Anda di halaman 1dari 3

Edisi 2 #TauhidFirst!

Syirik & Maksiat Bergandengan Tangan

Dimana ada kesyirikan, disitu ada kemaksiatan. Dua macam musibah dan bencana ini
seolah selalu setia bersandingan. Di zaman jahiliyah dulu misalnya, kehidupan
musyrikin masa itu juga dikenal gemar kepada maksiat disamping agama dan
keyakinan mereka yang rusak.
Dalam peribadatan mereka menyekutukan Allah dengan menjadikan makhluk sebagai
tandingan bagi Allah. Diantara mereka ada yang menyembah ciptaan-ciptaan-Nya yang
shalih seperti malaikat, nabi dan wali. Dan diantara mereka ada yang menyembah
ciptaan-ciptaan-Nya dari benda-benda mati. Sebagaimana diceritakan Abu Waqid Al
Laitsi Radhiyallahu ‘Anhu, haditsnya terdapat pada Jami At-Tirmidzi dan dishahihkan
Asy-Syaikh Albani Rahimahullah.

Dalil bahwa musyrikin dahulu menyembah malaikat dan orang-orang shalih:

Dan (ingatlah) hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka semuanya
kemudian Allah berfirman kepada malaikat: “Apakah mereka ini dahulu menyembah
kamu? Malaikat-malaikat itu menjawab:”Maha Suci Engkau. Engkaulah pelindung
kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka
beriman kepada jin itu”. (QS. 34:41)

Dan (ingatlah) ketika Allah berfirman: “Hai ‘Isa putera Maryam, adakah kamu
mengatakan kepada manusia: “Jadikanlah aku dan ibuku dua orang ilah
(sesembahan lain) selain Allah.” (QS. Al Maidah: 116)

Dalil-dalil ini menjadi pelajaran bagi kita bahwa musyrikin dahulu bukan menjadi
musyrik semata-mata karena objek ibadah mereka benda-benda mati, sebagaimana
anggapan banyak orang. Mereka musyrik justru disebabkan peribadatan mereka
kepada selain Allah, apakah benda-benda mati atau hamba-hamba-Nya yang shalih.
Semua peribadatan nilainya sama di dalam Islam, sama-sama kesyirikan dan sama-
sama diperangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
“Semua mereka diperangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan beliau tidak
membeda-bedakan mereka.” Al Qawa’id Al Arba’

Ragam cara peribadatan musyrikin


Adapun cara pelaksanaan ibadah mereka adalah seperti yang Allah ceritakan di dalam
Al Qur’an.
Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak
menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah
dengan sedekat-dekatnya“. (QS. 39:3)

Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan
kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa’atan, dan mereka
berkata:”Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. (QS.
Yunus: 18)

Masing-masing dari surat Az-Zumar ayat ke 3 dan surat Yunus ayat 18 saling
menjelaskan akan sifat dan hakikat peribadatan musyrikin. Bahwa peribadatan mereka
kepada orang-orang shalih tersebut tidak lain hanyalah dalam
bentuk tasyaffu’ (mengharap syafaat) dan mengambil perantara dalam meminta kepada
Allah Ta’aala. Tapi kendati pun demikian, pada Az-Zumar ayat 3 Allah Ta’aala nilai
perbuatan mereka sebagai kedustaan/kaadzib dan sebagai pengingkaran yang
besar/ kaffar (kekufuran). “Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang
pendusta (kaadzib0 dan sangat ingkar (kaffar)”. Begitu pula pada Yunus ayat 18
Allah menilai perbuatan tersebut sebagai kesyirikan. “Maha Suci Allah dan Maha
Tinggi dari apa yang mereka mempersekutukan (itu).”

Dari sini jelaslah ucapan para penyembah kubur disetiap zaman, atas ritual-ritual yang
biasa mereka lakukan di makam-makam kramat, kuburan-kuburan orang shalih, nabi,
wali, kyai serta selain mereka, bahwa “Kami tidak meminta kecuali kepada Allah”,
atau “Kami hanya mencari perantara atau wasilah” atau “Kami
hanya tawassulan atau minta syafa’at”. Ucapan seperti ini terhadap ritual-ritual syirik
diatas tidak serta merta menjadikan ritual-ritual tersebut terbebas dari penilaiannya
sebagai kesyirikan yang besar sebagaimana berlalu penjelasannya pada ayat-ayat
diatas.

Dan jika demikian kondisi keadaan orang yang memberikan ibadahnya kepada selain
Allah dalam rangka bertawassul atau mencari wasilah/sarana untuk semakin dekat
kepada Allah, maka apa yang dilakukan musyrikin disetiap zaman dari peribadatan
kepada benda-benda mati seperti gunung, lautan, pohon, air terjun, sungai dan
selainnya dari makluk-makhluk ciptaan Allah atau seperti keris, benda-benda pusaka,
kelambu makam serta benda-benda mati lainnya, semua ini lebih dahsyat dan lebih
buruk lagi kekufurannya dibandingkan dengan yang sekedar tasyaffu’ / tawassulan.

Demikianlah gambaran singkat kesyirikan musyrikin pada saat Nabi kita Shallallahu
‘Alaihi Wasallam diutus. Sengaja kami ketengahkan disini agar jelas bagi semua yang
menginginkan petunjuk bahwa seperti ajang-ajang petilasan yang tersebar di pelosok
nusantara serta kirab-kirab pusaka atau ritual-ritual persembahan kepada tempat-
tempat sakral dan kramat bagaimana pun dibungkus sehingga seolah islami dan
dipimpin seorang tokoh, kyai, ustadz atau selain mereka, ia adalah kesyirikan yang
sama yang dahulu diperangi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam atau bahkan lebih
buruk lagi!
Kerusakan akidah sumber kerusakan moral
Kemudian kerusakan akidah kepada Allah pada masa itu, berakibat pada kerusakan
moral masyarakatnya. Sehingga dikenal ditengah-tengah mereka berbagai bentuk
kedzaliman dan kesewenangan yang dianggap lumrah. Segala macam kerusakan yang
ada di zaman sekarang, pada zaman jahiliyah dahulu juga ada, bahkan lebih. Pada
masa itu memiliki anak perempuan adalah aib, sehingga menguburnya merupakan
jalan satu-satunya selamat dari cemoohan. Pada masa itu seorang anak dianggap legal
dan sah menikah dengan mantan istri bapaknya sendiri. Dua contoh ini mungkin
dizaman sekarang jarang didapati.
Artinya kerusakan moral, akhlak dan perilaku memiliki benang merah dengan
kerusakan akidah dan penyelewengan terhadap tauhid. Bahkan keyakinan yang rusak
kepada Allah lah sumber penyelewengan yang melahirkan kemaksiatan-kemaksiatan
dan kemerosotan moral. Sehingga beragam kemaksiatan yang didapati ditengah-
tengah masyarakat jahiliyah dahulu, dapat dengan mudah didapati contoh dan
jiplakannya pada masyarakat sekarang ini. Meski sebagiannya telah mengalami inovasi
pada nama maupun bentuknya, tapi esensinya tidak keluar dari kemaksiatan. Khamr
adalah khamr meski orang-orang sekarang menyebutnya bir atau anggur. Zina adalah
zina meski orang-orang sekarang menyebutnya prostitusi dan pelakunya disebut PSK,
pahlawan keluarga dan seterusnya. Atau yang menurut orang-orang syi’ah dinamakan
mut’ah.
Maka masyarakat mana pun yang lemah tauhid dan penghambaannya kepada Allah
akan kita dapati kemaksiatan menjadi konsumsi sehari-hari mereka. Dan eskalasinya
semakin bertambah kuat ditempat-tempat petilasan dan ajang-ajang pesta kesyirikan.
Sebagaimana masyarakat kafir barat, Eropa dan Parsi yang rusak agamanya kepada
Allah mengalami kerusakan moral yang akut, seperti itu pula nasib masyarakat yang
meniru-niru jejak mereka, pun akan mengalami kerusakan akut pada moral dan
interaksi mereka terhadap sesama.
Maka keimanan yang benar dan melahirkan amalan yang benar bersambung dengan
baiknya kehidupan di dunia dan akhirat.
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan
dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya
kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada
mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS.
An-Nahl: 97)

Wallahua’lam
Penulis: Ustadz Jafar Salih

Anda mungkin juga menyukai