawat Jalan Klinik Padu Serasi Dumai.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Klinik Padu Serasi Kota Dumai pada bulan

Desember 2022 – Mei 2023.

3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut [24].

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh resep pasien yang menerima

obat asma di Apotek Rawat Jalan Klinik Padu Serasi Dumai mulai dari anak-anak hingga

dewasa periode Juli-Desember 2022.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi [24].

Dalam penelitian ini sampel yang digunakan adalah sebagian resep pasien asma di Apotek

Rawat Jalan Klinik Padu Serasi Dumai mulai dari anak-anak hingga dewasa periode Juli-

Desember 2022.

3.3.3 Kriteria Inklusi dan Eksklusi

3.3.3.1 Kriteria Inklusi

20
1. Resep dari pasien yang terdiagnosa asma yang berobat di Klinik Padu Serasi

Dumai

2. Resep dari pasien yang berusia 6 tahun ke atas

3. Resep dari pasien yang lengkap (Jenis kelamin, umur, pola terapi, golongan

obat dan bentuk sediaan)

3.3.3.2 Kriteria Eksklusi

1. Resep dari pasien yang menderita asma yang di bawah umur 6 tahun

2. Resep dari pasien yang sedang hamil dan menyusui

3. Resep dari pasien yang menderita komplikasi penyakit pernapasan lain seperti

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), tuberkulosis (TB), kanker paru,

pneumonia, infeksi saluran napas atas dan lain-lain

3.3.4 Teknik Sampel

Teknik pengambilan sampel adalah random sampling, pada penelitian ini dengan

menggunakan rumus Slovin. Slovin mengajukan cara pengambilan sampel dengan rumus

sebagai berikut

𝑁
𝑛 =1 + 𝑁 (𝑒)2

𝑛 : ukuran sampel / jumlah sampel


𝑁 : jumlah N elemen atau anggota populasi = 500
𝑒 : error level (tingkat kesalahan) = 5% atau 0,05

Jadi besar sampel yang diambil adalah :

n= 500
1 + 500 (0.05)2

500
n=
1 + 500 (0.0025)

500
n= 1 + 1,25

21
n= 222,222

n = 222
3.4 Definisi Operasional

Operasional adalah suatu penjelasan mengenai variabel yang dirumuskan

berdasarkan karakteristik-karakteristik yang ada sebagai dasar dalam memperoleh data

[25].

1. Gambaran peresepan obat meliputi :

a. Jenis kelamin adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan pada pasien yg

menjalani pengobatan asma

b. Umur adalah pasien yg menjalani pengobatan asma berusia 6 tahun ke atas

 Usia 5-11 tahun masa kanak-kanak

 Usia 12-16 tahun masa masa remaja awal

 Usia 17-25 tahun masa remaja akhir

 Usia 26-35 tahun masa dewasa awal

 Usia 36-45 tahun masa dewasa akhir

 Usia 46-55 tahun masa lansia awal

 Usia 55-65 tahun masa lansia akhir

c. Pola terapi adalah obat yg diberikan kepada pasien berupa obat tunggal maupun

obat yg sudah dikombinasikan

d. Golongan obat adalah jenis obat asma untuk mengurangi munculnya serangan

asma seperti Agonis beta-2, Kortikosteroid

e. Zat aktif obat adalah Zat yang membuktikan terbukti memberikan efek

farmakologis pada tubuh manusia dalam dosis tertentu.

22
f. Bentuk sediaan adalah sediaan farmasi dalam bentuk tertentu yg diberikan

kepada pasien berupa nebules, tablet dan syrup

2. Pasien asma adalah pasien yang menderita penyakit asma yang melakukan pengobatan

ke Klinik Padu Serasi Dumai

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini dalah resep dan lembar

pengumpulan data pada pasien yang mendapatkan obat asma di Klinik Padu Serasi Dumai.

3.6 Teknik Analisa Data

Analisis data menggunakan analisis univariate yaitu analisis yang bertujuan untuk

menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Pada umumnya

dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan presentase dari tiap

variabelnya serta dilakukan perhitungan persentase dan disajikan dalam bentuk tabel dan

diagram [26].

1. Demografi pada pasien :

a. Jenis Kelamin

b. Umur

2. Data peresepan obat pada pasien.

Jumlah dan persentase (%) peresepan obat pada pasien Asma berdasarkan pola terapi,

golongan obat, zat aktif obat, bentuk sediaan

3.7 Prosedur Penelitian

3.7.1 Pengurusan Surat Izin Penelitian

Pengurusan izin penelitian dimulai dengan mengurus surat pengantar izin penelitian

di bagian administrasi Akademi Farmasi Dwi Farma Bukit Tinggi, dilanjutkan dengan

23
pengurusan surat izin penelitian ke Bagian Umum Tata Usaha pada Klinik Padu Serasi

Dumai Jl. Jend Sudirman No. 188 Kota Dumai, untuk memperoleh izin melakukan

penelitian di Klinik Padu Serasi Dumai. Selanjutnya setelah mendapat surat izin penelitian

dari Tata Usaha, surat izin penelitian tersebut kemudian dibawa ke Apotek Rawat

Jalan Padu Serasi Dumai untuk memperoleh persetujuan pengambilan data.

3.7.2 Pengambilan dan Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data pada penelitian ini secara retrospektif. Data yang

diambil adalah data primer, yaitu data dari resep obat pada pasien Asma di Apotek Rawat

Jalan Klinik Padu Serasi Dumai. Data yang didapat kemudian dikumpulkan dan

dipindahkan ke dalam lembar pengumpulan data.

3.8 Analisis Data

Data yang telah dihitung kemudian dengan cara menghitung persentase peresepan

obat, menghitung persentase obat anti asma berdasarkan jenis kelamin, umur, dan jenis

obat anti asma pada pasien di Apotek Rawat Jalan Klinik Padu Serasi Dumai.

24
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2022 sampai Mei 2023 di

Apotek Klinik Padu Serasi Kota Dumai. Jumlah sampel yang digunakan pada penelitian

ini adalah 222 resep obat pada pasien rawat jalan terdiagnosa Asma di Apotek Klinik

Padu Serasi Kota Dumai. Dengan menghitung persentase dari data tersebut maka

diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel IV. Jumlah dan Persentase (%) Peresepan Obat pada pasien Asma berdasarkan
Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah Presentase
1 Laki laki 100 45,05%
2 Perempuan 122 54,95%
Jumlah 222 100%

Tabel V. Jumlah dan Persentase (%) Peresepan Obat pada Pasien Asma Berdasarkan
Umur
No Umur(tahun) Jumlah (n=222) Presentase(%)
1 0-5 0 0,00%
2 5-11 5 2,25%
3 12-16 7 3,15%
4 17-25 13 5,86%
5 26-35 24 10,81%
6 36-45 28 12,61%
7 46-55 50 22,52%
8 56-65 59 26,58%
9 65 sampai atas 36 16,22%
Total 222 100%

25
Tabel VI. Lembar Pengumpul Data Peresepan Obat pada Pasien Asma berdasarkan Pola
Terapi, Golongan Obat, Zat Aktif Obat, Bentuk sediaan
No Pola Terapi Golongan Zat Aktif Bentuk Jumlah Presentase
Obat Obat Sediaan (n=222) (%)
Nebules 71 31,98
Salbutamol Tablet 50 22,52
1 Tunggal Agonis beta-2 Syrup 3 1,35
Terbutalin Tablet 15 6,76
Salbutamol
dan Tablet 45 20,27
Methylprednisolon
Salbutamol
Agonis beta-2
dan Tablet 20 9,01
2 Kombinasi dan
Dexamethasone
Kortikosteroid
Salbutamol
dan
Nebules 18 8,11
Fluticasone
Propionate
Jumlah 222 100%

26
4.2 Pembahasan

Hasil penelitian dengan pengambilan resep di Apotek Rawat Jalan Klinik Padu

Serasi dilakukan terhadap jumlah resep obat asma pada bulan Juli - Desember 2022

terdapat 500 lembar resep dan diambil yang mewakilili semua resep obat asma, sampel yg

diambil 222 resep obat asma pada pasien Rawat Jalan Klinik Padu Serasi Kota Dumai yang

diambil pada penelitian di bulan Juli - Desember 2022 menunjukkan bahwa :

Jumlah dan presentasi (%) peresepan obat pada pasien asma berdasarkan jenis kelamin.

Berdasarkan jenis kelamin yang paling banyak adalah perempuan sebanyak 122

resep (54,95%), sedangkan laki-laki sebanyak 100 resep (45,05%). Bahwa jenis kelamin

perempuan lebih banyak menderita asma disebabkan adanya kadar estrogen yang berperan

sebagai substansi proinflamasi (memicu inflamasi) terutama mempengaruihi sel mast, sel

mast yang berperan memicu rekaksi hipersensitif dengan melepaskan histamin dan

mediator inflamasi lainnya, sehingga memperberat morbiditas asma bronkial ke pasien

perempuan [27].

Faktor lain yg menyebabkan penderita asma lebih banyak perempuan yaitu

perbedaan hormon antara laki laki dan perempuan, kecemasan dan depresi yg sering

menyerang perempuan serta obesitas. Faktor aktivitas dan stress psikologis juga berperan

dalam perburukan dan angka kekambuhan asma bronkial, dimana lebih rentan pada kaum

perempuan [28].

Jumlah dan presentasi (%) peresepan obat pada pasien asma berdasarkan umur.

Berdasarkan umur yang paling banyak mengalami penderita asma 56-65 tahun

sebanyak 59 resep (26,58%). Karena bertambahnya usia dapat meningkatkan terjadi secara

nyata terhadap penderita peningkatan asma. Faktor usia tidak bisa dicegah, karena usia

seseorang secara alamiah akan terus bertambah, namun faktor usia dapat dikendalikan

27
dengan cara pola hidup sehat salah satunya dengan mengatur pola makan, rajin

berolahraga, dan hindari rokok. Asma meningkat terjadinya pada usia 46-65 tahun karena

perkembangan dan perubahan yang mempengaruhi hipotalamus dan mengakibatkan

produksi kortisol menurun yang berhubungan dengan kelainan inflamasi yang umumnya

terjadi pada penderita asma. Selain itu, peningkatan kejadian asma seiring dengan

bertambahnya usia, pada usia >66 tahun merupakan lansia dimana terjadi beberapa

perubahan daya tahan tubuh, perubahan metabolik tubuh, perubahan anatomi-fisiologi

sistem pernapasan, dan perubahan lainnya yang memudahkan timbulnya penyakit

pernapasan, salah satunya adalah asma [29].

Jumlah dan presentasi (%) peresepan obat pada pasien Asma berdasarkan pola terapi,

golongan obat, zat aktif obat dan bentuk sediaan obat.

Pada penelitian ini penggunaan obat asma yg paling banyak digunakan yaitu obat

tunggal golongan Agonis beta-2 (Salbutamol nebules) sebanyak 71 resep (31,98%). Selain

itu pasien juga diresepkan Salbutamol tablet sebanyak 50 resep (22,52%), salbutamol

syrup sebanyak 3 resep (1,35%), dan Terbutalin tablet sebanyak 15 resep (6,76%). Yang

mana Salbutamol salah satu obat asma yg sering diresepkan sudah umum pada penderita

asma karena efek samping lebih rendah dan khasiatnya dapat meringankan gejala asma,

sesak nafas dan meringankan gejala penyempitan jalan pernapasan pada pasien asma [31].

Pemberian secara inhalasi sangat dianjurkan dari pada pemberian secara oral karena efek

sampingnya yang lebih kecil [33].

Obat kombinasi yg paling banyak digunakan golongan obat Agonis beta-2

(Salbutamol) dengan Kortikosteroid (Methylprednisolon) tablet sebanyak 45 resep

(20,27%). Kombinasi tersebut merupakan kombinasi yg tepat karena keduanya bekerja

saling sinergi dengan mekanisme yg berbeda dalam menurunkan serangan asma. Terapi

28
kombinasi antara metilprednisolon dengan salbutamol tersebut dapat mengurangi gejala,

meningkatkan fungsi paru, dan menurunkan serangan asma lebih cepat pada pasien [35].

Selain itu pasien juga diresepkan obat kombinasi salbutamol dengan dexamethasone tablet

sebanyak 20 resep (9,01%), dan salbutamol dengan fluticasone propionate sebanyak 18

resep (8,11%).

29
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang gambaran peresepan obat asma yang telah

dilakukan di apotek rawat jalan Klinik Paadu Serasi tahun 2022 disimpulkan sebagai

berikut :

1. Jumlah dan Persentase peresepan terbanyak pada pasien asma rawat jalan Klinik Padu

Serasi Kota Dumai berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan dengan jumlah

persentase (54,95%), sedangkan laki-laki (45,05%).

2. Jumlah dan Persentase peresepan terbanyak pada pasien asma rawat jalan Klinik Padu

Serasi Kota Dumai berdasarkan umur adalah umur 56-65 tahun dengan jumlah

persentase (26,58%).

3. Jumlah dan Presentase peresepan terbanyak pada pasien asma rawat jalan Klinik Padu

Serasi Kota Dumai berdasarkan pola terapi, golongan obat, zat aktif obat dan bentuk

sediaan obat tunggal (31,98%).

4. Jumlah dan Presentase peresepan terbanyak pada pasien asma rawat jalan Klinik Padu

Serasi Kota Dumai berdasarkan pola terapi, golongan obat, zat aktif obat dan bentuk

sediaan obat kombinasi (20,27%).

5.2 Saran

1. Bagi Instansi perlu melakukan evaluasi untuk pertimbangan dalam program

perencanaan atau pengadaan penggunaan obat pada resep pasien Apotek rawat jalan

Klinik Padu Serasi Kota Dumai agar tidak terjadi kekosongan sehingga pasien rawat

jalan dapat dilayani dengan sempurna.

30
2. Bagi peneliti selanjutnya diharapkan lebih menggali informasi kembali mengenai efek

samping obat dan interaksi obat.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI, 2009. Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia.


Jakarta: DepKes RI

2. Lorensia, A., & Amalia, R. A. 2015. Studi Farmakovigilans Pengobatan Asma pada
Pasien Rawat Inap di Suatu Rumah Sakit di Bojonegoro. Jurnal
IlmiahManuntung, 1(1), 8–18

3. Utami, N. M. S. N. 2013. Hubungan Antara Dukungan Sosial Keluarga


denganPenerimaan Diri Individu yang Mengalami Asma Ni Made Sintya
Noviana Utami. Jurnal Psikologi Udayana, 1(1), 12–21

4. Maghfiroh, I. L., & Kurniawan, T. 2014. Program Self-Management pada Klien


dengan Asma: Literature Review. In FK PSIK UNDIP (Ed.), Proceeding Seminar
Ilmiah Nasional Keperawatan (pp. 43–48). Semarang

5. PDPI, 2004. Asma dan pedoman penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: balai


penerbit FKUI

6. NHLBI, 2007. The Expert Panel Report3: Guidelines for the diagnosis and
Management of asthma

7. Depkes RI. 2007. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Asma. Jakarta

8. Sabri, Y. S., & Chan, Y. 2014. Artikel Penelitian Penggunaan Asthma Control Test
(ACT) secara Mandiri oleh Pasien untuk Mendeteksi Perubahan Tingkat Kontrol
Asmanya. Jurnal Kesehatan Andalas, 3(3), 517–526

9. Putri, H., & Soemarno, S. 2013. Perbedaan Postural Drainage Dan Latihan Batuk
Efektif Pada Intervensi Nabulizer erhadap Penurunan Frekuensi. Jurnal
Fisioterpi, 13(1), 1–11. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2

10. Resti, I. B. 2014. Teknik Relaksasi Otot Progresif Untuk Mengurangi Stres Pada
Penderita Asma. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 2(1), 1–20. Retrieved from
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=144803&val=255&title
=TEKNIK RELAKSASI OTOT PROGRESIF UNTUK MENGURANGI STRES
PADA PENDERITA ASMA

11. Soemarno, S., & Astuti, D. 2005. Pengaruh Penambahan Mwd Pada Terapi Inhalasi,

32
Chest Fisioterapi (Postural Drainage, Huffing, Caughing, Tapping Dan Clapping)
Dalam Meningkatkan Volume Pengeluaran Sputum Pada Penderita Asma
Bronchiale. Jurnal Fisioterapi Indonesia, 5(1), 56–71

12. Menkes RI. 2008. Kemenkes RI No. 1023 tentang Pedoman Pengendalian Penyakit
Asma. Jakarta

13. Liansyah, T. M. 2014. Pendekatan Kedokteran Keluarga dalam Penatalaksanaan


Terkini Serangan Asma pada Anak. Jurnal Kedokteran Syiah Kuala, 14(3), 175–
180

14. Priyanto. 2010. Farmakologi Dasar untuk Mahasiswa Farmasi dan Keperawatan.
Jakarta: Leskonfi

15. Tjay, T. H., & Rahardja, K. 2007. Obat-obat Penting Kasiat, Penggunaan dan efek-
efek sampingnya. Jakarta: Gramedia

16. BPOM RI. 2008. Informatorium Obat Nasional Indonesia. Jakarta: Sagung Seto

17. Sirait, M. 2015. ISO Indonesia Volume 49. Jakarta: Isfi Penerbitan

18. Kemenkes RI, 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek

19. Permenkes RI, 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 9 tahun
2017 tentang Apotek

20. Syamsuni H, 2005, Ilmu Resep, Buku Kedokteran EGC : Jakarta

21. Jas, A. 2009 Perihal Resep dan Dosis serta Latihan Menulis Resep (Ed 2). Medan:
Sumatera Utara University Press

22. Syamsuni H, 2006, Ilmu Resep, Buku Kedokteran EGC: Jakarta

23. Imron, M. 2014. Metodologi Penelitian Bidang Kesehatan. Jakarta: Sagung Seto

24. Notoatmodjo, S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehan. Jakarta: Rineka Cipta

33
25. Wahyuni, Y. 2009. Metodologi Penelitian Bisnis Bidang Kesehatan. Yogyakarta:
Fitramaya

26. Dipiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wellss, B.G., dan Posey, L.M.
2008. Pharmacoterapy Handbook. Edisi Ketujuh. New York: Mc Graw-Hill

27. Lim RH, et al. 2010. Hormon Pengaruh Kejadian Asma. Jornal KesMaDaSka

28. Schatz M, Camargo CA. The relationship of sex to asthma prevalence, health care
utilization, and medications in a large managed care organization. Ann Allergy
Asthma Immunol 2003;9:553—558

29. R, S. 2008. Pencetus Asma ada di mana-mana. 3 Juli


http://www.Balipost.co.id/BaliPostcet ak/2005/7/3/k315. Html. Diakses 29
Januari 2008.

30. Sinta Ayu H, 2019. Gambaran Penggunaan Obat Asma Di RSUD Dr.SOESILO
SLAWI. Tegal

31. Anriyani, D. 2013. Karakteristik Penderita Asma Bronkial Rawat Inap Di RSUD
Langsa Tahun 2009-2012

32. Tuon Nearimas. 2016. Analisis Rasional Penggunaan Obat pada pasien asma rawat
inap di RSI AISYAYAH MALANG.

33. AGDHA, 2006, Asthma Management Handbook, Australian Government


Departement of Health and Ageing, National Asthma Council Australia.

34. Gina. 2011. Strategi Global Untuk Manajemen dan Pencegahan Asma.Jurnal Farmasi
Sains dan Praktis 2015, vol 1 (1).

35. Nabil, N.M. 2014. Efek Penambahan Beta-2 Agonis Kerja Panjang dan
Kortikosteroid serta Peningkatan Dosis Kortikosteroid dalam Meningkatkan
Pengendalian Asma. Jurnal Tuberkulosis Penyakit Dada, hal 761-764.

36. PDPI, 2003. Asma: Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta:
balai penerbit FKUI

37. Sumantri. 2016. Pendekatan Diagnosis Hipokalemia. Jakarta: Fakultas Kedokteran

34
Universitas Indonesia.

38. Lasen, G.L., 1992. Asthma in Children, The New England Journal Of Medicine,
(1992, 326(23): 1540-1545).

39. Martha Dillia Handayani, 2014. Analisa Kerasionalan Resep Pediatri Penderita
Asma. Yogyakarta

40.

35
Lampiran 1. Contoh Lembaran Resep Obat Asma

36
Lampiran 2. Foto Penelitian

37
Lampiran 3. Peresepan Obat Pada Pada Pasien Asma Berdasarkan Jenis Kelamin

Presentase(%) Peresepan Obat pada


Pasien Asma berdasarkan jenis kelamin

Laki-laki
Perempuan
Laki-laki;
Perempuan; 45.05%
54.95%

38
Lampiran 4. Penggunaan Obat Pada Pada Pasien Asma Berdasarkan Umur

Persentase (%) Peresepan Obat pada


Pasien Asma Berdasarkan Umur

30.00%
26.58%
25.00%
22.52%
20.00%
16.22%
15.00%
12.61%
10.81%
10.00%
5.86%
5.00%
2.25% 3.15%
0.00%
0.00%
0-5 5-11 12-16 17-25 26-35 36-45 46-55 56-65 65
sampai
atas

39
Lampiran 5. Peresepan Obat Pada Pada Pasien Asma Berdasarkan Pola Terapi

Data Peresepan Obat pada


Pasien Asma berdasarkan Pola Terapi
74.78%

62.61%

Tunggal Kombinasi

40
Lampiran 6. Peresepan Obat Pada Pada Pasien Asma Berdasarkan Pola Terapi Tunggal

Data Peresepan Obat pada


Pasien Asma berdasarkan
Pola Terapi Tunggal
35.00% 31.98%
30.00%
25.00% 22.52%
20.00%
15.00%
10.00%
6.76%
5.00%
1.35%
0.00%
Salbutamol Salbutamol Salbutamol Terbutalin Tablet
Nebul Tablet Syrup

41
Lampiran 7. Peresepan Obat Pada Pada Pasien Asma Berdasarkan Pola Terapi Kombinasi

Data Peresepan Obat pada Pasien Asma


berdasarkan
20.27% Pola Terapi Kombinasi
25.00%
20.00%
15.00% 9.01%
10.00% 8.11%
5.00%
0.00%

42
Umur Jenis Kelamin Pemberian Obat Terapi Bentuk
No
(tahun) Laki Laki Perempuan Tunggal Kombinasi Obat Sediaan
1. 25   Salbutamol Nebules
2. 55   Salbutamol Nebules
3. 35   Salbutamol Tablet
4. 10   Salbutamol Syrup
5. 42   Salbutamol Nebules
6. 56   Salbutamol Nebules
7. 60   Salbutamol Nebules
8. 63   Salbutamol Nebules
9. 57   Salbutamol Nebules
10. 11   Salbutamol Tablet
11. 19   Salbutamol Tablet
12. 61   Salbutamol Tablet
13. 53   Salbutamol Tablet
14. 32   Salbutamol Nebules
15. 61   Salbutamol Nebules
16. 44   Salbutamol Nebules
17. 52   Salbutamol Nebules
18. 21   Salbutamol Nebules
Salbutamol+
19. 57   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
20. 62   Fluticasone Nebules
Propionate
21. 66   Salbutamol Nebules
22. 64   Salbutamol Nebules
23. 33  Salbutamol Nebules
24. 27  Salbutamol Nebules
25. 55  Salbutamol Nebules
26. 64   Salbutamol Nebules

iii
27. 58   Salbutamol Nebules
28. 59   Salbutamol Nebules
29. 47   Salbutamol Nebules
30. 39   Salbutamol Tablet
Salbutamol+
32. 55   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
33. 63   Tablet
Dexamethasone
34.
35. 62   Salbutamol Nebules
36. 51   Salbutamol Nebules
37. 7   Salbutamol Syrup
38. 63   Salbutamol Nebules
39. 20   Salbutamol Tablet
40. 53  Salbutamol Tablet
41. 31   Salbutamol Tablet
42. 49  Salbutamol Tablet
43. 52  Salbutamol Tablet
44. 23  Salbutamol Tablet
45. 14  Salbutamol Tablet
46. 18  Salbutamol Tablet
47. 60  Salbutamol Tablet
48. 55   Salbutamol Nebules
Salbutamol+
49. 64   Fluticasone Nebules
Propionate
Salbutamol+
50. 56   Fluticasone Nebules
Propionate
51. 58   Salbutamol Nebules
52. 62   Salbutamol Tablet

iv
53. 65   Salbutamol Tablet
54. 48   Salbutamol Tablet
55. 64   Salbutamol Tablet
56. 60   Salbutamol Nebules
57. 52   Salbutamol Nebules
58. 49   Salbutamol Nebules
59. 43   Salbutamol Nebules
60. 56   Salbutamol Tablet
61. 65   Salbutamol Tablet
62. 59   Salbutamol Tablet
63. 56   Salbutamol Nebules
64. 63   Salbutamol Nebules
65. 61   Salbutamol Nebules
66. 33   Salbutamol Nebules
Salbutamol+
67. 52   Fluticasone Nebules
Propionate
Salbutamol+
68. 58   Fluticasone Nebules
Propionate
Salbutamol+
69. 49   Fluticasone Nebules
Propionate
70. 18   Salbutamol Nebules
71. 19   Salbutamol Nebules
72. 28   Salbutamol Nebules
73. 37   Salbutamol Nebules
74. 45   Salbutamol Nebules
75. 9   Salbutamol Syrup
76. 41   Salbutamol Nebules
77. 37   Salbutamol Tablet

v
78 23   Salbutamol Tablet
79. 19   Salbutamol Tablet
80. 53   Salbutamol Nebules
81. 59   Salbutamol Nebules
82. 63   Salbutamol Nebules
83. 64   Salbutamol Nebules
84. 67   Salbutamol Nebules
85. 50   Salbutamol Nebules
86. 43   Salbutamol Tablet
87. 31   Salbutamol Tablet
88. 13   Salbutamol Tablet
89. 18   Salbutamol Tablet
90. 62   Salbutamol Tablet
91. 47   Salbutamol Tablet
92. 54   Salbutamol Nebules
93. 56   Salbutamol Nebules
94. 67   Salbutamol Tablet
95. 15   Salbutamol Nebules
96. 24   Salbutamol Nebules
97. 19   Salbutamol Nebules
98. 11   Salbutamol Tablet
99. 15   Salbutamol Tablet
100. 27   Salbutamol Tablet
101. 32   Salbutamol Nebules
102. 38   Salbutamol Nebules
103. 49   Salbutamol Nebules
104. 58   Salbutamol Nebules
105. 63   Salbutamol Nebules
106. Salbutamol+
58   Fluticasone Nebules
Propionate

vi
107. 14   Salbutamol Nebules
108. 34   Salbutamol Nebules
109. 44   Salbutamol Nebules
110. 15   Salbutamol Tablet
111. 24   Salbutamol Tablet
112. 33   Salbutamol Tablet
113. 42   Salbutamol Tablet
114. 17   Salbutamol Tablet
115. 32   Salbutamol Tablet
116. 43   Salbutamol Tablet
117. 12   Salbutamol Tablet
118. 27   Salbutamol Tablet
119. 40   Salbutamol+ Nebules
Fluticasone
Propionate
120. 28   Salbutamol+ Nebules
Fluticasone
Propionate
121. 41   Salbutamol+ Nebules
Fluticasone
Propionate
122. 48   Salbutamol+ Nebules
Fluticasone
Propionate
123. 54   Salbutamol Nebules
124. 57   Salbutamol Nebules
125. 52   Salbutamol Nebules
126. 60   Salbutamol Nebules
127. 63   Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
128. 55   Salbutamol Tablet
129. 63   Salbutamol Nebules

vii
130. 67   Salbutamol Nebules
131. 46   Salbutamol Nebules
Salbutamol+
132. 50   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
133. 62   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
134. 33   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
135. 45   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
136. 38   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
137. 32   Tablet
Dexamethasone
138. 37   Nebules
139. 34   Nebules
140. 36   Nebules
Salbutamol+
141. 28   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
142. 44   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
143. 46   Tablet
Methylprednisolon
144. 58   Salbutamol Nebules
145. 55   Salbutamol Nebules
146. 59   Salbutamol Nebules
147. 62   Salbutamol Nebules
148. 54   Salbutamol Nebules
Salbutamol+
149. 57   Fluticasone Nebules
Propionate
150. 48   Salbutamol+ Tablet

viii
Dexamethasone
Salbutamol+
151. 51   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
152. 63   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
153. 52   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
154. 58   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
155. 51   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
156. 59   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
157. 46   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
158. 65   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
159. 55   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
160. 56   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
161. 29   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
162. 30   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
163. 38   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
164. 44   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
165. 32   Tablet
Dexamethasone
166. 26   Salbutamol+ Tablet

ix
Methylprednisolon
Salbutamol+
167. 37   Fluticasone Nebules
Propionate
Salbutamol+
168. 39   Fluticasone Nebules
Propionate
Salbutamol+
169. 40   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
170. 36   Tablet
Dexamethasone
Salbutamol+
171. 63   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
172. 57   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
173. 46   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
174. 55   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
175. 57   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
176. 65   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
177. 49   Tablet
Methylprednisolon
Salbutamol+
178. 52   Tablet
Methylprednisolon
179. 63   Salbutamol+ Tablet
Dexamethasone
180. 39   Salbutamol+ Tablet
Dexamethasone
181. 43   Salbutamol+ Tablet

x
Dexamethasone
182. 62   Salbutamol+ Tablet
Dexamethasone
183. 59   Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
184. 50   Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
185. 46   Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
186. 67   Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
187 66   Salbutamol+ Nebules
Fluticasone
Propionate
188. Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
189. Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
190. Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
191. Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
192. Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
193. Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
194. Salbutamol+ Tablet
Methylprednisolon
195.
196. Salbutamol+
Methylprednisolon
197. Salbutamol+

xi
Methylprednisolon
198. Salbutamol+
Methylprednisolon
199. Salbutamol+
Methylprednisolon
200. Salbutamol+
Methylprednisolon
201. Salbutamol+
Methylprednisolon
202. Salbutamol+
Methylprednisolon
203. Salbutamol+
Methylprednisolon
204. Salbutamol+
Methylprednisolon
205. Salbutamol+
Methylprednisolon
206. Salbutamol+
Methylprednisolon
207. Salbutamol+
Methylprednisolon
208. Salbutamol+
Methylprednisolon
209. 54   Salbutamol Tablet
210. 65   Salbutamol Tablet
211. 49   Salbutamol Tablet
212. 52   Salbutamol Tablet
213. 46   Salbutamol Tablet
214. 50   Salbutamol+ Nebules
Fluticasone
Propionate
215. 53   Salbutamol+ Nebules

xii
Fluticasone
Propionate
216. 41   Salbutamol+ Nebules
Fluticasone
Propionate
217. Salbutamol+
46   Tablet
Methylprednisolon
218. Salbutamol+
51   Tablet
Methylprednisolon
219. Salbutamol+
65   Tablet
Methylprednisolon
220. Salbutamol+
67  Tablet
Methylprednisolon
221. Salbutamol+
57   Tablet
Methylprednisolon
222. Salbutamol+
63   Tablet
Methylprednisolon

xiii

Anda mungkin juga menyukai