Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PRAKTIKUM

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS


ACARA III

OVERLAY: PEMODELAN PETA KESESUAIAN


LAHAN

FAHREZA YOGA ADITAMA (21405244047)/K4

A. Tujuan
Tujuan dari praktikum sistem informasi geografi acara satu dengan judul acara
Digitasi Peta adalah sebagai berikut.
1. Mahasiswa dapat melakukan proses clip dari data curah hujan; jenis tanah; dan slope
Jawa Tengah
2. Mahasiswa dapat menggabungkan beberapa data vektor melalui proses overlay
intersect.
3. Mahasiswa dapat melakukan proses merge dan dissolve.
4. Mahasiswa dapat membuat Peta Kesesuaian Lahan.

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan praktikum acara satu dengan judul acara Pembuatan Peta
Administratif adalah sebagai berikut.
a. Seperangkat komputer dengan spesifikasi yang memadai
b. ArcGIS 10.8
2. Bahan
Bahan yang digunakan praktikum acara satu dengan judul acara Digitasi Peta
adalah sebagai berikut.
a. Data shapefile kabupaten Pemalang

Gambar 2.1 Shp Administrasi Kabupaten Pemalang


b. Data Shapefile curah hujan Jawa Tengah
Gambar 2.2 Shp Peta Curah Hujan Jawa Tengah
c. Data Shapefile jenis tanah Jawa Tengah

Gambar 2.3 Shp Peta Jenis Tanah Kabupaten Pemalang


d. Data Shapefile slope kabupaten Pemalang

Gambar 2.4 Shp slope Kabupaten Pemalang


e. Data Shapefile Batas Kabupaten se-Indonesia

Gambar 2.5 Shp Batas Kabupaten se-Indonesia


C. Dasar Teori
SIG
Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah gabungan dari 3 unsur pokok yaitu sistem,
informasi dan geografis. Dengan melihat unsur-unsur pokoknya, maka jelas Sistem Informasi
Geografis merupakan salah satu sistem informasi yang menekankan pada unsur “Informasi
Geografis”. Sistem Informasi Geografis merupakan sejenis perangkat lunak ( software) yang
dapat digunakan untuk pemasukan, penyimpanan, manipulasi, menampilkan dan keluaran
informasi geografis berikut atribut dari Sistem Informasi Geografis. Menurut Prahasta
(2002:55) SIG adalah sistem computer yang digunakan untuk mengumpulkan, memeriksa,
mengintegrasikan, dan menganalisa informasi-informasi yang berhubungan dengan
permukaan bumi.
OVERLAY
Overlay merupakan analisis spasial yang mengkobinasikan dua tematik masukannya.
Secara umum, teknis mengenai analisis ini terbagi menjadi ke dalam format datanya yaitu
raster dan vektor (Prahasta, 2014). Overlay adalah bagian penting dari analisis spasial.
Menurut Arridha (2019), overlay merupakan proses untuk menyatukan data layer yang
berbeda untuk digabungkan secara fisik. Overlay dapat menggabungkan beberapa elemen
spasial menjadi satu elemen spasial yang baru. Dengan kata lain, overlay dapat didefinisikan
sebagai operasi spasial yang menggabungkan layer geografis yang berbeda untuk
mendapatkan informasi baru. Overlay dapat dilakukan pada data vektor maupun raster.
CLIP & MERGE
Proses Clip merupakan sebuah clip theme yang berfungsi sebagai “cookie cutter” untuk
memotong sebuah input theme, tetapi dalam prosesnya tidak mengubah attribute theme
tersebut (Santoso et al., 2017). Sedangkan proses merge akan menggabungkan feature dari
dua atau lebih theme menjadi satu, secara otomatis atribut dari theme akan menyatu apabila
memiliki kesamaan nama field. Tujuan dari proses merge yaitu menggabungkan beberapa
peta menjadi satu peta dengan mengambil bentuk susunan entity atau tabel dari salah satu
peta yang digabung tersebut (Kristiyanto et al., 2017).
DISSOLVE
Dissolve yaitu proses menghilangkan batas antara poligon yang mempunyai data atribut
yang identik atau sama dalam poligon yang berbeda (Hidayat, 2013). Fungsi dissolve akan
menggabungkan objek-objek dalam sebuah layer yang mempunyai nilai atau isi field
tertentu yang sama. Operasi dissolve akan mengagregasikan feature yang memiliki
kesamaan nilai pada atributnya. Dengan kata lain tujuan dissolve yaitu menggabungkan
objek-objek dalam sebuah layer yang memiliki value/nilai pada field data tertentu yang sama
(Annapoorani et al., 2017).
INTERSECT
Operasi intersect digunakan untuk memotong input file shp dan secara otomatis
mengoverlay antara file shp yang dipotong dengan file shp pemotongnya, dengan output
file shp memiliki atribut data dari kedua file shp tersebut. Pada operasi ini kedua file shp baik
input file shp maupun intersect file shp harus merupakan file shp dengan tipe polygon.
Union, operasi union digunakan untuk mengoverlaykan duat file shp. Output file shp yang
dihasilkan merupakan gabungan dari kedua features, berikut dengan atribut datanya. Pada
operasi ini kedua file shp baik input file shp maupun overlay file shp harus merupakan file
shp tipe polygon.
KAIDAH KARTOGRAFIS DAN SIMBOLOGI
Aturan atau ketentuan yang menjadi dasar dan acuan dalam desain dan visualisasi peta
agar memberikan hasil yang baik dan efektif merupakan termasuk pengertian kaidah
kartografi. Kraak dan Ormeling (1996) menyebut kaidah kartografis dengan istilah
cartographic grammar atau cartographic rule, dan bermanfaat untuk memperbaiki transfer
informasi dengan menggunakan karakteristik murni berbagai karakteristik simbol grafis.
Dalam kaidah kartografis terdapat simbol kartogrfis yang didalamnya terdapat Semiologi
kartografis, yaitu pemikiran teoretis tentang simbol kartografis, yaitu hubungan simbol
dengan fenomena yang disajikan dan keefektifannya dalam mengkomunikasikan informasi
kepada pengguna peta (Boss, 1977 dalam (Handoyo, 2009)).
HUTAN & KESESUAIAN LAHAN HUTAN
Hutan merupakan paru-paru bumi tempat berbagai satwa hidup, hasil tambang dan
berbagai sumberdaya lainnya yang biasa kita dapatkan dari hutan yang tak ternilai harganya
bagi manusia. Keberadaan hutan, dalam hal ini daya dukung hutan terhadap segala aspek
kehidupan manusia, satwa dan tumbuhan sangat ditentukan pada tinggi rendahnya
kesadaran manusia akan arti penting hutan di dalam pemempaatan dan pengelolaan hutan.
Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan mahluk hidup lainya
dengan faktor- faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan satu kesatuan
siklus yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprodjo, 2000).
Pertambahan jumlah penduduk akan mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan
sumber daya hutan yang dapat menurunkan fungsi hutan. Keberadaan desa-desa sekitar
kawasan hutan lindung yang dicirikan oleh rendahnya pendapatan perkapita, terbatasnya
kesempatan kerja di luar sektor pertanian, terbatasnya pemilikan lahan dan rendahnya
produktivitas usaha tani, merupakan faktor-faktor yang mendorong masyarakat
memanfaatkan potensi sumber daya hutan yang ada (Suratmo, et all. 2011). Setiap hutan
tidak bisa dinamakan sebagai hutan lindung. Ada beberapa kriteria tertentu yang harus
dipenuhi agar sebuah hutan dapat disebut dengan hutan lindung. Kriteria-kriteria itu dengan
nilai tertentu mengharuskan suatu kawasan untuk dijadikan kawasan hutan lindung. Dengan
kondisi alamiah sesuai kriteria kawasan hutan lindung, diharapkan wilayah tersebut dapat
memberikan perlindungan terhadap tanah dan tata air dan sebagai sistem penyangga
kehudupan masyarakat, khususnya masyarakat di bagian hilir (Senoaji, 2006).
Skoring adalah upaya untuk tetap mempertahankan fungsi-fungsi ekologis pada
kawasan-kawasan yang rentan terhadap kerusakan/bencana khususnya terkait degradasi
lahan (erosi, penurunan kesuburan tanah) dan fungsi tata air. Ini terlihat pada penggunaan
parameter system skoring yang menggambarkan tingkat kerentanan area. Pemilihan tiga
parameter fisik (kelerengan, jenis tanah, curah hujan) merupakan penyederhanaan dari
sekian banyak parameter yang diduga paling berpengaruh terhadap kerentanan lahan,
dimana ketiga data ini perlu disediakan untuk mendukung penunjukan fungsi kawasan hutan
(Zulkarnain, 2013). Dalam penetapan fungsi kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah
perlu diadakan peninjauan kembali, sehingga jelas peruntukan fungsi kawasan hutan yang
perlu dilindungi dan yang boleh dimanfaatkan hasilnya. Pemerintah perlu perhatian khusus
sehingga hasil penetapan tersebut tidak hanya berdasarkan pada peta tetapi mengetahui
kesesuaiannya di lapangan. Penunjukan fungsi kawasan hutan biasanya cenderung berubah-
ubah, namun skala base bawaan kawasan hutan tidak berubah dan tetap menggunakan skala
1:250.000 sehingga penentuan fungsi kawasan hutan cenderung tidak sesuai dengan kondisi
langsung di lapangan. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan analisis kesesuaian
fungsi kawasan hutan dengan menggunakan data-data terbaru, yaitu skala besar dan kondisi
terkini.
KRITERIA DAN KLASIFIKASI
Kriteria yang digunakan untuk menentukan kesesuaian lIahan sebagai kawasan hutan
lindung adalah penentuan jenis tanah, rata-rata intensitas curah hujan harian, kelerengan
lahan dan ketinggian tempat dari permukaan laut. Kriteria-kriteria tersebut diperoleh melalui
pengukuran langsung di lapangan dan/atau studi pustaka dan/atau analisis peta.
a. Kelerengan
Kelerengan Lereng adalah kenampakan permukaan alam yang disebabkan adanya
beda tinggi, apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak
lurus mendatar maka akan diperoleh besarnya kelerengan. Kelas lereng mempunyai
lima kelas yang masing-masing akan menjadi salah satu faktor penentuan jenis fungsi
kawasan hutan.
Tabel 1.1 Klasifikasi nilai skor factor kelerengan

b. Jenis Tanah
Jenis tanah digunakan untuk mengetahui jenis jenis tanah berdasarkan tingkat
kepekaan terhadap erosi. Jenis tanah menjadi salah satu faktor dalam penentuan
fungsi kawasan hutan.
Tabel 1.2 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Jenis Tanah

c. Curah Hujan
Curah hujan adalah salah satu unsur iklim yang besar peranannya terhadap kejadian
longsor dan erosi. Curah hujan yang dikumpulkan minimal lima tahun terakhir yang
digunakan untuk menentukan intensitas curah hujan yang dapat dijadikan sebagai
faktor dalam penentuan fungsi kawasan hutan.
Tabel 1.3 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Intensitas Hujan Rata-Rata

d. Fungsi Kawasan Hutan


Fungsi kawasan hutan berdasarkan PP Nomor 44 tahun 2004 tentang perencanaan
kehutanan, ada tiga pembagian fungsi hutan yaitu hutan produksi dengan skor
kurang dari 125, hutan produksi terbatas dengan skor 125 sampai 175, dan hutan
lindung dengan jumlah skor lebih dari 175. Adapun persamaan yang digunakan untuk
menghitung skor adalah sebagai berikut : Skor = (20 x kelas lereng) + (15 x kelas
tanah) + (10 x kelas hujan)
Tabel 1.4 Skor Fungsi Kawasan Hutan

D. Langkah Kerja
1. Displaying data
a. Buka software ArcMap 10.8 di bagian desktop, jika tidak ada klik Start lalu cari
ArcMap 10.8 Lalu pilih Add Data pada bagian toolbars.
b. Buka folder Bahan Praktikum acara 3 pilih shp peta administrasi Kabupaten
Pemalang, shp slope Kabupaten Pemalang, shp curah hujan Jawa Tengah, jenis
tanah Jawa Tengah lalu klik Add. Maka akan muncul data vektor pada ArcMap.
2. Clip
a. Masukkan data vektor berupa shapefile Curah Hujan Jawa Tengah; Jenis Tanah Jawa
Tengah; dan Batas Kabupaten Pemalang. Pilih Geoprocessing > Clip
b. Pada bagian Input Features masukkan data Curah Hujan Jawa Tengah. Pada bagian
Clip Features masukkan data batas Kabupaten Pemalang. Output Features > pilih
lokasi penyimpanan dan beri nama Clip_CH.
c. Selanjutnya lakukan Clip pada data Jenis Tanah Jawa Tengah dan beri nama Clip_JT.
3. Dissolve
a. Pada menu tools Geoprocessing pilih Dissolve. Kemudian masukkan data Clip
Jenis Tanah dan Clip Curah Hujan.
b. Pada data Clip Jenis Tanah centang menu TANAH sedangkan pada data Clip Curah
Hujan centang menu CURAH HUJA.
4. Skoring
a. Klik kanan pada layers yang sudah di-dissolve lalu klik open attribute. Buat kolom
baru lalu beri nama Skor dengan type-nya double.
b. Pada layers Jenis Tanah beri dengan nama Skor_JT, layers Curah Hujan beri
dengan nama dengan Skor_CH dan layers Slope beri dengan nama Skor_Slope.
c. Kemudian isikan ketiga kolom tersebut dengan skor sesuai dengan Modul Bahan
Praktikum (Artikel). Sebelum mengisi skor klik dahulu start editing pada medu edit.
Jika sudah selesai klik stop editing.
5. Intersect
a. Pada menu tools Geoprocessing pilih Intersect. Kemudian masukkan data Clip
Jenis Tanah dan Clip Curah Hujan yang sudah di-dissolve. Kemudian masukkan
juga data Slope Kabupaten Pemalang. Atur penyimpanan pada folder praktikum
acara 3 kemudian save.
b. Klik kanan pada bagian layers Intersect lalu pilih open attribute. Pilih menu table
options lalu add field. Beri nama kelas dengan type-nya text.
c. Setelah muncul klik pada bagian kelas lalu klik kanan pilih field calculator.
Kemudian masukkan rumus “Landuse”.
d. Isi rumus tersebut dengan Hutan Produksi, Hutan Produksi Terbatas, dan Hutan
Lindung.
e. Kemudian add field lagi. Beri nama area dengan type-nya double.
f. Setelah muncul klik kanan pada bagian area lalu pilih calculate geometry untuk
menghitung luasan perubahan area. Atur koordinat sesuai yang kita gunakan
kemudian pada bagian unit kita atur menjadi hektare.
6. Merge
a. Klik kanan pada layer hasil Intersect > Open Attribute Table > Add Field dengan
nama Jumlah Skor > kolom Jumlah Skor klik kanan > Field Calculator.
b. Masukkan rumus dengan memilih Skor CH+Skor JT+Slope.
c. Lalu pilih Start Editing. Pada jumlah kolom dengan skor <120 beri nama Hutan
Produksi; skor 120-170 beri nama Hutan Produksi Terbatas; dan skor >170 beri
nama Hutan Lindung.
d. Jika sudah pada kolom Kelas dengan nama Hutan Produksi di bold lalu klik kanan
toolbars Editing > Merge.
e. Lakukan pada kolom Klasifikasi dengan nama Hutan Produksi Terbatas dan Hutan
Lindung untuk menyederhanakan masing-masing atribut datanya
7. Simbolisasi
a. Untuk melakukan simbolisasi klik kanan pada data shapefile yang sudah didigitasi
tadi dan pilih Properties > Symbology. Pada bagian Show pilih Categories >
Unique Values. Pada bagian Value Field pilih keterangan yang sudah kita edit
sebelumnya, klik Add All Values.
b. Lalu simbol mulai dari area, garis, dan titik bisa disesuaikan dengan
kenampakannya mulai dari warna area sesuai dengan penggunaan lahannya.
8. Layouting
a. Pada menubars buka file lalu pilih page and print setup lalu pilih A4 dan pilih
landscape lalu pilih OK
b. Mulai Layouting membuat komponen peta dari judul, arah mata angin, skala,
legenda, datum, sumber pembuatan peta, inset, nama pembuat. Dan jangan lupa
pastikan mengatur grid dengan koordinat DMS.
c. Setelah selesai layouting pilih menu file lalu export map dan pilih format file
JPG/PNG/PDF, lalu klik save
E. Hasil dan Pembahasan Praktikum
Hasil
1. Clip Variabel Slope

Gambar 5.1 Slope Pemalang


2. Clip Jenis Tanah

Gambar 5.2 Clip Jenis Tanah Kabupaten Pemalang


3. Clip Curah Hujan

Gambar 5.3 Clip Curah Hujan Kabupaten Pemalang


4. Hasil Merge
Tabel 5.1 Merge Klasifikasi Hutan

5. Hasil Layouting Peta

Gambar 5.4 Layout Peta Kesesuaian Lahan Kabupaten Pemalang

Pembahasan
Pada praktikum kali ini melakukan proses overlay pemodelan kesesuaian lahan hutan di
Kabupaten Pemalang dengan menggunakan geoprocessing clip, dissolve, intersect dan
merge. Clip dan Intersect adalah dua fungsi geoprocessing dalam sistem informasi geografis
(SIG) yang digunakan untuk memanipulasi data spasial. Meskipun keduanya memiliki
kesamaan dalam memotong atau menggabungkan data spasial, ada perbedaan penting
antara Clip dan Intersect. Perbedaan antara Clip dan Intersect, Fungsi Clip digunakan untuk
memotong atau memisahkan data spasial berdasarkan batas objek yang lain. Hasil dari
fungsi Clip adalah data spasial baru yang hanya berisi unsur-unsur spasial dari objek yang
terdapat di dalam batas objek pemotong. Dengan kata lain, Clip hanya mempertahankan
bagian data spasial yang berada di dalam batas objek pemotong (Santoso et al., 2017).
Sedangkan Fungsi Intersect digunakan untuk menghasilkan data spasial baru yang
merupakan irisan dari dua atau lebih data spasial yang menjadi masukannya. Hasil dari fungsi
Intersect adalah data spasial baru yang berisi unsur-unsur spasial yang terdapat pada kedua
data masukan. Dengan kata lain, Intersect mempertahankan bagian data spasial yang
tumpang tindih antara objek-objek yang menjadi masukannya.
Perbedaan Dissolve dan Merge. Merge adalah proses penggabungan dua atau lebih layer
atau theme menjadi satu layer dengan atribut yang berbeda. Dalam proses merge, unsur-
unsur spasial dari layer-layer yang digabungkan tidak saling memotong. Hasil dari merge
adalah layer baru yang merupakan kombinasi dari layer-layer yang digabungkan, dengan
atribut-atribut yang saling mengisi atau bertampalan (Kristiyanto et al., 2017). Sedangkan
Dissolve yaitu proses menghilangkan batas antara poligon yang mempunyai data atribut
yang identik atau sama dalam poligon yang berbeda (Hidayat, 2013). Fungsi dissolve akan
menggabungkan objek-objek dalam sebuah layer yang mempunyai nilai atau isi field
tertentu yang sama. Operasi dissolve akan mengagregasikan feature yang memiliki
kesamaan nilai pada atributnya. Dengan kata lain tujuan dissolve yaitu menggabungkan
objek-objek dalam sebuah layer yang memiliki value/nilai pada field data tertentu yang sama
(Annapoorani et al., 2017).
Pada hasil praktikum ini terdapat layout peta kesesuaian lahan Hutan, yang mana
klasifikasi hutan tersebut dibagi menjadi 3 menurut PP Nomor 44 Tahun 2004 Tentang
Perencanaan Kehutanan yaitu Hutan Lindung, Hutan Produksi, dan Hutan Produksi Terbatas.
Pada hasil yang tercantum di tabel area yang paling luas adalah Kawasan hutan produksi
yang memiliki luas sebesar 73.146,4 m², lalu Kawasan hutan yang terkecil yaitu Kawasan
hutan lindung yang hanya memiliki luas sebesar 10.255,49m². Untuk penentuan menurut
Peraturan Pemerintahan tersebut kesesuaian lahan untuk penentuan hutan lindung. suatu
kawasan hutan ditetapkan menjadi Kawasan lindung dengan pertimbangan bahwa Kawasan
tersebut mempunyai fungsi pokok sebagal system penyangga kehidupan untuk mengatur
tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut (khusus di daerah
pesisir) dan memelihara kesuburan tanah. Benturan kepentingan dalam pemanfaatan lahan
dan hutan mendasari pemerintah untuk membuat kriteria kesesuaian lahan untuk berbagai
kepentingan. Kriteria yang digunakan adalah kelerengan. jenis tanah dan intensitas curah
hujan serta ketinggian tempat.
Skoring adalah upaya untuk tetap mempertahankan fungsi-fungsi ekologis pada
kawasan-kawasan yang rentan terhadap kerusakan/bencana khususnya terkait degradasi
lahan (erosi, penurunan kesuburan tanah) dan fungsi tata air. Ini terlihat pada penggunaan
parameter system skoring yang menggambarkan tingkat kerentanan area. Pemilihan tiga
parameter fisik (kelerengan, jenis tanah, curah hujan) merupakan penyederhanaan dari
sekian banyak parameter yang diduga paling berpengaruh terhadap kerentanan lahan,
dimana ketiga data ini perlu disediakan untuk mendukung penunjukan fungsi kawasan hutan
(Zulkarnain, 2013) Dalam penetapan fungsi kawasan hutan yang ditetapkan oleh pemerintah
perlu diadakan peninjauan kembali, sehingga jelas peruntukan fungsi kawasan hutan yang
perlu dilindungi dan yang boleh dimanfaatkan hasilnya. Pemerintah perlu perhatian khusus
sehingga hasil penetapan tersebut tidak hanya berdasarkan pada peta tetapi mengetahui
kesesuaiannya di lapangan. Penunjukan fungsi kawasan hutan biasanya cenderung berubah-
ubah, namun skala base bawaan kawasan hutan tidak berubah dan tetap menggunakan skala
1:250.000 sehingga penentuan fungsi kawasan hutan cenderung tidak sesuai dengan kondisi
langsung di lapangan. Sehubungan dengan hal tersebut maka diperlukan analisis kesesuaian
fungsi kawasan hutan dengan menggunakan data-data terbaru, yaitu skala besar dan kondisi
terkini. Skoring pada praktikum kali ini sesuai dengan hasil perhitungan dengan jumlah nilai
diatas 175 berarti Kawasan tersebut sesuai untuk kawasan lindung, nilai 125- 174 sesuai
untuk hutan produksi terbatas, dan nilai kurang dari 124 sesuai untuk pengembangan sektor
non kehutanan seperti pemukiman, pertanian pangan, perkebunan.
Dalam laporan praktikum ini juga, kami akan membahas pentingnya layouting peta dalam
Sistem Informasi Geografis (SIG). Layouting peta adalah tahap kritis dalam proses pembuatan
peta yang memungkinkan kita untuk menyusun informasi geografis secara visual dalam
bentuk peta yang mudah dipahami dan informatif. Tujuan utama dari layouting peta adalah
untuk menyampaikan informasi geografis dengan jelas kepada pemirsa.

F. Kesimpulan
1. Clip digunakan untuk memotong atau memisahkan data spasial berdasarkan batas objek
yang lain
2. Merge adalah proses penggabungan dua atau lebih layer atau theme menjadi satu layer
dengan atribut yang berbeda.
3. Kriteria yang digunakan dalam menentukan kesesuaian lahan adalah kelerengan. jenis
tanah dan intensitas curah hujan serta ketinggian tempat.
4. jumlah nilai diatas 175 berarti Kawasan tersebut sesuai untuk kawasan lindung, nilai 125-
174 sesuai untuk hutan produksi terbatas, dan nilai kurang dari 124 sesuai untuk
pengembangan sektor non kehutanan seperti pemukiman, pertanian pangan,
perkebunan.
5. Layouting Peta merupakan Langkah dalam membuat peta dan memasukkan komponen-
komponennya
Daftar Pustaka
Alfran Pranata, Hamzari. (2020). Analisis Kesesuaian Fungsi Kawasan Hutan Lindung Pada
Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Tepo Asa Aroa Di Kecamatan Petasia
Kabupaten Morowali Utara. Jurnal Warta Rimba Volume 8. Nomor 1.
Annapoorani, A., Murugesan, A., Ramu, A., & Renganathan, N. G. (2017). Assessing the Water
Quality in Coastal Aquifer of Chennai, India - A Case Study. International Journal of Water,
11(2), 178–190. https://doi.org/10.1504/IJW.2017.083772
Arridha. 2019. Analisis Overlay. Departemen Geografi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Indonesia.
Handoyo, S. 2009. Kaidah Kartografis; Sebuah kontemplasi Profesi. Jakarta. Forum Teknik Atlas
Badan Informasi Geospasial.
Hidayat, R. T. (2013). Pemetaan Lahan Investasi di Kabupaten Lampung Tengah, Lampung Timur
dan Lampung Selatan. Universitas Lampung.
Kraak, M. dan Ormeling, F. 2007. Kartografi Visualisasi Data Geospasial. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.
Kristiyanto, D. Y., Widiastuti, S., & Guruh, A. (2017). Pendekatan Geoprosessing pada GIS untuk
Menentukan Pembangunan Infrastruktur Bisnis di Kota Semarang. Jurnal Ilmiah
KOMPUTASI, 16(1), 1–10.
Panjaitan, A., Sudarsono,. Dan B., Bashit, N. 2019. Analisis Kesesuaian Penggunaan
Lahan Terhadap Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Di Kabupaten Cianjur
Menggunakan Sistem Informasi Geografis. Jurnal Geodesi Undip, 8(1):248-257.
Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 2004 tentang
Perencanan Kehutanan. Jakarta.
Prahasta, E. (2014). Sistem Informasi Geografis: Konsep-Konsep Dasar (Perspektif Geodesi &
Geomatika). Informatika Bandung.
Prahasta, Eddy. (2002). Sistem Informasi Geografis: Konsep-Konsep Dasar Informasi Goegrafis.
Bandung: Informatika Bandung.
Reksohadiprodjo, s., brodjonegoro. 2000. Ekonomi Lingkungan. BPFE Yokyakarta. Edisi kedua.
Yokyakarta.
Santoso, A. B., Komansilan, R., & Yulianto, S. (2017). Analisis Geoprocessing Sebagai Solusi
Alternatif Penanganan pada Daerah Resiko Rawan Banjir di Kota Semarang. PROSIDING
SEMINAR NASIONAL GEOTIK, 2580–8796.
Senoaji G. & Ridwan, 2006. Studi Identifikasi Tekanan Penduduk Ke Dalam Hutan Di Daerah
Interaksi Hutan Lindung Bukit Daun Kabupaten Kepahiang Propinsi Bengkulu. Laporan
Penelitian Dosen Muda Dirjen DIKTI. Jakarta.
Suratmo., Syafruddin., Said., Oki GW. 2011. Identifikasi Okupasi Lahan pada Kawasan Hutan
Lindung Pinang Luar Kecamatan Rasau Jaya Kabupaten Kubu Jaya. Jurnal Kehutanan.
Universitas Tanjung Pura. Pontianak.
Zulkarnain, 2013. Analisis Penetapan Kriteria Kawasan Hutan. Jurnal Agrifor Volume XII Nomor 2,
Oktober 2013 Universitas Mulawarman

Anda mungkin juga menyukai