Merr)
DI KABUPATEN MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA
SELATAN
SKRIPSI
DISUSUN OLEH
Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“AGRIBISNIS NANAS (Ananas comosus L. Merr) DI KABUPATEN
MUARA ENIM, PROVINSI SUMATERA SELATAN’’ dengan tepat waktu.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian Institut Pertanian STIPER Yogyakarta.
Penyusunan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan beberapa pihak yang
turut membantu dan memberikan masukan-masukan kepada penulis, untuk itu
dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir . Agatha Ayiek Sih Sayekti, MP. selaku dosen pembimbing utama yang
telah mengarahkan, memberikan bimbingan, saran dan masukan dalam
penyusunan skripsi ini dan selama masa perkuliahan yang berharga bagi penulis.
2. Fitri Kurniawati, SP., MP. selaku dosen penguji.
3. Dr. Ir. Harsawardana, M.Eng. selaku Rektor Institut Pertanian Stiper
Yogyakarta.
4. Dr. Dimas Deworo Puruhito, SP., MP. selaku Dekan Fakultas Pertanian Institut
Pertanian Stiper Yogyakarta.
5. Arum Ambarsari, SP., MP. Ketua Jurusan Ekonomi Pertanian Institut Pertanian
Stiper Yogyakarta.
6. Bapak dan Ibu Dosen, serta seluruh staff dan karyawan Fakultas Pertanian
Institut Pertanian STIPER Yogyakarta atas ilmu, bantuan dan pelayanan yang
telah diberikan selama masa perkuliahan penulis di Fakultas Pertanian Institut
Pertanin Stiper Yogyakarta.
7. Bpk Sohadam, SE. selaku Kades Desa Belimbing yang telah memberikan
fasilitas selama proses penelitian dan responden yang mau meluangkan
waktunya.
8. Kedua orang tua penulis, Bapak Sugiono dan Ibu Siti Kuprihatin atas do’a, cinta,
kasih sayang dan pengorbanan yang tanpa batas serta dukungan yang luar biasa
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi.
iv
9. Kepada adik Marfi dan Chandra serta keluarga besar Wakiman yang senantiasa
memberikan do’a serta dukungannya.
10. Kepada sahabat saya Vadel Sinaga telah menemani selama masa-masa
kehidupan diluar perkuliahan.
11. Kepada sahabat pendakian saya Arbi, Gita, Farhah dan Dewi yang senantiasa
menemani saya dalam menjelajahi gunung-gunung.
12. Teman – teman seperjuanganku Vaa, Yuni, Yulia.
13. Terimakasih teman-teman Agribisnis C, UKM Olahraga, Himsep, dan SMF-
Pertanian yang telah menjadi warna-warni selama perkuliahan.
Penulis menyadari bahwa skripsi penelitian ini masih jauh dari sempurna dan
masih banyak lagi kekurangannya. Segala kritik dan saran guna menyempurnakan
skripsi penelitian ini akan penulis terima dengan senang hati. Akhir kata penulis
berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya.
Penulis
v
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL ...............................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. ii
HALAMAN PERNYATAAN.................................................................. iii
KATA PENGANTAR ............................................................................. iv
DAFTAR ISI ........................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................... viii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ x
INTISARI ................................................................................................ xi
I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ......................................................................... 5
D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI ........................ 7
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................... 7
1. Tanaman Nanas .................................................................... 7
2. Syarat Tumbuh Tanaman Nanas ............................................ 7
3. Budidaya Tanaman Nanas ..................................................... 8
4. Penelitian Terdahulu ............................................................. 13
B. Landasan Teori ........................................................................... 18
1. Konsep Agribisnis ................................................................ 18
2. Konsep Usahatani ................................................................. 18
3. Struktur Biaya Pada Usaha Tani ............................................ 19
4. Penerimaan Usahatani ........................................................... 20
5. Keuntungan Usahatani .......................................................... 21
6. Analisis R/C Ratio ................................................................ 21
C. Kerangka Pemikiran ................................................................... 22
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 23
vi
A. Metode Dasar Penelitian .............................................................. 23
B. Metode Pengambilan Sampel ....................................................... 23
C. Metode Pengumpulan Data .......................................................... 23
D. Jenis Data .................................................................................... 24
E. Metode Analisis ........................................................................... 24
F. Pembatasan Masalah .................................................................... 25
G. Konseptualisasi dan Pengukuran Variabel ................................... 26
IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ................................. 28
A. Letak Geografis, Batas, dan Luas Wilayah .................................. 28
B. Demografi ................................................................................... 30
C. Pertanian ..................................................................................... 31
D. Peternakan, Perikanan dan Perhutanan ........................................ 32
E. Pertambangan dan Energi ............................................................ 33
V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 35
A. Identitas Petani Responden .......................................................... 34
B. Budidaya Tanaman Nanas ........................................................... 37
C. Analisis Pendapatan Usahatani Nanas .......................................... 40
D. Pemasaran Nanas ........................................................................ 47
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................ 54
A. Kesimpulan ................................................................................. 54
B. Saran ........................................................................................... 55
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 56
LAMPIRAN ........................................................................................... 58
vii
DAFTAR TABEL
Hal
viii
DAFTAR GAMBAR
Hal
ix
DAFTAR LAMPIRAN
x
xi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nanas merupakan salah satu komoditas yang memiliki nilai ekonomis
cukup tinggi dan sangat potensial baik untuk pasar negeri (domestik) maupun
sasaran pasar luar negeri (ekspor). Kesadaran penduduk akan nilai gizi dari
buah-buahan dan makin bertambahnya permintaan bahan baku industri
pengolahan buah-buahan. Selain memenuhi permintaan domestik, Indonesia
juga sudah mulai mengekspor nanas dalam bentuk buah segar (Rukmana,
1996).
Bagi masyarakat Indonesia, nanas merupakan bagian dari kehidupannya,
karena semua bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi. Disamping itu, arti penting bagi masyarakat juga tercermin dari
luasnya areal perkebunan rakyat yang mencapai 47% dari 3,74 juta ha dan
melibatkan lebih dari tiga juta rumah tangga petani. Pengusahaan nanas juga
membuka tambahan kesempatan kerja dari kegiatan pengolahan produk
turunan dan hasil samping yang sangat beragam. (Tarmansyah, 2007).
Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang dapat
dikembangkan di Indonesia karena dapat meningkatkan sumber pendapatan
petani. Seiring dengan berkembangnya permintaan pasar baik di Indonesia
maupun untuk ekspor, nanas dapat dimanfaatkan dalam industri pengolahan
sehingga para petani kecil dan keluarganya memiliki peluang untuk
meningkatkan penghasilan mereka melalui usahatani nanas yang dapat
menguntungkan petani (Soedarya, 2009).
Pengembangan usaha hortikultura perlu didasarkan pada perhitungan
yang cermat serta dilihat secara keseluruhan sebagai satu sistem Agribisnis,
yaitu menyangkut industri pengadaan dan penyaluran sarana produksi,
usahatani, industri pengolahan dan pemasaran. Hal tersebut perlu diperhatikan
karena dalam usaha agribisnis hortikultura memerlukan penanaman modal
yang cukup besar dan beresiko tinggi. Industri pengolahan hortikultura
merupakan alternatif pembangunan pertanian yang diharapkan dapat memberi
1
2
kan dampak yang positif yang mampu mendorong pembangunan di sektor lain
dan peningkatan perolehan devisa.
Sumatera Selatan merupakan daerah produksi nanas terbesar ke sembilan
di Indonesia. Sebagian besar perkebunan nanas di Sumatera Selatan dimiliki
oleh rakyat dan ditanam secara tradisional. Tanaman nenas mempunyai potensi
yang besar untuk dikembangkan di Sumatera Selatan. Kabupaten Muara Enim
sendiri menjadi penghasil nanas terbesar kedua di Sumatera Selatan sebesar
28,65 persen dan untuk Indonesia sebesar 0,95 persen (BPS Sumatera Selatan,
2015). Pemerintah Kabupaten Muara Enim memiliki program unggulan
subsektor hortikultura yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
diantaranya pengembangan panas. Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi buah
nenas di kabupaten Muara Enim merupakan terbesar kedua di Provinsi
Sumatera Selatan pada tahun 2015. Hal ini mengindikasikan bahwa komoditas
nenas di Muara Enim mempunyai prospek yang baik untuk dikembangkan dan
berpotensi menjadi produk unggulan.
Tabel 1.1 Produksi Tanaman Nanas di Indonesia.
Tabel 1.2 Produksi Buah-Buahan Utama Menurut Kabupaten atau Kota dan
Jenis Buah di Provinsi Sumatera Selatan (kuintal) tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka permasalahan yang
akan diteliti yaitu:
1. Bagaimana kegiatan On Farm nanas di Kabupaten Muara Enim, Sumatera
Selatan?
2. Bagaimana hasil produksi, biaya dan pendapatan petani nanas di
Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan?
3. Bagaimana mengetahui saluran pemasaran buah nanas?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui kegiatan On Farm nanas di kabupaten Muara Enim,
Sumatera Selatan
2. Untuk mengetahui hasil produksi, biaya dan pendapatan petani nanas di
Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
3. Untuk mengetahui saluran pemasaran buah nanas.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti adalah untuk menambah wawasan secara nyata di bidang
pertanian khususnya tentang usahtanai nenas serta menggali pengalaman
dilapangan sebagai tambahan pengetahuan yang tidak didapatkan dalam
perkuliahan dan memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan S-1 pada jurusan Sosial Ekonomi Pertanian STIPER
Yogyakarta.
2. Bagi pemerintah diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
gambaran untuk mengambil kebijakan di sektor pertanian. Khususnya bagi
dians pertanian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
mengambil langkah-langkah lebuh lanjut.
3. Bagi petani dapat memberi gambaran tentang kelayakan usahatani nenas
dan sebagai masukan untuk mendukung perkembangan usahatani nenas
yang dikembangkan di kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
6
7
8
4. Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu.
No. Judul Penelitian Tujuan kesimpulan
1. Analisis Kelayakan Usahatani - Mengetahui besar pendapatan - Pendapatan usahatani di desa Doda dengan luas lahan
Nasan Di Desa Doda, usahatani nanas di Desa Doda rata-rata 0,7 hektar dalam satu kali musim tanam
Kecamatan Kinovaro, Kecamatan Kinovaro Kabupaten Sigi. sebesar Rp. 2.858.773,53 dan hasil konversi ke luas
Kabuipaten Sigi - Mengetahui kelayakan usahatani lahan 1 hektar maka pendapatan petani menjadi Rp.
nanas yang diusahakan oleh petani 4.0873.963,16.
nanas di Desa Doda Kecamatan - Usahatani nanas di desa Doda layak diusahakan karena
Kinovaro Kabupaten Sigi usahatani nanas di desa Doda memiliki R/C=3,97.
2. Analisis Kelayakan Finansial - Mengkaji kegiatan dan kelayakan - Agribisnis nanas di daerah penelitian masih
dan Ekonomi Agribisnis Nanas finansial dan ekonomi agribisnis dilaksanakan secara tradisonal. Bibit yang digunakan
di Kecamatan Sipahutar, nanas. berasal dari tanaman sendiri. Peralatan yang digunakan
Kabupaten Tapanuli Uatara, - Menganalisa pengaruh perubahan masih sederhana. Bibit yang digunakan petani yaitu
Sumatera Utara harga output, harga input, dan tingkat cayenne sebanyak 18000 biji per hektar dengan jarak
produksi terhadap kelayakan tanam 150 cm X 30 cm. Jumlah produksi rata-rata
agribisnis nanas tersebut. pertahun sekitar 23,238 ton per hektar. Pemasaran hasil
panen secara umum menggunakan dua macam saluran
pemasaran yaitu pemasaran dalam kota dan pemasaran
luar kota. Untuk peningkatan nilai tambah nanas di
ubah menjadi produk olahan yaitu tidbits, dan
pineapple juice concentrate.
- Kegiatan agribisnis nanas layak dilaksanakan di daerah
penelitian. Apabila kelayakan pada sistem agribisnis
nanas tersebut dibandingkan maka sub sistem industri
pengolahan lebih layak untuk dilaksanakan
dibandingkan dengan sub sistem usahatani nanasnya
14
3. Analisis Kelayakan Usahatani - Untuk mengetahui keadaan finansial - Biaya yang dikeluarkan petani pada satu musim tanam
Nanas (Ananas comosus Merr) yang mencakup biaya, dan nanas sebesar Rp. 61.897.186 per 1 hektar, penerimaan
Di Desa Sirawak, Kecamatan pendapatan dari usahatani nanas di sebesar Rp. 205.649.177 per 1 hektar, dan pendapatan
Karang reja, Kabupaten Desa Sirawak, Kecamatan bersih yang diperoleh sebesar Rp. 143.751.991 per 1
Purbalingga. Karangreja, kabupaten Purbalingga. hektar.
- Untuk mengetahui kelayakan - Analisis Kelayakan dengan tingkat diskonto 11,50%
usahatani nanas di Desa Sirawak, didapatkan nilai NPV Rp.90.457.173, IRR 95,82, Net
15
Kecamatan Karangreja, Kabupaten B/C rasio 3,48, sehingga dapat dinyatakan layak untuk
Purbalingga layak diusahakan diusahakan.
- Untuk mengetahui sensitivitas - Dari analisis sensitivitas dengan melakukan penurunan
usahatani nanas di Desa Sirawak, biaya 30%, kenaikan biaya 30% dan penurunan
Kecamatan Karangreja, Kabupaten pendapatan 30% serta kenaikan biaya 30%, usahatani
Purbalingga nanas pada Kelompok Tani Barokah di Desa Siwarak
- Untuk mengetahui jangka waktu yang masih layak untuk diusahakan.
diperlukan untuk mengembalikan - Dari analisis payback period dapat disimpulkan bahwa
modal dalam usahatani nanas di Desa petani dapat mengembali kan modal dalam kurun
Sirawak, Kecamatan Karangreja, waktu 2,61 tahun.
Kabupaten Purbalingga. - Petani mengalami kendala dalam memenuhi
- Untuk mengetahui kendala yang kebutuhan tenaga kerja luar keluarga karena pada
dihadapi petani dalam usahatani waktu yang bersamaan petani lain juga membutuhkan
nanas di Desa Sirawak, Kecamatan tenaga kerja untuk mengolah lahan.
Karan greja, Kabupaten Purbalingga.
4. Analisis Pemasaran Nenas - Mengidentifikasi sistem pemasaran - Terdapat tiga saluran pemasaran nenas yang di Desa
Palembang Di Desa Paya Besar, nenas Palembang yang ada di Desa Paya Besar. Fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan
Kecamatan Payaraman, Paya Besar. oleh setiap lembaga pemasaran berbeda pada setiap
Kabupat en Ogan Ilir, Provinsi - Menganalisis saluran pemasaran saluran sesuai dengan kebutuhan.
Sumatera Selatan. nenas yang efisien di Desa Paya - Struktur pasar yang terbentuk pada lembaga pemasaran
Besar, Kecamatan Payaraman, nenas Palembang adalah cenderung mengarah ke
Kabupaten Ogan Ilir. struktur pasar oligopsoni. Sistem pembentukan harga
secara tawar-menawar, namun harga di tingkat petani
umumnya ditentukan oleh pedagang pengumpul desa.
Sistem pembayaran yang dilakukan berupa sistem
pembayaran tunai dan sistem pembayaran kemudian.
Kerjasama yang terbentuk antara petani dengan
16
B. Landasan Teori
1. Konsep Agribisnis
Semakin bergemanya kata “agribisnis” ternyata belum diikuti
dengan pemahaman yang benar tentang konsep agribisnis itu sendiri sering
ditemukan bahwa agribisnis sempit diartikan sempit yaitu, perdagangan
atau pemasaran hasil pertanian. Padahal, pengertian tersebut masih jauh
dari konsep semua yang dimaksud (Soekartawi,2001).
Agribisnis menurut Drilon Jr. dalam Saragih (1998), Agribisnis
adalah mega sektor yang mencakup “..the sum total of opera-
tions involved in the manufacture and distribution of farm supplies,
production activities on the farm, storage, processing and distribution of
farm commodities and items for them …”
Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai
proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lainnya yang
berkaitan denga kegiatan pertanian (Soekartawi,2001).
Menurut Arsyad et.al (1985), yang dimaksud dengan agribisnis
adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah satu keseluruhan
dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada
hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan
ada hubungannya dengan pertanian dalam artian luas adalah kegiatan
usaha yang ditubjang oleh kegiatan pertanian.
2. Konsep Usahatani
Usahatani adalah suatu tempat atau bagian dari permukaan bumi
dimana seorang petaniatau pengusaha lainnya bercocok tanam dan
memelihara ternak dan mengambil hasilnya.
Usahatani diartikan sebagai kesatuan organisasi antara kerta, modal,
dan pengelolaaan yang ditunjukan untuk memperoleh produksi di
lapangan pertanian (Hernanto, 1991).
Usaha adalah himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat
ditempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian seperti untuk
produksi pertanian seperti tumbuhan, tanah, air, perbaikan-perbaikan yang
19
telah dilakukan tanah itu, sinar matahari dan sebagainya, usahatani dapat
berupa usaha bercocok tanam, perternakan dan perikanan (Mubyarto,
1989).
Dari definisi diatas dapat diartikan bahwa yang dimaksud dengan
usaha tani adalah usaha yang dilakukan petani dalam memperoleh
pendapatan dengan jalan menggunakan faktor-faktor produksi seperti
sumber daya alam, tenaga kerja dan modal dengan seefektif dan
seefesiensi mungkin dengan harapan mendapatkan keuntungan.
Ilmu usaha tani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif
dan efisien untuk tujuan memperoleh yang tinggi pad waktu tertentu.
Dikatakan efektif apabila petani atau produsen dapat mengalokasikan
sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila
pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang
melebihi masukan (input). (Soekartawi, 1995).
3. Struktur Biaya Pada Usaha Tani
Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya
tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost).
a. Biaya Tetap
Adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan
walau produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya
biaya tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksu yang
diperoleh. Sebagai contoh dari biaya tetap yaitu sewa tanah, pajak, alat
pertanian, alat pertanian dan iuran irigasi. (Soekartawi, 1995).
b. Biaya Variabel
Adalah biaya tidak tetap yaitu biaya yang besar kecilnya
dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contohnya biaya sarana
produksi. Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga
kerja perlu ditambah dan sebagainya, sehinggabiaya ini sifatnya
berubah-ubah tergantung dari besar kecilnya produksi yang
diinginkan. (Soekartawi, 1995).
20
Selain biaya tetap dan biaya tidak tetap, ada juga dikenal
beberapa biaya eksplisit, biaya implisit, dan total biaya.
c. Biaya Eksplisit
Adalah biaya yang secara nyata dikeluarkan perusahaan, atau
biaya yang dikeluarkan dimana terdapat pembayaran kas. Misalnya
pengeluaran untuk membeli bahan baku untuk produksi, untuk
membayar tenaga kerja langsung yang berkaitan dengan produksi dan
sebagainya.
d. Biaya Imlisit
Adalah biaya yang secara ekonomis harus ikut diperhitungkan
sebagai biaya produksi, meskipun tidak dibayar dalam bentuk uang.
Misalnya upah tenaga kerja sendiri.
e. Total Biaya
Total biaya (TC) adalah penjumlahan dari total biaya tetap
(TFC) dan biaya tidak tetap (TVC). Dalam bentuk matematis, definisi
Total Biaya (TC) ini dapat ditulis sebagai berikut:
TC = TFC + TVC
Keterangan :
TC = Total Biaya (Total Cost)
TFC = Total Biaya Tetap (Total Fixed Cost)
TVC = Total Biaya Variabel (Variable Cost)
4. Penerimaan Usahatani
Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagai nilai uang yang
diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et.al, 1986).
Besarnya penerimaan tergantung dari jumlah produk yang dihasilkan dan
harga produk yang berlaku. Semakin besar jumlah produk dan harga
produk maka penerimaan yang diperoleh petani semakin besar pula.
Dalam bentuk matematis, definisi penerimaan ini dapat ditulis sebagai
berikut:
TR = P × Q
Keterangan :
21
5. Keuntungan Usahatani
Keuntungan atau kerugian usahatani adalah selisih antara
penerimaan dengan biaya menghasilkan. Rumus keuntungan usahatani
adalah sebagai berikut :
π = TR – TC
keterangan :
π = Keuntungan
TR = Total Penerimaan (Total Revenue)
TC = Total Biaya (Total Cost)
6. Analisis R/C Ratio (Return Cost Rasio)
Analisis R/C Ratio digunakan mengetahui kelayakan usahatani. R/C
ratio dilakukan dengan cara membandingkan antara penerimaan dengan
biayaa. Denga ketentuan jika R/C = 1 ; usahatani tidak untung dan tidak
rugi, R/C ≥ 1 ; usahatani layak diusahakan dan jika R/C ≤ 1 ; usahatani
tidak layak untuk diusahakan. Adapun rumus R/C Ratio sebagai berikut :
TR
R/C =
TC
Keterangan :
R/C = Revenue Cost Ratio
TR = Total Penerimaan (Total Revenue)
TC = Total Biaya (Total Cost)
22
C. Kerangka Pemikiran
Pengelolaan usahatani nenas merupakan kemampuan petani bertindak
sebagai pengelola atau bertindak sebagai manajer dari usahataninya.
Berusahatani merupakan suatu proses yang didalamnya terdiri dari himpunan
input output produksi atau faktor produksi seperti lahan, modal tenaga kerja,
dan saran produksi pendukung kegiatan usahatani sehingga menghasilkan
output yang memuaskan.
Usahatani
- Luas Lahan
- Pupuk
- Pestisida Pemasaran
- Tenaga Kerja
Penerimaan
Pendapatan
Petani
2. Teknik Wawancara
Teknik wawancara adalah percakapan dfengan maksud tertentu.
Percakapan dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interview) yang
mengajukan pertanyaan dan yang diwaancarai (interviewee) yang
memberijawaban atas pertanyaan itu, Moeleong (1994).
3. Teknik Pencatatan
Teknik pencacatan yaitu pengumpulandata dengan cara mencatat semua
informasi dan data, baik data primer ataupun data sekunder yang berhu-
bungan dengan judul penelitian yang bersumber dari dinas terkait petani
dan sebagainya.
E. Jenis Data
Jenis data yang digunakan terbagi menjadi dua yaitu:
1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui
wawancara dengna menggunakan sejumlah pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dengan mencatat informasi yang
berasal dari instansi – instansi yang berkaitan langsung dengan penelitian
ini.
F. Metode Analisis Data
Analisis data kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Analisis Biaya Produksi
Dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
TC = TFC + TVC
Dimana : TC = Total Cost (total biaya)
TFC = Total Fix Cost (total biaya tetap)
TVC = Total Variable Cost (total biaya variabel)
2. Analisis Pendapatan
Dalam bentuk matematis, definisi pendapatan ini dapat ditulis sebagai
berikut:
TR = P × Q
Keterangan :
20
mengapa sesuatu itu seperti yang dilihat sekarang dan bagaimana keadaan itu
dapat diubah (Soekartawi dkk,1986).
Pembatasan masalah perlu dilakukan agar penelitian tidak menyimpang
dari ketentuan sehingga memiliki faktor-faktor pembatas yan mempengaruhi
pada penelitian adalah:
1. Penelitian ini terutama memfokuskan pada hasil produksi, biaya dan
pendapatan petani nenas serta pemasaran nanas di Kabupaten Muara Enim,
Sumatera Selatan.
2. Teknologi yang digunakan petani dalam jangka pendek adalah tetap,
keadaan iklim, tanah topografi didaerah penelitian, dalam arti dianggap
sama dan tidak mengalami perubahan mencolok.
H. Konseptualisasi dan Pengukuran Variabel
1. Petani nanas adalah pemilik, pelaku, pengolah atau produsen dari usaha
nenas.
2. Biaya variabel adalah biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan
besar kecilnya jumlah produksi yang meliputi biaya saprodi, penyusutan
alat, tenaga kerja dan biaya lain-lain
3. Biaya tetap dalah biaya yang realtif tetap jumlah nya dan terus dikeluarkan
walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Jadi besarnya biaya
tetap ini tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh.
Sebagai contoh dari biaya tetap sewa tanah, pajak, alat pertanian, dan iuran
irigasi.
4. Total biaya adalah penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel.
5. Produksi total adalah hasil nenas yang didapat dari luas lahan tertentu,
diukur dalam satuan buah (buah/ha).
6. Penerimaan usahatani adalah hasil perkalian antara produk yang dihasilkan
dengan harga yang berlaku.
7. Pedagang pengumpul adalah pedagang-pedagang yang membeli nanas dari
petani atau pedagang di bawahnya untuk dijual kembali.
8. Pedagang pengecer adalah pedagang menerima nanas dari pedagang
pengumpul dan menjual langsung kepada konsumen.
22
23
24
3. Topografi
Topografi Kabupaten Muara Enim cukup beragam mulai dari dataran
rendah sampai dengan dataran tingi. Sebagian besar kecamatan terletak di
daerah dataran rendah dengan ketingian kurang dari 100 meter di atas
permukan laut (dpl) yang meliputi 20 (dua puluh) kecamatan, dengan
cakupan luas mencapai 7.058,41 km² (77,22 persen) dari luas Kabupaten
Muara Enim. Lima kecamatan lainya berada pada ketingian lebih dari 10
meter di atas permukan laut (mdpl), yaitu Kecamatan Lawang Kidul (100-
50 m dpl), Kecamatan Tanjung Agung (500-800 mdpl), Kecamatan
Semende Darat Tengah (100 m dpl), Kecamatan Semende Darat Laut (500-
1000 m dpl) dan Kecamatan Semende Darat Ulu (>100 m dpl). Untuk lebih
jelasnya, tingi rata-rata, luas daerah dan jumlah desa/kelurahan menurut
kecamatan di Kabupaten Muara Enim Tahun 2013.
Dengan keragaman topografi tersebut menimbulkan terbentuknya
banyak bukit dan sungai. Sebagian besar wilayah Kabupaten Muara Enim
(75,7 persen) terletak pada kemirngan lereng kurang dari 120 dan 9,4 persen
berada pada kemirngan lereng 120-400 dan selebihnya merupakan daerah
dengan kemirngan lebih besar dari 400 sekitar (14 persen). Daerah dataran
tingi di bagian barat daya, merupakan bagian dari rangkaian pegunungan
Bukit Barisan. Daerah ini meliputi Kecamatan Semende Darat Ulu,
Semende Darat Laut, Semende Darat Tengah dan Kecamatan Tanjung
Agung. Daerah dataran rendah berada di bagian tengah. Pada bagian barat
laut-utara, terdapat daerah rawa yang berhadapan langsung dengan aliran
Sungai Musi. Daerah ini meliputi kecamatan di dataran rendah dan rawa
lebak yaitu Kecamatan Gelumbang, Muara Belida, dan Sungai Rotan.
(Muaraenimkab, 2019)
B. Demografi
Tahun 2017 jumlah penduduk Kabupaten Muara Enim yang tersebar di 20
kecamatan berjumlah 618.762 Jiwa. Dengan luas wilayah sekitar 7.483,06 km²
berarti pada tahun 2017 setiap satu km² luas daerah ditempati penduduk
sebanyak 83 orang. Laju pertumbuhan penduduk pada tahun ini tercatat sebesar
26
29
30
responden sangat beragam, namun dengan luas lahan yang relatif sempit.
Petani responden berdasarkan luas lahan yang dikelola dapat dilihat pada
Tabel 5.4
Tabel 5.4 Luas Lahan Petani Responden di Kabupaten Muara Enim.
No. Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. 0,7 – 1,2 15 50
2. 1,3 – 1,8 6 20
3. 1,9 – 2,4 7 23
4. 2,5 > 2 7
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2019.
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat dilihat bahwa sebagian besar petani
responden memiliki luas lahan 0,7 – 1,2 hektar, yakni sebanyak 50%. Petani
responden yang memiliki luas lahan antara 1,3 – 1,8 hektar sebanyak 20%,
1,9 – 2,4 hektar sebanyak 23%, dan luas lahan lebih dari 2,5 hektar sebanyak
7%. Rata-rata luas lahan petani responden di Kabupaten Muara Enim sebesar
1,49 hektar. Luas lahan petani responden berubah-ubah karena lahan yang
digunakan merupakan lahan kebun tanaman karet sehingga petani dalam
mengusahakan nanas secara berpindah-pindah.
Tabel 5.5 Sistem Budidaya Petani Responden di Kabupaten Muara Enim.
No. Jenis Jumlah (Orang) Persentase (%)
1. Monokultur 12 40
2. Tumpangsari 18 60
Total 30 100
Sumber: Data Primer, 2019.
Berdasarkan Tabel 5.5 Sistem budidaya petani responden di Kabupaten
Muara Enim sebagian besar adalah Tumpangsari yakni sebesar 60 %, dan
Mpnokultur sebesar 40%. Hal ini menunjukan bahwa usahatani nanas di
daerah penelitian tergolong petani dalam skala usahatani yang cukup beragam
jika dilihat dari jenis sistem budidaya oleh petani.
32
batang dan mahkota. Petani biasanya melakukan panen dengan cara manual,
yaitu buah yang sudah matang dipotong dengan menggunakan parang beserta
tangkai buahnya yang masih panjang. Kemudian diangkut dengan pikul dan
dikumpulkan menjadi satu tempat.
C. Analisis Pendapatan Usahatani
1. Penerimaan Usahatani
Nanas yang dihasilkan petani responden dengan sistem budidaya
monokultur dari masa produksi selama semusim rata – rata per hektar
sebanyak 29.688 buah, maka produktivitas nanas di lokasi penelitain adalah
sebesar 35.626 kg atau 35,6 ton per hektar (bobot buah nanas di lokasi
penelitian rata-rata seberat 1,2 kg). Sedangkan petani yang menggunakan
sistem budidaya tumpangsari dari masa produksi selama semusim rata – rata
per hektar sebanyak 18.288 buah, maka produktivitas nanas adalah sebesar
21.946 kg atau 21,9 ton per hektar. Produktivitas nanas juga berdampak
terhadap rendahnya penerimaan petani.
Petani di Kabupaten Muara Enim penerimaan usahatani nanas sistem
monokultur adalah rata-rata sebesar Rp. 80.400.966 per hektar. Jika rata-rata
kepemilikan luas lahan adalah 1,73 hektar maka penerimaan rata-rata petani
nanas di Kabupaten Muara Enim yaitu sebesar Rp. 138.691.667. Nilai dari
penerimaan usahatani nanas tersebut memang relatif cukup besar. Sedangkan
penerimaan usahatani nanas sistem tumpangsari adalah rata-rata sebesar Rp.
45.842.500 per hektar. Jika rata-rata kepemilikan luas lahan adalah 1,33
hektar maka penerimaan rata-rata petani nanas di Kabupaten Muara Enim
yaitu sebesar Rp. 61.123.333.
2. Biaya Usahatani
Biaya usahatani di lokasi penelitian mengeluarkan biaya tunai dalam
usahatani nanas. Petani melakukan pembelian terhadap sarana produksi
seperti pupuk, karbit, membayar tenaga kerja dari luar keluarga, dan
membayar sewa lahan ke pemilik lahan.
a. Biaya Tetap (Fixed Cost)
1) Biaya Penyusutan
36
Suatu alat hanya dapat dipakai selama selang waktu tertentu. Biaya
investasi akan habis (tersisa sedikit) setelah selang waktu tersebut. Oleh
karena itu biaya penyusutan diperhitungkan dari dari umur ekonomi alat.
Tabel 5.6 Biaya Penyusutan Alat di Kabupaten Muara Enim.
No. Jenis Alat Harga (Rp) Penyusutan
1. Cangkul 190.000 114.000
2. Kored 70.000 42.000
3. Parang 180.000 108.000
4. Golok 85.000 51.000
5. Pikulan 0 0
6. Ember 60.000 36.000
Total 585.000 351.000
Sumber: Data Primer, 2019.
Berdasarkan Tabel 5.6 biaya alat sebesar Rp. 585.000 dengan kurun
waktu 5 tahun sehingga biaya penyusutan alat per satu musim tanam sebesar
Rp. 351.000.
Tabel 5.7 Total Biaya Tetap Sistem Budidaya Monokultur
No. Keterangan Biaya (Rp)
1. Penyusutan 351.000
2. Sewa lahan 13.869.166
Total 14.220.166
Sumber: Data Primer, 2019.
Berdasarkan Tabel 5.7 total biaya tetap yang dikeluarkan petani nanas
pertahun adalah sebesar Rp. 14.220.166.
Tabel 5.8 Total Biaya Tetap Sistem Budidaya Tumpangsari
No. Keterangan Biaya (Rp)
1. Penyusutan 351.000
2. Sewa lahan 4.584.250
Total 4.935.250
Sumber: Data Primer, 2019.
Berdasarkan Tabel 5.8 total biaya tetap yang dikeluarkan petani nanas
pertahun adalah sebesar Rp. 4.935.250.
b. Biaya Variabel (Variable Cost)
Biaya variabel adalah biaya yang berubah-ubah jumlahnnya dan
mempengaruhi banyak atau sedikitnya produksi yang dihasilkan oleh petani
nanas di Kabupaten Muara Enim. Dengan kata lain biaya variabel
berpengaruh terhadap besar kecilnya produksi yang dihasilkan.
37
D. Eksplisit
- Penyusutan Rp 351.000 235.570,47 1,9
- Tenaga kerja (LK) Rp 6.080.000 4.542.400 33,5
- Pupuk kimia Rp 375.000 281.250 2,1
- Pupuk organik 2.400.000 1.800.000 13,2
Rp
- Bibit 1.235.556 926.667 6,8
- Karbit Rp 106.000 80.000 0,6
- Sewa Lahan 4.584.250 3.438.187,5 25
3. Total Biaya (TC) Rp 18.171.806 13.530.475 100
4. Keuntungan (Profit) Rp 42.951.527 32.312.025
5. R/C ratio 3,4 3,4
Sumber: Data Primer, 2019
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diperoleh gambaran bahwa
dari masa produksi selama satu musim tanam, petani memperoleh penerimaan
sebesar Rp. 61.123.333 per UT dan total biaya usahatani sebesar Rp.
18.171.806 per UT. Sedangkan penerimaan per hektar adalah sebesar Rp.
45.842.500 per ha dan total biaya usahatani adalah Rp. 13.530.475 per hektar.
Biaya yang dikeluarkan dalam usahatani terebut hanya terdiri dari biaya tunai
42
dan biaya yang diperhitungkan. Pendapatan atas biaya total (profit) sebesar
Rp. 42.951.527 per UT dan Rp. 32.312.025 per hektar. Hasil ini menunjukan
bahwa usahatani nanas di Kabupaten Muara Enim memberi keuntungan bagi
petani.
R/C ratio dari usahatani nanas ini dalah sebesar 3,4yang berarti setiap
Rp. 1 biaya total yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar Rp.
3,4. Nilai R/C ratio yang lebih dari satu menunjukan bahwa usahatani nanas
didaerah penelitian masih memberikan keuntungan bagi petani karena
penerimaannya lebih dari pada yang dikeluarkan.
Pendapatan yang diterima petani relatif rendah. Jika pendapatan petani
adalah Rp. 61.123.333 per satu musim tanam, berarti pendapatan petani per
tahun adalah Rp. 20.374.444 dan pendapatan petani per bulan adalah sebesar
Rp. 1.697.870. Hal ini menjadi alasan yang cukup masuk akal atas rendahnya
pendapatan tersebut karena nanas dijadikan tanaman tumpangsari pada
tanaman karet. Selama ini petani tetap mempertahankan usahatani t karena
usahatani tersebut merupakan usaha yang sudah turun menurun dari orang tua
mereka sehingga petani tidak mau meninggalkan kegiatan usahatani tersebut.
Petani juga tidak pernah memperhitungakan biaya tenaga kerja, bibit,
maupun penyusutan peralatan sehingga seolah-olah pendapatan yang mereka
terima dari nanas cukup besar. Bagi pertani, usahatani nanas merupakan
kegiatan yang paling mungkin mereka lakukan karena tidak memiliki modal
tunai untuk mengembangkan kegiatan usahatani mereka. Selain itu beberapa
petani tidak memiliki lahan sendiri dan tidak tahu kapan lahan habis.
D. Pemasaran Nanas
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan majerial yang mana individu dan
kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan cara
mempertukarkan produk dan nialai dengan pihak yang lain. Saluran pemasaran
nanas mengambarkan proses pendistribusian nanas dari petani yang ada di
Kabupaten Muara Enim sampai pada konsumen akhir di sekitar lokasi
penelitian.
43
Petani
Tengkulak
Konsumen akhir
dibandingkan dua saluran yang lainnya. Namun kendala yang dihadapi petani
dalam saluran 3 adalah sedikitnya konsumen langsung yang membeli nenas
tersebut dari petani mengingat jauhnya lokasi penelitian dengan pasar terdekat.
Biasanya petani yang memilih saluran 1 sudah mempunyai pelanggan sendiri.
Saluran 1 banyak dipilih oleh petani yang mempunyai keterbatasan untuk bisa
menjual langsung buah nenas di pasar sehingga mereka memilih menjual buah
nenas kepada pedagang pengecer tetap atau tengkulak meskipun harga yang
diterima lebih rendah.
Di lokasi penelitian, petani menjual nanasnya kepada pedagang
pengumpul. Sebagian petani di Kabupaten Muara Enim menjual nanasnya
langsung dari lahan petani. Terkadang petani melakukan sistem tebas dalam
melakukan penjualan nanasnya. Sistem tebas dilakukan dengan menyerahkan
proses pemanenan kepada pedagang pengumpul/tengkulak. Hal ini disebabkan
petani ingin cepat mendapatkan uang hasil panen.
Pedagang pengumpul/tengkulak melakukan praktik pembelian langsung di
lahan petani. Nanas yang dipanen oleh petani dikumpulkan dipinggir lahan dan
kemudian pedagang pengumpul akan mengambil sendiri sehingga biaya
pengangkutan dibebankan kepada pedagang pengumpul. Biasanya satu bulan
sebelum melakukan pembelian, pedagang pengumpul melakukan survei untuk
menentukan jumlah dan kualitas buah. Kegiatan penjualan pedagang
pengumpul dilakukan kepada pedagang besar baik di Palembang, Bengkulu,
Lampung maupun di Jakarta serta pada pedagang kecil/pengecer.
Pedagang besar melakukan pembelian nanas melalui pedagang
pengumpul. biasanya pedagang besar sudah memiliki langganan namun tidak
terikat dengan pedagang pegumpul. Sebelum melakukan pembelian pedagang
besar menentukan target pembelian dalam jangka waktu 1-6 bulan dengan
bekerjasama dengan pedagang pengumpul. Pedagang besar melakukan
kegiatan penjualan ditempat pedagang besar. Selanjutnya dilakukan kegiatan
penjualan kepada pedagang pengecer. Kegiatan penjualan juga berlangsung
ditempat pedagang besar. Pedagang pengecer melakukan penjualan dengan
konsumen akhir.
46
besar biaya pemasaran yang dikeluarkan dan semakin besar perbedaaan harga
yang harus dibayar oleh konsumen dengan harga yang diterima produsen.
Tabel 5.19 Marjin Pemasaran di Kabupaten Muara Enim tahun 2019.
Lembaga pemasaran Saluran 1 Saluran 2 Saluran 3
(Rp/buah) (Rp/buah) (Rp/buah)
Petani
a. Pengangkutan 100 100 200
b. Biaya produksi 857 857 857
c. Sortasi - 100 100
d. Keuntungan 1.580 2.043 2.843
e. Harga jual 2.537 3.000 4.000
Tengkulak
a. Harga beli 2.537
b. Biaya transportasi 100
c. Biaya pembersihan. 50
d. Tenaga angkut 50
e. Keuntungan 763
f. Harga jual 3.500
Pedagang Besar
a. Harga beli 3.500
b. Biaya transportasi 500
c. Biaya Sortasi dan 100
pembersihan
d. Penyimpanan 50
e. Tenaga angkut 50
f. Keuntungan 800
g. Harga jual 5.000
Pedagang Pengecer
a. Harga Beli 5.000 3.000
b. Biaya transportasi 100 300
c. Biaya sortasi 50 50
d. Biaya penyusutan 150 100
e. Tenaga jual 300 250
f. Keuntungan 900 1.500
g. Harga jual 6.500 5.000
Marjin pemasaran 3.963 2.000
Farmer share 39,03% 60% 100%
Sumber: Data Primer, 2019.
Marjin pemasaran adalah selisih harga yang dibayarkan konsumen akhir
dan harga yang diterima petani produsen atau biaya dari jasa-jasa pemasaran
yang dibutuhkan sebagai akibat dari permintaan dan penawaran dari jasa-jasa
pemasaran. Pada Tabel 5.19 bisa dilihat bahwa saluran yang memiliki marjin
48
pemasaran yang paling tinggi adalah saluran 1 sebesar Rp. 3.963, saluran 2
sebesar Rp. 2.000 dan saluran 3 Rp. 0. Perbedaan marjin disebabkan karena
adanya fungsi-fungsi pemasaran yang dilakukan dengan tujuan untuk
meningkatkan nilai guna atau nilai tambah sehingga konsumen puas.
Farmer’s share adalah perbandingan tingkat harga yang diterima oleh
petani dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Berdasarkan hasil
penelitian besarnya Farmer’s share di Kabupaten Muara Enim saluran 1
sebesar 39,03%, saluran 2 sebesar 60%, dan saluran 3 100%.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil penelitian kegiatan on farm nanas di Kabupaten Muara
Enim yaitu, (1) persiapan lahan terdiri dari pembabatan dan penggemburan
tanah. (2) penanaman menggunakan sistem tanam single raw. (3)
Pemupukan mengunakan pupuk Organik dan Anorganik. (4) pengendalian
gulma dilakukan secara manual. (5) Perangsangan bunga menggunakan
karbit, dan (6) Panen dilakukan secara manual.
2. Produksi nanas dengan sistem budidaya monokultur selama semusim rata
– rata sebanyak 29.688 buah per hektar dan 51.213 buah per UT atau sama
dengan 35,6 ton per hektar dan 61,4 ton per UT. Pendapatan atas biaya total
(profit) adalah sebesar Rp. 62.761.146 per hektar dan Rp. 108.230.125 per
UT. Sedangkan produksi nanas dengan sistem budidaya tumpangsari
selama semusim rata – rata sebanyak 18.288 buah per hektar dan 24.383
buah per UT atau sama dengan 22 ton per hektar dan 29,4 ton per UT.
Pendapatan atas biaya total (profit) adalah sebesar Rp. 32.312.025 per
hektar dan Rp. 42.951.527 per UT.
3. R/C Ratio usahatani nanas dengan sistem monokultur sebesar 4,5 dan R/C
Ratio usahatani nanas dengan sistem tumpangsari sebesar 3,4, sehingga
sangat layak untuk diusahakan.
4. Dilihat dari keuntungan usahatani nanas dengan sistem tumpangsari, maka
petani dapat mengusahakan usahatani nanas untuk mendapatkan
penghasilan pada saat tanaman karet tidak menghasilkan. Sehingga petani
karet tidak perlu khawatir terhadap pendapatan pada saat Replanting
tanaman karet.
5. Dari identifikasi saluran pemasaran nanas di Kabupaten Muara Enim,
terdiri dari tiga saluran yaitu (1) petani – tengkulak – pedagang besar –
pedagang pengecer – konsumen akhir, (2) petani – pedagang pengecer –
konsumen akhir, dan (3) petani - konsumen akhir.
49
50
B. Saran
1. Petani perlu membuat perencanaan produksi yang lebih baik.
2. Petani diharapkan melakukan proses sortasi/grading terlebih dahulu
sebelum melakukan penjualan nenas kepada pedagang pengumpul. Dengan
memberikan value added diharapkan dapat meningkatkan harga jual
sehingga keuntungan yang diperoleh petani dapat meningkat.
3. Petani diharapkan memiliki sarana pengangkutan ke pasar, agar dapat
menigkatkan harga jual.
4. Perlu dilakukan penyuluhan lebih lanjut oleh Dinas pertanian atau pihak-
pihak lain yang terkait, untuk membantu petani dalam mengembangkan
budidaya nanas dan membambantu dalam mengelola buah nanas sehingga
dapat menghasilkan produk turunan nanas.
DAFTAR PUSTAKA
Arsyad, L. et. al. 1985. Agribisnis Suatu Pilihan Bagi Upaya Peningkatan Produksi
Non Migas di Indonesia. Jurnal Agro Ekonomika.
Arsyad, Soeratno. 1995. Metodologi Pertanian. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Badan Pusat Statistik. 2015. Produksi Buah-Buah Utama Menurut Kabupaten atau
Kota dan Jenis Buah di Provinsi Sumatera Selatan. BPS Sumatera Selatan,
Palembang.
Badan Pusat Statistik. 2018. Statistik Daerah Muara Enim. BPS Muara Enim,
Sumatera Selatan.
Badan Pusat Statistik. 2019. Luas Panen dan Produksi Tanaman Buah-Buahan di
Provinsi Sumatera Selatan. BPS Sumatera Selatan, Palembang.
Badan Pusat Statistik. 2019. Muara Enim Dalam Angka. BPS Muara Enim, Muara
Enim.
Downey, W. D. dan Ericson. 1992. Agribusiness Management. New York, Mc
Graw Hill Book Company.
Hernanto, F. 1991. Ilmu Usahatani. Jakarta, Penebar Suwadaya.
Soekartawi. 2001. Agribisnis Teori dan Aplikasinya PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Soetriono dan Suwandari, A. 2016. Pengantar Ilmu Pertanian. Malang, Intimedia.
Sugiyono. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung: CV. ALFABET.
Tarmansyah, U. S. 2007. Pemanfaatan Serat Nanas untuk Pembuatan Selulosa.
Balitbang Dephan, Jurnal 29 juni 2007.
53
Per UT Per Ha
No. Jenis Kegiatan DK (Rp) LK (Rp) DK (Rp) LK (Rp)
1 Persiapan Lahan 1.216.800 1.976.800 816.800 1.322.400
2 Penanaman 634.400 1.011.200 425.600 689.600
3 Pemupukan 384.800 605.600 258.400 406.400
4 Pengendalian Gulma 1.515.200 2.740.000 1.016.800 1.839.200
5 Perangsangan Bunga 332.000 489.600 223.200 328.800
6 Panen 3.288.800 2.207.200
Total 4.083.200,0 10.112.000,0 2.740.800,0 6.793.600
59